37
KATA PENGANTAR Dalam rangka upaya meningkatkan mutu pendidikan, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004, menyatakan bahwa perlu dilaksanakan pembangunan ”Pengembangan sistem akreditasi sekolah secara adil dan merata, baik sekolah negeri maupun sekolah swasta”. Sebagai tindak lanjut dari penetapan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas tersebut telah ditetapkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/U/2002 tangggal 4 Juni 2002 tentang Akreditasi Sekolah, dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 039/O/2003 tangggal 8 April 2003 tentang Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS). Buku kebijakan akreditasi sekolah nasional ini memuat rasional dan konsep akreditasi sekolah, tujuan, fungsi dan prinsip akreditasi sekolah, komponen akreditasi sekolah serta gambaran umum prosedur pelaksanaan akreditasi sekolah yang merupakan acuan bagi berbagai pihak terkait dalam pelaksanaan sistem akreditasi sekolah yang bersifat ..................... Jakarta, Agustus 2004 Badan Akreditasi Sekolah Nasional Ketua, Prof.Dr.Soedijarto,MA Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – © Hak Cipta pada BASNAS - 2004 1

Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

AKREDITASI

Citation preview

Page 1: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

KATA PENGANTARDalam rangka upaya meningkatkan mutu pendidikan, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000

tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004, menyatakan bahwa

perlu dilaksanakan pembangunan ”Pengembangan sistem akreditasi sekolah secara adil dan

merata, baik sekolah negeri maupun sekolah swasta”. Sebagai tindak lanjut dari penetapan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas tersebut telah ditetapkan Keputusan

Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/U/2002 tangggal 4 Juni 2002 tentang Akreditasi

Sekolah, dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 039/O/2003 tangggal 8 April 2003

tentang Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS).

Buku kebijakan akreditasi sekolah nasional ini memuat rasional dan konsep akreditasi sekolah,

tujuan, fungsi dan prinsip akreditasi sekolah, komponen akreditasi sekolah serta gambaran umum

prosedur pelaksanaan akreditasi sekolah yang merupakan acuan bagi berbagai pihak terkait dalam

pelaksanaan sistem akreditasi sekolah yang bersifat .....................

Jakarta, Agustus 2004

Badan Akreditasi Sekolah Nasional

Ketua,

Prof.Dr.Soedijarto,MA

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – © Hak Cipta pada BASNAS - 2004 1

Page 2: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

DAFTAR ISIBab I Pendahuluan

A. Rasional 1B. Pengertian Akreditasi Sekolah 4C. Landasan Hukum 4D. Ruang Lingkup 5

Bab II Tujuan dan Prinsip Akreditasi SekolahA. Tujuan Akreditasi Sekolah 6B. Fungsi Akreditasi Sekolah 7C. Prinsip-prinsip Akreditasi Sekolah 7D. Peningkatan Mutu dan Akreditasi Sekolah 8

Bab III Komponen Akreditasi SekolahA. Standar Akreditasi Sekolah 10B. Komponen Akreditasi Sekolah 10

Bab IV Pelaksanaan Akreditasi SekolahA. Kelembagaan Badan Akreditasi Sekolah 21B. Persyaratan Sekolah yang Diakreditasi 22C. Prosedur dan Mekanisme Akreditasi Sekolah 22D. Tim Asesor 23E. Peringkat Akreditasi 23F. Masa Berlakunya Akreditasi 23G. Pengaduan 24H. Pembiayaan 24I. Monitoring 24J. Pelaporan 25

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 2

Page 3: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

BAB IPENDAHULUAN

A. Rasional

Pelaksanaan otonomi pendidikan menuntut adanya perubahan dalam sistem evaluasi yang bukan saja mengemban fungsi pengawasan tetapi juga fungsi pembinaan dan pemberdayaan terhadap penyelenggaraan pendidikan. Pengawasan dan pembinaan pendidikan dilakukan baik di tingkat satuan pendidikan maupun birokrasi pengelolaan. Pengawasan dan pembinaan sebagai bagian dari manajemen harus berjalan seimbang dengan fungsi manajemen lainnya agar dapat dicapai peningkatan kinerja satuan pendidikan secara optimal. Hal ini mendorong adanya pelaksanaan proses evaluasi yang lebih profesional, obyektif, jujur, dan transparan sebagai rangkaian dari pengawasan dan pembinaan atau pemberdayaan sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.

Proses evaluasi terhadap seluruh aspek pendidikan harus diarahkan pada upaya untuk menjamin terselenggaranya layanan pendidikan yang bermutu dan memberdayakan sekolah yang dievaluasi sehingga dihasilkan lulusan pendidikan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Artinya pihak yang dievaluasi, administrator pendidikan, kepala sekolah, guru, atau peserta didik di dalam suatu satuan pendidikan akan merasakan bahwa kegiatan evaluasi dapat memberi informasi mengenai berbagai kelebihan dan kekurangan, serta memberikan arah yang jelas untuk mencapai mutu yang lebih baik. Untuk itu, evaluasi harus dilakukan secara berkesinambungan dan komprehensif, serta memotivasi peserta didik dan pengelola pendidikan untuk terus menerus berupaya meningkatkan mutu kegiatan pembelajaran dan pendidikan.

Sebagaimana diketahui, upaya meningkatkan mutu pendidikan secara nasional merupakan salah satu program yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Upaya ini diarahkan agar setiap lembaga pendidikan selalu berupaya untuk memberikan jaminan mutu layanannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan atau masyarakat. Dalam hal ini yang dimaksud adalah jaminan bahwa proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan yang seharusnya terjadi dan sesuai pula dengan yang diharapkan. Apabila setiap satuan pendidikan selalu berupaya untuk memberi jaminan mutu dan upaya ini secara terus menerus dilakukan, maka diharapkan mutu pendidikan secara nasional akan terus meningkat. Peningkatan mutu pendidikan ini akan berdampak pada peningkatan mutu sumber daya manusia secara nasional. Hal ini sangat penting mengingat dewasa ini kita dihadapkan pada berbagai kesempatan dan tantangan, baik yang bersifat nasional maupun global, sedangkan berbagai kesempatan dan tantangan itu hanya dapat diraih dan dijawab apabila sumber daya manusia yang dimiliki bermutu tinggi.

Agar mutu pendidikan itu sesuai dengan apa yang seharusnya dan apa yang diharapkan oleh masyarakat, maka perlu ada suatu standar yang dijadikan pagu (benchmark).Setiap sekolah secara bertahap dibina untuk menuju kepada pencapaian standar yang dijadikan pagu itu. Acuan ini seharusnya bersifat nasional, baik dilihat dari aspek masukan, proses, maupun lulusannya. Apabila suatu sekolah, misalnya, telah mampu mencapai standar mutu yang bersifat nasional, diharapkan sekolah tersebut secara bertahap mampu mencapai mutu yang kompetitif secara internasional. Jadi, pada dasarnya pagu mutu pendidikan nasional merupakan acuan minimal yang harus dicapai oleh setiap satuan pendidikan.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 3

Page 4: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

Berangkat dari pemikiran tersebut dan untuk dapat membandingkan serta memetakan mutu dari setiap satuan pendidikan, perlu dilakukan akreditasi bagi setiap lembaga dan program pendidikan. Proses akreditasi ini dilakukan secara berkala dan terbuka dengan tujuan membantu dan memberdayakan satuan pendidikan agar mampu mengembangkan sumber dayanya dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Dengan menggunakan instrumen akreditasi yang komprehensif dan dikembangkan berdasarkan standar mutu yang ditetapkan diharapkan profil mutu sekolah dapat dipetakan untuk kepentingan peningkatan mutu sekolah oleh berbagai pihak.

B. Pengertian Akreditasi Sekolah

Akreditasi sekolah adalah proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan dan kinerja lembaga atau program pendidikan, yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas publik.

Di dalam proses akreditasi, sebuah sekolah dievaluasi sedalam mungkin dalam kaitannya dengan arah dan tujuannya, serta didasarkan kepada keseluruhan kondisi sekolah sebagai sebuah institusi belajar. Walaupun beragam perbedaan dimungkinkan terjadi antar sekolah, tetapi sekolah dievaluasi berdasarkan standar tertentu. Standar diharapkan dapat mendorong dan menciptakan suasana kondusif bagi pertumbuhan pendidikan dan memberikan arahan untuk evaluasi diri yang berkelanjutan, serta menyediakan perangsang untuk terus berusaha mencapai mutu yang diharapkan.

Akreditasi diharapkan merupakan instrumen yang mendorong sekolah untuk menyediakan layanan pendidikan yang bermutu. Sekolah harus memberikan keyakinan kepada peserta didik khususnya dan masyarakat pada umumnya bahwa dalam basis pembiayaan pendidikan tertentu, sekolah akan melaksanakan berbagai program dengan sumber daya yang dimilikinya secara sungguh-sungguh agar terjadi proses pendidikan yang bermutu.

Akreditasi juga merupakan alat regulasi diri (self-regulation) dimana sekolah mengenal kekuatan dan kelemahan serta melakukan upaya yang terus-menerus untuk meningkatkan kekuatan dan memperbaiki kelemahannya. Dalam hal ini akreditasi memiliki makna proses pendidikan. Di samping itu, akreditasi juga merupakan hasil pendidikan dalam bentuk sertifikasi formal terhadap kondisi suatu sekolah yang telah memenuhi standar layanan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses akreditasi dalam makna proses adalah penilaian dan pengembangan mutu suatu sekolah secara berkelanjutan. Akreditasi dalam makna hasil menyatakan pengakuan bahwa suatu sekolah telah memenuhi standar kelayakan pendidikan yang telah ditentukan.

C. Landasan Hukum

Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional secara bertahap ke arah yang diharapkan sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu dilakukan pengembangan dan sekaligus membangun sistem pengendalian mutu pendidikan melalui empat program yang terintegrasi, yaitu standarisasi, evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. Standarisasi pendidikan haruslah dimaknai sebagai upaya penyamaan arah pendidikan secara nasional yang memiliki keluasan dan sekaligus keluwesan dalam implementasinya. Standar pendidikan harus dijadikan acuan oleh pengelola pendidikan, yang disisi lain menjadi pendorong tumbuhnya inisiatif dan kreativitas dalam mencapai standar nasional yang kita tetapkan.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 4

Page 5: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

Akreditasi sekolah, baik terhadap kelayakan maupun kinerja, dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan oleh suatu lembaga yang mandiri dan profesional. Sebagai implikasinya, hanya sekolah yang telah terakreditasilah yang berhak mengeluarkan ijazah atau sertifikasi sesuai dengan tingkat pendidikannya.

Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB XVI Bagian Kedua tentang Akreditasi yang menjelaskan bahwa:

1. Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan;

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik;

3. Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka;

4. Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup akreditasi sekolah meliputi ; TK, SD, SDLB, SMPLB, SMA, SMALB, dan SMK baik yang berstatus negeri maupun swasta.

Untuk TK, SD, SMP dan SMA, akreditasi dilakukan terhadap kelembagaan secara menyeluruh, sedangkan untuk SMK, disamping kelembagaan, akreditasi dilakukan juga terhadap program keahlian. Untuk SLB, akreditasi dilakukan terhadap kelembagaan sesuai dengan jenis kekhususannya.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 5

Page 6: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

BAB IITUJUAN DAN PRINSIP AKREDITASI SEKOLAH

A. Tujuan Akreditasi Sekolah

Akreditasi dilaksanakan dalam rangka:

1. Memberi informasi bahwa sebuah sekolah atau program telah memenuhi standar kelayakan dan kinerja yang telah ditentukan.

2. Membantu sekolah melakukan evaluasi diri dan menentukan kebijakan sendiri dalam upaya peningkatan mutu.

3. Membimbing calon peserta didik, orang tua, dan masyarakat untuk mengidentifikasi sekolah bermutu yang dapat memenuhi kebutuhan individual terhadap pendidikan termasuk mengidentifikasikan sekolah yang memiliki prestasi dalam suatu bidang tertentu yang mendapat pengakuan masyarakat.

4. Membantu sekolah dalam menentukan dan mempermudah transfer peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru, dan kerjasama yang saling menguntungkan.

5. Membantu mengidentifikasi sekolah dan program dalam rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donator atau bentuk bantuan lainnya.

Secara lebih spesifik hasil akreditasi bermanfaat bagi berbagai kelompok kepentingan, antara lain pemerintah, pemerintah daerah, sekolah, guru, dan masyarakat (orang tua). Bagi pemerintah dan pemerintah daerah, hasil akreditasi sangat bermanfaat karena diharapkan menjadi:

1. Sumber informasi tentang tingkat mutu layanan pendidikan yang dapat dipergunakan sebagai acuan untuk pembinaan, pengembangan, dan peningkatan kinerja pendidikan secara makro.

2. Bahan informasi penting untuk penyusunan anggaran pendidikan secara umum di tingkat nasional, dan khususnya program dan penganggaran pendidikan yang terkait dengan peningkatan mutu pendidikan nasional.

3. Acuan dalam rangka pembinaan dan pengembangan mutu pendidikan di setiap wilayah.

Untuk sekolah secara institusi, hasil akreditasi memiliki makna yang penting, karena ia dapat digunakan sebagai:

1. Acuan dalam upaya peningkatan mutu sekolah dan rencana pengembangan sekolah.

2. Umpan balik untuk usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga sekolah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi dan program sekolah.

3. Pendorong motivasi untuk sekolah agar terus meningkatkan mutu sekolahnya secara bertaha, terencana, gradual dan kompetitif di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional;

4. Bahan informasi bagi sekolah sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga, dan dana.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 6

Page 7: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

Untuk kepala sekolah, hasil akreditasi diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk pemetaan indikator kinerja warga sekolah, termasuk kinerja Kepala Sekolah selama periode kepemimpinannya. Disamping itu, hasil akreditasi juga diperlukan Kepala Sekolah sebagai bahan masukan untuk penyusunan program serta anggaran pendapatan dan belanja sekolah.

Untuk guru, hasil akreditasi merupakan dorongan bagi guru untuk selalu meningkatkan diri dan bekerja keras untuk memberi layanan yang terbaik bagi peserta didiknya. Secara moral, guru senang bekerja di sekolah yang diakui sebagai sekolah baik. Oleh karenanya, guru selalu berusaha untuk meningkatkan diri (profesionalisme) dan bekerja keras untuk memperoleh, mempertahankan dan meningkatkan mutu sekolahnya.

Untuk masyarakat (orang tua), hasil akreditasi diharapkan menjadi informasi yang akurat tentang layanan pendidikan yang ditawarkan oleh setiap sekolah; sehingga secara sadar dan bertanggung jawab masyarakat/orang tua dapat membuat keputusan dan pilihan yang tepat dalam kaitannya dengan pendidikan bagi anaknya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Untuk peserta didik, hasil akreditasi juga menumbuhkan rasa percaya diri bahwa mereka memperoleh pendidikan yang baik, dan harapannya, sertifikat dari sekolah yang terakreditasi merupakan bukti bahwa mereka menerima pendidikan yang bermutu.

B. Fungsi Akreditasi Sekolah

Dengan menggunakan instrumen yang komprehensif dan dikembangkan berdasarkan kepada standar mutu yang ditetapkan, hasil akreditasi diharapkan dapat memetakan secara utuh profil sekolah. Proses akreditasi sekolah berfungsi untuk:

1. Pengetahuan, yakni sebagai informasi bagi semua pihak tentang kelayakan dan kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu pada standar yang ditetapkan beserta indikator-indikatornya.

2. Akuntabilitas, yakni sebagai bentuk pertanggungjawaban sekolah kepada publik, apakah layanan yang dilaksanakan dan diberikan oleh sekolah telah memenuhi harapan atau keinginan masyarakat.

3. Pembinaan dan pengembangan, yakni sebagai dasar bagi sekolah, pemerintah, dan masyarakat dalam upaya peningkatan atau pengembangan mutu sekolah.

C. Prinsip-prinsip akreditasi sekolah

Prinsip-prinsip yang dijadikan pijakan dalam melaksanakan akreditasi sekolah adalah obyektif, efektif. komprehensif, memandirikan, dan keharusan yang didalamnya mengandung penerapan prinsip keadilan.

1. Obyektif

Akreditasi sekolah pada hakekatnya merupakan kegiatan penilaian tentang kelayakan dan kinerja penyelenggaraan pendidikan yang ditunjukkan oleh suatu sekolah. Dalam pelaksanaan penilaian ini berbagai aspek yang terkait dengan kinerja dan kelayakan itu diperiksa untuk memperoleh informasi tentang keberadaannya. Agar hasil penilaian itu dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya untuk dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan maka dalam prosesnya digunakan indikator-indikator yang dikaitkan dengan kriteria-kriteria yang diinginkan sebagai dasar penilaian.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 7

Page 8: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

2. Efektif

Dalam pelaksanaan akreditasi sekolah hasil yang diperoleh harus mampu memberikan informasi yang bisa digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang tepat oleh pihak-pihak yang terkait, seperti kepala sekolah dalam rangka melakukan perencanaan atau peningkatan mutu, dan pihak pemerintah maupun masyarakat dalam rangka memfasilitasi upaya peningkatan kelayakan dan kinerja sekolah itu.

3. Komprehensif

Dalam pelaksanaan akreditasi sekolah fokus penilaian tidak hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu saja, tetapi meliputi berbagai aspek yang bersifat menyeluruh. Dengan demikian hasil yang diperoleh dapat menggambarkan secara utuh kondisi kelayakan dan kinerja sekolah tersebut. Kelayakan dan kinerja ini terutama ditinjau dari misi utamanya yaitu memberikan layanan pendidikan dalam rangka membangun generasi yang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menjadi dirinya sendiri, serta dapat menjalani hidup bersama orang lain.

4. Memandirikan

Kewenangan melakukan akreditasi sekolah berada pada lembaga eksternal di luar sekolah itu yang secara teknis bersifat mandiri. Namun demikian, proses analisis meliputi evaluasi diri oleh sekolah dengan menggunakan instrumen yang disediakan oleh lembaga eksternal tersebut. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kelayakan sekolah dibandingkan standar kelayakan nasional yang dijadikan pagu. Dengan mengetahui kelayakan sekolah, selanjutnya kepada sekolah yang belum mencapai tingkatan minimal dari pagu mutu, melakukan pembinaan secara terus menerus sehingga mencapai pagu itu. Dengan demikian proses akreditasi akan berdampak bagi sekolah yang bersangkutan untuk dapat mengetahui kekuatan dan kelemahannya, dan berupaya memperbaiki dan meningkatkan mutu kelayakan dan kinerjanya.

5. Keharusan

Akreditasi dilakukan untuk setiap sekolah, baik sekolah negeri maupun swasta. Namun demikian sekolah yang akan diakreditasi dapat mengajukan permohonan terlebih dahulu kepada Badan Akreditasi Sekolah. Sekolah yang belum siap dapat mengajukan permohonan untuk menunda pelaksanaan akreditasi. Dengan demikian, meskipun pada akhirnya setiap sekolah akan terakreditasi, namun sebelum dilakukan akreditasi tersebut sekolah melakukan persiapan dan kemudian mengajukan permohonan kepada Badan Akreditasi Sekolah untuk dilakukan akreditasi.

D. Peningkatan Mutu dan Akreditasi Sekolah

Mutu sekolah merupakan konsep multidimensi yang tidak hanya terkait dengan satu aspek tertentu dari sekolah. Untuk kepentingan akreditasi, mutu sekolah dilihat dari tingkat kelayakan penyelenggaraan sekolah dan sekaligus kinerja yang dihasilkan sekolah dengan mengacu kepada komponen utama sekolah yang meliputi komponen (1) kurikulum dan proses belajar mengajar, (2) administrasi/manajemen sekolah, (3) organisasi/kelembagaan sekolah, (4) sarana prasarana, (5) ketenagaan, (6) pembiyaan, (7) peserta didik, (8) peran serta masyarakat, dan (9) lingkungan/kultur sekolah.

Akreditasi sebagai proses penilaian terhadap kelayakan dan kinerja sekolah merupakan kegiatan yang bersifat menyeluruh dalam memotret kondisi nyata sekolah dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan diperolehnya informasi yang komprehensif tersebut, hasil akreditasi sangat berguna sebagai bahan masukan dalam penyusunan rencana

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 8

Page 9: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

strategis sekolah untuk masa empat tahun dan rencana operasional tahunan sekolah. Mengacu kepada rencana strategis dan operasional sekolah tersebut, sekolah menyusun program kegiatan dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) yang bersifat tahunan sebagai langkah implementasi dalam pengembangan dan peningkatan mutu sekolah secara terencana, terarah, dan terukur. Dalam siklus empat tahun sekolah kembali melakukan evaluasi diri dan evaluasi eksternal oleh asesor sebagai bagian dari kegiatan akreditasi sekolah. Sama seperti pada siklus sebelumnya, hasil akreditasi dijadikan bahan dalam penyusunan rencana starategis dan operasional sekolah, yang dilanjutakan implementasi tahunan melalui penysusunan program kegiatan dan RAPBS. Secara umum hubungan antara kegiatan akreditasi dalam siklus peningkatan mutu sekolah tersebut dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1: Siklus Akreditasi dan Peningkatan Mutu Sekolah

Dalam rangka menempatkan program akreditasi sebagai bagian dari upaya sekolah untuk meningkatkan mutunya secara berkelanjutan, maka sistem akreditasi dikembangkan dengan karakteristik yang memberikan:

1. Keseimbangan antara fokus penilaian kelayakan dan kinerja sekolah;

2. Keseimbangan antara penilaian internal melalui evaluasi diri oleh sekolah dan evaluasi eksternal oleh asesor;

3. Keseimbangan hasil akreditasi antara pemeringkatan status sekolah dan umpan balik untuk peningkatan mutu sekolah.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 9

Page 10: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

BAB IIIKOMPONEN AKREDITASI SEKOLAH

A. Standar Akreditasi Sekolah

Standar akreditasi sekolah adalah kriteria tertentu yang harus dipenuhi sesuai dengan komponen-komponen pendidikan pada setiap jenis pendidikan TK, SD, SDLB, SMP, SMPLB, SMA, SMK, SMLB. Setiap sekolah harus memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan oleh Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS). Sekolah yang memenuhi standar minimal akan dinyatakan terakreditasi dan yang tidak memenuhi dinyatakan tidak terakreditasi. Karena standar yang digunakan untuk mengakreditasi sekolah adalah standar minimal, BASNAS mendorong agar sekolah mencapai standar yang lebih tinggi. Mengingat standar merupakan sesuatu yang bersifat dinamis sejalan dengan perkembangan dan tuntutan, maka tingkatan standar juga akan berubah sesuai dengan perkembangan dan tuntutan pendidikan di masa depan.

Akreditasi dilakukan melalui tindakan membandingkan kondisi sekolah dalam kenyataan dengan kriteria (standar) yang telah ditetapkan. Mengingat sekolah sebagai sistem tersusun dari komponen-komponen yang saling terkait untuk mencapai tujuan sekolah, maka standar yang dimaksud harus disusun berdasarkan komponen-komponen sekolah.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 087/V/2002 tanggal 14 Juni 2004 tentang Akreditasi Sekolah, komponen-komponen sekolah yang menjadi bahan penilaian adalah:

1. Kurikulum dan proses belajar mengajar2. Administrasi/manajemen sekolah3. Organisasi/kelembagaan sekolah4. Sarana dan Prasarana5. Ketenagaan6. Pembiayaan7. Peserta didik 8. Peran serta masyarakat9. Lingkungan/kultur sekolah

Setiap komponen dijabarkan kedalam berbagai aspek dan indikator. Selanjutnya indikator-indikator inilah yang dikembangkan menjadi acuan dalam pembuatan instrumen akreditasi dan penilaian yang digunakan dalam proses akreditasi sekolah.

B. Komponen Akreditasi Sekolah

1. Kurikulum/Proses Belajar Mengajar

a. Pelaksanaan Kurikulum

Standar: Sekolah melaksanakan kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal atau pilihan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam pelaksanaannya sekolah berpegang pada dokumen kurikulum dan silabus yang dikembangkan dengan mengacu kepada dokumen kurikulum tersebut. Sekolah memiliki kalender pendidikan dan jadwal pembelajaran yang jelas.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 10

Page 11: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

Standar kurikulum dibuat untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa apa yang diperoleh di sekolah benar-benar konsisten dengan prinsip dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam kurikulum nasional. Meskipun sekolah diperkenankan untuk mengembangkan atau melaksanakan kurikulum yang menjadi ciri khas dari sekolah yang bersangkutan, namun kurikulum nasional tetap harus dilaksanakan sepenuhnya. Kekhasan kurikulum yang dilaksanakan di sekolah merupakan tambahan terhadap kurikulum nasional sehingga tidak mengurangi porsi kurikulum nasional. Selain itu, sekolah juga seharusnya melaksanakan kurikulum muatan lokal atau pilihan sebagai upaya pelestarian dan pengembangan berbagai aspek yang menjadi ciri dan potensi daerah tempat sekolah berada. Semua ini dikemas sehingga silabus yang dikembangkan dan alokasi waktu yang disusun benar-benar menjamin bahwa kurikulum nasional dan muatan lokal atau pilihan tersebut terlaksana dengan baik.

b. Proses Belajar Mengajar

Standar: Guru melakukan perencanaan pembelajaran yang dibuktikan dengan dokumen satuan pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Guru menggunakan berbagai variasi strategi, pendekatan, dan metode pembelajaran yang mampu memberdayakan dan meningkatkan efektivitas pembelajaran. Sekolah memiliki bukti tingkat efektivitas mengajar guru (kejelasan mengajar efektif) dan belajar peserta didik (semangat, keseriusan, dan kerajinan) di kelas.

Proses belajar-mengajar (PBM) adalah serangkaian aktivitas yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Ketiga hal tersebut merupakan rangkaian utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

(1) Perencanaan PBM.

Perencanaan pembelajaran adalah penyusunan rencana tentang materi pembelajaran, bagaimana melaksanakan pembelajaran, dan bagaimana melakukan penilaian. Termasuk dalam perencanaan ini juga adalah memilih sumber belajar, fasilitas, waktu, tempat, harapan-harapan, dan perangkat informasi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar. Esensi perencanaan pembelajaran adalah kesiapan yang diperlukan untuk berlangsungnya proses belajar- mengajar.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 11

Page 12: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

(2) Pelaksanaan PBM.

Proses belajar mengajar adalah interaksi antara pendidik dan peserta didik yang diharapkan menghasilkan perubahan pada peserta didik, yaitu dari belum mampu menjadi mampu, dari belum terdidik menjadi terdidik, dari belum kompeten menjadi kompeten. Inti dari proses belajar mengajar adalah efektivitasnya. Tingkat efektivitas pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perilaku pendidik dan perilaku peserta didik. Perilaku pendidik yang efektif, antara lain, mengajar dengan jelas, menggunakan variasi metode pengajaran, menggunakan variasi sumber belajar, antusiasme, memberdayakan peserta didik, menggunakan konteks (lingkungan) sebagai sarana pembelajaran, menggunakan jenis pertanyaan yang membangkitkan daya pikir dan keingintahuan. Sedang perilaku peserta didik, antara lain, motivasi/semangat belajar, keseriusan, perhatian, kerajinan, kedisiplinan, keingintahuan, pencatatan, pertanyaan, senang melakukan latihan, dan sikap belajar yang positif.

(3) Evaluasi PBM.

Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses untuk mendapatkan informasi tentang hasil pembelajaran. Fokus evaluasi pembelajaran adalah pada hasil, baik hasil yang berupa proses maupun produk. Informasi hasil pembelajaran ini kemudian dibandingkan dengan hasil pembelajaran yang diharapkan (ditetapkan).

2. Administrasi/Manajemen Sekolah

Standar administrasi/manajemen meliputi: (a) perencanaan sekolah, (b) implementasi manajemen sekolah, (c) kepemimpinan sekolah, (d) pengawasan, dan (e) ketatalaksanaan sekolah.

a. Perencanaan Sekolah

Standar: Sekolah memiliki perencanaan strategis dengan rumusan arah (visi dan misi) dan tujuan yang jelas dan dipahami oleh setiap warga sekolah, yang digunakan sebagai acuan bagi pengembangan rencana operasional dan program sekolah.

Sekolah memiliki rencana yang akan dicapai dalam jangka panjang (rencana strategis) yang dijadikan acuan dalam rencana operasional. Dalam rencana ini wawasan masa depan (visi) dijadikan pemandu bagi rumusan misi sekolah. Dengan kata lain, wawasan masa depan atau visi sekolah adalah gambaran masa depan yang dicita-citakan oleh sekolah. Adapun misi sekolah adalah tindakan untuk merealisasikan visi. Visi dan misi dijadikan acuan dalam merumuskan tujuan sekolah, dan hasil yang diharapkan oleh sekolah. Kegiatan sekolah dilakukan berdasarkan tujuan sekolah yang dirumuskan secara jelas. Kriteria utama mutu perencanaan sekolah adalah sejauhmana warga sekolah memahami dan menyadari visi, misi dan tujuan sekolah dan sejauhmana tujuan itu dicapai. Tujuan yang dirumuskan berdasarkan visi dan misi sekolah ini selanjutnya dijadikan acuan dalam penyusunan rencana operasional tahunan bersifat lebih rinci.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 12

Page 13: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

b. Manajemen sekolah

Standar: Sekolah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan/partisipasi, semangat kebersamaan, tanggungjawab, transparansi/ keterbukaan, keluwesan (fleksibilitas), akuntabilitas, dan keberlangsungan..

Manajemen sekolah adalah pengelolaan sekolah yang dilakukan dengan dan melalui sumberdaya untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Dua hal yang merupakan inti dari manajemen sekolah adalah aspek dan fungsi. Manajemen dipandang sebagai aspek meliputi kurikulum, tenaga/sumberdaya manusia, peserta didik, sarana dan prasarana, dana, dan hubungan masyarakat. Manajemen dipandang sebagai fungsi meliputi pengambilan keputusan, perumusan tujuan, perencanaan, pengorganisasian, pengaturan ketenagaan, pengkomunikasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, supervisi, dan pengendalian.

Dengan konsep manajemen sekolah yang meliputi aspek dan fungsi seperti tersebut diatas, maka manajemen sekolah meliputi semua fungsi yang diterapkan pada semua aspek sekolah. Artinya, sekolah menerapkan pengambilan keputusan, perumusan tujuan, perencanaan, pengorganisasian, pengaturan ketenagaan, pengkomunikasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, supervisi, dan pengendalian pada semua aspek sekolah yang terdiri dari kurikulum, tenaga/sumberdaya manusia, peserta didik, sarana dan prasarana, dana, dan hubungan masyarakat.

Mengingat perubahan terletak pada inisiatif dan komitmen dari para tenaga kependidikan yang bekerja di sekolah, maka manajemen sekolah yang dimaksud adalah manajemen berpusat pada sekolah atau yang dikenal dengan manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS adalah suatu model manajemen yang bertolak dari kemampuan, kesanggupan, dan kebutuhan sekolah, dan bukannya perintah serta petunjuk dari lapisan birokrasi atasan, dengan catatan bahwa apa yang dilakukan oleh sekolah harus tetap dalam lingkup kebijakan pendidikan nasional. Oleh karena itu, MBS membolehkan adanya keragaman dalam pengelolaan sekolah yang didasarkan atas kekhasan dan kemandirian sekolah itu sendiri. Dalam MBS, semua kegiatan harus dikaitkan dengan tujuan yang akan dicapai oleh sekolah (peningkatan mutu, produktivitas, efektivitas, efisiensi, relevansi, dan inovasi) dan dilakukan menurut prinsip-prinsip MBS, yang antara lain, meliputi kemandirian, kemitraan/partisipasi, semangat kebersamaan, tanggungjawab, transparansi/keterbukaan, keluwesan/ fleksibilitas, akuntabilitas, dan keberlanjutan. Mengingat MBS berprinsip pada partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, maka pelibatan masyarakat melalui wadah yang disebut Komite Sekolah atau sejenisnya merupakan upaya yang harus dilakukan oleh sekolah. Tingkat partisipasi masyarakat dapat dilihat dari besar kecilnya dukungan mereka terhadap sekolah, baik berupa finansial, moral, jasa (pemikiran, keterampilan), dan barang/benda. Mengingat prinsip-prinsip MBS tersebut, maka seorang kepala sekolah harus memiliki sifat-sifat sebagai manajer profesional.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 13

Page 14: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

c. Kepemimpinan

Standar: Kepala sekolah menerapkan pola kepemimpinan yang terbuka dan melakukan pendelegasian tugas dengan baik. Guru dan tenaga lainnya di sekolah memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri. Kepemimpinan kepala sekolah bersifat visioner dan transformatif.

Manajemen memfokuskan diri pada sekolah sebagai sistem dimana kepemimpinan menekankan pada orang sebagai jiwanya. Kepala sekolah berperan sebagai manajer dan pemimpin sekaligus. Tugas dan fungsi manajer adalah mengelola para pelaksananya dengan sejumlah input manajemen seperti tugas & fungsi, kebijakan, rencana, program, aturan main, dan pengendalian agar sekolah sebagai sistem mampu berkembang. Sedang tugas dan fungsi pemimpin adalah memimpin warga sekolah agar posisi mereka sebagai jiwa dari sekolah benar-benar sehat, cerdas, dan dinamis. Kepala sekolah sebagai manajer berurusan dengan sistem dan sebagai pemimpin berurusan dengan orang.

d. Pengawasan

Standar: Pimpinan sekolah melaksanakan pengawasan secara terencana dan berkala sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pengawasan (supervisi) merupakan salah satu fungsi penting dalam manajemen sekolah. Dalam pelaksanaan pengawasan ini terkandung pula fungsi pemantauan yang diarahkan untuk melihat apakah semua kegiatan berjalan lancar dan semua sumber daya dimanfaatkan secara optimal, efektif dan efisien. Pengawasan dan monitoring dilakukan secara berkala dan tepat sasaran sehingga hasilnya dapat digunakan untuk melakukan perbaikan.

e. Ketatalaksanaan sekolah

Standar: Sekolah melaksanakan ketatalaksanaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Penyelenggaraan sekolah akan berjalan lancar jika didukung oleh adminsitrasi (ketatalaksanaan) yang efisien dan efektif. Sekolah yang administrasinya kurang efisien dan kurang efektif akan mengalami hambatan dalam penyelenggaraan program sekolah. Secara umum, administrasi sekolah dapat diartikan sebagai upaya pengaturan dan pendayagunaan seluruh sumberdaya sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Adapun sumberdaya sekolah yang dimaksud adalah sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya (dana, peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya).

Menurut lingkupnya, administrasi sekolah meliputi administrasi hasil belajar, proses belajar mengajar, kurikulum, ketenagaan, peserta didik, sarana dan prasarana, keuangan, dan hubungan sekolah-masyarakat. Sekolah mengadministrasi semua kegiatan pada masing-masing lingkup administrasi tersebut secara rinci dan jelas.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 14

Page 15: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

3. Organisasi/Kelembagaan

Standar: Sekolah memiliki organisasi dan pembagian kerja yang dinamis sesuai dengan arah dan tujuan sekolah serta ketentuan yang berlaku. Sekolah memiliki dokumen legal dan persyaratan kelembagaan sesuai peraturan yang berlaku serta memiliki peraturan dan tata tertib sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan.

Standar organisasi/kelembagaan mencakup dua hal utama, yaitu organisasi dan regulasi sekolah.

a. Organisasi

Program sekolah akan berjalan lancar, terorganisir, tersatukan, dan terkoordinir secara konsisten jika didukung oleh organisasi sekolah yang cepat tanggap terhadap kebutuhan sekolah. Sekolah diorganisasikan secara tersistem sehingga memiliki struktur hirarkis yang terkoordinir secara rapi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sekolah memiliki organisasi dengan karakteristik sebagai berikut: (1) adanya filosofi dan tujuan bersama, (2) struktur organisasi yang disertai pembagian kerja (tugas dan fungsi) yang jelas dan menempatkan orang yang memiliki kemampuan dan kesanggupan di bidang kerjanya, (3) hirarki otoritas yang memberikan rantai komando, (4) kewenangan yang disertai tanggungjawab, (5) koordinasi program kegiatan yang dilakukan secara sadar, (6) aturan, prosedur, dan mekanisme kerja yang konsisten untuk menjamin standar kinerja, kepastian, keadilan, dan (7) hubungan struktural dan fungsional yang diatur secara hirarkis.

Pengorganisasian sekolah dilakukan secara cermat yang ditampilkan dalam bentuk struktur organisasi yang mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumberdaya manusia di sekolah. Selain itu, dengan adanya kejelasan siapa mengerjakan apa dan siapa melapor kepada siapa, struktur organisasi sekolah mampu menerjemahkan strategi kedalam pelaksanaan operasional yang produktif.

Struktur organisasi sekolah mampu menampilkan setidaknya tiga hal yakni: (1) mengurangi ketidakpastian internal dan eksternal sekolah; (2) memberdayakan sekolah untuk melakukan jenis-jenis kegiatan melalui spesialisasi, pembagian kerja, dan pendelegasian kewenangan; dan (3) menjaga semua kegiatan sekolah tetap terkoordinasi untuk mencapai tujuan, dan tetap memiliki fokus meskipun dihadapkan pada keanekaragaman situasi.

b. Legalitas dan Regulasi Sekolah

Sekolah merupakan satuan pendidikan yang secara legal diakui oleh publik. Sebagai lembaga legal yang diakui oleh publik, sekolah harus memiliki sejumlah dokumen legal dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh sekolah yang bersangkutan. Dokumen-dokumen legal dan persyaratan-persyaratan yang dimaksud diperoleh dari pemerintah atau pemerintah daerah, antara lain SK pendirian sekolah, status sekolah, dan dokumen-dokumen terkait lainnya. Untuk memperoleh dokumen-dokumen legal yang dimaksud, tentunya sekolah harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang diperlukan.

Sekolah memerlukan lingkungan belajar yang aman, tertib, teratur, dan nyaman sehingga proses belajar dapat berlangsung secara efektif. Untuk mencapai hal itu, sekolah harus diatur dan dioperasikan berdasarkan ketentuan-ketentuan (regulasi

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 15

Page 16: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

sekolah) yang mampu menjamin ketertiban, keadilan, dan kepastian. Regulasi sekolah memiliki dua sifat, yaitu yuridis dan normartif. Regulasi sekolah yang bersifat yuridis diwujudkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan (peraturan-peraturan) sekolah yang bersumber pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kualifikasi, spesifikasi, prosedur kerja, manual kerja, dan ketentuan-ketentuan yuridis sekolah adalah contoh regulasi sekolah. Sedang regulasi sekolah yang bersifat normatif diwujudkan dalam bentuk pedoman tatakrama dan tata tertib sekolah. Pelanggar regulasi harus dikenai sanksi yang diatur oleh sekolah dan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

4. Sarana dan Prasarana

Standar: Sekolah menyediakan sarana dan prasarana yang memungkinkan tercapainya tujuan sekolah dan tuntutan pedagogik yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan memberdayakan sesuai tuntutan karakteristik mata pelajaran, pertumbuhan dan perkembangan psikomotor, kognitif, dan afektif peserta didik..

Sekolah menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menyelenggarakan program pendidikan. Penyediaan sarana dan prasarana yang memenuhi tuntutan pedagogik diperlukan untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan memberdayakan sesuai karakteristik mata pelajaran dan tuntutan pertumbuhan dan perkembangan psikomotor, kognitif, dan afektif peserta didik

Sekolah memiliki sarana dan prasarana yang meliputi gedung, ruang pimpinan, ruang tata usaha, ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, pusat sumber pembelajaran, ruang praktek, media pembelajaran, bahan/material, sarana pendidikan jasmani dan olahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan rekreasi, fasilitas kesehatan dan keselamatan bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan, dan sarana serta prasarana lain sesuai tuntutan program-program pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah.

Ketersediaan, kesiapan, dan penggunaan sarana dan prasarana merupakan hal penting bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Namun hal yang lebih penting lagi adalah pemanfaatan sarana dan prasarana tersebut untuk proses belajar mengajar. Secara periodik, sarana dan prasarana sekolah perlu dievaluasi secara sistematis sesuai dengan tuntutan kurikulum, guru, dan peserta didik. Pengadaan sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan prinsip kecukupan, relevansi, dan daya guna, serta berpegang pada esensi manajemen berbasis sekolah.

5. Pendidik dan tenaga kependidikan

a. Tenaga Pendidik

Standar: Sekolah memiliki tenaga kependidikan profesional yang jumlahnya memadai, dengan kualifikasi, kompetensi, dan tingkat kesesuaian berdasarkan peraturan yang berlaku.

Tenaga kependidikan sekolah adalah mereka yang berkualifikasi sebagai pendidik, pengelola, dan tenaga penunjang pendidikan. Pendidik bertugas merencanakan, melaksanakan, dan menilai serta mengembangkan proses pembelajaran.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 16

Page 17: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

Tenaga kependidikan meliputi guru, konselor, kepala sekolah dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya. Secara umum, tenaga kependidikan sekolah bertugas melaksanakan perencanaan, pembelajaran, pembimbingan, pelatihan, pengelolaan, penilaian, pengawasan, pelayanan teknis dan kepustakaan, penelitian dan pengembangan hal-hal praktis yang diperlukan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran. Tenaga kependidikan merupakan jiwa sekolah dan sekolah hanyalah merupakan wadahnya. Karena itu, tenaga kependidikan merupakan kunci bagi suksesnya pengembangan sekolah.

Sekolah memiliki: (1) tenaga kependidikan yang cukup jumlahnya; (2) kualifikasi dan kompetensi yang memadai sesuai dengan tingkat pendidikan yang ditugaskan; (3) tingkat kesesuaian dalam arti kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kependidikan sesuai dengan bidang kerja yang ditugaskan; dan (4) kesanggupan kerja yang tinggi.

Setiap tenaga kependidikan berkewajiban: (1) menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya; (2) melaksanakan tugas kependidikan yang menjadi tanggungjawabnya; dan (3) meningkatkan kemampuan profesional yang meliputi kemampuan intelektual, integritas kepribadian dan interaksi sosial baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat. Sekolah memberikan kondisi dan mendorong bagi pengembangan tenaga kependidikan. Sebagai konsekuensi dari kewajiban yang dipikulnya, maka tenaga kependidikan berhak memperoleh perlindungan hukum, pengembangan diri, penghasilan yang layak, penghargaan yang sesuai, dan kesempatan untuk menggunakan sumberdaya sekolah untuk menunjang kelancaran tugasnya.

b. Tenaga Penunjang

Standar: Sekolah memiliki tenaga penunjang yang kompeten untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Sekolah menilai kinerja tenaga penujang yang unsur-unsurnya harus terkait dengan tugas pokok dan fungsinya.

Selain memerlukan tenaga pendidik, sekolah juga memerlukan tenaga penunjang, yang meliputi tenaga administratif, laboran, dan pustakawan yang kompeten. Tenaga penunjang yang dimiliki sekolah seharusnya memiliki kualifikasi yang sesuai atau sekurang-kurangnya pernah mengikuti pelatihan dalam bidang-bidang terkait. Dalam melaksanakan tugasnya, tenaga penunjang bekerjasama dengan tenaga pendidik, terutama dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik. Jumlah tenaga penunjang yang tersedia di sekolah memungkinkan mereka untuk bekerja secara efektif sehingga misi sekolah dapat dilaksanakan dengan lebih efektif. Tenaga penunjang memperoleh peluang untuk mengembangkan diri secara profesional.

6. Pembiayaan/Pendanaan

Standar: Sekolah memiliki dana pendidikan yang cukup dan berkelanjutan untuk menyelenggarakan proses belajar-mengajar yang bermutu di sekolah. Sekolah menghimpun dana dari berbagai potensi sumber dana . Sekolah mengelola dana pendidikan secara transparan, efisien, dan akuntabel sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. Dalam mengalokasikan dana pendidikan, sekolah berpegang pada prinsip keadilan dan pemerataan..

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 17

Page 18: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

Sekolah memiliki dana yang cukup dan berkelanjutan untuk menyelenggarakan pendidikan di sekolah. Sekolah menggunakan dana yang tersedia untuk terlaksananya proses belajar mengajar yang bermutu. Sekolah harus menyediakan dana pendidikan secara terus menerus sesuai dengan kebutuhan sekolah. Untuk itu, sekolah berkewajiban menghimpun, mengelola, dan mengalokasikan dana untuk mencapai tujuan sekolah. Dalam mengimpun dana, sekolah perlu memperhatikan semua potensi sumberdana yang ada seperti misalnya subsidi pemerintah, sumbangan masyarakat/orangtua peserta didik, hibah, dan sumbangan perusahaan. Pengelolaan dana pendidikan di sekolah harus dilakukan secara transparan, efisien, dan akuntabel sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. Dana pendidikan di sekolah dialokasikan berdasarkan prinsip keadilan dan pemerataan yaitu tidak diskriminatif terhadap anggaran biaya yang diperlukan untuk masing-masing kegiatan sekolah.

7. Peserta Didik

Standar peserta didik mencakup: (a) penerimaan peserta didik baru dan pengembangan/ pembinaan peserta didik dan (b) keluaran.

a. Penerimaan Peserta didik Baru dan Pengembangan Peserta didik

Standar: Penerimaan peserta didik baru didasarkan atas kriteria yang jelas, transparan dan dipublikasikan. Peserta didik memiliki tingkat kesiapan belajar yang memadai, baik mental maupun fisik. Sekolah memiliki program yang jelas tentang pembinaan, pengembangan, dan pembimbingan peserta didik. Sekolah memberi kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk berperanserta dalam penyelenggaraan program sekolah. Sekolah melakukan evaluasi kemajuan dan hasil belajar peserta didik yang memenuhi kaidah evaluasi yang baik.

Peserta didik adalah warga masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu. Peserta didik merupakan salah satu masukan yang sangat menentukan bagi berlangsungnya proses pembelajaran. Namun demikian prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik pada dasarnya merupakan upaya kolektif antara peserta didik dan guru.

Berkaitan dengan penerimaan peserta didik, ada enam hal yang harus diperhatikan oleh sekolah yaitu seleksi peserta didik baru, penyiapan belajar peserta didik, pembinaan/ pengembangan, pembimbingan, pemberian kesempatan, dan evaluasi hasil belajar peserta didik. Penerimaan peserta didik dilakukan dengan memperhatikan karakteristik calon peserta didik agar layanan pendidikan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik sukses belajar. Penyiapan belajar peserta didik, baik mental maupun fisik, merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada mutu proses pembelajaran. Makin tinggi tingkat kesiapan peserta didik, makin tinggi pula mutu pembelajaran. Pembinaan dan pengembangan peserta didik yang meliputi aspek intelektual, spiritual, emosi, dan afektif merupakan tugas penting sekolah. Pemberian kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai program sekolah seperti misalnya pengembangan kepemimpinan peserta didik, pengembangan kurikulum, pengambilan keputusan, dan perencanaan rekreasi, merupakan contoh pemberian kesempatan kepada peserta didik. Yang tidak kalah penting dalam kaitannya dengan peserta didik adalah evaluasi kemajuan dan hasil belajar peserta didik. Evaluasi hasil belajar peserta didik sangat diperlukan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat pencapaian peserta

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 18

Page 19: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

didik. Hasil evaluasi, dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan (remidial) agar tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.

b. Keluaran

Standar: Sekolah menunjukkan hasil belajar yang memadai dalam prestasi akademik dan prestasi non-akademik (olah raga, kesenian, keagamaan, keterampilan kejuruan, dsb.).

Keluaran sekolah mencakup output dan outcome. Output sekolah adalah hasil belajar yang merefleksikan seberapa baik peserta didik memperoleh pengalaman bermakna dalam proses pembelajaran. Hasil belajar harus mengekspresikan tiga unsur kompetensi, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.

Mengingat hasil belajar merupakan peleburan ketiga unsur kemampuan tersebut yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor, maka hasil belajar dapat dikelompokkan kembali menjadi prestasi akademik, prestasi non-akademik, angka mengulang, dan angka putus sekolah dan persentase kelulusan pada ujian akhir. Prestasi akademik meliputi antara lain hasil ujian, lomba karya ilmiah, lomba Fisika, Matematika, dan Bahasa Inggris. Prestasi non-akademik meliputi, antara lain, karakteristik pribadi, prestasi olah raga, prestasi kesenian, dan prestasi kepramukaan.

Outcome adalah dampak jangka panjang dari hasil belajar, baik dampak bagi tamatan maupun bagi masyarakat. Outcome memiliki dua komponen, yaitu: (1) kesempatan pendidikan dan kesempatan kerja, dan (2) pengembangan diri lulusan.. Sekolah yang baik memberikan banyak kesempatan kepada lulusannya untuk meneruskan pendidikan pada jenjang berikutnya dan kesempatan untuk memilih pekerjaan. Sekolah yang baik juga membekali kecakapan lulusannya untuk mengembangkan diri dalam kehidupan. Pengembangan diri yang dimaksud adalah pertumbuhan intelektualitas yang dihasilkan dari proses pembelajaran di sekolah.

Sekolah memiliki kepedulian terhadap nasib lulusannya. Kepedulian tersebut diwujudkan dalam bentuk penelusuran, atau pelacakan terhadap lulusannya. Penelusuran ini memiliki manfaat ganda yaitu, selain peduli terhadap lulusannya, juga untuk mencari umpan balik bagi perbaikan program di sekolahnya sehingga mutu dan relevansi program sekolah dapat ditingkatkan.

8. Peranserta Masyarakat

Standar: Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.

Sekolah mengajarkan peserta didik tentang kecakapan yang diperlukan untuk menjalani hidup dan kehidupan di masyarakat tingkat lokal, nasional, internasional. Apa yang diajarkan sekolah relevan dengan tuntutan-tuntutan nilai luhur dan harapan-harapan masyarakat. Sekolah berperanserta dalam membangun masyarakat di sekitarnya. Di pihak lain, sekolah juga mendapat dukungan dari masyarakat sekitarnya. Dukungan dari

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 19

Page 20: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

masyarakat dapat berupa finansial, moral, informasi, pemikiran, ide-ide, keterampilan, dan materi yang diperlukan bagi kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah.

Sekolah memiliki Komite Sekolah atau organisasi sejenis untuk memberi peluang pada masyarakat berperan sebagai pemberi pertimbangan (advisor), pendukung (supporter), penghubung (mediator), dan pengontrol (controller).

9. Lingkungan/Kultur Sekolah

Standar lingkungan/kultur sekolah mencakup dua hal utama, yaitu konteks sekolah dan kultur sekolah.

a. Konteks Sekolah

Standar: Sekolah bersikap responsif, tanggap, dan peka terhadap dinamika lingkungan dan secara jelas menginternalisasikannya ke dalam rumusan visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi pengembangan sekolah.

Sekolah berada dalam lingkungan yang dinamis yang mempengaruhi penyelenggaraan sekolah. Sekolah menginternalisasikan lingkungan ke dalam penyelenggaraan sekolah dan menempatkan sekolah sebagai bagian dari lingkungan. Lingkungan yang diinternalisasikan dalam penyelenggaraan sekolah dapat berupa: tuntutan pengembangan diri dan peluang masa depan tamatan, dukungan pemerintah dan masyarakat terhadap pendidikan, kebijakan pendidikan, landasan hukum, kemajuan ipteks, nilai dan harapan masyarakat terhadap pendidikan, tuntutan otonomi, dan tuntutan globalisasi.

b. Kultur Sekolah

Standar: Sekolah menumbuhkan dan mengembangkan budaya yang kondusif bagi peningkatan efektivitas proses pendidikan di sekolah pada umumnya dan efektivitas pembelajaran pada khususnya. yang dibuktikan oleh penerapan setiap aturan tata tertib dan tata krama kehidupan sosial sekolah baik yang tertulis maupun tidak tertulis, serta penataan lingkungan fisik yang mendukung proses pembelajaran.

Kultur atau budaya sekolah adalah karakter atau pandangan hidup sekolah yang merefleksikan keyakinan, nilai, norma, dan kebiasaan yang dibentuk dan disepakati bersama oleh warga sekolah. Budaya sekolah merupakan peleburan unsur akal, emosi, rasa, spirit yang kemudian diekspresikan dalam bentuk sikap dan perbuatan..

Sekolah menumbuhkan dan mengembangkan budaya antara lain: pendidikan yang berpusat pada pengembangan peserta didik, lingkungan belajar yang kondusif, berorientasi belajar, profesionalisme, motif berprestasi, mutu, hormat terhadap setiap individu warga sekolah, keadilan, kepastian, kebiasaan bekerja secara kolaboratif/ kolektif, kebiasaan menjadi masyarakat belajar, wawasan masa depan (visi) yang sama, perencanaan bersama, kolegialitas, tenaga kependidikan sebagai pebelajar serta kedisiplinan, dan tata krama hubungan sosial di sekolah.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 20

Page 21: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

BAB IVPELAKSANAAN AKREDITASI SEKOLAH

A. Kelembagaan Badan Akreditasi Sekolah

Akreditasi sekolah dilaksanakan oleh suatu badan yang dibentuk pemerintah yang bersifat non-struktural dan secara teknis bersifat mandiri. Kelembagaan akreditasi terdiri dari Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS), Badan Akreditasi Sekolah Provinsi, dan Badan Akreditasi Sekolah Kabupaten/Kota. BASNAS berkedudukan di Ibukota negara yaitu DKI Jakarta, BAS Provinsi berkedudukan di ibukota Provinsi, dan BAS Kabupaten/Kota berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota.

BASNAS, BAS Provinsi, BAS Kabupaten/Kota memiliki keanggotaan yang terdiri dari unsur pemerintah atau pemerintah daerah, praktisi sekolah, pakar pendidikan, atau lembaga organisasi kemasyarakatan, tokoh masyarakat, dan asosiasi profesi pendidikan. Jumlah anggota BAS disesuaikan dengan keperluan. Masa jabatan keanggotaan BAS dalam satu periode selama 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali satu kali periode berikutnya. Anggota BASNAS diangkat oleh Menteri Pendidikan Nasional, Anggota BAS Provinsi diangkat oleh gubernur, sedangkan anggota BAS Kabupaten/Kota diangkat oleh Bupati/Walikota.

BASNAS mempunyai tugas menetapkan kebijakan dan sistem akreditasi sekolah secara nasional. Untuk melaksanakan tugasnya, BASNAS mempunyai fungsi:

1. Perumusan kebijakan dan penetapan sistem akreditasi sekolah;2. Pelaksanaan sosialisasi kebijakan dan sistem akreditasi sekolah;3. Pelaksanaan pemberdayaan atau pembinaan kepada BAS Provinsi/Kabupaten /Kota

tentang pelaksanaan akreditasi; 4. Pendelegasian kewenangan melaksanakan akreditasi atas nama BASNAS terhadap

sekolah-sekolah yang menjadi bagian dari lingkup tugasnya; 5. Penetapan spesifikasi dan penggandaan blanko sertifikat asesor dan blanko sertifikat hasil

akreditasi yang akan digunakan oleh BAS dalam mensertifikasi sekolah;6. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan akreditasi sekolah;7. Pemberian rekomendasi tentang tindak lanjut hasil akreditasi;8. Pelaporan hasil akreditasi sekolah secara nasional;9. Pembangunan basis data nasional dan sosialisasi pemanfaatannya.

BAS Provinsi mempunyai tugas melakukan sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan akreditasi untuk SLB (SDLB, SMPLB, SMALB), SMA, dan SMK. Untuk melaksanakan tugasnya, BAS Provinsi mempunyai fungsi:

1. Pelaksanaan sosialisasi kebijakan tentang akreditasi SLB, SMA, dan SMK;2. Pelaksanaan akreditasi SLB, SMA, dan SMK;3. Penetapan peringkat akreditasi, penerbitan sertifikat dan publikasi hasil akreditasi SLB,

SMA, dan SMK;4. Pelaporan hasil akreditasi sekolah tingkat Provinsi;5. Pemanfaatan basis data untuk kepentingan tugas pembinaan sekolah.

BAS Kabupaten/Kota mempunyai tugas melakukan sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan akreditasi TK, SD, dan SMP. Untuk melaksanakan tugasnya, BAS Kabupaten/Kota mempunyai fungsi:

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 21

Page 22: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

1. Pelaksanaan sosialisasi kebijakan tentang akreditasi TK, SD, dan SMP;2. Pelaksanaan akreditasi TK, SD, dan SMP;3. Penetapan peringkat akreditasi, penerbitan sertifikat, dan publikasi hasil akreditasi TK,

SD, dan SMP;4. Pelaporan hasil akreditasi sekolah tingkat Kabupaten/Kota;5. Pemanfaatan basis data untuk kepentingan tugas pembinaan sekolah

B. Persyaratan Sekolah yang diakreditasi

Sekolah yang akan diakreditasi harus memiliki persyaratan sebagai berikut :

1. Memiliki surat keputusan kelembagaan unit pelaksana teknis (UPT) sekolah;

2. Memiliki siswa pada semua tingkatan kelas;

3. Memiliki sarana dan prasarana pendidikan;

4. Memiliki tenaga kependidikan;

5. Melaksanakan kurikulum nasional;

6. Telah menamatkan peserta didik.

C. Prosedur dan Mekanisme Akreditasi Sekolah

Akreditasi sekolah dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:

1. Sekolah mengajukan permohonan untuk melakukan evaluasi diri kepada BAS Provinsi untuk jenjang SLB, SMA, dan SMK atau kepada BAS Kabupaten/Kota untuk jenjang TK, SD, dan SMP.

2. Sekolah melakukan evaluasi diri dengan menggunakan instrumen yang ditetapkan oleh BAS dan mengisi instrumen evaluasi tersebut secara benar, jujur, dan lengkap sesuai dengan kenyataan.

3. Sekolah mengembalikan hasil evaluasi diri kepada BAS yang disertai surat permohonan untuk diakreditasi. Hasil evaluasi diri merupakan prasyarat yang harus dikirimkan ke BAS sebelum akreditasi sekolah dilakukan.

4. Hasil evaluasi diri oleh sekolah diperiksa oleh BAS Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya. Berdasarkan hasil penilaian terhadap evaluasi diri sekolah, BAS menetapkan apakah sekolah tersebut layak atau tidak untuk dilakukan visitasi.

5. Jika hasil evaluasi diri dinyatakan layak, maka BAS mengirim tim asesor dengan jumlah minimal 2 orang untuk melakukan visitasi ke sekolah. Inti dari kegiatan visitasi ke sekolah adalah untuk melakukan verifikasi terhadap dokumen hasil evaluasi diri yang dilakukan oleh sekolah dengan kenyataan di lapangan.

6. Berdasarkan hasil visitasi ke sekolah, tim asesor memberikan penilaian disertai berita acara visitasi. Hasil penilaian oleh tim asesor juga disertai saran-saran untuk pengembangan dan peningkatan kinerja sekolah. Hasil visitasi oleh tim asesor diserahkan ke BAS untuk diolah.

7. BAS Provinsi atau BAS Kabupaten/Kota, sesuai dengan kewenangannya, melakukan sidang pleno untuk menetapkan hasil akhir akreditasi.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 22

Page 23: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

8. BAS Provinsi atau BAS Kabupaten/Kota menerbitkan hasil akreditasi berupa sertifikat akreditasi dan laporan hasil akreditasi untuk sekolah.

D. Tim asesor

Tim asesor yang melakukan visitasi ke sekolah adalah tenaga profesional yang telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Memiliki kemampuan/kompetensi, integritas diri, dan komitmen untuk melaksanakan tugasnya.

2. Sehat jasmani dan rohani.

3. Usia maksimal 65 tahun.

4. Berpengalaman minimal 5 tahun dalam pelaksanaan dan/atau pengelolaan pendidikan.

5. Kualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya D3/Sarjana Muda untuk jenjang TK dan SD, dan minimal S1 atau yang sederajad untuk jenjang SLTP, SMU, SLB, dan SMK. Dalam kasus khusus untuk jenjang SLB dan SMK, dapat mengangkat tenaga profesional dalam bidang tertentu yang bukan berkualifikasi S1.

6. Tidak berstatus pejabat struktural dan/atau bukan anggota Badan Akreditasi Sekolah.

7. Memahami dan menguasai konsep dan prinsip-prinsip akreditasi sekolah termasuk mekanisme pelaksanaan visitasi.

8. Mampu menggunakan berbagai perangkat akreditasi secara benar.

9. Memiliki kemampuan untuk menggali berbagai data dan informasi yang esensial, akurat dan valid, serta konprehensif untuk menggambarkan kelayakan dan kinerja sekolah

10. Telah mengikuti pelatihan asesor dan berhasil memperoleh sertifikat asesor yang dikeluarkan oleh BAS.

Tim Asesor melaksanakan tugas visitasi sesuai dengan surat tugas yang dikeluarkan oleh BAS Provinsi atau BAS Kabupaten/Kota.

E. Peringkat akreditasi

Hasil akreditasi sekolah dinyatakan dalam peringkat akreditasi sekolah. Peringkat akreditasi sekolah terdiri atas tiga klasifikasi:

A = Amat Baik

B = Baik

C = Cukup

Bagi sekolah yang hasil akreditasinya kurang dari C, dinyatakan tidak terakreditasi.

F. Masa Berlakunya Akreditasi

Ketentuan yang terkait dengan waktu pelaksanaan akreditasi adalah sebagai berikut:

1. Peringkat akreditasi sekolah berlaku selama 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 23

Page 24: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

2. Sekolah diwajibkan mengajukan permohonan akreditasi ulang paling akhir 6 (enam) bulan sebelum masa berlakunya akreditasi berakhir.

3. Sekolah yang menghendaki akreditasi ulang setelah melakukan perbaikan dapat mengajukan permohonan sekurang-kurangnya dua tahun terhitung sejak ditetapkan peringkat akreditasinya.

4. Sekolah yang peringkat akreditasinya berakhir masa berlakunya dan telah mengajukan akreditasi ulang tetapi belum dilakukan akreditasi oleh BAS Provinsi atau BAS Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya, maka hasil akreditasi sekolah yang bersangkutan tetap berlaku sampai diterbitkannya hasil akreditasi yang baru.

5. Sekolah yang peringkat akreditasinya telah berakhir masa berlakunya dan menolak untuk diakreditasi ulang oleh BAS Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya, maka peringkat akreditasi sekolah yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku.

6. Sekolah yang tidak terakreditasi tidak memiliki kewenangan sebagai sekolah penyelenggara ujian akhir dan tidak berhak menerbitkan ijazah/sertifikat.

G. Pengaduan 1. Sekolah atau pihak lain yang merasa tidak puas terhadap hasil akreditasi

dapat menyampaikan KEBERATAN kepada BASNAS dengan tembusan kepada BAS Provinsi atau BAS Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya.

2. Berdasarkan ajuan keberatan tersebut, BASNAS melakukan verifikasi dan evaluasi, serta menyampaikan hasilnya kepada BAS untuk ditindaklanjuti.

H. Pembiayaan

Biaya kegiatan akreditasi sekolah menjadi tanggungjawab pemerintah dan dibebankan kepada anggaran pendidikan sekolah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Dalam pelaksanaan akreditasi, sekolah dilarang mengeluarkan biaya apapun. Tatacara pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan kegiatan akreditasi sekolah berpedoman pada prinsip efisiensi, efektivitas, keterbukaan, akuntabilitas, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

I. Monitoring

Untuk mengetahui apakah proses akreditasi dilakukan menurut prinsip dan mekanisme akreditasi yang ditetapkan BASNAS. BASNAS melakukan pemantauan dan evaluasi ke sejumlah sekolah di provinsi/kabupaten/kota tertentu untuk mengetahui konsistensi dan keakuratan pelaksanaan, prosedur, dan hasil akreditasi. Kesalahan terhadap prosedur dan hasil akreditasi bisa terjadi karena kesengajaan atau kekhilafan, baik asesor, sekolah, BAS Provinsi, maupun BAS Kabupaten/Kota.

Untuk kepentingan pemantauan tersebut, BASNAS dapat menunjuk komisi yang berasal dari asesor BASNAS atau dari sumber lain, seperti asosiasi profesi, pakar, praktisi, dan sebagainya yang diberi tugas untuk melakukan pemantauan dan evaluasi ke sejumlah sekolah.

Hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan secara sampel dapat digunakan untuk meluruskan praktik-praktik akreditasi yang tidak sesuai dengan prinsip, prosedur dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan umpan balik serta tindakan sanksi

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 24

Page 25: Kebijakan Nasional Akreiditasi Sekolah1

administratif bagi pihak-pihak yang dengan sengaja melakukan penyimpangan terhadap prinsip dan prosedur serta ketentuan tersebut.

J. Pelaporan

1. BASNAS melaporkan kegiatan akreditasi sekolah kepada Menteri Pendidikan Nasional.

2. BAS Provinsi melaporkan kegiatan akreditasi sekolah kepada Gubernur dengan tembusan kepada BASNAS, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan.

3. BAS Kabupaten/Kota melaporkan hasil akreditasi sekolah kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada BASNAS, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan.

4. Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan penyelenggara sekolah melakukan pembinaan terhadap sekolah berdasarkan hasil akreditasi sesuai dengan kewenangannya.

5. Laporan hasil akreditasi juga dapat diakses oleh berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan dengan peningkatan mutu pendidikan, misalnya lembaga legislatif, perguruan tinggi dan masyarakat pada umumnya.

Kebijakan Nasional Akreditasi Sekolah – Hak Cipta pada © BASNAS 25