21
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING Kamaboko (L oligo p e alii )   Oleh :  Nama : Pika Apriyance  NRP : 113020094 Kelompok : E Meja : 4 (Empat) Tanggal Praktikum : 22 Mei 2014 Asisten : Mugni Srinovia LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2014

kamaboko fiks

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGANTEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGINGKamaboko(Loligo pealii)

Oleh :

Nama: Pika ApriyanceNRP : 113020094Kelompok: EMeja : 4 (Empat)Tanggal Praktikum: 22 Mei 2014Asisten: Mugni Srinovia

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG2014I PENDAHULUANBab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan (2) TujuanPercobaan, dan (3) Prinsip Percobaan.1.1 Latar Belakang PercobaanIkan umumnya diawetkan dengan dua cara, yaitu dengan pengolahan modern (pendinginan, pembekuan teknik suhu tinggi termasuk pengalrngn dan sebagainya) dan pengolahan tradisional yang umumnya didasarkan pada prinsip sebanyak mungkin menarik air dari produk (dehidrasi) dengan penggaraman, pengeringan dan lain-lain (Burhanuddin,1986).Kamaboko adalah produk hasil olahan ikan yang berbentuk gel, bersifat kenyal dan elastis, yang dicampur bahan tambahan lainnya, dan telah mengalami proses ekstraksi serta pemasakan. Produk ini berasal dari Jepang; dan di Indonesia dikenal beberapa produk sejenis yaitu baso ikan, otak-otak, dan empek-empek (Anonim, 2010).Kamaboko merupakan makanan hasil olahan daging yang digemari di masyarakat Jepang. Kamaboko sebagian besar terdiri atas daging ikan sebagai bahan baku utama yang harganya relatif murah. Perbedaan harga ini disebabkan karena jumlah penambahan bahan baku tambahan berbeda, semakin banyak bahan baku tambahan maka harga kamaboko tersebut akan semakin murah. Akan tetapi dengan adanya kamaboko dengan bahan baku utama ikan diharapkan akan didapat produk pangan dengan gizi yang tinggi dan mamiliki harga yang lebih terjangkau (Anonim, 2010).Kamaboko sudah lama dikenal dan diperaktekan pembuatannya di Negara Jepang sejak dulu kala dan sampai saat ini telah banyak jenis kamaboko yang dikembangkan. Perkembangan dari berbagai jenis produk kamaboko di Jepang diikuti pula dengan pekembangan cara pengolahannya, terutama cara pemasakannya, bentuk dan ukuran yang diinginkan, serta berbagai macam bahan tambahan makanan yang ditambahkan. Bahan-bahan tambahan yang sering digunakan antaralain ialah pati dari berbagai macam ubi, biji-bijian, kuning telur, keju, dan lain-lain (Muchtadi, 1992).1.2 Tujuan PercobaanTujuan percobaan pembuatan mentega adalah untuk diversifikasi produk olahan ikan menambah nilai ekonomis dari produk, mengetahui proses pembuatan kamaboko.1.3 Prinsip PercobaanPrinsip percobaan pembuatan mentega berdasarkan proses pengikatan bahan pangan dengan pati dan terjadi proses gelatinasi sehingga produk menjadi kenyal.

II BAHAN, ALAT, DAN METODE PERCOBAANBab ini akan menguraikan mengenai: (1) Bahan Percobaan yang Digunakan, (2) Alat Percobaan yang Digunakan dan (3) Metode Percobaan.1. 2. 2.1. Bahan Percobaan yang DigunakanBahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain susu murni, whipping cream, garam, air es. daging ikan kakap merah, tepung tapioka, putih telur, bawang putih, gula, merica, dan garam.2.2. Alat Percobaan yang DigunakanAlat-alat yang digunkan dalam percobaan ini antara lain pisau, sendok, talenan, baskom, chopper, timbangan, kertas timbang, panci, gelas ukur, dan kompor gas.2.3. Metode Percobaan

Cumi Pencucian dan perendamanpenghancuran dan pencampuran

Kamaboko Pengukusan

Pencetakkan

Gambar 1. Alur Proses Pengolahan Kamabok

Daging Cumi

Dressing

Pencucian 3-4 XT= 25C, t= 15PencucPencucian

PerendamanT= 2C, t= 15

Tapioka, putih telur, garam, gula, b.putih, merica, b.merah, margarin

Penghancuran

Pencampuran

Loyang

Pencetakkan

Uap airPengukusan T= 100C, t= 5-15

Minyak nabatiTempering

Kamaboko cumi

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Kamaboko

III HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANBab ini akan menguraikan mengenai : (1) Hasil Percobaan dan (2) Pembahasan.1. 2. 3. 3.1. Hasil PengamatanBerdasarkan pengamatan terhadap pembuatan kamaboko yang telah dilakukan maka didapat hasil pengamatan yang dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 1. Hasil Pengamatan KamabokoNo.AnalisaHasil

1.Nama ProdukKamaboko

2.Basis250 gram

3.Bahan UtamaDaging cumi

4.Bahan TambahanTepung tapioka, putih telur, bawang merah, bawang putih, margarin, gula, garam, mentega.

5.Berat Produk216,7 gram

6.% Produk86,68%

7.OrganoleptikWarnaAromaTekstur RasaKenampakkanCoklat muda KemerahanKhas cumiKenyal Asin Cerah

8.Gambar Produk

(Sumber: Kelompok E, Meja 4, 2014)3.2. PembahasanBerdasarkan hasil percobaan pembuatan kamaboko disimpulkan bahwa dengan basis seberat 250 gram dan hasil produk yang di dapat seberat 216,7 gram. Sedangkan sifat organoleptik berupa warna coklat kemerahan, rasa asin, aroma khas cumi, tekstur kenyal dan kenampakan yang cerah.Kamaboko adalah sebutan untuk berbagaimakanan olahandariikanyang dihaluskan, dicetak di atas sepotong kayu, dan dimatangkan dengan caradikukus. Irisan kamaboko bisa langsung dimakan begitu saja atau digunakan sebagai pelengkap dan hiasan berbagai macam makanan berkuah, sepertiramen,soba, atauudon (Anonim, 2014).Kamabokomerupakan produk olahan ikan yang berbentuk kenyal (gel protein homogeny)dan elastis, yangdibuat dari bahan daging ikan giling, surimi, pati garam dan bumbu-bumbu. Produk kamaboko sangat beragam dalam bentuk, flavor, tekstur, dan warna karena perbedaan dalam proses pemanasan, pembentukan dan ingridien yang digunakan. Gel protein homogeny dari kamaboko yang teksturnya kenyal dibentuk oleh protein miofibrilar. Untuk menghasilkan gel dengan elastisitas dan kekuatan gel yang diinginkan, dibutuhkan 3 tahapan proses yaitu:a.Pencucian, untuk menghilangkan sisa-sisa darah dan komponen lain yang menyebabkan penyimpangan bau dan warna, dan untuk mengekstrak protein larut air yang mengganggu pembentukan gel.b.Pembentukan pasta daging (sol actomiosin) dengan cara melarutkan protein miofibrilar dalam larutan garam NaCl (proses penggilingan).c.Proses pemanasan untuk mendenaturasi protein ikan, sehingga membentuk gel kamaboko (Silvana, 2010).Kamaboko merupakan suatu bentuk produk gel protein yang terbuat dari bahan tambahan lainnya, seperti: pati, garam, gula, bahan citarasa, dan bahan tambahan lainnya.Penambahan garam harus diberikan pada awal penggilingan, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kerekatan pasta ikan dalam proses pembentukan gel ikan. Jika garam diberika pada akhir penggilingan. Sifat kerekatan pasta ikan akan menurun (Tanikawa dalam Susanto, 2002). Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan atau salting out dan rasa produk asin. Penambahan garam diperlukan untuk mendapatkan gel daging ikan kakap merah yang baik, maka garam ditambahkan pada daging ikan kakap merahberkisar antara 2-3 % dari berat daging ikan (irianto, 1990).Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai bahan penambah aroma dan untuk meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bau yang khas pada bawang putih berasal dari minyak volatile yang mengandung komponen sulfur. Bau atau aroma yang dihasilkan dari bawang putih muncul apabila terjadi saat pengirisan atau penggerusan (Palungku dan Budiatri, 1992).Merica atau lada biasa ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedapa masakan. Merica digemari banyak orang karena memiliki dua sifat penting yaitu rasanya pedas dan aroma yang khas. Rasa merica yang peda disebabkan adanya zat piperin dan piperanin serta khavisin yang merupakan persenyawaan dari piperin dan alkaloida (Rismundar, 1993).Penambahan gula yaitu suatu istilah umum sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis. Gula akan melembutkan produk dengan mengurangi efek pengerasan oleh garam dengan jalan mencegah penguapan air dan juga berpengaruh pada flavor (Desrosier, 1988).Flick (1964) dalam Desrosier 1988, bberapa jenis telur digunakan dalam produksi kebanyakan kue keringan. Penggunaanya tidak seperti bahan lainnya, baik sebagai suatu agensia pengeras atau pengempuk, dalam telur yang utuh terdapat kombinasi dari keduanya. Telur memiliki suatu reaksi mengikat, dan bila telur dalam jumlah besar maka akan mengembang.Pati (starch) merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan (alfa)-1,4-glukosa. Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk dari ikatan (alfa)-1,6-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan (alfa)-1,6-glukosa.Amilosa bersifat sangat hidrofilik, karena banyak mengandung gusu hidroksil. Maka, molekul amilosa dalam air sulit membentuk gel, meski konsentrasinya tinggi. Karena itu, molekul pati tidak mudah larut dalah air. Berbeda dengan amilopektin yang strukturnya bercabang, pati akan mudah mengembang dan membentuk koloid dalam air.Pati merupakan kompenen terbesar yang terdapat pada singkong, beras, jagung, kentang, talas, dan ubi jalar. Pemanfaatan pati sebagai bahan baku di kalangan industri berupa produk makanan dan obat-obatan. Khusu untuk industri makanan, pati sangat penting untuk pembuatan makanan bayi, kue, pudding, bahan pengental susu, permen, jelly, dan pembuatan dekstrin.Salah satu sifat pati adalah tidak larut dalam air dingin, karena molekulnya berantai lurus atau bercabang tidak berpasangan, sehingga membentuk jaringan yang memepersatukan granula pati. Suhu awal gelatinisasi adalah saat terjadinya peningkatan viskositas, yaitu terjadinya pembengkakan granula pati. Sewaktu suhu dinaikkan, suspensi pati dihidrolisis dengan penambahan asam encer. Selama pemanasan granula pati akan mengembang, semakin meningkat suhu pemanasan pengembangan granula pati semakin besar.Pada proses pengembangan granula akan terjadi penekanan antar granula, sehingga viskositas pati akan naik. Hidrolisis dihentikan di capai kekentalan yang diinginkan (Afrianti, 2005).Pada pembuatan kamaboko ini bahan tambahan yang digunakan sebagai pengental adalah tepung tapioca. Tepung tapioka banyak digunakan karena tapioka mempunyai daya ikat yang cukup tinggi dan membentuk struktur yang kuat. Selain kandungan utama berupa karbohidrat, juga mengandung lemak dan sedikit protein. Beberapa sifat pati yang penting adalah tidak larut dalam air dingin, membentuk pasta atau gel dalam air panas, merupakan sumber energi cadangan pada tanaman, bila hidrolisa akan menghasilkan glukosa dan bila hidrolisanya tidak sempurna akan menghasilkan dekstrin dan sifat viskositasnya yang besar dapat digunakan juga untuk mengentalkan makanan. Tepung tapioka terdiri dari granula-granula pati yang berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa.Tepung tapioka mempunyai sifat dapat membentuk gel pada suhu yang relatif rendah dibandingkan dengan tepung yang mengandung amilopektin yang tinggi. Oleh karena itu tepung tapioka mudah dan cepat mengembang apabila dipanaskan dalam air. Larutan pati di dalam air tidak membentuk gel tetapi bila larutan tersebut dipanaskan, granula pati akan mengembang dengan cepat sehingga dihasilkan pasta kental. Nilai penerimaan terhadap loaf daging ikan dengan penambahan tapioka lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung lainnya. Penggunaan tapioka dalam industri makanan dimungkinkan, karena daya penahan airnya yang tinggi, serta pengaruhnya yang kecil pada citarasaProses pengolahan kamaboko diawali dengan dressing yaitu pemisahan bagian bukan daging, dalam hal ini cumi dibersihkan dari kulit, lendir, tinta dan rangka dalam ikan cumi. Proses ini bertujuan untuk membersihkan daging yang akan digunakan serta mendapatkan daging ikan cumi atau disebut dengan edible portion. Selanjutnya dilakukan proses pencucian ikan cumi dengan menggunakan air es sebanyak 2-3 kali, karena bila menggunakan air dengan suhu kamar maka akan merusak tekstur (akibat denaturasi atau kerusakan protein) dan mempercepat degradasi lemak. Pencucian dengan air es ini bertujuan untuk mempertahankan protein miofibril yang sedikit larut dalam air pada pH netral tetapi larut dalam larutan garam kuat (NaCl, KCl) pada konsentrasi 0,4 M. Pencucian dilakukan untuk mengeluarkan garam anorganik, protein yang larut dalam air, pigmen dan kontaminasi visceral, bakteri dan produk yang tidak hancur. Pencucian merupakan tahap yang penting dalam memproduksi kamaboko. Pencucian dengan air alkali dapat menghambat pemecahan protein oleh enzim (Winarno, 1993). Pencucian dengan air sangat diperlukan dalam pembuatan kamaboko, karena dapat menunjang kemampuan dalam pembentukan gel dan dapat mencegah denaturasi protein. Pencucian yang berulang-ulang akan meningkatkan sifat hidrolik daging ikan. Selama pencucian, daging ikan dibersihkan dari darah, pigmen, lemak, lendir dan protein yang larut dalam air. Cara ini membuat warna dan bau daging menjadi lebih baik, disamping itu aktomiosinnya terikat sehingga dapat memperbaiki sifat elastisitas produk yang dihasilkan (Fardiaz, 1985).Setelah itu cumi yang sudah dibersihkan direndam dengan air garam. Perendaman dengan menggunakan air garam bertujuan untuk mencegah denaturasi protein, atau dengan kata lain larutan garam merupakan bahan anti denaturasi, selain itu juga berfungsi sebagai bahan pengikat. Daya ikat dari bahan tambahan yang digunakan pada pengolahan kamaboko akan mempengaruhi kualitas tekstur produk akhirnya (kamaboko). Untuk memperbaiki tekstur, secara umum, hal yang pertama kali dilakukan ialah proses perendaman dengan menambahkan garam, setelah itu campuran tersebut dihancurkan agar protein myofibrillar terlarut. Kemudian, untuk meningkatkan tekstur maka ditambahkan pati dan atau putih telur pada setengah periode (waktu) penghancuran, baru kemudian proses penghancuran dilanjutkan kembali. Hal ini juga dapat mempengaruhi flavour (rasa) pada produk akhir kamaboko.Perendaman menggunakan air larutan garam (NaCl) dilakukan setelah pencucian, dengan kandungan garam sebanyak 0,01 sampai 0,3%, hal ini ditujukan utnuk memudahkan pembuangan air dari daging ikan, dan untuk menghindari pengembangan daging ikan karena menyerap air (Anonim, 2010).Garam pada konsentrasi yang cukup dapat berfungsi sebagai pengawet atau penghambat pertumbuhan mikroba, dan penambahan aroma, cita rasa atau flavour. Garam (NaCl) bisa berfungsi melarutkan atau mengeluarkan miosin dan aktin dari serat-serat daging, dimana miosin merupakan emulsifier utama dan dapat mempertinggi daya ikat antar partikel (Desrosier, 1988).Air rendaman harus dibuang terlebih dahulu sebelum dilakukan penggilingan atau penghancuran. Alat penggiling yang dipakai adalah tipe penggiling dingin, agar dapat mempertahankan mutu kamaboko (mencegah terjadinya denaturasi protein). Ditambahkan bahan krioprotein atau bahan anti denaturasi protein pada saat penggilingan yaitu sukrosa, dan bahan pengikat (pati). Pembentukan gel ikan saat penggilingan daging mentah dengan penambahan garam, aktimiosin sebagai komponen yang paling penting dalam pembentukan gel, akan larut dalam larutan garam dan membentuk sol (dispersi partikel padat dalam medium cair). Faktor yang mempengaruhi kekuatan gel kamaboko adalah jenis ikan, kandungan air surimi, keadaan biokimia otot saat post mortem, konsentrasi garam yang ditambahkan, lama penggilingan, pH, dan derajat keasaman (Tanikawa dalam susanto, 2002).Adonan kamaboko siap dicetak dan dikukus selama 5-15 menit setelah penggilingan dan pencampuran dengan bumbu dan bahan tambahan lainnya. Pencetakan adonan kaamboko harus segera mungkin dilakukan untuk menghindari terbentuknya gel suwari. Adonan yang sudah membentuk gel akan sulit dicetak. Pada saat inilah terjadi perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi pada produk kamaboko. Secara fisik, adonan berubah dari bentuk smi padat menjadi bentuk gel yang elastis. Perubahan fisik ini juga diikuti akibatadanya perubahan kimia pada produk yakni terbentuknya gel yang elastis akibat mekanisme pembentukan gel oleh protein aktomiosin.Proses pemanasan menyebabkan terjadinya pembentukan gel, saat pemanasan adonan (sol aktomiosin) akan berubah menjadi gel suwari. Selajutnya pada suhu 60oC terjadi pelunakkan gel (madoni) dan pada suhu diatas 70oC terbentuk gel kamaboko (ashi) yang kenyal dan elastis. Pemanasan dapat dilakukan dengan cara perebusan, pengukusan, penggorengan dan pemanggangan (Anjarsari, 2010).Perubahan secara mikrobiologi juga terjadi pada saat proses pengukusan, disamping perubahan fisik dan kimia. Mikroorganisme yang bersifat patogen akan segera terhambat atau bahkan mati akibat panas pengukusan.Critical Control Point dari proses pengolahan kamaboko adalah pada saat proses pencucian dan pengukusan. Pada saat proses pencucian, ikan yang menjadi bahan baku utama harus dilakukan pembersihan hingga benar-benar terbebas dari segala bentuk kotoran, baik lendir maupun benda asing lain yang akan menyebabkan perubahan pada produk kamaboko yang diinginkan. Proses pengukusan juga harus optimal agar produk kamaboko yang dihasilkan akan memiliki umur simpan yang lebih baik karena mikroorganisme pada produk direduksi dengan adanya panas pada saat proses penguksan dilakukan.Kamaboko merupakan produk hasil olahan daging ikan yang berbentuk gel protein yang homogen dan berwarna putih, bersifat kenyal dan elastis. Produk ini berasal dari Jepang. Di Indonesia produk semacam kamaboko yaitu otak-otak dan empek-empek (Anjarsari, 2010).Membagi kamabako menjadi atas 3 macam yaitu :1.Itatsuki kamabako, merupakan kamabako yang dicetak pada potongan kayu kecil sehingga menghasilkan bentuk lempengan (slab), dipanaskan dengan cara pengukusan atau pemanggangan. Waktu pemanasan tergantung pada ukuranya, biasanya 80-90 menit untuk ukuran besar, dan 20-30 menit untuk ukuran yang kecil.2.Fried kamabako,adalah pasta daging yang dicampur dengan variasi bahan tambahan, dibentuk dan digoreng dalam minyak kedelai. Jenis ini biasanya disebut satsumanage atau tempura. Bahan yang digunakan pada kamabako jenis ini mutunya lebih rendah dibandingkan bahan untuk itatsuki.3.Chikuwa,adalah kamabako yang dibuat pada cetakan yang berbentuk tabung, pembentukanya biasanya otomtis oleh mesin dan dimasak dengan cara dipanggang. Keistimewaan chikuwa adalah produknya bewarna putih disebelah dalam dan coklat keemasan disebelah luar atau permukaanya. Mutu bahan baku untuk kamabako jenis ini juga lebih rendah dibandingkan dengan itatsuki.Menurut Suprapti (2008), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas kamaboko. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kualitas hasilproduksi kamaboko, antara lain sebagai berikut:1) Tingkat elastisitas. Tekstur elastis pada produk kamaboko sangat mempengaruhi penampilan (kilap), cita rasa, dan daya tahan produk.2) Tingkat kesegaran ikan. Ikan dengan tingkat kesegaran prima akan menghasilkan produk dengan cita rasa yang baik pula.3) Cita rasa. Cita rasa produk dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya jenis ikan (kandungan protein), tingkat kesegaran, bumbu yang diberikan, serta komposisi bahan.4) Daya tahan. Produk kamaboko yang dapat disimpan dalam waktu lama akan lebih menarik. Untuk itu, perlu disimpan pada suhu rendah (Anonim, 2014).Gel mempunyai mekanisme pembentukan sebagai berikut, apabila senyawa polimer/makromolekul (struktur kompleks) yang bersifat hidrofil/hidrokoloid didispersikan kedalam air maka akan mengembang. Kemudian terjadi proses hidrasi molekul air melalui pembentukan ikatan hydrogen , dimana molekul-molekul air akan terjebak didalam struktur molekul kompleks tersebut dan akan terbentuk masa gel yang kaku/kenyal (Cartika, 2011).Pada proses pembuatan gel ada kemungkinan terjadinya syneresis, yaitu suatu peristiwa dimana terjadinya pemisahan fase cair akibat adanya kontraksi pada system gel selama masa pendiaman. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan terhadap fase luar akibat interaksi yang besar oleh fase terdispersi yang mengakibatkan terpisahnya fase luar. Hal ini merupakan suatu ketidakstabilan secara termodinamika. Adanya pengaruh pH juga dapat menyebabkan terjadinya syneresis. pH rendah dimungkinkan dapat memberikan tekanan pada proses ionisasi pada senyawa golongan asam karboksilat. Selain itu juga dapat menghilangnya hidrasi air dan pembentukan intramolekuler (Cartika, 2011).Faktor-faktor yang mempengaruhi Kualitas hasil produksi kamaboko, antara lain sebagai berikut: Tingkat elastisitas. Tekstur elastis pada produk kamaboko sangat mempengaruhi penampilan (kilap), cita rasa, dan daya tahan produk. Tingkat kesegaran ikan. Ikan dengan tingkat kesegaran prima akan menghasilkan produk dengan cita rasa yang baik pula Cita rasa. Cita rasa produk dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya jenis ikan (kandungan protein), tingkat kesegaran, bumbu yang diberikan, serta komposisi bahan. Kadar garam. Kadar garam pada produk kamaboko berkisar antara 2,5-3,5%. Kadar garam yang terlalu rendah akan menghasilkan kamaboko dengan tekstur kurang baik. Bila terlalu tinggi, rasanya terlalu asin. Daya tahan. Produk kamaboko yang dapat disimpan dalam waktu lama akan lebih menarik. Untuk itu, perlu disimpan pada suhu rendah.

IV KESIMPULAN DAN SARANBab ini akan menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran.1. 2. 3. 4. 4.1. KesimpulanBerdasarkan hasil percobaan pembuatan kamaboko disimpulkan bahwa dengan basis seberat 250 gram dan hasil produk yang di dapat seberat 216,7 gram. Sedangkan sifat organoleptik berupa warna coklat kemerahan, rasa asin, aroma khas cumi, tekstur kenyal dan kenampakan yang cerah.4.2. SaranBerdasarkan percobaan pembuatan mentega sebaiknya melakukan penimbangan bahan baku harus sesuai dengan takarannya.

DAFTAR PUSTAKAAnonim. (2014). Kamaboko. http://id.wikipedia.org/wiki/Kamaboko. Diakses: 24 Mei 2014.

Anonim, (2014). Kamaboko. http://eprints.uns.ac.id/6166//1021114092 00910531.pdf. Diakses : 24 Mei 2014.

Anonim. (2010). Kamaboko. http://id.wikipedia.org/wiki/Kamaboko. Diakses : 24 Mei 2014.

Anjarsari, Bonita. (2010). Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi. Penerbit Graha Ilmu : Yogyakarta

Cartika, (2011). Mekanisme pembentukan gel. http://carikartika.blogspot.com/l. Diakses : 24 Mei 2014.

Desrosier, Norman W. (1988). Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Universitas Indonesia Press : Jakarta.

Fardiaz, D. (1985). Kamaboko Produk Olahan Ikan Yang Berpotensi Untuk di Kembangkan. Media Teknologi Pangan, Volume 1 : Bogor.

Irianto, B., 1990, Teknologi Surimi: Salah Satu Cara memperoleh Nilai Tambah Ikan yang Kurang Dimanfaatkan. Sub Balai Penelitian Perikanan Laut Ambon

Muchtadi, Tien. R, dan Sugiyono. (1992). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor : Bogor

Silvana. (2010). Surimi dan Kamaboko. http://elysciel.blogspot.com. Diakses: 24 Mei 2014.

Palungku, R. dan Budiarti, A., 1992, Bawang Putih Dataran Rendah, Penerbar Swadaya, Jakarta.

Buckle,K.A.,(1987). Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta

Winarno, F.G., 1993, Pangan Gizi, teknologi dan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

LAMPIRAN PERHITUNGANPerhitungan Formulasi KamabokoBasis awal = 250 gramBahan utama : Daging cumi = x 250 = 203,75 gramBahan tambahan :a. Tepung tapioka = x 250 = 22,5 gramb. Putih telur = x 250 = 7,5 gramc. Bawang merah = x 250 = 3,75 gramd. Bawang putih = x 250 = 5 grame. Margarin = x 250 = 3,75 gramf. Garam = x 250 = 1,25 gramg. Gula = x 250 = 2,5 gramh. Merica = x 250 = 1 gram

% Produk = x 100 % = x 100 % = 86,68 %

LAMPIRAN DISKUSI MODUL1. Jelaskan karakteristik ikan yang dapat digunakan untuk dibuat kamaboko !Jawab :Semua jenis ikan pada umumnya dapat diolah menjadi produk kamaboko. Akan tetapi yang harus diperhatikan adalah ikan yang digunakan adalah jenis ikan demersal dan berdaging tebal serta memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga memudahkan pada proses pembentukkan gel pada kamaboko.2. Jelaskan reaksi fisika dan kimia yang terjadi pada pembuatan kamaboko !Jawab :Reaksi fisika pada pembuatan kamaboko terjadi pada saat proses pengukusan, begitu juga dengan reaksi kimia yang terjadi secara bersama-sama dalam proses pengukusan. Secara fisika, adonan kamaboko berubah dari bentuk sol menjadi bentuk gel yang semi padat. Perubahan fisika ini diikuti oleh adanya perubahan kimia pada kamaboko. Protein miofibril dalam otot membentuk sol oleh adanya garam. Pada saat pengukusan, protein miofibril yang ada sebagai protein aktomiosin dibantu dengan adanya tapioka menghasilkan gel akibat adanya proses gelatinisasi pada kamaboko sehingga berbentuk semi padat.