37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kejang merupakan salah satu keadaan yang merupakan suatu tanda bahaya yang sering terjadi pada neonatus, karena kejang dapat menyebabkan hipoksia otak yang berbahaya bagi kehidupan bayi sekaligus dapat menyebabkan terbentuknyan sekuele yang menetap dan berakibat buruk pada kehidupan bayi di masa depan. Selain itu, kejang dapat merupakan suatu tanda atau gejala signifikan dari suatu masalah SSP pada neonatus. Diagnosis dan intervensi dini sangat dibutuhkan bukan hanya karena kejang merupakan tanda suatu penyakit serius yang tersembunyi, tapi juga dapat berpengaruh pada metode suportif seperti alat bantu pernafasan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pemberian nutrisi. Seperti yang tertulis di buku neonatologi IDAI , saat ini diketahui neonatus memiliki daya tahan terhadap kerusakan otak yang lebih baik, namun efek jangka panjang berupa penurunan ambang kejang, gangguan belajar dan daya ingat tetap dapat terjadi di masa depan 3 . Sampai sekarang sangat sulit untuk mempelajari dan mengenal secara pasti terjadinya suatu bangkitan kejang pada neonatus, sehingga insidensi dan prevalensi yang pasti sampai sekarang belum dapat diketahui. Gejala klinis yang terlihat pada kejang neonatus sangat terlihat berbeda dibandingkan kejang yang terjadi pada bayi dengan umur lebih tua. Ini dikarenakan otak pada neonatus Kejang neonatus Page 1

Kejang Neonatus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat mengenai kejang pada nenonatus

Citation preview

Page 1: Kejang Neonatus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kejang merupakan salah satu keadaan yang merupakan suatu tanda bahaya yang

sering terjadi pada neonatus, karena kejang dapat menyebabkan hipoksia otak yang

berbahaya bagi kehidupan bayi sekaligus dapat menyebabkan terbentuknyan sekuele yang

menetap dan berakibat buruk pada kehidupan bayi di masa depan. Selain itu, kejang dapat

merupakan suatu tanda atau gejala signifikan dari suatu masalah SSP pada neonatus.

Diagnosis dan intervensi dini sangat dibutuhkan bukan hanya karena kejang merupakan tanda

suatu penyakit serius yang tersembunyi, tapi juga dapat berpengaruh pada metode suportif

seperti alat bantu pernafasan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pemberian nutrisi.

Seperti yang tertulis di buku neonatologi IDAI , saat ini diketahui neonatus memiliki daya

tahan terhadap kerusakan otak yang lebih baik, namun efek jangka panjang berupa penurunan

ambang kejang, gangguan belajar dan daya ingat tetap dapat terjadi di masa depan3.

Sampai sekarang sangat sulit untuk mempelajari dan mengenal secara pasti terjadinya

suatu bangkitan kejang pada neonatus, sehingga insidensi dan prevalensi yang pasti sampai

sekarang belum dapat diketahui.

Gejala klinis yang terlihat pada kejang neonatus sangat terlihat berbeda dibandingkan

kejang yang terjadi pada bayi dengan umur lebih tua. Ini dikarenakan otak pada neonatus

masih merupakan otak imatur, sehingga lebih inkompeten dalam menyalurkan gelombang

listrik secara umum atau sebagian.

1.2 Masalah

Ada beberapa masalah penting yang harus diperhatikan dari kejang pada neonatus,

seperti :

1. Kejang pada neonatus seringkali merefleksikan penykit berat dan

memerlukan penanganan spesifik

2. Kejang pada neonatus memerlukan penanganan khusus berupa terapi suportif

seperti bantuan nutrisi dan respirasi yang berhubungan dengan penyakit

bersangkutan.

3. Kejang dapat menyebabkan hipoksia otak dan pada akhirnya menyebabkan

sekuele atau kelainan pada otak.

Kejang neonatusPage 1

Page 2: Kejang Neonatus

4. Kejang yang terjadi berulang dapat menyebabkan hipoksia serebral progresif,

perubahan aliran darah otak, edema serebral dan asidosis laktat.

Kejang neonatusPage 2

Page 3: Kejang Neonatus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang didefinikan secara klinis sebagai perubahan paroksismal dari fungsi

neurologis seperti fungsi kebiasaan, motorik atau otonom. Neonatal adalah bayi dengan

kelahiran berumur kurang dari 28 hari.2,3

2.2 Epidemiologi

Karena sampai sekarang sangat sulit untuk mempelajari dan mengenal secxara pasti

bangkitan kejang pada neonatus, insidensi dan prevalensi yang pasti sampai sekarang belum

diketahui. Sulitnya mempelajari hal tersebut dikarenakan banyak kejadian kejang pada

neonatus yang tidak disertai manifestasi klinis yang jelas. Meskipun demikian, menurut buku

neonatologi IDAI, perkiraan angka kejadian di Amerika Serikat berkisar antara 0.8-1.2 setiap

1000 neonatus setiap tahun, sedang pada literatur lain menyebutkan 1-5% bayi pada bulan

pertama mengalami kejang. Insidensi meningkat kelahiran bayi kurang bulan sebesar 57.5-

132 dibanding bayi cukup bulan sebesar 0.7-2.7 setiap 1000 kelahiran hidup. Pada

kepustakaan lain menyebutkan insidensi 20% pada bayi kurang bulan dan 1.4% pada bayi

cukup bulan. Sekitar 70-80% neonatus secara klinis tidak tampak kejang, namun pada

elektrografik tampak gambaran masih kejang.3

Menurut data data dari Queensland Maternity and Neonatal clinical guideline, kejang

sangat sering terjadi dengan perkiraan 70% dari bayi kurang bulan dengan pendarahan

intraventriikular atau leukomalasia periventricular. Kejang biasanya dikenali lebih sering

dengan penggunaan monitor EEG berkelanjutan.4

2.3 Etiologi

Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, menurut buku IDAI dan Avery’s

neonatology, ada beberapa penyebab utama kejang neonatus, yaitu :

PENYEBAB KETERANGAN

Ensefalopati

iskemik hipoksik

Penyebab paling sering pada bayi cukup bulan (40-60%) dan

merupakan penyebab utama dari perkembangan bayi yang buruk

Biasanya timbul dalam 24 jam

Kejang neonatusPage 3

Page 4: Kejang Neonatus

Sulit dikontrol dengan medikamentosa

Pendarahan

intrakranial

Pendarahan intraventrikular

Pendarahan intracerebral

Pendarahan subdural

Pendarahan subarachnoid

Infeksi SSP Meningitis bakteri

Meningitis virus

Encephalitis

Intrauterine (TORCH) infections

Bakteri patogen yang paling sering dari streptokokus grup B,

escherichia coli, listeria, staphyloccocus

Stroke perinatal Oklusi arteri atau thrombosis vena dapat menyebabkan stroke

Insidensi 1 per 4000

Metabolik Hipoglikemia

Hipokalsemia

Hipomagnesaemia

Hipo/hipernatremia

Ketergantungan pyridoxine

Kelainan

metabolik

bawaan

Merupakan penyebab yang jarang ditemukan, namun tetap

membutuhkan perhatian khusus untuk menemukan penyebab

yang dapat di tangani

Putus obat ibu

Kelainan otak

kongenital

Anomali kromosom

Anomali otak kongenital

Kelainan neuro-degeneratif

Kejang neonatus

familial jinak

Biasanya timbul sebagai kejang tonik atau klonik pada hari ke 2

atau ke 3

Kejang hari

kelima

Dengan nama lain kejang neonatus jinak idiopatik

Biasanya hilang pada hari ke 15, penyebab tidak diketahui

A. Ensefalopati iskemik hipoksik

Kejang neonatusPage 4

Page 5: Kejang Neonatus

Dapat terjadi pada bayi cukup bulan maupun bayi kurang bulan, terutama yang

terlahir dengan asfiksia. Bentuk kejang subtel atau multifokal klonik serta fokal klonik. Kasus

iskemik hipoksik disertai kejang, 20% akan mengalami infark serebral. Manifestasi klinis

ensefalopati hipoksik-iskemik dapat dibagi dalam 3 stadium : ringan, sedang, berat yang

dimana kejang dapat timbul pada tingkat sedang dan berat.

B. Perdarahan intrakranial

Penyebab kejang utama dan tersering pada bayi preterm. Perdarahan intra kranial

seringkali sulit disebut sebagai penyebab tunggal kejang. Biasanya berhubungan dengan

penyebab lain, yaitu :

1. Perdarahan sub arakhnoid

Perdarahan yang sering dijumpai pada neonatus, terutama sebagai akibat dari

proses partus yang lama. Awalnya bayi terlihat baik, namun tiba-tiba timbul

kejang pada hari pertama dan kedua. Pungsi lumbal merupakan indikasi absolut

untuk dilakukan untuk mengetahui adanya darah di dalam cairan serebrospinal.

Biasanya bayi ditemukan tampak sakit berat pada 1-2 hari pertama dan timbul

tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial seperti ubun-ubun besar yang

menonjol dan tegang, muntah memancar, menangis keras dan kejang-kejang.

2. Perdarahan sub dural

Perdarahan ini biasanya terjadi akibat robekan tentorium dekat falks serebri.

Biasanya bila ada molase berlebihan di letak verteks, letak wajah dan partus lama.

Manifestasi klinik biasanya sama dengan ensefalopati hipoksik-iskemik ringan

sedang. Dapat timbul pernapasan yang tidak teratur apabila terjadi penekanan

pada batang otak disertai penurunan kesadaran, tangisan yang melengking dan

ubun-ubun besar tegang dan menonjol. Mortalitas tinggi, dan pada bayi yang

hidup hidup biasanya terdapat gejala sisa neurologis.

3. Perdarahan periventrikular/intraventrikular

Manifestasi klinis pperdarahan intraventrikuler tergantung pada seberapa beratnya

penyakit dan saat dimulainya perdarahan. Pada bayi yang mengalami trauma atau

asfiksia biasanya timbul pada hari pertama dan kedua. Pada bayi kurang bulan

dapat timbul gejala seperti gangguan napas, kejang tonik umum, pupil terfiksasi

kuadriparesis flaksid, deserebrasi dan stupor atau koma yang dalam. Pada bayi

cukup bulan biasanya ditemukan riwayat intrapartum misalnya trauma, pasca-

pemberian cairan hpertonik secara cepat terutama natrium bikarbonat dan asfiksia.

Kejang neonatusPage 5

Page 6: Kejang Neonatus

Manifetasi klinis yang timbul biasanya bervariasi mulai dari asimtomatik sampai

gejala yang hebat. Gejala neurologis yang paling sering ditemui adalah kjang yang

bersifat fokal, multifokal atau umum.

2.4 Patogenesis

Neuron di dalan sistem syaraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil dari

perpindahan natrium ke arah dalam. Repolarisasi terjadi melalui keluarnya kalium. Kejang

terjadi apabila timbul depolarisasi yang berlebihan, sehingga terbentuk gelombang listrik

yang berlebihan. Volpe (2001) menjelaskan 4 kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi

berlebihan1 :

Kegagalan dari pompa natrium kalium dikarenakan terganggunya produksi

energi.

Terjadinya kelebihan relatif dari neurotransmiter eksitatorik melawan

inhibitorik

Adanya kekurangan relatif dari neurotransmiter inhibitorik melawan

eksitatorik

Perubahan dari membran neuron, menyebabkan inhibisi dari pergerakan

natrium.

Perubahan fisiologis pada saat kejang berupa penurunan kadar glukosa otak yang

tajam dibandingkan kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat disertai

peningkatan laktat. Hal ini merupakan refleksi dari kebutuhan otak yang tidak dapat dipenuhi

secara adekuat. Kebutuhan oksigen dan aliran darah ke otak sangat esensial untuk mencukup

kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Laktat terkumpul dan berakumulasi selama terjadi

kejang, sehingga PH arteri menurun dengan cepat. Hal ini menyebabkan tekanan darah

sistemik meningkat dan aliran darah ke otak naik.

Terjadinya kejang yang multifokal atau adanya perilaku yang tidak biasa berhubungan

pada kejang pada neonatus, merupakan efek dari mielinasi struktur kortikal dan subkortikal

yang masih sangat minim.

Perkembangan otak anak terjadi sangat cepat dari sejak baru lahir sampai 2 tahun

yang disebut sebagai periode emas dan pembentukan sinaps dan kepadatan dendrit pada

sunsum tulang belakang terjadi sangat aktif pada sekitar kehamilan sampai bulan pertama

setelah kelahiran. Pada saat baru lahir, merupakan periode tertinggi dari aktifitas eksitasi

sinaps fisiologis dan sinaptogenesis yang terjadi pada saat ini sepenuhnya bergantung pada

Kejang neonatusPage 6

Page 7: Kejang Neonatus

aktifitas. Selain itu, menurut penelitian, pada periode ini keseimbangan antara eksitasi dan

inhibisi pada sinaps cenderung mengarah pada eksitasi untuk memberi jalan pada

pembentukan sinaps yang bergantung pada aktifitasnya5.

Beberapa mekanisme penting sehubungan dengan terjadinya kejang pada neonatus

adalah :

1. Peningkatan eksitabillitas pada neonatus

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada otak tikus yang diketahui homolog

dengan otak manusia, didapatkan bahwa jumlah neurotransmiter seperti glutamate, α-

amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) dan N-methyl-D-

aspartate (NMDA) meningkat tajam pada 2 minggu awal kelahiran untuk membantu

pembentukan sinaps yang bergantung pada aktifitasnya5. Selain itu, pada periode ini

merupakan saat sesnsitifitas terhadap magnesium di titik terendah. Magnesium

merupakan penghalang reseptor endogen alamiah. Sehingga berdampak pada

meningkatnya eksitabilitas otak bayi.

2. Penurunan efektifitas inhibisi neurotansmiter pada otak imatur

Fungsi inhibisi dari reseptor GABA agonis terbentuk dan berkembang secara

perlahan-lahan. Penelitian terhadap tikus menunjukkan, fungsi pengikatan reseptor

GABA, pembentukan enzym dan ekspresi dari reseptor lebih rendah pada masa-masa

awal kehidupan5. Sehingga dengan hubungannya terhadap aktifitas sel syaraf pada

neonatus yang lebih mengakomodasi aktifitas eksitabilitas, hal ini mendukung

terjadinya kejang.

3. Konfigurasi kanal ion lebih mengarah ke depolarisasi pada fase awal kehidupan

Regulasi kanal ion juga mengatur eksitabilitas neuron dan seperti reseptor

neurotransmiter, regulasinya terbentuk dan berkembang perlahan-lahan. Seperti yang

terjadi pada mutasi kanal ion K+ (KCNQ2 dan KCNQ3) yang berhubungan dengan

terjadinya kejang neonatus familial jinak, menyebabkan proses hiperpolarisasi K+

yang berakibat terjadinya penembakan potensial aksi yang berulang dengan cepat.

4. Peranan neuropeptida dalam terjadinya hipereksitabilitas pada otak imatur

Sistem neuropeptida berfluktuasi secara dinamis pada periode perinatal. Contoh

penting ada pada Corticotropin releasing hormone(CRH), yang memicu terjadinya

potensi eksitasi pada neuron. Jika dbandingkan pada fase kehidupan selanjutnya, CRH

dikeluarkan pada tingkat yang lebih tinggi pada 2 minggu awal kehidupan, seperti

yang terlihat pada tikus5. CRH juga meningkat pada keadaan stress, yang menjelaskan

Kejang neonatusPage 7

Page 8: Kejang Neonatus

mengapa pada saat terjadi kejang pada otak yang imatur, maka akan memicu

terjadinya kejadian kejang yang berulang.

2.5 Awitan kejang

Awitan kejang yang terjadi pada kejang demam biasanya dimulai antara 12 hingga 48

jam setelah lahir, bayi jarang mengalami kejang saat berada di ruang bersalim. Penelitian

pada binatang menunjukkan bahwa kejang muncul 3-13 jam setelah terjadi keadaan hipoksik

iskemik dan sesuai dengan yang kita ketahui tentang pelepasan dan penghancuran glutamat

pada saat fase reperfusi sekunder3. Keadaan yang sama terjadi pada bayi. Kejang onset lanjut

memberi kesan adanya meningitis, kejang familial benigna atau hipokalsemia

2.6 Diagnosis.

Diagnosis kejang pada neonatus harus dimulai dengan pemeriksaan menyeluruh

terhadap riwayat dan pemeriksaan fisik. Data-data penting seperti riwayat penyalahgunaan

narkotika dan pemakaian obat yang salah pada saat kehamilan, infeksi intrauterus, dan

kondisi metabolik harus dicatat dengan baik dan didapat langsung dari ibu sedetail mungkin.

Adapun yang penting dicari melalui anamnesis adalah3 :

Faktor resiko :

Riwayat kejang dalam keluarga

o Riwayat yang menyatakan adanya kejang pada masa neonatus pada

anak sebelumnya atau bayi meninggal pada masa neonatal tanpa

diketahui penyebabnya.

Riwayat kehamilan /prenatal

o Infeksi – infeksi yang terjadi pada waktu hamil

o Preeklampsia, gawat janin

o Pemakaian obat golongan narkotika, metadon

o Imunisasi anti tetanus, rubela

Riwayat persalinan

o Asfiksia, episode hipoksik

o Trauma persalinan

o Ketuban Pecah Dini

o Anestesi lokal/blok

Kejang neonatusPage 8

Page 9: Kejang Neonatus

Riwayat pascanatal

o Infeksi neonatus, keadaan bayi tiba-tiba memburuk

o Bayi dengan pewarnaan kuning dan timbulnya dini

o Perawatan tali pusat tidak bersih dan kering, infeksi tali pusat

o Faktor pemicu kejang oleh suara bising atau karena prosedur

perawatan

o Waktu atau awitan kejang mungkin terjadi berhubungan dengan

etiologi

o Bentuk gerakan abnormal yang terjadi

Manifestasi klinik

Kejang neonatus bisa timbul dalam beberapa tipe yang mungkin terlihat

bersamaan selama beberapa jam. Kejang diklasifikasikan menurut manifestasi klinis

yang timbul

Tipe kejangProporsi dari kejang

neonatusTanda klinis

Subtle o 10-35% tergantung

maturitas4

o Lebih sering pada

bayi cukup bulan

o Terjadi pada bayi

dengan gangguan

SSP berat

o Mata- melotot, mengedip,

deviasi horizontal

o Oral- Mencucu, mengunyah,

menghisap, menjulurkan lidah

o Ekstremitas- memukul, gerak

seperti berenang, mengayuh

pedal

o Otonomik- apneu, takikardia,

tekanan darah tidak stabil

Klonik o 50%4

o Lebih sering pada

bayi cukup umur

o Biasanya dalam keadaan sadar

o Gerak ritmik (1-3/detik)

o Fokus organ lokal atau 1 sisi

wajah atau tubuh. Mungkin

merupakan fokal neuropathy

yang tersembunyi

o Multifokal – irregular,

terpotong-potong

Kejang neonatusPage 9

Page 10: Kejang Neonatus

Tonik 20%4

Lebih sering pada

bayi preterm

Mungkin meliatkan 1 bagian

ekstremitas atau seluruh tubuh

Ekstensi generalisata dari

bagian tubuh atas dan bawah

dengan postur opisthotonic

Mioklonik 5%4 Sentakan cepat terisolasi

(membedakan dari mioklonik

neonatus jinak)

Fokal (1 bagian ekstremitas)

atau multifokal (beberapa

bagian tubuh)

Ditemukan pada putus obat

(terutama gol. opiat

Harus dibedakan antara kejang dan gejala lain yang menyerupai kejang seperti

fenomena mioklonik fisiologik yang dikenal dengan nama mioklonik jinak pada neonatus.

Yang biasa terjadi pada keadaan tidur aktif (REM). Selain itu fenomena lain yang penting

adalah jitteriness.Jitteriness adalah gangguan dalam pergerakan yang biasanya dihubungkan

dengan hasil yang baik2. Jitteriness jinak biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa

minggu. Adapun perbedaan antara kejang dan jitteriness adalah :

Tanda Jitteriness Kejang

Membutuhkan pemicu Ya Tidak

Gerakan predominan Cepat, tremor, berosilasi Tonik, klonik

Gerakan hilang jika tubuh

disentuh

Ya Tidak

Kesadaran Bangun atau tertidur Terganggu (penurunan

kesadaran)

Deviasi mata Tidak Ya

Pemeriksaan jasmani

Pemeriksaan fisis lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologis, dilakukan

secara sistematik dan berurutan. Kadang pemeriksaan neurologi saat kejang dalam batas

Kejang neonatusPage 10

Page 11: Kejang Neonatus

normal, namun demikian bergantung penyakit yang mendasarinya sehingga neonatus yang

mengalami kejang perlu pemeriksaan fisis legkap secara sistematis dan berurutan :

1. Identifikasi manifestasi kejang yang terjadi, bila mungkin melihat sendiri

manifestasi kejang yang terjadi. Dengan mengetahui bentuk kejang,

kemungkinan penyebab dapat ditemukan

2. Neonatus yang mengalami kejang biasanya tampak sakit. Kesadaran yang

tiba-tiba menurun berlanjut dengan hipoventilasi dan berhentinya

pernapasan, kejang tonik, posisi serebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya

negatif dan terdapat kuadriparesis flaksid, dicurigai terjadinya perdarahan

intravetrikular.

3. Pantau perubahan tanda vital dengan melihat tanda seperti sianosis dan

kelainan pada jantung atau pernapasan sehingga dapat dicurigai

kemungkinian adanya iskemia otak.

4. Pemeriksaan kepala untuk mencari kemungkinan adanya fraktur, depresi atau

moulding yang berlebihan karena hal-hal seperti trauma. Ubun-ubun besar

yang tegang dan menonjol menunjukkan adanya peningkatan tekanan

intrakranial yang disebabkan oleh perdarahan subaraknoid atau subdural

serta kemungkinan adanya meningitis

5. Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau

subhialoid yang merupakan manifestasi patognomonik untuk hematoma

subdural. Dapat ditemukan korioretinitis pada toksoplasmosis, infeksi

sitomegalovirus dan rubela.

6. Pemeriksaan tali pusat untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi,

berbau busuk, atau aplikasi dengan bahan tidak steril pada kasus yang

dicurigai spasme atau tetanus neonatorum.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Untuk menentukan prioritas pada pemeriksaan laboratorium, harus

digunakan informasi yang didapatkan dari riwayat dan pemeriksaan jasmani

dengan baik untuk mencari penyebab yang lebih spesifik

Kimia darah

Pemeriksaan kadar glukosa, kalsium, natrium, BUN dan magnesium

pada darah serta analisa gas darah harus dilakukan.

Kejang neonatusPage 11

Page 12: Kejang Neonatus

Pemeriksaan darah rutin

Termasuk di dalamnya pemeriksaan hemoglobin, hematokrit,

trombosit , leukosit, hitung jenis leukosit

Kelainan metabolik

Dengan adanya riwayat keluarga kejang neonatus, bau yang khas

pada bayi baru lahir, intoleransi laktosa, asidosis, alkalosis atau

kejang yang tidak responsif terhadap antikonvulsan, harus dicari

penyebab-penyebab metabolik yang mungkin.

o Kadar amonia dalam darah harus diperiksa

o Asam amino di plasma darah dan urin. Pada urin sebaiknya

diperiksa untuk mencari substansi reduksi

2. Pemeriksaan radiologis

a. USG kepala dilakukan sebagai pemeriksaan lini pertama untuk

mencari adanya perdarahan intraventrikular atau periventrikular.

Perdarahan subarakhnoid atau lesi kortikal sulit dinilai dengan

pemeriksaan ini.

b. CT-scan kranium

Merupakan pemeriksaan dengan hasil mendetail mengenai adanya

penyakit intrakranial. CT scan sangat membantu dalam menentukan

bukti-bukti adanya infark, perdaraham, kalsifikasi dan malformasi

serebral.Melalui catatan sebelumnya, pemeriksaan ini memberikan

hasil yang penting pada kasus kejang neonatus, terutama bila kejang

terjadi asimetris.

c. MRI

Pemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui adanya malformasi

subtle yang kadang tidak terdeteksi dengan CT-scan kranium..

3. Pemeriksaan lain

a. EEG(electroencephalography)

EEG yang dilakukan selama kejang akan memperlhiatkan tanda

abnormal. EEG interiktal mungkin memperlihatkan tanda normal.

Pemeriksaan EEG akan jauh lebih bernilai pabila dilakukan pada 1-2

hari awal terjadinya kejang, untuk mencegah kehilangan tanda-tanda

diagnostik yang penting untuk menentukan prognosis di masa depan

Kejang neonatusPage 12

Page 13: Kejang Neonatus

bayi. EEG sangat signifikan dalam menentukan prognosis pada bayi

cukup bulan dengan gejala kejang yang jelas. EEG sangat penting

untuk memeastikan adanya kejang di saat manifestasi klinis yang

timbul subtle atau apabila obat-obatan penenang neuromuscular telah

diberikan. Untuk menginterpretasikan hasil EEG dengan benar,

sangatlah penting untuk mengetahui status klinis bayi (termasuk

keadaan tidur) dan obat-obatan yabg diberikan.

The International League Against Epilepsy mempertimbangkan

kriteria sebagai berikut :

o Non epileptikus : berdasarkan gejala klinis kejang semata

o Epileptikus : Berdasarkan konfirmasi pemeriksaan

EEG. Secara klinis mungkin tidak terlihat kejang, namun dari

gambaran EEG masih mengalami kejang.

Kejang elektrografik

Kejang pada neonatus mempunyai tipe dan lokasi

onset, morfologi dan perambatan yang bervariasi. Bayi

preterm maupun aterm, keduanya mempunyai

kemampuan menciptakan peristiwa ictal yang sangat

bervariasi, lokasi asal kejang yang paling umum

adalah lobus temporal. Beberapa penelitian telah

menghitung durasi kejang pada neonatus. Umumnya

digunakan batasan 5 detik, namun Clancy dan Ledigo

menggunakan pembatasan menurut mereka sendiri

yaitu 10 detik sebagai durasi minimal dan definisi ini

juga diadopsi oleh Sher dkk.

Disosiasi elektroklinik

Terdapat ketidaksesuaian antara diagnosis klinis dan

gambaran EEG, hanya sepertiga dari kasus yang

dipelajari dengan rekaman video yang manifestasi

klinis dan gelombang listriknya sesuai. Pada 349

neonatus yang diteliti oleh Mizrahi, ditemukan 415

kejang pada 71 neonatus secara klinis, sedangkan 11

neonatus lain ditemukan secra elektrografis walaupun

Kejang neonatusPage 13

Page 14: Kejang Neonatus

secara klinis tidak kejang. Manifestasi klinis timbul

karena adanya gelombang dari batang otak dan medula

spinalis dilepaskan dan kurangnya inhibisi dari pusat

yang lebih tinggi.

2.7 Tata laksana

Manajemen

Tatalaksana kejang pada neonatus bertujuan untuk meminimalisir gangguan

fisiologis dan metabolik serta mencegah berulangnya kejang. Ini melibatkan bantuan

ventilasi dan perfusi, jika dibutuhkan, dan koreksi keadaan hipoglikemia,

hipocalcemia atau gangguan metabolik lainnya.

Kebanyakan bayi diterapi dan dimonitor hanya berdasarkan pada diagnosis

klinis saja, tanpa melibatkan penggunaan EEG. Penggunaan EEG yang kontinyu

menunjukkan bahwa masalah pada kejang elektrografik adalah sering menetapnya

kejang walaupun setelah dimulainya terapi anti konvulsi.

Kejang neonatusPage 14

Page 15: Kejang Neonatus

Bagan manajemen terapi kejang pada neonatus4

Manajemen kejang pada neonatus

Pengawasan jalan napas bersih dan terbuka, pemberian oksigen

Periksa dan catat aktivitas kejang yang terjadi

Lakukan penilaian secepatnya apakah penyebab kejang dapatg ditangani

dengan cepat, jika tidak bisa tangani kejang dengan fenobarbital 20 mg/kg IV

Kejang neonatusPage 15

Page 16: Kejang Neonatus

4sambil terus memonitor sistem kardiovaskular dan respirasi dan lakukan teapi

suportif yang dibutuhkan.

Hentikan semua asupan secara oral

Usahakan tangani penyebab utama kejang sesuai tata cara yang diindikasikan

Jika kejang masih berlanjut, berikan dosis tambahan fenobarbital 5 mg/kg IV 4(sampai tercapai dosis maksimal 40 mg/kgbb)

Jika kejang masih berlanjut, berikan fenitoin 15-20mg/kgbb4

Kejang dapat tertangani, lanjutkan pengawasan. Pertimbangkan untuk

menghentikan obat antikonvulsan jika : kejang terkontrol dan pemeriksaan

neurologis normal atau pemeriksaan neurologis abnormal namun EEG normal

Penggunaan obat-obatan anti konvulsi

Prinsip penatalaksaan pertama yaitu menangani penyebab yang mendasari

sangatlah penting untuk mencegah kerusakan otak yang lebih berat.Namun, apabila

penyebab yang mendasar kejang sulit untuk ditangani dengan segera, perlu diingat

untuk secepatnya menangani kejang agar tidak terjadi kerusakan neurologis yang

berat. Pada akhirnya, kejang yang terjadi mungkin saja menjadi sulit ditangani dengan

obat-obatan anti konvulsi apabila penyebab utama yang mendasar tidak ditangani

dengan baik. (Lihat tabel penyebab utama kejang pada neonatus). Beberapa aspek

yang harus dipertimbangkan dalam menggunakan obat anti konvulsi sebagai berikut :

- Bukti penggunaan

Sedikit bukti yang mendukung penggunaan obat anti konvulsi yang

diberikan pada neonatus saat ini dan sedikit konsensus yang memberikan

protokol penatalaksanaan optimal. Deteksi kejang secara dini dan akurat

sangat penting dalam memberikan jalur pemberian obat anti konvulsi

i. Obat antikonvulsi mungkin tidak menyembuhkan kejang EEG

walaupun dapat mengurangi atau menghilangkan gejala klinis.

- Administrasi

Pemberian obat anti konvulsi dengan prinsip :

o Intravena untuk efek yang cepat dan kadar obat dalam darah

yang dapat diprediksi

o Untuk mencapai level terapeutik dalam serum yang tinggi

o Untuk mencapai dosis maksimum sebelum memberikan dosis

yang kedua

Kejang neonatusPage 16

Page 17: Kejang Neonatus

- Rumatan dan durasi penggunaan obat antikonvulsi

o Terapi dengan dosis rumatan mungkin tidak dibutuhkan

apabila dosis awal cukup untuk menangani kejang secara

klinis

o Bayi dengan konvulsi lama atau dengan kesulitan dalam

menangani kejang dan bayi dengan kelainan pada EEG akan

mendapat manfaat dari pemberian obat anti konvulsi yang

berkelanjutan dengan syarat :

- Level serum harus dimonitor

- Rencana manajemen penatalaksanaan kejang darurat

harus dibuat. Termasuk, jika dibutuhkan, rencana

penggunaan Midazolam buccal/intranasal

- Penghentian penggunaan obat-obatan anti konvulsi

Ada sedikit resiko terjadinya kejang berulang setelah pemutusan obat anti

konvulsi secara dini pada neonatus. Pertimbangkan penghentian

penggunaan obat anti konvulsi apabila :

- Setelah kejang sudah berhenti dan pemeriksaan neurologis

normal

- Setelah pemeriksaan neurologis selanjutnya tetap tidak

normal, pertimbangkan berhenti jika EEG tampak normal.

- Jadwal pemberian onat anti konvulsi

- Phenobarbital

Phenobarbital

Dosis dan

administrasi

Loading dose :

- 20 mg/kg IV – selama 10-15 menit

- Dosis tambahan(pilihan) 5 mg/kg/kali

sampai kejang mereda atau dosis total

(40 mg/kg) telah tercapai

Rumatan :

- IV (perlahan-lahan – contoh : 1

mg/kg/menit), IM, Oral

- 2.5-5 mg/kg sekali sehari dimulai 12-

24 jam setelah dosis awal

Kejang neonatusPage 17

Page 18: Kejang Neonatus

Keterangan Pengobatan lini pertama

Efektivitas kurang dari 50%4

Mengurangi kejang secara klinis namun

efek kurang pada kejang EEG

Penambahan obat kedua (contoh : fenitoin)

seringkali dibutuhkan

Mungkin menyebabkan apneu/depresi

respiratorik pada dosis tinggi (40 mg/kg)

dan peningkatan konsentrasi serum (diatas

60 mikrogram/mL

Jangkauan terapeutik :

- Ukur level serum setelah 48 jam dari

pemberian intravena dosis awal

- 15-40 microgram/mL (65-170

micromol/L)

- Fenitoin

Fenitoin

Dosis dan

administrasi

Dosis awal :

- 15-20 mg/kg IV – kecepatan infus

maksimum 0.5 mg/kg/menit(jika

melalui IV)

- IV atau oral

- Setelah dosis awal : 4-8 mg/kg perhari

- Setelah umur 1 minggu : dosis sampai

8 mg/kg/kali – 2 sampai 3 kali sehari

Keterangan Tidak cocok dengan pemberian intra

muskular

Pastikan keutuhan dari pembuluh darah

karena adanya resiko radang jaringan dan

nekrosis apabila terjadi ekstravasasi

Berikan dengan menggunakan filter dan

diikuti bolus Nacl 0.9%

Kejang neonatusPage 18

Page 19: Kejang Neonatus

Berikan perlahan-lahan secara intravena

untuk mencegah terjadinya aritmia jantung

Monitor heart rate dan ritme dan tekanan

darah untuk mengetahui apabila ada

hipotensi

Jangkauan level terapeutik

- Ukur konsentrasi dalam darah setelah

pemberian dosis awal intravena

- 6-15 mikrogram/mL pada minggu-

minggu awal kehidupan dilanjutkan

10-20 mikrogram/mL

- Midazolam

Midazolam

Dosis dan

administrasi

0.15 mg/kg IV minimal selama 5 menit

Infus :

60-400 mikrogram/kg/jam

Rekonstitusi dan dilusi

Dilusi 1 mg/kg midazolam

sampai dosis total 50 mL dengan

Nacl 0.9%, glukosa 5% atau

10%

1 ml/jam = 20

mikrogram/kg.jam

Keterangan Efektif pada bayi yang tetap kejang setelah

diberikan fenobarbital dan/atau fenitoin

Dapat menyebabkan depresi respiratorik

dan hipotensi jika disuntikkan dengan cepat

atau diberikan bersamaan dengan obat

golongan narkotika

Kontroversi Phenobarbital vs Phenitoin

Selama ini ada beberapa perdebatan mengenai mana yang lebih baik

digunakan terlebih dahulu untuk menangani kejang pada neonatus. Ada

Kejang neonatusPage 19

Page 20: Kejang Neonatus

beberapa pertimbangan mengenai kelebihan dan kekurangan dari masing-

masing obat. Terapi yang dulu dipergunakan adalah fenitoin sebagai terapi

awal. Namun seiring berkembangnya waktu, banyak paradigma baru yang

mempergunakan phenobarbital sebagai terapi awal yang lebih baik.

Phenobarbital

Penggunaan fenobarbital telah lama dianggap sebagai yang utama untuk

menangani kejang pada neonatus. Pemberian secara intravena dapa dilakukan

secepatnya setelah jalur infus telah terpasang. Konsentarsi serum dapat

ditentukan dengan sangat cepat dan dosis yang lebih jauh lagi dapat diberikan

apabila diperlukan. Absorbsi secara enteral termasuk baik, jadi memudahkan

pemindahan antara administrasi intravena ke pemberian secara oral.

Fenobarbital dimetabolismekan di hepar, sehingga dosis rumatan biasanya

harus dinaikkan 5-8 mg/kg6 karena pada beberapa kasus asfiksia, bayi harus

memulihkan diri dari disfungsi hepar akut. Hipotermia juga menurunkan

metabolisme phenobarbital.

Fenitoin

Fenitoin memiliki efektivitas yang sama dengan phenobarbital sebagai terapi

awal kejang neonatus. Namun dikarenakan sulitnya mempertahankan dosis

terapi fenitoin6, phenobarbital lebih sering digunakan sebagai terapi awal,

terutama pada kasus akut. Kekurangan lain pada fenitoin adalah tingginya

potensi interaksi dengan obat-obatan yang berikatan dengan protein. Namun,

dosis awal dari fenitoin lebih rendah resikonya untuk menyebabkan efek

sedasi dibandingkan fenobarbital. Fenitoin bercampur kurang baik pada PH

netral dan juga menyebabkan presipitat jika digunakan bersama dextrose, jadi

harus diberikan dengan jalur intravena bebas dextrose. Vehikulus yang

digunakan fenitoin sangat iritatif terhadap jaringan lunak, sehingga sering

menyebabkan cedera jaringan lunak jika terjadi jalur ekstravasasi. Fenitoin

menggunakan jalur anti kejang yang berbeda dengan phenobarbital, fenitoin

menghalangi kanal natrium sehingga mencegah tembakan neuron berulang.

Sedangkan phenobarbital meningkatkan kemampuan inhibisi.

Karen perbedaan inilah, ditarik kesimpulan fenitoin dan phenobarbital

digunakan secara berdampingan dalam menangani kejang pada neonatus.

Kejang neonatusPage 20

Page 21: Kejang Neonatus

Obat-obatan lain

Ada beberapa laporan penggunaan obat-obatan lain dalam menangani kejang

pada neonatus. 1 yang paling diterima secara antusias adalah levetiracetam.

Levetiracetam telah digunakan walaupun masih sedikit catatan mengenai

percobaan obat ini terhadap neonatus. Obat ini tidak memiliki interaksi dengan

obat lain. Obat ini tersedia sebagai solusi oral, sehingga memudahkan konversi

ke terapi oral. Obat ini dimetabolisme di ginjal, bukan di hati. Mekanisme

yang diketahui saat ini tidk secara langsung melalui inhibisi atau eksitasi

neutransmisi7. Dilaporkan beberapa asus yang mengindikasikan efektifitas dan

efek samping serius. Dosis yang biasa digunakan adalah diantara 10-50 mg/kg7

dan dosis rumatan harian dengan jumlah yang sama.

Kriteria memulangkan bayi

Sebagian besar dokter anak akan memulangkan bayi dengan

memberikan fenobarbital dosis rumatan jika ada pemeriksaan neurologis yang

abnormal.Beberapa melakukan pemeriksaan EEG lagi dalam 1 bulan, atau

sesaat sebelum keluar dari perawatan, dan menghentikan terapi antikonvulsan

jika EEGnya normal. Jika keluar dari perawatan dengan tetap menggunakan

obat antikonvulsan, pertimbangkan penghentiannya jika mereka telah bebas

kejang selama 9 bulan.

2.8 Prognosis

Menurut buku neonatus IDAI, Kejang pada neonatus dapat mengakibatkan kematian,

atau jika hidup dapat menderita gejala sisa atau sekuele3

Etiologi Meninggal (%) Cacat (%) Normal (%)

HIE sedang dan berat 50 25 25

Bayi kurang bulan 58 23 18

Meningitis 20 40 40

Malformasi otak 60 40

Hipokalsemia 100

Hipoglikemia 50 50

Kejang neonatusPage 21

Page 22: Kejang Neonatus

Prognosis jangka panjang sesudah kejadian kejang pada bayi berat lahir rendah seperti

pada bayi berat lahir normal berhubungan langsung dengan penyebabnya.

Kejang awitan dini biasanya dihubungkan dengan angka kesakitan dan kematian yang

tinggi. Kejang berulang, semakin lama kejang berlangsung semakin tinggi risiko kerusakan

pada otak dan berdampak pada terjadinya kelainan neurologik lanjut (misalnya cerebral palsy

dan retardasi mental).

Kejang neonatusPage 22

Page 23: Kejang Neonatus

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kejang pada neonatus merupakan kelainan yang dapat berdampak buruk pada masa

depan bayi bahkan dapat menyebabkan kematian bayi. Angka kejadian pasti dari kejang pada

neonatus belum diketahui secara pasti karena sulitnya mempelajari bayi yang baru lahir

Manifestasi klinis dari kejang pada neonatus dapat bermacam-macam dapat berupa

kejang tonik, klonik, subtle dan mioklonik.Selain iru bisa juga tidak terlihat manifestasi

secara klinis, namun bila diperiksa dengan menggunakan EEG, akan terlihat tanda abnormal

pada hasil pemeriksaan .

Penegakkan Diagnosis kejang pada neonatus didapat dari pemeriksaan secara

menyeluruh dan detail melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

` Tatalaksana yang digunakan merupakan manajemen terpadu yang dilakukan untuk

meminimalisir kerusakan otak bayi melibatkan penggunaan obat-obat anti konvulsi.

Ada beberapa obat-obatan antikonvulsi yang digunakan saat ini. Yang paling sering

adalah phenobarbital dan fenitoin

Kejang neonatusPage 23

Page 24: Kejang Neonatus

DAFTAR PUSTAKA

1. Ghomela, Tricia. Lange Neonatology : Management, Procedures, On-Call Problems,

Diseases, Drugs.2004. edisi 5. New York : The Mcgraw-Hills

2. Gordon B. Avery, Mhairi G. MacDonald, Mary M. K. Seshia, Martha D. Mullett,

M.D. Avery’s neonatology : Pathophysiology And Management Of The

Newborn .2005. edisi 6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

3. Kosim M. Sholeh, Ari Yunanto, Rizalya Dewi, Gatot Irawan Santosa, Ali Usman.

Buku Ajar Neonatologi. 2010. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

4. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline. 2001-

2011.Queensland(Australia): Queensland Goverment . 2011

5. Jensen MD, Frances. Neonatal Seizures : An Update on Mechanisms and

management. Clin Perinatol. 2009; 36(4): 881

6. Olson MD, Donald. Neonatal Seizures. Neoreviews 2012; 13; e213

7. Ramantani G, et al. Levetiracetam: Safety and Efficacy in neonatal seizures, European

Journal of Paediatric Neurology 2010, doi:10.1016/j.ejpn.10.003

Kejang neonatusPage 24