154
i KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS MODEL MOTIVASI TRISULA UNTUK MENINGKATKAN CLASSROOM ENGAGEMENT DAN SELF-DIRECTION LEARNING PADA SISWA SMA NW NARMADA LOMBOK BARAT TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Oleh : Heru Andrian Fatmawijaya 0106517059 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2020

KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

i

KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS MODEL

MOTIVASI TRISULA UNTUK MENINGKATKAN CLASSROOM

ENGAGEMENT DAN SELF-DIRECTION LEARNING PADA SISWA SMA

NW NARMADA LOMBOK BARAT

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Magister Pendidikan

Oleh :

Heru Andrian Fatmawijaya

0106517059

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2020

Page 2: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

ii

Page 3: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

iii

Page 4: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

“ Keyakinan dan kemandirian atas kemampuan diri menjadi salah satu motivasi

yang mampu menggerakkan diri untuk terus berani melanjutkan harapan, tujuan

dan mimpi besar ”.

Persembahan :

Almamater Program Studi Bimbingan dan

Konseling, Pascasarjana, Universitas Negeri

Semarang

Page 5: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

v

ABSTRAK

Fatmawijaya, Heru Andrian. (2020). “Keefektifan Bimbingan Klasikal Berbasis

Model Motivasi Trisula untuk Meningkatkan Classroom Engagement dan Self-

direction Learning pada Siswa SMA NW Narmada Lombok Barat”. Program

Studi Bimbingan Dan Konseling Pascasarjana. Universitas Negeri Semarang.

Pembimbing I Prof. Dr Sugiyo M.Si. Pembimbing II Dr. Edy Purwanto, M.Si. Kata Kunci: Model motivasi trisula, Classroom Engagement, Self-directed

Learning.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis

keefektifan bimbingan klasikal berbasis model motivasi trisula untuk

meningkatkan Classroom Engagement dan self-direction learning siswa.

Penelitian ini menggunakan desain pre-test dan multiple post-test. Untuk lebih

jelasnya, teknik purposive sampling digunakan untuk membagi 124 subjek

eksperimen menjadi dua kelompok secara acak dengan masing-masing terdiri dari

62 siswa. Sementara itu peneliti menggunakan skala Classroom Engagement

Inventory dan self rating scale of self-directed learning (SRSSDL) untuk

mengumpulkan data. Hasil repeated measures ANOVA pada kelompok

eksperimen setelah diberikan intervensi menunjukkan bahwa bimbingan klasikal

berbasis model motivasi trisula efektif untuk meningkatkan classroom

engagement dengan nilai (F (1,98) = 4.4; p<0.05) dan self-directed learning dengan

nilai (F (1,92) = 4.29; p<0.05). Penelitian ini menegaskan bahwa bimbingan klasikal

berbasis model motivasi trisula efektif untuk meningkatkan self-directed learning

pada siswa.

Page 6: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

vi

ABSTRACT

Fatmawijaya, Heru Andrian. (2020)." The Effectiveness of classical guidance

based on Trisula Motivation Model to Improve Classroom Engagement and Self-

directed Learning of SMA NW’s student west lombok". Postgraduate Guidance

and Counseling Study Program. Semarang State University. Advisor I Prof. Dr

Sugiyo M.Si Advisor II Dr. Edy Purwanto, M.Si.

Keywords: Trisula motivation, Classroom Engagement , Self-directed Learning.

This study aimed to identify and analyze the affectiveness of classical guidance

based on Trisula Motivation Model to Improve student’s Classroom Engagement

and Self-directed Learning. It used pretest and multiple posttest design. In details,

purposive sampling technique was used to divide 124 experimental subjects into

two groups randomly with each group containing 62 students. Meanwhile, the

researchers used classroom engagement inventory (CIE) and self-rating scale of

self-directed learning (SRSSDL) to collect the data. The results of repeated

measures ANOVA of the experimental group after receiving the intervention

showed that the trisula motivation model-based classroom guidance was effective

to improve students’ classroom engagement (F (1,98) = 4.4; p<0.05) and self-

directed learning (F (1.92) = 4.29; p <0.05). This study confirmed that the trisula

motivation model-based classroom guidance is effective to improve students’ self-

directed learning.

Page 7: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

vii

PRAKATA

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat-Nya. Berkat karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan tesis yang

berjudul “Keefektifan model motivasi trisula untuk meningkatkan Classroom

Engagement dan Self-directed Learning Siswa SMA NW Narmada Lombok

Barat”. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan meraih gelar Magister

Pendidikan pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Pascasarjana

Universitas Negeri Semarang.

Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-

tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian Tesis ini.

Ucapan terimakasih peneliti sampaikan pertama sekali kepada para pembimbing:

Bapak Prof. Dr. Sugiyo M.Si. (Pembimbing I) dan Bapak Dr. Edy Purwanto,

M.Si. (Pembimbing II).

Ucapan terimakasih peneliti sampaikan juga kepada semua pihak yang

telah membantu selama proses penyelesaian Tesis ini, diantaranya:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri

Semarang yang telah memberikan kesempatan peneliti untuk

menyelesaikan studi di Universitas Negeri Semarang.

2. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M. Hum, Plt Direktur Pascasarjana

Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kesempatan dan

arahan selama pendidikan, penelitian dan penyusunan tesis.

3. Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd., Kons, Koordinator Program

Studi Bimbingan dan Konseling S3 Pascasarjana Universitas Negeri

Semarang yang telah memberikan kesempatan dan arahan selama

proses pendidikan, penelitian tesis.

4. Dr. Awalya, M.Pd., Kons, Koordinator Program Studi Bimbingan dan

Konseling S2 Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang telah

memberikan kesempatan dan arahan dalam penelitian tesis.

5. Bapak dan Ibu dosen Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, yang

telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu kepada peneliti selama

menempuh pendidikan.

Page 8: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

viii

6. Kepala Sekolah dan Guru SMA NW Narmada yang telah membantu

peneliti dalam proses penyelesaian tesis ini.

7. Keluarga tercinta, terimakasih yang tak terhingga untuk Bapak dan Ibu

atas lantunan do’a yang terus terpanjat bagi ananda. Kepada Istri

tercinta Tiyas Tiandari dan Anakku Kanaya Anezka Putri, terimakasih

telah memberikan semangat, dukungan dan do’a untuk menyelesaikan

studi di Universitas Negeri Semarang.

8. Teman-teman Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling Angkatan

2017 terimakasih atas dukungan dan semangat yang telah diberikan.

9. Seluruh pihak yang ikut membantu dalam penyusunan tesis ini yang

tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih banyak

terdapat kekurangan, baik isi maupun tulisan. Oleh karena itu kritik dan saran

yang bersifat membangun dari semua pihak sangat peneliti harapkan. Semoga

hasil penelitian ini bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi pengembangan

ilmu pengetahuan khususnya bimbingan dan konseling.

Semarang,

Heru Andrian Fatmawijaya

Nim. 0106517059

Page 9: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

ABSTRACK ..................................................................................................... vi

PRAKATA ...................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................ 12

1.3 Cakupan Masalah ................................................................................... 13

1.4 Rumusan Masalah .................................................................................. 13

1.5 Tujuan Penelitian ................................................................................... 14

1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................. 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, KERANGKA

BERFIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ............................................... 16

2.1 Kajian Pustaka ....................................................................................... 16

2.2 Kerangka Teoritis ................................................................................... 23

2.2.1 Engagement .................................................................................. 23

2.2.1.1 Pengertian Engagement ........................................................... 23

2.2.1.2 Aspek-aspek Engagement ....................................................... 25

2.2.1.3 Faktor-faktor pengaruh Engagement ....................................... 29

2.2.1.4 Classroom Engagement ........................................................... 33

2.2.1.5 Disengaged Student ................................................................. 34

2.2.2 Self-direction Learning ................................................................ 35

2.2.2.1 Pengertian Self-direction Learning ......................................... 35

2.2.2.2 Aspek-aspek Self-direction Learning ....................................... 36

Page 10: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

x

2.2.2.3 Karakteristik Self-direction Learning ...................................... 38

2.2.3 Bimbingan Klasikal ...................................................................... 39

2.2.3.1 Pengertian Bimbingan Klasikal ............................................... 39

2.2.3.2 Tujuan Bimbingan Klasikal ..................................................... 41

2.2.3.3 Prosedur layanan Bimbingan Klasikal .................................... 42

2.2.3.4 Metode Bimbingan Klasikal .................................................... 44

2.2.4 Motivasi ....................................................................................... 45

2.2.4.1 Pengertian Motivasi ................................................................. 45

2.2.4.2 Model Motivasi Trisula .......................................................... 46

2.2.4.3 Indikator Motivasi Trisula ....................................................... 47

2.2.4.4 Nilai Tugas ( Task Value) ........................................................ 48

2.2.4.5 Self Efikasi (self-efficacy) ....................................................... 51

2.2.4.6 Orientasi Tugas (Goal Orientation) ........................................ 55

2.3 Kerangka Berfikir ................................................................................... 61

2.4 Hipotesis ................................................................................................. 68

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 70

3.1 Desain Penelitian ................................................................................... 70

3.2 Prosedur Penelitian ................................................................................ 71

3.3 Subyek Penelitian .................................................................................. 73

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ......................................... 73

3.4.1 Variabel Penelitian .................................................................. 73

3.4.2 Definisi Operasional ............................................................... 74

3.5 Teknik dan Instrumen Pengumpul Data ................................................. 74

3.5.1 Teknik Pengumpul Data .......................................................... 74

3.5.2 Instrumen Pengumpul Data ..................................................... 75

3.6 Validitas dan Realiabilitas Instrumen .................................................... 77

3.6.1 Uji Validitas Instrumen ........................................................... 77

3.6.2 Uji Realiabilitas Instrumen ...................................................... 79

3.7 Teknik Analisis Data ............................................................................. 80

3.7.1 Uji Asumsi ............................................................................... 81

3.7.2 Uji Hipotesis ............................................................................ 81

Page 11: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

xi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 83

4.1 Hasil Penelitian ......................................................................................... 83

4.1.1 Deskripsi Data ......................................................................... 83

4.1.2 Hasil Uji Asumsi ..................................................................... 87

4.1.2.1 Uji Normalitas .................................................................... 88

4.1.2.2 Uji Sphericity ...................................................................... 89

4.1.3 Uji Hipotesis .............................................................................. 89

4.2 Pembahasan ................................................................................................ 94

4.2.1. Keefektifan Bimbingan Klasikal Berbasis Model Motivasi

Trisula untuk Meningkatkan Classroom Engagement ...................... 94

4.2.1. Keefektifan Bimbingan Klasikal Berbasis Model Motivasi

Trisula untuk Meningkatkan Self-direction Learning ...................... 97

4.2.1. Perbedaan tingkat Keefektifan Bimbingan Klasikal

Berbasis Model Motivasi Trisula untuk Meningkatkan

Classroom Engagement dan Self-direction Learning ....................... 100

4.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 102

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 103

5.1 Simpulan ................................................................................................... 103

5.2 Saran .......................................................................................................... 104

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 105

Page 12: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kisi-kisi Skala Classroom Engagement ............................................ 76

Tabel 3.2 Kisi-kisi Skala Self-direction Learning .............................................. 77

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Skala Classroom Engagement ............................. 79

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Skala Self-direction Learning .............................. 79

Tabel 3.5 Uji Reliabilitas Instrumen ................................................................. 80

Tabel 4.1 Karakteristik Demografi Subjek Penelitian ........................................ 84

Tabel 4.2 Hasil Analisis Statistik Deskriptif Eksperimen Variabel

Classroom Engagement ...................................................................... 84

Tabel 4.3 Hasil Analisis Statistik Deskriptif Kontrol Variabel

Classroom Engagement ..................................................................... 85

Tabel 4.4 Hasil Analisis Statistik Deskriptif Eksperimen Variabel

Self-direction Learning ........................................................................ 86

Tabel 4.5 Hasil Analisis Statistik Deskriptif Kontrol Variabel

Self-direction Learning ........................................................................ 87

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Eksperimen .................. 88

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Kontrol ......................... 88

Tabel 4.8 Hasil Analisis Repetead Masure Classroom Engagement ................. 90

Tabel 4.9 Hasil Analisis Repetead Masure Self-direction Learning .................. 91

Page 13: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ........................................................................... 68

Gambar 3.1 Randomized Pretest-Posttest control group design ........................ 71

Gambar 4.1 Gambar Grafik Efektifitas Classroom Engagement &

Self-direction Learning .................................................................. 92

Page 14: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Surat Keputusan Pengangkatan Dosen Pembimbing ............................. 112

2. Surat Izin Penelitian ................................................................................ 113

3. Surat Balasan dari Kepala SMA NW Narmada ...................................... 114

4. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian .................................. 115

5. Surat Keterangan Back Translate instrumen Penelitian ......................... 116

6. Surat Permohonan Validator Instrumen Penelitian ................................ 117

7. Lembar Penilaian Validator Instrumen Penelitian ................................. 118

8. Rencana Pelaksanaan Layanan ................................................................ 123

9. Skala Classroom Engagement .................................................................. 151

10. Skala Self-direction Learning .................................................................. 154

11. Hasil Uji coba Kualitatif .......................................................................... 158

12. Uji Validitas dan Reliabilitas .................................................................. 160

13. Analisis Data Kelompok Eksperimen Classroom Engagement .............. 166

14. Analisis Data Kelompok Eksperimen Self-direction Learning ................ 168

15. Dokumentasi ............................................................................................ 171

Page 15: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Proses pembelajaran secara efektif akan mampu mendorong siswa untuk

mecapai tujuan pendidikan, di antaranya kepemilikan kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Tugas-tugas pembelajaran

yang efektif diharapkan dapat membantu siswa dalam pencapaian dalam proses

belajarnya. Menurut Utami dan Kusdiyati (2015) dalam pencapaian prestasi

belajar mensyaratkan usaha, waktu, kerja keras, motivasi yang kuat dengan

mempertimbangkan keterlibatan siswa di sekolah sebagai outputnya yang tentu

akan berpengaruh secara langsung pada prestasi belajar siswa. Hal tersebut sesuai

dengan hasil penelitian Kusdiyati dan Afriyanti (2015) yang memberikan

kesimpulan bahwa siswa yang memiliki prestasi rendah memiliki keterlibatan di

sekolah yang rendah. Keterlibatan siswa dibutuhkan sebagai predictor yang

memperlihatkan tingkat perhatian, usaha, persistensi, emosi positif, dan komitmen

dari seorang pelajar dalam proses belajarnya (Handelsman et al, 2005).

The American Heritage College Dictionary (dalam Fredricks, Blumenfeld

& Paris, 2004) mendefinisikan engagement sebagai berkomitmen untuk aktif,

melibatkan diri atau menjadi sibuk dan berpartisipasi. Siswa diharapakan dapat

menyesuaikan diri dengan keadaan yang menuntutnya bersikap profesional

sebagai pelajar, tahu apa yang harus dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan

Page 16: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

2

sebagai seorang pelajar. Beberapa pengertian mengenai engagement dapat

diketahui bahwa engagement dalam kegiatan belajar mengacu pada aspek-

aspek tertentu dari struktur tugas dan aktivitas. Student engagement mencakup

pada aspek kurikulum dan hubungan siswa dengan guru dan teman sebaya.

Student engagement dalam proses pembelajaran memiliki banyak dampak

positif, baik bagi siswa, guru maupun sekolah. Pada umumnya, siswa yang

memiliki student engagement memiliki kondisi yang positif, antusias, penuh

energi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli,

dkk., 2002) serta memiliki rasa yang tinggi untuk menjalankan aturan-aturan yang

ada di sekolah. Adanya student engagement juga mampu mengurangi tindakan

kenakalan remaja (Ludden, 2011). Sedangkan Classroom engagement mengacu

pada keterlibatan aktif siswa di dalam kegiatan pembelajaran kelas.

Bertolak belakang dengan kondisi ideal, masih terdapat siswa dengan

student engagement yang rendah. Saat ini cenderung ditemui siswa-siswa yang

menunjukkan perilaku bermasalah di sekolah seperti membolos, menyontek, tidak

mengerjakan tugas yang diberikan, tidak mendengarkan guru, melanggar

peraturan sekolah, dan tidur di dalam kelas (Perwitasari, 2012). Penelitian yang

dilakukan Istiqomah, Nursalim,Pratiwi dan Nuryono (2013) menyatakan bahwa

banyak siswa yang membolos dari sekolah, selama bulan agustus terdapat 43

siswa sedangkan pada bulan september berjumlah 38 siswa dan sebanyak 15 siswa

di bulan oktober. Sedangkan Reski, taufik dan ifdil (2017) menemukan hasil

wawancara dengan 5 orang siswa SMK, diketahui bahwa nereka enggan

berpartisipasi secara aktif di kelas.

Page 17: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

3

Selain itu, rendahnya student engagement juga dapat terlihat dari sikap

malas belajar sehingga berdampak terhadap nilai-nilai ulangan atau ujian yang

rendah. Hal demikian menunjukkan siswa tersebut memiliki self-direction

learning yang rendah. Menurut Guglielmino & Guglielmino (2006) siswa yang

memiliki self direction learning adalah siswa yang dapat mengambil inisiatif

(baik dengan atau tanpa bantuan orang lain) dalam mendiagnosis kebutuhan

belajar mereka, merumuskan tujuan-tujuan belajar, menentukan sumber-sumber

belajar, memilih dan melaksanakan strategi belajar yang sesuai, dan mengevaluasi

hasil belajar mereka sendiri. Siswa yang memiliki self direction learning yang

tinggi digambarkan sebagai orang yang mampu mengontrol proses belajar,

mempergunakan bermacam-macam sumber belajar, mempunyai motivasi internal

dan memiliki kemampuan mengatur waktu serta memiliki konsep diri yang positif

dibandingkan dengan mereka yang self direction learning-nya rendah.Keterlibatan

siswa secara aktif dan kemandirian dalam belajar sangatlah penting. Keterlibatan

siswa secara aktif diharapkan proses pembelajaran di sekolah akan berlangsung

secara efektif.

Proses pembelajaran secara efektif akan mampu mendorong siswa untuk

mecapai tujuan pendidikan, di antaranya motivasi diri untuk terus belajar

merupakan hal yang sangat penting bagi siswa sekolah, karena motivasi tersebut

akan menggugah anak untuk tetap bersemangat dalam belajar. Sebaliknya, tanpa

motivasi tersebut, siswa sekolah akan merasa sangat sulit untuk memahami materi

yang telah dijelaskan oleh guru. Tentu saja hal ini akan berdampak buruk bagi

kualitas dirinya sendiri, juga kualitas generasi muda bangsa ini. Kurangnya

motivasi diri untuk belajar pada siswa sekolah ternyata menjadikan masalah yang

Page 18: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

4

begitu membingungkan bagi guru, masalah keterlibatan siswa di kelas sangatlah

rendah, misalnya banyak siswa menghabiskan tidur selama pelajaran berlangsung,

siswa mengabaikan penjelasan guru, tidak merespon, dan tak jarang siswa enggan

untuk memperdulikan tugas-tugas dan perintah dari guru di kelas.

Siswa yang tidak tertarik untuk ikut belajar secara aktif di kelas juga

dapat menjadi tanda bahwa siswa memiliki classroom engagement yang rendah.

Siswa yang memiliki keterikatan pada sekolah dalam beberapa penelitian

diketahui dapat meningkatkan kesuksesan akademik. Siswa yang masuk sekolah

teratur dan tidak pernah bolos, berkonsentrasi pada saat belajar, menegakkan

disiplin dan mematuhi peraturan sekolah, serta menghindari perilaku buruk secara

umum memiliki peringkat dan performansi yang lebih baik pada ujian (Bandura,

Barbanelli, Caprar, & Pastorelli, 1996; Caraway, Tucker, Reinke, & Hall, 2003;

Finn & Rock, 1997). Engagement itu sendiri berkaitan dengan Motivasi,

berdasarkan hasil penelitian eksperimen yang dilakukan Reeve (2006) tentang

student autonomy, yang merupakan kemampuan mengendalikan tindakan diri

sendiri, yang dilatihkan oleh guru memprediksi secara positif student

engagement. Siswa mendapatkan keuntungan ketika guru memberikan motivasi

meningkatkan autonomnya agar ia proaktif dan terlibat dalam kegiatan di

kelas. Guru secara instruksional membantu siswa agar dapat fokus, memberikan

kesempatan kepada siswa untuk berbicara, mengatur materi pembelajaran yang

membuat siswa dapat berdiskusi dan memberikan pujian. Selaras dengan temuan

penelitian Reeve di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan

classroom engagement pada siswa. Tidak hanya guru yang harus memberikan

instruksi agar siswa aktif dan agar siswa dapat menjadi lebih baik, tetapi siswa

Page 19: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

5

diharapkan dapat mengontrol dirinya, menentukan apa yang harus dilakukan

dan diprioritaskan agar dapat proaktif dan terlibat dalam kegiatan kelas.

Kurangnya motivasi siswa menjadi salah satu penyebab classroom engagement

siswa cenderung rendah, dalam meningkatkan Classroom engagement siswa perlu

memiliki Motivasi yang besar dalam berprestasi, dimana motivasi yang meliputi

nilai tugas, efikasi diri, dan orientasi tujuan.

Purwanto (2014) Kondisi Rendahnya motivasi membawa akibat pada

rendahnya kompetensi yang dikuasai siswa, yang pada gilirannya mengundang

praktik-praktik curang dalam ujian. Fenomena ini mengungkapkan kegagalan

guru di berbagai satuan pendidikan dalam mengembangkan motivasi berprestasi

siswa. Sumber permasalahan bukan karena tidak adanya teori motivasi hebat

melainkan kesulitan para guru untuk memilih teori motivasi apa saja yang perlu

diterapkan secara terpadu untuk mengembangkan motivasi siswa. Motivasi

penting untuk menciptakan keterlibatan siswa secara aktif di kelas dalam hal lebih

spesifik proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas atau keterlibatan

siswa dalam ruang kelas yaitu, disebut dengan Classroom engagement. Classroom

engagement dalam kegiatan akademik merupakan proses psikologis yang

melibatkan perhatian, ketertarikan, investasi dan usaha siswa yang dicurahkan

dalam proses pembelajaran di dalam kelas.

Dari pemaparan tentang motivasi sebagai salah satu cara untuk

meningkatkan keikut sertaan atau keterlibatan siswa untuk terlibat aktif di kelas,

dengan adanya keterlibatan tersebut di harapkan siswa lebih terpacu dan mampu

belajar secara mandiri (Self direction learning). Gibbons (2002) Self direction

learning adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan mengembangkan

Page 20: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

6

diri dimana individu menggunakan banyak metode dalam banyak situasi dalam

setiap waktu. Self direction learning diperlukan karena dapat memberikan siswa

kemampuan untuk mengerjakan tugas, untuk mengkombinasikan perkembangan

kemampuan dengan perkembangan karakter dan mempersiapkan siswa untuk

mempelajari seluruh kehidupan mereka.

Studi pendahuluan yang dilakukan di SMA NW Narmada melalui

Observasi terhadap Siswa dan wawancara kepada Guru BK dan dua orang Guru

mata pelajaran terkait dengan classroom engagement dan self-direction learning.

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada konselor dan dua orang guru Mata

pelajaran di sekolah, ditemukan bahwa perilaku yang cenderung muncul di antara

beberapa siswa kebanyakan ialah, classroom engagement siswa rendah,

menampilkan kurangnya keterlibatan di dalam kelas seperti tidur pada saat

mencatat, keluar tanpa izin, tidak menjawab pada saat diberikan pertanyaan, tidak

merespon pada saat dilakukan diskusi, mencontek pada saat ulangan harian. self-

direction learning cenderung rendah, siswa tidak menampilkan bahwa ada

inisiatif untuk mengerjakan tugas-tugas dan belajar secara mandiri, sebaliknya

yang dilakukan mencontek serta malas dalam mengerjakan tugas-tugas dan

cenderung tidak memiliki kemauan untuk belajar di kelas maupun di luar kelas.

Berdasarkan hasil penyebaran angket Classroom engagement awal pada

siswa SMA NW Narmada pada Agustus 2019 menunjukkan bahwa dari 75

Siswa, terdapat 34 siswa dalam kategori rendah memiliki rata-rata 45%,

sedangkan 29 siswa dalam kategori sedang dengan rata-rata 39 % dan terdapat 12

siswa dalam kategori tinggi dengan rata-rata 16 %.

Page 21: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

7

Adapun tiap-tiap indikator dari 75 orang siswa, pada indikator Afektif

terdapat 37 siswa dalam kategori rendah memiliki rata-rata 49 %, 27 siswa dalam

kategori sedang dengan rata-rata 36 %, dan terdapat 11 orang siswa dalam

kategori tinggi dengan rata-rata 15%. Pada indikator behavior terdapat 34 siswa

dalam kategori rendah dengan rata-rata 45%, 28 siswa dalam kategori sedang

dengan rata-rata 38%, dan terdapat 17 orang siswa dalam kategori tinggi dengan

rata-rata 13%. Sedangkan pada indikator kognitif terdapat 41 siswa dalam kategori

rendah dengan rata-rata 31%, 32 siswa dalam kategori sedang dengan rata-rata

43%, dan terdapat 12 orang siswa dalam kategori tinggi dengan rata-rata 16%.

Dari hasil penyebaran angket Self-direction learning menunjukkan

bahwa dari 75 Siswa, terdapat 30 orang siswa dalam kategori rendah dengan skor

rata-rata 40%, sedangkan 26 siswa dalam kategori sedang dengan rata-rata 35%

dan terdapat 19 orang siswa dalam kategori tinggi dengan rata-rata 25 %.

Adapun tiap-tiap indikator dari 75 orang siswa, pada indikator awarnes

terdapat 29 siswa dalam kategori rendah memiliki rata-rata 39 %, 26 siswa dalam

kategori sedang dengan rata-rata 35 %, dan 20 orang siswa dalam kategori tinggi

dengan rata-rata 26 %. Pada indikator learning strategies terdapat 29 orang siswa

dalam kategori rendah dengan rata-rata 38%, 25 orang siswa dalam kategori

sedang dengan rata-rata 34 %, dan terdapat 21 orang siswa dalam kategori tinggi

dengan rata-rata 28 %. Pada indikator learning activities terdapat 30 siswa dalam

kategori rendah dengan rata-rata 40%, 26 siswa dalam kategori sedang dengan

rata-rata 35%, dan terdapat 19 orang siswa dalam kategori tinggi dengan rata-rata

25 %. Pada indikator Evaluation terdapat 31 siswa dalam kategori rendah dengan

rata-rata 42%, 28 siswa dalam kategori sedang dengan rata-rata 37%, dan terdapat

Page 22: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

8

16 orang siswa dalam kategori tinggi dengan rata-rata 21 %. Dan pada indikator

interpersonal skills terdapat 33 siswa dalam kategori rendah dengan rata-rata

44%, 25 siswa dalam kategori sedang dengan rata-rata 33%, dan terdapat 17 orang

siswa dalam kategori tinggi dengan rata-rata 23 %.

Berdasarkan uraian dan permasalahan di atas perlu dirumuskan model

intervensi psikologis dalam menangani permasalahan yang berkaitan dengan

classroom engagement dan self-direction learning pada siswa. salah satu model

intervensi psikologis yang dirasa cocok untuk digunakan yaitu model motivasi

berprestasi trisula. Strategi model motivasi Trisula diharapkan dapat

meningkatkan classroom engagement dan self direction learning sehingga

peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan mengembangkan diri dimana

individu menggunakan banyak metode dalam banyak situasi dalam setiap waktu.

Menurut Schunk, Pintrich, dan Meece (dalam Edy Purwato. 2014: 218-228)

mengajukan definisi motivasi sebagai “proses di mana aktivitas yang terarah pada

suatu tujuan tertentu didorong dan dipertahankan.” Motivasi berprestasi atau

motivasi untuk berprestasi dengan demikian adalah motivasi yang tujuannya

adalah meraih prestasi. Definisi tersebut sejalan dengan yang diajukan Nicholl

(1984) bahwa motivasi berprestasi adalah motivasi yang ditujukan untuk

mengembangkan ataupun mendemonstrasikan kemampuan yang tinggi.

Singkatnya, motivasi berprestasi adalah motivasi yang bertujuan untuk mengejar

prestasi yaitu untuk mengembangkan ataupun mendemonstrasikan kemampuan

yang tinggi.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Edy Purwanto, tentang model

motivasi trisula, yang bertujuan menemukan model motivasi berprestasi yang

Page 23: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

9

komprehensif dan cocok untuk siswa indonesia. Secara spesifik, dalam penelitian

ini penelitian menguji kontribusi tiga elemen esensial pembentuk motivasi

berprestasi: nilai-tugas, efikasi-diri, dan orientasi tujuan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa model trisula, motivasi berprestasi merupakan model yang

andal. Nilai-tugas, efikasi-diri, dan orientasi tujuan, memiliki faktor loading

signifikan terhadap motivasi berprestasi. Efikasi-diri juga memiliki faktor loading

signifikan terhadap nilai-tugas dan orientasi tujuan.

Penelitian yang dilakukan oleh Devy Mukaromah, Sugiyo &

Mulawarman (2018) bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara efikasi diri dan

self regulated learning terhadap keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Hasil

penelitian menunjukan adanya pengaruh antara efikasi diri terhadap keterlibatan

siswa dalam pembelajaran, kemudian self regulated learning juga memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap keterlibatan siswa. Secara bersama-sama

efikasi diri dan self regulated learning berpengaruh terhadap keterlibatan siswa

dalam pembelajaran .

Khalid (2015) menyatakan bahwa dari hasil penelitian yang dilakukan

adanya pengaruh efikasi diri terhadap keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Hal

ini memberikan informasi bahwa efikasi diri dapat memprediksi keterlibatan

siswa dalam pembelajaran, semakin tinggi efikasi diri siswa makin tinggi

keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Selanjutnya pada penelitian yang

dilakukan oleh Dini Kartika, Hairida & Erlina (2010) sebanyak 58,3% siswa

mempunyai kemandirian belajar yang tinggi dalam mata pelajaran kimia.

Terdapat hubungan yang kuat antara self-efficacy dan self direction learning

Page 24: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

10

(kemandirian belajar) siswa kelas XI IPA dalam mata pelajaran kimia di SMA

Kemala Bhayangkari 1 Kubu Raya dengan koefisien korelasi 0,78.

Tania Nur Hanifah (2017) dari hasil penelitian Pengaruh Self-Efficacy Terhadap

self direction learning (kemandirian belajar), bahwa self-efficacy berpengaruh

postitif terhadap kemandirian belajar siswa kelas XI Akuntansi tahun ajaran

2016/2017 dalam mata pelajaran Akuntansi Keuangan di SMK Negeri 1 Bandung.

Lintang (2016) hubungan antara academic goal orientation dengan

kemandirian belajar, hasil penelitian ini yaitu ada hubungan positif antara

academic goal orientation dengan kemandirian belajar“ diterima. Semakin tinggi

academic goal orientation maka semakin tinggi kemandirian belajar dan semakin

rendah academic goal orientation maka semakin rendah kemandirian belajar (self-

direction learning). Kemandirian belajar siswa SMA N 3 Temanggung dalam

kategori sedang dengan aspek yang paling berpengaruh yaitu otonomi pribadi

(personal autonomy). Adapun academic goal orientation siswa SMA N 3

Temanggung dalam kategori sedang dengan aspek yang paling berpengaruh yaitu

effort (usaha/ upaya).

Rivrina (2017) Dalam penelitian yang dilakukan yaitu untuk melihat

kondisi lingkungan siswa di kelas selama kegiatan pembelajaran dengan Task

value. Besarnya motivasi yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi

pokrastinasi secara negatif. Semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimiliki

individu keitika menghadapi tugas , akan semakin rendah kecenderungannya

untuk mengalami prokrastinasi akademik. Hasil penelitian yang dilakukan

menunjukkan bahwa adanya hubungan antara iklim kelas dan task value dengan

Page 25: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

11

prokrastinasi akademik hubungan yang signifikan antara iklim kelas dan task

value dengan prokrastinasi akademik.

Mahesa (2013) hubungan goal orientation dengan student engagement

pada siswa. hasil dari penelitian tersebut yaitu menunjukkan hubungan yang

positif dan signifikan antara goal orientation dengan student engagement, factor

mastery goals dalam goal orientation merupakan korelasi tertinggi dibandingkan

performance goals. Selanjutnya pada penelitian yang dilakukan Intan (2018)

dengan judul hubungan Goal orientation dengan student engagement, pada

penelitian yang dilakukan terdapat hasil yaitu terdapat hubungan yang positif dan

cukup kuat antara goal orientation dengan student engagement dengan nilai

rs=0,459.

Dari hasil penelitian di atas ditemukan bahwa adanya relevansi yang sama

pada penelitian ini yaitu melihat apakah task value memiliki hubungan yang

mengarah pada proses keterlibatan siswa (classroom engagement) menunda

dengan sengaja pekerjaan yang diinginkan walaupun mengetahui dampak buruk

dari penundaan yang dilakukan, berhubungan erat dengan keterlibatan siswa di

kelas dan efek dari ketidak mampuan siswa belajar dengan mandiri (self-direction

learning).

Dari hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa tiga elemen esensial

dari model motivasi trisula dirasa dapat dijadikan intervensi dalam kelompok

bimbingan klasikal bagi siswa dengan classroom engagement dan self direction

learning rendah. Layanan bimbingan klasikal mempunyai manfaat besar bagi

individu, dengan memanfaatkan dinamika kelas yang bertujuan untuk menggali

dan mengembangkan diri dan potensi yang dimiliki individu. Layanan bimbingan

Page 26: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

12

klasikal sangat tepat bagi remaja karena memberikan kesempatan untuk

menyampaikan gagasan, perasaan, permasalahan, melepas keragu-raguan diri, dan

pada kenyataan mereka akan senang berbagi pengalaman dan keluhan-keluhan

pada teman sebaya dalam format klasikal.

Layanan bimbingan klasikal memiliki keunggulan terutama dalam

menangani masalah yang berkaitan dengan bidang pribadi dan sosial, upaya yang

telah dilakukan oleh Guru BK SMA NW Narmada belum optimal dalam

memberikan pemahaman terhadap siswa, sehingga belum berhasil meningkatkan

classroom engagement dan self-direction Learning pada siswa. SMA NW

Narmada masih menggunakan bimbingan kelompok yang umum dan sederhana

dalam pelaksanaannya. Di samping itu layanan bimbingan klasikal, dalam

implementasinya masih menghadapi berbagai kendala seperti, keterbatasan waktu

serta program kerja bimbingan dan konseling belum tertata dengan baik.

Salah satu alternatif pemecahan yang dapat ditempuh adalah dengan

menggunakan Layanan bimbingan klasikal berbasis model motivasi trisula

sebagai intervensi psikologis dalam meningkatkan classroom engagement dan

self-direction learning siswa di SMA NW Narmada. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui keefektifan layanan bimbingan klasikal berbasis model

motivasi trisula untuk meningkatkan classroom engagement dan Self-direction

learning pada siswa di SMA NW Narmada.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar belakang yang telah di uraikan di atas maka dapat diidentifikasi

permasalahan penelitian sebagai berikut :

Page 27: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

13

1.2.1 Pelaksanaan Layanan Bimbingan Klasikal masih menggunakan metode

ceramah sehingga proses pemberian layanan menjadi kurang menarik dan

belum mampu meningkatkan Classroom enagement dan Self-direction

learning pada siswa.

1.2.2 Masih adanya siswa yang memiliki Classroom enagement dan Self-

direction learning yang rendah.

1.2.3 Belum adanya Layanan Bimbingan klasikal berbasis Model Motivasi

Trisula untuk meningkatkan classroom engagement dan Self-direction

learning siswa.

1.3 Cakupan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah di atas, maka fokus dari penelitian

ini adalah difokuskan kepada layanan bimbingan klasikal berbasis model

motivasi trisula dalam meningkatkan classroom engagemen dan Self-

direction learning pada siswa SMA NW Narmada.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan berpegang pada hasil

penelitian sebelumnya, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1.4.1 Apakah layanan bimbingan klasikal berbasis model motivasi trisula dapat

meningkatkan classroom engagement siswa ?

1.4.2 Apakah layanan bimbingan klasikal berbasis model motivasi trisula dapat

meningkatkan Self-direction learning siswa ?

1.4.3 Apakah ada perbedaan tingkat keefektifan bimbingan klasikal berbasis

model motivasi trisula untuk meningkatkan classroom engagement dan

self-direction learning ?

Page 28: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

14

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah :

1.5.1 Menganalisis tingkat keefektifan Layanan Bimbingan Klasikal berbasis

Model motivasi Trisula dalam meningkatkan Classroom Engagement

Siswa.

1.5.2 Menganalisis tingkat keefektifan Layanan Bimbingan Klasikal berbasis

Model motivasi Trisula dalam meningkatkan Self-direction learning siswa.

1.5.3 Menganalisis tingkat Perbedaan Keefektifan Bimbingan Klasikal Berbasis

Model Motivasi Trisula untuk Meningkatkan Classroom Engagement dan

Self-direction Learning ?

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan

bimbingan dan Konseling khususnya dalam bidang Layanan Bimbingan Klasikal

berbasis Model Motivasi Trisula diharapkan dapat membantu siswa meningkatkan

Classroom Engagement dan Self-direction learning siswa.

1.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari hasil penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1.6.2.1 Kepala Sekolah

Bagi kepala sekolah diharapkan dapat mendukung dengan memfasilitasi

pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling berbasis motivasi Trisula untuk

meningkatkan Classroom engagement dan Self-direction learning pada siswa.

Page 29: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

15

1.6.2.2 Konselor Sekolah

Bagi konselor terkait hasil pelaksanaan Layanan Bimbingan Klasikal berbasis

motivasi trisula Trisula untuk meningkatkan Classroom engagement dan Self-

direction learning pada siswa. Dengan adanya penelitian ini diharapkan konselor

dapat menentukan langkah-langkah yang perlu diterapkan dalam menangani

masalah Classroom engagement dan Self-direction learning pada siswa.

1.6.2.3 Peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat digunakan menjadi

refrensi dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan Layanan Bimbingan

Klasikal, Motivasi trisula Trisula, Classroom engagement dan Self-direction

learning pada siswa.

Page 30: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, KERANGKA

BERFIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini akan dikemukakan beberapa

hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan Layanan Bimbingan Klasikal,

Model Motivasi trisula, Classroom Engagement dan Self- Direction Learning.

Penelitian-Penelitian yang dimaksud menjadi acuan atau dasar sekaligus untuk

menegaskan pentingnya dilakukan penelitian ini. Berikut uraian dari beberapa

penelitian tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Devy Mukaromah, Sugiyo & Mulawarman

(2018) bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara efikasi diri dan self regulated

learning terhadap keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Hasil penelitian

menunjukan adanya pengaruh antara efikasi diri terhadap keterlibatan siswa dalam

pembelajaran, kemudian self regulated learning juga memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap keterlibatan siswa. Secara bersama-sama efikasi diri dan self

regulated learning berpengaruh terhadap keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh Khalid (2015) menyatakan bahwa

dari hasil penelitian yang dilakukan adanya pengaruh efikasi diri terhadap

keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Hal ini memberikan informasi bahwa

efikasi diri dapat memprediksi keterlibatan siswa dalam pembelajaran, semakin

tinggi efikasi diri siswa makin tinggi keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

Selanjutnya pada penelitian yang dilakukan oleh Dini Kartika, Hairida & Erlina

Page 31: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

17

(2010) sebanyak 58,3% siswa mempunyai kemandirian belajar yang tinggi

dalam mata pelajaran kimia. Terdapat hubungan yang kuat antara self-efficacy

dan kemandirian belajar siswa kelas XI IPA dalam mata pelajaran kimia di SMA

Kemala Bhayangkari 1 Kubu Raya dengan koefisien korelasi 0,78. Tania Nur

Hanifah (2017) dari hasil penelitian Pengaruh Self-Efficacy Terhadap

Kemandirian Belajar Siswa, bahwa self-efficacy berpengaruh postitif terhadap

kemandirian belajar siswa kelas XI Akuntansi tahun ajaran 2016/2017 dalam mata

pelajaran Akuntansi Keuangan di SMK Negeri 1 Bandung. Dari beberapa

penelitian tersebut menunjukkan bahwa self-efficacy memiliki hubungan yang

positif terhadap kemandirian belajar dan keterlibatan pada siswa di kelas.

penelitian tersebut menjadi relevan untuk dijadikan acuan untuk penyelidikan

lebih lanjut terkait dengan hubungan self -efficacy dengan kemandirian belajar

pada siswa dan keterlibatan pada siswa di kelas.

Primatahta (2016) dalam penelitiannya yang berjudul hubungan antara

academic goal orientation dengan kemandirian belajar, hasil penelitian ini yaitu

ada hubungan positif antara academic goal orientation dengan kemandirian

belajar“ diterima. Semakin tinggi academic goal orientation maka semakin tinggi

kemandirian belajar dan semakin rendah academic goal orientation maka semakin

rendah kemandirian belajar (self-direction learning). Kemandirian belajar siswa

SMA N 3 Temanggung dalam kategori sedang dengan aspek yang paling

berpengaruh yaitu otonomi pribadi (personal autonomy). Adapun academic goal

orientation siswa SMA N 3 Temanggung dalam kategori sedang dengan aspek

yang paling berpengaruh yaitu effort (usaha/ upaya). Dari hasil penelitian di atas

dapat diketahui bahwa goal orientasi memliki hubungan dengan salah satu elemen

Page 32: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

18

esensial dari model motivasi trisula, sehingga dengan begitu penelitian ini dapat

dijadikan acuan dalam memberikan intervensi dalam kelompok bimbingan

klasikal bagi siswa dengan self direction learning rendah.

Sugiyanto (2017) Dalam penelitian yang dilakukan yaitu untuk melihat

kondisi lingkungan siswa di kelas selama kegiatan pembelajaran dengan Task

value. Besarnya motivasi yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi

pokrastinasi secara negatif. Semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimiliki

individu keitika menghadapi tugas , akan semakin rendah kecenderungannya

untuk mengalami prokrastinasi akademik. Motivasi instrinsik individu ketika

mengerjakan tugas ini juga muncul dikarenakan keinginan atau seberasa besar

individu memandang penting terhadap suatu tugas yang dikerjakan. Sudut

pandang individu terhadap pentingnya suatu tugas disebut juga sebagai nilai

tugas. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui ada

atau tidaknya hubungan antara iklim kelas dan task value dengan prokrastinasi

akademik baik secara parsial maupun secara bersama-sama. Hasil penelitian yang

dilakukan menunjukkan bahwa adanya hubungan antara iklim kelas dan task

value dengan prokrastinasi akademik hubungan yang signifikan antara iklim kelas

dan task value dengan prokrastinasi akademik.

Selanjutnya pada penelitian Mahesa (2013) dengan judul hubungan goal

orientation dengan student engagement pada siswa. hasil dari penelitian tersebut

yaitu menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara goal orientation

dengan student engagement, factor mastery goals dalam goal orientation

merupakan korelasi tertinggi dibandingkan performance goals. Selanjutnya pada

Page 33: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

19

penelitian yang dilakukan Intan (2018) dengan judul hubungan Goal orientation

dengan student engagement, pada penelitian yang dilakukan terdapat hasil yaitu

terdapat hubungan yang positif dan cukup kuat antara goal orientation dengan

student engagement dengan nilai rs=0,459. Dari hasil penelitian di atas ditemukan

bahwa adanya relevansi yang sama pada penelitian ini yaitu melihat apakah task

value memiliki hubungan yang mengarah pada proses keterlibatan siswa

(classroom engagement) menunda dengan sengaja pekerjaan yang diinginkan

walaupun mengetahui dampak buruk dari penundaan yang dilakukan,

berhubungan erat dengan keterlibatan siswa di kelas dan efek dari ketidak

mampuan siswa belajar dengan mandiri (self-direction learning).

Reeve (2006) meneliti tentang student autonomy, yang merupakan

kemampuan mengendalikan tindakan diri sendiri, yang dilatihkan oleh guru

memprediksi secara positif student engagement. Siswa mendapatkan keuntungan

ketika guru memberikan motivasi meningkatkan autonomnya agar ia proaktif dan

terlibat dalam kegiatan di kelas. Guru secara instruksional membantu siswa agar

dapat fokus, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara, mengatur

materi pembelajaran yang membuat siswa dapat berdiskusi, dan memberikan

pujian. Siswa diharapkan dapat mengontrol dirinya, menentukan apa yang harus

dilakukan dan diprioritaskan agar dapat proaktif dan terlibat dalam kegiatan kelas.

Berdasarkan penelitian ini, dampak dari guru memberikan motivasi untuk

meningkatkan autonomynya untuk merubah pemikiran, perasaan dan tingkah laku

siswa untuk menjadi lebih baik dan dapat terlibat dalam pembelajaran. peneliti

ingin menguji keefektifan bimbingan kelompok berbasis model motivasi trisula

untuk meningkatkan classroom engagement, disini siswa diharapkan dapat

Page 34: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

20

mengontrol dirinya sendiri, merubah pemikiran, perasaan dan tingkah laku siswa

untuk menjadi lebih baik dan dapat terlibat dalam pembelajaran. Pada penelitian

yang akan dilakukan yaitu penelitian eksperimen yang perbedaannya terletak pada

novelty atau kebaruan untuk mencoba menemukan apakah dengan model motivasi

trisula dapat meningkatkan Classroom engagement pada siswa.

Hughes, et al. (2008) penelitian ini menguji Pengaruh Teacher-Student

Relationship Quality (TSRQ) pada prestasi akademik anak-anak kelas pertama

selama periode 3 tahun. Beberapa peneliti menyimpulkan siswa yang menerima

dan memiliki hubungan hangat dengan guru akan lebih termotivasi untuk

mematuhi aturan kelas dan mencapai harapan. Dalam penelitian ini dikatakan

bahwa adanya hubungan guru dan siswa, motivasi dan kehangatan sangat

mempengaruhi engagement dan berdampak pada hasil belajar.

Berdasarkan penelitian ini, peneliti ingin menguji keefektifan bimbingan

klasikal dengan motivasi trisula untuk meningkatkan classroom engagement,

disini siswa diharapkan dapat mengontrol dirinya sendiri dan melihat apa yang

perlu diubah dari dirinya.

Nory Shenta Dewi, Murni Ramli & Yudi Rinanto. (2018) dalam

penelitiannya bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam

pembelajaran Biologi dengan menerapkan pembelajaran kooperatif metode

khusus pengajaran sebaya. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa metode

pembelajaran kooperatif secara khusus pengajaran sebaya dapat meningkatkan

keterlibatan siswa dalam pembelajaran biologi.

Alimul Muniroh (2016) dalam penelitiannya untuk Peningkatan Academic

Engagement Siswa melalui Penerapan Model Problem Based Learning (PBL)

Page 35: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

21

Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen subjek tunggal dengan desain

multiple baseline across subject. Subjek penelitian yang diintervensi sekaligus

sebagai control participant. Hasil analisis grafik pada kondisi baseline

menunjukkan perilaku academic engagement stabil rendah, namun pada kondisi

intervensi perilaku academic engagement meningkat. Artinya dalam penelitian ini

terdapat Peningkatan Academic Engagement pada Siswa.

Halen Dwistia, Edy Purwanto & Sunawan. (2016) Penelitian tentang

keefektifan konseling kelompok dengan strategi self management dalam

meningkatkan classroom engagement siswa. Metode penelitian adalah single

group repeated measures design yang menunjukkan bahwa Hasil penelitian

menunjukkan bahwa bahwa konseling kelompok dengan strategi self management

dapat diaplikasikan untuk meningkatkan classroom engagement siswa.

Liliza Agustin, Sutardjo A & Makmuroh Sri Rahayu (2017) dalam

penelitiannya Berbasis Teknik Self-Management efektif untuk meningkatkan self-

direction in learning siswa. Adanya peningkatan skor sebelum dan sesudah

diberikan konseling kelompok berbasis teknik self-management tazkiyatun nafsi

pada ke 5 subjek uji coba. peneliti ingin melihat dan penyelidikan lebih lanjut

apakah model motivasi trisula mampu meningkatkan self-direction in learning

pada siswa.

Fredricks, Blumenfeld dan Paris (2004) Hasil penelitian yang dilakukan

terdapat hubungan antara engagement dengan hasil akademik yang baik, termasuk

prestasi dan semangat di sekolah, juga adanya peran guru dan teman sebaya dalam

meningkatkan engagement. Berdasarkan temuan hal yang mempengaruhi

engagement pada penelitian ini, peneliti ingin menguji keefektifan bimbingan

Page 36: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

22

klasikal berbasis model motivasi trisula dalam meningkatkan classroom

engagement siswa dan self-direction learning pada siswa.

Wang, Bergin & Bergin (2014) meneliti tentang faktor-faktor yang dapat

meningkatkan atau menghambat engagement dengan adanya ukuran keterlibatan

pada tingkatan kelas. Penelitian ini dilakukan pada siswa di Missouri. Dalam

penelitian ini, Classroom Engagement Inventory (CEI) dikembangkan untuk

mengukur engagement dengan 3 kategori yaitu afektif, perilaku dan kognitif.

Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa pada penelitian I dan II diketahui

engagement terdiri dari affectif, behavior, cognitif dan disengaged. Namun, pada

penelitian II ditemukan bahwa kategori perilaku engagement terdiri dari dua

faktor, yaitu kepatuhan dan partisipasi di kelas. CEI terdiri dari 24 item. Adanya

CEI, peneliti ingin melihat classroom engagement siswa setelah dibelikan

perlakuan bimbingan kelompok berbasis model motivasi trisula.

Sullivan et.al. (2014) di Australia Selatan. Metode yang digunakan adalah

Behavior at School Study Teacher Survey (BaSS Teacher Survey) untuk melihat

pandangan guru terhadap perilaku siswa yang bermasalah. Penelitian ini

menggunakan kuesioner yang dilaksanakan selama seminggu. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa disengaged student behavior sering terjadi dan diketahui

siswa yang tidak produktif di kelas karena tidak dapat mengelola perilaku. Data

pandangan strategi manajemen perilaku menunjukkan 63% guru yang tidak

melibatkan siswa dalam membicarakan perilaku siswa dan 33,3% guru yang

berpendapat menggunakan strategi manajemen perilaku merupakan hal yang

paling efektif untuk mengetahui perilaku siswa.

Page 37: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

23

Dalam penelitian ini, guru menggunakan strategi manajemen perilaku agar

siswa dapat mengontrol perilaku yang tidak produktif. Adanya penelitian ini guru

mendapatkan keuntungan dengan memahami bagaimana pengaruh classroom

engagement terhadap siswa dan mengetahui penyebab perilaku siswa dari pada

fokus pada memperbaiki perilaku yang tidak produktif. Berdasarkan penelitian ini,

peneliti ingin menguji keefektifan Layanan Bimbingan Klasikal berbasis model

motivasi trisula untuk meningkatkan classroom engagement, disini siswa

diharapkan dapat mengontrol dirinya sendiri, dan melihat apa yang perlu diubah

dari dirinya.

2.2 Kerangka Teoritis

2.2.1 Engagement

2.2.1.1 Pengertian Engagement

Finn & Zimmer (2012: 99) engagement dikonseptualisasikan pada

tahun 1980-an, yang didefinisikan sebagai upaya pengarahan terhadap

belajar, pemahaman atau menguasai pengetahuan, keterampilan atau

penguasaan akademik yang dimaksudkan untuk meningkatkan diri,

memahami diri dan dapat terlibat dalam situasi yang mengharuskannya aktif

di kelas.

Connell & Wellborn, (dalam Ikhtarotul Bariyah). Student engagement

adalah perwujudan dari motivasi yang dilihat melalui tindakan, kognitif, dan

emosi yang ditampilkan oleh siswa, mengacu pada tindakan berenergi,

terarah, dan tetap bertahan ketika mendapatkan kesulitan atau kualitas siswa

dalam interaksinya dengan tugas akademik.

Page 38: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

24

National Research Council & Institute of Medicine (dalam Fredricks,

Blumenfeld & Paris, 2004: 59) menjelaskan konsep school engagement yang

berarti peningkatan minat untuk memperbaiki prestasi akademik pada tingkat

yang rendah, tingkat kebosanan tinggi pada siswa dan tidak adanya kasih

sayang, serta tingginya tingkat putus sekolah di daerah perkotaan.

The American Heritage College Dictionary (4th ed.) (dalam Fredricks,

Blumenfeld & Paris, 2004: 60) mendefinisikan engagement sebagai

berkomitmen untuk aktif, melibatkan diri atau menjadi sibuk dan

berpartisipasi. Siswa diharapakan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan

yang menuntutnya bersikap profesional sebagai pelajar, tahu apa yang harus

dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan sebagai seorang pelajar.

Dari Beberapa pengertian di atas mengenai engagement dapat

diketahui bahwa engagement dalam kegiatan belajar mengacu pada aspek-

aspek tertentu dalam berbagai aktivitas belajarnya. Sedangkan School

engagement mengacu pada keterlibatan seseorang dalam setiap proses belajar

dan aktivitas di dalam sebuah sekolah atau pada lingkungan belajarnya. Jika

dilihat dari konteks akademik dan sekolah berdasarkan kegiatan

ekstrakurikuler, seperti olahraga dan musik. Student engagement mencakup

pada aspek kurikulum dan hubungan siswa dengan guru dan teman sebaya.

Classroom engagement mengacu pada keterlibatan aktif siswa di dalam

ruangan kelas atau dalam kegiatan pembelajaran kelas. Dari penjelasan di

atas, peneliti menyimpulkan bahwa classroom engagement adalah keterlibatan

siswa di kelas, siswa seharusnya berperan aktif ketika proses belajar mengajar

berlangsung yang mencakup perhatian, minat, perlakuan yang baik dan upaya

Page 39: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

25

siswa memanfaatkan waktu untuk belajar. Seperti yang telah dijelaskan ahli

sebelumnya yaitu seorang siswa harus memiliki penguasaan akademik yang

dimaksudkan untuk meningkatkan diri, memahami diri dan dapat terlibat

dalam situasi yang mengharuskannya aktif di kelas.

2.2.1.2 Aspek-Aspek Engagement

Aspek-aspek yang ada dalam perilaku student engagement menurut Fredricks

dkk (2004) adalah sebagai berikut :

1. Behavioral Engagement (Keterlibatan dalam Perilaku).

Keterlibatan siswa yang dapat dilihat dalam bentuk perilaku. Keterlibatan

ini muncul dalam keaktifan siswa dalam kegiatan belajar menagajar di kelas,

seperti bertanya kepada guru, berdiskusi di kelas, memperhatikan ketika guru

menjelaskan dan mematuhi aturan yang berlaku dalam kelas. Keterlibatan

siswa juga terlihat dalam keaktifan siswadalam terlibat pada kegiatan non

akademik yang diadakan di luar jamsekolah.

2. Emotional Engagement (Keterlibatan dalam Emosi).

Keterlibatan dalam emosi adalah reaksi afektif yang dimunculkan siswa

dalam kelas. Reaksi afektif ini terwujud dalam perasaan senang, sedih, cemas,

bosan dan ketertarikan pada pelajaran di kelas. Reaksi tersebut muncul dari

kegiatan yang ada di sekolah dan teknik guru mengajar di kelas. Keterlibatan

emosi siswa terlihat dalam mengerjakan tugas-tugas yang ada. Siswa merasa

senang atau sedih dalam mengerjakan tugas yang ada. Siswa yang menunjukan

keterlibatan emosi yang baik, maka akan merasa senang dengan tugas-tugas

yang diberikan.

Page 40: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

26

3. Cognitive Engagement (Keterlibatan dalam Kognitif).

Keterlibatan siswa dalam aktivitas sekolah secara kognitif adalah tentang

bagaimana siswa menyusun strategi dalam menyelesaikan permasalahan yang

terjadi dalam pengerjaan tugas-tugas sekolah. Strategi tersebut terdiri dari

perencanaan, monitoring dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan. Strategi

tersebut dapat memunculkan motivasi dalam diri siswa untuk tetap fokus dan

bertahan dalam menghadapi masalah-masalah yang muncul dalam pengerjaan

tugas.Keterlibatan secara kognitif terlihat ketika siswa mengulang materi yang

diberikan, merangkum materi, mengelaborasi materi dan siswa mampu

memahami materi yang diberikan. Sementara itu, Appleton (dalam andra 2017)

menyebutkan aspek-aspek dalam student engagement adalah sebagai berikut :

1. Cognitive Engagement (Keterlibatan Kognitif).

Siswa yang terlibat secara kognitif di dalam kegiatan kelas terlihat dalam

regulasi diri untuk menyelesaikan tugas sekolah yang diberikan. Siswa mampu

untuk mengontrol dirinya sendiri untuk menyelesaikan tugas yang ada. Siswa

juga memiliki perencanaan dan pemetaan dalam dirinya di masa depan. Siswa

yang mampu mengontrol diri dan mampu merencanakan masa depan menjadi

dasar bagi siswa untuk memiliki motivasi dalam diri untuk terlibat secara aktif

dalam kegiatan pembelajaran kelas.

2. Psychological Engagement (Keterlibatan Psikologis).

Siswa merasa nyaman untuk terlibat secara aktif di dalam kelas. Hal ini

ditunjukan ketika siswa merasa bahagia berada dalam kelas. Keterlibatan

tersebut muncul dari adanya persepsi yang positif dalam berinteraksi dengan

guru dan teman-teman di sekolah. Siswa juga berinteraksi baik dengan

Page 41: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

27

keluarga. Interaksi yang baik antara siswa dengan guru, teman sebaya dan

keluarga memunculkan adanya emosi yang positif bagi siswa. Sehingga siswa

leluasa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

Jimerson dkk (2003) menyatakan bahwa perilaku student engagement terdiri

dari lima aspek, yaitu :

1. Academic Perfomance (Prestasi Akademik).

Siswa yang menunjukan keterlibatan dalam pembelajaran di kelas dapat

dilihat dari prestasi akademik yang diperoleh. Siswa yang menunjukan

ketertarikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas memiliki hasil belajar yang

memuaskan. Sebaliknya siswa yang tidak menunjukan ketertarikan dalam

proses pembelajaran di kelas biasanya memiliki prestasi yang kurang baik.

2. Classroom Behaviors (Perilaku dalam Kelas).

Siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran di kelas terlihat dari

perilaku yang dimunculkan selama proses pembelajaran. Siswa yang memiliki

perilaku student engagement lebih menunjukan ketertarikan dalam

pembelajaran kelas. Hal ini terlihat dalam keterlibatan siswa dalam berdiskusi,

bertanya kepada guru dan selalau hadir dalam pembelajaran di kelas.

Sebaliknya siswa yang kurang menunjukan perilaku student engagement di

kelas seringkali meninggalkan proses pembelajaran bahkan seringkali terlibat

dalam tindakan kenakalan remaja.

3. Extracurricular Involvement (Keikutsertaan dalam Ekstrakurikuler).

Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran tidak hanya terbatas dalam

kegiatan akademik. Keterlibatan siswa juga terlihat dalam keikutsertaan siswa

dalam kegiatan sekolah, salah satunya adalah ekstrakurikuler. Kegiatan

Page 42: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

28

ekstrakurikuler adalah salah satu kegiatan yang mampu mengembangkan

kemampuan siswa.

Keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler menunjukan bahwa siswa

telah menunjukan perilaku student engagement.

4. Interpersonal Relationships (Hubungan interpersonal).

Siswa yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran di kelas seringkali

menunjukan interkasi yang baik dengan guru dan teman sebayanya. Siswa

leluasa untuk memberikan pendapat, menceritakan pengalaman pribadi dan

lain-lain kepada gurunya. Selain itu, siswa juga memiliki interaksi yang baik

dengan teman sebayanya. Siswa mendapatkan dukungan dari teman sebayanya.

5. School Community (Lingkungan Sekolah).

Siswa yang menunjukan perilaku terlibat dalam kegiatan sekolah

menunjukan perasaan nyaman berada dalam lingkungan sekolah. Hal ini

dikarenakan, siswa merasa dirinya adalah bagian dari sekolah. Siswa

menganggap bahwa sekolah adalah tempat yang menyenangkan. Persepsi

positif yang dimiiliki oleh siswa membuat siswa selalu bersemangat dalam

setiap kegiatan yang berlangsung di sekolah.

Beberapa point penting pada aspek-aspek student engagement, appleton

dkk (dalam andra 2017) menjelaskan perilaku keterlibatan siswa di sekolah

dalam batasan dimensi kognitif dan psikologis siswa, namun tidak mampu

memetakan perilaku yang muncul dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.

Sedangkan, Jimerson dkk (2003) menjelaskan perilaku keterlibatan

siswa dalam sekolah dalam prestasi akademik, keterlibatan dalam proses

belajar, keterlibatan dalam ekstrakurikuler, interkasi dengan guru dan teman

Page 43: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

29

dan persepsi siswa terhadap lingkungan sekolah. Pada dasarnya, aspek-aspek

tersebut terangkum dalam aspek keterlibatan kognitif, keterlibatan emosi dan

keterlibatan perilaku (Fredricks dkk, 2004).

2.2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Student Engagement

Perilaku Student engagement pada siswa dipengaruhi oleh banyak faktor.

Faktor tersebut anatara lain faktor individu dan faktor lingkungan, yang

dijelaskan oleh Fredricks (2004) adalah sebagai berikut :

a. Faktor Individu

1) Pribadi siswa

Faktor individu pada siswa mampu mempengaruhi tingkat

keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar di kelas. Hal-hal pada diri siswa

antara lain: karakteristik siswa, keadaan emosi siswa, kepercayaan diri siswa,

dan motivasi internal.

2) Kelompok minoritas

Kelompok minoritas seringkali tidak terlibat aktif dalam kegiatan belajar

di sekolah. Hal ini disebabkan adanya tekanan dari kelompok mayoritas.

Tekanan tersebut membuat siswa menjadi tidak nyaman dalam mengikuti

pembelajaran di kelas. Indikasi terburuk dari ketidaknyamanan ini adalah

adanya fenomena siswa drop-out pada siswa minoritas.

3) Siswa berkebutuhan khusus

Siswa dengan kebutuhan khusus membutuhkan fasilitas dan metode

pembelajaran yang berbeda dengan siswa pada umumnya. Perbedaan metode

tersebut seringkali menjadi kendala dari transfrormasi materi pembelajaran di

kelas. Beberapa kasus siswa dengan berkebutuhan khusus merasa kesulitan

Page 44: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

30

untuk mengikuti proses pembelajaran di kelas, sehingga memutuskan untuk

keluar dari sekolah.

b. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan adalah hal-hal yang berada di luar diri siswa. Faktor ini

mampu mendukung siswa untuk menjadi aktif dalam kegiatan sekolah. Faktor

lingkungan tersebut antara lain :

1) Hubungan Pertemanan

Pola pertemanan suportif membuat siswa memiliki pihak yang mampu

membantunya dalam menghadapi kesulitan dalam melewati proses

pembelajaran di sekolah. Siswa yang mendapatkan dukungan yang baik dari

teman-temannya mampu membuat siswa terlibat secara aktif dalam setiap

kegiatan di sekolah.

2) Keluarga

Keluarga merupakan elemen terdekat siswa yang mampu memberikan

pengaruh terhadap perilaku siswa. Peneliti dalam hal ini membtuktikan bahwa

pola asuh orangtua terhadap anak mempengaruhi keaktifan siswa dalam terlibat

dalam proses pembelajaran di sekolah. Dukungan dan motivasi yang diberikan

oleh keluarga juga mampu membuat siswa makin termotivasi dalam mengikuti

kegiatan di sekolah.

3) Interaksi dengan guru

Guru merupakan pihak yang memiliki wewenang dalam menciptakan

iklim yang kondusif di kelas. Dukungan dari guru terhadap siswa dapat

membuat siswa menjadi lebih termotivasi dalam mengikuti kegiatan di kelas.

Page 45: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

31

Hal ini berdampak pada tingkat keterlibatan siswa dalam kegiatan kelas yang

meningkat. Hal yang

mampu menunjang hal tersebut adalah dengan memberikan variasi teknik

mengajar yang menyenangkan di kelas.

4) Iklim sekolah

Iklim kelas yang kondusif dapat membuat siwa lebih nyaman dan mampu

meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Lingkungan kelas

yang kondusif terlihat dari dari adanya hubungan yang suportif antara guru-

siswa dan siswa-siswa. Peneliti menyatakan dalam hal in bahwa dukungan dari

guru dan teman sebaya memiliki dampak positif terhadap keterlibatan siswa di

kelas. Hal ini

dikarenanakan adanya lingkungan yang nyaman untuk mengikuti pembelajaran

di kelas yang kondusif. Selain itu, iklim kelas yang kondusif juga didukung

dengan

adanya tata kelola ruangan sekolah. Peneliti dalm hal ini menyebutkan bahwa

ukuran besar atau kecilnya suatu sekolah mempengaruhi tingkat keterlibatan

siswa di kelas. Hal ini didasarkan atas asumsi ukuran besar dan kecil suatu

ruangam mempengaruhi kenyamanan dan ruang gerak siswa dan guru di kelas.

5) Aturan Sekolah

Aturan di sekolah disusun agar tercipta iklim pembelajaran yang kondusif.

Keterlibatan siswa dalam penyusunan aturan sekolah yang ada mampu

membuat siswa memahami urgensi adanya aturan tersebut. Minat dan persepsi

siswa terhadap aturan sekolah dapat membuat siswa mampu menjalani aturan

di sekolah atas kesadaran diri (Pennisi, 2013). Siswa-siswa yang memiliki

Page 46: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

32

minat dan persepsi yang baik terhadap aturan mampu memahami urgensi

aturan yang ada dan memahami konsekuensi apabila melanggar aturan

tersebut. Siswa menjadi lebih

terlibat dalam setiap kegiatan sekolah karena siswa menyadari urgensi

keterlibatannya dalam kegiatan sekolah.

Dari beberapa paparan di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa

faktor yang dapat mempengaruhi student engagement yaitu terdiri dari

beberapa faktor dua diantaranya yaitu faktor individu dan faktor lingkungan.

Faktor pertama yaitu individu mencakup pribadi siswa, posisi minoritas, dan

kebutuhan khusus. Faktor kedua yaitu lingkungan mencakup hubungan

pertemanan, keluarga, interaksi dengan guru, iklim sekolah, dan aturan

sekolah.

2.2.1.4 Classroom Engagement

Menurut Chapman (2003) engagement siswa pada pembelajaran sering

digunakan untuk merujuk respon efektif siswa pada pembelajaran. Faktor

engagement memainkan peran kunci bagi siswa dalam pembelajaran. Natriello

dalam Chapman (2003) juga mendefinisikan engagement siswa sebagai

partisipasi siswa dalam aktivitas-aktivitas yang dianjurkan sebagai bagian dari

program sekolah. Academic engagement siswa mempunyai tiga konstruk yaitu

terdiri dari cognitive engagement, emotional engagement dan behavioral

engagement (Finn, 1993; Chapman, 2003; Appleton dkk, 2008). Cognitive

engagement merupakan faktor belajar, berfikir, usaha dan strategi yang

digunakan dalam penyelesaian masalah, keinginan untuk mencapai yang

melebihi dari yang disyaratkan, dan bersedia menghadapi tantangan.

Page 47: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

33

Contohnya seperti keluwesan dalam menyelesaikan masalah, bersedia untuk

bekerja keras, investasi belajar lebih dari sekedar perilaku, usaha mental dan

keinginan untuk menyelesaikan tugas

Fredricks, Blumenfeld & Paris (2004: 60) mendeskripsikan 3 kategori

engagement yang dapat meningkatkan classroom engagement, yaitu behavior,

affectif (emosional) dan cognitif. Engagement perilaku mengacu pada

partisipasi siswa, seperti keterlibatan dalam akademik dan sosial atau kegiatan

ekstrakurikuler yang dianggap penting untuk mencapai hasil akademik yang

positif dan mencegah putus sekolah. Engagement perilaku sering didefinisikan

sebagai perilaku positif seperti mengikuti aturan dan mengikuti norma kelas,

serta tidak adanya perilaku yang mengganggu seperti terlibat dalam

masalah. Engagement perilaku juga terlihat dalam kegiatan belajar dan tugas

akademik seperti usaha, ketekunan, konsentrasi, perhatian, bertanya dan

memberikan kontribusi pada diskusi kelas. Engagement emosional meliputi

perasaan positif dan negatif terhadap reaksi guru, teman sekelas, akademisi

dan sekolah juga memiliki pengaruh terhadap kemauan untuk melakukan

pekerjaan. Engagement emosional mengacu pada reaksi afektif siswa di dalam

kelas, termasuk minat, kebosanan, kebahagiaan, kesedihan dan kecemasan.

Terakhir, engagement kognitif yang mengacu pada gagasan yang

menggabungkan perhatian dan kemauan dalam memahami ide-ide yang

kompleks dan menguasai keterampilan yang sulit.

Engagement kognitif menekankan pada pembelajaran dan instruksi

yang melibatkan pengaturan diri dan menggunakan strategi metakognitif

untuk merencanakan, memantau, dan mengevaluasi kognitif mereka ketika

Page 48: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

34

menyelesaikan tugas dan juga menggunakan strategi belajar seperti latihan,

meringkas dan elaborasi untuk ingat, mengatur dan memahami materi. Mereka

mengelola dan mengendalikan upaya mereka pada tugas-tugas. Pengukuran

classroom engagement dapat dilakukan diberbagai kelompok yang

berpenghasilan rendah maupun tinggi, pria dan wanita, pelajar yang muda dan

tua.

2.2.1.5 Disengaged Student

Berbagai kondisi dapat menyebabkan siswa menjadi tidak memiliki

dorongan yang kuat untuk belajar. Kondisi ini di sebut dengan “disengaged”.

Disengaged merupakan kebalikan dari engagement. Engagement merupakan

suatu sikap positif dan mau melaksanakan suatu kegiatan tertentu yang

ditunjukkan dengan ras vigor (senang), dedication (dedikasi), dan absorption

(Bakker & Bal, 2010). Ketiga aspek engagement ini sangat penting untuk

meningkatkan kualitas siswa. Meningkatkan engagement pada siswa

merupakan hal yang sangat penting. Siswa yang ter-engaged akan memiliki

rasa senang dalam belajar di sekolah, belajar dalam kelompok, maupun

belajar mandiri di rumah. Rasa senang dalam belajar merupakan langkah awal

yang harus dibangkitkan.

Finn & Zimmer (2012: 99) menjelaskan bahwa disengaged student

adalah siswa yang tidak berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelas dan sekolah,

tidak terlibat dalam belajar, tidak sepenuhnya mengembangkan atau

mempertahankan keinginan sekolah dan menunjukkan perilaku yang tidak

pantas. Siswa tersebut tidak memiliki keterampilan sosial di sekolah, sulit

untuk memahami perilaku dasar engagement dan gagal untuk

Page 49: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

35

mengembangkan sikap partisipasi positif mereka di kelas. Semua perilaku

berisiko tersebut dapat mengurangi kemungkinan keberhasilan sekolah.

Dari penjelasan Finn & Zimmer tersebut, dalam hal ini bisa peneliti

simpulkan bahwa disengaged student adalah prilaku tidak aktif siswa dalam

proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas, seperti tidak merespon

dan mengikuti instruksi atau perintah-perintah baik dalam bentuk merespon

pertanyaan menjawab pertanyaan seorang guru, dan melakukan perintah guru.

2.2.2 Self- Direction Learning

2.2.2.1 Pengertian Self- Direction Learning

Knowles (dalam benazir & satya) Self directed learning adalah sebuah

proses dimana sebuah dimana individu mengambil inisiatif, dengan atau

tanpa bantuan orang lain, dan proses dalam self-directed learning ini

dilakukan dengan menyadari kebutuhan sendiri dalam belajar, mengatur

tujuan pribadi, membuat keputusan pada sumber dan strategi belajar dan

menilai hasil. Long, (2005) Self directed learning adalah proses mental yang

biasanya disertai dan didukung dengan aktivitas perilaku yang meliputi

identifikasi dan pencarian informasi. Dalam self directed learning, pelajar

secara sengaja menerima tanggung jawab untuk membuat keputusan tentang

tujuan dan usaha mereka sehingga mereka sendiri yang menjadi agen

perubahan dalam belajar.

Gibbons (2002) Self direction learning adalah peningkatan pengetahuan,

keahlian, prestasi, dan mengembangkan diri dimana individu menggunakan

banyak metode dalam banyak situasi dalam setiap waktu. Self direction

learning diperlukan karena dapat memberikan siswa kemampuan untuk

Page 50: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

36

mengerjakan tugas, untuk mengkombinasikan perkembangan kemampuan

dengan perkembangan karakter dan mempersiapkan siswa untuk mempelajari

seluruh kehidupan mereka. Self direction learning meliputi bagaimana siswa

belajar setiap harinya, bagaimana siswa dapat menyesuaikan diri dengan

keadaan yang cepat berubah, dan bagaimana siswa dapat mengambil inisiatif

sendiri ketika suatu kesempatan tidak terjadi atau tidak muncul.

2.2.2.2 Aspek-aspek Self Directed Learning

Menurut Gibbons (2002) aktivitas dan program self direction learning

berdasarkan pada lima aspek dasar yang menjadi elemen penting dalam self

directed learning, yaitu :

a. Siswa mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi

Perubahan utama dari teacher directed learning menjadi self direction

learning adalah sebuah perubahan pengaruh dari guru ke siswa. Untuk siswa,

hal ini menunjukkan sebuah perubahan kontrol dari luar menjadi kontrol dari

dalam. Siswa memulai membentuk pendapat dan ide mereka, membuat

keputusan mereka sendiri, memilih aktivitas mereka sendiri, mengambil

tanggungjawab untuk diri mereka sendiri, dan dalam memasuki dunia kerja.

Mengisi siswa dengan tugas untuk mengembangkan pembelajaran mereka,

mengembangkan mereka secara individual, dan membantu mereka untuk

berlatih menjadi peran yang lebih dewasa. Self direction learning tidak hanya

membuat siswa belajar secara efektif tetapi juga membuat siswa lebih menjadi

diri mereka sendiri.

Page 51: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

37

b. Perkembangan keahlian

Kontrol yang berasal dari dalam tidak akan memiliki tujuan kecuali jika

siswa belajar untuk fokus dan menerapkan talenta dan kemampuan mereka.

Self direction learning menekankan pada perkembangan keahlian dan proses

menuju aktivitas produktif. Siswa belajar untuk mencapai hasil program,

berpikir secara mandiri, dan merencanakan dan melaksanakan aktivitas mereka

sendiri. Siswa mempersiapkan lalu berunding dengan guru mereka. Maksud ini

untuk menyediakan kerangka yang memungkinkan siswa untuk

mengidentifikasi minat mereka dan membekali mereka untuk sukses

c. Mengubah diri pada kinerja/performansi yang paling baik

Self direction learning dapat gagal tanpa tantangan yang diberikan

kepada siswa. Pertama, guru memberikan tantangan kepada siswa, lalu guru

menantang siswa untuk menantang diri mereka sendiri. Tantangan ini

memerlukan pencapaian sebuah level performansi yang baru dalam sebuah

tempat yang familiar atau mencoba pada sebuah tempat yang diminati.

Menantang diri sendiri berarti mengambil resiko untuk keluar dari sesuatu yang

mudah dan familiar.

d. Manajemen diri siswa

Dalam self directed learning, pilihan dan kebebasan dihubungkan

dengan kontrol diri dan tanggungjawab. Siswa belajar untuk mengekspresikan

kontrol dirinya dengan mencari dan membuat komitmen, minat dan aspirasi

diri. Self direction learning memerlukan keyakinan, keberanian, dan

menentukan untuk usaha yang terlibat. Siswa mengembangkan atribut ini dan

mereka menjadi ahli untuk mengatur waktu dan usaha mereka dan sumber daya

Page 52: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

38

yang mereka butuhkan untuk melakukannya. Dalam menghadapi hambatan,

siswa belajar untuk menghadapi kesulitan mereka, menemukan alternatif, dan

memecahkan masalah mereka dalam rangka untuk menjaga produktivitas yang

efektif. Kombinasi dari sumber yang berasal dari dalam diri dan keahlian

dalam kinerja diperlukan untuk dapat memanajemen diri dalam self directed

learning.

e. Motivasi diri dan penilaian diri

Banyak prinsip dari motivasi yang dibangun untuk self directed

learning, seperti mencapai tujuan minat yang tinggi. Ketika siswa

menggunakan prinsip ini, siswa menjadi elemen utama dari motivasi diri siswa.

Dengan mengatur tujuan penting untuk diri mereka, menyusun feedback untuk

pekerjaan mereka, dan mencapai kesuksesan, mereka belajar untuk

menginspirasikan usaha mereka sendiri. Persamaannya, siswa belajar untuk

mengevaluasi kemajuan diri mereka sendiri, mereka menilai kualitas dari

pekerjaan mereka dan proses yang didesign untuk melakukannya. Dalam self

directed learning, penilaian merupakan hal yang penting dari belajar dan

belajar bagaimana mempelajarinya. Siswa sering memulai evaluasi diri dalam

belajar yang mereka serahkan kepada guru meliputi sebuah deskripsi standart

yang akan mereka capai. Seperti motivasi diri yang memampukan siswa untuk

menghasilkan prestasi yang dapat dievaluasi, penilaian diri juga memotivasi

siswa untuk mencari prestasi terbaik yang mungkin terjadi.

2.2.2.3 Karakteristik Self-Direction Learning

Self direction learning dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :

Page 53: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

39

1. Self direction learning dengan Kategori Rendah

Guglielmino&Guglielmino (1991) menyatakan bahwa individu dengan

skor self direction learning yang rendah memiliki karakteristik yaitu siswa

yang menyukai proses belajar yang terstruktur atau tradisional seperti peran

guru dalam ruangan kelas tradisional.

2. Self direction learning dengan Kategori Sedang

individu dengan skor self direction learning pada kategori sedang

memiliki karakteristik yaitu berhasil dalam situasi yang mandiri, tetapi tidak

sepenuhnya dapat mengidentifikasi kebutuhan belajar, perencanaan belajar dan

dalam melaksanakan rencana belajar.

3. Self direction learning dengan Kategori Tinggi

individu dengan skor self direction learning tinggi memiliki

karakteristik yaitu siswa yang biasanya mampu mengidentifikasi kebutuhan

belajar mereka, mampu membuat perencanaan belajar serta mampu

melaksanakan rencana belajar tersebut.

2.2.3 Layanan Bimbingan Klasikal

2.2.3.1 Pengertian layanan Bimbingan Klasikal

Menurut Winkel dan Hastuti (2004) menjelaskan bimbingan klasikal

merupakan istilah yang khusus digunakan di institusi pendidikan sekolah dan

menunjuk pada sejumlah siswa yang dikumpulkan bersama untuk kegiatan

bimbingan. Pengertian lain menyebutkan bahwa bimbingan klasikal adalah

bimbingan yang berorientasi pada kelompok siswa dalam jumlah yang cukup

besar antara 30-40 orang siswa (satu kelas). Bimbingan klasikal merupakan

cara yang efektif bagi guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam

Page 54: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

40

memberikan informasi dan atau orientasi kepada siswa tentang program

layanan yag ada disekolah, program pendidikan lanjutan, keterampilan belajar,

selain itu layanan klasikal dapat digunakan sebagai layanan preventif

(Committee for Children, 1992; Akos, 2007). Penelitian Farozin (2012)

mengungkapkan model bimbingan klasikal terbukti efektif untuk

meningkatkan motivasi belajar. Layanan bimbingan klasikal efektif untuk

meningkatkan self-control pada siswa SMA (Setiawan, 2015: 106).

Pemahaman secara mendalam tentang diri siswa dapat membantu ketepatan

dalam memberikan bantuan, semakin mendalam pemahaman terhadap diri

siswa maka akan semakin tepat bantuan diberikan.

Gysber (2006) mengemukakan bahwa layanan bimbingan dan

konseling format klasikal didasarkan pada asumsi bahwa dalam konsepsi

program yang komprehensif adalah didasarkan pada adanya sebuah content

(isi/materi) dimana semua peserta didik butuh memeplajarinya secara

sistematik dan berurutan. Kurikulum bimbingan dan konsleing termasuk juga

layanan bimbingan dan konsleing format klasikal sesungguhnya bukanlah ide

yang baru. Keberadaan kurikulum bimbingan dan konsleing memiliki akar

sejarah yang kuat. Sesuatu yang baru mungkin adalah susunan teknik-teknik

dalam bimbingan dan konseling, metode dan sumber-sumber yang sekarang

tersedia dalam kinerja terbaik sebagai bagian dari kurikulum bimbingan dan

konseling. The American School Counselor Association (ASCA) dalam Gysber

(2006) enegaskan bahwa sesuatu yang baru lainny adalah konsep bahwa

program bimbingan dan konseling yang komprehensif telah diorganisasikan

Page 55: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

41

dan diurutkan dalam sebuah kurikulum. Bentuk kurikulum bimbingan dan

konsleing khususnya layanan bimbingan dan konsleing format klasikal berisi

kompetensi-kompetensi yang dipilih yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelas

atau bimbingan klasikal merupakan layanan yang dirancang menuntut konselor

untuk berkontak secara langsung dengan siswa secara terjadwal yang diberikan

kepada siswa dalam kelompok besar untuk membantu siswa yang memiliki

kebutuhan sertamasalah yang bersifat umum, yang dialami oleh seluruh atau

sebagaian besar siswa.

2.2.3.2 Tujuan Bimbingan Klasikal

Berdasarkan aspek-aspek yang merupakan sasaran atau perilaku

sebagai bukti hasil belajar karena pengaruh bimbingan klasikal diklarifikasi

menjadi tujuan bimbingan klasikal pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor

seperti diutarakan B.S. Bloom dkk. Dalam taksonominya (Winkel 1987: 149-

160; Suciati 2005: 6-17) sebagai berikut:

1) Tujuan bimbingan klasikal pada aspek kognitif berorientasi pada

kemampuan berpikir mencakup kemampuan intelektual sederhana yakni

mengingat sampai kemampuan memecahkan masalah. Secara hirarkis tujuan

bimbingan klasikal pada aspek kognitif dari tingkatan paling rendah

meliputi: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan

evaluasi.

2) Tujuan bimbingan klasikal pada aspek afektif berorientasi dengan

perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap yang menunjukkan

Page 56: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

42

penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Secara hirarkis tujuan

bimbingan klasikal pada aspek afektif dari tingkatan paling rendah

meliputi: penerimaan, partisipasi, penentuan sikap, pembentukan

organisasi sistem nilai dan pembentukan pola hidup.

3) Tujuan bimbingan klasikal pada aspek psikomotor berorientasi kepada

ketrampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh atau

tindakan yang memerlukan koordinasi syaraf dan otot. Secara hirarkis

tujuan bimbingan klasikal pada aspek psikomotor dari tingkatan

paling rendah meliputi: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing,

gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan

kreativitas.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan

layanan bimbingan klasikal terbagi dalam tiga aspek utama pada peserta

didik, yaitu pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga aspek

tersebut merupakan bagian penting yang perlu untuk ditingkatkan, dan

layanan bimbingan klasikal menjadi salah satu layanan yang dapat

digunakan dalam rangka meningkatkan aspek-aspek tersebut

2.2.3.3 Prosedur Layanan Bimbingan Klasikal

Layanan bimbingan dan konseling format klasikal yang dilakukan

tatap muka secara klasikal adalah dua jam perkelas (rombongan belajar)

perminggu dan dilaksanakan secara terjadwal di kelas. Pelaksanaan

kegiatan layanan bimbingan dan konseling format klasikal memiliki

prosedur yang sama dalam standar proses pendidikan pada Permendikbud

Page 57: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

43

no. 65 tahun 2013. Di dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan

konseling format klasikal yang terdiri dari:

1) Kegiatan Pendahuluan

Pada tahap pendahuluan guru bimbingan dan konseling menyiapkan

peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran,

memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan

aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, melakukan apresiasi,

menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan cakupan materi dan

penjelasan uraian kegiatan sesuai RPL-BK.

2) Kegiatan Inti

Menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran, media

pembelajaran dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik

peserta didik.

3) Kegiatan Penutup

Pada kegiatan penutup, guru bersama siswa baik secara individual maupun

kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi seluruh rangkaian

kegiatan yang telah dilakukan, sehingga dapat digunakan untuk perbaikan

pada pertemuan yang akan datang jika ditemui kekurangan dalam kegiatan

yang telah dilakukan.

Page 58: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

44

2.2.3.4 Metode Bimbingan Klasikal

Terdapat banyak metode bimbingan klasikal yang dapat

diduplikasikan oleh konselor dalam menyampaikan berbagai konten yang

relevan dengan ruang lingkup pelayanan bimbingan konseling di sekolah.

Berdasarkan paparan Arends dan Orlich, Harder, Callahan, Travisan dan

Brown (dalam Sunawan 2018) diketahui bahwa model pembelajaran

secara umum dibedakan menjadi dua, yakni model pembelajaran berpusat

pada guru atau konselor dan model pembelajran berpusat pada siswa.

Pada setiap model tersebut terdapat berbagai macam metode

pembelajran atau instruksional yang dapat diaplikasikan dalam bimbingan

klasikal. Terkait dengan model pembelajaran berpusat pada guru atau

konselor, setidaknya terdapat tiga metode instruksional yang dapat

diaplikasikan konselor dalam kegiatan bimbingan klasikal, yakni

presentasi dan penjelasan, pengajaran langsung dan pengajaran konsep.

Terkait dengan model pembelajaran yang berpusat pada siswa, setidaknya

terdapat tiga metode yang dapat diaplikasikan dalam bimbingan klasikal,

yakni cooperative learning, problem based learning dan diskusi kelas.

Oleh karena itu begitu banyaknya metode bimbingan klasikal yang dapat

diterapkan oleh konselor.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa bimbingan

klasikal dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya adalah

metode cooperative learning, problem based learning dan colaborative

learning. Sehingga dengan penggunaan metode-metode tersebut layanan

Page 59: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

45

bimbingan klasikal akan berjalan secara efektif dan memberikan hal positif

pada peserta didik.

2.2.4 Motivasi

2.2.4.1 Pengertian Motivasi

Lai (dalam wijayanti 2014) Motivasi adalah kekuatan yang

mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Motivasi mengacu

pada alasan yang mendasari perilaku yang ditandai dengan kesedian dan

kemauan. Motivasi melibatkan dua hal penting, yaitu kebutuhan dan

keinginan. Jika seseorang cenderung merasa bahwa belajar adalah sebuah

kebutuhan, maka motivasi yang berperan adalah motivasi ekstrinsik.

Sedangkan apabila seseorang belajar atas dasar keinginannya, maka

motivasi intrinsik yang berperan. Leach (dalam wijayanti).

Schunk, (dalam Purwanto 2014) megajukan definisi motivasi

sebagai proses dimana aktivitas yang terarah pada suatu tujuan tertentu

didorong dan dipertahankan. Motivasi berprestasi atau motivasi untuk

berprestasi dngan demikian adalah motivasi yang tujuannya adalah meraih

prestasi. Definisi tersebut sejalan dengan yang diajukan Nicholl (1984)

bahwa motivasi berprestasi adalah motivasi yang ditujukan untuk

mengembangkan ataupun mendemonstrasikan kemampuan yang tinggi.

seseorang dikatakan berprestasi jika ia berhasil mengembangkan atau

mendemonstrasikan kemampuan yang tinggi. singkatnya, motivasi

berprestasi adalah motivasi yang bertujuan untuk mengejar prestasi yaitu

Page 60: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

46

untuk mengejar prestasi yaitu untuk mengembangkan ataupun

mendemonstrasikan kemampuan tinggi.

2.2.4.2 Model Motivasi Trisula

Kondisi rendahnya motivasi membawa akibat pada rendahnya

kompetensi yang dikuasai siswa, yang pada gilirannya mengundang

praktik-praktik curang dalam ujian. Fenomena ini mengungkapkan

kegagalan guru di berbagai satuan pendidikan dalam mengembangkan

motivasi berprestasi siswa. Sumber permasalahan bukan karena tidak

adanya teori motivasi hebat melainkan kesulitan para guru untuk memilih

teori motivasi apa saja yang perlu diterapkan secara terpadu untuk

mengembangkan motivasi siswa.

Model Motivasi trisula adalah sintetis baru dalam Motivasi

berprestasi. Model motivasi trisula dikembangkan oleh Edy Purwanto,

Model motivasi berprestasi yang komprehensif dan cocok untuk siswa di

indonesia. Hingga saat ini banyak teori motivasi berprestasi yang

dikembangkan oleh banyak ahli. Namun belum ada satupun teori yang

komprehensif yang dapat diterapkan guru guna meningkatkan motivasi

berprestasi siswa dengan hasil yang memuaskan.

Edy purwanto (2014) dalam penelitiannya Model motivasi trisula :

sintetis baru teori motivasi berprestasi, secara spesifik menguji kontribusi

tiga elemen esensial pembentuk motivasi berprestasi yaitu, Nilai tugas,

efikasi diri dan orientasi tujuan. Hasil dari penelitian tersebut

menunjukkan bahwa model motivasi trisula merupakan model yang andal.

Page 61: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

47

Nilai tugas, Efikasi diri dan Orientasi tujuan, memiliki faktor loading

signifikan terhadap motivasi berprestasi. efikasi diri juga memeiliki faktor

loading signifikan terhadap nilai tugas, dan orientai tujuan. Sesuai dengan

penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan Model

motivasi trisula sebagai Intervensi psikologis dalam melakukan bimbingan

kelompok guna meningkatkan Classroom Engagement dan self-direction

learning melalui tiga elemen penting dalam motivasi berprestasi, yaitu

Task Value, Self-efficacy dan Goal setting.

2.2.4.3 Indikator Motivasi Berprestasi

Schunk, Wigfield dan Eccles (dalam Purwanto 2014)

mengemukakan bahwa indikator dari motivasi berprestasi, khususnya

dalam setting akademik, meliputi, (1) Choice atau memilih terlibat

dalam tugas akademik daripada tugas-tugas non-aka-demik. Perilaku

memilih tugas prestasi ini misalnya memilih mengerjakan tugas sekolah

daripada menonton TV, menelepon teman, bermain game, ataupun

aktivitas-aktivitas lainnya yang dapat dipilih untuk mengisi waktu luang;

(2) Persistence atau persisten (ulet) dalam tugas prestasi, terutama pada

waktu menghadapi rintangan seperti kesulitan, kebosanan, ataupun

kelelahan; dan (3) Effort atau mengerahkan usaha baik berupa usaha

secara fisik maupun usaha secara kognitif seperti misalnya menerapkan

strategi kognitif ataupun strategi metakognitif. Perilaku yang

mencerminkan usaha ini misalnya berupa mengajukan pertanyaan yang

bagus ketika di kelas, mendiskusikan materi pelajaran dengan teman

sekelas atau teman lain di luar jam sekolah, memikirkan secara mendalam

Page 62: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

48

meteri pelajaran yang sedang dipelajari, menggunakan waktu yang

memadai untuk mempersiapkan ujian, merencanakan aktivitas belajar,

menerapkan mnemonic dalam belajar.

Identifikasi elemen-elemen esensial motivasi berprestasi Masing-

masing teori motivasi berprestasi berbeda dalam menjelaskan elemen atau

komponen yang menyebabkan tinggi/rendahnya motivasi berprestasi.

Muncul sejumlah konstrak berbeda yang diajukan oleh masing-masing

ahli terkait pertanyaan: “Mengapa beberapa siswa mampu tetap persisten

dalam menger-jakan suatu tugas atau aktivitas akademik yang penuh

tantangan sementara siswa-siswa yang lain cepat sekali menyerah dalam

tugas tersebut meski mereka memiliki kemampuan untuk mengerjakan

tugas tersebut?” Hasil analisis terhadap sejumlah teori motivasi berprestasi

ditemukan tiga elemen esensial yaitu efikasi diri, nilai-tugas, dan

orientasi tujuan.

2.2.4.4 Nilai Tugas (Task Value )

Purwanto (2014) Ketika individu dihadapkan pada suatu tugas,

salah satu pertanyaan yang muncul dalam benaknya adalah mengapa saya

mau mengerjakan tugas ini. Jawaban atas pertanyaan tersebut berkaitan

dengan nilai atau harga dari tugas yang dikerjakan tersebut bagi individu.

Konstrak psikologi yang diajukan oleh para peneliti terkait konsep nilai-

tugas meliputi nilai atau motivasi intrinsik, nilai ekstrinsik atau nilai guna

atau motivasi ekstrinsik. Satu lagi nilai yang penting bagi orang

Indonesia yaitu nilai spiritual, yaitu nilai yang berkaitan dengan

penghayatan dirinya sebagai makhluk religius.

Page 63: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

49

Eccles, Wigfield dan Eccles (dalam Purwanto 2014)

mendefinisikan nilai-tugas secara operasional dalam; attainment value,

intrin-sic motivasit, dan utility value atau extrinsic value. Maksudnya,

keyakinan tentang nilai yang diletakkan siswa terhadap suatu tugas akan

meningkat seiring dengan meningkatnya keyakinannya bahwa tugas

akademik itu penting baginya (attainment value), menyenangkan untuk

dilakukan (intrinsicmotivasit), memiliki kegunaan atau manfaat bagi

dirinya (utility value). Nilai tugas juga dapat terbangun melalui

pengalaman sukses serta keakraban dengan tugas. keberhasilan mencapai

standar yang menjadi tujuan dalam suatu tugas menghasilkan efek

meningkatknya motivasi intrisik terhadap tugas tersebut.

Tobias (dalam purwanto 2014) penelitiannya menemukan bahwa

semakin akrab terhadap suatu materi pelajaran (prior knowledge) akan

semakin tinggi motivasi intrinsik siswa terhadap pelajaran tersebut.

Untuk menguasai suatu materi baru seringkali dibutuhkan penguasaan atas

materi-materi yang berada pada tingkat di bawahnya. Oleh karena itu

untuk mempercepat tumbuhnya motivasi terutama pada tahap awal, dapat

ditempuh melalui rancangan pembelajaran yang mengkaitkan antara

materi pelajaran dengan minat siswa, sebagai contoh, dalam

pembelajaran bahasa Inggris, dapat dilakukan dengan mendayagunakan

musik yang berbahasa Inggris. Tentang seberapa tinggi individu

memandang penting terhadap suatu tugas, biasanya berkaitan dengan nilai-

nilai religi atau budaya yang telah dihayatinya. Bell dan Smith (dalam

Purwanto 2014) menyebutnya sebagai motivasi personal bersumber religi.

Page 64: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

50

Penelitian Purwanto dan Sutoyo (2007) menemukan bahwa pemberian

intervensi berupa internalisasi nilai-nilai spiritual-qur’ani merupakan

sumber motivasi yang kuat bagi motivasi berprestasi siswa. Siswa yang

menemukan adanya nilai spiritual dari serangkaian aktivitas akademik

yang dilakukan, menunjukkan persistensi yang lebih tinggi dalam belajar.

Singkatnya, elemen nilai-tugas terdiri atas tiga aspek: (1) nilai guna atau

nilai ekstrinsik, ada reward atau benefit yang bakal diperoleh individu

melalui serangkaian aktivitas yang dilakukan individu dalam suatu tugas.

Dengan kata lain serangkaian tindakan yang dilakukan individu

merupakan instrumen atau alat untuk memperoleh sesuatu yang bernilai

bagi individu; (2) nilai intrinsik, ada keingintahuan (curiosity) yang

hendak dicaritahu jawabnya melalui tugas yang dikerjakan, ada perasaan

senang (enjoy) yang diperoleh melalui serangkaian aktivitas yang

dikerjakan, ada kompetensi tertentu yang hendak dikuasai melalui

serangkaian aktivitas yang dilakukan; dan (3) nilai spiritual. Melalui

serangkaian aktivitas yang dilakukan individu yakin akan mem-peroleh

benefit spiritual (keberkahan,kasih sayang) dari Tuhan.

Elemen Task Value (Nilai Tugas)

Purwanto (2013) menyatakan bahwa elemen nilai-tugas terdiri atas

tiga aspek: (1) nilai guna atau nilai ekstrinsik, ada reward atau benefit yang

akan diperoleh individu melalui serangkaian aktivitas yang dilakukan

individu dalam suatu tugas. Dengan kata lain serangkaian tindakan yang

dilakukan individu merupakan instrumen atau alat untuk memperoleh

sesuatu yang bernilai bagi individu; (2) nilai intrinsik, ada keingintahuan

Page 65: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

51

(curiosity) yang hendak dicari tahu jawabannya melalui tugas yang

dikerjakan, ada perasaan senang (enjoy) yang diperoleh melalui

serangkaian aktivitas yang dikerjakan, ada kompetensi tertentu yang

hendak dikuasai melalui serangkaian aktivitas yang dilakukan; dan (3)

nilai spiritual. Melalui serangkaian aktivitas yang dilakukan individu yakin

akan memperoleh benefit spiritual (keberkahan, kasih sayang) dari Tuhan.

2.2.4.5 Self-Efficacy

Bandura (1997) mengungkapkan bahwa self-efficacy adalah

penilaian keyakinan diri tentang seberapa baik individu dapat melakukan

tindakan yang diperlukan yang berhubungan dengan situasi yang

prospektif. Selfefficacy ini berhubungan dengan keyakinan bahwa diri

memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Efikasi-diri

menunjuk pada keyakinan individu atas kapabilitas yang dimilikinya untuk

mengerjakan tugas yang dihadapi. Baron dan Byrne (2005) mendefinisikan

self-efficacy sebagai evaluasi diri seseorang terhadap kemampuan atau

kompetensi untuk menampilkan tugas, mencapai tujuan dan mengatasi

rintangan.

Bandura (1997) mengemukakan bahwa perilaku orang diarahkan oleh

keyakinannya tentang seberapa tinggi peluang untuk sukses dalam

mengerjakan suatu tugas, yang dinamakan efikasi-diri. Untuk berhasil

dalam mengerjakan suatu tugas, selain dituntut memiliki pengetahuan dan

keterampilan untuk mengerjakan tugas secara berhasil, orang juga harus

memiliki keyakinan bahwa sukses akan berhasil diraih. Siswa dengan

efikasi-diri tinggi dalam matapelajaran yang diikuti, memperlihatkan

Page 66: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

52

perjuangan yang gigih untuk meraih sukses. Sebaliknya siswa dengan

efikasi diri-rendah cenderung menghindari tugas-tugas akademik,

persistensinya dalam berusaha rendah, ketika mengha-dapi kesulitan

mudah menyerah Pajares & Schunk, (dalam purwanto 2014).

Sejumlah konstrak psikologi yang secara substansial memiliki

makna serupa dengan efikasi-diri. meliputi harapan untuk sukses,

keyakinan kontrol (control belief), gaya atribusi, dan sebagainya.

Penelitian yang dilakukan Kirsh (dalam purwanto 2014) menemukan

bahwa konstrak efikasi-diri dan harapan mempunyai substansi yang

sama. Kirsh memberi judul artikel yang ditulisnya dalam Journal of Social

Psychology dengan “efikasi-diri dan harapan, anggur lama dengan label

baru.” Konstrak gaya atribusi yang diajukan Weiner (dalam purwanto

2014) secara substansial berkesesuaian dengan konstrak efikasi-diri.

Bahwa gaya atribusi individu yang memandang sukses yang diraihnya

disebabkan oleh faktor kemampuan dirinya dan usaha yang dikerahkan,

sedang gagal diatribusikan pada kurang beruntung atau kurang usaha, pada

hakekatnya merupakan pengejawantahan dari individu dengan efikasi-diri

tinggi. Sebaliknya individu yang mengatribusikan sukses kepada faktor

eksternal seperti keberuntungan dan mengatribusikan gagal kepada

kurangnya kemampuan, merupakan pengejawantahan dari individu dengan

efikasi-diri rendah. Dalam konteks pendidikan, efikasi-diri terdiri ada dua

aspek: (1) Efikasi-diri akademik, sebuah penilaian diri seorang individu

atas kemampuannya untuk sukses dalam mencapai tujuan-tujuan

akademik; dan (2) Efikasi-diri untuk regulasi-diri, sebuah penilaian diri

Page 67: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

53

seorang individu akan kemampuan dirinya untuk mengatur kognisi, afeksi,

dan tindakan guna meraih sukses akademik.

Dimensi self efficacy

Dimensi self efficacy Menurut Bandura (1997), dimensidimensi self

efficacy:

a. Magnitude atau tingkat kesulitan tugas.

b. Generality atau luas bidang perilaku

c. Strenght atau kemantapan keyakinan.

Komponen-komponen dari self efficacy, yaitu:

a. Efikasi ekspektasi, adalah keyakinan diri sendiri bahwa ia akan berhasil

melakukan tindakan.

b. Ekspektasi hasil, adalah perkiraan diri bahwa tingkah laku yang

dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi self-efficacy Menurut Bandura

(Alwisol, 2004: 361-363) ada beberapa faktor yang mempengaruhi self-

efficacy yaitu:

a. Pengalaman Keberhasilan (mastery experiences) Keberhasilan yang

sering didapatkan akan meningkatkan efikasi diri yang dimiliki seseorang,

sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi dirinya. Apabila

keberhasilan yang didapat seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di

luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap

peningkatan efikasi diri. Akan tetapi, jika keberhasilan tersebut didapatkan

dengan melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangannya

sendiri, maka hal itu akan membawa pengaruh pada peningkatan efikasi

diri nya.

Page 68: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

54

b. Pengalaman Orang Lain (vicarious experiences) Pengalaman

keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam

mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan efikasi diri

seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama. Efikasi diri tersebut

didapat melalui social models yang biasanya terjadi pada diri seseorang

yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga

mendorong seseorang untuk melakukan modeling. Namun, efikasi diri

yang didapat tidak akan terlalu berpengaruh bila model yang diamati tidak

memiliki kemiripan atau berbeda dengan model.

c. Persuasi Sosial (Social Persuation) Informasi tentang kemampuan yang

disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya

digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu

melakukan suatu tugas.

d. Keadaan fisiologis dan emosional (physiological and emotional states)

Kecemasan dan stres yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan

tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan.

Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan

dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan

adanya keluhan atau gangguan somatic lainnya. Efikasi diri biasanya

ditandai oleh rendahnya tingkat stres dan kecemasan, sebaliknya efikasi

diri yang rendah ditandai oleh tingkat stres dan kecemasan yang tinggi .

Page 69: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

55

2.2.4.5 Orientasi Tugas (goal orientation)

Woolfolk (2009: 198) mengemukakan bahwa goal memotivasi

individu untuk berperilaku tertentu sebagai usaha mengurangi diskrepansi

kondisi di antara “where the are” (di mana mereka berada kini) dan “where

they want to be” (ke mana mereka ingin berada). Sedangkan Urdan (1997

dalam Schunk, Pintrich, dan Meece 2008: 184) mengatakan goal

orientation adalah alasan mengapa individu ingin berprestasi, bukan hanya

untuk menampilkan perilaku.

Sedangkan Schunk (2012: 513) mengatakan bahwa goal orientation

(orientasi tujuan) mengacu pada tujuan dan fokus keterlibatan seseorang

dalam aktivitas berprestasi, sedangkan goal setting (penetapan tujuan) lebih

berfokus pada bagaimana tujuan dibangun dan diubah serta peran sifat-sifat

tujuan itu untuk mendesak dan mengarahkan perilaku.

Orientasi tujuan berkaitan dengan tujuan atau sasaran yang hendak

dicapai individu dalam suatu tugas. Terem atau konstrak psikologi yang

diajukan para peneliti terkait orientasi tujuan meliputi tujuan masteri

(mastery goal orientation), tujuan performansi (performance goal

orientation). Penerapan konsep tersebut berupa goal-setting. Locke dan

Latham (Purwanto 2014) melaporkan temuan penelitian bahwa pemilihan

suatu tujuan dan komitmen terhadap tujuan yang terkait dengan suatu

tugas dipengaruhi oleh efikasi-diri dalam tugas tersebut.

Elemen orientasi tujuan terdiri atas dua aspek yaitu: (1) Tujuan

masteri, individu memiliki tujuan yang jelas serta komitmen yang tinggi

Page 70: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

56

untuk menguasai atau memperbaiki kompetensi tertentu, untuk

mengembangkan keterampilan atau kecakapan baru melalui tugas-tugas

akademik yang dilakukan. (2) Tujuan performansi, individu memiliki

tujuan yang jelas serta komitmen yang tinggi untuk mengungguli

performansi orang lain, untuk memperoleh pengakuan publik atas sukses

yang dicapai. Aspek tujuan menghindari performansi (performance-avoid

goal), yaitu bertujuan menghindari penilaian tidak kompeten, tidak

dimasukkan sebagai aspek tersendiri dari orientasi tujuan, sebab

performansi merupakan pola maladaptive dari tujuan performansi.

Individu yang memiliki tujuan menghindari performansi, orientasinya

ketika menghadapi tugas prestasi adalah agar tergolong dalam kelompok

kompetensi rendah.

Karakteristik goal orientation dibagi menjadi dua yaitu learning

goal dan performance goal (Dweck dan Legget, 1988; Elliott dan

Dweck,1988 dalam Schunk, Pintrich dan Meece 2008: 185).

1. Learning goal Individu dengan learning goals yang kuat cenderung suka

dengan tantangan dan menetapkan tujuan yang tinggi serta tidak takut

dengan kegagalan pencapaian tujuan. siswa yang berorientasi motivasi

ke arah sasaran pembelajaran (learning goal) melihat maksud sekolah

untuk memperoleh kompetensi dalam kemampuan yang diajarkan dan

siswa dengan goal ini kemungkinan akan mengambil mata pelajaran

yang sulit dan mencari tantangan Slavin (2009: 119).

Page 71: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

57

2. Performance goal Individu dengan performance goal kuat akan

menetapkan tujuan yang kurang menantang dan takut mengalami

kegagalan. Menurut Slavin (2009: 119) siswa yang berorientasi ke arah

sasaran kinerja (performance goal) berupaya memperoleh penilaian

positif atas kompetensi mereka dan menghindari penilai negatif.

Ames dan Archer (1988 dalam Schunk, Pintrich, dan Meece 2008: 185)

menyatakan karakteristik goal orientation sebagai berikut :

(1) Mastery goal Mastery goal merupakan suatu orientasi motivasional

yang dimiliki individu, yang menekankan diperolehnya pengetahuan dan

perbaikan diri. Penguasaan orientasi tujuan didefinisikan sebagai fokus pada

pembelajaran, menguasai tugas sesuai dengan standar yang ditetapkan

sendiri atau pengembangan diri, mengembangkan keterampilan baru,

meningkatkan atau mengembangkan kompetensi, mencoba mencapai suatu

hal yang menantang, dan mencoba untuk mendapatkan pemahaman atau

wawasan.

Woolfolk (2009: 201) memaksudkan orientasi ini sebagai intens

pribadi untuk memperbaiki kemampuan dan memahami apa yang dipelajari,

tanpa memperdulikan buruknya performa yang ditampilkan seorang

individu yang memiliki orientasi tujuan penguasaan akan memfokuskan diri

pada kegiatan belajar itu sendiri, berusaha menguasai tugas,

mengembangkan keterampilan baru, memperbaiki kompetensinya,

menyelesaikan tugas yang menantang dan berusaha untuk memperoleh

pengalaman terhadap apa yang dipelajari. Menurut Schunk, Pintrich, dan

Page 72: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

58

Meece (2008: 185) ciri individu dengan mastery goal yang kuat adalah

belajar dengan sungguhsungguh, kesalahan adalah bagian dari belajar.

Ormord (2008: 111) karakteristik siswa dengan mastery goal

sebagai berikut :

a. Percaya bahwa kompetensi dapat berkembang melalui latihan dan usaha.

b. Memilih tugas-tugas yang dapat memaksimalkan kesempatan untuk

belajar.

c. Bereaksi terhadap tugas yang mudah dengan perasaan yang bosan dan

kecewa.

d. Memandang usaha sebagai sesuatu yang penting untuk meningkatkan

kompetensi

e. Lebih termotivasi secara instrinsik untuk mempelajari materi pelajaran.

f. Menampilkan perilaku dan belajar yang lebih bersifat self regulated.

g. Menggunakan strategi belajar yang mengarah pada pemahaman materi

yang sesungguhnya.

h. Mengevaluasi kinerja sendiri dalam kerangka kemajuan yang sudah

dibuat.

i. Memandang kesalahan sebagai sesuatu yang normal dan bagian yang

bermanfaat dalam proses belajar, memanfaatkan kesalahan untuk

membantu perbaikan kinerja.

j. Merasa puas terhadap kinerja jika sudah berusaha keras, meskipun usaha

tersebut mengalami kegagalan.

k. Menginterpretasikan kegagalan sebagai tanda bahwa diperlukan usaha

yang lebih keras.

l. Memandang guru sebagai sumber daya dan penuntun untuk membantu

individu belajar.

Karakteristik performance goal (Menurut Schunk, Pintrich,

dan Meece (2008: 185) individu dengan performance goal yang kuat

memiliki karakteristik berusaha untuk mendapatkan peringkat tinggi dan

Page 73: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

59

tidak suka membuat kesalahan. Ormord (2008: 111) ada beberapa

karakteristik performance goal sebagai berikut :

a. Percaya bahwa kompetensi merupakan karakteristik yang bersifat stabil.

Ada orang yang memilikinya dan ada yang tidak.

b. Memilih tugas yang memaksimalkan kesempatan untuk

mendemonstrasikan kompetensi, menghindari tugas dan tindakan

(misalnya bertanya) yang membuat terlihat tidak kompeten.

c. Bereaksi terhadap tugas yang mudah dengan perasaan bangga.

d. Memandang usaha sebagai tanda kompetensi yang rendah, beranggapan

bahwa orang yang berkompeten seharusnya tidak perlu berusaha keras.

e. Lebih termotivasi secara ekstrinsik, seperti penguat dan hukuman

eksternal cenderung menyontek untuk mendapatkan nilai yang tinggi.

f. Kurang menampilkan belajar dan perilaku yang self regulated.

g. Menggunakan strategi belajar yang hanya bersifat rote learning

(misalnya pengulangan, mencontoh, mengingat kata per kata).

h. Mengevalusi kinerjanya dalam kerangka perbandingan dengan orang

lain.

i. Memandang kesalahan sebagai tanda kegagalan dan tidak kompeten.

j. Merasa puas dengan kinerja hanya jika berhasil.

k. Menginterpretasikan kegagalan sebagai tanda rendahnya kemampuan

dan karena itu meramalkan kegagalan berulang di waktu yang akan

dating.

l. Memandang guru sebagai penilai, pemberi hadiah atau hukuman.

Page 74: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

60

Penelitian Mattern (2005: 30) yang menunjukkan bahwa siswa

dengan mastery goal orientation memiliki level prestasi belajar yang lebih

tinggi dari pada siswa dengan performance goal orientation. Schunk,

Pintrich, dan Meece (2008: 287) mengatakan bahwa siswa dengan mastery

goal lebih menggunakan strategi pengaturan diri yang seperti perencanaan,

kesadaran dan pemonitoran. Berbeda dengan siswa dengan performance

goal yang hanya menggunakan strategi yang lebih dangkal seperti

penghafalan. Siswa yang cenderung mastery goal akan mencari tantangan,

menggunakan strategi pembelajaran efektif yang lebih tinggi, termasuk

strategi metakognitif, pelaporan dan sikap terhadap sekolah yang lebih

positif, dan memiliki tingkat self-efficacy yang lebih tinggi (kepercayaan

pada kemampuan diri untuk berhasil dalam situasi tertentu) dibandingkan

siswa-siswa yang cenderung performance goal.

Puspitasari (2013) mastery goal lebih memiliki motivasi instrinsik,

di mana siswa dengan mastery goal akan cenderung mementingkan

bagaimana cara siswa agar dapat memahami materi. Hal ini terjadi

sebaliknya pada siswa dengan performance goal, siswa lebih memiliki

motivasi ekstrinsik. Siswa cenderung mementingkan mendapatkan nilai baik

dan pengakuan secara sosial tentang dirinya yang berkompeten. Cara siswa

untuk mendapatkan pengakuan ini terkadang menggunakan usaha yang

maladaptif.

Page 75: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

61

2.3 Kerangka Berfikir

2.3.1 Keefektifan Model Motivasi Trisula untuk meningkatkan

Classroom Engagement

Penelitian ini bermaksud mengkaji keefektifan dari layanan

bimbingan klasikal berbasis model motivasi trisula untuk meningkatkan

Classroom engagement kepada siswa.

Chapman (2003) engagement siswa pada pembelajaran sering

digunakan untuk merujuk respon efektif siswa pada pembelajaran. Faktor

engagement memainkan peran kunci bagi siswa dalam pembelajaran.

Natriello dalam Chapman (2003) juga mendefinisikan engagement siswa

sebagai partisipasi siswa dalam aktivitas-aktivitas yang dianjurkan sebagai

bagian dari program sekolah. Academic engagement siswa mempunyai tiga

konstruk yaitu terdiri dari cognitive engagement, emotional engagement dan

behavioral engagement (Finn, 1993; Chapman, 2003; Appleton dkk, 2008).

Cognitive engagement merupakan faktor belajar, berfikir, usaha dan

strategi yang digunakan dalam penyelesaian masalah, keinginan untuk

mencapai yang melebihi dari yang disyaratkan, dan bersedia menghadapi

tantangan. Contohnya seperti keluwesan dalam menyelesaikan masalah,

bersedia untuk bekerja keras, investasi belajar lebih dari sekedar perilaku,

usaha mental dan keinginan untuk menyelesaikan tugas. Fredricks,

Blumenfeld & Paris (2004: 60) mendeskripsikan 3 kategori engagement

yang dapat meningkatkan classroom engagement, yaitu behavior, affectif

(emosional) dan cognitif. Engagement perilaku mengacu pada partisipasi

siswa, seperti keterlibatan dalam akademik dan sosial atau kegiatan

Page 76: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

62

ekstrakurikuler yang dianggap penting untuk mencapai hasil akademik yang

positif dan mencegah putus sekolah. Engagement perilaku sering

didefinisikan sebagai perilaku positif seperti mengikuti aturan dan

mengikuti norma kelas, serta tidak adanya perilaku yang mengganggu

seperti terlibat dalam masalah.

Model motivasi Trisula Secara spesifik, didalamnya terdapat tiga

elemen esensial pembentuk motivasi berprestasi: nilai-tugas, efikasi-diri,

dan orientasi tujuan yang akan digunakan sebagai Intervensi Psikologis

dalam layanan bimbingan klasikal guna meningkatkan Classroom

engagement yang rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Devy Mukaromah, Sugiyo &

Mulawarman (2018) bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara efikasi

diri dan self regulated learning terhadap keterlibatan siswa dalam

pembelajaran. Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh antara efikasi

diri terhadap keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Khalid (2015)

menyatakan bahwa dari hasil penelitian yang dilakukan adanya pengaruh

efikasi diri terhadap keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Hal ini

memberikan informasi bahwa efikasi diri dapat memprediksi keterlibatan

siswa dalam pembelajaran, semakin tinggi efikasi diri siswa makin tinggi

keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

Selanjutnya penelitian Rivrina (2017) yang berkaitan dengan

bagaimana task value sebagai salah satu elemen esensisl motivasi trisula

menunjukkan bahwa adanya hubungan antara iklim kelas dan task value

dengan prokrastinasi akademik hubungan yang signifikan antara iklim kelas

Page 77: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

63

dan task value dengan prokrastinasi akademik. Dalam penelitian yang

dilakukan yaitu untuk melihat kondisi lingkungan siswa di kelas selama

kegiatan pembelajaran dengan Task value. Besarnya motivasi yang dimiliki

seseorang akan mempengaruhi pokrastinasi secara negatif.

Mahesa (2013) dengan judul hubungan goal orientation dengan

student engagement pada siswa. hasil dari penelitian tersebut yaitu

menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara goal orientation

dengan student engagement, factor mastery goals dalam goal orientation

merupakan korelasi tertinggi dibandingkan performance goals. Selanjutnya

pada penelitian yang dilakukan Intan (2018) dengan judul hubungan Goal

orientation dengan student engagement, pada penelitian yang dilakukan

terdapat hasil yaitu terdapat hubungan yang positif dan cukup kuat antara

goal orientation dengan student engagement dengan nilai rs=0,459.

Berdasarkan beberapa element motivasi trisula, task value merupakan salah

satu elemen esensisl dari motivasi trisula.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dijabarkan di atas

merupakan bagian dari tiga elemen Motivasi trisula secara spesifik, dimana

didalamnya terdapat tiga elemen esensial pembentuk motivasi berprestasi di

antaranya ialah: nilai-tugas, efikasi-diri, dan orientasi tujuan yang akan

digunakan sebagai Intervensi Psikologis dalam layanan bimbingan klasikal

guna meningkatkan Classroom engagement yang rendah. Oleh karena itu,

penelitian ini diharapkan dapat mempertegas secara tuntas dan tidak terpisah

dari beberapa elemen esensial dari model motivasi trisula, mempertegas

keefektifan layanan bimbingan klasikal berbasis model motivasi trisula

Page 78: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

64

untuk meningkatkan Classroom engagement. Melalui bimbingan klasikal

berbasis model motivasi trisula diprediksikan bahwa penelitian ini mampu

meningkatkan Classroom engagement dilihat dari waktu ke waktu.

2.3.2 Keefektifan Model Motivasi Trisula untuk meningkatkan Self-

direction Learning

Penelitian ini menggunakan model motivasi trisula untuk melihat

keefektifan terhadap self-direction learning siswa.

Knowles (dalam benazir & satya) Self directed learning adalah sebuah

proses dimana sebuah dimana individu mengambil inisiatif, dengan atau

tanpa bantuan orang lain, dan proses dalam self-directed learning ini

dilakukan dengan menyadari kebutuhan sendiri dalam belajar, mengatur

tujuan pribadi, membuat keputusan pada sumber dan strategi belajar dan

menilai hasil. Long, (2005) Self directed learning adalah proses mental

yang biasanya disertai dan didukung dengan aktivitas perilaku yang

meliputi identifikasi dan pencarian informasi. Dalam self directed

learning, pelajar secara sengaja menerima tanggung jawab untuk membuat

keputusan tentang tujuan dan usaha mereka sehingga mereka sendiri yang

menjadi agen perubahan dalam belajar.

Model motivasi trisula diharapkan siswa dapat mengontrol perilaku

menjadi lebih baik dan mendapatkan hasil sesuai yang diinginkan. Dalam

pelaksanaan layanan bimbingan klasikal dengan strategi model motivasi

trisula diharapkan siswa dapat mengetahui, permasalahan dalam diri, dapat

meningkatkan self-direction learning, agar mereka dapat mengikuti proses

belajar mengajar sesuai dengan yang diharapkan dari sisi kognitif, afektif

Page 79: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

65

dan perilaku sebagai seorang pelajar. Bimbingan klasikal dengan berbasis

model motivasi trisula diharapkan efektif digunakan sebagai intervensi

dalam meningkatkan self-direction learning. Dalam model motivasi trisula

terdapat tiga elemen esensial pembentuk motivasi berprestasi yaitu nilai-

tugas, efikasi-diri, dan orientasi tujuan. Aspek itulah yang akan digunakan

sebagai intervensi psikologis pada siswa yang mengalami self-direction

learning yang rendah.

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dini

Kartika, Hairida & Erlina (2010) sebanyak 58,3% siswa mempunyai

kemandirian belajar yang tinggi dalam mata pelajaran kimia. Terdapat

hubungan yang kuat antara self-efficacy dan kemandirian belajar siswa

kelas XI IPA dalam mata pelajaran kimia di SMA Kemala Bhayangkari 1

Kubu Raya dengan koefisien korelasi 0,78.

Tania Nur Hanifah (2017) dari hasil penelitian Pengaruh Self-

Efficacy Terhadap Kemandirian Belajar Siswa, bahwa self-efficacy

berpengaruh postitif terhadap kemandirian belajar siswa kelas XI

Akuntansi tahun ajaran 2016/2017 dalam mata pelajaran Akuntansi

Keuangan di SMK Negeri 1 Bandung. Lintang (2016) dalam

penelitiannya yang berjudul hubungan antara academic goal orientation

dengan kemandirian belajar, hasil penelitian ini yaitu ada hubungan positif

antara academic goal orientation dengan kemandirian belajar“ diterima.

Semakin tinggi academic goal orientation maka semakin tinggi

kemandirian belajar dan semakin rendah academic goal orientation maka

semakin rendah kemandirian belajar (self-direction learning).

Page 80: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

66

Motivasi trisula secara spesifik, dimana didalamnya terdapat tiga

elemen esensial pembentuk motivasi berprestasi di antaranya ialah: nilai-

tugas, efikasi-diri, dan orientasi tujuan yang akan digunakan sebagai

Intervensi Psikologis dalam layanan bimbingan klasikal guna

meningkatkan self-direction learning yang rendah. Oleh karena itu,

penelitian ini diharapkan dapat mempertegas secara tuntas dan tidak

terpisah dari beberapa elemen esensial dari model motivasi trisula,

mempertegas keefektifan layanan bimbingan klasikal berbasis model

motivasi trisula untuk meningkatkan self-direction learning. Melalui

bimbingan klasikal berbasis model motivasi trisula diprediksikan bahwa

penelitian ini mampu meningkatkan self-direction learning dilihat dari

waktu ke waktu. Pada kelompok bimbingan klasikal dengan self direction

learning menjadi tinggi.

2.3.3 Model Motivasi Trisula untuk meningkatkan Classroom

Engagement dan self-direction learning.

Penelitian ini bermaksud mengkaji keefektifan dari bimbingan

kelompok berbasis motivasi trisula untuk meningkatkan Keefektifan

Classroom engagement dan self-direction learning pada siswa.

Classroom engagement dan self-direction learning dinilai sangat

penting bagi proses belajar mengajar di sekolah. Motivasi trisula sebagai

intervensi pada penelitian ini, model dimana di dalamnya terdapat elemen

esensial motivasi berprestasi yang andal dimana diharapkan dapat

membantu siswa dalam mengidentifikasi efikasi diri, nlai tugas, dan

orientasi tujuan pada dirinya.

Page 81: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

67

Edy purwanto (2014) dalam penelitiannya Model motivasi trisula :

sintetis baru teori motivasi berprestasi, secara spesifik menguji kontribusi

tiga elemen esensial pembentuk motivasi berprestasi yaitu, Nilai tugas,

efikasi diri dan orientasi tujuan. Hasil dari penelitian tersebut

menunjukkan bahwa model motivasi trisula merupakan model yang andal.

Nilai tugas, Efikasi diri dan Orientasi tujuan, memiliki faktor loading

signifikan terhadap motivasi berprestasi. efikasi diri juga memeiliki faktor

loading signifikan terhadap nilai tugas, dan orientai tujuan. Sesuai dengan

penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan Model

motivasi trisula sebagai Intervensi psikologis dalam melakukan bimbingan

kelompok guna meningkatkan Classroom Engagement dan self-direction

learning melalui tiga elemen penting dalam motivasi berprestasi, yaitu

Task Value, Self-efficacy dan Goal setting.

Schunk, Wigfield dan Eccles (dalam Purwanto 2014)

mengemukakan bahwa indikator dari motivasi berprestasi, khususnya

dalam setting akademik, meliputi, (1) Choice atau memilih terlibat

dalam tugas akademik daripada tugas-tugas non-aka-demik. Perilaku

memilih tugas prestasi ini misalnya memilih mengerjakan tugas sekolah

daripada menonton TV, menelepon teman, bermain game, ataupun

aktivitas-aktivitas lainnya yang dapat dipilih untuk mengisi waktu luang;

(2) Persistence atau persisten (ulet) dalam tugas prestasi, terutama pada

waktu menghadapi rintangan seperti kesulitan, kebosanan, ataupun

kelelahan; dan (3) Effort atau mengerahkan usaha baik berupa usaha

secara fisik maupun usaha secara kognitif seperti misalnya menerapkan

Page 82: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

68

strategi kognitif ataupun strategi metakognitif. Dalam hal ini, peneliti

ingin menggunakan layanan bimbingan klasikal berbasis model motivasi

trisula. Oleh karena itu, Melalui bimbingan klasikal berbasis model

motivasi trisula diprediksikan bahwa penelitian ini mampu meningkatkan

self-direction learning dilihat dari waktu ke waktu.

Di bawah ini adalah kerangka berfikir dalam bentuk gambar, yaitu

sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk pertanyaan (Sugiyono; 2015: 96). Berdasarkan pada kajian teori

dan kerangka berfikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian

sebagai berikut :

Intervensi

Meningkatkan Classroom engagement pada siswa

Masalah

Bimbingan klasikal berbasis Model motivasi trisula.

1. Task Value 2. Self –Efficacy 3. Goal Setting

Rendahnya Clasroom Engagement pada siswa

Rendahnya Self-Direction Learning pada siswa

Meningkatkan Self-Direction Learning pada siswa

Hasil

Page 83: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

69

1) Layanan Bimbingan Klasikal berbasis Model motivasi Trisula efektif

dalam meningkatkan Classroom Engagement siswa.

2) Layanan Bimbingan Klasikal berbasis Model motivasi Trisula efektif

dalam meningkatkan Self-direction learning siswa.

3) Terdapat Perbedaan tingkat keefektifan Bimbingan Klasikal berbasis

Model motivasi Trisula dalam meningkatkan Classroom

Engagement dan Self-direction learning

Page 84: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

103

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pelaksanaan penelitisn tentang keefektifan bimbingan klasikal

berbasis motivasi trisula untuk meningkatkan classroom engagement dan self-

direction learning pada siswa SMA NW Narmada Lombok Barat, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Layanan Bimbingan klasikal berbasis model motivasi trisula menunjukkan

keefektifan yang signifikan dalam meningkatkan classroom engagement.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model motivasi

trisula efektif meningkatkan classroom engagement pada Siswa SMA NW

Narmada, Lombok Barat (NTB)

2. Layanan Bimbingan klasikal berbasis model motivasi trisula menunjukkan

keefektifan yang signifikan dalam meningkatkan self-direction learning.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model motivasi

trisula efektif meningkatkan self-direction learning pada Siswa SMA NW

Narmada, Lombok Barat (NTB)

3. Adanya perbedaan tingkat keefektifan antara bimbingan klasikal berbasis

model motivasi trisula untuk meningkatkan classroom engagement dan

self-direction learning siswa. Self-direction learning mengalami

peningkatan lebih tinggi dibandingkan dengan classroom engagement.

Tingkat keefektifan bimbingan klasikal berbasis model motivasi trisula

untuk meningkatkan self-direction learning siswa lebih tinggi.

Page 85: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

104

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi yang sesuai dengan hasil penelitian, maka

dapat diajukan beberapa saran kepada masing-masing pihak sebagai berikut:

1. Bagi konselor sekolah.

Diharapkan kepada konselor sekolah dapat menerapkan bimbingan klasikal

berbasis model motivasi trisula tersebut sebagai intervensi dalam menangani

siswa yang mengalami classrooom engagement dan self-direction learning

yang rendah.

2. Kepala Sekolah

Diharapkan kepala sekolah dapat memfasilitasi pelaksanaan bimbingan

klasikal berbasis motivasi trisula dalam meningkatkan classrooom

engagement dan self-direction learning pada siswa, serta dapat memberikan

dukungan yang lebih optimal pada setiap penyelenggaraan kegiatan layanan

bimbingan dan konseling di sekolah.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini telah menghasilkan sejumlah temuan yang dapat dimanfaatkan

sebagai salah satu sumber refrensi untuk peneliti selanjutnya di dalam

memberikan pemahaman terkait tingkat keefektifan bimbingan klasikal

berbasis model motifasi trisula untuk meningkatkan classrooom engagement

dan self-direction learning pada siswa. selanjutnya subjek dalam penelitian

ini dapat diperbanyak dengan cakupan wilayah penelitian yang lebih luas,

sekaligus dengan menggunakan layanan lainnya seperti bimbingan kelompok

maupun konseling kelompok.

Page 86: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

105

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Amti, Erman dan Marjohan. 2004. Bimbingan dan Konseling. Depdikbud.

Agustin, L., AW, S. A. S., & Rahayu, M. S. (2017). Konseling Kelompok

Berbasis Teknik Self-Management Tazkiyatun Nafsi: Suatu

Intervensi Psikologi Dalam Peningkatan Self-Direction In Learning

Siswa. Jurnal Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim, 13(1), 1-12.

DOI: http://dx.doi.org/10.24014/jp.v13i1.2399

Akos, Cockman, C.R, dan Strickland, C.A. (2007). “Differentiating

Classroom Guidance Professional School Counseling”, Pro Quest

Education Journals, 10 (5) hlm. 455.

https://doi.org/10.1177/2156759X0701000502

Arias, J. d. (2004). Recent Perspectives in the Study of Motivation: Goal

Orientation Theory. Electronic Journal of Research in Educational

Psychology,2(1),35-62. https://pdfs.semanticscholar.org

Afriyanti, F., & Kusdiyati, S. 2015. Studi deskriprif school engagement siswa

kelas X, XI, dan XII ips sma mutiara 2 bandung. Prosiding

Psikologi Seminar Penelitian Sivitas Akademika (pp 460-467).

Bandung: Universitas Islam Bandung.

http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/psikologi/article/view/13

73

Bandura, A., Barbaranelli, C., Caprara, G. V., & Pastorelli, C. (1996).

Multifaceted impact of self‐efficacy beliefs on academic

functioning. Child development, 67(3), 1206-1222. DOI:

10.2307/1131888

Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: Toward A uniflyng Theory of Behavioral

Change. Journal Psychological Review, 84.191-215. https://pdfs.semanticscholar.org/9530/70a862df2824b46e7b1057e9

7badfb31b8c2.pdf

Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York:

WH. Freeman and Company.

Bakker, A. B., & Bal, M. P. (2010). Weekly work engagement and

performance: A study among starting teachers. Journal of

Occupational and Organizational Psychology, 83(1), 189–206.

http://doi.org/10.1348/096317909X402596

Creswell, John W. 2015. Penelitian Kualitatif & Desain Riset. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Page 87: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

106

Corey, Gerald. 2012. Theory and Practice of Group Counseling, 8th

Edition.

USA: Brooks/Cole.

Corey, Gerald.(2007). Teori Dan PraktekKonseling Dan Psikoterapi.

Bandung: RefikaAditama.

Chapman, E. 2003. Alternative Approaches to Assessing Student Engagement

Rates. Practical Assessment, Research & Evaluation, (Online),

8(13): (http:// PareEonline.net/getvn.asp?v=8& n=13.)

Dewi, M. T. (2019). Keefektifan bimbingan klasikal menggunakan model

blended learning untuk meningkatkan perencanaan karir siswa smk

negeri 1 banyumas. Digilib.unnes https://lib.unnes.ac.id/33843/

Dewi, N. S., Ramli, M., & Rinanto, Y. (2018). Penerapan Penelitian

Tindakan Kelas Cooperative Learning Tipe Peer Teaching untuk

Meningkatkan Keterlibatan Siswa Dalam Pembelajaran

Biologi. Jurnal Bio-Pedagogi, 7(2), 59-65.

https://jurnal.uns.ac.id/pdg/article/viewFile/27622/19070

Chapman, E. 2003. Alternative Approaches to Assessing Student Engagement

Rates. Practical Assessment, Research & Evaluation, (Online),

8(13): (http:// PareEonline.net/getvn.asp?v=8& n=13.)

Dwistia, H., Purwanto, E., & Sunawan, S. (2017). keefektifan konseling

kelompok dengan strategi self management dalam meningkatkan

classroom engagement siswa. Jurnal Bimbingan Konseling, 5(2),

113-118. Retrieved from

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk/article/view/14028

Field, A. (2013). Discovering statistics using IBM SPSS statistics. sage.

Finn, J.D. & Zimmer, K.S. 2012. Student Engagement: What is it? Why does

it matter? In S.L.Christenson, A. Reschly, & C. Wylie (eds.).

Hanbook of research on student engagement (pp.97-131). New

York, NY: Springer Science+Business Media, LLc 2012. pp. 97-

131. doi:10.1007/978-1-4614-2018-7_5.

Farozin, M. (2012). Pengembangan Model Bimbingan Klasikal untuk

Meningkatan Motivasi Belajar Siswa SMP. Cakrawala Pendidikan,

(1), 86382 DOI :10.21831/cp.v0i1.1472

Fredricks, J.A., Blumenfeld, P.C. & Paris, A.H. (2004). School engagement:

Potential of the concept, state of the evidence. Review of

Educational Research Spring 2004, Vol.74, pp.59-109.

doi:10.3102/00346543074001059.

Page 88: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

107

Gysbers, J. P., & Henderson, P. 2006. Developing & managing Your School

Guidance and Counseling Program. Fourth Edition. Alexandria,

VA: American Counseling Association.

Gibbons, Maurice. 2002. The Self-Directed Learning Handbook: Challenging

Adolescent Students To Excel. USA : John Wiley & Sons, Inc.

Guglielmino, L.M. & P. J Guglielmino. (1991). Expanding your readiness for

self directed learning. Don Mills, Ontario: Organization Design and

Development Inc.

Hughes, et all. 2008. Teacher-Student support, effortful engagement, and

achievement: A 3-year longitudinal study. Journal of American

Psychological Association. Vol. 100, No 1, 1-14.

doi: 10.1037/0022-0663.100.1.1

Hanum, A. (2015). Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Self-Efficacy Siswa Dan

Implikasinya Pada Bimbingan Konseling Smk Diponegoro Depok

Sleman, Yogyakarta. Hisbah: Jurnal Bimbingan Konseling dan

Dakwah Islam, 12(2), 11-20.

https://media.neliti.com/media/publications/80220-ID-bimbingan-

pribadi-sosial-untuk-self-effi.pdf

Hiemstra, R. (1998). Self-advocacy and self-directed learning: A potential

confluence for enhanced personal empowerment. makalah yang

dipresentasikan di Suny Empire State College Conference,

Rochester, New York.

http://home.twcny.rr.com/hiemstra/advocacy.html

Hanifah, T. N., Mulyadi, A., & Tanuatmodjo, H. (2017). Pengaruh self-

efficacy terhadap kemandirian belajar siswa. JPAK: Jurnal

Pendidikan Akuntansi dan Keuangan, 5(2), 107-116.

https://ejournal.upi.edu/index.php/JPAK/article/download/15411/8

671

Isnaini, F. 2014. Strategi Self Management Untuk Meningkatkan

Kedisiplinan Belajar. Tesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Istiqomah,F., Nursalim, M.,Pratiwi, T.I., & Nuryono, W. (2013). “Studi

tentang penanganan siswa membolos di SMTA Negeri magetan”.

Jurnal BK UNESA.03(01): 232-238

Jimerson, S. R., Campos, E., & Greif, J. L. (2003). Toward an understanding

of definitions and measures of school engagement and related

terms. The California School Psychologist, 8, 7-27.

http://dx.doi.org/10.1007/BF03340893

Page 89: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

108

Khalid, Abdul. (2015). Hubungan efikasi diri dan dukungan teman sebaya

dengan keterlibatan siswa pada sekolah. Tesis.

Surakarta:Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kartika, D., & Hairida, E. (2010). Hubungan Antara Self-Efficacy dengan

Kemamdirian Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Kimia di

SMA. Jurnal Pendidika dan Pembelajaran Universitas

Ganesha, 2(4),1-2.

http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/1106

Knowles,M.S. 1975. Self-directed learning : Aguide for learners and

teachers. New york, assosiation press.

https://doi.org/10.1177/105960117700200220

Ludden, A. B. (2011). Engagement in school and community civic activities

among rural adolescents. Journal of Youth and Adolescence, 40(9),

1254-1270. http://dx.doi.org/10.1007/s10964-010-9536-3 Mattern, R.A. 2005. College student’s goal orientations and achievement.

International Journal of Teaching and Learning in Higher

Education. USA: University of Delaware. 17 (1) : 27-32.

http://www.isetl.org/ijtlhe/pdf/ijtlhe11.pdf

Muniroh, Alimul, et al. "Peningkatan Academic Engagement Siswa melalui

Penerapan Model Problem Based Learning di Madrasah

Tsanawiyah." Jurnal Pendidikan Humaniora 4.1 (2016): 36-52.

http://journal.um.ac.id/index.php/jph/article/view/8205

Mukaromah, D., Sugiyo, S., & Mulawarman, M. (2018). Keterlibatan Siswa

dalam Pembelajaran ditinjau dari Efikasi Diri dan Self Regulated

Learning. Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory

andApplication, 7(2),14-19.

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jbk/article/view/17949

Mahesa, M. F. (2013). Hubungan antara goal orientation dengan student

engagement pada siswa sekolah masjid terminal. Jurnal FPSI UI.

http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-09/S47557

Maulana%20Firza%20Mahesa

NF Wijayanti (2014). Perbedaan self-direction learning radines tipe

kepribadian. Digilib UNS. https://digilib.uns.ac.id/.../Perbedaan-

Self-Directed-Learning-Readiness-Tipe-Kepribadian.

Nursalim, M. 2014. Strategi & Intervensi Konseling. Jakarta: Akademia

Permata.

Ormrod, J. E. 2004. Human Learning. (4th Ed.). Ohio: Pearson.

Page 90: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

109

Pennisi, A. C. (2013). Negotiating to engagement: Creating an art curriculum

with eighth-graders. Studies in Art Education, 54(2), 127-140.

Primatahta,L.S. (2016). hubungan antara academic goal orientation dengan

kemandirian belajar pada siswa SMA N 3 Temanggung (Intuisi :

Jurnal Psikologi Ilmiah). https://lib.unnes.ac.id/28284/

Prayitno. 2001. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan

Profil). Jakarta : Ghalia Indonesia.

Prayitno. 2004. Seri Layanan Konseling, Layanan Bimbingan Kelompok.

Universitas Negeri Padang.

Prayitno & Erman Amti. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan

Konseling,Jakarta: Rineka Cipta.

Purwanto, Edy. 2014. Model Motivasi Trisula: Sintesis Baru Teori Motivasi

Berprestasi. jurnal psikologi. Vol. 41, NO. 2.

Purwanto, Edy (2016). Metodologi Penelitian Kuantitatif.

Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Puspitasari, A. (2013). Self Regulated Learning Ditinjau Dari Goal

Orientation (Studi Komparasi Pada Siswa Sma Negeri 1

Mertoyudan Kabupaten Magelang). (Digilib.unnes).

https://lib.unnes.ac.id/18332/1/1511409010.pdf

Perwitasari, Lyta. 2012. Mengatasi Budaya Mencontek pada Remaja.

(Online). http://lperwitasari.blogspot.com/2012/06/mengatasi-

budaya-mencontekpada-remaja.html, diakses 4 Mei 2012)

Reski,N., Taufik., & Ifdil. (2017) “Konsep diri dan kedisiplinan belajar

siswa” Jurnal Pendidikan Indonesia, 3(2): 85-91. DOI :

10.29210/120182184.

Reeve, J. 2006. Teachers as Facilitators: What Autonomy-Supportive

Teachers Do and Why Their Students Benefit. The

Elementary School Journal. 225-236.

http://dx.doi.org/10.1086/501484 Setiawan, Y. (2015). Efektivitas layanan bimbingan klasikal untuk

meningkatkan daya juang kelas XII SMA N 1 Banjarsari Tahun

ajaran 2014/2015. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Univesitas

Pendidikan Indonesia, Bandung.

Shen, Wang-qin., Chen, Hong-lin., Hu, Yan. (2014). The Validity and

Reliabilit of The SelfDirected Learning Instrumen (SDLI) in

Mainlan Chinese Nursing Students. BMC Medical Education

Page 91: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

110

14:108.https://bmcmededuc.biomedcentral.com/articles/10.1186/14

72-6920-14-108 Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta Slavin, Robert E. 2009. Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktik (8th Ed.).

Translated by Samosir, M. Jakarta : PT. Indeks

Schunk. H.D, Pintrich, P. R, dan Mecce. L.J. 2008. Motivational In

Education: theory, research, and application . Ohio : Pearson Press.

Schunk, H.D. 2012. Learning Theories: An educational perspective (6th Ed).

Translated by Hamdiah, E dan Rahmat, F. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Sugiyanto, R. (2017). Hubungan antara iklim kelas dan task value (nilai

tugas) dengan prokrastinasi akademik siswa smp sapuran

wonosobo 2017 (Digilib UNNES). https://lib.unnes.ac.id/29856/

Sukardi, Dewa Ketut. 2002. Pengantar Program Bimbingan dan Konseling di

Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.

Suciati. 2005. Pekerti. Mengajar di Perguruan Tinggi. Buku 1.07. Taksonomi

Tujuan Instruksional. Jakarta: Pusat antar Universitas untuk

peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Derektorat

Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas.

Sukardi, Dewa Ketut dan Kusmiyati, Nila. 2008. Proses Bimbingan dan

Konseling di Sekolah. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Sukardi, D. K. (2002). Pengantar Pelaksanaan Program: Bimbingn Belajar

dan Konseling di Sekolah. Rineka Cipta, Jakarta.

Schaufeli, W. B., Salanova, M., Gonzalez-Roma, V., & Bakker, A. B. (2002).

The measurement of engagement and burnout: A two sample

confirmatory factor analytic approach. Journal of Happines Studies,

71-92. DOI: 10.1023/A:1015630930326

Sullivan, A.M., Johnson, B., Owens, L., & Conway, R. 2014. Punish Them or

Engage Them? Teachers’ Views of Unproductive Student

Behaviours in the Classroom. Australian Journal of Teacher

Education, Vol.39, iss.(6), Article 4.

doi.org/10.14221/ajte.2014v39n6.6.

Santrock, J. W. (2007). Remaja Edisi 11 Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Tohirin. 2009. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis

Integrasi). Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Page 92: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

111

Utami,D Ajeng & Kusdiyati. (2015). Hubungan antara student engagement

dengan prestasi belajar pada siswa kelas XI di Pesantren Persatuan

Islam No 1 Bandung. Prosiding Penelitian Sivitas Akademia

Unisba (Sosial dan Humaniora. Bandung 18-20 Agustus 2015.

http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/psikologi/article/view/10

06

Woolfolk, A. 2009. Educational Psychology (10th Ed.). Translated by

Soetjipto, P.H., dan Soetjipto, M. S. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Wibowo, Mungin Eddy. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. UPT

UNNES Press

Winkel, W.S dan Hastuti, Sri. 2005. Bimbingan dan Konseling di Institusi

Pendidikan. Yogyakarta : Media Abadi.

Winkel, W.S. 2004. Bimbingan Kelompok di Sekolah Menengah. Jakarta :

Gramedia

Winkel. W.S. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

Winkel, W. S., & Hastuti, M. S. (2004). Bimbingan Kelompok di Institusi

Pendidikan. Yogyakarta: Mela Abadi.

Williamson, Swapna Naskar. 2007. Development of a Self-Rating Scale of

Self-Directed Learning. Nurseresearcher 14,2. DOI:

10.7748/nr2007.01.14.2.66.c6022

Wang, Z., Bergin, C., & Bergin, D.A. 2014. Measuring Engagement in

Fourth to Twelfth Grade Classrooms: The Classroom Engagement

Inventory. Journal of American Psychological Association.

University of Missouri. Vol. 28, No. 4, pp.1-19.

doi:10.1037/spq0000050.

Page 93: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

112

Lampiran 1 Surat Keputusan Pengangkatan Dosen Pembimbing

Page 94: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

113

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Page 95: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

114

Lampiran 3 Surat Balasan dari Kepala SMA NW Narmada

Page 96: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

115

Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Page 97: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

116

Lampiran 5 Surat Keterangan Back Translate instrumen Penelitian

Page 98: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

117

Lampiran 6 Surat Permohonan Validator Instrumen Penelitian

Page 99: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

118

Page 100: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

119

Lampiran 7 Lembar Penilaian Validator Instrumen Penelitian

Page 101: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

120

Page 102: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

121

Page 103: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

122

Page 104: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

123

Lampiran 8 Rencana Pelaksanaan Layanan

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN

BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS MODEL MOTIVASI TRISULA

A Topik Layanan Nilai tugas (task value)

B Bidang layanan Pribadi - sosial

C Fungsi layanan Pemahaman dan pengembangan

D Tujuan Umum Memiliki pemahaman tentang nilai

yang diletakkan siswa terhadap suatu

tugas serta memiliki keyakinan bahwa

tugas akademik itu penting baginya

E Tujuan Khusus 1. Diharapkan dapat memahami nilai

guna atau nilai

Ekstrinsik yang diyakini siswa,

2. Memperoleh reward atau benefit

yang bakal diperoleh individu

melalui serangkaian aktivitas yang

dilakukan siswa dalam suatu tugas.

3. Memiliki nilai intrinsik, ada kei-

ngintahuan (curiosity) yang hendak

dicari tahu jawabnya melalui tugas

yang dikerjakan, ada perasaan

senang (enjoy) yang diperoleh

melalui serangkaian aktivitas yang

dikerjakan,

4. Diharapkan nilai spiritual siswa

dapat tumbuh. Melalui serangkaian

aktivitas yang dilakukan individu

yakin akan memperoleh benefit

spiritual (keberkahan, kasih

sayang) dari Tuhan

F Sasaran Siswa SMA kelas XI

G Metode/Teknik Kolaborasi dengan guru mapel, Diskusi,

tanya jawab , latihan penugasan

H Waktu 2 x 45 Menit

Page 105: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

124

I Media/Alat Laptop, LCD Proyektor (ppt)

J Materi Nilai dan elemen dalam task value

Menumbuhkan nilai positif tentang

nilai sebuah tugas bagi siswa.

Gambaran jika memahami tentang

daya gun, benefit dari suatu tugas

yang dikerjakan.

K Uraian Kegiatan

1. Tahap awal/pendahuluan

a. Pernyataan tujuan Peneliti Menyapa peserta didik

serta menyampaikan tujuan akan di

capai didalam pelaksanaan terkait

dengan topik nilai

b. Penjelasan tentang

kegiatan

Peneliti Menjelaskan langkah-

langkah/prosedur kegiatan, tugas

dan tanggung jawab peserta didik.

c. Mengarahkan

kegiatan

Peneliti memberikan penjelasan

tentang topik yang akan

dibicarakan.

2. Tahap Peralihan (transisi)

Peneliti menanyakan kesiapan

peserta didik dan kemudian

memulai masuk ketahap inti (tahap

kegiatan)

3. Kegiatan

Penjelasan terkait kegiatan 1. Peneliti menjelaskan materi

tentang task value yang diperlukan

oleh siswa di antaranya adalah nilai

guna dalam tugas atau nilai

Ekstrinsik yang diyakini siswa,

Meyakini memperoleh reward atau

benefit.

2. Setelah menjelaskan materi. Siswa

diminta untuk mendiskusikan nilai-

nilai yang mereka anggap penting

dalam mengerjakan atau

mempelajari sesuatu.

3. Peneliti meminta siswa

mempersiapkan alat atau benda

yang telah dipersiapkan dengan

guru mapel bahasa inggris.

Page 106: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

125

4. Praktik, kolaborasi dengan guru

bahasa inggris, latihan speaking

dengan menceritakan alat atau

benda yang dibawa siswa.

5. Siswa maju satu persatu kemudian

menceritakan alat atau benda

tersebut dengan menggunakan

bahasa inggris.

6. Siswa kemudian diminta untuk

bernyanyi “bahasa inggris” sambil

memutarkan benda atau alat yang

telah dibawa masing-masing siswa

kepada temannya. jika musik

berhenti, berarti siswa tersebut

harus menceritakan dan

mengilustrasikan benda yang

dipegang saat itu juga

menggunakan bahasa inggris.

7. Peneliti dan guru berdiskusi dan

menyimpulkan kegiatan.

4. Penutup

Peneliti memberikan penguatan

terhadap peserta didik tentang

pentingnya memahami dan

meyakini bahwa ada nilai yang

diperoleh dalam sustu tugas,

sehingga dalam melakukan tugas

dan belajar lebih termotivasi dan

memiliki benefit yang bermanfaat

bagi dirinya.

L Evaluasi

1. Evaluasi Proses (Terlampir)

2. Evaluasi Hasil (Terlampir)

Page 107: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

126

LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

BERBASIS MODEL MOTIVASI TRISULA

Materi : Nilai-tugas

Ketika individu dihadapkan pada suatu tugas, salah satu pertanyaan yang muncul

dalam benaknya adalah mengapa saya mau mengerjakan tugas ini. Jawaban atas

pertanyaan tersebut berkaitan dengan nilai atau harga dari tugas yang dikerjakan

tersebut bagi individu. Konstrak psikologi yang diajukan oleh para peneliti terkait

konsep nilai-tugas meliputi nilai atau motivasi intrinsik, nilai ekstrinsik atau nilai

guna atau motivasi ekstrinsik. Satu lagi nilai yang penting bagi orang Indonesia

yaitu nilai spiritual, yaitu nilai yang berkaitan dengan penghayatan dirinya sebagai

makhluk religius.

keyakinan tentang nilai yang diletakkan siswa terhadap suatu tugas akan meningkat

seiring dengan meningkatnya keyakinannya bahwa tugas akademik itu penting

baginya (attainment value), menyenangkan untuk dilakukan (intrinsicmotivasit),

memiliki kegunaan atau manfaat bagi dirinya (utility value). Nilai tugas juga dapat

terbangun melalui pengalaman sukses serta keakraban dengan tugas.

menemukan bahwa semakin akrab terhadap suatu materi pelajaran (prior

knowledge) akan semakin tinggi motivasi intrinsik siswa terhadap pelajaran

tersebut. Untuk menguasai suatu materi baru seringkali dibutuhkan penguasaan atas

materi-ma-teri yang berada pada tingkat di bawahnya. Oleh karena itu untuk

mempercepat tumbuhnya motivasi terutama pada tahap

awal, dapat ditempuh melalui rancangan pembelajaran yang mengkaitkan antara

materi pelajaran dengan minat siswa, sebagai contoh, dalam pembelajaran bahasa

Inggris, dapat dilakukan dengan mendayagunakan musik yang berbahasa Inggris.

elemen nilai-tugas terdiri atas tiga aspek: (1) nilai guna atau nilai ekstrinsik, ada

reward atau benefit yang bakal diperoleh individu melalui serangkaian aktivitas yang

dilakukan individu dalam suatu tugas. Dengan kata lain

serangkaian tindakan yang dilakukan individu merupakan instrumen atau alat untuk

memperoleh sesuatu yang bernilai bagi individu;

Page 108: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

127

(2) nilai intrinsik, ada keingintahuan (curiosity) yang hendak dicari tahu jawabnya

melalui tugas yang dikerjakan, ada perasaan senang (enjoy) yang diperoleh melalui

serangkaian aktivitas yang dikerjakan, ada kompetensi tertentu yang hendak dikuasai

melalui serangkaian aktivitas yang dilakukan; dan (3) nilai spiritual. Melalui

serangkaian aktivitas yang dilakukan individu yakin akan mem-

peroleh benefit spiritual (keberkahan, kasih sayang) dari Tuhan.

Page 109: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

128

Lembar Absensi Siswa

Topik :

Hari/Tanggal :

Pertemuan :

No Nama TTD

Page 110: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

129

Lembar Evaluasi Proses Siswa

Topik :

Hari/Tanggal :

Pertemuan :

Nama Peserta :

No

PERNYATAAN SKOR

1 2 3 4 1 Topik nilai yang disampaikan saya butuhkan

2 Saya terlibat aktif dalam kegiatan

3 Saya tertarik dengan media yang digunakan

4 Kegiatan memberikan manfaat bagi saya

5 Alokasi waktu dalam pelaksanaan kegiatan

mencukupi.

6 Pembimbing menyampaikan materi nilai dengan

cara yang menarik

7 Pembimbing memberikan kesempatan kepada

setiap peserta untuk menyampaikan pendapat

8 Pembimbing mampu membuat suasana nyaman

dan menyenangkan

Catatan:

Page 111: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

130

ANGKET EVALUASI HASIL LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

Topik :

Nama Siswa :

Kelas/No Presensi :

Waktu Pelaksana :

Petunjuk :

1. Berilah tanda centang (V) pada kolom skor setiap item sesuai hasil penilaian Anda.

2. Tentukan kategori yang sesuai dengan kriteria Anda.

No Pernyataan Skor

1 2 3 4

1 Saya mampu

merasakan perasaan

senang yang

diperoleh melalui

serangkaian

aktivitas

yang dikerjakan

2 Saya meyakini

bahwa nilai guna

atau nilai ada

reward atau benefit

yang bakal

diperoleh melalui

serangkaian

aktivitas yang

dilakukan

3 Saya yakin akan

memperoleh benefit

spiritual

(keberkahan,

kasih sayang) dari

Tuhan.

4 Dengan adanya

pemahaman tentang

nilai suatu tugas

Kategori Hasil Layanan

Page 112: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

131

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN

BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS MODEL MOTIVASI TRISULA

A Topik Layanan Efikasi diri

B Bidang layanan Pribadi-Sosial

C Fungsi layanan Pemahaman dan pengembangan

D Tujuan Umum Siswa dapat menentukan dan

mengembangkan dirinya secara optimal

dan mandiri serta dapat membantu

untuk mengenali lingkungan sosialnya.

E Tujuan Khusus 1. Diharapkan siswa memiliki keyakinan

diri dan dapat mengatasi hambatan

yang terjadi dalam dirinya

2. Dapat belajar memahami cara bersikap

percaya diri terhadap kemampuannya

sendiri

3. Menumbuhkan rasa percaya diri akan

kemampuan dirinya dalam

melaksanakan tugas-tugas.

4. Mampu melakukan suatu perilaku

ataupun menghasilkan sesuatu yang

diharapkan dalam suatu situasi tertentu

5. Dapat belajar mengatur suatu hal yang

menampilkan tingkah laku yang

mengarahkannya kepada hasil yang

diharapkan

6. Diharapkan siswa mampu belajar

bertindak pada situasi yang penuh

dengan tekanan.

7. Belajar dan berlatih bekerja keras dan

bertahan mengerjakan tugas sampai

selesai tanpa adanya paksaan.

F Sasaran Siswa SMA

G Metode/Teknik Diskusi, tanya jawab, penugasan

H Waktu 2 x 45 Menit

I Media/Alat Laptop, LCD Proyektor (ppt)

Page 113: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

132

J Materi Penguatan Self-Efficacy pada Siswa .

K Uraian Kegiatan

1. Tahap awal/pendahuluan

a. Pernyataan Tujuan

Peneliti memberikan salam dan menyapa

peserta didik serta menyampaikan tujuan

akan di capai di dalam pelaksanaan yang

terkait dengan topik self-efficacy

b. Penjelasan Tentang

Kegiatan

Peneliti Menjelaskan langkah-langkah dan

prosedur kegiatan, tugas dan tanggung

jawab peserta didik.

c. Mengarahkan Kegiatan Peneliti memberikan penjelasan tentang

topik/materi yang akan disampaikan.

2. Tahap Peralihan (transisi)

Peneliti menanyakan kesiapan peserta

didik dan kemudian memulai masuk

ketahap inti (tahap kegiatan)

3. Kegiatan

Penjelasan terkait kegiatan 1. Peneliti menjelaskan tentang pentingnya

memiliki harapan terhadap

kemungkinan hasil dari perilaku yang

dilakukan siswa. Harapan tentang

kemungkinan hasil yang akan diperoleh

dan kemungkinan tercapainya tujuan

siswa.

2. Pengharapan yaitu persepsi diri sendiri

mengenai seberapa bagus diri dapat

berfungsi dalam situasi tertentu.

berhubungan dengan keyakinan bahwa

diri memiliki kemampuan melakukan

tindakan yang diharapkannya.

3. Nilai/ Hasil yaitu kebermakanaan atas

hasil yang diperoleh seseorang.

4. Setelah menjelaskan materi Peneliti

meminta siswa untuk menuliskan

pengalaman berhasil yang pernah

diperoleh dan harapan yang ingin di

capai/diperoleh.

5. Meminta siswa mengamati sebuah

contoh pengalaman keberhasilan orang

lain melalui pemutaran vidio.

6. Setelah menonton siswa membacakan

lagi apa yang telah mereka tuliskan.

7. Siswa diminta maju menceritakan

secara singkat nilai/ manfaat dari hal

yang pernah dilakukannya, sesuai

Page 114: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

133

dengan apa yang telah mereka tuliskan

sebelumnya.

4. Penutup

1. Peneliti memberikan penguatan

terhadap peserta didik untuk

pentingnya harapan yang dipelajari

siswa, mampu melakukan suatu

perilaku ataupun menghasilkan

sesuatu yang diharapkan dalam suatu

situasi tertentu

L Evaluasi

3. Evaluasi Proses (Terlampir)

4. Evaluasi Hasil (Terlampir)

Narmada,

Peneliti

Heru Andrian Fatmawijaya

NIM. 0106517059

Page 115: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

134

Materi Bimbingan Klasikal Berbasis Motivasi Trisula

Materi : Self-efficacy

Penguatan Self-Efficacy pada Siswa

Menurut Bandura, terdapat tiga aspek yang memberikan dorongan bagi terbentuknya

self-efficacy, yaitu:

1. Pengharapan Hasil (Outcome Expectancy), yaitu adanya harapan terhadap

kemungkinan hasil dari perilaku. Harapan ini dalam bentuk prakiraan kognitif

tentang kemungkinan hasil yang akan diperoleh dan kemungkinan tercapainya

tujuan.

2. Pengharapan Efikasi (Efficacy Expectancy), yaitu persepsi diri sendiri

mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Self-efficacy

berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan

tindakan yang diharapkan.

3. Nilai Hasil (Outcome Value), yaitu nilai kebermakanaan atas hasil yang

diperoleh seseorang. Nilai hasil yang sangat berarti akan memberikan pengaruh yang

kuat pada motivasi seseorang untuk mendapatkannya kembali. Self-efficacy dapat

ditumbuhkan dan dipelajari melalui empat sumber informasi. Sumber-sumber

informasi tersebut dipakai sebagai alat untuk menumbuhkan dan mengembangkan

self-efficacy dalam diri individu.

Bandura mengungkapkan bahwa self-efficacy memiliki empat sumber informasi,

yaitu:

1. Pengalaman performansi, yaitu prestasi yang pernah dicapai pada masa yang

telah lalu. Sebagai sumber, performansi masal atau menjadi pengubah self-efficacy

yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan

ekspektasi efficacy, sedang kegagalan akan menurunkan efficacy. Pengalaman

vikarius, yaitu diperoleh melalui model sosial. Efficacy akan meningkat ketika

mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efficacy akan menurun jika

mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata

gagal. Kalau figur yang diamati berbeda dengan diri si pengamat, pengaruh vikarius

tidak besar. Sebaliknya, ketika mengamati kegagalan figur yang setara dengan

Page 116: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

135

dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan

figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.

2. Persuasi Sosial, yaitu self-efficacy yang dapat diperoleh, diperkuat atau

dilemahkan melalui persuasi sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada

kondisi yang tepat persuasi diri orang lain dapat mempengaruhi self-efficacy.

Kondisi itu adalah rasa kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang

dipersuasikan.

3. Keadaan emosi, yaitu keadaan yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi

efficacy di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stres, dapat

mempengaruhi self-efficacy. Namun bisa terjadi, peningkatan emosi (yang tidak

berlebihan) dapat meningkatkan self-efficacy. Perubahan tingkah laku akan terjadi

kalau sumber ekspektasi efficacy-nya berubah. Pengubahan self-efficacy banyak

dipakai untuk memperbaiki kesulitan dan adaptasi tingkah laku orang yang

mengalami berbagai masalah behavioral.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan self-efficacy, yaitu:

1. Sifat tugas yang dihadapi. Situasi-situasi atau jenis tugas tertentu menuntut

kinerja yang lebih sulit dan lebih berat daripada situai tugas lain.

2. Intensif eksternal. Intensif berupa hadiah (reward) yang diberikan oleh orang lain

untuk merefleksikan keberhasilan seseorang dalam menguasai atau melaksanakan

suatu tugas (competence contigen insetif). Misalnya: pemberian pujian, materi dan

lainnya.

3. Status atau peran. Individu dalam lingkungan derajat sosial seseorang

mempengaruhi penghargaan dari orang lain dan rasa percaya dirinya.

4. Informasi tentang kemampuan diri. Self-efficacy seseorang akan meningkat

atau menurun jika siswa mendapat informasi yang positif atau negatif tentang

dirinya.Self efficacy dibagi menjadi dua yaitu, self efficacy tinggi dan rendah.

Menurut Robert Kreitner & Angelo Kinicki ada beberapa perbedaan pola perilaku

antara seseorang yang mempunyai self efficacy tinggi dan rendah yaitu:

Page 117: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

136

1. Self efficacy tinggi yaitu: aktif memilih peluang terbaik, mampu mengelola

situasi, menghindari atau menetralisir hambatan, menetapkan tujuan, menetapkan

standar, membuat rencana, persiapan dan praktek, bekerja keras, kreatif dalam

memecahkan masalah, belajar dari kegagalan, memvisualisasikan keberhasilan,

membatasi stres.

2. Self efficacy rendah yaitu: Pasif, menghindari tugas yang sulit, aspirasi lemah

dan komitmen rendah, fokus pada kekurangan pribadi, tidak melakukan upaya

apapun, perkecil hati karena kegagalan, menganggap kegagalan adalah karena

kurangnya kemampuan atau nasib buruk, mudah khawatir, stres dan menjadi

depresi, memikirkan alasan untuk gagal.

Page 118: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

137

Lembar Absensi Siswa

Topik :

Hari/Tanggal :

Pertemuan : Kelas :

No Nama TTD

Page 119: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

138

Lembar Evaluasi Proses Siswa

Topik :

Hari/Tanggal :

Pertemuan :

Nama Peserta :

No

PERNYATAAN SKOR

1 2 3 4 1 Topik tentang self efikasi yang disampaikan

memang saya butuhkan

2 Saya terlibat aktif dalam kegiatan

3 Saya tertarik dengan media yang digunakan

4 Kegiatan memberikan manfaat bagi saya

5 Alokasi waktu dalam pelaksanaan kegiatan

mencukupi.

6 Pembimbing menyampaikan materi

keterhubungan dengan cara yang menarik

7 Pembimbing memberikan kesempatan kepada

setiap peserta untuk menyampaikan pendapat

8 Pembimbing mampu membuat suasana nyaman

dan menyenangkan

Catatan:

Page 120: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

139

ANGKET EVALUASI HASIL LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

Materi : Self-efficacy

Topik :

Nama Siswa :

Kelas/No Presensi :

Waktu Pelaksana :

Petunjuk :

1. Berilah tanda centang (V) pada kolom skor setiap item sesuai hasil penilaian

Anda.

2. Jumlahkan seluruh skor yang diperoleh Anda.

3. Tentukan kategori yang sesuai dengan kriteria Anda.

No Pernyataan Skor

1 2 3 4

1 Saya memperoleh

banyak pengetahuan

dan informasi tentang

keyakinan bahwa diri

memiliki kemampuan

melakukan tindakan

yang diharapkan

2 Saya mampu

menghubungkan

antara kemampuan

yang saya miliki

untuk melakukan

suatu tugas

3 Saya menyadari

pentingnya keyakinan

diri saya atas

kemampuan yang

saya miliki

4 Saya dapat

menyelesaikan tugas

sampai selesai tanpa

mencontek

5 Saya dapat

memahami

Page 121: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

140

pentingnya

menyesuaikan diri

dengan lingkungan

6 Saya dapat

memahami

kemampuan saya

Total Skor

Kategori Hasil Layanan

Keterangan :

Skor minimal yang dicapai adalah 1x 6 = 6, dan skor tertinggi adalah 4 x 6 = 24

System Skoring Kriteria Keberhasilan

Skor 4 : sangat baik Sangat baik = 21-24

Skor 3 : baik Baik = 17-20

Skor 2 : cukup baik Cukup = 13-16

Skor 1 : kurang baik Kurang = <13

Page 122: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

141

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN

BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS MOTIVASI TRISULA

A Topik Layanan Goal setting

B Bidang Layanan Pribadi Sosial

C Fungsi layanan Fungsi Pemahaman dan Pengembangan

D Tujuan Umum Memiliki suatu tujuan dan komitmen

terhadap tujuan terhadap tugas yang ingin di

capai.

E Tujuan Khusus 1. Keterlibatan siswa dalam aktivitas,

berfokus pada bagaimana tujuan

dibangun dan diubah serta

mengarahkan perilaku

2. Peserta didik dapat memahami

bagimana berfokus pada tujuan yang

ingin dibangun dan diubah

3. Peserta didik dapat merespon,

memberikan reaksi dan

menginterpretasikan situasi untuk

mencapai suatu prestasi atau tugas-

tugasnya

4. Diharapkan siswa memahami

bagaimana mencapai hasil yang

diinginkannya

5. Memiliki keyakinan yang mengarah

pada cara-cara berbeda dalam

proses, perilaku, dan

tanggungjawabnya dalam

berperilaku untuk berprestasi.

6. Dapat menilai kinerja diri sendiri,

keberhasilan atau kegagalan dalam

mencapai tujuan

F Sasaran Siswa SMA

G Metode/Teknik Game, latihan, diskusi dan tanya jawab

H Waktu 2 x 45 Menit

I Media/Alat LCD Proyektor

J Materi 1. Pengertian esensi perubahan dan

peluang

2. Penetapan tujuan yang jelas

3. lima komponen utama goal

Page 123: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

142

4. prinsip goal setting yang disebut

dengan SMART

5. goal setting dapat meningkatkan

motivasi belajar

K Uraian Kegiatan

5. Tahap awal/Pendahuluan

Peneliti menyapa peserta didik

Perkenalan dan pembinaan

Peneliti mengajak siswa mulai

terlibat dalam interaksi dalam kelas

Mengisi lembar absensi kelas

Peneliti memberikan penghargaan

atas ketersediaan siswa dalam

mengikuti proses penelitian.

Memainkan permainan dan

menciptakan keakraban

a. Pernyataan Tujuan Peneliti menyampaikan tujuan yang

akan di capai didalam pelaksanaan

terkait dengan topik Peluang

b. Penjelasan Tentang

Kegiatan

Peneliti menjelaskan langkah-

langkah/prosedur kegiatan, serta tugas

dan tanggung jawab peserta didik

c. Mengarahkan

kegiatan

Peneliti memberikan penjelasan tentang

topik yang akan dibicarakan

2. Tahap peralihan Peneliti menanyakan kesiapan peserta

didik dan kemudian memulai masuk

ketahap inti (tahap kegiatan)

3. Kegiatan

Peneliti mengajukan pertanyaan

tentang tujuan atau sasaran yang

hendak dicapai individu dalam suatu

tugas.

Bagaimana siswa berkomitmen

dalam tujuan dan yakin bisa

melakukannya

Peneliti mejelaskan tentang tujuan

atau sasaran yang hendak dicapai

siswa bagaimana penetapan sasaran

atau target berorientasi hasil yang

harus dicapai oleh siswa.

Tujuan mampu mengatur, memberi

energi dan mengarahkan perilaku

Page 124: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

143

yang dibutuhkan mereka sendiri.

Peneliti mengajarkan tentang

bagaimana penerapan Smart dalam

menghafal kata dalam belajar

Selanjutnya peneliti meminta siswa

berkumpul di lapangan untuk

memulai game (mencapai tujuan).

Peneliti meminta siswa untuk

memberikan kesimpulan dan diskusi

tentang kegiatan yang telah

dilakukan.

4. Penutup

Sesi diakhiri dengan peneliti dan

guru mapel memberikan penguatan

dan penekanan pada pentingnya

sikap positif dalam kehidupan

sehari-hari, menerima tantangan.

L Evaluasi

5. Evaluasi Proses (Terlampir)

6. Evaluasi Hasil (Terlampir)

Narmada,

Peneliti

Heru andrian fatmawijaya

NIM. 0106517059

Page 125: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

144

Materi Bimbingan klasikal Berbasis Motivasi Trisula

Orientasi tujuan

Orientasi tujuan berkaitan dengan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai individu

dalam suatu tugas. Terem atau konstrak psikologi yang diajukan para peneliti terkait

orientasi tujuan meliputi tujuan masteri (mastery goal orientation), tujuan

performansi (performance goal orien-tation). Penerapan konsep tersebut berupa

goal-setting. pemilihan suatu tujuan dan komitmen terhadap tujuan yang terkait

dengan suatu tugas dipengaruhi oleh efikasi-diri dalam tugas tersebut.

Goal setting adalah penetapan sasaran atau target berorientasi hasil yang harus

dicapai oleh seseorang. Tujuan mampu mengatur, memberi energi dan mengarahkan

perilaku yang dibutuhkan. Di samping itu, tujuan dapat menjadi motivator sehingga

segala upaya akan dikerahkan agar tujuan dapat terwujud.

Elemen orientasi tujuan terdiri atas dua aspek yaitu: (1) Tujuan masteri, individu

memiliki tujuan yang jelas serta komitmen yang tinggi untuk menguasai atau

memperbaiki kompetensi tertentu, untuk mengembangkan keterampilan atau

kecakapan baru melalui tugas-tugas aka-demik yang dilakukan. (2) Tujuan

performansi, individu memiliki tujuan yang jelas serta komitmen yang tinggi untuk

mengungguli performansi orang lain, untuk memperoleh pengakuan publik atas

sukses yang dicapai. Aspek tujuan menghindari performansi (performance-avoid

goal), yaitu bertujuan menghindari penilaian tidak kompeten, tidak dimasukkan

sebagai aspek tersendiri dari orientasi tujuan, sebab performansi merupakan pola

maladaptive dari tujuan performansi. Individu yang memiliki tujuan menghindari

performansi, orientasinya ketika menghadapi tugas prestasi adalah agar tergolong

dalam kelompok kompetensi rendah.

Menurut Locke, Saari, Shaw, dan Latham (2005) goal adalah sebagai objek atau

tujuan dari suatu perilaku. Konsep ini hampir sama dengan konsep tujuan dan

maksud. Konsep ini juga sering dimaknai dengan tujuan yang termasuk di dalamnya

adalah standar performansi (ukuran untuk evaluasi hasil performansi), kuota (jumlah

minimum dari suatu produksi atau pekerjaan), norma pekerjaan (standar perilaku

yang diterima dan didefinisikan oleh kelompok kerja), tugas (bagian pekerjaan yang

harus dicapai), objektif (tujuan akhir dari perilaku atau rangkaian perilaku), deadline

(batas waktu untuk menyelesaikan suatu tugas) (Locke dkk, 2005).

Konsep goal setting (penentuan tujuan) terdapat di dalam domain psikologi kognitif

dan konsisten dengan tren penelitian akhir-akhir ini seperti modifikasi perilaku

kognitif (Locke dkk, 2005). Penelitian-penelitian yang ada di dalam teori penetapan

tujuan ini berasal dari dua sumber, yaitu pada wilayah akademik dan industri.

Sumber akademik mengacu pada waktu, serta berhubungan dengan konsep

perhatian, tugas, penentuan dan tingkatan aspirasi. Penentuan tujuan juga merupakan

komponen yang penting dalam teori belajar sosial dari Bandura (Locke dkk, 2005).

Menurut Locked (Sukadji, 2010), asumsi dasar penelitian mengenai penentuan

Page 126: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

145

tujuan adalah bahwa tujuan merupakan suatu pengatur secara langsung akan perilaku

atau tindakan seseorang. Meskipun demikian, tidak serta merta bahwa hubungan

antara tujuan dan tindakan dapat diasumsikan secara langsung karena seseorang

mungkin saja melakukan kesalahan, seperti kekurangmampuan untuk mencapai

suatu tujuan, atau mempunyai konflik yang tidak disadari. Selain itu, Morisano dkk,

(2010) mengatakan bahwa asumsi dasar teori penentuan tujuan ini adalah sederhana,

yaitu dapat secara nyata meningkatkan performansi pada berbagai tugas yang

diberikan. Seseorang yang mempunyai tujuan yang jelas nampak lebih mampu untuk

mengarahkan perhatian secara langsung, berusaha untuk melakukan aktivitas yang

relevan dengan tujuan dan menjauhi usaha yang tidak relevan dengan pencapaian

tugas, serta menampilkan kapasitas regulasi diri yang besar.

Penetapan tujuan yang jelas juga akan menampakkan adanya peningkatan

keingintahuan, dan dengan adanya tujuan yang penting bagi seseorang akan

mengantarkannya pada produksi energi yang besar dari pada tujuan yang tidak

terlalu penting (Morisano dkk, 2010). Tujuan yang jelas juga akan meningkatkan

ketekunan, membuat seseorang tidak rentan terhadap kecemasan, kekecewaan, dan

frustasi. Tujuan juga dapat membantu seseorang menggunakan strategi, cara berfikir

serta persepsi yang lebih efisien (Locke dan Latham, 2007). Luneburg (2011)

memprediksi bahwa kinerja yang paling efektif tampaknya terjadi ketika tujuan

yang spesifik dan menantang, ketika digunakan untuk mengevaluasi kinerja dan

terkait dengan umpan balik pada hasil, serta menciptakan komitmen dan

penerimaan. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa goal setting

adalah pengatur secara langsung akan perilaku atau tindakan seseorang untuk

menetapkan tujuan yang jelas yang akan dicapai.

Berdasarkan pendapat Locke dan Latham, (2006) ada lima komponen utama goal

setting, yaitu:

a. Komponen utama yang pertama adalah clarity atau kejelasan yaitu bahwa tujuan

itu harus yang spesifik, menantang dan sulit sehingga membawa pada hasil yang

lebih tinggi dari pada tujuan yang samar-samar atau tidak jelas. Tujuan yang spesifik

juga membawa pada kinerja yang lebih tinggi dari pada tujuan yang umum seperti

“kerjakan sebaik mungkin” (do your best). Locke dkk, (2005) yang telah

melakukan ulasan pada beberapa penelitian tentang goal setting menyimpulkan

bahwa lebih kurang 90% dari penelitian-penelitian yang mereka lakukan

menyatakan bahwa tujuan yang spesifik, menantang dan sulit membawa pada

kinerja yang lebih baik dari pada tujuan yang sedang, mudah, sebaik mungkin (do

your best) dan tanpa tujuan.

b. Komponen yang kedua challenge atau tantangan, bahwa target yang sulit

menghadirkan suatu tantangan yang membangkitkan dorongan untuk mencapai

tujuan dalam diri siswa, tetapi target ini dalam batas masih dapat dicapai.

c. Komponen yang ketiga adalah task complexity atau kompleksitas tugas yaitu

jika menggunakan tugas yang relatif simpel dan tujuan dapat ditetapkan dengan

mudah.

d. Komponen yang keempat adalah komitmen yaitu mengaplikasikan bahwa

seseorang telah setuju untuk mengikatkan dirinya dengan tujuan yang ditetapkan.

Komitmen penerimaan tujuan dan keterikatan tujuan merupakanm hal yang hampir

Page 127: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

146

sama, meskipun secara konseptual dapat dibedakan. Keterikatan pada tujuan

mengaplikasikan penentuan untuk mencoba berusaha mencapai tujuan atau tetap

berusaha untuk mencapai tujuan, sedangkan sumber dari tujuan tersebut tidak

dispesifikasi. Tujuan tersebut bisa merupakan tujuan yang telah ditetapkan (assigned

goal), atau ditetatpkan secara partisipatif, atau tujuan yang ditetapkan oleh dirinya

sendiri. Sedangkan penerimaan tujuan mengimplikasikan bahwa seseorang telah

setuju untuk mengikatkan dirinya dengan tujuan yang ditetapkan atau diusulkan oleh

orang lain.

e. Komponen yang kelima adalah umpan balik (feedback), seseorang akan

melakukan pekerjaan dengan lebih baik jika diberi umpan balik yang menunjukkan

seberapa hasil atau kemajuan yang dicapai terhadap tujuan, karena umpan balik

menolong untuk mengidentifikasi ketidaksesuaian antara apa yang mereka telah

kerjakan dan apa yang mereka akan capai, maka umpan balik bertindak sebagai

petunjuk (guide) tingkah laku, sehingga umpan balik membawa pada kinerja yang

lebih tinggi daripada tanpa umpan balik (Robbin, 2009).

Moran (Sukadji, 2010) mengajukan prinsip goal setting yang disebut dengan

SMART. Akronim ini sebenarnya berasal dari dari buah pikiran dari Bull, Albinson

dan Shambrook. Penjabaran SMART adalah sebagai berikut:

a. Spesific (spesifik) Semakin jelas dan spesifik sasaran belajar yang dibuat, maka

akan lebih besar kemungkinan untuk mencapainya. Misalnya, menghafalkan kata

kerja “saya ingin hafal kata kerja tak beraturan, dan setiap hari harus hafal 20 kata”

akan lebih besar pengaruhnya terhadap motivasi dari pada “saya mungkin akan

menghafalkan kata kerja bila memiliki waktu”.

b. Measurable (terukur) Terukur apabila tidak mampu mengukur kemajuan terhadap

sasaran, maka seseorang cenderung akan kehilangan minat dalam mencapai sasaran.

Oleh karena itu, sangat penting untuk selalu menyimpan dokumen kemajuan.

Misalnya, bila sasaran belajar di atas, maka perlu memiliki dokumen mengenai

peningkatan pelaksanaan. Apabila kemarin hanya hafal 20 kata, maka setelah tiga

hari akan hafal 60 kata.

c. Action related (langkah-langkah) Agar tidak dibingungkan oleh urutan langkah

yang perlu dilakukan, perlu menentukan sejumlah langkah yang berurutan semakin

dekat dengan pencapaian sasaran. Langkah-langkah tersebut harus berada di bawah

kendali. Misalnya, pagi hari setelah bangun tidur menghafal 10 kata, dan sore hari

lima kata, kemudian menjelang tidur lima kata.

d. Realistic (realistis) Sasaran belajar harus realistik dan dapat dicapai dengan

memanfaatkan sumber yang dapat diperoleh. Misalnya, mempertimbangkan

kemampuan dalam dalam menghafal, tidak menetapkan target terlalu sulit maupun

terlalu mudah.

e. Time based (waktu) Seringkali kita bekerja saat mendekati batas akhir

penyampaian tugas tertentu. Tekanan waktu menimbulkan kepentingan yang

membuat kita termotivasi, meskipun rasa panik seringkali ikut mengiringi

penyelesaian tugas tersebut. oleh karena itu, sebaiknya mengatur waktu dan

menetapkan waktu dalam mencapai tujuan. Locke dan Latham (dalam Sukadji,

Page 128: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

147

2010) mengemukakan empat alasan mengapa goal setting dapat meningkatkan

motivasi belajar dan memperbaiki performansi untuk kerja antara lain:

a. Goal mengarahkan perhatian seseorang terhadap tugas yang dihadapinya selain

itu, untuk menyelesaikan tugas akan membuat individu untuk selalu mengarah

perhatian kembali terhadap tugas tersebut.

b. Goal menggerakkan usaha, semakin terasa sulit untuk mencapai goal maka

kecenderungan akan semakin besar usaha yang akan dilakukan.

c. Goal meningkatkan ketahanan kerja, bila seseorang memiliki goal yang jelas

maka kecenderungan akan lebih sedikit terganggu atau menyerah sebelum

mencapainya.

d. Goal meningkatkan perkembangan strategi baru, bila strategi yang telah dilakukan

tidak berhasil, seseorang cenderung akan menc mencoba strategi lainnya untuk

mencapai goal tersebut.

Page 129: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

148

Lembar Evaluasi Proses Siswa

Goal setting

Topik :

Hari/Tanggal :

Pertemuan :

Nama Peserta :

No

PERNYATAAN

SKOR 1 2 3 4

1 Topik peluang karir yang disampaikan yang saya

butuhkan

2 Saya terlibat aktif dalam kegiatan

3 Saya tertarik dengan game dan latihan yang

digunakan

4 Kegiatan memberikan manfaat bagi

saya

5 Alokasi waktu dalam pelaksanaan kegiatan

mencukupi.

6 Pembimbing menyampaikan materi dan latihan

dengan cara yang menarik

7 Pembimbing memberikan kesempatan kepada

setiap siswa untuk menyampaikan pendapat

8 Pembimbing mampu membuat suasana

nyaman dan menyenangkan

Catatan:

Page 130: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

149

ANGKET EVALUASI HASIL LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

Topik : Goal Setting

Nama Siswa :

Kelas/No Presensi :

Waktu Pelaksana :

Petunjuk :

1. Berilah tanda centang (V) pada kolom skor setiap item sesuai hasil penilaian

Anda.

2. Jumlahkan seluruh skor yang diperoleh Anda.

3. Tentukan kategori yang sesuai dengan kriteria Anda.

No Pernyataan Skor

1 2 3 4

1 Saya mampu

memahami yang

dimaksud dengan

menentukan tujuan

dan cara mencapai

tujuan

2 Saya memperoleh

banyak pengetahuan

dan informasi tentang

bagaimana mencapai

tujuan atau sasaran

yang hendak dicapai

3 Saya menyadari

pentingnya cara

mencapai tujuan

yang hendak dicapai

4 Saya meyakini diri

akan lebih baik

apabila mengetahui

suatu tujuan dan

komitmen terhadap

tujuan yang terkait

Page 131: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

150

dengan suatu tugas

5 Saya dapat

merencanakan

tindakan penetapan

sasaran atau target

berorientasi pada

hasil yang harus

dicapai

6 Dengan adanya

pemahaman tentang

Orientasi tujuan

berkaitan dengan

tujuan atau sasaran,

saya dapat meyusun

rencana belajar yang

lebih baik

Total Skor

Kategori Hasil Layanan

Keterangan :

Skor minimal yang dicapai adalah 1x 6 = 6, dan skor tertinggi adalah 4 x 6 = 24

System Skoring Kriteria Keberhasilan

Skor 4 : sangat baik Sangat baik = 21-24

Skor 3 : baik Baik = 17-20

Skor 2 : cukup baik Cukup = 13-16

Skor 1 : kurang baik Kurang = <13

Page 132: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

151

Lampiran 9 Skala Classroom Engagement

Page 133: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

152

Page 134: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

153

Page 135: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

154

Lampiran 10 Skala Self-direction Learning

Page 136: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

155

Page 137: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

156

Page 138: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

157

Page 139: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

158

Lampiran 11 Hasil Uji coba Kualitatif

Page 140: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

159

Page 141: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

160

Lampiran 12 Uji Validitas dan Reliabilitas

HASIL UJI VALIDITAS CLASSROOM ENGAGEMENT

Page 142: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

161

HASIL UJI RELIABILITAS SKALA CLASSROOM ENGAGEMENT

HASIL UJI RELIABILITAS SKALA

CLASSROOM ENGAGEMENT

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 58 98.3

Excludeda 1 1.7

Total 59 100.0

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.845 21

Page 143: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

162

HASIL UJI VALIDITAS SKALA SELF-DIRECTION LEARNING

Page 144: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

163

Page 145: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

164

Page 146: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

165

HASIL UJI RELIABILITAS SKALA SELF DIRECTION LEARNING

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 58 98.3

Excludeda 1 1.7

Total 59 100.0

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.949 60

Page 147: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

166

Lampiran 13 Analisis Data Kelompok Eksperiment Classroom Engagement

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Standardized Residual for

VAR00001

.111 62 .057 .971 62 .154

Standardized Residual for

VAR00002

.101 62 .189 .982 62 .482

Standardized Residual for

VAR00003

.099 62 .200* .976 62 .269

Mauchly's Test of Sphericitya

Measure: EKSPERIMENCE

Within Subjects

Effect

Mauchly's

W

Approx. Chi-

Square df Sig.

Epsilonb

Greenhouse-

Geisser

Huynh-

Feldt

Lower-

bound

WAKTU .999 .054 2 .973 .999 1.000 .500

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

PRETESTCE 62 63.00 93.00 79.3065 .89820 7.07243

POSTTESTCE 62 60.00 100.00 81.8710 1.00881 7.94341

FOLLOWUPCE 62 69.00 98.00 83.0968 .89144 7.01920

Valid N (listwise) 62

Tests of Within-Subjects Effects

Measure: Eksperimence

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

WAKTU Sphericity Assumed 463.882 2 231.941 4.426 .014

Greenhouse-Geisser 463.882 1.998 232.151 4.426 .014

Huynh-Feldt 463.882 2.000 231.941 4.426 .014

Lower-bound 463.882 1.000 463.882 4.426 .040

Error(WAKTU) Sphericity Assumed 6392.785 122 52.400

Greenhouse-Geisser 6392.785 121.889 52.447

Huynh-Feldt 6392.785 122.000 52.400

Lower-bound 6392.785 61.000 104.800

Page 148: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

167

Tests of Between-Subjects Effects

Measure: EKSPERIMENCE

Transformed Variable: Average

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Intercept 1233177.554 1 1233177.554 21414.333 .000

Error 3512.780 61 57.587

Pairwise Comparisons

Measure: EKSPERIMENCE

(I) WAKTU (J) WAKTU

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.b

95% Confidence Interval for

Differenceb

Lower Bound

Upper

Bound

1 2 -2.565 1.320 .170 -5.813 .684

3 -3.790* 1.290 .014 -6.965 -.615

2 1 2.565 1.320 .170 -.684 5.813

3 -1.226 1.291 1.000 -4.404 1.952

3 1 3.790* 1.290 .014 .615 6.965

2 1.226 1.291 1.000 -1.952 4.404

Page 149: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

168

Lampiran 13 Analisis Data Kelompok Eksperiment Self-direction Learning

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Standardized Residual for

PRETEST

.073 62 .200* .982 62 .476

Standardized Residual for

POSTTEST

.109 62 .065 .959 62 .039

Standardized Residual for

FOLLOWUP

.078 62 .200* .985 62 .672

Mauchly's Test of Sphericitya

Measure: EKSPERIMEN

Within Subjects

Effect

Mauchly's

W

Approx.

Chi-Square df Sig.

Epsilonb

Greenhous

e-Geisser

Huynh-

Feldt

Lower-

bound

WAKTU .961 2.417 2 .299 .962 .993 .500

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std.

Deviation Variance

Statistic Statistic Statistic Statistic

Std.

Error Statistic Statistic

PRETEST SDL 62 182 275 234.84 2.674 21.052 443.187

POSTTEST

SDL

62 179 276 239.53 2.655 20.902 436.876

FOLLOWUP

SDL

62 193 300 245.40 2.824 22.236 494.441

Valid N (listwise) 62

Page 150: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

169

Tests of Within-Subjects Effects

Measure: EKSPERIMEN

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

WAKTU Sphericity Assumed 3474.204 2 1737.102 4.291 .016

Greenhouse-Geisser 3474.204 1.924 1805.693 4.291 .017

Huynh-Feldt 3474.204 1.985 1749.872 4.291 .016

Lower-bound 3474.204 1.000 3474.204 4.291 .043

Error(WAKTU) Sphericity Assumed 49388.462 122 404.823

Greenhouse-Geisser 49388.462 117.366 420.808

Huynh-Feldt 49388.462 121.110 407.799

Lower-bound 49388.462 61.000 809.647

Tests of Between-Subjects Effects

Measure: EKSPERIMEN

Transformed Variable:

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Intercept 10706881.054 1 10706881.054 18955.028 .000

Error 34456.280 61 564.857

Pairwise Comparisons

Measure: EKSPERIMEN

(I) WAKTU (J) WAKTU

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.b

95% Confidence Interval for

Differenceb

Lower Bound Upper Bound

1 2 -4.694 3.322 .488 -12.872 3.485

3 -10.565* 3.934 .028 -20.250 -.879

2 1 4.694 3.322 .488 -3.485 12.872

3 -5.871 3.558 .312 -14.630 2.888

3 1 10.565* 3.934 .028 .879 20.250

2 5.871 3.558 .312 -2.888 14.630

Page 151: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

170

Gambar 1. Visual perubahan self-directed learning siswa pada kelompok

eksperimen dan kontrol

234,84

239,53

245,4

229 229,23 228,1

PRETEST POSTTEST FOLLOWUP

Eksperimen Control

Page 152: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

171

Lampiran 15 Dokumentasi

Page 153: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

172

Page 154: KEEFEKTIFAN BIMBINGAN KLASIKAL BERBASIS ...lib.unnes.ac.id/35184/1/UPLOAD_HERU.pdfenergi, totalitas dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai siswa (Schaufeli, dkk., 2002) serta

173