Upload
buique
View
257
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
KARAKTERISASI, KANDUNGAN BIOAKTIF DAN PERSEPSI
MASYARAKAT TERHADAP PUCUK KEMANG (Mangifera
kemanga Blume.) SEBAGAI SAYURAN INDIGENOUS
SYHABUDDIN AL TAPSI
A24080166
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
RINGKASAN
SYHABUDDIN AL TAPSI. Karakterisasi, Kandungan Bioaktif dan Persepsi
Masyarakat Terhadap Pucuk Kemang (Mangifera kemanga Blume.) Sebagai
Sayuran Indigenous. (Dibimbing oleh ANI KURNIAWATI dan EDI
SANTOSA).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter agronomi, kimiawi dan
persepsi masyarakat terhadap pucuk kemang. Penelitian dilakukan di enam
kecamatan wilayah Bogor yaitu Kecamatan Rancabungur, Dramaga, Kemang,
Leuwiliang, Ciampea dan Tenjolaya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Januari sampai Agustus 2012.
Sebanyak 10 tanaman diamati di setiap kecamatan. Identifikasi morfologi
tanaman dilakukan berdasarkan descriptors for mango dari IPGRI. Persepsi
masyarakat terhadap pucuk kemang diketahui dengan melakukan wawancara pada
180 orang. Wawancara diarahkan pada informasi kebiasaan makan, nilai ekonomi,
dampak konsumsi dan pengetahuan masyarakat terhadap pucuk kemang. Analisis
kandungan bioaktif menggunakan metode GC-MS (Gas Chromatography Mass
Spectrometry).
Hasil penelitian menunjukkan tanaman kemang tumbuh secara alami.
Tanaman kemang di enam kecamatan membentuk tiga gerombol. Setiap gerombol
memiliki individu-individu dari setiap kecamatan kecuali pada gerombol II. Hal
tersebut menunjukkan tingginya keragaman morfologi yang terbentuk dari aksesi
tiap kecamatan. Karakter yang menjadikan pembeda adalah bentuk ujung daun,
panjang daun, lebar daun, bentuk daun, bentuk margin daun, bentuk tajuk dan
tempat munculnya flush.
Senyawa bioaktif pada pucuk kemang dapat dikelompokkan menjadi
kelompok fenol, asam lemak, terpenoid, steroid, amina, alkohol, benzena dan
hidrokarbon. Senyawa dominan adalah fenol, asam lemak dan steroid. Terdapat
senyawa spesifik yang ada pada pucuk kemang yaitu Vitamin E $$ 2H-1-
Benzopyran-6-ol, 3-pentadecyl-Phenol $$ Phenol m, Hexadecanoic Acid (CAS)
$$ Palmiti, 2,6,10,14,18,22-Tetracosahexaene, Hexadecen-1-ol 3,7,11,15-Tetram,
dan Neophytadiene $$ 2,6,10-Trimethyl. Senyawa-senyawa tersebut dapat
menjadi sumber antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, antibakteri dan
pencegahan kanker.
Masyarakat sudah mengkonsumsi pucuk kemang dari kecil dengan cara
dilalap. Pucuk kemang didapatkan dengan cara membeli di pasar dengan harga
Rp 262.53 per pucuk. Beberapa faktor yang perlu dikembangkan agar pucuk
kemang menjadi sayuran komersial diantaranya rasa, informasi senyawa
bermanfaat, teknik budidaya dan inovasi olahan. Selain itu, terdapat laporan
adanya alergi yang disebut balas kemang yang dirasakan oleh sebagian responden.
KARAKTERISASI, KANDUNGAN BIOAKTIF DAN PERSEPSI
MASYARAKAT TERHADAP PUCUK KEMANG (Mangifera
kemanga Blume.) SEBAGAI SAYURAN INDIGENOUS
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
SYHABUDDIN AL TAPSI
A24080166
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul : KARAKTERISASI, KANDUNGAN BIOAKTIF DAN
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PUCUK
KEMANG (Mangifera kemanga Blume.) SEBAGAI
SAYURAN INDIGENOUS
Nama : SYHABUDDIN AL TAPSI
NIM : A24080166
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ani Kurniawati, SP., MSi Dr. Edi Santosa, SP., MSi
NIP 19691113 199403 2 001 NIP 19700520 199601 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 31 Agustus
1990. Penulis adalah anak bungsu dari 8 bersaudara dari Bapak Madsati (Alm.)
dan Ibu Romlah.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Cibitung
Kulon 2 pada tahun 2002 yang kemudian dilanjutkan ke SLTPN 1 Pamijahan
sampai tahun 2005. Jenjang sekolah selanjutnya penulis lanjutkan di MA Negeri 2
Kota Bogor hingga lulus pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa di
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri)
pada tahun 2008.
Penulis mendapatkan pendanaan dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
(DIKTI) dalam kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa dalam bidang penelitian
pada tahun 2010, artikel ilmiah pada tahun 2011 serta pengabdian masyarakat
tahun 2011 dan 2012. Penulis juga aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler kampus
diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian
Bogor periode 2010/2011 sebagai staff kementrian sosial kesehatan masyarakat
dan Himpunan Profesi pada periode 2011 sebagai Kepala Divisi Kewirausahaan
Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura (HIMAGRON). Penulis Juga
aktif dalam kegiatan kokurikuler menjadi asisten mata kuliah Ilmu Tanaman
Pangan, Pembiakan Tanaman serta Tanaman Obat, Penyegar dan Aromatik.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian yang
berjudul “Karakterisasi, Kandungan Bioaktif dan Persepsi Masyarakat Terhadap
Pucuk Kemang (Mangifera kemanga Blume.) Sebagai Sayuran Indigenous”,
diajukan sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Keluarga yaitu umi, apa (alm.) dan kakak-kakak tercinta yang telah
memberikan motivasi dan do’anya kepada penulis.
2. Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen
pembimbing skripsi atas bimbingan dan nasehat selama penulis melaksanakan
studi maupun penelitian.
3. Dr. Ani Kurniawati, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi atas arahan dan
nasehatnya selama melakukan penelitian.
4. Dr. Ir. Diny Dinarti M.Si. sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik
dan saran yang membangun kearah kesempurnaan skripsi ini.
5. Masyarakat di Kecamatan Leuwiliang, Ciampea, Rancabungur, Kemang,
Tenjolaya dan Dramaga yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas
peran serta dalam penelitian ini.
6. Teman-teman Indigenous 45 yang selalu memberikan dukungan dan motivasi
dalam pelaksanaan penelitian.
7. Bapak Agus, Joko dan pihak Lab Kesda Jakarta yang telah membantu
pelaksanaan kegiatan penelitian ini.
8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian
dan penyusunan tugas akhir ini.
Bogor, Januari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xi
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................ 1
Tujuan ............................................................................................. 2
Hipotesis .......................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
Kemang (Mangifera kemanga Blume.)........................................... 3
Senyawa Bioaktif ............................................................................ 4
Karakterisasi .................................................................................. 4
Sayuran Indigenous ......................................................................... 5
Persepsi Masyarakat Terhadap Sayuran ......................................... 5
BAHAN DAN METODE ........................................................................... 7
Waktu dan Tempat .......................................................................... 7
Alat dan Bahan ................................................................................ 7
Pelaksanaan ..................................................................................... 7
Pengamatan ..................................................................................... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 13
Karakter Agronomi ......................................................................... 13
Senyawa Bioaktif ............................................................................ 25
Persepsi Masyarakat ........................................................................ 36
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 43
Kesimpulan ..................................................................................... 43
Saran ................................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 44
LAMPIRAN ................................................................................................ 49
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rataan data iklim di lokasi penelitian bulan Januari-Agustus
2012 ............................................................................................... 7
2. Data rata-rata beberapa variabel pohon kemang ........................... 17
3. Nilai komponen utama ciri morfologi pada 60 tanaman kemang . 18
4. Data rata-rata beberapa variabel pucuk kemang per pucuk pada
umur ± 7 hari ................................................................................. ........ 24
5. Kandungan senyawa kelompok asam lemak pada pucuk kemang 27
6. Kandungan senyawa kelompok fenol pada pucuk kemang .......... 28
7. Kandungan senyawa kelompok terpenoid pada pucuk kemang ... 29
8. Kandungan senyawa kelompok steroid pada pucuk kemang ........ 31
9. Kandungan senyawa kelompok benzena pada pucuk kemang ..... 31
10. Kandungan senyawa kelompok alkohol pada pucuk kemang ...... 32
11. Kandungan senyawa kelompok alkaloid pada pucuk kemang ...... 33
12. Kandungan senyawa kelompok amina pada pucuk kemang ......... 33
13. Kandungan senyawa kelompok hidrokarbon pada pucuk kemang 34
14. Nilai ekonomi pucuk kemang ....................................................... 42
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Tanaman kemang aksesi (A) Rancabungur; (B) Dramaga; (C)
Kemang; (D) Leuwiliang; (E) Ciampea; (F) Tenjolaya ................ 13
2. Beberapa karakter agronomi tanaman kemang (A)
perkecambahan benih kemang (B) pucuk dorman (C) arah spiral
kedudukan daun............................................................................. 14
3. Bentuk-bentuk daun tanaman kemang aksesi (A) Rancabungur;
(B) Dramaga; (C) Kemang; (D) Leuwiliang; (E) Ciampea; (F)
Tenjolaya ....................................................................................... 15
4. Stomata pada tanaman kemang dari aksesi (A) Rancabungur;
(B) Dramaga; (C) Kemang; (D) Leuwiliang; (E) Ciampea; (F)
Tenjolaya ....................................................................................... 16
5. Diagram pencar 60 pohon kemang berdasarkan ciri morfologi .... 20
6. Dendrogram 60 pohon kemang berdasarkan ciri morfologi ......... 21
7. Fase pertumbuhan pucuk kemang hari ke-2 (a); hari ke-4 (b);
hari ke-5 (c) dan hari ke-6 (d) ....................................................... 23
8. Organisme yang menjadi pengganggu pucuk kemang (A) ulat
ordo Lepidoptera dan (B) kutu putih ........................................... 25
9. Kromatogram pucuk kemang hasil GC-MS (A) Rancabungur;
(B) Dramaga; (C) Kemang; (D) Leuwiliang; (E) Ciampea; dan
(F) Tenjolaya ................................................................................. 26
10. Dendrogram asal aksesi kemang berdasarkan jenis dan
kandungan senyawa pada pucuk kemang...................................... 35
11. Persentase alasan masyarakat mengonsumsi pucuk kemang ........ 36
12. Cara masyarakat mengolah pucuk kemang ................................... 37
13. Partisipasi masyarakat dalam mengonsumsi pucuk kemang......... 38
14. Persentase tingkat kemudahan memperoleh pucuk kemang ......... 38
15. Persentase masyarakat memperoleh pucuk kemang ..................... 39
16. Frekuensi masyarakat mengonsumsi pucuk kemang .................... 39
17. Dampak yang dirasakan masyarakat setelah mengonsumsi
pucuk kemang ............................................................................... 40
18. Arah pengembangan pucuk kemang yang perlu dilakukan
menurut masyarakat ...................................................................... 41
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Lembar pertanyaan wawancara untuk mengetahui persepsi
masyarakat ..................................................................................... 50
2. Tinggi tanaman dan agroekosistem lokasi tumbuh tanaman
kemang di Bogor ........................................................................... 52
3. Peta lokasi koordinat aksesi tanaman kemang .............................. 54
4. Persentase ciri morfologi 60 pohon kemang di 6 kecamatan
Kabupaten Bogor........................................................................... 55
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pucuk kemang (Mangifera kemanga Blume.) merupakan salah satu
sayuran indigenous yang telah lama berkembang di masyarakat Bogor. Menurut
Bompard (1992) masyarakat sunda di Jawa Barat biasa mengonsumsi pucuk
kemang dengan cara dilalap. Pohon kemang banyak ditemukan di Jawa Barat,
terutama di sekitar daerah Bogor.
Sayuran merupakan bahan makanan yang mengandung berbagai zat gizi
yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk melakukan berbagai aktivitas (Soetiarso,
2010a). Energi dan bahan kering yang dikandung sayuran rendah, tetapi sangat
penting sebagai sumber vitamin dan mineral (Grubben et al., 1994).
Senyawa tanaman tertentu dalam jumlah yang sesuai dapat berfungsi
farmakologis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Daun mangga dapat digunakan
untuk antibakteri (Kanwal et al., 2009), antimikroba (Mashibo dan He, 2009),
antidiabetes (Bhowmik et al., 2009; Morsi et al., 2010) dan antioksidan
(Kawpoomhae et al., 2010; Ling et al., 2010; Badmus et al., 2011).
Penggunaan tanaman pada bidang farmakologi karena ditemukannya
senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan respon biologis spesifik bagi yang
mengonsumsinya. Senyawa tersebut merupakan bioaktif yang dihasilkan dari
metabolit sekunder tanaman (Bernhoft, 2010). Senyawa tersebut dapat diperoleh
melalui proses skrining atau ekstraksi.
Menurut Kintzios dan Barberaki (2004) jumlah produksi senyawa bioaktif
kurang dari 10% dari total metabolisme. Produksi senyawa tersebut sangat sedikit
oleh tanaman. Holmboe-Ottensen (2010) mengemukakan bahwa kegiatan
produksi pertanian mempengaruhi komposisi tanaman, seperti varietas/kultivar,
dosis pupuk, pengolahan lahan, waktu panen dan masa penyimpanan.
Data mengenai keragaman morfologi dan kimia tanaman kemang di
lapang belum banyak diketahui. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk
mengidentifikasi karakter tanaman kemang serta senyawa yang terkandung di
pucuk kemang.
2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter agronomi, kimiawi dan
persepsi masyarakat terhadap pucuk kemang.
Hipotesis
1. Pucuk kemang memiliki kandungan bioaktif yang dapat dikembangkan
sebagai sayuran komersial.
2. Penyebaran tanaman kemang berpengaruh terhadap karakter agronomi dan
kandungan senyawa bioaktif.
3. Pucuk kemang merupakan salah satu sayuran indigenous di Bogor dan
mempunyai nilai ekonomis.
TINJAUAN PUSTAKA
Kemang (Mangifera kemanga Blume.)
Kemang termasuk famili anacardiaceae serta satu genus dengan mangga.
Nama ilmiah kemang yaitu Mangifera kemanga yang bersinonim dengan
Mangifera polycarpa dan Mangifera caesia (Bompard, 1992). Flora identitas
Kabupaten Bogor ini mempunyai nama Indonesia kemang sedangkan di
Kalimantan Timur disebut palong. Pohon kemang tersebar secara alami di
Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan dan Jawa Barat. Kemang biasanya
dibudidayakan di Jawa Barat khususnya di daerah Bogor.
Pohon kemang umumnya tumbuh di dataran rendah di daerah tropika
basah di bawah ketinggian 400 mdpl, walaupun dapat dijumpai juga hingga
ketinggian 800 mdpl (Bompard, 1992). Tanaman ini memerlukan sebaran curah
hujan yang merata sepanjang tahun dan tumbuh baik di pinggiran sungai yang
secara berkala tergenang air. Pohon kemang tingginya dapat mencapai 30-45 m
dengan garis tengah batang hingga 120 cm. Kulit batang kemang memiliki rekah
dan mengandung getah yang dapat menyebabkan iritasi (Bompard, 1992).
Daun kemang berselang-seling, bertangkai pendek, bentuknya lonjong
atau lanset. Daun-daunnya seringkali mengumpul di ujung-ujung percabangan.
Pangkal daunnya meruncing, menyempit pada tangkainya, tepinya rata, warna
daunnya mengkilat pada permukaan atasnya (Bompard, 1992).
Karangan bunga pohon kemang terletak di ujung percabangan berbentuk
malai dan berbunga banyak. Jenis bunga terdiri atas bunga jantan, betina dan
hermaprodit (Bompard, 1992). Bunga kemang berwarna merah muda pucat dan
beraroma harum.
Buah kemang berbentuk bulat telur terbalik sampai lonjong dengan kulit
buah tipis yang berwarna coklat kuning kusam apabila masak (Bompard, 1992).
Daging buah kemang berwarna keputihan, lunak, berair dan berserat. Aroma buah
kemang berbau sangat khas dan tajam dengan rasa buah bervariasi dari asam
sampai manis.
4
Senyawa Bioaktif
Menurut Finley (2005) senyawa bioaktif merupakan senyawa yang
menyebabkan respon biologis spesifik pada organisme yang mengonsumsinya.
Bernhoft (2010) menambahkan senyawa bioaktif pada tanaman adalah metabolit
sekunder tanaman yang memunculkan efek farmakologis atau toksikologi pada
manusia dan hewan.
Metabolit sekunder adalah senyawa yang diproduksi terbatas pada
sekelompok taksonomi, tidak penting untuk hidup sebuah sel (organisme) tetapi
mempunyai peran dalam interaksi sel (organisme) dengan lingkungannya dan
menjamin kelangsungan hidup pada ekosistem organisme (Verpoorte, 2000).
Produksi metabolit sekunder biasanya kurang dari 10% dari total metabolisme
tanaman, produk tersebut adalah unsur utama tanaman pada ilmu farmasi
(Kintzios dan Barberaki, 2004).
Penelitian mengenai senyawa bioaktif pada daun mangga pernah
dilakukan dengan ekstraksi dan skrining. Steroid dan flavonoid diperoleh melalui
skrining ekstrak daun mangga dalam larutan hexaene (Aiyelaagbe dan
Osamudiamen, 2009). Senyawa fenol pada daun mangga diketahui pada hasil
ekstraksi dengan menggunakan GC-MS ( Elzaawely dan Tawata, 2010).
Hasil penelitian Kawpoomhae et al. (2010) adanya aktivitas antioksidan
serta jumlah total fenol dan asam tanik pada ekstrak daun mangga dalam metanol
dan aquades. Morsi et al. (2010) mendapatkan ekstrak daun mangga dalam 70 mg
mengandung total fenol dan flavonoid yaitu 9.15±0.08 dan 0.68±0.05 mg g-1
.
Karakterisasi
Karakterisasi merupakan fokus dalam membedakan antara aksesi satu
dengan lainnya mengenai identifikasi dan mengeliminasi kelebihan (Kohel dan
Yu, 2002). Karakterisasi digunakan untuk mengetahui karakter-karakter tanaman,
baik karakter kuantitatif maupun karakter kualitatif (Miswar et al., 2012). Pemulia
tanaman menekankan karakterisasi untuk penggunaan langsung dalam program
pemuliaan komersial. Karakterisasi plasma nutfah penting untuk membedakan
dan menggambarkan perubahan pada karakter yang disukai (Okuno dan Fukuoka,
5
2002). Perkembangan dari satu atau beberapa karakter penting dapat memudahkan
akses penggunaan keragaman genetik sebelum program pemuliaan.
Sayuran Indigenous
Sayuran indigenous adalah sayuran asli daerah yang telah banyak
diusahakan dan dikonsumsi atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama
dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu (Putrasamedja, 2005). Sayuran
yang tergolong sayuran indigenous dapat dikatakan sayuran asli dari lingkungan
lokal atau sayuran pribumi (Soetiarso, 2010a).
Sayuran indigenous biasanya dibudidayakan di pekarangan maupun
kebun. Sayuran ini dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan makanan. Masyarakat
Jawa Barat biasanya mengonsumsi sayuran indigenous dengan cara dilalap.
Menurut Duriat et al. (2000) beberapa spesies liar sayuran indigenous mempunyai
fungsi ganda sebagai pangan, rempah atau obat. Putrasamedja (2005) menyatakan
bahwa setiap daerah (kabupaten) berbeda-beda dalam memanfaatkan sayuran
indigenous dan nilai ekonominya.
Pemanfaatan sayuran indigenous oleh masyarakat masih terbatas. Menurut
Soetiarso (2010b) kendala kurang dimanfaatkannya sayuran indigenous oleh
konsumen adalah variasi menu terbatas, rasa dari olahan sayuran indigenous
kurang enak terutama bagi anak-anak dan tersedia musiman.
Persepsi Masyarakat Terhadap Sayuran
Sayuran merupakan pangan yang dimanfaatkan sebagai sumber vitamin
dan mineral. Beragam jenis sayuran berkembang di masyarakat sehingga
konsumen dapat memilih sayuran berdasarkan kesukaannya. Perilaku konsumen
dalam memersepsi atribut produk yang sesuai dengan preferensinya dapat
dijadikan sebagai dasar untuk perbaikan dan pengembangan suatu produk, seleksi
dan perbaikan varietas ( Rebin et al., 2002).
6
Pengukuran tingkat kesukaan pada sayuran dapat dilakukan berdasarkan
persepsi masyarakat dengan menilai kualitasnya. Menurut Almatsier (2009)
secara umum makanan yang disukai adalah makanan yang memenuhi selera atau
citarasa/inderawi, yaitu dalam hal rupa, warna, bau, rasa, suhu dan tekstur.
Soetiarso (2010b) menggunakan atribut nutrisi, obat, rasa, daya simpan, harga dan
ketersediaan untuk menilai preferensi terhadap paria, selada air, oyong, leunca dan
kemangi.
Tingkat kesukaan terhadap suatu produk akan membentuk suatu pola
makan akibat dari kebiasaan makan. Pola makan terbentuk melalui seleksi jenis
pangan yang dikonsumsi. Faktor ketersediaan dan biaya sangat menentukan
pilihan jenis pangan dalam menu individu atau keluarga (Rubatzki dan
yamaguchi, 1998). Konsumen lebih menempatkan kemudahan memperoleh di
pasar pada urutan pertama dalam mengonsumsi jenis sayuran indigenous
(Soetiarso, 2010b).
Konsumsi sayuran pada tingkat rumah tangga dapat beragam jenisnya.
Menurut Soetiarso (2010b) Konsumen (ibu rumah tangga) tidak hanya
mempertimbangkan seleranya sendiri tetapi juga mempertimbangkan selera dari
semua angggota keluarga (termasuk anak-anak).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Agustus 2012 di enam
kecamatan di Kabupaten Bogor. Pengujian kandungan senyawa kimia dengan
GC-MS dilakukan di laboratorium Kesehatan Daerah Jakarta. Data agroekologi
lokasi penelitian ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan data iklim di lokasi penelitian bulan Januari-Agustus 2012
Kecamatan Curah hujan
(mm)
Suhu
(oC)**
Kelembaban
(oC)**
Altitude pengukuran
(m)
Rancabungur 213 31.9 82 142
Dramaga 229 31.9 82 207
Kemang 237 31.9 82 129
Leuwiliang 214 31.9 82 395
Ciampea* 250 31.9 82 180
Tenjolaya* 250 31.9 82 180
(Sumber: BMKG)
Keterangan : * : data disamakan berdasarkan kedekatan lokasi stasium pengukuran
** : data yang digunakan iklim makro Bogor
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan ialah tanaman kemang dan pucuk kemang. Alat
yang digunakan adalah GC-MS, GPS, oven, meteran, abney level dan mikroskop.
Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian dimulai dengan melakukan survei tanaman kemang
di beberapa kecamatan di Bogor. Enam kecamatan yang dipilih sebagai lokasi
penelitian yaitu Kecamatan Rancabungur, Dramaga, Kemang, Leuwiliang,
Ciampea dan Tenjolaya. Jumlah tanaman kemang yang diamati sebanyak 10
tanaman setiap kecamatan. Tanaman kemang yang digunakan merupakan tanaman
yang sudah tumbuh di lokasi penelitian.
Lokasi tumbuh tanaman kemang ini kemudian ditentukan ketinggian
tempat dan koordinat lokasinya dengan GPS. Identifikasi karakter agronomi
8
tanaman dilakukan pada pohon kemang berdasarkan descriptors for mango
(IPGRI, 2006) yang telah dimodifikasi.
Persepsi masyarakat terhadap pucuk kemang sebagai sayuran indigenous
diketahui dengan melakukan wawancara. Informasi berdasarkan pengetahuan
masyarakat mengenai kebiasaan makan, nilai ekonomi, dampak mengonsumsi dan
pengetahuan masyarakat terhadap pucuk kemang.
Data dari responden diperoleh dengan melakukan wawancara. Jumlah
responden diperoleh dari tiga desa di setiap kecamatan dengan masing-masing
desa dipilih 10 orang sehingga terdapat 180 orang. Pemilihan responden
berdasarkan responden yang pernah mengonsumsi pucuk kemang.
Kandungan bioaktif pucuk kemang dianalisis dengan menggunakan
metode GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry). Senyawa yang
teridentifikasi dikelompokkan berdasarkan jenisnya.
Pengamatan
A. Peubah Kualitatif
Komponen yang diamati terlampir pada lembar wawancara Lampiran 1.
B. Peubah Kuantitatif
1. Agroekologi
Data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
meliputi altitude, curah hujan, suhu dan RH. Lokasi tumbuh tanaman ditentukan
dengan GPS meliputi ketinggian tempat dan koordinat lokasi (Lampiran 2 dan 3).
2. Karakter Tanaman
Pohon
a. Tinggi Tanaman
Pengamatan tinggi tanaman diukur sampai dengan bagian atas tajuk
tanaman menggunakan abney level. Tinggi tanaman dihitung dengan persamaan:
y = z + (x tan α)
Keterangan : z = tinggi pengukur; x = jarak pengukur ke pohon; y = tinggi pohon;
α = sudut yang terbentuk oleh abney level
9
b. Diameter Batang
Diameter batang diukur pada setinggi dada (diameter at brest height, dbh)
kurang lebih 1.3 m dari atas tanah dengan mengukur lingkar batang terlebih
dahulu. Diameter batang dihitung dengan menggunakan rumus:
Diameter Batang = keliling batang
π
c. Bentuk Tajuk
d. Tree Growth Habit
e. Percabangan
Percabangan ini diamati di lapangan dengan skoring. Skoring 1 untuk
cabang rusak dan skoring 2 untuk cabang baik.
f. Tempat Muncul Flush
1. Terminal 2. Aksilar 3. Terminal dan aksilar
g. Warna Batang
1. Coklat 2. Coklat keabuan 3. Abu-abu 4. Hitam
Daun
Daun contoh sebanyak 10 daun yang diambil pada cabang yang berbeda
dan setiap cabang diambil satu daun secara acak.
Oblong Broadly Pyramidal Semi-circular Spherical
Erect Spreading Drooping
10
Elliptic Oblong Ovate Obovate Lanceolate Oblanceolate
a. Panjang Daun
Panjang daun diukur dari pangkal tangkai daun hingga ujung daun.
1. 20.18≤x<25.92 cm 2. 25.92≤x<31.65 cm 3. 31.65≤x<37.39 cm
4. 37.39≤x<43.12 cm 5. 43.12≤x<48.86
b. Lebar Daun
Lebar daun diukur pada lembar daun yang terlebar.
1. 6≤x<9.16 cm 2. 9.16≤x<12.32 cm 3. 12.32≤x<15.47 cm
4. 15.47≤x<18.63 cm 5. 18.63≤x<21.79
c. Luas Daun
Pengamatan luas daun dilakukan pada daun tua dengan menggunakan
metode grafimetri. Luas daun dihitung dengan rumus:
Luas Daun = bobot replika daun
bobot kertas × luas kertas
d. Kerapatan Stomata
Jumlah stomata diamati pada permukaan bawah daun dengan pembesaran
40x10 dengan mikroskop. Pengambilan titik contoh stomata ini dilakukan pada
tiga titik di daun yaitu di ujung, tengah dan pangkal daun. Kerapatan stomata pada
setiap titik dihitung berdasarkan rumus:
Kerapatan Stomata = ∑stomata
luas bidang pandang (mm2)
e. Bentuk Daun
f. Bentuk Ujung Daun
Obtuse Acute Acuminate
11
g. Bentuk Pangkal Daun
h. Bentuk Margin Daun
3. Kualitas Panen
a. Kadar Air Pucuk
Bobot kering diperoleh dari hasil pengovenan dengan suhu 105°C selama
24 jam. Kadar air dihitung dengan rumus:
Kadar Air = bobot basah-bobot kering
bobot basah ×100%
b. Edible Portion
Edible portion merupakan bobot yang dapat dimakan dihitung berdasarkan
persen perbandingan dari bobot daun segar yang dimakan dengan bobot basah
pucuk.
c. Panjang Pucuk
Panjang pucuk diukur dari pangkal pucuk hingga ujung pucuk yang
terpanjang.
d. Jumlah Daun
Total daun yang terdapat pada tangkai flush.
e. Panjang Tangkai
Panjang tangkai diukur dari pangkal pemetikan hingga ujung titik tunas
dorman.
f. Panjang Tangkai Potong
Panjang tangkai potong diukur dari jarak pangkal pemetikan hingga daun
pertama yang tumbuh dekat pangkal flush.
Acute Obtuse Round
Entire Wavy
12
4. Kandungan Bioaktif
Pengukuran kandungan bioaktif dilakukan dengan menggunakan metode
GC-MS. Tahapan metode GC-MS pada pucuk kemang sebagai berikut:
Pucuk kemang dalam kondisi segar
Direndam menggunakan ethanol
90% selama 24 jam
Maserasi atau dihaluskan tanpa
menggunakan air
Diinject menggunakan autosampler
GC-MS
Diuapkan menggunakan gas
Nitrogen
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakter Agronomi
Keragaman karakter tanaman yang terbentuk pada suatu ekosistem akan
dipengaruhi oleh genetik, lingkungan atau interaksi keduanya. Tanaman akan
beradaptasi pada lingkungan baru untuk mempertahankan hidupnya. Adaptasi
dapat merubah penampilan suatu tanaman menjadi beragam. Keragaman yang
terjadi di lapangan merupakan sumber materi genetik yang dapat digunakan untuk
memperbaiki sifat tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
Pohon kemang yang tersebar di daerah Bogor umumnya tumbuh alami.
Lokasi tumbuh tanaman ini di sekitar sungai, pinggir jalan, ladang dan
pekarangan (Lampiran 2). Penyebaran pohon kemang yang lebih banyak di sekitar
sungai atau daerah dekat genangan air. Menurut Bompard (1992) tanaman
kemang tumbuh baik di pinggiran sungai yang secara berkala tergenang air.
Keragaan tanaman kemang ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman kemang aksesi (A) Rancabungur; (B) Dramaga;
(C) Kemang; (D) Leuwiliang; (E) Ciampea; (F) Tenjolaya.
A
D E F
B C
14
Tanaman kemang yang tumbuh di lapangan diduga berasal dari
penyebaran buah melalui sungai. Benih kemang dapat berkecambah pada 3
minggu setelah semai. Tipe perkecambahan kemang adalah epigeal (Gambar 2A).
Kedudukan daun tanaman kemang membentuk spiral dengan arah ke kiri
dan ke kanan. Filotaksis yang terbentuk 1/10 yaitu daun nomor 1 akan sejajar
dengan daun nomor 10. Arah kedudukan daun dapat dilihat pada Gambar 2C.
Titik tumbuh tanaman kemang akan termodifikasi menjadi pucuk dorman
(Gambar 2B). Waktu perkembangan saat fase flush atau fase berbunga akan
mempengaruhi perkembangan pucuk dorman. Pucuk dorman akan berkembang
menjadi flush atau bunga sesuai kondisi yang terjadi pada pohon tersebut.
Gambar 2. Beberapa karakter agronomi tanaman kemang
(A) perkecambahan benih kemang (B) pucuk dorman (C)
arah spiral kedudukan daun
Variabel pengamatan tanaman kemang hasil eksplorasi disajikan pada
Tabel 2. Tinggi pohon dan diameter batang pohon kemang dapat mencapai
11.7±5.9 m dan 38.82±16.1 cm. Tinggi tanaman kemang dapat mencapai 40 m
dan diameter batang mencapai 120 cm (Bompard, 1992).
Tanaman ini akan menggugurkan daun tuanya kemudian diganti dengan
daun baru pada saat flushing. Daun kemang berbentuk lonjong dengan pangkal
daun meruncing (Bompard, 1992). Panjang daun kemang dapat mencapai
35.0±8.4 cm, sedangkan lebarnya mencapai 10.5±4.1 cm (Tabel 2). Bentuk-
bentuk daun dari setiap kecamatan disajikan pada Gambar 3.
A B C
15
Gambar 3. Bentuk-bentuk daun tanaman kemang aksesi (A) Rancabungur;
(B) Dramaga; (C) Kemang; (D) Leuwiliang; (E) Ciampea; (F)
Tenjolaya.
Kerapatan Stomata
Stomata yang diamati tidak diambil berdasarkan pada umur daun yang
sama. Sejarah daun untuk pengamatan stomata juga tidak diamati. Stomata
biasanya tersebar di bagian epidermis daun. Stomata merupakan jaringan pada
tanaman yang dapat berperan pada sistem respirasi dan transpirasi. Meskipun
A B C
F D E
16
ribuan stomata ditemukan pada permukaan atas dan bawah, jumlah dan
distribusinya jauh lebih beragam (Levetin dan McMahon, 2006). Hasil
pengamatan stomata tanaman kemang ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Stomata pada tanaman kemang dari aksesi (A) Rancabungur;
(B) Dramaga; (C) Kemang; (D) Leuwiliang; (E) Ciampea; (F)
Tenjolaya
Stomata yang terdapat pada daun kemang memiliki kerapatan yang
berbeda meskipun pada wilayah dengan ketinggian yang hampir sama (Tabel 2).
Kerapatan stomata tanaman kemang dapat mencapai 573.9±86.7 mm-2
. Menurut
Handayani (2012) mangga cengkir memiliki kerapatan stomata yang bervariasi
antara 627.3–858.3 mm-2
.
Batos et al. (2010) menyatakan bahwa daun yang terpapar oleh sinar
matahari pada intensitas cahaya tinggi memiliki kerapatan stomata yang lebih
tinggi dibandingkan daun yang ternaung. Hasil penelitian Adebooye (2012)
menunjukkan bahwa perlakuan salinitas terhadap kerapatan stomata di permukaan
atas dan bawah daun tidak signifikan sedangkan pengaruh umur daun
menunjukkan kerapatan stomata di permukaan atas berkurang dan di permukaan
bawah tidak dipengaruhi umur daun.
A C B
D E F
17
Tabel 2. Data rata-rata beberapa variabel pohon kemang
Keterangan: Ran.: Rancabungur; Dra.: Dramaga; Kem.: Kemang; Leu.: Leuwiliang; Cia.: Ciampea;
Ten.: Tenjolaya
Fenologi dan laju perkembangan tanaman tergantung pada faktor iklim
seperti suhu, panjang hari dan kersediaan air (Suryadi dan Kusmana, 2004).
Tanaman akan tumbuh baik pada kondisi lingkungan yang sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman tersebut. Hal itu ditujukan untuk memudahkan tanaman
beradaptasi pada kondisi lingkungan dan menghindari cekaman lingkungan.
Pohon mangga membutuhkan suhu udara antara 24-30 oC dan dapat
bertahan hingga suhu 48 oC selama perkembangan buah jika irigasi cukup tersedia
(Nakasone dan Paull, 1998). Suhu di Bogor pada saat penelitian ini mencapai
31.9 oC dengan kelembaban 82
oC. Suhu yang dibutuhkan untuk perkembangan
buah kemang sudah sesuai.
Menurut Bompard (1992) ketinggian tempat untuk lokasi tumbuh tanaman
kemang hingga 400 m. Lokasi kecamatan penelitian memiliki ketinggian tempat
antara 181.2±21.8-310.0±47.0 m, yang sudah sesuai dengan syarat tumbuh yang
dibutuhkan tanaman kemang.
Tanaman kemang memerlukan curah hujan yang merata sepanjang tahun
(Bompard, 1992). Rataan curah hujan di lokasi penelitian cukup tinggi yaitu
sekitar 213-250 mm/bulan. Di daerah tropis dengan curah hujan tinggi produksi
buah mangga menjadi rendah dan mengalami pertumbuhan vegetatif yang
berlebihan (Nakasone dan Paull, 1998).
Variabel Kecamatan
Ran. Dra. Kem. Leu. Cia. Ten.
Panjang daun (cm) 35.0±8.4 29.3±4.8 28.8±5.6 31.2±5.8 31.4±6.6 33.9±5.5
Lebar daun (cm) 9.2±1.2 8.9±1.0 9.0±1.0 9.4±1.8 9.7±3.4 10.5±4.1
Luas daun (cm2) 202.8±55.9 164.5±36.4 164.6±46.7 166.6±50.4 178.9±60.8 211.2±52.7
Kerapatan stomata
(mm-2) 485.6±58.3 490.8±99.4 573.9±86.7 512.6±76.3 509.7±80.6 428.6±69.4
Lingkar batang
(cm) 94.0±53.4 92.9±46.1 122.5±49.9 93.5±47.3 87.1±36.1 101.0±62.4
Diameter batang
(cm) 29.9±17.0 27.4±14.0 38.8±16.1 29.8±15.1 27.6±11.4 32.2±19.9
Tinggi tanaman (m) 9.2±4.7 9.4±5.0 11.7±5.9 9.9±2.3 8.8±3.0 9.8±3.6
Altitude tanaman
(m) 183.2±14.5 207.0±33.2 181.2±21.8 206.6±13.1 221.5±33.6 310.0±47.0
18
Karakterisasi Berdasarkan Ciri Morfologi
Analisis komponen utama merupakan analisis statistika dengan mereduksi
variabel yang dapat menjelaskan struktur varian-covarian dari set variabel melalui
kombinasi linear (Johnson dan Wichern, 2007). Analisis komponen utama
membentuk peubah baru yang merupakan kombinasi linear dari seluruh peubah
asli, yang disebut komponen utama (Siswadi et al., 2011). Nilai komponen utama
11 ciri morfologi pada analisis komponen utama 60 aksesi kemang di Kecamatan
Rancabungur, Dramaga, Kemang, Leuwiliang, Ciampea dan Tenjolaya disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai komponen utama ciri morfologi pada 60 tanaman kemang
Ciri Morfologi Nilai Komponen Utama
1 2 3 4 5
Keragaman Kumulatif (%) 19.902 35.14 48.693 60.393 69.756
BDA (Bentuk Daun) -0.028 0.670 -0.113 -0.169 0.324
UDA (Bentuk Ujung Daun) 0.704 -0.292 -0.079 0.215 0.238
PDA (Bentuk Pangkal Daun) -0.483 0.282 0.209 -0.318 0.294
MDA (Bentuk Margin Daun) 0.218 0.620 0.126 0.223 0.427
PND (Panjang Daun) 0.822 0.053 -0.013 -0.052 0.073
LBA (Lebar Daun) 0.659 0.166 0.077 -0.596 -0.030
BTA (Bentuk Tajuk Pohon) -0.289 -0.168 0.654 -0.359 -0.077
TGH (Tree Growth Habit) 0.273 0.396 0.209 0.372 -0.582
TMF (Tempat Muncul Flush) -0.102 0.174 0.598 0.608 0.146
KCA (Kondisi Percabangan) -0.320 -0.149 -0.635 0.247 0.231
WBA (Warna Batang) 0.180 -0.640 0.418 0.075 0.418
Total persentase keragaman kumulatif antara 70-90% akan menjelaskan
sebagian besar informasi yang dimiliki total peubah (Siswadi et al., 2011). Hasil
analisis menunjukkan bahwa proporsi keragaman kumulatif sebesar 69.75%
tercapai pada lima komponen utama. Hal tersebut menunjukkan bahwa peubah
pengamatan karakter morfologi dapat menjelaskan keragaman tanaman kemang
dengan lima komponen utama.
Komponen utama (KU) pertama menerangkan sama lebih memuaskan
terhadap variasi dalam data aslinya (Everitt dan Dunn, 1998). Data awal yang
mengandung n pengukuran dengan p peubah dapat direduksi menjadi n
19
pengukuran dengan k komponen utama (Muslim, 2011). Ciri morfologi yang
mempunyai nilai keragaman terbesar pada kedua komponen utama pertama dapat
dijadikan sebagai ciri pembeda antar aksesi.
Karakter dengan nilai Measures of Sampling (MSA) kurang dari 0.5 tidak
dapat digunakan dalam analisis faktor (Simamora, 2005). Ciri morfologi yang
berpengaruh sebagai pembeda pada KU1, yaitu Bentuk Ujung Daun (UDA),
Panjang Daun (PND) dan Lebar Daun (LDA) mempunyai nilai berturut-turut
0.704, 0.822 dan 0.659. KU2 memiliki ciri morfologi sebagai pembeda yaitu
Bentuk Daun (BDA) dan Bentuk Margin Daun (MDA) dengan nilai berturut-turut
0.670 dan 0.620. Ciri morfologi pembeda pada KU3 adalah Bentuk Tajuk (BTA)
serta Tempat Muncul Flush (TMF) dan KU4 memiliki ciri pembeda Tempat
Muncul Flush (TMF).
Keragaman kumulatif yang dapat dijelaskan oleh KU1 dan KU2 adalah
35.24%. Diagram pencar menunjukkan posisi pohon dan pengelompokkannya
berdasarkan ciri komponen utama. Hasil plot dua komponen utama pertama (KU1
dan KU2) disajikan pada diagram pencar (Gambar 5).
Aksesi dari setiap kecamatan tersebar cukup merata di seluruh kuadran.
Aksesi yang berasal dari satu kecamatan terletak berdekatan pada kuadran yang
sama menunjukkan ragam morfologi yang rendah. Hal ini dapat diduga karena
tanaman tersebut memiliki sumber genetik yang sama dan tumbuh di wilayah
yang sama.
Tanaman kemang dari setiap kecamatan hampir merata terletak pada
kuadran I (KU1 positif dan KU2 positif). Kuadran I dan kuadran III (KU1 negatif
dan KU2 negatif) memiliki anggota tanaman kemang dari setiap kecamatan.
Kuadran III didominasi oleh tanaman kemang yang terdapat di Kecamatan
Kemang, sedangkan tanaman lainnya terdapat di Kuadran I.
Kuadran II ( KU1 negatif dan KU2 positif) diisi oleh tanaman kemang dari
setiap kecamatan kecuali Kecamatan Kemang. Tanaman yang mendominasi
kuadran ini berasal dari Kecamatan Ciampea.
Kuadran IV (KU1 positif dan KU2 negatif) terdiri atas tanaman kemang
dari Kecamatan Rancabungur, Dramaga, Ciampea dan Tenjolaya. Kuadran ini
20
merupakan kuadran yang diisi sedikit aksesi. Tanaman 10 dari Kecamatan
Ciampea merupakan pencilan dari kuadran ini.
Keterangan: A1: Kecamatan Rancabungur; A2: Kecamatan Dramaga; A3: Kecamatan
Kemang; A4: Kecamatan Leuwiliang; A5: Kecamatan Ciampea; A6:
Kecamatan Tenjolaya. Huruf P menujukkan nomor aksesi
Gambar 5. Diagram pencar 60 pohon kemang berdasarkan ciri morfologi
Menurut Arham (2006) data yang menghasilkan keragaman komponen
utama dan kedua yang besar dan memenuhi syarat >75%, letak titik-titik tersebut
akan menyerupai keadaan penggerombolan yang digambarkan pada dendrogram.
Dendrogram merupakan grafik yang digunakan untuk mengetahui hubungan
kekerabatan berdasarkan kemiripan karakter yang diamati.
21
Coefficient
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00
A1P1 A2P6 A5P10 A6P10 A2P4 A2P5 A5P9 A3P1 A3P3 A3P6 A3P8 A4P8 A3P9 A5P2 A4P9 A6P4 A1P5 A4P10 A6P9 A5P8 A2P2 A5P5 A1P10 A1P9 A3P2 A4P2 A4P7 A6P1 A2P1 A3P4 A4P5 A1P4 A1P8 A6P3 A5P3 A5P6 A6P8 A4P3 A6P6 A5P1 A6P7 A4P6 A1P6 A1P7 A4P1 A3P10 A2P9 A2P10 A6P5 A1P2 A4P4 A6P2 A1P3 A2P8 A3P7 A5P7 A2P3 A3P5 A2P7 A5P4
Kedekatan hubungan antar aksesi pada 60 pohon kemang berdasarkan
analisis gerombol disajikan dalam bentuk dendrogram (Gambar 6).
Keterangan: A1: Kecamatan Rancabungur; A2: Kecamatan Dramaga; A3: Kecamatan
Kemang; A4: Kecamatan Leuwiliang; A5: Kecamatan Ciampea; A6:
Kecamatan Tenjolaya. Huruf P menujukkan nomor pohon
Gambar 6. Dendrogram 60 pohon kemang berdasarkan ciri morfologi
Kemiripan sifat masing-masing individu dinyatakan dengan jarak
euclidius yaitu mulai dari 0.00 sampai 1.00. Jarak euclidius 0.50 membentuk tiga
gerombol pohon kemang yang diamati. Gerombol I dan III beranggotakan pohon
yang berasal dari enam kecamatan. Pohon dari Kecamatan Ciampea tidak
termasuk ke dalam gerombol II.
III
II
I
Koefisien Kemiripan
22
Aksesi yang tergabung dalam gerombol I menggerombol berdasarkan ciri
tempat muncul flush di terminal dan aksilar. Aksesi A1P2, A4P4 dan A6P2
mengelompok terlebih dahulu berdasarkan ciri kemiripan bentuk ujung daun
acute, bentuk pangkal daun acute, bentuk tajuk semi-circular dan tree growth
habit berbentuk drooping sebelum mengelompok menjadi gerombol I.
Aksesi A6P2 memiliki perbedaan pada panjang daun dan lebar daun
dengan A1P2 dan A4P4. Panjang daun A6P2 lebih pendek sedangkan lebar
daunnya lebih lebar jika dibandingkan A1P2 dan A4P4. Panjang dan lebar daun
A6P2 berturut-turut 25.92≤x<31.65 dan 9.16≤x<12.32 cm.
Karakter yang menjadikan aksesi tergabung dalam gerombol II adalah
bentuk tajuk, tempat muncul flush dan kondisi percabangan. Gerombol II
memiliki bentuk tajuk semi-circular dengan kondisi percabangan baik. Titik
terminal merupakan tempat muncul flush pada gerombol ini.
Gerombol III merupakan gerombol yang memiliki anggota terbanyak,
yaitu 42 individu pohon kemang. Aksesi-aksesi yang tergabung dalam gerombol
III memiliki ciri bentuk pangkal daun acute.
Individu dalam masing-masing gerombol baru menyatu pada jarak
euclidius 0.48. Hal itu berarti tingkat kemiripan dari aksesi-aksesi yang diamati
hanya mencapai 48%. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingginya keragaman antar
individu berdasarkan ciri morfologi pada pohon kemang di enam kecamatan
contoh.
Keragaman yang ditunjukkan dari aksesi pohon kemang diduga
dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan yang berbeda. Menurut Fitmawati et al.
(2009) luasnya rentang keanekaragaman genetik antara kultivar mangga
disebabkan pertautan sifat ciri dan terdapatnya bentuk-bentuk peralihan pada
setiap kelompok kultivar.
Pertumbuhan Pucuk Kemang
Pucuk kemang muncul setelah fase pucuk dorman selesai. Pucuk dorman
akan terbentuk pada daerah terminal dan aksilar. Pucuk dorman pada titik terminal
terdapat 1-4 tunas dorman yang terbentuk, namun terkadang terdapat lebih dari 4
tunas dorman. Perbedaan jumlah ini dapat disebabkan oleh titik terminal yang
rusak sehingga pucuk dorman akan terbentuk di bawah batas titik rusak.
23
Pertumbuhan pucuk kemang dari pucuk dorman akan memunculkan daun-
daun muda. Daun muda ini menguncup kemudian secara perlahan mekar. Pucuk
kemang berwarna coklat keunguan dan mengkilat. Gambar pertumbuhan pucuk
kemang disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Fase pertumbuhan pucuk kemang hari ke-2 (a); hari ke-4 (b);
hari ke-5 (c) dan hari ke-6 (d)
Cabang pada tanaman kemang terbentuk melalui peristiwa flush. Flush
yang muncul pada titik terminal hanya satu flush menunjukan cabang tersebut
diteruskan pertumbuhannya karena tidak terbentuk cabang baru. Flush yang
muncul pada titik terminal lebih dari satu dan pada titik aksilar akan membentuk
cabang baru.
Tanaman kemang memecahkan fase pucuk dormannya 1-2 kali dalam
setahun. Kurun waktu setahun akan diselingi oleh masa berbuah sekali. Panen
pucuk kemang dilakukan tidak lebih dari tujuh hari setelah masa dormansi pucuk
selesai. Hal itu dikarenakan oleh pucuk kemang sudah mekar dan daun mulai
mengeras. Beberapa variabel pucuk kemang pada umur kurang lebih tujuh hari
setelah selesai fase dormansinya ditampilkan pada Tabel 4.
a b
c
d
24
Tabel 4. Data rata-rata beberapa variabel pucuk kemang per pucuk pada
umur ± 7 hari
Variabel Kecamatan
Ran. Dra. Kem. Leu. Cia. Ten.
Bobot basah (g) 29.0±14.8 23.2±9.3 45.3±12.6 22.6±9.9 45.9±21.5 49.2±10.3
Bobot kering (g) 5.5±2.9 4.2±1.7 8.4±2.2 5.1±2.3 8.5±4.0 8.3±1.8
Kadar air (%) 80.5±2.4 81.7±1.4 81.4±0.8 77.4±1.1 81.5±0.5 83.0±1.9
Bobot daun (g) 23.0±11.8 17.4±7.1 37.8±10.0 15.0±7.3 36.3±16.8 34.4±8.8
Edible portion (%) 78.9±5.6 75.1±6.6 83.8±1.7 65.6±7.1 79.2±3.9 69.4±6.2
Jumlah daun (daun) 13.1±4.2 13.7±3.0 23.5±3.2 13.3±3.7 13.8±2.6 20.0±2.4
Panjang pucuk (cm) 24.8±7.9 22.9±5.7 22.8±3.0 26.4±5.4 36.1±4.7 29.4±2.2
Panjang tangkai (cm) 10.2±4.7 10.2±4.3 12.6±2.9 14.0±4.6 11.7±3.6 18.0±2.7
Panjang tangkai potong (cm) 2.5±2.5 3.0±2.2 1.2±0.5 4.8±2.6 3.0±0.8 4.0±1.2
Keterangan: Ran.: Rancabungur; Dra.: Dramaga; Kem.: Kemang; Leu.: Leuwiliang; Cia.: Ciampea;
Ten.: Tenjolaya
Ukuran flush pohon kemang tiap kecamatan beragam. Bobot basah pucuk
kemang dapat mencapai 22.6±9.9-49.2±10.3 g, sedangkan bobot kering pucuk
kemang yaitu 4.2±1.7-8.5±4.0 g. Kadar air pucuk kemang Kecamatan
Rancabungur, Dramaga, Kemang, Leuwiliang, Ciampea dan Tenjolaya berturut-
turut 80.5±2.4, 81.7±1.4, 81.4±0.8, 77.4±1.1, 81.5±0.5 dan 83.0±1.9%.
Edible portion menunjukkan banyaknya kuantitas bahan yang dapat
dikonsumsi. Bobot daun berhubungan dengan edible portion sedangkan jumlah
daun tidak berhubungan. Hal itu dapat diketahui dengan meningkatnya bobot
daun maka edible portion akan meningkat juga. Setiap pucuk rata-rata memiliki
13.1±4.1-20.0±2.4 daun. Bobot daun tertinggi diperoleh pada pucuk kemang
aksesi Kecamatan Kemang yaitu 37.8±10.0 g.
Organisme Pengganggu Pucuk Kemang
Kerusakan pada pucuk kemang yang disebabkan oleh organisme
pengganggu tanaman dapat menurunkan kualitas. Organisme pengganggu ini
perlu diketahui agar dapat dilakukan pengendalian selama produksi hingga panen.
Tingkat kerusakan yang parah pada bahan pangan akan mengurangi nilai
penampilan atau kandungan nutrisinya.
Organisme pengganggu yang ditemukan pada pucuk kemang di lapangan
dapat dilihat pada Gambar 8.
25
Gambar 8. Organisme yang menjadi pengganggu pucuk kemang (A) ulat
ordo Lepidoptera dan (B) kutu putih
Kerusakan yang diakibatkan oleh ulat ordo Lepidoptera pada pucuk
kemang adalah membentuk gerigitan di daun. Kutu putih akan menghisap cairan
tumbuhan dengan memasukkan stilet ke dalam jaringan epidermis daun.
Bersamaan itu pula kutu putih mengeluarkan racun kedalam daun, sehingga
mengakibatkan klorosis, kerdil dan malformasi daun. Kedua hama ini belum perlu
dikendalikan karena masih di bawah ambang batas ekonomi.
Senyawa Bioaktif
Potensi pengembangan pucuk kemang menjadi sayuran komersial adalah
adanya kandungan senyawa spesifik pada daun kemang yang bermanfaat untuk
kesehatan. Perubahan gaya hidup back to nature merupakan peluang
pengembangan sayuran indigenous seperti pucuk kemang. Sayuran indigenous
mempunyai peranan untuk membantu mengatasi masalah-masalah kekurangan
vitamin dan gizi bagi penduduk Indonesia terutama bagi keluarga prasejahtera
karena tanaman tersebut telah beradaptasi terhadap lingkungan setempat dan cara
budidayanya mudah dan murah (Putrasamedja, 2005). Kandungan senyawa
bioaktif yang terkandung dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk meningkatkan
daya jual pucuk kemang.
Senyawa yang teridentifikasi pada pucuk kemang hasil analisis GC-MS
dikelompokkan menjadi fenol, asam lemak, steroid, terpenoid, alkaloid, alkohol,
benzena, amina dan hidrokarbon. Hasil kromatogram tertinggi pucuk kemang dari
Kecamatan Rancabungur, Dramaga, Kemang, Leuwiliang, Ciampea dan
26
Tenjolaya berturut-turut 3-pentadecyl-phenol $$ m-phenol, 2,6-dimethyl-
pyranzine (CAS) $$ 2-Acetic Acid, 4-Methylphenyl ester, (1S*, 2R*, 5R*, 7S*) -
2,4-dimethyl-7-ethyl–6, bis-1,2-Benzenedicarboxylic Acid dan diis-1,2-
Benzenedicarboxylic Acid. Hasil kromatogram pucuk kemang dengan analisis
GC-MS dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Kromatogram pucuk kemang hasil GC-MS (A) Rancabungur;
(B) Dramaga; (C) Kemang; (D) Leuwiliang; (E) Ciampea;
dan (F) Tenjolaya
Asam lemak merupakan bentuk sederhana lipid dan bekerja sebagai
pembangun blok untuk tryglicerid dan phospolipid (Leventin dan McMahon,
2006). Beberapa lipid termasuk ke dalam lemak yang digunakan sebagai sumber
energi, tetapi lebih banyak digunakan dalam bentuk lipid/membran protein
(Brielmann et al., 2006). Kandungan asam lemak pada pucuk kemang dapat
mencapai 33.99% (Tabel 5).
A B
C D
E F
27
Tabel 5. Kandungan senyawa kelompok asam lemak pada pucuk kemang
Nama senyawa Kecamatan
Ran. Dra. Kem. Leu. Cia. Ten.
............................(%)...................................
(Z)6, (Z)9-Pentadecadien-1-ol 2.38 - - - - -
1,2-Benzenedicarboxylic Acid, bis - - - - 4.45 -
1,2-Benzenedicarboxylic Acid, diis - - - - - 11.64
5-Hydroxy-2-Decenoic Acid Lactone - - 0.82 - - -
7,10-Hexadecadienoic Acid, Methyl - - 0.63 - - 0.25
8,11-Octadecadienoic Acid, Methyl - - 1.24 - - 0.64
9-Octadecenoic Acid (Z)-, Methyl e - - 1.28 - - -
9-Octadecanoic Acid (Z)-(CAS) $$ - 3.96 - 3.45 - -
9,12-Octadecadienoic Acid (Z, Z) -, 1.87 3.04 - - 1.6 -
9,12,15-Octadecatrioenic Acid, eth - 0.74 - - - -
Acetic Acid, 4-Methylphenyl Ester - - 2.71 28.14 - -
Decanoic Acid $$ Capric Acid - - - - - 0.8
Ethyl Linoleate $$ Linoleic Acid - 0.54 - - - -
Ethyl Myristate - 0.75 - - - -
Heneicosanoic Acid (CAS) $$ n-Hene - 0.63 - - - -
Hexadecanoic Acid ( CAS) $$ Palmiti - 2.74 1.23 1.4 3.17 4.51
Hexadecanoic Acid, 2-Hydroxy-1-(hy 0.74 - - 1 1.38 -
Hexadecanoic Acid, Methyl Ester - - 1.88 - - 0.7
Hexanedioic Acid, Dioctyl Ester - - 14.7 - - -
Hexanedioic Acid, mono (2-Ethylhex 0.08 - - - - -
Hexanedioic Acid, Dioctyl Acid - - - - - 7.66
Hexanedioic Acid. Dioctyl Ester - - - - 2.9 -
Methyl (Z)-, 11,14,17-Eicosatetrae - - - - 3.65 -
Methyl Eicosa- 5,8,11,14,17-Pentaen - 1.05 - - - -
Octadecanoic Acid (CAS) $$ Stearic 0.6 2.62 - - - -
Tetradecanoic Acid (CAS) $$ Myrist 0.85 - - - - -
TOTAL 6.52 16.07 24.5 33.99 17.2 26.2 Keterangan: Ran.: Rancabungur; Dra.: Dramaga; Kem.: Kemang; Leu.: Leuwiliang; Cia.:
Ciampea; Ten.: Tenjolaya; $$ : mirip atau nama lainnya
Senyawa kelompok asam lemak yang teridentifikasi dari pucuk kemang
hampir pada semua kecamatan adalah Hexadecanoic Acid (CAS) $$ Palmiti
kecuali Kecamatan Rancabungur. Hexadecanoic Acid (CAS) $$ Palmiti atau asam
palmitat mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, hypocholesterolemic,
nematisida, pestisida, antiandrogenik, flavor, hemolitik dan 5-Alpha reduktase
inhibitor (Jananie et al., 2011; Selvamangai dan Bhaskar, 2012).
28
Fenol merupakan kumpulan kelas besar dalam kelompok hidroxyl
(kelompok -OH) mengikat sebuah cincin aromatik (Brielmann et al., 2006).
Senyawa fenol merupakan senyawa yang banyak terdapat dalam pucuk kemang
kecuali pucuk kemang yang berasal dari Kecamatan Kemang dan Leuwiliang.
Kandungan senyawa kelompok fenol dapat mencapai 52.75% (Tabel 6).
Tabel 6. Kandungan senyawa kelompok fenol pada pucuk kemang
Nama senyawa Kecamatan
Ran. Dra. Kem. Leu. Cia. Ten.
............................(%)...................................
.beta.-Tocopherol $$ 2H-1-Benzophyr - - - 0.51 - 0.36
.gamma.-Tocopherol $$ 2H-1-Benzopy - - - - 0.44 -
1,2,3-Benzenetriol (CAS) $$ 1,2,3- 4.89 25.28 - - 0.76 -
1,2-Benzenediol (CAS) $$ Pyrocatecol - 2.08 - - - -
2,3-Dihydro-5-Hydroxy-6-methyl-4H- - 0.16 - - - -
2,3-Dihydro-Benzofuran 0.1 - - - - -
4H-Pyran-4-one, 2,3-dihydro-3,5-di - 1.75 - 2.21 - -
4-Vinylphenol $$ p-Vinylphenol - 0.41 - - - -
Benzoic acid, 3-hydroxy- (CAS) $$ - 3.01 - 3.47 - -
Benzoic acid, 4-hydroxy- (CAS) $$ - - - - - 1.94
Myristicine - - - - 0.24 -
Phenol (CAS) $$ Izal $$ ENT 1814 $ - 1.2 - - - 0.35
Phenol, 3-Methyl- (CAS) $$ m-Creso 0.25 1.05 - - 0.32 -
Phenol, 3-Pentadecyl- $$ Phenol, m 42.58 16.09 - 4.41 43.7 35
Phenol, 3-Pentyl- (CAS) $$ M-N-Amy 3.39 - - - - -
Phenol, 4-(2-Aminoethyl)- (CAS) $$ 0.73 0.87 - - 0.63 -
Thiophene, 2-Penthyl- (CAS) $$ 2-pe - - 3.09 - - -
Vitamin E $$ 2H-1-Benzopyran-6- ol 0.81 0.39 - 0.84 0.66 0.38
TOTAL 52.75 52.29 3.09 11.44 46.8 38.1 Keterangan: Ran.: Rancabungur; Dra.: Dramaga; Kem.: Kemang; Leu.: Leuwiliang; Cia.:
Ciampea; Ten.: Tenjolaya; $$ : mirip atau nama lainnya
Bagi biokimiawan tumbuhan, senyawa fenol tumbuhan dapat
menimbulkan gangguan besar karena kemampuannya membentuk kompleks
dengan protein melalui ikatan hidrogen (Harborne, 2006). Fenol adalah senyawa
sangat penting dalam fisiologi tanaman dengan peran mereka dalam
pigmentasi, rasa, pertumbuhan, reproduksi dan ketahanan terhadap patogen dan
predator (Blomhoff, 2010).
29
Vitamin E $$ 2H-1-Benzopyran-6-ol dan 3-Pentadecyl- $$ m- Phenol
merupakan senyawa kelompok fenol dominan pada pucuk kemang. Senyawa
.beta.-Tocopherol $$ 2H-1-Benzophyr dan .gamma.-Tocopherol $$ 2H-1-
Benzopy merupakan nama lain Vitamin E. Menurut Sell (2003) Vitamin E atau
tocopherol merupakan antioksidan penting yang dapat mencegah kerusakan
oksidatif pada sel.
Ghopalakhrishnan (2011) menambahkan Senyawa yang dapat berperan
sebagai antioksidan yaitu 4H-Pyran-4-one, 2,3-dihydro-3,5-di dan 1,2,3-
Benzenetriol (CAS) $$ 1,2,3-. Aktivitas antioksidan pada daun mangga hasil
penelitian Kawpoomhae et al. (2010) nilai IC50 pada uji DPPH pada methanol, air
dan kloroform berturut-turut 6.18±0.15, 5.57±0.18 dan 72.40±3.24 μg/ml.
Terpenoid didefinisikan sebagai material dengan struktur molekul yang
mengandung ikatan karbon yang membentuk isoprene (Sell, 2003). Kandungan
terpenoid pada pucuk kemang sekitar 2.24-5.58 %. Senyawa kelompok terpenoid
yang ditemukan di setiap kecamatan yaitu 2,6,10,14,18,22-Tetracosahexaene, 2-
Hexadecen-1-ol, 3,7,11,15-Tetram dan Neophytadiene $$ 2,6,10-Trimethyl
(Tabel 7).
Tabel 7. Kandungan senyawa kelompok terpenoid pada pucuk kemang
Keterangan: Ran.: Rancabungur; Dra.: Dramaga; Kem.: Kemang; Leu.: Leuwiliang; Cia.:
Ciampea; Ten.: Tenjolaya; $$ : mirip atau nama lainnya
Nama senyawa Kecamatan
Ran. Dra. Kem. Leu. Cia. Ten.
…….…..………(%)………..………..
(1S)-1-Methyl-5-(Dimethoxy) Phospo - 1.32 - - - -
1,8 Cineole $$ Eucalyptol $$ Cajep 0.15 - - - - -
2-Hexadecen-1-ol, 3,7,11,15-Tetram 0.91 3.59 1.22 - 1.7 2.6
2(5H)-Furanone, 5-Ethyl- (CAS) $$ - - - 0.17 - -
2,6,10,14,18,22-Tetracosahexaene, 0.11 0.47 0.42 2.07 0.2 0.26
5-Ethyl-3-Hydroxy-4-Methyl-2(5H)-F - - 1.63 - - -
Bicyclo [3.1.0] Hex-3-en-2-one, 4-me 0.2 - - - 0.2 0.27
Bicyclo [5.2.1] Decan-10-one (CAS) $ 0.06 - - - - -
Neophytadiene $$ 2,6,10-Trimethyl, 0.81 0.2 0.59 1.62 1 1.73
Phytol - - - 0.49 - -
TOTAL 2.24 5.58 3.86 4.35 3.1 4.86
30
Senyawa 2,6,10,14,18,22-Tetracosahexaene dikenal dengan nama lain
squalene. Squalene mempunyai aktivitas sebagai antikanker, antimikroba,
antioksidan, chemopreventif, pestisida, antitumor dan sunscreen (Jananie et al.,
2011). Aktivitas senyawa 2-Hexadecen-1-ol, 3,7,11,15-Tetram dapat berperan
sebagai antimikroba dan antiinflamasi (Janani et al., 2011) serta antioksidan
(Raman et al., 2012). Neophytadiene $$ 2,6,10-Trimethyl, memiliki aktivitas
untuk antipireutik, analgesik, antiinflamasi, antimikroba dan antioksidan (Raman
et al., 2012).
Hasil penelitian Mashibo dan He (2009) ekstrak daun M. indica L
memiliki aktivitas antimikroba rendah melawan S. Typhi, E. coli, S. Aureus dan B.
Cereus tetapi secara mengejutkan dapat menahan pertumbuhan bakteri di bawah
jumlah awal pada 36 menit waktu tes sebagai pembanding pada negatif kontrol
yang memperlihatkan ekstrak bertindak sebagai bacteriostatic agent. Penelitian
kanwal et al. (2009) menunjukkan konsentrasi 0-1,000 ppm dari isolasi lima
flavonoid daun mangga berpengaruh menahan pertumbuhan Lactobacillus sp.,
Escherichia coli, Azospirillium lipoferum dan Bacillus sp., variasi dalam aktivitas
antibakteri dari senyawa isolasi tampak jelas.
Steroid pada semua tanaman sebenarnya adalah sterol yang dikenal juga
fitosterol (Brielmann et al., 2006). Ada bukti bahwa beberapa fitosterol efektif
terhadap resiko penyakit kardiovaskular (Kris-Etherton et al., 2002). Kandungan
steroid pada pucuk kemang dapat mencapai 36.9% (Tabel 8).
31
Tabel 8. Kandungan senyawa kelompok steroid pada pucuk kemang
Nama senyawa Kecamatan
Ran. Dra. Kem. Leu. Cia. Ten.
............................(%)...................................
Stigmasta-5, 22-dien-3-ol, (3.beta. - - 0.96 1.6 1.7 2.12
Stigmast-5-en-3-ol, (3.beta.)- (CAS) 2.79 - - - - -
Stigmast-5-en-3-ol, (3.beta.,24S) - 0.62 - - - -
Spiro [Androst-5-ene-17,1'- - 0.4 - - - -
Pregna-3, 5-dien-20-one - 1.02 - - - -
Otochilone $$ Ergosta-8, 25-dien-3- - - - 0.48 - -
Ergost-5-en-3-ol, (3.beta.)- (CAS) - - - 3.51 2 -
Chola-5, 22-dien-3-ol, (3.beta., 22Z - 0.73 - - - -
9,17-Octadecadienal, (Z)- (CAS) $$ - 4.37 - - - -
9,12,15-Octadecatrienal (CAS) - - - - 1.9 -
9-Octadecanal, (Z) - (CAS) $$ Cis- - - - 1.14 - -
3.beta.-Acetoxy-8.alpha.-9.alpha.- 28.9 - - 18.4 23 13.58
23S-Methylcholesterol 2.51 1.4 1.22 - - 2.29
1,4,6-Trimethyl- 6.alpha.,7.alpha.- - 0.47 - - - -
(E)-23-Ethylcolesta-5, 22-dien-3.b 2.69 1.1 - - - -
(23S)-Ethylcholest-5-en-3.beta.-ol - - 4.28 - - -
TOTAL 36.90 10.10 6.46 25.20 28.00 17.99 Keterangan: Ran.: Rancabungur; Dra.: Dramaga; Kem.: Kemang; Leu.: Leuwiliang; Cia.:
Ciampea; Ten.: Tenjolaya; $$ : mirip atau nama lainnya
Benzena merupakan senyawa yang membentuk cincin aromatik.
Kelompok benzena memiliki manfaat sebagai obat-obatan (Daniel, 2006).
Senyawa benzena yang terkandung pada pucuk kemang dari setiap kecamatan
berbeda. Kandungan senyawa benzena dapat mencapai 10.6% (Tabel 9).
Tabel 9. Kandungan senyawa kelompok benzena pada pucuk kemang
Nama senyawa Kecamatan
Ran. Dra. Kem. Leu. Cia. Ten.
.................................%................................
Benzeneacetaldehyde (CAS) $$ Hyaci 0.01 - - - - -
2,4-DiflouroPhenyl isocyanate (CAS) 0.17 - - - - -
Silane, Phenyl- (CAS) $$ Phenylsil 0.29 - - - - -
di - (2-ethylhexyl) phthalate - - 10.21 - - -
Triallymethylsilane - - 0.39 - - -
2-Furancarboxaldehyde, 5-(hydroxym - - - 7.28 - -
(3.alpha., 4.alpha., ...)-(+-)-hexacyclo - - - 1.19 - -
TOTAL 0.47 - 10.6 8.47 - - Keterangan: Ran.: Rancabungur; Dra.: Dramaga; Kem.: Kemang; Leu.: Leuwiliang; Cia.:
Ciampea; Ten.: Tenjolaya; $$ : mirip atau nama lainnya
32
Alkohol dapat menjadi salah satu dari kelas senyawa yang ditandai oleh
adanya gugus hidroksil (-OH) terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon
jenuh. Variasi besar alkohol alifatik volatil terjadi pada konsentrasi kecil pada
tanaman dan biasa disebut dalam kelompok minyak esensial. Menurut Rubatzky
dan Yamaguchi (1998) beberapa alkohol adalah racun syaraf pembuluh
(neurovaskular). Senyawa alkohol pada pucuk kemang disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Kandungan senyawa kelompok alkohol pada pucuk kemang
Nama senyawa Kecamatan
Ran. Dra. Kem. Leu. Cia. Ten.
..............................%..............................
1,1-di (2-Hydroxy-naptthale-1, 4-qui 0.13 - - - - -
1-Cyclopenten- 4-Ol $$ 3-Cyclopente 0.05 - - - - -
1-Eicosanol (CAS) $$ n-Eicosanol $ 0.14 - - 0.3 - -
2 – Eicosanol - - - - - 0.51
2 - Norpianol, 3, 6, 6 - Trimethyl - (CAS) - - 0.43 - - 0.2
9, 12, 15 - Octadecatrien - 1 - Ol (CAS) 0.05 - 2.77 - - 4.44
Benzenemethanol (CAS) $$ Benzyl al - - 1.44 - - 0.21
TOTAL 0.37 - 4.64 0.3 - 5.36 Keterangan: Ran.: Rancabungur; Dra.: Dramaga; Kem.: Kemang; Leu.: Leuwiliang; Cia.:
Ciampea; Ten.: Tenjolaya; $$ : mirip atau nama lainnya
Alkaloid merupakan senyawa yang memiliki rasa pahit. Beberapa alkaloid
penting secara pengobatan, peran lainnya untuk halusinogen atau racun (Leventin
dan McMahon, 2006). Perbedaan obat dan racun pada beberapa alkaloid (atau
beberapa obat) adalah dosis yang berlebih. Alkaloid mempengaruhi fisiologi
hewan dengan beberapa cara, tetapi yang paling menonjol adalah pada sistem
nervous. Kandungan senyawa alkaloid pada pucuk kemang dapat mencapai
21.63% (Tabel 11).
Senyawa yang termasuk alkaloid pada pucuk kemang setiap aksesinya
berbeda-beda kecuali Noxiptyline yang terdapat pada aksesi Kecamatan
Rancabungur dan Tenjolaya. Noxyptyline termasuk ke dalam golongan
antidepresan trisiklik (Madej dan Niakiewicz, 2002).
33
Tabel 11. Kandungan senyawa kelompok alkaloid pada pucuk kemang
Nama senyawa Kecamatan
Ran. Dra. Kem. Leu. Cia. Ten.
............................(%)...................................
(2.alpha.,6.alpha.) -trans- 9,10-Dim - 0.63 - - - -
1-( 3,5-Dimethyl-2-Pyranzinyl)-3-Met - - 8.44 - - -
1H-Imidazole-4-carboxylic acid, me - - - 0.54 - -
2-Isoamyl-6-Methylpyrazine - - 13.19 - - -
2,3-Dihydropyranzine - 0.24 - - - -
Diltiazem - - - - 0.12 -
isonicotinic acid-.alpha., .beta. –D 0.04 - - - - -
Noxiptyline 0.33 - - - 0.13 -
Pyranzine, 2,5-Dimethyl- (CAS) $$ 2 0.02 - - - - -
Pyranzine, 2,6-Dimethyl- (CAS) $$ 2 - 7.89 - - - -
trans- Tricyclo [7.5.0.0 (2,8)] Tetrad - 0.23 - - - -
TOTAL 0.39 8.99 21.63 0.54 0.25 - Keterangan: Ran.: Rancabungur; Dra.: Dramaga; Kem.: Kemang; Leu.: Leuwiliang; Cia.:
Ciampea; Ten.: Tenjolaya; $$ : mirip atau nama lainnya
Amina merupakan salah satu senyawa yang mengandung nitrogen sebagai
bagian dari strukturnya. Nitrogen pada amina biasanya bergabung ke dalam rantai
daripada struktur cincin. Senyawa kelompok amina dapat berperan sebagai
penarik serangga, hormon tanaman dan potensi halusinogen (Brielmann et al.,
2006). Senyawa kelompok amina pada pucuk kemang dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Kandungan senyawa kelompok amina pada pucuk kemang
Nama senyawa Kecamatan
Ran. Dra. Kem. Leu. Cia. Ten.
...........................%..................................
2- [(Dimethylamino) Methyl ] -1-Isobut - - - - 0.09 -
2-Butanamine, 2-Methyl- (CAS) $$ t 0.11 - - - - -
3-Butyn-2-Amine, 2-Methyl- (CAS) $ - 1.43 - - - -
6-Nitrocycloundecane-1,3-dione $$ 0.07 - - - - -
Thiosulfuric Acid (H2S2O3), S - (2-a - 3.77 0.55 - - 0.72
Urea (CAS) $$ Urevert $$ B-I-K $$ - - - - - 0.21
TOTAL 0.18 5.2 0.55 - 0.09 0.93 Keterangan: Ran.: Rancabungur; Dra.: Dramaga; Kem.: Kemang; Leu.: Leuwiliang; Cia.:
Ciampea; Ten.: Tenjolaya; $$ : mirip atau nama lainnya
34
Hidrokarbon adalah molekul sederhana yang hanya terdiri atas atom
hidrogen dan karbon (Brielmann et al., 2006). Senyawa hidrokarbon yang
teridentifikasi dalam pucuk kemang dari setiap kecamatan beragam. Kandungan
senyawa kelompok hidrokarbon sekitar 0.17-24.08% (Tabel 13).
Tabel 13. Kandungan senyawa kelompok hidrokarbon pada pucuk kemang
Nama senyawa Kecamatan
Ran. Dra. Kem. Leu. Cia. Ten.
.............................%.................................
2,2- Dicyclopropyl - 3-Methylenebicyc - 0.29 - - - -
2-Octadecyloxy-1, 1, 2, 2-Tetradeuter - - - 0.72 - -
Cyclohexane, 1 -ethyl - 1 - methyl - (CAS) - - 0.83 - - -
Cyclohexane, 1, 1' - [1, 2 - bis (1, 1 – dim - - 1.36 - - -
Cyclopropane, nonyl- (CAS) - - - - - 1.53
Cyclotetracosane 0.14 - - 4.38 - -
Heptacosane (CAS) $$ n-Heptacosane - - - 5.35 - -
Heptadecane (CAS) $$ n-Heptadecane - - 1.08 - - 0.84
Hexadecane (CAS) $$ n-Hexadecane $ - - - - - 0.32
Pentadecane (CAS) $$ n-Pentadecane - - 3.48 - 0.63 1.69
1 - Formyl - 1, 3 - Cyclohexadiene and 1 - - - - - 0.15 -
1- Nonadecene (CAS) - - - 2.49 - -
3- Fluoro- 2, 5- dimethyl- 2,4-hexadien - 0.62 - - - -
8- Heptadecene - - - - - 0.35
Cyclodecene (CAS) - - - - - 0.7
Heptadecene- (8) - Carbonic acid- (1) - 0.82 - - - -
Octadecane, 1-chloro- (CAS) $$ 1-C 0.03 - - - - -
2-Pentyne (CAS) $$ Ethylmethylacet - - - 0.29 - -
(1S,2R,5R,7S)-2,4-dimethyl-7- ethyl-6 - - 17.33 - - -
1,3 - Cyclopentanedione, 2 - Methyl - - - - - 0.24 -
2- Cyclohexen - 1 - one, 4 - ( 3 - Hydroxy - - - - - 2.04 -
2-Cyclohexen-1-one, 4- (3-Hydroxy-1 - - - 1.38 - -
4-Keto-.alpha.-ionol $$ 2-Cyclohex - - - 1.16 - -
Cyclohexanone, 2 - Methyl - (CAS) $$ - - - - 0.19 0.48
TOTAL 0.17 1.73 24.08 15.77 3.25 5.91 Keterangan: Ran.: Rancabungur; Dra.: Dramaga; Kem.: Kemang; Leu.: Leuwiliang; Cia.:
Ciampea; Ten.: Tenjolaya; $$ : mirip atau nama lainnya
35
Keragaman pohon kemang tidak hanya pada morfologinya saja tetapi juga
pada kandungan senyawa bioaktifnya. Berdasarkan jenis dan kandungan senyawa
pada pucuk kemang memiliki tingkat kemiripan sebesar 15.35% (Gambar 10). Hal
tersebut menunjukkan bahwa jenis dan kandungan senyawa pada pucuk kemang
memiliki keragaman yang tinggi.
Gambar 10. Dendrogram asal aksesi kemang berdasarkan jenis dan
kandungan senyawa pada pucuk kemang
Perbedaan kandungan dan jenis senyawa yang teridentifikasi pada pucuk
kemang diduga dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh dan potensi genetik.
Metabolit sekunder diproses oleh enzim tertentu yang dikendalikan gen. Menurut
Murningsih (2009) intensitas sinar matahari, lama pencahayaan dan ketinggian
tempat tumbuh akan mempengaruhi proses biosintesis yang menghasilkan
komponen kimia sebagai produknya, sedangkan suhu udara, pencahayaan dan
ketinggian berpengaruh terhadap pembentukan jenis-jenis komponen maupun
kadar komponen senyawa. Holmboe-Ottensen (2010) menambahkan kegiatan
produksi pertanian mempengaruhi komposisi tanaman, seperti varietas/kultivar,
dosis pupuk, pengolahan lahan, waktu panen dan masa penyimpanan.
Sim
ilarity C
oeficien
t
Leuwiliang Kemang Dramaga Tenjolaya Ciampea Rancabungur
15.35
43.56
71.78
100.00
36
Persepsi Masyarakat
Makanan merupakan kebutuhan primer manusia dalam melanjutkan
hidupnya. Beragamnya bahan pangan sebagai makanan yang tersedia membuat
manusia dapat memilih makanan yang disukainya. Menurut Almatsier (2006)
secara umum makanan yang disukai adalah makanan yang memenuhi selera atau
citarasa/inderawi, yaitu dalam hal rupa, warna, bau, rasa, suhu dan tekstur.
Kesukaan yang kuat terhadap suatu jenis makanan akan membentuk
kebiasaan makan yang sulit diubah. Kebiasaan penggunaan pangan memiliki
aspek budaya dan agama yang sangat berpengaruh terhadap status gizi dan gaya
hidup. Rubatzki dan Yamaguchi (1998) menyatakan bahwa faktor ketersediaan
dan biaya sangat menentukan pilihan jenis pangan dalam menu individu atau
keluarga.
Alasan Konsumsi. Alasan utama masyarakat mengonsumsi pucuk
kemang karena pucuk kemang memiliki rasa enak sebesar 61.67% (Gambar 11).
Rasa pucuk kemang adalah kesat dan asam. Masyarakat yang biasa mengonsumsi
pucuk kemang dari kecil sekitar 37.22%. Informasi khasiat yang terdapat pada
pucuk kemang rendah sehingga tidak menjadi alasan mengonsumsi pucuk
kemang.
Gambar 11. Persentase alasan masyarakat mengonsumsi pucuk kemang
61.67
37.22
1.110
10
20
30
40
50
60
70
Rasanya enak Terbiasa dari kecil Memperoleh khasiat
Ju
mla
h (
%)
37
Cara Mengonsumsi. Olahan dari pucuk kemang yang berkembang di
masyarakat sangat terbatas. Masyarakat mengonsumsi pucuk kemang hanya
dengan cara dilalap (Gambar 12). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan,
konsumsi pucuk kemang dengan dilalap biasanya dikonsumsi bersama daun
pepaya mentah. Hal itu dilakukan supaya rasa pahit pada daun pepaya tidak
terasa.
Gambar 12. Cara masyarakat mengonsumsi pucuk kemang
Kebiasaan mengonsumsi pucuk kemang oleh masyarakat hanya dilalap
sehingga kurang dapat diikuti oleh masyarakat yang tidak biasa mengonsumsi
lalaban. Keterbatasan cara konsumsi ini menyebabkan hanya beberapa konsumen
yang menjadi target pemasaran pucuk kemang.
Konsumsi Tingkat Rumah Tangga. Semua jumlah anggota keluarga
dalam rumah tangga yang menyukai pucuk kemang mencapai 26.11% (Gambar
13). Tingkat konsumsi dalam rumah tangga lebih didominasi oleh responden dan
orang tua yang merupakan usia dewasa. Orang tua dalam hal ini merupakan ayah
dan ibu dalam rumah tangga. Data tersebut menunjukkan rendahnya kebiasaan
mengonsumsi pucuk kemang pada usia muda. Hal tersebut diduga karena sejak
usia dini tidak dibiasakan untuk mengonsumsi atau mengenalkan pucuk kemang.
100.00
0.00 0.000
20
40
60
80
100
120
Lalap Rebus Tumis
Ju
mla
h (
%)
38
Gambar 13. Partisipasi masyarakat dalam mengonsumsi pucuk kemang
Kemudahan Memperoleh Pucuk Kemang. Pucuk kemang mudah
diperoleh bagi masyarakat dengan sebaran 48.33%. Sebesar 38.33% masyarakat
menyatakan sulit untuk memperoleh pucuk kemang. Masyarakat yang
menyatakan sangat sulit memperoleh pucuk kemang mencapai 10.56%. Hanya
2.22% masyarakat menyatakan sangat mudah dalam memperoleh pucuk kemang.
Tingkat kemudahan dalam memperoleh pucuk kemang disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Persentase tingkat kemudahan memperoleh pucuk kemang
Tempat Memperoleh Pucuk Kemang. Masyarakat akan mudah
mendapatkan pucuk kemang di pasar. Pasar merupakan tempat awal pucuk
kemang diperjualbelikan oleh pedagang kepada konsumen. Pucuk kemang dari
pasar didistribusikan langsung atau melalui warung ke konsumen. Lebih rendah
dari 3% responden memperoleh pucuk kemang dengan memetik dari pohonnya
(Gambar 15).
36.67 36.67
26.11
0
10
20
30
40
Responden Orang tua Semua anggota
keluarga
Ju
mla
h (
%)
2.22
48.33
38.33
10.56
0
10
20
30
40
50
60
Sangat mudah Mudah Sulit Sangat sulit
Ju
mla
h (
%)
39
Gambar 15. Persentase masyarakat memperoleh pucuk kemang
Pohon kemang tidak sengaja dibudidayakan melainkan tumbuh secara
alami. Pucuk kemang sulit dipanen karena pohon kemang tinggi dan memiliki
diameter batang yang lebar. Panen pucuk kemang tidak dapat dilakukan secara
terus menerus karena masa flush yang musiman. Oleh karena itu, masyarakat
mengalami kesulitan dalam memperoleh pucuk kemang dengan memetik dari
pohonnya.
Frekuensi Konsumsi. Tingkat konsumsi menunjukkan sering atau
tidaknya masyarakat mengonsumsi. Tingkat konsumsi masyarakat terhadap pucuk
kemang sangat rendah dengan berdasarkan data yang menunjukkan frekuensi
konsumsi yang tidak tentu sebesar 94.44% (Gambar 16). Kondisi ini disebabkan
oleh keterbatasan pucuk kemang dan produksi oleh pohon kemang yang musiman.
Gambar 16. Frekuensi masyarakat mengonsumsi pucuk kemang
57.78
39.44
2.78
0
10
20
30
40
50
60
70
Pasar Warung Memetik dari pohon
Ju
mla
h (
%)
0.00 2.22 3.33
94.44
0
20
40
60
80
100
Setiap hari Setiap
minggu sekali
Setiap bulan
sekali
Tidak tentu
Ju
mla
h (
%)
40
Dampak Konsumsi. Efek yang dapat ditimbulkan setelah mengonsumsi
makanan adalah menyehatkan atau menjadikan sakit. Efek menyehatkan dan efek
samping yang ditimbulkan setelah mengonsumsi pucuk kemang pada masyarakat
sekitar 2.22% (Gambar 17). Dampak tidak terasa ini adalah masyarakat
mengetahui dampak yang ditimbulkan tetapi tidak terjadi saat konsumsi. Dampak
tidak ada adalah masyarakat tidak mengetahui dampak yang ditimbulkan dan
tidak terasa pada tubuhnya.
Gambar 17. Dampak yang dirasakan masyarakat setelah mengonsumsi
pucuk kemang
Berdasarkan hasil wawancara, responden menyatakan bahwa
mengonsumsi pucuk kemang dapat mengencangkan daerah kewanitaan. Efek
tersebut diduga pada pucuk kemang terdapat senyawa yang berfungsi sebagai
astringen. Astringen merupakan fungsi dari tanin yang termasuk kelompok fenol.
Fenol merupakan salah satu kandungan senyawa yang tertinggi pada pucuk
kemang.
Pucuk kemang yang dikonsumsi tidak hanya memberikan efek yang
menyehatkan tetapi juga terdapat efek yang mengganggu kesehatan. Efek samping
yang dirasakan masyarakat dikenal dengan nama balas kemang. Balas kemang
merupakan bentuk alergi yang ditimbulkan sehingga kulit menjadi bengkak dan
gatal. Menurut Leventin dan McMahon (2006) alergi makanan adalah kepekaan
terhadap makanan tertentu yang dapat menyebabkan keragaman besar gejala pada
87.22
8.332.22 2.22
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Tidak ada Tidak terasa Menyehatkan Terdapat efek
samping
Ju
mla
h (
%)
41
berbagai sistem tubuh, termasuk saluran pencernaan (sakit perut, muntah dan
diare), kulit (gatal-gatal, eksim, ruam kulit) dan saluran pernapasan (rhintis atau
sakit asma). Balas kemang umumnya akan sembuh sekitar 2-3 hari setelah
konsumsi.
Arah Pengembangan. Masyarakat menginginkan arah perbaikan sifat
pucuk kemang pada aspek rasa sebesar 56.67%. Rasa merupakan salah satu dasar
pilihan dalam memilih bahan pangan. Perbaikan sifat pucuk kemang pada ukuran,
warna, kandungan nutrisi dan bioaktif berturut-turut 1.67, 14.44, 10.56 dan
16.67% (Gambar 18).
Gambar 18. Arah pengembangan pucuk kemang yang perlu dilakukan
menurut masyarakat
Perilaku konsumen dalam mempersepsi atribut produk yang sesuai dengan
preferensinya dapat dijadikan sebagai dasar untuk perbaikan dan pengembangan
suatu produk, seleksi dan perbaikan varietas ( Rebin et al., 2002). Perbaikan yang
harus dilakukan berdasarkan preferensi masyarakat terhadap pucuk kemang yaitu
rasa. Hal tersebut juga perlu diiringi dengan peningkatan kandungan nutrisi dan
bioaktifnya.
Nilai jual pucuk kemang diperoleh dari hasil wawancara kepada responden
yang pernah mengonsumsi pucuk kemang (Tabel 14). Nilai jual per pucuk
kemang dari tiap kecamatan yaitu Rp 262.53. Biaya yang harus dikeluarkan
masyarakat dalam satu kali mengonsumsi pucuk kemang adalah Rp 911.56. Pucuk
kemang memiliki nilai jual yang murah sehingga masyarakat mampu untuk
1.67
14.44
56.67
10.5616.67
0
10
20
30
40
50
60
Ukuran Warna Rasa Kandungan
nutrisi
Kandungan
bioaktif
Ju
mla
h (
%)
42
membelinya. Harga bukan merupakan kendala kurang dimanfaatkannya sayuran
minor karena harganya relatif murah dan tidak terlalu berfluktuasi (Soetiarso,
2010b).
Tabel 14. Nilai ekonomi pucuk kemang
Variabel Kecamatan
Rataan Ran. Dra. Kem. Leu. Cia. Ten.
Harga per pucuk
(Rp) 297.95 229.44 328.89 255.00 223.33 240.56 262.53
Banyaknya
konsumsi (Pucuk) 4.10 4.40 2.80 3.47 3.60 2.46 3.47
Biaya per
konsumsi (Rp) 1,221.59 1,009.56 920.89 884.00 804.00 593.37 911.56
Keterangan: Ran.: Rancabungur; Dra.: Dramaga; Kem.: Kemang; Leu.: Leuwiliang; Cia.:
Ciampea; Ten.: Tenjolaya
Pucuk kemang merupakan sayuran indigenous yang telah lama
berkembang di masyarakat terutama masyarakat Bogor. Pemanfaatan pucuk
kemang menjadi sayuran komersial masih terhambat. Faktor yang menjadi
penghambat pemanfaatan pucuk kemang yaitu keterbatasan cara konsumsi,
informasi budidaya, informasi senyawa bermanfaat dan panen pucuk kemang
musiman. Menurut Soetiarso (2010b) kendala kurang dimanfaatkannya sayuran
indigenous oleh konsumen adalah bersifat musiman, variasi menu terbatas dan
rasa dari olahan sayuran indigenous kurang enak terutama bagi anak-anak.
Pemanfaatan pucuk kemang sebagai sumber bahan farmasi dapat
meningkatkan nilai ekonomi dan pemanfaatannya sebagai sayuran fungsional. Hal
tersebut didukung dengan tingginya kandungan bioaktif seperti fenol, asam lemak
dan steroid. Senyawa spesifik yang terdapat pada pucuk kemang dapat juga
dijadikan sebagai bahan farmasi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Karakterisasi menghasilkan 3 gerombol aksesi tanaman kemang di
Kecamatan Rancabungur, Dramaga, Kemang, Leuwiliang, Ciampea dan
Tenjolaya. Setiap aksesi hasil eksplorasi dari kecamatan contoh memiliki
keragaman tinggi yang tersebar cukup merata pada masing-masing gerombol. Ciri
morfologi yang berpengaruh pada keragaman yaitu bentuk ujung daun, panjang
daun, lebar daun, bentuk daun, bentuk margin daun, bentuk tajuk dan tempat
muncul flush.
Kandungan bioaktif dari pucuk kemang dikelompokkan menjadi fenol,
asam lemak, terpenoid, steroid, alkaloid, amina, hidrokarbon, benzena dan
alkohol. Kandungan bioaktif tertinggi yaitu fenol, asam lemak dan steroid dengan
kadar mencapai berturut-turut 52.75, 33.99 dan 36.90%. Kemiripan senyawa pada
pucuk kemang di enam kecamatan hanya mencapai 15.35%. Senyawa spesifik
yang ada pada pucuk kemang yaitu Vitamin E $$ 2H-1-Benzopyran-6-ol, 3-
pentadecyl-Phenol $$ Phenol m, Hexadecanoic Acid (CAS) $$ Palmiti,
2,6,10,14,18,22-Tetracosahexaene, Hexadecen-1-ol 3,7,11,15-Tetram, dan
Neophytadiene $$ 2,6,10-Trimethyl. Senyawa-senyawa tersebut dapat menjadi
sumber antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, antibakteri, dan pencegahan
kanker.
Masyarakat sudah mengkonsumsi pucuk kemang dari kecil dengan cara
dilalap. Pucuk kemang didapatkan dengan cara membeli di pasar dengan harga
Rp 262.53 per pucuk. Arah pengembangan pucuk kemang yang diharapkan oleh
masyarakat adalah perbaikan rasa, bioaktif dan nutrisi.
Saran
Pengembangan dari peningkatan konsumsi pucuk kemang dapat dilakukan
dengan cara mengenalkan kandungan bioaktif, inovasi olahan dan penggunaan
pada bidang farmasi. Teknik budidaya tanaman kemang sebaiknya diarahkan pada
perbaikan kualitas pucuk kemang.
DAFTAR PUSTAKA
Adebooye, O.C., M. Hunsche, G. Noga and C. Lankes. 2012. Morphology and
density of trichomes and stomata of Trichosanthes cucumerina
(Cucurbitaceae) as affected by leaf age and salinity. Turk. J. Bot. 36:328-
335.
Aiyelaagbe, O.O. and P.M. Osamudiamen. 2009. Phytochemical screening for
active compounds in Mangifera indica leaves from Ibadan, Oyo State.
Plant Sci. Res. 2(1):11-13.
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta.
337 hal.
Arham, S.A.C.M. 2006. Identifikasi Apokad (Persea Americana Mill.) dan
Kondisi Budidayanya di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi.
Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 67 hal.
Badmus, J.A., T.O. Adedosu, J.O. Fatoki1, V.A. Adegbite, O.A. Adaramoye and
O.A. Odunola. 2011. Lipid peroxidation inhibition and antiradical
activities of some leaf fractions of Mangifera indica. Acta Poloniae
Pharmaceutica-Drug Res. 68(1):23-29.
Batos, B., D. Vilotic, S. Orlovic and D. Miljkovic. 2010. Inter and intra-
population variation of leaf stomatal traits of Quercus robur L. In northern
serbia. Arch. Biol. Sci. 62:1125-1136.
Bernhoft, A. 2010. A Brief Review on Bioactive Compounds in Plants.
Proceedings from a symposium. The Norwegian Academy of Science and
Letters. Oslo. 11-17.
Blomhoff, R. 2010. Role of Dietary Phytochemicals in Oxidative Stress.
Proceedings from a symposium. The Norwegian Academy of Science and
Letters. Oslo. 52-70.
Bhowmik, A., L.A. Khan, M. Akhter and B. Rokeya. 2009. Studies on the
antidiabetic effects of Mangifera indica stem-barks and leaves on
nondiabetic, type 1 and type 2 diabetic model rats. J. Pharmacol. 4:110-
114.
Bompard, J.M. 1992. Mangifera kemanga Blume, p.207-208. In E.W.M. Verheij
and R.E. Coronel (Eds.). Edibel Fruits and Nuts, Plant Resources of South-
East Asia 2. Prosea Foundation. Bogor.
45
Brielmann, H.L., W.N. Setzer, P.B. Kaufman, A. Kirakosyan and L.J. Cseke.
2006. Phytochemicals: the chemical components of plants, p.1-49. In L.J.
Cseke, A. Kirakosyan, P.B. Kaufman, S.L. Warber, J.A. Duke and H.L.
Brielmann (Eds.). Natural Products From Plants. CRC Press. New York.
Daniel, M. 2006. Medicinal Plants: Chemistry and Properties. Science Publisher.
USA. 250 p.
Duriat, A.S., A. Asgar and Z. Abidin. 2000. Indigenous vegetables in Indonesia:
their conservation and utilization, p.29-42. In L.M. Engle and N.C.
Altoveros (Eds.). Collection, Conservation and Utilization of Indigenous
Vegetables. Asian Vegetable Research and Development Center. Shanhua.
Elzaawely, A.A. and S. Tawata. 2010. Preliminary phytochemical investigation
on mango (Mangifera indica L.) leaves. World J. Agric. Sci. 6(6):735-739.
Everitt, B.S. and G. Dunn. 1998. Applied Multivariate Data Analysis. John Willey
& Sons. New York. 304 p.
Fitmawati, A., Hartana, dan B.S. Purwoko. 2009. Taksonomi mangga budidaya
Indonesia dalam praktik. J. Agron. Indonesia 37(2):130-137.
Finley, J.W. 2005. Bioactive compounds and designer plant foods: the need for
clear guidelines to evaluate potential benefit to human health. Chronica
Horti. 45(3):6-11.
Gopalakrishnan, S. 2011. GC-MS analysis of some bioactive constituents of
Mussaenda frondosa Linn. Intl. J. Pharma. and Bio. Sci. 2(1):313-320.
Grubben, G.H.J., J.S. Siemonsma and K. Piluek. 1994. An Introduction, p.17-54.
In J.S. Siemonsma and K. Piluek (Eds.). Vegetables: Plant Resources of
South-East Asia 8. Prosea Foundation. Bogor.
Handayani, R. 2012. Keragaman Mangga Cengkir Di Kabupaten Indramayu.
Skripsi. Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, IPB. Bogor. 17 hal.
Harborne, J.B. 2006. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan (diterjemahkan dari : Phytochemical Methods, penerjemah : K.
Padmawinata dan I. Soediro). Penerbit ITB. Bandung. 354 hal.
Holmboe-Ottensen. 2010. Increased levels of bioactive compounds in organically
grown food plants, possible health effects? Proceedings from a
symposium. The Norwegian Academy of Science and Letters. Oslo. 236-
253.
IPGRI. 2006. Descriptors for Mango (Mangifera indica). International Plant
Genetic Resources Institute. Rome. 60 p.
46
Jananie, R.K, V. Priya and K. Vijayalakshmi. 2011. Determination of bioactive
components of cynodon dactylon by GC-MS analysis. New York Sci. J.
4(4):16-20.
Johnson, R.A. and D.W. Wichern. 2007. Applied Multivariate Statistical
Analysis. Pearson. New Jersey. 773 p.
Kanwal, Q., I. Hussain, H.L. Siddiqui and A. Javaid. 2009. Flavonoids from
mango leaves with antibacterial activity. J. Serbian Chem. Soc.
74(12):1389–1399.
Kawpoomhae, K., M. Sukma, T. Ngawhirunpat, P. Opanasopit and A.
Sripattanaporn. 2010. Antioxidant and neuroprotective effects of
standardized extracts of Mangifera indica leaf. Thai J. Pharm. Sci. 34:32-
43.
Kintzios, S.E. and M.G. Barberaki. 2004. Plants and cancer, p.15-34. In S.E.
Kintzios and M. G. Barberaki (Eds.). Plant That Fight Cancer. CRC Press.
Florida.
Kohel, R.J. and J. Yu. 2002. Molecular characterization of Gossypium germplasm
for cotton improvement, p.67-75. In J.M.M. Engels, V.R. Rao, A.H.D
Brown and M.T. Jackson (Eds.). Managing Plant Genetic Diversity. CABI
Publishing. Rome.
Kris-Etherton, P.M., K.D. Hecker, A. Bonanome, S.M. Coval, A.E. Binkoski,
K.F. Hilpert, A.E. Griel and T.D Etherton. 2002. Bioactive compounds in
foods: their role in the prevention of cardiovascular disease and cancer.
Am. J. Med. 113(9):71-88.
Levetin, E. and K. McMahon. 2006. Plants and Society. 4th
edition. McGraw-Hill.
New York. 524 p.
Ling, L.T., A.K. Radhakrishnan, T. Subramaniam, H.M. Cheng and U.D.
Palanisamy. 2010. Assessment of antioxidant capacity and cytotoxicity of
selected malaysian plants. Mol. 15:2139-2151.
Madej, K. and M.W. Niakiewicz. 2002. Aplication of capillary electrophoresis to
analysis of tricyclic psychotropic drugs. Problems of Forensic Sci. 52:52-
63.
Miswar, Z.F., Sukarmin dan F. Ihsan. 2012. Teknik karakterisasi kuantitatif
beberapa aksesi nenas. Bulletin Teknik Pertanian 17(1):10-13.
Masibo, M. and Q. He. 2009. In vitro antimicrobial activity and the major
polyphenol in leaf extract of Mangifera indica L. Malay. J. Microbiol.
5(2):73-80.
47
Morsi, R.M.Y., N.R. El-Tahan and A.M.A. El-Hadad. 2010. Effect of aqueous
extract Mangifera indica leaves, as functional foods. J. Appl. Sci. Res.
6(6):712-721.
Murningsih, T. 2009. Studi fitokimia Baeckea frutescens L: pengaruh faktor
lingkungan terhadap komposisi kimia minyak atsiri. Berita Biologi
9(5):569-576.
Muslim, A. 2011. Seleksi Peubah dengan Analisis Komponen Utama dan
Procrustes. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 100 hal.
Nakasone, H.Y. and R.E. Paull. 1998. Tropical fruits. CABI Publishing.
Cambridge. 523 p.
Okuno, F. and S. Fukuoka. 2002. An enhancement strategy for rice germplasm:
DNA marker-assisted identification of beneficial QTL for resistance to
rice blast, p.301-306. In J.M.M. Engels, V.R. Rao, A.H.D Brown and M.T.
Jackson (Eds.). Managing Plant Genetic Diversity. CABI Publishing.
Rome.
Putrasamedja, S. 2005. Eksplorasi dan koleksi sayuran indigenous di Kabupaten
Karawang, Purwakarta, dan Subang. Buletin Plasma Nutfah 11(1):16-20.
Raman, B.V, L.A. Samuel, M.P Pardha, B.N. Rao, A.N.V. Krishna, M. Sudhakar
and T.M. Radhakrishnan. 2012. Antibacterial, antioksidant activity and
GC-MS analysis of Eupatorium odoratum. Asian J. Pharma. and Clinical
Res. 5(2):99-106.
Rebin, S. Purnomo, S. Hosni dan A.R. Effendi. 2002. Evaluasi dan seleksi
varietas mangga koleksi di Cukurgondang untuk karakter unggul mutu
buah dan efisiensi lahan. J. Hort. 12(1):1-10.
Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia: prinsip, produksi dan
gizi (diterjemahkan dari : World Vegetables: Principles, Production, and
Nutritive Values, penerjemah : C. Herison). Penerbit ITB. Bandung. 313
hal.
Sell, C.S. 2003. A Fragrant Introduction to Terpenoid Chemistry. The Royal
Society of Chemistry. Cambridge. 410 p.
Selvamangai, C. and A. Bhaskar. 2012. GC-MS analysis of phytocomponents in
the methanolic extract of Eupatorium triplinerve. Asia Pasific J. Trop.
Biomed. 1-4.
Simamora, B. 2005. Analisis Multivariate Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. 345 hal.
48
Siswadi, A. Muslim and T. Bakhtiar. 2011. Variable selection using principal
component and procutes analyses and its application in educational data. J.
Asian Sci. Res. 2(12):856-865.
Soetiarso, T.A. 2010a. Sayuran Indigenous alternatif sumber pangan bernilai gizi
tinggi. IPTEK Hortikultura (6):5-10.
Soetiarso, T. A. 2010b. Persepsi dan preferensi konsumen terhadap atribut produk
beberapa jenis sayuran minor. J. Hort. (3):299-312.
Suryadi dan Kusmana. 2004. Mengenal Sayuran Indijenes. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran. Lembang. 35 hal.
Verpoorte, R. 2000. Secondary metabolism, p.1-29. In R. Verpoorte and A.W.
Alfermann (Eds.). Metabolic Engineering of Plant Secondary Metabolism.
Kluwer Academic Publisher. London.
LAMPIRAN
50
Lampiran 1. Lembar pertanyaan wawancara untuk mengetahui persepsi
masyarakat
KUISIONER PENELITIAN
DEPARTEMEN AGRNOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama Responden :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Jumlah Anggota Keluarga :
Alamat :
Desa :
Kecamatan :
Wilayah Kab./Kota :
Kuesioner Berikan tanda silang (x) pada salah satu jawaban yang sesuai dengan pilihan anda
1. Mengapa anda menyukai mengonsumsi pucuk kemang
( ) rasanya enak
( ) Sudah terbiasa dari kecil
( ) untuk memperoleh khasiatnya
2. Siapa saja yang mengonsumsi pucuk kemang di keluarga anda
( ) Saya sendiri
( ) orang tua
( ) anak-anak
( ) semua anggota keluarga
3. Kemudahan Menemukan Pucuk Kemang
( ) Sangat Mudah
( ) Mudah
( ) Sulit
( ) Sangat Sulit
51
4. Cara memperoleh pucuk kemang
( ) Membeli di pasar
( ) Membeli di warung
( ) Memetik dari pohonnya
( ) lainnya...
5. Frekuensi mengonsumsi pucuk kemang
( ) Setiap Hari
( ) Setiap Minggu Sekali
( ) Setiap Bulan Sekali
( ) Kadang-kadang
6. Dampak dari mengonsumsi pucuk kemang
( ) Tidak Ada
( ) Tidak Terasa
( ) Menyehatkan
( ) Terdapat efek samping
Deskripsikan
7. Cara mengonsumsi pucuk kemang yang biasa anda lakukan
( ) dilalap
( ) direbus
( ) ditumis
( ) lainnya...
8. Berapa harga pucuk kemang yang biasa anda beli?
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
9. Jika perlu dikembangkan sayuran tersebut, bagian manakah yang perlu dikembangkan?
( ) ukuran yang dibesarkan
( ) warna yang lebih menarik
( ) rasa yang lebih enak
( ) Kandungan Nutrisi
( ) Kandungan bioaktif
10. Berapa banyak pucuk kemang yang biasa dikonsumsi dalam satu kali makan?
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
52
Lampiran 2. Tinggi tanaman dan agroekosistem lokasi tumbuh tanaman kemang
di Bogor
Aksesi Tinggi
Tanaman (m)
Altitude
Tumbuh (m) Latitude Longitude Habitat
A1P1 18.13 172 6o32'28.66"S 106
o42'37.60"E Kebun kopi,
pinggir sungai
A1P2 5.2 186 6o32'28.09"S 106
o42'38.30"E Pinggir sungai
A1P3 16.37 182.5 6o32'22.81"S 106
o42'39.78"E Ladang, kebun
A1P4 7.74 186 6o32'27.20"S 106
o42'48.28"E Pinggir jalan
A1P5 10.42 158.5 6o32'27.95"S 106
o42'48.28"E Backyard,
pinggir sungai
A1P6 9.2 178.5 6o32'38.53"S 106
o42'52.78"E Backyar, pinggir
sungai
A1P7 8.76 175.5 6o32'38.53"S 106
o42'53.61"E Lapang
A1P8 4.1 213 6o32'23.00"S 106
o43'12.36"E Sawah, pinggir
sungai
A1P9 4.7 184 6o32'17.53"S 106
o43'26.60"E Backyard,
pinggir sungai
A1P10 7.67 196.5 6o32'27.26"S 106
o42'36.91”E Samping kebun
kopi, pinggir
jalan
A2P1 8.91 228 6o33'12.57"S 106
o43'17.32"E Lapang
A2P2 2.45 215 6o33'23.20"S 106
o43'34.88"E Pinggir jalan
A2P3 6.32 230 6o33'35.82"S 106
o43'47.94"E Pinggir jalan
A2P4 5.3 220 6o33'35.64"S 106
o43'48.23"E Pinggir jalan
A2P5 5.98 234.5 6o33'35.83"S 106
o43'48.20"E Pinggir jalan
A2P6 10.32 222 6o33'35.76"S 106
o43'48.83"E Pinggir jalan
A2P7 7.45 202 6o33'38.38"S 106
o44'06.06"E Pinggir
jalan,pinggir kali
A2P8 17.71 122.5 6o34'24.52"S 106
o44'25.12"E Pinggir
sawah,kali
A2P9 15.65 213 6o34'04.90"S 106
o43'52.56"E Backyard
A2P10 14.39 183.5 6o33'10.93"S 106
o43'52.56"E Lapang
A3P1 12.71 225 6o29'40.48"S 106
o44'55.49"E Backyard
A3P2 15.49 172.5 6o29'44.76"S 106
o45'11.88"E Semak
A3P3 8.77 172 6o29'46.21"S 106
o45'11.43"E Semak
A3P4 7.68 161 6o29'45.38"S 106
o45'12.00"E Semak
A3P5 8.92 154.5 6o29'45.33"S 106
o45'12.15"E Semak
A3P6 5.88 196.5 6o32'02.15"S 106
o45'40.05"E Pinggir kali,
pinggir empang
A3P7 9.03 199 6o32'50.56"S 106
o45'37.46"E Pekarangan
A3P8 26.8 172.5 6o29'56.50"S 106
o45'13.72"E Pinggir bukit
A3P9 11.09 194.5 6o29'54.61"S 106
o45'15.30"E Pinggir sawah
A3P10 11.04 164.5 6o29'55.35"S 106
o45'25.30"E Pinggir ladang
A4P1 6.91 204 6o34'18.82"S 106
o37'38.57"E Pinggir
kali,sawah
A4P2 8.63 214 6o35'59.46"S 106
o36'52.80"E Pinggir kali
A4P3 10.45 196.5 6o34'00.02"S 106
o36'51.25"E Pinggir sungai
A4P4 7.84 215.5 6o33'57.61"S 106
o36'50.71"E Backyard
53
Lampiran 2. Lanjutan…
Aksesi
Tinggi
Tanaman (m)
Altitude
Tumbuh (m) Latitude Longitude Habitat
A4P5 7.91 207.5 6o33'58.02"S 106
o36'53.65"E Pinggir sungai
A4P6 10.01 176.5 6o33'59.08"S 106
o36'52.60"E Hutan
A4P7 12.01 210 6o33'58.79"S 106
o36'53.68"E Hutan
A4P8 11.26 224 6o33'58.37"S 106
o36'53.34"E Pinggir sungai
A4P9 9.67 203.5 6o33'59.29"S 106
o36'53.65"E Hutan
A4P10 14.65 215 6o34'00.38"S 106
o36'54.86"E Bukit
A5P1 9.95 187.5 6o33'20.84"S 106
o42'10.85”E Bukit, kuburan
A5P2 8.95 260.5 6o35'23.60"S 106
o42'12.59"E Pinggir empang
A5P3 8.12 273.5 6o35'25.16"S 106
o42'10.03"E Backyard
A5P4 4.41 261.5 6o35'29.99"S 106
o42'58.28"E Backyard
A5P5 7.7 219.5 6o35'24.20"S 106
o42'13.29"E Tebing pinggir
jalan
A5P6 6.64 177 6o33'47.84"S 106
o43'21.73"E Pinggir sungai
A5P7 13.9 193 6o33'47.74"S 106
o43'21.74"E Pinggir sungai
A5P8 6.16 202 6o33'47.53"S 106
o43'21.55"E Pinggir sungai
A5P9 13.39 217 6o34'51.56"S 106
o43'18.92"E Pinggir empang
A5P10 8.63 223.5 6o34'51.77"S 106
o43'19.32"E Pinggir empang
A6P1 12.1 286 6o35'57.15"S 106
o42'14.23"E Pinggir sungai
A6P2 5.3 280 6o35'57.00"S 106
o42'14.48"E Ladang
A6P3 5.72 295.5 6o36'07.33"S 106
o42'10.97"E Pinggir sungai
A6P4 11.42 442 6o37'36.48"S 106
o41'35.59"E Sawah
A6P5 11.91 303.5 6o36'17.40"S 106
o42'07.97"E Pinggir sungai
A6P6 14.72 300.5 6o36'11.35"S 106
o42'11.22"E Pinggir sungai
A6P7 9.39 303.5 6o36'11.35"S 106
o42'11.22"E Pingggir sungai
A6P8 14.42 293 6o36'11.14"S 106
o42'11.60"E Pinggir sungai
A6P9 5.3 298 6o36'11.87"S 106
o42'11.78"E Pinggir sungai
A6P10 7.87 297.5 6o36'13.24"S 106
o42'10.64"E Pinggir sungai
54
Lampiran 3. Peta lokasi koordinat aksesi tanaman kemang
55
Lampiran 4. Persentase ciri morfologi 60 pohon kemang di 6 kecamatan
Kabupaten Bogor
Karakter
Morfologi
Kecamatan
Rancabungur Dramaga Kemang Leuwiliang Ciampea Tenjolaya
%
BDA
(Bentuk Daun) 1 - - - - 50 -
2 10 10 - 10 10 10
3 10
10 10 - 10
4 40 70 50 50 40 60
5 40 - 10 - - 10
6 - 20 30 30 - 10
UDA
(Bentuk Ujung
Daun)
1 40 50 10 20 - 10
2 40 40 60 30 30 20
3 20 10 30 50 70 70
PDA
(Bentuk
Pangkal Daun)
1 100 70 100 100 100 100
2 - 10 - - - -
3 - 20 - - - -
MDA
(Margin Daun) 1 20 - - 30 20 20
2 80 100 10 70 80 80
PND
(Panjang
Daun)
1 20 30 30 20 20 -
2 10 40 50 30 50 40
3 40 20 10 40 10 30
4 10 10 10 10 10 30
5 20 - - - 10 -
LBA
(Lebar Daun) 1 40 50 70 40 50 30
2 60 50 30 50 40 60
3 - - - 10 10 -
5 - - - - - 10
BTA
(Bentuk
Tajuk)
1 20 10 60 50 10 30
2
40 10 20 50 20
3 40 20 20 20 10 30
4 40 20 10 10 30 20
TGH
(Tree Growth
Habit)
1 50 40 30 30 50 40
2 30 40 40 40 40 50
3 20 20 30 30 10 10
TMF
(Tempat
Muncul Flush)
1 70 50 70 80 60 60
3 30 50 30 20 40 40
KCA
(Kondisi
Cabang)
1 10 - - - - 20
2 90 100 100 100 100 80
WBA
(Warna
Batang)
1 40 60 60 30 40 40
2 - 10 20 40 20 10
3 60 30 20 30 40 50