Upload
hacong
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN PEMANFAATAN ASEAN – AUSTRALIA – NEW ZEALAND FREE TRADE AREA (AANZFTA)
BAGI EKSPOR PADA SEKTOR PERINDUSTRIAN DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN
METODE CONSTANT MARKET SHARE ANALYSIS (CMSA)
a. Latar Belakang
Evolusi ASEAN menjadi ASEAN +1 dan ASEAN + 3 menunjukkan adanya shallow integration menuju
deep integration dan berkembang menjadi regionalisme. Bagi negara-negara Asia, regionalisme
merupakan kelanjutan dari regionalisasi dimana kesepakatan perdagangan formal yang telah
terbentuk adalah bagian dari proses reformasi dan digunakan untuk memperkuat tujuan strategi
pembangunan ekonomi yang berorientasi ekspor negara anggotanya (ADB, 2008).
Untuk menjadikan regionalisme sebagai faktor endogen dalam pembangunan maka kebijakan
perdagangan suatu negara harus terintegrasi dengan kebijakan industrinya di antaranya adalah
pembentukan kluster industri dan kerjasama pemerintah dan swasta (Mc.Carthy, 2000).
Pembentukan kesepakatan perdagangan regional, berdasarkan teori perdagangan lama maupun
baru diharapkan memberikan dampak positif bagi anggota dan bukan anggota kesepakatan
perdagangan tersebut.
Kemampuan untuk mempergunakan kesempatan pasar 600 juta penduduk AANZFTA menjadi
tantangan bagi industri Indonesia. Sebelum ANNZFTA efektif pada tahun 2011, nilai ekspor
Indonesia ke Australia dan Selandia Baru dalam 2008-2010 hanya 3% dari total nilai ekspor
Indonesia ke dunia atau sekitar $AS 4,7 milyar dan tidak mengalami perubahan hingga
implementasinya satu tahun kemudian namun nilainya naik menjadi $5,9 milyar. Beberapa
kelompok produk mengalami peningkatan kontribusi ekspor dalam 2011-2012 yaitu HS84, HS85,
HS62, HS61, HS39, HS48, HS03, HS40. Sebaliknya, impor Indonesia dari Australia dan Selandia Baru
dalam 2008-2010 sedikit lebih tinggi yaitu antara 3-4% dari total nilai impor Indonesia dari dunia
atau sekitar $AS 3,9 - $AS 4,7milyar. Setelah implementasi AANZFTA, Nilai impor naik menjadi $AS
5,9 milyar dengan persentase tetap 3-4%.
Kenaikan nilai total ekspor dan impor Indonesia dengan Australia dan New Zealand sedangkan
hanya beberapa sektor industri yang mengalami kenaikan signifikan merupakan catatan penting
dalam pelaksanaan AANZFTA. Dalam hal ini, bagaimana dampak kesepakatan perdagangan ini bagi
perekonomian Indonesia, khususnya bagi sektor industri.
Studi ini bertujuan umum untuk mengetahui dampak implementasi AANZFTA terhadap sektor
industri di Indonesia yang dimulai pada tahun 2011 dengan menggunakan pendekatan Constant
Market Share Analysis (CMSA). Penggunaan pendekatan ini akan menujukkan dinamika ekspor
Indonesia dalam kerangka AANZFTA. Dinamika ekspor dengan menggunakan metode dalam kajian
ini akan menunjukkan arah ekspor Indonesia di pasar AANZFTA apakah bersifat tarikan
permintaan; peran ekspor Indonesia di pasar AANZFTA yaitu kemampuan ekspor Indonesia dalam
komposisi impor pasar AANZFTA; dan kemampuan produk Indonesia bersaing dengan produk lain
yang sejenis. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengetahui jenis-jenis industri-industri apakah
yang mengalami peningkatan ekspor signifikan di Indonesia dengan adanya implementasi FTA baru
yaitu AANZFTA yang entry into force pada tahun 2011.
b. Metode Analisa
Constant Market Share Analysis (CMSA)
Metode analisa utama yang digunakan dalam studi tentang pemanfaatan FTA dalam kerangka
AANZFTA pada industri tertentu di Indonesia adalah pendekatan model Constant Market Share
Analysis (CMSA). Model CMSA yang digunakan dalam kajian ini yaitu:
Dalam studi ini, i adalah Indonesia sedangkan j adalah ASEAN selain Indonesia, Australia & Selandia
Baru.
Dalam model CMSA, dekomposisi dapat dilihat berdasarkan asumsi bahwa ekspor suatu negara
dapat naik (turun) sehingga tumbuh pada tingkat yang sama dengan rata-rata dunia karena (1)
ekspor terkonsentrasi pada komoditi dimana pertumbuhan permintaannya tinggi (rendah) (2)
tujuan ekspor adalah pasar yang tumbuh (stagnan) (3) negara yang dianalisa memang tidak
memiliki kemampuan bersaing dengan negara lain yang juga menjadi sumber pemenuhan
kebutuhan pasar tujuan ekspor.
CMSA bukan merupakan analisa sebab akibat yang mampu mengidentifikasi bagaimana perubahan
kinerja ekspor suatu negara ditunjukkan oleh perubahan ekspor (seperti perubahan struktur biaya
domestik atau nilai tukar). Meskipun demikian, perubahan pada komponen ini dapat menunjukkan
karakteristik struktur industri produk yang ekspornya tumbuh positif atau negatif. Metode ini
secara umum dapat digunakan sebagai indikasi perbandingan apakah kinerja ekspor suatu negara
merefleksikan perubahan market shares atau tren permintaan global. Pada tahapan yang lebih jauh,
metode ini dapat mengindikasikan faktor-faktor di balik perubahan harga relatif dan pendapatan
relatif.
Revealed Comparative Advantage (RCA)
Pengukuran daya saing yang paling populer digunakan adalah Revealed Comparative Advantage
(RCA) yang mengukur keunggulan komparatif. Balassa (1965) mengukur keunggulan komparatif
sebuah negara dengaan menyusun suatu indeks yang dikenal dengan Balassa Index. Indeks ini
merupakan usaha untuk mengidentifikasi apakah sebuah negara memiliki keuntungan komparatif
yang dapat ditunjukkan bukan untuk menentukan asal keuntungan komparatifnya. Definisi ini telah
mengalami revisi dan modifikasi sehingga penggunaan RCA sebagai alat ukur keunggulan
komparatif bervariasi seperti pada tingkat global, sub-global/regional atau bilateral antara dua
negara sebagai partner dagang.
Perhitungan daya saing dalam dalam konteks bilateral yang terbaik yaitu menggunakan RCA9.
Dengan demikian perhitungan daya saing dalam kajian ini menggunakan RCA9.
dimana,
: Ekspor komoditas j suatu negara i ke negara tujuan/referensi
: Ekspor total komoditas suatu negara i ke negara tujuan/referensi
: Ekspor komooditas j seluruh negara/dunia ke negara tujuan/referensi
: Impor komoditas j suatu negara dari seluruh negara/dunia
: Espor total komoditas seluruh negara/dunia ke negara tujuan/referensi
: Impor total komoditas suatu negara dari seluruh negara/dunia
Analisa daya saing produk pada bagian ini mencakup daya saing produk Indonesia, Australia &
Selandia BAru, dan ASEAN selain Indonesia dalam periode 2009-2012. Analisa terhadap produk
dilakukan berdasarkan jumlah dan jenis produk dalam satu kelompok produk.
c. Hasil Kajian
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kajian tentang pemanfaatan FTA dalam kerangka
AANZFTA pada industri tertentu di Indonesia antara lain:
Produk ekspor Indonesia ke pasar AANZTA dimana daya saingnya konsisten positif pada
2008-2012 berasal dari pertumbuhan ekspor produk yang lebih tinggi daripada
pertumbuhan impor total AANZFTA. Hal ini tetap mengindikasikan bahwa pembentuk daya
saing produk adalah komposisi produk di dalam struktur permintaan impor.
Pada dekomposisi CMSA tahunan, produk ekspor Indonesia ke pasar AANZFTA yang
mengalami perubahan efek daya saing menurun dari konsisten positif pada 2008-2011
menjadi negatif pada 2011-2012 tidak menunjukkan efek komposisi maupun efek impor
yang konsisten pada periode sebelumnya. Umumnya, efek pertumbuhan impor negatif sejak
satu periode sebelumnya sedangkan efek komposisi positif ada satu periode sebelumnya.
Hal ini menunjukkan bahwa permintaan produk yang mengalami perubahan daya saing
sangat dipengaruhi oleh permintaan impor.
Pada dekomposisi CMSA tahunan, produk ekspor Indonesia ke pasar AANZFTA yang
berdaya saing, potensial mempunyai daya saing atau mengalami perubahan daya saing
adalah produk-produk yang termasuk dalam sektor ASEAN Priority Integration List (ASEAN
)//()/(9 wntwnjitij XXXXRCA
PIS). Dengan demikian, produk ekspor ini menghadapi tantangan kompetisi yang berasal
dari fasilitasi perdagangan pada skema AANZFTA dan juga ASEAN PIS.
Pemanfaatan FTA pada industri tertentu mengacu pada hasil analisa CMSA tahunan
kelompok produk kontinyu diekspor yang berdaya saing dalam 2008-2012, kelompok
produk tidak kontinyu diekspor yang berdaya saing dalam 2008-2012, dan kelompok
produk tidak kontinyu diekspor yang potensial berdaya saing. Ketiga pengkategorian ini
menunjukkan kesamaan beberapa kelompok produk utama seperti HS84, HS85, dan HS29,
dan HS03.
Pada dekomposisi CMSA bulanan, jumlah produk ekspor yang menunjukkan konsistensi
efek pertumbuhan impor total dan pertumbuhan ekspor produk sangat terbatas. Hal ini
menyebabkan sulit untuk mengindetifikasi produk yang berpotensi memiliki daya saing
meskipun daya saing itu muncul dari kenaikan permintaan imppor.
Jumlah pos tarif dengan tarif 0% pada skema AANZFTA di Selandia Baru dan Australia lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah pos tarif dengan tarif 0% pada MFN Selandia Baru dan
Australia. Selain itu, jumlah pos tarif dimana tarif telah mencapai 0% pada tahun 2012
berdasarkan skema kesepakatan perdagangan juga lebih banyak dibandingkan jumlah
produk dimana tingkat tarif MFN sama dengan skema AANZFTA.