114
KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum UNSRI Oleh: N A M A : ROBBY SANDES N I M : 02023100100 UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS HUKUM INDRALAYA 2007

KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

  • Upload
    vothuan

  • View
    234

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM

PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Hukum

pada Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum UNSRI

Oleh:

N A M A : ROBBY SANDES

N I M : 02023100100

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

INDRALAYA

2007

Page 2: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

ii

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : ROBBY SANDES

NIM : 02023100100

Program Studi : ILMU HUKUM

Program Kekhususan : Studi Hukum Dan Sistem Peradilan Pidana

Judul Skripsi : KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN

DALAM PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI

RADIO KHUSUS DI INDONESIA

Menyetujui

Pembimbing Utama

Ruben Achmad., S.H., M.Hum

NIP 130989244

Pembimbing Pembantu

Malkian Elvani, S.H., M.Hum

NIP 131470620

Page 3: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

iii

Telah diuji dan lulus pada :

Hari : Rabu

Tanggal : 7 Februari 2007

Nama : Robby Sandes

Nomor Induk Mahasiswa : 02023100100

Program Kekhususan : Studi Hukum Dan Sistem Peradilan Pidana

TIM PENGUJI

1. Ketua : Ruben Achmad., S.H., M.H. ( )

NIP 130989244

2. Sekretaris : Syahmin A.K., S.H., M.H. ( )

NIP 130292297

3. Anggota : Mohjan., S.H., M. Hum. ( )

NIP 131638923

Indralaya, Februari 2007

Mengetahui

Dekan Fakultas Hukum

H.M. RASYID ARIMAN, S.H., M,H.

NIP. 130604256

Page 4: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

iv

MOTTO :

“If you want to make the world a better place,

Take a look at your self then make a change” (Bila engkau ingin melihat dunia menjadi lebih baik,

Lihatlah pada dirimu dan lakukan perubahan)

Kupersembahakan untuk :

- Syaiful Yazan Sutan Rajo Ameh dan

Yunani, yang telah melahirkan dan

membesarkan ku dengan penuh kasih dan

sayang.

- Pipit, Rama, Agus dan Rahma adik-adikku

yang tercinta yang telah memberikan

suasana hidup terasa menjadi lebih hidup

- Dwi Agustin Nanik Sukarno yang telah

memberikan segalanya untukku

- Baju kuning almamater ku tercinta.

Page 5: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih yang tiada terhingga kepada :

1. Bapak Ruben Achmad SH. MH, selaku Pembimbing Utama yang telah

memberikan bimbingan kepada peneliti untuk menyusun laporan penelitian ini.

2. Bapak Malkian Elvani SH. MHum, selaku Pembimbing Pembantu yang juga

telah memberikan bimbingan kepada peneliti dalam penyusunan laporan

penelitian ini.

3. Bapak Amrullah Arpan SH. SU, selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan pengarahan akademik kepada peneliti selama melakukan studi di

Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

4. Ibu Wahyu Ernaningsih SH, MHum, yang dengan penuh kelembutan dan kasih

sayang telah menjadi ibu bagi peneliti selama melakukan studi di Fakultas

Hukum Universitas Sriwijaya.

5. dr. H Nazaruddin, yang telah menjadi tempat bernaung dan berlindung selam

peneliti melakukan studi di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

6. Yan Anton Ferdian, yang telah begitu besar membantu peneliti dalam berbagai

hal selama peneliti melakukan studi di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

7. Bapak Hamid, yang telah dengan sabar membantu segala permasalahan

administrasi selama peneliti melakukan studi di Fakultas Hukum Universitas

Sriwijaya.

8. Ir. Suherman dan Ir. Wartaty, yang telah memberikan dorongan moril dan

materiel kepada peneliti untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum

Universitas Sriwijaya

9. Teman-teman mahasiswa dan pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas budi baik mereka semua. Amin.

Page 6: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

vi

KATA PENGANTAR

Tiada kata awal yang paling indah, selain mengucapkan puji dan syukur kepada

Allah SWT yang berkat Rahmat dan RidhoNya peneliti dapat menyelesaikan

penelitian, yang merupakan tugas akhir yang harus peneliti tempuh untuk

menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Indralaya.

Penelitian ini merupakan implementasi dari beberapa bidang ilmu yang peneliti

miliki, yaitu ilmu teknik radio dan elektronika serta ilmu hukum. Dimana ilmu teknik

radio dan elektronika tersebut telah peneliti dapatkan sebelum menuntut ilmu di

Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, dan ilmu hukum peneliti dapatkan dari dosen-

dosen pengajar yang ada di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

Adalah perlu peneliti sampaikan, bahwa penelitian ini hanyalah suatu langkah

awal untuk mendapatkan hasil penelitian akhir yang dapat langsung bermanfaat dan

diterapkan dalam kehidupan masyarakat, namun karena berbagai keterbatasan yang

ada pada peneliti, maka peneliti hanya dapat menyelesaikan penelitian awal yang

hasilnya merupakan data awal untuk melakukan penelitian berikutnya.

Ada pun topik yang diteliti adalah pelaksanaan pengaturan telekomunikasi

radio khusus di Indonesia. Seperti yang dapat diketahui bahwa telah ada undang-

undang dan peraturan pelaksana dibawahnya yang mengatur secara rinci dan tegas

sehubungan dengan penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia.

Namun yang terjadi adalah masih terdapat begitu banyaknya pelanggaran-

Page 7: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

vii

pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus

tersebut.

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan baik penal (yang

mengandung sanksi pidana) maupun non penal, tujuannya adalah tidak lain untuk

menciptakan suatu ketertiban dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di

Indonesia. Namun dalam kenyataannya, masih terjadi begitu banyak pelanggaran-

pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus tersebut. Atas dasar

inilah peneliti memandang perlu untuk mengkaji dan mencari adakah kebijakan-

kebijakan lain yang dapat diterapkan untuk menciptakan ketertiban dalam

penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia.

Akhir kata peneliti mengharapkan agar pada waktu yang akan datang dapat

dilaksanakan penelitian kembali sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini. Dan

peneliti juga berharap adanya kritik dan saran untuk peneliti yang dapat dijadikan

pandangan untuk menuju suatu kesempurnaan.

Indralaya, Februari 2007

Peneliti

Robby Sandes

Page 8: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................iv

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................................v

KATA PENGANTAR ..............................................................................................vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR................................................................................................xi

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...............................................................................................1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................13

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ....................................................................13

D. Metode Penelitian.........................................................................................14

1. Pendekatan Masalah .............................................................................14

2. Sumber Data.........................................................................................14

3. Teknik Pengumpulan Data....................................................................15

4. Lokasi Penelitian ..................................................................................19

5. Teknik Penentuan Sampel.....................................................................19

Page 9: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

ix

6. Teknik Analisa Data .............................................................................21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Telekomunikasi Radio..................................................................................22

1. Gambaran Umum Telekomunikasi Radio .............................................22

a. Power Supply..................................................................................24

b. Modulator .......................................................................................25

c. Oscillator ........................................................................................29

d. Transmitter .....................................................................................30

e. Antenna ..........................................................................................31

2. Teknologi Terapan Dalam Telekomunikasi Radio.................................33

1. Telekomunikasi Teleponi................................................................33

2. Komunikasi Data ............................................................................37

3. Remote Station ...............................................................................38

B. Pengaturan Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus

Di Indonesia .................................................................................................39

1. Pengertian Telekomunikasi Radio.........................................................39

2. Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus ..................................41

a. Penguasaan Perangkat Telekomunikasi Radio. ................................44

b. Sertifikasi Perangkat Telekomunikasi Radio ...................................44

c. Alokasi Frekuensi ...........................................................................49

3. Tindakan Pengawasan Dan Penertiban..................................................52

C. Teori Kebijakan Kriminal.............................................................................54

Page 10: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

x

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Dalam Penyelenggaraan

Telekomunikasi Radio Khusus....................................................................61

B. Kebijakan Kriminal Non Penal Terhadap Pelanggaran Penyelenggaraan

Telekomunikasi Radio Khusus....................................................................79

1. Kebijakan Kriminal Non Penal Sehubungan Dengan Administrasi

(Perizinan). ...........................................................................................80

2. Kebijakan Kriminal Non Penal Sehubungan Dengan Teknologi

Telekomunikasi Radio ..........................................................................83

3. Radio Trunking System ........................................................................85

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ..................................................................................................94

B. Rekomendasi................................................................................................96

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................98

Page 11: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Karakteristik Gelombang Elektromagnet ................................................ 22

Gambar 2 Hubungan Panjang Gelombang Dengan Frekuensi Radio........................ 23

Gambar 3 Karakteristik Pancaran FM ..................................................................... 25

Gambar 4 Karakteristik Pancaran AM..................................................................... 26

Gambar 5 Metode Konfersi Data............................................................................. 27

Gambar 6 Kode Morse Internasional....................................................................... 28

Gambar 7 Contoh Skema Rangkaian Oscillator....................................................... 30

Gambar 8 Contoh Sebuah Directional Antenna ....................................................... 31

Gambar 9 Diagram Alur Sebuah Pemancar Radio ................................................... 32

Gambar 10 Diagram Alur Sebuah Penerima Radio.................................................. 33

Gambar 11 Ilustrasi Telekomunikasi Radio Menggunakan Teknologi Repeater ...... 34

Gambar 12 Penerapan Berbagai Teknologi Komunikasi Radio Mengunakan Radio

IC-F7000 Buatan Icom Inc .................................................................. 36

Gambar 13 Penggunaan Gelombang Radio Pada Radar........................................... 39

Gambar 14 Struktur Industri Telekomunikasi Di Indonesia ..................................... 42

Gambar 15 Diagram Alur Prose Sertifikasi Perangkat Telekomunikasi ................... 48

Gambar 16 Diagram Alur Proses Pelaksanaan Pengawasan Dan Penertiban

Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Di Indonesia ......................... 53

Page 12: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

xii

Gambar 17 Ilustrasi Telekomunikasi Radio Menggnakan Repeater ......................... 86

Gambar 18 Ilustrasi Penerapan Radio Trunking System Pada Sebuah Perusahaan... 88

Gambar 19 Ilustrasi Penerapan Radio Trunking System Pada Sebuah

Kabupaten/Kota................................................................................... 90

Page 13: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

xiii

DAFTAR TABLE

Table 1 Responden berdasarkan daerah................................................................... 65

Table 2 Responden berdasarkan penggunaan .......................................................... 65

Table 3 Responden berdasarkan status responden.................................................... 65

Table 4 Merek Dan Type Radio Yang Digunakan Responden ................................. 72

Page 14: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jauh sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang

Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah

menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan

mendorong kegiatan perekonomian masyarakat, memantapkan pertahanan dan

keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan,

memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara,

serta meningkatkan hubungan dengan bangsa lain. Dalam penjelasan Undang-undang

Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, spektrum frekuensi radio dan orbit

satelit dinyatakan sebagai suatu sumber daya alam terbatas,1 sehingga penggunaannya

harus sesuai dengan peruntukannya serta tidak saling mengganggu,2 Mengingat sifat

spektrum frekuensi radio yang juga dapat merambat ke segala arah tanpa mengenal

batas wilayah negara dan derajat perangkat telekomunikasi radio yang disetarakan

dengan senjata api dan senjata tajam,3 maka sumber daya alam tersebut perlu dikelola

dan diatur pembinaannya guna memperoleh manfaat yang optimal dengan

1 Indonesia., Penjelasan Undang-undang Nomor 3 Tentang Telekomunikasi., 1989.,

www.postel.go.id. 2 Indonesia., Undang-undang Nomor 36 Tentang Telekomunikasi., 1999., www.postel.go.id.,

Pasal 33 ayat (2) 3 Anonymous., Himpunan Peraturan Tentang Kegiatan Amatir Radio–Paket Pembinaan

Organisasi., Organisasi Amatir Radio Indonesia Daerah Sumatra Selatan, 1999., Hal 42.

1

Page 15: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

2

memperhatikan kaidah hukum nasional maupun internasional seperti konstitusi dan

konvensi International Telecommunication Union serta Radio Regulation, dan

perhatian akan hal tersebut telah dituangkan oleh pemerintah dalam Undang-undang

Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi beserta peraturan-peraturan

pelaksananya.

Dalam pengaturannya, penyelenggaraan telekomunikasi dibagi menjadi dua

macam, yaitu penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan

telekomunikasi radio khusus.4 Untuk penyelenggaraan jaringan telekomunikasi

dilakukan oleh beberapa badan usaha yang bergerak dalam bidang telekomunikasi

yang mendapat izin dari pemerintah untuk mengelola suatu jasa jaringan

telekomunikasi yang diperuntukkan untuk umum. Dan untuk penyelenggaraan

telekomunikasi khusus dilakukan oleh badan usaha atau Dinas/instansi atau

perorangan yang mendapat izin dari pemerintah untuk menyelenggarakan

telekomunikasi untuk keperluan khusus. Keperluan khusus yang dimaksud adalah

kebutuhan telekomunikasi untuk mendukung kegiatan berbagai untuk keperluan

sendiri, keamanan, latih diri, telekomunikasi darurat dan kegiatan lainnya yang dalam

pelaksanaannya membutuhkan suatu jaringan telekomunikasi tersendiri dan terpisah

dari jaringan telekomunikasi umum atau kegiatan tersebut belum dapat terjangkau

oleh jaringan telekomunikasi umum.

Penggunaan gelombang elektromagnet yang mampu merambat melalui udara

menyebabkan telekomunikasi radio memiliki jarak jangkau yang lebih jauh bila

4 Indonesia., Opcit., Pasal 7 ayat (1)

Page 16: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

3

dibandingkan dengan teknologi telekomunikasi yang menggunakan media kabel atau

lainnya, sehingga dalam perhitungan biaya operasionalnya telekomunikasi radio

menduduki posisi yang terendah di antara jenis telekomunikasi lainnya.5 Oleh karena

itu, banyak pihak terutama para pelaku usaha yang membutuhkan telekomunikasi

untuk mendukung kegiatannya cenderung memilih telekomunikasi radio sebagai

alternatif. Jaringan telekomunikasi umum yang hingga pada saat ini belum

menjangkau tempat-tempat tertentu juga menjadi alasan mengapa pihak pengguna

telekomunikasi menggunakan telekomunikasi radio untuk melaksanakan kegiatannya.

Ini terbukti dari masih banyaknya daerah yang tidak tersedia jaringan telepon baik

kabel maupun seluler. Telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi

telekomunikasi tertentu juga membutuhkan suatu jaringan telekomunikasi yang

terpisah dari jaringan telekomunikasi umum. Misalnya telekomunikasi radio yang

menggunakan mode paging, atau telekomunikasi radio yang dijadikan sebagai remote

station, atau telekomunikasi radio sebagai penentu lokasi/radar dan telekomunikasi

radio siaran atau bahkan untuk keperluan medis, semua mode telekomunikasi tersebut

secara teknik dan prosedur operasionalnya membutuhkan suatu perangkat, frekuensi

dan prosedur pengoperasian yang berbeda dari jaringan telekomunikasi umum yang

telah ada. Dan dengan alasan pengembangan ilmu pengetahuan telekomunikasi radio

yang terpisah dari jaringan telekomunikasi umum juga diperlukan untuk keperluan

5 Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin., Radio.,

Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

Page 17: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

4

pendidikan dan latih diri yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan

perorangan.

Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi,

semua kegiatan telekomunikasi radio tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan apa

yang telah diatur dalam Undang-undang tersebut dan peraturan-peraturan pelaksana

dibawahnya. Pengaturan tentang prosedur pelaksanaan telekomunikasi radio dimulai

dari jenis perangkat radio yang digunakan. Ini diatur dalam Pasal 32 ayat (1) yang

menyatakan bahwa:

“Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit,

dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia

wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”

dan diatur pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2000 tentang

Penyelenggaraan telekomunikasi pada Bab IV yang intinya adalah mengatur semua

jenis perangkat dan alat telekomunikasi radio yang digunakan harus mengikuti

standar yang telah ditentukan oleh Pemerintah.6 Dan lebih spesifik diatur dalam

Keputusan Direktur Jenderal Pos Dan Telekomunikasi Nomor 84 Tahun 1999 tentang

Spesifikasi Teknis Perangkat Telekomunikasi.7

Perangkat telekomunikasi yang telah sesuai dengan standar yang ditentukan

oleh Pemerintah tersebut, masih harus mendapatkan izin untuk dioperasikan.

6 Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.,

2000., www.postel.go.id. 7 Keputusan Direktur Jenderal Pos Dan Telekomunikasi Nomor 84 Tahun 1999 Tentang

Spesifikasi Teknis Perangkat Telekomunikasi., www.postel.go.id.

Page 18: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

5

Pengaturan tentang izin tersebut dituangkan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-undang

Nomor 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi yang menyatakan bahwa :

“Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib

mendapatkan izin Pemerintah”

dan Pasal 46 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi yang menyatakan bahwa :

“Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau

penyelenggara jasa telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di

daerah tertentu, maka penyelenggara telekomunikasi khusus

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a dapat menyelenggarakan

jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan izin

Menteri.”

Pemerintah juga mengatur secara khusus tentang penyelenggaraan

telekomunikasi radio yang dilaksanakan oleh orang pribadi atau amatir radio yang

dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2002 Tentang Pedoman

Kegiatan Amatir Radio yang didalamnya mengatur tentang izin penguasaan

perangkat telekomunikasi radio dan izin untuk mendirikan, mendirikan, memiliki,

mengoperasikan stasiun radio amatir dan menggunakan frekuensi amatir radio.

Namun dalam kenyataannya masih banyak penyelenggara telekomunikasi radio

yang melaksanakan kegiatan telekomunikasi dengan tidak mengikuti ketentuan-

ketentuan yang telah diatur oleh Pemerintah. Kondisi ini dapat ditemukan hampir di

semua daerah di Indonesia dengan indikasi banyaknya laporan-laporan yang diangkat

oleh media massa atau informasi dari penyelenggara telekomunikasi radio.

Pelanggaran-pelanggaran yang dapat terlihat misalnya penyelenggaraan

Page 19: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

6

telekomunikasi radio yang menggunakan perangkat radio yang tidak sesuai dengan

standar yang telah ditentukan oleh Pemerintah. Pembuktian akan hal ini adalah

banyak perangkat telekomunikasi radio yang digunakan dengan tidak melalui proses

sertifikasi yang diwajibkan oleh pemerintah seperti yang dinyatakan dalam

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Tata Cara Penerbitan

Sertifikat Tipe Alat Dan Perangkat Telekomunikasi Pasal 2 ayat (1) yaitu:8:

“Setiap tipe alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit,

dimasukkan untuk diperdagangkan dan atau digunakan di wilayah

Negara Republik Indonesia wajib dilakukan sertifikasi”

Pelanggaran lain adalah penyelenggaraan telekomunikasi radio yang menggunakan

pita frekuensi tanpa izin atau di luar yang ditentukan oleh izin yang diberikan.

Pelanggaran seperti ini kerap kali dilakukan oleh badan usaha atau bahkan

Dinas/instansi Pemerintah yang menggunakan telekomunikasi radio. Kemudian

pelanggaran juga terjadi dalam hal peruntukannya, misalnya penyelenggaraan

telekomunikasi radio yang seharusnya digunakan untuk keperluan

Dinas/instansi/perusahaan dalam kenyataannya juga digunakan untuk keperluan

amatir radio atau telekomunikasi untuk amatir radio tetapi digunakan untuk keperluan

usaha baik badan hukum maupun perorangan atau penyelenggara telekomunikasi

memungut biaya dalam pengoperasiannya. Hal ini melanggar ketentuan sebagaimana

8 Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 2., 2001., www.postel.go.id.

Page 20: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

7

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Pasal 50 yang

menyebutkan bahwa:

“Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal. 41, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45

dilarang untuk:

a. menyelenggarakan telekomunikasi di luar peruntukannya; b. menyambungkan atau mengadakan interkoneksi dengan jaringan

telekomunikasi lainnya; dan

c. memungut biaya dalam bentuk apa pun atas penggunaan dan atau pengoperasiannya, kecuali untuk telekomunikasi khusus yang

berkenaan dengan ketentuan internasional yang telah diratifikasi.”

Pelanggaran-pelanggaran seperti tersebut di atas, dapat menimbulkan akibat-akibat

baik berupa gangguan secara teknis atau kekacauan bahkan dapat menimbulkan

kerugian langsung terhadap pihak lain. Akibat-akibat tersebut diantaranya adalah

penggunaan perangkat telekomunikasi radio yang tidak melalui proses sertifikasi

dapat menimbulkan gangguan teknis seperti timbulnya interference9 yang dapat

mengganggu pihak lain pengguna frekuensi radio misalnya pengguna televisi tidak

dapat menyaksikan siaran televisi akibat gangguan dari pancaran pengguna

telekomunikasi radio, bahkan bila didirikan dengan tidak mengikuti ketentuan teknis

telekomunikasi radio maka dapat menimbulkan kerugian langsung pada pihak lain

misalnya penggunaan tiang antenna yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dapat

menyebabkan robohnya tiang antenna. Akibat lain adalah kekacauan yang

9 Dijelaskan oleh Dunning, John. On the Air: The Encyclopedia of Old-Time Radio. Oxford

University Press, 1998 dalam Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft

Corporation.. 1993-2005. Bahwa Interference adalah gelombang radio palsu yang terpancar pada

frekuensi lain selain frekuensi utama yang timbul sebagai akibat dari tidak sesuainya (unmatched)

penerapan komponen pada rangkaian oscillator. Gangguan ini dapat mengakibatkan menghilangnya

gelombang radio asli apabila kekuatan gelombang interference ini lebih kuat dibandingkan gelombang

radio yang asli.

Page 21: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

8

ditimbulkan oleh penggunaan pita frekuensi radio yang tanpa atau tidak sesuai

dengan izin. Kekacauan yang dimaksud adalah kemungkinan adanya lebih dari satu

penyelenggaraan telekomunikasi radio yang beroperasi pada satu frekuensi yang

sama, yang pada akhirnya menghambat laju penyelenggaraan telekomunikasi radio

tersebut bahkan dapat menyebabkan kerusakan pada bagian pemancar apabila sering

terjadi pancaran ganda (double transmission).10 Contoh kekacauan ini pernah

diutarakan oleh seorang amatir radio Indonesia daerah Sumatra Selatan Lokal Musi

Rawas Syaiful Yazan-YC4IBO yang mengatakan bahwa International Amateur

Radio Union (IARU) pernah memerintahkan stasiun pusat kendali satelit Orbiting

Satellite Carrying Amateur Radio (OSCAR) untuk menonaktifkan semua fasilitas

yang dimiliki oleh OSCAR11 ketika orbit satellite berada tepat di atas Indonesia.

12

Pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio juga menyebabkan kerugian

terhadap negara dalam hal Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), sebagaimana

diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Jenis Penerimaan

10 Gibilisco, Stan. Amateur Radio Encyclopedia. TAB, 1993 dalam Microsoft Encarta Premium

Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005. Mengatakan bahwa setiap

gelombang radio memiliki kekuatan pancaran, dan apabila pada saat memancar terdapat gelombang

radio lain yang masuk atau gelombang radio asli yang kembali ke rangkaian pemancar maka akan

mengakibatkan melemahnya komponen penguat akhir pada rangkaian pemancar tersebut. Pancaran

ganda juga menyebabkan informasi yang dikirimkan menjadi sulit untuk diterima terutama untuk komunikasi radio yang menggunakan mode pancaran Frequency Modulation (FM)

11 Dalam Buku Himpunan Peraturan Tentang Kegiatan Amatir Radio–Paket Pembinaan

Organisasi dijelaskan bahwa OSCAR (Orbiting Satellite Carrying Amateur Radio) adalah sebuah

satelit non pemerintah yang diorbitkan khusus untuk mendukung kegiatan amatir radio di seluruh

dunia, satelit ini memiliki fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan oleh setiap amatir radio yang telah

memiliki izin dengan fasilitas, mode komunikasi, jenis teknologi, serta frekuensi yang digunakan

untuk uplink dan downlink yang digunakan satelit tersebut bekerja pada frekuensi yang khusus

dialokasikan untuk amatir radio 12 Syaiful Yazan-YC4IBO, Direct FM QSO dengan Robby Sandes-YD4PGM on 144,540 MHz

F3E Simplex, YD4PGM Log sheet., Maret 1997.

Page 22: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

9

Negara Bukan Pajak jo Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 Tentang Tarif

Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen

Perhubungan jo Peraturan Menteri Telekomunikasi Dan Informatika Nomor 21

Tahun 2005 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan

Pajak Dari Biaya Sertifikasi Dan Permohonan Pengujian Alat/Perangkat

Telekomunikasi jo Peraturan Menteri telekomunikasi Dan Informatika Nomor 17

Tahun 2005 Tentang Tata Cara Perizinan Dan Ketentuan Operasional Penggunaan

Spektrum Frekuensi Radio jo Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 10 Tahun 2005

Tentang Sertifikasi Alat Dan Perangkat Telekomunikasi bahwa semua biaya

perizinan dan biaya lainnya dalam hal penyelenggaraan telekomunikasi radio

merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Pelanggaran-pelanggaran seperti tersebut di atas dilaporkan banyak terjadi di

beberapa daerah di Indonesia, seperti di Jakarta dilaporkan akibat dari penggunaan

frekuensi yang tidak sesuai atau tidak dengan izin membuat kegiatan penyiaran antara

Kota Jakarta dan Tangerang menjadi kacau balau.13 Kemudian di Semarang juga

dilaporkan bahwa sekitar 400 radio gelap atau yang tidak memiliki izin resmi dari

pemerintah mengudara dan mengganggu kegiatan siaran radio lain. Bahkan Pengurus

Daerah PRSSNI Jawa Tengah Wisnu Pujonggo mengatakan bahwa di seluruh

Indonesia terdeteksi lebih dari 1000 lebih radio siaran gelap yang mengudara pada

13 Kompas., Keluhan Gangguan Frekuensi Terus Mengalir., www.kompas.com., 23 Agustus

2004.

Page 23: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

10

frekuensi 88 sampai 108 MHz.14 Ketua Organisasi Amatir Radio Indonesia Daerah

Jawa Barat Lokal Bandung Barat Eman Sulaeman, S.E. juga mengeluhkan bahwa

anggota ORARI Lokal Bandung Barat mengalami kesulitan dalam melakukan

kegiatan rutin mereka terutama dalam memberikan bantuan telekomunikasi

(BANKOM) pada saat menjelang dan sesudah Hari Raya Idul Fitri 1426 H dan

pelaksanaan Pilkada.15 Di sekitar Kabupaten Rembang dilaporkan pula bahwa

sebagian besar masyarakat di sana mengeluhkan tentang gangguan yang mereka

terima pada saat menyaksikan siaran televisi, gangguan tersebut disinyalir

diakibatkan oleh pemancar radio pada band 88–108 MHz yang dimodifikasi dan

digunakan untuk telekomunikasi radio dua arah serta pemancar High Frequency (HF)

yang menggunakan mode Single Side Band (SSB) terutama yang bekerja pada band

80 dan 40 meter.16

Dari berbagai contoh pelanggaran yang dikemukakan di atas, kesemuanya

diancam dengan pidana seperti dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun

1999 tentang Telekomunikasi. Misalnya Personal Auto patch Repeater17 yaitu

14 Suara Merdeka., Radio Gelap Ganggu Frekuensi-Desak RUU Penyiaran Dituntaskan.,

www.suaramerdeka.com., 30 Januari 2002 15 Pikiran Rakyat., ORARI Keluhkan Radio Gelap., www.pikiran-rakyat.com, 9 Nopember

2005. 16 Suara Merdeka., Warga Mengeluh Siaran Televisi Sering Mengganggu.,

www.suaramerdeka.com., 13 Januari 2006. 17 Oleh Rutland, David. Behind the Front Panel: The Design & Development of 1920's Radios.

Wren, 1994 dalam Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation..

1993-2005. Dijelaskan bahwa Personal Auto patch Repeater adalah suatu modifikasi teknologi

komunikasi radio teleponi yang merubah fungsi repeater radio yang seharusnya memancarkan kembali

sinyal radio yang diterima menjadi memancarkan suara dari jaringan telepon kabel, sehingga teknis

operasionalnya berubah selayaknya jaringan telepon seluler. Kegiatan ini banyak dilakukan oleh

pengguna komunikasi radio baik untuk keperluan usaha atau pribadi untuk dapat melakukan

komunikasi telepon melalui pesawat radio yang dijinjingnya. Dan hingga kini teknologi ini masih

Page 24: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

11

penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus yang disambungkan ke jaringan

telekomunikasi umum selain untuk kegiatan penyiaran, kegiatan ini melanggar

ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi yang menyebutkan bahwa :

“Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (3) huruf a dan huruf b, dilarang disambungkan ke jaringan

penyelenggara telekomunikasi lainnya”

dan dalam Pasal 51 dinyatakan bahwa :

“Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2),

dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau

denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)”

kemudian kegiatan telekomunikasi radio khusus yang menggunakan perangkat

telekomunikasi radio yang tidak mendapatkan izin untuk digunakan di Indonesia

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi bahwa :

“Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit,

dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia

wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”

yang mana pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 32 ini diatur dalam Pasal 52

yang menyebutkan bahwa :

banyak digunakan terutama untuk daerah-daerah yang belum terjangkau jaringan telepon seluler atau

untuk menghindari biaya komunikasi bila menggunakan jaringan telepon seluler, karena teknologi ini

dihubungkan dengan jaringan telepon kabel biasa yang harga pulsanya jauh lebih rendah dibandingkan

dengan penggunaan telepon seluler.

Page 25: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

12

“Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau

menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik

Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling

lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00

(seratus juta rupiah)”

Pelanggaran lain adalah pelanggaran-pelanggaran yang berhubungan dengan izin

penyelenggaraan telekomunikasi radio dan akibat-akibat yang ditimbulkannya.

Seperti yang diatur dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi:

1. Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan

pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling

banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

2. Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 15 (lima belas) tahun

Dari penjabaran di atas, dapatlah kita lihat bahwa dalam pengaturan

telekomunikasi radio khusus telah diterapkan suatu kebijakan kriminal dengan

menyertakan sanksi pidana pada setiap pelanggaran yang dimaksud. Namun, melihat

dari data-data pengamatan awal serta laporan-laporan yang ada mengenai

penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus, dapat pula terlihat bahwa kebijakan

kriminal yang dimaksud belum menunjukkan efektifitas seperti yang diharapkan.

Dengan demikian, peneliti memandang perlu untuk dilakukan sebuah penelitian

untuk mencari kembali ide-ide terbaru mengenai kebijakan kriminal terhadap

pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus.

Page 26: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

13

B. Rumusan Masalah

1. Faktor apa yang menjadi penyebab pelanggaran dalam penyelenggaraan

telekomunikasi radio khusus di Indonesia.

2. Kebijakan kriminal non penal yang bagaimana dapat digunakan untuk

penanggulangan pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio

khusus di Indonesia

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menemukan dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab timbulnya

pelanggaran-pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di

Indonesia.

2. Untuk menemukan dan menjelaskan kebijakan-kebijakan non penal yang dapat

diterapkan oleh pejabat/Dinas/instansi terkait dalam penanggulangan pelanggaran

dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia.

Dan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:

1. Secara teoritis, diharapkan menjadi kajian akademik dibidang hukum pidana

untuk merumuskan teroi-teori penaggulangan tindak pidana pada umumnya dan

pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khususnya.

2. Secara praktis dapat menjadi rekomendasi bagi pejabat/dinas/instansi terkait

terutama yang menangani pengaturan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit

untuk menerapkan langkah-langkah yang dihasilkan dari penelitian ini dalam

Page 27: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

14

rangka menanggulangi pelanggaran-pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi

radio khusus.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan empiris yaitu pendekatan penelitian

yang menggunakan data primer sebagai bahan atau data yang dianalisa, dalam

penelitian ini berupa data-data mengenai apa yang terjadi di lapangan sehubungan

dengan pelaksanaan telekomunikasi radio khusus sebagaimana diatur dalam Undang-

undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi.

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, di

mana data primer adalah semua data dan atau informasi yang berhubungan dan

berguna bagi penelitian ini yang peneliti dapatkan secara langsung melalui studi

lapangan, dan data sekunder adalah:

a) Bahan hukum primer yaitu kaidah-kaidah hukum positif yang berlaku di

wilayah hukum negara Republik Indonesia seperti Undang-undang Dasar,

peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan bahan hukum lainnya.

b) Bahan hukum sekunder yaitu rancangan Undang-undang, pendapat dan karya

tulis para ahli hukum.

c) Bahan Hukum tersier yaitu kamus atau ensiklopedi

Data-data sekunder tersebut didapat melalui studi kepustakaan.

Page 28: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

15

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Lapangan

Dari pengalaman peneliti dalam bidang telekomunikasi radio, maka untuk

memperoleh data primer peneliti membagi-bagi sumber data menjadi

beberapa kelompok, yaitu:

1. Penjual.

Yaitu orang atau badan hukum yang menyediakan perangkat

telekomunikasi radio baik buatan pabrik atau buatan perorangan untuk

dijual kepada masyarakat pengguna perangkat telekomunikasi radio.

2. Teknisi.

Yaitu orang atau badan hukum yang memberikan jasa/layanan

pemasangan/instalasi, perakitan, perbaikan, atau bahkan pembuatan

perangkat telekomunikasi radio.

3. Pemakai.

Yaitu orang atau badan hukum yang secara langsung memiliki dan

menggunakan perangkat telekomunikasi radio.

Dan untuk mendapatkan data yang dimaksud peneliti menggunakan metode:

1. Pengamatan.

Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan terhadap

objek penelitian dan hal-hal lain yang dianggap berhubungan dan berguna

dalam penelitian ini. Di antara pengamatan ini dilakukan dengan

Page 29: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

16

menggunakan alat bantu yang berupa beberapa peralatan elektronika yang

umum digunakan dalam penyelenggaraan suatu telekomunikasi radio,

peralatan-peralatan tersebut adalah:

a. Transceiver.

Yaitu sebuah perangkat telekomunikasi radio yang dalam penelitian

ini dapat berjumlah lebih dari satu buah berdasarkan jangkauan

frekuensi kerjanya. Frekuensi kerja yang diamati adalah :18 High

Frequency (frekuensi 3 hingga 30 MHz); Very High Frequency

(frekuensi 30 hingga 300 MHz); Ultra High Frequency (frekuensi 300

hingga 3000 MHz); Super High Frequency (frekuensi 3 hingga 30

GHz); Extremely High Frequency (frekuensi 30 hingga 300 GHz).

b. Frequency Counter.

Yaitu sebuah alat penampil frekuensi kerja suatu rangkaian oscillator

yang dalam penelitian ini dilakukan modifikasi sehingga berubah

fungsi menjadi bagian dari alat penentu lokasi pemancar.19

18 Berdasarkan pengalaman peneliti, band frekuensi antara 3 MHz hingga 300 GHz adalah

frekuensi yang paling umum digunakan untuk menyelenggarakan komunikasi radio, baik untuk keperluan penyiaran (broadcasting), keperluan badan usaha, keperluan pribadi (amatir radio),

pertahanan keamanan dan medis. Ini dapat dilihat dari sudut pandang biaya yang murah, teknologi

yang umum, perangkat yang mudah didapat dan cara pengoperasian yang dianggap lebih mudah. 19 Rekayasa teknologi ini pernah peneliti lakukan dalam rangka mengikuti perlombaan Fox

Hunting yang diadakan oleh ORARI Daerah Bengkulu yaitu suatu perlombaan uji ketangkasan dalam

mencari dan menemukan beberapa pemancar radio yang disembunyikan, dan peneliti berhasil

menemukan semua pemancar yang dimaksud Dengan merubah fungsi penghitung frekuensi yang

dimiliki oleh Frequency Counter menjadi alat pengukur kuat lemahnya suatu gelombang radio pada

suatu frekuensi, kemudian menggabungkannya dengan sebuah Yagi Uda Array Antenna

memungkinkan untuk mendapatkan arah asal suatu gelombang radio.

Page 30: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

17

c. Yagi Uda Array Multi Band Antenna.

Yaitu sebuah Directional Antenna20 yang dapat digunakan pada

beberapa band frekuensi yang digunakan untuk menentukan lokasi

pemancar dengan cara menggabungkannya dengan rangkaian

Frequency Counter yang telah dimodifikasi.

Selain peralatan tersebut di atas peneliti juga masih menggunakan

beberapa perangkat keras dan perangkat lunak tambahan sebagai

pendukung dari pengumpulan data atau informasi yang dibutuhkan dalam

penelitian ini, seperti adanya kemungkinan untuk menggunakan software

AX2521 untuk melakukan decoding

22 agar peneliti dapat memonitor

terhadap pancaran gelombang radio yang menggunakan mode Packet

Radio23. Peralatan-peralatan tersebut di atas digunakan sebagai alat bantu

teknis peneliti dalam mengamati langsung tentang apa yang terjadi pada

frekuensi-frekuensi yang dimaksud dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan

20 Dijelaskan dalam artikel Packet pada Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On

DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005 bahwa Directional Antenna adalah suatu jenis antenna

komunikasi radio yang dirancang khusus untuk mengarahkan pancaran gelombang radio yang dikirim

atau diterima sesuai dengan arah yang diinginkan, dalam masyarakat umum dikenal dengan sebutan

antenna pengarah atau boomer, dan lain-lain 21 Suatu perangkat lunak komputer yang dijalankan di atas sistem operasi Microsoft Windows®

yang dikembangkan oleh suatu perkumpulan/club amatir radio di Jerman. Perangkat lunak ini

digunakan untuk melakukan komunikasi data dengan mengirimkan informasi dalam format digit

melalui komputer yang dihubungkan dengan perangkat komunikasi radio. Perangkat ini dapat

diperoleh secara cuma-cuma dari www.flexnet.net. 22 Suatu proses penyusunan kembali informasi yang telah diacak ke dalam bentuk

data/informasi yang dapat dimengerti, 23 Suatu teknik komunikasi yang merubah data/informasi menjadi potongan-potongan data

digital untuk dipancarkan melalui perangkat komunikasi radio. Komunikasi ini lazim dilakukan

dengan menggunakan suatu perangkat komputer atau setidak-tidaknya terdapat suatu perangkat yang

melakukan decoding dan atau encoding terhadap data/informasi yang dikirim.

Page 31: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

18

oleh pengguna telekomunikasi radio. Pengamatan ini peneliti lakukan

dengan dibantu beberapa orang anggota Organisasi Radio Amatir

Indonesia (ORARI) dan Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) di

beberapa propinsi dengan dibekali petunjuk pelaksanaan yang ditentukan

oleh peneliti.

2. Wawancara.

Yaitu dengan melakukan tanya jawab dengan nara sumber yang dianggap

memiliki informasi atau data yang diperlukan dalam penelitian ini.

Wawancara ini tidak hanya dilakukan secara langsung atau tatap muka

namun juga dilakukan dengan perantara media lain seperti Direct QSO

melalui perangkat telekomunikasi radio atau media lainnya dengan tidak

mengurangi materi inti hasil wawancara tersebut.

3. Dokumentasi.

Yaitu dengan melakukan pengumpulan data-data berupa surat, gambar dan

atau benda-benda lain yang dianggap memiliki informasi yang diperlukan

dalam penelitian ini.

4. Kuestioner

Yaitu dengan membuat sejumlah pertanyaan terbuka yang sistematis yang

berhubungan dengan penelitian ini untuk diberikan kepada para responden

untuk diisi dan kemudian dikembalikan kepada peneliti sebagai sumber

data.

Page 32: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

19

b. Studi Kepustakaan

Untuk memperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer dan sekunder,

peneliti melakukan studi kepustakaan berupa pencarian literatur yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti baik melalui koleksi pustaka

pribadi, perpustakaan umum, perpustakaan khusus, maupun melalui sarana

internet. Untuk mendukung data primer dimaksud, dilakukan penelusuran data

sekunder berupa data-data yang berhubungan dengan pelaksanaan Undang-

undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi dan peraturan

pelaksananya.

4. Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan penyelenggaraan

telekomunikasi radio khusus di Indonesia, maka penelitian dilakukan pada beberapa

daerah yang dipandang dapat mewakili masalah yang diteliti. Dalam hal ini peneliti

memilih beberapa Propinsi di Indonesia sebagai lokasi penelitian, dimana pada

daerah-daerah tersebut peneliti memiliki kontak person yang dapat membantu peneliti

dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

5. Teknik Penentuan Sample

Peneliti menentukan sample penelitian dengan teknik random purpose

sampling pembagian sumber data yang telah peneliti lakukan sebelumnya.

Page 33: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

20

1. Berdasarkan Lokasi

Data diambil dari setiap ibukota propinsi yang ditentukan, yaitu:

a. Medan (Sumatra Utara).

b. Palembang (Sumatra Selatan).

c. Bandar Lampung (Lampung)

d. Jakarta (DKI Jakarta)

e. Bandung (Jawa Barat)

Penentuan ini didasarkan pada asumsi peneliti yang melihat bahwa

kepadatan pengguna telekomunikasi radio akan mencapai jumlah terbanyak

pada ibukota suatu propinsi yang dengan demikian diharapkan dapat

mewakili kota atau daerah lainnya dalam propinsi yang sama.

2. Berdasarkan Status.

Selain berdasarkan lokasi, peneliti juga memilah sample dengan melihat

status sumber data, yaitu:

a. Kelompok Penjual.

b. Kelompok Teknisi.

c. Kelompok Pemakai.

3. Berdasarkan Penggunaan.

Peneliti juga memilah sumber data berdasarkan penggunaan telekomunikasi

radio tersebut, yaitu:

1. Telekomunikasi radio untuk Penyiaran.

2. Telekomunikasi radio untuk Institusi Pemerintah

Page 34: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

21

3. Telekomunikasi radio untuk Perusahaan.

4. Telekomunikasi radio untuk Radio Amatir.

5. Telekomunikasi radio untuk Keamanan dan Pertahanan Negara.

6. Teknik Analisa Data

Semua data yang diperoleh dari studi lapangan dianalisa secara kuantitatif, yaitu

dengan melihat kemungkinan-kemungkinan pola-pola yang muncul dari setiap data

yang didapat. Dengan teknik ini diharapkan dapat ditemukan gejala/kebiasaan yang

umum yang sedang terjadi di lapangan.

Hasil analisa secara kuantitatif tersebut dianalisa kembali dengan data

kepustakaan secara kualitatif dengan harapan dapat menemukan kebijakan-kebijakan

kriminal non penal yang dapat diambil dan diterapkan oleh yang berwenang untuk

mengatasi pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus. Dengan

demikian diharapkan didapat suatu hasil akhir penelitian yang menuju sebuah

kesimpulan yang merupakan tujuan dari penelitian ini.

Page 35: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telekomunikasi Radio

1. Gambaran Umum Telekomunikasi Radio

Radio. Suatu hasil rekayasa teknologi elektronika yang memanfaatkan

gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dan merambat melalui udara dengan

tujuan mengirimkan suatu informasi. Gelombang elektromagnetik terpancar dan

bekerja pada suatu frekuensi yang diukur dengan satuan Hertz, nama satuan ini

diambil dari nama belakang seorang ilmuwan fisika Jerman yang telah menemukan

adanya perbedaan karakteristik pada gelombang elektromagnetik yaitu Heinrich

Hertz24.

Gambar 1 Karakteristik Gelombang Elektromagnet

Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan dalam panjang suatu gelombang

elektromagnetik. Semakin panjang suatu gelombang elektromagnetik (wavelength),

24 Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin., Radio.,

Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

22

Page 36: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

23

maka akan semakin rendah frekuensi gelombang elektromagnetik tersebut, dan

sebaliknya semakin pendek suatu gelombang elektromagnetik, maka akan semakin

tinggi frekuensi gelombang tersebut25. Ilustrasi dalam Gambar 1 memperlihatkan

karakteristik suatu gelombang elektromagnetik, sedangkan Gambar 2

memperlihatkan hubungan antara frekuensi dengan panjang suatu gelombang.

Dengan demikian frekuensi adalah jumlah pengulangan suatu gelombang

elektromagnetik dari puncak gelombang (crest) melalui lembah gelombang (trough)

kemudian kembali ke puncak selama 1 detik.

Gambar 2 Hubungan Panjang Gelombang Dengan Frekuensi Radio

Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

Dalam prakteknya, frekuensi seolah-olah menjadi semacam tanda atau acuan

dalam menyelenggarakan telekomunikasi radio tersebut, karena kegiatan mengirim

dan menerima informasi melalui gelombang elektromagnetik (selanjutnya disebut

dengan gelombang radio) harus dilakukan pada frekuensi yang sama. Dalam

penyelenggaraan telekomunikasi radio, gelombang radio ini digunakan sebagai media

25 Earnest C. Watson., Wave Motion., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On

DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

Page 37: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

24

penghantar untuk mengirim suatu informasi, sehingga sistem ini menjadi alternatif

yang sangat diminati dibandingkan dengan sistem telekomunikasi yang menggunakan

media penghantar kabel, serat optic atau yang lainnya.

Penyelenggaraan telekomunikasi radio membutuhkan beberapa peralatan

elektronika pendukung. Peralatan-peralatan tersebut adalah:

a. Power Supply

Rangkaian awal ini merupakan pemasok tenaga listrik yang akan digunakan oleh

rangkaian lain. Rangkaian ini bertugas merubah arus listrik yang berasal dari

sumber listrik menjadi arus listrik yang siap dan dapat digunakan oleh rangkaian

lain yang terhubung kepadanya.26 Pada umumnya, sumber listrik yang digunakan

adalah listrik arus bolak balik (alternating current)27 dengan tegangan mulai dari

110-380 VAC. Arus listrik ini belum tentu dapat dikonsumsi langsung oleh

rangkaian yang digunakan, kemungkinannya adalah arus tersebut terlalu besar

atau terlalu kecil, atau mungkin jenis arus yang memang jelas berbeda misalnya

arus searah atau DC (direct current). Untuk itu, digunakanlah rangkaian power

supply ini untuk menaikkan atau menurunkan atau bahkan merubah arus listrik

dari sumber menjadi arus listrik yang dapat digunakan oleh rangkaian. Pada

umumnya rangkaian ini berisi komponen elektronika berupa transformer untuk

26 Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin., Radio.,

Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005 27 Arus bolak balik (alternating current (AC)). Arus listrik ini dibangkitkan oleh suatu

generator listrik dengan kutub yang selalu berpindah-pindah. Arus AC dapat saja langsung dikonsumsi

untuk beberapa rangkaian elektronika, dalam hal pemancar radio penggunaan arus AC ini dapat

langsung dikonsumsi untuk rangkaian yang menggunakan komponen tabung (vacuum tube)

Page 38: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

25

menaikkan atau menurunkan arus dan rangkaian komponen penyearah arus bila

arus yang dibutuhkan adalah arus searah (direct current).

b. Modulator

Rangkaian kedua adalah rangkaian modulator. Rangkaian ini berfungsi untuk

merubah informasi yang akan dikirim untuk disiapkan menjadi getaran listrik

(modulation) yang dapat dibawa oleh gelombang radio, di sini juga menentukan

bagaimana gelombang radio tersebut dipancarkan.28 Ada beberapa jenis

modulation yang digunakan dalam telekomunikasi radio, yaitu:

Gambar 3 Karakteristik Pancaran FM

Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

a. Frequency Modulation (FM).

Suatu sistem pemancaran (transmission) gelombang radio yang dikenalkan

pertama kali oleh Edwin H. Armstrong pada tahun 1936,29 dengan cara “me-

modulasi-kan” secara penuh gelombang radio pembawa dengan gelombang

28 Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin., Radio.,

Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005 29 Ibid.

Page 39: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

26

suara (audio frequency wave), artinya gelombang radio pembawa akan tetap

memancar dengan kekuatan penuh walaupun tidak ada informasi yang

dibawanya. Gambar 3 memperlihatkan suatu pancaran frequency modulation.

Gambar 4 Karakteristik Pancaran AM

Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

b. Amplitude Modulation (AM)

Dalam sistem ini, gelombang radio pembawa yang dipancarkan “di-modulasi-

kan” sesuai dengan besar gelombang suara. Sehingga kekuatan pancaran

gelombang radio yang menggunakan sistem ini akan selalu bervariasi sesuai

dengan besar gelombang suara yang dikirimkan. Sistem pemancaran FM dan

AM lazim digunakan untuk telekomunikasi radio teleponi.

c. Shift Keying

Sistem pemancaran ini menyesuaikan dengan mode informasi yang akan

dikirimkan, yang mana dalam sistem ini informasi yang dikirimkan berbentuk

Page 40: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

27

data. Data yang dimaksud adalah data yang menggunakan sistem digit yang

mengartikan suatu informasi yang berbentuk sistem bilangan binary (0 dan 1).

Gambar 5 Metode Konfersi Data

Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005 Sistem pemancaran ini dilakukan dengan melakukan memancarkan dan

menghentikan pemancaran dengan pola yang telah ditentukan, sehingga

pancaran yang terputus-putus tersebut akan terlihat seperti serangkaian kode

yang dapat diartikan sebagai suatu informasi. Sistem ini digunakan untuk

penyelenggaraan telekomunikasi radio dengan bentuk informasi yang telah

diubah bentuknya menjadi data digital. Sistem ini disesuaikan dengan teknik

digit yang hanya menggunakan symbol 1 dan 0 untuk mengartikan suatu

informasi, yang mana pada saat gelombang dipancarkan maka akan diartikan

sebagai 1 dan bila pancaran dihentikan maka akan diartikan sebagai 0.

Page 41: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

28

d. Continuous Wave (CW)

Sistem ini hampir sama dengan sistem pemancaran shift keying, perbedaannya

adalah bila pada shift keying yang diputuskan atau dihentikan adalah

pemancarannya sedangkan pada continuous wave (CW) yang diputus adalah

modulasinya.

Gambar 6 Kode Morse Internasional

Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

Prinsip dasar pemancaran ini adalah dengan mengirimkan informasi dalam

bentuk dengungan (tone) panjang dan pendek secara terus menerus

(continuous) sehingga membentuk suatu pola teratur yang merupakan

serangkaian kode-kode yang menunjuk kepada suatu informasi, dalam

Gambar 6 dengungan panjang diilustrasikan sebagai sebuah garis dan

dengungan pendek diilustrasikan sebagai titik. Umumnya, telekomunikasi

Page 42: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

29

dengan mode CW ini menggunakan kode International Morse. Perbedaan

lainnya antara CW dan shift keying adalah sistem shift keying mempunyai

kemungkinan kecepatan pengiriman yang lebih tinggi dibandingkan dengan

sistem CW.

Semua sistem pemancaran (transmission) tersebut di atas adalah sistem dasar

pemancaran (basic transmission system) dari suatu gelombang radio. Seiring

dengan perkembangan teknologi elektronika dan informatika maka telah banyak

modifikasi-modifikasi yang dilakukan terhadap sistem dasar pemancaran,

sehingga sekarang telah banyak dikenal sistem-sistem pemancaran baru seperti

Single Side Band (SSB), Lower Side Band (LSB), Upper Side Band (USB), Radio

Teletype (RTTY), Amplitude Frequency Shift Keying (AfsK), Frequency Shift

Keying (FSK), Global Packet Radio System (GPRS), Slow Scan Television

(SSTV), yang kesemuanya tidak lain merupakan pengembangan dari sistem dasar

pemancaran yang telah ada lebih dahulu.

c. Oscillator

Rangkaian elektronika berikutnya adalah oscillator. Oscillator merupakan suatu

rangkaian elektronika yang paling vital dalam rangka memancarkan gelombang

radio. Rangkaian ini berfungsi untuk membangkitkan denyut-denyut gelombang

radio yang nantinya akan dipancarkan dengan membawa informasi yang

dikirimkan.30

30 Ibid.

Page 43: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

30

Gambar 7 Contoh Skema Rangkaian Oscillator

Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

Dalam rangkaian ini pula, getaran frekuensi gelombang radio ditentukan, dengan

menggunakan beberapa komponen elektronika, maka kita dapat mengendalikan

frekuensi kerja gelombang radio yang akan dipancarkan.

d. Transmitter

Setelah informasi yang telah dimodulasikan bercampur dengan gelombang radio

pembawa yang telah dibangkitkan, maka campuran tersebut (intermediate

frequency) diolah dan disiapkan untuk dipancarkan. Rangkaian yang digunakan

adalah pemancar (transmitter). Pada dasarnya, rangkaian ini hanyalah sebuah

rangkaian penguat yang bekerja menguatkan gelombang radio agar dapat

memancar dalam jarak tertentu. Ukuran kekuatan sebuah pemancar akan

dikendalikan pada rangkaian ini. Kenyataannya rangkaian ini banyak dibuat

menjadi beberapa tahap dengan maksud mendapatkan kekuatan pancaran dengan

Page 44: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

31

memanfaatkan faktor perkalian dari kekuatan awal, dan setelah besar kekuatan

yang diinginkan tercapai, maka sinyal radio siap untuk dipancarkan.

Gambar 8 Contoh Sebuah Directional Antenna

Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

e. Antenna

Terakhir adalah antenna. Antenna adalah suatu rangkaian yang berfungsi untuk

melepaskan gelombang radio ke udara. Pada umumnya antenna hanya terdiri dari

benda-benda yang terbuat dari logam yang dirangkai sedemikian rupa berdasarkan

perhitungan-perhitungan yang berlaku. Bahan logam yang digunakan bermacam-

macam, namun intinya adalah logam yang mampu berinteraksi dengan baik terhadap

gelombang radio dan udara.

Bila rangkaian-rangkaian tersebut di atas dihubungkan satu dengan yang

lainnya maka akan tercipta suatu peralatan telekomunikasi yang umum dikenal

dengan sebutan pemancar radio, dengan peralatan ini maka seseorang telah dapat

Page 45: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

32

melakukan telekomunikasi radio yaitu mengirimkan informasi dengan cara

memancarkannya melalui gelombang radio yang dipancarkan dengan bantuan

pemancar radio. Namun, telekomunikasi yang dilakukan adalah telekomunikasi satu

arah, artinya orang tersebut hanya dapat mengirimkan informasi tanpa dapat

menerima informasi.

Gambar 9 Diagram Alur Sebuah Pemancar Radio

Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

Agar dapat dilakukan telekomunikasi dua arah/timbal balik, maka dibutuhkan

suatu rangkaian elektronika lagi yang hampir sama dengan peralatan pemancar

namun berbeda dalam fungsinya, yaitu peralatan penerima. Peralatan ini merupakan

kebalikan dari peralatan pemancar dengan cara kerja menangkap gelombang radio

dari udara melalui antenna, kemudian gelombang yang telah tertangkap diperkuat,

kemudian dilakukan pemisahan antara gelombang radio pembawa dengan gelombang

audio yang berisikan informasi, yang akhirnya dikeluarkan pada rangkaian akhir

sesuai dengan sistem pancaran yang digunakan.

Page 46: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

33

Gambar 10 Diagram Alur Sebuah Penerima Radio

Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

2. Teknologi Terapan Dalam Telekomunikasi Radio

Dengan penyesuaian terhadap kebutuhan dan ketersediaan teknologi, kini

telekomunikasi radio tidak lagi merupakan sebuah peralatan elektronika yang

sederhana. Sekarang setiap pihak yang menyelenggarakan telekomunikasi radio telah

melakukan modifikasi teknologi terhadap perangkat telekomunikasi radio yang

digunakannya. Lalu teknologi apa saja yang dapat diterapkan dalam perangkat

telekomunikasi radio? Berikut ini adalah beberapa contohnya.

1. Telekomunikasi Teleponi

Teknologi ini adalah yang paling umum yang diterapkan dalam penyelenggaraan

telekomunikasi radio baik telekomunikasi satu arah atau dua arah. Prinsip kerja

teknologi teleponi adalah mengirimkan informasi dalam bentuk suara yang dapat

didengar langsung oleh telinga manusia. Umumnya suara yang dikirimkan adalah

ucapan/pembicaraan atau dalam telekomunikasi radio penyiaran juga dikirimkan

suara musik atau lainnya.31

31 Anonymous., Himpunan Peraturan Tentang Kegiatan Amatir Radio–Paket Pembinaan

Organisasi., Organisasi Amatir Radio Indonesia Daerah Sumatra Selatan, 1999., Hal 54

Page 47: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

34

Sistem pemancaran yang dapat digunakan dalam telekomunikasi teleponi adalah

FM, AM, SSB, USB, LSB, dan penambahan sinyal informasi gambar dapat

dilakukan dengan sistem pemancaran Slow Scan Television (SSTV). Awalnya

sistem pemancaran yang dipakai adalah system amplitude modulation (AM),

kemudian penyelenggara telekomunikasi radio terutama telekomunikasi radio

penyiaran banyak yang berpindah ke sistem pemancaran frequency modulation

(FM) karena sistem ini mampu menerima modifikasi teknologi lain seperti

pengiriman suara yang stereo.

Gambar 11 Ilustrasi Telekomunikasi Radio Menggunakan Teknologi Repeater

Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

Page 48: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

35

Untuk telekomunikasi teleponi dua arah, tidak banyak teknologi terapan lain yang

digunakan. Hanya apabila dalam keadaan tertentu digunakan teknologi terapan

lain, misalnya pada saat telekomunikasi langsung simplex titik ke titik (direct

communication) tidak dapat lagi dilakukan karena jarak atau kondisi propagation

yang buruk, penyelenggara telekomunikasi radio menggunakan teknologi

pemancar ulang (repeater). Teknologi ini adalah meletakkan sebuah stasiun radio

pada sebuah tempat yang telah diperhitungkan dapat menjangkau daerah yang

diinginkan (misalnya di atas sebuah gedung yang tinggi atau pada puncak sebuah

bukit), pemancar radio repeater ini bekerja secara otomatis menerima sinyal radio

pada frekuensi tertentu dan pada saat yang sama mengirimkannya lagi pada

frekuensi lain. telekomunikasi ini disebut telekomunikasi duplex karena

menggunakan dua frekuensi yang berbeda dalam berkomunikasi. Teknologi ini

dapat kita lihat dalam penyelenggaraan telekomunikasi telepon seluler yang

membutuhkan banyak repeater (lebih dikenal dengan simulcast transmission base

station (STBS)) agar dapat mencapai daerah jangkauan yang lebih luas, atau

dapat pula kita lihat pada suatu jaringan telekomunikasi radio yang

pelaksanaannya banyak menggunakan perangkat telekomunikasi radio

genggam/jinjing (handheld) dan bergerak (mobile), misalnya pada jaringan

telekomunikasi kepolisian, keamanan, dan lain-lain. Dari sini dapat terlihat bahwa

tujuan penerapan teknologi ini adalah untuk memperluas jarak jangkau suatu

penyelenggaraan telekomunikasi radio.

Page 49: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

36

Pada saat tertentu, teknologi repeater ini juga tidak lagi mampu untuk

memperluas jarak jangkau telekomunikasi radio atau terlalu banyak stasiun

repeater yang dibutuhkan, pada kondisi ini penyelenggara telekomunikasi radio

akan meletakkan sebuah stasiun repeater di luar angkasa yang mana pada posisi

ini hambatan yang ada menjadi sangat kecil. Stasiun repeater ini dikenal dengan

sebutan satellite,32 sehingga jarak jangkau telekomunikasi radio yang

menggunakan satellite benar-benar luas. Khusus untuk Indonesia, teknologi

satellite memang sangat membantu mengingat kondisi alam yang berbentuk

kepulauan.

Gambar 12 Penerapan Berbagai Teknologi Komunikasi Radio Mengunakan Radio IC-F7000

Buatan Icom Inc

Sumber : www.icom.com.us

32 Communications Satellite., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD.,

Microsoft Corporation.. 1993-2005.

Page 50: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

37

2. Komunikasi Data

Untuk memenuhi kebutuhan akan lalulintas informasi yang semakin besar dan

cepat, penyelenggara telekomunikasi radio memanfaatkan teknologi komunikasi

dalam bentuk data. Dengan menerapkan teknologi ini, lebih banyak kemungkinan

ragam informasi, besar, dan kecepatan pengiriman yang dapat dilakukan.

Penerapan teknik digit telah membawa perubahan secara besar-besaran dalam

dunia telekomunikasi radio. Dengan telekomunikasi data ini, operator radio tidak

lagi harus kelelahan dalam mengucapkan informasi-informasi yang harus

dikirimkannya, yang mereka lakukan hanyalah menekan tombol-tombol tertentu

bahkan seringkali cukup dilakukan satu kali saja dan selanjutnya seluruh

instrument akan bekerja secara otomatis. Gambar 12 adalah contoh penerapan

teknologi dalam telekomunikasi radio yang menggunakan perangkat radio F-7000

buatan Icom Inc.

Teknologi telekomunikasi data ini merupakan pengembangan dari sistem

pemancaran shift keying. Berawal dari ditemukannya teknologi radio teletype

(RTTY) yang mampu mengirimkan informasi bukan teleponi hanya dalam bentuk

tulisan, kemudian berkembang menjadi packet radio yang telah mampu

mengirimkan data lain selain tulisan (sekarang lebih dikenal dengan teknologi

global packet radio system (GPRS)). Kini teknologi ini telah berkembang

menjadi teknologi multimedia yang mampu mengirimkan berbagai informasi

yang telah diubah bentuknya dalam data digital.

Page 51: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

38

Implementasinya adalah dengan menghubungkan perangkat telekomunikasi radio

dengan piranti pendukung lainnya. Misalnya dalam RTTY yang kemudian

berkembang menjadi facsimile. Dalam telekomunikasi ini dibutuhkan sebuah

encoder pada rangkaian pemancar dan decoder pada bagian penerima, guna

rangkaian ini adalah untuk merubah informasi yang dikirim atau diterima. Untuk

telekomunikasi packet radio ini akan dibutuhkan bantuan rangkaian yang sama

yang lebih dikenal dengan sebutan modem (modulator demodulator).33

3. Remote Station

Teknologi telekomunikasi selanjutnya adalah teknologi telekomunikasi yang

digunakan sebagai remote station (pengendali). Dalam teknologi ini, perangkat

telekomunikasi tidak digunakan untuk mengirimkan sebuah informasi kepada

stasiun radio lainnya, tetapi digunakan sebagai alat bantu piranti lain. Misalnya

penentu lokasi (radar). Prinsip kerja radar adalah memancarkan sebuah

gelombang radio ke suatu arah dan gelombang radio tersebut akan memantul dan

merambat kembali setelah terhalang sesuatu ke arah penerima, dengan

menggunakan perhitungan terhadap cepat rambat suatu gelombang radio, maka

akan dapat ditentukan lokasi atau jarak suatu benda yang terpantau oleh radar

tersebut.

33 Modem., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation..

1993-2005

Page 52: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

39

Gambar 13 Penggunaan Gelombang Radio Pada Radar

Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

Penerapan lainnya adalah pemancar yang berfungsi sebagai pengendali jarak jauh

(remote controller (RC)). Teknologi ini memanfaatkan pemancar radio sebagai

pengganti media penghubung lainnya misalnya kabel. Pancaran gelombang radio

ini berisikan informasi yang hanya dapat dimengerti oleh perangkat penerima RC

untuk melakukan sesuatu. Penggunaan teknologi remote station ini banyak

digunakan dalam dunia penerbangan, pertahanan dan keamanan serta medis.

B. Pengaturan Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus Di Indonesia

1. Pengertian Telekomunikasi Radio

Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, tidak

diberikan pengertian secara khusus tentang apa pengertian telekomunikasi radio,

begitu juga dalam peraturan pelaksana dibawahnya seperti Peraturan Pemerintah

Page 53: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

40

Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi hingga peraturan-

peraturan lain setingkat Menteri atau dibawahnya.

Namun dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

dan peraturan pelaksana diberikan pengertian tentang apa itu telekomunikasi, seperti

dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi yang berbunyi :

“Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau

penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,

tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau

sistem elektromagnetik lainnya;”

Juga dalam Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi:

Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan

dalam bertelekomunikasi;

Kemudian dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi:

Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang

memungkinkan bertelekomunikasi;

Lalu dalam Pasal 1 ayat (4) yang berbunyi:

Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan

memancarkan gelombang radio;

Dengan pengertian-pengertian yang tersebut di atas, peneliti melihat

sebenarnya Undang-undang tersebut telah memberikan pengertian tentang apa yang

dimaksud telekomunikasi radio hanya saja pengertian tersebut tidak berbentuk suatu

kalimat utuh. Bila kita merangkai kalimat-kalimat yang ada pada Pasal 1 ayat (1)

Page 54: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

41

hingga (4) maka menurut peneliti akan ditemukan pengertian telekomunikasi radio.

Akhirnya peneliti menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan telekomunikasi

radio menurut Undang-undang tersebut adalah setiap pemancaran, pengiriman dan

atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan,

gambar, suara, dan bunyi melalui alat telekomunikasi yang menggunakan dan

memancarkan gelombang radio

2. Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan

Telekomunikasi Pasal 1 ayat (11) berbunyi:

“Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan

telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus;”

artinya telekomunikasi ini memang sejak awal dirancang hanya untuk keperluan yang

khusus. Dalam Gambar 14 terlihat kegiatan apa saja yang termasuk dalam

telekomunikasi khusus, seperti, radio amatir, dinas pemerintah, layanan khusus

(seperti keperluan medis), perusahaan (niaga), penyiaran, dan terakhir keamanan dan

pertahanan.

Menurut Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi dinyatakan bahwa:

“Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 huruf c dapat dilakukan oleh:

a. Perseorangan b. instansi pemerintah; atau

Page 55: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

42

c. Badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.”

Yang dimaksud dengan telekomunikasi khusus untuk keperluan perseorangan

adalah telekomunikasi radio yang dilakukan oleh para amatir radio seperti mereka

yang tergabung dalam Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) dan

Telekomunikasi radio Antar Penduduk (KRAP) (sekarang telah diubah menjadi

Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI)). Telekomunikasi yang dilakukan berupa

telekomunikasi biasa dengan tujuan kepentingan pribadi (bukan niaga) dan

pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berhubungan dengan telekomunikasi

radio. Pengaturan tentang hal ini termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52

Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Pasal 40, 41, dan 42.

Gambar 14 Struktur Industri Telekomunikasi Di Indonesia

Sumber : www.postel.go.id.

Page 56: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

43

Kemudian yang dimaksud dengan telekomunikasi khusus untuk keperluan

instansi pemerintah adalah setiap kegiatan telekomunikasi radio yang dilakukan untuk

menunjang pelaksanaan kegiatan dinas pemerintah, seperti yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan

Telekomunikasi Pasal 43 ayat (1) dan (2). Telekomunikasi ini hanya dilakukan

apabila jaringan telekomunikasi umum tidak mampu memenuhinya, atau belum

terjangkau, atau kegiatan tersebut memang memerlukan jaringan telekomunikasi

tersendiri atau yang terpisah dari jaringan telekomunikasi umum.

Sedangkan telekomunikasi khusus untuk keperluan badan hukum (perusahaan)

adalah setiap kegiatan telekomunikasi radio yang dilakukan oleh suatu badan hukum

swasta untuk menunjang kegiatan perekonomiannya. Pengaturan tentang hal ini dapat

ditemui pada Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan

Telekomunikasi Pasal 45. Menurut asumsi peneliti, telekomunikasi khusus untuk

keperluan penyiaran seharusnya telah termasuk dalam kategori telekomunikasi

khusus untuk badan hukum, namun ternyata pemerintah mengaturnya secara

tersendiri dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

Selain itu diatur pula tentang telekomunikasi khusus untuk keperluan

pertahanan dan keamanan yang digunakan oleh TNI dan POLRI serta keperluan

khusus lainnya, seperti keperluan medis dan bantuan telekomunikasi darurat yang

semuanya diatur dalam Pasal 47 hingga Pasal 50 dalam Peraturan Pemerintah Nomor

52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Page 57: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

44

a. Penguasaan Perangkat Telekomunikasi Radio

Semua telekomunikasi radio yang tersebut di atas memerlukan perangkat

telekomunikasi radio. Dalam penjelasan Pasal 4 Undang-undang Nomor 36 Tahun

1999 Tentang Telekomunikasi dijelaskan bahwa telekomunikasi merupakan salah

satu cabang produksi yang penting dan strategis dalam kehidupan nasional, maka

penguasaannya dilakukan oleh negara yang dalam penyelenggaraannya ditujukan

untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat. Dalam hal ini

pemerintah melaksanakan fungsi pengawasan yaitu pengawasan terhadap

penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk pengawasan terhadap penguasaan,

pengusahaan, pemasukan, perakitan, penggunaan frekuensi dan orbit satelit, serta

alat, perangkat, sarana dan prasarana telekomunikasi.

Dengan demikian setiap perangkat telekomunikasi radio yang dikuasai oleh

seseorang baik pribadi atau badan hukum memerlukan suatu keterangan yang

dituangkan dalam suatu perizinan untuk menguasai suatu perangkat telekomunikasi

radio. Kewajiban tentang perizinan yang dimaksud diatur dalam Bab IV tentang

Perizinan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan

Telekomunikasi dari Pasal 55 sampai dengan Pasal 67

b. Sertifikasi Perangkat Telekomuikasi Radio

Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah, juga dilakukan terhadap

identifikasi teknologi terapan yang digunakan oleh setiap perangkat telekomunikasi

radio. Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi berbunyi:

Page 58: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

45

“Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit,

dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia

wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Pengawasan ini dilakukan dalam rangka menjamin keterhubungan dalam

jaringan telekomunikasi, mencegah saling mengganggu antar alat dan perangkat

telekomunikasi, melindungi masyarakat dari kemungkinan kerugian yang

ditimbulkan akibat pemakaian alat dan perangkat telekomunikasi, dan mendorong

berkembangnya industri, inovasi dan rekayasa teknologi telekomunikasi nasional

(Pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan

Telekomunikasi). Proses sertifikasi ini tertuang secara rinci dalam Keputusan Menteri

Perhubungan Nomor: Km. 10 Tahun 2005 Tentang Sertifikasi Alat Dan Perangkat

Telekomunikasi.

Dengan adanya pengaturan ini, maka setiap perangkat telekomunikasi radio

yang dirakit (dibuat), dimasukkan, digunakan, diperjualbelikan di Indonesia harus

melalui proses sertifikasi yang dilakukan oleh departemen terkait. Proses ini ditandai

dengan dikeluarkannya suatu sertifikat. Pengecualian akan hal ini adalah setiap

perangkat telekomunikasi radio yang dibuat oleh para amatir radio yang telah

memenuhi persyaratan teknis sebagaimana termuat dalam Pasal 11 Ayat (1)

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: Km. 49 Tahun 2002 Tentang Pedoman

Kegiatan Amatir Radio yang berbunyi:

“Kegiatan Amatir Radio dalam rangka latih diri dan penyelidikan di

bidang teknik radio dengan cara merakit/ modifikasi alat dan perangkat

Amatir Radio yang telah sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana

Page 59: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

46

dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) tidak diperlukan lagi

sertifikasi dan penandaan dari Direktur Jenderal”

Prosedur sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi pada dasarnya dapat

dibagi menjadi 3 (tiga) tahap:

1. Permohonan Sertifikasi

Pada tahap ini pemohon sertifikasi mengajukan permohonan sertifikasi alat dan

perangkat telekomunikasi yang ditujukan kepada Direktur Standarisasi Pos dan

Telekomunikasi. Pemohon sertifikasi adalah Pabrikan (Perwakilannya), Distributor

(Resmi), Importir dan Institusi. Institusi adalah badan usaha yang menggunakan alat

dan perangkat telekomunikasi untuk keperluan sendiri, seperti operator

telekomunikasi, service provider atau institusi pemerintah. Permohonan sertifikasi

dilampiri:

a. Formulir FR PM 4 dan FR PM 5 (diisi terlebih dahulu untuk 1 tipe alat atau

perangkat masing-masing 1 formulir)

b. Dokumen legal perusahaan, yaitu Akte Pendirian Perusahaan, Surat Izin Usaha

Perdagangan, NPWP.

c. Dokumen teknis perangkat, yaitu buku manual, brosur dan spesifikasi teknis

alat dan perangkat yang akan disertifikasi.

d. Bagi pemohon distributor resmi, melampirkan surat penunjukkan sebagai

distributor dari pabrikan atau principal.

e. Bagi pemohon importir, melampirkan copy Nomor Pengenal Impor Khusus

(NPIK).

Page 60: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

47

f. Khusus sertifikasi dalam hal Mutual Recognition Arrangement (MRA),

dokumen tambahan (Laporan Hasil Uji dari laboratorium pengujian yang telah

terakreditasi ISO 17025)

Setelah permohonan diajukan, maka akan dilakukan pengecekan kelengkapan

persyaratan administrasi dan persyaratan teknis alat dan perangkat telekomunikasi

yang akan digunakan sebagai acuan untuk pengujian. Apabila persyaratan

administrasi dinyatakan lengkap dan persyaratan teknis tersedia, maka dalam waktu

maksimum 5 hari akan diterbitkan Surat Pemberitahuan Pembayaran (SP2) dan Surat

Pengantar Pengujian Perangkat (SP3), apabila pengujian dilakukan di Balai Uji

Ditjen Postel. Apabila pengujian perangkat akan dilakukan di Telkom Risti Bandung,

maka maksimum 5 hari akan diterbitkan Surat Pengantar Pengujian Perangkat (SP3)

Apabila persyaratan teknis yang akan digunakan sebagai acuan pengujian

belum tersedia, maka akan dilakukan penyusunan persyaratan teknis terlebih dahulu.

Sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi belum dapat diproses lebih lanjut

sampai dengan ditetapkannya persyaratan teknis oleh Dirjen Postel.

2. Pengujian Alat dan Perangkat Telekomunikasi.

Setelah pemohon menerima SP3, tahap sertifikasi dilanjutkan dengan

pengujian alat dan perangkat telekomunikasi. Pemohon membawa bukti pembayaran

biaya pengujian dan SP3 ke Balai Uji Ditjen Postel. Membawa SP3 untuk pengujian

di Telkom Risti. Disamping itu, pemohon membawa pula sample alat dan perangkat

yang akan diuji, 2 buah sample untuk perangkat consumer premises equipment (CPE)

dan 1 untuk perangkat non-CPE, seperti sentral.

Page 61: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

48

Saat ini lembaga pengujian alat dan perangkat telekomunikasi yang tersedia

adalah Balai Uji Perangkat Telekomunikasi Ditjen Postel dan Telkom Risti Bandung.

Pengujian alat dan perangkat telekomunikasi maksimum dilaksanakan selama 45 hari.

3. Penerbitan Sertifikat.

Setelah selesai pengujian alat dan perangkat telekomunikasi, Balai Uji Ditjen

Postel atau Telkom Risti Bandung mengirimkan Laporan Hasil Uji kepada Direktur

Standarisasi Postel. Laporan Hasil Uji tersebut akan dilakukan evaluasi lebih lanjut.

Gambar 15 Diagram Alur Prose Sertifikasi Perangkat Telekomunikasi

Sumber : www.postel.go.id.

Apabila alat dan perangkat telekomunikasi memenuhi persyaratan teknis yang

berlaku, akan diterbitkan sertifikat. Sedangkan apabila alat dan perangkat

telekomunikasi tidak memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan, pemohon akan

Page 62: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

49

diberitahukan melalui surat. Sertifikat atau pemberitahuan tidak memenuhi

persyaratan teknis diterbitkan maksimum 10 hari sejak diterimanya Laporan Hasil

Uji.

Setelah pemohon menerima sertifikat, pemohon wajib melekatkan label pada

alat dan perangkat telekomunikasi yang telah bersertifikat. Label ini untuk keperluan

perlindungan konsumen dan pengawasan alat dan perangkat telekomunikasi di pasar.

c. Alokasi Frekuensi

Setiap perangkat telekomunikasi radio menggunakan paling tidak satu pita

frekuensi untuk dapat melakukan pengiriman atau penerimaan informasi melalui

gelombang radio. Dengan demikian harus dilakukan pengaturan secara cermat

mengenai alokasi pita frekuensi dari setiap pengguna agar dapat menjamin

keberlangsungan telekomunikasi yang dimaksud, karena bila tidak maka akan terjadi

suatu kekacauan dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang berakibat pada

gagalnya telekomunikasi yang dimaksud.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 Tentang Penggunaan

Spektrum Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit Pasal 1 ayat (16) yang dimaksud alokasi

frekuensi adalah pencantuman pita frekuensi tertentu dalam tabel alokasi frekuensi

untuk penggunaan oleh satu atau lebih dinas telekomunikasi radio teresterial atau

dinas telekomunikasi radio ruang angkasa atau dinas radio astronomi berdasarkan

persyaratan tertentu. Istilah alokasi ini juga berlaku untuk pembagian lebih lanjut pita

frekuensi tersebut di atas untuk setiap jenis dinasnya.

Page 63: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

50

Penyelenggara telekomunikasi radio yang telah mendapatkan izin dari Menteri

mendapatkan suatu alokasi pita frekuensi. Semua kegiatan telekomunikasi yang

dilakukan oleh penyelenggara tersebut harus sesuai dengan alokasi yang diberikan.

Seyogyanya alokasi pita frekuensi yang diberikan kepada seorang penyelenggara

telekomunikasi berbeda dengan yang diberikan kepada penyelenggara lainnya, namun

kini telah ada teknologi terapan yang memungkinkan dua penyelenggara atau lebih

secara bersamaan bekerja pada frekuensi yang sama.

Setiap penyelenggara telekomunikasi radio mendapatkan alokasi frekuensi

berdasarkan table alokasi frekuensi yang dibuat oleh pemerintah. Tabel ini

merupakan suatu daftar panjang yang memuat keterangan dari setiap pita frekuensi

dan penggunaannya. Table ini menunjukkan penggunaan suatu pita frekuensi dari

mulai siapa yang berhak hingga teknologi apa yang digunakan pada frekuensi

tersebut. Misalnya pada band frekuensi 88 hingga 108 MHz dialokasikan untuk

keperluan radio siaran dengan mode pemancaran Frequency Modulation (FM), maka

pada band frekuensi ini hanya boleh digunakan bagi penyelenggara telekomunikasi

untuk radio siaran.

Dalam mendapatkan alokasi frekuensi ini penyelenggara dikenakan sejumlah

biaya yang disebut dengan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP). Biaya ini

disetorkan kepada kas Negara dan menjadi salah satu Pendapatan Negara Bukan

Pajak. Tata cara perhitungan besar BHP yang dikenakan kepada seorang

penyelenggara telekomunikasi radio mengikuti petunjuk yang dijelaskan pada

Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak

Page 64: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

51

(PNBP), Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Peraturan

Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak yang

berlaku di Departemen Perhubungan, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000

tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit dan Keputusan

Menteri Perhubungan Nomor 40 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif

Pendapatan Negara Bukan Pajak Dari Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi

Radio.

Misalnya seorang pengusaha bermaksud untuk mendirikan sebuah stasiun radio

yang akan digunakan untuk menunjang kegiatan usahanya. Pengusaha tersebut

menggunakan perangkat radio yang bekerja pada frekuensi 7,600 MHz, dengan

kekuatan pemancar sebesar 100 Watt dengan menggunakan directional antenna yang

mempunyai besar penguatan 13,6 db. Dengan spesifikasi demikian maka BHP yang

dikenakan kepada pengusaha tersebut adalah:

( ) ( )( )2

pHDDPIbHDLPI pb ××+×× = BHP Frekuensi (Rupiah) per tahun

Dimana:

Ib = Indeks biaya pendudukan lebar pita

Ib = Indeks biaya daya pemancar

HDLP = Harga Dasar Lebar Pita frekuensi radio

HDDP = Harga Dasar Daya Pemancar

p = Besar daya pancar antenna EIRP

b = Lebar pita frekuensi yang diduduki

Page 65: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

52

Jadi:

( ) ( )( )2

13.6135.3530.1301014.5812.270 ××+×× = Rp 301.058,40/tahun

Jumlah tersebut dikalikan dengan masa izin, yang paling umum adalah 3 tahun,

sehingga untuk penyelenggaraan telekomunikasi radio tersebut penyelenggara

dibebankan BHP frekuensi sebesar Rp 903.175,21. Bila dari sebuah penyelenggaraan

telekomunikasi radio Negara mendapatkan pemasukan sebesar jumlah tersebut, maka

dapat dibayangkan berapa besar kerugian Negara bila para penyelenggara

telekomunikasi radio tidak membayar BHP frekuensi tersebut.

3. Tindakan Pengawasan Dan Penertiban

Dari website resmi Departemen Perhubungan (sekarang DepInfoKom) pada

www.postel.go.id, dapat ditemukan bahwa pemerintah dalam hal ini Dirjen Pos dan

Telekomunikasi melakukan fungsi pengawasan dan melakukan tindakan-tindakan

penertiban seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 16.

Pengawasan mulai dilakukan berdasarkan laporan adanya gangguan dari

seorang penyelenggara telekomunikasi radio. Berangkat dari laporan yang diterima,

Dirjen melakukan deteksi terhadap gangguan yang ada, kemudian melakukan

pengecekan antara peralatan teknis yang digunakan dengan izin yang diberikan, bila

terjadi perbedaan maka akan diupayakan penyesuaian kembali antara izin dan

peralatan teknis yang digunakan.

Page 66: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

53

Gambar 16 Diagram Alur Proses Pelaksanaan Pengawasan Dan Penertiban Penyelenggaraan

Telekomunikasi Radio Di Indonesia

Sumber : www.postel.go.id.

Disini peneliti menemukan sesuatu yang unik, karena dengan alur proses yang

seperti tersebut di atas, maka semua laporan gangguan diasumsikan sebagai akibat

dari kesalahan teknis pelapor itu sendiri sampai dilakukan pengecekan secara

menyeluruh sehingga dapat dipastikan bahwa sumber gangguan bukan dari pelapor.

Bila sumber gangguan ternyata bukan dari pelapor, selanjutnya Dirjen akan

melakukan pelacakan terhadap sumber gangguan tersebut. Kegiatan ini dimulai dari

pelacakan untuk menemukan sumber gangguan. Bila ternyata sumber gangguan

Page 67: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

54

adalah juga merupakan penyelenggara telekomunikasi radio, maka Dirjen akan

melakukan pengecekan terhadap penyelenggara tersebut, dimulai ada atau tidaknya

izin hingga kesesuaian perangkat telekomunikasi yang digunakan. Bila pihak

penyelenggara telekomunikasi tersebut ternyata tidak memiliki izin, maka Dirjen

akan melakukan penghentian kegiatan telekomunikasi tersebut dan dilakukan pula

tindakan penertiban yang pada umumnya berupa penyitaan perangkat telekomunikasi

yang digunakan. Selanjutnya dijalankan proses penegakkan hukum menurut Undang-

undang yang berlaku.

C. Teori Kebijakan Kriminal

Kebijakan (policy). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kebijakan

diartikan sebagai:34

“Rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana

dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak”

Sehingga kebijakan dalam dunia hukum dapat didefinisikan sebagai suatu

rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam

pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang

hukum.

Berkenaan dengan istilah kebijakan, istilah ini ternyata memiliki keragaman

arti. Hal itu dapat kita lihat dari pandangan beberapa tokoh yang mencoba untuk

menjelaskan apa sebenarnya kebijakan (policy) itu. Klein misalnya, menjelaskan

34 Tim Peyususn Kamus Pusat Bahasa dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Dasar-Dasar

Politik Hukum., PT. Raja Grafindo Persada., Jakarta., 2004., hal 22., www.rajawalipers.com. .

Page 68: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

55

bahwa kebijakan itu adalah tindakan secara sadar dan sistematis, dengan

mempergunakan sarana-sarana yang cocok, dengan tujuan politik yang jelas sebagai

sasaran, yang dijalankan langkah demi langkah.35 Dan hamper senada dengan Klein,

Kuypers menjelaskan, kebijakan itu adalah suatu susunan dari : (1) tujuan-tujuan

yang dipilih oleh para administrator public baik untuk kepentingan diri sendiri

maupun untuk kepentingan kelompok; (2) jalan-jalan dan sarana-sarana yang dipilih

olehnya; dan (3) saat-saat yang mereka pilih.36 Sedangkan Friend memahami bahwa

kebijakan pada hakikatnya adalah suatu posisi yang sekali dinyatakan akan

mempengaruhi keberhasilan keputusan-keputusan yang akan dibuat dimasa

mendatang.37

Sementara itu, Carl J. Friedrick menguraikan kebijakan sebagai serangkaian

tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu

lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-

kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai

tujuan tertentu.38 Dan, James E. Andreson mengatakan bahwa kebijakan adalah

serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan

oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah

tertentu.39

35 Klien., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid., hal 22. 36 Kuypers., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid., hal 23. 37 Friend., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid., hal 23. 38 Carl. J. Friedrick., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid., hal 22. 39 James E Andreson., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid.

Page 69: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

56

Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas,

peneliti ingin mengungkapkan bahwa:

1. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli tentang pengertian

kebijakan. Yang jelas konsep kebijakan itu sendiri tampaknya sulit

untuk dirumuskan dan diberikan makna yang tunggal, atau sulit bagi

kita untuk memperlakukan konsep kebijakan tersebut sebagai sebuah

gejala yang khas dan konkret, terutama bila kebijakan itu kita lihat

sebagai suatu proses yang terus menerus berkembang dan

berkelanjutan mulai dari proses pembuatan sampai implementasinya.

2. Terdapat perbedaan “penekanan” tentang kebijaksanaan di antara para

ahli. Sebagian melihat kebijakan sebagai suatu perbuatan, sedangkan

yang lain melihat sebagai suatu sikap yang direncakan (suatu rencana),

atau bahkan suatu rencana dan juga suatu tindakan.

3. Para ahli juga berbeda pendapat berkaitan dengan tujuan dan sarana.

Ada yang berpendapat bahwa kebijakan meliputi tujuan dan sarana,

bahkan ada yang tidak lagi menyebut baik tujuan maupun sarana.

Melengkapi uraian tersebut di atas, perlu dijelaskan pula di sini bahwa ada satu

istilah dalam bahasa Indonesia yang kerap kali dipakai secara bergantian dalam

pengertian yang hampir serupa dengan istilah kebijaksanaan, yaitu kebijakan.

Berkaitan dengan istilah tersebut Girindo Pringgodigdo memberikan penjelasan yang

menarik. Ia membedakan pengertian kebijaksanaan (policy; beleid) dan kebijakan

(wisdom; wijsheid). Menurut Pringgodigdo, kebijaksanaan adalah:

Page 70: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

57

“Serangkaian tindakan atau kegiatan yang direncanakan di bidang hukum

untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dikehendaki yang berorientasi

pada pembentukan dan penegakkan hukum masa kini dan masa depan”

Sedangkan kebijakan diartikan sebagai:

“Tindakan atau kegiatan seketika (instant decision) melihat urgensi serta

situasi/kondisi yang dihadapi, berupa pengambilan keputusan di bidang

hukum yang dapat bersifat pengaturan (tertulis) dan atau keputusan tertulis

atau lisan, yang antara lain berdasarkan kewenangan/kekuasaan diskresi

(discretionary power)”

Pembedaan pengertian kedua istilah di atas pada tataran konseptual dengan

sendirinya akan berimbas pada aktualisasi konsep itu pada tataran praktis. Namun,

meskipun terdapat perbedaan pengertian, kedua istilah ini kerap dipakai dalam

pengertian yang sama, yaitu serangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar

dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara

bertindak.40

Kriminalisasi dalam kepustakaan asing dikenal dengan nama Kriminalization

atau Kriminalisering. Sudarto berpendapat bahwa dengan kriminalisasi dimaksudkan

proses penetapan suatu perbuatan orang sebagai perbuatan yang dapat dipidana.

Proses ini diakhiri terbentuknya undang-undang di mana perbuatan itu diancam

dengan suatu sanksi yang berupa pidana.41

Kebijakan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu

perbuatan yang semula bukan tindak pidana menjadi suatu tindak pidana. Pada

40 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Dasar-Dasar

Politik Hukum., PT. Raja Grafindo Persada., Jakarta., 2004., hal 25., www.rajawalipers.com. 41 Sudarto., Hukum dan Hukum Pidana., Bandung: Alumni., 1986., hal 32

Page 71: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

58

hakikatnya, kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal

dengan menggunakan sarana hukum pidana, dan oleh karena itu termasuk bagian dari

kebijakan hukum pidana.42

Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai

reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun

non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila

sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan

politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-

undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk

masa-masa yang akan datang.43

Di samping usaha penanggulangan kejahatan, lewat pembuatan undang-undang

pidana pada hakikatnya merupakan bagian integral dari usaha kesejahteraan

masyarakat (social welfare). Oleh karena itu wajar pula apabila dikatakan, bahwa

politik hukum pidana juga merupakan bagian integral dari kebijakan sosial (social

policy). Social policy dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk

mencapai kesejahteraan masyarakat sekaligus mencakup perlindungan masyarakat.

Jadi di dalam pengertian social policy, sekaligus didalamnya tercakup social welfare

policy dan social defense policy. Dilihat dari sudut yang luas tersebut, maka dapat

ditegaskan bahwa masalah kebijakan hukum pidana pada hakikatnya bukanlah

42 Barda Nawawi Arief., Kebijakan Kriminalisasi dan Masalah Jurisdiksi Tindak Pidana

Mayantara, Makalah Seminar Pemberdayaan Teknologi Informasi dalam Masyarakat Informasi,

Semarang, 26 Juli 2001., hal 2 43 Sudarto., Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat., Bandung., Sinar Baru., 1983., hal

109.

Page 72: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

59

semata-mata pekerjaan teknik perundang-undangan yang dapat dilakukan secara

yuridis normatif dan sistematik dogmatik. Di samping pendekatan yuridis normatif,

kebijakan hukum pidana juga memerlukan pendekatan yuridis faktual yang dapat

berupa pendekatan sosiologis, psikologis, historis dan komparatif, bahkan

memerlukan pula pendekatan integral dengan kebijakan sosial dengan pembangunan

nasional pada umumnya.

Peneliti berpendapat bahwa kebijakan kriminal penal dan non penal bagaikan

berada pada dua sisi waktu yang berbeda namun mempunyai fungsi yang sama.

Kebijakan kriminal penal walaupun juga mempunyai dampak pencegahan terhadap

terjadinya tindak pidana, namun efektifitasnya masih diragukan karena masih

terdapat faktor-faktor yang seringkali lebih kuat sehingga masih memungkinkan

untuk mendorong pelaku melakukan tindak pidana. Faktor-faktor yang

mempengaruhi efektifitas kebijakan kriminal penal yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri dalam pengertian undang-undang; 2. Penegak hukum; 3. Sarana atau Fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Faktor masyarakat, dimana hukum itu berlaku; 5. Faktor kebudayaan.44

Selain itu, kebijakan kriminal penal baru berfungsi setelah suatu tindak pidana terjadi,

karena kebijakan ini tertumpu kepada pembuktian kesalahan peaku dan hukuman.

Sedangkan kebijakan kriminal non penal terletak pada garis waktu sebelum tindak

pidana itu terjadi, karena kebijakan kriminal non penal tertumpu kepada penutupan

44 Soerjono Soekamto. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum., Jakarta., CV

Rajawali., 1983., hal 5.

Page 73: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

60

kemungkinan-kemungkinan terjadinya suatu tindak pidana sehingga yang diterapkan

adalah perlindungan/pencegahan tanpa hukuman (prevention without punishment)

karena memang kebijakan ini dijalankan sebelum ada pelaku tindak pidana.

Tentang kebijakan mana yang lebih penting, tentu saja kedua kebijakan ini

dibutuhkan untuk diterapkan dalam rangka melindungi kepentingan hukum. Oleh

karena kebijakan kriminal penal yang mengatur tentang penyelenggaraan

telekomunikasi khusus di Indonesia telah ada, maka dengan adanya penelitian ini

diharapkan dapat ditemukan rumusan kebijakan kriminal non penal yang berkaitan

dengan penyelenggaraan telekomunikasi khusus tersebut, sehingga dapat menekan

tingkat pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi khusus di Indonesia.

Kebijakan Kriminal Non

Penal

Kebijakan Kriminal

Penal

Tindak Pidana

Sebelum terjadi Sesudah terjadi

Page 74: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

61

BAB III

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

1. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Dalam Penyelenggaraan

Telekomunikasi Radio Khusus.

Seperti yang telah dikemukakan pada Bab sebelumnya, salah satu teknik

pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah dengan melakukan wawancara

langsung melalui udara (menggunakan perangkat telekomunikasi). Wawancara ini

dilakukan oleh peneliti dan beberapa orang pembantu, metode pelaksanaannya adalah

dengan melakukan pencarian stasiun radio pada beberapa band frekuensi. Setelah

mendapatkan kontak dari stasiun-stasiun radio tersebut, maka dilakukan wawancara

langsung pada saat itu juga. Dengan cara ini peneliti berhasil mendapatkan sejumlah

data yang peneliti anggap cukup untuk melanjutkan penelitian ini.

Sebelumnya peneliti telah menentukan beberapa faktor yang diprediksi akan

menjadi faktor penyebab terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan

telekomunikasi khusus di Indonesia. Beberapa faktor tersebut adalah:

1. Faktor ketidaktahuan penyelenggara telekomunikasi tentang peraturan

perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan telekomunikasi

khusus.

61

Page 75: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

62

Untuk mendapatkan kondisi yang terjadi di lapangan, peneliti memberikan

pertanyaan kepada responden yaitu “Apakah saudara tahu bahwa

penyelenggaraan telekomunikasi khusus ini diatur oleh undang-undang?”

2. Faktor cara mendapatkan perangkat telekomunikasi radio.

Prediksi selanjutnya adalah tingkat kemudahan penyelenggara

telekomunikasi dalam mendapatkan perangkat telekomunikasi radio. Untuk

mendapatkan gambaran yang terjadi di lapangan peneliti memberikan

pertanyaan kepada responden yaitu:

a. Di mana anda mendapatkan/membeli perangkat komunikasi yang

anda gunakan? (responden memilih satu dari jawaban yang

ditentukan)

• Toko elektronika umum.

• Toko khusus komunikasi radio.

• Dari pengguna radio lain.

b. Bila saudara mendapatkan perangkat telekomunikasi radio tersebut

dari orang lain, apakah orang tersebut adalah seorang teknisi radio?

c. Apakah dalam membeli perangkat telekomunikasi radio tersebut

saudara diwajibkan untuk menunjukkan izin komunikasi radio yang

saudara miliki?

Page 76: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

63

d. Apakah saudara memiliki izin khusus untuk menjual perangkat

telekomunikasi radio? (pertanyaan ini hanya diberikan kepada

responden yang menjual perangkat komunikasi radio)

3. Faktor teknologi yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi.

Teknologi yang dimaksud disini adalah jumlah pita frekuensi yang tersedia

dalam suatu perangkat telekomunikasi radio. Bila pita frekuensi yang

tersedia adalah lebar dan dapat diubah dengan mudah, maka terdapat

kemungkinan akan terjadi pelanggaran telekomunikasi radio.

Untuk mendapatkan gambaran tentang hal ini, peneliti memberikan

pertanyaan kepada responden yaitu:

a. Apa merek dan type perangkat telekomunikasi yang saudara gunakan?

(dari jawaban responden akan terlihat teknologi yang digunakan pada

perangkat telekomunikasi tersebut)

b. Apakah anda menggunakan frekuensi lain selain yang tertera dalam

izin yang anda miliki? (responden memilih satu dari jawaban yang

telah ditentukan)

- Selalu

- Kadang-kadang

- Tidak pernah

4. Faktor kemudahan pengurusan izin.

Panjangnya birokrasi yang harus ditempuh pada waktu penyelenggara

telekomunikasi mengurus izin yang diperlukan juga diprediksi menjadi

Page 77: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

64

faktor penyebab banyaknya stasiun radio gelap yang merupakan

pelanggaran telekomunikasi radio.

Untuk mendapatkan informasi ini, peneliti memberikan pertanyaan kepada

responden yaitu:

Menurut saudara, bagaimana prosedur pengurusan izin komunikasi radio

yang berlaku saat ini? (Responden memilih satu dari jawaban yang

ditentukan)

- Mudah dan cepat.

- Sulit dan butuh waktu lama.

Selain dari pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, peneliti juga menyampaikan

beberapa pertanyaan kepada responden yang terstruktur dan mengarah kepada

penggalian informasi tentang kondisi nyata penyelenggaraan telekomunikasi radio

khusus yang diselenggarakan oleh responden, sehingga dari data tersebut dapat

diketahui kemungkinan-kemungkinan kebijakan kriminal non penal yang dapat

diambil.

Dan peneliti telah berhasil mengumpulkan data dengan perincian sample seperti

pada table berikut:

Page 78: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

65

Table 1 Responden berdasarkan daerah

Daerah Jumlah

1. Sumatra Utara. 2. Sumatra Selatan. 3. Lampung. 4. DKI Jakarta. 5. Jawa Barat

10

25

10

10

10

Jumlah 65

Table 2 Responden berdasarkan penggunaan

Alokasi Penggunaan Jumlah

1. Perusahaan Swasta. 2. Amatir Radio. 3. Instansi Pemerintah. 4. Layanan Khusus.

26

25

4

10

Jumlah 65

Table 3 Responden berdasarkan status responden

Status Jumlah

1. Penjual. 2. Teknisi. 3. Pemakai.

5

13

47

Jumlah 65

Penelitian dimulai dengan menanyakan sejumlah pertanyaan kepada responden

yang ditemui,

Pertanyaan 5:

Apakah saudara mengetahui bahwa penyelenggaraan telekomunikasi radio

khusus diatur oleh undang-undang?

Page 79: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

66

Dari pertanyaan 5, peneliti mendapatkan hasil bahwa hampir semua responden

mengetahui bahwa ada Undang-undang yang mengatur tentang penyelenggaraan

telekomunikasi khusus seperti yang mereka lakukan, namun responden tidak

mengetahui secara detil tentang apa saja yang diatur dalam Undang-undang tersebut,

responden hanya mengetahui bahwa untuk menyelenggarakan telekomunikasi radio

khusus harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang. Ketika peneliti

berusaha untuk menggali lebih dalam terungkap bahwa responden juga banyak yang

belum pernah melihat bentuk fisik izin telekomunikasi radio khusus yang dimaksud,

namun peneliti menganggap kondisi ini adalah suatu hal yang wajar karena beberapa

dari responden hanyalah operator radio dari suatu perusahaan, sehingga pengetahuan

yang mereka miliki hanya sebatas mengoperasikan perangkat radio.

97%

3%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Responden 100%

Tahu

Tidak Tahu

Pertanyaan 6:

Dimana saudara mendapatkan/membeli perangkat radio yang anda gunakan?

(Responden memilih satu dari jawaban yang telah ditentukan)

Page 80: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

67

Dari pertanyaan 6, peneliti mendapatkan kenyataan bahwa 66% responden

mendapatkan perangkat telekomunikasi radionya dengan membelinya dari sejumlah

toko elektronika umum. Yang dimaksud toko elektronika umum disini adalah toko

yang menjual berbagai macam barang-barang elektronika (televisi, radio, movie

player, dan lain-lain), toko-toko seperti ini tentunya banyak dan mudah ditemui di

berbagai sudut kota. Kemudian sebanyak 12% responden mengatakan bahwa mereka

mendapatkan perangkat telekomunikasi radio dengan membeli pada toko elektronika

yang khusus menjual perangkat telekomunikasi radio. Beberapa responden juga

mengatakan bahwa pembelian perangkat telekomunikasi yang dimaksud sekaligus

dengan pengerjaan instalasi perangkat tersebut. Selain itu terdapat 9% responden

yang mendapatkan perangkat telekomunikasi radionya dari pengguna radio lain.

Yang dimaksud “pengguna radio lain” adalah bahwa responden membeli perangkat

telekomunikasi radio dari orang pribadi yang juga menyelenggarakan telekomunikasi

radio khusus, umumnya kondisi perangkat telekomunikasi radio tersebut adalah bekas

66%

13%9%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Responden 100%

Toko Elektronika Umum

Toko Khusus KomunikasiRadio

Pengguna Radio Lain

Page 81: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

68

pakai, namun ada beberapa responden yang mendapatkan perangkat telekomunikasi

radio yang baru namun bukan buatan pabrik (rakitan). Data ini menunjukkan bahwa

responden dapat dengan mudah memperoleh perangkat telekomunikasi radio yang

diperlukannya, karena perangkat telekomunikasi radio tidak dijual secara khusus oleh

toko/penjual yang khusus.

Pertanyaan 7 hanya diberikan kepada responden yang mendapatkan perangkat

telekomunikasi radio dari sesama pengguna. Hasil yang peneliti dapatkan hanya

seorang responden yang menjawab bahwa perangkat telekomunikasi radio yang

digunakannya merupakan hasil rakitan dari seorang teknisi radio. Dari responden

tersebut peneliti juga mendapatkan informasi bahwa teknisi yang dimaksud memang

menjual atau menerima pesanan untuk membuatkan perangkat telekomunikasi radio

dan disampaikan pula bahwa teknisi yang dimaksud bekerja secara professional dan

terorganisir artinya teknisi tersebut dibantu dengan beberapa teknisi lainnya dan

kegiatan tersebut memang merupakan kegiatan rutin (mata pencaharian). Dengan

demikian ditemukan bahwa terdapat perangkat telekomunikasi radio yang

dibuat/dirakit/diperjualbelikan yang mungkin tidak/belum “disertifikasi” atau tidak

sesuai dengan spesifikasi standar teknis yang ditetapkan oleh pemerintah

sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999

Tentang Telekomunikasi yang mewajibkan pengujian dan sertifikasi setiap perangkat

telekomunikasi.

Pertanyaan 7:

Bila saudara mendapatkan perangkat telekomunikasi radio tersebut dari orang

lain, apakah orang tersebut adalah seorang teknisi radio?

Page 82: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

69

Dari pertanyaan 8, peneliti mendapatkan kenyataan bahwa seluruh responden

tidak satu pun yang ditanyakan oleh penjual perangkat telekomunikasi tentang izin

penyelenggaraan telekomunikasi radio yang dimilikinya ketika responden membeli

perangkat telekomunikasi tersebut, beberapa responden mengatakan bahwa penjual

hanya menanyakan frekuensi radio yang akan digunakan dan teknologi terapan yang

diterapkan (misalnya komunikasi menggunakan repeater). Data ini membuktikan

bahwa di lapangan masyarakat begitu mudahnya mendapatkan perangkat

telekomunikasi radio. Bila dihubungkan dengan jawaban pertanyaan 6 dimana 66%

responden mendapatkan perangkat telekomunikasi radio melalui toko elektronika

umum mengungkapkan bahwa setiap orang dapat memiliki perangkat telekomunikasi

radio dengan tidak melalui prosedur yang sulit.

Pertanyaan 8:

Apakah dalam membeli perangkat telekomunikasi radio tersebut saudara diminta

untuk menunjukkan izin komunikasi radio yang saudara miliki?

0%

100%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Responden 100%

Ya

Tidak

Page 83: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

70

Dari responden yang juga menjual perangkat telekomunikasi radio, peneliti

mendapatkan gambaran bahwa semua responden tidak memiliki izin usaha khusus

yang menjual perangkat telekomunikasi radio. Responden mengatakan bahwa mereka

hanya memiliki izin usaha perdagangan umum dengan komoditi utama barang-barang

elektronika. Pengkhususan izin untuk menjual perangkat telekomunikasi ini memang

belum ada pengaturannya, dan dari kondisi ini maka setiap pengusaha dapat menjual

perangkat telekomunikasi radio sehingga menyulitkan pemerintah melakukan kendali

terutama siapa saja yang menguasai perangkat telekomunikasi radio.

Hingga pertanyaan 9, peneliti menemukan suatu kondisi dimana perangkat

telekomunikasi radio dapat dengan sangat mudah diperoleh oleh siapa saja yang

membutuhkannya, hal ini terlihat dari data yang peneliti dapatkan dimana perangkat

telekomunikasi radio tersebut tidak dijual oleh penjual khusus, juga untuk

mendapatkannya tidak memerlukan prosedur-prosedur khusus misalnya penjual

menanyakan izin yang dimiliki oleh pembeli. Kenyataan ini menyebabkan perangkat

telekomunikasi radio yang tersebar di masyarakat sulit dikendalikan terutama dalam

hal penguasaan dan penggunaan perangkat tersebut dan akhirnya penyalahgunaan

perangkat telekomunikasi radio pun tak dapat dihindari.

Bila perangkat telekomunikasi radio dijual hanya pada tempat-tempat tertentu,

dan penjual melakukan pendataan dengan menanyakan identitas pemegang izin, maka

Pertanyaan 9:

Apakah saudara memiliki izin khusus untuk menjual perangkat telekomunikasi

radio? (Pertanyaan ini hanya diberikan kepada responden yang menjual

perangkat komunikasi radio)

Page 84: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

71

tentunya perangkat telekomunikasi radio yang beredar di masyarakat luas dapat

terkendali. Sehingga peneliti mengambil kesimpulan sementara bahwa:

1. Perangkat telekomunikasi radio beredar luas di masyarakat dan dapat mudah

untuk mendapatkannya.

2. Tidak terdapat suatu pembatasan/pengendalian terhadap peredaran perangkat

telekomunikasi radio di masyarakat.

3. Cara mendapatkan perangkat telekomunikasi radio yang sangat mudah

merupakan salah satu penyebab terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan

telekomunikasi radio khusus di Indonesia.

Kemudian peneliti melanjutkan pencarian data dengan memberikan pertanyaan

kepada responden sehubungan dengan teknologi perangkat telekomunikasi yang

digunakan terutama teknologi oscillator yang digunakan pada perangkat

telekomunikasi radio tersebut, hal ini dapat menunjukkan jangkauan/lebar pita

frekuensi yang tersedia pada perangkat telekomunikasi tersebut.

Dari jawaban responden ini akan terlihat jenis teknologi yang ada pada

perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh responden. Hasilnya peneliti

mendapatkan data sebagai berikut:

Pertanyaan 10:

Apa mark dan type perangkat telekomunikasi yang anda gunakan?

Page 85: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

72

Table 4 Merek Dan Type Radio Yang Digunakan Responden

Merek Type Oscillator Keterangan

Icom

Icom

Icom

Icom

Kenwood

Kenwood

Kenwood

Yaesu

Yaesu

Motorola

Motorola

Motorola

Alnico

Alnico

IC V68

IC T22

IC T7H

IC

2100H

TR 7950

TS 440S

TS 430S

FT 30C

A 71S

GM300

GM500

GP68

DR150

DJ 180

VFO, VHF, FM

VFO, VHF, FM

VFO, VHF & UHF, FM

VFO, VHF, FM

VFO, VHF(144-148),

FM

VFO, HF, ALL MODE

VFO, HF, ALL MODE

VFO, HF, ALL MODE

XFO, HF, ALL MODE

VFO(CH), VHF, FM

VFO(CH), UHF, FM

VFO, VHF, FM

VFO, VHF, FM

VFO,VHF, FM

Jinjing, 130-170 MHz

Jinjing, 130-170 MHz

Jinjing, 130-170 & 400-490

MHz

Portable, 130-170 MHz

Portable, 142-149 MHz

Portable, 1,8 – 30 MHz

Portable, 1,8 – 30 MHz

Portable, 1,8 – 30 MHz

Portable. X’tal.

Portable. Ch Indicator

Portable. Ch Indicator

Jinjing, 130-170 MHz

Portable, 130-170 MHz

Jinjing, 130-170 MHz

Dari data di atas, ditemukan hanya 3 (tiga) jenis perangkat telekomunikasi radio

yang jangkauan frekuensinya terbatas yaitu Yaesu A71S yang oscillator-nya

dikendalikan oleh X’tal (XFO) dan Motorola GM300 dan GM500. Untuk jenis Yaesu

A71S pengguna hanya dapat menggunakan 1 (satu) frekuensi yang disediakan oleh

X’tal tersebut, sehingga bila pengguna ingin menggunakan frekuensi lain, maka

pengguna harus melakukan perubahan secara teknis yaitu dengan membeli X’tal

frekuensi yang baru untuk dipasangkan pada oscillator radio tersebut, jadi frekuensi

yang disediakan oleh perangkat ini sangat terbatas. Untuk jenis Motorola GM300 dan

GM500 sebenarnya menggunakan teknologi VFO, hanya saja pabrik membatasi pita

frekuensi yang digunakan, sehingga walaupun teknologi yang digunakan adalah VFO

dengan jangkauan 130-170 MHz untuk type GM300 atau 400-490 MHz untuk type

GM500, tetapi pengguna harus menentukan pita frekuensi yang digunakan paling

banyak 25 (duapuluh lima) pita frekuensi. Frekuensi yang akan digunakan oleh

Page 86: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

73

pengguna ini akan di “program” dengan bantuan komputer yang menjalankan aplikasi

Radio Service Software (RSS) yang hingga saat ini tidak didistribusikan secara umum

sehingga hanya dapat dilakukan oleh agen resmi yang mendapat lisensi dari Motorola

Inc. Setelah perangkat radio tersebut selesai di “program” dengan frekuensi yang

dimaksud, maka pengguna telah dapat menggunakan perangkat telekomunikasi

tersebut hanya pada frekuensi yang telah di “program” dengan penampil/penunjuk

frekuensi berupa “CH1, CH2, CH3,……CH25”, dengan demikian walaupun

teknologi oscillator yang digunakan adalah VFO namun frekuensi yang dapat

digunakan tetap terbatas.

Selain 3 jenis perangkat telekomunikasi radio tersebut, jenis lain yang

digunakan responden adalah perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan

teknologi VFO pada oscillator-nya. Responden yang menggunakan perangkat

telekomunikasi radio jenis ini dapat dengan mudah merubah frekuensi yang akan

digunakan tanpa harus meminta bantuan dari pihak lain atau melakukan perubahan

secara teknis pada perangkat yang dimilikinya, pengguna hanya cukup menekan

beberapa tombol yang berfungsi untuk merubah frekuensi sesuai dengan yang

diinginkannya dan jumlah pita frekuensi yang dapat digunakan adalah seluruh pita

frekuensi yang tersedia atau dapat dijangkau oleh perangkat telekomunikasi radio

tersebut.

Pertanyaan 10:

Apakah anda menggunakan frekuensi lain selain yang tertera dalam izin yang

anda miliki? (Responden memilih satu dari jawaban yang telah ditentukan)

Page 87: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

74

Data yang peneliti dapatkan dari pertanyaan 10, menunjukkan hampir semua

responden melakukan pelanggaran yaitu menggunakan frekuensi diluar izin yang

ditentukan. Responden memberikan berbagai alasan mengapa mereka melakukan

pelanggaran tersebut. Ada responden yang menyatakan bahwa hal yang terpenting

adalah mereka telah memiliki izin dan membayar pajak yang berlaku, masalah

frekuensi yang mana yang mereka gunakan responden berpendapat sepanjang tidak

mengganggu pengguna lain maka penggunaan frekuensi diluar izin mereka anggap

bukan masalah. Selain itu ada juga responden yang menyatakan bahwa mereka

menggunakan frekuensi lain karena pada frekuensi yang sesuai dengan izin dalam

kondisi yang sibuk, sehingga mereka membutuhkan frekuensi lain untuk dapat tetap

berkomunikasi atau terdapat gangguan yang diyakini berasal dari pengguna lain,

gangguan ini kadangkala bukan hanya mengganggu tetapi juga dapat membuat

pengguna sama sekali tidak dapat melakukan komunikasi. Dari responden yang

memang tidak memiliki izin (liar) peneliti mendapatkan informasi bahwa beberapa

80%

18%

2%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

Responden 100%

Sering

Kadang-kadang

Tidak Pernah

Page 88: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

75

dari mereka sebelumnya pernah memiliki izin tetapi izin tersebut tidak diperpanjang

karena mereka tidak mendapatkan suatu jaminan kenyamanan berkomunikasi,

sedangkan bila dilaporkan adanya gangguan kepada pihak yang berwenang laporan

tersebut ditanggapi dengan lambat dan seringkali dianggap kesalahan teknis dari

perangkat telekomunikasi yang dimiliki pelapor, dan pada akhirnya mereka

mengambil inisiatif untuk bergeser ke frekuensi lain untuk tetap dapat

berkomunikasi. Peneliti juga mendapatkan informasi dari responden yang

menggunakan perangkat telekomunikasi radio untuk keperluan uji coba (penelitian),

kegiatan ini dilakukan oleh beberapa amatir radio. Dari mereka peneliti mendapatkan

informasi bahwa mereka sering menggunakan frekuensi yang tidak dialokasikan

untuk amatir radio, namun mereka melakukan hal tersebut hanya apabila mereka

sedang melakukan uji coba terhadap perangkat telekomunikasi radio yang umumnya

buatan mereka sendiri.

Pertanyaan 11:

Menurut saudara, bagaimana prosedur pengurusan izin komunikasi radio yang

berlaku saat ini? (Responden memilih satu dari jawaban yang ditentukan)

0%

100%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Responden 100%

Mudah Dan Cepat

Sulit Dan Lama

Page 89: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

76

Seluruh responden menjawab bahwa pengurusan izin telekomunikasi radio

khusus di Indonesia adalah sulit dengan proses yang panjang serta membutuhkan

waktu yang lama. Responden mengatakan bahwa dalam pengurusan izin responden

seringkali mendapatkan pelayanan yang kurang memuaskan padahal tidak sedikit

responden yang harus menempuh jarak yang jauh (beberapa responden berada di

daerah yang bukan ibukota propinsi sedangkan pengurusan izin hanya dapat

dilakukan di ibukota propinsi), kemudian persyaratan yang tidak jelas dan akhirnya

membutuhkan biaya yang lebih besar dari seharusnya. Kondisi ini dialami oleh

responden yang menggunakan perangkat telekomunikasi radio untuk keperluan niaga,

dan kondisi ini pulalah yang dijadikan alasan beberapa responden yang tidak

memiliki izin. Kondisi yang lebih baik dialami oleh responden yang memiliki izin

telekomunikasi radio untuk keperluan pribadi (amatir radio), mereka mengatakan

bahwa yang sering mereka keluhkan adalah lamanya proses izin tersebut, bahkan ada

responden yang mengatakan bahwa pada saat izin mereka terima sedangkan masa

berlakunya akan habis dalam beberapa bulan ke depan. Sulit, lama, dan

membutuhkan biaya yang lebih besar dari seharusnya juga membuat beberapa

responden melakukan pelanggaran yaitu penggunaan perangkat telekomunikasi tidak

sesuai izin yang dimiliki. Informasi ini disampaikan oleh beberapa responden yang

mengaku bahwa perangkat telekomunikasi yang mereka miliki digunakan untuk

keperluan bisnis/perdagangan, sedangkan izin yang mereka miliki adalah izin amatir

radio. Beberapa responden berpendapat seharusnya pengurusan izin tidak harus ke

ibukota propinsi melainkan dapat dilakukan di daerah setempat (Kabupaten/kota),

Page 90: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

77

menurut mereka kewenangan mengeluarkan izin yang hanya dimiliki pejabat

setingkat propinsi merupakan penyebab mengapa pengurusan izin telekomunikasi

radio khusus di Indonesia menjadi sulit dan butuh waktu lama.

Dari wawancara yang dilakukan peneliti, juga terungkap suatu kondisi dimana

tindakan pengawasan dan penertiban yang seharusnya dilaksanakan oleh pihak

berwenang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terlihat dari pengakuan

beberapa responden yang memiliki izin penyelenggaraan telekomunikasi radio amatir

tetapi menggunakannya untuk kepentingan bisnis/usaha yang mereka jalankan.

Menurut penuturan beberapa responden penyalahgunaan izin tersebut justru

disarankan oleh pihak yang berwenang (lebih dikenal dengan sebutan team sweeping)

yang telah merazia dan melakukan penyitaan terhadap perangkat telekomunikasi

radio yang mereka miliki, kemudian team tersebut menyarankan agar responden yang

perangkat telekomunikasi radionya disita mengurus izin telekomunikasi radio amatir

dan setelah izin yang dimaksud selesai, perangkat telekomunikasi radio yang disita

dikembalikan dan responden dapat kembali menyelenggarakan telekomunikasi radio.

Dari informasi ini, di dapat bahwa penertiban terhadap pelanggaran dalam

penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus sangat jarang atau bahkan peneliti

dapat mengatakan tidak ada yang diselesaikan melalui sistem peradilan pidana

sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi. Namun untuk hal ini peneliti tidak berhasil mendapatkan informasi

mengapa pihak berwenang (dalam hal ini team sweeping) tidak mengambil tindakan

tegas seperti yang diatur dalam Undang-undang.

Page 91: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

78

Sampai disini peneliti dapat menarik kesimpulan sementara bahwa:

1. Responden mengetahui bahwa penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di

Indonesia diatur oleh Undang-undang, dan responden mengetahui

kewajibannya untuk memiliki izin penyelenggaraan telekomunikasi radio.

Dengan demikian ketidaktahuan responden akan kewajiban untuk memiliki izin

penyelenggaraan telekomunikasi radio bukan merupakan faktor penyebab

terjadinya pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di

Indonesia.

2. Responden dapat dengan mudah memperoleh perangkat telekomunikasi yang

dibutuhkan tanpa harus melalui prosedur pendataan, hal ini membuat kondisi

dimana kepemilikan perangkat telekomunikasi radio tidak dapat dikendalikan

dan bepengaruh pula terhadap penggunaan perangkat telekomunikasi radio

tersebut. Dengan demikian kemudahan mendapatkan perangkat telekomunikasi

radio atau kurangnya pembatasan kepemilikan perangkat telekomunikasi radio

merupakan penyebab terjadinya pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi

radio di Indonesia.

3. Faktor kemudahan yang dimaksud di atas juga dipengaruhi dari tidak adanya

izin usaha khusus bagi mereka yang bermaksud memperjualbelikan perangkat

telekomunikasi radio, sehingga kenyataan yang terjadi sekarang adalah siapa

saja dapat menjual perangkat telekomunikasi radio dan siapa pun dapat

membelinya.

Page 92: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

79

4. Mayoritas responden menggunakan perangkat telekomunikasi radio yang

menggunakan teknologi Variable Frequency Oscillator (VFO) yang memiliki

jangkauan frekuensi sangat lebar dan pengguna dengan mudah dapat

menggunakan frekuensi sesuai keinginannya. Dengan demikian. Dengan

demikian tidak adanya pembatasan jangkauan frekuensi kerja suatu perangkat

telekomunikasi radio yang beredar di masyarakat merupakan faktor penyebab

terjadinya pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di

Indonesia.

5. Tindakan pengawasan dan penertiban yang dilakukan oleh pihak berwenang

yang lebih cenderung untuk menghindari proses sistem peradilan pidana seperti

yang diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi, juga merupakan faktor terjadinya pelanggaran

penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia.

2. Kebijakan Kriminal Non Penal Terhadap Pelanggaran Penyelenggaraan

Telekomunikasi Radio Khusus.

Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan, maka telah dapat terlihat

pola-pola kejadian yang diyakini oleh peneliti merupakan faktor penyebab terjadinya

pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Dari

pola inilah kemudian peneliti melakukan analisa tentang kemungkinan-kemungkinan

kebijakan kriminal non penal yang dapat diterapkan untuk menghadapi pola kejadian

Page 93: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

80

yang tengah berlangsung di masyarakat. Hasil analisa yang peneliti lakukan adalah

sebagai berikut:

1. Kebijakan Kriminal Non Penal Sehubungan Dengan Administrasi

(Perizinan).

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa salah satu faktor penyebab

terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di

Indonesia adalah kemudahan masyarakat dalam memperoleh perangkat

telekomunikasi radio. Untuk mengatasi kondisi tersebut maka harus diterapkan suatu

kebijakan yang dapat memperketat peredaran perangkat telekomunikasi radio di

masyarakat.

Bila perangkat telekomunikasi radio hanya dijual pada toko-toko khusus yang

menjual perangkat telekomunikasi radio dan penjual melakukan dan melaporkan hasil

pendataan terhadap identitas dan perizinan yang dimiliki, dan perangkat

telekomunikasi radio yang dibeli oleh calon pembeli, maka peredaran dan

penggunaan perangkat telekomunikasi akan dapat lebih terkendali. Kondisi ini akan

dapat terwujud karena masyarakat diwajibkan untuk menunjukkan izin

telekomunikasi radio yang dimilikinya sehingga kemungkinan penyalahgunaan

perangkat telekomunikasi radio oleh pihak yang tidak memiliki izin dan atau tidak

sesuai dengan izin akan dapat diperkecil. Dengan demikian, kebijakan kriminal non

penal yang dapat diterapkan adalah:

Page 94: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

81

a. Setiap pihak yang melakukan jual beli perangkat telekomunikasi radio wajib

memiliki izin khusus untuk memperjualbelikan perangkat telekomunikasi

radio. Pada pelaksanaannya nanti, toko yang memiliki izin untuk menjual

perangkat telekomunikasi radio tersebut dapat saja merupakan toko

elektronika yang memang khusus menjual perangkat telekomunikasi radio

atau dapat pula toko elektronika umum yang memiliki izin khusus untuk

menjual perangkat telekomunikasi radio.

b. Penjual wajib melakukan pendataan terhadap calon pembeli perangkat

telekomunikasi radio yang akan dijual. Pendataan yang dimaksud meliputi

identitas, izin penyelenggaraan telekomunikasi radio, teknologi terapan

yang digunakan, dan lokasi penggunaan. Dan penjual dilarang menjual

perangkat telekomunikasi radio yang teknologi terapannya (khususnya

jangkauan frekuensi) diluar yang dialokasikan oleh izin yang dimiliki calon

pembeli.

Tujuan yang ingin dicapai adalah keakuratan data tentang siapa yang

memiliki/menggunakan dan bagaimana penggunaan dari perangkat telekomunikasi

radio yang beredar di masyarakat sehingga pemerintah dapat dengan mudah

melakukan pengawasan dan penertiban. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka

pendistribusian, kepemilikan, dan penggunaan perangkat telekomunikasi radio akan

dapat lebih terkendali dan pada akhirnya kebijakan tersebut dapat

menutup/memperkecil kemungkinan terjadinya pelanggaran penyelenggaraan

telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Kebijakan ini dapat saja menimbulkan

Page 95: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

82

suatu masalah baru, yaitu apabila seorang pribadi yang mampu membuat/merakit

perangkat telekomunikasi bermaksud untuk menjual perangkat telekomunikasi yang

dibuatnya, tentunya akan timbul pertanyaan apakah orang tersebut harus memiliki

izin khusus untuk menjual perangkat telekomunikasi ? Berdasarkan analisa peneliti,

masalah ini dapat diatasi dengan mewajibkan perakit/pembuat hanya boleh menjual

kepada toko/badan hukum yang memiliki izin untuk memperjualbelikan perangkat

telekomunikasi

Kebijakan non penal selanjutnya adalah memperpendek birokrasi pengurusan

izin penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus. Saat ini, pengurusan izin

penyelenggaraan telekomunikasi radio hanya dapat dilakukan pada dinas/instansi

terkait setingkat propinsi (di ibukota propinsi), sedangkan pengguna perangkat

telekomunikasi radio juga banyak yang beroperasi di daerah Kabupaten/kota yang

jauh dari ibukota propinsi, sehingga tidak jarang pengguna harus menyediakan waktu

khusus dan jarak tempuh yang jauh untuk mengurus perizinan. Hal ini juga

merupakan faktor penyebab keengganan penyelenggara telekomunikasi radio untuk

mengurus izin, hanya bagi pengguna amatir radio yang mendapat sedikit kemudahan

karena pengurusan izin yang dimaksud dikoordinir oleh Organisasi tempat mereka

bergabung walaupun pada Kenyataannya izin tetap diurus di ibukota propinsi. Oleh

karena itu, peneliti memandang, bila kewenangan untuk mengeluarkan izin

penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus dapat diturunkan pada tingkat

Kabupaten/kota, maka para pengguna perangkat telekomunikasi radio akan dapat

dengan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih menghemat biaya untuk mendapatkan izin

Page 96: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

83

penyelenggaraan telekomunikasi radio. Atau setidak-tidaknya pintu gerbang

pelayanan pengurusan izin penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus dapat

dilakukan di Kabupaten/kota tempat penyelenggara beroperasi.

2. Kebijakan Kriminal Non Penal Sehubungan Dengan Teknologi

Telekomunikasi Radio.

Begitu lebarnya jangkauan frekuensi suatu perangkat telekomunikasi radio juga

merupakan faktor penyebab terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan

telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Teknologi yang digunakan dalam suatu

perangkat telekomunikasi radio adalah VFO dan XFO, dimana VFO memungkinkan

jangkauan frekuensi yang lebar karena oscillator dikendalikan secara variable (dapat

berubah dan diubah) tanpa harus melakukan perubahan secara teknis pada sistem,

sedangkan XFO hanya memungkinkan penggunaan frekuensi yang tetap karena

oscillator dikendalikan oleh sebuah kristal frekuensi yang hanya mampu

membangkitkan satu denyut frekuensi dan bila pengguna bermaksud untuk merubah

frekuensi yang akan digunakan, maka pengguna harus melakukan perubahan pada

sistem yaitu mengganti kristal frekuensi yang lama dengan kristal frekuensi baru yang

mampu membangkitkan denyut frekuensi yang dimaksud. Dari hasil penelitian

terungkap bahwa pengguna yang menggunakan perangkat telekomunikasi radio

dengan teknologi VFO cenderung untuk menggunakan frekuensi diluar dari yang

dialokasikan pada izin. Hal ini adalah wajar karena perangkat yang digunakan

Page 97: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

84

memang memungkinkan untuk itu, sedangkan pengguna yang menggunakan

perangkat radio dengan teknologi XFO dapat dikatakan tidak dapat melakukan

pelanggaran karena perangkat yang digunakan tidak memungkinkan untuk merubah

frekuensi. Dari kondisi ini, peneliti memandang, bila perangkat telekomunikasi radio

yang beredar di masyarakat adalah yang menggunakan teknologi XFO, maka

pelanggaran dalam hal penggunaan frekuensi diluar izin akan dapat ditekan karena

perangkat hanya dapat bekerja pada satu frekuensi yang memang dialokasikan oleh

izin. Sehingga perlu dilakukan pengaturan lebih lanjut terhadap perangkat

telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi VFO. Implementasinya adalah

mewajibkan pengguna untuk memiliki perangkat telekomunikasi radio berteknologi

XFO yang hanya dapat bekerja pada frekuensi yang dialokasikan oleh izin atau

setidak-tidaknya perangkat yang menggunakan teknologi VFO namun dengan

Channel Indicator yang membatasi penggunaan frekuensi-frekuensi tertentu saja.

Kebijakan ini juga dapat diterapkan kepada pemilik izin amatir radio dengan

memberlakukan larangan kepemilikan perangkat telekomunikasi radio yang

mempunyai jangkauan frekuensi diluar yang dialokasikan. Contohnya adalah sebuah

produk dari Kenwood type TR 7950 yang menggunakan teknologi VFO pada

oscillator-nya tetapi hanya mampu bekerja pada frekuensi 143-148 MHz. perangkat

jenis ini seiring dengan alokasi frekuensi untuk amatir radio yaitu 144-148 MHz.

Selain larangan kepada pengguna kebijakan ini juga dapat berupa pembatasan

peredaran terhadap perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi

VFO dengan jangkauan frekuensi yang sangat lebar, sehingga perangkat tersebut

Page 98: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

85

hanya digunakan oleh pihak-pihak yang memang memerlukan. Pembatasan yang

dimaksud bukan berarti bahwa perangkat tersebut dilarang beredar, melainkan

pembatasan frekuensi yang dapat digunakan dengan perangkat tersebut. Penampil

kanal (Channel Indicator) merupakan cara yang efektif untuk membatasi jangkauan

frekuensi suatu perangkat telekomunikasi radio. Dengan cara ini pengguna tidak

dengan sesuka hatinya merubah frekuensi yang akan digunakan karena perangkat

hanya dapat menjangkau frekuensi yang telah di ”program” sebelumnya. Perangkat

telekomunikasi radio produksi Motorola pada umumnya menggunakan teknologi

VFO namun dibatasi dengan penampil kanal yang pada umumnya hanya berjumlah 5

sampai 25 channel dan penentuan frekuensi yang akan di program hanya dapat

dilakukan oleh operator yang memiliki lisensi resmi dari Motorola. Type produk

seperti ini dapat membantu dalam rangka pembatasan yang dimaksud. Dengan

demikian kebijakan kriminal non penal untuk membatasi penggunaan teknologi VFO

pada perangkat telekomunikasi radio akan mampu mengatasi pelanggaran dalam

penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia terutama dalam hal

penggunaan frekuensi yang dialokasikan pada izin.

3. Radio Trunking System.

Dari pengamatan peneliti di lapangan terlihat bahwa sistem komunikasi yang

umum digunakan adalah sistem komunikasi jaringan yaitu suatu telekomunikasi radio

Page 99: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

86

yang dilakukan antara satu/beberapa stasiun tetap/pusat dengan beberapa stasiun

mobile/jinjing.

Gambar 17 Ilustrasi Telekomunikasi Radio Menggnakan Repeater

Pihak penyelenggara telekomunikasi umumnya menggunakan bantuan

teknologi repeater untuk mengatasi keterbatasan jangkauan komunikasi dan bahkan

beberapa diantaranya menggunakan beberapa set repeater. Dengan demikian terdapat

banyak repeater yang mengakibatkan lebih banyak pula frekuensi yang digunakan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, repeater adalah suatu alat bantu

telekomunikasi radio yang bekerja secara otomatis dengan tujuan memperluas jarak

jangkau suatu sistem telekomunikasi radio. Prinsip kerjanya adalah menerima sinyal

Page 100: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

87

pada satu frekuensi dan pada saat yang sama memancarkannya kembali pada

frekuensi lain (duplex operation) dengan demikian setidak-tidaknya ada dua frekuensi

yang digunakan oleh sebuah repeater sehingga semakin banyak repeater yang

beroperasi maka akan semakin banyak pula frekuensi yang terpakai. Sebuah repeater

umumnya diletakkan pada suatu tempat yang dipandang mempunyai daerah jangkau

yang luas, misalnya pada puncak sebuah bukit, sebuah gedung, atau dengan

membangun sebuah tiang/tower setinggi-tingginya, dapat dibayangkan berapa banyak

tiang antenna repeater yang berdiri tegak.

Terdapat suatu teknologi telekomunikasi radio yang merupakan modifikasi dari

teknologi dasar repeater, yaitu menggabungkan beberapa repeater menjadi satu.

Teknologi ini dikenal dengan Radio Trunking System (selanjutnya disebut dengan

trunking). Dengan teknologi ini puluhan repeater yang tersebar dalam dibeberapa

tempat dapat digabung menjadi satu dan para pengguna tetap dapat berkomunikasi

tanpa saling mengganggu tekniknya adalah dengan menggunakan digital

identification board yang dipasangkan pada pesawat radio masing-masing pengguna,

dengan digital identification board inilah Trunking memilah sinyal yang mana dan

untuk siapa, sehingga komunikasi sebuah kelompok pengguna tidak akan

mengganggu kelompok lainnya dan pengguna liar/yang tidak terdaftar pada trunking

tersebut tidak dapat mengganggu/menggunakan fasilitas tersebut.

Page 101: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

88

Gambar 18 Ilustrasi Penerapan Radio Trunking System Pada Sebuah Perusahaan

Teknologi ini juga memungkinkan fitur-fitur lainnya, misalnya memungkinkan

pengguna untuk melakukan panggilan telepon melalui perangkat radio jinjingnya bila

Trunking dihubungkan dengan jalur telepon dan fasilitas komunikasi data. Sekilas

teknologi ini mirip dengan telepon seluler yang setiap pengguna memiliki identitas

jaringan sendiri, namun pengguna tidak perlu menekan nomor tujuan untuk

memanggil pengguna lain yang tergabung dalam kelompoknya, pengguna dapat

langsung memanggil dan berbicara dengan menekan tombol push to talk (PTT) pada

perangkat telekomunikasi radio yang digunakannya. Selama ini teknologi trunking

digunakan pada suatu perusahaan dengan banyak departemen/divisi dan semuanya

Page 102: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

89

membutuhkan perangkat telekomunikasi. Dengan menerapkan sistem trunking, maka

perusahaan tersebut hanya membutuhkan sebuah repeater (trunking repeater) untuk

mendukung telekomunikasi yang dibutuhkan, sedangkan antar departemen tidak

saling terganggu walaupun berkomunikasi serentak dalam waktu yang bersamaan.

Contoh penerapan teknologi ini dapat ditemukan dibeberapa perusahaan besar

seperti perusahaan pertambangan, perusahaan perkeretaapian dan bandar udara. Pada

perusahaan tersebut masing-masing departemen memiliki kesibukan sendiri-sendiri

dan tentunya bila hanya menggunakan teknologi repeater biasa, maka sudah pasti

jalur komunikasi antara pekerja akan menjadi kacau atau mereka mendirikan repeater

tersendiri untuk masing-masing kelompok/departemen, sehingga akan terdapat

banyak repeater dalam sebuah perusahaan. Oleh karenanya teknologi Trunking

digunakan, dengan teknologi ini hanya dibutuhkan sebuah Trunking repeater untuk

dapat mendukung semua kegiatan komunikasi masing-masing departemen tanpa

saling menggangu, dan dari aspek biaya perusahaan dapat melakukan penghematan

karena hanya membutuhkan satu set Trunking repeater.

Sehubungan dengan tujuan pengawasan dan penertiban penyelenggaraan

telekomunikasi radio khusus di Indonesia, maka peneliti mengangkat suatu ide yaitu

dengan mengeluarkan kebijakan untuk menerapkan Radio Trunking System di setiap

daerah. Setiap Kabupaten/kota didirikan satu trunking server yang menjangkau

seluruh daerah Kabupaten/kota tersebut dan bila memungkinkan juga terhubung

(linked) ke berbagai trunking server di Kabupaten/kota lainnya, sehingga pengguna

telekomunikasi radio yang tergabung dengan trunking server pada Kabupaten/kota A

Page 103: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

90

dapat berkomunikasi dengan pengguna yang berada dan tergabung dengan trunking

server pada Kabupaten/kota B dan seterusnya.

Gambar 19 Ilustrasi Penerapan Radio Trunking System Pada Sebuah Kabupaten/Kota

Bila trunking server telah dibangun pada suatu daerah Kabupaten/kota,

selanjutnya pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yaitu mewajibkan seluruh

pengguna radio telekomunikasi didaerah tersebut untuk tergabung pada trunking

server yang telah ada sepanjang teknologi yang digunakan didukung oleh trunking

server tersebut. Dalam pelaksanaannya, pemerintah dapat membentuk suatu badan

baru khusus atau yang telah ada atau bahkan dapat diserahkan kepada pihak swasta

Page 104: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

91

untuk mengelola trunking server tersebut. Dan pada akhirnya, masyarakat yang

membutuhkan sarana telekomunikasi radio cukup dengan mendatangi pengelola

trunking server di daerahnya dan kemudian telah dapat berkomunikasi

Dengan adanya kebijakan seperti ini, maka diharapkan penggunaan,

penyelenggaraan telekomunikasi radio di Indonesia akan dapat lebih tertib, teratur

dan terkendali. Tindakan pengawasan dan penertiban yang menjadi kewajiban

instansi terkait pun akan dapat terlaksana dengan maksimal. Dan para pengguna

telekomunikasi radio akan mendapatkan berbagai kemudahan dari sisi teknis

peralatan, perizinan dan fasilitas lain yang didukung oleh Radio Trunking System.

Dari pembahasan tersebut di atas, peneliti dapat menarik suatu garis besar dari

hasil penelitin ini. Pertama, bahwa masyarakat dapat dengan mudah memperoleh

perangkat telekomunikasi radio dan masyarakat dapat dengan bebasnya

memperjualbelikan perangkat telekomunikasi radio. Kondisi ini menjadi faktor

penyebab peredaran perangkat telekomunikasi radio di Indonesia yang tidak

terkendali dengan baik, sehingga memicu terjadinya pelanggaran-pelanggaran seperti

penggunaan perangkat telekomunikasi tanpa izin dan penyalahgunaan perangkat

telekomunikasi yang tidak sesuai dengan izin sebagaimana diatur dalam Undang-

undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi pada Pasal 32 ayat (1) yang

menyatakan bahwa:

“Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit,

dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia

wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”

Page 105: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

92

Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan suatu kebijakan baru yang mengatur

peredaran perangkat telekomunikasi radio, sehingga peredarannya dapat lebih

terkendali.

Kedua, bahwa banyak perangkat telekomunikasi yang memiliki teknologi

terapan dan kemampuan operasi (terutama jangkauan frekuensi kerja) yang sangat

lengkap, kondisi ini menjadi faktor penyebab penyelenggara telekomunikasi radio

khusus dapat melakukan perubahan teknis dalam pengoperasiannya sehingga memicu

terjadinya pelanggaran-pelanggaran seperti penggunaan pita frekuensi yang diluar

izin yang diberikan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53

Tahun 2000 Tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit.

Untuk itu diperlukan pula suatu kebijakan yang mengatur tentang teknologi yang

diperbolehkan pada suatu perangkat telekomunikasi radio.

Ketiga, bahwa prosedur yang harus dilewati oleh penyelenggara telekomunikasi

radio khusus untuk mendapatkan perizinan yang diperlukan masih dipandang terlalu

rumit dan tidak efisien, kondisi ini menjadi faktor penyebab timbulnya keengganan

bagi penyelenggara telekomunikasi radio khusus untuk mengurus izin-izin yang

diperlukan. Karenanya dibutuhkan pula suatu kebijakan untuk memperpendek jalur

birokrasi pengurusan izin dengan melakukan pelimpahan kewenangan untuk

mengeluarkan izin ke tingkat Kabupaten/Kota atau setidak-tidaknya membuka pintu

pelayanan pengurusan izin pada tingkat Kabupaten/Kota.

Page 106: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

93

Keempat, bahwa dengan penerapan Radio Trunking System, maka

penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia akan lebih terkendali,

efisien dan tepat guna.

Page 107: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

94

BAB IV

Kesimpulan Dan Rekomendasi

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana dilakukan pada bab

sebelumnya, maka dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor penyebab terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi

radio khusus di Indonesia adalah :

a. Kemudahan mendapatkan perangkat telekomunikasi radio atau kurangnya

pembatasan kepemilikan perangkat telekomunikasi radio merupakan

penyebab terjadinya pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio di

Indonesia. Kemudahan yang dimaksud di atas juga dipengaruhi dari tidak

adanya izin usaha khusus bagi mereka yang bermaksud memperjualbelikan

perangkat telekomunikasi radio, sehingga kenyataan yang terjadi sekarang

adalah siapa saja dapat menjual perangkat telekomunikasi radio dan siapa pun

dapat membelinya.

b. Penggunaan perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi

Variable Frequency Oscillator (VFO) yang memiliki jangkauan frekuensi

sangat lebar dan pengguna dengan mudah dapat menggunakan frekuensi

sesuai keinginannya. Dengan demikian tidak adanya pembatasan jangkauan

frekuensi kerja suatu perangkat telekomunikasi radio yang beredar di

94

Page 108: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

95

masyarakat merupakan faktor penyebab terjadinya pelanggaran

penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia.

c. Tindakan pengawasan dan penertiban yang dilakukan oleh pihak berwenang

yang lebih cenderung untuk menghindari proses sistem peradilan pidana

seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi, juga merupakan faktor terjadinya pelanggaran

penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia.

2. Kebijakan kriminal non penal yang dapat diterapkan untuk menanggulangi

pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia

adalah :

a. Kebijakan yang mewajibkan setiap orang memperjualbelikan perangkat

telekomunikasi radio harus memiliki izin khusus dari instansi yang

berwenang.

b. Kebijakan yang mewajibkan Penjual melakukan pendataan terhadap calon

pembeli perangkat telekomunikasi radio yang akan dijual. Pendataan yang

dimaksud meliputi identitas, izin penyelenggaraan telekomunikasi radio,

teknologi terapan yang digunakan, dan lokasi penggunaan. Dan penjual

dilarang menjual perangkat telekomunikasi radio yang teknologi terapannya

(khususnya jangkauan frekuensi) diluar yang dialokasikan oleh izin yang

dimiliki calon pembeli.

c. Kebijakan untuk menurunkan kewenangan mengeluarkan izin dari pejabat

setingkat propinsi ke pejabat setingkat Kabupaten/kota atau setidak-tidaknya

Page 109: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

96

pengurusan izin dapat dilakukan pada kantor perwakilan instansi yang ada di

Kabupaten/kota.

d. Kebijakan untuk membatasi peredaran perangkat telekomunikasi radio dengan

memiliki jangkauan frekuensi lebar atau menggunakan teknologi VFO,

sehingga perangkat telekomunikasi radio yang beredar adalah perangkat

telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi XFO atau setidak-

tidaknya perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi VFO

namun dengan fasilitas penampil kanal.

e. Kebijakan untuk membangun Radio Trunking System pada setiap

Kabupaten/kota dan mewajibkan semua pengguna perangkat telekomunikasi

radio yang bukan amatir radio dan kegiatan telekomunikasinya dapat

didukung oleh Radio Trunking System yang ada untuk menggunakan fasilitas

Radio Trunking System.

B. Rekomendasi

Dan peneliti merekomendasikan untuk :

1. Melakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan metode statistic guna

mendapatkan pengaruh faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran dalam

penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia serta kemungkinan-

kemungkinan penerapan kebijakan kriminal non penal sebagaimana disebutkan di

atas dengan menggunakan pendekatan hukum tata negara.

Page 110: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

97

2. Meningkatkan fungsi pengawasan dan penertiban yang dilakukan oleh

instansi/badan yang berwenang, sehingga penegakkan hukum terhadap

pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan telekomunikasi

radio khusus di Indonesia dapat diselesaikan menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Page 111: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

98

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous., Himpunan Peraturan Tentang Kegiatan Amatir Radio–Paket

Pembinaan Organisasi., Organisasi Amatir Radio Indonesia Daerah Sumatra

Selatan, 1999.

Anonymous., Communications Satellite., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia

2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

Anonymous., Modem., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD.,

Microsoft Corporation.. 1993-2005

Barda Nawawi Arief., Kebijakan Kriminalisasi Dan Masalah Jurisdiksi Tindak

Pidana Mayantara, Makalah Seminar Pemberdayaan Teknologi Informasi

Dalam Masyarakat Informasi, Semarang, 26 Juli 2001.

Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan No. 7 Tentang Pedoman

Item Uji Alat/Perangkat Telekomunikasi., 1999., www.postel.go.id.

Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 80 Tentang

Perrsyaratan Teknis Perangkat Amatir Radio., 1999., www.postel.go.id.

Direktur Jenderal Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 84 Tahun 1999

Tentang Spesifikasi Teknis Perangkat Telekomunikasi., www.postel.go.id.

Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 85 Tentang

Persyaratan Teknis Perangkat Radio Siaran., 1999., www.postel.go.id.

Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 169 Tentang

Persyaratan Teknis Alat Dan Perangkat Siaran Televisi Sistem Analog., 1999.,

www.postel.go.id.

Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 226 Tentang

Petunjuk Pelaksanaan Sertifikasi Dan Penandaan Alat/Perangkat

Telekomunikasi., 1999., www.postel.go.id.

Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 214 Tentang

Persyaratan Teknis Perangkat Komunikasi Dengan Daya Pancar Dibawah

10mw., 2005., www.postel.go.id.

98

Page 112: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

99

Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 233 Tentang

Pengelompokan Alat Dan Perangkat Telekomunikasi., 2005., www.postel.go.id.

Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 266 Tentang

Persyaratan Teknis Perangkat Radio Maritim., 2005., www.postel.go.id.

Dunning, John. On The Air: The Encyclopedia Of Old-Time Radio. Oxford

University PRESS, 1998 Dalam Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006

On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005.

Earnest C. Watson., Wave Motion., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006

On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005

Gibilisco, Stan. Amateur Radio Encyclopedia. Tab, 1993 Dalam Microsoft Encarta

Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005.

Indonesia., Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tentang Telekomunikasi., 1989.,

www.postel.go.id.

Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan., 2000.,

www.postel.go.id.

Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan., 2005.,

www.postel.go.id.

Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi Dan

Informatika., 2005., www.postel.go.id.

Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tentang Penyelenggaraan

Telekomunikasi., 2000., www.postel.go.id.

Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tentang Penggunaan Spektrum

Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit., 2000., www.postel.go.id.

Indonesia., Undang-Undang Nomor 36 Tentang Telekomunikasi., 1999.,

www.postel.go.id.

Indonesia., Undang-Undang Nomor 32 Tentang Penyiaran., 2002.,

www.postel.go.id.

Page 113: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

100

Indonesia., Undang-Undang Nomor 36 Tentang Telekomunikasi., 1999.,

www.postel.go.id.

Kompas., Keluhan Gangguan Frekuensi Terus Mengalir., Www.Kompas.Com., 23

Agustus 2004.

Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin.,

Radio., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft

Corporation.. 1993-2005.

Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 13 Tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Yang Menggunakan Satelit., 2005.,

www.postel.go.id.

Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 17 Tentang Tata Cara

Perizinan Dan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio., 2005.,

www.postel.go.id.

Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 18 Tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus Untuk Keperluan Instansi

Pemerintah Dan Badan Hukum., 2005., www.postel.go.id.

Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 21 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Biaya

Sertifikasi Dan Permohonan Pengujian Perangkat Telekomunikasi., 2005.,

www.postel.go.id.

Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 22 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Pungutan Biaya

Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi., 2005., www.postel.go.id.

Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 2., 2001., www.postel.go.id.

Menteri Perhubungan., Peraturan Nomor 2 Tentang Penggunaan Pita Frekuensi

2400 – 2483.5 Mhz., 2005., www.postel.go.id.

Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 3 Tentang Persyaratan Teknis Perangkat

Telekomunikasi., 2001., www.postel.go.id.

Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 5 Tentang Penyempurnaan Tabel Alokasi

Spektrum Frekuensi Radio Indonesia., 2001., www.postel.go.id.

Page 114: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN …sandes.us/wp-content/uploads/2014/05/SKRIPSI.pdf · KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS

101

Menteri Perhubungan., Peraturan Nomor 10 Tentang Sertifikasi Alat Dan Perangkat

Telekomunikasi., 2005., www.postel.go.id.

Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 42 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif

Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Biaya Sertifikasi Dan Permohonan

Pengujian Alat/Perangkat Telekomunikasi., 2000., www.postel.go.id.

Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 49 Tentang Pedoman Kegiatan Amatir

Radio., 2002., www.postel.go.id.

Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 66 Tentang Tata Cara Saling Pengakuan

Hasil Uji Alat Dan Perangat Telekomunikasi., 2003., www.postel.go.id.

Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 77 Tentang Pedoman Kegiatan

Komunikasi Radio Antar Penduduk., 2003., www.postel.go.id.

Pikiran Rakyat., ORARI Keluhkan Radio Gelap., www.pikiran-rakyat.com, 9

Nopember 2005.

Rutland, David. Behind The Front Panel: The Design & Development Of 1920's

Radios. Wren, 1994 Dalam Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On

DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005.

Suara Merdeka., Radio Gelap Ganggu Frekuensi-Desak Ruu Penyiaran Dituntaskan.,

www.suaramerdeka.com., 30 Januari 2002.

Suara Merdeka., Warga Mengeluh Siaran Televisi Sering Mengganggu.,

www.suaramerdeka.com., 13 Januari 2006.

Sudarto., Hukum Dan Hukum Pidana., Bandung: Alumni., 1986.,

Sudarto., Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat., Bandung., Sinar Baru.,

1983.

Soerjono Soekamto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.,

Jakarta., Cv Rajawali., 1983.

Tim Peyususn Kamus Pusat Bahasa Dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari.,

Dasar-Dasar Politik Hukum., Pt. Raja Grafindo Persada., Jakarta., 2004.,

www.rajawalipers.com.