Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
KEBIJAKAN REDENOMINASI RUPIAH
APA DAN BAGAIMANA?
( STUDI HISTORIS PADA BEBERAPA NEGARA)
Oleh :
MELIANA
NIM : 222012029
KERTAS KERJA
Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Guna Memenuhi Sebagian dari
Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi
FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS
PROGRAM STUDI : ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
ii
iii
iv
v
vi
HALAMAN MOTTO
HE MUST BECOME GREATER, I MUST BECOME LESS.
JOHN 3 : 30 (NIV)-
vii
KATA PENGANTAR
Kebijakan Redenominasi merupakan kebijakan yang cukup populer ditahun 2010
silam ketika Bank Indonesia mengumumkan akan mengimplementasikan
kebijakan Redenominasi di Indonesia. Tentu saja rencana kebijakan
Redenominasi ini langsung menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan baik
pihak akademis, bisnis, pembuat kebijakan publik dan masyarakat tentunya. Hal
ini dirasa wajar karena masyarakat Indonesia pernah memiliki pengalaman yang
tidak mengenakan ditahun 1998 dan salah satu kebijakan yang digunakan untuk
mengatasi hal tersebut adalah kebijakan Sanering. Sampai saat ini, masih banyak
masyarakat yang menyamakan kebijakan Redenominasi dengan Kebijakan
Sanering sehingga “takut” kejadian tahun 1998 akan terulang kembali.
Pada tulisan ini, penulis mengkaji penerapan kebijakan Redenominasi yang telah
dilaksanakan oleh banyak negara baik yang gagal dan yang sukses, guna
mengetahui apakah kebijakan redenominasi ini perlu dilakukan atau tidak di
Indonesia. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam tulisan
ini, oleh karenanya penulis terbuka terhadap kritik dan saran yang membagun dari
pembaca. Kiranya, tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Salatiga, Oktober 2015
Penulis
viii
HALAMAN TERIMA KASIH
Puji Tuhan! Mengucap syukur atas kasih sayang dan penyertaan Tuhan Yesus
Kristus yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan Kertas Kerja ini dengan baik dan tepat waktu. Penulis juga ingin
mengungkapkan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan
dukungan selama berkuliah di FEB UKSW :
1. Keluarga tersayang. Untuk Papi Tadius Satimo, Mami Meying Satimo,
Cecang Alex Hartono dan Jie-jie Wiwin Suwandhari Satimo, Koko Luckyanto
dan Jie-jie Priska Wahyuni Satimo, Jie-jie Gulsan Ruthini Satimo, Koko Lucas
Gunawan Satimo.
2. Ibu Birgitta Dian Saraswati, SE, Msi selaku pembimbing peyusunan
proposal dan Kertas Kerja. Terima kasih untuk ide, waktu, tenaga, kesabaran dan
motivasi yang telah diberikan selama penulis berkuliah di FEB UKSW. Kiranya
Tuhan Yesus senantiasa memberkati pelayanan Ibu dan keluarga.
3. Bapak Gatot Sansongko, SE, Ms selaku Kaprogdi Imu Ekonomi FEB
UKSW, Bapak Daniel Daud Kameo, SE, Ma, Phd selaku Wali Studi Ilmu
Ekonomi angkatan 2012, Bapak Yulius Pratomo, SE, MIDEC dan Bapak Eranus
Yoga Kundhani, SE, Msi selaku Dosen Ilmu Ekonomi FEB UKSW, juga kepada
Bapak Yesepaldo Pasharibu ST., MM. Terima kasih sudah menjadi orang tua juga
saudara yang mau mendengar keluh kesah Penulis, memberikan arahan dan
motivasi yang luar biasa selama berkampus di UKSW. Kiranya Tuhan Yesus
senantiasa memberikan memberkati Bapak-bapak sekalian dan keluarga serta
pelayanan.
4. Widya Fransiska, Veronica Usha, Handoko Lim, Samuel Kevin Gunawan
Lely Trisnawati, Kristiana, Riko Mahardika, dan teman-teman IESP 2012 lainnya.
5. Keluarga Besar Kelompok Studi Pembangunan (KSP FEB UKSW),
BadanPerwakilan Mahasiswa Fakultas periode 2012-2015, Korps Asisten Dosen,
BapakIbu Dosen FEB UKSW, Staff FEB UKSW dan seluruh Civitas Akademika
UKSW. Terima kasih sudah menjadi bagian dalam proses hidup Penulis selama
berkuliah. Kiranya Tuhan Yesus senantiasa memberkati pelayanan kita semua.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS KERTAS KERJA .................Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................Error! Bookmark not defined.
HALAMAN MOTTO ....................................................................................................................vi
ABSTRACT ....................................................................................Error! Bookmark not defined.
SARIPATI ......................................................................................Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... vii
HALAMAN TERIMA KASIH ......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................... xii
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................. 5
Pengertian Redenominasi ......................................................................................................... 5
Tahapan Kebijakan Redenominasi ...................................................................................... 7
Ilustrasi Tahapan Proses Redenominasi .............................................................................. 8
METODE PENELITIAN ................................................................................................................. 8
Pendekatan dan Metode Penelitian ..................................................................................... 8
Jenis dan Sumber Data ...................................................................................................... 10
Kerangka Berfikir ............................................................................................................. 11
PEMBAHASAN.......................................................................................................................... 11
Hiperinflasi sebagai alasan utama penerapan redenominasi ............................................. 12
Kredibilitas Mata Uang Menjadi Alasan Utama Redenominasi ....................................... 14
x
Rencana Redenominasi Rupiah Indonesia ........................................................................ 38
Ilustrasi Penyederhanaan Nominal Rupiah ....................................................................... 44
KESIMPULAN ........................................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 46
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................................................ 50
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I.Rincian Teknis Mengenai Redenominasi.................................................37
Tabel II. Daftar 10 Negara Kategori Garbage Money di Dunia............................40
Tabel III. Ilustrasi Penyederhanaan Nominal Rupiah............................................43
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tingkat Inflasi Turki (%) ....................................................................... 2
Gambar 2. Tingkat Inflasi Ghana (%) ...................................................................... 3
Gambar 3. Tingkat Inflasi Zimbabwe (%) ............................................................. 18
Gambar 4.Tingkat Inflasi Rusia (%) ...................................................................... 22
Gambar 5. Tingkat Inflasi Ghana (%) .................................................................... 27
Gambar 6. Tingkat Inflasi Polandia (%) ................................................................ 30
Gambar 7. Tingkat Inflasi Turki (%) ..................................................................... 34
Gambar 8. Tingkat Inflasi Romania (%) ................................................................ 38
Gambar 9. Tingkat Inflasi Indonesia (%) ............................................................... 39
Gambar 10. Tingkat Stabilitas Politik di Indonesia...............................................43
1
PENDAHULUAN
Kedaulatan moneter suatu negara merupakan hal yang penting. Berdaulat
secara moneter berarti setiap negara berhak untuk menentukan kebijakan moneter
secara independen tanpa adanya intervensi dari pihak manapun untuk mencapai
tujuan tertentu. Kebijakan moneter dibuat dan dijalankan oleh otoritas moneter
yaitu Bank Sentral. Setiap negara memiliki permasalahan moneternya masing-
masing seperti tingkat inflasi yang tinggi, nilai tukar yang selalu terdepresiasi dan
ketidakstabilan tingkat suku bunga yang terlalu tinggi maupun tingkat suku bunga
terlalu rendah. Hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan ekonomi setiap negara
mengalami perbedaan. Oleh sebab itu, dibutuhkan kebijakan moneter untuk
mencapai stabilitas moneter. Tidak terkecuali dengan kebijakan redenominasi.
Redenominasi merupakan penghapusan angka nol pada satuan mata uang tanpa
menghilangkan nilai rill dari kegunaan mata uang tersebut. Sedangkan
redenominasi menurut Mosley (2005) adalah usaha bank sentral untuk
menegaskan kembali kedaulatan moneternya kepada negara-negara lain.
Kedaulatan moneter suatu negara sangat penting karena hal tersebut
menggambarkan kredibilitas serta kesetaraan ekonomi di mata internasional
(Internasional Monetary Fund, 2003).
Kebijakan penghapusan beberapa angka nol pada mata uang ini tidak
diikuti dengan penghapusan daya beli (purchasing power) masyarakat. Hal
tersebut berbeda dengan sanering. Sanering adalah penghapusan angka nol pada
mata uang tanpa diikuti pemotongan harga barang dan jasa dalam perekonomian
sehingga daya beli masyarakat menurun (Pambudi et al, 2014). Pengurangan
angka nol mata uang ini juga tidak seperti revaluasi dan devaluasi mata uang.
Revaluasi adalah kebijakan pengurangan angka nol pada mata uang dengan tujuan
meningkatkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain.
Biasanya kebijakan ini dilakukan pemerintah ketika kondisi dalam perekonomian
mendekati kondisi full employment. Sedangkan Devaluasi adalah kebijakan
penambahan angka nol pada mata uang dengan tujuan menurunkan nilai tukar
mata uang domestik terhadap mata uang luar negri. Biasanya kebijakan revaluasi
2
ini dilakukan pemerintah ketika neraca perdagangan mengalami defisit yang
parah. (Muhyuddin, 2010).
Setidaknya sudah lebih dari 50 negara yang melakukan kebijakan
redenominasi. Nyatanya, ada beberapa negara yang sukses dan gagal dalam
melaksanakan kebijakan redenominasi ini. Salah satu indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur keberhasilan redenominasi adalah kondisi ekonomi
yang stabil setelah redenominasi. Salah satu negara yang sukses melaksanakan
redenominasi adalah Turki. Turki melaksanakan kebijakan redenonimasi pada
awal Januari 2005. Sebelumnya, Central Bank of Republic of Turkey
mengeluarkan denominasi mencapai 2.000.000 Lira. Nominal yang besar ini
berpengaruh terhadap kredibilitas Lira, sistem pencatatan statistik serta transaksi
yang kompleks (Nasruddindjoko, 2013). Pada tahun 1990-an pemerintah mulai
melakukan sosialisasi kebijakan redenominasi kepada masyarakat secara kontinyu
hingga akhirnya tahun 2005 Turki mantap mengambil kebijakan untuk
meredenominasi mata uangnya dari 1.000.000 Lira lama menjadi 1 Lira baru
(Syahputra, 2014). Berikut gambaran inflasi sebelum dan sesudah redenominasi di
Turki:
Sumber : World Bank, 2013 (data diolah).
Dari gambar diatas dapat dilihat pada saat sebelum redenominasi, tingkat
inflasi Turki mencapai 20-80%, pada saat redenominasi sebesar 10,14% dan
setelah redenominasi tingkat inflasi cenderung stabil yaitu dibawah 10%.
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
Gambar1
Tingkat Inflasi Turki (%)
3
Kecuali pada tahun 2008 inflasi naik kembali sebesar 10,44% namun setelah itu
inflasi turun dan cenderung stabil kembali. Hal ini menunjukan dampak positif
dengan adanya redenominasi yaitu tingkat inflasi menjadi lebih stabil.
Disisi lain ada juga negara-negara yang gagal dalam melaksanakan
redenominasi. Salah satunya adalah Ghana. Ghana meredenominasi mata uangnya
pada tahun 2007 dari 10.000 Cedi lama menjadi 1 Cedi Baru. Berikut gambaran
inflasi di Ghana sebelum, saat dan sesudah redenominasi.
Sumber : World Bank, 2013 (Data diolah).
Dari gambar diatas dapat dilihat akibat dari kebijakan redenominasi
adalah tingkat inflasi naik selama dua tahun setelah redenominasi. Kenaikan
tingkat inflasi ini dikarenakan terjadinya money illusion di Ghana. Selain ituBank
Of Ghana (BOG) yang tidak mampu menyediakan permintaan Cedi baru setelah
redenominasi, akibatnya masyarakat merasa marah terhadap pemerintah yang
tidak cepat mengganti dengan Cedi Baru (Pambudi et al, 2014). Setelah itu, inflasi
kembali turun selama dua sampai tiga tahun selanjutnya namun inflasi kembali
meningkat pada tahun 2013. ini memperlihatkan sistem keuangan di Ghana belum
mengalami kestabilan setelah dilaksanakannya redenominasi.
Indonesia sudah mencanangkan kebijakan redenominasi sejak akhir tahun
2010. Bank Indonesia mulai mengekspos berita ini ke publik sehingga banyak
menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan masyarakat. Menurut Ketua
Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit
12.62
15.12
10.92 10.73
16.52
19.25
10.71
8.73 9.16
11.61
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 2
Tingkat Inflasi Ghana (%)
4
Pramonomenjelaskan bahwa pelaksanaan redenominasi sangat menguntungkan
sebuah negara, karena dengan pengurangan angka nol pada Rupiah akan membuat
biaya transaksi lebih murah, selain itu dalam hal pencatatan, perhitungan lebih
efisien serta meningkatkan martabat moneter Indonesia pada perdagangan
internasional.1 Hal senada juga dilontarkan oleh Direktur Utama Bursa Efek
Indonesia Ito Warsito bahwa redenominasi membuat sistem penyimpanan saham
dan operasi IT menjadi lebih sederhana. Selain itu juga, redenominasi dapat
membantu proses settlement Perdagangan saham Indonesia.2 Namun disisi lain
banyak juga yang kontra terhadap kebijakan redenominasi ini. Salah satunya
disampaikan oleh Komite Ekonomi Nasional, Chairul Tanjung. Beliau
mengungkapkan redenominasi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
perekonomian, hanya membuang-buang dana dan waktu selain itu juga belum ada
tujuan yang jelas dari pelaksanaan kebijakan redenominasi ini oleh Bank
Indonesia.3 Selain itu menurut Kwik Kian Gie kebijakan redenominasi hanya akan
meningkatkan gejolak sosial dan ekonomi, atau adanya kekuatan politik di balik
kebijakan redenominasi sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat
terhadap pemerintah.4 Mantan menteri perekonomian, Rizal Ramli menjelaskan
bahwa redenominasi hanya akan mengurangi daya beli masyarakat, membutuhkan
biaya yang besar untuk pelaksanaannya serta memperkuat nilai tukar secara semu
dan juga terjadi pembulatan harga ke atas yang akan menyebabkan
inflasi.5Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, maka perencanaan kebijakan
redenominasi di Indonesia perlu dikaji lebih mendalam agar kebijakan yang
dibuat tidak merugikan masyarakat. Kebijakan redenominasi ini memerlukan
biaya yang besar. Jika Indonesia sampai gagal melaksanakannya, maka biaya
yang dikeluarkan akan menjadi sangat besar dan dapat menyebabkan inflasi.Oleh
1 Erlangga Djumena, Awasi Dampak Pembulatan Redenominasi,
http://bisniskeuangan.kompas.com, diakses pada tanggal 12 Februari 2015; 18:28 WIB. 2 Ruslan Bruhani, BEI : redenominasi membuat sederhana, http://www.antaranews.com,
diakses pada tanggal 12 Februari 2015 ; 18:42 WIB 3 Ilyas Istianur Praditya, Pengusaha Pikir Pengurangan Nol Dalam Rupiah Belum tepat Saat Ini,
http://bisnis.liputan6.com, Diakses pada tanggal 12 Februari 2015; 18:50 WIB. 4 Ibid.
5Rizal Ramli dalam Setiawan et al, Inflasi Menghantui Redenominasi, http://nasional.kontan.co.id,
Diakses pada tanggal 8 Februari 2015;15:32 WIB.
5
sebab itu, mari kita belajar dari beberapa negara yang gagal dan sukses dalam
melaksanakan kebijakan redenominasi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka yang
menjadirumusan masalah pada penelitian ini adalah redenominasi seperti apa
yang seharusnya dilakukan oleh Indonesia?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka tujuan
dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui beberapa kondisi dan syarat untuk
keberhasilan redenominasi di Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah berfokus pada analisa kebijakan redenominasi
yang sudah dilakukan dibeberapa negara dan bagaimana
mengimplementasikannya di Indonesia. Redenominasi yang dimaksud pada
penelitian ini adalah penghapusan angka nol pada suatu mata uang tanpa
menghapus daya beli masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Redenominasi
Ioana (2009) dalam penelitiannya yang berjudul The National Currency
Re-denomination experience in several countries (a comparative analysis)
mencetuskan pengertian redenominasi sebagai berikut. “The redenomination is a
technical procedure of reducing the nominal value of the cash ensign that does
not change the substance of national currency”. Menurut Ioana, redenominasi
merupakan sebuah teknis yang digunakan untuk mengurangi nilai nominal suatu
mata uang tanpa mengubah nilai riil dari mata uang tersebut. Priyono (2013)
6
dalam penelitiannya yang berjudul Redenomination; Between Hope and Reality
(The study of the implementation of the Redenomination in Indonesia),
mengatakan bahwa “the redenomination is divided into two syllables, ie Re with
Denomination, Denominations can be interpreted as a fraction, so the
denomination currency means the currency denominations refer to the nominal
value of a currency in force in a state, so redenomination is interpreted as a
whole is any mention or simplification return fractional currency of the country in
a performance.”Menurut Priyono, kata redenominasi berasal dari dua suku kata
yaitu “Re” dan “Denominasi” Denominasi diartikan sebagai sebuah pecahan
sehingga denominasi mata uang dapat berarti denomiansi mata uang yang
mengacu hanya pada nilai nominal mata uang tersebut sehingga redenominasi
secara keseluruhan diartikan sebagai sebuah sebutan penyederhanaan pecahan
mata uang pada kinerja sebuah negara. Hal senada juga dikatakan oleh Pambudi et
al. (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Penentu Keberhasilan
RedenominasiMata Uang: Pendekatan Historis danEksperimental” bahwa
Redenominasi adalah penyederhanaan nilai nominal mata uang dengan
mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai riil mata uang tersebut.
Terdapat pengertian yang berbeda dari Seftiningtyas (2013) yang
menjelaskan bahwa Redenominasi merupakan penurunan nilai nominal mata uang
dengan cara menghapus angka nol pada mata uang karena terjadinya
hyperinflation di suatu negara. Kemudian Nilasari (2014) juga mengatakan bahwa
untuk mengatasi inflasi tinggi di berbagai negara maka perlu dilakukan
penyederhanaan mata uang. Annabella et al (2013) mendukung kedua penjelasan
tersebut dengan memberikan contoh negara Jerman sebagai negara yang pertama
kali melaksanakan redenominasi. Jerman meredenominasi mata uangnya dengan
menghapuskan 12 angka nol karena terjadi hyperinflation.
Tetapi kemudian Budilaksono (2013) mengatakan bahwa redenominasi
adalah sebuah tindakan untuk mengembalikan kredibilitas mata uang suatu
negara. Kredibilitas ini terlihat dari nilai tukar yang kuat dibanding dengan mata
uang kuat yaitu USD dan inflasi yang stabil yakni inflasi kurang dari 10%. Akan
tetapi, Astrini (2014) dalam Kertas Kerjanya yang berjudul “Dampak
7
Redenominasi Terhadap KinerjaPerekonomian: Pendekatan Percobaan
EkonomiDan Data Historis” menjelaskan bahwa Redenominasi merupakan
penyederhanaan dari nilai atau nominal yang tertera pada mata uang tertentu tanpa
memotong nilai tukar uang itu sendiri, disertai dengan penyesuaian harga
komoditas di pasaran dan nilai tukar dengan valuta asing (valas).
Tahapan Kebijakan Redenominasi
Bank Indonesia (BI) dalam laporan “Kajian tentang kebijakan
redenominasi” tahun 2013 membuat tahapan kebijakan redenominasi dalam empat
tahapan, yaitu :
1. Tahap penyiapanmerupakan tahap pembuatan blue print yang berisi
langkah-langkah redenominasi, peraturan perundang-undangan yang mengatur
pelaksanaan redenominasi, penyusunan strategi komunikasi dan sosialisasi kepada
pemerintah, stakeholders dan masyarakat Indonesia. Selain itu juga persiapan
sistem pembayaran, sistem akuntansi, dan teknologi informasi. Tahap pertama ini
terjadi selama satu tahun.
2. Tahap pemantapan merupakan tahap kedua yang meliputi pelaksanaan
koordinasi dan sosialisasi kepada stakeholders komunikasi dengan pemerintah,
sosialisasi kepada stakeholders serta edukasi kepada masyarakat luas.
Penyesuaian infrastruktur sistem pembayaran, akuntansi dan sebagainya. Tahap
kedua ini terjadi selama tiga tahun.
3. Tahap implementasi dan transisi adalah tahapan ketiga dimana Bank
Indonesia menerbitkan uang baru bersama-sama dengan tetap berlakunya uang
lama (dualcirculation), penerapan dual price tagging serta penarikan uang lama
secara bertahap sesuai keadaan perekonomian selain itu juga penerapan dual
bookentry pelaporan apabila diperlukan. Tahap implementasi ini berlangsung
empat tahun.
4. Tahap phasing outmerupakan tahapan terakhir yakni penarikan uang lama
dan pernyataan tidak berlakunya uang lama serta penggunaan uang baru sebagai
8
satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia. Tahap phasing out ini
berlangsung tiga tahun.
Ilustrasi Tahapan Proses Redenominasi
Sumber : Bank Indonesia (2010)
METODE PENELITIAN
Pendekatan dan Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa gambaran dan
fenomena yang terjadi pada sebuah objek yang dituangkan ke dalam kata-kata
sendiri. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan historis dengan
teknik studi literatur. Metode historis merupakan pendekatan yang menggunakan
pengalaman serta sejarah masa lalu sebagai alat analisis. Pada metode historis,
penulis menggunakan imajinasinya untuk merekonstruksi fakta-fakta yang
ditemukan secara sistematis dan objektif dengan mengumpulkan dan
memverifikasi penemuan-penemuan yang sudah ada untuk menetapkan fakta dan
mencapai kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. (Supardan, 2007).
9
Adapun yang menjadi alasan penulis menggunakan metode historis adalah karena
adanya keterkaitan dengan objek penelitian yaitu pengalaman beberapa negara
dalam mengimplementasikan kebijakan redenominasi. Peneliti perlu
mengumpulkan fakta-fakta serta sejarah yang terjadi dibalik kebijakan
redenominasi yang telah dilakukan banyak negara. Tentu dalam
mengimplementasikan metode tersebut, dibutuhkan langkah-langkah dalam
metode historis agar penulisan lebih sistematis. Gray (1964) membuat enam
tahapan yang dapat digunakan pada metode historis yaitu :
1. Memilih topik yang sesuai.
2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan tepat.
3. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan
dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung
(misalnya dengan menggunakan fotocopy, komputer, dan internet sehingga
menjadi lebih mudah).
4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (kritik
sumber)
5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola
yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan
sebelumnya.
6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan
mengkomunikasikan kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti
sejelas mungkin.
Seperti yang telah dikemukakan penulis bahwa penggunaan metode
historis ini didukung oleh teknik penelitian studi literatur. Studi literatur atau
kajian pustaka merupakan proses pengumpulan data dengan melakukan studi
penelaahan terhadap berbagai macam penelitian ilmiah yang sudah dilakukan
sebelumnya baik dari berbagai buku, literatur, jurnal, koran, dan laporan-laporan
yang relevan pada penelitian. Studi literatur ini dilakukan untuk melihat,
membandingkan, dan memverifikasi penelitian-penelitian sebelumnya sehingga
penulis dapat membentuk kerangka berpikir yang tepat. Dalam studi literatur ini
10
juga penulis mampu menemukan gap penelitian yang didapat dari perbedaan hasil
penelitian dengan objek yang sama. Selanjutnya gap penelitian ini dianalisis
kebenaran ilmiahnya.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data didapat dari
berbagai macam tulisan seperti jurnal, buku, literature, koran serta laporan-
laporan lainnya yang berkaitan dengan pengalaman negara-negara yang sudah
melaksanakan kebijakan redenominasi. berdasarkan pengalaman negara-negara
yang sudah melaksanakan kebijakan redenominasi. Pada penelitian ini penulis
mengambil tiga negara yang sukses melaksanakan redenominasi yaitu Turki,
Polandia dan Romania. Sedangkan Tiga negara yang gagal melaksanakan
redenominasi adalah Rusia, Ghana dan Zimbabwe. Adapun yang menjadi alasan
penulis memilih enam negara tersebut adalah karena untuk mengumpulkan fakta-
fakta sejarah redenominasi yang sudah dilaksanakan berdasarkan pengalaman
yang berbeda-beda setiap negara. Selain itu pengelompokan didasarkan pada
alasan redenominasi. Oleh sebab itu penulis ingin melihat secara jelas proses yang
terjadi dibalik kebijakan redenominasi pada negara tersebut baik sebelum
redenominasi, pada saat redenominasi dan setelah redenominasi.
11
Kerangka Berfikir
Gambar 3
Kerangka Berfikir Penelitian
PEMBAHASAN
Sampai saat ini lebih dari 50 negara telah melaksanakan kebijakan
redenominasi. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi pelaksanaan
Alasan Redenominasi
Implikasi Redenominasi
GHANA RUSIA ZIMBABWE TURKI POLANDIA ROMANIA
2. Implementasi Redenominasi di Indonesia
1. Syarat Keberhasilan Redenominasi di Indonesia
Dampak Redenominasi
12
redenominasi yang tentunya berbeda antara satu negara dengan negara yang lain.
Berikut beberapa motivasi atau latar belakang yang mendorong setiap negara
melakukan redenominasi :
Hiperinflasi sebagai alasan utama penerapan redenominasi
Hiperinflasi merupakan faktor utama yang mendorong banyak negara ingin
melaksanakan kebijakan redenominasi. Zimbabwe adalah salah satu negara yang
melaksanakan redenominasi karena hiperinflasi. Pada tahun 2006, saat pertama
kali Zimbabwe melaksanakan redenominasi tingkat inflasinya sebesar 1.281,1%.
Hiperinflasi ini terjadi karena sebelumnya pada masa perang ada kebijakan
pemerintah untuk mencetak dollar Zimbabwe dalam jumlah yang banyak guna
memenuhi biaya perang serta mensuplai kebutuhan uang masyarakat. Pencetakan
uang ini justru membawa inflasi semakin meningkat dimana pada 2008 tingkat
inflasi mencapai 231.158.889%. Akibat inflasi ini masyarakat harus membawa
gerobak uang untuk melakukan kegiatan ekonomi. Pada tahun 2008 The Reserve
Bank of Zimbabwe mencetak dollar Zimbabwe yang bernominal
100.000.000.000.000.000 dollar Zimbabwe dengan maksud masyarakat tidak
perlu membawa uang yang banyak lagi ketika melakukan transaksi ekonomi.
Namun uang dengan nominal terbesar di dunia ini tidak memiliki nilai yang sama
akibat inflasi yang tinggi, sehingga harga barang dan jasa di Zimbabwe tetap
tinggi. Kondisi ekonomi dan politik yang tidak stabil ini membawa kegiatan
perekonomian tidak berjalan dengan baik, dimana pada tahun 2009 sekitar 80%
dari 13,4 juta orang di Zimbabwe masih tinggal di garis kemiskinan, lima juta
orang masih sangat bergantung dengan bantuan pangan dari negara lain (World
Food Programme, 2009). Pemerintah Zimbabwe merasa perlu untuk secepat
mungkin mengatasi hiperinflasi di negaranya. Cara yang ditempuh Zimbabwe
adalah dengan melaksanakan redenominasi. Zimbabwe melakukan redenominasi
pertama kalinya pada tahun 2006 dengan alasan untuk mengatur hiperinflasi.
Selanjutnya negara yang melakukan redenominasi karena inflasi tinggi
adalah Rusia. Memiliki sejarah inflasi tinggi pada tahun 1993 yakni mencapai
lebih dari 874,6% membuat keadaan perekonomian di Rusia terganggu. Inflasi
13
tinggi ini dikarenakan adanya permasalahan sistem nilai tukar di Rusia. Kebijakan
moneter Rusia adalah fokus pada stabilitas nilai tukar. Melihat dari sudut pandang
para pengusaha Rusia, nilai tukar yang stabil akan membuat pengusaha atau
produsen mendapatkan keuntungan tinggi dari perbedaan harga yang ada.
Keuntungan yang tinggi akan mendorong pengusaha tersebut untuk menghasilkan
barang yang berkualitas dengan harga yang murah sehingga memaksa untuk terus
ekspor. Namun yang terjadi adalah harga minyak dunia yang fluktuatif dan
cenderung naik, sedangkan untuk memproduksi barang para pengusaha
membutuhkan minyak yang diimpor akibatnya tujuan untuk mendapatkan
keuntungan tinggi tidak tercapai justru membuat harga barang dan jasa di Rusia
meningkat. Pada tanggal 2 September 1998 pemerintah memutuskan untuk
mengubah sistem nilai tukar dari sistem nilai tukar mengambang terkendali
menjadi nilai tukar mengambang bebas yang membuat nilai tukar Rubel terhadap
dollar menjadi tidak stabil. Walaupun sudah menghabiskan kira-kira US$27
milyar untuk menjaga kurs Rubel tetap stabil namun nilai Rubel terus
terdepresiasi mencapai 20% (Prabawani, 2014). Instabilitas ekonomi karena
hiperinflasi ini mendorong pemerintah melaksanakan redenominasi Rubel pada
tahun 2005 agar inflasi di Rusia menjadi stabil dan terkendalikan.
Selanjutnya adalah Ghana yang melaksanakan redenominasi karena inflasi
tinggi. Walaupun inflasi di Ghana tidak seperti Zimbabwe dan Rusia yang
mencapai lebih dari 100%. Inflasi Ghana sebelum dilakukan redenominasi yaitu
32,9% (2001), 14,8% (2002), 26,7% (2003), 12,6% (2004), 15,1% (2005). Dan
pada saat diterapkan redenominasi tahun 2007, tingkat inflasi sebesar 10,7%.
Namun pemeritah Ghana merasa penting untuk melaksanakan redenominasi Cedi
Ghana guna menstabilkan tingkat inflasi. Khusus untuk Ghana karena inflasinya
yang dua digit, juga karena adanya biaya transaksi yang tinggi di dalam
perekonomian. Pada saat itu karena inflasi yang tinggi memaksa masyarakat
membawa uang dalam tempat yang besar ketika melakukan transaksi yang besar
dimana membutuhkan nominal uang yang cukup banyak atau dikenal dengan
sebutan Pile of Bricks. Kondisi inflasi yang tergolong tinggi juga berdampak pada
kurs yang terdepresiasi sehingga semakin rendah jika dibandingkan mata uang
14
kuat seperti dollar Amerika. Sebagai contoh pada tahun 2001 US$1 sama dengan
95,161617 Cedi. Kondisi ini menyebabkan sering terjadi kesalahan catat dan
perhitungan dengan software dan hardware yang terbatas (Dzokoto, 2013). Selain
berdampak terhadap kondisi ekonomi, hiperinflasi di Ghana juga menyebabkan
kondisi politik tidak stabil yang ditandai dengan tingginya tingkat kejahatan.
Kondisi dampak inflasi yang begitu kompleks membuat pemerintah Ghana
melakukan redenominasi pada tahun 2007. Selain Zimbabwe, Rusia dan Ghana
ada juga Polandia yang melaksanakan redenominasi karena inflasi Tinggi. Tingkat
inflasi Polandia pada tahun 1990 mencapai 555,4%. Untuk menstabilkan tingkat
inflasi tersebut, Pemerintah Polandia melaksanakan redenominasi pada tahun
1995.
Kredibilitas Mata Uang Menjadi Alasan Utama Redenominasi
Kurs mata uang sebagai indikator kredibilitas mata uang suatu negara
menjadi alasan utama sebuah negara berupaya agar kurs mata uangnya menjadi
setara dengan negara lain. Sebagai contoh, pada tahun 2015 US$1 sama dengan
Rp 10.000. Dengan dipangkasnya tiga angka nol pada Rupiah maka akan menjadi
US$1 sama dengan Rp 10. Meski Rp 10.000 dan Rp 10 memiliki nilai yang sama,
namun US$1 sama dengan Rp 10 menggambarkan kredibilitas Rupiah tidak jauh
berbeda atau hampir sama dengan dollar Amerika. Dibandingkan bila US$1 sama
dengan Rp 10.000, angka nol yang banyak pada rupiah memberikan kesan
kredibilitas Rupiah yang rendah dan jauh berbeda di bawah dollar Amerika.
Selain itu, nominal uang yang kecil juga berpengaruh terhadap psikologis
masyarakat. Dengan menggunakan ilustrasi diatas, maka dampak psikologisnya
adalah masyarakat memiliki rasa bangga dan kepercayaan yang tinggi terhadap
Rupiah. Semakin luasnya kegiatan perekonomian dibutuhkan kepercayaan diri
terhadap penggunaan mata uang nasional, karena mata uang nasional akan terus
dibandingkan dengan mata uang lain. Namun menurut Ioana (2005) Kredibilitas
mata uang ini tidak langsung tercapai jika tidak diikuti dengan penurunan tingkat
15
inflasi. Jika tingkat inflasi cenderung naik setelah redenominasi maka mata uang
negara tersebut tidak mengalami peningkatan kredibilitas.
Romania merupakan salah satu negara yang melaksanakan redenominasi
untuk meningkatkan kredibilitas Leu, mata uang Romania. Sebelum diterapkan
redenominasi pada Juni 2005, nilai tukarnya 29,891Lei/US$1 dan
36,050Lei/1Euro. Dengan konsekuensi seperti tersebut, Romania merasa tidak ada
kesetaraan sehingga Romania melakukan redenominasi menyetarakan mata
uangnya pada tahun 2005.
Selain itu ada Turki yang meredenominasi guna meningkatkan kredibilitas
mata uang nasionalnya. Walaupun sempat memiliki sejarah inflasi yang tidak
stabil yaitu tahun 2000 inflasi sebesar 54,9% namun pada saat pelaksanaan
redenominasi tahun 2005 inflasi Turki dapat dikatakan sudah lebih baik yaitu
sebesar 10,1%. Menurut MRI Bankers Guide to Foreign Currency (2005) dalam
Ioana (2009) denominasi tertinggi diseluruh dunia pada tahun 2004 adalah
20.000.000 Lira, mata uang Turki. Dimana denominasi ini memiliki nilai sebesar
15,04 dalam USD. Setelah pemerintah memutuskan untuk memangkas enam
angka nol pada Lira, nilai tukar US$1 sama dengan 1.3448 YTL (Yeni Turkey
Lira) dan 1Euro sama dengan 1.6361 YTL. Selain itu, proses pencatatan,
perhitungan statistis menjadi lebih sederhana. Nilai tukar dengan angka nol yang
banyak membuat kredibilitas moneter suatu negara menjadi rendah (garbage
money). Kebijakan redenominasi dibutuhkan untuk meningkatkan kredibilitas
mata uang dengan negara lain.
Proses Pelaksanaan Redenominasi Dimana Hiperinflasi Sebagai Alasan
Zimbabwe
The Reserve Bank Of Zimbabwe dan Pemerintah Zimbabwe telah
melaksanakan redenominasi dollar Zimbabwe sebanyak tiga kali. Redenominasi
pertama kali dilaksanakan pada tahun 2006 dengan mengurangi tiga angka nol
dollar Zimbabwe dari 1.000$Z menjadi 1 new $Z. Seperti yang sudah dijelasakan
diatas bahwa redenominasi di Zimbabwe dilaksanakan karena hiperinflasi.
Terdapat dua penyebab utama terjadinya hiperinflasi di Zimbabwe yaitu kondisi
16
ekonomi dan politik yang tidak stabil. Kondisi ekonomi yang tidak stabil ini
ditunjukan pada tahun 2006, tingkat inflasi mencapai 1.281,1%. Inflasi tinggi ini
sebagai akibat kebijakan pencetakan uang oleh The Reserve Bank of
Zimbabweuntuk memenuhi segala kebutuhan pemerintahan. Selain itu tingkat
pertumbuhan ekonomi Zimbabwe sebesar -3,5%. Sedangkan instabilitas politik
tercermin dari awal kemerdekaan Zimbabwe tahun 1980 sampai saat ini dibawah
kepemimpinan Robert Gabriel Mugabe. Robert Gabriel Mugabe merupakan
presiden Zimbabwe yang sudah tujuh kali berturut-turut menjadi presiden selama
kurang lebih 35 tahun. Karena sikapnya yang otoriter, kegiatan politik,
pemerintahan, ekonomi, dan media masa dikuasai oleh pemerintah Zimbabwe.
Kondisi ekonomi dan politik yang tidak stabil ini membuat tingkat kesejahteraan
masyarakat menjadi buruk dimana kebutuhan dasar masyarakat seperti kesehatan,
pendidikan, sosial dan ekonomi tidak dapat dipenuhi.Oleh sebab itu, bank sentral
dan pemerintah ingin menurunkan inflasi melalui redenominasi. Pada
redenominasi yang pertama ini tidak dilakukan sosialisasi dan edukasi dari bank
sentral dan pemerintah karena kondisi yang tidak kondusif dan media pemberitaan
sangat dibatasi ruang geraknya oleh pemerintah yang berkuasa. Akibatnya tingkat
inflasi satu tahun setelah redenominasi mengalami peningkatan dari 64.931,2%
menjadi 66.212,3% di tahun 2007. Pada tahun 2007 tersebut pemerintah
memutuskan untuk merevaluasi mata uangnya dengan tujuan meningkatkan nilai
dollar Zimbabwe. Justru yang terjadi adalah inflasi kian meningkat menjadi
231.158.889% dengan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar -17,7% ditahun
2008. Hal tersebut menggambarkan kegagalan pemerintah Zimbabwe dalam
melaksanakan redenominasi. Bukannya memilih untuk menganalisis penyebab
lonjakan inflasi, The Reserve Bank of Zimbabwe memutuskan untuk
meredenominasi dollar Zimbabwe yang kedua kalinya yaitu tahun 2008.
Redenominasi yang kedua dilaksanakan pada tahun 2008 dengan tingkat
inflasi sebesar 231.158.889% dan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar -17,7%.
Redenominasi dilaksanakan dengan mengurangi tiga angka nol pada dollar
Zimbabwe dari 10.000.000.000$Z menjadi 10.000.000$Z. Kondisi ekonomi dan
politik yang tidak stabil membuat bank sentral dan pemerintah tidak sempat untuk
17
melakukan sosialisasi dan edukasi redenominasi kembali. Harga barang dan jasa
yang tinggi akibat hiperinflasi membuat masyarakat harus membawa uang yang
banyak untuk melakukan transaksi ekonomi. Bahkan masyarakat harus membawa
gerobak atau tempat yang besar untuk menampung uang karena tidak cukup
dengan menggunakan tangan saja. Untuk mengurangi kesulitan yang dihadapi
masyarakat dalam membawa uang, pemerintah banyak mencetak uang 1 kertas
dengan nominal 100.000.000.000.000.000 ($Z12Triliun) dengan maksud agar
masyarakat tidak perlu membawa uang banyak lagi untuk melakukan transaksi
ekonomi. Namun sayangnya pencetakan uang dengan nominal terbesar di dunia
tersebut tidak sesuai dengan nilainya. Dimana dengan nominal tersebuttidak dapat
untuk membeli sekaleng cola-cola juga membayar ongkos bus di
Zimbabwe.6Pada redenominasi yang kedua ini, pemerintah Zimbabwe mulai
melakukan program stabilisasi perekonomian yang didalamnya terdapat
penyelesaian politik internal dan diterapkannya rezim multi mata uang
(diantaranya dollar Amerika, Euro, Rand) serta penghentian kuasi-fiskal oleh
Reserve Bank of Zimbabwe7. Dampak dari program tersebut, pertumbuhan
ekonomi di Zimbabwe meningkat pesat dari-17,7% menjadi 6,0% dan terjadi
penurunan inflasi yang sangat signifikan dari 231.158.889% menjadi
2.233.713,4%ditahun 2009. Walaupun terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi
yang signifikan, namun kesejahteraan masyarakat masih rendah karena harga
barang dan jasa yang masih mahal akibat inflasi. Merasa tidak berhasil dengan
redenominasi yang kedua karena inflasi yang masih tinggi, pemerintah melakukan
redenominasi untuk yang ketiga kalinya.
Pemerintahan Zimbabwe memutuskan untuk meredenominasi dollar
Zimbabwe yang ketiga kalinya pada tahun 2009 dengan mengurangi dua belas
angka nol dari 1.000.000.000.000$Z menjadi 1$Z.
6 Junanto Herdiawan, Sekaleng Cola Seharga 15 Milyar, www.kompasiana.com, diakses pada
tanggal 26 agustus 2015 ; jam 22.09 WIB. 7 Brian Hungwe, Zimbabwe’s Multi Currency, www.newszimbabwe.com, diakses pada tanggal
26 agustus 2015 ; jam 22.15 WIB.
18
Sumber : World Bank (2015)
Pada redenominasi yang ketiga, tingkat inflasi pada saat dilaksanakannya
redenominasi adalah sebesar 2.233.713,4% dengan tingkat pertumbuhan ekonomi
6,0%. Sebelumnya pemeritah sudah melakukan program stabilitas ekonomi dan
politik Zimbabwe namun sampai penerapan redenominasi ketiga sosialisasi dan
edukasi tidak dilakukan dengan maksimal oleh bank sentral dan pemerintah. Hal
ini terlihat dari masyarakat Zimbabwe mengalami kebingungan antara uang lama
dan uang baru (money ilussion) bahkan ketika masyarakat ingin menukarkan uang
lama ke uang baru, bank sentral tidak dapat menyediakannya (Astrini, 2014). Hal
tersebut membuat masyarakat kebingungan dan ketakutan uang lama tidak bisa
dipakai atau ditukar lagi. Kepanikan ini semakin parah karena kebijakan yang
sebelumnya menggunakan multi mata uang dimana masyarakat merasa bingung
dimana harus menukar, mengembalikan dan sebagainya. Akibatnya inflasi
melonjak lebih tinggi lagi pada tahun 2010 menjadi 6.544.667%. Selanjutnya jika
membandingkan Tingkat inflasi sesudah redenominasi adalah sebesar
231.158.889 dan tingkat inflasi setelah redenominasi adalah sebesar 6.544.667%.
memang terjadi penurunan inflasi yang sangat signifikan. Namun penurunan
inflasi ini masih dalam kategori hiperinflasi dan belum memberi dampak
perbaikan kondisi ekonomi bagi masyarakat Zimbabwe. Dari proses redenominasi
yang dilaksanakan di Zimbabwe ini, dapat diketahui penyebab kegagalan
redenominasi di Zimbabwe yaitu kondisi ekonomi dan politik yang tidak stabil,
599 623 586 1281 662
231158889
2233713 6544668 9657756 11200000 8500000
-50,000,000
0
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Infl
asi
Tahun
Gambar 3
Tingkat Inflasi Zimbabwe (%)
19
tidak adanya sosialisasi dan edukasi, tidak tersedianya uang baru ketika
masyarakat ingin menukarkan uang lama ke uang baru serta kebijakan
redenominasi dilaksanakan dengan tidak disertai program stabilitas perekonomian
yang berkelanjutan. Dari pengalaman di Zimbabwe ini, dapat diketahui bahwa
Kebijakan redenominasi bukanlah kebijakan yang tepat dan dapat digunakan
untuk menurunkan inflasi jika kondisi perekonomian dan politik dalam kondisi
tidak stabil. Keputusan yang tepat adalah diadakan terlebih dahulu program
stabilitas perekonomian dan politik hingga kondisi menjadi kondusif. Jika sudah
stabil maka redenominasi dapat dilaksanakan dan tujuan penurunan inflasi dapat
tercapai.
20
Rusia
Selanjutnya adalah Rusia melaksanakan redenominasi karena hiperinflasi.
The Central Bank of Russia bersama Pemerintah Rusia memutuskan untuk
menerapkan redenominasi Rubel (mata uang Rusia) untuk pertama kalinya pada
tahun 1947 dari 10 Rubel lama menjadi 1 Rubel baru dan yang kedua pada tahun
1961 juga memangkas dari 10 Rubel lama menjadi 1 Rubel baru. Adapun yang
memotivasi pemerintah untuk melakukan redenominasi mata uangnya pada waktu
itu karena hyperinflation. menurut data yang didapat dari World Data Bank, pada
tahun 1993 tingkat inflasi di Rusia sudah mencapai 874,6%. Tentu inflasi yang
tinggi ini sangat mengerus daya beli masyarakat, sehingga masyarakat
menurunkan konsumsi atas barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri. Selain
itu di Rusia pada saat itu juga terjadi instabilitas politik seperti Zimbabwe. Sering
terjadi perubahan-perubahan dalam dunia politik dan pemerintahan, pergantian
kepemimpian serta adanya konflik kepentigan antara eksekutif dan legislatif
sehingga kondisi ekonomi menjadi tidak kondusif. Karena kondisi ekonomi dan
politik yang kurang stabil, proses sosialisasi dan edukasi terhadap kebijakan
redenominasi yang dilakukan pemerintah menjadi tidak maksimal dimana
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah rendah. Pada saat sosialisasi mulai
dilakukan, tidak banyak masyarakat yang setuju dengan kebijakan redenominasi
dan timbul banyak pro dan kontra pada masyarakat. Sosialisasi dan edukasi yang
dilakukan dalam beberapa bulan menciptakan kebingungan di masyarakat.
Sehingga dapat dikatakan Rusia mengalami kegagalan pada redenominasi yang
pertama dan kedua. Kondisi perekonomian Rusia yang tak kunjung stabil setelah
dua kali redenominasi membawa Rusia mengalami krisis pada tahun 1998 yang
sering disebut krisis Rubel. Pada saat itu nilai Rubel terdepresiasi sampai 20%,
akibatnya harga barang-barang impor naik sampai empat kali lipatnya (Prabawani,
2014). Kenaikan harga pangan membuat produksi barang industri-industri yang
ada di Rusia menurun dan terdapat banyak pegawai yang tidak dibayarkan gajinya
yang mencapai 919 juta dollar Amerika.
21
Selain itu menumpuknya hutang luar negri, defisit neraca perdangan
internasional yang disebabkan adanya penurunan permintaan minyak mentah dan
logam non besi Rusia serta terjadi krisis keuangan di Asia.8 membuat
pertumbuhan ekonomi Rusia bernilai -5,3% di tahun 1998. Akibatnya kegiatan
perekonomian di Rusia menjadi lesu. Dana yang dipinjamkan oleh World Bank
dan IMF sebesar 22,6 milyar tidak mampu membuat kondisi perekonomian
menjadi stabil justru semakin diperparah dengan suku bunga yang cukup tinggi
pada saat itu. Di kondisi perekonomian yang tidak stabil ini, The Central Bank of
Russia dan Pemerintah memutuskan untuk meredenominasi Rubel ketiga kalinya.
Di tahun 1998 atau pada saat dijalankannya kebijakan redenominasi, tingkat
inflasi adalah sebesar 22,7%. Masuk dalam kategori galloping inflation, inflasi
ini cukup berbahaya bagi perekonomian dan tidak cocok untuk dilakukan
redenominasi mata uang. Mengingat banyak masyarakat yang belum paham benar
akan arti redenominasi. Selain itu tingkat pertumbuhan ekonomi bernilai -5,3%.
Kondisi yang tidak stabil ini semakin diperparah dengan adanya kebijakan
devaluasi Rubel pada 17 Agustus 1998.
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan moneter Rusia adalah
stabilitas nilai tukar. Namun yang terjadi nilai tukar tidak stabil karena adanya
permasalahan dan goncangan dari pihak eksternal seperti naiknya harga minyak
dunia. Akibatnya, masyarakat mengalami kebingungan dan kepanikan. Kepanikan
dan kebingungan ini ditambah dengan adanya kebijakan pemerintah yang
meminta masyarakat untuk mengganti uang lama menjadi uang baru hanya dalam
beberapa bulan saja. Salah satu contoh kebingungan masyarakat terjadi di salah
satu toko di Moscow. Ketika seorang ibu ingin membayar roti yang dibelinya,
penjaga kasir malah menanyakan uang yang diberikan oleh pembeli itu dalam
uang lama atau uang baru. Bahkan semakin bingungnya penjaga kasir, dia
memanggil temannya untuk membantunya memberi kembalian kepada ibu yang
membeli roti tersebut. adapun alasan penjaga kasir melakukan hal tersebut karena
8 Reynaldo De Archellie, Putin, Rusia dan WEC, www.unisosdem.org, diakses pada tanggal 1
Oktober 2014; 21.58 WIB
22
dia tidak ingin ditipu oleh pembeli toko roti tersebut.9 Kejadian tersebut membuat
antrian panjang dan kegiatan ekonomi justru tidak berjalan dengan baik seperti
yang diharapkan. Selain itu banyak toko yang tidak mengikuti aturan yang
diberikan pemerintah. Pemerintah memerintahkan proses transisi berjalan satu
tahun, namun penjual di Rusia ini justru bersikap untuk tidak menerima
pembayaran uang dengan nominal 100 dan 500 Ruble lama yang diberikan
kepada masyarakat dalam beberapa bulan yang akan datang. Hal tersebut
dilakukan karena tidak percayanya masyarakat kepada pemerintahan dan
ketakutan penyediaan uang baru tidak tersedia oleh Pemerintah. Karena hal-hal
tersebut, inflasi meningkat signifikan pada tahun 1999 menjadi 85,7%. Selain
karena kepanikan dan kebingungan masyarakat terhadap mata uang baru,
masyarakat menganggap pemerintah telah merampok uang masyarakat dari
pendapatan yang banyak menjadi sedikit. Hal tersebut menggambarkan bahwa
telah terjadi money illusion pada masyarakat.
Sumber : World Bank (2015)
Jika membandingkan tingkat inflasi sebelum redenominasi dan sesudah
redenominasi, tingkat inflasi satu tahun sebelum redenominasi adalah sebesar
9 Stephanie Baker, Russia : Ruble Redenomination Just Getting Started, www.rferl.org, diakses
pada 5 Oktober 2015; 14.41 WIB
874.6
307.6
197.5
47.7 14.8 27.7
85.7 20.8 21.5 15.8 13.7
0.0
100.0
200.0
300.0
400.0
500.0
600.0
700.0
800.0
900.0
1000.0
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Infl
asi
Tahun
Gambar 4
Tingkat Inflasi Rusia (%)
23
14,8% lebih kecil dari tingkat inflasi satu tahun sesudah redenominasi yakni
sebesar 85,7%. Terjadi peningkatan inflasi yang sangat tinggi setelah
dilaksanakannya redenominasi ini.
Berbeda dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi
satu tahun setelah redenominasi meningkat tajam dari -5,3% menjadi 6,4% dan
terus meningkat menjadi 10% di tahun 2000. Menurut Archellie (2009)10
selama
proses krisis Rubel ini, Presiden tetap mendorong konsumsi masyarakat,
memberikan jaminan sosial kepada masyarakat serta berusaha menciptakan
lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya. Beliau mencoba membangun
kepercayaan masyarakat kembali. Dari pengalaman Rusia ini, dapat dilihat
beberapa penyebab kegagalan redenominasi adalah redenominasi dilaksanakan
pada saat terjadi krisis keuangan akibatnya inflasi terus meningkat, kondisi politik
yang tidak stabil membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah
rendah akibatnya masyarakat menganggap pemerintah telah merampok uang
masyarakat, penerapan redenominasi dibarengi dengan kebijakan devaluasi mata
uang, sosialisasi yang tidak maksimal menyebabkan pro dan kontra redenominasi
sehingga beberapa masyarakat yang kontra mengambil kebijakan sendiri dalam
proses redenomiansi, waktu penukaran uang lama ke uang baru dalam beberapa
bulan membuat masyarakat ketakutan dan merasa tidak cukupnya uang baru untuk
ditukar, serta terjadinya money ilussion, yaitu masyarakat merasa pendapatannya
menjadi sedikit sejak dilakukannya redenomiansi, kebijakan redenominasi tidak
diikuti dengan program stabilitas dan perbaikan fundamental perekonomian
sehingga jika ada guncangan perekonomian kondisi perekonomian tetap dalam
kondisi stabil.
10
Reynaldo De Archellie, Putin, Rusia dan WEC, www.unisosdem.org, diakses pada tanggal 1
Oktober 2014; 21.58 WIB
24
Ghana
Ghana meredenominasi mata uangnya yaitu Cedi pada tahun 2007.
Ghana mengurangi empat angka nol pada mata uangnya dari 10.000 Cedi menjadi
1 Cedi. Adapun yang menjadi alasan redenominasi Cedi Ghana adalah untuk
menurunkan tingkat inflasi. Ghana mengalami inflasi parah yakni 116,5% pada
tahun 1977, berutung dengan kebijakan demonetisasi yaitu kebijakan
penghapusan atau penarikan alat pembayaran tertentu dengan tujuan untuk
mengurangi jumlah uang beredar pada saat itu berhasil dilaksanakan. Kebijakan
demonetisasi dilaksanakan pada tahun 1979 dengan mengurangi 30% dari uang
Ȼ 5000 dan 50% dari uang Ȼ 50.000 (Dzokoto, 2013). Sebagai negara berkembang
yang juga memiliki karakteristik yang sama dengan Indonesia, pada saat itu
Ghana dililit bayak hutang dimana sampai tahun 1992, hutang Ghana mencapai
US$4,3 Milyar.11
Pada saat itu karena inflasi yang tinggi memaksa masyarakat
membawa uang dalam tempat yang besar ketika melakukan transaksi yang besar
dimana membutuhkan nominal uang yang cukup banyak atau dikenal dengan
sebutan Pile of Bricks. Kondisi inflasi yang tergolong tinggi juga berdampak pada
kurs yang terdepresiasi sehingga semakin rendah jika dibandingkan mata uang
kuat seperti dollar Amerika. Sebagai contoh pada tahun 2001 US$1 sama dengan
95,161617 Cedi. Kondisi ini menyebabkan sering terjadi kesalahan catat dan
perhitungan dengan software dan hardware yang terbatas (Dzokoto, 2013). Selain
berdampak terhadap kondisi ekonomi, hiperinflasi di Ghana juga menyebabkan
kondisi politik tidak stabil yang ditandai dengan tingginya tingkat kejahatan.
Kondisi dampak inflasi yang begitu kompleks membuat pemerintah Ghana
melakukan redenominasi pada tahun 2007 dengan tujuan mestabilkan tingkat
inflasi. Pertama-tama penerapan redenominasi dilakukan dengan sosialisasi dan
edukasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dzokoto et al (2013) Persiapan
yang dilakukan oleh Ghana untuk melaksanakan redenominasi kurang maksimal.
Hal ini terlihat dari sosialisasi dan edukasi yang dilakukan hanya tujuh bulan
sebelum dilakukannya redenominasi. Sebelumnya, proposal perencanaan
11
U.S. Library Of Congress, Debt and Inflation, countrystudies.us, diakses pada tanggal 1
Oktober 2014; 22.59 WIB.
25
redenominasi yang seharusnya diserahkan kepada pihak legislatif belum
diserahkan oleh Bank Of Ghana (Dzokoto, 2013). Padalah proposal redenominasi
ini sangat penting guna pembuatan peraturan dan sistem yang mengatur tentang
redenominasi di Ghana. Selain itu beliau juga mengatakan bahwa perubahan
nominal uang yang dilakukan Ghana tidak ada rencana untuk membawa dan
mengembangkan perekonomian Ghana ke arah yang lebih baik. Sosialisasi dan
edukasi hanya dilakukan di Televisi, koran, radio serta poster tentang
redenominasi. Pada saat itu penduduk Ghana mencapai sekitar 23 juta penduduk
dengan beragam agama dan kehidupan sosial yang berbeda-beda dimasyarakat.
Tidak semua masyarakat memiliki sumber informasi yang sama satu dengan yang
lainnya. Sosialisasi ini hanya dilakukan lewat media massa dan pertemuan-
pertemuan lembaga negara tanpa adanya langsung turun kepada masyarakat.
Akibatnya tidak semua masyarakat paham benar mengenai redenominasi. Tentu
selama proses edukasi, terjadi pro dan kontra dari masyarakat yang diwakili oleh
media massa. Namun Bank Of Ghana mengklaim bahwa 95% masyarakat paham
mengenai rencana redenominasi tapi 65% dari masyarkat tidak mengetahui
dampak dari redenominasi. Selanjutnya media massa Ghana lebih banyak blow up
mengenai akan adanya inflasi yang semakin parah setelah adanya redenominasi
juga tidak adanya lagi sebutan milyarder di Ghana. Tentu hal ini membentuk
ekspektasi inflasi masyarakat bahwa inflasi di masa yang akan datang semakin
tinggi. Setelah itu, Bank Of Ghana hanya memberikan waktu enam bulan untuk
melakukan penukaran antara uang lama dan uang baru. Tentu itu merupakan
waktu yang sangat kurang untuk dapat menukarkan semua uang lama ke uang
baru dalam perekonomian Ghana.Tingkat inflasi Ghana saat melaksanakan
kebijakan redenominasi yaitu sebesar 10,7%. Tingkat inflasi ini tergolong belum
stabil.
Namun pemeritah Ghana tetap ingin melaksanakan kebijakan
redenominasi. Pada tahun 2008, tingkat inflasi langsung meningkat menjadi
16,5%. Hal tersebut membuktikan bahwa jika redenominasi dilaksanakan pada
saat inflasi tidak stabil maka tingkat inflasi tahun sebelumnya akan meningkat.
Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Pambudi (2014) bahwa
26
instabilitas inflasi pada saat pelaksanaan redenominasi menciptakan instabilitas
inflasi yang lebih tinggi pada satu tahun sesudahnya. Namun hal tersebut berbeda
dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Ghana. Pada saat dilaksanakannya
redenominasi pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5%. pertumbuhan ekonomi satu
tahun sesudahnya meningkat sebesar 8,4%. Peningkatan ini terjadi karena adanya
peningkatan konsumsi masyarakat akibat money illusion dan juga bertambahnya
investasi di Ghana. Tentu hal ini menjadi dampak positif setelah dilaksanakannya
redenominasi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pambudi et
al (2014) yag mengatakan bahwa redenominasi yang dilaksanakan pada saat
pertumbuhan ekonomi positif akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi satu
tahun setelah redenominasi. Adapun beberapa penyebab peningkatan inflasi yaitu
terjadinya money illusion oleh masyarakat. Money illusion adalah suatu kondisi
dimana masyarakat mengalami kebingungan dalam mengintepretasi nilai riil dan
nilai nominal pada uang. Dampak money illusion ini dapat dilihat dari
meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat sebesar 20% (Dzokoto, 2013).
Peningkatan konsumsi ini disebabkan karena masyarakat menganggap dengan
hilangnya angka nol pada Cedi maka harga juga menjadi lebih murah sehingga
pembelian barang dan jasa oleh masyarakat meningkat. Selain itu masalah money
illusion juga terjadi dengan semakin meningkatnya sumbangan yang diberikan
antar masyarakat di Ghana. Ghana termasuk negara yang memiliki tingkat sosial
yang tinggi (Prabawani, 2014). Masyarakat Ghana menganggap bahwa
sumbangan yang diberikan kepada sesama masyarakat terlalu kecil dan
memutuskan untuk menambah sumbangannya. Dampak lainnya adalah sebutan
milyarder menjadi berkurang di Ghana.
Selain itu juga inflasi meningkat disebabkan karena adanya
Trivialization. Trivializationadalah kondisi dimana penjual tidak memiliki uang
kembalian kecil yang menjadi hak konsumen dan pembeli juga “ikhlas” dengan
tidak meminta uang kembalian yang secara nominal semakin kecil dari
sebelumnya. Masalah Trivialization ini semakin menekan inflasi yang
dikarenakan penjual melakukan pembulatan harga keatas. Selain itu juga terjadi
kebingungan yang dihadapi masyarakat dalam mengkonversi dari uang lama ke
27
uang baru. Kebingungan ini sempat membuat konsumen membayar lebih kepada
produsen yang tidak jujur. Tetapi produsen juga sempat mengalami kebingungan
karena tidak memiliki kembalian sehingga membuat konsumen bingung dalam
mengambil keputusan untuk membeli barang dan jasa tersebut atau tidak. Karena
tidak memiliki kembalian yang pas (tidak maunya juga menggunakan uang koin
untuk kembalian atau sebagai pembayaran), terkadang konsumen memutuskan
untuk membeli lebih banyak dari yang diharapakan atau memutuskan tidak
membeli barang tersebut. Selain itu, masyarakat juga masih bingung dengan nilai
uang yang tiba-tiba menjadi kecil dan merasa tidak ada uang (money illusion) dan
juga uang koin yang digunakan oleh masyarakat dianggap semakin pembayaran
yang tidak sah karena nilainya yang begitu kecil. Namun uang tersebut masih
beredar di masyarakat.
Sumber : World Bank (2015)
Selanjutnya, jika membandingkan tingkat inflasi sebelum redenominasi
dan tingkat inflasi sesudah redenominasi, tingkat inflasi sebelum redenominasi
adalah sebesar 10,9% dan tingkat inflasi sesudah dilaksanakannya redenominasi
adalah sebesar 16,5%. Dari perbandingan tersebut jelas terlihat terjadi
peningkatan inflasi yang cukup signifikan. Berdasarkan hal tersebut dapat
dikatakan bahwa redenominasi memiliki pengaruh terhadap inflasi. Peningkatan
25.2
32.9
14.8
26.7
12.6 15.1
10.9 10.7
16.5 19.3
10.7 8.7 9.2
11.6
15.5
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Infl
asi
Tahun
Gambar 6
Tingkat inflasi Ghana (%)
28
inflasi tersebut masih dalam kategori galloping inflation yang menggambarkan
belum terjadinya stabilitas inflasi sepenuhnya.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amoako et al
(2014) bahwa hanya 46% masyarakat yang nyaman menggunakan uang baru
sedangkan sisanya mengalami kesulitan dalam menggunakan uang baru.
Walaupun terjadi peningkatan inflasi, namun terdapat beberapa dampak positif
dari pelaksanaan redenominasi di Ghana yakni berkurangnya tingkat kejahatan
karena nominal yang dibawa menjadi lebih sederhana, portabilitas meningkat
yakni masyarakat hanya perlu membawa dompetnya untuk membawa uang, serta
sistem pencatatan menjadi lebih sederhana dapat disesuaikan dengan software dan
hardware yang ada (Ioana, 2009).Dari pengalaman Ghana ini dapat diketahui
beberapa penyebab kegagalan redenominasi Ghana adalah tingkat inflasi yang
belum stabil ditambah dengan sosialisasi dan edukasi yang hanya dilakukan di
media massa menimbulkan ilusi uang dan trivialization yang menyebabkan
terjadinya peningkatan inflasi pasca redenominasi. Media massa membentuk
ekspektasi inflasi masyarakat yang akan terus meningkat dengan tidak adanya
penjelasan atau kerja sama dengan bank sentral atau pemerintah, peraturan
perundangan redenominasi tidak dipersiapkan dengan baik oleh Bank Sentral
Ghana sehingga ada pemikiran tujuan bank sentral yang bukan membawa
perekonomian ke kondisi yang lebih baik. Oleh sebab itu dapat dikatakan tujuan
Ghana untuk meningkatkan menurunkan inflasi belum dapat tercapai.
Polandia
Polandia adalah contoh terakhir negara yang melaksanakan redenominasi
karena inflasi tinggi. Negara yang merdeka pada tanggal 11 November 1918 ini
menerapkan redenominasi dengan menghilangkan empat angka nol dari 10.000
Zloty menjadi 1 Zloty pada tahun 1995. Adapun yang menjadi alasan The
National Bank of Poland dan Pemerintah Polandia melakukan redenominasi
adalah untuk mestabilkan tingkat inflasi. Pada tahun 1990, tingkat inflasi di
Polandia mencapai 555,4%. Pada awalnya, perekonomian Polandia menganut
sistem ekonomi komunis dimana segala macam sumber daya berada ditangan
29
swasta dan pemilik modal serta tidak ingin terbuka terhadap perekonomian
internasional. Negara yang kaya akan batu bara ini, dieksploitasi sumber dayanya
sehingga hanya segelintir orang yang kaya dan banyak yang menjadi miskin,
distribusi pendapatan di Polandia menjadi tidak merata. akibatnya terjadi inflasi
yang tinggi Polandia dan mulai banyak gerakan masyarakat yang menentang
sistem komunis tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah mulai
melakukan program stabilisasi dan perbaikan fundamental ekonomi dan politik
Polandia. Program tersebut sukses dilaksanakan karena dapat menurunkan inflasi
menjadi dua digit yakni sebesar 76,7% (1991), 45,3% (1992), 36,9% (1993),
33,3% (1994) dan 28,1% (1995). Melihat tren inflasi yang positif bagi
perekonomian, bank sentral dan pemerintah memutuskan untuk melaksanakan
redenominasi pada tahun 1995. Kondisi ekonomi dan politik yang mulai stabil
memudahkan bank sentral serta pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan
edukasi tentang redenominasi kepada masyarakat. Adapun salah satu program
stabilisasi yang sudah difikirkan oleh pemerintah adalah redenominasi. Oleh
sebab itu, pemerintah mulai melakukan sosialisasi dan edukasi redenominasi.
Dimulai dari media massa dan kerja sama dari berbagai pihak dalam
menyukseskan redenominasi. Setelah itu diikuti dengan pembuatan peraturan
perundangan redenominasi, pencetakan uang baru dengan karakteristik yang sama
dengan uang lama, juga adanya dual circulation yakni menerbitkan uang baru
bersama-sama dengan tetap berlakunya uang lama dan dual pricetagging yaitu
pemberian harga pada barang yang dijual dalam harga nominal uang lama dan
nominal uang baru. Bank Sentral Polandia butuh waktu kurang lebih 10 tahun
untuk menyukseskan pelaksanaan redenominasi ini. Yang menarik dari sosialisasi
dan edukasi redenominasi di Polandia adalah diadakannya Kampanye
redenominasi yang dilakukan pemerintah bekerja sama dengan instansi dan
universitas untuk mengkampanyekan redenominasi. Sehingga masyarakat dapat
paham dengan maksud dan tujuan dari kebijakan redenominasi. Setelah itu,
karena yakin masyarakat sudah paham dan setuju dengan redenominasi, akhirnya
pemerintah memutuskan untuk meredenominasi Zloty. Berikut adalah gambaran
inflasi di Polandia masa redenominasi
30
Sumber : World Bank (2015)
Jika kita lihat pada gambar 10, tingkat inflasi pada saat dilaksanakannya
redenominasi adalah sebesar 28%. Inflasi ini termasuk dalam galloping inflation
dan bersifat tidak stabil. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, inflasi
jenis ini tidak cocok untuk dilaksanakan redenominasi. Tetapi jika dilihat tren atau
kecenderungan inflasi, tingkat inflasi cenderung turun dari sebelum redenominasi
dan setelah redenominasi. Setelah redenominasi tingkat inflasi mengalami
penurunan berturut-turut yaitu sebesar 19,8% (1996); 15,1% (1997); 11,7%
(1999) dan 5,5% (2001). Adapun yang menjadi penyebab penurunan inflasi pasca
dilaksanakan redonominasi disaat inflasi tidak stabil yaitu dengan diikutinya
program stabilitas perekonomian. Program stabilitas perekonomian ini seperti
mencoba menarik investasi dari berbagai negara, mulai dibangunnya infrastruktur
untuk memperlancar kegiatan perekonomian dan memperbaiki anggaran
pemerintah. Sehingga jika dilihat dari tingkat inflasi pada saat dilaksanakannya
redenominasi, redenominasi ini dikatakan sukses karena dapat menurunkan inflasi
dari kategori galliponginflation menjadi creeping inflation. Dilihat dari sisi
pertumbuhan ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi pada saat dilakukannya
redenominasi adalah sebesar 7%. Pertumbuhan ini sangat stabil. Namun satu
tahun setelah redenominasi justru menurun sebesar 6,2%. Penurunan pertumbuhan
ekonomi ini disebabkan karena adanya penurunan permintaan minyak dunia yang
244.6
555.4
76.7 45.3 36.9 33.3 28.1 19.8 15.1 11.7 7.3 10.1 5.5
0.0
100.0
200.0
300.0
400.0
500.0
600.0
1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
Infl
asi
Tahun
Gambar 7
Tingkat inflasi Polandia (%)
31
pada saat itu harga minyak dunia mulai naik. Selanjutnya, tingkat inflasi sebelum
dilaksanakannya redenominasi adalah sebesar 33,3% dibandingkan dengan tingkat
inflasi setelah dilaksanakan redenominasi adalah sebesar 19,8%. Terjadi
penurunan tingkat inflasi yang sangat signifikan sebelum dan sesudah
redenominasi.
Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa perekonomian Polandia yang
mengalami permasalahan namun selanjutnya inflasi cenderung turun. Setelah itu
tingkat inflasi sesudah dilaksanakan redenominasi adalah cenderung turun dan
stabil. Artinya inflasi dapat menjadi stabil jika diikuti dengan program stabilitasi
perekonomian. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ioana (2009) bahwa redenominasi yang diikuti dengan program stabilitas
perekonomian dapat menurunkan tingkat inflasi.
Berdasarkan pengalaman redenominasi di Polandia, dapat diketahui
beberapa hal yang membuat keberhasilan polandia adalah adanya program
stabilitas dan perbaikan fundamental ekonomi yaang membawa ekonomi menjadi
stabil dan inflasi cenderung turun, dengan ekspektasi inflasi yang terus turun
pemerintah berani untuk melaksanakan redenominasi disaat inflasi dalam keadaan
kurang stabil. Namun hal ini perlu diwaspadai karena inflasi lebih dari 10%
menggambarkan ketidakstabilan perekonomian. Keberhasilan ini didukung oleh
sosialisasi dan edukasi yang dilakukan dengan bertahap bahkan sampai
melakukan kampanye redenominasi di seluruh lapisan masyarakat agar
masyarakat benar-benar paham akan kebijakan redenominasi. Adapun dampak
positif dari dilaksanakannya redenominasi adalah tingkat inflasi menjadi stabil
dari hyperinflation menjadi creeping inflation.
Proses Pelaksanaan Redenominasi Dimana Kredibilitas Mata Uang Sebagai
Alasan
Turki
Turki melaksanakan redenominasi pada tahun 2005 dengan memotong
langsung enam angka nol pada 1.000.000.000 Lira lama menjadi 1 Lira Baru.
Adapun yang menjadi alasan Pemerintah Turki untuk meredenominasi mata
32
uangnya adalah meningkatkan kredibilitas mata uang nasionalnya. Walaupun
sempat memiliki sejarah inflasi yang tidak stabil yaitu tahun 2000 inflasi sebesar
54,9% namun pada saat pelaksanaan redenominasi tahun 2005 inflasi Turki dapat
dikatakan sudah lebih baik yaitu sebesar 10,1%. Karena adanya program stabilitas
perekonomian yang dijalankan pemerintah sebelum dilaksanakan redenominasi,
akhirnya tingkat inflasi Turki setiap tahunnya mengalami penurunan yakni 54,4%
(2001), 45,0% (2002), 25,3% (2003), 10.6% (2004) dan 10,1% (2005). Menurut
MRI Bankers Guide to Foreign Currency (2005) dalam Ioana (2009) denominasi
tertinggi diseluruh dunia pada tahun 2004 adalah 20.000.000 Lira, mata uang
Turki. Dimana denominasi ini memiliki nilai sebesar 15,04 dalam USD.
Pencetakan uang kertas ini memiliki efek negatif terhadap kredibilitas Lira
dimasyarakat. Jika hal ini terus dibiarkan, maka yang terjadi adalah sikap
masyarakat yang cenderung menggunakan mata uang asing terutama dollar
Amerika untuk transaksi perekonomian masyarakat (dollarization). Hal tersebut
akan berpengaruh terhadap nilai tukar Liu terhadap dollar yang akan terdepresiasi
terus.
Selain itu juga sistem pencatatan statistik yang terbatas mendorong
Pemerintah Turki untuk memangkas enam angka nol pada Lira. Oleh sebab itu
pemerintah dan bank sentral ingin meredenominasi Lira.Pada waktu itu, saat
sedang mengalami inflasi tinggi, Pemerintah Turki sudah berencana untuk
meredenominasi Lira agar kredibilitas Lira meningkat. Pemerintah Turki sudah
mulai melakukan publikasi dan edukasi kepada masyarakat bahwa Liu akan
segera diredenominasi sambil menunggu inflasi yang stabil (Seftiningsih, 2013).
Edukasi ini membentuk ekspektasi inflasi masyarakat Turki bahwa diwaktu yang
akan datang, inflasi akan cenderung turun. Walaupun belum yakin dengan pasti
kapan redenominasi akan dilaksanakan namun ekspektasi inflasi masyarakat ini
membawa inflasi pada tahun-tahun mendatang benar menjadi turun dan stabil.
Sehingga dapat dikatakan kurang lebih 15 tahun Bank Sentral dan Pemerintah
bekerja sama memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat (Suhendra et
al, 2012). Selanjutnya proses redenominasi dilakukan secara bertahap. Mulai dari
pengesahan peraturan perundangan tentang redenominasi, penyiapan infrastruktur
33
redenominasi berupa software dan hardwere, pencetakan uang baru sesuai
kebutuhan yang sama persis dengan uang lama hanya beda di nominal nol saja.
Bentuk, ukuran, gambar, warna dibuat sama persis sehingga tidak menimbulkan
kebingungan dimasyarakat. Selain itu juga di media massa dibahas berbagai
kemungkinan yang akan terjadi setelah redenominasi dan media massa blow up
berita mengenai pembulatan harga dampaknya tidak akan terjadi pembulatan di
masyarakat (Syahputra, 2014). Selanjutnya menurut Habir (2010)12
ada sebutan
yang digunakan untuk mata uang lama dan mata uang baru. Transaksi yang
menggunakan uang lama disebut Old Turkish Lira (TLY) dan transaksi yang
menggunakan uang baru disebut New Turkish Lira (TRL). Penyebutan ini dapat
meminimalisir kebingungan yang dialami masyarakat. Setelah masyarakat paham
benar akan redenominasi, redenominasi dilaksanakan. Berikut gambaran inflasi di
Turki:
Sumber : World Bank (2015)
Tingkat inflasi pada saat dilaksanakannya redenominasi adalah sebesar
10,6% dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 8,4%. Meskipun tingkat inflasi
masih tergolong galloping inflation, namun redenominasi mata uang sudah dapat
12
Manggi Habir, Redenomination : How Not To Socialize Policy, www.thejakartapost.com,
diakses pada tanggal 5 Oktober 2015; 14.41 WIB.
80.3
85.7
84.6 64.9
54.9
54.4
45.0 25.3
10.6
10.1
9.6
8.8
10.4
6.3 8.6
6.5 0.010.020.030.040.050.060.070.080.090.0
100.0
Infl
asi
Tahun
Gambar 8
Tingkat Inflasi Turki (%)
34
dilaksanakan mengingat sosialisasi dan edukasi yang sudah dilakukan sejak tahun
1990-an dan pertumbuhan ekonomi yang positif yaitu sebesar 8,4% mendorong
pemerintah yakin untuk untuk menghapus enam angka nol pada Lira.
Selain itu kondisi politik yang stabil mendorong tercapainya tujuan redenominasi.
Adapun tingkat inflasi satu tahun pasca dilaksanakannya redenominasi turun
menjadi 9,6%. Penurunan tingkat inflasi ini menggambarkan kesuksesan
redenominasi. Jika dibandingkan tingkat inflasi sebelum redenominasi adalah
sebesar 10,6% dengan tingkat inflasi sesudah redenominasi adalah sebesar 9,6%
maka dapat dikatakan redenominasi memiliki pengaruh positif terhadap inflasi
dengan terjadinya penurunan inflasi sebesar 1%. Namun justru pertumbuhan
ekonomi satu tahunnya semakin turun menjadi 6,9%. Penurunan pertumbuhan
ekonomi disebabkan karena terjadi kenaikan harga minyak dunia ditahun 2005-
2006.Walaupun inflasi sempat meningkat pada tahun 2008 sebesar 10,4% namun
inflasi turun kembali pada tahun 2009 menjadi 6,3%. Penurunan inflasi setelah
dilaksanakan redenominasi menggambarkan bahwa redenominasi memiliki
dampak postif terhadap inflasi. Menurut penelitian Ioana (2009) setelah
dilaksanakan redenominasi, dengan menurunnya tingkat inflasi, yang tadinya
denominasi tertinggi diseluruh dunia pada tahun 2004 adalah 20.000.000 Lira
memiliki nilai sebesar 15,04 dalam USD namun setelah redenominasi nilai tukar
US$1 sama dengan 1,3448 YTL (Yeni Turkey Lira) dan 1Euro sama dengan
1,6361 YTL. Selain itu, proses pencatatan, perhitungan statistis menjadi lebih
sederhana. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa Tujuan redenominasi Turki
yakni meningkatkan kredibilitas Lira sudah tercapai.
Dari pengalaman redenominasi Turki dapat diketahui beberapa hal yang
menyukseskan redenominasi Turki adalah redenominasi dilaksanakan dalam
kondisi galopping inflationsebesar 10,1%, pertumbuhan ekonomi dan politik yang
stabil, sosialisasi dan edukasi dilakukan lebih dari 10 tahun yang membawa
ekspektasi inflasi oleh masyarakat menjadi stabil, bank sentral dan pemerintah
memanfaatkan media massa untuk memblow up berita pembulatan harga yang
menjadi keresahan masyarakat sehingga isu pembulatan harga tidak terjadi selama
proses redenominasi, redenominasi dilakukan secara bertahap mulai dari
35
pembuatan peraturan perundangan redenominasi, pencetakan uang baru yang
memiliki bentuk, ukuran, warna yang sama dengan uang lama serta sebutan yang
berbeda untuk uang lama dan uang baru sangat membantu masyarakat sehingga
tidak mengalami kebingungan, proses pertukaran uang lama ke uang baru hanya
dalam dua tahun dengan sistem dual curculation dan dual price tagging. Adapun
manfaat yang dirasakan oleh Turki ialah akibat inflasi yang turun, kredibilitas Lira
meningkat yang ditunjukan nilai tukar yang lebih sederhana dibandingkan dengan
mata uang kuat seperti dollar Amerika dan Euro. Manfaat lain yang dirasakan
oleh masyarakat adalah sistem pencatatan, pengolahan data keuangan dan lainnya
menjadi lebih sederhana.
Romania
Romania meredenominasi mata uangnya yaitu Lei pada tahun 2005. The
National Bank of Romania dan Pemerintah Romania bersama-sama memutuskan
untuk mengurangi empat digit angka nol pada Lei dari 10.000 Lei lama menjadi 1
Leu baru. Adapun yang menjadi alasan Bank Nasional Romania dan Pemerintah
Romania meredenominasi Leu adalah untuk meningkatkan kredibilitas dan
kesetaraan ekonomi khususnya di negera-negara Uni Eropa. Dalam proses
pembangunan ekonomi, negara yang berada dikawasan Eropa Tenggara ini
berniat untuk menyamakan kedudukan Leu pada mata uang Euro dan Dollar
Amerika Serikat. Walaupun sudah bergabung dengan Uni Eropa, namun Uni
Eropa belum memperbolehkan masyarakat Romania menggunakan Euro sebagai
mata uang nasional. Inflasi yang tinggi pada tahun 2000 yakni sebesar 45,67%
membuat masyarakat Romania beralih menggunakan Euro atau Dollar sebagai
alat transaksi. Selain itu akibat inflasi yang tinggi, nilai tukar sebelum
redenominasi adalah 29,891Lei/US$1 dan 36,050Lei/1Euro. Karena hal-hal
tersebut pemerintah ingin menerapkan redenominasi.
Pada waktu itu Gubernur Bank Nasional Romania, Mugur Isarescu
terinspirasi dari Turki yang mampu meredenominasi mata uangnya sampai 6
angka nol sehingga ingin mencontoh Turki dalam memangkas angka nol pada
Lira.Karenanya sepuluh tahun sebelum dilaksanakannya redenominasi, bank
36
sentral dan pemerintah telah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada
masyarakat. Proses edukasi dan sosialisasi yang dilakukan Romania tidak jauh
berbeda dengan Turki. Sebelum redenominasi, Pemerintah mengesahkan
peraturan redenominasi, Bank Sentral Romania juga sudah mencetak uang baru
yang akan diedarkan ke masyarakat. Pencetakan uang ini menggunakan warna,
ukuran, bentuk, gambar yang sama dengan uang lama agar masyarakat tidak
bingung. Sama seperti Turki yang melakukan pembedaan penyebutan pada
masing-masing mata uang, Romania juga menggunakan cara yang sama. RON
untuk uang baru dan ROL untuk uang lama, sehingga 1RON sama dengan
10.000ROL. Bank Sentral dan pemerintah juga turun ke masyarakat melakukan
sosialisasi dan edukasi sampai masyarakat benar-benar mengerti tentang manfaat
redenominasi. Pada tanggal 31 Desember 2006, ROL sudah dapat ditarik dari
perekonomian, namun bagi masyarakat yang masih memiliki RON masih
diperbolehkan untuk menukarkan uang tersebut di bank-bank yang ada di
Romania. Sudah mantap dengan sosialisasi dan edukasi, pemerintah eksekusi
pergantian uang lama ke uang baru. Selanjutnya gambaran inflasi di Romania:
Sumber : World Bank (2015)
Tingkat inflasi pada saat dilaksanakannya redenominasi Leu adalah
sebesar 8,9%. Inflasi ini tergolong stabil untuk melaksanakan redenominasi.
Karena dilaksanakan pada saat inflasi stabil maka inflasi tahun selanjutnya
154.8
59.1 45.8
45.7
34.5
22.5
15.3
11.9
9.0
6.6
4.8
7.8
5.6
6.1
5.8
3.3
4.0
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
Infl
asi
Tahun
Gambar 8
Tingkat Inflasi Romania (%)
37
menjadi turun signifikan menjadi 6,6%. Hal tersebut juga terjadi pada
pertumbuhan perekonomian Romania ditahun 2005 sebesar 4,3% dan meningkat
signifikan menjadi 8,7%. Peningkatan pertumbuhan perekonomian ini selain
pengaruh tidak langsung redenominasi yaitu dimana nilai tukar Lei terapresiasi
dari 29,89Lei menjadi 2,98 Lei per US$1 dan dari 36,050 Lei menjadi 3,6Leu per
1Euro (Juanda, 2013). Sehingga banyak investor menginvestasikan dananya ke
Romania. Selanjutnya jika dibandingkan tingkat inflasi sebelum redenominasi dan
sesudah redenominasi, tingkat inflasi sebelum dilaksanakan redenominasi adalah
sebesar 11,9% dan tingkat inflasi sesudah redenominasi menjadi 6,6%. Terjadi
penurunan inflasi yang cukup berarti dari galloping inflation menjadi creeping
inflation. Penurunan inflasi setelah dilaksanakan redenominasi menggambarkan
bahwa redenominasi memiliki pengaruh terhadap inflasi dan dan dapat
menurunkan inflasi jika dilaksanakan pada saat perekonomian stabil. Berdasarkan
pengalaman Romania tersebut, dapat dilihat hal-hal yang menyukseskan
redenominasi di Romania adalah redenominasi dilaksanakan pada saat kondisi
ekonomi yang stabil sehingga inflasi selanjutnya dapat turun, sosialisasi dan
edukasi telah dilaksanakan kurang lebih 10 tahun dengan langsung turun ke
masyarakat sehingga masyarakat paham akan tujuan dan manfaat redenominasi,
pencetakan uang baru yang sama dengan uang lama namun beda di jumlah angka
nol serta penyebutan ROL untuk uang lama dan RON untuk uang baru dan juga
sistem dual circulation dan dual price tagging. Adapun manfaat yang dirasakan
dengan menurunnya inflasi pasca redenominasi adalah meningkatnya tingkat
kredibilitas dan efek psikologis yaitu kebanggaan terhadap Leu Romania
meningkat dan percaya diri dalam kegiatan ekonomi dengan negara Uni Eropa
lainnya.
Demikianlah proses redenominasi masing-masing negara dengan alasan
hiperinflasi dan kredibilitas mata uang. berikut rangkuman rincian teknis
mengenai redenominasi yang sudah dilaksanakan:
38
Tabel 1
Rincian Teknis mengenai Redenominasi
Rencana Redenominasi Rupiah Indonesia
Jika dilihat dari latar belakang negara-negara yang telah melaksanakan
redenominasi seperti penjelasan sebelumnya, terdapat dua alasan redenominasi
yakni untuk menurunkan tingkat inflasi dan meningkatkan kredibilitas mata uang.
Berdasarkan alasan tersebut, perlu untuk melihat latar belakang redenominasi
Rupiah Indonesia berdasarkan kedua alasan tersebut. Berikut gambaran tingkat
inflasi di Indonesia sepuluh tahun terakhir :
Sumber : World Bank (2015)
6.2
10.5
13.1
6.4
9.8
4.8 5.1 5.4 4.3
6.4 6.4
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Infl
asi
tahun
Gambar 9
Tingkat Inflasi Indonesia (%)
Negara Tahun Jumlah
Nol Alasan Unit Mata Uang Baru
Sosilisasi
Edukasi
Waktu
Sosialisasi
Sukses /
Gagal
Zimbabwe
2006 3 Hiperinflasi 1000 $Z = 1 New $Z Tidak 1 Tahun Gagal
2008 3 Hiperinflasi 10.000.000.000$Z = 10.000.000 New $Z Tidak 2 Tahun Gagal
2009 12 Hiperinflasi 1.000.000.000.000$Z = 1New$Z Tidak 1 Tahun Gagal
Rusia 1998 3 Hiperinflasi
1.000 Rubel =
1 Rubel Baru Ya 12 Bulan Gagal
Ghana 2007 4
GallopingInfl
ation 10.000 Cedi = 1 Cedi Ghana Baru Ya 7 Bulan Gagal
Polandia 1995 4 Hiperinflasi 10.000 Zlothy lama = 1 Zloty Baru Ya 10 Tahun Sukses
Turki 2005 6 Kredibilitas 1.000.000.000 TYL = 1 TRL Ya 10 Tahun Sukses
Romania 2005 4 Kredibilitas 10.000 Lei Lama = 1 Leu Ya 10 Tahun Sukses
39
Tingkat inflasi di Indonesia sepuluh tahun terakhir cenderung stabil dan
masuk kategori creeping inflation. Walaupun pada tahun 2005 tingkat inflasi
cukup tinggi sebesar 17,11% hal tersebut dikarenakan adanya kenaikan harga
minyak dunia yang membuat pemerintahan Bapak Susilo Bambnag Yudhoyono
ini menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dua kali pada tahun 2005.
Penaikan harga BBM yang pertama pada tanggal 1 Maret 2005 dari Rp1.810
menjadi Rp2.400 per liter. Kenaikan yang cukup tinggi ini tentu membuat harga
barang dan jasa menjadi semakin mahal. Kenaikan harga BBM yang kedua terjadi
pada 1 Oktober 2015 yang harga semula Rp2.400menjadi Rp4.500. Kenaikan
yang tidak tanggung-tanggung mencapai 87,5%.13
Kenaikan harga BBM ini
membuat kegiatan produksi barang tidak berjalan dengan baik karena harga bahan
baku yang juga menjadi naik. Namun setelah itu inflasi dapat turun normal
kembali. Inflasi kembali meningkat pada tahun 2008 menjadi 11,06 hal ini
disebabkan adanya permasalahan di Amerika Serikat atau mortagage crisis yaitu
krisis gagal bayar perumahan di Amerika Serikat. Mau tidak mau seluruh negara
yang bekerja sama dengan Amerika Serikat terkena imbasnya. Secara keseluruhan
inflasi di Indonesia masih stabil. Dilihat dari kondisi inflasi indonesia sepanjang
10 tahun terakhir, menunjukkan bahwa kondisi inflasi di indonesia masih
relativeterkendali dan bisa dikatakan stabil. Sehingga menjadi kurang tepat
apabila kebijakan redenominasi dilakukan dengan alasan inflasi tinggi ataupun
dengan alasan untuk menstabilkan inflasi.
Selanjutnya, jika dilihat dari sisi nilai tukar Rupiah terhadap mata uang
kuat seperti dollar Amerika, Indonesia masuk dalam mata uang sampah urutan
ketiga dunia setelah Dong, Vietnam menurut id.rateq.com. Dimana terdapat 180
mata uang nasional yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada
tahun 2015 ini, nilai tukar US$1 sama dengan Rp14.668,0476. Apakah nilai tukar
tukar rupiah ini menimbulkan masalah bagi perekonomian? Ya. Sebutan nilai
uang sampah mengindikasikan bahwa rupiah merupakan mata uang yang tidak
13
MAW, Harga BBM Dinaikan 3 Kali Hanya Dalam Tiga Tahun,
www.moharifwidarto.wordpress.com, diakses pada 06 Oktober 2015; 17.37 WIB.
40
berharga dan tidak memiliki pengaruh terhadap mata uang lain. Berikut beberapa
mata uang yang masuk kategori mata uang sampah menurut id.rateq.com
Tabel II
Daftar 10 Negara yang masuk kategori Garbage Money di dunia
No Negara Mata Uang Nilai Tukar per US$1
1. Iran Rial 28.858,6311
2. Vietnam Dong 22.463,97
3. Indonesia Rupiah 14.668,0476
4. Zambia Kwacha 7.294,949
5. Paraguay Guaran 5.648,989
6. Madagaskar Franc 3.190,951
7. Uganda Shilling 3.695,156
8. Kolombia Peso 3.053,3288
9. Bulgaria Lev 1,739,1219
10. Burundi Franc 1.569,698
Sumber : http://id.rateq.com/; diakses pada 06 Oktober 2015; 00:23 WIB
Karena hal tersebut banyak masyarakat Indonesia yang memilih mata
uang lain yang memiliki nilai lebih tinggi seperti dollar Amerika untuk melakukan
transaksi ekonomi atau yang biasanya disebut dollarization. Penggunaan mata
uang asing secara terus menerus dalam jangka panjang akan menciptakan
instabilitas perekonomian. Selain itu juga dapat membuat mata uang rupiah
semakin terdepresiasi karena permintaan dollar yang lebih tinggi sedangkan
permintaan rupiah menjadi sedikit karena masyarakat memilih dollar. Masalah
kedua adalah alasan psikologis. Merasa Rupiah memiliki nilai yang rendah dan
juga kesan harga yang mahal jika berbelanja diluar negri karena menukarkan
rupiah yang memiliki banyak angka dengan mata uang asing yang nominalnya
kecil. Selain itu alasan psikologis juga terasa saat Indonesia akan mengikuti
program integrasi ekonomi yaitu Economic Asean Community (EAC) pada awal
tahun 2016 yang akan datang. Bila kita bandingkan dengan negara-negara
kawasan ASEAN, US$1 sama dengan 4,43Ringgit Malaysia, 46,68Peso Filipina,
36,28Bath Thailand apalagi dibandingkan dengan Singapura yaitu sebesar
1,43Dollar Singapura. Negara-negara yang menjadi mitra dagang Indonesia nilai
tukarnya tidak lebih dari angka seribu. Tentu pemerintah Indonesia perlu
meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia untuk dapat “bermain” dengan
41
baik bersama seluruh negara ASEAN.Selain itu juga kondisi sistem pencatatan
statistik di Indonesia tidak dapat menampung seluruh angka nol pada Rupiah
karena terbatasnya software dan hardware untuk menghitung statistik di
Indonesia. Tentu angka nol pada rupiah ini jika terus dibiarkan maka Indonesia
bisa menjadi Zimbabwe yang memiliki angka nol mencapai kuadranliun yaitu
angka nol mencapi 15 digit. Karena perkembangan ekonomi yang semakin maju
kedepannya akan membuat semakin banyak angka nol yang menempel pada
Rupiah. Sehingga sangat tepat apabila Indonesia melakukan kebijakan
redenominasi Rupiah dengan alasan meningkatkan kredibilitas mata uang dan
kesetaraan ekonomi dengan negara lain.
Namun demikian baik karena alasan hyperinflasi ataupun untuk
meningkatkan kredibilatas, Redenominasi memberi dampak atau konsekuensi
yang sama di kedua alasan tersebut. Beberapa konsekuensi yang timbul dari
kebijakan redenominasi adalah money ilussion, trivialization, serta pembulatan
harga keatas yang dapat menyebabkan inflasi meningkat. Untuk dapat berhasil
menerapkan redenominasi, perlu kebijakan pendukung untuk meminimalkan
konsekuensi dari penerapan redenominasi.
Melihat kondisi Indonesia saat ini, Indonesia memiliki tujuan yang sama
seperti Turki dan Romania yaitu untuk meningkatkan kredibilitas mata uangnya.
Untuk menerapkan redenominasi Turki dan Romania membutuhkan stabilitas
perekonomian yakni inflasi stabil dan pertumbuhan ekonomi positif serta
stabilitas politik. Jika dilihat dari stabilitas ekonomi yakni inflasi yang stabil maka
Indonesia sudah memenuhi syarat tersebut. Selanjutnya menurut Worldwide
Governance Indicator (2015), indikator stabilitas politik di Indonesia juga
tergolong stabil dan aman untuk dilaksanakan kebijakan redenominasi.
42
Sumber : World Governance Indicators (2015)
Gambar diatas mengambarkan stabilitas politik di Indonesia 10 tahun
terakhir. Walaupun tingkat nilainya masih di bawah 50% namun indeks diatas
memiliki kecenderungan meningkat. Artinya ekspektasi stabilitasi politik di
Indonesia kedepannya akan semakin meningkat. Sebelumnya keadaan Indonesia
hampir sama dengan negara-negara sebelumnya. Dimana pada tahun 1998,
Indonesia mengalami krisis keuangan. Mengalami hiperinflasi juga pengalaman
kondisi politik yang tidak mengenakan pada saat itu. Kondisi politik semakin
buruk karena tingginya angka korupsi. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh
Transparency Internasional mengenai indeks korupsi di seluruh dunia, Indonesia
menempati posisi 107 dari 174 negara yang dipriksa. Indeks korupsi sebesar 34
dari peringkat 100. Tentu hal ini berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah dalam mengatur negara. Namun, semenjak pemerintahan Joko
Widodo, banyak perubahan telah terjadi. Mulai muncul banyak gerakan dari
masyarakat untuk memberikan dukungan dan masukan guna membawa kondisi
negara Indonesia lebih baik lagi.
Jika Indonesia ingin berhasil untuk melaksanakan redenominasi ini, maka
Indonesia perlu mempersiapkan semuanya dengan matang, seperti peraturan,
pencetakan uang baru, dan sosialisasi edukasi yang maksimal kepada masyarakat
Indonesia. Sosialisasi dan edukasi dilakukan secara bertahap dalam waktu kurang
0
10
20
30
40
50
60
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 10
Tingkat Stabilitas Politik Di Indonesia
Political Stabiity
43
lebih 10 tahun dan dilakukan semaksimal mungkin, seperti yang dilakukan oleh
Romania, Polandia dan Turki. Sosialisasi adalah kunci utama keberhasilan
Redenominasi. Karena dengan pemahaman masyarakat yang benar akan arti
redenominasi akan menghindarkan dari konsekuensi money illusion,
trivializationdan dapat mengatur ekspektasi inflasi masyarakat. Sebaliknya
apabila pemahaman masyarakat akan redenominasi masih rendah justru akan
membawa Indonesia ke jurang kehancuran perekonomian dengan penerapan
redenominasi. Dalam hal ini kondisi inflasi di indonesia yang tergolong rendah
akan dipertaruhkan ketika menerapkan redenomiasi.Oleh sebab itu sudah sangat
tepat adanya rancangan tahapan redenominasi yang disusun oleh BI dimana tahap
sosialisasi merupakan hal yang sangat menentukan keberhasilan redenominasi,
sehingga pada tahap ini Bank Sentral dan Pemerintah bekerja sama melakukan
sosialisasi kepada masyarakat Indonesia. Tujuannya agar memberikan
pemahaman kepada masyarakat bahwa redenominasi bukan sanering (Nilasari,
2014). Mendasarkanpada penelitian Astrini (2014) berdasarkan hasil survey dari
24 orang, 14 orang mengaku bahwa pemerintah belum melakukan sosialisasi
dengan baik kepada masyarakat karena mereka mengalami kebingungan.
Sosialisasi yang baik tidak akan membuat masyarakat kebingungan bahkan
kehilangan rasionalitasnya untuk melakukan transaksi ekonomi. (Priyono, 2013).
Selain itu Pencetakan uang baru yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan
kegagalan redenominasi. Hal tersebut terjadi di Argentina, ketika warga
negaranya ingin menukarkan uang lama dengan uang baru, bank sentral Argentina
tidak siap karena uang baru belum dicetak. Sehingga permintaan uang baru
menjadi sangat tinggi dan membuat keadaan inflasi Argentina semakin parah.
Selain itu desain untuk uang lama dan uang baru tidak perlu dibedakan. Baik dari
ukuran, warna, desain dan sebagainya. Agar masyarakat tetap mengenali mata
uangnya (Ioana, 2009).
44
Ilustrasi Penyederhanaan Nominal Rupiah
Tabel III
Sumber : Bank Indonesia (2010)
Pada prisipnya akan ada penggantian mata uang dari rupiah lama ke rupiah
baru. semua aspek yang menyangkut nominal rupiah akan dikurangi tiga angka
nolnya namun memiliki nilai intrinsik yang tetap sama. Pada masa transisi harga
barang akan dinyatakan dalam dua mata uang yaitu rupiah baru dan rupiah lama.
KESIMPULAN
Berdasarkan pengalaman Zimbabwe, Rusia, Ghana, Romania, Turki dan
Polandia dapat diketahui bahwa terdapat dua alasan dilakukannya redenominasi
yaitu hiperinflasi dan kredibilitas mata uang. Namun demikian redenominasi
tidaklah tepat untuk mengatasi hiperinflasi dalam kondisi perekonomian dan
politik yang tidak stabil. Terbukti negara yang menerapkan redenominasi dengan
alasan hiperinflasi yaitu negara Zimbabwe dan Rusia telah gagal dalam
menerapkan redenominasi.
Kebijakan redenominasi ini memiliki beberapa konsekuensi antara lain money
ilussion, trivialization, serta pembulatan harga keatas yang dapat menyebabkan
inflasi meningkat. Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan sosialisasi dan
45
edukasi secara maksimal kurang lebih 10 tahun. Selain itu juga dalam proses
penerapan redenominasi diperlukan sistem dual circulation yakni menerbitkan
uang baru bersama-sama dengan tetap berlakunya uang lama dan dual
pricetagging yaitu pemberian harga pada barang yang dijual dalam harga nominal
uang lama dan nominal uang baru.
Indonesia sebagai negara yang akan menerapkan redenominasi lebih
tepat jika didasarkan pada tujuan meningkatkan kredibilitas mata uang Rupiah.
Inflasi yang tergolong rendah menjadi taruhan dalam pelaksanaan redenominasi di
Indonesia apabila tidak didukung oleh pemahaman tentang redenominasi yang
benar oleh masyarakatnya. Program sosialisasi dan edukasi yang bertahap dan
dalam waktu yang relatif panjang menjadi kunci utama keberhasilan
redenominasi.
Kebijakan redenominasi tidak dapat berdiri sendiri artinya redenominasi
ini perlu diikuti dengan program stabilitas dan perbaikan fundamental
perekonomian. Beberapa kebijakan yang sebaiknya dihindari jika ingin
melakukan redenominasi adalah kebijakan yang bersifat ekspansif seperti
mencetak uang dan tidak perlu dibarengi dengan kebijakan mata uang lainnya
seperti revaluasi dan devaluasi. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat menimbulkan
kebingungan dimasyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan inflasi
sehingga tujuan redenominasi menjadi tidak tercapai.
46
DAFTAR PUSTAKA
Agyeman, Francis dan Mintah, E. 2014. The Benefits and Challenges of
Ghana’s Redenomination Exercise to Market Women – A Case Study
of Adum, Kejetia, and Central Marketsin Kumasi Metropolis.
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2458054.pdf.
Diakses pada 14 April 2015;12.23WIB
Arimurti, Rheza.2013.Analisis Pengaruh Kebijakan
RedenominationTerhadap Permintaan Konsumen Dalam Kondisi
Ekonomi Dengan TingkatInflasi
Tinggi.http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/65997.pdf. Diakses
pada 4 April 2015; 17.35WIB.
Alhuasain. S. 2012. Rencana Redenominasi
Rupiah.http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Sing
kat-IV-24-II-P3DI-Desember-2012-32.pdf. Diakses pada 28 Maret
2015;16.00WIB.
Astrini, Danti. 2014. Kajian Dampak Redenominasi terhadap
PerekonomiandenganMetodePercobaan Ekonomi.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/69733.pdf. Diakses pada 1
Maret 2015;20.38WIB.
Bank Indonesia. 2010. Kajian Redenominasi oleh Bank Indonesia.
https://bbjuanda.files.wordpress.com/2012/10/kuliah-umum-
redenominasi.pdf. Diakses pada 10 April 2015;07.23WIB.
Budilaksono, Agung. 2013. Redenominasi Mata Uang: Potret kecil sejarah,
teori dan praktek serta
dampaknya.http://www.academia.edu/6268301/Redenominasi_Mata_Ua
47
ng_Potret_kecil_sejarah_teori_dan_praktek_Serta_dampaknya.pdf.
Diakses pada 26 Januari 2015; 14.30WIB.
Dzokoto, Vivian dan Mensah, C. 2013. Making Sense of A New Currency : An
Exploration of Ghanaian Adaptation to The New Ghana Cedi.
http://www.na-businesspress.com/JABE/Jabe105/DzokotoWeb.pdf.
Diakses pada 11 April 2015;12.43WIB.
Fic, Tatiana dan Saqib,Omar. 2004. Political Instability and The August1998
Ruble Crisis.http://www.diw-
berlin.de/documents/publikationen/73/44717/dp626.pdf. Diakses pada 25
April 2015;12.44WIB.
Gono,G. 2005. The 2005 Post-Election And Drought Mitigation Monetary
Framework. http://www.rbz.co.zw/assets/2005-post-elections-statement-
18-may.pdf. Diakses pada 28 Maret 2015; 21.54WIB.
Gray, Wood. 1964. Bab III Metode Penelitian.
repository.upi.edu/.../3/S_SEJ_0901646_Chapter3.pdf. Diakses pada 5 Juli
2015; 02.31WIB.
Henaku, O. Annabella. Ghanaians’ Perception and Evaluation of the New Ghana
Cedi. http://www.ijbhtnet.com/journals/Vol_3_No_4_April_2013/1.pdf.
Diakses pada 2 Maret 2015; 06.00WIB.
Iona, D. 2005. The National Currency Re-denomination Experience in
Several Countries: A Comparative
Analysis.http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1347407.pdf.
Diakses pada 5 Maret 2015;15.23WIB.
48
Juanda, Bambang. 2013. Kebijakan Redenominasi Rupiah dan Dampaknya
Terhadap Perekonomian Indonesia.
https://parahita.wordpress.com/2010/08/03/menimbang-untung-rugi-
redenominasi-rupiah/.pdf. Diakses pada 11 April 2015;17.45WIB.
Lianto, J dan Ronald Suryaputra. 2012. The Impact of Redenomination in
Indonesia from IndonesianCitizens’Perspective.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877042812006209.pdf.
Diakses pada 1 April 2015;18.25WIB.
Mehdi, S dan Motiee Reza. 2012. An investigating Zeros Elimination of the
National Currency and Its Effect on National Economy (Case study in
Iran). http://pelagiaresearchlibrary.com/european-journal-of-
experimental-biology/vol2-iss4/EJEB-2012-2-4-1137-1143.pdf. Diakses
pada 30 Maret 2015;19.25WIB.
Mosley, L. 2005. Dropping Zeros, Gaining Credibility?
CurrencyRedenomination in DevelopingNations.
https://www.unc.edu/~lmosley/APSA%202005.pdf. Diakses pada 1 April
2015;10.34WIB.
Muhyuddin.2014. Redenominasi Rupiah dan Trauma Sanering.
http://mirror.unpad.ac.id/.../mediaindonesia_2010-08-06_0....pdf. Diakses
pada 30 Mareet 2015; 00.52WIB.
Nilasari, Erissa. 2014. Urgent Redenominasi Nilai Rupiah Dalam Perekonomian
Indonesia. file:///C:/Users/jhjkhjk/Downloads/79-491-1-PB.pdf. Diakses
pada 11 Februari 2015;07.15WIB.
Priyono. 2013. Redenomination; Between Hope and Reality (The Study of the
implementation of the Redenomination in Indonesia).
http://priyonodr.com/redenomination-between-hope-and-reality-the-study-
49
of-the-implementation-of-the-redenomination-in-indonesia-2/.pdf. Diakses
pada 3 Maret 2015;12.23WIB.
Seftiningtyas, L.H. 2013.Pengaruh Redenominasi Terhadap Inflasi, Ekspor
dan Nilai Tukar. https://s3fti.files.wordpress.com/2013/06/pengaruh-
redenominasi-terhadap-inflas1.pdf. Diakses pada 14 Februari
2015;09.00WIB.
Suhendra, E dan S.W. Handayani. 2012. Impacts of Redenomiantion on
Economics Indicators. http://avekon.org/papers/395.pdf. Diakses pada 15
April 2015;03.33WIB.
Supardan. 2007. Metodelogi dan Histriografi Sejarah.www.fkip.untag-
banyuwangi.ac.id/index.php?.pdf. Diakses pada 29 April 2015. 14.30WIB
Syahputra, B. 2014. Redenominasi dan Hunungannya dengan Inflasi dan Nilai
Tukar (Pengalaman Beberapa
Negara).http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/1185/1093.pd
f. diakses pada 25 Januari 2015; 13.32 WIB.
Pambudi, A. dan Bambang, J. 2014.Penentu Keberhasilan Redenominasi Mata
Uang: Pendekatan Historical dan
Eksperimental.http://www.bi.go.id/id/publikasi/jurnalekonomi/Document
s/Penentu%20Keberhasilan%20Redenominasi%20Mata%20Uang%3B%2
0%20Pendekatan%20Historis%20dan%20Eksperimental.pdf . Diakses
pada 26 Januari 2015; 14.00 WIB.
Prabawani, Bulan dan Prihatini, Endang. 2014. Coping With Redenomination
Policy.http://ajbasweb.com/old/ajbas/2014/Special%2013/245-253.pdf.
Diakses pada 5 April 2015;05.55WIB.
World Food Program. 2009. https://www.wfp.org/countries/zimbabwe. Diakses
pada 25 Juli 2015;21.30WIB.
50
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : MELIANA
Tempat, Tanggal Lahir : Bandar Lampung, 08 November 1994
NIM : 222012029
Alamat Asal : Jl. Wartawan No.12 Bandar Lampung
Judul Kertas Kerja :Kebijakan Redenominasi Rupiah : Apa dan
Bagaimana? (Studi Historis Pada Bebeberapa
Negara)
Riwayat Pendidikan:
Universitas Kristen Satya Wacana, Fakultas Ekonomika dan Bisnis 2012-
2015
SMK BPK Penabur Bandar Lampung 2009-2012
SMP Kristen 5 Bandar Lampung 2006-2009
SD Negri 2 Gunung Sulah Bandar Lampung 2000-2006
Pengalaman Organisasi:
Fungsionaris Badan Perwakilan Mahasiswa FEB 2012-2013
Sekretaris Komisi Anggaran dan Program BPMF 2013-2014
Sekretaris Umum BPMF FEB 2014-2015
Ketua Osis SMK BPK Penabur 2013-2014