60
KARAKTERISTIK TEMPAT PENANGKARAN DAN TEKNIK PEMANENAN WALET SARANG PUTIH ( Collocalia fuciphaga) DI DESA BINANGA KARAENG KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN PINRANG RUDANA 105950055715 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

KARAKTERISTIK TEMPAT PENANGKARAN DAN TEKNIK … · penangkaran burung walet (2) Bagaimana tekhnik pemanenan sarang burung walet ... menyelesaikan skripsi dengan judul “Karakteristik

  • Upload
    others

  • View
    21

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    KARAKTERISTIK TEMPAT PENANGKARAN DAN TEKNIK

    PEMANENAN WALET SARANG PUTIH (Collocalia fuciphaga)

    DI DESA BINANGA KARAENG KECAMATAN LEMBANG

    KABUPATEN PINRANG

    RUDANA

    105950055715

    PROGRAM STUDI KEHUTANAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

    2020

  • ii

    KARAKTERISTIK TEMPAT PENANGKARAN DAN TEKNIK

    PEMANENAN WALET SARANG PUTIH (Collocalia fuciphaga)

    DI DESA BINANGA KARAENG KECAMATAN LEMBANG

    KABUPATEN PINRANG

    RUDANA

    105950055715

    SKRIPSI

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Strata

    Satu (S-1)

    PROGRAM STUDI KEHUTANAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

    2020

  • iii

  • iv

  • v

    PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

    Dengan ini saya meyatakan bahwa skripsi “Karakteristik tempat

    penangkaran dan tekhnik pemanenan walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) di

    Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten pinrang.” adalah benar

    merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

    perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau

    dikutip dari karya yang diterbitkan maupun karya yang tidak diterbitkan telah

    disebutkan dalam teks yang di cantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

    skripsi ini.

    Makassar, Februari 2020

    Penulis

  • vi

    Hak Cipta milik Universitas Muhammadiyah Makassar 2019

    @Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang

    1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

    mencantumkan atau menyebutkan sumber.

    a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

    karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

    masalah

    b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Unismuh

    Makassar.

    2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

    tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Unismuh Makassar.

  • vii

    ABSTRAK

    RUDANA 105950055715. KARAKTERISTIK TEMPAT PENANGKARAN DAN

    TEKNIK PEMANENAN WALET SARANG PUTIH (Collocalia fuciphaga) DI

    DESA BINANGA KARAENG KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN

    PINRANG. Di bimbing oleh Hikmah dan Muhammad Daud.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Bagaimana karakteristik

    penangkaran burung walet (2) Bagaimana tekhnik pemanenan sarang burung

    walet di Desa Binanga Karaeng Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang.

    Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 4 bulan yaitu pada bulan Agustus sampai

    bulan November 2019. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Binanga Karaeng,

    Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang. Berdasarkan hasil penelitian yang

    dilakukan dapat disimpulkan bahwa Karakteriatik tempat penangkaran walet di

    Desa Binanga Karaeng Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang memiliki ukuran

    penangkaran yang beragam. Pada luas penangkaran, CV Ullah Said (Panjang 15 x

    Lebar 4,30 x Tinggi 3)m², CV M Nur Mullu dengan luas (Panjang 15 x Lebar 4,20

    x Tinggi 2,50)m², dan untuk penangkaran walet CV Amri memiliki luas (Panjang

    8 x Lebar 6 x Tinggi 3,)m². Dan memiliki suhu terenda 27,0°C dan suhu tertinggi

    30,1°C, dan kelembaban terenda 81% dan kelembaban tertinggi adalah 99%.

    Teknik pemanenan walet di Desa Binanga Karaeng Kecamatan Lembang

    Kabupaten Pinrang, di lakukan dengan teknik tetasan di mana pemanenan sarang

    di lakukan ketika burung anakan walet bisa terbang, teknik pemanenan yang baik

    adalah CV Nur Mullu, karena telah melakukan pemanenan sebanyak 5 kali.

    Kata Kunci: Karakteristik Tempat Penangkaran dan Tekhnik Pemanenan Walet Sarang

    Putih.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt, karena penulis dapat

    menyelesaikan skripsi dengan judul “Karakteristik Tempat Penangkaran dan

    Pemanenan Walet Sarang Putih (collocalia fuciphaga) Di Desa Binanga Karaeng,

    Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi

    salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Sarjana Kehutanan pada Prodi

    Kehutanan Universitas Muhammadiyah Makassar.

    Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

    dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

    mengucapkan banyak terima kasih kepada:

    1. Prof Dr Abdul Rahman S.E.,M.M Selaku Rektor Universitas

    Muhammadiyah Makassar.

    2. Dr H Burhanuddin S.Pi.,M.P., Selaku Dekan Fakultas pertanian

    Universitas Muhammadiyah Makassar,

    3. Dr Ir Hikmah S.Hut.,M.Si.,IPM Selaku Ketua Prodi Kehutanan sekaligus

    pembimbing 1, yang telah memberikan arahan, masukan serta semangat

    dalam penyelesaian skripsi ini.

    4. Ir Muhammad Daud S.Hut.,M.Si.,IPM selaku pembimbing 2 yang telah

    memberi bimbingan, kritik, dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

    5. Pak Nur Mullu, pak Ullah dan Pak Amri pemilik penangkaran walet yang

    telah memberikan izin serta bantuan kepada Penulis sehingga penelitian

    ini berjalan dengan lancar.

  • ix

    6. Terkhusus kepada orang tua tercinta Ayahanda (Amang) dan Ibunda

    (Manika) serta adik (Nurul Hudaya), yang selalu mendukung dan

    memotivasi peneliti dalam menyusun skripsi ini.

    7. Sahabat Fahrul fidra, Faisal sidiq tuasamu, Gafur, Ida nurma, serta teman-

    teman seperjuangan yang telah memberi semangat dan motivasi untuk

    bisa menyelesaikan skripsi ini

    Semoga semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini

    mendapatkan pahala dari Allah SWT. Peneliti berharap skripsi ini dapat

    memberikan manfaat bagi semua pihak dan para pembaca.

    Makassar, Februari 2020

    Penulis

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL ......................................................................................ii

    HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iii

    HALAMAN KOMISI PENGUJI .....................................................................iv

    PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ..........................................................v

    HAK CIPTA MILIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

    MAKASSAR ......................................................................................................vi

    ABSTRAK .........................................................................................................vii

    KATA PENGANTAR .......................................................................................viii

    DAFTAR ISI ......................................................................................................x

    DAFTAR TABEL..............................................................................................xiii

    DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiv

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1

    1.2. Rumusan Masalah................................................................................... 4

    1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4

    1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu ........................................................................ 5

    2.2. Burung Walet .......................................................................................... 6

    2.3. Karakteristik Tempat Penangkaran Burung Walet ................................. 8

    2.4. Teknik Pemanenan Sarang Burung Walet .............................................. 9

    2.5. Kerangka Pikir ........................................................................................ 11

  • xi

    III. METODE PENELITIAN

    3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 12

    3.2. Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................... 12

    3.3. Objek Penelitian ...................................................................................... 12

    3.4. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 12

    3.5. Jenis Data ................................................................................................ 13

    3.6. Pengumpulan Data .................................................................................. 13

    3.6. Analisis Data ........................................................................................... 14

    IV. KEADAAN UMUM LOKASI

    4.1. Kondisi Umum Desa .............................................................................. 16

    4.1.1. Keadaan Gografis Desa ........................................................................ 16

    4.1.2. Keadaan Ekonomi Penduduk ............................................................... 17

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1. Karakteristik Tempat Penangkaran Burung Walet ................................ 18

    5.1.1. Jumlah Lantai Pada Penangkaran Walet ............................................. 21

    5.1.2. Dinding Rumah Burung Walet ............................................................ 22

    5.1.3. Pintu Masuk ......................................................................................... 22

    5.1.4. Sirip dan Tata Letak Pada Penangkaran Burung Walet ....................... 23

    5.1.5. Kolam Air Pada Penangkaran Burung Walet ...................................... 24

    5.1.6. Lubang Udara ....................................................................................... 25

    5.1.7. Pemancing Walet ................................................................................. 25

    5.1.8. Pengabut dan Wadah Air ..................................................................... 26

    5.1.9. Lubang Masuk Walet ........................................................................... 27

  • xii

    5.2. Teknik Pamanenan Sarang Burung Walet .............................................. 28

    5.2.1. Proses Pemanenan Sarang Walet ......................................................... 29

    VI. PENUTUP

    6.1. Kesimpulan ............................................................................................. 30

    6.2. Saran ....................................................................................................... 30

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Nomor Teks Halaman

    1. Kondisi Suhu dan Kelembapan Penangkaran Burung Walet......................... 18

    2. Ukuran Bagian-bagian Penangkaran Burung Walet ...................................... 20

    3. Tekhnik Pemanenan ....................................................................................... 28

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Teks Halaman

    1. Bagan Kerangka Pikir .................................................................................... 11

    2. Penangkaran burung walet ............................................................................. 22

    3. Pintu Masuk ................................................................................................... 23

    4. Sirip Pada Penangkaran Burung Walet .......................................................... 23

    5. Kolam Air ...................................................................................................... 24

    6. Lubang Udara ................................................................................................. 25

    7. Pemancing Walet ........................................................................................... 26

    8. Pengabut dan Wadah Air ............................................................................... 27

    9. Lubang Masuk Walet ..................................................................................... 27

    10. Alat Pemanenan Sarang Burung Walet .......................................................... 29

    11. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet ...................................................... 29

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Hutan adalah suatu hamparan lahan yang didominasi oleh pepohonan,

    tumbuhan yang kecil seperti lumut, semak belukar dan bunga-bunga hutan dan

    terdapat juga sumber daya alam hayati yang satu dan yang lainnya. Hutan sebagai

    penampung karbon dioksida, habitat hewan, dan pelestari tanah serta merupakan

    salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting.

    Hutan memberikan manfaat secara langsung dan tidak langsung. Manfaat

    langsung yang dirasakan masyarakat adalah sebagai sumber bahan pangan dan

    lainnya sedangkan manfaat tidak langsung sebagai pengatur sistem tata air,

    kontrol pola iklim, pelestarian plasma nutfah serta pusat pendidikan dan

    penelitian (Arif, 2001).

    Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 35 Tahun 2007. Hasil hutan bukan

    kayu terdiri dari benda-benda hayati yang berasal dari flora dan fauna. Selain itu

    termasuk juga jasa air, udara, dan manfaat tidak langsung dari hutan. Hasil hutan

    bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta

    produk turunannya dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan.

    Hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang diperoleh dar hutan yaitu, madu,

    damar, tumbuhan obat, rotan, aren, bambu, sarang walet dan lain sebagainya.

    Hasil hutan tersebut ada yang dapat dikonsumsi dan ada yang harus diolah

    terlebih dahulu.

    Burung walet merupakan salah satu hewan yang menghasilkan sarang,

    yang merupakan Hasil Hutan Bukan Kayu. Ada 4 jenis burung walet yaitu:

  • 2

    Burung walet besar, jenis burung walet ini warnanya hitam dengan warna bulu

    bagian bawah coklat gelap, burung walet sarang hitam, burung walet jenis ini

    punya warna bulu coklat atau sedikit hitam dengan bulu ekornya warna coklat

    kelabu, burung walet gunung, jenis burung walet ini warnanya hitam, namun

    warna ekornya abu-abu kehitaman, burung walet putih, jenis walet ini warna

    bulunya coklat kehitam-hitaman dengan bulu bagian bawah kelabu ataupun coklat

    dan memiliki sarang warna putih, walet sarang putih (Collocalia fuciphaga)

    merupakan jenis yang secara ekonomis banyak dipilih dibandingkan walet sarang

    hitam (Collocalia maxima) dan walet sarang rumput. Keberhasilan suatu daerah

    dalam budidaya walet sarang putih (rumah walet) tentu saja tidak terlepas dari

    berbagai macam aspek, diantaranya adalah aspek lingkungan, bentuk dan struktur

    bangunan, serta faktor ekologi burung walet itu sendiri. Kurangnya perhatian

    terhadap tiga aspek tersebut menyebabkan produksi sarang walet sering kali tidak

    maksimal bahkan mengalami kegagalan. Dalam perencanaan dan pengelolaan

    satwa termasuk burung walet diperlukan data ekologi yang lengkap seperti,

    kebutuhan hidup dan perilakunya. 74 Kebutuhan hidup yang utama adalah ruang

    habitat yang cukup dan memiliki ketersediaan pakan, air, tempat berlindung serta

    berkembang biak (Soehartono dan Mardiastuti, 2003).

    Jumlah total populasi burung walet sarang putih mengalami peningkatan

    akibat kolonisasi pada rumah buatan manusia (rumah walet). Produksi sarang

    burung walet dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor

    kondisi lingkungannya. Lingkungan burung walet terdiri dari habitat mikro dan

    habitat makro. Habitat mikro burung walet adalah lingkungan di dalam gedung

  • 3

    yang dapat dikondisikan sesuai kebutuhan seperti temperatur, kelembaban dan

    intensitas cahaya. Habitat makro sangat penting bagi kelangsungan hidup burung

    walet karena serangga pakan burung walet berga ntung pada kondisi habitat

    makronya yang terdiri dari area bervegetasi dan berair. Ketersediaan serangga

    pakan burung walet tersebut bergantung pada kondisi iklim dan luasnya lokasi

    habitat serangga sebagai tempat penyedia tempat dan makanan (Hakim, 2011).

    Teknik pasca panen adalah pemanfaatan ilmu teknik dalam kegiatan

    pensortiran, pengemasan, pengaturan temperatur, transportasi, dan penyimpanan

    sementara. Aktivitas pasca panen melindungi kualitas produk yang dipanen

    (Mardiastuti, 1998).

    Desa Binanga Karaeng merupakan salah satu desa yang berada di wilayah

    Kabupaten Pinrang. Yang terdiri dari dua dusun yaitu Dusun salopi dan Dusun

    Pajalele. Desa binanga Karaeng adalah desa dataran atau pesisir yang memiliki

    sumber daya alam di antaranya pertanian, perkebunan dan kelautan, dan sarang

    burung walet.

    Sebagian besar Desa Binanga Karaeng telah memproduksi sarang burung

    walet. Ketersediaan sumber makanan burung walet banyak terdapat di sekitar

    penangkaran walet karena berada di dekat pegunungan dan persawahan.

    Berdasarkan uraian tersebut di atas untuk meneliti karakteristik tempat

    penangkaran dan teknik pemanenan walet sarang putih (Collocalia fuchipahaga)

    di desa binanga karaeng kecamatan lembang kabupaten pinrang.

  • 4

    1.2. Rumusan Masalah

    Rumusan masalah penelitian ini adalah:

    1. Bagaimana karakteristik tempat penangkaran walet sarang putih (Collocalia

    fuciphaga) di Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten

    Pinrang?

    2. Bagaimana teknik pemanenan walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) di

    Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Mengetahui karakteristik tempat penangkaran walet sarang putih

    (Collocalia fuciphaga) di Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang,

    Kabupaten Pinrang.

    2. Mengetahui teknik pemanenan walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) di

    Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Manfaat penelitian yang akan dilakukan penulis adalah:

    1. Bagi peneliti, dapat memperkaya pengetahuan, pengalaman dalam teknik

    pemanenan sarang burung walet dengan baik bagi masyarakat di Desa

    Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang

  • 5

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu

    Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati

    maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal

    dari hutan. Pengertian lainnya dari hasil hutan bukan kayu yaitu segala sesuatu

    yang bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfaatkan

    bagi kegiatan ekonomi dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil hutan

    bukan kayu pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon,

    misalnya getah, daun, kulit, buah atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki

    sifat khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain. Pemungutan hasil hutan bukan

    kayu pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada

    di sekitar hutan bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan

    bukan kayu merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat

    sehari-hari. Sebagai contoh, pengumpulan rotan, pengumpulan berbagai getah

    kayu seperti getah kayu Agathis, atau kayu Shorea dan lain-lain (Permenhut No.

    35 Tahun 2007).

    Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dari ekosistem hutan sangat beragam

    jenis sumber penghasil maupun produk serta produk turunan yang dihasilkannya

    jenis komoditi HHBK digolongkan kedalam 2 (dua) kelompok besar yaitu :

    1. Hasil Hutan Bukan Kayu Nabati

    HHBK nabati meliputi semua hasil non kayu dan turunannya yang berasal

    dari tumbuhan dan tanaman, dikelompokkan dalam :

    a. Kelompok resin, antara lain damar, gaharu, kemenyan, getah tusam;

  • 6

    b. Kelompok minyak atsiri, antara lain cendana, kulit manis, kayu putih,

    kenanga;

    c. Kelompok minyak lemak, pati, dan buah – buahan, antara lain buah merah,

    rebung bambu, durian, kemiri, pala, vanili;

    d. Kelompok tannin, bahan pewarna, dan getah, antara lain kayu kuning,

    jelutung, perca, pinang, gambir;

    e. Kelompok tumbuhan obat – obatan dan tanaman hias, antara lain akar

    wangi, brotowali, anggrek hutan;

    f. Kelompok palma dan bambu, antara lain rotan manau, rotan tahiti;

    g. Kelompok alkaloid, antara lain kina;

    h. Kelompok lainnya, antara lain nipah, pandan, purun.

    2. Hasil Hutan Bukan Kayu Hewani

    Kelompok hasil hewan meliputi :

    a. Kelas hewan buru (babi hutan, kelinci, kancil, rusa, buaya).

    b. Kelompok hewan hasil penangkaran (arwana, kupu – kupu, rusa, buaya).

    c. Kelompok hasil hewan (sarang burung walet, ulat sutera, lebah madu)

    (Permenhut No. P.21/Menhut-II, 2009).

    2.2. Burung Walet

    Burung walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) dengan mudah

    dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Famili apodidae dijumpai di setiap

    ketinggian permukaan bumi, dari dataran rendah sampai pegunungan. Burung

    walet sarang putih merupakan burung berkelompok yang menempati daerah

    berlimpah akan pakan mereka (serangga kecil), seperti hutan yang padat, lahan

  • 7

    pertanian terbuka, pegunungan tandus bahkan bangunan yang sengaja dijadikan

    sebagai tempat tinggal walet. Collocalia Fuchiphaga sering juga di sebut dengan

    walet putih sehingga menegaskan bahwa burung ini berwarna putih, padahal yang

    sebenanrnya yang putih adalah sarang yang di hasilkan. Bulu walet ini sendiri

    berwarna coklat kehitaman dengan bulu bagian bawah keabuan atau coklat.

    Panjang tubuhnya sekitar 12cm bulu ekornya sedikit bercelah, mata berwarna

    coklat gelap, paruh dan kakinya hitam, sayap walet ini lebih kaku dan terbangnya

    kuat (Marzuki dkk, 2002).

    Burung walet (Collocalia fuciphaga) merupakan spesies dari burung

    walet yang paling banyak di budidayakan di Indonesia. Spesies ini berukuran

    sedang (12cm), tubuh bagian atas berwarna coklat kehitam-hitaman dengan

    tungging abu-abu pucat, tubuh bagian bawa berwarna coklat, sayap berbentuk

    bulan sabit memanjang dan runcing, memiliki ekor yang menggarpu dan kuku

    yang tajam. Burung walet sarang putih memiliki klasifikasi yaitu:

    Kerajaan : Animalia

    Filum : Chordat

    Kelas : Aves

    Ordo : Apodiformes

    Famili : Apodidae

    Genus : Collocalia

    Spesies : Collocalia fuciphaga (Adiwibawa, 2000)

    Walet berasal dari Famili Apodidae yang penyebarannya hingga ke

    seluruh dunia. Pada dasarnya, Famili Apodidae terdiri atas 2 kelompok kelompok

  • 8

    pertama Genus Collocalia (walet gua), Genus Chaetura (walet ekor duri), dan

    Genus Cyploides (walet hitam dari Amerika utara), kemidan kelompok kedua ada

    satu genus yaitu Apus. Walet memiliki hubungan yang dekat dengan burung

    kolobri dari Famili Trochilidae di Amerika, karena keduanya masuk kedalam

    Ordo Apodiformes (Adiwibawa, 2000).

    Sarang burung walet merupakan salah satu makanan yang terkenal di

    dunia. Sarang burung walet di percaya memiliki manfaat yang sangat baik bagi

    kesehatan tubuh manusia. Karena manfaatnya yang berkhasiat itu maka tidak

    heran jika harganya sangat mahal. Sarang burung walet dikenal sebagai lambang

    kemewahan yang hanya biasa dinikmati oleh kalangan bangsawan. Sarang burung

    walet sangat jarang ditemukan di China dan menjadi barang langka. Kepercayaan

    terhadap tingginya khasiat sarang burung walet menyebabkan tingginya harga

    sarang burung walet tersebut. Kepercayaan tersebut terus dibawa sampai sekarang

    dan menyebabkan harga sarang burung walet tetap bernilai tinggi, dan sampai saat

    ini masih menjadi makanan yang di konsumsi oleh kalangan atas (Salekat, 2009).

    2.3. Karakteristik Tempat Penangkaran Burung Walet

    Walet adalah burung agresif yang tidak bias dijinakkan, walet akan

    memilih tempat bersarang semau burung itu sendiri walet tidak dapat di paksa

    untuk bersarang di gedung yang telah dibuatkan. Rumah gedung walet haruslah

    besar, umumnya dibuat sekitar 10×15 m2 atau 10×20 m2. Paling ideal adalah

    jarak antara wuwungan dan plafon semakin besar, hubungannya harus lebih

    tinggi. Untuk menjaga kelembapan kandang, buat tiga campuran yang berisi pasir,

    kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1. Lantainya juga sebaiknya dari

  • 9

    plester. Sementara itu, bagian kerangka untuk melekatnya sarang terbuat dari

    kayu. Usahakan atap dari genteng dengan lubang keluar masuk burung 20×20 atau

    20×35 cm². Jangan hadapkan lubang ketimur karena bertepatan dengan cahaya

    matahari terbit. Lubangnya harus diberi warna hitam dan buat sesuai kebutuhan,

    penangkaran sarang burung walet tidak boleh terlalu kering. Kondisi rumah walet

    harus dibuat dan di pertahankan semirip mungkin dengan habitat asli di gua,

    khususnya suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya. Bila kondisis rumah walet

    kurang ideal maka walet yang terpancing hanya keluar masuk saja dengan enggan

    menetap. Untuk mewujudkan lingkungan walet yang ideal teknologi perwaletan

    kini terus mengalami perkembangan, sarana pendukung sudah banyak dihasilkan.

    Sarana budidaya walet tersebut berfungsi optimal jika disertai tekhnik penggunaan

    yang benar dan sesuai dengan kebutuhan rumah walet (Mulia, 2010).

    Atap yang di gunakan adalah atap genting. Hal ini dimaksudkan agar dapat

    menjaga kestabilan suhu di dalam gedung. Karena atap asbes, seng dan atap beton

    tidak dapat menjaga kestabilan suhu di dalam gedung. Sirip yang dipasang pada

    palfon berbentuk persegi dengan bahan kayu seperti meranti. Sirip pada gedung

    wallet sebaiknya berbahan kayu yang tidak mudah terkena jamur, tidak beraroma

    menyengat, tidak mudah lapuk (Nazzarudin dan Widodo, 2008).

    2.4. Tekhnik Pemanenan Sarang Burung Walet

    Panen sarang walet yang dilakukan tanpa perencanaan yang benar atau

    secara serampangan dapat berakibat pada produksi sarang walet yang akan,

    semakin menurun dan juga dapat mempengaruhi kelangsungan hidup burung

    walet untuk kembali bersarang. Oleh karena itu para, pembudidaya walet

  • 10

    khususnya untuk pemula perlu mengetahui bagaiman cara pemanenan sarang

    walet yang benar. Adapun 3 cara tekhnik pemanenan walet yang benar yaitu:

    a. Panen dengan cara rampasan

    Cara panen yang pertama adalah dengan cara di rampas, panen ini dilakukan

    pada saat burung walet selesai membuat sarang, namun belum bertelur.

    Sebaiknya cara ini dilakukan sekitar 10 hari sebelum burung walet

    diperkirakan akan bertelur, agar bias memberi kesempatan burung walet

    untuk membuat sarang mereka kembali dengan cepat. Jika waktu yang di

    berikan terlalu pendek di saat akan keluarnya telur, maka hanya membuat

    burung walet gelisah.

    b. Panen dengan cara buang telur

    Panen sarang walet ini dilakukan setelah adanya 2 butir telur dalam sarang,

    tetapi belum mengeram, kira-kira dalam waktu 2 hingga 3 bulan sejak

    sarang telah dibuat. Jangan melakukan panen dengan cara buang telur jika

    telur walet masih hanya 1 butir. Jika hal ini dilakukan akan membuat walet

    panik sehingga kemungkinan besar burung walet akan berpindah ketempat

    lain.

    c. Panen dengan cara panen penetasan

    Panen ini dilaksanakan di saat telur walet sudah menetas dan anak burung

    walet sudah bisa terbang untuk mencari makan sendiri. Di saat ini anak

    burung walet sudah berumur sekitar 45 hari. Namun mutu yang dihasilkan

    dari panen ini termasuk dalam golongan mutu rendah karena bentuk dari

    sarang walet sudah mulai rusak dan dicemari oleh kotoran, bulu dan

  • 11

    sebagainya. Panen ini dilakukan sebaiknya dimulai pada awal musim hujan,

    karena disaat itu makanan yang tersedia cukup banyak (Mardiastuti, 1998).

    2.5. Kerangka Pikir Penelitian

    Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

    Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dari ekosistem hutan sangat bergam

    jenis sumber penghasil maupun produk serta produk turunan yang di hasilkannya

    jenis komoditi HHBK di golongkan kedalam 2 kelompok besar yaitu: Hasil Hutan

    Bukan Kayu Nabati (HHBKN) dan Hasil Hutan Bukan Kayu Hewani (HHBKH)

    Burung walet merupakan Hasil hutan bukan kayu hewani, penangkaran

    yang di bangun oleh masyarakat setempat adalah burung walet sarang putih,

    kemudian dalam penangkaran burung walet sarang putih terbagi menjadi dua

    bagian yaitu, Karakteristik Tempat Penangkaran dan Teknik Pemanenan Walet

    Sarang Putih.

    Hasil Hutan Bukan Kayu

    Burung Walet

    Penangkaran

    Burung Walet

    Sarang Putih

    Karakteristik Tempat

    Penangkaran Teknik Pemanenan

    Karakteristik Tempat Penangkaran dan

    Teknik Pemanenan Walet Sarang Putih

    (Collocalia Fuciphaga) di Desa Binanga

    Karaeng Kecamatan Lembang

    Kabupaten Pinrang

  • 12

    III. METODE PENELITIAN

    3.1. Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 4 bulan yaitu pada bulan Agustus

    sampai bulan November 2019. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Binanga

    Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang.

    3.2. Alat dan Bahan Penelitian

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, Alat tulis menulis, meter,

    kamera, dan pengukur suhu (Higrometer).

    3.3. Objek Penelitian

    Objek dalam penelitian ini adalah tempat penangkaran walet sarang putih

    (Collocalia fuciphaga) di Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang,

    Kabupaten Pinrang.

    3.4. Populasi dan Sampel

    a. Populasi Penelitian

    Populasi dalam penelitian ini adalah tempat penangkaran walet sarang

    putih (Collocalia fuciphaga) yang ada di Desa Binanga Karaeng,

    Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang.

    b. Sampel Penelitian

    Sampel dalam penelitian ini adalah tempat penangkaran walet sarang putih

    (Collocalia fuciphaga) yang dipilih secara purposive (sampling dengan

    pertimbangan) sebagai di Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang,

    Kabupaten Pinrang. Jumlah penangkaran burung walet sebanyak 3 unit

    penangkaran dengan umur penangkaran antara 1 sampai 3 tahun.

  • 13

    3.5. Jenis Data

    Jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data

    primer adalah data yang didapatkan melalui observasi dari lapangan, pengukuran,

    pendokumentasian dengan foto dan wawancara dengan pemilik tempat

    penangkaran walet sarang putih. Data sekundar didapatkan dari literature, buku ,

    laporan statistic, dan buku demografi desa serta laporan penelitian terdahulu.

    a. Data primer yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan langsung melalui

    observasi dan wawancara langsung .

    b. Data sekunder, yaitu data diperoleh dari Kantor Desa berupa dokumen-

    dokumen dan literaturyang relevan serta dari data statistik.

    3.6. Metode Pengumpulan Data

    1) Observasi

    Metode observasi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui secara

    langsung keseluruhan kegiatan masyarakat yang bekerja di sektor usaha

    budidaya burung walet di Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang,

    Kabupaten Pinrang. Observasi digunakan dalam rangka mencari data awal

    tentang daerah penelitian yang mendukung untuk mendapatkan gambaran awal

    dari lokasi yang dimaksud. Observsi juga dilakukan guna memperoleh data

    tentang kondisi fisik daerah penelitian.

    2) Wawancara

    Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara Tanya

    jawab yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan

    penelitian. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstuktur, yaitu

  • 14

    dilakukan dengan pedoman wawancara untuk mendapakan data informasi

    secara lengkap dan akurat sesuai tujuan penelitian.

    3) Dokumentasi

    Dokumentasi adalah metode untuk mencari data yang diperoleh berupa

    dokumen peta di Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten

    Pinrang. sehingga dapat diketahui kondisi fisik daerah penelitian, jumlah

    pengusaha budidaya burung walet, serta data-data lain yang berhubungan dengan

    penelitian.

    4) Survey

    Survey dilakukan dengan pencatatan karakteristik tempat penangkaran

    walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) yang meliputi suhu, kelembaban,

    kondisi biofisik lainnya serta survey Teknik pemanenan sarang walet sarang putih

    di Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang

    3.4. Teknik Analisis Data

    Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

    deskriptif. Analisis deskriptif merupakan langkah-langkah melakukan

    representasi objekif tentang gejala-gejala yang terdapat dalam masalah yang

    diselidiki. Data yang di kumpulkan melalui observasi wawancara dan

    dokumentasi kemudian di analisis sesuai dengan tujuan penelitian dengan

    menggunakan analisis deskertif. Hal utama yang di lakukan adalah

    mendeskeripsikan proses budidaya walet dengan unit analisis yang di dasarkan

    pada data primer. Analisis deskriptif di lakukan untuk mengetahui budidaya walet

    dengan cara mengumpulkan data-data dan informasi yang di peroleh.

  • 15

    IV. KEADAAN UMUM LOKASI

    4.1. Sejarah Desa

    Desa Binanga Karaeng merupakan salah satu desa dari 14 (empat belas)

    desa dan 2 (dua) kelurahan yang ada di Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang.

    Desa Binanga Karaeng terdiri atas dua dusun yakni Dusun Pajalele dan Dusun

    Salopi. Desa Binanga Karaeng adalah desa dataran/pesisir yang memiliki sumber

    daya alam diantaranya pertanian, perkebunan, dan kelautan. Gambaran tentang

    sejarah perkembangan desa ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

    Tabel 1. Gambaran Tentang Sejarah Perkembangan Desa Binanga Karaeng

    Tahun Peristiwa

    1940–an

    Sekitar tahun 1940–an Desa Binanga Karaeng masih status

    distrik yang dipimpin oleh Kila, kemudian P. Alisyah dan

    berubah nama menjadi Desa Kalang-Kalang, P. Aco.

    1977 – 1993

    selanjutnya Desa Kalang-Kalang berubah menjadi Desa

    Binanga Karaeng, dan selaku kepala desa adalah A.

    Pawallangi melalui pemilihan langsung dari masyarakat.

    1993 – 2001

    Kemudian tahun 1993 dilakukan pemilihan Kepala Desa

    melalui pemilihan langsung dan terpilih adalah A.

    Syabrulsyah Cambo.

    2001 – 2006

    Dilakukan pemilihan kembali Kepala Desa melalui

    pemilihan lansung dari masyarakat dan yang terpilih A.

    Syabrulsyah Cambo.

    2007 – 2013 Astar, S. Ag terpilih menjadi kepala Desa Binanga Karaeng

    yang ke- 7 melalui pemilihan langsung.

    2013 – 2019 Dilakukan pemilihan kembali kepala desa melalui pemilihan

    langsung dari masyarakat dan yang terpilih Astar, S. Ag.

    2019 – Sekarang

    Dilakukan pemilihan kembali kepala desa melalui pemilihan

    langsung dari masyarakat dan yang terpilih sebagai kepala

    desa adalah Ahmad.

    Sumber : Kantor Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten

    Pinrang, 2019.

  • 16

    4.2. Kondisi Umum Desa

    Desa Binanga Karaeng merupakan salah satu Desa dari empat belas (14)

    Desa dan dua Kelurahan yang ada di Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang.

    Desa Binanga Karaeng terdiri dari dua Dusun yakni Dusun Pajalele dan Dusun

    Salopi. Desa Binanga Karaeng adalah Desa dataran atau pesisir yang memiliki

    sumber daya alam diantaranya pertanian, perkebunan, dan kelautan.

    4.2.1. Keadaan Geografis Desa

    A. Batas Wilayah

    - Sebelah Timur : Desa Sabbang paru

    - Sebelah Utara : Desa Pangaparang

    - Sebelah Barat : Desa Paku

    - Sebelah Selatan : Selat Makassar

    B. Luas Wilayah

    Luas Desa Binanga Karaeng sekitar 10,3km. Sebagian besar

    lahan Di Desa Binanga Karaeng digunakan sebagai tempat pertanian

    dan perkebunan

    C. Keadaan Topografi

    Secara umum keadaan topografi Desa Binanga Karaeng adalah

    daerah dataran dengan dibagi 2 dusun diantaranya: Dusun Pajalele

    dan Dusun Salopi.

  • 17

    4.2.2. Keadaan Sosial Penduduk

    Jumlah penduduk Desa Binanga Karaeng terdiri atas 666 Kepala Keluarga

    dengan total jumlah jiwa 2.854 0rang. Laki-laki terdiri 1.311 orang, peremuan

    1.543.

    4.2.3. Keadaan Ekonomi Penduduk

    Desa Binanga Karaeng adalah salah satu desa sedang di wilayah Kabupaten

    Pinrang. Karena infrastruktur di desa ini belum sepenuhnya permanen masih ada

    akses jalan tanah. Sebagian besar penduduk di desa ini bekerja sebagai:

    Petani 85%, Wiraswasta, 13% dan PNS 2

    4.2.4 Kondisi Pemerintahan Desa

    Wilayah administrasi pemerintahan Desa Binanga Karaeng terdiri atas dua

    dusun yakni Dusun Pajalele dan Dusun Salopi dengan jumlah rukun keluarga

    (RK) sebanyak enam.

    4.3 Gambaran Umum Perusahaan

    4.3.1. CV. Ullah Said

    CV. Ullah Said terletak di Jalan Poros Pinrang – Polman, Dusun Salopi,

    Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang, Provinsi

    Sulawesi Selatan. Lokasi berjarak sekitar 41,8 km dari pusat kota Pinrang, dapat

    ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat dengan

    waktu sekitar 1 jam.

    Perusahaan ini berdiri pada Februari tahun 2018. Yang melatar belakangi

    berdirinya perusahaan ini adalah berawal dari ketertarikan pemilik yang melihat

    peluang besar pada usaha budidaya walet. Melihat peluang bisnis ini sangat

  • 18

    menjanjikan, hal ini membuat pemilik memantapkan diri untuk terjun langsung

    dalam usaha budidaya walet sebagai investasi masa depan. Adapun jenis sarang

    yang dibudidayakan oleh CV. Ullah Said adalah sarang yang berasal dari walet

    sarang putih (Collocalia fuciphaga).

    Lokasi gedung walet CV. Ullah Said dekat dengan perkebunan,

    persawahan, pegunungan, dan laut yang merupakan sumber mencari pakan bagi

    walet. Selain itu, Gedung walet ini dibangun setinggi empat lantai. Pada awal

    tahun 2019 CV. Ullah Said sudah bisa melakukan pemanenan sarang walet di

    gedung walet miliknya. Jadi, pemanenan sarang walet bisa dilakukan CV. Ullah

    said ketika gedung walet sudah berumur sekitar 1 tahun.

    4.3.2. CV. Muh. Nur Mullu

    CV. Muh. Nur Mullu terletak di Jalan Poros Pinrang – Polman, Dusun

    Pajalele, Desa Binanga Karaeng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang,

    Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi berjarak sekitar 43,8 km dari pusat kota

    Pinrang, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda

    empat dengan waktu sekitar 1,5 jam.

    Perusahaan ini berdiri pada Maret tahun 2017. Yang melatar belakangi

    berdirinya perusahaan ini adalah berawal dari ketertarikan pemilik dan saran dari

    teman yang sudah lebih dahulu berkecimpung didunia usaha budidaya walet

    sehingga pemilik bertekad untuk membangun gedung walet. Adapun jenis sarang

    yang dibudidayakan oleh CV. Muh. Nur Mullu adalah sarang yang berasal dari

    walet sarang putih (Collocalia fuciphaga).

  • 19

    Lokasi gedung walet CV. Muh. Nur Mullu dekat dengan perkebunan,

    persawahan, pegunungan, dan laut yang merupakan sumber mencari pakan bagi

    walet. Selain itu, Gedung walet ini dibangun setinggi tiga lantai. Pada akhir tahun

    2018 CV. Muh. Nur Mullu melakukan pemanenan sarang walet di gedung walet

    milikinya. Jadi, pemanenan sarang walet dapat dilakukan CV. Muh. Nur Mullu

    ketika gedung walet sudah berumur sekitar 1,5 tahun.

    Pada gedung CV. Muh. Nur Mullu menggunakan sarang imitasi atau

    sering disebut sarang palsu. Kegunaan sarang imitasi ini sangat berpengaruh pada

    gedung walet yang baru aktif karena sarang ini dapat membuat anakan walet dan

    walet muda untuk beradaptasi pada sarang imitasi. Sehingga terkadang walet

    muda langsung bertelur pada sarang tersebut.

    Bentuk sarang imitasi atau sering disebut sarang palsu dapat dilihat pada

    gambar 2 berikut :

    Gambar 2. Sarang imitasi atau sarang palsu

    4.3.3. CV. Amri

    CV. Amri terletak di Dusun Salopi, Desa Binanga Karaeng, Kecamatan

    Lembang, Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi berjarak sekitar

    41,8 km dari pusat kota Pinrang, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan

    roda dua atau roda empat dengan waktu sekitar 1 jam.

  • 20

    Perusahaan ini berdiri pada November tahun 2019, gedung penangkaran di

    bangun setinggi dua lantai Yang melatar belakangi berdirinya perusahaan ini

    adalah berawal dari ketertarikan pemilik yang melihat

    Penduduk di sekitanya yang suda berhasi membangun penangkaran walet,dan

    hasilnya pun sangat menjanjikan untuk masa depan, sehingga pemilik

    berkeinginan membangun juga penangkaran walet. lokasi yang di tempati pun

    sangat strategis untuk membangun penangkaran walet, karena dekat dari laut dan

    gunung untuk pakan walet. Adapun jenis walet yang di budidayakan CV. Amri

    adalah walet sarang puti.

  • 21

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1. Karakteristik Tempat Penangkaran Burung Walet

    Tempat penangkaran burung walet di Desa Binanga Karaeng Kecamatan

    Lembang letaknya berjauhan karena masih kurang yang membuat tempat

    penangkaran burung walet. Pada tempat peangkaran CV Nur.Mullu Keadaan

    kondisi suhu dan kelembapan tempat penangkaran burung walet dapat dilihat pada

    tabel 1 berikut:

    Tabel 1: Kondisi Suhu dan Kelembaban Penangkaran Burung Walet

    No Hari Suhu (°C) Dalam ruangan

    Kelembapan (%) Dalam

    ruangan

    Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam

    1

    CV

    M.Nur

    mullu

    1 27,0 29,4 28,3 80,0 89,0 87,0

    2 28,4 29,6 28,1 85,0 88,0 89,0

    3 27,9 28,7 28,9 82,0 99,0 90,0

    4 27,2 28,3 28,1 82,0 87,0 82,0

    Rata-rata 27,6 29,0 28,4 82,3 90,8 87,0

    2

    CV

    Ullah

    Said

    1 28,2 29,2 29,7 81,0 86,0 87,0

    2 27,5 28,6 27,1 88,0 97,0 81,0

    3 28,4 29,6 27,9 88,0 83,0 89,0

    4 28,8 29,7 28,6 87,0 81,0 88,0

    Rata-rata 28,2 29,3 28,3 86,0 86,8 86,3

    3

    CV

    Amri

    1 29,3 30,1 29,7 99,0 83,0 86,0

    2 29,0 30,0 28,0 99,0 84,0 89,0

    3 28,7 29,9 28,1 87,0 93,0 85,0

    4 29,2 30,1 28,1 81,0 83,0 82,0

    Rata-rata 29,0 30,0 28,5 91,5 85,8 85,5

    Sumber : Data Primer Yang diolah, 2019

    Tabel 1 menunjukkan tentang kondisi suhu rata-rata dan kelembaban

    dalam ruangan. Penangkaran burung walet CV Muhammad Nur Mullu yaitu, pada

    pagi hari suhu dalam ruangan dengan rata-rata 27,6°C, karena pada saat

  • 22

    pengambilan di waktu subuh sehingga mendapatkan suhu rendah, dan kelembaban

    dalam ruangan 82,3%. Kemudian siang hari suhu dalam ruangan 29°C dengan

    kelembaban 90,8%. Malam hari suhu rata-rata dalam ruangan 28,4°C dan

    kelembaban dalam ruangan 87%. Pada tempat penangkaran yang ke 2 yaitu, CV

    Ulla Said waktu pagi hari memiliki suhu dalam ruangan dengan rata-rata 28,23°C

    dan kelembaban 86%, dan siang hari suhu rata-rata dalam ruangan 29°C,

    kelembaban rata-rata dalam ruangan 86,78%. Sedangkan pada malam hari suhu

    rata-rata dalam ruangan 28,31°C kemudian kelembaban dalam ruangan rata-rata

    86,25%. Kemudian pada tempat penangkaran ke 3 yaitu, CV Amri memiliki suhu

    rata-rata dalam ruangan 29,05° dan kelembaban dalam ruangan dengan rata-rata

    91,5%, pada siang hari suhu dalam ruangan 30,03°C dan kelembaban dalam

    ruangan 85,75%, sedangkan pada malam hari suhu dalam ruangan memiliki rata-

    rata 30,03°C dan rata-rata kelembaban dalam ruangan 85,5%. Suhu di dalam

    ketiga pemilik tempat penangkaran walet tersebut memiiliki suhu yang tidak ideal

    karena pada saat pengambilan suhu musim kemarau, idealnya suhu yang sesuai

    untuk penangkaran burung walet adalah sekitar 27°C sampai 29°C dan suhu

    tersebut sebaiknya stabil sampai 24 jam. Kelembaban yang ideal untuk kehidupan

    walet berkisar 80% sampai 95%. Inti dari rumah walet yang ideal adalah adanya

    keseimbangan antara suhu dan kelembaban. Namun pada suhu yang rendah

    kelembaban belum tentu terlalu tinggi, oleh karena itu kita harus dapat

    menyeimbangkan antara keduanya dengan baik (Nazaruddin, 2002).

  • 23

    Burung walet dapat berkembang biak dengan baik dan mampu beradaptasi

    dengan suasana kota karena burung walet memiliki indra pendengaran yang

    kurang baik dan toleransi yang tinggi terhadap aktivitas manusia (Mardiastuti et

    al. 1998). Ukuran penangkaran walet dapat dilihat pada tabel 2 berikut

    Tabel 2. Ukuran dan Bagian-bagian Penangkaran Burung Walet

    No Nama

    Luas

    penangkaran

    (meter)

    Jumlah

    lantai

    Dinding

    penangkaran

    Jumlah

    lubang

    masuk

    (Buah)

    Ukuran

    lubang

    masuk

    (cm²)

    Sirip

    (m)

    Jumlah

    kolam

    Jumlah

    lubang

    udara

    1 CV

    Ulla 15 x 4,30x 3 3

    Batu bata

    merah 1 50x30 4 2 68

    2 CV

    Karim

    15 x 4,20 x

    2,50 2

    Batu bata

    merah 2 50x30 4 2 50

    3 CV

    Amri 8 x 6 x 3 2

    Batu bata

    batako 2 50x40 4 1 10

    30x20

    Sumber data setelah diolah, 2019

    Tabel 2 menunjukkan berapa luas penangkaran burung walet. Ukuran

    rumah burung walet dari yang terbesar sampai terkecil secara berurutan adalah

    penangkaran burung walet CV Ullah (Panjang 15 x Lebar 4,30 x Tinggi 3)m²

    dengan jumlah 3 lantai, memiliki dinding yang terbuat dari batu bata merah,

    jumlah lubang masuk walet hanya 1 dan memiliki ukuran 50 x 30cm, sirip

    memiliki panjang 4 meter berfungsi sebagai tempat walet membuat sarang.

    Bahan yang digunakan untuk sirip adalah kayu jati (Tectona grandis) karena kayu

    tersebut dinilai lebih tahan lama dan memiliki kualitas baik (tidak cepat ditumbuhi

    jamur), jumlah kolam yang digunakan hanya 2 kolam air, dan memiliki 68 lubang

    udara, dengan jumlah lantai sebanyak 3 lantai, dan setiap lantai memiliki 27

    lubang udara, Adapun dari penangkaran walet CV Nur Mullu dengan luas

    (Panjang 15 x Lebar 4,20 x Tinggi 2,5)m², dengan jumlah lantai ada 2, dinding

    penangkaran walet tersebut sama halnya dengan CV Ulla menggunakan batu bata

  • 24

    merah, jumlah lubang masuk walet tersebut ada 1 dengan ukuran 50 x 30cm,

    memiliki panjang sirip 4m, 2 kolam dan 50 lubang udara, dan setiap lantai

    memiliki 25 lubang udara.

    Untuk penangkaran walet CV Amri memiliki luas ( Panjang 8 x Lebar 6 x

    Tinggi 3)m². Dengan jumlah lantai ada 2, dinding menggunakan batu bata batako,

    lubang masuk untuk burung walet ada 2 dengan ukuran yang berbeda yang

    pertama dengan ukuran 50 x 40cm terletak di bagian atas depan dan yang kedua

    dengan ukuran 30 x 20cm di bagian atas samping. Panjang sirip 4m, jumlah

    kolam ada 2, dan memiliki lubang udara sebanyak 10 yang terletak bagian depan

    penangkaran walet.

    Tidak ada aturan khusus mengenai luas gedung walet, melainkan ukuran

    gedung walet disesuaikan dengan modal pelaku usaha. Lain hal nya dengan jarak

    antara lantai dengan sirip atau tinggi ruangan sebaiknya tinggi ruangan lebih dari

    2 meter, karena semakin tinggi ruangan akan semakin banyak menampung udara

    yang akan menciptakan suhu udara yang lebih sejuk. Tinggi ruangan mampu

    menampung udara yang cukup. kolam air tidak hanya terdapat pada pertengahan

    melainkan juga pada sisi kiri dan kanan lantai 1, serta terdapat di luar gedung

    (Taufiqurohman, 2002).

    volume air di sekitar gedung dapat membantu menurunkan suhu dan

    melembabkan udara di dalam gedung. Atap yang digunakan di gedung yang

    diamati yaitu atap genting. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga kestabilan

    suhu di dalam gedung, sesuai dengan pernyataan bahwa atap gedung burung

    Walet sebaiknya menggunakan atap genting, karena atap asbes, seng dan atap

  • 25

    beton tidak dapat menjaga kestabilan suhu di dalam gedung. Sirip yang dipasang

    pada plafon gedung berbentuk persegi dengan bahan kayu Meranti. Sirip pada

    gedung Walet sebaiknya berbahan kayu yang tidak mudah terkena jamur, tidak

    beraroma menyengat, tidak mudah lapuk seperti kayu jati, dan harganya

    terjangkau seperti kayu meranti (Nazaruddin dkk, 2008). Menurut pendapat ahli

    tempat, ketiga CV tidak ada yang memenuhi keriteria tempat penangkaran walet.

    Karena CV Ulla, CV Nul Mullu dan CV Amri mennggunakan kayu jati, seng, dan

    kolam hanya setiap lantai saja.

    5.1.1. Jumlah Lantai Pada Penangkaran Burung Walet

    Lantai pada rumah burung walet tersebut, terbuat dari dak beton. Lantai

    yang terbuat dari dak beton sangat awet, tidak menimbulkan getar pada papan

    sirip, tetapi membutuhkan biaya yang tinggi dalam pembuatannya. Lantai satu

    dengan lantai yang lainnya pada rumah burung walet dan di dihubungkan oleh

    tangga dengan bahan yang berbeda. Menggunakan tangga portable yang terbuat

    dari bambu dan kayu yang hanya di gunakan pada saat pengelola memeriksa

    keadaan ruangan. Sedangkan yang memiliki 3 tingkat dapat menggunakan tangga

    permanen yang terbuat dari beton dari lantai satu kelantai dua, kemudian kelantai

    tiga menggunakan tangga yang terbuat dari bambu. Jumlah lantai pada

    penangkaran burung walet dapat di lihat pada Gambar 2.

  • 26

    Gambar 2. Penangkaran burung walet

    5.1.2. Dinding Rumah Burung Walet

    CV Ulla said menggunakan batu bata merah sebagai bahan pembuat

    dinding dengan jumlah 3 lantai, dikarenakan batu bata merah memiliki pori-pori

    sehingga mampu meredam panas, menstabilkan suhu dan kelembaban ruangan.

    CV Nur mullu juga menggunakan batu bata merah dengan jumlah 2 lantai. .

    Sedangkan menggunakan batu bata batako memiliki ukuran yang relatif besar,

    menjadikan pemasangannya lebih mudah dan cepat selesai. Bobotnya juga lebih

    ringan, batu bata batako memiliki sifat kedap air, rentan terhadap keretakan dan

    benturan.

    5.1.3. Pintu Masuk

    Setiap rumah burung walet yang diamati memiliki pintu masuk untuk

    pemiliknya. Pintu masuk pada penangkaran walet dapat dilihat pada Gambar 3.

  • 27

    Gambar 3. Pintu Masuk

    Gambar 3 Pintu masuk pada penangkaran burung walet CV Muh Nur

    Mullu terdapat di dalam rumah, Sehingga ukuran tempat masuk berukuran kecil

    tinggi 40 cm dan lebar 60 cm, dan bagian bawa terdapat kamar tempat tidur.

    Sedangkan pada tempat peangkaran CV Ulla said memiliki pintu masuk lebih

    besar tinggi 2 meter dan lebar 70 cm, dan terletak di bagian luar gedung

    penangkaran, karena gedung terpisa dari tempat tinggal, sedangkan pada Nur

    Mullu yang teletak bagian dalam rumah.

    5.1.4. Sirip dan Tata Letaknya Pada Penangkaran Burung Walet

    Setiap rumah burung walet yang diamati memiliki sirip pada setiap

    penangkaran walet, dapat dilihat pada Gambar 4.

  • 28

    Gambar 4. Sirip Pada Penangkaran Burung Walet

    Langit -langit di dalam rumah burung walet dibuat petak-petak dengan

    dibatasi tembok untuk menempatkan papan-papan sirip. CV Ulla said

    menggunakan jenis kayu jati atau Papan sirip dengan ukuran panjang 4

    meter,lebar 19cm, pada CV M,Nur Mullu memiliki ukuran papan sirip 4 meter

    pada penangkaran dengan lebar papan 18cm sedangakan pada penangkaran CV

    Amri menggunakan jenis kayu jati dan ukuran panjang 4 meter dan lebar 20 cm.

    Papan sirip tersebut berfungsi sebagai tempat peletakan sarang burung walet.

    Bahan yang digunakan untuk sirip adalah kayu jati karena kayu tersebut dinilai

    lebih tahan lama dan memiliki kualitas baik (tidak cepat ditumbuhi jamur), dan

    kayu papan sirip di buat kasar agar sarang walet tidak mudat jatuh, dan

    memudahkan juga wallet bertengker di papan tersebut.

  • 29

    5.1.5. Kolam Air pada Penangkaran Burung Walet

    Kolam air pada tempat penangkaran di buat sebagai tempat bermain walet

    dan membantu untuk menurungkan suhu dalam ruangan Kolam pada tempat

    penangkaran burung dapat dilihat pada Gambar 5.

    Gambar 5. Kolam Air

    Kolam Air pada penangkaran burung walet CV Ulla Said memiliki 2

    kolam air di dalamnya dan bermacam macam ukurannya, kolam air yang terletak

    pada lantai 2 memiliki ukuran panjang 3 meter dan lebar 2 meter dengan

    kedalaman 20 cm, dan lantai 3 ukuran kolam lebih kecil dari lanti dua dengan

    ukuran panjang satu meter dan lebar dua meter, setiap lantai memiliki baskom

    tempat air, setiap lantai 15 buah baskom yang berisikan air 10 liter, kemudian di

    air tersebut di campur dengan kotoran walet, bertujuan membantu menueungkan

    suhu panas dalam ruangan. Pada tempat penangkaran CV Nur Mullu memiliki

    kolam air dengan ukuran panjang 4 meter dan lebar 4 meter terlertak pada lantai 2

    dengan kedalaman 50 cm, dan ukuran kolam air pada lantai dua yaitu, panjang 1

    meter dan lebar 1,5 meter. Sedangkan pada tempat penangkaran CV Amri hanya

    memiliki 1 kolam air yang terletak pada lantai dasar rumah dengan ukuran

    panjang 5 meter dan lebar 4 meter dan kedalaman 15 cm, akan tetapi lantai dua

  • 30

    dan tiga terdapat box ikan yang di isi dengan air, sebagai pengganti kolam air.

    fugsi dari kolam hanya sebagi tempat walet bermain dan membantu menurungkan

    suhu panas dalam ruiangan.

    5.1.6. Lubang Udara

    Sirkulasi udara di dalam rumah burung walet dapat dijaga melalui

    pembuatan lubang-lubang udara. Pada tempat penangkaran walet lubang udara

    dapat di lihat pada Gambar 6.

    Gambar 6. Lubang Udara

    Lubang udara pada rumah burung walet kemudian di tutupi dengan rang

    kawat. Pemasangan ram kawat ini bertujuan untuk menghindari masuknya

    binatang-binatang pengganggu seperti, tikus, kecowa dan tokke. Adapun yang

    menggunakan lubang udara pada penangkaran burung walet terbuat dari pipa L

    yang menghadap ke arah bawah yang terletak pada dinding dalam untuk

    mengurangi cahaya yang masuk. Penambahan pipa L pada lubang udara lebih

    baik digunakan di dalam penangkaran burung walet karena dapat mencegah

    masuknya cahaya matahari secara langsung.

  • 31

    5.1.7. Pemancing Walet

    Usaha budidaya walet bukan merupakan jenis usaha pembudidayaan

    seperti hewan ternak dalam usaha budidaya walet yang dilakukan adalah

    memancing burung walet agar mau masuk dan bersarang ke dalam gedung yang

    telah dibuat. Gedung walet harus dibangun sedemikian rupa sehingga menyerupai

    gua asli yang merupakan habitat asli burung walet. Cara memancing walet agar

    mau masuk kedalam gedung yaitu di lakukan dengan pemancingan walet di

    lakukan dengan kaset suara yang menyerupai suara khas koloni walet. Suara ini

    akan memikat walet untuk datang denga cara di bunyikan setiap hari yakni pada

    06.00-12.00. pemancing walet dapat di liat pada Gambar 7.

    Gambar 7. Pemancing Walet

    5.1.8. Pengabut dan Wadah Air

    Kelembaban yang stabil dalam rumah walet dapat di jaga dengan

    memasangkan alat pengabut. Alat pengeabut berfungsi setiap hari, kurang lebih 1

    jam dalam sehari. Selain itu di gunakan juga wadah air yang diletakkan meyebar

    di setiap lantai wadah berupa ember pelastik yang berisi air. Pergantian air tidak

    harus sering di lakukan, tetapi hanya di tambahkan saat airnya berkurang, dan jika

  • 32

    air dalam wadah sudah terlalu hitam karena kotoran walet maka wadah di

    bersihkan. Pengabut dan wadah air dapat di lihat pada Gambar 8.

    Gambar 8. Pengabut dan Wadah Air

    5.1.9. Lubang Masuk Walet

    Lubang masuk walet adalah tempat keluar masuknya walet dalam setiap

    penangkaran. Adapun lubang masuk walet pada tempat pengkaran, CV Ullah

    memilik 1 lubang masuk walet dengan ukuran 50 cm x 30cm, sedangkan pada

    tempat penangkaran CV Nur Mullu dan CV Amri masing-masing memiliki 2

    lubang dengan ukuran berbeda-beda. Lubang masuk tempat penangkaran walet

    dapat di lihat pada gambar 9 berikut:

  • 33

    Gambar 9 Lubang Masuk Walet

    5.2. Teknik Pemanenan Sarang Burung Walet

    Pada teknik pemanenan sarang burung walet yang di lakukan pada CV

    Ulla said, CV Nur Mullu dan CV Amri, dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

    Tabel. 3 Teknik Pemanenan

    Nomor Nama Teknik Pemanenan

    1 CV Ulla Said Tetasan

    2 CV M Nur Mullu Tetasan

    3 CV Amri Tetasan

    Sumber data setelah diolah, 2019

    Proses pemanenan sarang burung walet CV Ulla, CV Nur Mullu, dan CV

    Amri menggunakan teknik pemanenan yang sama, yaitu teknik tetasan, alasan

    mereka menggunakan terknik tersebut bertujuan untuk meningkatkan populasi

    burung walet yang ada di dalam penangkaran. Tetasan atau penetasan adalah tidak

    memanen sarang yang terdapat telur dalamnya, telur yang terdapat di dalam

    sarang tersebut dibiarkan hingga menetas sampai anakan dapat terbang. Alat yang

  • 34

    di gunakan untuk memanen pada CV Ulla Said, CV M Nur Mullu, dan CV Amri

    dapat dilihat pada Gambar 10.

    Gambar 10. Alat Pemanenan Sarang Burung Walet

    Pada CV Nur Mullu telah melakukan 5 kali pemanenan sarang burung

    walet pemanenan pertama dengan jumlah 15 sarang, pemanenan kedua 30 sarang

    dan pemanenan ketiga yaitu 45 sarang, pemanenan ke 4 59 sarang, dan

    pemanenan ke 5 80 sarang. Alat-alat yang di gunakan pada proses pemanenan

    yaitu, senter, pisau dan kape. Kemudian pada proses pemanenan alat yang di

    gunakan adalah kape, karena alat ini sangat tipis dan ujungnya tajam sehingga

    memudahkan untuk melepaskan sarang walet dari papan sirip, dan alat yang

    kedua yang di gunakan adalah senter kepala, alat ini di gunakan agar

    memudahkan pada proses pemanenan karena di dalam tempat

    penangkaran walet gelap.

    5.2.1. Proses Pemanenan Sarang Walet

    Pemanenan yang di laukan pada pukul 9 pagi karena pada saat itu walet

    akan keluar mencari makan, pada saat itulah kesempatan untuk memanen sarang

    walet, dan akan kembali ke tempat penangkaran jam 4 sore proses pemanenan

    dapat dilihat pada gambar 11 berikut.

  • 35

    Gambar 11. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet

    dengan cara mencungkil di setiap ujung sarang walet kemudian langka

    selanjutnya mencungkil bagian tenga agar sarang walet terlepas dari siripnya, cara

    ini di lakukan agar sarang walet tidak pecah. Setelah panen, bekas sarang walet di

    semprotkan parfum Cyperkiller 25 wp agar walet mau bersarang kembali.CV Nur

    Mullu telah melakukan pemanenan sebanyak 5 kali karena uisa penangkaran 3

    tahun, tempat CV Ulla Said telah melakukan pemanenan 1 kali karena uisa

    poenangkaran berumur 2 tahun, sedangkan pada tempat peangkaran CV Amri

    belum pernah melakukan pemanenan di karnakan usia penangkaran walet kurang

    lebih 1 tahun.

  • 36

    VI. PENUTUP

    6.1. KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan:

    1. Karakteriatik tempat penangkaran walat di Desa Binanga Karaeng

    Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang memiliki ukuran penangkaran

    yang beragam. Luas penangkaran pada, CV Ullah Said yaitu 64,05m²

    dengan Panjang 15 meter dan Lebar 4,30, (PxL) dan Tinggi 3 meter, CV M

    Nur Mullu 63m² dengan panjang 15 meter dan Lebar 4,20 meter (PxL)

    dengan Tinggi 2,50 meter, 48m² dan untuk penangkaran walet CV Amri

    memiliki luas Panjang 8 meter dan Lebar 6 meter (PxL) dengan Tinggi

    3meter . suhu terendah 27,0°C dan suhu tertinggi 30,1°C, dan kelembaban

    terenda 81% dan kelembaban tertinggi adalah 99%.

    2. Teknik pemanenan walet di Desa Binanga Karaeng Kecamatan Lembang

    Kabupaten Pinrang, di lakukan dengan teknik tetasan di mana pemanenan

    sarang di lakukan ketika burung anakan walet bisa terbang.

    6.2. SARAN

    Mengingat masi kurangrnya populasi walet pada Desa Binanga karaeng di

    karnakan masi kurangnya tempat penankaran walet sehingga populasi walet masi

    krang, yang megankibatkan sarang walet butuh waktu yang lama baru bisa panen.

    Dan suhu dalam penangkaran masi tinggi.

  • 37

    DAFTAR PUSTAKA

    Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan, Kanius Yogyakarta.

    Adiwibawa, E. 2002. Pengelolaan Rumah Walet, Jakarta: Kanisius.

    Hakim, A. 2011. Karakterisik Lingkungan Rumah dan Produksi Sarang Burung

    Walet (Collocalia fuciphaga), Jawa Barat.

    Mardiastuti, A., Y. A. Mulyani, J. Sugarjito, L. N. Ginonga, I. Maryanto, A.

    Nugraha dan Ismail.1998. Teknik pengusahaan Burung Walet rumah,

    pemanenan sarang, dan penanganan pasca panen. Laporan Riset

    Unggulan Terpadu IV.

    Marzuki, A.,Kuntjoro, S.,Hanim,M.,Widyastuti, Y. 2008. Meningkatkan Produksi

    Sarang Walet Berazaz Kelestarian. Jakarta: Penebar Swadaya.

    Mulia, H.2010. Cara Jitu Memikat Walet. Jakarta: Agromedia Pustaka.

    Nazzarudin dan A. Widodo. 2008. Sukses Merumahkan Walet. Jakarta. Penebar

    Swadaya

    Peraturan Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-II/2007. Tentang Hasil Hutan

    Bukan Kayu. Jakarta.

    Peraturan Menteri Kehutanan No.21/Menhut-II, 2009), Kriteria dan Indikator

    Penetapan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta.

    Salekat, 2009. Keunggulan Kandungan Sarang Burung Walet dan Berkhasiat

    Sebagai Obat.

    Soehartono, T, Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia.

    Jakarta : Japan International Cooperation Agency (JICA).

    Taufiqurohman. 2002. Meningkatkan Populasi Burung Walet atau Seriti di

    Rumah Burung Walet yang Belum Berproduksi di Desa Pasarean

    Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Jurusan Ilmu Produksi Ternak.

    Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

  • 38

    Lampiran

    Dokumentasi Tempat Penangkaran Burung Walet

  • 39

  • 40

  • 41

  • 42

  • 43

  • 44

  • 45

    Surat Izin Penelitian

  • 46

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Sinjai tanggal 01 Juli 1997 dari Ayah

    Amang dan Ibu Manika. Penulis merupakan anak pertama

    dari dua bersaudara.

    Pendidikan formal yang dilalui adalah SDN 77 Balangtieng lulus pada tahun

    2009, SMPN 1 Sinjai Borong lulus pada tahun 2012, MA Darul Hikmah Tosiba

    dan lulus pada tahun 2015 dan pada tahun yang sama lulus seleksi perguruan

    tinggi di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas

    Muhammadiyah Makassar. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah,

    menjabat menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa Kehutanan (HMK), pernah

    magang di Soppeng KPH Walanae dan Kuliah Kerja Profesi di Desa Mattabulu

    Kabupaten Soppeng, penulis juga aktif di organda Himpunan Pemuda Pelajar

    Mahasiswa Sinjai (HIPPMAS)

    Tugas akhir perkuliahan diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul

    “Karakteristik Tempat Penangkaran dan Teknik Pemanenan Sarang Burung Walet

    Putih (Collocaliae Fuciphaga) di Desa Binanga Karaeng Kecamatan Lembang

    Kabupaten Pinrang”.

    smpul .pdf (p.1-14)bab 1 dana Final.pdf (p.15-60)