80
BAB I PENDAHULUAN Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting, baik untuk Indonesia maupun lingkup internasional. Di Indonesia, karet merupakan salah satu hasil pertanian yang terpenting karena banyak menunjang perekonomian negara. Sampai tahun 1992 ada tiga negara yang menguasai pasaran karet dunia yaitu Indonesia, Thailand, serta malaysia. Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah ini. Karet tak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik negara yang memiliki areal ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat. Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Lahan karet di Indonesia sebenarnya merupakan salah satu lahan terluas di dunia untuk produksi karet. Namun, keadaan alam yang baik ini tidak di imbangi dengan produktivitas yang memuaskan. Bahkan di pasaran internasional karet di Indonesia merupakan karet yang bermutu rendah. Sedangkan Malaysia dan terutama Thailand memiliki produktivitas karet yang baik dengan 1

Karet PRODUKSI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karet PRODUKSI

BAB I

PENDAHULUAN

Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting, baik

untuk Indonesia maupun lingkup internasional. Di Indonesia, karet merupakan

salah satu hasil pertanian yang terpenting karena banyak menunjang

perekonomian negara. Sampai tahun 1992 ada tiga negara yang menguasai

pasaran karet dunia yaitu Indonesia, Thailand, serta malaysia. Tanaman karet

memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak

penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah ini. Karet

tak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik negara yang

memiliki areal ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat.

Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk

pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan.

Lahan karet di Indonesia sebenarnya merupakan salah satu lahan terluas di dunia

untuk produksi karet. Namun, keadaan alam yang baik ini tidak di imbangi

dengan produktivitas yang memuaskan. Bahkan di pasaran internasional karet di

Indonesia merupakan karet yang bermutu rendah. Sedangkan Malaysia dan

terutama Thailand memiliki produktivitas karet yang baik dengan muutu yang

terjaga. Sehingga negara-negara tersebut mampu menguasai pasaran karet

internasional sedangkan Indonesia menjadi bayang-bayang keduanya.

Langkah efektif guna memperbaiki produktivitas tanaman karet dapat

dilakukan dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap

komoditi karet dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan

pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun karet

dapat di usahakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa

memberikan modal bagi petani atau pekebun swasta untuk membiayai

pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif.

Karet alam memiliki banyak kegunaan, diantaranya adalah sebagai bahan

baku barang atau peralatan. Peralatan yang membutuhkan bahan berupa karet

alam antara lain adalah ban mobil, peralatan kendaraan, pembungkus kawat listrik

1

Page 2: Karet PRODUKSI

dan telepon, sepatu, alat kedokteran, beberapa peralatan rumah tangga dan kantor,

alat-alat olah raga, ebonit, dan aspal. Dengan demikian, berarti karet memiliki

pengaruh besar terhadap bidang transportasi, komunikasi, industri, pendidikan,

kesehatan, hiburan, dan banyak bidang lain yang vital bagi kehidupan manusia.

Sehingga komoditas karet dapat dikatakan bagian penting dalam kehidupan

masyarakat khususnya Indonesia. Jadi baiknya produktivitas tanaman karet dijaga

dengan baik serta memberikan perhatian lebih terhadap mutu karet. Sehingga

karet Indonesia dapat bersaing dengan baik di pasaran Internasional mengingat

Indonesia menjadi salah satu produsen karet terbesar di dunia.

2

Page 3: Karet PRODUKSI

BAB II

PEMBAHASAN

A. Profil Karet

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan

(dikenal sebagai latex) yang diperoleh dari getah beberapa jenis tumbuhan pohon

karet, tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Secara umum karet mempunyai

sifat elastis, flexibel, liat dan beberapa ada yang kedap udara/kedap air.

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup

besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya

tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun

karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring kearah

utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks.

Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang

tangkai daun utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10cm dan pada

ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada

sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung

meruncing yang tepinya rata dan gundul. Biji karet terdapat dalam setiap ruang

buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang.

Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-

bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet

merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang

tumbuh tinggi dan besar.

Hevea brasiliensis Muell. Arg

Nama umum Indonesia : Karet

Gambar 1. Pohon Karet

3

Page 4: Karet PRODUKSI

Adapun klasifikasi tanaman karet adalah :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Superdivisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhanberbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/ dikotil)

Subkelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis Muell. Arg

B. Jenis / Varietas Budidaya Tanaman Karet

Pada dasarnya karet digolongkan menjadi dua, yaitu karet alam dan karet

sintetik.

1. Karet Alam

Karet alam ialah jenis karet pertama yang ditemukan oleh manusia.

Setelah penemuan proses vulkanisasi yang membuat sifat karet menjadi tidak

terpengaruh suhu, maka karet mulai digemari untuk digunakan, seperti sol

sepatu dan telapak ban. Salah satu sifat karet alam yang sampai saat ini sulit

disaingi oleh sintetik ialah kepegasan pantul yang baik sekali, sehingga heat

build up yang dihasilkan juga rendah, dan sifat ini sangat diperlukan untuk

barang jadi karet (vulkanisat) yang kerjanya mengalami hentakan berulang-

ulang, contok aplikasinya ialah ban truk dan ban pesawat terbang, tetapi karet

alam mempunyai kelemahan yang mengakibatkan mulai digemarinnya

penggunaan keret sintetik, yaitu kurang tahan terhadap panas dan minyak.

2. Karet Sintetik

Dimulai dari berakhirnya perang dunia kedua, karet sintetis berkembang

lebih pesat dengan lebih banyak jenis-jenisnya. saat ini telah ada belasan jenis

karet sintetik dengan berbagai karakteristiknya, dan terus bertambah.

Sebelum perang dunia kedua, hanya karet alam yang tersedia. Sehingga boleh

4

Page 5: Karet PRODUKSI

dikatakan bahwa untuk keperluan teknik (engineering) tidak ada pilihan lain

selain menggunakan karet alam. Sejalan dengan digunakannya karet alam

untuk berbagai keperluan, maka mulai ditemukan kelemahan-kelemahan karet

alam yang menyebabkan para ilmuwan berusaha keras untuk menciptakan

jenis-jenis karet sintetik tertentu untuk menggantikan karet alam, antara lain :

a. SBR dengan berbagai variasinya

b. IR dengan berbagai variasinya

c. NBR dengan berbagai variasinya

d. EPDM dengan berbagai variasinya

e. Neoprene dengan berbagai variasinya

f. Butyl dengan berbagai variasinya

g. Hypalon dengan berbagai variasinya

Seiring dengan perkembangan penelitian dan pengembangan tanaman

karet khususnya bidang pemuliaan tanaman, maka telah diciptakan banyak

klon yang tujuannnya adalah untuk meningkatkan produktivitas tanaman.

Perlu dipahami bahwa tidak ada klon yang sesuai untuk semua lokasi, setiap

klon memiliki sifat unggul di satu lokasi namun kurang optimal di lokasi

lainnya, dengan kata lain satu klon akan tumbuh dan berproduksi optimal pada

agroekosistem yang sesuai dengan sifat-sifatnya.

Pusat Penelitian Karet telah mengidentifikasi klon-klon menurut

potensinya. Pengelompokan ini berdasarkan potensi lateks yang dapat

dihasilkan dan juga potensi kayu bila ditebang nanti. Jenis-jenis klon yang

dimaksud adalah:

a. Klon Penghasil lateks

Klon-klon yang tergolong dalam kelompok ini memiliki potensi hasil

lateks tinggi sampai sangat tinggi, sedangkan potensi kayunya kecil

sampai sedang. Klon-klon ini sangat cocok ditanam jika tujuannya adalah

untuk mendapatkan produksi lateks yang tinggi, biasa digunakan oleh

perusahaan-perusahan besar yang beorientasi pada hasil lateks untuk

keperluan pabriknya. Contoh klon-klon dalam golongan ini adalah: BPM

24, BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB 217, PB 260.

5

Page 6: Karet PRODUKSI

b. Klon Penghasil Lateks-Kayu

Kelompok ini dicirikan dengan potensi hasil lateks yang sedang

sampai tinggi dan hasil kayunya juga tinggi. Klon-klon jenis ini sangat

dianjurkan untuk petani karena selain untuk mendaptkan produksi lateks

yang tinggi juga dapat diambil kayunya untuk biaya peremajaan.

Perusahaan-perusahaan yang mengembangkan perkebunan karet

berbasis HTI atau Hutan Tanaman Rakyat juga sangat tertarik dengan

klon-klon ini, beberapa contoh klon yang tergolong dalam kelompok ini

adalah: AVROS 2037, BPM 1, RRIC 100, PB 330, PB 340, IRR 5, IRR

32, IRR 39, IRR 42, IRR 112, IRR 118.

c. Klon Penghasil Kayu

Ciri dari kelompok ini adalah potensi kayunya yang sangat tinggi

sedangkan potensi lateksnya rendah. Biasanya klon-klon jenis ini tumbuh

tinggi-besar sehingga potensi kayunya sangat tinggi. Klon-klon ini bisa

menjadi pilihan jika tujuan penanamannya untuk penghijauan dan untuk

diambil kayunya. Contohnya adalah: IRR 70, IRR 71, IRR 72, IRR 78.

Dengan adanya pengelompokan klon tersebut, pengguna/pekebun dapat

memilih jenis klon sesuai tujuannya.

C. Teknologi Budidaya Karet

Untuk membangun kebun karet diperlukan manajemen dan teknologi

budidaya tanaman karet yang mencakup, kegiatan sebagai berikut :

1. Syarat tumbuh tanaman karet

2. Klon-klon karet rekomendasi

3. Bahan tanam/bibit

4. Persiapan tanam dan penanaman

5. Pemeliharaan tanaman: pengendalian gulma, pemupukan dan

pengendalian penyakit

6. Penyadapan/panen

6

Page 7: Karet PRODUKSI

1. Syarat tumbuh tanaman karet

Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi

iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media

tumbuhnya.

a. Iklim

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150

LS dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat

sehingga memulai produksinya juga terlambat.

b. Curah hujan

Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm

sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150

HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi

akan berkurang.

c. Tinggi tempat

Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah

dengan ketinggian 200 meter dari permukaan laut. Ketinggian lebih dari

600 meter dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet.

Suhu optimal diperlukan berkisar antara 250C sampai 350C.

d. Angin

Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik

untuk penanaman karet.

e. Tanah

Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih

mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya.

Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat

tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah

dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat

sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan

tua, bahkan pada tanah gambut kurang dari 2 meter. Tanah vulkanis

mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum,

kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara

7

Page 8: Karet PRODUKSI

umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial

biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan

aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi

tidak sesuai pada pH < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok

untuk tanaman karet pada umumnya antara lain :

a) Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan

cadas,

b) Aerase dan drainase cukup,

c) Tekstur tanah remah, poros dan dapat menahan air,

d) Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir,

e) Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm,

f) Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara

mikro,

g) Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5,

h) Kemiringan tanah < 16% dan,

i) Permukaan air tanah < 100 cm.

2. Klon-klon karet rekomendasi

Harga karet alam yang membaik saat ini harus dijadikan momentum yang

mampu mendorong percepatan pembenahan dan peremajaan karet yang

kurang produktif dengan menggunakan klon-klon unggul dan perbaikan

teknologi budidaya lainnya. Pemerintah telah menetapkan sasaran

pengembangan produksi karet alam Indonesia sebesar 3 - 4 juta ton/tahun

pada tahun 2025. Sasaran produksi tersebut hanya dapat dicapai apabila

minimal 85% areal kebun karet (rakyat) yang saat ini kurang produktif

berhasil diremajakan dengan menggunakan klon karet unggul. Kegiatan

pemuliaan karet di Indonesia telah banyak menghasilkan klon-klon karet

unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu.

Pada Loka karya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005, telah

direkomendasikan klon-klon unggul baru generasi-4 untuk periode tahun 2006

– 2010, yaitu klon: IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan

IRR 118. Klon IRR 42 dan IRR 112 akan diajukan pelepasannya sedangkan

8

Page 9: Karet PRODUKSI

klon IRR lainnya sudah dilepas secara resmi. Klon-klon tersebut menunjukkan

produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi, tetapi memiliki

variasi karakter agronomi dan sifat-sifat sekunder lainnya. Oleh karena itu

pengguna harus memilih dengan cermat klon-klon yang sesuai agroekologi

wilayah pengembangan dan jenis-jenis produk karet yang akan dihasilkan.

Klon-klon lama yang sudah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 255, PR

261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107,

BPM 109, PB 260, RRIC 100 masih memungkinkan untuk dikembangkan,

tetapi harus dilakukan secara hati-hati baik dalam penempatan lokasi maupun

sistem pengelolaannya. Klon GT 1 dan RRIM 600 di berbagai lokasi

dilaporkan mengalami gangguan penyakit daun Colletotrichum dan

Corynespora. Sedangkan klon BPM 1, PR 255, PR 261 memiliki masalah

dengan mutu lateks sehingga pemanfaatan lateksnya terbatas hanya cocok

untuk jenis produk karet tertentu. Klon PB 260 sangat peka terhadap

kekeringan alur sadap dan gangguan angin dan kemarau panjang, karena itu

pengelolaanya harus dilakukan secara tepat. Potensi produksi lateks beberapa

klon anjuran yang sudah dilepas disajikan pada Grafik 1.

Produksi (Kg/Ha/Th)

Grafik 1. Produksi Lateks Beberapa Klon Anjuran (***, ** dan * adalah

ratarata produksi 15, 10, dan 5 tahun sadap)

9

Page 10: Karet PRODUKSI

3. Bahan tanam/bibit

Hal yang paling penting dalam penanaman karet adalah bibit/bahan tanam,

dalam hal ini bahan tanam yang baik adalah yang berasal dari tanaman karet

okulasi. Persiapan bahan tanam dilakuka paling tidak 1,5 tahun sebelum

penanaman. Dalam hal bahan tanam ada tiga komponen yang perlu disiapkan,

yaitu: batang bawah (root stoct), entres/batang atas (budwood), dan okulasi

(grafting) pada penyiapan bahan tanam.

Persiapan batang bawah merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh

bahan tanam yang mempunyai perakaran kuat dan daya serap hara yang baik.

Untuk mencapai kondisi tersebut, diperlukan pembangunan pembibitan batang

bawah yang memenuhi syarat teknis yang mencakup persiapan tanah

pembibitan, penanganan benih, perkecambahan, penanaman kecambah, serta

usaha pemeliharaan tanaman di pembibitan. Untuk mendapatkan bahan tanam

hasil okulasi yang baik diperlukan entres yang baik, Pada dasarnya mata

okulasi dapat diambil dari dua sumber, yaitu berupa entres cabang dari kebun

produksi atau entres dari kebun entres. Dari dua macam sumber mata okulasi

ini sebaiknya dipilih entres dari kebun entres murni, karena entres cabang

akan menghasilkan tanaman yang pertumbuhannya tidak seragam dan

keberhasilan okulasinya rendah.

Okulasi merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman yang dilakukan

dengan menempelkan mata entres dari satu tanaman ke tanaman sejenis

dengan tujuan mendapatkan sifat yang unggul. Dari hasil okulasi akan

diperoleh bahan tanam karet unggul berupa stum mata tidur, stum mini, bibit

dalam polibeg, atau stum tinggi. Untuk tanaman karet, mata entres ini yang

merupakan bagian atas dari tanaman dan dicirikan oleh klon yang digunakan

sebagai batang atasnya. Penanaman bibit tanaman karet harus tepat waktu

untuk menghindari tingginya angka kematian di lapang. Waktu tanam yang

sesuai adalah pada musim hujan. Selain itu perlu disiapkan tenaga kerja untuk

kegiatan-kegiatan untuk pembuatan lubang tanam, pembongkaran,

pengangkutan, dan penanaman bibit. Bibit yang sudah dibongkar sebaiknya

10

Page 11: Karet PRODUKSI

segera ditanam dan tenggang waktu yang diperbolehkan paling lambat satu

malam setelah pembongkaran.

4. Persiapan tanam dan penanaman

Dalam pelaksanaan penanaman tanaman karet diperlukan berbagai

langkah yang dilakukan secara sistematis mulai dari pembukaan lahan sampai

dengan penanaman.

a. Pembukaan lahan (Land Clearing)

Lahan tempat tumbuh tanaman karet harus bersih dari sisa-sisa

tumbuhan hasil tebas tebang, sehingga jadwal pembukaan lahan harus

disesuaikan dengan jadwal penanaman. Kegiatan pembukaan lahan ini

meliputi : pembabatan semak belukar, penebangan pohon, perecanaan dan

pemangkasan, pendongkelan akar kayu, penumpukan dan pembersihan.

Seiring dengan pembukaan lahan ini dilakukan penataan lahan dalam

blok-blok, penataan jalan-jalan kebun, dan penataan saluran drainase

dalam perkebunan.

a) Penataan blok-blok

Lahan kebun dipetak-petak menurut satuan terkecil dan ditata ke

dalam blok-blok berukuran 10 -20 ha, setiap beberapa blok disatukan

menjadi satu hamparan yang mempunyai waktu tanam yang relatif

sama.

b) Penataan Jalan-jalan

Jaringan jalan harus ditata dan dilaksanakan pada waktu

pembangunan tanaman baru (tahun 0) dan dikaitkan dengan penataan

lahan ke dalam blokblok tanaman. Pembangunan jalan di areal datar

dan berbukit dengan pedoman dapat menjangkau setiap areal terkecil,

dengan jarak pikul maksimal sejauh 200 m. Sedapat mungkin seluruh

jaringan ditumpukkan/ disambungkan, sehingga secara keseluruhan

merupakan suatu pola jaringan jalan yang efektif. Lebar jalan

disesuaikan dengan jenis/kelas jalan dan alat angkut yang akan

digunakan.

11

Page 12: Karet PRODUKSI

c) Penataan Saluran Drainase

Setelah pemancangan jarak tanam selesai, maka pembuatan dan

penataan saluran drainase (field drain) dilaksanakan. Luas penampang

disesuaikan dengan curah hujan pada satuan waktu tertentu, dan

mempertimbangkan faktor peresapan dan penguapan. Seluruh

kelebihan air pada field drain dialirkan pada parit-parit penampungan

untuk selanjutnya dialirkan ke saluran pembuangan (outlet drain).

b. Persiapan Lahan Penanaman

Dalam mempersiapkan lahan pertanaman karet juga diperlukan

pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin

kualitas lahan yang sesuai dengan persyaratan. Beberapa diantara langkah

tersebut antara lain :

a) Pemberantasan Alang-alang dan Gulma lainnya

Pada lahan yang telah selesai tebas tebang dan lahan lain yang

mempunyai vegetasi alang-alang, dilakukan pemberantasan alang-

alang dengan menggunakan bahan kimia antara lain Round up, Scoup,

Dowpon atau Dalapon. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan

pemberantasan gulma lainnya, baik secara kimia maupun secara

mekanis.

b) Pengolahan Tanah

Dengan tujuan efisiensi biaya, pengolahan lahan untuk pertanaman

karet dapat dilaksanakan dengan sistem minimum tillage, yakni dengan

membuat larikan antara barisan satu meter dengan cara mencangkul

selebar 20 cm. Namun demikian, pengolahan tanah secara mekanis

untuk lahan tertentu dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga

kelestarian dan kesuburan tanah.

c) Pembuatan teras/Petakan dan Benteng/Piket

Pada areal lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 50

diperlukan pembuatan teras/petakan dengan sistem kontur dan

kemiringan ke dalam sekitar 150. Hal ini dimaksudkan untuk

menghambat kemungkinan terjadi erosi oleh air hujan. Lebar teras

12

Page 13: Karet PRODUKSI

berkisar antara 1,25 sampai 1,50 cm, tergantung pada derajat

kemiringan lahan. Untuk setiap 6 - 10 pohon (tergantung derajat

kemiringan tanah) dibuat benteng/piket dengan tujuan mencegah erosi

pada permukaan petakan.

d) Pengajiran

Pada dasarnya pemancangan air adalah untuk menerai tempat

lubang tanaman dengan ketentuan jarak tanaman sebagai berikut :

i. Pada areal lahan yang relatif datar / landai (kemiringan antara

00 - 80) jarak tanam adalah 7 m x 3 m (= 476 lubang/hektar)

berbentuk barisan lurus mengikuti arah Timur - Barat berjarak

7 m dan arah Utara - Selatan berjarak 3 m (lihat Gambar 2).

Gambar 2. Cara Pengajiran pada Lahan Datar

ii. Pada areal lahan bergelombang atau berbukit (kemiringan 8% -

15%) jarak tanam 8 m x 2, 5 m (=500 lubang/ha) pada teras-

teras yang diatur bersambung setiap 1,25 m (penanaman secara

kontur), lihat Gambar 3. Bahan ajir dapat menggunakan

potongan bambu tipis dengan ukuran 20 cm – 30 cm. Pada

setiap titik pemancangan ajir tersebut merupakan tempat

penggalian lubang untuk tanaman.

13

Page 14: Karet PRODUKSI

Gambar 3. Cara Pengajiran Menurut Kontur

e) Pembuatan Lubang Tanam

Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60 cm x 60 cm bagian atas ,

dan 40 cm x 40 cm bagian dasar dengan kedalaman 60 cm. Pada waktu

melubang, tanah bagian atas (top soil) diletakkan di sebelah kiri dan

tanah bagian bawah (sub soil) diletakkan di sebelah kanan (Gambar 4).

Lubang tanaman dibiarkan selama 1 bulan sebelum bibit karet

ditanam.

f) Penanaman Kacangan Penutup Tanah (Legume cover crops =

LCC)

Penanaman kacangan penutup tanah ini dilakukan sebelum bibit karet

mulai ditanam dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan erosi,

memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah, mengurangi pengupan air,

serta untuk membatasi pertumbuhan gulma.

Gambar 4. Pembuatan Lubang Tanam.

Komposisi LCC untuk setiap hektar lahan adalah 4 kg. Pueraria

javanica, 6 kg Colopogonium mucunoides, dan 4 kg Centrosema

pubescens, yang dicampur ke dalam 5 kg Rock Phosphate (RP)

sebagai media. Selain itu juga dianjurkan untuk menyisipkan

Colopogonium caerulem yang tahan naungan (shade resistence) ex biji

14

Page 15: Karet PRODUKSI

atau ex steck dalam polibag kecil sebanyak 1.000 bibit/ha. Tanaman

kacangan dipelihara dengan melakukan penyiangan, dan pemupukan

dengan 200 kg RP per hektar, dengan cara menyebar rata di atas

tanaman kacangan.

c. Seleksi dan Penanaman Bibit

a) Seleksi bibit

Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit

untuk memperoleh bahan tanam yang memeliki sifat-sifat umum yang

baik antara lain : berproduksi tinggi, responsif terhadap stimulasi hasil,

resitensi terhadap serangan hama dan penyakit daun dan kulit, serta

pemulihan luka kulit yang baik. Beberapa syarat yang harus dipenuhi

bibit siap tanam adalah antara lain :

i. Bibit karet di polybag yang sudah berpayung dua.

ii. Mata okulasi benar-benar baik dan telah mulai bertunas

iii. Akar tunggang tumbuh baik dan mempunyai akar lateral

iv. Bebas dari penyakit jamur akar (Jamur Akar Putih).

Kebutuhan bibit, dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah

landai), diperlukan bibit tanaman karet untuk penanaman sebanyak

476 bibit, dan cadangan untuk penyulamansebanyak 47 (10%)

sehingga untuk setiap hektar kebun diperlukan sebanyak 523 batang

bibit karet.

b) Penanaman

Pada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada

musim penghujan yakni antara bulan September sampai Desember

dimana curah hujan sudah cukup banyak, dan hari hujan telah lebih

dari 100 hari. Pada saat penanaman, tanah penutup lubang

dipergunakan top soil yang telah dicampur dengan pupuk RP 100 gram

per lubang, disamping pemupukan dengan urea 50 gram dan SP - 36

sebesar 100 gram sebagai pupuk dasar.

15

Page 16: Karet PRODUKSI

5. Pemeliharaan tanaman: pengendalian gulma, pemupukan dan

pengendalian penyakit

Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet

meliputi pengendalian gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit

tanaman.

a. Pengendalian gulma

Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM)

maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma

seperti alang-alang, Mekania, dan Eupatorium. Sehingga tanaman dapat

tumbuh dengan baik. Untuk mencapai hal tersebut, penyiangan pada tahun

pertama dilakukan berdasarkan umur tanaman seperti berikut:

Tabel 1. Frekuensi Pengendalian Gulma dengan Herbisida berdasarkan

Umur

Umur tanaman(tahun)

Kondsi Tajuk

Aplikasi herbisida LebarPiringan/jalurFrekuensi Waktu

Tanaman belum menghasilkan2 – 3 tahun

4—5 tahun

Tanaman menghasilkan :6 – 8 tahun

9 – 15 tahun

>15 tahun

belum menutup

mulai menutup

sudah menutup

sudah menutup

sudah menutup

3 – 4 kali

2 – 3 kali

2 –3 kali

2 kali

2 kali

Maret, Juni, September, DesemberMaret, September, Juni

Maret, September, JuniMaret, September

Maret, September,

1.5 – 2.0 m

1.5 – 2.0 m

2.0 – 3.0 m

2.0 – 3.0 m

2.0 – 3.0 m

b. Program pemupukan

Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman,

program pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus

dilakukan dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun.

Jadwal pemupukan pada semeseter I, yaitu pada Januari/Februari dan pada

16

Page 17: Karet PRODUKSI

semester II, yaitu Juli/Agustus. Seminggu sebelum pemupukan, gawangan

lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP-36

biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl. Program

dan dosis pemupukan tanaman karet secara umum dapat dilihat pada Tabel

berikut.

Tabel 2. Rekomendasi Umum Pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan

Umur

Umur Tanaman

Urea(g/ph/th)

SP 36(g/ph/th)

KCl(g/ph/th)

Frekuensi pemupukan

Pupul dasar - 125 - -12345

250250250300300

150250250250250

100200200250250

2 kali/th2 kali/th2 kali/th2 kali/th2 kali/th

Tabel 3. Rekomendasi Umum Pemupukan Tanaman Menghasilkan

Umur Tanaman

Urea(g/ph/th)

SP 36(g/ph/th)

KCl(g/ph/th)

Frekuensi pemupukan

6 – 1516 – 25>25 sampai 2 tahun sebelum peremajaan

350300200

260190

-

300250150

2 kali/th2 kali/th2 kali/th

Sementara itu untuk tanaman kacangan penutup tanah, diberikan

pupuk RP sebanyak 200 kg/ha, yang pemberiannya dapat dilanjutkan

sampai dengan tahun ke-2 (TBM-2) apabila pertumbuhannya kurang baik.

c. Pemberantasan Penyakit Tanaman

Penyakit karet sering menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan

karet. Kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya berupa kehilangan hasil

akibat kerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan dalam upaya

pengendaliannya. Oleh karena itu langkah-langkah pengendalian secara

terpadu dan efisien guna memperkecil kerugian akibat penyakit tersebut

17

Page 18: Karet PRODUKSI

perlu dilakukan. Lebih 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan di

perkebunan karet. Penyakit tersebut dapat digolongkan berdasarkan nilai

kerugian ekonomis yang ditimbulkannya. Penyakit tanaman karet yang

umum ditemukan pada perkebunan adalah :

a) Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus)

Penyakit akar putih disebabkan oleh jamur Rigidoporus

microporus (Rigidoporus lignosus). Penyakit ini mengakibatkan

kerusakan pada akar tanaman. Gejala pada daun terlihat pucat kuning

dan tepi atau ujung daun terlipat ke dalam. Kemudian daun gugur dan

ujung ranting menjadi mati. Ada kalanya terbentuk daun muda, atau

bunga dan buah lebih awal. Pada perakaran tanaman sakit tampak

benang-benang jamur berwarna putih dan agak tebal (rizomorf). Jamur

kadang-kadang membentuk badan buah mirip topi berwarna jingga

kekuning-kuningan pada pangkal akar tanaman. Pada serangan berat,

akar tanaman menjadi busuk sehingga tanaman mudah tumbang dan

mati. Kematian tanaman sering merambat pada tanaman tetangganya.

Penularan jamur biasanya berlangsung melalui kontak akar tanaman

sehat ke tunggultunggul, sisa akar tanaman atau perakaran tanaman

sakit. Penyakit akar putih sering dijumpai pada tanaman karet umur 1-

5 tahun terutama pada pertanaman yang bersemak, banyak tunggul

atau sisa akar tanaman dan pada tanah gembur atau berpasir.

Pengobatan tanaman sakit sebaiknya dilakukan pada waktu serangan

dini untuk mendapatkan keberhasilan pengobatan dan mengurangi

resiko kematian tanaman. Bila pengobatan dilakukan pada waktu

serangan lanjut maka keberhasilan pengobatan hanya mencapai di

bawah 80%. Cara penggunaan dan jenis fungisida anjuran yang

dianjurkan adalah :

18

Page 19: Karet PRODUKSI

i. Pengolesan : Calixin CP, Fomac 2, Ingro Pasta 20 PA dan Shell

CP.

ii. Penyiraman : Alto 100 SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC,

Bayleton 250 EC, Calixin 750 EC, Sumiate 12,5 WP dan

Vectra 100 SC.

iii. Penaburan : Anjap P, Biotri P, Bayfidan 3 G, Belerang dan

Triko SP+

b) Kekeringan Alur Sadap (Tapping Panel Dryness, Brown Bast)

Penyakit kekeringan alur sadap mengakibatkan kekeringan alur

sadap sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak

mematikan tanaman. Penyakit ini disebabkan oleh penyadapan yang

terlalu sering, terlebih jika disertai dengan penggunaan bahan

perangsang lateks ethepon. Adanya kekeringan alur sadap mula-mula

ditandai dengan tidak mengalirnya lateks pada sebagian alur sadap.

Kemudian dalam beberapa minggu saja keseluruhan alur sadap ini

kering tidak mengeluarkan lateks. Bagian yang kering akan berubah

warnanya menjadi cokelat karena pada bagian ini terbentuk gum

(blendok). Kekeringan kulit tersebut dapat meluas ke kulit lainnya

yang seumur, tetapi tidak meluas dari kulit perawan ke kulit pulihan

atau sebaliknya. Gejala lain yangditimbulkan penyakit ini adalah

terjadinya pecah-pecah pada kulit dan pembengkakan atau tonjolan

pada batang tanaman. Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan:

Menghindari penyadapan yang terlalu sering dan mengurangi

pemakaian Ethepon terutama pada klon yang rentan terhadap kering

alur sadap, yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB 330, PR 261 dan RRIC

100. Bila terjadi penurunan kadar karet kering yang terus menerus

pada lateks yang dipungut serta peningkatan jumlah pohon yang

terkena kering alur sadap sampai 10% pada seluruh areal, maka

penyadapan diturunkan intensitasnya dari 1/2S d/2 menjadi 1/2S d/3

atau 1/2S d/4, dan penggunaan Ethepon dikurangi atau dihentikan

19

Page 20: Karet PRODUKSI

untuk mencegah agar pohon-pohon lainnya tidak mengalami kering

alur sadap.

Pengerokan kulit yang kering sampai batas 3-4 mm dari kambium

dengan memakai pisau sadap atau alat pengerok. Kulit yang dikerok

dioles dengan bahan perangsang pertumbuhan kulit NoBB atau Antico

F-96 sekali satu bulan dengan 3 ulangan. Pengolesan NoBB harus

diikuti dengan penyemprotan pestisida Matador 25 EC pada bagian

yang dioles sekali seminggu untuk mencegah masuknya kumbang

penggerek. Penyadapan dapat dilanjutkan di bawah kulit yang kering

atau di panel lainnya yang sehat dengan intensitas rendah (1/2S d/3

atau 1/2S d/4). Hindari penggunaan Ethepon pada pohon yang kena

kekeringan alur sadap. Pohon yang mengalami kekeringan alur sadap

perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit.

6. Penyadapan/panen

Produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan

tanah dan pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik

dan manajemen penyadapan. Apabila ketiga kriteria tersebut dapat terpenuhi,

maka diharapkan tanaman karet pada umur 5 - 6 tahun telah memenuhi

kriteria matang sadap. Kriteria matang sadap antara lain apabila keliling lilit

batang pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah telah mencapai

minimum 45 cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria

tersebut, maka areal pertanaman sudah siap dipanen.

a. Tinggi bukaan sadap

Tinggi bukaan sadap, baik dengan sistem sadapan ke bawah (Down

ward tapping system, DTS) maupun sistem sadap ke atas (Upward tapping

system, UTS) adalah 130 cm diukur dari permukaan tanah.

b. Waktu bukaan sadap

Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu, pada permulaan

musim hujan (Juni) dan permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan

Oktober). Oleh karena itu, tidak secara otomatis tanaman yang sudah

20

Page 21: Karet PRODUKSI

matang sadap lalu langsung disadap, tetapi harus menunggu waktu

tersebut di atas tiba.

c. Kemiringan irisan sadap

Secara umum, permulaan sadapan dimulai dengan sudut kemiringan

irisan sadapan sebesar 400 dari garis horizontal. Pada sistem sadapan

bawah, besar sudut irisan akan semakin mengecil hingga 300 bila

mendekati "kaki gajah" (pertautan bekas okulasi). Pada sistem sadapan ke

atas, sudut irisan akan semakin membesar.

d. Peralihan tanaman dari TMB ke TM

Secara teoritis, apabila didukung dengan kondisi pertumbuhan yang

sehat dan baik, tanaman karet telah memenuhi kriteria matang sadap pada

umur 5 – 6 tahun. Dengan mengacu pada patokan tersebut, berarti mulai

pada umur 6 tahun tanaman karet dapat dikatakan telah merupakan

tanaman menghasilkan atau TM.

e. Sistem sadap

Dewasa ini sistem sadap telah berkembang dengan mengkombinasikan

intensitas sadap rendah disertai stimulasi Ethrel selama siklus penyadap.

Untuk karet rakyat, mengingat kondisi sosial ekonomi petani, maka

dianjurkan menggunakan sistem sadap konvensional seperti pada tabel

berikut :

Tabel 4. Bagan Penyadapan Tanaman Karet

Tanaman Umur Sistem SedapJangka Waktu

(tahun)BidangSadap

Remaja 0 – 5 - - -Taruna 6 – 7 s/2 d/3 67% 2 A

8 – 10 s/2 d/2 100% 3 ADewasa 11 – 15 s/2 d/2 100% 4 B

16 – 20 s/2 d/2 100% 4 A’Setengah tua 21 – 28 2 s/2 d/3 133% 8 B’ + AHTua 29 – 30 2 s/2 d/3 133% 4 A” + BH

Catatan: Tanaman karet diremajakan pada umur 31 tahun

Keterangan :

A = Kulit Murnni Bidang A

B = Kulit Murnni Bidang B

A = Kulit Pulihan pertama A

21

A” = Kulit Pulihan kedua A

B’ = Kulit Pulihan pertama B

AH = Kulit Murni atas A

BH = Kulit Murni atas B

Page 22: Karet PRODUKSI

f. Estimasi Produksi

Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu tertentu

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain klon karet yang digunakan,

kesesuaian lahan dan agroklimatologi, pemeliharaan tanaman belum

menghasilkan, sistem dan manajemen sadap, dan lainnya. Dengan asumsi

bahwa pengelolaan kebun plasma dapat memenuhi seluruh kriteria yang

dengan dikemukakan dalam kultur teknis karet diatas, maka estimasi

produksi dapat dilakukan dengan mengacu pada standar produksi yang

dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan setempat atau Balai Penelitian

Perkebunan yang bersangkutan. Karena produksi kebun karet adalah

lateks, maka estimasi produksi per hektar per tahun dikonversikan ke

dalam satuan getah karet basah seperti pada Tabel berikut :

Tabel 5. Proyeksi Produksi Karet Kering dan Estimasi Produksi Lateks

Tahun Estimasi produksi KKK (ton/ha)

Estimasi produksi Lateks (liter/ha)Umur (Th) Sadap

6789101112131415161718192021222324252627282930

12345678910111213141516171819202122232425

5001.1501.4001.6001.7501.8502.2002.3002.3502.3002.1502.1002.0001.9001.8001.6501.5501.4501.4001.3501.2001.0001.150850800

2.0004.6005.6006.4007.0007.4008.8009.2009.4009.2008.6008.4008.0007.6007.2006.6006.2005.8005.6005.4004.8004.6004.0003.4003.200

22

Page 23: Karet PRODUKSI

D. Potensi Karet Di Indonesia

1. Wilayah Potensi (Industri Pengolahan Karet)

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi

didalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama

20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton

pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 2.0 juta ton pada

tahun 2005. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada semester pertama tahun

2006 mencapai US$ 2.0 milyar, dan diperkirakan nilai ekspor karet pada tahun

2006 akan mencapai US $ 4,2 milyar (Kompas, 2006).

Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk

pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan.

Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha

yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan

perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta

8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun

2005 mencapai 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi

dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian

milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan

karet.

Gambar 5. Wilayah Potensial Industri Pengolahan Karet

(Sumber: BKPM)

23

Page 24: Karet PRODUKSI

2. Jumlah Pelaku Usaha

Dengan adanya penyebaran lahan‐lahan penanaman pohon karet hampir di

seluruh propinsi yang ada di Indonesia saat ini akan membantu dalam

pemenuhan kebutuhan karet alami dan pemenuhan industri pengolahan hasil

dari pengolahan pohon karet dan ini membuka peluang kepada investor untuk

menanamkan modalnya di perkebunan karet.

Gambar 6. Jumlah Pelaku Usaha Komoditi Karet di Tiap Daerah

3. Perkembangan Karet Indonesia

Perkembangan pasar karet alam dalam kurun waktu tiga tahun terakhir

relative kondusif bagi produsen, yang ditunjukan oleh tingkat harga yang

relatif tinggi. Hal tersebut dikarenakan permintaan yang terus meningkat,

terutama dari China, India, Brazil dan negara-negara yang mempunyai

pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Asia‐Pasifik. Menurut IRSG, dalam

studi Rubber diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan karet alam dalam

dua dekade ke depan.

Untuk mengantisipasi kekurangan karet alam yang akan terjadi, diperlukan

suatu inovasi baru dari hasil industri karet dengan mengembangkan nilai

tambah yang bisa di peroleh dari produk karet itu sendiri. Nilai tambah produk

24

Page 25: Karet PRODUKSI

karet dapat diperoleh melalui pengembangan industri hilir dan pemanfaatan

kayu karet sebagai bahan baku industri kayu.

Menunjuk dari pohon industri berbasis karet. Terlihat bahwa cukup

banyak ragam produk yang dapat dihasilkan dari karet, namun sampai saat ini

potensi kayu karet tua belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan

kayu karet merupakan peluang baru untuk meningkatkan margin keuntungan

dalam industri karet.

Pada saat tidak hanya getah karet saja yang diminati oleh konsumen tetapi

kayu karet sebenarnya juga banyak diminati oleh konsumen baik dari dalam

negeri maupun luar negeri, karena warnanya yang cerah dan coraknya seperti

kayu ramin. Di samping itu, kayu karet juga merupakan salah satu kayu tropis

yang memenuhi persyaratan ekolabeling karena komoditi ini dibudidayakan

(renewable) dengan kegunaan yang cukup luas, yaitu sebagai bahan baku

perabotan rumah tangga, particle board, parquet, MDF (Medium Density

Fibreboard) dan lain sebagainya. Oleh karena itu, industri karet pada saat ini

bukan hanya berorientasi untuk produksi getah karet tetapi juga untuk

produksi biji dan kayu karet.

Hasil utama dari pohon karet adalah lateks yang dapat

dijual/diperdagangkan oleh masyarakat berupa latek segar, slab/koagulasi

ataupun sit asap/sit angin. Selajutnya produk tersebut sebagai bahan baku

pabrik Crumb Rubber/Karet Remah yang menghasilkan bahan baku untuk

berbagai industri hilir seperti ban, sepatu karet, sarung tangan, dan lain

sebagainya.

Hasil sampingan dari pohon karet adalah kayu karet yang dapat berasal

dari kegiatan rehabilitasi kebun ataupun peremajaan kebun karet tua/tidak

menghasilkan lateks lagi. Umumnya kayu karet yang diperjual belikan adalah

dari peremajaan kebun karet yang tua yang dikaitkan dengan penanaman karet

baru lagi. Kayu karet dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan rumah,

kayu api, arang, ataupun kayu gergajian untuk alat rumah tangga (furniture).

Pemanfaatan kayu karet dari kegiatan peremajaan kebun karet tua dapat

dilaksanakan bersamaan atau terkait dengan program penanaman tanaman

25

Page 26: Karet PRODUKSI

hutan seperti sengon atau akasia sebagai bahan pulp/pembuat kertas. Areal

tanam menggunakan lahan kebun yang diremajakan dan atau lahan‐lahan

milik petani serta lahan‐lahan kritis sekitar pemukiman.

Sebagai salah satu komoditi industri, produksi karet sangat tergantung

pada teknologi dan manajemen yang diterapkan dalam sistem dan proses

produksinya. Produk industri karet perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar

yang senantiasa berubah. Status industri karet Indonesia akan berubah dari

pemasok bahan mentah menjadi pemasok barang jadi atau setengah jadi yang

bernilai tambah lebih tinggi dengan melakukan pengolahan lebih lanjut dari

hasil karet. Kesemuanya ini memerlukan dukungan teknologi industri yang

lengkap, yang diperoleh melalui kegiatan penelitian dan pengembangan

teknologi yang dibutuhkan. Indonesia dalam hal ini telah memiliki lembaga

penelitian karet yang menyediakan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi di

bidang perkaretan.

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di

dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia beberapa

tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dengan begitu

pendapatan devisa dari komoditi ini menunjukan hasil yang bagus.

Grafik 2 Ekspor Karet Indonesia

26

Page 27: Karet PRODUKSI

Grafik 3 Impor Karet Indonesia

27

Page 28: Karet PRODUKSI

E. Pasca Panen Karet

1. Pengolahan Kayu Karet

Dalam produk hasil kayu karet dibedakan antara yang berbentuk

gelondong (log) dan yang berupa limbah, baik limbah penebangan maupun

limbah pengolahan. Gelondong (log) adalah bagian dari batang yang

berdiameter 20 cm ke atas, dengan pertimbangan bahwa bagian tersebut dapat

digunakan untuk kayu gergajian. Pengolahan kayu karet berupa gelondong

hingga saat ini digunakan untuk kayu gergajian dan kayu lapis, sedangkan dari

limbahnya dibuat papan partikel, papan serat atau pulp, dan arang.

a. Kayu Karet Berbentuk Gelondong (Log)

a) Kayu Gergajian

Rendemen dari kayu gergajian menjadi produk gergajian kayu

sekitar 50% (termasuk penyusutan selama dikeringkan). Penggunaan

yang umum dari kayu gergajian adalah untuk komponen mebel dan

konstruksi bangunan. Produk peralatan kayu karet dapat dibuat secara

knock down ataupun completed knock down untuk pasar Eropa dan

Amerika, misalnya untuk dining set, folding chair racking, lounge bed

room, dan garden set. Selain itu kayu karet dapat juga digunakan untuk

moulding (bentuk profil seperti pigura dan lisplank). Berbagai alat

rumah tangga dapat dibuat dengan berbagai corak dan design, seperti

dinding penyekat dan jelusi jendela, parquet block (lantai).

b) Kayu Lapis

Kayu karet dapat dikupas menjadi venir dalam keadaan dingin.

Tripleks dari kayu karet yang direkat dengan perekat urea formaldehyde

(UF) dan diberi ekstender 20 persen ternyata mempunyai sifat keteguhan

rekat yang memenuhi persyaratan standar Indonesia, standar Jepang, dan

standar Jerman. Hal ini berarti sifat perekat kayu karet adalah baik,

karena tidak semua jenis kayu dapat memenuhi syarat keteguhan rekat

ketiga standar tersebut. Dari 26 jenis kayu yang pernah dicoba, hanya 92

persen yang memenuhi syarat standar Jepang, 58 persen memenuhi

syarat standar Jerman, dan 46 persen memenuhi syarat standar

28

Page 29: Karet PRODUKSI

Indonesia. Karena diameter kayu karet relatif kecil, doloknya relatif

pendek, dan pengurangan diameter dolok (taper) relatif besar, maka

kayu karet kurang sesuai untuk bahan kayu lapis berupa panel. Produk

kayu lapis untuk rumah tangga digunakan untuk komponen pintu dan

jendela, meja, tangga, dan kursi. Sedangkan untuk bahan bangunan

berupa block dan pilar.

b. Kayu Karet Berupa Limbah

a) Papan Partikel

Pada prinsipnya semua jenis kayu dapat dibuat menjadi papan

partikel. Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan adalah berat

jenisnya. Papan partikel berkerapatan sedang mempunyai berat jenis

antara 0.59-0.80. Apabila berat jenisnya kurang dari 0.59 termasuk

berkerapatan rendah, dan di atas 0.80 termasuk berkerapatan tinggi.

Penggunaan papan partikel dari kayu karet lebih sesuai untuk bahan

mebel daripada untuk bahan bangunan karena keawetannya relatif

rendah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keawetannya biasanya

ditambahkan bahan pengawet yang jumlahnya sekitar 0.5 persen dari

berat papan partikel. Pada saat ini papan partikel yang umum digunakan

adalah yang sudah dilapisi dengan kertas beraneka corak.

b) Papan Serat

Kayu karet dapat juga dibuat menjadi papan serat. Kayu karet dibuat

serpih dan diolah menjadi pulp dengan proses soda panas terbuka

(proses semi kimia soda panas) kemudian dikempa menjadi papan serat.

Rendemen pulp berkisar antara 65-80 persen (berdasarkan bobot). Hasil

papan serat dari kayu karet mempunyai sifat keteguhan lentur dan tarik

yang memenuhi persyaratan standar Inggris, tetapi sifat penyerapan air

dan pengembangan tebalnya belum memenuhi syarat. Hal ini dapat

diperbaiki dengan memberikan bahan tambahan ramuan kayu jenis yang

lain.

29

Page 30: Karet PRODUKSI

c) Papan Semen

Tidak semua jenis kayu baik untuk papan semen karena adanya zat

ekstraktif yang dapat menghambat pengerasan semen. Untuk bahan

papan semen sebenarnya kayu karet termasuk jelek. Sifat jelek pada

kayu karet dapat diperbaiki dengan cara mengurangi zat ekstraktif

melalui perendaman dalam air. Salah satu jenis dari papan semen adalah

papan wol kayu.

d) Arang

Kualitas jenis kayu untuk arang ada hubungannya dengan nilai

bakarnya. Nilai bakar ini berhubungan pula dengan berat jenis kayu.

Kayu yang mempunyai berat jenis 0.60-0.75 termasuk ke dalam kelas III

atau baik. Makin tinggi berat jenis kayu, makin keras arang yang

dihasilkan, dan makin tinggi rendemen arangnya, makin tinggi kadar

karbon terikatnya, dan makin rendah zat menguapnya. Berdasarkan hal

tersebut diperkirakan kayu karet mempunyai rendemen sekitar 31 %,

kadar karbon terikat 79 %, dan kadar zat menguap19 %. Persyaratan

arang kayu komersial, kadar karbon terikat 74-81 %, dan kadar zat

menguap 18–22 %. Dengan demikian, arang kayu karet termasuk ke

dalam arang kayu komersial dan sesuai untuk dibuat menjadi arang aktif.

Arang kayu karet cocok digunakan sebagai arang metalurgi untuk

peleburan bijih besi. Persyaratan arang metalurgi menurut FAO, kadar

karbon terikat 60–80 %, zat menguap 15-26 %, dan abu 3-10 %.

Berdasarkan percobaan di laboratorium, arang aktif dari kayu karet dapat

dibuat dengan hasil yang lebih baik bila memakai aktivator. Penggunaan

arang aktif antara lain sebagai pemurni dalam industri bahan makanan,

bahan kimia, dan farmasi.

c. Permasalahan Dalam Pemanfaatan Kayu Karet

Secara nasional pemanfaatan kayu karet sebagai bahan industri kayu di

Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara penghasil karet

seperti Thailand, Malaysia, dan India. Penggunaan kayu karet di India

mencapai 96 persen, Thailand 83 persen, dan Malaysia 62 persen, sedangkan

30

Page 31: Karet PRODUKSI

Indonesia hanya 27 persen dari potensi kayu karet yang ada. Di tingkat

daerah kayu karet belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena beberapa

hal, antara lain:

a) Sebagian besar lokasi kebun karet rakyat tradisional terletak di

wilayah yang tidak mempunyai akses jalan. Untuk mengeluarkan kayu

dari kebun ke pabrik diperlukan biaya yang cukup besar, sehingga

penjualan kayu karet menjadi tidak ekonomis. Pada kondisi ini kayu

karet hanya digunakan sebagai kayu bakar oleh petani. Kayu karet

mempunyai nilai ekonomis apabila lokasi kebun mempunyai akses jalan

yang bisa dilewati oleh truk dan tidak terlalu jauh dari pabrik, sehingga

biaya transpor masih cukup memadai.

b) Rendemen yang rendah juga merupakan masalah dalam

pemanfaatan kayu karet, hal ini disebabkan diameter kayu karet yang

kecil karena bahan tanam yang digunakan sebagian masih berasal dari

seedling dan rusaknya bidang sadap akibat penyadapan sampai ke bagian

kayu, sehingga pada bagian ini menimbulkan bercak atau ring yang tentu

saja tidak dapat dimanfaatkan untuk jenis kayu olahan.

c) Suplai kayu karet terbatas pada musim-musim tertentu yaitu pada

saat musim pembukaan lahan. Pada saat itu persediaan kayu karet cukup

banyak sehingga tidak dapat ditampung oleh pabrik karena kapasitas

pabrik yang terbatas, sedangkan kayu karet setelah ditebang tidak dapat

disimpan lama. Sebaliknya, di luar musim peremajaan ketersediaan kayu

karet terbatas sehingga kapasitas terpasang pabrik menjadi tidak

terpenuhi.

d) Tidak semua sentra karet di tingkat kabupaten memiliki industri

pengolahan kayu karet, akibatnya jarak antara lokasi kebun dengan

pabrik relatif jauh sehingga kayu karet menjadi tidak ekonomis.

d. Upaya Untuk Meningkatkan Pemanfaatan Kayu Karet

Untuk meningkatkan pemanfaatan kayu karet di masa datang agar dapat

berperan dalam memenuhi kebutuhan kayu baik untuk dalam negeri maupun

31

Page 32: Karet PRODUKSI

untuk di eksport terutama sebagai substitusi kayu alam diperlukan upaya

antara lain:

a) Untuk meningkatkan rendemen kayu karet diupayakan sistem

penyadapan yang baik dan benar sehingga tidak mengenai kayu. Di

samping itu diupayakan penggunaan bahan tanam unggul baru yang

memiliki produksi tinggi baik dari segi lateks maupun kayunya. Pada

akhir tahun 2001 telah ditetapkan pengelompokan bahan tanam anjuran

berdasarkan hasil akhir yang diharapkan, yaitu sebagai penghasil lateks,

penghasil lateks-kayu, dan penghasil kayu. Sebagai penghasil lateks

adalah klon BPM 1, BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB 217, PB 260, PR

255, dan PR 261. Sebagai penghasil lateks-kayu adalah AVROS 2037,

BPM 1, IRR 5, IRR 21, IRR 39, IRR 42, IRR 118, PB 330, dan RRIC

100. Sedangkan penghasil kayu terdiri atas klon IRR 70, IRR 71, IRR

72, dan IRR 78 (Lokakarya Nasional Pemuliaan Karet, 2001).

b) Dalam penanaman ulang diharapkan petani dapat menanam kebun karet

dalam satu hamparan sehingga pada saat peremajaan lebih memudahkan

dalam pengelolaan atau pemanfaatan kayunya.

c) Seperti kebanyakan komoditas pertanian, perkebunan karet terutama

karet rakyat terletak di pedalaman dan arealnya yang kurang

terkonsolidasi, serta prasarana jalan yang kurang memadai, sehingga

kayu karet tidak memiliki nilai ekonomis. Hal ini bisa dilihat dari

beragamnya penerimaan petani dari penjualan kayu karet di daerah

Sumatera Selatan, yaitu mulai dari Rp 750 ribu sampai Rp 3 juta per

hektar, dan ada juga yang tidak dapat terjual. Perbedaan penerimaan

pendapatan petani antara lain adanya perbedaan jarak angkut dan kondisi

jalan dari lokasi petani ke pabrik pengolahan kayu karet.

d) Sebelum membangun industri pengolahan kayu karet diperlukan

identifikasi potensi kayu karet di wilayah sekitarnya, sehingga kapasitas

terpasang pabrik dapat terpenuhi dari bahan baku yang tersedia di sekitar

pabrik. dapat terpenuhi dari bahan baku yang tersedia di sekitar pabrik.

32

Page 33: Karet PRODUKSI

e) Diperlukan dukungan pemerintah dalam memanfaatkan kayu karet

misalnya melalui kemudahan perizinan untuk pengolahan kayu karet.

2. Peralatan Pengolahan Karet

Dalam pengolahan karet, digunakan beberapa jenis mesin, antara lain:

a. Mesin Penggilingan

Dalam pengolahan karet jenis sheet dan crepe biasanya digunakan

mesin penggilingan. Dikalangan pengolahan lateks, mesin ini sering

disebut baterai sheet. Baterai sheet ada yang terdiri dan 4, 5, atau 6

gilingan beroda dua.  Baterai sheet yang merniliki 4 gilingan beroda   dua

contohnya adalah merek Cadet. Sedangkan yang memiliki 5 dan 6 gilingan

beroda dua masing-masing contohnya adalah merek Aristo dan Six in One.

Kapasitas setiap jenis baterai sheet berbeda dan tergantung pada ketebalan

sheet yang akan dibuat mesin penggilingan untuk crepe dikenal dengan

nama baterai crepe. Jumlah gilingan beroda dua yang ada biasanya 3, 4,

atau 5 gilingan. Baterai crepe dengan 3 gilingan beroda dua biasanya

kurang memberikan hasil gilingan yang memuaskan, yang paling baik

adalah baterai crepe dengan 5 gilingan.

Selama proses penggilingan, mesin-mesin berjalan terus menerus.

Pada gilingan terakhir selalu terdapat patron yang disebut printer yang

berbentuk spiral. Patron berfungsi  memperbesar permukaan sheet serta

bisa mempercepat jalannya pengeringan.

33

Page 34: Karet PRODUKSI

Gambar 7. Mesin penggilingan

b. Tangki/Bejana Koagulasi

Tangki yang banyak dipakai pada era sebelum Perang Dunia II terbuat

dan arnit atau ebonit, sesudahnya digunakan tangki yang terbuat dari

aluminium. Ukuran tangki yang digunakan biasanya 10 x 3 x 16 feet.

Tangki yang berukuran besar ini disekat lagi menjadi 76 atau 91 ruang

yang lebih kecil. Untuk menyekat digunakan pelat-pelat aluminium.

Gambar 8. Tangki/bejana koagulasi

34

Page 35: Karet PRODUKSI

c. Rumah Pengeringan

Pada pembuatan crepe, rumah pengeringan mutlak dibutuhkan. Tinggi

ruangan biasanya tidak lebih dari 6 meter. Di dalam rumah pengeringan,

biasanya terdapat gantar-gantar dari kayu jati dengan tebal 4 – 5 cm untuk

menggantungkan karet crepe yang akan dikeringkan. Cara pemanasan

yang paling digunakan adalah thermosifon. Thermosifon adalah

pemanasan dengan air panas serta menggunakan uap air bertekanan rendah

(5 – 7 hari). Bila tanpa pemanasan, waktu yang dibutuhkan berkisar 2 – 4

minggu.

d. Rumah Pengasapan

Rumah pengasapan digunakan dalam pembuatan karet sheet. Suhu

harus dipertahankan sehingga praktis stabil, ventilasinya dapat diatur

sesuai kebutuhan, serta penambahan asap dan pemanasan dapat terjamin.

Jumlah ruang pengasapan dan pengeringan yang diperlukan berhubungan

dengan waktu pengeringan. Ini berkaitan dengan ketebalan sheet yang

akan dibuat. Misalnya waktu pengeringan 5 — 5,5 hari, maka ruang yang

dibutuhkan adalah 6 buah. Namun, bila produksi harian tinggi dan setiap

hari membutuhkan lebih dan satu ruangan, maka jumlah ruangan yang

diperlukan dikalikan jumlah ruangan yang dipakai per hari. Karet tidak

boleh dicampur aduk dalam satu ruangan karena hasil karet dari hari yang

tidak sama tidak boleh digabungkan.Selain alat-alat yang telah disebutkan

di atas, sebenarnya masih ada beberapa alat yang banyak digunakan dalam

pengolahan karet, seperti alat penyaring, gunting/pemotong, meja sortasi,

pengepres, pengepak, dan lain-lain.

3. Pengolahan Lateks Karet

Pengolahan karet memiliki posisi yang cukup penting dalam rangkaian

agribisnis karet. Pengolahan karet menentukan nilai tambah yang akan

diperoleh. Hasil sadapan yang baik, apabila tidak diolah dengan optimal akan

mendapatkan harga yang rendah. Oleh karena itu, pengolahan karet harus

diperhatikan dengan baik sehingga diperoleh hasil olahan karet yang bermutu

dan berharga jual tinggi.

35

Page 36: Karet PRODUKSI

Setelah lateks hasil sadapan terkumpul seluruhnya, selanjutnya lateks dari

tangki penerimaan/pengumpulan yang berada di lokasi tempat pengumpulan

hasil di kebun, kemudian diangkut dengan tangki pengangkut ke pabrik.

Tangki pengangkut ada yang ditarik dengan traktor, dan ada pula yang

terpasang pada truk-truk tangki. Dalam pengangkutan lateks ke pabrik harus

dijaga agar lateks tidak terlalu tergoncang dan terlalu kepanasan karena dapat

berakibat terjadinya prakoagulasi di dalam tangki. Dalam keadaan tertentu,

lateks dalam tangki tersebut perlu diberi obat anti koagulan.

Sarana angkutan yang digunakan untuk pengangkutan lateks dari kebun ke

pabrik adalah truk tangki dengan kapasitas biasanya antara 2.000 sampai

3.000 liter. Tangki dibuat dari bahan alumunium dan dirancang sedemikian

rupa sehingga mudah dipasang dan dilepas dari alat penarik (truk/taktor) dan

dengan mudah dibersihkan. Jumlah truk yang diperlukan tergantung dari

tingkat produksi lateks yang dihasilkan per hari.

Sedapat mungkin harus diusahakan semua lateks dapat diangkut ke pabrik

pusat agar dapat dilakukan pencampuran lateks dari semua bagian kebun

dalam satu atau beberapa bak pencampur di pabrik, sehingga dapat diharapkan

hasil yang seragam. Jika keadaan tempat memaksa untuk dilakukan koagulasi

di kebun, jumlah lateks yang dikoagulasi sedapat mungkin harus dibatasi.\

Prasarana jalan yang digunakan untuk pengangkutan lateks dari kebun

harus cukup baik. Hal ini untuk menghindari terjadinya goncangan-goncangan

selama pengangkutan yang dapat meningkatkan proses prakoagulasi. Oleh

karena itu TPH biasanya diletakkan/berada di pinggir-pinggir jalan produksi.

Setelah proses pemindahan lateks dari kebun ke pabrik selesai, getah dapat

diproses melalui beberapa cara yang umum. Di sini akan diuraikan proses

pembuatan Ribbed Smoked Sheet (RSS) yang sangat populer sampai tahun

1960-an, dan masih terus dilakukan sampai saat ini. Lateks yang akan diolah

menjadi smoked sheet hendaknya diencerkan terlebih dahulu hingga kadarnya

mencapai 15%. Pengenceran ini bertujuan untuk menjaga agar kadar karet

karing (KKK) lateks sewaktu diolah dapat dipertahankan selalu tetap.

Kotoran-kotoran yang terdapat dalam lateks akan mengapung atau memisah

36

Page 37: Karet PRODUKSI

sewatku dilakukan proses pengenceran. Lateks yang diencerkan juga lebih

mudah disaring. Selain itu, pengenceran bertujuan untuk mengeluarkan

gelembung-gelembung gas yang ada. Apabila gelembung-gelembung gas

tidak dikeluarkan maka hasil smoked sheet-nya akan jelek dan bergelembung-

gelembung besar.

Setelah dilakukan proses pengenceran, maka selanjutnya dapat dilakukan

proses pembekuan. Pada pabrik pengolahan kecil, lateks dibekukan dengan

menambahkan sedikit asam, dan dicetak pada wadah berbentuk kotak. Hasil

pembekuan akan semakin keras bila kadar karet kering bahan lateks yang

digunakan semakin tinggi. Tingkat kekerasan koagulum yang terjadi

tergantung juga pada lamanya pembuatan serta jumlah asam yang

ditambahkan. Semakin lama pembekuan terjadi, semakin keras koagulumnya.

Begitu juga semakin besar jumlah asamnya, koagulum pun akan bertambah

keras. Hasil pembekuan yang baik adalah tidak terlalu keras dan tidak terlalu

lembek, kekerasan sedang. Apalagi hasil pembekuan terlalu keras maka

pengerjaannya menjadi lebih susah. Gilingan yang digunakan akan

membutuhkan energi listrik yang lebih banyak. Berbeda dengan hasil

pembekuan yang terlalu keras, hasil pembekuan yang lembek mudah sekali

rusak atau robek sewaktu dilakukan penggilingan. Sewaktu di asap dan

dikeringkan juga ,udah molor atau memanjang. Untuk itu, setiap pabrik

pengolahan perlu menjaga agar tingkat kekerasan karet bisa sesuai.

Larutan asam format 1% adalah bahan yang digunakan untuk

membekukan lateks. Bisa juga digunakan larutan asam asetat atau asam cuka

2%. Pemakaian asam format untuk pembekuan terasa lebih ekonomis karena

biaya produksi pembekuan dengan asam format lebih murah. Pada lateks

kebun yang telah ditambah dengan zat antikoagulan diperlukan jumlah asam

yang lebih banyak. Besarnya penambahan asam tergantung dari zat

antikoagulan yang dipakai. Jumlah asam bisa dikurangi apabila hasil

pembekuan atau koagulum baru digiling keesokan harinya. Penambahan asam

hendaknya merata, tidak menumpuk atau dimasukkan ke satu tempat. Asam

yang ditambahkan di atas permukaan lateks bisa membaurkan lateks dengan

37

Page 38: Karet PRODUKSI

molekul-molekul udara. selanjutnya, lateks kemudian diaduk dengan hati-hati.

Adukan yang kasar bisa menimbulkan gelembung-gelembung yang dapat

mengfurangi mutu smoked sheet yang dihasilkan. Dengan adukan yang

perlahan-lahan, resiko timbulnya gelembung-gelembung dapat dikurangi.

Adukan sebanyak 12 kali sudah cukup. Jumlah adukan ini sama dengan 6 kali

adukan bolak-balik.

Pada permukaan lateks biasanya terdapat busa. Busa ini harus di

singkirkan terlebih dahulu sebelum lateks dibekukan. Gumpalan-gumpalan

bagian karet yang terjadi karena pengaruh prakoagulasi juga harus

disingkirkan. Untuk membersihkan busa dapat digunakan pelat-pelat

aluminium dan untuk membersihkan pengaruh prakoagulasi dapat digunakan

saringan tarik.

Pelat-pelat yang berfungsi sebagai sekat dipasang dalam tangki setelah

semua busa dan pengaruh prokoagulasi disingkirkan. Mulia-mula pelat bagian

tengah dipasang terlebih dahulu. Lantas diikuti pelat pembagi ruang hingga

semua pelat terpasang. Pelat terlebih dahulu dibasahi untuk mencegah

tertutupnya udara dalam koagulum. Bila udara tertutup maka hasil smoked

sheet akan bergelembung-gelembung kecil. Lamanya waktu yang dibutuhkan

untuk pembekuan adalah 2 jam.

Setelah membeku, pada tangki koagulasi ditambahkan air untuk

memudahkan kontraksi. Lateks beku sulit dikeluarkan karena melekat pada

pelat pemisah jika tidak diberi penambahan air. Air juga mencegah terjadinya

oksidasi yang sering menimbulkan noda oksidasi berwarna biru ungu. Larutan

natrium bisulfit 0,5-1 % digunakan untuk mencegah oksidasi bila koagulum

tidak langsung digiling hari itu juga.

Pada pemrosesan selanjutnya, hasil cetakan kemudian dilepas (koagulum).

Koagulum kemudian digiling atau dipres menggunakan roller mill untuk

membuang air yang terkandung di dalamnya dan membentuk koagulum

menjadi lembaran-lembaran karet basah yang disebut ribbed sheet. Dengan

proses penggilingan ini maka sheet akan menjadi lebih tipis dan

permukaannnya menjadi lebih lebar. Sheet dengan ketebalan 3--3,5

38

Page 39: Karet PRODUKSI

mmbiasanya dibuat dengan lebar dan dalam alur patron sekitar 3 mm. Sheet

yang memiliki ketebalan kurang dari 3 mm dibuat dengan lebar dan dalam

alur patron sekitar 2,4 mm. Ketebalan koagulum hasil pembekuan ikut pula

menentukan penggilingan. Koagulum uang lebih tebal dari 3 cm sulit untuk

langsung digiling. Koagulum yang terlalu tebal perlu dilakukan penggilingan

pendahuluan sebelum penggilingan sebenernya.

Dalam prosesnya, kecepatan penggilingan yang terlampau tinggi bisa

merobek lembaran smoked sheet. Sedangkan kecepatan yang terlalu rendah

bisa memperkecil kapasitas baterai sheet yang dipakai. Faktor kecepatan

bukan hal yang bisa diabaikan begitu saja. Setiap tempat pengolahan memiliki

kecepatan optimal yang berbeda.

Selanjutnya, ribbed sheet kemudian dipotong-potong dengan ukuran

tertentu agar mudah digantung pada rak-rak pengasapan. Penggantungan ini

bertujuan untuk mebuang air yang masih terkandung dalam sheet. Air pada

sheet akan menetes dan jatuh terbuang. Jika penggantungan dilakukan terlalu

lama maka bisa terjadi kesalahan pada sheet kering seperti rustiness yang jelas

kan mengurangi kualitas.

Setelah itu, sheet dimasukkan ke dalam rumah pengasapan untuk

menjalani proses pengasapan selama beberapa jam. Pengasapan ini bertujuan

agar bahan-bahan pengawet yang terdapat pada asap dapat terserap. Ketika

dikeluakan dari rumah pengasapan, warna lembaran karet telah berubah

menjadi coklat keemasan dan disebut dengan nama ribbed smoked sheet.

Kualitas RSS ini kemudian diperiksa secara manual dengan

membentangkannya di depan sinar (matahari atau lampu) dan dilakukan

pemutuan sesuai dengan standar yang berlaku. Mutu karet konvensional ini

dinilai berdasarkan analisis visual permukaan lembaran karet. Mutu karet akan

makin tinggi bila permukaannya makin seragam, tidak ada gelembung, tidak

mulur, dan tidak ada kotoran serta teksturnya makin kekar/kokoh.

Selain mengalami proses pengolahan, lateks yang terkumpul dimasukkan

ke dalam tangki pengumpulan besar (dengan volume 45 galon) untuk

langsung dijual, atau dikenakan beberapa perlakuan terlebih sebelum diproses

39

Page 40: Karet PRODUKSI

lebih lanjut atau dijual dalam bentuk lateks cair. Lateks ini dapat terlebih

dahulu dipekakan. Lateks pekat diolah langsung dari lateks kebun melalui

proses pemekatan yang umumnya secara sentrifugasi sehingga kadar airnya

turun dari sekitar 70% menjadi 40-45%. Lateks pekat banyak dikonsumsi

untuk bahan baku sarung tangan, kondom, benang karet, balon, kateter, dan

barang jadi lateks lainnya. Mutu lateks pekat dibedakan berdasarkan analisis

kimia antara lain kadar karet kering, kadar NaOH, Nitrogen, MST dan analisis

kimia lainnya.

Pada pabrik pengolahan besar, lateks dibekukan pada bak besar yag diberi

sekat-sekat sehingga koagulum tercetak sesuai dengan ukuran yang

diinginkan. Kemudian koagulum dipres menggunakan roller mill dengan

kapasitas yang lebih besar. Proses selanjutnya adalah sama, menggunakan

peralatan yang sama dengan kapasitas yang lebih besar. Bila sewaktu

pengpresan koagulum ditambahkan minyak kastor, maka sheet akan pecah dan

crumb rubber akan terbentuk. Crumb rubber yang terbentuk kemudian

dikeringkan dalam ruang pengering yang besar, kemudian ditimbang dan

dikemas. Jika lateks dibiarkan pada mangkuk pengumpul selama satu malam,

lateks akan menggumpal dengan sendirinya. Demikian juga dengan bekas

lateks pada mangkuk pengumpul yang telah mengering, dapat dibersihkan dan

digunakan sebagai bahan pembuat ban mobil. Lateks kering dan sisa-sisa

lateks kering pada mangkuk pengumpul kemudian dicuci menggunakan mesin

pencuci. Hasilnya merupakan crumb rubber dengan warna yang agak gelap.

Crumbr rubber dimasukkan ke dalam wadah berbentuk kotak Kemudian

dikeringkan Dan ditimbang untuk memperoleh berat yang seragam Lalu

dipres menggunakan mesin pres bertekanan tinggi untuk menghasilkan bentuk

yang kompak. Setelah itu dibungkus dengan plastik dan dikemas dalam pallet

berukuran besar. Produk ini disebut techically specified rubers (TSR).

Crumb rubber (karet remah) yang digolongkan sebagai karet spesifikasi

teknis (TSR=Technical Spesified Rubber) ini penilaian mutunya tidak

dilakukan secara visual, namun dengan cara menganalisis sifat-sifat fisiko-

kimianya seperti kadar abu, kadar kotoran, kadar N, plastisitas Wallace dan

40

Page 41: Karet PRODUKSI

viskositas Mooney. Crumb rubber produksi Indonesia dikenal dengan nama

SIR (Standard Indonesian Rubber). Saat ini umumnya (SIR 10 dan 20) dibuat

dari lump atau sleb dari perkebunan rakyat. Disebabkan bahan bakunya kotor,

maka proses pengolahan dipabrik crumb rubber melibatkan berbagai peralatan

pengecilan ukuran (size reduction) dan pencucian.

Kandungan bahan-bahan dalam lateks segar dan lateks yang dikeringkan

adalah sebagai berikut (tabel 6):

Bahan Lateks segar (%) Lateks yang dikeringkan (%)

Kandungan karet 35,62 88,28

Resin 1,65 4,1

Protein 2,03 5,04

Abu 0,7 0,84

Zat gula 0,34 0,84

Air 59,62 1

41

Page 42: Karet PRODUKSI

Secara singkat proses pengolahan karet sheet dapat disajikan dalam

diagram sebagai berikut:

Gambar. Diagram Pengolahan Karet

42

Page 43: Karet PRODUKSI

4. Pengolahan Lateks Karet Menjadi Barang JadiDi antara barang jadi karet,  barang jadi lateks merupakan produk yang

kandungan karetnya paling tinggi. Barang jadi lateks terdiri atas sarung tangan

karet, kondom, kateter, perekat dan sebagainya. Saat ini industri barang jadi

lateks menyerap ± 20 % dari konsumsi karet di dalam negeri. Namun,

informasi mengenai strategi pengembangan industri barang jadi lateks belum

banyak diungkap.

Peningkatan konsumsi karet alam di dalam negeri dapat dipacu melalui

pengembangan industri barang jadi lateks (BJL), mengingat komponen karet

di dalam barang jadi lateks sangat dominan. Hingga saat ini secara global 

industri barang jadi lateks baru mengkonsumsi sekitar 8% dari produksi karet

alam dunia, sedangkan secara  domestik industri barang jadi lateks saat ini

menyerap sekitar 17% dari konsumsi karet alam dalam negeri. 

Secara garis besar proses pembuatan barang jadi lateks dapat dipecah

menjadi dua, yakni tahap penyiapan kompon (bahan baku) lateks dan tahap

pencetakan, vulkanisasi dan pengeringan. Tahap penyiapan kompon

memerlukan kemampuan mengelola persediaan bahan baku berupa lateks

pekat dan bahan kimia kompon serta pengetahuan yang cukup untuk meramu

kompon sesuai kebutuhan dan barang jadi lateks yang akan diproduksi. Pada

industri besar ke dua tahap proses tersebut dikerjakan secara terintegrasi,

didukung oleh kapital dan SDM yang memadai.  Sementara itu bagi industri

kecil  hal tersebut sering menjadi kendala.  Salah satu pendekatan yang banyak

berkembang saat ini  di lingkungan industri karet adalah menggunakan

ramuan bahan baku (kompon) yang siap pakai.  Ramuan demikian dikenal

sebagai lateks pravulkanisasi, yakni kompon lateks yang telah mengalami

proses vulkanisasi hingga tingkat tertentu sehingga industri pengguna tinggal

melanjutkan proses pencetakan dan pengeringan. 

Ketersediaan lateks pravulkanisasi dengan karakteristik tertentu sesuai

dengan barang jadi lateks tertentu perlu dikembangkan guna mendorong

perkembangan barang lateks. Proses pravulkanisasi membutuhkan sarana

berupa reaktor pravulkanisasi yang memungkinkan proses berjalan optimal

43

Page 44: Karet PRODUKSI

dan efisien pada suhu yang dikehendaki.  Selain melalui pengaturan kompon,

rancang-bangun reaktor juga diperlukan dalam pembuatan lateks

pravulkanisasi.

Kegiatan rancangbangun telah menghasilkan reaktor pravulkanisasi

kapasitas 150 liter berpengaduk ganda dengan sumber  panas kompor gas.

Unit pembangkit panas terdiri atas tanki penampung media pemanas yang

dilengkapi dengan  kompor gas sebagai sumber panas.  Tanki penampung

media pemanas berkapasitas 80 liter, sekitar dua kali kebutuhan media

pemanas yang kontak dengan reaktor.  Setelah dipanaskan media pemanas

dipompakan dengan bantuan pompa roda gigi ke ruang bagian tengah reaktor

(ruang media pemanas) mengalir secara spiral dari bawah ke atas. Energi dari

media pemanas dipindahkan ke kompon lateks pravulkanisasi dan media

pemanas kemudian disirkulasikan ke dalam ruang penampung media transfer

panas untuk dipanaskan kembali.  Berdasarkan uji fungsi, untuk meningkatkan

suhu bahan sebanyak 150 liter dari suhu ruang menjadi 70-80O C diperlukan

waktu sekitas 30-45 menit, dicapai dengan mengatur kecepatan gas sumber

bahan bakar.  Distribusi suhu dan kestabilan suhu tercapai dengan baik,

diupayakan dengan mengatur pola aliran media pemanas sehingga mengalir

secara spiral. Kontrol terhadap suhu dilakukan melalui mekanisme buka tutup

salah satu saluran gas.

Selain itu, telah dilakukan formulasi lateks pravulkanisasi untuk

produk bag, sarung tangan rumah tangga dan balon. Lateks pravulkanisasi

yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan sifat fisik  produk BJL.

44

Page 45: Karet PRODUKSI

Tabel 7. Formula kompon lateks pravulkanisasi

Bahan

Bag Sarung Tangan Balon

BG1

(bsk)

BG2

(bsk)

HG1

(bsk)

HG2

(bsk)

BL1

(bsk)

BL2

(bsk)

60% Lateks Pekat 100 100 100 100 100 100

10% KOH 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4

20% Kalium laurat 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4

20% Bahan penstabil 0.3 0.3 - - - -

50% Sulfur 1.5 1 1.25 0.8 0.5 0.5

50% Bahan pencepat 1 0.7 1 0.7 0.8 0.5

50% ZnO 0.5 0.4 1 0.3 0.3 0.2

50% Antioksidan 1 0.5 1 0.6 1 1

 

Tabel 8. Sifat Fisik Vulkanisat

Sifat fisik Bag Sarung Tangan Balon

Kuat Tarik, Mpa 25,5-27 25,9-27,6 24,0-24,9

Perpanjangan Putus, % 880-890 885-900 930-950

45

Page 46: Karet PRODUKSI

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Melihat perkembangan baik dari segi konsumsi maupun produksi karet

dunia, dalam tahun‐tahun mendatang dipastikan masih akan terus meningkat.

Indonesia merupakan penghasil karet sekaligus sebagai salah satu basis

manufaktur karet dunia.

Tersedianya lahan yang luas memberikan peluang untuk menghasilkan

karet alami yang lebih besar lagi dengan menambah areal perkebunan karet.

Namun, lebih utama dari itu, produksi karet alam bisa ditingkatkan dengan

meningkatkan teknologi pengolahan karet untuk meningkatkan efisiensi,

dengan demikian output (latex) yang dihasilkan dari input (getah) bisa lebih

banyak dan menghasilkan material sisa yang semakin sedikit.

Klon-klon anjuran seperti BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100, AVROS

2037, IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112, dan IRR 118 dapat

dikembangkan dalam skala luas untuk produksi lateks sekaligus kayu.

Pemanfaatan kayu karet perlu didukung dengan industri pengolahan.

Kontinuitas penyediaan bahan baku bagi industri pengolahan dapat ditempuh

melalui pengembangan pola kemitraan antara petani dan industri pengolahan,

sekaligus untuk mendukung peremajaan karet rakyat. Tersedianya akses jalan

dengan kondisi yang baik, penggunaan bahan tanam unggul, sistem sadap

yang baik, lokasi kebun dalam satu hamparan, serta adanya dukungan positif

dari pemerintah merupakan langkah-langkah yang perlu dilakukan berbagai

pihak agar nilai guna dan nilai ekonomi kayu karet di masa depan dapat

dioptimalkan.

46

Page 47: Karet PRODUKSI

B. Saran

Karet merupakan komoditas unggulan yang memiliki pasar cukup cerah di

pasar internasional sampai dengan tahun 2035. Produksi karet Indonesia banyak

didukung oleh perkebunan rakyat, sehingga karet memiliki arti yang penting

sebagai sumber devisa, penyerap tenaga kerja, dan sebagai sumber pendapatan

petani. Pengembangan agribisnis karet di Indonesia, perlu memperhatikan hal-hal

berikut:

a. Peremajaan dan penanaman karet pada lahan yang memiliki kesesuaian

agroklimat, menggunakan klon-klon sesuai dengan rekomendasi yang

mempunyai potensi produksi yang tinggi, dan adanya persiapan

sebelumnya (1-1.5 tahun) untuk pembuatan bibit/bahan tanam yang akan

digunakan.

b. Usaha perkebunan karet yang dilaksanakan dengan menggunakan Pola

Kemitraan akan memiliki tingkat keberhasilan yang lebih baik, asalkan

dalam pelaksanaannya mencakup adanya pola pembiayaan/pendanaan,

bantuan pembinaan pada aspek produksi, pemasaran, dan pengelolaan

usaha oleh pihak mitra Perusahaan Perkebunan Karet Besar

Negara/Swasta.

c. Tersedianya akses jalan, penggunaan bahan tanam unggul, penerapan

sistem sadap yang baik dan benar, lokasi kebun pada saat peremajaan

diupayakan berada dalam satu hamparan, dan adanya dukungan positif

dari pemerintah merupakan beberapa factor yang perlu menjadi perhatian,

agar nilai guna dan nilai ekonomis kayu karet di masa depan dapat

dimanfaatkan secara optimal.

47

Page 48: Karet PRODUKSI

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1. 2011. Dalam http://www.ipard.com/art_perkebun /MANAJEMEN%20

DAN%20 TEKNOLOGI %20BUDIDAYA%20KARET.pdf. Diakses

pada tanggal 18 Oktober 2011 pukul 13.00 WIB.

Anonim 2. 2011. Dalam http://migroplus.com/brosur/Budidaya%20karet.pdf.

Diakses pada tanggal 19 Oktober 2011 pukul 09.00 WIB.

Anonim 3. 2011. Dalam http://jurnalmapeki.biomaterial-lipi.org/jurnal/01012003/

01012003-35-46.pdf. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2011 pukul

09.15 WIB.

Anonim 4. 2011. Dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/ 1843/

1/06008757.pdf. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2011 pukul 10.11

WIB.

Anonim 5. 2011. Dalam http://www.ipard.com/art_perkebun/Perkembangan %20

Pasar%20Dan%20Prospek%20Agribisnis%20Karet%20Di

%20Indonesia.pdf . Diakses pada tanggal 19 Oktober 2011 pukul 11.00

WIB.

Anonim 6. 2011. Dalam http://pustaka.litbang.deptan .go.id/publikasi/

p3252064 .pdf. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2011 pukul 11.30

WIB.

Anonim 7. 2011. Dalam http://balitsp.com/index.php?option=comcontent&view

=article&id=95:prospek-pemasaran-kayu-karet-di-indonesia&catid=43:

berita &Itemid=62. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2011 pukul 12.00

WIB.

Amypalupy, Khaidir.2009.”100 Langkah Bijak Usaha Tani.Palembang:Balai

Penelitian Sembawa

Boerhendhy, Island dan Dwi Shinta Agustina.2006.“Potensi Pemanfaatan Kayu

Karet Untuk Mendukung Peremajaan Perkebunan Karet Rakyat”. Balai

Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet.

48

Page 49: Karet PRODUKSI

Zuhra, Cut Fatimah.2006.”Karet”.USU:FMIPA.

49