137
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2013 LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2013

LAPORAN AKHIR

KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Page 2: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

LAPORAN AKHIR

KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Heny Sukesi Suminto

Ranni Resnia Erizal Mahatama

Yudha Hadian Nur Bagus Wicaksena

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2013

Page 3: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan Standard Dalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen i

RINGKASAN EKSEKUTIF

Latar Belakang

1. Makin beragamnya produk barang yang beredar di pasaran baik produk lokal

maupun impor, maka diperlukan jaminan agar tidak merugikan pihak

konsumen, baik konsumen dalam maupun luar negeri. Jaminan atas mutu

barang diinformasikan dalam bentuk sertifikasi atau label standar pada

produk barang yang dihasilkan dan dipasarkan.

2. Dalam kaitannya dengan perdagangan internasional, maka produk pangan

yang diperdagangkan harus memenuhi persyaratan yang berlaku di negara

tujuan ekspor, antara lain syarat mutu, keamanan, lingkungan, kesehatan

dan lain-lain. Dalam upaya peningkatan ekspor, maka diharapkan produk-

produk ekspor memiliki kesesuaian standar mutu dengan standar yang

ditetapkan negara tujuan.

3. Namun demikian, ada beberapa produk andalan ekspor Indonesia yang

mengalami penolakan di negara tujuan karena tidak memenuhi standar

antara lain produk perikanan dan hortikultura. Di sisi lain, produk-produk khas

Indonesia seperti mebel rotan dan batik memperoleh tantangan berupa

banyaknya impor, padahal produk-produk ini berpotensi besar untuk

dikembangkan ekspornya.

4. Dengan demikian perlu dikaji mengenai kebutuhan standar seperti apakah

yang terkait produk pangan dan non pangan di pasar ekspor dan domestik.

Selanjutnya, perlu diketahui apakah terdapat kesesuaian atau

ketidaksesuaian antara SNI dengan standar yang dibutuhkan oleh pasar

ekspor maupun domestik.

Metodologi

5. Metode analisis yang dipakai dalam kajian ini adalah analisis deskriptif yaitu

analisis gap untuk melihat komponen dasar yang diperlukan oleh suatu

produk agar bisa memenuhi standar tertentu. Analisis gap akan dilakukan

untuk melihat komponen dasar yang seharusnya ada dalam standar produk,

apakah SNI yang ada (wajib/sukarela) sesuai dengan standar internasional

Page 4: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan Standard Dalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen ii

yang ada ataupun persyaratan tertentu lainnya (national standard yang

diberlakukan oleh mitra dagang, juga kemungkinan adanya private standard).

6. Untuk mengetahui respon para pelaku usaha di Indonesia terkait bagaimana

mereka bertindak bila produk yang diekspor ditolak maupun dalam hal

adanya gap antara SNI dengan standar yang ada, maka dilakukan indepth

interview dengan para pelaku usaha tersebut mengenai hal-hal berikut: (1)

Kepedulian (awareness), (2) Pengetahuan (knowledge), (3) Implementasi

(implementation), dan (4) Komitmen (commitment).

Pembahasan dan Kesimpulan 7. Dalam kondisi yang ideal, standar mutu harus diterapkan mulai dari asal usul

bahan baku, bahan baku, bahan setengah jadi, proses pengolahan, sampai

produk tersebut sampai ke tangan konsumen. Namun, kondisi dan

kebutuhan masyarakat juga harus dipertimbangkan sebelum menerapkan

suatu standar menjadi standar yang berlaku wajib. Pertimbangan tersebut

antara lain kondisi perekonomian, faktor sosial, serta kemampuan produsen

khususnya UKM.

8. Untuk produk pangan, pemenuhan standar sulit dilakukan di sisi hulu. Bahan

baku untuk produk perikanan dan hortikultura, dalam hal ini ikan dan buah-

buahan itu sendiri, dipengaruhi oleh lingkungan. Jika lingkungan tempat

hidup ikan dan buah tercemar dan tidak baik kualitasnya, maka akan

mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum. Begitu pula dengan

proses penanganan pasca panen. Keterampilan dan pengetahuan nelayan

dan petani yang tidak seragam membuat kualitas bahan baku sulit untuk

dipenuhi sesuai standar yang ada.

9. Untuk produk non pangan, kesulitan lebih banyak ditemui di sisi hilir. Hal

tersebut dikarenakan proses pembuatan produk memerlukan ketrampilan

khusus dan produk harus terus berkembang dan berinovasi sesuai

kebutuhan dan selera pasar.

10. Gap negatif SNI dengan standar mitra dagang disebabkan antara lain :

a. SNI umumnya hanya menggunakan standar internasional sebagai

acuan dasar dalam penyusunannya. Sementara, mitra dagang tidak

hanya mengadopsi standar internasional seperti CODEX, ISO, IEC,

Page 5: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan Standard Dalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen iii

dan lain-lain namun juga mengadopsi ketentuan dan parameter yang

ada pada standar swasta (private standards) dan standar lain.

b. Kesulitan memenuhi standar mutu dan keamanan pada sisi hulu

untuk produk perikanan (tuna dan cakalang beku) dan hortikultura

(manggis dan jagung). Bahan baku untuk produk tersebut sangat

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Jika lingkungan tempat hidup

ikan dan buah tercemar dan tidak baik kualitasnya, maka akan

mempengaruhi mutunya seperti ikan tuna yang tercemar logam berat

akibat cemaran limbah industri. Pada proses penanganan pasca

penangkapan atau pasca panen, ketrampilan dan pengetahuan

nelayan dan petani yang beragam/terbatas membuat kualitas bahan

baku sulit untuk memenuhi SNI dan atau standar negara mitra

dagang.

c. Kesulitan pemenuhan standar pada produk non pangan (mebel rotan

dan kemeja batik) lebih banyak ditemui di sisi hilir. Hal tersebut

dikarenakan proses pembuatan produk memerlukan ketrampilan

khusus dan produk harus terus berkembang dan berinovasi sesuai

kebutuhan dan selera pasar.

d. Kesulitan produk-produk usaha kecil menengah (UKM) dalam

memenuhi persyaratan mutu dan keamanan produk yang

dipersyaratkan negara mitra dagang. Kesulitan tersebut disebabkan

oleh minimnya informasi yang diterima oleh UKM mengenai standar

mutu dan keamanan di negara tujuan ekspor, proses sertifikasi

standar produk ekspor menjadi beban biaya yang relatif besar bagi

UKM, serta terbatasnya sumber daya yang terampil dalam

penanganan pra dan pasca panen. Selain itu, keterbatasan

insfrastruktur standar seperti alat uji di daerah belum optimal dalam

mendukung proses penerapan standar.

11. Belum semua pelaku ekspor menjadikan SNI sebagai acuan atau panduan

utama untuk standar mutu dan keamanan produk. Pelaku usaha mengacu

pada kriteria mutu dan keamanan yang disyaratkan oleh importir di negara

mitra dagang. Sebagian pelaku usaha juga menganggap bahwa SNI kurang

kompatibel dengan standar yang diterapkan oleh mitra dagang.

Page 6: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan Standard Dalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen iv

Rekomendasi Kebijakan 12. Mengusulkan kepada Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk melakukan

peninjauan, perubahan (amandemen) SNI khususnya produk eskpor ke

negara tujuan sesuai perkembangan dan perubahan selera konsumen dan

teknologi. 13. Untuk mengatasi gap negatif antara SNI dengan standar mitra dagang antara

lain :

i. Di sisi hulu, perlu memperbaiki kualitas sesuai permintaan, memperketat

seleksi bahan baku sebelum masuk pabrik dan perbaikan penanganan

pasca panen. Sedangkan di sisi hilir, perlu memberikan pelatihan dan

studi banding, dll kepada pelaku usaha agar meningkatkan kualitas

produk ke pasaran.

ii. Melakukan bridging the gap: untuk UKM antara lain (i) memberikan

kemudahan dalam proses sertifikasi, (ii) sosialisasi pentingnya

pemenuhan standar mutu untuk produk ekspor; (iii) pembinaan teknis

yang lebih luas terkait budidaya dan penanganan pasca panen yang

tepat untuk menjamin kualitas produk; sementara untuk lembaga terkait

seperti laboratorium uji, sertifikasi produk, dan teknologi pengujian

dilakukan dengan peningkatan kemampuan sumber daya manusia,

peningkatan teknologi, kelengkapan infrastruktur dan kualitas pelayanan

yang terkait dengan standar.

14. Mendorong perwakilan dagang RI di luar negeri, untuk menjadi bagian solusi

dari kasus-kasus penolakan produk ekspor Indonesia antara lain melakukan

mediasi, konsultasi, dan menyediakan informasi terkait perkembangan

standar dan selera pasar mitra dagang kepada para eksportir di Indonesia.

15. Edukasi tentang standar pada umumnya dan SNI pada khususnya kepada

masyarakat baik kepada produsen yang melakukan ekspor/eksportir, importir

dan masyarakat konsumen harus terus dilakukan. Peran serta aktif

masyarakat khususnya dalam mengawasi produk impor yang masuk (tidak

memenuhi standar) harus ditingkatkan,

Page 7: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan Standard Dalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya, sehingga

laporan analisis “Kajian Kebutuhan Standard Dalam Dimensi Daya Saing dan

Perlindungan Konsumen” dapat diselesaikan. Kajian ini dilatarbelakangi bahwa

peran standar mutu sangat penting, baik untuk produk ekspor dalam rangka

meningkatkan daya saing untuk akselerasi ekspor, maupun untuk produk impor

dalam rangka melindungi konsumen dalam negeri. Namun tidak semua produk yang

dihasilkan oleh Indonesia bisa memenuhi standar, baik SNI maupun standar

internasional dan standar yang diterapkan oleh negara tujuan ekspor. Demikian

juga, tidak semua produk yang masuk ke Indonesia sesuai dengan standar SNI.

Penolakan terhadap beberapa produk ekspor Indonesia (perikanan dan

hortikultura) menunjukkan bahwa masih ada kelemahan atau ketidakmampuan

dalam penerapan standar untuk memenuhi standar negara tujuan ekspor.

Ketidakmampuan tersebut dikarenakan kurang siapnya/mampunya dalam

pemenuhan standar dan adanya kesenjangan (gap) antara SNI dengan standar

yang ada. Kajian ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan

Perdagangan Dalam Negeri dengan tim penelitian yaitu Heny Sukesi, Yudha Hadian

Nur, Erizal Mahatama, Bagus Wicaksena, Ranni Resnia, dan Suminto.

Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan baik ditinjau

dari aspek substansi, analisa, maupun data-data yang sifatnya pendukung. Oleh

karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam

kesempatan ini tim peneliti mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang

membantu terselesaikannya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga penelitian ini

dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan di

bidang standarisasi dan perlindungan konsumen.

Jakarta, Nopember 2013 Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri

Page 8: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan Standard Dalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen vi

DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF i KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan Kajian 3

1.3. Keluaran Kajian 3

1.4. Manfaat Kajian 4

1.5. Ruang Lingkup 4

1.6. Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10

2.1. Standar 10

2.2. Penelitian Terdahulu 15

2.3. Penelitian Gap Analisis di Beberapa Negara 18

BAB III METODOLOGI 21

3.1. Kerangka Pemikiran 21

3.2. Metode Analisis 24

3.3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 31

BAB IV KONDISI DAN PERKEMBANGAN SNI PRODUK INDONESIA 34

4.1. Perkembangan Jumlah SNI 34

4.2. Penerapan SNI Wajib dan Kendalanya 38

BAB V KEBUTUHAN STANDAR PRODUK 43

5.1. Standar Produk Perikanan 43

5.2. Standar Produk Hortikultura 53

5.3. SNI Produk Non-Pangan 62

BAB VI GAP KEBUTUHAN STANDAR 72

6.1 Cakupan Standar Dalam Arus Barang : SNI dan Standar

Internasional 73

6.2. Analisis Gap Standar per Produk 74

6.3. Solusi Gap oleh Perusahaan 95

6.4. Pemenuhan Standar Untuk Perlindungan Konsumen dan

Peningkatan Daya Saing Melalui Zero Gap 110

6.5. Upaya Mengatasi Gap Dalam Standar 113

Page 9: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan Standard Dalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen vii

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 117

7.1. Kesimpulan 118

7.2. Rekomendasi 119 DAFTAR PUSTAKA 120 LAMPIRAN 124

Page 10: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan Standard Dalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pertumbuhan Produksi, Ekspor dan Impor Komoditi yang Dikaji 5 Tabel 1.2. Kontribusi Nilai Ekspor Impor Manggis dan Jagung Terhadap Total

Ekspor dan Impor Produk Hortikultura 2007 -2009 (%) 6 Tabel 1.3. Ekspor dan Impor Kemeja Batik dan Trennya Periode 2008 - 2012 (%) 6 Tabel 1.4. Daerah Survey 8 Tabel 3.1. Sisi Ekspor - Gap SNI dengan Standar Internasional, National

Standard Negara Importir dan Private Standards 26 Tabel 3.2. Sisi Impor - Gap SNI dengan National Standard Negara Eksportir 28 Tabel 3.3. Perilaku Perusahaan (Eksportir) Terhadap Standar Internasional 30 Tabel 3.4. Metodologi dan Analisis Data 32 Tabel 4.1. SNI yang Telah Diberlakukan Secara Wajib 35 Tabel 4.2. Jumlah Pelanggaran Produk yang Tidak Memenuhi Ketentuan 41 Tabel 4.3. Kepemilikan SPPT - SNI 42 Tabel 5.1. Syarat Mutu dan Keamanan Tuna Beku 43 Tabel 5.2. Syarat Mutu dan Keamanan Cakalang Beku 45 Tabel 5.3. Kandungan Bahan Tambahan Makanan yang Diperbolehkan Menurut

CODEX 47 Tabel 5.4. Beberapa Contoh Private Standards di Sektor Perikanan 48 Tabel 5.5. Syarat Mutu FDA Amerika Serikat 50 Tabel 5.6. Penggolongan Standar Mutu Produk Tuna di Filipina 51 Tabel 5.7. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Manggis 55 Tabel 5.8. Spesifikasi Persyaratan Mutu Jagung 55 Tabel 5.9. Kriteria Dalam CODEX Produk Jagung 57 Tabel 5.10. Persyaratan Mutu Jagung Dalam CODEX (Ekspor ke Filipina) 60 Tabel 5.11. Kriteria Mutu Jagung ke India 62 Tabel 5.12. Syarat Mutu Batik Berdasarkan SNI 62 Tabel 5.13. Standar Mutu Kemeja Menurut ISO 65 Tabel 5.14. Syarat Keamanan Cina Untuk Produk Tekstil 68 Tabel 5.15. Kriteria Mutu Kursi dan Meja Rotan ke Jepang 69 Tabel 5.16. Klasifikasi Rotan Berdasarkan Permukaan 70 Tabel 6.1. Analisis Gap Standar Produk Tuna Beku 74 Tabel 6.2. Analisis Gap Standar Produk Cakalang Beku 77 Tabel 6.3. Analisis Gap Standar Produk Manggis 81 Tabel 6.4. Analisis Gap Standar Produk Jagung 84 Tabel 6.5. Analisis Gap Standar Produk Kemeja (Batik) 90 Tabel 6.6. Analisis Gap Standar Produk Mebel Rotan 92 Tabel 6.7. Hasil Survey Untuk Komoditas Ikan Tuna dan Cakalang 97 Tabel 6.8. Hasil Survey Untuk Komoditas Manggis 102

Page 11: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan Standard Dalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen ix

Tabel 6.9. Hasil Survey Untuk Komoditas Jagung 104 Tabel 6.10. Hasil Survey Untuk Komoditas Kemeja Batik 105 Tabel 6.11. Hasil Survey Untuk Komoditas Mebel Rotan 109

Page 12: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan Standard Dalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Alur Barang untuk Memenuhi Standar (Kualitas, Kesehatan, Keamanan, Keselamatan, dan Lingkungan Hidup) 22

Gambar 3.2. Kerangka Pikir Kajian SNI dengan Gap Analisis 23 Gambar 6.1. Cakupan Standar Dalam SNI dan Standar Internasional

Lainnya 73 Gambar 6.2. Proses Kesesuaian Standar Eksportir - Importir Perikanan 100 Gambar 6.3. Manfaat Standar Dalam Dimensi Daya Saing dan

Perlindungan Konsumen 111 Gambar 6.4. Pemenuhan Gap Standar 114

Page 13: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Era perdagangan bebas memungkinkan arus barang dan/atau jasa dapat

masuk ke suatu negara dengan atau tanpa hambatan perdagangan (trade

barriers), sehingga berbagai jenis produk akan banyak beredar di pasaran.

Dengan makin beragamnya produk barang yang beredar di pasaran baik produk

lokal maupun impor, maka diperlukan jaminan agar tidak merugikan pihak

konsumen, baik konsumen dalam maupun luar negeri. Jaminan atas mutu

barang diinformasikan dalam bentuk sertifikasi atau label standar pada produk

yang dihasilkan dan dipasarkan.

Pada dasarnya standar berfungsi untuk membantu menjembatani antara

kepentingan konsumen dengan kepentingan pelaku usaha/produsen, karena

dengan cara menerapkan standar terhadap suatu produk yang tepat dapat

memenuhi kepentingan dari kedua belah pihak. Barang yang tidak memenuhi

syarat mutu dapat menimbulkan kerugian pada konsumen karena standar

berhubungan dengan keselamatan, keamanan, kesehatan dan pelestarian

lingkungan hidup. Sedangkan bagi produsen, pemenuhan syarat mutu atau

standar merupakan upaya peningkatan daya saing selain untuk meningkatkan

efisiensi dalam proses produksi.

Saat ini, terdapat 259 SNI Wajib untuk produk yaitu SNI yang wajib

diterapkan oleh para pelaku usaha pada produk akhirnya. Namun, SNI yang

sifatnya sukarela berjumlah 7.261 untuk seluruh sektor, mayoritas SNI tersebut

ada di sektor teknologi bahan yaitu sebesar 30% dan sektor pertanian dan

teknologi pangan yaitu 19% (Asosiasi Lembaga Sertifikasi Indonesia, 2012).

Agar dapat diterapkan secara luas, maka SNI harus memenuhi kriteria sebagai

berikut (BSN, 2009): 1) harmonis dengan standar internasional dan

dikembangkan berdasarkan kebutuhan nasional, termasuk industri; 2) SNI yang

diberlakukan wajib harus didukung oleh infrastruktur penerapan yang kompeten;

3) infrastruktur penunjang tersebut harus diakui kompetensinya secara

nasional/regional/internasional. Namun demikian, penerapan SNI menemui

Page 14: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 2

kendala utama yaitu kemampuan serta kesiapan pelaku usaha atau industri yang

terkait (BSN, 2012).

Seiring dengan peningkatan kebutuhan pangan, standar mutu untuk produk

pangan menjadi penting. Dalam kaitannya dengan perdagangan internasional,

maka produk pangan yang diperdagangkan harus memenuhi persyaratan yang

berlaku di negara tujuan ekspor, antara lain syarat mutu, keamanan, lingkungan,

kesehatan dan lain-lain. Hal yang sama juga berlaku untuk produk impor. Dalam

upaya peningkatan ekspor, maka diharapkan produk-produk ekspor memiliki

kesesuaian standar mutu dengan standar yang ditetapkan negara tujuan. Namun

demikian, ada beberapa produk andalan ekspor Indonesia yang mengalami

penolakan di negara tujuan karena tidak memenuhi standar.

Berdasarkan data dari Food and Drugs Administration (FDA) Amerika

Serikat, pada periode tahun 2002 – 2010 produk pangan Indonesia mengalami

penolakan di negara tersebut sebanyak 2.608 kasus. Produk yang paling banyak

ditolak adalah produk perikanan yaitu ikan, udang dan kepiting yang mencapai

80% dari keseluruhan kasus penolakan (Saputra dan Hariyadi, 2012). Penolakan

produk perikanan tersebut antara lain disebabkan alasan kotor, kandungan

salmonela, veterinary drugs, dan kandungan histamine yang melebihi batas,

padahal produk perikanan merupakan salah satu produk unggulan ekspor

Indonesia yang menyumbang sekitar 1,6% dari total eskpor non migas selama

periode 2007-2012 (BPS, 2013). Di sisi lain, nilai impor produk perikanan juga

besar dan mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan tren sekitar 40%

selama periode 2007 – 2011(BPS, 2013)1.

Selain produk perikanan, produk hortikultura juga mengalami permasalahan

yang sama (BPOM, 2012). Mayoritas produk ekspor hortikultura Indonesia belum

dapat memenuhi standar Sanitary and Phyto-Sanitary (SPS) di negara tujuan

(Purwanto, 2010). Selain itu, ekspor hortikultura baru mencapai 5-20 % dari total

produksi hortikultura nasional. Hal tersebut antara lain disebabkan karena

produk hortikultura Indonesia tidak dapat memenuhi standar penanganan pasca panen (Good Agricultural Practices) di Uni Eropa, Amerika Serikat, China,

Australia, dan Korsel (Harian Pelita, 2007). Di sisi impor, produk-produk khas 1 Data BPS diolah oleh Pusdatin Kementerian Perdagangan

Page 15: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 3

Indonesia seperti mebel rotan dan batik memperoleh tantangan berupa

banyaknya impor, padahal produk-produk ini berpotensi besar untuk

dikembangkan ekspornya. Impor batik dari China besar dengan nilai mencapai

US$ 30 juta tahun 2012 dan diprediksi akan terus meningkat (Kemenperin,

2013). Lebih lanjut, impor mebel rotan tahun 2010 lebih dari US$ 386.000

(Kontan, 2011), padahal potensi ekspor besar. Pengusaha mengakui mebel

rotan domestik kurang bersaing dalam hal standar kualitas dan harga (Bisnis,

2012)

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dilihat bahwa peran standar mutu

sangat penting baik bagi produk ekspor untuk akselerasi ekspor maupun produk

impor untuk melindungi konsumen. Adanya kasus penolakan produk ekspor dan

meningkatnya impor karena kurang bersaingnya standar kualitas

mengindikasikan terjadinya gap standar antara produk dalam negeri dengan

produk negara lain. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengkaji

kesesuaian antara Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan standar

internasional, standar yang berlaku di negara tujuan ekspor dan negara asal,

serta private standards. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, perumusan

masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

a. Kebutuhan standar seperti apakah yang terkait produk pangan dan non

pangan di pasar ekspor dan domestik?

b. Apakah terdapat kesesuaian atau ketidaksesuaian antara SNI dengan

standar yang dibutuhkan oleh pasar ekspor maupun domestik?

1.2. Tujuan Kajian

a. Mengidentifikasi kebutuhan standar produk di pasar domestik dan

internasional;

b. Menganalisis kesesuaian atau ketidaksesuaian antara SNI dengan standar

yang dibutuhkan oleh pasar domestik maupun internasional;

c. Menganalisis faktor-faktor penghambat dalam penerapan standar;

d. Memberikan usulan kebijakan dalam mengatasi gap standar.

Page 16: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 4

1.3. Keluaran Kajian a. Kebutuhan standar produk di pasar domestik dan internasional;

b. Hasil analisis kesesuaian atau ketidaksesuaian antara SNI dengan standar

yang dibutuhkan oleh pasar domestik maupun internasional;

c. Hasil analisis faktor-faktor penghambat dalam penerapan standar;

d. Usulan kebijakan untuk mengatasi gap standar.

1.4. Manfaat Kajian a. Manfaat bagi pemerintah

Hasil kajian ini dapat digunakan oleh pemerintah sebagai bahan rumusan

kebijakan pengawasan mutu atau standar pangan produk ekspor dalam

rangka peningkatan daya saing dan perlindungan konsumen. Selain itu,

pemerintah juga dapat merumuskan strategi pengembangan industri produk

ekspor.

b. Manfaat bagi produsen dan industri produk terkait

Hasil kajian ini dapat berguna bagi produsen dan industri terkait sebagai

bahan acuan dalam memperbaiki dan mengembangkan standar mutu produk

untuk meningkatkan daya saing dan kinerja ekspor.

c. Manfaat bagi konsumen

Konsumen dapat memanfaatkan hasil kajian ini sebagai referensi jaminan

mutu serta Keamanan, Kesehatan, Keselamatan dan pelestarian Lingkungan

(K3L) atas produk-produk pangan dan non-pangan yang beredar di pasar.

1.5. Ruang Lingkup a. Komoditas Kajian ini dilakukan pada beberapa kasus komoditas pangan dan non- pangan :

i. Produk pangan

- Produk perikanan (ikan tuna sirip kuning dan ikan cakalang);

- Produk hortikultura (manggis dan jagung);

ii. Produk non-pangan

- Batik;

- Kursi dan meja tamu rotan.

Page 17: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 5

Pertimbangan pemilihan komoditas tersebut sebagai berikut :

i. Pertimbangan umum

Pertimbangan umum pemilihan produk adalah besarnya nilai

perdagangan dan potensi pertumbuhannya baik ekspor maupun impor.

Kedua hal tersebut berpengaruh besar terhadap kemampuan daya saing

produk Indonesia baik di pasar dalam negeri dan luar negeri; kelangsungan

industri nasional (terutama UKM), konsumen (baik konsumen akhir maupun

antara); juga berpengaruh pada neraca perdagangan Indonesia.

Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1., pertumbuhan ekspor ikan tuna

sirip kuning cukup tinggi yaitu sebesar 35,1% selama periode 2008 – 2012

dengan potensi produksi 5,9% per tahun. Namun, volume impor juga sangat

besar, pertumbuhan rata-ratanya mencapai 116,82%. Hal ini sangat

disayangkan mengingat produk ini merupakan salah satu produk ekspor non

migas andalan Indonesia.

Tabel 1.1 Pertumbuhan Produksi, Ekspor dan Impor Komoditi yang Dikaji

Komoditas

Pertumbuhan rata-rata 2008 - 2012 (%) Pertumbuhan

produksi rata-rata (%) Ekspor

(volume) Impor

(volume) Tuna sirip kuning ^) 35,1 116,82 5,9 Ikan cakalang ^^) 17,5 117,41 5,67 Mebel rotan *) -9,67 5,60 302,96

^) data produksi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan periode 2005 - 2010 ^^) data produksi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan periode 2008 - 2011 *) data ekspor impor dari BPS periode 2008 – 2012, data produksi dari kementerian Kehutanan periode 2000–2006

Begitu pula halnya dengan ikan cakalang yang produksinya berpotensi untuk

dapat ditingkatkan untuk dapat meningkatkan volume ekspor yang selama ini

tumbuh sebesar 17,5% per tahun selama periode 2008 – 2012. Serupa

dengan ikan tuna sirip kuning, impor ikan cakalang juga tumbuh pesat dari

Page 18: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 6

tahun ke tahun sebesar 117,41%. Begitu pula dengan komoditas lainnya

yang menghadapi kasus serupa (Tabel 1.2. dan 1.3.)

Tabel 1.2 Kontribusi Nilai Ekspor Impor Manggis dan Jagung Terhadap Total

Ekspor dan Impor Produk Hortikultura 2007 – 2012 (%)

Komoditas Kontribusi Rata-rata Terhadap Ekspor (%) Impor (%)

Jagung 3,50 10,77 Manggis 2,02 0.00

Sumber : BPS (diolah)

Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.2., jagung dan manggis

merupakan kontributor ekspor yang cukup baik diantara komoditas

hortikultura lainnya. Selain itu, manggis merupakan buah khas negara tropis

andalan Indonesia. Namun, impor jagung juga tinggi seiring dengan

peningkatan kebutuhan jagung untuk keperluan pakan ternak. Lebih lanjut,

produk andalan Indonesia lainnya yaitu batik, khususnya kemeja batik,

mengalami tren ekspor yang makin menurun dan tren impor yang meningkat

(Tabel 1.3). Menurut data dari BPS, mayoritas kemeja batik ini diekspor ke

Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Sementara itu, sebagian besar

kemeja batik yang masuk ke Indonesia berasal dari Cina.

Tabel 1.3 Perubahan Ekspor dan Impor Kemeja Batik dan Trennya

Periode 2008 – 2012 (%)

Keterangan Perubahan tahun

2012 thd 2011 (%)

Tren tahun 2008 - 2012

(%) Ekspor

Kemeja batik pria dan anak laki-laki -22,50 5,54 Kemeja/blus wanita dan anak perempuan -45,30 -5,92

Impor

Page 19: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 7

Kemeja batik pria dan anak laki-laki 9,05 22,57 Kemeja/blus wanita dan anak perempuan 7,60 10,25

Sumber : BPS, 2013 (diolah Pusdatin, Kementerian Perdagangan)

ii. Pertimbangan khusus

Pertimbangan khusus pemilihan produk yaitu adanya kasus-kasus tertentu

yang terjadi pada produk ekspor nasional seperti penolakan di negara tujuan

eskpor (produk makanan) dan membanjirnya barang impor (non makanan).

Sementara di sisi lain, Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar

dalam memenuhi pasar dalam negeri dan luar negeri.

- Produk perikanan (ikan tuna sirip kuning dan cakalang) merupakan salah

satu produk ekspor non migas andalan Indonesia dengan potensi yang

cukup besar. Produk perikanan paling banyak mengalami penolakan

ekspor di negara tujuan karena alasan standar, yaitu 80% dari 2.608

kasus di Amerika Serikat. Ikan tuna sirip kuning dan cakalang juga

memiliki pertumbuhan volume impor yang lebih besar daripada ekspornya

- Produk hortikultura (manggis dan jagung) mengalami masalah penolakan

ekspor karena alasan standar keamanan pangan antara lain mengandung

kloramfenikol, formalin dan zat pewarna buatan (Tempo, 2012). Manggis

khususnya mengalami penolakan di Cina karena mengandung organisme

pengganggu tanaman dan logam berat di atas ambang toleransi (Detik

Finance, 2013) .

- Batik produksinya menyumbang 20% produksi garmen nasional dan

merupakan warisan budaya Indonesia yang sudah diakui dunia

internasional. Selain itu, belum ada pedoman kualitas yang baku terkait

batik sehingga belum ada jaminan daya saing dan pedoman syarat mutu

batik (Tempo, 2013).

- Ekspor mebel rotan mengalami penurunan, sedangkan impor cenderung

meningkat, padahal Indonesia adalah produsen terbesar rotan. Dengan

adanya aturan pelarangan ekspor rotan mentah, seharusnya memberi

peluang untuk meningkatkan ekspor produk rotan. Dengan demikian,

diperlukan analisis kesesuaian standar mutu dalam rangka peningkatan

Page 20: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 8

ekspor dan juga menyeleksi mebel rotan impor melalui standar mutu

tersebut.

b. Aspek yang dikaji SNI produk terkait, standar internasional, standar yang berlaku di negara tujuan

ekspor dan negara asal, serta private standard.

c. Daerah Kajian Daerah penelitian terdiri dari 4 (empat) daerah, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah,

Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan. Dasar pemilihan daerah tersebut adalah

daerah yang mempunyai sentra produksi dan industri, keberadaan insfrastruktur

standar seperti pada Tabel 1.4.

Tabel 1.4.

Daerah Survey Daerah Tuna Sirip

Kuning Cakalang Manggis Jagung Batik Mebel

Rotan Jawa Timur v v v v v v Jawa Barat v v v v Jawa Tengah

v v v

Sulawesi Selatan

v v v v v

1.6. Sistematika Penulisan Laporan dalam kajian ini terdiri dari beberapa bab:

Bab I: Pendahuluan

Dalam bagian ini dijelaskan tentang latar belakang mengapa perlu

dilakukan kajian ini, tujuan, output, manfaat, ruang lingkup, dan sistematika

penulisan.

Bab II: Tinjauan Pustaka

Deskripsi mengenai standar (standar Indonesia, standar Internasional,

standar negara tujuan ekspor dan asal impor, serta Private Standard),

standar produk perikanan, standar produk hortikultura, standar batik dan

Page 21: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 9

mebel rotan, hasil penelitian terdahulu dan hasil kajian dari beberapa

negara (best practices) Bab III: Metodologi

Memaparkan bagaimana kerangka pikir, metode analisis, pengambilan data

dan pengolahannya, serta urutan tahapan kajian.

Bab IV: Kondisi dan Perkembangan SNI Produk di Indonesia

Perkembangan jumlah SNI, penerapan SNI dan kendalanya, serta

pengawasan penerapannya untuk produk, baik yang wajib maupun bersifat

sukarela.

Bab V: Kebutuhan Standar Produk

Identifikasi kebutuhan standar produk pangan dan non pangan di pasar

ekspor dan domestik

Bab VI: Gap Kebutuhan Standar

Analisis kesesuaian atau ketidaksesuaian antara SNI dengan standar yang

dibutuhkan oleh pasar ekspor maupun domestik serta menganalisis faktor-

faktor penghambat dalam penerapan standar produk pangan dan non

pangan.

Bab VII: Kesimpulan dan Rekomendasi

Menyampaikan kesimpulan dari kajian ini, dan rekomendasi yang berkaitan

dengan kebijakan standar.

Page 22: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Standar produk merupakan alat yang penting dan utama dalam upaya

peningkatan daya saing produk ekspor dan perlindungan terhadap konsumen dalam

negeri, terutama untuk produk-produk yang mudah rusak (perishable goods) seperti

produk perikanan dan hortikultura. Peningkatan peradaban penduduk dunia

merupakan salah satu sebab utama pentingnya jaminan mutu dan keamanan produk

pangan (Rokhman, 2008 seperti dikutip oleh Yuwono, 2012). Penolakan yang

dialami oleh beberapa komoditas ekspor Indonesia mengindikasikan bahwa ada

ketidaksesuaian dalam hal standar, baik yang meliputi kualitas, keamanan,

kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian, penelitian ini menelaah apakah SNI

sukarela pada produk perikanan dan hortikultura sudah sesuai dengan standar yang

disyaratkan di negara-negara tujuan ekspor dan diterapkan oleh negara asal impor

(national standards). Standar-standar yang dibahas antara lain SNI, standar

internasional (CODEX Alimentarius), Hazard Analysis and Critical Control Points

(HACCP), ISO 22000, standar negara tujuan ekspor dan asal impor, serta private

standard untuk produk pangan dan non-pangan.

2.1. Standar

a. Standar Nasional Indonesia (SNI)

Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah ketentuan teknis berupa aturan,

acuan atau kriteria dari sebuah kegiatan atau hasil dari kegiatan tersebut

yang diperoleh melalui konsensus untuk kemudian ditetapkan oleh Badan

Standarisasi Nasional (BSN) (BSN, 2011). Proses konsensus diperlukan

agar standar disepakati oleh seluruh pemangku kepentingan. Lebih lanjut,

terdapat beberapa kriteria agar penerapan standar memiliki jangkauan

yang luas sebagai berikut (BSN, 2011):

i. SNI harus harmonis dengan standar internasional dan SNI

dikembangkan berdasarkan pada kebutuhan nasional, termasuk juga

kebutuhan industri.

Page 23: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 11

ii. Pengembangan SNI yang bersifat wajib dalam rangka penerapan

regulasi teknis harus didukung oleh infrastruktur yang memadai

sehingga dapat melindungi kepentingan, keselamatan, keamanan,

kesehatan masyarakat dan pelestarian lingkungan hidup serta

pertimbangan ekonomi secara efektif dan efisien.

iii. Kompetensi infrastruktur yang diperlukan dalam rangka mendukung

penerapan SNI harus diakui di tingkat nasional, regional, maupun

internasional.

Berikut adalah standar nasional Indonesia terkait produk-produk yang diteliti

dalam kajian ini :

• Tuna beku

1. SNI No. 01-2710.1-2006 : spesifikasi

2. SNI No. 01-2710.2-2006 : persyaratan bahan baku

3. SNI No. 01-2710.3-2006 : penanganan dan pengolahan

• Cakalang beku

1. SNI No. 01-2733.1-2006 : spesifikasi

2. SNI No. 01-2733.2-2006 : persyaratan bahan baku

3. SNI No. 01-2733.3-2006 : penanganan dan pengolahan

• Manggis : SNI No. 3211:2009

• Jagung : SNI No. 01-3920-1995

• Batik : SNI No. 08.3540.1994

• Mebel rotan

1. SNI No. 7555.24:2011 : Kursi tamu rotan

2. SNI No. 7555.25:2011 : Meja tamu rotan

b. Standar Internasional

i. CODEX

CODEX Alimentarius Commission (CAC) merupakan lembaga yang

dibentuk dengan tujuan untuk melindungi kesehatan konsumen dan

menjamin terjadinya perdagangan yang adil, selain berkoordinasi dengan

institusi standarisasi lainnya untuk mengkampanyekan pentingnya

keamanan pangan atau food safety (WHO dan FAO, 2009 seperti dikutip

Page 24: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 12

oleh Salim, 2012). Lebih lanjut, lembaga yang berada di bawah naungan

World Health Organisation (WHO) dan Food and Agricultural Organisation

(FAO) ini menghasilkan rekomendasi internasional yang terangkum dalam

CODEX tentang prinsip umum dalam praktek kesehatan dan keamanan

pangan (Simangunsong, 2006). Dengan demikian, regulasi ini mendukung

para pelaku usaha di sektor perikanan dalam rangka menyediakan produk

yang terjamin keamanan dan kesehatannya kepada konsumen, baik di

pasar domestik maupun pasar internasional (Salim, 2012).

ii. HACCP

HACCP merupakan sistem pengawasan mutu untuk menjamin keamanan

dan mutu produk perikanan. Penerapan pengawasan ini dimulai dari

penangkapan ikan, pengangkutan, pengolahan dan pendistribusian produk

ke tempat penjualan atau sampai ke konsumen akhir (Deboyser, 2005

seperti dikutip oleh Simangunsong, 2006). Penerapan HACCP adalah

upaya pencegahan dan pendeteksian berbagai permasalahan yang

mungkin terjadi selama proses produksi berlangsung sehingga terbentuk

suatu rangkaian pengawasan mutu dan keamanan (Simangunsong, 2006).

iii. ISO 22000

Standar ini menetapkan persyaratan sistem manajemen kemanan pangan

yang mengkombinasikan unsur-unsur kunci umum berikut untuk

memastikan keamanan pangan sepanjang rantai pangan hingga konsumsi

akhir (BSN, 2012):

- Komunikasi interaktif;

- Manajemen sistem;

- Program Persyaratan Dasar (PPD); dan

- Prinsip HACCP.

iv. Private Standard

Istilah Private Standard sudah berlangsung sejak tahun 1990-an,

seiring dengan peningkatan peran perdagangan internasional dalam

Page 25: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 13

kegiatan ekonomi dunia. ISO (2010) mendefinisikan private standard

sebagai segala jenis standar yang dikembangkan oleh institusi non-

pemerintah yang memiliki karakteristik tertentu yang terkait dengan aspek

tatakelola (governance), pengembangan (development), dan keterkaitan

berbagai pihak (stakeholder engagement). Liu (2009) menjelaskan bahwa

munculnya semangat menggunakan private standard didominasi oleh

globalisasi, liberalisasi perdagangan, perubahan preferensi konsumen, dan

kemajuan informasi dan teknologi (IT). Dalam penerapannya, jenis dan

kategori private standard sangat beragam, tergantung pada sasaran,

cakupan, kelebihan, serta kekurangannya. Oleh karena itu, private standard

tidak bisa dikategorikan sebagai jenis standar yang homogen.

Lebih lanjut, Liu (2009) dan Shepherd dan Wilson (2010) juga

mengemukakan bahwa private standard di satu sisi dapat memberikan

keuntungan dalam hal akses pasar, efisiensi manajemen, peningkatan

kualitas produk sekaligus citra perusahaan, dan bahkan penurunan biaya

usaha. Namun di sisi lain, penerapan private standard dapat menjadi

masalah terkait dengan kepemilikan dan kewenangan oleh otoritas tertentu

yang terkadang tidak transparan dan belum tentu berdasar pada alasan

ilmiah (scientific-based reason). Selain itu, penerapan private standard juga

dapat membebani produsen tertentu, seperti small-holders dan produsen

yang berada di luar area diberlakukannya private standard. Selain itu,

private standard juga dapat memiliki peran yang tumpang tindih dengan

standar yang sudah ada, seperti standar nasional yang diterapkan

pemerintah ataupun standar internasional.

1) Tujuan dan Cakupan Private Standard

Serupa dengan tujuan standardisasi seperti yang tertulis dalam ISO

(2010), private standards bertujuan untuk menjamin bahwa bahan baku,

produk, proses, serta proses pelayanannya sesuai dengan tujuannya.

Lebih detil, standar memiliki tingkatan tujuan antara lain: tujuan utama (ultimate objectives), tujuan yang mendesak (immediate objectives), dan

tujuan operasional (operational objectives). Ultimate objectives

mensyaratkan ketentuan yang lebih umum, seperti ketentuan produksi,

produk diferensiasi, dan sebagainya. Sementara immediate objectives

Page 26: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 14

lebih menekankan pada aspek traceability yang mensyaratkan informasi

asal suatu produk. Penerapan standar dalam rangka immediate

objectives banyak dijumpai pada standar di sektor pangan. Sedangkan

operational objectives lebih menekankan pada hasil dari penerapan

standar (operation) yang telah ditentukan, seperti misalnya penerapan

standar keamanan pangan yang sesuai dengan ketentuan Good

Agricultural Practices (GAP) dan ketertelusuran atau traceability.

2) Institusi yang Menerapkan Private Standard

Pada umumnya private standard ditentukan oleh perusahaan, asosiasi

bisnis, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memfokuskan

pada persyaratan produksi dan diferensiasi produk. Dengan perkataan

lain, produk yang dijual kepada perusahaan atau pasar konsumen

tertentu harus menerapkan standar yang sudah ditentukan oleh institusi

tersebut. Beberapa contoh private standard yang sudah diterapkan

antara lain:

- COLEACP, private standard yang ditetapkan oleh asosiasi produsen

hortikultura di Florida.

- Tesco’s Nature Choice, British Retail Consortium (BRC), dan

Carrefour’s Filière Qualité, private standard yang ditetapkan oleh

perusahan ritel.

- GlobalGAP, private standard yang diinisiasi oleh konsumen melalui

LSM yang berkaitan dengan Good Agricultural Practices yang meliputi

sektor perikanan dan hortikultura. Standar tersebut juga telah diadopsi

oleh pelaku ritel modern di Eropa.

- The International Confederation of Free Trade Union (ICFTU), private

standard yang diinisiasi oleh LSM yang berkaitan dengan ketentuan

jaminan terhadap hak-hak pekerja. Standar ini serupa dengan Fair-

Trade Labeling Organisation (FLO) dan The Sustainable Agricultural

Network (SAN) yang menentukan standar keadilan bagi petani,

pekerja, dan lingkungan hidup.

3) Cakupan Geografi

Seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan internasional,

cakupan wilayah penerapan private standard pun sudah bersifat global.

Page 27: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 15

Artinya, produsen baik eksportir maupun importir dari berbagai negara

disyaratkan memenuhi ketentuan sesuai dengan private standard yang

berlaku. Namun demikian, beberapa private standard hanya diterapkan di

wilayah tertentu, seperti FLO yang berlaku bagi negara berkembang dan

Rainforest Alliance yang berlaku bagi negara yang memilik hutan tropis.

2.2. Penelitian Terdahulu

Standar produk perikanan telah menjadi fokus studi dalam beberapa tahun

terakhir. Dari sisi ekspor, produk perikanan Indonesia masih mengalami

hambatan terutama di pasar negara maju. Di samping itu, kinerja ekspor produk

perikanan Indonesia masih belum optimal. Sementara untuk pasar dalam

negeri, beberapa kajian menitikberatkan pada penerapan standar oleh pelaku

usaha dimana kesadaran pelaku usaha dalam menerapkan standar mutu dan

keamanan produk masih rendah.

Lambaga (2009) menganalisis tentang kinerja ekspor produk perikanan

Indonesia di beberapa pasar tujuan ekspor terkait dengan penerapan standar,

baik yang bersifat wajib (mandatory) maupun sukarela (voluntary). Dalam

mengukur kinerja ekspor, digunakan variabel antara lain harga produk

perikanan di Indonesia, produksi, nilai tukar, dan hambatan non-tariff. Analisis

dilakukan terhadap tiga blok utama, yaitu: (1) Jenis komoditas ekspor utama

yaitu tuna dan udang, (2) Pasar ekspor utama yang dibagi dalam empat

kelompok yaitu Jepang, Uni Eropa, Amerika, dan pasar prospektif yang diisi

oleh negara-negara ASEAN dan Asia Timur, serta (3) Komoditas per pasar

dengan menggunakan data periode 2002-2007.

Hasil dari analisis dengan metode Regresi Linier Berganda (Ordinary Least

Square) menjelaskan bahwa kenaikan harga ikan dari Indonesia cenderung

akan menurunkan volume ekspor produk perikanan. Namun hal tersebut tidak

berlaku untuk pasar Jepang, terutama untuk produk udang. Hal ini didasarkan

pada argumen bahwa udang Indonesia merupakan produk yang diminati oleh

konsumen Jepang dimana harga rata-rata produk udang Indonesia yang

diekspor ke Jepang mencapai US$ 8,18/kg selama periode 2002-2007, jauh

lebih tinggi dibandingkan dengan pasar Uni Eropa dan Amerika yang hanya

berada pada tingkat US$ 1,80/kg dan US$ 5,60/kg.

Page 28: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 16

Sementara itu, volume ekspor produk perikanan Indonesia sangat

dipengaruhi oleh nilai tukar, dimana semakin tinggi nilai tukar rupiah maka

semakin rendah volume ekspornya. Hal ini dikarenakan hampir sebagian besar

transaksi ekspor perikanan dilakukan dengan mata uang dollar Amerika. Terkait

dengan volume produksi, jika terjadi peningkatan volume produksi, maka ekspor

produk perikanan dan udang akan mengalami peningkatan. Pengecualian

terdapat pada pasar Jepang, Uni Eropa, dan pasar prospektif dimana

peningkatan produksi tidak sera merta diikuti dengan peningkatan ekspor.

Beberapa hal seperti pengkelasan atau grading, persyaratan mutu, dan jenis

produk merupakan faktor yang menyebabkan ekspor tidak berbanding lurus

dengan peningkatan produksi.

Terkait dengan hambatan non-tarif, ekspor udang ke Jepang, udang dan

tuna ke pasar prospektif akan menurun jika dilakukan penerapan standar di

negara tujuan ekspor. Yang menarik, penerapan standar di Amerika dan Uni

Eropa belum berpengaruh menurunkan ekspor produk perikanan. Hal ini diduga

karena prosedur ekspor ke AS dan UE sangat ketat namun mendapat

pengawasan langsung dari otoritas kompeten di Indonesia sehingga ekspor ke

negara tersebut tidak terlalu berpengaruh.

Peluang untuk meningkatkan ekspor produk perikanan semakin terbuka di

masa mendatang. Hal ini terkait dengan kebijakan negara-negara di Eropa

untuk mengurangi kegiatan penangkapan ikan. Selama ini impor produk

perikanan Eropa berasal dari negara-negara di Asia Timur dan Asia Tenggara

yang didominasi oleh Thailand, Indonesia, dan Vietnam. Kesempatan ini dapat

dimanfaatkan oleh Indonesia untuk meningkatkan kinerja ekspornya. Data

menunjukkan bahwa ekspor Indonesia masih kurang dari separuh ekspor

Thailand padahal produksi perikanan tangkap Indonesia lebih besar daripada

Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa produk perikanan Indonesia masih

berorientasi memenuhi kebutuhan domestik dan jenis dan mutu produk

perikanan Indonesia masih banyak yang belum memenuhi standar ekspor. Oleh

karena itu untuk meningkatkan kinerja ekspor dapat dilakukan melalui beberapa

langkah seperti peningkatan kualitas produk, penanganan pasca panen yang

baik, pengembangan industri bioteknologi, pembenahan jasa angkutan, dan

Page 29: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 17

penyebaran informasi terkait standar mutu di negara tujuan ekspor (Fahrudin,

2003).

Riyadi et a.l (2007) menemukan bahwa terdapat penanganan produk yang

tidak memenuhi kaidah keamanan dengan penggunaan bahan tambahan

makanan ilegal (formalin dan peroksida) pada produk ikan segar dan ikan asin

di Pantura dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan terhadap

aspek teknis (pengambilan bahan baku dan pengolahan), ekonomi, sosial

budaya yang meliputi pedagang dan konsumen, kelembagaan, dan kebijakan

keamanan pangan. Hasil analisis secara deskriptif menemukan bahwa

penanganan produk perikanan masih kurang memperhatikan faktor sanitasi dan

higienis. Malahan, beberapa produk perikanan menggunakan bahan pengawet

formalin yang bertujuan untuk memenuhi segmen pasar tertentu yang

menginginkan ikan yang bertekstur kenyal dan lebih tahan lama. Hal ini

menunjukkan bahwa kesadaran produsen dan konsumen domestik terhadap

mutu produk perikanan masih rendah. Beberapa faktor yang menyebabkan

kurangnya kesadaran produsen dalam menerapkan keamanan mutu antara lain

faktor sosial budaya rendahnya tingkat pendidikan baik para pengolah maupun

masyarakat konsumen. Sementara dari aspek kelembagaan dikarenakan

kurangnya penyuluhan dan pengawasan oleh pemerintah.

Sementara itu Yuwono, Zakaria, dan Panjaitan (2012) menyebutkan bahwa

dalam upaya meningkatkan jaminan mutu dan keamanan produk perikanan, khususnya fillet ikan, Kementerian Kelautan dan perikanan memperkenalkan

Good Manufacturing Practises (GMP) dan Sanitation Standard Operating

Procedures (SSOP). Namun dalam prakteknya penerapan GMP dan SSOP

masih belum dapat diterapkan secara maksimal. Penelitian ini dilakukan pada

pabrik pengolahan fillet ikan yang berhenti menerapkan GMP dan SSOP

dengan tujuan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi

kelangsungan proses penerapan tersebut. Pengolahan dan analisis data

menggunakan metode deskripsi dan analisis pra syarat. Faktor-faktor yang

mempengaruhi keberlanjutan penerapan GMP dan SSOP pengolahan fillet ikan

antara lain disebabkan faktor internal seperti rendahnya tingkat pengetahuan

dan kurangnya pemahaman, faktor eksternal seperti kurangnya sosisalisasi,

kurangnya fasilitas air bersih, es dan rantai dingin, kurangnya pembinaan,

Page 30: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 18

lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, dan faktor karakteristik inovasi

seperti rendahnya permintaan pasar, rendahnya keuntungan yang diperoleh,

dan rumitnya penerapan GMP dan SSOP.

Pemahaman pelaku usaha terhadap materi SNI (sukarela) keberadaan

lembaga penunjang (lembaga sertifikasi produk, supervisi/pengawas mutu)

menjadi faktor penentu utama bagi perusahaan dalam menerapkan SNI yang

ada. Dengan menerapkan SNI sebenarnya perusahaan memperoleh manfaat

atau benefit yaitu adanya image atau anggapan bahwa produk yang dihasilkan

perusahaan yang bersangkutan merupakan produk berkualitas. Sehinga secara

tidak langsung, kualitas yang baik dari produk yang dihasilkannya akan mampu

meningkatkan daya saing produk tersebut di pasar (Puska Dagri, 2012).

Penerapan suatu standar, termasuk SNI seringkali dianggap sebagai suatu

biaya tambahan (extra costs) bagi perusahaan. Hal ini karena mereka melihat

bahwa dengan SNI mereka harus menambah biaya untuk proses pengujian,

laboratorium yang tersertifikasi. Biaya untuk peralatan dan dan sertifikasi ini

dianggap sebagai biaya terbesar dalam menerapkan SNI. Perlu adanya insentif

dari pemerintah dalam bentuk sarana dan prasarana Laboratorium Uji dan

Sumber Daya Manusia di bidang standardisasi yang terkareditasi secara

nasional dan internasional (Puska Dagri, 2012).

2.3. Penelitian Gap Analisis di Beberapa Negara Pemerintah Australia melalui Departemen Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan (Department of Agriculture, Fisheries and Forestry) melakukan

kajian terhadap sistem kualitas manajemen (quality management systems)

dalam hubungannya dengan supply chain management untuk komoditas dan

produk olahan Genetically Modified (GM) dan non-GM products dalam upaya

untuk memenuhi persyaratan domestik dan internasional (Lovell, Clark, dan

Jeffries, 2003). Produk-produk yang menjadi kajian adalah kanola (canola),

katun (cotton), susu dan poppies. Kajian ini, bertujuan, salah satunya untuk

melihat adanya gap yang terjadi pada sistem supply chain. Studi ini juga

melakukan penilaian terhadap resiko yang muncul bila terjadi gap dalam sistem

yang ada.

Page 31: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 19

Beberapa hal yang dikaji adalah bagaimana produk tertentu sepeti susu,

kanola dan lainnya bergerak dari pergudangan (areal pemanenan) sampai ke

penyalur. Permasalahan yang mungkin muncul dan penyebabnya juga dikaji,

termasuk di dalamnya adalah apakah suatu permasalahan yang timbul

memberikan efek negatif secara komersial atau tidak. Resiko akan

kemungkinan adanya keluhan dari konsumen juga menjadi perhatian tersendiri

dalam kajian ini.

Beberapa negara seperti Chili, Kenya, Malaysia dan Meksiko berupaya

untuk melihat adanya gap standar yang terjadi dengan melakukan

benchmarking dengan GlobalGAP khususnya untuk produk-produk pertanian

(Valk dan Roest, 2009). Beberapa negara tersebut melakukan benchmarking

standar nasional mereka dengan GlobalGAP dalam upaya untuk meningkatkan

akses pasar ekspor khususnya di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.

Beberapa hal yang dikaji adalah bagaimana karakteristik dari standar nasional mereka dan quality sistem dari produk makanan dan proses benchmarking

dengan GlobalGAP.

Di negara-negara tersebut skema National Gap dimotori oleh pihak

pemerintah dan juga swasta. Untuk Malaysia dan Mexico, National Gap Scheme

dimotori oleh pemerintah (Malaysia's Best and Mexico Calidad Suprema).

Sementara itu di Kenya dan Chili, inisiatif untuk melakukan benchmarking justru

dilakukan oleh swasta dengan nama ChileGAP dan KenyaGAP. Untuk Kenya,

inisiatif pembentukan GAP tersebut dilakukan oleh perusahaan besar di negara

tersebut kemudian disetujui oleh pemerintah. Pembentukan benchmarking di

negara-negara tersebut dibentuk sebagai instrumen pasar dalam

mengembangkan pasar ekspornya. Benchmarking digunakan untuk

meningkatkan kredibiltas produk mereka di pasar ekspor.

Negara ASEAN lain yang melakukan benchmarking terhadap GlobalGAP

adalah Thailand. Di Thailand ide pembentukan gap ini adalah datang dari

pemerintah dengan Thai Q-Gap dan ThaiGAP yang diusulkan oleh pihak

eksportir swasta. Tujuan dari benchmarking yang dilakukan Thailand adalah

sama seperti negara lainnya, terutama untuk meningkatkan market share dari

buah-buahan segar dan sayuran, khususnya di pasar Eropa. Langkah bersama

yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta ini adalah upaya bersama untuk

Page 32: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 20

mencapai kesesuaian dengan standar internasional yang ada (Valk dan Roest,

2009). Meskipun, pada dasarnya upaya pemenuhan gap ini bersifat sukarela

seperti halnya pemenuhan standarisasi pada umumnya.

Page 33: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 21

BAB III METODOLOGI

Standar produk menjadi suatu kebutuhan masyarakat sekarang ini, baik

bagi produsen maupun konsumen. Bagi produsen dengan adanya standar berarti

mereka bisa memperoleh jaminan bahwa produk yang bersangkutan mempunyai

kualitas yang baik dan memenuhi standar keselamatan, keamanan, kesehatan dan

pelestarian lingkungan hidup. Bagi produsen, standar berimplikasi pada

meningkatnya daya saing produk baik di pasar dalam negeri maupun pasar global.

Dengan demikian upaya penerapan standar mempunyai dua keuntungan baik bagi

produsen, konsumen maupun perekonomian nasional secara umum. Ada

kecenderungan sekarang ini bahwa banyak negara yang mulai memperhatikan dan

peduli pada arti pentingnya standar internasional dan sistem sertifikasi sebagai alat

untuk memastikan adanya jaminan terhadap kualitas, efisiensi produk, kesehatan

dan kelangsungan lingkungan hidup (Khan, Ali dan Tanveer, 2005).

3.1 Kerangka Pemikiran

Dalam rangka mewujudkan produk dengan kualitas yang baik, memenuhi

standar keselamatan, keamanan, kesehatan dan pelestarian lingkungan hidup,

maka suatu produk harus dipastikan bahwa dalam seluruh proses produksinya

(mulai dari bahan baku sampai produk akhir) harus memenuhi standar tertentu yang

dipersyaratkan. Untuk memastikannya maka keseluruhan supply chain yang ada

termasuk para pelakunya bertanggung jawab untuk mewujudkannya dari produk

dasar/bahan baku dan asal usulnya (raw materials) sampai konsumsi akhir (final

consumption) (CODEX Alimentarius Commision, 2003; Faergemand and Jespersen,

2004; Khan, Ali, Tanveer, 2005; Will and Guenther, 2007).

Gambar 2.1 berikut menampilkan proses aliran barang dalam upaya untuk

memperoleh produk yang memenuhi standar (Kualitas, Kesehatan, Keamanan,

Keselamatan dan Lingkungan Hidup). Jaminan produk yang berkualitas dan

memenuhi standar yang diinginkan harus dimulai dari bahan baku termasuk asal

usul dari bahan baku tersebut, sampai barang tersebut berada di tangan konsumen

akhir. Jaminan ini melibatkan tanggung jawab berbagai pemangku kepentingan yang

Page 34: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 22

terlibat dalam upaya untuk melakukan kegiatan (practices) yang baik dalam

memproduksi bahan baku, penjualan/distribusi bahan baku, proses produksi

(manufacturing), dan distribusi barang jadi. Dalam semua rantai itu harus bisa

memastikan adanya higinitas melalui, diantaranya, praktek Hazard Analysis Critical

Control Point (HACCP).

Gambar 3.1

Alur Barang untuk Memenuhi Standar (Kualitas, Kesehatan, Keamanan, Keselamatan dan Lingkungan Hidup)

Sumber: Diadopsi dari Will and Guenther (2007).

Kondisi ideal yang ditunjukkan dalam Gambar 3.1 menjadi sesuatu yang

diinginkan oleh konsumen secara umum. Namun demikian, dalam kondisi tertentu

yang ada di dalam suatu perekonomian, dimana konsumen dan produsennya sangat

beragam, upaya untuk mewujudkan kondisi ideal tersebut tidaklah mudah. Ada

berbagai pertimbangan baik itu pertimbangan ekonomi, sosial, lingkungan dan

lainnya yang terlibat dalam aliran barang tersebut, sehingga pemerintah harus bijak

Page 35: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 23

dalam membuat suatu peraturan terkait standar ini. Beberapa pertimbangan tersebut

adalah perlindungan konsumen, produsen (perbedaan kemampuan, khususnya

usaha kecil dan menengah), dunia industri dan perekonomian secara umum. Hal ini

pulalah, untuk kasus Indonesia, yang mendasari adanya Standar Nasional Indonesia

(SNI) yang sukarela dan wajib. SNI sukarela yang ada tidak serta merta bisa

dijadikan menjadi SNI wajib, diantaranya, dengan pertimbangan tersebut di atas.

Gambar 3.2 Kerangka Pikir Kajian SNI dengan Gap Analisis

Catatan: + Gap adalah adanya perbedaan SNI dengan standar internasional, dimana SNI mempunyai unsur lebih; - Gap adalah kekurangan yang ada dalam SNI.

Dalam penelitian tentang kebutuhan standar dalam dimensi perlindungan

konsumen dan penguatan daya saing, akan dilihat ada tidaknya gap dalam

kebutuhan standar di Indonesia. Kerangka pikir dalam penelitian ini disajikan dalam

Gambar 2.2. SNI (khususnya produk makanan) merujuk pada standar internasional

yang ada seperti CODEX Alimentarius, HACCP dan juga ISO (khususnya ISO

Standar Internasional (CODEX, HACCP, ISO, Private Standards)

Standar nasional (SNI,

regulasi teknis)

Pertimbangan kebutuhan

(perlindungan konsumen, peningkatan

daya saing)

Kesesuaian atau ketidaksesuaian (gap positif dan negatif)

Solusi (bridging the gap)

Kebijakan Mengatasi Gap Standar

Page 36: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 24

22000 yang terkait dengan food safety). Namun demikian, dalam kenyataannya, ada

kemungkinan terjadi gap antara SNI dengan standar internasional yang ada, baik

positif maupun negatif. Yang dimaksudkan dengan gap positif adalah bahwa apabila

SNI yang ada mempersyaratkan sesuatu pada produk tertentu dengan standar yang

lebih tinggi (kualitas yang lebih baik) dari pada yang dipersyaratkan dalam standar

internasional. Sementara gap negatif adalah apabila SNI yang ada terdapat

kekurangan atau tidak mempersyaratkan sesuatu yang seharusnya (idealnya).

Untuk perusahaan/importir dari negara-negara tertentu seperti dari Uni Eropa (UE),

ada juga yang menerapkan private standard yang dikeluarkan oleh swasta

(perusahaan). Bagi negara atau produsen untuk produk tertentu yang ingin

melakukan ekspor ke negara tujuan juga harus memenuhi private standard. Gap

analisis juga akan diterapkan pada SNI dan private standard.

Dengan diketahuinya gap diharapkan bisa ditemukan solusi (bridging) sehingga

standar yang ada (SNI) bisa memenuhi kebutuhan konsumen dan produsen di pasar

domestik maupun internasional. Perbaikan standar ini diharapkan bisa diarahkan

untuk perlindungan konsumen yang lebih baik dan peningkatan kemampuan daya

saing produk Indonesia di pasar baik dalam negeri maupun luar negeri, sekaligus

juga memperkuat daya industri khususnya usaha kecil dan menengah (UKM).

3.2. Metode Analisis

Metode analisis yang dipakai adalah analisis deskriptif yaitu analisis gap untuk

melihat komponen dasar yang diperlukan oleh suatu produk untuk bisa memenuhi

standar tertentu. Kebutuhan standar ini akan dibandingkan antara SNI dengan

standar internasional yang ada yang mengacu pada CODEX Alimentarius, HACCP,

dan ISO (ISO 22000).

a. Analisis Gap

Analisis gap dalam standardisasi ini bisa dilihat sebagai upaya untuk melihat

adanya kesesuaian atau ketidaksesuaian (Compliance Gap Analysis). Analisis

compliance gap ini bisa dilakukan dengan membandingkan antara kondisi yang

sekarang ada ada (real situation) dengan kondisi yang dibutuhkan (desired

situation). Di samping itu juga pengukuran terhadap gap yang terjadi (measuring the

Page 37: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 25

gap) dan juga upaya untuk menutup atau mengatasi gap (closing/bridging the gap)

yang juga penting untuk dilakukan (Khan, Ali dan Tanveer, 2005). Dengan adanya

analisis gap, diharapkan bisa ditemukan solusi untuk mencapai kondisi yang

diharapkan (sesuai persyaratan yang ada).

Analisis gap akan dilakukan untuk melihat komponen dasar yang seharusnya

ada dalam standar produk, apakah SNI yang ada (wajib/sukarela) sesuai dengan standar internasional yang ada ataupun persyaratan tertentu lainya (national

standard yang diberlakukan oleh mitra dagang, juga kemungkinan adanya private

standard).

Dalam upaya untuk mengetahui bahwa produk makanan memperolah jaminan

sesuai standar, maka pemenuhan persyaratan dalam proses (produksi) dan

persyaratan yang ditentukan oleh konsumen harus diketahui secara menyeluruh.

Adanya komitmen dari semua pihak yang terlibat dalam jaringan produk terhadap

sistem, konsumen, pasar dan juga persyaratan teknis menjadi sangat penting. Analisis gap untuk melihat adanya gap yang mungkin terjadi dalam rantai nilai dalam

proses produksi (termasuk bahan baku) produk perikanan di Indonesia. Dalam

melakukan kajian ini, gap yang ada akan dilihat dari dua sisi, yaitu sisi ekspor dan

impor:

- Sisi ekspor Dari sisi ekspor, kajian ini dilakukan untuk mencari gap antara SNI dan standar

internasional yang berlaku (CODEX Alimentarius, HACCP, dan ISO (ISO 22000),

national standard dari mitra dagang dan private standard). Kajian gap dari sisi

ekspor ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing produk

Indonesia di pasar internasional dan meningkatkan akses dan penetrasi di pasar

internasional.

- Sisi impor Masuknya barang impor yang terkadang tidak memenuhi standar yang ada bisa

merugikan konsumen dan produsen. Jenis produk impor tersebut cenderung

mempunyai kualitas yang rendah dan harga yang murah, sehingga mengancam

produk lokal di pasar dalam negeri. Gap analisis akan dilakukan terhadap produk

impor yang masuk ke pasar domestik. Hal ini dilakukan untuk memastikan

apakah produk impor tersebut memiliki standar tertentu atau tidak dan

bagaimana gap yang ada antara SNI dengan standar produk yang masuk.

Page 38: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 26

Berikut disajikan analisis gap SNI dengan standar yang ada baik dari sisi ekspor

(Tabel 3.1) maupun dari sisi impor (Tabel 3.2)

Tabel 3.1 Sisi Ekspor - Gap SNI* dengan Standar Internasional (CODEX, HACCP, ISO),

National Standard Negara Importir dan Private Standard

Unsur Rincian + Gap -Gap Solusi

Bahan baku a) Bentuk b) Asal c) Mutu d) Peyimpanan

Bahan tambahan

makanan

sesuai SNI 01-0222-1995)

Penanganan dan Pengolahan

a) Penerimaan b) Pencucian c) Sortasi d) Penimbangan e) Pembekuan f) Pengepakan

a) Bahan penolong b) Peralatan (jenis

dan persyaratan)

Sanitasi dan higiene

ditangani, disimpan, didistribusikan dan dipasarkan dengan menggunakan

wadah, cara dan alat yang sesuai dengan persyaratan sanitasi dan higiene

Syarat mutu dan keamanan pangan

a) Organoleptik b) Cemaran Mikroba c) Cemaran Kimia d) Fisika e) Parasit

Pengambilan contoh

SNI 01-2326-1991,

Standar metode pengambilan contoh (produk perikanan).

Page 39: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 27

Cara uji a) Organoleptik b) Mikrobiologi c) Kimia d) Fisika e) Parasit

Pengemasan/ Packing

a) Bahan kemasan b) Teknik

pengemasan

Penandaan/ Labelling

a) jenis produk b) berat bersih produk c) nama dan alamat

unit pengolahan secara lengkap

d) bila ada bahan tambahan lain diberi keterangan bahan tersebut

e) tanggal, bulan dan tahun produksi

f) tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa.

Penyimpanan Catatan: Tabel kesesuaian ini adalah untuk produk perikanan, sebagai

contoh analisis gap.

Dalam SNI, khususnya yang terkait dengan produk perikanan, arti penting

standar sebagai upaya untuk menghilangkan potensi bahaya. Dengan diketahuinya

gap dan upaya mengatasinya dalam penerapan SNI sebagai upaya untuk

melindungi konsumen, memperkuat industri dan pasar domestik, diharapkan tidak

terjadi gangguan terhadap keamanan (food safety), mutu produk/keutuhan

pengolahan (wholesomeness) dan ekonomi (economic fraud). Dalam kaitannya

dengan adanya penolakan produk (perikanan), analisis gap bisa diterapkan untuk

melihat standar dalam proses (produksi). Pada dasarnya standar proses mempunyai

cakupan yang luas yang tidak hanya terkait dengan upaya untuk mewujudkan

kesehatan dan sanitasi dalam proses produksi tetapi juga terkait ke belakang

(backward linkage) dengan bahan baku, praktek penangkapan (dengan

menggunakan kapal atau lainnya), transportasi dan lainnya (Khan, Ali dan Tanveer,

2005).

Page 40: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 28

Tabel 3.2 Sisi Impor - Gap SNI dengan National Standard Negara Eksportir

Unsur Rincian + Gap -Gap Solusi

Bahan baku a. Bentuk b. Asal c. Mutu d. Peyimpanan

Bahan tambahan

makanan

sesuai SNI 01-0222-1995)

Penanganan dan Pengolahan

a. Penerimaan b. Pencucian c. Sortasi d. Penimbangan e. Pembekuan f. Pengepakan

a. Bahan penolong b. Peralatan (jenis

dan persyaratan)

Sanitasi dan higiene

ditangani, disimpan, didistribusikan dan dipasarkan dengan menggunakan

wadah, cara dan alat yang sesuai dengan persyaratan sanitasi dan higiene

Syarat mutu dan keamanan pangan

a. Organoleptik b. Cemaran Mikroba c. Cemaran Kimia d. Fisika e. Parasit

Pengambilan contoh

SNI 01-2326-1991,

Standar metode pengambilan contoh (produk perikanan).

Cara uji a. Organoleptik b. Mikrobiologi c. Kimia d. Fisika

Page 41: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 29

e. Parasit

Pengemasan /Packing

a. Bahan kemasan b. Teknik

pengemasan

Penandaan /Labelling

a. jenis produk b. berat bersih

produk c. nama dan alamat

unit pengolahan secara lengkap

d. bila ada bahan tambahan lain diberi keterangan bahan tersebut

e. tanggal, bulan dan tahun produksi

f. tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa.

Penyimpanan Catatan: National standard adalah standar nasional yang diterapkan oleh negara tujuan ekspor.

Dengan adanya penolakan yang sering terjadi terhadap produk makanan yang

diekspor, maka penting untuk mengetahui respon perusahaan di Indonesia.

Bagaimana mereka bertindak bila produk yang diekspor ditolak; maupun dalam hal

adanya gap antara SNI dengan standar yang ada. Beberapa hal mendasar terkait

dengan perilaku perusahaan/produsen yang dikaji dengan menggunakan analisis

gap adalah sebagai berikut (Gomm, 2009): (1) Kepedulian (awareness), (2)

Pengetahuan (knowledge), (3) Implementasi (implementation), dan (4) Komitmen

(commitment).

Beberapa pertanyaan yang bisa diajukan kepada perusahaan (eksportir) terkait

dengan perilaku mereka terhadap standar internasional yang ada diuraikan dalam

Tabel 3.3. Pertanyaan dalam Tabel 3.3 ini terutama untuk mengkaji bagaimana

respon mereka bila produk yang mereka ekspor ditolak di pasar internasional, apa

yang dilakukannya dan bagaimana mengatasi gap yang ada. Sementara itu, Tabel

3.4 mengkaji perilaku perusahaan (importir) terhadap SNI yang berlaku. Pertanyaan

dalam Tabel 3.4 untuk mengkaji bagaimana respon mereka bila mendapatkan

Page 42: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 30

produk yang diimpor tidak sesuai dengan standar yang berlaku (SNI), bagaimana

mereka meresponnya dan langkah apa yang diambil untuk mengatasinya.

Tabel 3.3 Perilaku Perusahaan (Eksportir) Terhadap Standar Internasional

Gap Solusi

Kepedulian (awareness)

a) Adanya kepedulian terhadap Standar

b) Memperhatikan ada atau tidaknya label standar

Pengetahuan (knowledge)

a) Mengetahui tentang Standar dan SNI

b) Mengetahui bahwa produk memenuhi standar negara tujuan

Implementasi (implementation)

Mengekspor produk yang memenuhi standar

Komitmen (commitment)

Hanya mengekspor produk ber-standar

Langkah yang dilakukan

a) Adanya penolakan produk

b) Ketidaksesuaian dengan standar

b. Mapping SNI Mapping ini dilakukan untuk mengidentifikasi SNI yang ada dan pengelompokkannya

berdasarkan SNI wajib dan sukarela. Mapping SNI dilakukan terutama untuk melihat

jumlah SNI yang ada untuk produk perikanan, hortikultura, batik dan mebel rotan.

3.3. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder

meliputi hasil studi sebelumnya serta literatur lainnya terkait dengan standardisasi

dan perlindungan konsumen. Data yang dipakai dalam studi ini adalah data yang

diperoleh dari studi pustaka dan penelitian lapangan. Data dari studi pustaka

Page 43: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 31

meliputi CODEX Alimentarius, HACCP, ISO terkait, national standard mitra dagang,

private standard, SNI dan data lainnya. Data primer dikumpulkan melalui wawancara

mendalam (indepth interview) untuk mengetahui respon perusahaan bila terjadi

penolakan atau komplain karena adanya ketidaksesuaian dengan standar (SNI).

Untuk menentukan jumlah perusahaan yang akan dikunjungi di daerah

penelitian digunakan metode pengambilan sampel dengan purposive sampling.

Dengan jumlah industri dan produk yang sangat banyak, maka dalam kajian ini

kunjungan lapangan akan ditujukan pada industri produk-produk pilhan dengan

melakukan wawancara (dengan pertanyaan terstruktur) dengan

perusahaan/produsen (eksportir/importir), dan atau asosiasi serta dinas teknis di

daerah.

Selain dari penelitian di daerah, untuk mendapatkan informasi yang lebih

komprehensif dan untuk pemantapan hasil kajian maka akan dilakukan diskusi

terbatas di Jakarta. Tabel 2.5. berikut ini memperlihatkan bagaimana data akan

dianalisis di setiap tahap, yang disusun berdasarkan tujuan dan output kajian.

Tabel 3.4. Metodologi dan Analisis Data

Tujuan Kajian Metode

analisis Data Sumber Output

Mengidentifikasi kebutuhan standar produk di pasar domestik dan internasional

Standard

mapping

Sekunder dan primer: laporan regular, pustaka, hasil wawancara

BSN, lembaga/instansi terkait, stakeholders

Identifikasi kebutuhan standar produk di pasar domestik dan internasional

Menganalisis kesesuaian atau ketidaksesuaian antara SNI dengan standar yang dibutuhkan oleh pasar domestik maupun internasional

Gap Analysis

SNI, CODEX Alimentarius, ISO 22000, Private Standard

BSN, , CODEX Alimentarius, ISO, Global Gap

Hasil analisis kesesuaian atau ketidaksesuaian antara SNI dengan standar yang dibutuhkan oleh pasar domestik maupun internasional

Page 44: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 32

Menganalisis faktor- faktor penghambat dalam penerapan standar

Gap

Analysis

Primer; hasil indept interview

Pelaku usaha (eksportir dan importer), instansi teknis

Hasil analisis faktor-faktor penghambat dalam penerapan standar produk pangan

Memberikan usulan kebijakan dalam mengatasi gap standar

Sintesa 1, 2, 3, dan 4 serta hasil diskusi

Data primer dan sekunder (1, 2, 3)

Hasil analisis

gap dan faktor-faktor penghambat serta dari hasil diskusi dengan steakholders

Usulan kebijakan mengatasi gap standar dalam rangka peningkatan daya saing dan perlindungan konsumen

Page 45: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 33

BAB IV KONDISI DAN PERKEMBANGAN SNI PRODUK INDONESIA

Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan ketentuan teknis yang diperoleh

melalui konsensus dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN, 2011).

Perumusan SNI dilakukan secara konsensus dengan melibatkan berbagai

stakeholders sesuai dengan jenis produknya sudah menggunakan standar

internasional yang ada sebagai acuannya. Namun demikian, tidak semua aturan

teknis standar internasional tersebut dipakai atau diaplikasikan.

Penerapan SNI dari SNI sukarela menjadi wajib memerlukan berbagai

infrastruktur pendukung yang memadai (BSN, 2011). Dukungan infrastruktur

diperlukan sehingga SNI produk yang bersangkutan bisa diterima tidak hanya di

tingkat nasional tapi juga internasional. Penerapan SNI oleh perusahaan pada

dasarnya bersifat sukarela. Namun, pemerintah dengan tujuan untuk melindungi

kepentingan kesehatan, keselamatan, keamanan, dan pelestarian fungsi lingkungan

hidup (K3L), atau atas dasar pertimbangan tertentu dapat memberlakukannya

menjadi SNI wajib.

Penerapan SNI sudah berlangsung selama tiga belas tahun sejak

dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.102 tahun 2000 tentang Standardisasi

Nasional. Berdasarkan data tahun 2011, jumlah penerapan SNI pada sektor industri

baru mencapai sekitar 20%. Masih rendahnya tingkat penerapan SNI di dunia

industri dikarenakan ketidaktahuan produsen maupun konsumen atas penerapan

SNI pada produk tertentu, sulitnya proses sertifikasi dan mahalnya biaya pengujian

untuk mendapatkan sertifikasi SNI (Kementerian Perindustrian, 2011).

4.1 Perkembangan Jumlah SNI Pengembangan SNI tidak hanya menyangkut jumlah SNI tetapi juga bisa

berupa revisi atau perbaikan dari SNI yang sudah ada, maupun abolisi atau

penghapusan SNI. Kementrian Perindustrian juga melakukan revisi terhadap SNI

produk industri. Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya dalam kurun waktu 5

tahun, SNI bisa ditinjau ulang untuk bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan

Page 46: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 34

teknologi dan kondisi lainnya. Ketidaksesuain SNI dengan perkembangan teknologi,

juga kebutuhan produsen dan konsumen tentu saja bisa mempengaruhi

perkembangan industri nasional, sekaligus keamanan dan keselamatan konsumen

yang menggunakan produk tersebut. Penghapusan (abolisi) SNI dilakukan karena

produk yang bersangkutan dinilai mengalami perubahan kegunaan atau semakin

berbahaya seperti pada contoh kasus asbes semen. Ada sekitar 104 SNI yang

diabolisi oleh BSN tahun 2009 (Kontan, 2009).

Tabel 4.1. SNI yang Telah Diberlakukan Secara Wajib

Instansi Teknis SNI yang diberlakukan

Wajib

SNI Wajib yang telah dinotifikasi

ke WTO 2013 Kementerian Perindustrian 84 70 Kementerian Kelautan dan Perikanan 80 0 Kementerian Energi dan Sumber Daya

Mineral 19 17

Kementerian Pertanian 1 1 BPOM 4 0 Kementerian Perhubungan 14 0 Kementerian Pekerjaan Umum 57 0 Jumlah SNI Wajib 259 88 Jumlah SNI (9.824), target BSN 2012 Jumlah SNI Wajib 247 Jumlah SNI (9.324)

Sumber : BSN (Juli 2013)

Dalam upaya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan

perlindungan industri dalam negeri, pada dasarnya semakin banyak jumlah SNI

wajib akan semakin lebih baik. Hal ini seperti yang pernah diusulkan oleh Wakil

Menteri Perdagangan untuk menambah jumlah usulan produk yang wajib ber-SNI

terkait dengan maraknya dan meningkatnya jumlah produk impor yang beredar di

pasar dalam negeri yang tidak sesuai ketentuan (Tempo, 2012). Lebih lanjut, Wakil

Menteri Perdagangan tersebut, menjelaskan usulan produk-produk tersebut terkait

dengan alat-alat kelistrikan, bahan bangunan, alat rumah tangga, alat olah raga,

bahan konstruksi, dan yang terkait dengan perlindungan lingkungan. BSN

Page 47: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 35

menargetkan untuk bisa mengeluarkan sekitar 500 SNI baru di tahun 2013 yang

tersebar di 11 sektor industri (Neraca, 2013).

Jumlah SNI wajib mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan data

dahun 2012. Bila pada tahun 2012 jumlah SNI wajib sebesar 247 SNI (Asosiasi

Lembaga Sertifikasi Indonesia, 2012), kemudian sampai semester pertama tahun

2013 meningkat menjadi 259 (BSN, 2013). Dari sejumlah SNI yang ada saat ini,

jumlah SNI yang diberlakukan secara wajib masih sangat terbatas. Hal ini karena

adanya berabagai pertimbangan baik yang menyangkut aspek teknis, kemampuan

dan kapasitas lembaga pendukung, juga adanya pertimbangan lainya diantaranya

adalah bahwa penerapan SNI jangan sampai menghambat persaingan yang sehat,

menghambat inovasi dan menghambat perkembangan UKM (BSN, 2013).

Dari jumlah SNI yang diberlakukan secara wajib sebanyak 259 buah, baru 88

SNI yang sudah dinotifikasi ke WTO. Salah satu prinsip penyusunan standar, dalam

hal ini SNI, adalah adanya transparansi. Dalam konteks global transparansi ini

diwujudkan melalu notifikasi berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh suatu Negara

yang dianggap bisa mempengaruhi arus barang dan jasa antar negara. Notifikasi ini

penting untuk dilakukan dalam kaitannya dengan perdagangan internasional yang

melibatkan sebagian besar negara WTO. Notifikasi ini sebaiknya dilakukan untuk

menghindari adanya complain dari negara mitra dagang terhadap kemungkinan

dugaan perlindungan/hambatan yang bersifat teknis (technical barriers to trade).

Dengan melihat kondisi jumlah SNI yang diberlakukan wajib dan masih banyak yang

belum dinotifikasi ke WTO, maka pemerintah harus segera melakukan notifikasi

tersebut.

Lembaga yang mempunyai tugas melakukan notifikasi SNI ke WTO adalah

BSN (sesuai dengan notifikasi No. G/TBT/2/Add.3/Rev.1 pada tanggal 18 Mei

2004). Dengan surat tersebut BSN berfungsi tidak hanya sebagai lembaga yang

melakukan notifikasi (notification body) yang menyampaikan informasi mengenai

rencana pemberlakuan suatu regulasi teknis, standar dan prosedur penilaian tetapi

juga sebagai pihak penerima pengaduan (enquiry point) yang memberikan

respon/informasi terhadap berbagai pertanyaan/sanggahan dari berbagai pihak

(anggota WTO) baik untuk regulasi atau SNI yang sudah diberlakukan atau yang

belum diberlakukan (BSN, 2013). Secara umum, tujuan dari notifikasi ini adalah agar

negara mitra dagang dapat memberikan pandangan/masukan/sanggahan serta

Page 48: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 36

dapat mempersiapkan diri dengan adanya suatu aturan/standar yang baru di

Indonesia.

Sejumlah SNI wajib yang sudah dinotifikasikan ke WTO meliputi beberapa

kriteria produk sebagai berikut (BSN, 2013): kualitas produk yang dikonsumsi

masyarakat (seperti susu formula, tepung terigu, gula kristal merah dan pupuk);

persyaratan keselamatan untuk perlindungan konsumen (seperti peralatan listrik);

keselamatan untuk transportasi darat (seperti ban, kaca pengaman dan helm);

keselamatan bangunan dan konstruksi (seperti semen, baja tulangan beton dan

lembaran); keselamatan produk untuk pengguna (seperti kompos gas berbahan

bakar LPG dan kelengkapannya).

Relatif sedikitnya jumlah SNI Wajib yang telah diterapkan disebabkan antara lain

oleh hal-hal sebagai berikut (Puska Dagri – Kementerian Perdagangan, 2012):

1. Keterbatasan sarana pelaku usaha yang belum menunjang terhadap kegiatan

penerapan SNI sukarela;

2. Keterbatasan biaya dalam rangka menerapkan SNI sukarela;

3. Kurangnya pemahaman pelaku usaha terhadap penerapan SNI sukarela.

4. Rendahnya motivasi pelaku usaha dalam penerapan SNI sukarela dikarenakan

masih rendahnya pengawasan yang dilakukan terhadap SNI sukarela.

Dengan jumlah SNI wajib yang terbatas, maka harus dilakukan pengaturan

kegiatan dan peredaran produk tersebut di pasar. Namun demikian, pemberlakuan

SNI wajib perlu didukung oleh adanya pengawasan pasar. Pengawasan pasar ini

bisa dilakukan dalam dua tahap yaitu pengawasan pra-pasar dan pengawasan

pasca pasar. Pengawasan pra-pasar dilakukan untuk memastikan bahwa kegiatan

atau produk tersebut telah memenuhi ketentuan SNI wajib. Sedangkan pengawasan

pasca-pasar dilakukan untuk mengawasi kegiatan atau produk yang belum

memenuhi ketentuan SNI itu sekaligus melakukan koreksi atau perbaikan (BSN,

2013). Fungsi penilaian kesesuaian pada barang yang beredar terhadap SNI yang

bersifat sukarela adalah bentuk pengakuan, sementara pada SNI wajib penilaian

kesesuaian adalah sebuah persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan.

Dalam kaitannya dengan kegiatan pengawasan, maka penilaian kesesuaian ini bisa

digunakan sebagai bagian dari pengawasan pra-pasar (BSN, 2013).

Page 49: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 37

4.2 Penerapan SNI Wajib dan Kendalanya Dalam pelaksanannya, penerapan SNI oleh dunia industri masih menemui

banyak kendala diantaranya adalah masalah kemampuan dan kesiapan pelaku

usaha atau industri yang terkait (BSN, 2012). Industri menengah dan besar, akan

lebih mudah dalam menerapkan SNI dibandingkan dengan industri kecil.

SNI dilihat secara beragam oleh perusahaan baik sebagai faktor pendorong

untuk merebut pasar (konsumen), pemenangan dalam persaingan; maupun dilihat

sebagai tambahan beban biaya (extra costs) yang harus ditanggung oleh

perusahaan. Besar kecilnya ukuran perusahaan juga mempengaruhi penerapan

SNI sukarela (Puska Dagri Kementerian Perdagangan, 2012). Dengan demikian,

perhatian kepada industri kecil dan menengah (IKM) harus dilakukan. Kementerian

Perindustrian telah berupaya untuk memberikan fasilitas atau bantuan kepada

setidaknya 10 IKM garmen dan mainan untuk mendapatkan SNI sehingga produk

industri tersebut bisa memiliki nilai tambah yang lebih dan mampu bersaing di pasar

internasional. Beberapa IKM tersebut adalah 5 IKM dari Jawa Barat, 2 dari Jawa

Tengah, 2 dari Jawa Timur, dan 1 dari Bali (Neraca, 2012).

Pemberlakuan SNI wajib perlu mempertimbangkan banyak hal yang terkait

dengan prinsip-prinsip SNI sendiri yang mengacu pada ketentuan Technical Barriers

to Trade (TBT) dari WTO, berikut ini (BSN, 2013):

a. Keterbukaan (openness), yaitu melibatkan berbagai unsur terkait dalam

pembentukan/ pengembangannya; b. Transparan (transparent), pemangku kepentingan bisa memantau dan

mengikuti proses penyusnan dan pengembangannya;

c. Tidak memihak (impartial), tidak memihak kepada salah satu pemangku

kepentingan;

d. Dimensi pembangunan (development dimension), bahwa penyusunan SNI

(termasuk pemberlakuannya) harus memperhatikan kepentingan

umum/nasional dan memperhatikan daya saing nasional di pasar luar negeri;

e. Konsensus (consensus), perumusan SNI harus disepakati oleh semau

pemangku kepentingan yang ada;

f. Lengkap (coherent), SNI harus mengacu pada standar internasional yang

ada namun tidak merupakan duplikasi sehingga diharapkan produk nasional

Indonesia bisa lebih mudah diterima di pasar internasional.

Page 50: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 38

Berdasarkan sensus yang dilakukan oleh BPS tahun 2007 terhadap industri

pengolahan (skala besar dan sedang), diperoleh hasil bahwa jumlah industri yang

menerapkan standar sebanyak 3.914 industri (sekitar 13%), sementara yang khusus

menerapkan SNI sejumlah 2.971 industri (9.8%). Berdasarkan skala industrinya,

jumlah industri berskala besar yang menerapkan SNI adalah 1.397 industri (4.6%).

Sementara itu untuk industri skala sedang sejumlah 1.574 industri (5.2%) (BSN,

2008).

Data lain menjukkan, bahwa berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Herjanto

(2011) mengenai pemberlakuan SNI wajib di dunia industri, masih banyak

menemukan kendala. Dalam survey industri yang dilakukannya, Herjanto

menemukan bahwa perusahaan menemui kesulitan terkait dengan keterbatasan

sumber daya manusia dalam menerapkan standar manajemen mutu (30.0%),

kesulitan dalam melakukan kalibrasi peralatan laboratorium dan produksi (14,8%),

pesaing yang menjual produknya di bawah standar dan harga yang rendah (13,0%),

mahalnya biaya pengujian/ sertifikasi (12,5%), kepedulian konsumen terhadap

standar yang kurang (10,1%), sulitnya proses sertifikasi (7,4%), akses dan lokasi

laboratorium/ inspeksi/ lembaga sertifikasi yang jauh (6,0%), dan faktor lain seperti

kurangnya sosialisasi sistem manajemen mutu (6,3%).

Di sisi lain, sebenarnya perusahaan sudah mengetahui manfaat dari

diterapkannya SNI tersebut. Dari survey Herjanto (2011) diperoleh hasil bahwa

bahwa 85,1% perusahaan mengetahui arti penting SNI wajib, sementara sekitar

14,6% beranggapan bahwa SNI wajib tidak memberikan mafaat yang signifikan.

Ketidaktahuan akan manfaat SNI kemungkinan lebih disebabkan karena

ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang regulasi

teknis.

Kondisi masyarakat konsumen Indonesia masih belum sepenuhnya

mendukung pemberlakuan SNI (terutama SNI wajib). Hal ini bisa dilihat dari masih

terbatasnya pengetahuan mereka tentang SNI. Oleh karena itu perlu sosialisasi

yang intensif dan berkelanjutan. Beberapa langkah yang dilakukan oleh BSN dalam

melakukan sosialisasi ini adalah dengan melakukan berbagai kegiatan yang

melibatkan/bekerja sama dengan perguruan tinggi dan pihak lain termasuk

memperkenalkan dan sosialisasi intensive melalui jaringan internet milik BSN serta

Page 51: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 39

mengoptimalkan fungsi Mastan (masyarakat standardisasi) (Neraca, 2012).

Pemberlakuan SNI wajib dikatakan efektif jika (Herjanto, 2011):

1) Diterapkan secara konsisten oleh industri yang ditandai dengan penerapan

sistem manajemen mutu dan kepemilikan SPPT-SNI;

2) Diterima oleh pasar (konsumen);

3) Adanya dukungan dari lembaga penilaian kesesuaian yang memadai.

Dengan keberhasilan penerapan SNI wajib, bisa memberikan dampak baik

internal maupun eksternal. Dampak internal seperti ketersediaan standar, kesiapan

produsen, kesiapan lembaga penilaian kesesuaian, regulasi teknis, koordinasi antar-

instansi terkait dan mekanisme pengawasan. Sementara secara eksternal

berdampak pada komitmen stakeholder, harga produk, arus barang impor,

perdagangan internasional, kesepakatan internasional, dan lainnya (Herjanto, 2011).

4.3 Pengawasan Barang Beredar dan Pelanggaran SNI Kementerian Perdagangan secara rutin melakukan pengawasan barang beredar

di pasar. Untuk pengawasan tahun 2012, ditemukan sejumlah 621 produk yang tidak

memenuhi ketentuan atau standar. Terjadi peningkatan jumlah pelanggaran yang

sangat besar bila dibandingkan dengan tahun 2011 yang jumlahnya sekitar 28,

kemudian meningkat menjadi 621 produk di tahun 2012.

Sebagian besar pelanggaran (61%) merupakan produk yang berasal dari luar

negeri (impor), sedangkan sisanya atau sekitar 39% merupakan produk lokal.

Sementara menurut jenis pelanggaran yang terjadi ada sekitar 34% produk tidak

sesuai dengan persyaratan SNI, 22% produk melanggar Manual dan Kartu Garansi

(MKG), 43% melanggar ketentuan label dalam Bahasa Indonesia, sedangkan sekitar

1% diduga tidak memenuhi ketentuan produk yang diawasi distribusinya.

Berdasarkan kelompok produk ada sekitar 39% adalah produk elektronika dan alat

listrik, 20% adalah produk alat rumah tangga, 13% produk suku cadang kendaraan

bermotor. Sementara itu sisanya atau sekitar 28% merupakan produk bahan

bangunan, produk makanan minuman dan Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Yang

cukup memprihatinkan adalah adanya peningkatan jumlah produk yang tidak sesuai

dengan ketentuan ini mengalami peningkatan sekitar 28 produk bila dibandingkan

dengan data 2011.

Page 52: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 40

Tabel 4.2. Jumlah Pelanggaran Produk Yang Tidak Memenuhi Ketentuan

Kriteria Uraian Jumlah (%)

Asal barang Barang Impor 61

Produksi dalam negeri 39

Jenis Pelanggaran Persyaratan SNI 34

Manual dan Kartu Garansi (MKG) 22

Label dalam bahasa Indonesia 43

Ketentuan produk yang diawasi

distribusinya

1

Kelompok Produk Elektronika dan alat listrik 39

Alat rumah tangga 20

Suku cadang kendaraan bermotor 13

Sumber: Ditjen SPK, Kemendag (2013).

Bagi produk yang ber-SNI wajib, maka Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda

SNI (SPPT-SNI) merupakan persyaratan suatu produk tersebut untuk bisa diedarkan

di pasar. Namun demikian, kondisi di lapangan menujukkan bahwa masih dijumpai

banyak pelanggaran khususnya yang terkait dengan SPPT-SNI.

Berdasarkan data di lapangan, masih ditemui perusahaan yang tidak memiliki

SPPT-SNI padahal produk mereka masuk dalam produk yang ber-SNI wajib (seperti

tercantum dalam Tabel). Beberapa produk yang tingkat kepemilikan SPPT-SNI

kurang dari 50% adalah produk pakan udang, baja profil, lampu pijar, dan kakao

bubuk. Dengan kondisi seperti ini menunjukkan masih banyak perusahaan yang

belum serius dalam menerapkan SNI, dan belum optimalnya LSPro dalam

melakukan survailan/pengawasan (Herjanto, 2011).

Page 53: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 41

Tabel 4.3 Kepemilikan SPPT-SNI

Jenis Produk % Jenis Produk %

Tepung terigu 100 Motor bakar 100

Pakan buatan untuk udang windu 33 Baja lembaran lapis seng 67

Air minum dalam kemasan 86 Baja tulangan beton 91

Cairan rem 100 Kabel PVC 63

Pupuk 82 Tabung baja LPG 96

Garam konsumsi beryodium 74 Kompor gas LPG 75

Ban 67 Pipa baja karbon 75

Helm 80 Baja profil 25

Kaca pengaman kendaraan bermotor 75 Batu battery 100

Semen 100 Lampu pijar dan swaballast 43

Selang karet kompor gas LPG 100 Aki kendaraan bermotor 89

Lembaran serat krisotil 100 Crumb rubber 67

Regulator tabung baja LPG 100 Kakao bubuk 11

Katub tabung baja LPG 100 Produk lain-lain 0

Sumber: Herjanto (2011).

Page 54: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 42

BAB V KEBUTUHAN STANDAR PRODUK

5.1. Standar Produk Perikanan 5.1.1. SNI

i. Tuna beku Untuk produk perikanan, khususnya tuna beku terdapat tiga SNI yaitu SNI

spesifikasi No. 01-2710.1-2006, SNI persyaratan bahan baku No. 01-2710.2-

2006, dan SNI penanganan dan pengolahan No. 01-2710.3-2006.

- SNI No. 01-2710.1-2006 : Spesifikasi

Ruang lingkup dalam SNI ini mencakup klasifikasi, syarat bahan baku, bahan

penolong dan bahan tambahan makanan, cara penanganan dan pengolahan,

teknik sanitasi dan hygiene, syarat mutu dan keamanan pangan, cara

pengambilan contoh, cara uji, serta syarat penandaan dan pengemasan

untuk tuna beku. Persyaratan mutu dan keamanan produk tuna beku dalam

SNI ini meliputi cemaran mikroba, cemaran kimia, fisika dan parasit.

Tabel 5.1. Syarat Mutu dan Keamanan Tuna Beku

Rincian Nilai Rujukan a. Organoleptik Minimal 7 b. Cemaran mikroba - ALT (koloni/g) Maksimal 5 x 10 - E coli (APM/g) Maksimal <2 - Salmonella (APM/g) Negatif - Vibrio cholerae (APM/g) Negatif c. Cemaran kimia - Raksa (mg/kg) Maksimal 1 - Timbal (mg/kg) Maksimal 0,4 - Histamin (mg/kg) Maksimal 100 - Kadmium (mg/kg) Maksimal 0,1 d.Fisika : Suhu pusat (Celcius)

Maksimal -18

e. Parasit (ekor) Maksimal 0

Page 55: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 43

- SNI No. 01-2710.2-2006 : Persyaratan Bahan Baku

SNI ini menetapkan jenis bahan baku, bentuk bahan baku, asal bahan baku,

mutu bahan baku dan penyimpanannya. Mutu bahan baku harus memenuhi

persyaratan antara lain bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan

pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, dan bebas dari

sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu. Standar ini juga

mengatur penyimpanan bahan baku yaitu yang harus disimpan dengan suhu

maksimal -20 derajat Celcius.

- SNI No. 01-2710.3-2006 : Penanganan dan Pengolahan

Dalam SNI ini diatur penetapan bahan, peralatan, teknik penanganan dan

pengolahan, pengemasan dan penyimpanan. Teknik penanganan dan

pengolahan ditetapkan syarat-syarat bahan baku yang meliputi penerimaan,

pencucian, sortasi, penimbangan, pembekuan, penggelasan, pengepakan,

pengemasan dan penyimpanan.

ii.Cakalang beku

Untuk produk cakalang beku terdapat tiga SNI yaitu SNI spesifikasi No. 01-

2733.1-2006, SNI persyaratan bahan baku No. 01-2733.2-2006, dan SNI

penanganan dan pengolahan No. 01-2733.3-2006.

- SNI No. 01-273.1-2006 : Spesifikasi

Ruang lingkup dalam SNI ini mencakup klasifikasi, syarat bahan baku, bahan

penolong dan bahan tambahan makanan, cara penganganan dan

pengolahan, teknik sanitasi dan hygiene, syarat mutu dan keamanan

pangan, cara pengambilan contoh, cara uji, serta syarat penandaan dan

pengemasan untuk tuna beku. Persyaratan mutu dan keamanan produk tuna

beku dalam SNI ini meliputi cemaran mikroba, cemaran kimia, fisika dan

parasit.

Page 56: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 44

Tabel 5.2. Syarat Mutu dan Keamanan Cakalang Beku

Rincian Nilai Rujukan a. Organoleptik Minimal 7 b. Cemaran mikroba - ALT (koloni/g) Maksimal 5 x 10 - E coli (APM/g) Maksimal <2 - Salmonella (APM/g) Negatif - Vibrio cholerae (APM/g)

Negatif

c. Cemaran kimia - Raksa (mg/kg) Maksimal 1 - Timbal (mg/kg) Maksimal 0,4 - Histamin (mg/kg) Maksimal 100 - Kadmium (mg/kg) Maksimal 0,1 d. Parasit (ekor) Maksimal 0

- SNI No. 01-2733.2-2006 : Persyaratan Bahan Baku

SNI ini menetapkan jenis bahan baku, bentuk bahan baku, asal bahan baku,

mutu bahan baku dan penyimpanannya. Mutu bahan baku harus memenuhi

persyaratan antara lain bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan

pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, dan bebas dari

sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu. Standar ini juga

mengatur penyimpanan bahan baku yaitu yang harus disimpan dengan suhu maksimal -20 derajat Celcius.

- SNI No. 01-2733.3-2006 : Penanganan dan Pengolahan

Dalam SNI ini diatur penetapan bahan, peralatan, teknik penanganan dan

pengolahan, pengemasan dan penyimpanan. Teknik penanganan dan

pengolahan ditetapkan syarat-syarat bahan baku yang meliputi penerimaan,

pencucian, sortasi, penimbangan, pembekuan, penggelasan, pengepakan,

pengemasan dan penyimpanan.

5.1.2. Standar Internasional

Dalam panduan CODEX dan HACCP terdapat dua prinsip utama dalam

proses pengolahan ikan beku sebagai berikut (CAC, 2003):

Page 57: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 45

i. Proses pembekuan

• Produk harus dibekukan sesegera mungkin karena penundaan

pembekuan akan menyebabkan kenaikan suhu produk, sehingga akan

meningkatkan kerusakan dan mengurangi daya simpan karena aksi

mikroorganisme dan reaksi kimia yang tidak diinginkan.

• Waktu dan pengaturan suhu untuk proses pembekuan harus dilakukan

sesuai dengan pertimbangan kemampuan kapasitas dan peralatan,

karakteristik produk termasuk suhu, ketebalan, bentuk, serta volume

produksi untuk menjamin bahwa suhu maksimum kristalisasi tercapai

sesegera mungkin.

• Ketebalan, bentuk dan temperatur ikan pada proses pembekuan harus

seragam.

• Produksi fasilitas pemrosesan harus disesuaikan dengan kapasitas mesin

pendingin.

• Produk beku harus dipindahkan ke alat pendingin secepat mungkin.

• Suhu ikan beku harus dimonitor secara regular demi kesempurnaan

proses pembekuan.

• Pemeriksaan secara regular harus dilakukan untuk menjamin bahwa

proses pembekuan telah dilakukan dengan benar.

• Seluruh proses pembekuan harus dicatat dengan baik dan akurat.

• Suhu dan waktu pembekuan harus dipadukan dengan penanganan

inventory yang baik untuk menjamin kelayakan suhu pembekuan. Hal ini

ditujukan untuk menghilangkan parasit yang merugikan bagi kesehatan

manusia.

ii. Proses pelapisan

• Pelapisan dinyatakan lengkap apabila seluruh permukaan produk ikan

beku tertutup oleh lapisan es yang cukup

• Jika air yang digunakan dalam proses pelapisan menggunakan bahan

tambahan, maka harus dipastikan bahwa jumlahnya proporsional sesuai

dengan spesifikasi produk

Selain proses pengolahan, CODEX juga mensyaratkan ambang batas cemaran

bahan kimia, mikrobiologi, serta bahan tambahan makanan dalam rangka jaminan

Page 58: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 46

kualitas keamanan pangan untuk konsumsi manusia. Berikut adalah kriteria untuk

bahan tambahan makanan khususnya produk perikanan :

Tabel 5.3. Kandungan Bahan Tambahan Makanan yang Diperbolehkan Menurut CODEX

Jenis Bahan Tambahan Makanan Batas Maksimum yang Diperbolehkan

Acesulfame potassium 200 mg/kg

Brilliant blue (pewarna) 500 mg/kg

Butylated hydroxyanisole (anti oksidan)

200 mg/kg

Cantaxanthin (pewarna) 35 mg/kg

Ammonia caramel (pengawet) 100 mg/kg

Carotenoids (pewarna) 100 mg/kg

Ethylene diamine (pengawet) 75 mg/kg

Phospates 2200 mg/kg

Sumber : CODEX General Standard for Food Additives, CODEX STAN 192- 1995 5.1.3. Private Standard

Private standards di sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu

dari beberapa private standard di sektor pangan yang mulai banyak

diterapkan di beberapa negara importir. Washington and Ababouch (2011)

mengungkapkan bahwa tujuan utama penerapan private standards di sektor

ini adalah untuk menjaga pasokan (stok) ikan di daerah maritim,

perlindungan lingkungan hidup, keamanan pangan dan kualitas, kesehatan

hewan, dan pemberdayaan sosial. Hal ini sangat berdasar karena sebagian

industri perikanan tergolong dalam kategori Open Access sehingga perlu

pengendalian dalam kegiatan bisnisnya.

Selain itu, kemunculan private standard juga lebih didasarkan pada persepsi

bahwa kebijakan pemerintah dalam menanggulangi masalah di sektor ini

belum mencukupi dan tidak menjamin keberlangsungan (sustainability)

perikanan laut dan keamanan pangan. Inisiasi pemberlakuan private

Page 59: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 47

standard di sektor ini dimulai dari desakan Lembaga Swadaya Masyarakat

yang kemudian ditindak-lanjuti oleh dunia usaha yang umumnya didominasi

oleh negara maju, industri besar, industri pengolah dan ritel modern.

Tabel 5.4. Beberapa Contoh Private Standards di Sektor Perikanan

Jenis Private Standards

Orientasi Pasar

Isu yang Dipersyaratkan Food Safety

Animal Health Environment Social/

Ethical Food Quality

Thai Quality Shrimps, GAP, Thailand

Uni Eropa, Amerika Serikat

x x

COC-certified Thai Shrimps

Uni Eropa, Amerika Serikat

x x x x

IFOAM Inggris, Eropa x x x x x

Agriculture Biologique Eropa x x x

Qualite Aquaculture de France

Perancis, Uni Eropa x x

Shrimp Seal of Quality, Bangladesh

Global x x x x

China GAP Global x x x The Responsible Fishing Scheme

Inggris x x

Sumber : Washington and Ababouch (2011)

Dalam penerapannya, private standard di sektor perikanan kelautan terdiri

dari dua tipe, yaitu “Ecolabels”, merupakan private standard di sektor

perikanan yang mensyaratkan keberlangsungan stok populasi ikan di wilayah

maritim, dan “Food Safety Management Schemes (FSMS)”, merupakan

private standard di sektor perikanan yang mensyaratkan keamanan pangan

dan kualitas produk makanan laut (seafood) dan ikan. Kemudian terdapat

juga beberapa tipe private standard di sektor perikanan yang berkaitan

Page 60: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 48

dengan fair trade, organik, dan standar tenaga kerja dan sosial. Namun hal

tersebut hanya bersifat parsial dan disesuaikan dengan tujuan keunggulan.

Beberapa contoh private standard di sektor perikanan ditunjukan dalam

Tabel 4.3.

5.1.4. Regulasi Teknis

Regulasi teknis terkait produk perikanan di negara-negara tujuan ekspor

utama adalah sebagai berikut (Lambaga, 2009):

1. Uni Eropa

EC No. 178/2002 tentang syarat-syarat utama regulasi pangan dan

prosedur kemanan pangan

EC No. 882/ 2004 tentang pengawasan oleh pemerintah

EC No. 852/2004 mengenai kemanan produk pangan

EC No. 853/2004 tentang peraturan khusus terkait keamanan

bahan baku produk pangan

EC No. 854/2004 mengenai badan yang bertugas mengawasi

keamanan asal bahan pangan

EC No. 446/2001 tentang batas toleransi maksimum terhadap

kontaminasi dalam bahan pangan

EC No. 2073/2005 mengenai persyaratan dan kriteria mikrobiologis

yang terdapat dalam bahan pangan

2. Amerika Serikat

Federal Food, Drug and Cosmetic Act

Code of Federal Regulation (CFR) 123

Bioterrorism Act (TBA)

3. Kanada

Food and Drug Act

Canadian Food Inspection Agency Act

Fish Inspection Act

Consumer and Labelling Act

Fish Inspection Regulation

4. Jepang

Page 61: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 49

Food Sanitation Law

5. China

Food Hygiene of the People’s Republic of China

5.1.5. Standar Mitra Dagang

i. Tuna 1). Negara tujuan ekspor (AS) Syarat mutu dan keamanan pangan untuk produk ikan khususnya ikan

tuna beku diatur dalam aturan Food and Drugs Administration (FDA)

Amerika Serikat. Berikut adalah kriteria dan acuannya :

Tabel 5.5. Syarat Mutu FDA Amerika Serikat

Kriteria Acuan/toleransi

Salmonella Tidak boleh ada

Staphylococcus aereus >104 /gr

Clostridium botulinum Tidak boleh ada

Histamin 500 ppm

Polychlorinated biphenyls 2 ppm

Chlordane 0,3 ppm

Heptachlor 0,3 ppm

Sulfamerazine Tidak boleh ada

Mercury 1 ppm

2). Negara asal impor (Filipina)

Standar negara Filipina terkait produk perikanan diatur dalam Fishery

Administrative Order No.117 Series of 1975. Aturan ini mencakup

operasional pabrik pengolahan produk perikanan, persyaratan kualitas,

quality control, dan cara inspeksi pemrosesan produk perikanan.

Persyaratan minimum untuk pabrik harus memenuhi kriteria pabrik yang

higienis dan kondisi sanitasi yang baik, termasuk lantai, dinding, langit-

Page 62: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 50

langit, pencahayaan, pintu masuk dan keluar, ventilasi, toilet, fasilitas

pencucian tangan serta pipa saluran air. Selain itu, terdapat pula

persyaratan terkait peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam

proses pengolahan ikan. Petugas dalam pabrik pengolahan juga harus

memenuhi kriteria sebagai berikut:

- Seluruh pegawai atau petugas yang melakukan proses pengolahan

harus memakai pakaian yang sesuai dan mudah dicuci, serta harus

menggunakan pengaman kepala;

- Tiap petugas harus diperiksa kesehatannya secara regular setahun

sekali;

- Pegawai yang mengerjakan pemrosesan ikan dan produk perikanan

lainnya dengan menggunakan tangan mereka sendiri, harus memiliki

kuku jari tangan yang pendek dan tanpa dipoles.

Selanjutnya, untuk standar mutu ikan tuna digolongkan ke dalam 3

kelas, A, B dan C yang kriterianya (Tabel 5.6.)

Tabel 5.6 Penggolongan Standar Mutu Produk Tuna di Filipina

Grade A & B : - Mata bersih dan cerah - Insang merah cerah - Berbau segar - Daging kaku - Dinding perut utuh - Warna badan cerah - Bebas dari kusam, sisik yang

lepas, luka terpotong, tusukan dan luka-luka lain

Grade C : - Mata sedikit keruh, pupil

kelabu - Insang sedikit kusam dan

mengkilap - Daging dan tulang sedikit

lembek - Perut sedikit lembek - Bau sedikit asam

Ikan yang tidak memenuhi syarat Grade C harus ditolak

ii. Cakalang 1). Negara tujuan ekspor (Thailand)

Thailand melalui Kementerian Pertanian dan Koperasi-nya

menetapkan standar mutu untuk ikan beku melalui Thai

Agricultural Standards (TAS) No.7014-2005. Komposisi utama

Page 63: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 51

yang harus dimiliki produk adalah ikan segar yang cocok

dikonsumsi manusia dan lapisan es yang bebas zat-zat

berbahaya. Sementara untuk faktor kualitas ada beberapa

persyaratan yang harus dipenuhi yaitu :

1) Dekomposisi. Kandungan histamine pada produk tidak boleh

melebihi 10 mg/100 g;

2) Cacat. Produk dinyatakan cacat apabila memenuhi

persyaratan berikut :

- Dehidrasi; jika 10% dari satuan sampel menunjukkan

kehilangan kelembaban;

- Benda asing; terdapat banda asing yang bukan berasal dari

ikan yang menunjukkan bahwa proses pengolahannya tidak

sesuai dengan cara berproduksi yang baik dan saniter;

- Parasit; terdapat 2 atau lebih parasit tiap 1 kilogram sampel

- Tulang; jika disebutkan ikan tersebut “tanpa tulang”, maka

jika terdapat lebih dari 1 tulang yang panjangnya lebih atau

sama dengan 10 mm atau diameternya 1 mm;

- Bau dan rasa; jika terdapat bau dan rasa aneh yang kuat

dan mengganggu sebagai tanda dekomposisi dan bau

anyir/tengik;

- Abnormalitas daging ikan; jika terdapat kelembaban

berlebih yang lebih banyak dari 86%, seperti adanya lendir

lengket atau tekstur daging seperti bubur/adonan yang

disebabkan oleh infestasi parasit lebih dari 5% dari berat

ikan.

Lebih lanjut, aturan ini juga mencantumkan persyaratan

keamanan pangan seperti bahan tambahan makanan,

kontaminan, residu obat-obatan, dan higienitas (cemaran).

2). Negara asal impor (Jepang) Dalam Handbook for Agricultural and Fishery Products Import

Regulations 2009 yang merupakan panduan standar bagi produk

perikanan yang beredar di Jepang, disebutkan bahwa peraturan

Page 64: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 52

yang berlaku untuk produk ikan beku adalah Food Sanitation Act

dan Quarantine Act. Hal-hal yang diatur dalam peraturan tersebut

antara lain kriteria keamanan pangan termasuk cemaran bahan

kimia, mikrobiologi, bahan tambahan makanan, serta pelabelan.

- Produk perikanan yang berasal dari daerah yang terkontaminasi

penyakit Cholera harus diawasi secara ketat oleh badan

karantina;

- Produk perikanan yang merupakan hewan yang dilindungi tidak

boleh diperdagangkan atau diperjualbelikan;

- Produk perikanan, termasuk ikan tuna, tidak boleh mengandung

zat karbon dioksida;

- Ambang batas cemaran mikrobiologi: bacillus atau bacterial

count (maksimal 100.000/gr sampel), colon bacillus (negatif atau

tidak boleh ada), Escherichia-Coli (negatif atau tidak boleh ada),

Coliform group (negative atau tidak boleh ada);

- Pelabelan : yang harus tercantum dalam label yaitu nama

produk dan negara asal, komposisi bahan baku/mentah,

kuantitas isi, nama produsen, tanggal buka dan kadaluarsa,

serta metode penyimpanan dan pengawetan.

5.2. Standar Produk Hortikultura

5.2.1. SNI

i. Manggis (SNI No. 3211:2011)

Standar SNI untuk manggis menentukan syarat mutu, ukuran, toleransi, penampilan,

pengemasan, pelabelan, rekomendasi dan higienitas. Ketentuan standar ini berlaku

untuk manggis yang dikonsumsi segar dan tidak untuk manggis sebagai bahan baku

industry olahan. Ketentuan umum mutu buah manggis yang harus dipenuhi adalah

sebagai berikut :

a. Utuh;

b. Kelopak buah dan tangkai harus lengkap;

c. Layak dikonsumsi;

Page 65: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 53

d. Bersih, bebas dari benda-benda asing yang tampak;

e. Bebas dari hama dan penyakit;

f. Bebas dari kelembaban ekstra yang abnormal, kecuali pengembunan sesaat

setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin;

g. Bebas dari aroma dan rasa asing;

h. Penampilan segar, memiliki bentuk, warna dan rasa sesuai dengan sifat/cirri

varietas;

i. Daging buah bening dan getah kuning sesuai dengan pengkelasan;

j. Bebas dari memar;

k. Buah mudah dibelah.

Lebih lanjut, buah manggis digolongkan dalam 3 kelas mutu dengan spesifikasi

sebagai berikut :

a. Kelas Super ; merupakan manggis dengan kualitas paling baik atau super

yang bebas dari cacat kecuali cacat sangat kecil pada permukaan dan

daging buah bening dan atau getah bening tidak lebih dari 5%.

b. Kelas A ; manggis bermutu baik dengan cacat yang diperbolehkan seperti :

- Sedikit kelainan pada bentuk;

- Cacat sedikit pada kulit dan kelopak buah seperti lecet, tergores atau

kerusakan mekanis lainnya;

- Total area yang cacat tidak lebih dari 10% dari luas total seluruh

permukaan buah;

- Cacat tersebut tidak mempengaruhi daging buah;

- Daging buah bening dan atau getah kuning tidak lebih dari 10%.

c. Kelas B; merupakan manggis dengan kualitas baik dengan persyaratan cacat

yang diperbolehkan antara lain :

- Kelainan pada bentuk;

- Cacat sedikit pada kulit dan kelopak buah seperti lecet, tergores atau

kerusakan mekanis lainnya;

- Total area yang cacat tidak lebih dari 10% dari luas total seluruh

permukaan buah;

- Cacat tersebut tidak mempengaruhi daging buah;

- Daging buah bening dan atau getah kuning tidak lebih dari 20%.

Page 66: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 54

Selain itu, standar ini juga mencantumkan batas maksimum cemaran logam berat

pada buah manggis seperti berikut.

Tabel 5.7 Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Manggis

Jenis Logam Berat Batas Maksimum (mg/kg)

Arsen (As) 0,25

Kadmium (Cd) 0,20

Merkuri (Hg) 0,03

Timbal (Pb) 0,50

Timah (Sn) 40

ii. Jagung (SNI No. 01-3290-1995)

Standar ini meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara

uji, syarat penandaan, pengemasan dan rekomendasi. Jagung digolongkan dalam 4

(empat) jenis mutu : Mutu I, Mutu II, Mutu III, dan Mutu IV. Syarat mutu secara

umum yaitu :

a. Bebas hama dan penyakit;

b. Bebas bau busuk, asam atau bau asing lainnya;

c. Bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida;

d. Memiliki suhu normal. Sedangkan syarat mutu secara khusus seperti dalam tabel berikut ini :

Tabel 5.8

Spesifikasi Persyaratan Mutu Jagung

No

Jenis Uji Satuan Persyaratan mutu I II III IV

1. Kadar air (%) max

max

max

max

2. Butir rusak (%) max

max

max

max

3. Butir warna

(%) max

max

max

max

4. Butir pecah (%) max

max

max

max

5. Kotoran (%) max

max

max

max

Page 67: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 55

5.2.2. Standar Internasional

a. Manggis Standar internasional untuk manggis diatur dalam CODEX STAN

204-1997, yaitu manggis yang segar untuk dikonsumsi langsung setelah

dikemas, bukan manggis yang akan diproses lebih lanjut di pabrik.

Terkait standar kualitas, manggis harus memenuhi kriteria minimum

seperti berikut :

- Utuh, dengan batang dan kelopak buah yang masih menempel;

- Sehat dan segar, buah yang sekiranya tidak cocok untuk dikonsumsi

karena busuk harus langsung dibuang;

- Bersih, harus bebas dari benda asing;

- Harus bebas dari hama;

- Bebas dari kelembaban yang tidak normal, termasuk uap akibat

proses pendinginan;

- Bebas dari bau dan atau rasa asing;

- Terlihat segar, memiliki bentuk, warna dan rasa sesuai karakter

spesies buah;

- Bebas dari lateks;

- Bebas dari cacat;

- Buah dapat dikupas dengan mudah.

Kemudian, manggis diklasifikasikan dalam 2 kelas : Kelas Ekstra dan

Kelas 1. Manggis yang termasuk dalam Kelas Ekstra harus memiliki

kualitas superior dan harus bebas dari cacat dengan kualitas dan

penampilan yang sempurna. Toleransi untuk kelas ini adalah 5% dari

jumlah atau berat keseluruhan tidak memenuhi persyaratan Kelas Ekstra

namun masih memenuhi persyaratan Kelas 1. Sedangkan manggis

dalam kategori Kelas 1 harus memiliki kualitas yang baik, hanya memiliki

sedikit cacat yang tidak mempengaruhi keseluruhan kualitas dan

penampilan secara umum. Toleransi dalam kelas ini adalah sebesar

10% dari jumlah atau berat keseluruhan tidak memenuhi baik

persyaratan minimum kelas maupun persyaratan minimum buah

manggis.

Page 68: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 56

Selain persyaratan kualitas, CODEX ini juga mengatur pelabelan

dalam kemasan non retail yang harus memuat identifikasi eksportir,

termasuk nama, alamat, pengepak, dan kode identifikasi. Selain itu

harus juga memuat jenis varietas buah, negara asal atau wilayah asal,

identifikasi komersial seperti kelas, ukuran, dan berat bersih, dan tanda

inspeksi resmi.

b. Jagung

Standar kualitas jagung untuk konsumsi manusia diacu dalam

CODEX STAN 153-1985 yang telah direvisi pada tahun 1995. Secara

umum, jagung harus aman dan cocok dikonsumsi manusia, bebas dari

rasa dan bau yang abnormal, serta bebas dari keberadaan serangga

hidup. Jagung juga harus bebas dari kotoran yang dapat

membahayakan kesehatan manusia. Selanjutnya, Tabel 5.9 merinci

kriteria kualitas yang harus dimiliki jagung.

Tabel 5.9

Kriteria Dalam CODEX Produk Jagung

Kriteria Nilai Rujukan Kadar kelembaban Maksimal 15% Kotoran Maksimal 0,1% Racun dan bahan berbahaya, termasuk biji-bijian yang beracun

Tidak ada

Benda asing organik Maksimal 1,5% Benda asing anorganik Maksimal 0,5%

Selain kriteria kualitas, standar ini tidak secara langsung mensyaratkan

kadar cemaran yang diperbolehkan termasuk cemaran logam berat,

residu pestisida, dan mycotoxin. Syarat cemaran tersebut diatur pada

standar CODEX yang lain.

5.2.3. Standar Mitra Dagang a. Manggis

i. Negara Tujuan Ekspor (Cina)

Page 69: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 57

Standar terkait buah manggis di negara Cina diatur sesuai

dengan ketentuan pada undang-undang karantina hewan dan

tumbuhan Tiongkok (Law of People’s Republic of China on the

Entry and Exit Animal and Plant Quarantine) dan undang-undang

keamanan pangan (Food Safety Law of People’s Republic of

China).

ii. Negara Asal Impor (Thailand, Malaysia)

Standar buah manggis segar di Thailand yang diatur dalam Thai

Agricultural Standards (TAS) No. 2 Tahun 2003 secara umum

sama dengan standar di CODEX, hal ini mengindikasikan bahwa

Thailand sudah mengadopsi parameter-parameter yang ada di

CODEX untuk diterapkan pada standar nasionalnya. Persyaratan

minimal yang harus dimilikimoleh buah manggis segara adalah

sebagai berikut :

- Utuh, dengan batang dan kelopak buah yang masih

menempel;

- Berpenampilan segar;

- Sehat dan tidak retak, tidak menunjukkan tanda-tanda

pembusukan;

- Bersih, harus bebas dari benda asing;

- Harus bebas dari hama yang mempengaruhi penampakan

buah secara umum;

- Bebas dari kerusakan yang disebabkan hama atau faktor lain

yang mempengaruhi kualitas daging buah;

- Bebas dari kerusakan yang disebabkan suhu udara yang

rendah dan atau tinggi;

- Bebas dari bau dan atau rasa asing;

- Buah dapat dikupas dengan mudah dan daging buahnya

dapat dipisahkan dengan mudah dari kulitnya.

Dalam standar ini manggis diklasifikasikan dalam 3 kelas :

Kelas Ekstra, Kelas 1 dan Kelas 2. Manggis yang termasuk

Page 70: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 58

dalam Kelas Ekstra harus memiliki kualitas superior, memiliki

kelopak yang utuh dan lengkap serta harus bebas dari cacat

dengan kualitas dan penampilan yang sempurna. Selain itu,

adanya daging buah yang transparan dan getah kuning atau

lateks pada buah tidak melebihi 5% dari jumlah atau berat

seluruh buah yang dikirim. Toleransi untuk kelas ini adalah 5%

dari jumlah atau berat keseluruhan tidak memenuhi persyaratan

Kelas Ekstra namun masih memenuhi persyaratan Kelas 1. Kulit

buah yang memiliki jaring (net) serangga harus dikeluarkan dari

kategori kelas ini.

Sedangkan manggis dalam kategori Kelas 1 harus memiliki

kualitas yang baik, hanya memiliki sedikit cacat yang tidak

mempengaruhi keseluruhan kualitas dan penampilan secara

umum. Daging buah yang transparan dan getah kuning atau

lateks pada buah tidak melebihi 10% dari jumlah atau berat

seluruh buah yang dikirim. Toleransi dalam kelas ini adalah

sebesar 10% dari jumlah atau berat keseluruhan tidak memenuhi

baik persyaratan minimum kelas maupun persyaratan minimum

buah manggis. Kelas terakhir yaitu Kelas 2 memiliki kriteria yaitu

jika 10% dari jumlah atau berat manggis tidak dapat memenuhi

persyaratan 2 kelas lainnya atau persyaratan minimal, serta tidak

boleh ada buah yang busuk.

b. Jagung

i. Negara Tujuan Ekspor (Filipina) Standar nasional Filipina untuk komoditas jagung diatur dalam

Philippine National Standard (PNS) No.15:2004 yang meliputi

standar jagung untuk dikonsumsi manusia. Standar ini pada

dasarnya mengatur mengenai acuan standar mutu, ukuran, serta

pengkelasan. Sedangkan untuk kadar kontaminasi seperti

aflatoksin, logam berat, dan residu pestisida, standar ini

mengacu pada CODEX. Hal-hal terkait persyaratan mutu jagung

adalah sebagai berikut :

Page 71: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 59

Kriteria cacat, yaitu terdapatnya aflatoksin (yang

batasannya diacu ke CODEX), warna bulir jagung yang

memudar karena panas eksternal atau karena proses

fermentasi, adanya benda asing, dan kotor;

Faktor kualitas, yaitu persyaratan kualitas antara lain

bebas bau aneh dan bau asing, warna bulir jagung harus

seragam, serta kadar kelembaban yang dicantumkan

dalam persen.

Kemudian, pengkelasan jagung dilakukan berdasarkan

kriteria dalam faktor kualitas seperti berikut :

Tabel 5.10 Persyaratan Mutu Jagung Dalam CODEX (Ekspor Ke Filipina)

Kriteria (% berdasarkan

berat maksimal)

Kelas Premium

Kelas I Kelas II Kelas III

Kelas IV

Kadar kelembaban

14 14 14 14 14

Aflatoksin 20 ppb 20 ppb 20 ppb 20 ppb 20 ppb Kotoran 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 Bulir berwarna pudar

Trace 0,5 1 2 3

Benda asing Trace 0,5 0,8 1 2 Bulir berwarna lain

Trace 0,5 1,5 3 5

Bulir berukuran lain

1 4 7 10 13

Untuk pelabelan atau penandaan, standar ini mengharuskan

pada bagian luar kemasan terdapat label yang mencantumkan

nama dan jenis produk, kelas dan ukuran bulir, berat bersih

dalam satuan kilogram, nama dan alamat produsen, serta

tanggal produksi. Label tersebut ditempelkan pada sisi yang

sama untuk tiap kemasan, distempel dengan tinta yang tidak

dapat dihapus atau dihilangkan.

Page 72: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 60

ii. Negara Asal Impor (India)

India merupakan negara asal impor utama jagung ke

Indonesia selain Argentina. Nilai impor jagung Indonesia dari

India pada tahun 2012 mencapai 318 juta US$ dengan tren nilai

impor selama tahun 2007 – 2012 sebesar 113,6%. Dengan

demikian, perlu diketahui bagaimana standar mutu jagung yang

diterapkan oleh India dalam rangka perlindungan konsumen

dalam negeri. Standar jagung untuk konsumsi manusia di India

diatur dalam Manual Good Agricultural Marketing Prantises for

Maize MRPC-85 tahun 2008.

Standar ini komprehensif mengatur mengenai jagung, mulai

dari jenis varietas, cara memanen, perlakuan pasca panen,

pengkelasan, syarat mutu, pengemasan, jenis hama,

transportasi, penyimpanan, serta cara-cara pemasaran. Terkait

syarat mutu dan keamanan pangan, jagung harus memenuhi

kriteria umum sebagai berikut :

Matang;

Manis, keras, bersih, sehat, ukuran dan warnanya seragam

serta layak dijual;

Bebas dari zat pewarna, jamur, serangga/kumbang, bau, biji

beracun, dan benda-benda lain;

Kadar uric acid dan aflatoksin masing-masing tidak melebihi

100 mg dan 30 mcg per kilogram jagung;

Bebas dari rambut/bulu dan kotoran hewan pengerat.

Kemudian, untuk kriteria khusus, standar ini mencantumkan

hal-hal seperti dalam tabel berikut.

Page 73: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 61

Tabel 5.11 Kriteria Mutu Jagung ke India

Toleransi Batas Maksimal untuk Kriteria Mutu

(% dari berat)

Kelas 1

Kelas 2

Kelas 3

Kelas 4

Kelembaban 12 12 14 14 Benda asing organic 0,1 0,25 0,5 0,75 Benda asing non-organik Nil 0,1 0,25 0,25 Butir lain 0,5 1 2 3 Campuran varietas lain 5 10 15 15 Bulir rusak 1 2 3 4 Butir mentah dan berkerut 2 4 6 6 Butir yang terkena serangga/ kumbang

2 4 6 8

5.3. Standar Produk Non-Pangan 5.3.1. SNI

a. Batik (SNI 08-3540-1994) Standar batik ini mencakup syarat mutu ketahanan luntur warna, cara

pengujian mutu, cara pengmabilan contoh dan cara pengemasan

batik. Batik memiliki definisi sebagai bahan tekstil dengan

menggunakan lilin batik. Dalam standar ini batik ada dua macam yaitu

batik tulis dan batik cap yang masing-masing digolongkan menjadi

dua jenis mutu, yaitu Mutu A dan Mutu B. Penggolongan mutu

tersebut didasarkan pada ketahanannya terhadap luntur warna.

Berikut adalah persyaratan mutu yang ditetapkan :

Tabel 5.12

Syarat Mutu Batik Berdasarkan SNI

Karakteristik Syarat Mutu A Mutu B

Tahan luntur warna terhadap pencucian - Gray scale Min. 4 Min. 3 - Staining scale Min. 4 Min. 3 Tahan luntur warna terhadap keringat - Gray scale Min. 4 Min. 3

Page 74: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 62

- Staining scale Min. 4 Min. 3 Tahan luntur warna terhadap gosokan - Kering Min. 3 -4 Min. 3 - Basah Min. 3 Min. 2-3 Tahan luntur warna terhadap penyetrikaan panas

- Gray scale Min. 3 Min. 3 - Staining scale Min. 3 Min. 3 Tahan luntur warna terhadap sinar lampu karbon

Min. 4 - 5 Min. 4

Kemudian, kain batik harus dikemas dengan berat bersih maksimal

50 kg. Standar ini juga mensyaratkan tiap potong atau helai kain batik

harus mencantumkan nama bahan dasar, serat yang digunakan,

ukuran, cara perawatan, dan tulisan “Made in Indonesia” yang

mencerminkan keadaan kain tersebut. Sedangkan hal-hal yang harus

dicantumkan pada bagian luar kemasan adalah tulisan “Made in

Indonesia”, nama/kode perusahaan atau eksportir, nama barang,

jenis mutu, nomor kemasan, berat bruto dan netto, serta negara

tujuan.

b. Kursi dan Meja Rotan

- Kursi tamu rotan (SNI 7555.23:2011) Dalam SNI ini ditetapkan mengenai syarat mutu dan cara

pengujian untuk kursi tamu yang terbuat dari rotan yang siap pakai,

yaitu meliputi ukuran, konstruksi, kestabilan, ketangguhan,

kekuatan dan ketahanan. Standar ini mengacu pada ISO sebagai

acuan normatif dan juga SNI lain yang terkait. Dalam hal

pembuatan, konstruksi kursi harus kokoh dan tidak ada bagian

kursi yang dapat melukai pemakai. Tiap sudut kursi juga harus

tumpul dan aman bagi keselamatan pengguna. Selain itu, bahan

kimia yang digunakan dalam cat atau vernis harus aman untuk

pemakai dan kesehatannya. Konstruksi sambungan pada kursi

juga dipersyaratkan untuk menggunakan sekrup, bukan paku, atau

menggunakan teknik purus. Terkait kekuatan, kursi rotan harus

Page 75: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 63

lolos uji kekuatan alas duduk, sandaran, kaki depan dan samping,

kekuatan beban jatuh, beban horizontal dan vertical lengan, uji

pikul sandaran, dan uji pukul lengan. Sebagai persyaratan

kestabilan, kursi rotan tidak boleh terungkit (overturns) ke arah

depan, samping dan belakang. Lebih lanjut, untuk ketahanan

permukaan kursi syaratnya adalah permukaan tidak berubah ketika

terekspos cairan kimia, serta lapisan terkelupas maksimum 15%

untuk uji ketahanan lekat permukaan. Selebihnya, SNI ini merinci

secara teknis mengenai cara, metode dan alat pengujian.

- Meja tamu rotan (SNI 7555.24:2011) SNI ini merupakan acuan syarat mutu dan cara pengujian meja

tamu rotan yang kriterianya meliputi ukuran, konstruksi, kestabilan,

ketangguhan, kekuatan dan ketahanan. Dalam pembuatannya,

produk ini harus kokoh dan tidak memiliki bagian runcing yang

berbahaya bagi pengguna, termasuk sudut meja, serta cat, vernis

dan bahan kimia lain harus aman bagi kesehatan pengguna.

Konstruksi bagian yang menempel dan melekat pada meja ini

harus terpasang sempurna dan tidak boleh cacat. Meja juga harus

stabil terhadap gaya vertikal sehingga kaki meja yang berlawanan

tidak terangkat. Selain itu, ada uji kekakuan meja dengan nilai

rujukan maksimum 34 mm/mm dari tinggi meja. Daun meja atau

permukaan paling atas juga harus memenuhi parameter defleksi

yaitu perubahan tidak lebih dari 0,4% dan tidak sampai rusak dan

tidak terjadi perubahan bentuk yang dapat mengganggu pengguna.

Permukaan meja harus kuat terhadap cairan rumah tangga

sehingga tidak terjadi perubahan pada permukaan terebut. Untuk

ketahanan lekat permukaan, lapisan yang terkelupas dari meja

disyaratkan maksimum 15%.

Selain itu, standar ini juga menjabarkan secara rinci cara dan

metode pengujian serta perlengakapan uji sesuai dengan

parameter yang disyaratkan. Terakhir, standar ini memuat kriteria

pengemasan dan penandaaan. Untuk pengemasan, meja rotan

Page 76: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 64

siap pasang dan siap pakai harus dikemas dengan kertas atau

bahan lain yang tidak merusak struktur dan permukaan meja.

Sedangkan untuk penandaan atau pelabelan, yang dicantumkan

pada tanda di meja antara lain kode produksi, nama perusahaan,

merek dagang. Sementara untuk tanda pada kemasan harus

mencantumkan keterangan buatan Indonesia, nama barang, kode

produksi, nama perusahaan, dan merek dagang.

5.3.2. Standar Internasional (ISO) a. Kemeja Batik

Standar mutu khusus untuk kemeja batik belum diatur dalam standar

internasional seperti ISO. Dengan demikian ketentuan standar mutu

tersebut akan mengacu pada standar mutu untuk kemeja secara

umum. Dalam hal ini, yang akan diperbandingkan dengan SNI batik

adalah ISO 105-1997, ISO 105-1999, ISO 105-2010, ISO 105-2002,

ISO 6330-2001, ISO 13934-2:1999, IAO 13935-2:1999, dan ISO

13936-1:2004. Standar-standar tersebut terkait dengan kriteria dan uji

mutu untuk tahan luntur, stabilitas kain, dan kekuatan jahitan yang

dirangkum dalam Tabel 5.12.

Tabel 5.13

Standar Mutu Kemeja Menurut ISO

Kriteria Nilai Rujukan (dalam skala) Ketahanan luntur terhadap pencucian

Change : 4 Stain : 4 Cross-stain : 4/5

Ketahanan luntur terhadap air Change : 4 Stain : 4

Ketahanan luntur terhadap gosokan

Kering : 4 Basah : 3/4

Ketahanan luntur terhadap cahaya

Std : 4

Stabilitas terhadap pencucian +/- 3% Kekuatan terhadap tarikan atau peregangan

150 Newton

Kelicinan jahitan 6 mm SO 80 Newton

Page 77: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 65

Kekuatan jahitan SS 120 Newton

b. Kursi dan Meja Rotan • Kursi rotan

Panduan kualitas mutu internasional untuk kursi adalah ISO

7173:1989 yang menjabarkan metode uji kekuatan dan ketahanan

dan ISO 7174-1:1988 mengenai pengujian stabilitas kursi. Uji

kekuatan meliputi tes statis dan beban, sedangkan uji stabilitas

mensimulasikan pergerakan berulang yang dilakukan dalam

jangka panjang dan kemudian menguji kekuatan komponen dalam

kondisi tersebut. Selanjutnya, yang dimaksud dengan uji stabilitas

adalah uji kemampuan kursi untuk menahan gaya dan beban yang

dapat menyebabkan kursi terbalik.

• Meja rotan Selanjutnya, ISO 7172:1988 memberikan panduan pengujian untuk

kestabilan meja. Standar ini mencakup metode pengujian stabilitas

untuk segala jenis meja, termasuk meja yang terbuat dari rotan,

kecuali meja yang menempel pada struktur bangunan. Yang diuji

antara lain kestabilan ketika mendapat gaya vertikal, horizontal,

dan ketahanan untuk tidak terungkit.

5.3.3. Standar Nasional Mitra Dagang a. Batik

• Negara tujuan ekspor (AS) Panduan mengenai standar mutu untuk tekstil dan produk tekstil di

Amerika Serikat terangkum dalam A Guide to United States

Apparel and Household Textiles Compliance Requirements yang

disusun oleh National Institute of Standards and Technology

(NIST) – U.S. Department of Commerce. NIST adalah laboratorium

metrologi nasional di Amerika Serikat. Institusi ini menyediakan

infrastruktur pengukuran/pengujian teknis untuk mendukung

perdagangan internasional dan sistem pengukuran/pengujian

komersial. Pengembangan sistem standarisasi di Amerika Serikat

didorong oleh pihak swasta melalui consensus dan bergantung

Page 78: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 66

pada kebutuhan produsen, konsumen, dan pemerintah. Mayoritas

standar yang berlaku di negara tersebut bersifat sukarela.

Persyaratan mutu untuk produk tekstil khususnya kemeja antara

lain mencakup :

- Pelabelan; terdiri dari label keterangan produk dan label

perawatan produk. Terkait label keterangan produk, pada

produk dan atau kemasan harus tercantum: nama umum dan

persentase berat dari serat atau bahan penyusun produk, nama

produsen atau nomor registrasi perusahaan, serta nama negara

dimana produk tersebut dihasilkan atau diproduksi. Label

tersebut harus secara aman menempel pada produk dan tahan

lama atau awet sehingga akan tetap menempel dalam melalui

proses distribusi sampai ke tangan konsumen. Sedangkan

untuk label perawatan;

- Keamanan produk; terdiri dari kriteria ketahanan terbakar dan

kandungan bahan-bahan berbahaya atau beracun;

- Metode uji kualitas produk; terdiri dari ketahanan luntur terhadap pencucian kering (dry-cleaning), ketahanan luntur terhadap

cahaya, ketahanan luntur terhadap keringat, serta terhadap air.

Selain itu juga terdapat metode uji untuk analisis serat secara

kualitatif dan kuantitatif. Kemudian, ketentuan mutu ini juga

meliputi tes untuk daya serap kain dan bagaimana penampakan

produk setelah mengalami pencucian berulang pada rumah

tangga (bukan pencucian profesional).

• Negara asal impor (Cina) Cina adalah negara asal impor utama untuk tekstil dan produk tekstil,

tidak terkecuali produk batik. Standar nasional Cina yang digunakan sebagai acuan standar mutu produk tekstil adalah National General

Safety Technical Code for Textile Products GB 18401-2003. Regulasi

ini mencakup aturan umum keamanan dan spesifikasi teknis, metode

pengujian, aturan inspeksi, implementasi dan supervise terhadap

produk tekstil. Produk tekstil diklasifikasikan menjadi 3 tipe :

Page 79: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 67

- Tipe A adalah produk tekstil untuk bayi;

- Tipe B adalah produk tekstil yang penggunaannya berkontak

langsung dengan kulit;

- Tipe C adalah produk tekstil yang tidak berkontak langsung

dengan kulit.

Berikut adalah syarat keamanan dan spesifikasi teknis untuk produk

tekstil : Tabel 5.14

Syarat Keamanan Cina Untuk Produk Tekstil

Rincian Tipe A Tipe B Tipe C Kandungan formalin (mg/kg) Maks. 20 Maks.

75 Maks. 300

Nilai pH 4,0 - 7,5 4,0 - 7,5 4,0 - 9,0

Ketahanan luntur warna - Dalam air 3,0 - 4,0 3 3 - Dalam penguapan asam 3,0 - 4,0 3 3 - Dalam penguapan alkalin 3,0 - 4,0 3 3 - Terhadap penggosokan 4 3 3 - Dalam air ludah 4 Bau tidak wajar/aneh Nil Pewarna yang dapat mengeluarkan zat "arylamine"

Dilarang

b. Kursi dan Meja Rotan • Negara tujuan ekspor (Jepang)

Jepang merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia untuk

produk meja dan kuris tamu rotan selain Amerika Serikat, Uni

Eropa dan Korea Selatan. Nilai ekspor mebel rotan ke Jepang

mengalami tren yang meningkat dan cukup signifikan, yaitu

meningkat rata-rata 3,89% per tahunnya selama periode 2007

sampai 2012. Untuk dapat masuk ke pasar Jepang, produsen

mebel rotan Indonesia harus dapat memenuhi persyaratan atau

kriteria seperti pada Tabel 5.15.

Page 80: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 68

Tabel 5.15 Kriteria Mutu Kursi dan Meja Rotan ke Jepang

Kriteria Rincian

Kekuatan - Kualitas bahan baku rotan harus baik - Kursi harus kuat menahan beban sampai 80 kg - Apabila menggunakan bahan kulit rotan, maka

harus kuat dan tidak mudah putus - Lem yang digunakan harus rendah formalin

Penampilan - Pengecatan harus merata terutama untuk cat yang berwarna

- Penampilan harus lurus, tidak bengkok dan tidak ada bekas gigitan serangga

Lain-lain - Hasil rautan dan anyaman rotan harus halus, bebas dari bagian yang tajam dan membahayakan

- Harus bebas sernagga - Handling saat pengiriman harus diperhatikan

agar mebel rotan tidak berjamur - Kondisi mebel harus kokoh dan tidak reyot - Harus dilengkapi dengan manual cara perakitan,

pemakaian, dan perawatan - Pengemasan harus kuat, namun tidak merusak

mebel - Komposisi kain ataua bahan yang digunakan

dalam pembuatan mebel harus terinci secara jelas komposisinya

• Negara asal impor (Malaysia) Berdasarkan dokumen yang bersumber dari International Network

for Bamboo and Rattan, hal-hal yang harus diperhatikan dalam

memproduksi mebel rotan di Malaysia antara lain:

- Seleksi dan klasifikasi bahan baku. Rotan diklasifikasikan

berdasarkan kualitas permukaan seperti dalam tabel berikut;

Page 81: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 69

Tabel 5.16 Klasifikasi Rotan Berdasarkan Permukaan

Grade Kriteria Natural 1/1

1/3 4/5

Tidak terdapat bintik hitam atau kecoklatan Terdapat sedikit bintik Terdapat banyak bintik

Peeled A B

Warna keputihan yang seragam Terdapat sedikit warna buram

Selain itu, rotan juga diklasifikasikan berdasarkan ukuran

diameternya. Ukuran 1 berdiameter 40 mm dan lebih besar,

ukuran 2 dengan diameter 35 – 39 mm, ukuran 3 berdiameter

30 -34 mm, ukuran 4 yang berdiameter 25 – 29 mm, dan

terakhir yang paling kecil adalah ukuran 5 dengan diameter 24

mm atau lebih kecil.

Grade atau kelas 1/1 merupakan rotan dengan kualitas

tertinggi atau terbaik dengan kulit yang halus dan bersih.

Rotan yang tergolong dalam kelas ini biasanya digunakan

sebagai komponen kerangka utama dan kaki mebel.

Sedangkan grade 1/3 digunakan untuk membuat komponen

yang lebih pendek dan tersembunyi seperti alas duduk, penyangga atau pengikat. Kulit luar dari rotan dengan grade

4/5 akan dikupas sehingga menghasilkan rotan yang

berwarna merata, putih pudar, dan seragam. Kemudian, rotan

yang sudah dikupas tersebut dikelompokkan lagi menjadi

kelas A dan B;

- Pelurusan rotan. Rotan biasanya bengkok karena merupakan

fitur rotan itu sendiri dan atau rotan tersebut disimpan secara

vertikal. Rotan yang bengkok dapat diluruskan secara manual

atau menggunakan mesin pelurus pneumatic. Rotan yang

telah diluruskan akan memudahkan proses pembuatan mebel

yang berkualitas;

Page 82: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 70

- Pengukuran dan pemotongan rotan. Rotan yang sudah

diluruskan kemudian diukur dan dipotong sesuai kebutuhan;

- Pembengkokan dan pembentukan rotan. Sebelum

dibengkokkan dan dibentuk sesuai keinginan, rotan

dipanaskan sehingga menjadi lembut dan fleksibel atau mudah

dibentuk;

- Pengeboran, pengaluran, dan end-coping;

- Perakitan. Proses perakitan dilakukan dalam 2 tahap : 1) sub-

perakitan untuk membentuk struktur kerangka dasar yaitu kaki,

penyangga tangan, sandaran, dan tempat duduk; 2) perakitan

final untuk menempel atau menambah komponen lain, seperti

penyangga kaki, alas duduk, dan alas punggung;

- Proses penyatuan dan penganyaman;

- Scraping dan pengamplasan;

- Finishing. Proses finishing dilakukan dengan menyemprot

mebel dengan sprayer bertekanan udara di dalam ruangan

khusus yang dilengkapi dengan sistem exhaust.

Page 83: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 71

BAB VI GAP KEBUTUHAN STANDAR

Seperti dijelaskan dalam proses alur barang dalam upaya untuk memenuhi

standar (Kualitas, Kesehatan, Keamanan, Keselamatan dan Lingkungan Hidup) di

Gambar 3.1, maka seluruh proses yang ada harus memenuhi standar (minimal)

yang diharuskan oleh suatu standar yang berlaku di suatu negara. Demikian halnya

untuk SNI di Indonesia. Dalam proses perumusannya, Standar Nasional Indonesia

(SNI) sebenarnya telah mengacu pada standar internasional yang ada baik itu

Internasional Standard Organization (ISO), CODEX Alimentarius, termasuk juga

panduan teknis yang terkait dengan produk yang bersangkutan.

SNI yang dihasilkan melalui konsensus dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi

Nasional diupayakan untuk bisa mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders

yang ada (BSN, 2011). Meskipun SNI mengacu pada standar internasional yang

ada, namun demikian, ada kondisi dimana SNI mempunyai kriteria yang berbeda

dengan kriteria standar yang berlaku di dunia internasional. Tidak semua aturan

teknis, kriteria, dan lainnya dari standar internasional tersebut dipakai atau

diaplikasikan di Indonesia melalui SNI dengan berbagai pertimbangan, termasuk

upaya perlindungan konsumen dan peningkatan daya saing (khususnya untuk usaha

kecil dan menengah). Dalam penerapan suatu SNI oleh industri masih ditemui

banyak kendala terutama menyangkut kemampuan dan kesiapan dunia usaha

(BSN, 2012). Skala industri akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam

menerapkan suatu standar (Puska Dagri Kementerian Perdagangan, 2012).

Pertimbangan kondisi riil tersebut merupakan salah satu pertimbangan keberadaan gap standar yang terjadi antara SNI dengan standar yang lainnya.

Bab ini mengkaji gap yang ada antara SNI dengan standar internasional yang

ada. Beberapa standar internasional yang dibandingkan untuk menemukan gap

yang ada adalah ISO, CODEX Alimentarius, standar nasional yang diberlakukan

oleh negara asal (eksportir), negara tujuan (importir) dan juga standar lain yang

berlaku seperti private standard. Dalam analisis gap, ada beberapa kemungkinan

yaitu (+ Gap) yang menunjukkan bahwa SNI mempunyai unsur lebih (standar yang

Page 84: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 72

lebih tinggi dibanding standar lainnya). Sementara itu (- Gap) menunjukkan bahwa

SNI yang kita miliki mempunyai kekurangan (standar yang lebih rendah) bila

dibandingkan dengan standar internasional yang ada.

Dengan diketahuinya gap antara SNI dengan standar yang ada, akan diperoleh

solusi (bridging) dalam rangka untuk memperkuat dan memperbaiki SNI sehingga

standar nasional yang kita miliki bisa memenuhi kebutuhan konsumen dan produsen

di pasar domestik maupun internasional sekaligus mampu meningkatkan daya saing

produk nasional baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri.

6.1 Cakupan Standar Dalam Arus Barang: SNI dan Standar Internasional Suatu produk yang beredar di pasar harus memenuhi standar dalam setiap lini

atau proses pembentukannya, termasuk distribusinya. Jaminan standar tersebut

harus dimulai dari bahan baku (asal dan proses produksi bahan baku), distribusi

bahan baku, proses produksi dalam perusahaan, distribusi barang jadi sampai

standar yang menjamin bahwa produk tersebut tetap memenuhi standar yang

ditentukan, ketika sampai di tangan konsumen.

Dalam SNI maupun standar internasional lainnya, distribusi bahan baku maupun

barang jadi tidak menjadi perhatian tersendiri sebagai bagian/komponen utama

dalam kriteria standar yang ada (Gambar 6.1). Berbeda dengan konsep dasar alur

barang dalam memenuhi standar oleh Will and Guenther (2007), disamping proses

produksi bahan baku juga proses produksi barang jadi, juga memperhatikan aspek

distribusi yang harus memenuhi standar. 2

Gambar 6.1 Cakupan Standar dalam SNI dan Standar Internasional Lainnya

2 Standar dalam masalah distribusi barang/jasa berada di luar dari standar barang/produk.

Page 85: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 73

6.2. Analisis Gap Standar per Produk 6.2.1. Tuna Beku

Tabel 6.1 Analisis Gap Standar Produk Tuna Beku

Gap positif CODEX

• Syarat bahan baku : tekstur elastis, padat dan kompak • Penanganan dan pengolahan : peralatan dan perlengkapan

yang digunakan Amerika Serikat (FDA) • Kadar histamin : maksimal 100 mg/kg

Gap negatif CODEX

• Syarat bahan baku : kriteria penolakan produk • Penanganan dan pengolahan : kontrol inventory yang bagus

(regular checking) • Pengemasan : bahan kemasan harus food grade

Filipina • Syarat bahan baku : Penggolongan Grade A, B, dan C Amerika Serikat • Syarat mutu dan keamanan pangan : cemaran mikroba,

toksin, logam berat dan residu obat-obatan Uni Eropa • Syarat mutu : tidak mengandung CO

Keterangan: Gap (+) adalah adanya perbedaan SNI dengan standar lain, dimana SNI mempunyai unsur lebih/persyaratan yang lebih ketat; Gap (-) adalah kekurangan yang ada dalam SNI/persyaratan yang lebih longgar.

Dari seluruh parameter yang ada dalam SNI mengenai ikan tuna beku,

hampir seluruhnya sudah sesuai (comply) dengan parameter yang ada dalam

CODEX. Bahkan untuk dua parameter yaitu khususnya persyaratan bahan baku

dan penanganan dan pengolahan, SNI memiliki gap atau kesenjangan positif.

Dalam SNI yang mengatur tentang persyaratan bahan baku mensyaratkan

bahwa bahan baku yang digunakan dalam pengolahan ikan tuna beku, yaitu

Page 86: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 74

ikan tuna, harus memiliki tekstur elastic, padat dan kompak. Selain itu, dalam

hal penanganan dan pengolahan tuna, peralatan dan perlengkapan digunakan

harus memenuhi beberapa kriteria antara lain memiliki permukaan halus dan

rata, bebas karat, bebas dari cemaran jasad renik, tidak retak dan juga mudah

dibersihkan. Perbandingan SNI dan standar negara Amerika Serikat, khususnya

yang bersumber dari Food and Drugs Administration (FDA) untuk syarat

keamanan produk perikanan, menunjukkan adanya gap positif. Gap tersebut

terkait dengan kadar histamin yang diperbolehkan terdapat pada ikan tuna,

yaitu maksimal 50 ppm atau 500 mg/kg. Sedangkan SNI mensyaratkan kadar

histamin hanya diperbolehkan maksimal 100 mg/kg.

Parameter yang sudah sesuai dengan CODEX antara lain syarat bahan

baku dengan rincian penampakan dan kesegaran ikan serta suhu penyimpanan

bahan baku maksimal 4,4 derajat Celcius. Selanjutnya, dalam parameter

penanganan dan pengolahan, kriteria yang sudah sesuai dengan CODEX yaitu

cara sortasi, membersihkan, pembekuan dengan suhu -18 derajat Celcius,

pengemasan dan penyimpanannya dalam gudang beku. Lebih lanjut, parameter

utama yaitu syarat mutu dan keamanan pangan dengan mempersyaratkan

kriteria organoleptik serta ambang batas untuk cemaran mikroba dan kimia juga

sudah sesuai dengan standar internasional tersebut. Parameter lainnya adalah

pengemasan serta pelabelan dengan mencantumkan nama dan alamat

produsen, bahan tambahan lain, tanggal lengkap produksi dan tanggal lengkap

kadaluarsa.

Pada CODEX, selain kriteria untuk bahan baku juga dirinci mengenai

kriteria penolakan produk. Hal inilah yang menjadi kesenjangan atau kelemahan

dari SNI. Produk ikan tuna beku wajib ditolak jika kulit atau lendirnya berwarna

pucat atau kuning kecoklatan, insangnya berwarna abu-abu kecoklatan, serta

berbau tidak normal seperti bau ammonia, laktat susu, sulfit atau pun bau

tengik. Kemudian, CODEX juga mensyaratkan control inventory yang baik

dalam hal penyimpanan ikan. Dalam hal pengemasan, tidak hanya bersih,

bahan kemasan juga diharuskan tidak mencemari ikan serta harus termasuk

kategori food grade. Sedangkan jika dibandingkan dengan standar negara

Filipina, SNI memiliki kelemahan dalam hal grading atau pengkelasan bahan

baku. Filipina mengkategorikan bahan baku ikan tuna menjadi 4 kelas yaitu

Page 87: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 75

kelas A, B, dan C. Kelas A dan B memiliki kriteria yang sama mengenai

penampakan ikan yaitu memiliki mata bersih dan cerah, insangnya berwarna

merah cerah, berbau segar, dagingnya kaku, dinding perutnya utuh, warna

badan cerah dan bebas dari kusam, tidak boleh ada sisik yang rusak, tidak ada

luka terpotong maupun luka tusukan. Kemudian, ikan tuna dikategorikan dalam

Kelas C jika matanya sedikit keruh dan pupilnya kelabu, insang sedikit kusam

dan mengkilap, daging, tulang dan perut sedikit lembek, dan baunya sedikit

asam. Jika bahan baku ikan tidak dapat memenuhi persyaratan dalam Kelas A,

B maupun C, maka produk tersebut harus ditolak.

Kemudian, SNI juga memiliki gap negatif jika dibandingkan dengan

standar dari negara Amerika Serikat terkait dengan keamanan pangan. Yang

menjadi kekurangan SNI adalah bahwa SNI tidak memasukkan beberapa

cemaran sebagai persyaratan mutu seperti berikut :

• bakteri Staphylococcus aereus : maksimal 10.000/gram;

• cemaran toksin Clostridium botulinum : tidak boleh terdeteksi;

• cemaran Polyclorinated biphenyil : maksimal 2 ppm;

• cemaran logam berat Methyl mercury : maksimal 1 ppm;

• residu obat-obatan hewan : tidak boleh terdeteksi.

Hal tersebut sesuai dengan hasil survey di lapangan terhadap para pelaku

usaha, khususnya eksportir. Mereka mengemukakan bahwa komponen standar

yang menjadi perhatian utama di masing-masing negara tujuan ekspor adalah

persyaratan dalam keamanan pangan, khususnya kadar cemaran dalam

produk. Cemaran yang paling sering bermasalah adalah Histamine, padahal

SNI sudah cukup ketat dalam menetapkan ambang batas amannya. Cemaran

kedua yang cukup sering bermasalah adalah cemaran logam berat Merkuri

yang belum dimasukkan dalam SNI sebagai persyaratan keamanan pangan.

6.2.2. Cakalang Beku Selanjutnya, analisis perbandingan standar (SNI) ikan cakalang beku

dengan standar di negara tujuan ekspor utama yaitu Thailand menunjukkan

hampir seluruh kriteria dalam kedua standar tersebut sama. Namun demikian,

SNI memiliki keunggulan pada salah satu parameter yaitu syarat mutu dan

Page 88: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 76

keamanan pangan pada kriteria cemaran mikroba dan kimia. Untuk cemaran

mikroba khususnya bakteri E.coli, SNI memiliki nilai rujukan maksimal 2

APM/gram sedangkan standar Thailand mensyaratkan cemaran E.coli 10

APM/gram. Selanjutnya SNI untuk cemaran bahan kimia logam berat yaitu Timbal

dan Cadmium, SNI memiliki nilai rujukan masing-masing sebanyak maksimal 0,4

dan 0,1 mg/kg sementara kriteria tersebut pada standar Thailand masing-masing

adalah 1 dan 0,2 mg/kg. Dengan demikian, kriteria mutu dan keamanan pangan

dalam SNI untuk ikan cakalang beku lebih ketat atau lebih baik daripada standar

Thailand.

Tabel 6.2

Analisis Gap Standar Produk Cakalang Beku Gap positif CODEX

• Syarat bahan baku : tekstur elastis, padat dan kompak • Penanganan dan pengolahan : peralatan dan perlengkapan

yang digunakan Thailand • Syarat mutu dan keamanan pangan : cemaran E.coli, cemaran

zat Timbal, dan cemaran logam Kadmium

Gap negatif

CODEX

• Syarat bahan baku : kriteria penolakan produk • Penanganan dan pengolahan : kontrol inventory yang bagus

(regular checking) • Penyimpanan : temperatur dan kelembaban harus sesuai

aturan, rotasi stok harus dijaga, isi dan kemasan harus terlindung dan terpisah untuk menghindari kontaminasi silang

• Pengemasan : bahan kemasan harus food grade

Jepang

• Syarat mutu dan keamanan pangan : cemaran mikroba

Keterangan: Gap (+) adalah adanya perbedaan SNI dengan standar lain, dimana SNI mempunyai unsur lebih/persyaratan yang lebih ketat; Gap (-) adalah kekurangan yang ada dalam SNI/persyaratan yang lebih longgar.

Seperti halnya dengan ikan tuna beku, standar CODEX untuk ikan

cakalang beku juga menetapkan persyaratan yang sama. Dengan demikian, SNI

Page 89: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 77

memiliki keunggulan dalam hal rincian mengenai peralatan dan perlengkapan

yang digunakan dalam pengolahan ikan yang tidak dirinci dalam CODEX, yaitu

permukaannya halus dan rata, tidak mengelupas, tidak berkarat, bukan

merupakan sumber cemaran jasad renik, tidak retak dan mudah dibersihkan.

Sementara untuk rincian lain mengenai penanganan dan pengolahan, SNI sudah

sesuai dengan CODEX seperti berikut :

• Sortasi bahan baku dilakukan berdasarkan mutu, jenis dan ukuran;

• Kepala dan isi perut ikan dibuang;

• Ikan dicuci dengan air bersih dingin yang mengalir;

• Ikan ditimbang dengan timbangan yang telah dikalibrasi;

• Pembekuan ikan dilakukan hingga suhu pusat ikan mencapai -18 derajat

Celcius dan waktunya mencapai 4 jam;

• Ikan kemudian harus dikemas plastik dan dimasukkan dalam master karton

dengan segera secara cepat. Dalam hal pengemasan, CODEX mensyaratkan

kemasannya harus food grade;

• Ikan selanjutnya disimpan dalam gudang beku dengan suhu maksimal -25

derajat celcius.

Namun, pengolah (produsen cakalang beku) harus melakukan monitoring

terhadap proses pendinginan dan pembekuan serta dilengkapi dengan kontrol

persediaan (inventory) yang baik dalam rangka membunuh berbagai parasit yang

dapat membahayakan kesehatan manusia. Yang dimaksud dengan kontrol

persediaan yang baik antara lain manajemen persediaan masuk dan keluar,

pengecekan secara teratur terhadap suhu ruang pendingin, dan rotasi stok yang

sistematis. Hal inilah yang belum tercantum dalam SNI. Kemudian, dibandingkan

dengan standar Jepang sebagai negara asal impor, SNI memiliki gap negatif

dalam hal syarat mutu dan keamanan pangan khususnya cemaran mikroba ALT

dengan nilai rujukan maksimal 100/gr dan Staphylococcus Aereus kurang dari

1.000/gram. Jika Jepang menerapkan standar tersebut pada ikan cakalang beku

yang diekspor ke Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa standar mutu cakalang

impor dari Jepang lebih tinggi daripada standar mutu yang ditetapkan SNI dalam

hal cemaran mikroba.

Page 90: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 78

6.2.3. Manggis Manggis sebagai salah satu komoditas hortikultura merupakan komoditas

buah asli tropis yang memiliki warna dan rasa yang unik dibandingkan dengan

komoditas buah-buahan lainnya sehingga dijuluki sebagai “Queen of the Tropical

Fruit”. Berdasarkan data tahun 2007 - 2012, nilai ekspor manggis Indonesia ke

beberapa negara di dunia cenderung mengalami peningkatan dengan tren

34,54%. Ekspor manggis tertinggi terjadi pada tahun 2012 yang mencapai lebih

dari 20 ribu ton dengan nilai 1u juta US$. Negara yang menjadi tujuan ekspor

manggis terbesar Indonesia adalah China (75 persen), kemudian Taiwan,

Hongkong, Timur Tengah, dan Jepang3.

Pada umumnya, salah satu kendala yang dihadapi adalah mutu buah

manggis masih rendah. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas

dapat dilakukan melalui penerapan standar mutu sebagai acuan bagi petani

dalam proses menghasilkan buah manggis yang berkualitas baik. Dalam hal ini

standar SNI dapat menjadi salah satu acuan. Berikut akan dipaparkah hasil

identifikasi SNI dibandingkan standar lain seperti CODEX dan standar di negara

tujuan ekspor.

Berdasarkan beberapa parameter yang dibandingkan dengan standar-

standar lain, SNI memiliki kelebihan atau keunggulan dibandingkan standar-

standar yang lain. Dalam parameter ketentuan mutu yang diatur dalam SNI

mensyaratkan daging buah yang bening dan getah kuning sesuai dengan pengkelasan. Untuk Kelas Super getah kuning (yellow gum) tidak lebih dari 5%,

Kelas A getah kuningnya tidak lebih dari 10%, dan Kelas B getah kuning tidak

lebih dari 20%. Sedangkan parameter ketentuan mengenai toleransi mengatur

bahwa jumlah maksimum yang tidak memenuhi mutu kelas B adalah 10% namun

harus memenuhi persyaratan minimum. Untuk penandaan dan pelabelan, SNI

mewajibkan label ditunjukkan pada dokumen yang menyertai buah yang diangkut

dalam bentuk curah, memenuhi syarat higienis dan mikrobiologis. Untuk menguji

higienitas komoditas manggis, SNI mengatur persyaratan uji organoleptik dan

cemaran logam sesuai standar internasional. Parameter-parameter yang ada di

3 http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/1429

Page 91: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 79

dalam SNI tersebut tidak diatur atau diatur namun persyaratnya lebih ketat

dibandingkan CODEX.

Sementara hasil identifikasi SNI dibandingkan dengan standar negara lain

dalam hal ini adalah standar manggis di Thailand, ada beberapa parameter dalam

SNI yang memiliki keunggulan seperti: kelopak buah dan tangkai harus lengkap,

bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal, kecuali pengembunan sesaat

setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin, daging buah bening dan

getah kuning sesuai dengan pengkelasan, cacat tidak lebih dari 10% dan cacat

tsb tidak mempengaruhi daging buah, berasal dari kawasan yang sama, dan

untuk kemasan yang tidak menampakkan isinya, harus diberi label yang berisi

nama buah dan nama varietas.

Disamping memiliki keunggulan dibandingkan dengan standar-standar

lain, SNI masih memilki beberapa kelemahan dalam ketentuan mutu, pencemaran

logam berat, serta penandaan dan pelabelan. CODEX mewajibkan komoditas

manggis bebas dari lateks sementara SNI belum mengatur hal tersebut. Untuk

pencemaran logam berat, kadar maksimumnya diatur dalam CODEX General

Standard for Contaminants and Toxins in Food and Feed dan batas maksimum

residu pestisida yang ditetapkan oleh CODEX Alimentarius Commission.

Sedangkan penandaan dan pelabelan SNI belum mengatur secara rinci

sebagaimana diatur dalam CODEX seperti Nama dan alamat eksportir,

pengemas dan/atau operator. Kode identifikasi (opsional), Sifat Produk, Asal

Produk dan Identifikasi Komersial.

Jika dibandingkan dengan standar manggis di Thailand, SNI memiliki

kelemahan pada ketentuan mutu, pengkelasan, ketentuan mengenai toleransi,

ketentuan mengenai penampilan serta penandaan dan pelabelan. Untuk

ketentuan mutu standar manggis di Thailand menambahkan persyaratan bebas

dari kerusakan yang disebabkan pestisida dan faktor lainnya yang mempengaruhi

kualitas daging buah dan bebas dari kerusakan yang disebabkan oleh temperatur

yang rendah dan atau tinggi. Dalam pengkelasan, untuk kelas yang sama (kelas

A) standar manggis Thailand mensyaratkan cacat sedikit tidak lebih dari 30% dan

cacat tersebut tidak mempengaruhi daging buah sementara SNI hanya

mensyaratkan 10%. Untuk ketentuan mengenai toleransi pada Kelas Super,

standar manggis Thailand menambahkan persyaratan netted skin fruit yang

Page 92: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 80

disebabkan oleh serangga dikecualikan. Sementara parameter ketentuan

menegenai penampilan, SNI tidak mensyaratkan warna yang seragam dan bahan

kemasan yang digunakan harus baru. Untuk penandaan dan pelabelan, standar

manggis di Thailand mengatur lebih rinci dibandingkan SNI seperti berat bersih,

informasi distributor, negara asal, khususnya pasar domestik wajib menggunakan

bahasa Thailand dan pasar ekspor menggunakan bahasa sesuai negara tujuan

ekspor, dan wajib Sertifikat Kementerian Pertanian (sudah lolos inspeksi).

Tabel 6.3 Analisis Gap Standar Produk Manggis

Gap Positif CODEX

• Ketentuan mutu : daging buah, pengkelasan (grading) • Toleransi mutu • Penandaan dan pelabelan : label harus ada pada dokumen • Higienis : uji cemaran organoleptik dan cemaran logam

berat TAS • Ketentuan mutu • Pengkelasan • Ketentuan mengenai penampilan

Gap Negatif CODEX

• Ketentuan mutu : ketentuan minimum, kondisi buah saat dipanen

• Pencemaran logam berat • Pelabelan dan penandaan : kemasan TAS

• Ketentuan mutu : bebas dari kerusakan • Pengkelasan • Ketentuan mengenai toleransi • Ketentuan mengenai penampilan : keseragaman,

pengemasan • Penandaan dan pelabelan : kemasan untuk konsumen Cina (AQSIQ) • Syarat keamanan pangan : kadar kadmium 0,05 ppm

Page 93: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 81

Isu yang terkait dengan penolakan ekspor manggis di negara Cina terkait

dengan kandungan Kadmium pada manggis yang berasal dari Indonesia tidak

sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan di Cina yaitu 0,05 ppm. Kandungan

tersebut terlalu rendah apabila dibandingkan dengan SNI yang sebesar 0,2

ppm,terjadi gap negatif antara SNI dengan ketentuan standar di Cina, pada hal

menurut CODEX STAN 228-2001 batas maksimum kandungan kadmium pada

buah sebesar 0,2 ppm. Hasil analisis kandungan kadmium pada tanah di

Kecamatan Sibolangit Sumatera Utara berkisar antara 0,127-0,270 ppm,

sementara pada tanah/daun berkisar antara 0,39-o,49 ppm (Balai Penelitian

Tanaman Buah Tropika, 2013). Kandungan tersebut melebihi ambang batas

maksimum yang ditoleransi oleh Pemerintah Cina. Selain kandungan kadmium

tersebut, komplain yang dijadikan alasan penolakan adalah ditemukan hama

coccid pada buah. Pada hasil penelitian yang sama, tidak ditemukan adanya

hama coccid, serangga yang ditemukan adalah semut. Selain semut tidak

ditemukan serangga lain pada buah. Untuk mengendalikan semut ini tidak

dilakukan fumigasi, namun dengan cara mencelupkan buah kedalam; (a) larutan

air dicampur Decis (20:2) selama 20 menit, kemudian dikering-anginkan; (b) buah

yang telah kering kemudian dicelup dalam air 20 l ditambah dengan cairan

penyegar (pengawet) yang mengandung larutan gula; (c). Setelah itu buah dibilas

dengan air bersih. Hasilnya menunjukan buah tidak terdapat semut (0%),

terdeteksi kandungan residu deltamethrin sebesar 0,032 ppm pada kulit buah,

sedangkan pada daging buah tidak terditeksi (0 ppm).

6.2.4. Jagung Pada dasarnya SNI Jagung yang sudah diperbarui pada tahun 2013

merupakan adopsi dari beberapa standar internasional seperti CODEX

Alimentarius yang diatur dalam Sanitary and Phyto-Sanitary dalam ketentuan

WTO. Namun demikian, dalam penerbitannya, SNI sudah disesuaikan dengan

beberapa ketentuan yang menjadi dasar pertimbangan pelaku usaha di dalam

negeri, sehingga terdapat beberapa perbedaan dengan CODEX, yang pada

akhirnya dapat digolongkan sebagai sisi positif atau negatif.

Page 94: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 82

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, SNI Jagung memiliki gap positif

sehingga diharapkan dapat berdampak pada kualitas produk jagung lokal di pasar

internasional. Beberapa gap positif tersebut antara lain:

1) Klasifikasi Mutu. Dalam SNI dijelaskan klasifikasi mutu yang terdiri

dari 4 (empat) kategori, yaitu Mutu I, II, III, dan IV. Penentuan mutu tersebut diikuti

dengan persyaratan yang pada akhirnya akan membentuk harga dan kualitas di

pasar internasional. Standar Mutu jagung ditentukan oleh beberapa atribut seperti

kadar air, butir rusak, butir warna lain, butir pecah, dan kotoran. Semakin baik

mutu jagung, maka ambang batas toleransi kadar air dan butir jagung semakin

ketat. Penentuan mutu jagung secara rinci dinilai akan berdampak baik karena

dapat memberikan informasi yang jelas kepada eksportir/importir untuk

menyesuaikan dengan kebutuhan pasar.

2) Petugas pengambil contoh. SNI mengatur syarat pengambil contoh

(sample)sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penilaian mutu. Dalam

ketentuan tersebut, petugas pengambil contoh harus memenuhi kriteria antara

lain harus memiliki pengalaman, bersertifikat resmi, dan bekerja pada instansi

yang berbadan hukum. Hal tersebut secara tidak langsung dapat menjamin nilai

kualitas produk yang dijual.

3) Penandaan. SNI juga mengatur ketentuan penandaan dalam

kemasan sebagai bagian dari mutu produk. Kemasan harus secara jelas

mencakup informasi antara lain produk indonesia, asal produk, nama dan mutu

barang, nama perusahaan/eksportir, berat bruto, berat netto, dan tujuan pasar.

Setiap kemasan harus dalam bentuk karung dengan nomor registrasi.

Namun demikian juga terdapat kekurangan (gap negatif) antara SNI

dengan CODEX, dimana ada beberapa atribut yang tidak diatur dalam SNI

namun diatur dalam CODEX. Beberapa gap negatif SNI antara lain:

1) CODEX mensyaratkan batas maksimum sifat bau, keasaman, dan zat

kimia termasuk fungisida dan herbisida, serta ketentuan suhu untuk menjamin

kelembaban normal. CODEX secara jelas mencantumkan batas maksimum dan

toleransi ukurannya yang ditetapkan oleh Komisi CODEX Alimentarius.

2) Proses pengambilan contoh dan cara uji didasarkan pada Methods of

Analysis and Sampling Method CODEX sesuai dengan komoditi yang telah

ditetapkan dan bersifat sangat teknis, bahkan mempertimbangkan kandungan

Page 95: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 83

protein, lemak, kelembaban, dan ukuran partikel. Kemudian masing-masing

kriteria di-sampling berdasarkan metode yang digunakan dalam ISO, AOAC, dan

ICC yang sudah tentu teruji secara internasional.

3) Kemasan pada ketentuan CODEX pada dasarnya sudah diadopsi

oleh SNI. Namun ada beberapa ketentuan yang bersifat teknis, antara lain

seperti:

a. Kontainer kemasan harus menjamin higienitas dari kandungan nutrisi,

teknologi, dan kualitas produk;

b. Bahan kemasan harus terbuat dari bahan yang aman, dan cocok

untuk peruntukannya, dan bebas dari bahan berbahaya dan bau;

c. Jika dikemas dalam karung, harus bersih dan dijahit dengan kuat dan

kemasan harus diberi label “Maize (Corn)”;

d. Kemasan yang diperuntukan untuk partai besar (non ritel) harus

dijelaskan apakah pada kemasan atau pada dokumen yang

disertakan. Namun untuk nama produk, perusahaan

kemasan/produsen, alamat perusahaan, dan volume harus dituliskan

dalam kemasan.

Tabel 6.4 Analisis Gap Standar Produk Jagung

Gap Positif CODEX

• Klasifikasi mutu : pengkelasan berdasarkan mutu • Syarat khusus : kadar air, butir rusak, kadar kotoran • Petugas pengambil contoh : kriteria petugas • Penandaan : tulisan pada kemasan, ketrangan yang harus

dicantumkan India

• Klasfikasi mutu : pengkelasan berdasarkan mutu • Cara pengambilan contoh : jumlah sampel, metode pengambilan • Petugas pengambil contoh : kriteria petugas • Penandaan : tulisan pada kemasan, ketrangan yang harus

dicantumkan • Pengemasan : kemasan bersih dan dijahit, berat bersih,

pencantuman kadar aflatoksin Filipina

Page 96: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 84

• Pengemasan : kemasan bersih dan dijahit, berat bersih, pencantuman kadar aflatoksin

• Petugas pengambil contoh : kriteria petugas • Cara uji : uji mutu berdasarkan hama, butir rusak, kadar air dan

aflatoksin

Gap Negatif CODEX

• Syarat mutu : ambang batas maksimum zat kimia, kelembaban • Cara pengambilan contoh : pertimbangan kandungan protein,

lemak, kelembaban dan ukuran partikel • Cara uji : sesuai ISO, AOAC, ICC • Pengemasan : kemasan menjamin higienitas, bahan harus aman,

jahitan karung kuat, label “maize (corn)” India

• Syarat khusus : keberadaan butir dan benda asing sebagai kriteria untuk tiap kelasnya

Filipina

• Klasifikasi mutu : ada 5 kelas; premium, I, II, III, dan IV • Syarat mutu : bebas baud an hama, warna seragam, kadar

kelembaban • Syarat khusus : kadar kelembaban, kotoran, aflatoksin, zat asing

untuk tiap kelas • Cara pengambilan contoh : sesuai ISO 874 • Penandaan : hal-hal yang perlu dicantumkan dalam kemasan • Higienitas : harus sesuai CODEX

India merupakan importir utama bagi Indonesia (Drake, 2013) menjelaskan

bahwa standar yang berlaku di suatu negara akan dijadikan acuan bagi persyaratan

produk ekspor. Apalagi, SNI jagung belum berlaku wajib sehingga ketentuan produk

impor jagung dari India secara dominan akan mengacu kepada standar yang berlaku

di India.

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa SNI memiliki kelebihan (gap

positif) antara lain: klasifikasi mutu, cara pengambilan contoh, petugas pengambil

contoh, penandaan, dan pengemasan. Dalam hal pengambilan contoh, SNI

mensyaratkan beberapa ketentuan seperti formulasi dan tatacara pengambilan

contoh. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa penilaian mutu sudah tepat,

didukung dengan persyaratan petugas pengambil contoh. Sementara untuk

Page 97: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 85

pengemasan, produk harus dipastikan dalam kemasan karung yang higienis,

tertutup rapi dan aman, serta dalam kemasan dengan berat yang aman untuk proses

handling. Kadar aflatoksin yang menjadi syarat penting bagi pasar ekspor harus

ditulis dalam kemasan secara jelas. Dengan demikian, hal ini tidak hanya baik bagi

penciptaan standar mutu jagung, namun juga dapat memudahkan petugas inspeksi

di negara ekspor dalam melakukan verifikasi. Sementara beberapa kekurangan SNI (gap negatif) dibandingkan dengan

standar jagung di India hanya berupa syarat khusus mutu/grade jagung dimana

dalam standar di India, atribut untuk menentukan grade lebih banyak dan detil

seperti kelembaban dan butir rusak dengan ambang batas (maksimal) lebih ketat

dari pada SNI, batas toleransi zat asing baik organik maupun anorganik, butir

keriput, weeviled grain, dan campuran dengan varietas lain.

Kemudian, Filipina merupakan negara tujuan ekspor utama komoditas jagung

Indonesia pada periode tahun 2007 – 2012 dengan jumlah ekspor rata-rata per

tahun mencapai 25 juta ton. Dalam mengekspor produknya, eksportir disyaratkan

memperhatikan ketentuan standar yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Filipina

yang diatur dalam Philippine National Standards (PNS) No. 15 : 2004 agar

produknya dapat dijual di negara tersebut.

Namun demikian, perlu juga dilihat perbandingan antara SNI dengan standar

jagung di Filipina untuk mengetahui kesesuaian jika komoditas jagung sudah

memenuhi ketentuan SNI akan mempermudah pemenuhan standar di Filipina.

Beberapa ketentuan dalam SNI yang tidak ada dalam standar Filipina antara lain:

1) Pengemasan. SNI mensyaratkan kemasan yang higienis, berat maksimal untuk

persyaratan handling, pencantuman kadar aflatoksin sesuai dengan analisa;

2) Petugas pengambil contoh. SNI mengatur ketentuan bahwa petugas pengambil

contoh harus memiliki pengalaman, memiliki sertifikat, dan berasal dari instansi

yang berbadan hukum;

3) Cara uji sample yang diatur dalam SNI juga dinilai lebih ketat dibanding standar

Filipina. Sebagai contoh, selain pengujian sample menggunakan standar uji

umum untuk mengetahui kadar butir rusak, pecah, busuk, dan hama dengan

ambang tertentu, SNI juga mengatur penentuan kadar air biji ditentukan dengan

moisture tester electronic atau "Air Oven Method" yang mengacu pada

ISO/R939¬-1969E atau AOAC 930.15.

Page 98: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 86

Perlu juga menjadi perhatian bahwa masih terdapat ketentuan yang diatur

dalam standar Filipina namun tidak ada dalam SNI sehingga menjadi kekurangan

(gap negatif) SNI. Hal ini perlu dicermati mengingat SNI dapat dijadikan referensi

bagi eksportir jika ingin mengekspor produknya, walaupun ketentuan dalam standar

Filipina merupakan acuan utama. Dengan demikian, gap negatif SNI dapat

berdampak pada rendahnya kualitas komoditas ekspor jagung ke Filipina. Beberapa hal yang menjadi gap negatif SNI dibandingkan dengan standar

Filipina antara lain:

1) Klasifikasi mutu dalam standar Filipina terdiri dari Premium, Grade I, II, III, dan

IV. Hal ini akan berdampak pada persyaratan khusus yang lebih ketat

dibandingkan dengan SNI sesuai dengan klasifikasi mutu komoditas jagung;

2) Kemasan yang baik dan higinitas, dimana kemasan harus mendukung kualitas

produk dengan pencantuman informasi penting seperti berat dan tanggal

penggilingan (milling) dan harus memperhatikan asas-asas standar yang sesuai

dengan Recommended International Code of Practice General Principles of

Food Hygine (CAC/RCP 1-1969 Rev 3 - 1997, Amd (1999) dan ketentuan

dalam CODEX yang relevan seperti Codes of Hygine Practice and Codes of

Practice yang sudah tentu diakui di pasar internasional.

6.2.5. Kemeja Batik Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang juga salah satu

komoditas ekspor yang potensial. Hal ini ditunjukkan dengan data ekspor kemeja

batik yang bersumber dari BPS, khususnya kemeja untuk laki-laki yang mengalami

tren pertumbuhan ekspor sebesar 5,54% selama periode tahun 2008 – 2012.

Dengan demikian peningkatan ekspor batik ini perlu didorong melalui peningkatan

daya saingnya yang diindikasikan dengan standar mutunya.Industri batik banyak

terdapat di provinsi Jawa Tengah antara lain di Semarang, Pekalongan dan Solo.

Selain untuk pasar domestik juga untuk memenuhi pasar ekspor seperti Jepang,

Amerika Serikat, Uni Eropa dan lainnya.

Dengan membandingkan standar mutu kemeja batik produksi Indonesia,

dengan SNI sebagai acuannya, dengan standar internasional dan standar negara

mitra dagang maka dapat diperoleh gambaran mengenai daya saing produk ekspor

ini di dunia internasional. Namun demikian, tidak ada standar khusus untuk batik

Page 99: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 87

seperti yang ada pada SNI. Dengan demikian, perbandingan dilakukan antara SNI

dengan standar untuk kemeja pada umumnya.

Hasil perbandingan tersebut menunjukkan bahwa SNI memiliki gap positif

atau kelabihan dibanding ISO sebagai acuan standar internasional dan standar

negara tujuan ekspor maupun asal impor. Pada ISO, tidak terdapat salah satu syarat

mutu terkait ketahanan luntur yaitu ketahanan luntur terhadap keringat dengan nilai

acuan mutu skala 3 untuk kelas mutu B dan skala 4 untuk kelas mutu A. Selain itu,

SNI juga mencantumkan kriteria ketahanan luntur terhadap penyetrikaan panaa

dengan skala acuan 3 untuk kedua pengkelasan tersebut. Sementara untuk kriteria

syarat mutu lainnya seperti ketahanan luntur terhadap pencucian, gosokan basah

dan kering, serta terhadap penyinaran lampu, SNI dan ISO mensyaratkan skala

kualitas yang sama. Begitu pula dengan pelabelan, kedua standar mensyaratkan

label pada produk harus tercantum :

• Nama bahan dasar;

• Serat yang digunakan;

• Ukuran;

• Cara perawatan;

• Asal produk, misalnya “Made in Indonesia”.

Selanjutnya, perbandingan dengan standar nasional Cina menunjukkan bahwa SNI

mensyaratkan kriteria ketahanan luntur terhadap panas yang berasala dari setrika

dan juga ketahanan luntur terhadap sinar yang berasal dari lampu karbon.

Namun demikian, SNI juga memiliki beberapa kelamahan dalam persyaratan

mutu jika dibandingkan dengan ISO dan standar nasional Cina. Pada ISO, standar

mutu kemeja khususnya dalam peramater ketahanan luntur, terdapat kriteria bahwa

kemeja harus tahan luntur terhadap air yang tidak ada dalam SNI. Kemudian,

parameter lain yang menjadi gap negatif dari SNI terhadap ISO adalah uji kestabilan

kain kemeja setelah proses pencucian, daya tahan atau kekuatan kemeja apabila

diregangkan, serta kekuatan jahitan terhadap genggaman yang kuat dan terhadap

tarikan. Uji-uji tersebut pada dasarnya mengetes apakah kemeja dan jahitannya

tahan robek atau rusak terhadap perlakuan sehari-hari. Di sisi lain, standar nasional

Cina mengklasifikasikan produk tekstil ini berdasarkan spesifikasi teknis, yaitu

apakah kemeja ini diperuntukkan untuk bayi (tipe A), produk tekstil dengan kontak

Page 100: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 88

langsung dengan kulit manusia (tipe B), dan produk yang tidak kontak langsung (tipe

C). Standar mutu untuk kemeja ataupun pakaian secara umum berbeda untuk tiap

spesifikasi teknis tersebut. Selain itu, keunggulan dari standar ini dibandingkan SNI

adalah bahwa ada batasan kandungan formalin sesuai kategori pakaian; . 1) tipe A :

maksimal 20 mg/kg; 2) tipe B : 75 mg/kg, dan 3) tipe C : 300 mg/kg. Hal ini sejalan

dengan standar yang ditetapkan CODEX yang mencantumkan bahwa formalin

adalah bahan berbahaya sehingga kandungannya dibatasi pada pakaian atau pun

makanan selain Kadmium dan Kromium. Standar Cina juga mengatur kadar

keasaman atau pH seperti berikut :

- Ketegori baju bayi dan anak : 4 – 7,5;

- Kategori baju dengan kontak langsung dengan kulit : 4 – 7,5;

- Kategori baju tanpa kontak langsung dengan kulit : 4 – 9.

Pakaian juga harus bebas dari bau aneh yang tidak normal dan tidak boleh

meggunakan pewarna yang mengandung zat arylamine. Zat tersebut dikategorikan

sebagai zat karsinogenik atau zat pemicu kanker untuk manusia. Dengan demikian,

hal ini mengindikasikan bahwa standar mutu untuk kemeja dari standar internasional

maupun negara mitra dagang lebih ketat daripada SNI.

Selanjutnya, dibandingkan dengan standar nasional Amerika Serikat sebagai

negara tujuan utama ekspor pakaian jadi Indonesia, termasuk Batik, SNI relatif

memiliki lebih banyak kesenjangan negatif terutama yang terkait syarat mutu. Syarat

mutu yang tidak diatur dalam SNI antara lain ketahanan terbakar atau flammability

yang merupakan komponen utama dalam standar yang diberlakukan oleh negara ini.

Selain itu, standar negara tersebut juga mensyaratkan kandungan maksimal

terhadap bahan-bahan beracun pada paroduk maupun pada kemasan. Syarat mutu

selanjutnya yang tidak dimiliki SNI adalah ketahanan luntur produk terhadap

pencucian kering (dry-cleaning) dan juga terhadap air. Standar mutu ini juga

mengacu pada standar terkait dalam hal analisis serat secara kuantitatif dan

kualitatif, pengujian daya serap kain, serta pengujian penampakan produk setelah

pencucian berulang pada rumah tangga (bukan pencucian professional).

Page 101: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 89

Tabel 6.5 Analisis Gap Standar Produk Kemeja (Batik)

Gap positif ISO

• Syarat mutu : ketahanan luntur terhadap keringat dan penyetrikaan panas

Cina

• Syarat mutu : Tahan luntur warna terhadap penyetrikaan panas, Tahan luntur warna terhadap sinar lampu karbon

Amerika Serikat

• Syarat mutu : Tahan luntur warna terhadap penyetrikaan panas, tahan luntur terhadap gosokan

Gap negatif ISO

• Syarat mutu : skala tahan luntur, tahan luntur terhadap air, stabilitas terhadap pencucian, kekuatan terhadap peregangan, tes kelicinan dan kekuatan jahitan

• Zat terlarang : Kadmium, formalin, kromium Cina

• Penggolongan mutu : berdasarkan golongan konsumen

• Syarat mutu : kadar formalin, keasaman (pH), tahan luntur, bebas

bau aneh, bebas pewarna yang mengandung zat arylamine Amerika Serikat

• Pelabelan : harus mencantumkan komposisi dan kandungan serat

kain, label perawatan harus harus menempel secara permanen,

aman dan dapat mudah terlihat oleh konsumen selama masa

pakai produk tersebut.

• Syarat mutu : ketahanan terbakar terbagi atas 3 kelas dan harus

memenuhi minimal kriteria pada kelas 1 atau 2; kandungan toksin

atau racun dan bahan-bahan berbahaya pada produk dan pada

kemasan khususnya untuk bahan-bahan seperti merkuri, lead,

kadmium, dan hexavalent chromium; ketahanan luntur terhadap

Page 102: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 90

pencucian kering (dry-cleaning); ketahanan luntur terhadap air,

analisis serat secara kuantitatif dan kualitatif; daya serap kain;

penampakan produk setelah pencucian berulang.

6.2.6. Mebel Rotan

Pada prinsipnya tujuan dari standardisasi nasional adalah untuk

meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan

masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun

kelestarian lingkungan hidup, membantu kelancaran perdagangan dan

mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan. Terkait hal

tersebut pemerintah menetapkan SNI furnitur rotan baik untuk kursi maupun meja

tamu rotan. Standar ini menetapkan syarat mutu dan cara uji kursi dan meja tamu

yang terbuat dari rotan yang siap pasang dan siap pakai. Standar ini juga

mencakup ukuran, konstruksi, kestabilan, ketangguhan, kekuatan, dan

ketahanan.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dengan membandingkan SNI dan ISO

furnitur rotan kursi tamu, SNI Kursi Tamu Rotan memiliki gap positif sehingga

diharapkan dapat berdampak pada kualitas produk kursi rotan lokal di pasar

internasional. Beberapa gap positif tersebut antara lain:

1) Pembuatan. SNI mengatur kontruksi produk, sudut kursi, penggunaan bahan

kimia dan kontruksi bangunan, dimana kontruksi produk harus kokoh dan

tidak ada bagian yang runcing, setiap sudut kursi dibuat tidak tajam dan

aman digunakan, penggunaan bahan kimia seperti cat dan vernis harus

dijamin keamananya terhadap kesehatan pemakai dan kontruksi sambungan

menggunakan skrup (bukan paku);

2) Persyaratan Mutu. Pada SNI terkait persyaratan mutu terbagi menjadi dua

bagian besar yaitu, konstruksi bagian yang menempel terpasang sempurna,

tidak ada yang cacat dan ketahanan permukaan tidak berubah terhadap

cairan kimia dan ketahanan lekat permukaan lapisan terkelupas maksimal

15%;

Page 103: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 91

3) Pengemasan. SNI juga mengatur mengenai ketentuan pengemasan kursi

tamu siap pakai dengan menggunakan kertas atau bahan lain yang tidak

merusak struktur dan permukaan kursi serta aman saat pengangkutan dan

ada petunjuk perakitan.

Demikian halnya pula dengan standar kursi tamu rotan, SNI Meja Tamu

Rotan memiliki gap positif jika dibandingkan dengan ISO terkait. Beberapa gap

positif tersebut antara lain:

1) Pembuatan. SNI mengatur kontruksi produk, sudut kursi, dan penggunaan

bahan kimia, dimana kontruksi harus kokoh dan tidak ada bagian yang

runcing, setiap sudut meja dibuat tidak tajam, penggunaan bahan kimia

seperti cat dan vernis harus dijamin keamananya terhadap kesehatan

pemakai dan tidak beracun;

2) Persyaratan Mutu. Pada SNI terkait persyaratan mutu terbagi menjadi

beberapa kelompok besar yaitu, konstruksi bagian yang menempel

terpasang sempurna, tidak ada yang cacat, kekuatan meja terhadap gaya

vertikal dan horizontal tidak terjadi kerusakan yang dapat mempengaruhi

keamanan, fungsi dan penampilan, uji kekuatan meja maksimum 34 mm/m

tinggi meja dan ketahanan permukaan tidak berubah terhadap cairan kimia

dan ketahanan lekat permukaan lapisan terkelupas maksimal 15%;

3) Pengemasan. SNI juga mengatur mengenai ketentuan pengemasan meja

tamu siap pakai dengan menggunakan kertas atau bahan lain yang tidak

merusak struktur dan permukaan kursi serta aman saat pengangkutan dan

ada petunjuk perakitan.

Tabel 6.6 Analisis Gap Standar Produk Mebel Rotan

Gap Positif ISO

• Pembuatan : konstruksi • Persyaratan mutu : konstruksi bagian yang menempel,

ketahanan permukaan • Pengemasan : menggunakan bahan yang tidak

merusak

Page 104: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 92

Jepang

• Syarat bahan baku : diameter dan tingkat kelembaban

14%

Malaysia

• Pengemasan: menggunakan bahan yang tidak merusak

Gap negatif ISO

• Persyaratan mutu : kestabilan meja terhadap gaya vertical

• Metode uji kestabilan : arah depan, samping, dan belakang

Jepang

• Pembuatan : lem yang digunakan rendah formalin, hasil rautan dan anyaman harus halus, harus anti serangga

• Kekuatan : harus kuat diduduki beban sampai 80 kg • Penampilan : cat harus rata, tidak ada bekas gigitan

serangga, kokoh tidak reyot, tidak berdebu dan tidak kotor

• Pengemasan : bagus dan kuat sehingga tidak berjamur dalam perjalanan

• Pelabelan : dilengkapi cara perakitan/pemakaian dan perawatan

Malaysia • Bahan baku : penggolongan rotan berdasarkan kualitas

dan ukuran diameter, peruntukan rotan disesuaikan dengan kualitas dan jenis rotan

• Proses finishing : penyemprotan dengan sprayer bertekanan udara dilakukan dalam ruangan khusus bersistem exhaust

Namun demikian, SNI juga memiliki beberapa kekurangan atau gap negatif.

Gap negatif tersebut lebih tertuju kepada parameter persyaratan mutu dengan

melihat dari dua metode pengujian yaitu metode eksperimen dan metode kalkulatif.

Metode eksperimen yang dilakukan meliputi kursi dengan sandaran yang fleksibel

Page 105: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 93

dimana ketika diberi beban sebesar 600 N, maka nilai toleransi pergeseran dengan

garis vertikal adalah kurang lebih 15 derajat, dan kursi tidak terungkit. Sedangkan

metode kalkulatif mengukur jarak minimum horizontal dari titik pemberhentian kaki

kursi hingga ke titik vertikal dimana beban akan diaplikasikan pada kursi, dan

mengukur pula ukuran tinggi vertikal dari titik yang diaplikasikan beban diatas

permukaan horizontal.

Tidak berbeda dengan gap negatif pada perbandingan SNI dan ISO furnitur

rotan kursi tamu, gap negatif meja tamu lebih tertuju kepada parameter persyaratan

mutu dengan mengukur kekuatan stabilitas daun meja dengan metode trial and

error, sehingga meja tidak terungkit meski beban diletakkan dibagian paling pinggir

dari meja.

Selanjutnya, sesuai dengan Standar Acuan Furnitur Rotan produk-produk

kursi dan meja rotan yang diterima di pasar Jepang baik penjualan melalui internet

ataupun pemasaran melalui toko/butik furnitur rotan banyak melihat dari sisi

kekuatan dan kedua produk rotan tersebut. Kekuatan produk yang dilihat terdiri dari

kualitas bahan baku rotan tidak harus nomor satu, untuk jenis kursi harus memiliki

kekuatan diduduki sampai 80 kg, tidak perlu after sales service/garansi, apabila

design furnitur menggunakan kulit rotan harus kuat/tidak mudah putus dan lem yang

digunakan harus rendah formalin (lem khsusus untuk bangunan). Sedangkan pada

sisi tampilan mereka melihat jika produk rotan tersebut menggunakan cat berwarna

maka hasil cat harus rata dan harus lurus tidak ada bekas gigitan serangga.

Disamping sisi kekuatan dan penampilan terdapat beberapa tambahan yang

perlu diperhatikan terkait pemasaran produk rotan yang dapat diterima pasar Jepang

antara lain ukuran harus sesuai dengan pemesanan dan tidak boleh lebih atau

kurang meskipun hanya 1 cm. Hasil rautan dan anyaman rotan pada kursi dan meja

tamu yang dijual harus halus dan ujung-ujung yang memungkinkan menusuk jari

harus diambil atau dipotong, disamping harus diberi anti serangga. Pada saat

pengiriman dari Indonesia harus diperhatikan agar tidak berjamur selama perjalanan

laut dan kondisi furnitur harus kokoh tidak reyot, furnitur harus dilengkapi dengan

cara perakitan/pemakaian/perawatan, pengepakan barang harus bagus/kuat, bagian

kaki furnitur harus halus tidak sampai melukai lantai atau tatami, terakhir apabila

menggunakan kain, maka komposisi kain itu harus jelas, tidak berdebu dan tidak

kotor.

Page 106: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 94

Dibandingkan dengan proses pembuatan mebel rotan di Malaysia yang

terangkum dalam panduan yang disusun oleh International Network for Bamboo and

Rattan, ada beberapa hal yang menjadi keunggulan maupun kekurangan dari SNI.

Dalam panduan untuk produsen mebel rotan Malaysia tersebut, tidak dirinci

mengenai acuan pengemasan produk, sedangkan pada SNI diatur bahwa kemasan

produk mebel rotan tidak boleh merusak sehingga kualitasnya tetap terjaga sampai

ke tangan konsumen. Namun demikian, SNI tidak menggolongkan bahan baku yaitu

rotan seperti di Malaysia yang melakukan hal tersebut berdasarkan kualitas kulit

atau permukaan dan diameter. Selain itu, para produsen atau pengrajin rotan juga

diminta untuk menyesuaikan peruntukan rotan tersebut sesuai dengan kualitasnya.

Sebagai contoh, rotan kualitas tertinggi seharusnya digunakan sebagai kerangka

mebel seperti kaki atau sandaran kursi. Sementara, rotan dengan kualitas lebih

rendah dan diameter lebih kecil dapat digunakan sebagai alas duduk atau pengikat.

Kemudian, untuk proses akhir, mebel rotan harus disemprot dengan menggunakan sprayer dalam ruangan khusus berbentuk bilik yang memiliki sistem pangaturan

udara atau sistem exhaust.

6.3. Solusi Gap oleh Perusahaan Dengan adanya penolakan produk ekspor Indonesia di negara tujuan, maka

digali lebih lanjut mengenai bagaimana pelaku usaha dalam menerapkan standar

pada produk serta respon mereka dalam menghadapi keluhan maupun penolakan

produk yang dialami. Hal-hal yang digali dari pelaku usaha meliputi :

• Kepedulian dan perhatian terhadap standar produk;

• Pengetahuan tentang standar dan pemenuhannya;

• Implementasi penerapan standar;

• Komitmen untuk memasarkan hanya produk yang memenuhi standar;

• Langkah yang dilakukan jika terjadi ketidaksesuaian dengan standar.

a. Tuna dan cakalang beku Pelaku usaha, baik eksportir maupun importir, untuk produk tuna dan

cakalang menganggap standar itu sangat penting karena merupakan prasyarat

untuk dapat memasarkan produk mereka. Penandaan atau pelabelan standar

Page 107: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 95

juga penting sesuai dengan permintaan pembeli di negara tujuan ekspor.

Namun demikian, belum ada pembeli yang mensyaratkan pelabelan Standar

Nasional Indonesia (SNI) pada produk. Hal ini mengindikasikan bahwa belum

ada international recognition terhadap SNI.

SNI untuk tuna dan cakalang beku diacu oleh seluruh responden dalam hal

pengujian mutu produk, seperti uji cemaran mikroba, kimia, logam dan kadar histamine. Hal itu dimungkinkan karena SNI tuna beku sudah diberlakukan wajib

sehingga seluruh parameter terkait standar pada produk tuna beku harus

dipenuhi. Selanjutnya, dalam proses produksi, standar yang diacu adalah ISO

22000, Hazard Analysis & Critical Control Points (HACCP) dan Good

Manufacturing Process (GMP). Kesesuaian standar yang dipenuhi oleh eksportir

tersebut merupakan ketentuan utama dalam mengekspor produk ke negara

tujuan. HACCP merupakan sistem manajemen yang menjamin prosedur

keamanan pangan yang diadopsi dari Standar Nasional Indonesia (SNI) di

bidang perikanan. Beberapa SNI yang dijadikan acuan dalam manual HACCP

antara lain SNI 01-2733.1-2006 tentang Cakalang Beku, SNI 01-4485.1-2006

tentang Tuna steak beku, SNI 01-4104.1-2006 tentang Tuna loin beku, SNI 01-

2710.1-2006 tentang Tuna beku, dan SNI 01-4104.1-2006 tentang Tuna loin

beku. Dalam prosesnya, importir atau buyer mensyaratkan keharusan

penerapan HACCP oleh eksportir yang dibuktikan dengan manual book yang

sudah disertifikasi oleh Balai Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP) selaku perwakilan dari pemerintah. Dengan demikian, buyer

memastikan bahwa eksportir sudah menyesuaikan standar internasional yang

menjamin keamanan pangan (food safety requirement).

Ikan tuna dan cakalang beku produksi para responden diekspor ke Uni

Eropa, Jepang, Timur Tengah, Amerika Serikat dan beberapa negara Asia

seperti Jepang, Malaysia, Taiwan, Korea dan Vietnam. Pada umumnya negara

tujuan ekspor menerapkan standar yang sesuai dengan CODEX yang

dikeluarkan oleh FAO dan WHO. Dari seluruh negara tersebut, responden

mengemukakan bahwa standar yang paling tinggi atau sulit adalah standar oleh

Uni Eropa dan Jepang. Komponen standar yang harus dipenuhi antara lain

traceability, keamanan pangan (cemaran dan kandungan zat tertentu), serta

health certificate yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan

Page 108: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 96

setempat. Sertifikat tersebut terkait dengan cara penangkapan dan

ketertelusuran produk. Para eksportir ini berkomitmen untuk memenuhi berbagai

persyaratan dan parameter dalam standar.

Tabel 6.7 Hasil Survey untuk Komoditas Ikan Tuna dan Cakalang

Komponen standar yang menjadi perhatian utama di negara-negara tujuan utama

1. Eropa : kadar antibiotik, traceability, uji cemaran logam berat, kadar histamin, kandungan CO, kandungan Salmonela 2. AS : Uji mikrobiologi (salmonella), fisik ikan, kadar histamine, dan filthy (jorok) 3. Jepang : uji kadar merkuri, benda asing 4. Australia : sertifikat penangkapan 5. Timur tengah : harus bebas radiasi (uji di BATAN) 6. Rusia: ditambah uji radiasi

Komponen utama standar yang belum dipenuhi

• Kualitas bahan baku kadang kurang konsisten,

• Persyaratan kandungan mikrobiologi seperti Salmonela

• Persyaratan kandungan histamine Tindakan untuk memenuhi komponen standar

• Penerapan HACCP untuk proses produksi, • Sortasi dan grading ulang bahan baku, • SNI digunakan sebagai pedoman untuk uji

organoleptik, cemaran kimia, mikrobiologi, • Kesegaran bahan baku harus selalu terjamin, • Memasukkan traceability ke dalam sistem

manajemen mutu, • Selalu melakukan uji keamanan pangan,

cemaran kimia, dll • Memperbaiki produksi, • Membatasi supplier yang bermasalah, • Menaruh alat data track untuk memantau

suhu selama perjalanan, • Inspeksi oleh FDA dari Amerika

Alasan penolakan • Label informasi produk kurang detail • kadar Histamin terlalu tinggi • kualitas tidak sesuai permintaan, • Penampakan (appearance) kurang baik, • Ada benda asing misalnya pembuluh darah

dan rambut pada produk (Jepang) • Salmonela dan Kandungan CO

Tindakan untuk mengatasi penolakan

• Memperbaiki kualitas sesuai dengan permintaan

• untuk mengurangi kadar histamin, harus

Page 109: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 97

perbaikan dalam penanganan pasca penangkapan ikan,

• memperketat seleksi bahan baku sebelum masuk pabrik, termasuk melakukan uji kadar logam,

• supplier diwajibkan memiliki sertifikat (health certificate)

• mencari pasar baru;

Hambatan dalam memenuhi standar di negara tujuan

Teknik penangkapan: • Nelayan belum semuanya memiliki kapal

yang bersertifikat; • Pola penangkapan ikan masih tradisional

sehingga handling belum konsisten • Kondisi alam kurang kondusif sehingga

waktu merapat kapal lebih lama menyebabkan kesegaran bahan baku berkurang;

• Penanganan pasca penangkapan kurang bagus karena pola masih tradisional;

Bahan baku: • Untuk mengganti CO dengan bahan alami

diperlukan penanganan yang relatif mahal ; • Kualitas bahan baku kurang konsisten

karena habitat yang tercemar; Supplier: • Pemilihan kualitas ikan masih sulit walaupun

sudah melalui kontrak dengan nelayan; • proses handling tidak seragam antar

supplier; • kontrol terhadap supplier butuh waktu utk

proses auditing, monitoring karena semuanya belum terintegrasi;

• Kualitas bahan baku kurang konsisten karena habitat yang tercemar;

Perubahan regulasi: • terjadinya perubahan regulasi di negara

tujuan, seperti EU dan Rusia, walaupun sudah melalui konfirmasi pemerintah (Balai Karantina); terutama EU yang perubahannya terjadi cukup sering

Informasi Tambahan • menurut responden, SNI dan standar lain pada dasarnya sama. Namun, standar negara lain berkembang dan bertambah syaratnya sesuai perubahan selera konsumen dan perkembangan teknologi. Sedangkan SNI tidak, penerapan standar juga tidak disesuaikan dengan ketersediaan alat uji;

• menurut responden, standar produk agak ketinggalan di sisi hulu, untuk ikan tuna, resiko lebih besar karena resiko cemaran

Page 110: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 98

logam berat sangat tinggi karena habitat tercemar limbah industri;

• standar yang diterapkan oleh negara/pemerintah tujuan ekspor lebih ketat, sedangkan dari importir luar negeri lebih fleksibel dan biasanya barang yang sudah dikirim tersebut belum tentu dikembalikan tergantung penyebab penolakan/komplainnya

• standar yang diterapkan Uni Eropa dianggap paling sulit dibandingkan negara lain;

• selama ini perusahaan menerapkan standar dari importir luar negeri yang merupakan gabungan dari beberapa standar seperti HACCP, BRC, IFS;

• Health certificate adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh dinas kelautan perikanan terkait kesehatan dan ketertelusuran hasil tangkapan ikan (online);

• bahan baku diperoleh dari nelayan maupun hasil tangkapan sendiri;

• tren permintaan terbaru dari Australia adalah tuna yang ditangkap dengan pancing, bukan dengan kapal. Kapal menangkap tuna dengan jaring besar, sedangkan yang menangkap dengan pancing adalah nelayan kecil yang sulit diperoleh sertifikasi dan penerapan standarnya

• SKP adalah surat kelayakan proses yang dikeluarkan oleh KKP;

• EU juga kadang mempermasalahkan soal dokumentasi administrasi misalnya profile number untuk EU yang menjelaskan perusahaan adalah produsen, dsb

• Perwakilan RI di luar negeri harus menjadi bagian dari solusi karena selama ini belum terlibat secara optimal

Responden eksportir dengan volume ekspor 10 – 40 ton per bulan

menyebutkan setidaknya terdapat empat hal yang menjadi perhatian utama

dalam pemenuhan standar, yaitu kandungan logam berat, zat kimia,

mikrobiologi, dan kotoran (filthy). Ketidakmampuan eksportir dalam memenuhi

komponen standar tersebut akan berdampak pada penolakan produk di

pelabuhan. Sebagai contoh, hampir semua responden eksportir pernah

mengalami penolakan produk di negara tujuan karena kandungan salmonella

Page 111: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 99

pada Tuna dan Cakalang, zat kimia tertentu/histamine, dan kotoran seperti

rambut atau pasir.

Selain itu, terdapat beberapa ketentuan khusus yang diberlakukan di negara

tujuan ekspor seperti uji radiasi untuk pasar Rusia dan uji kandungan karbon

monoksida (CO) untuk pasar UE. Kedua ketentuan tersebut merupakan

penyesuaian yang dilakukan oleh otoritas keamanan pangan dalam mengatasi

kasus kebocoran radioaktif di Jepang dan isu pemanasan global. Namun

demikian, peraturan tambahan tersebut tidak melekat pada ketentuan standar

dan disampaikan melalui pemberitahuan secara resmi (notification) ke

pemerintah.

Gambar 6.2. Proses Kesesuaian Standar Eksportir – Importir Perikanan

Sumber: Data Primer (diolah)

Page 112: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 100

Gambar 6.2 di atas menunjukkan proses kesesuaian standar antara eksportir

dengan importir, dimana setelah eksportir menerapkan standar keamanan

pangan sesuai dengan manual book HACCP, beberapa tahapan pengujian

mutu dilakukan untuk menjamin bahwa kualitas produk ekspor sudah sesuai

dengan standar negara tujuan. Beberapa tahapan yang dilakukan oleh eksportir

adalah pengujian mutu yang terdiri dari uji organoleptik di penampungan ikan,

uji internal di laboratorium eksportir, dan uji verifikasi oleh Balai Pembinaan Dan

Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP) untuk mendapatkan Health

Certificate (HC) sebagai ketentuan ekspor (Gambar 2). Selanjutnya, importir

yang diwakili oleh badan karantina di pelabuhan (seperti FDA di Amerika atau

CD di Uni Eropa) melakukan pengujian mutu sesuai dengan ketentuan yang

berlaku di negara yang bersangkutan.

Langkah-langkah yang dilakukan perusahaan untuk memenuhi standar

antara lain melakukan sortasi (grading) ulang terhadap bahan baku sebelum

diolah, menguji keamanan bahan baku dan barang jadi di laboratorium yang

terkareditasi, menjamin kesegaran (freshness) bahan baku, serta melengkapi

persyaratan administrasi seperti sertifikasi dan dokumen lainnya. Di sisi lain,

pelaku usaha masih menemui beberapa hambatan dalam memenuhi komponen

standar yaitu nelayan masih banyak yang menggunakan metode tradisonal

dalam melakukan penangkapan ikan sehingga sulit memenuhi syarat sertifikasi

dalam hal penangkapan dan kelayakan kapal. Kemudian, cara penanganan (handling) ikan setelah ditangkap juga ada yang belum bisa memenuhi standar,

sehingga ikan yang dipasok kadang kurang sesuai spesifikasi.

b. Manggis

Eksportir hortikultura khususnya produk manggis menganggap penerapan

standar pada produk yang diekspor sangat penting karena untuk memenuhi

permintaan pembeli. Dalam membeli produk, pembeli menentukan standar atas

produk yang akan dibeli. Standar yang terkait ekspor manggis antara lain adalah

ukuran, tingkat kematangan, warna, kesegaran dan kelengkapan kelopak. Dari

beberapa standar tersebut, eksportir sudah bisa memenuhinya namun masih

terkendala jumlah yang belum bisa dipenuhi oleh pemasok. Sama halnya

dengan produk jagung, Pemerintah sebaiknya menertibkan eksportir yang

Page 113: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 101

temporer yang minim pengalaman dan pengetahuan serta tidak mempunyai

infrastruktur pendukung seperti gudang dan cold storage. Hal ini terkait kualitas

yang tidak terjaga dan pandangan negara tujuan ekspor terhadap produk asal

Indonesia. Informasi lain terkait preferensi konsumen adalah konsumen di Dubai

lebih menyukai manggis yang ukuran kecil karena tidak ada bijinya.

Tabel 6.8.

Hasil Survey untuk Komoditas Manggis

Komponen standar yang menjadi perhatian utama di negara tujuan utama

• Kualitas : Grade A (90-100%) ,Grade B ( 80- 90%), Grade C (<80%)

• Ukuran • Tingkat kematangan • Warna • Kesegaran • Kelengkapan kelopak buah

Hambatan untuk memenuhi standar

• Kesegaran dan suhu udara /temperatur pada saat pengiriman

• Tidak boleh ada semut dan pestisida Informasi tambahan • Pemerintah sebaiknya menertibkan

eksportir yang temporer yang minim pengalaman dan pengetahuan serta tidak mempunyai infrastruktur pendukung seperti gudang dan cold storage. Hal ini terkait kualitas yang tidak terjaga dan pandangan negara tujuan ekspor terhadap produk asal Indonesia

• Konsumen di Dubai lebih menyukai manggis yang ukuran kecil karena tidak ada bijinya

• Permintaan dari importir luar negeri lebih rumit dari SNI

• Perlu dilengkapi dokumen SOP gudang dan sertifikasi packing house atau lahan yang sudah di registasi oleh Kementan

• Eksportir Indonesia saat ini sulit melakukan ekspor langsung ke Cina (Cina membatasi/melarang impor produk buah dari Indonesia), sehingga eksportir untuk melakukan ekspor ke Cina melalui importir yang ada di Thailand atau Malaysia

• Alasan pemerintah Cina untuk penghentian impor manggis adalah penemuan hama dan logam berat yang

Page 114: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 102

berulang kali pada impor manggis dari Indonesia (16 kasus penemuan hama dan 1 kali penemuan logam berat cadmium melampaui batas yang diperbolehkan sejak Nopember 2012)

c. Jagung

Eksportir hortikultura khususnya produk jagung menganggap penerapan

standar pada produk yang diekspor sangat penting karena untuk memenuhi

permintaan pembeli. Dalam membeli produk, pembeli menentukan standar atas

produk yang akan dibeli. Eksportir sudah mengetahui Standar Nasional

Indonesia (SNI) produk jagung tetapi belum mengelaborasi SNI tersebut karena

lebih mengacu pada standar yang ditetapkan oleh pembeli. Negara tujuan

ekspor produk jagung adalah Singapura dengan segmentasi konsumen supermarket. Standar yang terkait ekspor jagung antara lain adalah ukuran,

tingkat kematangan, dan warna. Dari beberapa standar tersebut, eksportir

sudah bisa memenuhinya namun masih terkendala jumlah yang belum bisa

dipenuhi oleh pemasok.

Tabel 6.9. Hasil Survey untuk Komoditas Jagung

Komponen standar yang menjadi perhatian utama di negara tujuan

• Ukuran; • Tingkat Kematangan; dan • Warna

Hambatan dalam memenuhi standar di negara tujuan

• Menjaga kualitas pada pasca panen agar tidak timbul jamur

Informasi Tambahan • Kompetitor selain perusahaan lokal juga dari negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, China, Myanmar (diprediksi mulai meningkat);

• Kendala yang dihadapi adalah mempertahankan tingkat kemanisan dan bau;

• Kemasan harus Food Grade; • Segmentasi untuk Supermarket

Page 115: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 103

Berdasarkan hasil wawancara dengan eksportir diharapkan adanya peran

pemerintah terutama dalam menertibkan eksportir yang “temporer”. Alasannya

adalah para eksportir temporer ini kurang memiliki pengalaman dan

pengetahuan yang cukup serta tidak mempunyai infrastruktur pendukung seperti

gudang dan cold storage. Hal ini menyebabkan kualitas yang tidak terjaga

sehingga negara tujuan ekspor menganggap secara umum produk asal

Indonesia kurang berkualitas yang dapat menyebabkan rendahnya harga dan

daya saing dibandingkan dengan produk dari negara lain seperti Malaysia,

Thailand, Vietnam, Cina, Myanmar (yang diprediksi mulai meningkat). Kendala

yang dihadapi adalah mempertahankan tingkat kemanisan dan bau. Informasi

dari eksportir saat ini Kementerian Pertanian mengeluarkan sertifikat "Rumah

Kemas" kepada perusahaan hortikultura yang memiliki infrastruktur pendukung

dalam pengemasan produk hortikultura seperti gudang dan cold storage yang

telah sesuai untuk pengemasan produk hortikultura untuk makanan.

d. Kemeja batik Seperti sebagian besar pelaku usaha lain, eksportir batik juga beranggapan

bahwa standar penting karena terkait dengan mutu atau kualitas produk yang

mereka jual. Seluruh responden setuju bahwa standar itu penting karena

merupakan prasyarat bagi mereka untuk memasarkan produk mereka dan

merupakan jaminan bahwa produk mereka berdaya saing. Namun, tidak semua

responden merasa perlu untuk mencantumkan label standar pada produk

mereka. Hal ini dikarenakan dalam memasarkan produk, mereka sudah

melampirkan sertifikasi dan atau surta keterangan lolos uji standar tertentu

sehingga label pada produk tidak lagi diperlukan.

Namun, mereka kurang mengetahui mengenai Standar Nasional Indonesia

(SNI) terkait batik dan parameter yang ada di dalamnya. Standar mutu yang

mereka terapkan diacu ke syarat yang diajukan oleh pembeli di negara tujuan,

yang kemudian diterapkan dalam proses produksi. Sepertiga responden tidak

memiliki pengetahuan mengenai SNI, sepertiga berikutnya mengetahui tentang

SNI namun tidak menjadikan SNI sebagai acuan untuk standar mutu.

Responden tersebut lebih mengutamakan standar mutu yang ditetapkan atau

dipersyaratkan oleh pembeli (importir) dan atau standar mutu negara tujuan.

Page 116: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 104

Sepertiga responden lainnya memiliki pengetahuan yang cukup mengenai SNI

dan mensyaratkan pencantuman label pada bahan baku yang mereka gunakan,

atau dengan kata lain pemasok bahan baku harus bisa memenuhi SNI.

Tabel 6.10 Hasil Survey untuk Komoditas Kemeja Batik

Komponen standar yang menjadi perhatian utama masing-masing negara

• Malaysia, Thailand, dan Vietnam: Ketahanan luntur, bahan nyaman dikulit, motif seragam harus sama untuk semua

• Eropa: Kualitas kain dan kualitas jahitan • Amerika Serikat, Kanada, Singapura:

Pewarna tidak boleh mengandung klorin, tahan robek (strength) : sertifikasi dari Hongkong

• Amerika dan Kanada: Konstruksi kain, tingkat kelembutan kain, Color fastness, Flammability

• Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Korea Selatan (untuk butik): Spesifikasi kain/katun harus sesuai untuk 4 musim, pewarna tahan luntur

Tindakan untuk memenuhi komponen standar

• Monitoring proses pembuatan batik, pembatik harus ekstra hati-hati sehingga mengurangi resiko cacat atau pembatikan yang kurang rapi

• Memastikan bahan baku dari supplier memenuhi syarat mutu, monitoring proses produksi

• Bahan baku harus disesuaikan dengan permintaan, melakukan uji/tes yang dipersyaratkan

Hambatan dalam memenuhi standar di negara tujuan

• Tidak mudah mengontrol proses pembuatan batik, menyesuaikan desain atau motif dengan selera pasar di negara tujuan

• Bahan baku kain dengan syarat sertifikat tertentu kadang sulit dicari

• Teknik produksi untuk beberapa motif yang mengandalkan cuaca, sedangkan cuaca sering tidak kondusif

• Harga kurang bersaing dengan negara

Page 117: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 105

kompetitor seperti Cina dan Vietnam, • Harus menyesuaikan motif batik dengan

selera konsumen, karena batik dianggap terlalu "ramai”

Informasi Tambahan • Motif batik yang klasik tidak terlalu disukai;

• Untuk fabric, SNI masih cukup kompatibel, tapi untuk produk jadi sepertinya masih kurang;

• Sosialisasi SNI masih sangat kurang; • Standar mutu yang dipersyaratkan oleh

importir luar negeri sudah sesuai dengan standar negara tujuan; dan

• Cina dan Vietnam bisa menawarkan harga lebih murah karena pajak lebih rendah dan biaya buruh juga rendah

Produk batik ini dipasarkan ke Eropa, Amerika Serikat, Malaysia, Thailand

dan Vietnam. Komponen standar yang harus dipenuhi antara lain kualitas kain,

kualitas jahitan, keseragaman ukuran serta kain yang tahan luntur. Motif batik

tergantung selera pasar dan biasanya lebih menyukai motif batik yang

kontemporer. Hambatan dalam memenuhi komponen standar ditemui ketika

harus menyeragamkan ukuran dan kualitas batik tulis karena proses yang

tradisional. Standar mutu yang diterapkan oleh para eksportir batik bersumber

dari permintaan pembeli dan berdasarkan pengalaman standar tersebut sudah

sesuai dengan standar yang berlaku di negara tujuan. Komponen standar yang

menjadi perhatian utama antara lain konstruksi kain, kualitas pewarna (tidak

boleh mengandung chlorine), ketahanan luntur, flammability, ketahanan robek

(strength), serta pelabelan petunjuk perawatan pakaian (care instruction).

Komponen-komponen standar tersebut sudah dapat dipenuhi oleh para

responden.

Hal-hal yang dilakukan oleh para pelaku usaha untuk dapat memenuhi

berbagai komponen standar tersebut antara lain :

- Melakukan kontrol mutu yang ketat terhadap bahan baku, seperti kain dan

pewarna pakaian dari supplier ;

Page 118: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 106

- Memastikan proses produksi sudah sesuai dengan standar yang

dipersyaratkan.

e. Mebel rotan Selanjutnya untuk produk kursi dan meja tamu rotan, eksportir

mengemukakan bahwa standar itu sangat penting sebagai syarat utama untuk ekspor, terutama dalam hal kualitas dan workmanship. Mereka juga

menganggap bahwa standar mutu produk itu sangat penting karena hal tersebut

menjamin keberlangsungan usaha mereka. Produk-produk yang dapat

memenuhi standar mutu yang tinggi pasti dapat bersaing di pasar domestik

maupun ekspor. Pengetahuan responden mengenai SNI sudah cukup baik dan

menganggap mereka sudah dapat memenuhi komponen standar yang terdapat

dalam SNI. Dalam kaitannya dengan pasar ekspor, responden mengemukakan

bahwa komponen standar yang disyaratkan oleh negara importir lebih tinggi

atau ketat dari SNI.

Namun tidak semua produk harus ditandai atau dilabeli pemenuhan standar

tertentu, tergantung permintaan pembeli kecuali label “Made in Indonesia”.

Sebagian lagi belum menganggap label pada standar itu penting karena lebih

mementingkan produknya laku. Produk rotan ini sebagian besar dipasarkan ke

Amerika Serikat, lalu sebagian lainnya ke negara-negara Eropa, Timur Tengah,

Australia dan negara Amerika Latin. Standar yang dipersyaratkan antara lain

penerapan ISO, standar untuk produk hasil hutan dan standar terkait kualitas

dan keamanan produk. Komponen standar tersebut meliputi syarat kualitas

bahan baku, cat & sekrup (screw) yang digunakan, lolos uji durabilitas, serta

lolos uji tahan api untuk cushion atau bantalan kursi.

Secara umum, standar yang dipersyaratkan terkait kualitas sama antara

negara tujuan ekspor. Namun secara khusus, Amerika Serikat dan Eropa

berbeda dalam hal ukuran meja dan kursi. Eropa mensyaratkan ukuran yang

lebih besar sesuai dengan postur tubuh masyarakatnya, Sedangkan Australia

mensyaratkan 2 kali fumigasi untuk menghilangkan cemaran makhluk hidup,

baik mikrobiologi maupun serangga. Saat ini di Eropa juga sudah mulai

menetapkan standar cat yang menggunakan sedikit bahan kimia. Eksportir

belum menghadapi kendala dalam memenuhi standar dari pembeli selama

Page 119: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 107

proses mengerjakan pesanan pembeli sesuai kontrak. Sebelum barang

diekspor, pembeli atau perwakilannya di Indonesia datang ke bengkel kerja

untuk melakukan quality control jadi belum pernah mengalami penolakan.

Produsen juga mengirim sampel bahan/material yang akan digunakan untuk

proses produksi. Selain itu, yang mereka lakukan adalah memonitor pemasok

dalam memenuhi persyaratan kualitas bahan baku serta memonitor tiap tahap

dalam proses produksi. Sehingga kesesuaian produk mereka dengan standar di

negara tujuan berdampak positif yaitu kontinuitas atau keberlangsungan usaha

dan meminimalkan sistem beli putus dari pembeli.

Dalam mengimplementasikan standar produk, perusahaan menerapkan

prinsip-prinsip International Standard Organisation (ISO) dalam proses

produksinya. Terkait bahan baku, yaitu rotan yang merupakan produk hasil

kehutanan, perusahaan hanya menerima rotan atau bahan baku yang memiliki

sertifikat tertentu dan sudah memiliki FO atau surat muat barang untuk

perdagangan antar pulau. Perusahaan juga mensyaratkan kualitas tertentu

untuk bahan baku rotan, seperti kadar kelembaban 14% dan diameter tertentu

sesuai peruntukan, sehingga bahan baku tersebut siap pakai. Untuk barang jadi

yaitu kursi dan meja tamu rotan, komponen standar yang harus dipenuhi

meliputi spesifikasi produk, ukuran, durability, dan keamanan produk.

Strategi yang dilakukan oleh responden dalam pemenuhan standar yaitu

melakukan control yang ketat dalam hal kualitas (quality control) dalam setiap

tahap pengerjaan serta melakukan final inspection. Dari hasil wawancara

diperoleh informasi bahwa pernah terjadi complain kepada responden terkait

standar, yaitu pada produk ditemukan serangga. Hal tersebut tidak seharusnya

terjadi karena serangga biasanya muncul karena tingkat kelembaban yang

tinggi. Peningkatan kelembaban diduga terjadi saat pengiriman barang menuju

tujuan.

Page 120: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 108

Tabel 6.11 Hasil Survey untuk Komoditas Mebel Rotan

Komponen standar yang menjadi perhatian utama di negara-negara tujuan utama

• Uni Eropa: kualitas bahan baku rotan dgn spesifikasi diameter dan tingkat kelembaban maksimal 14%; Standar cat dan pelitur yang menggunakan sedikit bahan kimia (water-based) dan environmentally friendly (dilengkapi sertfikat)

• Amerika Serikat: kualitas bahan baku rotan dgn spesifikasi diamater dan tingkat kelembaban maksimal 14%; Lolos uji tahan air, tahan api, ada sertifikasi dari lembaga standar California

• Australia: kualitas bahan baku rotan dgn spesifikasi diamater dan tingkat kelembaban maksimal 14%; Produk harus diproses dengan 2 kali fumigasi

• Jepang: kualitas bahan baku rotan dgn spesifikasi diamater dan tingkat kelembaban maksimal 14%; Standar keamanan lebih ketat, ukuran lebih kecil

Tindakan untuk memenuhi komponen standar

• Monitoring dalam proses pengerjaan sangat penting, terutama jika disubkontrakkan;

• Mempelajari apa-apa yang diminta oleh buyer utk kemudian dipenuhi

• Penetapan standar harus sesuai dengan ISO dan importir luar negeri;

• Quality control di tiap tahap produksi

Informasi tambahan • SNI dianggap kurang kompatibel dengan standar yang diterapkan oleh negara tujuan karena kurang dapat mengikuti perkembangan

• SNI lebih rendah dan tidak laku di negara ekspor, terutama untuk syarat kualitas bahan penunjang seperti lem, sekrup, dll

• Bahan baku rotan berasal dari Kalimantan dan Sulawesi dan sudah siap pakai karena syarat mutu bahan baku sudah diajukan terlebih dahulu ke supplier

• Kompetitor luar negeri antara lain Cina, Filipina dan Vietnam

• Sebelum barang dikirim, pembeli atau perwakilannya di Indonesia datang ke bengkel kerja untuk melakukan quality control

Page 121: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 109

• Produsen mengirim sampel bahan/material yang digunakan untuk proses produksi

• Produsen kesulitan mendapatkan mutu bahan baku dan kontinyuitas suplai

6.4. Pemenuhan Standar Untuk Perlindungan Konsumen dan Peningkatan

Daya Saing Melalui Zero Gap

Kebijakan perlindungan konsumen dan daya saing sebenarnya ditujukan

untuk meningkatkan kesejahteraan konsumen atau masyarakat secara umum.

Standar menjadi salah satu penghubung bagaimana mencapai tujuan perlindungan

konsumen dan peningkatan daya saing secara bersama. Kebijakan daya saing,

yang salah satunya melalui penerapan standar, bisa meningkatkan kemampuan

daya saing produk dalam negeri untuk memenangkan persaingan tidak hanya di

pasar dalam negeri tetapi juga di pasar luar negeri.

Penerapan standar mempunyai nilai ekonomis yang mampu meningkatkan

daya saing, mendukung inovasi untuk bisa menciptakan produk yang lebih

berkualitas. Untuk kasus di Eropa, peranan standar sangat signifikan dan

menyumbang sekitar seperempat dari pertumbuhan produktivitas di Eropa. Lebih

lanjut, standar memberikan keuntungan yang signifikan bagi perusahaan kecil dan

menengah dengan adanya peningkatan kemampuan daya saing (European

Commission, 2012). Lebih lanjut, standar juga mendukung inovasi dan mendorong

pemakaian teknologi baru yang bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saing.

Pemenuhan standar menjadi salah satu kunci untuk memperoleh akses

pasar di luar negeri. Sementara di dalam negeri, penerapan standar menjadi salah

satu cara untuk memberikan perlindungan kepada konsumen terkait dengan kualitas

dan perlindungan kesehatan, keamanan, keselamatan dan lingkungan hidup

manusia (K3L).

Kebijakan perlindungan konsumen dan peningkatan daya saing bersifat

komplementer, dan ini bisa dilakukan dengan penerapan standar di Indonesia.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999. Dalam undang-undang

Page 122: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 110

tersebut, perlindungan konsumen ditujukan untuk meningkatkan kualitas barang dan

jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan,

kenyamanan, kemanaan dan keselamatan konsumen. Di dalam undang-undang ini

tersirat bahwa upaya perlindungan konsumen terkait dengan upaya peningkatan

kualitas barang dan jasa, sebgaai salah satu unsur penting dalam peningkatan daya

saing produk atau barang dan jasa.

Gambar 6.3 Manfaat Standar Dalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen

Terkait dengan standar, dalam pasal 4 UU Perlindungan Konsumen,

konsumen berhak untuk memperoleh K3L dalam mengkonsumsi barang dan

jasa,termasuk dalam upaya memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa.

Page 123: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 111

Secara eksplisit, kebijakan pemerintah dalam meningkatkan daya saing

melalui kebijakan tentang standardisasi menyebutkan bahwa pemberlakukan

standar nasional ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada tidak hanya

konsumen tetapi juga pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat pada umumnya.

Di sisi lain, kebijakan pemerintah ini juga diharapkan bisa meningkatkan kelancaran

perdagangan (termasuk akses pasar).

Bagaimana peran standar dalam meningkatkan daya saing produk

Indonesia di pasar dalam negeri? Pemberlakukan SNI (wajib) di pasar dalam negeri

berlaku tidak hanya untuk produk impor tapi juga produk lokal Indonesia. Hal ini bisa

dilihat sebagai langkah bahwa produk nasional yang ber-SNI bisa bersaing dengan

produk sejenis yang berasal dari impor. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah

adalah dengan melarang pelaku usaha untuk memproduksi dan atau mengedarkan

barang atau jasa yang tidak memenuhi persyaratan SNI (yang sudah diberlakukan

wajib). Di sisi lain, pelaku usaha yang sudah memperoleh sertifikasi SNI dilarang

untuk memproduksi barang dan jasa yang tidak memenuhi standar yang sudah

ditetatapkan (SNI).

Dalam kenyataannya, tidak semua produk yang dihasilkan di Indonesia bisa

memenuhi standar yang ada, baik itu SNI ataupun standar internasional/standar

yang diterapkan oleh negara tujuan. Ketidakmampuan ini bisa dikarenakan kurang

siapnya/mampunya mereka dalam memenuhi standar yang ada, maupun karena,

adanya gap antara SNI dengan standar yang ada. Oleh karena itu pemenuhan

standar dengan meminimalkan gap yang ada atau dengan kata lain pencapaian zero

gap menjadi sangat penting bagi Indonesia untuk meningkatkan perlindungan

konsumen sekaligus peningkatan daya saing produk Indonesia.

Di bagian sub-gap analisis, terlihat bahwa SNI memiliki gap positif maupun

negatif. Dari sisi perlindungan konsumen, gap positif berarti bahwa SNI lebih

memberikan jaminan kualitas dan perlindungan kesehatan, keamanan dan

keselamatan kepada konsumen di Indonesia. Sementara dari sisi peningkatan daya

saing, gap positif adalah bahwa produk yang ber-SNI mempunyai daya saing yang

lebih dibandingkan dengan produk sejenis dari luar negeri.

Dengan demikian pengawasan barang beredar menjadi penting untuk

dilakukan, sebagaimana kebijakan yang sudah dibuat yaitu Peraturan Pemerintah

No. 58 tahun 2001 tentang pembinaan dan pengawasan peyelenggaraan

Page 124: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 112

perlindungan konsumen. Peraturan ini secara tidak langsung merupakan pijakan

untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri dengan menjaga kualitas

barang dan jasa yang beredar di masyarakat.

Adanya gap dalam standar bisa berakibat pada tidak diterimanya produk

kita di luar negeri yang berarti menurunnya jumlah nilai ekspor dalam jangka

pendek, dan dalam jangka panjang adalah hilangnya akses pasar pada di negara

tujuan ekspor tertentu. Penolakan beberapa produk perikanan dan buah-buahan

Indonesia di pasar Eropa dan Amerika Serikat, salah satunya karena adanya gap

atau ketidakmampuan pelaku usaha di Indonesia dalam memenuhi standar yang

ada. Persyaratan yang diminta oleh pasar bisa lebih berat dari standar yang berlaku

di Indonesia (SNI).

6.5 Upaya Mengatasi Gap Dalam Standar Berdasarkan hasil dari Gap Analisis diketahui bahwa antara SNI dengan

standar internasional yang ada baik itu ISO, CODEX maupun standar nasional yang

diterapkan oleh masing-masing negara partner dagang, terdapat gap positif maupun

negatif. Secara umum, gap yang terjadi sebenarnya berada pada parameter yang

relatif sama yaitu dari mulai bahan baku, proses pengolahan sampai masalah

packing dan labeling. SNI pada parameter tersebut mempunyai kelebihan atau gap

positif. Di sisi lain, SNI juga mempunyai kekurangan atau gap negatif (Gambar 6.2).

6.5.1. Upaya pemenuhan Gap Standar (Kondisi Gap Negatif)

Pada kondisi adanya gap negatif, terutama terkait dengan persyaratan

standar yang ada di negara tujuan ekspor, langkah yang bisa dilakukan adalah

dengan memenuhi gap positif tersebut. Sebagai contoh, untuk parameter bahan

baku, SNI cenderung tidak memperhatikan asal-usul bahan baku, maka langkah

yang harus dilakukan adalah dengan memperbaiki kriteria bahan baku.

Kemudian terkait dengan masalah penanganan dan pengolahan adanya

gap negatif lebih dikarenakan kurangnya kontrol mutu seperti inventory control yang

bagus yang dilakukan secara regular.

Page 125: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 113

Gambar 6.4 Pemenuhan Gap Standar

• •

Keterangan: * dilakukan oleh Pelaku usaha/eksportir/Importir, ** dilakukan oleh pemerintah

Standar Internasional (CODEX, HACCP, ISO, National Standard - Partners)

Standar

Nasional Indonesia (SNI)

Solusi/Bridging the Gap (Praktis)* Sortasi (grading) ulang terhadap bahan

baku, penanganan bahan baku, uji keamanan bahan baku di

laboratorium yang terkareditasi, menjamin kesegaran (freshness) bahan

baku, memastikan proses produksi sudah

sesuai dengan standar yang dipersyaratkan, quality control yang ketat, melakukan

final inspection, penanganan/perbaikan handing dan storage yang benar (sesuai standar) melengkapi persyaratan administrasi

Kebijakan Mengatasi Gap Standar**

Gap positif • Syarat bahan baku • Penanganan dan pengolahan • Kadar histamin • Syarat mutu dan keamanan pangan • Ketentuan mutu, klasifikasi mutu • Ketentuan mengenai penampilan • Penandaan dan pelabelan • Petugas pengambil contoh, kriteria

petugas, cara pengambilan contoh Gap negatif

• Syarat bahan baku • Penanganan dan pengolahan • Pengemasan • Syarat mutu dan keamanan pangan • Klasifikasi mutu, Penggolongan mutu:

(berdasarkan golongan konsumen) • Penanganan dan pengolahan • Penyimpanan • Ketentuan mengenai penampilan • Syarat khusus • Cara pengambilan contoh: sesuai

ISO 874 • Higienitas: harus sesuai CODEX • Zat terlarang: cadmium, formalin,

Page 126: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 114

Masalah penyimpanan juga masih ada gap negatif, terutama menyangkut masalah

kelembaban, rotasi stok harus dijaga, isi dan kemasan yang harus terlindungi dan

terpisah untuk menghindari kontaminasi. Kemudian gap negatif dalam masalah

kemasan juga harus diperbaiki dalam SNI yang cenderung tidak diperhatikan yaitu

bahan kemasan yang harus food grade dan menjamin higienitas produk yang ada di

dalamnya.

Di samping itu upaya pemenuhan gap negatif adalah dengan

memperhatikan persyaratan-persyaratan khusus yang diterapkan dalam standar

nasional mitra dagang. Persyaratan khusus tersebut termasuk diantaranya

keberadaan benda asing yang tidak boleh terdapat dalam produk yang dikemas,

kadar kelembaban tertentu dan zat terlarang seperti pada kasus produk makanan

yaitu: kadmium, formalin, dan kromium.

Upaya pemenuhan gap negatif ini lebih diarahkan pada peningkatan daya

saing dan akses pasar produk ekspor Indonesia. Sehingga dengan pemenuhan gap

yang ada, keberterimaan produk Indonesia di pasar luar negeri bisa ditingkatkan. Di

sisi lain, upaya pemenuhan gap negatif ini juga bermanfaat pada peningkatan

kepedulian dan peningkatan kualitas produk sejenis yang beredar di pasar

domestik.

6.5.2 Upaya Pemenuhan Gap Standar (Kondisi Gap Positif) Dalam kondisi adanya gap positif antara SNI dengan standar nasional yang

diterapkan mitra dagang Indonesia, maka sudah seharusnya gap positif tersebut

dipertahankan. Gap positif yang ada dalam SNI juga berada pada parameter bahan

baku, proses pengolahan sampai pengepakan. Beberapa gap positif tersebut,

khususnya produk makanan, adalah seperti masalah syarat mutu dan keamanan

pangan yang tidak boleh ada cemaran bakteri dan benda asing, seperti cemaran

E.coli, cemaran zat Timbal, dan cemaran logam Kadmium. Di sisi lain, rujukan kadar

histamin yang ditetapkan dalam SI untuk produk perikanan juga lebih tinggi dari

pada yang diterapkan negara lain, yaitu SNI mematok maksimal 100 mg/kg.

Sementara negara lain lebih tinggi dari itu, bahkan ada yang lebih dari 500 mg/kg. Di

samping itu, dalam hal pengklasifikasian produk, SNI lebih menekankan pada

Page 127: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 115

pengklasifikasian berdasarkan mutu, sementara negara lain lebih cenderung

berdasarkan pada golongan konsumen.

Esensi dari upaya mempertahankan persyaratan yang ada dalam SNI yang

mempunyai standar yang lebih tinggi adalah merupakan upaya pemerintah untuk

melindungi konsumen dalam negeri untuk memperoleh bahan yang lebih berkualitas

dan memenuhi persyaratan K3L sekaligus melindungi produsen dalam negeri dari

persaingan produk sejenis dengan standar yang lebih rendah.

6.5.3 Upaya Pemenuhan Gap Standar Secara Praktis Oleh Dunia Usaha Berdasarkan survey, diperoleh informasi mengenai berbagai upaya yang

dilakukan oleh para pelaku usaha di Indonesia dalam memenuhi standar yang

diinginkan oleh negara mitra dagang, seperti yang diuraikan dalam sub-bab

sebelumnya yaitu sub-bab 6.3. Secara umum, langkah pemenuhan gap tersebut

adalah menyangkut masalah sortasi (grading) ulang terhadap bahan baku,

penanganan bahan baku, uji keamanan bahan baku melalui laboratorium uji dalam

perusahaan dan laboratorium yang terkareditasi, upaya melakukan quality control

yang ketat, melakukan final inspection, penanganan/perbaikan handling dan storage

yang benar (sesuai standar) dan upaya melengkapi persyaratan administrasi (seperti

sertifikasi, termasuk pelabelan dan lainnya).

6.5.4 Upaya Pemenuhan Gap Standar Secara Strategis oleh Pemerintah Upaya pemenuhan gap standar secara strategis ini bisa dilakukan oleh

pemerintah dengan dukungan berbagai pihak/instansi terkait dengan masalah

standar dan perdagangan. Dalam kondisi adanya gap negatif pada SNI untuk produk

tertentu, maka pemerintah bisa mengajukan usulan perubahan/amandemen

terhadap SNI yang ada. Pada prinsipnya SNI memang dimungkinkan dilakukan

perubahan secara berkala (dalam kurun waktu setelah lima tahun). Usulan

perubahan ini adalah menyangkut berbagai parameter yang ada dalam SNI yang

tidak memenuhi persyaratan standar internasional yang ada khususnya standar

nasional yang diterapkan oleh mitra dagang Indonesia.

Di samping itu, secara tidak langsung, upaya pemenuhan gap standar juga

bisa dilakukan oleh pemerintah. Berbagai upaya pemenuhan standar secara tidak

langsung tersebut diantaranya adalah upaya perbaikan sarana dan prasarana

Page 128: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 116

laboratorium uji termasuk di dalamnya tingkat teknologi, kelengkapan sarana dan

prasarana, kualitas sumber daya manusia dan juga kualitas pelayanan. Keberadaan

infrastruktur ini sangat penting dalam upaya untuk membangun budaya standar

sekaligus upaya mengatasi gap standar yang ada, sehingga pihak pengguna

(pengusaha) bisa memanfaatkannya dalam upaya memenuhi standar yang

dipersyaratkan.

Hal praktis lainya yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan hal-hal

khusus seperti penertiban eksportir dan importir yang temporer yang cenderung

memiliki pengalaman dan pengetahuan yang terbatas. Di samping itu, mereka juga

cenderung memiliki infrastruktur pendukung yang terbatas seperti gudang dan cold

storage yang sangat diperlukan dalam menjaga kualitas bahan baku dan bahan jadi.

Upaya pengawasan barang yang beredar, khususnya untuk memantau

produk yang beredar di pasaran yang berasal dari impor yang tidak memenuhi

standar SNI. Selama ini pengawasan barang yang beredar mungkin lebih ditekankan

pada upaya pemenuhan K3L, tetapi dalam konteks standar ini, pengawasan harus

diperluas pada upaya pemenuhan persyaratan yang ada dalam SNI. Upaya

pembentukan lembaga Early Warning System untuk produk yang beredar di pasar

bisa dibentuk untuk mengatasi permasalahan standar dalam upaya perlindungan

konsumen dan peningkatan daya saing produk nasional.

Page 129: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 117

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

7.1. Kesimpulan

1. Peran standar mutu sangat penting, baik untuk produk ekspor dalam

rangka meningkatkan daya saing untuk akselerasi ekspor, maupun untuk

produk impor dalam rangka melindungi konsumen dalam negeri.

2. Dalam kondisi yang ideal, standar mutu harus diterapkan mulai dari asal

usul bahan baku, bahan baku, bahan setengah jadi, proses pengolahan,

sampai produk tersebut sampai ke tangan konsumen. Namun, kondisi dan

kebutuhan masyarakat juga harus dipertimbangkan sebelum menerapkan

suatu standar menjadi standar yang berlaku wajib. Pertimbangan tersebut

antara lain kondisi perekonomian, faktor sosial, serta kemampuan

produsen khususnya UKM.

3. Untuk produk pangan, pemenuhan standar sulit dilakukan di sisi hulu.

Bahan baku untuk produk perikanan dan hortikultura, dalam hal ini ikan

dan buah-buahan itu sendiri, dipengaruhi oleh lingkungan. Jika lingkungan

tempat hidup ikan dan buah tercemar dan tidak baik kualitasnya, maka

akan mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum. Begitu pula

dengan proses penanganan pasca panen. Keterampilan dan pengetahuan

nelayan dan petani yang tidak seragam membuat kualitas bahan baku

sulit untuk dipenuhi sesuai standar yang ada.

4. Untuk produk non pangan, kesulitan lebih banyak ditemui di sisi hilir. Hal

tersebut dikarenakan proses pembuatan produk memerlukan ketrampilan

khusus dan produk harus terus berkembang dan berinovasi sesuai

kebutuhan dan selera pasar.

5. Gap negatif SNI dengan standar mitra dagang disebabkan antara lain :

a. SNI umumnya hanya menggunakan standar internasional sebagai

acuan dasar dalam penyusunannya. Sementara, mitra dagang tidak

hanya mengadopsi standar internasional seperti CODEX, ISO, IEC,

dan lain-lain namun juga mengadopsi ketentuan dan parameter yang

ada pada standar swasta (private standards) dan standar lain.

Page 130: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 118

b. Kesulitan memenuhi standar mutu dan keamanan pada sisi hulu

untuk produk perikanan (tuna dan cakalang beku) dan hortikultura

(manggis dan jagung). Bahan baku untuk produk tersebut sangat

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Jika lingkungan tempat hidup

ikan dan buah tercemar dan tidak baik kualitasnya, maka akan

mempengaruhi mutunya seperti ikan tuna yang tercemar logam berat

akibat cemaran limbah industri. Pada proses penanganan pasca

penangkapan atau pasca panen, ketrampilan dan pengetahuan

nelayan dan petani yang beragam/terbatas membuat kualitas bahan

baku sulit untuk memenuhi SNI dan atau standar negara mitra

dagang.

c. Kesulitan pemenuhan standar pada produk non pangan (mebel rotan

dan kemeja batik) lebih banyak ditemui di sisi hilir. Hal tersebut

dikarenakan proses pembuatan produk memerlukan ketrampilan

khusus dan produk harus terus berkembang dan berinovasi sesuai

kebutuhan dan selera pasar.

d. Kesulitan produk-produk usaha kecil menengah (UKM) dalam

memenuhi persyaratan mutu dan keamanan produk yang

dipersyaratkan negara mitra dagang. Kesulitan tersebut disebabkan

oleh minimnya informasi yang diterima oleh UKM mengenai standar

mutu dan keamanan di negara tujuan ekspor, proses sertifikasi

standar produk ekspor menjadi beban biaya yang relatif besar bagi

UKM, serta terbatasnya sumber daya yang terampil dalam

penanganan pra dan pasca panen. Selain itu, keterbatasan

insfrastruktur standar seperti alat uji di daerah belum optimal dalam

mendukung proses penerapan standar.

6. Belum semua pelaku ekspor menjadikan SNI sebagai acuan atau

panduan utama untuk standar mutu dan keamanan produk. Pelaku usaha

mengacu pada kriteria mutu dan keamanan yang disyaratkan oleh importir

di negara mitra dagang. Sebagian pelaku usaha juga menganggap bahwa

SNI kurang kompatibel dengan standar yang diterapkan oleh mitra

dagang.

Page 131: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 119

7.2. Rekomendasi

1. Mengusulkan kepada Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk melakukan

peninjauan, perubahan (amandemen) SNI khususnya produk eskpor ke

negara tujuan sesuai perkembangan dan perubahan selera konsumen dan

teknologi.

2. Untuk mengatasi gap negatif antara SNI dengan standar mitra dagang antara

lain :

a. Di sisi hulu, perlu memperbaiki kualitas sesuai permintaan, memperketat

seleksi bahan baku sebelum masuk pabrik dan perbaikan penanganan

pasca panen. Sedangkan di sisi hilir, perlu memberikan pelatihan dan

studi banding, dll kepada pelaku usaha agar meningkatkan kualitas

produk ke pasaran.

b. Melakukan bridging the gap: untuk UKM antara lain (i) memberikan

kemudahan dalam proses sertifikasi, (ii) sosialisasi pentingnya

pemenuhan standar mutu untuk produk ekspor; (iii) pembinaan teknis

yang lebih luas terkait budidaya dan penanganan pasca panen yang

tepat untuk menjamin kualitas produk; sementara untuk lembaga terkait

seperti laboratorium uji, sertifikasi produk, dan teknologi pengujian

dilakukan dengan peningkatan kemampuan sumber daya manusia,

peningkatan teknologi, kelengkapan infrastruktur dan kualitas pelayanan

yang terkait dengan standar.

3. Mendorong perwakilan dagang RI di luar negeri, untuk menjadi bagian solusi

dari kasus-kasus penolakan produk ekspor Indonesia antara lain melakukan

mediasi, konsultasi, dan menyediakan informasi terkait perkembangan

standar dan selera pasar mitra dagang kepada para eksportir di Indonesia.

4. Edukasi tentang standar pada umumnya dan SNI pada khususnya kepada

masyarakat baik kepada produsen yang melakukan ekspor/eksportir, importir

dan masyarakat konsumen harus terus dilakukan. Peran serta aktif

masyarakat khususnya dalam mengawasi produk impor yang masuk (tidak

memenuhi standar) harus ditingkatkan,

Page 132: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 120

DAFTAR PUSTAKA

BSN. (2013). Penerapan SNI Pada Dasarnya Bersifat Sukarela. Diakses 28 Juli

2013 dari http://web.bsn.go.id/bsn/activity.php?id=52

BSN. (2008). Kajian Penerapan dan Pertumbuhan SNI di Industri. Pusat Peneitian

dan Pengembangan Standardisasi. Badan Standardisasi Nasional (BSN).

Laporan Akhir Penelitian

CODEX Alimentarius Commision. (2003). Recommended International Code of Practice General Principles Of Food Hygiene, CAC/RCP 1-1969, Rev. 4-2003.

Ditjen SPK, Kemendag. (2013). Pengumuman Hasil Pengawasan Tahap VI oleh

Wamendag. Diakses 31 Juli 2013 dari

http://ditjenspk.kemendag.go.id/index.php/public/information/articles-

detail/berita/91.

European Commission. (2012). Using Standards to Support Growth, Competitiveness and Innovation. DOI 10.2769/42198

Detik Finance. (2013, 27 Mei). Manggis RI Ditolak China, Ini Penjelasan Wamentan. Diakses tanggal 3 Juni 2013 dari Dari http://finance.detik.com/read/2013/05/27/124747/2256607/4/manggis-ri-ditolak-china-ini-penjelasan-wamentan

Drake, Graeme. (2013). International Standardization. Materi training dalam International Standards Cooperation:ISO and other international bodies., Jakarta, Indonesia September 2013. Jakarta.

Faergemand, Jacob and Dorte Jespersen. (2004). ISO 22000 to Ensure Integrity of

Food Suply Chain. ISO Insider, ISO Management System, September –

October 2004.

Gomm, Moritz. (2009). Gap Analysis: Methodology, Tool and First Application.

PARSE.Insight Workshop, Darmstadt 21st - 22nd September 2009

Herjanto, Eddy. (2011). Pemberlakuan SNI Secara Wajib di Sektor Industri:

Efektifitas dan Berbagai Aspek dalam Penerapannya. Jurnal Riset Industri

Vol. V, No.2, 2011, Hal 121-130.

Page 133: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 121

ISO. (2010). International Standards and “Private Standards”.

Jane Lovell, Allison Clark, David Jeffries. (2003). Gap Analysis in relation to Quality Management for the Supply Chain Management of Genetically Modified (GM) Products: Supply chain identity preservation and segregation case studies. Canberra, A.C.T.: Australian Government Department of Agriculture, Fisheries and Forestry.

Kementerian Perindustrian. (2011). Penerapan SNI Wajib untuk Perlindungan

Industri Nasional. SOLUSI, No. 34, Juni 2011 Khan, Shaheen Rafi; Fahd Ali and Azka Tanveer. (2005). Compliance with

International Standards in the Marine Fisheries Sector: A Supply Chain

Analysis from Pakistan. Sustainable Development Policy Institute (SDPI).

December 2005, Trade Knowledge Network (TKN).

Kontan. (2009). Departemen Perindustrian akan Revisi 615 SNI. Diakses 29 Juli

2013 dari http://industri.kontan.co.id/news/departemen-perindustrian-akan-

revisi-615-sni- Lambaga, Arifin.(2009). Akselerasi Ekspor Produk Perikanan Indonesia Melalui

Penerapan Standar. Prosiding PPI Standardisasi 2009 – Makassar 3 Juni

2009

Liu, Pascal. (2009). Private Standard in International Trade: Issues and

Opportunities. Trade and Market Division, FAO.

National Institute of Standards and Technology. (2013). A Guide to United States

Apparel and Household Textiles Compliance Requirements GCR 12-970.

U.S. Department of Commerce.

Neraca. (2012, 10 Mei). Pemerintah Bakal Kenakan SNI Pada Tiga Produk: Jaga

Pasar Domestik dari Banjir Impor.

Neraca. (2013, 29 Juli). BSN Akan Keluarkan 500 SNI di 2013. Diakses 29 Juli 2013

darihttp://www.neraca.co.id/harian/article/26616/BSN.akan.Keluarkan.500.SN

I.di.2013

Puska Dagri – Kementerian Perdagangan. (2012). Analisis Penerapan SNI Sukarela

Pada Industri Mie Instan dan Minyak Goreng Dalam Kemasan.

Page 134: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 122

Salim, Zamroni. ed. (2012). Standarisasi Produk Perikanan dan Olahannya Dalam

Penguatan Pasar Ekspor. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),

Pusat Penelitian Ekonomi (P2E).

Shepherd, Ben and Nobert L Wilson. (2010). Product Standard and Developing

Country Agricultural Exports: The Case of The European Union. Department

of Agricultural Economics and Rural Sociology, Auburn University.

SNI 01-0222-1995. Bahan tambahan makanan

SNI 01-2326-1991. Standar metode pengambilan contoh (produk perikanan).

SNI 01-2710.1-2006. Standar Ikan Tuna Beku : Spesifikasi.

SNI 01-2710.2-2006. Standar Ikan Tuna Beku : Persyaratan Bahan Baku.

SNI 01-2710.3-2006. Standar Ikan Tuna Beku : Penanganan dan Pengolahan.

SNI No. 01-2733.1-2006. Standar Ikan Cakalang Beku : Spesifikasi

SNI No. 01-2733.2-2006. Standar Ikan Cakalang Beku : Persyaratan bahan baku

SNI No. 01-2733.3-2006. Standar Ikan Cakalang Beku : Penanganan dan

pengolahan

SNI No. 3211:2009. Standar Manggis

SNI No. 01-3920-1995. Standar Jagung

SNI No. 08.3540.1994. Standar Batik

SNI No. 7555.24:2011. Standar Kursi tamu rotan

SNI No. 7555.25:2011. Standar Meja tamu rotan

Tempo (2012, November 2012). Pemerintah Akan tambah Produk Wajib SNI.

Valk, Olga van der dan Joop van der Roest. (2009). National benchmarking against GLOBALGAP: Case studies of Good Agricultural Practices in Kenya, Malaysia, Mexico and Chile. Report 2008.079. LEI Wageningen UR, The Hague

Page 135: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 123

Washington, S & Ababouch, L. (2011). Private Standards and Certification in Fisheries and Aquaculture: Current Practice and Emerging Issues. FAO Fisheries and Aquaculture Technical Paper No.553.

Will, Margret and Doris Guenther. (2007). Food Quality and Safety Standards: as

Required by EU Law and the Private Industry. A Practitioners’ Reference Book. 2nd

edition. GTZ.

Page 136: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 124

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

KUESIONER PERILAKU PERUSAHAAN (EKSPORTIR) TERHADAP SNI & STANDAR INTERNASIONAL

Identifikasi Perusahaan Nama : ......................................... Alamat : .........................................

1. Apakah menurut anda standar itu penting? a. Ya b. Tidak Alasan : .............

2. Apakah menurut Anda, pencantuman label standar pada produk Anda itu penting?

a. Ya b. Tidak Alasan : ..............

3. Apakah anda mengetahui tentang standar dan SNI? a. Ya b. Tidak Alasan : ..............

4. Negara mana sajakah yang menjadi tujuan ekspor untuk produk perusahaan anda? a. b. c. d.

5. Standar apa sajakah yang terkait dengan produk yang anda ekspor? a. b. c. d.

6. Komponen standar apa saja menurut Anda yang menjadi perhatian utama di masing-masing negara tujuan ekspor? a. b. c. d.

7. Apakah produk perusahaan anda sudah dapat memenuhi komponen utama (pertanyaan nomor 6) pada standar tersebut? a. Ya b. Belum

8. Jika BELUM, komponen standar mana yang belum dipenuhi oleh produk

perusahaan anda?

Page 137: KAJIAN KEBUTUHAN STANDARD DALAM DIMENSI DAYA SAING DAN ...bppp.kemendag.go.id/.../KAJIAN_KEBUTUHAN...DAN_PERLINDUNGAN_KONSUME… · mempengaruhi kualitas dan mutunya secara umum

Kajian Kebutuhan StandardDalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen 125

a. b. c. d.

9. Tindakan apa yang Anda lakukan untuk memenuhi komponen standar tersebut? a. b. c. d.

10. Apakah produk anda pernah mengalami penolakan di negara tujuan karena tidak memenuhi standar? a. Ya b. Tidak

11. Jika YA, apa saja alasan ditolaknya produk anda di negara tujuan?

a. b. c. d.

12. Tindakan apa yang Anda lakukan untuk merespon penolakan tersebut tersebut? a. b. c. d.

13. Apa saja hambatan bagi perusahaan anda dalam memenuhi standar di negara tujuan? a. b. c. d.

14. Bagaimana dampak kesesuaian atau ketidaksesuain standar produk anda dengan standar produk di negara tujuan dalam mempengaruhi kemampuan daya saing produk perusahaan anda? ..................................................................... Alasan : .......................................................