Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MEDIA KOMIK DAN POSTER
BERSERI DENGAN PENERAPAN MODEL INSTRUKSI LANGSUNG
DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENCERITAKAN ISI
TEKS FABEL PADA PESERTA DIDIK KELAS VII SMP N 19
SEMARANG
SKRIPSI
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Nama : Tsausan Syadza Salsabiela
NIM : 2101413009
Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
1. Apabila hati berharap dan bersandar kepada manusia, kekecewaanlah yang
didapat. Apabila hati berharap dan bersandar kepada Allah Swt.,
ketenangan dan kepastianlah yang akan didapat (Ali bin Abu Thalib).
2. Segala upaya yang dibangun dengan keikhlasan dan kerja keras, tidak
terluputkan dari sikap dengki dan cemoohan orang. Namun, apabila kita
yakin hanya kepada Allah Swt., niscaya Allah Swt. akan senantiasa
menolong hamba-Nya yang ikhlas berjuang (Aa Gymnastiar).
Skripsi ini peneliti persembahkan kepada:
1. Orang tua, adik-adik, dan seluruh
keluarga yang selalu mendoakan dan
memberikan semangat kepada saya
untuk menyelesaikan skripsi ini.
vi
PRAKATA
Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat-Nya karena peneliti dapat menyelesaikan skripsi berjudul
“Keefektifan Penggunaan Media Komik dan Poster Berseri Berseri dengan
Penerapan Model Instruksi Langsung dalam Pembelajaran Keterampilan
Menceritakan Isi Teks Fabel pada Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 19
Semarang”.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak hanya dari
kemampuan dan usaha peneliti, tetapi ada pihak tertentu yang turut mendukung
peneliti dalam menyusun skripsi. Semoga Allah membalas kebaikan berbagai
pihak yang telah membantu. Ucapan terima kasih tidak lupa peneliti sampaikan
kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu di Universitas
Negeri Semarang;
2. Prof. Dr. Agus Nuryatin., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk
mewujudkan skripsi ini;
3. Dr. Haryadi, M.Pd., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
memberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini;
4. Dr. Mukh Doyin, M.Si., sebagai dosen pembimbing I dan Ahmad Syaifudin,
S.S., M.Pd. sebagai dosen pembimbing II yang telah membimbing peneliti
dalam menyelesaikan skripsi ini;
vii
5. Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan bekal
ilmu dan pengetahuan sehingga peneliti mampu menyelesaikan penyusunan
skripsi ini;
6. Drs. Catonggo Sulistyono, S.Kom., Kepala SMP Negeri 19 Semarang yang
telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut;
7. Nunik Iswati, S.Pd. dan Sunarni, S.Pd., guru mata pelajaran bahasa dan sastra
Indonesia yang telah membimbing selama penelitian;
8. siswa kelas VII A dan VII D SMP Negeri 19 Semarang yang telah bersedia
menjadi responden penelitian;
9. keluarga tercinta yang selalu memberikan semangat dan doa;
10. teman-teman rombel 1 PBSI 2013 yang selalu memberi motivasi dan berbagi
pengalaman;
11. semua sahabat yang selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan.
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kemajuan pendidikan yang akan datang.
Semarang, Juni 2017
Peneliti,
Tsausan Syadza Salsabiela
viii
SARI
Salsabiela, Tsausan Syadza. 2017. “Keefektifan Penggunaan Media Komik dan
Poster Berseri Berseri dalam Pembelajaran Keterampilan
Menceritakan Isi Teks Fabel pada Peserta Didik Kelas VII SMP N 19
Semarang”. Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dr.
Mukh Doyin, M.Si., Pembimbing II: Ahmad Syaifudin, S.S., M.Pd.
Kata kunci : media komik, media poster berseri, model instruksi langsung,
pembelajaran menceritakan isi teks fabel.
Pembelajaran keterampilan menceritakan isi teks fabel merupakan
pembelajaran yang sangat bermanfaat, karena dapat menumbuhkan nilai – nilai
positif dan kompetensi berbicara yang baik pada peserta didik. Untuk itu,
diperlukan media pembelajaran dan model yang sesuai agar pembelajaran berjalan
maksimal. Media pembelajaran menceritakan isi teks fabel yang dirasa sesuai
adalah media komik dan media poster berseri. Adapun model yang dianggap
sesuai adalah model instruksi langsung.
Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan penggunaan media komik
dan media poster berseri dalam pembelajaran menceritakan isi teks fabel.
Rumusan masalah penelitian ini adalah (1) Bagaimana keefektifan penggunaan
media komik dengan penerapan model instruksi langsung dalam pembelajaran
keterampilan menceritakan isi teks fabel pada peserta didik kelas VII SMP N 19
Semarang; (2) Bagaimana keefektifan penggunaan media poster berseri dengan
penerapan model instruksi langsung dalam pembelajaran keterampilan
menceritakan isi teks fabel pada peserta didik kelas VII SMP N 19 Semarang; (3)
Media manakah yang lebih efektif penggunaannya antara komik dan poster
berseri dengan penerapan model instruksi langsung dalam pembelajaran
keterampilan menceritakan isi teks fabel pada peserta didik kelas VII SMP N 19
Semarang.
Desain yang digunakan adalah pra eksperimen (eksperimen lemah) yaitu
The Static Group Pretest – Posttest Design. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh peserta didik kelas VII SMP N 19 Semarang. Sampel dalam penelitian ini
adalah keterampilan menceritakan isi teks fabel oleh peserta didik kelas VII SMP
N 19 Semarang pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 yaitu pada kelas
VII A dan VII C. Kelas VII A diberi perlakuan dengan media komik dan model
instruksi langsung, sementara kelas VII C diberi perlakuan dengan media poster
berseri dan model instruksi langsung.
Hasil penelitian kemudian dihitung dengan Uji T. Keefektifan tersebut
dibuktikan dengan hasil uji t dengan nilai Sig(2-tailed) sebesar 0,24 < 0,05 pada
aspek pengetahuan, dan Sig (2-tailed) sebesar 0,30 < 0,50 pada aspek
keterampilan, maka dapat disimpulkan HI diterima dan H0 ditolak, yang artinya
terdapat perbedaan antara rata – rata prestasi belajar kelompok eksperimen 1
dengan kelompok eksperimen 2. Adanya perbedaan rata – rata antara kelas
eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 menunjukkan bahwa penggunaan media
ix
komik dan model instruksi langsung efektif digunakan dalam pembelajaran
menceritakan isi teks fabel, baik untuk menunjang nilai pengetahuan maupun nilai
keterampilan.
Berdasarkan hasil penelitian, media komik dan media poster berseri
dengan penerapan model instruksi langsung dapat digunakan sebagai alternatif
pilihan media dan model pembelajaran menceritakan isi teks fabel. Media komik
cocok digunakan untuk peserta didik memiliki minta baca yang tinggi dan kurang
suka berimajinasi tentang peristiwa dalam cerita. Hal tersebut karena, teks fabel
dalam komik menjelaskan secara rinci setiap peristiwa dengan kalimat yang
lengkap. Adapun media poster berseri cocok digunakan untuk peserta didik yang
lebih suka berimajinasi dan memiliki minat baca yang kurang. Hal tersebut karena
teks fabel dalam poster berseri cenderung singkat sehingga peserta didik baiknya
mampu berimajinasi tentang isi cerita fabel.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................. Error! Bookmark not defined.
PENGESAHAN KELULUSAN ................................ Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN ...................................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...........................................................................v
PRAKATA .............................................................................................................. vi
SARI.......................................................................................................................viii
DAFTAR ISI .............................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ...................................................................................... 3
1.3 Pembatasan Masalah ..................................................................................... 4
1.4 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
1.5 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
1.6 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS.......................6
2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 6
2.2 Landasan Teoretis ........................................................................................ 11
2.2.1 Media Komik ........................................................................................ 11
2.2.1.1 Pengertian Komik .............................................................................. 11
2.2.1.2 Manfaat Komik .................................................................................. 14
2.2.1.3 Komik Sebagai Media Pembelajaran ................................................. 16
xi
2.2.1.4 Langkah - langkah Penggunaan Komik dalam Pembelajaran
Menceritakan Isi Teks
Fabel................................................................................................................19
2.2.2 Media Poster Berseri ............................................................................. 19
2.2.2.1 Pengertian Poster Berseri ................................................................... 19
2.2.2.2 Manfaat Poster Berseri....................................................................... 21
2.2.2.3 Poster Berseri sebagai Media Pembelajaran ...................................... 21
2.2.2.4 Langkah - langkah Penggunaan Poster Berseri dalam Pembelajaran
Menceritakan Isi Teks Fabel
........................................................................................................................24
2.2.3 Persamaan dan Perbedaan Komik dan Poster Berseri ......................... 24
2.2.4 Model Instruksi Langsung .................................................................... 25
2.2.4.1 Pengertian Model Instruksi Langsung ............................................... 25
2.2.4.2 Prinsip Model Instruksi Langsung ..................................................... 27
2.2.4.3 Sintak Model Instruksi Langsung ...................................................... 30
2.2.4.4 Dampak Instruksional dan Pengiring Model Instruksi Langsung ..... 33
2.2.4.5 Sistem Sosial Model Instruksi Langsung .......................................... 34
2.2.4.6 Sistem Dukungan Model Instruksi Langsung .................................... 34
2.2.4.7 Langkah – langkah Pembelajaran Model Instruksi Langsung ........... 34
2.2.5 Keterampilan Menceritakan Isi Teks Fabel .......................................... 35
2.2.5.1 Pengertian Menceritakan Isi Teks Fabel ............................................ 36
2.2.5.2 Pengertian Teks Fabel ....................................................................... 39
2.2.5.3 Struktur dan Kaidah Bahasa Teks Fabel ........................................... 43
2.3 Kerangka Berpikir ....................................................................................... 46
2.4 Hipotesis ...................................................................................................... 50
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................51
xii
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................ 51
3.2 Desain Penelitian ......................................................................................... 51
3.3. Subjek Penelitian ........................................................................................ 53
3.3.1 Populasi ................................................................................................. 53
3.3.2 Sampel .................................................................................................. 53
3.4 Variabel Penelitian ...................................................................................... 54
3.5 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 54
3.6 Instrumen Penelitian .................................................................................... 55
3.6.1 Instrumen Tes ....................................................................................... 55
3.6.2 Instrumen Nontes .................................................................................. 58
3.6.2.1 Observasi ........................................................................................... 58
3.6.2.2 Jurnal Siswa ....................................................................................... 60
3.6.2.3 Dokumentasi ...................................................................................... 61
3.7 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ................................................................ 61
3.7.1 Uji Validitas .......................................................................................... 61
3.7.2 Reliabilitas ............................................................................................ 62
3.8 Prosedur Penelitian ...................................................................................... 64
3.9 Teknik Analisis Data ................................................................................... 64
3.9.1 Analisis Pendahuluan ............................................................................ 64
3.9.2 Analisis Tahap Akhir ............................................................................ 74
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .....................................75
4.1 HASIL PENELITIAN ................................................................................ 75
4.1.1 Pembelajaran Keterampilan Menceritakan Isi Teks Fabel
Menggunakan Media Komik dengan Penerapan Model Instruksi Langsung 75
xiii
4.1.1.1 Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Menceritakan Isi Teks
Fabel Menggunakan Media Komik dengan Penerapan Model Instruksi
Langsung ........................................................................................................ 84
4.1.1.2 Penilaian Pembelajaran Keterampilan Menceritakan Isi Teks Fabel
Menggunakan Media Komik dengan Penerapan Model Instruksi Langsung 86
4.1.1.3 Penilaian Sikap dalam Pembelajaran Keterampilan Menceritakan Isi
Teks Fabel Menggunakan Media Komik dengan Penerapan Model Instruksi
Langsung ........................................................................................................ 90
4.1.1.4 Uji Perbedaan Dua Rata – rata (Uji T) Data Pretest daan Posttest
Kelas Ekspreimen 1 ....................................................................................... 93
4.1.2 Pembelajaran Keterampilan Menceritakan Isi Teks Fabel Menggunakan
Media Poster Berseri dengan Penerapan Model Instruksi Langsung ............ 95
4.1.2.1 Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Menceritakan Isi Teks
Fabel Menggunakan Media Poster Berseri dengan Penerapan Model Instruksi
Langsung ...................................................................................................... 106
4.1.2.2 Penilaian Pembelajaran Keterampilan Menceritakan Isi Teks Fabel
Menggunakan Media Poster Berseri dengan Penerapan Model Instruksi
Langsung ...................................................................................................... 108
4.1.2.3 Penilaian Sikap dalam Pembelajaran Keterampilan Menceritakan Isi
Teks Fabel Menggunakan Media Poster Berseri dengan Penerapan Model
Instruksi Langsung ....................................................................................... 113
4.1.2.4 Uji Perbedaan Dua Rata – rata (Uji T) Data Pretest dan Posttest Kelas
Eksperimen 2 ............................................................................................... 115
4.2 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata – rata Data Posttest Kelas Eksperimen 1 dan
Kelas Eksperimen 2 ......................................................................................... 117
4.3 Pengujian Hipotesis ................................................................................... 120
4.4 Pembahasan ............................................................................................... 122
4.4.1 Keefektifan Penggunaan Media Komik dengan Penerapan Model
Instruksi Langsung dalam Pembelajaran Menceritakan Isi Teks Fabel ...... 122
4.4.2 Keefektifan Penggunaan Media Poster Berseri dengan Penerapan
Model Instruksi Langsung dalam Pembelajaran Menceritakan Isi Teks Fabel
..................................................................................................................... 125
xiv
4.4.3 Perbandingan Keefektifan Penggunaan Media Komik dan Media Poster
Berseri dengan Penerapan Model Instruksi Langsung dalam Pembelajaran
Menceritakan Isi Teks Fabel ........................................................................ 128
BAB V PENUTUP ...............................................................................................133
5.1 Simpulan .................................................................................................... 133
5.2 Saran .......................................................................................................... 134
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................137
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Komik dan Poter Berseri ...............................24
Tabel 3.1 Desain Penelitian .....................................................................................52
Tabel 3.2 Kisi – kisi Instrumen Penilaian Pengetahuan ...........................................56
Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Penilaian Keterampilan Menceritakan Isi Teks Fabel
...............................................................................................................57
Tabel 3.4 Indikator Pengamatan Sikap Spiritual dan Sosial ....................................58
Tabel 3.5 Kriteria Penilaian Sikap Spiritual dan Sosial ..........................................60
Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas ................................................................................63
Tabel 3.7 Hasil Uji Normalitas Data Pretest Aspek Pengetahuan Kelas Eksperimen
1 .............................................................................................................65
Tabel 3.8 Hasil Uji Normalitas Data Pretest Aspek Keterampilan Kelas Eksperimen
1 ............................................................................................................ 66
Tabel 3.9 Hasil Uji Normalitas Data Pretest Aspek Pengetahuan Kelas Eksperimen
2 ............................................................................................................ 66
Tabel 3.10 Hasil Uji Normalitas Data Pretset Aspek Keterampilan Kelas
Eksperimen 2 ........................................................................................ 67
Tabel 3.11 Hasil Uji Homogenitas Data Pretest Aspek Pengetahuan ......................68
Tabel 3.12 Hasil Uji Homogenitas Aspek Keterampilan .........................................68
Tabel 3.13 Hasil Uji Normalitas Posttest Aspek Pengetahuan Kelas eksperimen 1
.............................................................................................................. 69
Tabel 3.14 Hasil Uji Normalitas Posttest Aspek Pengetahuan Kelas Eksperimen 2
.............................................................................................................. 70
Tabel 3.15 Hasil Uji Normalitas Posttest Aspek Keterampilan Kelas Eksperimen 1
.............................................................................................................. 70
Tabel 3.16 Hasil Uji Normalitas Posttest Aspek Keterampilan Kelas Eksperimen 2
.............................................................................................................. 71
Tabel 3.17 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest Aspek Pengetahuan ....................71
xvi
Tabel 3.18 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest Aspek Keterampilan ...................72
Tabel 3.19 Selisih Nilai Rata – rata Aspek Pengetahuan .........................................73
Tabel 3.20 Selisih Nilai Rata – rata Aspek Keterampilan ........................................73
Tabel 4.1 Penilaian Proses dalam Pembelajaran Menceritakan Isi Teks Fabel
Menggunakan Media Komik dengan Model Instruksi Langung ............ 84
Tabel 4.2 Rata – rata Pretest Nilai PengetahuanKelas Eksperimen 1 ..................... 87
Tabel 4.3 Perbandingan Rata – rata Nilai pada Aspek Pengetahuan Kelas
Eksperimen 1 .......................................................................................... 88
Tabel 4.5 Rata – rata nilai Pretest Nilai Keterampilan Kelas Eksperimen 1 ............89
Tabel 4.6 Perbandingan Rata – rata Nilai pada Aspek Keterampilan Kelas
Eksperimen 1 .......................................................................................... 90
Tabel 4.8 Hasil Penilaian Sikap Kelas Ekserimen 1 ................................................91
Tabel 4.9 Hasil Uji T Aspek Pengetahuan pada Kelas Eksperimen 1 .....................94
Tabel 4.10 Hasil Uji T Aspek Keterampilan pada Kelas Eksperimen 1 ..................95
Tabel 4.11 Penilaian Proses dalam Pembelajaran Menceritakan Isi Teks Fabel
Menggunakan Media Poster Berseri dengan Model Instruksi Langung
............................................................................................................ 106
Tabel 4.12 Rata – rata Pretest Nilai Pengetahuan Kelas eksperimen 2 ..................109
Tabel 4.13 Perbandingan Rata – rata Nilai pada Aspek Pengetahuan Kelas
Eksperimen 2 ...................................................................................... 110
Tabel 4.15 Rata – rata Pretest Nilai Keterampilan Kelas Eksperimen 2 ................111
Tabel 4.16 Perbandingan Rata – rata Nilai pada Aspek Keterampilan Kelas
Eksperimen 2 ...................................................................................... 112
Tabel 4.17 Hasil Penilaian Sikap Kelas Eksperimen 2 ..........................................113
Tabel 4.18 Hasil Uji T Aspek Pengetahuan Kelas Eksperimen 2 ..........................115
Tabel 4.19 Hasil Uji T Aspek Keterampilan Kelas Eksperimen 2 .........................116
Tabel 4.20 Rekapitulasi Hasil Postest Aspek Pengetahuan Kelas Eksperimen 1 dan
Kelas Eksperimen 2 .............................................................................117
xvii
Tabel 4.21 Hasil Uji Perbedaaan Dua Rata – rata (Uji T) Data Postest Kelas
Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 Nilai Pengetahuan ................ 118
Tabel 4.22 Rekapitulasi Hasil Postest Aspek Keterampilan Kelas Eksperimen 1 dan
Kelas Eksperimen 2 .............................................................................119
Tabel 4.23 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata – rata (Uji T) Data Postest Kelas
Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 .............................................. 120
xviii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Struktur Teks Fabel .................................................................................46
Bagan 2.2 Paradigma Kerangka Berpikir ............................................................... 47
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 peserta didik menceritakan isi teks fabel ..............................................79
Gambar 4.2 guru menjelaskan cara praktik berbicara dengan pedoman penskoran 81
Gambar 4.3 siswa menganalisis unsur dan pesan dalam teks fabel .........................82
Gambar 4.4 peserta didik sedang melakukan diskusi .............................................101
Gambar 4.5 guru sedang menjelaskan alur teks fabel ............................................102
Gambar 4.6 peserta didik praktik menceritakan isi teks fabel dari poster berseri
yang dibaca ......................................................................................... 103
xx
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ....................................142
2. Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa I ..........................................................171
3. Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa II .........................................................174
4. Lampiran 4 Soal Pretest Kelas Eksperimen 1 .........................................176
5. Lampiran 5 Soal Pretest Kels Eksperimen 2 ...........................................179
6. Lampiran 6 Soal Posttest Kelas Eksperimen 1 .......................................176
7. Lampiran 7 Soal Posttest Kelas Eksperimen 2 ........................................182
8. Lampiran 8 Media Komik .......................................................................183
9. Lampiran 9 Media Poster Berseri.............................................................195
10. Lampiran 10 Lembar Jawab Aspek Pengetahuan ...................................200
11. Lampiran 11 Pedoman Penskoran Praktik Menceritakan Isi Teks Fabel 201
12. Lampiran 12 Lembar Observasi Sikap Spiritual dan Sosial ...................202
13. Lampiran 13 Jurnal Siswa Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 203
14. Lampiran 14 Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen 1 dan Eksperimen 2 205
15. Lampiran 15 Lembar Observasi Kelas Eksperimen 1 ..............................207
16. Lampiran 16 Lembar Observasi Kelas Eksperimen 2 .............................208
17. Lampiran 17 Nilai Terendah Pretest Kelas Eksprimen 1 .........................209
18. Lampiran 18 Nilai Terendah Pretest Kelas Eksperimen 2 ......................215
19. Lampiran 19 Nilai Tertinggi Pretest Kelas Eksperimen 2 .....................220
20. Lampiran 20 Nilai Terendah Pretest Kelas Eksperimen 2 .......................224
21. Lampiran 21 Nilai Tertinggi Posttest Kelas Eksperimen 1 .....................228
22. Lampiran 22 Nilai Terendah Posttest Kelas Eksperimen 1 .....................232
23. Lampiran 23 Nilai Tertinggi Posttest Kelas Eksperimen 2 .....................236
xxi
24. Lampiran 24 Nilai Terendah Posttest Kelas Eksperimen 2 ....................241
25. Lampiran 25 Jurnal Siswa Pretest Kelas Eksperimen 1 ..........................247
26. Lampiran 26 Jurnal Siswa Posttest Kelas Eksperimen 1 ........................248
27. Lampiran 27 Jurnal Siswa Pretest Kelas Eksperimen 2 ..........................249
28. Lampiran 28 Jurnal Siswa Posttest Kelas Eksperimen 2 ........................250
29. Lampiran 29 Rekap Nilai Siswa Kelas Kelas Eksperimen 1 dan Kelas
Eksperimen 2 ............................................................................................251
30. Lampiran 30 Rekap Nilai Siswa Kelas Eksperimen 1 ............................253
31. Lampiran 31 Rekap Nilai Siswa Kelas Eksperimen 2 ............................254
32. Lampiran 32 Surat Keputusan .................................................................255
33. Lampiran 33 Surat Permohonan Izin Penelitian .....................................256
34. Lampiran 34 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian .................257
35. Lampiran 35 Sertifikat UABI ..................................................................258
36. Lampiran 36 Dokumentasi Kelas Eksperimen 1 .....................................259
37. Lampiran 37 Dokumentasi Kelas Eksperimen 2 .....................................260
38. Lampiran 38 Lembar Bimbingan ............................................................261
39. Lampiran 39 Lembar Laporan Selesai Bimbingan .................................267
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penggunaan media komik dan poster berseri dalam pembelajaran
keterampilan menceritakan isi teks fabel belum diketahui keefektifannya. Komik
dan poster berseri memiliki keunggulan yaitu mudah dimengerti dan menanamkan
ingatan yang cukup lama pada peserta didik mengenai cerita dalam teks fabel
yang dibaca. Nurgiyantoro (2005:409) mengungkapkan, komik merupakan media
yang sifatnya sederhana tapi jelas, mudah dimengerti, dan mempunyai fungsi
iinformatif dan edukatif. Sementara poster, menurut Sudjana dan Rivai (2009:51)
wujud poster pada umumnya sebagai kombinasi viasual dari rancangan yang kuat
dengan warna, dan pesan dengan maksud untuk menangkap perhatian orang yang
lewat tetapi cukup lama menanamkan gagasan yang berarti dalam ingatannya.
Penelitian tentang penggunaan media komik dan poster berseri ini dalam
penerapannya menggunakan model instruksi langsung. Keunggulan terpenting
dalam model ini karena adanya fokus akademik, arahan dan harapan yang tinggi
terhadap perkembangan siswa, sistem manajemen waktu, dan atmosfer akademik
yang cukup netral. Model instruksi langsung dipilih dalam pembelajaran
menceritakan isi teks fabel karena cocok digunakan untuk membelajarkan
keterampilan atau skill peserta didik. Hal tersebut karena sintak yang terdapat
dalam model instruksi langsung sangat menuntun peserta didik untuk berlatih dan
praktik menceritakan isi teks fabel. Sejalan dengan itu, Joyce dan Weil (2011:426)
menyatakan, dalam praktik ini
2
siswa akan menampilkan dan memeragakan skill secara mandiri dengan kesalahan
minimal.
Selain menggunakan model instruksi langsung, penelitian ini juga
mengukur tingkat keefektifan media komik dan poster berseri. Secara umum,
komik dan poster berseri dipilih karena dinilai memiliki nilai lebih yaitu sama –
sama menojolkan ilustrasi. Ilustrasi yang terdapat dalam komik dan poster berseri
dapat membantu peserta didik berimajinasi sehingga membantu untuk mengingat
alur, dan tokoh dalam cerita.
Secara khusus, media komik dipilih karena memiliki kelebihan pada
percakapan dan ilustrasi yang banyak, sehingga memiliki alur yang komplit dan
mudah dipahami. Apalagi dunia komik saat ini begitu digemari oleh peserta didik.
Adapun media poster berseri dipilih karena memiliki ilustrasi yang
sederhana dan kalimat yang singkat. Poster berseri dapat membantu daya tangkap
pokok – pokok alur cerita. Oleh karena itu, poster berseri dapat memancing daya
ingat peserta didik terhadap isi teks fabel. Sependapat dengan hal tersebut,
Tinarbuko (2007) mengatakan bahwa kehadiran Poster Berseri bertujuan untuk
menyampaikan pesan dan mengingatkan tentang hal - hal yang dianggap penting.
Selain itu, wujud poster berseri yang memiliki beberapa rangkaian dapat
memudahkan peserta didik untuk merangkai urutan cerita dalam teks fabel
sehingga akan membantu peserta didik dalam memahami isi cerita teks fabel.
Dengan demikian, model instruksi langsung dimaksudkan untuk
membantu membelajarkan keterampilan atau skill menceritakan isi teks fabel.
3
Adapun komik dan poster berseri dalam pembelajaran menceritakan isi teks fabel
berfungsi sebagai pemantik daya ingat peserta didik terhadap keseluruhan isi
cerita dalam teks fabel yang dibaca, sehingga ketika praktik menceritakan isi teks
fabel akan dapat diketahui media manakah yang lebih berpengaruh terhadap
keefektifan penceritaan isi teks fabel oleh peserta didik.
1.2 Identifikasi Masalah
Dalam kegiatan pembelajaran keterampilan berbahasa di sekolah, masih
banyak ditemui permasalahan yang terjadi. Salah satunya dalam kegiatan
keterampilan berbicara yaitu menceritakan kembali isi teks fabel. Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat diidentifikasi bahwa
permasalahan yang ada dalam pembelajaran menceritakan kembali isi teks fabel
adalah sebagai berikut.
Faktor yang berasal dari peserta didik adalah keruntutan peristiwa atau
alur cerita dalam teks, lupa, peserta didik kurang fokus, dan penyimpulan pesan
atau nilai moral dalam teks. Kegiatan menceritakan kembali isi teks fabel yang
telah dilalui, peserta didik seringkali lupa terhadap alur cerita sehingga menjadi
tidak runtut. Hal tersebut mengakibatkan ketidaksinkronan cerita dengan yang
diceritakan kembali oleh peserta didik. Adapun hal yang biasa dilakukan peserta
didik saat lupa alur cerita, mereka akan mengarang ending cerita sendiri.
Kendala lainnya yaitu kesulitan menentukan pesan atau amanat yang
terkandung dalam teks fabel. Pesan dalam teks fabel harus disampaikan dalam
kegiatan menceritakan isi teks fabel. Sebab, hal itu yang membedakan proses
bercerita biasa dengan bercerita tentang isi teks fabel. Akhirnya peserta didik yang
4
mengalami kesulitan tersebut dibantu oleh guru untuk menalar pesan yang
terkandung dalam teks dengan pemahaman yang dimiliki peserta didik setelah
melalui proses membaca.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, cakupan
masalah dalam penelitian ini adalah penggunaan media Komik dan Poster Berseri
dalam penerapan model instruksi langsung dalam pembelajaran keterampilan
menceritakan isi teks fabel pada peserta didik kelas VII SMP N 19 Semarang.
Penelitian ini membandingkan keefektifan komik dan poster berseri sebagai
media pembelajaran menceritakan isi teks fabel dengan model instruksi langsung
pada peserta didik kelas VII SMP. Dengan demikian, kedua media tersebut dapat
diketahui keefektifannya untuk meningkatkan keterampilan menceritakan isi teks
fabel.
1.4 Rumusan Masalah
Berpedoman latar belakang masalah di atas, maka pokok permasalahan
yang menjadi pembahasan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut;
1) Bagaimana keefektifan penggunaan media komik dengan penerapan model
instruksi langsung dalam pembelajaran keterampilan menceritakan isi teks
fabel pada peserta didik kelas VII SMP N 19 Semarang ?
2) Bagaimana keefektifan penggunaan media poster berseri dengan penerapan
model instruksi langsung dalam pembelajaran keterampilan menceritakan isi
teks fabel pada peserta didik kelas VII SMP N 19 Semarang ?
5
3) Media manakah yang lebih efektif penggunaanya antara komik dan poster
berseri dengan penerapan model instruksi langsung dalam pembelajaran
keterampilan menceritakan isi teks fabel pada peserta didik kelas VII SMP N
19 Semarang ?
1.5 Tujuan Penelitian
Merujuk pada latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka
penelitian ini bertujuan untuk ;
1) Mendeskripsikan keefektifan penggunaan media komik dengan penerapan
model instruksi langsung dalam pembelajaran keterampilan menceritakan isi
teks fabel pada peserta didik kelas VII SMP N 19 Semarang.
2) Mendeskripsikan keefektifan penggunaan media poster berseri dengan
penerapan model instruksi langsung dalam pembelajaran keterampilan
menceritakan isi teks fabel pada peserta didik kelas VII SMP N 19 Semarang.
3) Mendeskripsikan perbedaan keefektifan penggunaan media komik dan poster
berseri dengan penerapan model instruksi langsung dalam pembelajaran
keterampilan menceritakan isi teks fabel pada peserta didik kelas VII SMP N
19 Semarang.
1.6 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, manfaat yang didapatkan adalah :
1) Menambah wawasan atau pengetahuan peneliti sebagai calon pendidik.
2) Sebagai alternatif dalam menentukan langkah pembelajaran yang efektif
dalam menceritakan isi teks fabel.
3) Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
2.1 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai media komik dan poster sudah sering dilakukan
dengan menggunakan metode atau model yang bervariasi. Beberapa penelitian
yang memiliki relevansi dengan penelitian ini antara lain dilakukan oleh
Morrison, dkk (2002), Wahyuningsih (2010), Judith, dkk (2010), Hapsari,
Sukarno, dan Daryanto (2012), Maiyena (2013), Juanda, Dwi dan Zacky (2015),
Kusnida (2015), Wulandari (2015).
Penelitian tentang komik pernah dilakukan oleh Morrison, dkk (2002).
Penelitian tersebut berjudul “Using Students: Generated Comic Books in The
Classroom”. Simpulan penelitian tersebut adalah peserta didik mampu membuat
komik sendiri setelah mereka melakukan analisis terhadap dialog, kosa kata dan
komunikasi nonverbal. Adapun relevansi penelitian tersebut dengan penelitian ini
adalah penggunaan komik sebagai bahan kajian. Adapun perbedaan penelitian
Morrison, dkk dan penelitian ini adalah Morrison, dkk menjadikan komik sebagai
hasil akhir berupa produk yang dibuat oleh peserta didik, sedangkan dalam
penelitian ini komik dijadikan media untuk membantu peserta didik mengingat
cerita fabel yang telah dibaca untuk diceritakan kembali pada kelompoknya.
Penelitian media komik pernah dilakukan oleh Wahyuningsih (2010).
Penelitian tersebut tentang pengembangan media komik bergambar sistem saraf
manusia untuk pembelajaran menggunakan strategi P4QR yang valid, efektif, dan
7
praktis. Simpulan penelitian tersebut adalah media pembelajaran komik
bergambar dapat meningkatkan ketuntasan hasil belajar peserta didik dilihat dari
gain score termasuk kriteria sedang, meningkatkan keaktifan peserta didik,
meningkatkan minat peserta didik, dan mendapat respon positif dari peserta didik
serta guru. Adapun relevansi penelitian Wahyuningsih dengan penelitian ini
adalah sama – sama melibatkan media komik untuk menunjang keberhasilan
pembelajaran di sekolah. Perbedaan penelitian penggunaan komik milik
Wahyuningsih bertujuan untuk meningkatkan minat belajar peserta didik,
sedangkan pada penelitian ini, penggunaan komik bertujuan untuk membantu
daya ingat peserta didik terhadap cerita fabel yang telah dibaca untuk diceritakan
kembali.
Penelitian tentang komik juga pernah dilakukan oleh Hapsari, Sukarno,
dan Daryanto (2012) yaitu media komik untuk meningkatkan keterampilan
menulis karangan. Simpulan penelitian tersebut adalah penggunaan media komik
dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan. Adapun relevansi penelitian
Hapsari, dkk dengan penelitian ini adalah sama – sama menggunakan media
komik untuk menunjang salah satu keterampilan berbahasa. Perbedaan mendasar
pada penelitian Hapsari adalah mereka menggunakan komik untuk menunjang
keberhasilan pembelajaran keterampilan menulis, yaitu menulis karangan,
sedangkan pada peneitian ini komik digunakan untuk menunjang keberhasilan
pembelajaran keterampilan berbicara yaitu menceritakan kembali isi teks fabel
yang telah dibaca pada komik.
8
Penelitian tentang poster pernah dilakukan oleh Judith (2010). Penelitian
tersebut berjudul “Using Poster Presentations as Assessment of Work Integrated
Learning”. Simpulan penelitian tersebut yaitu, Poster Berseri terbukti efektif dan
autentik dapat menilai berbagai hasil belajar pada berbagai disiplin ilmu. Poster
dinilai mampu untuk menunjukkan refleksi dalam belajar dan demonstrasi yang
baik dari pengalaman belajar. Adapun relevansi penelitian Judith dengan
penelitian ini adalah adanya penggunaan poster sebagai bahan kajian. Perbedaan
penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu Judith menempatakan poster
sebagai alat penilaian untuk berbagai disiplin ilmu, sedangkan penelitian ini
menempatkan Poster Berseris sebagai sarana pembantu agar pencapaian hasil
praktik menceritakan isi teks fabel lebih maksimal.
Penelitian tentang poster pernah dilakukan oleh Maiyena (2013).
Penelitian tersebut berjudul “Pengembangan Media Poster Berbasis Pendidikan
Karakter untuk Materi Global Warming”. Simpulan penelitian tersebut adalah
media poster terbukti praktis digunakan untuk membantu konsep global warming
dan penanaman nilai – nilai karakter pada mahasiswa. Penelitian Maiyena
memiliki relevansi dengan penelitian ini. Adapaun relevansi tersebut adalah
Maiyena sama – sama memanfaatkan media poster dalam pembelajaran. Adapun
perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah Maiyena menggunakan
media poster dengan tujuan untuk membantu pemahaman terhadap suatu konsep
keilmuan yaitu tentang global warming, sedangkan pada penelitian ini media
poster digunakan untuk membantu peserta didik dalam mengingat rangkaian
9
peristiwa dalam cerita fabel yang telah dibaca. Tujuan mengingat tersebut adalah
sebagai pemantik ingatan dalam praktik menceritakan isi teks fabel.
Penelitian tentang komik fabel pernah dilakukan oleh Juanda, Dwi dan
Zacky (2015). Penelitian tersebut berjudul “Perancangan Komik Pembelajaran
Bertemakan Fabel untuk Pembentukan Karakter pada Anak”. Penelitian itu
memiliki fokus pada komik fabel sebagai media pembentukan karakter anak.
Adapun relevansi penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama – sama
melibatkan komik dan fabel dalam pembelajaran. Perbedaan penelitian Juanda,
dkk dan penelitian ini adalah Juanda menggunakan komik milik juanda
bertemakan fabel untuk membantu pembentukan karakter pada anak. Cerita dalam
komik membantu mereka untuk mempelajari dan memahami bagaimana mereka
harus bertindak dalam suatu kondisi, sedangkan dalam penelitian ini komik yang
digunakan adalah komik yang mengandung cerita fabel yang digunakan sebagai
pemantik daya ingat peserta didik dalam menceritakan isi teks fabel.
Berkaitan dengan komik, hal tersebut pernah diteliti juga oleh Kusnida
(2015). Penelitian tersebut berjudul “Keefektifan Penggunaan Media Film
Animasi dan Media Komik Strip dalam Pembelajaran Menulis Cerpen yang
Bermuatan Nilai – Nilai Karakter Berdasarkan Gaya Belajar Peserta Didik Kelas
VII”. Simpulan penelitian tersebut yaitu penggunaan media film animasi
memberikan keefektifan lebih besar daripada media komik strip pada
pembelajaran menulis cerpen bermuatan nilai – nilai karakter pada peserta didik
kelas VII. Adapun relevansi penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu
penggunaan media komik. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini
10
yaitu Kusnida menggunakan komik sebagai media dalam pembelajaran menulis
cerpen, sedangkan penelitian ini menjadikan komik sebagai media pembelajaran
menceritakan isi teks fabel. Kebaruan penelitian ini yaitu penggunaan model
instruksi langsung dalam pembelajaran menceritakan isi teks fabel. Model
instruksi langsung dianggap cocok digunakan dalam pembelajaran menceritakan
isi teks fabel karena model ini mendorong siswa untuk berlatih secara terstruktur
dan terbimbing sehingga diharapkan dapat membantu peserta didik mencapai
prestasi yang baik.
Penelitian tentang teks fabel pernah dilakukan juga oleh Wulandari (2015).
Penelitian tersebut berjudul “Keefektifan Teknik Papan Cerita dalam
Pembelajaran Memproduksi Teks Fabel pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2
Patuk”. Simpulan penelitian tersebut adalah teknik papan cerita efektif digunakan
dalam pembelajaran memproduksi teks fabel. Adapun relevansi penelitian
tersebut dengan penelitian tersebut adalah penelitian ini sama – sama menjadikan
teks fabel sebagai bahan penelitian. Perbedaan penelitian tersebut dengan
penelitian ini adalah pada variabel penelitian Wulandari yaitu memproduksi teks
fabel menggunakan teknik papan cerita, sedangkan pada penelitian ini yaitu
menceritakan kembali isi teks fabel menggunakan model instruksi langsung.
Kebaruan dalam penelitian ini adalah penggunaan media komik dan poster
sebagai variabel dalam penelitian.
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian
yang relevan dengan penelitian ini sudah banyak dilakukan. Akan tetapi penelitian
tentang tingkat keefeektifan media komik dan poster berseri dalam pembelajaran
11
menceritakan teks fabel belum diketahui hingga saat ini, sehingga peneliti
menganggap masih perlu dilakukan penelitian sejenis. Penelitian ini dimaksudkan
untuk menginovasi hasil penelitian sebelumnya dengan media pembelajaran serta
subjek yang berbeda, khususnya penelitian tentang keterampilan menceritakan isi
teks fabel.
2.2 Landasan Teoretis
2.2.1 Media Komik
Dalam subbab media komik akan dipaparkan pengertian komik menurut
para ahli, manfaat komik, dan komik sebagai media pembelajaran.
2.2.1.1 Pengertian Komik
Kata komik berasal dari bahasa Perancis comique. Sebagai kata sifat,
comique berarti lucu atau menggelikan dan sebagai kata benda artinya pelawak
atau badut. Comique pada awalnya berasal dari bahasa Yunani yaitu komikos.
Disebut komik karena pada zaman dahulu cerita komik mengacu kepada cerita-
cerita humoristis atau satiris untuk menghibur khalayak (Antakusumah dalam
Puspita 2008: 28). Komik mempunyai kelebihan yaitu kombinasi gambar dan
kata. Komunikasi antara penulis dan pembaca dapat terjadi melalui kerja sama
antara gambar dan teks.
Franz dan Meier (1994:53 – 54) menjelaskan komik menjadi tiga bagian
yaitu komik dalam arti luas, komik dalam arti lebih sempit, dan komik dalam arti
paling sempit.
12
Komik dalam arti luas yaitu penyajian teks, kata dan gambar. Komik
dalam arti sempit yaitu lembaran – lembaran gambar, peristiwa dalam gambar,
karikatur yang mengejek secara ironis sebagai bentuk – bentuk realisasi sosial-
politik dan sejarah/peristiwa/ cerita dalam gambar yang populer. Sedang komik
dalam arti paling sempit yaitu komik yang mula – mula cerdik, lucu, tetapi juga
sudah politis-satiris (cenderung mengejek/ mengkritik keadaan politik) dalam
terbitan minggu atau terbitan biasa, kemudian secara terberkas diterbitkan menjadi
“Komik”.
Rohani (1997:78) menjelaskan komik adalah suatu kartun yang
mengungkapkan suatu karakter dan memerankan suatu cerita dan urutan yang
erat, dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan
kepada para pembaca. Namun intinya, komik adalah bentuk lahir dari hasrat
manusia untuk menceritakan pengalamannya melalui bentuk dan tanda (Bonef
1998:16).
McCLoud, dalam bukunya Understanding Comics (2002:9)
mengungkapkan bahwa komik adalah gambar-gambar dan lambang-lambang lain
yang terjukstaposisi (berdekatan, bersebelahan) dalam urutan tertentu yang
bertujuan untuk memberikan informasi atau untuk mencapai tanggapan estetis
dari para pembaca. Komik merupakan media visual. Komik adalah seni
keseimbangan terhebat, seni yang subtraktif sekaligus aditif.
Berdasarkan defenisi komik McCLoud, menurutnya defenisi komik yang
paling baik adalah yang paling luas yaitu “seni berurutan” gambar dan lambang-
lambang lain yang berbentuk posisi dalam urutan tertentu.
13
Topffer dalam McCloud (2002:201) menjelaskan komik sebagai cerita
bergambar yang diremehkan oleh para kritikus dan tidak diperhatikan oleh kaum
terpelajar, telah memiliki pengaruh yang besar setiap waktu bahkan mungkin
melebihi literatur tertulis. Selain itu cerita bergambar menarik perhatian, terutama
bagi anak-anak dan masyarakat kelas bawah.
Nurgiyantoro (2005:409) mengungkapkan bahwa komik merupakan
gambar-gambar dalam panel-panel (kotak-kotak) secara berderet yang disertai
balon-balon teks tulisan dan membentuk sebuah cerita. Selain itu, komik
merupakan media yang sifatnya sederhana tapi jelas dan mudah dimengerti dan
mempunyai fungsi informatif dan edukatif. Karenanya komik seringkali bersifat
komersial (Rumampuk 1988:31).
Dalam jurnal internasional Neil (2005:1) "Un-definishing Comics”
International Journal of Art Comic”menyatakan,
Comics consist of images and text, most often with the images in sequence.
However, comics utilize these forms in a variety of different ways. In most,
a sequence of images clearly exists to define a narrative, integrating text
throughout, though this is not the only interplay between these elements.
Jurnal tersebut menjelaskan bahwa komik terdiri atas gambar dan teks,
paling sering dengan foto secara berurutan. Namun, komik menggunakan bentuk-
bentuk dalam berbagai cara yang berbeda. Pada umumnya, urutan gambar jelas
ada untuk mendefinisikan narasi, mengintegrasikan teks keseluruhan, meskipun
ini bukan satu-satunya interaksi antara elemen-elemen ini.
Dalam Ensiklopedi Nasional (dalam Puspita 2008:29) disebutkan
pengertian komik adalah cerita bergambar serial sebagai perpaduan karya seni
14
rupa atau seni gambar dan seni sastra. Di Perancis, orang menyebutnya sastra
ekspresi grafis. Komik berbentuk rangkaian gambar, masing-masing dalam kotak,
yang keseluruhannya merupakan rentetan satu cerita. Gambar-gambar itu
umumnya dilengkapi balon-balon ucapan dan kalanya masih disertai narasi
sebagai penjelasan.
Dari berbagai definisi tersebut, unsur utama komik merupakan gambar.
Namun, banyak juga beredar buku bacaan lain yang memuat banyak gambar dan
memiliki teks, namun teks hanya berupa narasi. Bacaan yang memiliki banyak
gambar dan memiliki teks tetapi teks percakapan tidak menggunakan balon, maka
buku tersebut bukanlah komik. Buku tersebut dikategorikan sebagai cerita
bergambar. Hal ini karena dalam komik terdapat unsur atau bagian yang
menjadikannya sebagai ciri khas yang membedakan komik dengan bacaaan
lainnya.
Berdasarkan berbagai defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa komik
adalah gambar – gambar dalam panel – panel yang berderet, disertai balon – balon
teks yang membentuk sebuah cerita.
2.2.1.2 Manfaat Komik
Komik merupakan bacaan yang sangat akrab bagi kalangan pelajar.
Dibalik pelbagai pandangan negatif mengenai komik, tentu komik juga masih
memiliki manfaat.
Dalam arti yang luas, ternyata komik tidak hanya berarti buku berisi cerita
atau kisah. Seperti yang diungkapkan oleh Hurlock (1976:339), karena bentuknya
15
yang menarik, komik juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan lain. Manfaat
komik antara lain : (a) penyampaian program pemerintah, misalnya keluarga
berencana, perbaikan gizi, kesehatan, dan sebagainya, (b) untuk memperkenalkan
peristiwa keagamaan berdasarkan kitap suci, (c) untuk menyatakan kritik terhadap
masalah yang sedang hangat dibicarakan, misalnya tentang kenaikan BBM, (d)
untuk menawarkan produk(iklan), (e) sebagai media pembelajaran. Seperti
menjelaskan konsep-konsep yang sangat abstrak dan memerlukan obyek yang
konkret ataupun nonkonkret pada beberapa mata pelajaran. Misalkan Fisika,
Kimia, Matematika, Bahasa Indonesia, Biologi, dan lain-lain. Selain itu, juga
untuk memberi penggambaran yang konkret pada masa lalu, pada satu kejadian
sejarah. Bahkan biografi tokoh juga dapat ditulis dalam bahasa komik, (f) untuk
anak yang memiliki kemampuan membaca terbatas, komik dapat,membantunya
memiliki pengalaman membaca yang menyenangkan, (g) komik dapat membantu
anak memngembangkan motivasi dan keterampilannya membaca, (h) komik
memperkenalkan kosakata kepada para pembacanya, (i) komik dapat digunakan
untuk menyebarluaskan propaganda, terutama propaganda yang menentang
prasangka, (j) komik memberikan anak kebebasan emosi yang tertahan pada anak,
(k) pengidentifikasian diri anak dengan tokoh pada Komik yang memiliki sifat
yang dikaguminya, (l) Komik dapat membantu anak memecahkan masalah sosial
dan pribadinya melalui wawasan pada identifikasi karakter dalam komik, (m)
Komik menarik imajinasi anak dan rasa ingin tahu tentang supernatural dan hal-
hal yang bersifat gaib, (n) Komik memberikan rehat sejenak dari aktifitas rutin
anak, (o) Komik mudah dibaca, bahkan anak yang kurang mampu membaca dan
16
memahami artinya melalui gambar, (p) Komik dapat memberikan kontinuitas
membaca pada anak.
Berbagai manfaat yang telah disebutkan tersebut, orang tua maupun
pendidik dapat mengambil sisi posotif komik untuk menjadikan komik sebagai
media pembelajaran serta media pengenalan membaca bagi anak dan peserta
didik.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan manfaat komik dapat
dilihat dari berbagai bidang kehidupan yaitu untuk kepentingan pemerintahan,
pendidikan, psikis, dan periklanan.
2.2.1.3 Komik Sebagai Media Pembelajaran
Salah satu bacaan yang dapat dijadikan alternatif untuk mengisi waktu
luang peserta didik yaitu komik. Komik yang dapat dibaca tidak hanya berupa
komik manga, namun juga komik yang mengandung unsur pembelajaran di
dalamnya. Membaca komik tidak hanya untuk mengisi waktu senggang, komik
juga dapat dijadikan media pembelajaran.
Komik sebagai media berbasis visual berperan sebagai alat yang
mempunyai fungsi menyampaikan pesan pembelajaran. Dalam konteks ini
pembelajaran menunjuk pada sebuah proses komunikasi antara pelajar dan
sumber belajar. Komunikasi belajar akan berjalan dengan maksimal jika pesan
pembelajaran disampaikan secara jelas, runtut, dan menarik. Hal tersebut
didukung oleh Sudjana dan Rivai (2007:68) menyatakan bahwa penggunaan
media komik dalam proses pembelajaran dapat menciptakan minat baca para
peserta didik, mengefektifkan proses pembelajaran, meningkatkan minat belajar
17
dan meningkatkan apresiasi. Selain itu, media komik dapat digunakan secara
efektif oleh guru-guru dalam usaha membangkitkan minat, mengembangkan
perbendaharaan kata-kata dan keterampilan membaca, serta untuk memperluas
minat baca.
Mengacu pada salah satu pendekatan pembelajaran di bidang seni,
Education through Art (pendidikan melalui seni) merupakan pendekatan yang
paling cocok sebagai landasan dasarnya. Menurut Plato (dalam Ismiyanto 2010) ia
menulis dalam tesisnya bahwa “Art should be based education” yang artinya
sesungguhnya seni atau pendidikan seni memiliki peran dan fungsi yang penting
bagi pendidikan pada umumnya. Berdasarkan perspektif pendidikan, seni telah
dipandang sebagai alat atau sarana untuk mencapai sasaran pendidikan sehingga
banyak sekali bermunculan alternatif media pembelajaran dalam bentuk kesenian
salah satunya komik.
Pendekatan Education through Art itu pada dasarnya bukan menanamkan
pada peserta didik keterampilan di bidang seni melainkan lebih menekankan pada
proses belajar dalam materi tertentu. Dan seni sebagai medianya akan lebih
merangsang keingintahuan peserta didik untuk lebih mengeksplorasi dan
mengeksperimen 1tasi materi dan informasi yang disampaikan dengan suasana
yang menyenangkan. Pendekatan ini terasa sangat penting dan jelas peranannya
dalam rangka mengembangkan aspek-aspek kepribadian anak, karena secara
umum dapat memberikan keseimbangan kemampuan atau kecerdasan emosional-
rasional, intelektualitas serta sensibilitas.
18
Komik sangat berpengaruh dalam memberi pemahaman yang cepat kepada
peserta didik tentang suatu hal yang bermuatan pendidikan, baik itu pendidikan
moral, agama, budaya maupun terkait dengan ilmu pengetahuan. Bahasa gambar
dan teksnya yang singkat dan jelas dapat membantu guru mengembangkan materi
dengan ilustrasi yang menarik perhatian peserta didik, dibandingkan dengan
hanya menggunakan tulisan saja. Media komik dalam pembelajaran di sekolah
ditujukan kepada peserta didik yang masih dalam tahap pengembangan dan masih
sangat membutuhkan bimbingan guru.
Marianthi (2013) dalam jurnalnya “From Digitised Comic Books To
Digital Hypermedia comic books: Their Use in Education” menjelaskan bahwa,
Point out comic books as motivational an educational tool can be used in a
variety of teaching and training settings. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa
Komik merupakan media pembelajaran yang mempermudah guru dan peserta
didik dalam kegiatan belajar mengajar, dengan adanya media komik siswa
termotivasi untuk lebih semangat dan aktif belajar.
Oleh karena itu, komik dapat dijadikan sebagai media pembelajaran yang
jelas, sederhana, dan mudah dipahami. Komik juga tersusun atas ilustrasi, gambar,
dan teks sehingga dapat mempermudah peserta didik dalam pembelajaran. Selain
itu komik mempunyai kesan rekreatif dan edukatif bagi peserta didik sehingga
membangkitkan minat peserta didik dalam belajar.
19
2.2.1.4 Langkah – langkah Penggunaan Media Komik dalam Pembelajaran
Menceritakan Isi Teks Fabel
Komik dalam pembelajaran menceritakan isi teks fabel digunakan sebagai
media yang membantu peserta didik memahami teks fabel. Fungsi atensi media
sebagai penarik perhatian dan memiliki lambang visual atau gambar
memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau
pesan yang terkandung dalam gambar ( Arsyad 2011: 20). Selain itu, kedudukan
media dalam pembelajaran adalah untuk membantu proses belajar mengajar di
kelas. Adapun langkah – langkah penggunaan media komik dalam pembelajaran
menceritakan isi teks fabel yaitu : 1) peserta didik membaca teks fabel yang sesuai
dengan teks fabel dalam komik, 2) peserta didik menganaisis unsur – unsur dalam
teks fabel yang telah dibaca, 3) peserta didik membaca dan mencermati media
komik, 4) peserta didik menyimak langkah – langkah melakukan praktik
menceritakan isi teks fabel, 5) peserta didik praktik menceritakan isi teks fabel
dengan menggunakan media komik.
2.2.2 Media Poster Berseri
Dalam subbab ini akan dipaparakan tentang pengertian poster berseri,
manfaat poster berseri, poster berseri sebagai media pembelajaran.
2.2.2.1 Pengertian Poster Berseri
Salah satu kekuatan yang tampak pada media grafis sebagai media
penyampai pesan yaitu poster. Poster mampu memengaruhi perilaku, sikap dan
tata nilai masyarakat untuk berubah atau melakukan sesuatu. Hal yang membuat
20
poster memiliki kekuatan untuk dicerna oleh orang yang melihat karena poster
lebih menonjolkan kekuatan pesan, visual dan warna.
Poster perlu didesain dengan memperhatikan perpaduan antara
kesederhanaan dengan dinamika yang ada ditambah dengan warna yang mencolok
dan kekontrasan yang tinggi sehingga mudah terbaca.
Istilah poster berseri muncul sebagai bentuk penggambaran poster yang
terdiri atas beberapa rangkaian poster yang berhubungan satu sama lain dengan
satu pokok pembahasan tertentu.
Sudjana dan Rivai (2009:51), mengemukakan pengertian poster yaitu
sebagai kombinasi visual dari rancangan yang kuat dengan warna, dan pesan
dengan maksud untuk menangkap perhatian orang yang lewat tetapi cukup lama
menanamkan gagasan yang berarti dalam ingatannya.
Menurut Kustandi dan Sutjipto (2011:45), poster adalah media yang
diharapkan mampu mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang
melihatnya. Poster merupakan media komunikasi yang efektif untuk
menyampaikan pesan singkat, padat, dan impresif, karena ukurannya yang relatif
besar.
Poster yang dibuat untuk pendidikan pada prinsipnya merupakan gagasan
yang diwujudkan dalam bentuk ilustrasi objek gambar yang disederhanakan yang
dibuat dengan ukuran besar. Tujuannya untuk menarik perhatian, membujuk,
memotivasi, memperingatkan pada gagasan pokok, fakta atau peristiwa tertentu
(Daryanto 2013:131).
21
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan pengertian
poster berseri yaitu gambar visual yang terdiri atas beberapa rangkaian yang
saling berhubungan satu sama lain, kuat dengan warna dan pesan yang singkat
dan mudah diingat dan mampu memotivasi orang yang melihatnya.
2.2.2.2 Manfaat Poster Berseri
Poster berseri memiliki kekuatan dramatik yang begitu tinggi memikat dan
menarik perhatian. Poster banyak digunakan untuk kepentingan bisnis, promosi,
sosial dan penanaman nilai di masyarakat (Daryanto 2013:130).
Sudjana dan Rivai (2009:56) mengemukakan salah satu kegunaan poster
yaitu memberikan peringatan. Poster dapat berisi tentang peringatan terhadap
suatu pelaksanaan aturan hukum, aturan sekolah atau peringatan – peringatan
tentang sosial, kesehatan bahkan keagamaan
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan poster dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis dan promosi, memberikan peringatan
dalam bidang hukum, sosial, kesehatan dan agama.
2.2.2.3 Poster Berseri sebagai Media Pembelajaran
Kekuatan poster berseri dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
pembelajaran. Banyak poster berseri yang dipasang dilingkungan sekolah baik di
luar kelas atau di dalam kelas yang bertujuan agar peserta didik dapat berperilaku
positif, berdisiplin baik, dan memiliki pengetahuan tentang suatu hal.
Poster berseri memiliki kekuatan dramatik yang begitu tinggi memikat dan
menarik perhatian. Poster berseri dapat menarik perhatian karena uraian yang
22
memadai secara kejiwaan dan merangsang untuk dihayati (Sudjana dan Rivai
2009:56).
Poster berseri sebagai media pembelajaran memiliki kekuatan untuk
dicerna oleh orang yang melihat karena poster berseri lebih menonjolkan kekuatan
pesan, visual, dan warna. Poster berseri adalah media yang kuat dengan warna,
pesan dan maksud untuk menangkap perhatian orang yang lewat, tetapi cukup
lama menanamkan gagasan yang berarti dalam ingatannya (Sudjana 2005 : 51;
Daryanto 2010:129).
Poster sebagai media pembelajaran berfungsi untuk memberikan motivasi
pada peserta didik, dan memberikan pengalaman kreatif daam pembelajaran
(Daryanto 2013: 131).
Penggunaan poster untuk pembelajaran dapat dilakukan dengan
menggunakan poster sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar. Dalam hal
ini, poster digunakan saat guru menerangkan sebuah materi kepada peserta didik.
Begitu halnya peserta didik dalam mempelajari materi menggunakan poster yang
disediakan oleh guru. Poster yang digunakan ini harus relevan dengan tujuan dan
materi. Poster disediakan guru, baik dengan cara membuat sendiri maupun dengan
cara membeli/ menggunakan yang sudah ada. Misalnya, guru membelajarkan
peserta didik tentang teknik menulis karangan naratif tentang pentingnya buang
sampah pada tempatnya. Kemudian, guru memasang sebuah poster tentang akibat
membuang sampah sembarangan. Guru menugaskan peserta didik untuk
mengamati poster tersebut, kemudian peserta didik diperintahkan untuk membuat
karangan berdasarkan poster tersebut (Daryanto 2013:131).
23
Dapat disimpulkan poster berseri sebagai media pembelajaran dapat
digunakan sebagai alat bantu menyampaikan materi atau sebagai bahan yang
dikaji dalam pembelajaran.
2.2.2.4 Langkah – langkah Penggunaan Media Poster Berseri dalam
Pembelajaran Menceritakan Isi Teks Fabel
Komik dalam pembelajaran menceritakan isi teks fabel digunakan sebagai
media yang membantu peserta didik memahami teks fabel. Fungsi kompensatoris
media visual yaitu memberikan konteks untuk memahami teks dan membantu
peserta didik yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi
dalam teks dan mengingatnya kembali ( Arsyad 2011: 21). Selain itu, kedudukan
media dalam pembelajaran adalah untuk membantu proses belajar mengajar di
kelas. Adapun langkah – langkah penggunaan media komik dalam pembelajaran
menceritakan isi teks fabel yaitu : 1) peserta didik membaca teks fabel yang sesuai
dengan teks fabel dalam poster berseri, 2) peserta didik menganaisis unsur – unsur
dalam teks fabel yang telah dibaca, 3) peserta didik membaca dan mencermati
media poster berseri, 4) peserta didik menyimak langkah – langkah melakukan
praktik menceritakan isi teks fabel, 5) peserta didik praktik menceritakan isi teks
fabel dengan menggunakan media poster berseri.
24
2.2.3 Persamaan dan Perbedaan Komik dan Poster Berseri
Pemilihan media komik dan poster berseri dalam penelitian ini tentu
memiliki alasan yaitu karena keduanya hampir sama. Namun, walau demikian
tetap terdapat perbedaan dan persamaan dalam media tersebut. Berikut persamaan
dan perbedaan dalam media komik dan poster berseri.
Persamaan media komik dan poster berseri yaitu keduanya merupakan
media berjenis visual, sama – sama memiliki gambar dan warna yang kontras,
menggunakan kata – kata dalam menjelaskan maksud gambar, memiliki urutan
peristiwa dalam cerita.
Adapun perbedaan media Komik dan Poster Berseri yaitu sebagai berikut.
Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Komik dan Poter Berseri
No
Aspek Pembeda
Media
Komik Poster Berseri
1. Berdasarkan ada
tidaknya alur
Terdapat alur yang
menonjol.
Tidak terdapat alur
yang menonjol.
2. Bahasa yang
digunakan
Bahasa sehari – hari. Bahasa singkat dan
mudah dipahami.
3. Penggunaan ilustrasi Banyak, sesuai
setting cerita.
Tidak perlu banyak.
4. Sifat Menarik dan mudah
dimengerti.
Menarik, berani,
langsung, dan
25
menimbulkan
kejutan.
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan Komik
dan Poster Berseri adalah keberadaan alur yang menonjol, keefektifan bahasa
yang digunakan, banyaknya penggunaan ilustrasi, dan sifat kemenarikannya bagi
pembaca.
2.2.4 Model Instruksi Langsung
Dalam subbab ini dipaparkan pengertian, prinsip, sintak, dampak
instruksional dan pengiring, sistem sosial, sistem dukungan, dan langkah –
langkah pembelajaran model instruksi langsung.
2.2.4.1 Pengertian Model Instruksi Langsung
Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan instruksi terstruktur yang
disampaikan guru kepada peserta didik biasa dilakukan dalam pembelajaran.
Misalnya peserta didik diminta untuk mengerjakan sesuatu atau melakukan
tindakan tertentu. Dalam kegiatan pembelajaran, hal tersebut disebut dengan
pembelajaran dengan model instruksi langsung.
Joyce, et. al. (2011:423), mengemukakan bahwa istilah “instruksi
langsung” telah digunakan oleh beberapa peneliti untuk merujuk pada suatu
model pengajaran yang terdiri dari penjelasan guru mengenai konsep atau
keterampilan baru terhadap peserta didik. Penjelasan ini dilanjutkan dengan
26
meminta peserta didik menguji pemahaman mereka dengan melakukan praktik di
bawah bimbingan guru (praktik yang terstruktur, controlled practice), dan
mendorong peserta didik meneruskan praktik di bawah bimbingan guru (praktik
yang dibimbing, guided practice).
Model pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk menunjang
proses belajar peserta didik yang berkenaan dengan pengetahuan prosedural yaitu
pengetahuan mengenai bagaimana orang melakukan sesuatu (Killen dalam Yamin
dan Ansari 2012:66). Pengetahuan prosedural berkenaan dengan bagaimana tata
urutan yang baik dalam pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran langsung
ditujukan untuk menyampaikan rangkaian pembelajaran secara urut dan
sistematis.
Model pembelajaran instruksi langsung memainkan peran yang terbatas
namun penting dalam program pendidikan yang komprehensif. Instruksi langsung
memiliki track record empiris yang relatif solid. Huda (2014:135) menjelaskan
beberapa keunggulan terpenting dari instruksi langsung adalah adanya fokus
akademik, arahan dan eksperimen 1 2 guru, harapan yang tinggi terhadap
perkembangan siswa, sistem manajemen waktu, dan atmosfer akademik yang
stabil. Fokus akademik berarti prioritas tertinggi terhadap penugasan dan
penyelesaian tugas akademik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fokus
yang kuat terhadap permasalahan akademik dapat menciptakan keterlibatan siswa
yang semakin kuat sehingga memajukan dan memajukan prestasi mereka.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
model instruksi langsung adalah model pembelajaran yang dirancang secara
27
khusus untuk menunjang proses belajar peserta didik tentang pemahaman konsep
atau keterampilan tertentu berkenaan dengan bagaimana orang melakukan
sesuatu, pemberian arahan guru untuk praktik secara terstruktur di bawah
bimbingan guru.
2.2.4.2 Prinsip Model Instruksi Langsung
Prinsip – prinsip rancangan instruksional fokus pada konseptualisasi
performa pembelajar ke dalam tujuan – tujuan dan tugas – tugas, menguraikan
tugas – tugas tersebut ke dalam komponen – komponen yang lebih kecil,
mengembangkan aktivitas – aktivitas latihan yang memastikan adanya
penguasaan terhadap masing – masing komponen, dan pada akhirnya menyusun
seluruh situasi pembelajaran ke dalam rangkaian – rangkaian yang memastikan
adanya transfer antarsatu komponen dan komponen lain serta terpenuhinya
prasyarat pembelajaran sebelum menapaki level pembelajaran yang lebih tinggi.
Joyce, et. al. (2011:426 - 427), menjelaskan prinsip – prinsip model
instruksi langsung berkaitan erat dengan praktik dalam situasi bantuan yang
berbeda – beda. Prinsip – prinsip instruksi yaitu sebagai berikut.
Pertama, ketika peserta didik pertama kali dikenalkan skill atau konsep
baru, guru membuat pengelompokan dan memaparkan beberapa langkah tertentu
pada peserta didik untuk bisa terhindar dari masalah. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui sedikit kesalahan yang mungkin ada dalam langkah awal
pembelajaran, semisal saat peringatan tidak cukup berpengaruh untuk
meningkatkan dan mengarahkan perilaku yang tidak benar, dan saat kesalahan
justru memperkuat informasi yang salah. Setelah melewati praktik yang
28
terstruktur, peserta didik melaksanakan praktik dengan cara mereka sendiri,
sedangkan guru memantau peserta didik. Selama masa ini, guru memberikan
respons balik yang korektif terhadap kesalahan yang diperbuat selain menguatkan
dan menegaskan praktik yang benar. Ketika peserta didik bisa melaksanakan
praktik dengan akurasi yang tinggi, mereka sebenarnya sudah siap untuk
melaksanakan praktik mandiri, yakni melakukan praktik tanpa bantuan siapa pun.
Prinsip kedua, berdasarkan panjang atau lamanya sesi masing – masing
praktik. Penelitian menunjukkan bahwa, secara keseluruhan, semakin sering
seseorang mempraktikkan sebuah skill, maka akan semakin lama waktu yang ia
butuhkan untuk melupakannya. Prinsip umum yang menentukan panjangnya
waktu yang direkomendasikan untuk praktik ini adalah : periode praktik yang
singkat, intensif, dan dengan semangat tinggi akan menghasilkan pembelajaran
yang lebih baik dibandingkan praktik yang sedikit dengan periode praktik yang
lebih lama.
Prinsip ketiga adalah kebutuhan untuk memantau tahap awal praktik,
karena performa yang tidak benar dalam tahap ini akan sangat mengganggu
pembelajaran. Peserta didik membutuhkan respons balik yang korektif untuk
mencegah prosedur yang tidak benar menancap dan berkarat dalam ingatan
mereka. Respons balik korektif yang segera diberikan yakni informasi bagaimana
menampilkan hal yang benar akan menghilangkan kesalahan dalam memahami
konsep pada tahap – tahap awal proses pengajaran. Respons balik ini juga dapat
menghilangkan rasaa was – was pada peserta didik dalam melaksanakan praktik.
29
Prinsip keempat adalah mendorong siswa untuk bisa mencapai 85 hingga
90 persen tingkat akurasi pada tingkatan praktik sebelum membahas pelajaran
selanjutnya.
Model ini menunjukkan bimbingan dan respons balik secara langsung.
Model ini menuntut siswa untuk mendekati materi akademik secara sistematis.
Rancangannya dibentuk untuk meningkatkan dan memelihara motivasi melalui
aktivitas pengendalian diri dan penguatan ingatan terhadap materi – materi yang
telah dipelajari (Huda 2014:138).
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan prinsip model
instruksi langsung yaitu adanya pengelompokan untuk pemahaman konsep atau
skill tertentu, praktik terstruktur, pemantauan pada tahap praktik, serta pemberian
dorongan untuk mencapai keberhasilan praktik.
2.2.4.3 Sintak Model Instruksi Langsung
Tugas guru dalam model instruksi langsung adalah menyediakan
pengetahuan mengenai hasil – hasil, membantu peserta didik mengandalkan diri
mereka sendiri, dan melakukan penguatan.
Huda (2014: 136 - 137), mengemukakan sintak model instruksi langsung
yaitu: orientasi, presentasi, praktik yang terstruktur, praktik dibawah bimbingan
guru, praktik mandiri.
Berikut penjelasan sintak model instruksi langsung menurut Huda.
Orientasi, tahap ini terdiri atas: a) guru menentukan materi pembelajaran, b) guru
meninjaumateri sebelumnya, c) guru menentukan tujuan pembelajaran, d) guru
menentukan prosedur pengajaran.
30
Presentasi, tahap ini terdiri atas: a) guru menjelaskan konsep
ataupengetahuan baru, b) guru menyajikan representasi visual atas tugas yang
diberikan, c) guru memastikan pemahaman.
Praktik yang terstruktur, pada tahap ini terdiri atas: a) guru menuntun
kelompok siswa dengan contoh praktik dalam beberapa langkah, b) siswa
merespons pertanyaan, c) guru memberikan koreksi terhadap kesalahan dan
memperkuat praktik yang telah benar.
Praktik di bawah bimbingan guru, pada tahap ini terdiri atas: a) siswa
berpraktik secara semi-independen, b) guru menggilir siswa untuk melakukan
praktik dan mengamati praktik, c) guru memberikan tangggapan balik berupa
pujian, bisikan, maupun petunjuk.
Praktik mandiri, pada tahap ini terdiri atas: a) siswa melakukan praktik
secar mandiri di kelas, b) guru menunda respon balik dan memberikannya pada
akhir rangkaian praktik, c) praktik mandiri dilakukan beberapa kali dalam periode
waktu yang lama.
Joyce et. al. (2011:427 – 429), mengemukakan sintak model instruksi
langsung, yaitu terdiri atas lima tahap aktivitas; yakni orientasi, presentasi, praktik
yang terstruktur, praktik di bawah bimbingan, dan praktik mandiri.
Berikut penjelasan sintak model instruksi langsung.
1. Orientasi
Orientasi merupakan tahap pertama di mana kerangka kerja pelajaran
dibangun. Selama tahap ini, guru menyampaikan harapan dan keinginannya,
menjelaskan tugas – tugas yang ada dalam pembelajaran, dan menentukan
31
tanggung jawab peserta didik. Ada tiga tahap penting yang perlu dilakukan untuk
mencapai tujuan pada tahap orientasi, yaitu: 1) guru memaparkan maksud dan
dari pelajaran dan tingkat – tingkat performa dalam praktik; 2) guru
menggambarkan isi pelajaran dan hubungannya dengan pengetahuan dan atau
pengalaman sebelumnya; 3) guru mendiskusikan prosedur – prosedur pelajaran
yakni bagian yang berbeda antara pelajaran dan tanggung jawab peserta didik
selama aktivitas – aktivitas ini berlangsung.
2. Presentasi
Tahap presentsi yaitu tahap menjelaskan konsep atau skill baru dan
memberikan pemeragaan serta contoh. Jika materi yang ada merupakan konsep
baru, maka guru harus mendiskusikan karaktristik – karakteristik dari onsep
tersebut, aturan - aturan dan pendefinisian, dan beberapa contoh. Jika materinya
adalah skill baru, maka hal yang harus disampaikan guru adalah langkah –
langkah untuk memiliki skill tersebut dengan menyajikan contoh di setiap
langkah.
3. Praktik Terstruktur
Pada tahap ini guru menuntun peserta didik melalui contoh – contoh
praktik dan langkah – langkah di dalamnya. Biasanya, peserta didik
melaksanakan praktik dalam sebuah kelompok, dan menawarkan diri untuk
menulis jawaban. Cara yang paling baik adalah menggunakan proyektor,
menyajikan contoh praktik secara transparan dan terbuka, sehingga semua peserta
didik bisa melihat bagaimana tahap – tahap praktik dilalui. Peran guru dalam
tahap ini adalah memberi respons balik terhadap responspeserta didik, baik untuk
32
menguatkan respons yang sudah tepat maupun untuk memperbaiki kesalahan dan
mengarahkan peserta didikpada performa praktik yang tepat. Jika guru telah
mampu menjalankan fungsi tersebut dengan baik dan bisa memberikan contoh
praktik yang benar, bisa dipastikan bahwa peserta didik akan mampu memahami
segala langkah dalam praktik sehingga mereka bisa mengandalkan pengetahuan
tersebut sebagai rferensi utama sebelum menjalani tahap praktik semi-
independen.
4. Praktik di Bawah Bimbingan
Pada tahap ini, guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
melakukan praktik dengan kemauan mereka sendiri. Praktik di bawah bimbingan
memudahkan guru mempersiapkan bantuan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik dalam menampilkan tugas pembelajaran. Hal ini biasanya dilakukan
dengan cara membantu meminimalisasi jumlah dan ragam kesalahan yang
dilakukan peserta didik. Peran guru adalah mengontrol kerja peserta didik, dan
memberikan respons yang korektif ketika dibutuhkan.
5. Praktik Mandiri
Pada tahap ini, peserta didik melakukan praktik dengan caranya sendiri
tanpa bantuan dan respons balik dari guru. Praktik mandiri ini ditinjau sesegera
mungkin setelah peserta didik menyelesaikan seluruh proses. Hal ini dilakukan
untuk memperkirakan dan mengetahui apakah level akurasi peserta didik telah
stabil ataukah tidak, serta untuk memberikan respons balik yang sifatnya korektif
di akhir praktik terhadap mereka yang membutuhknnya. Tujuan praktik mandiri
33
adalah memberikan materi baru untuk memastikan dan menguji pemahaman
peserta didik terhadap praktik – praktik sebelumnya.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sintak model
instruksi langsung yaitu: orientasi, presentasi, praktik terstruktur, praktik di bawah
bimbingan, dan praktik mandiri.
2.2.4.4 Dampak Instruksional dan Pengiring Model Instruksi Langsung
Model instruksi langsung menitikberatkan pada bimbingan dan pemberian
respon balik secara langsung. Model ini mendekati materi akademik secara
sistematis. Rancangannya dibentuk untuk meningkatkan dan memelihara motivasi
melalui aktivitas mengandalkan diri sendiri dan penguatan terhadap materi –
materi yang telah dipelajari.
Joyce et. al. (2011: 430), mengemukakan dampak instruksional model
instruksi langsung yaitu ; (1) penguasaan terhadap materi akademik dan
keterampilan; (2) motivasi siswa; (3) kemampuan memberikan langkah cepat.
Sedang dampak pengiringnya yaitu penghargaan diri siswa.
Huda (2014: 138), mengemukakan dampak instruksional model instruksi
langsung yaitu menuntut siswa mendekati materi akademik secara sistematis,
memelihara motivasi melalui aktivitas pengendalian diri dan penguatan ingatan
terhadap materi – materi yang telah dipelajari. Adapun dampak pengiring model
ini yaitu memperkaya penghargaan diri siswa melalui respons-balik yang positif.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan dampak
instruksional model instruksi langsung yaitu penguasaan materi akademik atau
34
keterampilan, memotivasi siswa. Adapun dampak pengiring model ini yaitu
adanya penghargaan terhadap diri siswa.
2.2.4.5 Sistem Sosial Model Instruksi Langsung
Sistem sosial dalam model instruksi langsung ini benar – benar terstruktur.
2.2.4.6 Sistem Pendukung Model Instruksi Langsung
Lingkungan instruksi langsung adalah tempat di mana pembelajaran
menjadi fokus utama dan tempat di mana siswa terlibat dalam tugas – tugas
akademik dalam waktu tertentu untuk mencapai rating kesuksesan yang tinggi.
Iklim sosial dalam lingkungan ini harus diciptakan secara positif dan bebas dari
pengaruh negatif.
Adapun sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam penerapan model
instruksi langsung yaitu kelas yang dilengkapi dengan proyektor dan laptop atau
komputer untuk menyampaikan materi.
2.2.4.7 Langkah – langkah Pembelajaran Model Instruksi Langsung
Joyce at al (2011:431), menjabarkan tahap – tahap model instruksi
langsung dalam pembelajaran. Berikut tahap – tahap model instruksi langsung.
a) Tahap Pertama : Orientasi
Adapun langkah – langkah dalam tahap pertama yaitu; (a) Guru
menentukan materi pelajaran, (b) Guru meninjau pelajaran sebelumnya, (c) Guru
menentukan tujuan pelajaran, (d) Guru menentukan prosedur pengajaran.
35
b) Tahap Kedua : Presentasi
Adapun langkah – langkah dalam tahap kedua yaitu; (a) Guru menjelaskan
konsep atau keterampilan baru, (b) Guru menyajikan representasi visual atas
tugas yang diberikan, (c) Guru memastikan pemahaman.
c) Tahap Ketiga : Parktik yang Terstruktur
Adapun langkah – langkah dalam tahap ketiga yaitu; (a) Guru menuntun
kelompok siswa dengan contoh praktik dalam beberapa langkah, (b) Siswa
merespons pertanyaan, (c) Guru memberikan koreksi terhadap kesalahan dan
memperkuat praktik yang telah benar.
d) Tahap Keempat : Praktik di Bawah Bimbingan Guru
Adapun langkah – langkah dalam tahap keempat yaitu; (a) Siswa
berpraktik secara semi – independen, (b) Guru menggilir peserta didikuntuk
melakukan praktik dan mengamati praktik, (c) Guru memberikan tanggapan
balik berupa pujian, bisikan, maupun petunjuk.
e) Tahap Kelima : Praktik Mandiri
Adapun langkah – langkah dalam tahap kelima yaitu; (a) Peserta didik
melakukan praktik secara mandiri di rumah atau di kelas, (b) Guru menunda
respons balik dan memberikannya di akhir rangkaian praktik, (c) Praktik mandiri
dilakukan beberapa kali dalam periode waktu yang lama.
2.2.5 Keterampilan Menceritakan Isi Teks Fabel
Dalam subbab ini dipaparkan tentang pengertian menceritakan isi teks
fabel, pengertian teks fabel, struktur dan kaidah bahasa.
36
2.2.5.1 Pengertian Menceritakan Isi Teks Fabel
Menceritakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia offline artinya
menuturkan cerita kepada orang lain. Isi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
offline adalah sesuatu yg ada termuat, terkandung di dalam suatu benda; volume,
apa yg tertulis di dalamnya, dan inti atau bagian yg pokok dari suatu wejangan. Isi
dalam teks fabel yaitu pesan yang secara implisit terdapat dalam teks fabel. Pesan
tersebut tidak disampaikan secara langsung, melainkan melalui penggambaran
peristiwa, konflik, periaku tokoh dalam menghadapi konflik baik yang terlihat
dalam tingkah laku verbal, fisik, maupun yang terjadi dalam pikirannya
(Nurgiyantoro 2010:339). Teks fabel adalah salah satu bentuk cerita tradisional
yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita dengan struktur tersendiri
(Nurgiyantoro 2010:190).
Jadi, menceritakan isi teks fabel adalah menuturkan cerita tentang tokoh –
tokoh binatang dalam suatu peristiwa, serta menyampaikan pesan yang secara
implisit terdapat dalam teks fabel kepada orang lain.
Menceritakan isi teks fabel adalah kegiatan bercerita yang dilakukan
seseorang setelah membaca teks fabel disertai isi, pesan, nilai, dan amanat yang
terkandung dalam fabel. Isi atau pesan atau nilai dalam teks fabel dapat
disimpulkan setelah seseorang selesai membaca keseluruhan teks fabel. Isi
tersebut adalah penggambaran dalam kehidupan manusia yang ingin disampaikan
kepada pembaca secara halus dan tidak menyinggung pembaca. Penyimpulan isi
dalam teks fabel dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Cara
penyampaian langsung berarti langsung dijelaskan isi atau inti ceritanya.
37
Sementara cara penyampaian secara tidak langsung yaitu melalui peristiwa –
peristiwa, konflik, sikap dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa
konflik itu, baik yang terlihat dalam tingkah laku verbal, fisik, maupun yang
hanya terjadi dalam pikiran dan perasaannya (Nurgiyantoro 2010:339).
Menceritakan isi teks fabel termasuk dalam kegiatan berbicara. Berbicara
bagi peserta didik menggambarkan tingkat pemahaman terhadap suatu materi.
Berbicara untuk menceritakan isi teks fabel dilakukan dalam sebuah kelas pada
sebuah kelompok studi. Berbicara pada kelompok studi merupakan suatu
penampilan khusus oleh seorang yang mempunyai kapasitas, yang diikuti dengan
pertanyaan – pertanyaan atau komentar – komentar dari pendengar. Berbicara
dalam kelompok studi merupakan bentuk yang paling cocok dan serasi bagi
situasi – situasi di mana pendengar menginginkan pengetahuan mengenai uatu
pokok tertentu (Powers dalam Tarigan 2008:42).
Dalam berbicara ada beberapa aspek yang perlu dikembangkan sebelum
melakukan praktik berbicara.Christine Doddington dalam artikelnya “Entitled to
Speak: Talk in the Classroom” menjelaskan sebagai berikut.
To develop effective speaking and listening pupils should be taught to use
the vocabulary and grammar of standard;formulate, clarify and express
their ideas;adapt their speech to a widening range of circumstances and
demands;listen, understand and respond appropriately to others (DFE
1995, p. 2).
38
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa untuk berbicara secara efektif ada
beberapa hal yang perlu dikembangkan yaitu :menggunakan kosa kata dan tata
bahasa yang standar; merumuskan, dan menjelaskan serta mengekspresikan ide –
ide mereka, beradaptasi bicara ke berbagai keadaan dan tuntutan, mendengarkan,
memahami dan menanggapi dengan tepat kepada orang lain.
Menceritakan isi teks fabel merupakan salah satu kegiatan berbicara yaitu
mengemukakan isi bacaan. Mengemukakan isi bacaan merupakan bentuk wicara
yang bertujuan untuk melatih wicara sekaligus untuk meningkatkan minat baca.
Dalam kegiatan ini, peserta didik harus membaca terlebih dahulu, karena tanpa
membaca dia tidak mungkin bisa melaporkan isi bacaan. Garis besar bacaan yang
akan dikemukakan berkaitan dengan: siapa saja tokoh dalam cerita, di mana
tempat kejadian tersebut, dan bagaimana jalan ceritanya secara ringkas (Saksomo
2010:65).
Dalam menceritakan isi teks fabel ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan. Apabila aspek tersebut tidak terkandung dalam kegiatan
menceritakan isi teks fabel maka kegiatan menceritakan isi teks fabel tersebut
akan tidak maksimal. Adapun aspek menceritakan kembali isi fabel yaitu ; a)
mengurutkan isi cerita fabel, b) menceritakan kembali isi fabel secara lisan.
Adapun indikator menceritakan kembali isi teks fabel yaitu ; a) menentukan tokoh
dan watak tokoh, b) menentukan rangkaian peristiwa. Dalam keterampilan
menceritakan kembali isi fabel hal yang perlu diperhatikan adalah ; a) kelancaran
penceritaan, b) ketepatan isi dengan cerita yang dibaca, c) intonsi dan kejelasan
39
lafal, d) kepercayaan diri (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2016 : 104;
207 - 208).
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan menceritakan isi teks
fabel yaitu kegiatan berbicara mengemukakan isi bacaan yang terdapat pada teks
fabel yang telah dibaca yang dilakukan dalam kelompok studi dengan
memperhatikan aspek bercerita yaitu: kelancaran penceritaan, ketepatan isi
dengan cerita yang dibaca, intonasi dan kejelaan lafal, serta kepercayaan diri.
2.2.5.2 Pengertian Teks Fabel
Teks adalah satuan bahasa yang digunakan sebagai ungkapan suatu
kegiatan sosial baik secara lisan maupun tulis dengan struktur berpikir yang
lengkap (Mahsun 2014:1).
Hal tersebut merujuk kepada pencirian teks yang wujudnya dapat berupa
bahasa yang dituturkan atau dituliskan, atau juga bentuk bentuk sarana lain yang
digunakan untuk menyatakan apa saja yang dipikirkan. Teks digunakan untuk
pernyataan suatu kegiatan sosial dengan struktur berpikir yang lengkap, maka
setiap teks memiliki struktur tersendiri. Membahas soal teks tidak dapat
dilepaskan dari genre teks. Genre didefinisikan sebagai jenis teks yang berfungsi
menjadi rujukan agar suatu teks dapat dibuat lebih efektif, baik dari segi ketepatan
tujuan maupun ketepatan pemilihan dan penyusunan elemen teks, dan ketepatan
penggunaan unsur tata bahasanya.
40
Cerita anak memiliki banyak jenis. Ada cerita fantasi, cerita tradisional,
dan dongeng. Cerita tersebut banyak ditemui pada media elektronik seperti
televisi dan internet.
Dari sekian banyak cerita atau dongeng, cerita fabellah yang dikenal baik
di kalangan anak-anak maupun orang tua. Fabel adalah salah satu jenis karya
sastra. Cara memahaminya, teks cerita fabel ditempatkan dalam orientasi yang
saling berkaitan dan mempunyai hubungan dengan konteks, yaitu pengarang,
pembaca, dan dunia nyata. Dalam fabel salah satu hubungan yang dominan, yaitu
hubungan pengarang dengan pembaca yakni sebagai tempat pengarang ingin
menyampaikan pesannya (Sastriyani 1998:39).
Fabel umumnya bersifat universal, artinya dapat diterima di daerah mana
pun tanpa menghiraukan batas-batas geografis, politik, dan sebagainya. Menurut
Dandrey (dalam Sastriyani 1998:39) moralitas diungkapkan dalam cerita-cerita
fabel dengan bijaksana dan secara universal. Perancis memiliki kekayaan teks
cerita fabel . Cerita-cerita fabel di Perancis mengandung ajaran-ajaran moral yang
sangat berguna, bagi anak-anak maupun orang dewasa.
Cerita teks fabel tumbuh di mana-mana. Fabel disukai masyarakat karena
tidak suka memberitahukan sesuatu hal secara langsung kepada pokok persoalan
dan pemberitahuan yang bagaimana pun isinya lebih disukai melalui isyarat atau
sindiran. Hal itu diistilahkan oleh Hooykas (dalam Sastriyani 1998:39) dengan
memakai bentuk-bentuk yang terselubung.
Ajaran-ajaran teks fabel perlu diungkap mengingat suatu bangsa tidak bisa
lepas dari krisis kualitas moral masyarakat. Pendidikan dikatakan berhasil jika
41
masyarakat mempunyai pribadi-pribadi yang bermoral dan berkepribadian baik.
Berikut akan dijelaskan lebih rinci mengenai teks cerita fabel.
Banyak satrawan dan penulis dunia yang juga memanfaatkan bentuk fabel
dalam karangannya. Salah seorang pengarang fabel yang terkenal adalah Michael
de La Fontaine dari Perancis. Biasanya pada cerita fabel tersirat moral atau makna
yang lebih mendalam. Fabel merupakan dongeng yang mengangkat binatang
sebagai tokoh dalam cerita, yang bisa berbicara dan bertingkah laku seperti
manusia. Sebagai lambang pengajaran moral fabel biasa disebut sebagai cerita
binatang.
Dipodjojo (dalam Sastriyani 1998:39) menyatakan bahwa teks cerita fabel
atau lebih jelasnya cerita binatang adalah cerita yang pelaku-pelakunya diberi jiwa
seperti manusia. Jika orang membaca cerita fabel, seolah-olah dibawa ke satu
masyarakat yang tak ada bedanya dengan manusia, hanya saja pelaku-pelakunya
binatang. Selain itu, teks cerita fabel juga merupakan teks persuasif. Melalui
tokoh binatang, pengarang ingin mempengaruhi pembaca agar mencontoh yang
baik dan tidak mencontoh yang tidak baik, Sugihastuti (dalam Sastriyani
1998:39).
Lebih khusus, Danandjaja (2002:86) mengemukakan dongeng binatang
(fabel) adalah dongeng yang ditokohi binatang peliharaan dan binatang liar,
seperti binatang menyusui, burung, binatang melata (reptilia), ikan, dan serangga.
Binatang-binatang itu dalam cerita ini dapat berbicara dan berakal budi seperti
manusia. Sejalan dengan itu, bahwa cerita fabel adalah dongeng tentang
kehidupan binatang yang digambarkan dan bisa bicara seperti manusia, biasanya
42
bersifat sindiran, atau kiasan. Cerita-cerita fabel sangat luwes digunakan untuk
menyindir perilaku manusia tanpa membuat manusia tersinggung (Priyono
2006:26).
Adapun Nurgiyantoro (2010:190) menjelaskan bahwa cerita binatang
(fable, fabel) adalah salah satu bentuk cerita (tradisional) yang menampilkan
binatang sebagai tokoh cerita. Binatang-binatang tersebut dapat berpikir dan
berinteraksi layaknya komunitas manusia, juga dengan permasalhan hidup
layaknya manusia. Mereka dapat berpikir, berlogika, berperasaan, berbicara,
bersikap, bertingkah laku, dan lain-lain sebagaimana halnya manusia dengan
bahasa manusia. Cerita binatang seolah-olah tidak berbeda halnya dengan cerita
lain, dalam arti cerita dengan tokoh manusia, selain bahwa cerita itu menampikan
tokoh binatang.
Huck dan Mitchell dalam Nurgiyantoro (2010:191) juga berpendapat
bahwa cerita binatang hadir sebagai personifikasi tokoh manusia, baik yang
menyangkut penokohan lengkap dengankarakternya maupun persoalan hidup
yang diungkapnya. Artinya, manusia dan berbagai persoalannya diungkapkan
melalui binatang. Jadi, cerita ini pun juga berupa kisah tentang manusia dan
kemanusiaan yang juga ditujukan kepada manusia. Tetapi dengan komunitas
perbinatangan. Tujuan cerita ini jelas, yaitu untuk memberikan pesan-pesan moral
para tokoh binatang itu hanya dijadikan sarana, personifikasi, untuk memberikan
pelajaran moral tersebut. Tujuan pemberian moral inilah yang menjadi fokus
penceritaan dan sekaligus yang menyebabkan hadirnya cerita binatang di tengah
masyarakat.
43
Cerita ini berkaitan dengan dunia binatang dan tidak secara langsung
menunjuk manusia, dan karenanya bersifat impresional, pesan moral atau kritik
yang ingin disampaikan menjadi lebih bersifat tidak langsung. Hal tersebut
menjadikan pembaca menjadi lebih senang dan menikmati, walaupun termasuk
yang terkena kritikkan menjadi tidak terasa serta-merta karena baik yang
memberikan kritik dan pesan maupun yang dituju adaah sama-sama binatang. Hal
itu pula yang menyebabkan cerita binatang menjadi amat populer, disenangi anak-
anak dan orang dewasa, serta bersifat universal.
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan pengertian
teks fabel adalah teks yang menunjukkan penggambaran unsur moral dan karakter
manusia dan kritik tentang kehidupan yang diperankan oleh binatang yang
memiliki struktur yang lengkap baik secara lisan maupun tulis.
2.2.5.3 Struktur dan Kaidah Bahasa Teks Fabel
Fabel merupakan cerita yang bersifat universal, ditemukan di berbagai
masyarakat di dunia. Fabel termasuk dalam jenis teks naratif. Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan (2016:199) menjelaskan truktur teks naratif secara
umum yaitu: orientasi, komplikasi, resolusi, dan koda.
Berikut adalah struktur teks fabel.
44
1. Orientasi
Orientasi berfungsi sebagai tempat penulis memperkenalkan latar atau
setting, serta memperkenalkan tokoh dalam cerita fabel. Selain itu, orientasi
dapat menjadi tempat penulis menguraikan latar belakang konflik yang terjadi
dalam cerita, lengkap dengan keterangan waktunya. Sehingga orientasi
menjawab pertanyaan: apa yang terjadi, siapa tokoh atau pelakunya, di mana
tempatnya, dan kapan waktu kejadiannya. Meskipun hal-hal tersebut juga
akan ditemukan dalam komplikasi, namun ciri khas dari orientasi adalah
posisinya yang berada di awal tulisan (kecuali dalam alur flashback, serta
tidak ditampilkan konflik yang terjadi. Jadi, orientasi merupakan struktur
yang berisi pengenalan latar cerita yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan
suasana terjadinya peristiwa dalam cerita.
2. Komplikasi
Komplikasi berfungsi menyampaikan konflik yang terjadi dalam
cerita. Komplikasi menurut para ahli merupakan inti dari cerita Feez dan
Joyce 2003; Cristie dan Derewianka 2008 (dalam Zainurrahman 2011:39).
Komplikasi hampir sama dengan konflik. Komplikasi adalah elemen,
sedangkan konflik adalah konten. Menurut Tompkins 2008 (dalam
Zainurrahman 2011:40) konflik dibagi atas tiga jenis. Pertama, konflik yang
terjadi antara tokoh satu dengan tokoh yang lainnya. Kedua, konflik terjadi
45
antara tokoh dengan lingkungan. Ketiga, konflik antara tokoh dengan dirinya
sendiri (internal conflict).
3. Resolusi
Resolusi berfungsi menggambarkan upaya tokoh untuk memecahkan
persoalan dalam komplikasi. Ketiadaan resolusi membuat cerita yang ditulis
terkesan menggantung pikiran pembaca. Adanya resolusi menyebabkan
pembaca seperti berkaca dan belajar dari cerita. Bagaimana tokoh
menyelesaikan persoalan. Penyelesaian masalah ini juga harus masuk akal
dengan pedoman andaikan binatang dan berperilaku seperti manusia.
4. Koda
Koda merupakan elemen yang bersifat opsional. Setiap fabel sudah
pasti memuat sejumlah pesan moral atau unsur pendidikan, itulah yang
disebut dengan koda. Namun, sifat opsional yang dimasud adalah apakah
pesan itu ditulis secara eksplisit, atau hanya disisipi secara implisit (tidak
langsung).
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa struktur teks fabel
terdiri atas: orientasi (pengenalan), komplikasi (munculnya masalah), resolusi
(penyelesaian masalah), dan koda.Koda dalam fabel bersifat tidak harus ada, pada
bagian ini berisi nilai moral yang diangkat secara eksplisit berkaitan dengan isi
cerita.
Keempat bagian struktur teks fabel tersebut dapat dilihat pada bagan berikut.
Orientasi
(perkenala
n)
Komplikasi
46
Bagan 2.1 Struktur Teks Fabel
Adapun kaidah bahasa teks fabel (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan 2016:199) terdiri atas ; a) kalimat naratif / peristiwa, b) kalimat
langsung yang berupa dialog para tokoh, c) menggunakan kata sehari – hari dalam
situasi tidak formal (bahasa percakapan).
2.3 Kerangka Berpikir
Penggunaan media komik dan poster berseri dalam pembelajaran
menceritakan isi teks fabel belum diketahui keefektifannya. Penggunaan komik
dan poster berseri sama – sama memiliki keunggulan. Komik memiliki balon –
balon percakapan serta narasi yang mudah dipahami, sehingga peserta didik akan
lebih mudah menangkap pesan dalam teks fabel. Adapun poster berseri memiliki
ide pokok cerita dalam setiap rangkaiannya, sehingga pokok – pokok itu akan
membantu peserta didik dalam mengingat urutan cerita dalam teks fabel.
47
Media komik merupakan media visual yang memungkinkan seorang
pembaca mengingat rangkaian peristiwa dalam cerita fabel, karena setiap tokoh
dan pembicaraan dalam komik sangat melekat dalam pemikiran peserta didik.
Selain itu, bentuk komik yang terdiri atas gambar – gambar tokoh yang memiliki
balon dialog, memungkinkan peserta didik lebih mudah dalam menyimpulkan
pesan yang terkandung di dalamnya, sehingga peserta didik dapat menyampaikan
pesan secara akurat. Jika peserta didik mampu menyampaikan peristiwa secara
terperinci dan pesan secara tepat maka dia akan mampu bercerita dengan baik.
Media poster berseri merupakan perpaduan antara kalimat yang singkat
dengan gambar yang sederhana. Keunggulan poster berseri tersebut menjadikan
poster berseri sebagai media yang memungkinkan peserta didik untuk mengingat
pokok – pokok peristiwa dalam cerita. Keunikan poster berseri tersebut dapat
membantu peserta didik dalam pembelajaran menceritakan isi teks fabel, karena
peserta didik dapat mengingat pokok – pokok cerita dalam teks fabel, sehingga
pada saat kegiatan berbicara yaitu menceritakan isi teks fabel peserta didik dapat
menyampaikan bacaannya secara maksimal.
Dengan menggunakan media komik dan media poster berseri peserta
didik dapat mengingat informasi berupa peristiwa – peristiwa dan pesan dalam
teks fabel. Apabila peserta didik mengingat isi cerita dengan baik, maka ia akan
dapat bercerita dengan penuh percaya diri, sehingga peserta didik dapat
dinyatakan berhasil melakukan praktik menceritakan isi teks fabel. Penggunaan
media pembelajaran tersebut diharapkan dapat membantu peserta didik dalam
48
memahami isi cerita fabel, sehingga dapat membantu peserta didik dalam kegiatan
menceritakan isi teks fabel.
Media komik lebih unggul daripada media media pister berseri. Secara
teoritis, media komik memiliki keunggulan yaitu memiliki balon – balon
percakapan dan rangkaian gambar beserta cerita yang mudah dipahami. Peserta
didik akan lebih mudah melakukan praktik menceritakan isi teks fabel
menggunakan media komik karena pada saat membaca teks fabel kemudian
praktik, pemahaman mereka terhadap teks fabel lebih maksimal. Sementara,
media poster berseri juga memiliki keunggulan yaitu ide – ide pokok yang
terdapat pada setiap rangkaian poster. Ide – ideo pokok tersebut akan
memudahkan peserta didik untuk mengingat urutan peristiwa dalam teks fabel.
Akan tetapi, media poster berseri yang terdiri atas rangkaian tersebut hanya akan
memudahkan peserta didik menceritakan isi teks fabel dan tidak memudahkan
peserta didik untuk memahami isi teks fabel secara maksimal. Oleh karena itu,
media komik lebih unggul daripada media poster berseri.
Dalam penelitian ini, diterapkan juga model pembelajaran instruksi
langsung pada kedua kelas eksperimen 1. Hal tersebut bertujuan untuk
mendorong kemampuan bercerita peserta didik supaya lebih baik, karena sintak
dalam model ini menuntun peserta didik untuk melakukan praktik – praktik.
Dari pemahaman terhadap penerapan model dan penggunaan kedua media
pembelajaran tersebut, diharapkan akan diketahui efektivitas kedua media
pembelajaran tersebut untuk pembelajaran menceritakan isi teks fabel pada
peserta didik kelas VII SMP Negeri 19 Semarang.
49
Dari kerangka pemikiran tersebut dapat dibuat kerangka berpikir sebagai
berikut.
Penggunaan media komik dengan
penerapan model instruksi langsung
dalam pembelajaran menceritakan
isi teks fabel
Penggunaan media poster
berseri dengan penerapan
model instruksi langsung dalam
pembelajaran menceritakan isi
teks fabel
Posttest
Pretest
Keefektifan penggunaan media komik dan poster berseri dengan
penerapan model instruksi langsung dalam pembelajaran
menceritakan isi teks fabel
Pembelajaran menceritakan
isi teks fabel
50
Bagan 2.2 Paradigma Kerangka Berpikir
Keefektifan Penggunaan Media Komik dan Poster Berseri dengan Penerapan
Model Instruksi Langsung dalam Pembelajaran Menceritakan Isi Teks Fabel
pada Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 19 Semarang
2.4 Hipotesis
HI : Penggunaan media komik dengan penerapan model instruksi langsung
lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan media poster berseri
dengan penerapan model instruksi langsung dalam pembelajaran
keterampilan menceritakan isi teks fabel.
H0 : Penggunaan media poster berseri dengan penerapan model instruksi
langsung tidak lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan media
komik dengan penerapan model instruksi langsung dalam pembelajaran
keterampilan menceritakan isi teks fabel.
133
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian berkaitan dengan keefektifan media komik
dan media poster berseri sebagai media pembelajaran menceritakan isi teks fabel
dengan model instruksi langsung dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Penggunaan media komik dengan penerapan model instruksi langsung dalam
pembelajaran menceritakan isi teks fabel dinyatakan efektif. Keefektifan
tersebut dibuktikan dengan hasil uji t data pretest dan posttest kelas
eksperimen 1 pada aspek pengetahuan dengan t hitung > t tabel yaitu 2,060 >
1,693. Sementara pada aspek keterampilan, diperoleh t hitung 2,209 sehingga
2,209 > 1,693. Artinya, terdapat perbedaan keterampilan menceritakan isi
teks fabel pada peserta didik setelah diberi perlakuan dengan media komik
serta penerapan model instruksi langsung baik pada aspek pengetahuan
ataupun keterampilan. Penggunaan media komik efektif karena kehadiran
balon – balon percakapan yang membnetuk sebuah cerita akan membantu
peserta didik lebih mudah memahami isi teks fabel, sehingga peserta didik
dapat mencapai hasil yang maksimal saat praktik menceritakan isi teks fabel.
2. Penggunan media poster berseri dengan penerapan model instruksi langsung
dalam pembelajaran menceritakan isi teks fabel dinyatakan efektif.
Keefektifan tersebut dibuktikan dengan hasil uji t data pretest dan posttest
kelas eksperimen 2 pada aspek pengetahuan dengan t hitung > t tabel yaitu 2,115
134
> 1,693. Sementara pada aspek keterampilan, diperoleh t hitung 2,059 sehingga
2,059 > 1,693. Artinya, terdapat perbedaan keterampilan menceritakan isi
teks fabel pada peserta didik setelah diberi perlakuan dengan media poster
berseri serta penerapan model instruksi langsung baik pada aspek
pengetahuan ataupun keterampilan. Penggunaan media poster berseri efektif
karena, ide – ide pokok yang terdapat pada setiap rangkaian poster dapat
membantu peserta didik untuk mengingat urutan peristiwa dala teks fabel.
3. Media komik dengan penerapan model instruksi langsung lebih efektif
digunakan daripada media poster berseri dengan penerapan model instruksi
langsung dalam pembelajaran menceritakan isi teks fabel. Keefektifan
tersebut dibuktikan dengan hasil uji t dengan t hitung 2,139 dan nilai Sig(2-
tailed) sebesar 0,024 sehingga t hitung > t tabel yaitu 2,139 > 1,693 dan Sig
0,024< 0,05 pada aspek pengetahuan, dan t hitung 2,221 dan Sig (2-tailed)
sebesar 0,30 sehingga t hitung > t tabel yaitu 2,221 > 1,693 dan 0,024 < 0,50
pada aspek keterampilan, maka dapat disimpulkan HI diterima dan H0 ditolak,
yang artinya terdapat perbedaan antara rata – rata prestasi belajar kelompok
eksperimen 1 dengan kelompok eksperimen 2 dimana penggunaan media
komik pada kelompok eksperimen 1 lebih efektif daripada penggunaan media
poster berseri pada kelompok eksperimen 2.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan hasil penelitian keefektifan penggunaan media komik
dan media poster berseri dengan penerapan model instruksi langsung dalam
135
pembelajaran mencertakan isi teks fabel pada peserta didik kelas VII SMP Negeri
19 Semarang, saran yang diberikan peneliti adalah sebagai berikut.
1) Guru hendaknya menggunakan media komik dan model instruksi langsung
atau media poster berseri dan model instruksi langsung dalam pembelajaran
mencertakan isi teks fabel. Apabila guru menggunakan media komik dengan
penerapan model instruksi langsung, guru harus mengelola waktu
pembelajaran dengan baik agar tidak menganggu materi lain. Apabila guru
memilih menggunakan media poster berseri dengan penerapan model
instruksi langsung, guru harus mempertimbangkan minat baca dan imajinasi
perseta didik terhadap cerita fabel, karena teks fabel dalam poster berseri
cenderung singkat sehingga membutuhkan imajinasi yang kuat untuk
menangkap isi teks fabel.
2) Bagi praktisi atau peneliti di bidang pendidikan, penelitian ini dapat
digunakan sebagai rujukan dan dapat dikaji lebih lanjut sehingga menambah
dan menyempurnakan alternatif media dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia.
137
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Arnum Wulandari, Pradhita. 2015. Keefektifan Teknik Papan Cerita dalam
Pembelajaran Memproduksi Teks Fabel pada Siswa Kelas VIII SMP
Negeri Patuk. Tesis. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Cohn, Neil. 2005. “Un-Definising Comics: Separating The Cultural From
The Structural in Comics”.International Journal Of Comic Art.
Oktober 2005. Nomor 2. Vol. 7. Hlm 1.
Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng , dan
lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Graffiti.
Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Bandung: PT Sarana Tutorial
Nurani Sejahtera.
Djamarah, Syaiful Bahri., Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Dodington, Christine. 2001. “Entitled to Speak: Talk in the Classroom”.
Philosophy and Education Cambridge. Hlm. 267 – 274. Homerton
College: UK
Dwi Hapsari, Dyah, Sukarno, Joko Daryanto. 2012. “Media Komik untuk
Meningkatkan Keterampilan Menulis Karangan”. Surakarta: PGSD
FKIP Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Huda, Miftahul. 2014. Model – model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu
– isu Metodis dan Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Joyce, Bruce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun. 2011. Models of
Teaching: Model – model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ismiyanto. 2010. Strategi dan Model Pembelajaran Seni. Semarang :
Jurusan Seni Rupa UNNES. Diunduh pada hari Kamis, 17 Agustus
2017 di http://novianart.blogspot.com pukul 13.45 WIB.
Juanda, Nicholas Isac, Heru Dwi Waluyanto, dan Asnar Zacky. 2015.
“Perancangan Komik Pembelajaran Bertemakan Fabel untuk
Pembentukan Karakter pada Anak”. Student Journal Petra. Vol 1.
No 6. Surabaya: Universitas Kristen Petra, Surabaya.
138
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2016.
Bahasa Indonesia Kelas VII Edisi Revisi. Jakarta: Pendidikan dan
Kebudayaan.
Kusnida, Faris. 2015. Keefektifan Penggunaan Media Film Animasi dan
Media Komik Strip dalam Pembelajaran Menulis Cerpen yang
Bermuatan Nilai – nilai Karakter Berdasarkan Gaya Belajar
Peserta Didik Kelas VII. Tesis. Universitas Negeri Semarang.
Kustandi, Cecep, Bambang Sutjipto. 2011. Media Pembelajaran Manual
dan Digital. Bogor: Ghalia Indonesia.
Kurt, Franz dan Bernhard Meier. 1994. Membina Minat Baca Anak. Edisi
ke 3. Diterjemahkan oleh: Soeparmo. Bandung: Rosdakarya.
Maiyena, Sri. 2013. “Pengembangan Media Poster Berseri Berbasis
Pendidikan Karakter untuk Materi Global Warming”. Jurnal
Materi dan Pembelajaran Fisika (JMPF). Tahun 2013. Volume 3.
Nomor 1. Hlm. 18-26. Batusangkar: Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Batusangkar.
Mahsun. 2014. Teks Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum
2013. Jakarta: Rajawali Pers.
Marianthi, Vasilikopoulou. 2013. “From Digitised Comic Books to Digital
Hypermedia Comic Books: Their Use in Education”. Departement
of Technology Education and Digital Systems. Halaman 1 – 7.
University of Piraeus.
McCLoud, Scott. 2002. Understanding Comics. Jakarta: KPG.
Morrison, Timothy G, Gregory Bryan, dan George W. Chilcoat. 2002.
“Using Students: Generated Comic Books in The Classroom”.
Journal of Adolescent and Adult Literacy. Halaman 758 – 767.
USA: Bringham Young University.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010a. Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia
Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
............... 2010b. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press.
Puji Astuti, Arum. 2013. Peningkatan Ketremapilan Menulis Poster
Berseri dengan Pendekatan Kontekstual Menggunakan Media
Scrapbook Bertema Konservasi Bahasa dan Budaya pada Siswa
Kelas VIII B SMP Negeri 2 Mertoyudan Magelang Tahun
Pelajaran 2012 / 2013. Skripsi. Universitas Negeri Semarang,
Semarang.
139
Puspita, Dwi Mety. 2008. Komik Sebagai Koleksi Perputakaan Umum
Kota Madya Jakarta Pusat. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Rohani, Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka
Cipta.
Saksomo, Dwi. 2010. Wicara Individual. Malang: A3 (Asih Asah Asuh).
Sastriyani, R.A. Siti Hariti. 1998. “Ajaran Moral dalam Fabel Prancis”.
Humaniora. Nomor 9. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2009. Media Pengajaran. Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2014. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Wahyuningsih, Ary Nur. 2010. “Pengembangan Media Komik Bergambar
Materi Sistem Saraf untuk Pembelajaran yang Menggunakan
Strategi PQ4R”. Journal of Innovative Science Education. Vol 1,
No 2. Pekalongan: SMA N 1 Bojong, Pekalongan.
Yamin, Martinis dan Bansu I. Ansari (Ed). 2012. Taktik Mengembangkan
Kemampuan Individual Siswa. Jakarta: Referensi GP Press
Group.
Zaiunurrahman. 2011. Menulis : dari Teori Hingga Praktik (Penawar
Racun Plagiarisme). Bandung : Alfabeta.