18
 KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Oleh Ir. Widarjanto, MM dan Ir. Suparyo Hugeng  Abstrak Pemanfaa tan biote knolo gi pada tanaman di Indon esia sampai saat ini mas ih ter bat as, dianta ranya pada teknik kul tur jar ingan. Teknik ini dia plik asikan dalam  perbaikan mutu genetik dan perbanyakan tanaman serta penyimpan plasma nutfah secara in vitro. Kultur jaringan diutamakan pada tanaman yang sulit dikembangkan secara generatif dan memerlukan waktu yang relatif lama. Perbanyakan melalui kultur  jaringan memiliki kelebihan antara lain tananam baru mempunyai sifat sama dengan induknya, bibit dap at dip roduks i dal am jumlah bes ar dan beb as dar i hama  dan  penyakit. Tujuan kajian ini adalah melihat peluang dan kendala usaha pembibitan jati hasil kultur jaringan skala kecil di kawasan transmigrasi. Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Sebagian besar lahan pekarangan transmiran yang  belum termanfaatkan dapat digunakan untuk usaha pembibitan jati. (2) Usaha pengembangan bibit jati hasil kultur jaringan cukup menguntungkan. (3) Tenaga yang tersedia di lokasi cukup untuk dialokasikan sebagai usaha pembibitan jati kultur jaringan skala kecil. (4) Sebagian besar transmigran mempunyai persepsi bahwa usaha pengembangan bibit jati kultur  jaringan dapat menjadi sumber pendapatan tambahan. (5) Usaha pengembangan bibit  jati kultur jaringan terkendala oleh biaya investasi yang relatif besar menurut ukuran transmigran. (6) Ketidakpastian permintaan pasar terhadap bibit jati kultur jaringan menyebabkan transmigran belum mengusahakannya secara komersial. Pendahuluan Sal ah sat u pro duk bio tek nol ogi yan g mempunyai pro spe k cuk up bai k unt uk diperkenalkan di kawasan transmigrasi adalah bibit jati hasil kultur jaringan. Kelebihan bibit jati tersebut adalah pertumbuhan pohon relatif seragam, tingkat pertumbuhan per tahun lebih cepat, bentuk batang lebih lurus, silindris, serta bebas kontaminasi hama dan penyakit (Trubus, 2001). Perdagangan bibit jati hasil kultur jaring an ini diharapkan dapat sebagai usaha komersil skala petani kecil (  priva te nursery ), dan dapat menambah pendapatan transmigran dan penduduk lokal.  Ta naman jat i dap at diperbany ak melalui cara gen era tif dan vegeta tif . Car a genera tif adalah dengan perbanyakan melalui biji yang disemaikan dan dibiarkan tumbuh tunas baru serta dipelihara sebagai bibit. Jika terlalu besar bibit diremajakan dengan car a memang kas bat ang dan dibiar kan tumbuh tun as bar u, tunas ini di pelihara sebagai batang baru. Cara ter sebut lebih dik enal dengan istilah Stump. Perbanyakan ini sudah dikenal di kalangan masyarakat Kabupaten Bengkulu Utara. Sedan gkan perba nyaka n mela lui veget atif dilakukan mela lui kultu r jaringan, yaitu per ban yak an melal ui per tumbuhan sel -sel jar ingan tit ik tumbuh tanaman. Car a pembibitan jati melalui kultur jaringan masih dilakukan oleh produsen bibit dan belum dapat diadopsi oleh petani, karena teknologi ini padat modal dan berteknologi tinggi. Peluang usaha yang dapat diadopsi dari teknologi ini adalah pembesaran bibit jati KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 1 of 18

Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

  • Upload
    mdcfast

  • View
    83

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI

HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI

Oleh Ir. Widarjanto, MM dan Ir. Suparyo Hugeng  

Abstrak 

Pemanfaatan bioteknologi pada tanaman di Indonesia sampai saat ini masih

terbatas, diantaranya pada teknik kultur jaringan. Teknik ini diaplikasikan dalam

 perbaikan mutu genetik dan perbanyakan tanaman serta penyimpan plasma nutfah

secara in vitro. Kultur jaringan diutamakan pada tanaman yang sulit dikembangkan

secara generatif dan memerlukan waktu yang relatif lama. Perbanyakan melalui kultur 

 jaringan memiliki kelebihan antara lain tananam baru mempunyai sifat sama dengan

induknya, bibit dapat diproduksi dalam jumlah besar dan bebas dari hama  dan

 penyakit.

Tujuan kajian ini adalah melihat peluang dan kendala usaha pembibitan jati hasil

kultur jaringan skala kecil di kawasan transmigrasi. Dari kajian ini dapat disimpulkan

bahwa (1) Sebagian besar lahan pekarangan transmiran yang  belum termanfaatkan

dapat digunakan untuk usaha pembibitan jati. (2) Usaha pengembangan bibit jati hasil

kultur jaringan cukup menguntungkan. (3) Tenaga yang tersedia di lokasi cukup untuk 

dialokasikan sebagai usaha pembibitan jati kultur jaringan skala kecil. (4) Sebagian

besar transmigran mempunyai persepsi bahwa usaha pengembangan bibit jati kultur 

 jaringan dapat menjadi sumber pendapatan tambahan. (5) Usaha pengembangan bibit 

 jati kultur jaringan terkendala oleh biaya investasi yang relatif besar menurut ukuran

transmigran. (6) Ketidakpastian permintaan pasar terhadap bibit jati kultur jaringanmenyebabkan transmigran belum mengusahakannya secara komersial.

Pendahuluan

Salah satu produk bioteknologi yang mempunyai prospek cukup baik untuk

diperkenalkan di kawasan transmigrasi adalah bibit jati hasil kultur jaringan. Kelebihan

bibit jati tersebut adalah pertumbuhan pohon relatif seragam, tingkat pertumbuhan

per tahun lebih cepat, bentuk batang lebih lurus, silindris, serta bebas kontaminasi

hama dan penyakit (Trubus, 2001). Perdagangan bibit jati hasil kultur jaringan ini

diharapkan dapat sebagai usaha komersil skala petani kecil ( private nursery ), dan

dapat menambah pendapatan transmigran dan penduduk lokal.

  Tanaman jati dapat diperbanyak melalui cara generatif dan vegetatif. Cara

generatif adalah dengan perbanyakan melalui biji yang disemaikan dan dibiarkan

tumbuh tunas baru serta dipelihara sebagai bibit. Jika terlalu besar bibit diremajakan

dengan cara memangkas batang dan dibiarkan tumbuh tunas baru, tunas ini di

pelihara sebagai batang baru. Cara tersebut lebih dikenal dengan istilah Stump.

Perbanyakan ini sudah dikenal di kalangan masyarakat Kabupaten Bengkulu Utara.

Sedangkan perbanyakan melalui vegetatif dilakukan melalui kultur jaringan, yaitu

perbanyakan melalui pertumbuhan sel-sel jaringan titik tumbuh tanaman. Cara

pembibitan jati melalui kultur jaringan masih dilakukan oleh produsen bibit dan belumdapat diadopsi oleh petani, karena teknologi ini padat modal dan berteknologi tinggi.

Peluang usaha yang dapat diadopsi dari teknologi ini adalah pembesaran bibit jati

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 1 of 18

Page 2: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

setelah fase aklimatisasi atau pada fase adaptasi bibit dengan lingkungan luar

laboratorium (bibit berumur ± 4 minggu).

Permasalahan dalam menggunakan produk bioteknologi khususnya bibit jati

hasil kultur jaringan untuk meningkatkan produksi pertanian di kawasan transmigrasi

adalah rendahnya kemampuan adopsi teknologi tersebut oleh transmigran,terbatasnya pemilikan modal dan tidak adanya akses ke sumber-sumber modal

semacam lembaga keuangan formal. Selain itu, lokasi permukiman transmigrasi

(kawasan transmigrasi) umumnya jauh dari pusat distribusi faktor produksi, termasuk

bioteknologi, sehingga pengadaannya secara individual untuk digunakan secara

kontinyu dalam meningkatkan produksi pertanian menjadi sangat mahal. Oleh sebab

itu, diperlukan suatu kajian tentang peluang dan kendala usaha pembibitan jati kultur

  jaringan skala kecil di kawasan transmigrasi. Sasaran kajian ini adalah tersedianya

informasi peluang dan kendala pengembangan dan pemanfaatan bibit jati kultur

 jaringan sebagai usaha pembibitan skala rumah tangga di kawasan transmigrasi.

Kajian dibatasi pada aspek teknis, ekonomi dan sosial. Disamping itu juga

dilakukan sosialisasi bibit jati kultur jaringan dan disertai bimbingan teknis kepadatransmigran dan penduduk lokal terpilih. Dari hasil sosialisasi ini diharapkan dapat

diketahui persepsi dan minat transmigran dan penduduk lokal terhadap pemanfaatan

bibit jati kultur jaringan sebagai usaha tambahan.

Analisis peluang dan kendala pemanfaatan bibit jati kultur jaringan dengan

metode diskriptif kualitatif . Untuk melihat persepsi dan minat transmigran dalam

pemanfaatan bibit jati kultur jaringan, dilakukan pembobotan variabel menuntut

metoda Likers (skala 5 tingkat).

Analisis Teknis, Ekonomi Dan Sosial

Analisis Teknis

Agroekologi

Iklim

Bibit jati akan tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki curah hujan 1.200

– 2.500 mm per tahun dengan 3 – 5 bulan kering (curah hujan kurang dari 50 mm per

bulan), temperatur 19 – 36 ° C dan intensitas cahaya 75 – 100 persen (PT. Fitotek,2002).

Lokasi sosialisasi bibit jati kultur jaringan di Balai Teknik Produksi Transmighrasi

Bengkulu dan Desa-desa di sekitarnya (desa Kuro Tidur, Padang Jaya, Tanjung

Harapan dan Marga Sakti) mempunyai intensitas curah hujan sebesar 2.000 mm

dengan temperatur 32°C pada ketinggian 250 m dari permukaan laut. Menurut ahli

dari PT Fitotek (2002), daerah tersebut masih tergolong sesuai untuk pertumbuhan

bibit jati kultur jaringan, sehingga usaha pembibitan jati kultur jaringan di lokasi

penelitian dinilai layak secara teknis.

Kemiringan Lahan

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 2 of 18

Page 3: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

Departemen Transmigrasi (1992) telah menentukan batas kriteria kelayakan

lahan untuk transmigrasi pola tanaman pangan antara lain kemiringan kurang dari 8

persen. Apabila lahan memiliki kemiringan lebih dari 8 persen, maka harus dilakukan

tindakan konservasi tanah. Kemiringan lahan yang dimiliki petani terutama lahan

pekarangan petani di daerah sosialisasi bibit jati kultur jaringan tidak lebih dari 8

persen. Pemanfaatan lahan petani untuk produksi tanaman palawija dan tahunan

kelihatan tidak mengalami hambatan, serta terlihat tertata dengan baik. Oleh karena

itu terdapat peluang pembibitan jati kultur jaringan pada lahan pekarangan.

Ketersedian Lahan dan Media Tanah

Ketersediaan lahan untuk usaha pembesaran bibit jati kultur jaringan skala kecil

(200 batang bibit) per keluarga di lokasi penelitian tidak menjadi hambatan karena

usaha tersebut hanya membutuhkan luasan lahan kurang lebih 100 m2. Lahan

pekarangan yang dimiliki penduduk umumnya 2.500 m2 dan masih tersisa seluas 200-

300 m3 yang belum diusahakan, sehingga masih cukup luas untuk usaha pembibitan.

Pembuatan media tanah untuk pembibitan tidak mengalami kesulitan karena

bahan-bahan seperti tanah dan sekam tersedia dalam jumlah yang cukup. Media

tanah dapat diambil dari lahan sekitar dan sekam gergaji atau sekam padi dapat

diambil dari tempat penggerjajian kayu atau penggilingan padi dengan harga relatif 

murah sekitar Rp 50,- per kg. Tingkat kemasaman tanah yang dibutuhkan untuk media

tanah dalam polibag sekitar 5,0-8,0. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pH tanah di

lahan pekarangan sekitar 5,0-6,5.

Kendala- kendala lain

Selain kendala fisik dan kesuburan tanah, usaha pembibitan jati kultur jaringan

tidak lepas dari kendala hama dan penyakit bibit tanaman tersebut. Penyakit bibit

tanaman tahunan yang sering menyerang seperti kutu daun, busuk akar dapat

dikendalikan dengan penyemprotan obat-obatan kutu daun dan mengurangi

kelembaban media tanah dalam polibag. Hama yang kadang–kadang merusak areal

pembibitan adalah babi hutan. Hama ini dapat dikendalikan dengan pembuatan pagar

keliling. Menurut penangkar bibit tanaman tahunan seperti karet, kopi dan kelapa

sawit yang ada disekitar lokasi, intensitas serangan hama dan penyakit dapat

dikatakan relatif kecil sehingga tidak menjadi kendala yang berarti. Dengan

pengalaman ini, maka pembibitan bibit jati kultur jaringan digolongkan layak

bersyarat, yaitu serangan hama babi hutan dapat dikendalikan.

Peralatan dan Bahan yang dibutuhkan

 Tekonologi kultur jaringan yang padat modal dan teknologi tinggi merupakan

kendala utama dalam usaha pembibitan jati kultur jaringan. Kegiatan yang dapat

diadopsi oleh transmigran dan penduduk setempat adalah usaha pembesaran bibit jati

muda (umur 1 bulan). Usaha pembibitan jati kultur jaringan di daerah penelitian dinilai

layak bersyarat, yaitu diperlukan penyediaan bahan dan alat pembesaran di lokasiagar mudah diperoleh transmigran.

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 3 of 18

Page 4: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

 

Tanggapan Pemda dan Swasta

Pemda Propinsi Bengkulu sangat mendukung adanya kegiatan pemberdayaan

masyarakat dengan komoditas tanaman kehutanan ung-gulan seperti kayu bawang. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada agroekologi setempat disamping itu

kayunya banyak diminati. Untuk pengembangan tanaman jati, baik jenis lokal maupun

kultur jaringan, Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu belum merekomendasikannya.

Namun Pemda Kabupaten Bengkulu Selatan telah memprogramkan penanaman jati

sebagai tanaman hutan rakyat. Dengan kebijaksanaan ini, banyak bermunculan

penangkaran bibit jati lokal. Bibit jati diperoleh dari Propinsi Lampung dalam bentuk

biji, stek dan cabutan jati muda, sementara penangkaran bibit jati kultur jaringan saat

ini belum ada.

Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkulu Utara sampai sekarang belum

merekomendasikan tanaman jati sebagai tanaman hutan rakyat, sehingga tanaman

 jati di daerah tersebut belum berkembang luas. Permintaan bibit jati di pasaran daerahtersebut sangat kecil. Usaha pembibitan jati yang ada terbatas pada jenis jati lokal dan

hanya sebagai usaha kecil atau sampingan. Pihak pemda dalam hal ini Dinas

Kehutanan maupun Dinas Pertanian, kurang memberikan bimbingan dan sosialisasi

khususnya dalam usaha pembibitan jati, sehingga petani berusaha hanya berdasarkan

pengalaman seadanya.

Pengusahaan pembibitan komoditas jati lokal skala kecil di Provinsi Bengkulu

sudah berkembang sejak 3 tahun. Pada awalnya, kegiatan pembibitan skala kecil ini

dimulai dengan maraknya penanaman jati di Bengkulu. Mereka mendapatkan bibit jati

dari daerah Lampung Selatan. Ada juga yang dibawa langsung dari Jawa Barat, Jawa

 Tengah (Cepu) dan Jawa Timur. Sebagian besar budidaya jati lokal berkembang diBengkulu Selatan, karena berdekatan dengan sumber bibit di Lampung. Budidaya

tersebut selanjutnya menyebar ke Rejang Lebong. Di Kabupaten Bengkulu Utara,

pengembangan jati masih dalam taraf coba-coba dan masyarakat masih memerlukan

informasi apakah jati dapat tumbuh dengan baik di Bengkulu Utara.

Di Kota Bengkulu, pengusahaan bibit jati telah mulai berkembang, ditandai

dengan adanya masyarakat yang telah melakukan usaha ini. Salah satu penduduk

kota Bengkulu yang berhasil dalam mengusahakan jati ini adalah Pak Safrizal.

Penduduk asli Bengkulu yang tinggal di Kelurahan Talang Kering, Kecamatan Muara

Bangka Hulu ini menjalankan usahanya sejak 1 tahun yang lalu. Cara perbanyakan

yang dilakukannya adalah dengan membeli stek tumbuh yang berasal dari Lampung

Selatan dengan harga satu ikat stek (100 stek) adalah Rp. 50.000,-. Stek yang dibelikemudian dipindah ke polibag-polibag yang telah berisi media tumbuh dengan

komposisi Urea, pupuk kandang dan tanah bagian atas. Harga jual bibit jati buatan Pak

Safri berkisar Rp. 2.000,- sampai Rp. 4.000,- dengan persyaratan, bila dibeli dengan

partai besar (sekitar 200 batang), maka harganya Rp. 2.000,-, per batang sedangkan

partai kecil sebanyak 10 batang, ia jual dengan harga Rp. 4.000,-. Di depan rumahnya

terpampang papan dengan tulisan jual bibit jati super. Nama jati super dipakai sebagai

nama dagang, karena sebelumnya sudah ada perusahaan dari Jakarta yang memasok

 jati dengan nama jati super. Untuk musim hujan yang akan datang, bibit jati buatan

Pak Safri sudah dipesan sebanyak 500 polibag oleh pembeli dari Bengkulu Utara dan

400 polibag oleh pembeli dari daerah Curup. Analisis usaha pembibitan jati skala kecil

Pak Safri diuraikan sebagai berikut:

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 4 of 18

Page 5: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

 Tabel 1

Analisis Usaha Pembibitan Jati Skala Kecil untuk 100 Polibag

selama 4 Bulan

No Uraian Banyaknya Jumlah (Rp)

A Biaya Produksi

1. Polibag

2. Pupu kandang

3. Pupuk NPK 

4. Stek jati

5. Curacron 50 EC

6. Naungan

1 kg

4 karung

2 kg

1 ikat

1 botol

-

8.000

24.000

6.000

50.000

18.000

20.000  Jumlah 126.000

B Penjualan 100 polibag 400.000C Keuntungan bersih B – A 274.000

D B/C rasio 2,2

Apabila 100 polibag bibit jati terjual dengan harga Rp. 4.000,- maka diperolehpenerimaan sebesar Rp. 400.000,-. Bila penerimaan tersebut dikurangi biaya produksi

Rp. 126.000,-, maka keuntungan bersih yang didapat sebesar Rp. 274.000,-, dengan

B/C rasio 2,2. Dengan rasio tersebut, maka usaha pembibitan skala kecil Pak Safri

dianggap layak untuk usaha tambahan.

Pihak swasta yang mendukung pengembangan jati kultur jaringan di Provinsi

Bengkulu sejak 2 tahun yang lalu, PT. Monfori Nusantara telah melebarkan pemasaran

produk bibit jati super. Saat ini perusahaan tersebut telah membuka kantor cabang di

Kota Bengkulu serta telah melakukan kerjasama penelitian budidaya tanaman jati

super dengan Universitas Bengkulu di satu lokasi di daerah Muko-Muko Utara,

Kabupaten Bengkulu Utara.

 Tanggapan Universitas Bengkulu terhadap program pengembangan jati kultur

  jaringan sangat positif. Menurut salah satu pakar dari jurusan Kehutanan Fakultas

Pertanian Universitas Bengkulu, jati dapat tumbuh dengan baik pada iklim dan

agroekologi Bengkulu. Jurusan Kehutanan Universitas Bengkulu saat ini sedang

melakukan penelitian tentang pertumbuhan dan pembudidayaan jati kultur jaringan.

Beberapa penelitian yang telah diselesaikan adalah hubungan faktor pertumbuhan jati

dengan persemaian sampai penjarangan, dan pertumbuhan jati pada pola tanam

monokultur, serta polikultur dengan sawit.

Alih Teknologi

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 5 of 18

Page 6: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

Di Propinsi Bengkulu pengembangan usaha pembibitan jati lokal melalui biji,

stek, dan cabutan sudah dilakukan sejak 2 – 3 tahun yang lalu. Hasil kajian ini

memperlihatkan cukup banyak usaha penangkaran bibit jati lokal. Pengembangan

usaha ini juga didukung oleh banyaknya permintaan (pemesanan) bibit yang

mendorong banyak masyarakat membudidayakan komoditas ini di lahannya. Dari

fakta ini, disimpulkan bahwa alih teknologi budidaya jati telah dilakukan oleh

masyarakat dengan melakukan sosialisasi secara getok tular . Petani yang tertarik

untuk menanam jati, mereka akan belajar dari petani lain yang sudah lebih dahulu

membudidayakannya. Khususnya di lokasi penelitian di Balai TPT Kuro Tidur dan

sekitarnya, tahap awal pengembangan pembibitan jati kultur jaringan melibatkan

petani eks transmigran dan petani lokal. Mereka telah diberikan bimbingan teknis

tentang tahapan kegiatan pembibitan jati kultur jaringan skala kecil dan teknis

budidayanya.

Pada saat sosialisasi, responden memberikan tanggapan yang beragam atas

setiap tahapan kegiatan, pemikiran dan curahan tenaga kerja. Sebagian besar

responden mempunyai pandangan bahwa bibit jati hasil kultur jaringan merupakan hal

yang baru bagi mereka. Selama ini mereka hanya mengenal bibit jati lokal denganperbanyakan dari biji, stek, dan cabutan anakan yang masih muda.

Dari hasil penelitian, sebagian besar responden tidak tertarik melakukan usaha

pembibitan jati kultur jaringan skala kecil untuk kegiatan tambahan, karena masalah

modal, dan pangsa pasarnya belum jelas (calon pembeli bibit jati).

Sebagian besar responden belum mengetahui bahwa jati dapat diperbanyak

dengan teknik kultur jaringan. Mereka baru mengetahui jenis jati ini dari sosialisasi

yang telah dilakukan Balai Litbang TPT Kuro Tidur. Teknologi kultur jaringan untuk

perbanyakan bibit jati selama ini masih di laksanakan oleh pihak produsen bibit dan

belum dapat diadopsi oleh pihak lain seperti transmigran ataupun petani. Menurutpihak produsen, teknologi kultur jaringan belum dapat ditransfer ke pihak lain karena

alasan teknis sehingga sampai saat penelitian dilakukan belum terjadi alih teknologi

kultur jaringan.

Analisis Ekonomi

Bahan dan alat-alat pendukung

Untuk melakukan pembibitan jati kultur jaringan skala kecil (200 batang)

diperlukan bahan dan alat-alat pendukung seperti alat-alat pertanian, rumah bibit

(naungan sederhana), pupuk organik, polibag dan media tanam. Alat dan bahan

tersebut dapat diperoleh dengan mudah di pasar terdekat, yaitu pasar PT Maju. Bibit

 jati muda hasil kultur jaringan tidak tersedia di lokasi. Bibit jati ini dapat di pesan ke

produsen bibit di Jakarta minimal sebanyak 1.000 batang. Untuk memudahkan dan

efisiensi biaya pengangkutan, maka pemesanan diusahakan secara berkelompok,

sehingga mencapai jumlah bibit minimal (1000 batang). Alternatif lain adalah

memanfaatkan jasa Koperasi Unit Desa untuk memfasilitasi pemesanan bibit jati.

Menurut pihak produsen bibit, mereka sanggup memasok bibit jati, asalkan

pemesanan dilakukan secara kontinu.

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 6 of 18

Page 7: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

Harga atau Biaya Bibit Jati Kultur Jaringan

Harga bibit jati kultur jaringan siap tanam (berumur 3-4 bulan) dipasaran Jakarta

adalah berikasar Rp. 17.000,- sampai Rp 17.500,- per batang. Sedangkan harga bibit

(berumur 1 - 1,5 bulan) yang akan dibesarkan adalah Rp 10.000,- per batang, belum

termasuk ongkos kirim. Untuk memudahkan dan efisiensi biaya pengangkutan ke

lokasi pembesaran bibit, dapat dilakukan secara berkelompok. Kegiatan usaha

pembersaran bibit menurut responden untuk saat ini tidak dapat dilaksanakan karena

harga bibit jati kultur jaringan dirasa cukup mahal dan tidak ada satupun responden

yang menyatakan murah.

Peningkatan Pendapatan atau Keuntungan

Penelitian ini belum dapat menghitung keuntungan aktual usaha pembibitan jati

kultur jaringan, karena sebagian besar responden yang menerima bibit jati ternyata

tidak memperdagangkannya, tetapi ditanam di lahannya. Usaha pembibitan jati lokalyang telah berkembang seperti di kota Bengkulu dan sekitarnya, menurut pelaku

usahanya dapat mendatangkan keuntungan, sehingga mereka masih dapat bertahan

hingga sekarang setelah 3 tahun berjalan.

Modal usaha pembesaran bibit jati kultur jaringan lebih banyak terserap pada

pengadaan bibit (200 batang @ Rp 10.000,- atau Rp 2 Juta), biaya pemeliharaan

selama 4 bulan Rp 200.000,-, pengadaan bahan dan alat-alat sebesar Rp 200.000,-,

serta pembuatan biaya rumah bibit sebesar Rp 50.000,- Total biaya yang

diinvestasikan sebesar Rp 2,6 juta. Perkiraan keuntungan bersih (perdana) dari usaha

pembesaran bibit jati kultur jaringan skala kecil adalah Rp 880.000,- dengan harga jual

bibit Rp. 17.500 tiap batang.

Analisis Sosial

Potensi Budidaya dan Pembibitan Tanaman Jati

Potensi tanaman jati dalam usahatani transmigran dan penduduk setempat

dapat diterapkan sebagai alternatif usaha tambahan seperti budidaya jati skala kecil

dan pembesaran bibit jati. Menurut penelitian, budidaya jati skala kecil dapat

dikembangkan dalam jumlah 10-15 batang yang ditanam sebagai pagar pembatas

lahan usaha (Trubus, 2001). Usaha pembesaran bibit jati skala kecil dapat dilakukan

pada skala 200 batang bibit. Untuk memudahkan dan efisiensi biaya pengangkutan

maka dapat dilakukan secara berkelompok (10–15 orang per kelompok). Keuntungan

usaha berkelompok ini antara lain lebih mudah membuka akses ke sumber modal dan

efisiensi biaya transportasi.

Budidaya dan pembibitan jati di lokasi penelitian tidak bertentangan dengan

budaya usahatani setempat. Kelangkaan tanaman jati di lokasi banyak disebabkan

oleh pertimbangan pemasaran kayu jati yang memakan waktu dan birokrasi panjang

dan kenampakan kayu yang berlubang di tengah. Disamping itu, tanaman jati bukan

tanaman pilihan masyarakat sebagai tanaman berumur pendek, lain halnya komoditas

karet, kelapa genjah, kelapa sawit yang mampu berproduksi dalam waktu relatif singkat.

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 7 of 18

Page 8: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

 

Tenaga Kerja Tersedia

Rata-rata jumlah tenaga kerja yang dimiliki responden dari penduduk setempat

sebesar 5,2 orang, sedangkan kelompok eks transmigran rata-rata jumlah tenagakerja adalah 3,4 orang. Kesadaran keluarga berencana di kalangan penduduk eks

transmigran cukup tinggi jika dibandingkan dengan penduduk setempat. Hal ini

dikarenakan tujuan merantau responden eks transmigran dari daerah asal adalah

untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Walaupun jumlah tenaga kerjanya

lebih banyak di desa penduduk setempat dari pada desa eks transmigrasi, tetapi

  jumlah tenaga kerja efektif hanya 2,3 orang per KK dan dicurahkan ke usahatani

sebesar 1,5 orang per KK untuk luasan garapan 1,0 ha (Tabel 2). Jumlah tenaga kerja

efektif dan tenaga kerja yang tercurah pada usahatani lebih besar di permukiman

transmigrasi dibanding desa setempat.

 Tabel 2

Rata–rata Jumlah Tenaga Kerja dan Luas Garapan di 4 Lokasi

No Lokasi

 Jumlah Tenaga Kerja LuasGarapa

n(ha/KK)

Ketersediaan

(orang/KK)

Efektif (orang/KK 

)

Usahatani(orang /KK)

1 Desa Kuro Tidur(desa asli)

5,2 2,3 1,5 1

2 Desa Marga Sakti 3,5 2,4 1,8 1,63 Desa Tanjung

Harapan3,2 2,7 1,7 1,5

4 Desa Padang Jaya 3,6 2,5 1,7 1,4Rata-rata 3,9 2,5 1,7 1,34

Pada awal usaha pembesaran bibit jati kultur jaringan dibutuhkan curahan

tenaga kerja sebanyak 20 HOK yang terdiri dari pembuatan rumah bibit 6 HOK,

pengadaan bahan dan alat (2 HOK) dan pemeliharaan bibit selama 4 bulan 12 HOK.

Dari Tabel diatas, terlihat bahwa tenaga kerja keluarga di lokasi penelitian masih sisa

0,8 orang per KK. Dengan asumsi hari kerja dalam satu bulan 25 hari, maka sisatenaga kerja keluarga selama 4 bulan setara 80 HOK. Jumlah tenaga kerja efektif yang

tersisa ini dapat dialokasikan untuk usaha pembibitan jati kultur jaringan skala kecil.

Persepsi Transmigran tentang Peningkatan Pendapatan dari Usaha

Pembibitan.

Hasil diskusi dangan aparat instansi kehutanan dan responden memperlihatkan

bahwa sampai saat ini di Provinsi Bengkulu belum pernah dilakukan pembibitan

melalui kultur jaringan. Adanya sosialisasi jati diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan wawasan baru bagi masyarakat. Berdasarkan hasil analisis

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 8 of 18

Page 9: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

terungkap bahwa responden umumnya berpendapat pembibitan jati kultur jaringan

dapat meningkatkan keuntungan (nilai skor sebesar 87 atau cukup baik).

 Tabel 3.

Persentase Responden Menurut Persepsi Tentang Keuntungan Usaha Pembibitan

 Jati Kultur Jaringan

No Persepsi Frekuensi % Skor1 Sangat menguntungkan 0 0 02 Menguntungkan 15 50,0 603 Cukup menguntungkan 6 20,0 184 Kurang menguntungkan 9 30,0 9

5 Tidak menguntungkan 0 0 0 Jumlah 30 100 87

Setelah dilakukan sosialisasi, maka sebanyak 15 responden (50 persen)

mengatakan bahwa pembibitan jati unggul dapat meningkatkan pendapatan,

sedangkan 6 responden (20 persen) menjawab cukup menguntungan dan 9 responden

(30 persen) menjawab kurang menguntungkan. Dalam benak dan pikiran responden,

usaha ini dapat meningkatkan pendapatan, namun masih perlu ditelusuri lagi apakah

responden mengenal jati kultur jaringan dan berminat melakukan usaha pembibitan

secara swadaya.

 Jika ditelusuri pengetahuan responden tentang bibit jati kultur jaringan sebelum

sosialisasi dilakukan, umumnya mereka belum mengenalnya. Sebanyak 53,3 persen

responden penduduk setempat hanya mengenal jati lokal dan sisanya 46,7 persen

responden sama sekali tidak mengenal jati. Mereka hanya membudidayakan tanaman

karet dan kopi yang diusahakan secara turun temurun dari orang tuanya. Disamping

itu tingkat mobilitas mereka masih rendah sehingga kesempatan mengenal jati di

tempat lain tidak ada. Lebih dari 93 persen penduduk eks transmigran telah mengenal

tanaman jati lokal di daerah asalnya, sedang bibit jati kultur jaringan, umumnya belum

mengenal (Tabel 4).

 Tabel 4.

Persentase Responden Menurut Pengetahuan Tanaman Jati Sebelum Sosialisasi

No KeteranganPenduduk Lokal Eks Transmigran

Frekuensi % Frekuensi %1 Mengenal 8 53,3 14 93,32 Tidak mengenal 7 46,7 1 6,7

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 9 of 18

Page 10: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

  Tanaman jati dapat dikatakan sangat jarang dibudidayakan di KabupatenBengkulu Utara baik oleh pemerintah, swasta maupun penduduk setempat. Jati yang

tumbuh secara sporadis satu atau dua pohon di lahan penduduk lokal sebagian besartanpa pemeliharaan. Pemerintah daerah Kabupaten Bengkulu Utara selama ini belum

merekomendasikan tanaman jati sebagai tanaman hutan rakyat, sehingga adakekawatiran masyarakat setempat bahwa pemasaran jati akan menghadapi birokrasi

yang panjang dan berbelit-belit. Disamping itu serangan hama ani-ani (rayap) sangatmerugikan karena kayu jati menjadi berlubang yang menyebabkan harga kayu jati

menjadi sangat rendah. Permasalahan yang disebut di atas membuat tanaman jati didaerah Kabupaten Bengkulu Utara menjadi tidak populer di kalangan penduduk

setempat. Menurut ahli jati kultur jaringan dari PT Fitotek (2002), program sosialisasibibit jati hasil kultur jaringan ini diharapkan dapat memberikan nuansa baru sehingga

dapat mengkikis pendapat yang keliru selama ini, karena bibit ini sudah dikondisikanmemperkecil lubang ditengah kayu. Adapun sumber informasi pengenalan tanaman jati bagi responden penduduk lokal sebagian besar dari melihat sendiri (53,3 persen)

dan dari keluarga dan teman masing-masing 26,7 persen dan 20 persen. Sedangkaneks transmigran 73,3 persen melihat sendiri pada waktu di daerah asal dan 26,6

persen memperoleh informasi dari keluarga dan teman. Dari persepsi ini yang menarik

adalah tingkat mobilitas responden eks transmigran cukup tinggi, sehingga lebihterbuka kesempatan menambah pengetahuan dan wawasan. Dengan pengetahuandan wawasan yang tinggi umumnya akan mudah menerima inovasi baru termasuk

program sosialisasi bibit jati kultur jaringan. Ini terlihat disaat sosialisasi dilaksanakan,transmigran lebih dominan mengajukan pertanyaan tentang usaha budidaya dan

pembibitan jati kultur jaringan. Sumber informasi responden tentang tanaman jatidapat dilihat dalam Tabel 5.

 Tabel 5.

Persentase Responden Menurut Sumber Informasi Tentang Tanaman Jati

No KeteranganPenduduk Lokal Eks Transmigran

Frekuensi

% Frekuensi

%

1 Melihat sendiri 8 53,3 11 73,3

2 Sosialisasi 0 0,0 0 0,03 Keluarga 4 26,7 3 20,04 Teman 3 20,0 1 6,7

Dari hasil tahap sosialisasi atau pengenalan bibit jati kultur jaringan, terlihat

bahwa minat responden masih kurang untuk usaha pembesaran bibit jati. Hal ini

disebabkan karena budidaya tanaman jati masih baru dan petani masih ragu apakah

 jati dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan kayu yang berkualitas di Provinsi

Bengkulu. Namun ada harapan mereka apabila usaha pembesaran bibit jati dapat

dilakukan, diperlukan kerjasama dengan produsen bibit atau dengan pihak mitra untuk

menyediakan bibit jati dan untuk pemasarannya. Sedangkan pengadaan bahan dan

alat-alat seperti pupuk, polibag, rumah bibit dan alat semprot dapat disediakan sendiri

oleh petani (Tabel 6).

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 10 of 18

Page 11: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

 Tabel 6.

Persentase Responden Menurut Harapannya Terhadap Pembibitan Jati

No KeteranganPenduduk Lokal Eks TransmigranFrekuens

i%

Frekuensi

%

1 Menyediakan bibit jatimuda

9 60,0 12 80,0

2 Menyediakan Bahan danPeralatan (pupuk, polibag,naungan dsb )

1 6,6 0 0,0

3 Pemasaran 5 33,3 3 20,0

Harapan responden (56,7 persen) mengenai peran pemerintah agar usaha

pembibitan jati kultur jaringan dapat dilakukan oleh petani adalah mengadakan

pelatihan calon penangkar bibit karena mereka belum paham dalam usaha pembibitan

  jati kultur jaringan. Sebanyak 23,3 persen responden berharap agar pemerintah

membuka akses ke sumber modal dan sebesar 20 persen lagi menginginkan program

pendampingan disertai penyuluhan.

A Tabel 7

Persentase Responden Menurut Persepsi Terhadap Peranan Pemerintah dalamMengembangkan Pembibitan Jati Skala Kecil.

No Keterangan

PendudukLokal

Eks Transmigran

 TotalResponden

Frekuensi

% Frekuensi

% Frekuensi

%

1 Pelatihan 9 60,0 8 33,3

17 56,7

2 Penyuluhan 1 6,7 2 13,3

3 10,0

3 Akses ke

sumber modal

4 26,6 3 20 7 23,

34 Pendampinga

n1 6,7 2 13,

33 10,

0

Minat Usaha Pembibitan Jati Kultur Jaringan Secara Swadaya

Sebagian besar bibit jati yang diberikan melalui program sosialisasi, baik dari

kultur jaringan maupun lokal, ditanam di lahan responden. Ketika mereka

mendapatkan stimulan berupa bibit jati, maka yang ada dibenaknya adalah ditanam

untuk tabungan di hari tua. Pemikiran ini memang benar, tetapi mereka belum melihat

terobosan lain berupa usaha pembibitan jati kultur jaringan. Apabila dikelola dengan

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 11 of 18

Page 12: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

baik, secara berkelompok dan berusaha mencari pasar, maka usaha ini dapat

menambah pendapatan.

 Tabel 8.

Persentase Responden Menurut Minat Usaha Pembibitan Jati Kultur Jaringan

Secara Swadaya

No Persepsi Fekuensi % Skor

1 Sangat berminat 0 0,0 02 Berminat 0 0,0 0

3 Cukup berminat 0 0,0 04 Kurang berminat 10 33,3 205 Tidak berminat 20 66,7 20

  Jumlah 30 100 40

Sedangkan berdasar perhitungan skor jawaban responden tentang prospek

pengembangan pembibitan jati kultur jaringan di masa depan, diperoleh nilai sebesar

108 (baik). Sebanyak 22 responden menilai usaha tersebut berprospek cukup baik,

yang terdiri dari 14 responden menyatakan baik dan 8 responden menyatakan sangat

baik. Dimasa mendatang usaha pembibitan jati kultur jaringan diduga dapat

berkembang dengan baik, asalkan sarana, prasarana dan prospek pasar sudah terlihat

nyata.

Intisari Analisis Kelayakan Pembibitan Jati Kultur Jaringan Skala Kecil

Berdasarkan indikator teknis, ekonomi, dan sosial yang telah diuraikan diatas,

berikut ini disajikan hasil analisa kelayakan pembibitan jati kultur jaringan skala kecil. 

 Tabel 9.

Analisis Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati Kultur Jaringan sebagai Usaha

Pembibitan Skala Kecil

No Indikator Syarat Kondisi

Faktual

Kelayakan

1 Teknis

a. Kondisi

agroekologi

- Sesuai

untuktanaman

 jati

- Sebagian

besarlokasi

sesuaiuntukbudidaya

 jati

- Luasanlahan yang

- Layak

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 12 of 18

Page 13: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

b. Tersedianyalahan

c. Kendala lain

d. Cara

pemanfaatanbibit jati

e. Tanggapan

dari Pemda

f. Institusisebagai

fasilitator

g. Alih teknologi

- Luasanlahan 100

m2

- Dapatdiatasi

- Dapatdilakukanresponden

- Sudahdilakukan

olehPemda

- Adainstitusi

- Bisaberjalan

denganbaik

tersisa300-500

m2

- Dapat

diatasi

- Dapatdilakukan

olehresponden

- Pemdabelummerekomen

dasikan

- Ada swastayang mausebagai

fasilitator

- Respondenantusias

terhadapteknologibaru

- Layak

- Layak

- Layak

- Layak

bersyarat

- Layak

- Layak

2 Ekonomi

a. Ketersediaan

bibit jati danbahan serta

alat

b. Biaya

c. Pengaruh pada

pendapatanusahatani

- Tersedia

denganmudah di

lokasi

- Terjangkau

- Nyata

- Responden

dapatmenemuka

n di lokasi(pesan)

- Tidakterjangkau

- Berdasarprediksinyata

- Layak

bersyarat

- Tidak layak

- Layakbersyarat

3 Sosial

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 13 of 18

Page 14: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

a. Kesesuaianterhadap

budaya bertani

b. Ketersediaan

tenaga kerja

c. Persepsi dan

minatmenggunakan

bibit kultur jaringan

d.Kecenderungan

membiayai

penggunaanbibit kultur jaringan

- Tidakbertentang

an

- Mampu dan

cukup

- Besar

persentasepersepsi >

60 %

- Bersarpersentase

minat > 60%

- Tidakbertentang

an

- Mampu dan

cukup

- 70 %

- 0 %

- Layak

- Layak

- Layak

- Tidak layak

KAJIAN KELAYAKAN PEMANFAATAN BIBIT JATI HASIL KULTUR JARINGAN DI KAWASAN TRANSMIGRASI Page 14 of 18

Page 15: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

Dari Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan dan pemanfaatan

bibit jati kultur jaringan berpeluang untuk diaplikasi-kan di kawasan transmigrasi,

namun beberapa kendala ekonomi dan sosial seperti biaya investasi dan kecen-

derungan penggunaan bibit kultur jaringan perlu diatasi terlebih dahulu.

Sintesis Analisis Kelayakan Bibit Jati Kultur Jaringan

Peluang dan Kendala

Penanaman jati oleh penduduk di Provinsi Bengkulu meningkat sejak 3 tahun

yang lalu. Sebagian besar pengembangannya berada di Kabupaten Bengkulu Selatan.

Di Kabupaten Bengkulu Utara pengembangannya terkendala karena sosialisasi

budidaya jati belum optimal. Jati yang dikembangbiakkan adalah jenis lokal dengan

perbanyakan secara vegetatif berupa biji, stek dan cabutan. Kualitas galur jati lokal

tersebut masih diragukan, karena tidak jelas dari mana asal sumbernya. Sebagian

besar jati yang dibudidayakan berasal dari Lampung Selatan dengan nama atau merek

dagang jati super. Dengan adanya pengembangan jati di Provinsi Bengkulu, maka

berkembang pula usaha penyedia bibit yang dilakukan oleh penduduk setempat

secara swadaya untuk memenuhi permintaan bibit jati di daerah sekitarnya. Umumnya

usaha penyediaan bibit dilakukan oleh penduduk untuk menambah pendapatan dan

bukan untuk usaha utama.

Indikasi Teknis

1) Lokasi pengembangan usaha bibit jati kultur jaringan berada pada daerah yang

mempunyai agroekologi (iklim dan kemiringan lahan) yang sesuai untuk budidaya

  jati. Berdasarkan indikator ini, usaha bibit jati kultur jaringan dinilai layak untuk

dikembangkan.

2) Meskipun sebagian besar lahan yang dimiliki oleh penduduk sudah digunakan untuk

usahatani, namun di lahan pekarangan dengan luas 0,25 ha, masih tersisa antara

300-500 m2.

3) Peralatan dan bahan yang sederhana untuk usaha penyediaan bibit jati kultur

 jaringan dapat ditemukan di lokasi penelitian. Dari indikasi ini, terlihat bahwa usahapenyediaan bibit jati skala kecil dapat dilakukan berupa pemeliharaan lanjutan bibit

 jati berumur sekitar 1-2 bulan (setelah masa aklimatisasi).

4) Pemda Provinsi Bengkulu dalam hal ini Dinas Kehutanan belum merekomendasikan

kayu jati sebagai tanaman kehutanan untuk program penghijauan dan reboisasi

maupun pengembangan hutan kemasyarakatan. Sementara itu Dinas Kehutanan

Kabupaten Bengkulu Selatan telah memprogramkan penanam-an jati sebagai

tanaman hutan rakyat. Program ini dilihat sebagai peluang ekonomi sehingga

bermunculan usaha penyedia bibit yang dilakukan oleh penduduk setempat.

Peluang ekonomi tersebut ditangkap juga oleh produsen bibit jati kultur jaringan,

terlihat dari dibukanya cabang usaha di kota Bengkulu untuk memasok bibit jati ke

lokasi sekitarnya. Tanggapan positif juga datang dari kalangan akademisUniversitas Bengkulu. Penelitian-penelitian tentang adaptasi jati sedang dilakukan

Page 16: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

oleh Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian. Pada intinya jati dapat tumbuh dengan

baik pada agroklimat daerah Bengkulu terutama pada fase vegetatif.

5) Pihak swasta yang telah mengembangkan bibit jati kultur jaringan di daerah

Bengkulu bersedia menjadi fasilitator pengembangan dan pemanfaatan jati kultur

 jaringan. Dengan pengalaman yang matang di bidang usaha bibit jati ini, mereka

dapat menjembatani kepentingan penduduk dan pemerintah dalam

mengembangkan tanaman jati di daerah Bengkulu.

6) Sebagian besar transmigran telah mengenal tanaman jati lokal dan ada yang telah

menanam jati serta memanennya. Dari sisi teknis pembibitan jati kultur jaringan,

tahapan kegiatan yang sederhana dan mudah dimengerti membuat alih

teknologinya tidak akan mengalami hambatan.

Indikasi Ekonomi

1) Sebagian besar bahan dan alat-alat (sarana) usaha penyedia bibit jati tersedia di

lokasi penelitian. Permasalahan yang ditemui adalah proses kultur jaringan tidak

dilakukan di lokasi, sehingga bibit harus didatangkan dari tempat lain.

2) Usaha penyedia bibit jati kultur jaringan terkendala oleh biaya investasi yang relatif 

besar menurut standar transmigran, karena harga bibit jati berumur 1-1,5 bulan

relatif mahal yaitu Rp. 10.000,- per polibag belum termasuk ongkos kirim. Total

biaya investasi usaha penyedia jati kultur jaringan untuk skala kecil (200 polibag)

adalah Rp. 2.000.000,-.

3) Potensi peningkatan pendapatan dari usaha penyedia bibit jati kultur jaringandihitung berdasarkan data sekunder yang dipadukan dengan informasi lapang.

Apabila harga bibit jati siap jual berumur 4 bulan di pasaran Jakarta yang berkisar

antara Rp. 17.000–17.500 per pohon digunakan sebagai acuan, maka keuntungan

yang di peroleh setelah 4 bulan pemeliharaan mencapai Rp. 780.000.

Indikasi Sosial

1) Dari sisi budaya pertanian setempat tidak ditemukan kendala pengembangan

tanaman jati, bahkan ada eks transmigran yang sudah mengembangkannya sejak20 tahun lalu dan sekarang sudah memanen hasilnya. Demikian pula usaha

pembibitan jati kultur jaringan ternyata dapat diterima penduduk setempat karena

tidak bertentangan dengan nilai sosial dan budaya bertani.

2) Tenaga efektif yang tersedia di lokasi penelitian rata-rata sebesar 2,5 per KK.

Curahan tenaga kerja usahatani rata-rata sebesar 1,7 per KK, sehingga ada sisa

tenaga kerja sebanyak 0,8 per KK atau setara dengan 80 HOK bila dihitung hari

kerja 25 hari tiap bulan. Sisa tenaga kerja tersebut dapat dialokasikan untuk usaha

pembibitan jati kultur jaringan skala kecil sebesar 20 HOK selama 4 bulan.

3) Sebagian besar transmigran (70 persen) mempunyai persepsi bahwa usaha

penyedia bibit jati kultur jaringan dapat mendatangkan tambahan pen-dapatan.

Page 17: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

4) Ketidakpastian permintaan pasar terhadap bibit jati kultur jaringan menyebabkan

transmigran belum mengusahakannya secara komersil. Indikasinya terlihat dari

sebagian besar bibit jati yang dibagikan dalam sosialisasi ternyata ditanam dilahan

transmigran, jadi tidak diperdagangkan seperti yang dianjurkan

Rekomendasi

Berdasarkan kajian teknis, ekonomi dan sosial, maka usaha pembibitan jati

kultur jaringan yang disarankan untuk menambah pendapatan transmigran dan

penduduk lokal perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Karena proses kultur jaringan hanya dapat dilakukan di laboratorium, maka perlu

dibentuk kemitraan usaha antara pengusaha pembibitan jati skala kecil dengan

produsen bibit. Dengan demikian kepastian pasokan bibit ke pengusaha pembibitan

skala kecil bisa lebih terjamin. Kemitraan tersebut juga dapat diarahkan untuk

memecahkan masalah ke-terbatasan modal pengusaha pembibitan jati skala kecil.

b. Agar biaya mendatangkan bibit jati kultur jaringan dapat ditekan, maka pengusahapembibitan jati skala kecil disarankan membentuk kelompok antara 10 – 15 orang.

c. Perlu disusun program pelatihan teknis dan manajemen usaha pembibitan sertaperluasan pasar bibit jati kultur jaringan.

d. Perlu sosialisasi keunggulan bibit jati kultur jaringan kepada masyarakat dan aparatpemerintah sampai ke tingkat provinsi sebagai alternatif bibit jati lokal.

Daftar Pustaka

Fawzia Sulaiman (2002). Sosialisasi dan Aplikasi Teknologi ke Petani. Puslitbang Sosial

Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta .

Hartman dan Kester. 1978. Biochemical Engineering and Biotechnology  Handbook,

Macmillan, London .

Ika Mariska dkk. 1997. Penelitian Kultur Jaringan Tanaman Industri. Jurnal Litbang

Pertanian XVI (2). Jakarta .

 JALDA. 1999. The Final Report; of The Verification Study on Integrated Agricultural and 

Rural Development for the Conservation of Tropical Forest  in Indonesia .

 John E. Smith. 1993. Prinsip Bioteknologi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta .

  Joedoro S. 1997. Status Penelitian Bioteknologi Pertanian di Indoensia. Prosiding

Seminar Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia .

Najiyati dkk. 2000. Studi Kelayakan Pemanfaatan Bioteknologi untuk Peningkatan

Produksi di UPT . Puslitbang BAKMP. Jakarta .

PT. Perhutani, 1998. Pengembangan Hutan Tanaman Jati. Jakarta .

Page 18: Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati

5/11/2018 Kajian Kelayakan Pemanfaatan Bibit Jati - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/kajian-kelayakan-pemanfaatan-bibit-jati-55a2344415b59

------------------, 2000. Pengembangan Tanaman Jati dan Analisa Ekonomi. Jakarta

PT Fitotek, 2001. Jati Unggul. Jakarta .

-------------, 2001. Pengembangan Hutan Rakyat Dengan Tanaman Jati Bagi Program

Transmigrasi.Jakarta.

Rukmini N Dewi. 2001. Pemberdayaan Perambah Hutan dalam Pengembangan

Budidaya Tanaman Jati Unggul. Puslitbang Ketransmigrasian. Departemen

 Tenaga Kerja dan Transmigrasi.Jakarta.

Sugiono M. 1997. Pemanfaatan Bioteknologi Pertanian Secara Aman dan Legal.

Prosiding Seminar Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia .

Sunarlim. 1997. Perbaikan Teknik Budidaya Tanaman. Bulletin Agro. Jakarta

 Trubus, 2001. Jati Investasi Hari Tua. Majalah Trubus Edisi 378. Mei 2001/XXXII. Jakarta

.

 Yana Sumarna, 2001. Budidaya Jati .Penebar Swadaya Jakarta.

  Yansen. 2002. Evaluasi Pertumbuhan Jati pada Pola Tanaman Monokultur dan

Polikultur dengan Sawit . Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan kehutanan,

Fakultas Pertanian, Universitas Benkulu. Bengkulu.