11
Working Paper Series No. 3 Juli 2007, First Draft Kebijakan dan Distribusi Tenaga Kesehatan di Aceh Utara M. Jamil Faozi, Mubasysyir Hasanbasri, Laksono Trisnantoro Katakunci: Kebijakan dan distribusi efek tsunami tenaga dokter dan perawat -Tidak Untuk Disitasi- Program Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2007

Kebijakan Dan Distribusi Tenaga Kesehatan Di Aceh Utara

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tekerr

Citation preview

Page 1: Kebijakan Dan Distribusi Tenaga Kesehatan Di Aceh Utara

Working Paper Series No. 3 Juli 2007, First Draft

Kebijakan dan Distribusi Tenaga Kesehatan di Aceh Utara

M. Jamil Faozi, Mubasysyir Hasanbasri, Laksono Trisnantoro

Katakunci: Kebijakan dan distribusi

efek tsunami tenaga dokter dan perawat

-Tidak Untuk Disitasi-

Program Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2007

Page 2: Kebijakan Dan Distribusi Tenaga Kesehatan Di Aceh Utara

M. Jamil Faozi, Mubasysyir Hasanbasri, Laksono Trisnantoro ; WPS no.3 Juli 2007, 1st draft

The Tsunami Influence to the Policy and Distribution of Doctors and Nurses at Aceh Utara Nanggroe Aceh Darussalam Province

M. Jamil Faozi1, Mubasysyir Hasanbasri2, Laksono Trisnantoro3

ABSTRACT Background: In Indonesia the distribution of doctors and nurses is still uneven, including in the District of Aceh Utara. Before tsunami happened the ratio between the ratio doctors and nurses per 100,000 population is still relatively low. Tsunami calamity has caused increased need for medical and paramedical staff whereas external staff aids are just temporary.

Methods: The study was descriptive with case study design. Location and analysis unit of the study was District Health Office of Aceh Utara. Research instruments were interview guide and document checklist.

Objective: To identify the effect of tsunami to the policy and distribution of doctors and nurses at the District of Aceh Utara.

Result: The distribution of doctors and nurses of the District of Aceh Utara before tsunami had not been based on the standard due to everlasting political conflict. During tsunami calamity the number of health staff at public service remained the same because service for the tsunami victims was supported by the provision of satellite health posts by the Ministry of Health. After tsunami the number of nurses increased and had been relevant with the standard. However this did not happen to other health professionals. The policy made by the District of Aceh Utara not to allow mutation of health staff before tsunami had made the availability of doctors at the health center remain the same. The establishment of satellite health posts with health staff from the Ministry of Health did not cause problems in health staffing at the health center. Recruitment of nurses after tsunami made the number of nurses relevant with the standard. The policy in salary, allowance and incentives provided for doctors and nurses allocated from general allocation fund and local revenue and expenditure budget for health which came from local original revenue of the District of Aceh Utara did not affect the distribution of doctors and nurses. The distribution of doctors and nurses was affected more by political situation.

Conclusions: Tsunami did not affect availability of doctors and nurses at the District of Aceh Utara because of dominant policy of the central government.

Keywords: policy and distribution of doctors and nurses, tsunami effect to the policy and distribution doctors and nurses.

1 Distric Health Office of Aceh Utara 2 Master of Health Service Management and Policy, Gadjah Mada University 3 Center of Public Health Service Management, Gadjah Mada University

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

2

Page 3: Kebijakan Dan Distribusi Tenaga Kesehatan Di Aceh Utara

M. Jamil Faozi, Mubasysyir Hasanbasri, Laksono Trisnantoro ; WPS no.3 Juli 2007, 1st draft

LATAR BELAKANG Di Indonesia, tiga puluh persen puskemas dan puskesmas pembantu atau pustu yang berada di daerah terpencil membutuhkan tenaga dokter dan perawat untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat1. Tetapi, jumlah tenaga dokter dan perawat secara nasional masih belum mencukupi2. Tenaga dokter memiliki rasio dua puluh dua dokter berbanding seratus ribu penduduk dan tenaga perawat memiliki rasio seratus tujuh belas perawat berbanding seratus ribu penduduk3. Konteks desa-kota juga mempengaruhi distribusi tenaga dokter dan perawat dalam segi jumlah dan kualitas. Dokter dan perawat lebih memilih untuk praktek di kota dari pada di desa.

Data profil Dinas Kesehatan Propinsi Nanggro Aceh Darussalam sebelum tsunami yaitu data tahun 2004 menunjukkan rasio yang sangat rendah antara tenaga dokter dan perawat per seratus ribu penduduk dibandingkan dengan rasio tenaga kesehatan nasional4. Di Jakarta jumlah tenaga dokter spesialis ada dua puluh lima persen dari jumlah total dokter spesialis yang ada di Indonesia dan rasio satu dokter spesialis anestesi melayani 79.243 pasien. Sebaliknya, di Propinsi Nanggro Aceh Darussalam, Rumah Sakit Umum Dr. Zainal Abidin Banda Aceh hanya memiliki lima puluh enam dokter spesialis dan di Rumah Sakit Umum Simeulu sama sekali tidak ada tenaga dokter spesialis. Satu orang dokter spesialis anestesi harus melayani empat juta pasien5.

Bencana tsunami tanggal 26 Desember 2004 yang melanda Kabupaten Aceh Utara dan beberapa kabupaten lain di Propinsi Nanggro Aceh Darussalam menyebabkan kebutuhan tenaga dokter dan perawat semakin meningkat. Jumlah korban jiwa lebih dari 150.000 dan 500.000 penduduk lain kehilangan tempat tinggal dan harta benda. Korban meninggal dan hilang juga meliputi 634 tenaga kesehatan berstatus pegawai negeri sipil dan 104 dokter berstatus pegawai tidak tetap6. Penduduk yang selamat dari bencana tsunami mengungsi ke tempat tinggal sementara seperti tenda, barak atau bangunan umum lain yang masih dapat digunakan. Pengungsi yang berasal dari lima kecamatan di Kabupaten Aceh Utara7 saja berjumlah 31.667 orang8 dan banyak yang mengalami cedera, penyakit infeksi, kurang gizi, kambuhnya penyakit menahun, dan mengalami trauma psikologis9. Sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan rusak dan tidak dapat digunakan yaitu tiga rumah sakit umum pemerintah, satu rumah sakit TNI dan Polri, satu rumah sakit jiwa, dua rumah sakit swasta, empat puluh satu puskesmas, dan lima puluh sembilan puskesmas pembantu10.

Pasca bencana, Depkes segera mengkoordinasi kegiatan bantuan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Bantuan ini mencakup enam puluh lima tim kesehatan dari luar negeri dan sembilan puluh enam tim kesehatan dari dalam negeri6. Depkes juga mengantisipasi jangka waktu pemberian bantuan yang singkat dengan cara bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menata kembali fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan, terutama pelayanan kesehatan milik pemerintah. Selanjutnya, dinas kesehatan kabupaten mulai membuat rencana-rencana di bidang kesehatan, termasuk rencana memenuhi kebutuhan terhadap tenaga-tenaga dokter dan perawat yang menangani pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Proses perencanaan ini diserahkan sepenuhnya oleh Depkes kepada Dinas Kesehatan Kabupaten untuk memenuhi kebijakan otonomi daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tsunami

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

3

Page 4: Kebijakan Dan Distribusi Tenaga Kesehatan Di Aceh Utara

M. Jamil Faozi, Mubasysyir Hasanbasri, Laksono Trisnantoro ; WPS no.3 Juli 2007, 1st draft

terhadap distribusi tenaga dokter dan perawat di Kabupaten Aceh Utara Provinsi Nanggro Aceh Darussalam.

METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan studi kasus tunggal holistik. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara yang berlokasi di Provinsi Nanggro Aceh Darussalam menjadi unit analisis dalam penelitian ini. Subyek penelitian meliputi para penentu kebijakan di Dinas Kesehatan yaitu kepala dinas dan pengelola kepegawaian yang terdiri dari kepala urusan kepegawaian di dinas kesehatan kabupaten dan pengelola kepegawaian di badan kepegawaian daerah yaitu kepala sub bidang kepegawaian dan mutasi Kabupaten Aceh Utara. Variabel bebas dalam penelitian ini meliputi kebijakan pemerataan dan penempatan, gaji, tunjangan dan insentif, dan status kekayaan daerah. Peneliti melakukan wawancara dan cek dokumentasi di dinas kesehatan untuk memperoleh data-data.

HASIL DAN PEMBAHASAN Ketersediaan Tenaga Dokter dan Perawat Kabupaten Aceh Utara mengalami pertambahan jumlah penduduk dari 477.745 jiwa pada tahun 2004 menjadi 488.069 jiwa pada tahun 2005. Tenaga kesehatan juga mengalami pertambahan, kecuali tenaga dokter umum. Namun, jumlah pertambahan tenaga kesehatan tersebut belum sesuai dengan standar kebutuhan penduduk yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1202/MENKES/SK/VIII/2003 Pedoman Penetapan Indikator Propinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Rasio tenaga dokter umum dengan penduduk sebesar empat puluh dokter dibandingkan seratus ribu penduduk. Rasio dokter gigi sesebesar sebelas dokter berbanding seratus ribu penduduk, dan rasio dokter spesialis sebesar enam dokter berbanding seratus ribu penduduk, serta perawat sebesar seratus tujuh belas perawat berbanding seratus ribu penduduk. Tabel 1 ini akan menjelaskan rasio tenaga kesehatan dibandingkan dengan jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Utara selama tahun 2004 sampai tahun 2006.

Tabel 1. Jumlah dan Rasio Dokter dan Perawat Dokter Spesialis Dokter Umum Dokter Gigi Perawat Daerah Jumlah

Penduduk N Rasio N Rasio N Rasio N Rasio 2004 2005 2006

477.694 487.526 502.288

16 17 22

3,35 3,48 4,38

67 67 63

14,02 13,74 12,53

12 13 11

2,51 2.66 2,19

398 571 583

83,32 116.99 116,07

Sumber Dinkes Kabupaten Aceh Utara 2004 sampai 2006. Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2005 terjadi pertambahan jumlah tenaga kesehatan yaitu dokter spesialis, dokter gigi, dan perawat, sedangkan jumlah dokter umum menurun. Tahun 2006, jumlah dokter spesialis dan perawat mengalami pertambahan tetapi jumlah tenaga dokter spesialis umum dan dokter gigi menurun. Maka, rasio dokter di Kabupaten Aceh Utara yang menurun pada tahun 2005 akan semakin menurun di tahun 2006. Pada tahun 2006, terjadi beberapa perubahan yaitu jumlah dokter spesialis bertambah sebanyak lima orang, jumlah dokter gigi berkurang sebanyak dua orang, dan jumlah perawat

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

4

Page 5: Kebijakan Dan Distribusi Tenaga Kesehatan Di Aceh Utara

M. Jamil Faozi, Mubasysyir Hasanbasri, Laksono Trisnantoro ; WPS no.3 Juli 2007, 1st draft

bertambah hampir dua ratus persen. Berdasarkan informasi tersebut maka Kabupaten Aceh Utara memiliki jumlah perawat yang memadai tetapi masih membutuhkan 29 dokter spesialis, 195 dokter umum, dan 53 dokter gigi.

Selama tahun 2004 dan 2005, kebijakan pemerintah daerah dan dinas kesehatan masih memprioritaskan tenaga perawat dengan merekrut perawat honorer menjadi pegawai negeri, dan merekrut tenaga perawat melalui jalur umum. Pengembangan perawat terus berlanjut melalui upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas perawat. Perawat yang berasal dari jalur umum dengan pendidikan minimal Diploma III dikualifikasi kembali untuk memperoleh pendidikan keperawatan. Perawat profesional dibedakan dengan perawat non-profesional berdasarkan tingkat pendidikan keperawatan11. Perawat yang dianggap profesional merupakan perawat yang memenuhi kriteria pendidikan minimal Diploma III Keperawatan. Sebaliknya, pada tahun-tahun ini, menambah tenaga dokter masih belum menjadi prioritas walaupun pada tahun 2005 jumlah tenaga dokter di Kabupaten Aceh Utara berkurang. Kebijakan yang diambil pemerintah daerah dan dinas kesehatan kabupaten pada waktu itu hanya berupa langkah-langkah untuk mempertahankan jumlah dokter agar tidak semakin menurun lagi. Kebijakan dalam bentuk SK Bupati melarang untuk mutasi dokter ke luar kabupaten. Peraturan darurat militer memperkuat kebijakan ini karena mengurangi mobilitas antar daerah dengan alasan keamanan.

Fakta bahwa masyarakat membutuhkan tenaga dokter yang lebih banyak tidak dapat disangkal lagi, terutama sejak tahun 2006. Kebutuhan untuk memenuhi tenaga dokter spesialis inilah yang mendasari kebijakan rekruitmen dokter, baik dari daerah Aceh dan atau daerah di luar Aceh. Kebijakan rekruitmen ini menjadi prioritas pada tahun 2006. Rekruitmen dilakukan dengan cara mengirim dokter umum yang berstatus pegawai negeri untuk tugas belajar dengan dukungan BRR. Tenaga Kesehatan dalam unit pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan rumah sakit umum daerah ikut serta terlibat dalam bidang manajemen di Dinas Kesehatan, terutama untuk memperjelas distribusi dokter dan perawat di masing-masing unit pelayanan.

Tabel 2. Jumlah Tenaga Kesehatan di Dinas Kesehatan Dr. Spesialis Dr. Umum Dr. Gigi Perawat Instansi 2004 2005 2006 2004 2005 2006 2004 2005 2006 2004 2005 2006

Puskesmas - - - 49 49 39 7 7 6 302 473 515 Institusi Pendidikan 22 22 22

RSUD 16 16 21 17 17 13 4 4 3 66 66 59 Dinas 0 1 1 1 1 11 1 2 2 8 10 9 Total 16 17 22 67 67 63 12 13 11 376 549 583

Sumber Dinkes Kabupaten Aceh Utara 2004 - 2006

Tabel II menunjukkan bahwa jumlah dokter spesialis dan dokter gigi di Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2005 bertambah, namun penambahan tersebut belum memenuhi standar rasio jumlah dokter spesialis dan dokter gigi per 100.000 penduduk. Penambahan dokter spesialis tersebut semakin tidak berarti karena penambahan satu dokter spesialis diikuti promosi satu dokter spesialis yang lain menjadi kepala dinas. Hal serupa juga terjadi pada dokter gigi. Penambahan satu dokter gigi justru terjadi di dinas kesehatan bukan di unit pelayanan kesehatan seperti di rumah sakit umum daerah atau di Puskesmas. Tahun 2006, tenaga dokter di Puskesmas semakin tidak sesuai dengan rasio

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

5

Page 6: Kebijakan Dan Distribusi Tenaga Kesehatan Di Aceh Utara

M. Jamil Faozi, Mubasysyir Hasanbasri, Laksono Trisnantoro ; WPS no.3 Juli 2007, 1st draft

yang ditetapkan karena jumlah dokter berkurang. Jumlah dokter umum pada tahun 2006 hanya 39 orang, sedangkan dokter gigi hanya enam orang. Jumlah dokter puskesmas berkurang karena pengiriman tugas belajar dan penarikan dokter ke Dinas Kesehatan.

Kebijakan Penempatan dan Distribusi Tenaga Kerja Dinas kesehatan Kabupaten Aceh Utara membuat standar bahwa setiap puskesmas minimal memiliki dua orang dokter umum. Satu dokter memiliki peran fungsional yaitu memberi pelayanan kesehatan pada masyarakat di unit pelayanan puskesmas, dan satu dokter memiliki peran struktural kepala puskesmas untuk melaksanakan kegiatan manajemen puskesmas. Standar dinas kesehatan ini masih belum terlaksana sebab jumlah tenaga dokter hanya 49 yang penyebarannya tidak merata di 23 puskesmas. Ada puskesmas yang hanya memiliki satu orang dokter, tetapi ada puskesmas lain yang memiliki tiga sampai empat dokter. Puskesmas Suka Damai yang merupakan puskesmas baru tidak memiliki tenaga dokter tetapi pelayanan di puskesmas tersebut dapat berjalan dengan baik karena mendapat bantuan dari pukesmas induk yaitu Puskesmas Syamtalira Bayu yang memiliki empat orang dokter. Demikian juga dengan tenaga dokter gigi. Dokter gigi yang bekerja di puskesmas di wilayah ini hanya berjumlah tujuh orang dan hanya ditempatkan di puskesmas yang telah memiliki peralatan pemeriksaan gigi.

Tabel 3. Rasio Dokter dan Perawat di Puskesmas Rasio Dokter Umum Rasio Dokter Gigi Rasio Perawat Puskesmas 2004 2005 2006 2004 2005 2006 2004 2005 2006

Sawang 10.34 10.03 6,37 .00 .00 ,00 17.24 56.81 86,02 Muara Batu 14.48 12.98 16,54 4.83 4.33 ,00 125.53 160.15 140,61 Dewantara 4.70 4.63 6,82 2.35 2.32 2,27 70.53 48.65 38,64 Nisam 6.03 5.72 2,90 .00 .00 2,90 42.18 91.59 124,64 Kuta Makmur 10.57 11.00 15,55 5.29 5.50 ,00 84.60 60.51 72,58 Sp. Kramat 14.36 15.42 30,59 .00 .00 ,00 143.62 154.23 198,81 Syamtalira Bayu 40.50 24.71 11,06 10.12 6.18 5,53 222.74 222.35 176,96 Suka Damai .00 .00 23,62 .00 .00 ,00 30.53 237.47 188,99 Tanah Pasir 25.62 26.09 10,49 .00 .00 ,00 102.47 234.83 220,31 Lapang 13.18 18.82 15,74 .00 .00 ,00 52.72 225.86 220,33 Syamtalira Aron 14.50 12.97 6,29 .00 .00 ,00 144.99 142.67 119,60 Meurah Mulia 6.03 6.12 12,16 .00 .00 ,00 36.18 122.38 139,88 Tanah Luas 6.75 6.77 4,86 .00 .00 ,00 43.85 91.35 136,03 Nibong - - ,00 - - ,00 - - ,00 Matang Kuli 8.72 9.38 9,07 2.91 3.13 4,53 37.77 90.70 258,37 Paya Bakong - - ,00 - - ,00 - - ,00 Lhok Sukon 9.85 14.79 14,50 2.46 3.70 3,63 61.56 147.94 123,28 Bukit Hagu 13.06 6.74 ,00 .00 .00 ,00 26.12 40.46 39,25 Baktia 6.52 6.38 6,53 .00 .00 ,00 39.10 63.78 61,99 Sampoinit 19.87 18.71 6,10 .00 .00 ,00 59.60 68.60 79,36 Seuneudon 8.80 10.04 4,45 .00 .00 ,00 39.62 95.41 84,51 T. Jambu Aye 9.10 7.90 2,53 3.03 2.63 2,53 54.57 81.63 73,44 Cot Girek 25.77 11.65 5,76 .00 .00 ,00 77.30 40.78 80,70 Langkahan 5.47 5.15 5,52 .00 .00 ,00 71.05 41.19 55,21 Samudra 14.25 14.31 9,20 .00 .00 ,00 85.47 95.37 96,61 Total Puskesmas 10.26 10.04 7,76 1.47 1.43 1,19 63.21 96.91 102,53

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

6

Page 7: Kebijakan Dan Distribusi Tenaga Kesehatan Di Aceh Utara

M. Jamil Faozi, Mubasysyir Hasanbasri, Laksono Trisnantoro ; WPS no.3 Juli 2007, 1st draft

Tabel 3 memperlihatkan bahwa tenaga dokter di puskesmas masih belum sesuai standar per 100.000 penduduk. Tahun 2005, dinas kesehatan masih bisa mendistribusikan tenaga kesehatan ke puskesmas. Namun, pada tahun 2006, rasio dokter di puskesmas per jumlah penduduk tidak tercapai karena ada penarikan dokter ke dinas kesehatan untuk mengikuti pendidikan spesialisasi sebagai bagian dari mekanisme pengelolaan karir dokter. Selain mekanisme pengelolaan karir dokter, ada hal lain yang harus dipertimbangkan saat dinas kesehatan melakukan distribusi tenaga kesehatan yaitu bahwa tenaga kesehatan ingin dan lebih suka ditempatkan di daerah yang aman, seperti Aceh Utara. Tidak heran jika di daerah-daerah aman di Provinsi Nanggro Aceh Darussalam terjadi penumpukan jumlah petugas kesehatan. Faktor lain yang menghambat distribusi tenaga kesehatan yaitu tenaga kesehatan masih merupakan anggota keluarga pejabat. Jika tenaga kesehatan itu merupakan istri pejabat maka ia harus ditempatkan di kota saja. Masalah ini semakin rumit karena tenaga kesehatan yang merupakan istri pejabat tersebut tidak dapat disalahkan karena kebijakan pemerintah yang lain memperbolehkan mutasi pegawai dengan alasan keluarga.

Gambar 1. Alur Distribusi Tenaga Kesehatan Pelaksana kebijakan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan seperti karakteristik geografi yang meliputi topografi, sumber daya alam, iklim, demografi, ekonomi, gejolak politik dan kriminalitas12. Maka tidak heran jika pada saat penerapan suatu kebijakan sering ditemukan kendala yang dipengaruhi oleh muatan politik atau terjadi intervensi dari berbagai kepentingan, sehingga tujuan tidak dapat dicapai secara optimal. Kasus-kasus yang terjadi karena pengaruh lingkungan antara lain meliputi dokter yang enggan bertugas di suatu daerah karena masalah hubungan dokter dan pasien, fasilitas rumah sakit, hubungan dengan teman kerja, rasa aman dalam melakukan tugas, fasilitas yang diberikan rumah sakit atau pemerintah daerah setempat, karakteristik pekerjaan, keberadaan dan pengakuan profesi di rumah sakit, atau keluarga, hingga masalah karir.

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

7

Page 8: Kebijakan Dan Distribusi Tenaga Kesehatan Di Aceh Utara

M. Jamil Faozi, Mubasysyir Hasanbasri, Laksono Trisnantoro ; WPS no.3 Juli 2007, 1st draft

Jumlah tenaga dokter dapat dipertahankan

Setelah Tsunami

Kebijakan Daerah

Mengangkat tenaga honorer menjadi PNS dan mengirim untuk

mengembangkan karir menjadi spesialis

Ketersediaan Tenaga

Jumlah tenaga kesehatan meningkat

Pada saat Tsunami

Kebijakan Pusat

Membentuk Poskeslit dengan tenaga dari luar Dinkes dan penugasan

khusus

Ketersediaan Tenaga

Jumlah tenaga di kabupaten tidak terganggu untuk

pelayanan pengungsi

Sebelum Tsunami

Kebijakan Daerah

Meniadakan mutasi keluar Aceh Utara

Ketersediaan Tenaga

Gambar 2. Kebijakan Distribusi Tenaga Kesehatan Departemen kesehatan mengeluarkan kebijakan untuk membentuk Pos Kesehatan Satelit atau Poskeslit di setiap barak pengungsian korban tsunami. Poskeslit ini memiliki fungsi memberikan pelayanan kesehatan kepada para korban tsunami yang terpaksa mengungsi karena tempat tinggal mereka tidak dapat di huni lagi. Bencana tsunami membuka peluang bagi pertambahan formasi tenaga kesehatan khususnya perawat yang pada tahun 2005 dapat mencapai standar rasio 117 perawat per 100.000 penduduk. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan terhadap tenaga dokter spesialis yang telah berkurang karena ada kebijakan pengembangan karir, maka pemerintah daerah mengajukan permohonan ke pada pemerintah provinsi untuk melakukan penempatan dokter dengan status PTT di wilayahnya. Sebelum bencana tsunami terjadi, proses untuk mendistribusi tenaga kesehatan terjadi secara formal, artinya pemerintah daerah mengusulkan kebutuhan tenaga kesehatan tetapi yang menentukan formasi akhir adalah pemerintah pusat. Sebaliknya setelah bencana, proses untuk mendistribusi tenaga kesehatan berlangsung secara informal dengan alasan khusus misi kemanusiaan, tenaga kesehatan dikirim ke Provinsi Nanggro Aceh Darussalam. Proses ini tidak berlangsung terus jadi setelah keadaan bencana dapat teratasi dan bantuan-bantuan tenaga kesehatan dihentikan, maka proses tersebut kembali menjadi formal.

Kebijakan pengembangan karir bagi dokter untuk mengambil spesialisasi merupakan upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan motivasi tenaga kesehatan terutama dokter untuk tetap memilih berkarir di wilayah Kabupaten Aceh Timur, terutama setelah proses militerisme di provinsi tersebut berakhir. Implementasi kebijakan pengembangan karir sudah semestinya dilakukan secara transparan dan adil. Jika merujuk pada hasil penelitian di Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan maka akan terlihat bahwa masih ada dokter yang merasa kurang mendapat perhatian untuk mengembangkan karir karena menganggap dinas kesehatan tidak transparan dan tidak adil13.

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

8

Page 9: Kebijakan Dan Distribusi Tenaga Kesehatan Di Aceh Utara

M. Jamil Faozi, Mubasysyir Hasanbasri, Laksono Trisnantoro ; WPS no.3 Juli 2007, 1st draft

Kebijakan Gaji, Tunjangan, dan Insentif bagi Dokter dan Perawat Dinas kesehatan kabupaten memiliki kebijakan dalam hal memberikan kompensasi. Kompensasi berupa gaji diberikan kepada tenaga kesehatan yang berstatus pegawai negeri. Mereka juga memperoleh insentif. Pola ini tetap tidak berubah setelah terjadi tsunami. Kebijakan insentif bagi tenaga kesehatan khususnya dokter yang ditetapkan oleh pemerintah daerah memberikan uang sebesar Rp 500.000 bagi dokter yang bersedia ditempatkan di Kabupaten Aceh Utara. Namun, kebijakan ini dianggap bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 mengenai pertanggungjawaban keuangan daerah yang menyebutkan tenaga kesehatan pusat tidak berhak mendapat tunjangan daerah yang berasal dari APBD. Pada masa emergensi yaitu setelah bencana tsunami departemen kesehatan memberikan insentif kepada dokter PTT yang bersedia ditempatkan di Poskeslit sebesar Rp 3.500.000 dan perawat sebesar Rp 2.000.000 untuk masa tugas tiga bulan yang disetarakan setahun. Dokter spesialis dengan penugasan khusus juga menerima insentif sebesar Rp. 7.500.000 per bulan dengan masa tugas enam bulan. Insentif tersebut merupakan upaya untuk mencukupi kebutuhan tenaga Kesehatan di daerah bencana. Insentif tersebut efektif karena ketersediaan dokter di Poskeslit terpenuhi. Sistem imbalan merupakan instrumen yang ampuh sebagai daya tarik bagi tenaga kerja yang berkualitas tinggi14.

Pengaruh PAD dalam Pendistribusian Dokter dan Perawat Pemerintah daerah hanya berhak membuat perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan dan mengusulkannya ke pusat atau melalui provinsi. Tetapi pusatlah yang menentukan formasi tenaga kesehatan di daerah. Kebijakan pusat juga sangat mempengaruhi keputusan tentang gaji dan tunjangan profesi yang diberikan bersamaan dalam bentuk DAU.

Kondisi yang kondusif membangun optimisme pemerataan tenaga kesehatan. Tahun 2006, setelah kesepakatan perdamaian antara Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka tanggal 15 Agustus 2005 dan pemilihan gubernur yang berjalan lancar tanggal 11 Desember 2005, terbukti jumlah dokter spesialis bertambah. Sayangnya, hal ini tidak di ikuti dengan pertambahan dokter di puskesmas karena jumlahnya menurun. Namun prospek untuk pertambahan dokter spesialis sangat besar mengingat banyaknya dokter puskesmas yang sedang tugas belajar. Dinas kesehatan kabupaten mengantisipasi kekurangan dokter di puskesmas dengan memperbanyak nakes yang aktif di luar gedung.

Pemekaran wilayah Kabupaten Aceh Utara menjadi dua yaitu Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe juga menjadi motivator untuk menambah jumlah tenaga kesehatan. Selama ini tenaga kesehatan terpusat di wilayah Kota Lhokseumawe termasuk rumah sakit umum daerah. Maka, untuk menghindari defisit tenaga kesehatan di Kabupaten Aceh Utara maka APBD bidang kesehatan yang telah meningkat dimanfaatkan untuk menunjang pemerataan tenaga kesehatan, termasuk dalam hal mengembangkan karir bahkan setelah BRR purna tugas.

KESIMPULAN Dokter dan perawat di Kabupaten Aceh Utara yang tersebar di lima kabupaten belum terdistribusi secara merata baik sebelum tsunami ataupun sesudah tsunami. Setelah bencana tsunami, pelayanan kesehatan dilakukan melalui

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

9

Page 10: Kebijakan Dan Distribusi Tenaga Kesehatan Di Aceh Utara

M. Jamil Faozi, Mubasysyir Hasanbasri, Laksono Trisnantoro ; WPS no.3 Juli 2007, 1st draft

poskeslit yang disediakan oleh departemen kesehatan dan NGO. Jumlah perawat pada masa ini meningkat dan berhasil memenuhi standar departemen kesehatan, tetapi jumlah tenaga dokter masih jauh dari standar. Dalam usaha memenuhi standar departemen kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara mengeluarkan kebijakan yang melarang mutasi tenaga kesehatan. Kebijakan ini membantu mempertahankan jumlah dokter. Kebijakan gaji, tunjangan, dan insentif bagi dokter dan perawat sebelum dan sesudah bencana tsunami berasal dari sumber yang sama yaitu DAU dan APBD. Dana kesehatan yang berasal dari APBD akan dimanfaatkan untuk memeratakan distribusi tenaga kesehatan dan perawat, serta untuk membiayai pengembangan karir tenaga kesehatan melalui tugas belajar. Alasan politik juga menjadi faktor penentu dari pemerataan distribusi tenaga kesehatan. Selama tsunami, kondisi politik Kabupaten Aceh Utara sangat dipengaruhi oleh misi-misi kemanusiaan untuk membantu masyarakat yang mengalami bencana. Setelah tsunami, keadaan politik dipengaruhi oleh peran BRR.

SARAN Dinas kesehatan sebaiknya memiliki indikator-indikator yang pasti untuk menentukan kebutuhan tenaga kesehatan, bukan hanya menggunakan standar departemen kesehatan yaitu rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk. Indikator ini bermanfaat untuk membantu pemerataan distribusi tenaga kesehatan khususnya di daerah-daerah yang lebih membutuhkan.

Dinas kesehatan tetap mengajukan permohonan tenaga dokter pegawai tidak tetap dan menenmpatkan tenag tersebut di Puskesmas yang masih mempunyai satu orang tenaga dokter. Dinas kesehatan sebagai pihak pengelola manajemen pengembangan karier bagi tenaga dokter dan perawat bertanggungjawab untuk mengimplementasikannya secara adil dan trasnparan sesuai dengan kebutuhan daerah. Dinas kesehatan dapat menjalin kerjasama dengan institusi pendidikan tenaga kesehatan di luar gedung untuk mengantisipasi kekurangan tenaga pasca penarikan relawan. Dana kesehatan yang berasal dari APBD dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mendukung pengembangan karir tenaga kesehatan pasca BBR.

DAFTAR PUSTAKA 1. Fadilah, S., 2006. 30 Persen Puskesmas Tanpa Dokter.

http://www.republika.co.id. diakses tanggal 18 Mei 2006.

2. Husain, I., 2004. Kecukupan dan kualitas Tenaga Kesehatan Puskesmas Studi Distribusi Desa-kota dan Regional Analisa Data Sakerti 2000. Tesis Universitas Gadjah Mada.

3. Rahardi, R., 2006. Menuju Indonesia Sehat 2010. Gatra. No.22, tahun XII Husain (2004).

4. Dinas Kesehatan Propinsi NAD., 2005. Profil Kesehatan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2004.

5. Trisnantoro, L., 2005. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

10

Page 11: Kebijakan Dan Distribusi Tenaga Kesehatan Di Aceh Utara

M. Jamil Faozi, Mubasysyir Hasanbasri, Laksono Trisnantoro ; WPS no.3 Juli 2007, 1st draft

6. Kompas., 2006. Depkes Waspadai Wabah Lima Penyakit Pasca tsunami. diakses tanggal 27 April 2006. http://www.kompas.com diakses tanggal 27 April 2006.

7. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara., 2006b. Profil Dinas kesehatan Aceh Utara Tahun 2005.

8. Komite Penanganan Data Elektonik., 2006. Rekapitulasi keadaan Pengungsi Korban Bencana AlamGempa dan Gelombang Ttsunami Tanggal 26 desenbar 2004 Di Priponsi Nanggro Aceh Darussalam.

9. Wibowo, E., 2005. Hak kesehatan pengungsi/ Masyarakat, Http://www.acehmediacenter.or.id. diakses tanggal 27 April 2006.

10. Dinas Kesehatan Propinsi NAD., 2006a. Rencana Strategis Pembangunan Kesehatan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2006 – 2010.

11. Nursalam., 2002. Manajemen Keperawatan Aplikas Dalam Praktek Keperawatan Profesionai. Jakarta. Salemba Medika.

12. Subarsono, A.G., 2005. Analisis kebijakan Publik Konsep Teori dan Aplikasi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

13. Noor, F., 2007. Orientasi Karir Dokter di Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. Tesis. Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

14. Siagian, S.P., 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. ed.1 Jakarta. Bumi Aksara.

Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id

11