Kesiapan Indonesia Menghadapi Masyarakat

  • Upload
    nova

  • View
    21

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cok

Citation preview

  • KESIAPAN INDONESIA MENGHADAPI

    MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 20151

    Oleh:

    Muhammad Sri Wahyudi Suliswanto

    (Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang)

    E-mail: [email protected]

    Abstract

    The purpose of this research is to determine the readiness of Indonesia in the

    ASEAN Economic Community by 2015. The analysis tool used is panel data regression

    and descriptive . The results of this study indicate that the role of exports and FDI in the

    State of Indonesia is still small when compared to other ASEAN - 5 . Competitiveness and

    human resources in Indonesia is still low compared to Singapore , Malaysia and

    Thailand . Therefore , especially the Indonesian State must optimize the role of exports

    and FDI as the effects of globalization and also to tackle the MEA in 2015. In addition ,

    Indonesia also have to fix the infrastructure , the quality of human resources and

    readiness of SMEs in the face of AEC 2015 .

    Keywords: International Trade, FDI, GDP and MEA 2015

    Abstrak

    Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui kesiapan Indonesia dalam

    menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Alat analisis yang digunakan yaitu

    regresi data panel dan deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peran ekspor

    dan FDI di Negara Indonesia masih sedikit jika dibandingkan Negara ASEAN-5 lainnya.

    Peringkat daya saing dan sumber daya manusia Indonesia juga masih rendah

    dibandingkan Singapura, Malaysia dan Thailand. Oleh karena itu, khususnya Negara

    Indonesia harus mengoptimalkan peran ekspor dan FDI sebagai efek dari adanya

    globalisasi dan juga akan dilaksanakannya MEA pada tahun 2015. Selain itu, Indonesia

    juga harus membenahi infrastuktur, kualitas SDM dan kesiapan UMKM dalam

    menghadapi MEA 2015.

    Kata Kunci: Perdagangan internasional, FDI, PDB, MEA

    PENDAHULUAN

    Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara adalah

    mengenai pertumbuhan ekonomi. Karena itu, kebijakan makro ekonomi suatu negara

    pasti akan diarahkan untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi. Sukirno (2006: 10)

    1 Makalah ini disampaikan pada acara Diskusi Akhir Tahun 2013 Fakultas Ekonomi & Bisnis

    Universitas Muhammadiyah Malang

  • 1

    menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi menggambarkan mengenai perkembangan

    kegiatan ekonomi yang berlaku dalam suatu tahun tertentu.

    Hal-hal yang mampu menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dalam

    konteks perekonomian yang terbuka yaitu perdagangan internasional, dalam hal ini

    adalah ekspor dan impor, serta aliran modal masuk dari asing. Basri (2010: 8)

    menjelaskan bahwa keterbukaan akan memungkinkan perekonomian untuk perdagangan

    luar negeri, ekspor dan impor barang dan jasa. Dengan demikian pendapatan nasional dari

    suatu perekonomian terbuka, peranan ekspor dan impor menjadi hal yang penting untuk

    peningkatan pertumbuhan ekonomi.

    Selain itu, dalam proses globalisasi sebenarnya tidak hanya sebatas pada

    perdagangan internasional, melainkan juga merambah pada sektor produksi yang

    ditunjang oleh kebebasan lalu lintas modal, upaya memperluas pasar dan mencari lokasi

    produksi yang murah, relokasi industri bagaikan arus yang tidak dapat dihalangi.

    Perpindahan lokasi produksi ini akan berkaitan dengan foreign direct investment yang

    terjadi di negara importir.

    Pada saat ini sebagai efek dari berkembangnya era globalisasi maka perekonomian

    suatu negara akan semakin terintegrasi dengan negara lain, baik dalam satu kawasan

    maupun dunia pada umumnya. Integrasi negara tersebut dimaksudkan agar dapat

    meningkatkan kerjasama antar negara, salah satu integrasi ekonomi yang ada yaitu

    ASEAN. Lloyd dan Smith (2004) berpendapat bahwa Proses globalisasi ini dan

    regionalisasi merupakan tantangan umum untuk Ekonomi ASEAN dan untuk Area

    ASEAN secara bersama.

    Berdasarkan pertemuan ASEAN bulan Januari 2007 di Cebu, Filipina (Bank

    Indonesia, 2008), para pemimpin ASEAN setuju untuk mempercepat suatu inisiatif

    ambisius untuk mengintegrasikan perekonomian mereka dan membangun Masyarakat

    Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) menjadi pada tahun 2015.

    Implemetasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan diberlakukan dua tahun

    lagi, yaitu pada akhir tahun 2015. MEA terwujud dari keinginan negara-negara

    ASEAN untuk mewujudkan ASEAN menjadi kawasan perekonomian yang solid

    dan diperhitungkan dalam percaturan perekonomian Internasional. Integrasi

    ekonomi yang diterapkan dalam MEA bukan merupakan integrasi perekonomian

    seperti yang diterapkan oleh Uni Eropa (European Union) yang memberlakukan

    mata uang tunggal (euro). Dalam MEA tujuan yang ingin dicapai adalah adanya

  • 2

    aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih (skilled labor), serta aliran

    investasi yang lebih bebas. Berdasarkan laporan perekonomian Bank Indonesia

    (2012), Dalam penerapannya MEA akan menerapkan 12 sektor prioritas, yaitu

    perikanan, e-travel, e-ASEAN, automotif, logistik, industri berbasis kayu, industri

    berbasis karet, furnitur, makanan dan minuman, alas kaki, tekstil dan produk

    tekstil, serta kesehatan.

    Bentuk integrasi ekonomi yang semakin kuat tentu diharapkan akan mengakibatkan

    arus perdagangan internasional dan foreign direct investment (FDI) semakin bebas dan

    meningkat. Dengan demikian diharapkan peningkatan perdagangan internasional dan FDI

    akan mampu meningkatan pendapatan nasional atau gross domestic product (GDP)

    sebagaimana perhitungan pendapatan nasional pada umumnya. Adapun sejumlah

    penelitian untuk mengkaji kemungkinan hubungan antara perdagangan internasional, FDI

    dan pertumbuhan ekonomi sudah banyak dilakukan.

    Makki dan Somwaru (2001) melakukan penelitian mengenai dampak FDI dan

    perdagangan pada pertumbuhan ekonomi dengan sampel 66 negara pada tahun 1960

    2000 dan menggunakan metode Seemingly Unrelated Regression (SUR) menghasilkan

    bahwa FDI dan perdagangan memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan

    ekonomi di Negara Sedang Berkembang.

    Hasil empiris dari Krisharianto dan Hartono (2007) mengenai hubungan antara

    pertumbuhan ekonomi, perdagangan internasional, dan foreign direct investment di

    Indonesia dengan pendekatan granger causality dan VAR menghasilkan bahwa hubungan

    yang terjadi antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi adalah bi-directional causation

    yaitu growth driven export dan export led growth; antara FDI dan perdagangan

    internasional dan pertumbuhan ekonomi adalah bahwa pertumbuhan ekonomi,

    perdagangan internasional menyebabkan atau mempengaruhi FDI.

    Ahmed, dkk (2008) meneliti mengenai peran Ekspor, FDI dan Impor terhadap

    pembangunan pada dari Sub-Saharan Negara-Negara Afrika dengan pendekatan

    autoregressive distributed lag (ARDL), Estimasi Pedroni dan granger causality diperoleh

    hasil bahwa ekspor dan FDI memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan

    ekonomi.

    Jawas (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh penanaman modal asing

    dan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara muslim dengan

    menggunakan model panel data menghasilkan variabel penanaman modal asing (PMA)

  • 3

    berpengaruh negatif tetapi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negaranegara

    muslim. Kemudian hasil estimasi variabel ekspor berpengaruh positif dan signifikan

    terhadap pertumbuhan ekonomi di negaranegara muslim pada tahun 2004 2005.

    Carceres (2009) menganalisis mengenai peranan investasi asing langsung terhadap

    pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia Timur dengan menggunakan pendekatan

    model regresi linier berganda dan model koreksi kesalahan (ECM) diiperoleh bahwa

    modal asing langsung yang masuk ke negara-negara Asia Timur, secara umum

    mempunyai hubungan yang positif, dan kuat terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB)

    negara tujuan FDI.

    Iqbal (2010) menganalisis mengenai hubungan kausalitas antara FDI, perdagangan

    dan pertumbuhan ekonomi di Pakistan dengan pendekatan kausalitas dan VECM

    diperoleh hasil FDI dan ekspor merupakan dua faktor penting yang menambahkan

    pengaruh dari pertumbuhan ekonomi.

    Sebagai satu kesatuan wilayah, ASEAN menjanjikan potensi ekonomi yang sangat

    besar. Berdasarkan Informasi dari Bank Indonesia (2008), total jumlah penduduk

    mencapai 567,6 juta orang (bandingkan dengan Uni Eropa yang mendekati 500 juta

    orang), dan total GDP mencapai sekitar US$1,1 triliun, ASEAN menjanjikan potensi

    pasar yang sangat besar. Misalkan saja pertumbuhan ekonomi dari negara-negara

    ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina). Berdasarkan data

    world development indicator, Secara umum, fluktuatif pertumbuhan ekonomi yang terjadi

    di ASEAN-5 pada tahun 1990 s/d 2009 relatif sama.

    Pada tahun 1998 seluruh negara ASEAN-5 mengalami penurunan pertumbuhan

    ekonomi dikarenakan pada tahun tersebut merupakan krisis yang melanda negara-negara

    Asia yang berawal dari kejatuhan nilai Baht Thailand, lalu menerjang Peso Filipina,

    Ringgit Malaysia, Rupiah Indonesia, bahkan Dolar Singapura. Sehingga hal ini juga

    berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut, dari negara-negara

    tersebut Indonesia merupakan negara yang mengalami penurunan terbesar yaitu turun

    sebesar 13,13%, Thailand sebesar 10,51%, Malaysia sebesar 7,36%, dan Singapura hanya

    1,38%.

    Pada tahun 2008 dan 2009, negara-negara ASEAN juga mengalami penurunan

    pertumbuhan ekonomi. Hal ini merupakan imbas dari krisis keuangan di Amerika Serikat

    yang berawal dari kasus gagal bayar atas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) atau yang

    dikenal dengan istilah Subprime mortgage. Namun, dampak terhadap pertumbuhan

  • 4

    ekonomi di Indonesia tidak begitu parah sebagaimana yang terjadi pada tahun 1998.

    Beberapa gambaran tersebut menunjukkan bahwa pada era globalisasi ini, kondisi di

    negara lain akan menimbulkan imbas pada negara lainnya sebagai akibat adanya

    hubungan ekonomi antar negara.

    Selain itu, pangsa total perdagangan terhadap GDP dari masing-masing negara

    ASEAN juga cukup tinggi, yang menunjukkan aktifnya kawasan ini dalam perdagangan

    internasional. Seberapa jauh peran perdagangan luar negeri terlihat dari rasio antara

    ekspor ditambah impor terhadap GDP. Pangsa Ekspor ditambah Impor dalam GDP

    negara-negara ASEAN khususnya ASEAN-5 berdasarkan data Swindi, 2009 (Basri,

    2010) dapat diketahui bahwa pangsa ekspor dan impor terbesar diantara negara ASEAN-5

    yaitu Singapura sebesar 330%, kemudian diikuti Malaysia sebesar 179%, Thailand

    sebesar 122%, Filipina sebesar 84%, dan Indonesia sebesar 51%.

    Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbanyak di ASEAN merupakan pasar

    potensial untuk aliran masuk barang, jasa, dan tenaga kerja bagi negara lainnya di

    ASEAN. Indonesia sebagai pasar konsumen terbesar di ASEAN sangat berpotensi untuk

    dibanjiri barang-barang konsumsi. Membanjirnya barang-barang tersebut memang

    memiliki nilai posistif bagi konsumen akibat semakin banyaknya alternatif pilihan.

    Namun demikian, nilai tambah akan lebih dirasakan bagi perekonomian, jika produk-

    produk Indonesia yang justru dapat menginvasi negara-negara di ASEAN. Jika hal

    tersebut terjadi, produksi domestik akan bertambah, yang berimplikasi positif terhadap

    penyerapan tenaga kerja, peningkatan realisasi investasi dan berdampak akhir terhadap

    pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan penduduk.

    Implementasi ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) 2010 dapat menjadi

    pelajaran berharga bagi Indonesia, dimana ketika penerapan ACFTA banyak pihak yang

    belum siap akibat lemahnya koordinasi dan upaya perencanaan sebelum diberlakukannya

    ACFTA. Dengan implemetasi MEA yang semakin dekat, sudah saatnya Indonesia

    berbenah dan mengambil tindakan sedini mungkin untuk menghadapi persaingan yang

    akan semakin sengit. Kerjasama dan prioritas kepentingan nasional harus dikedepankan

    oleh berbagai pihak untuk mendukung terciptanya Indonesia menjadi negara yang

    mendapatkan keuntungan terbesar dengan diterapkannya MEA 2015. Oleh karena itu,

    penelitian ini akan mengkaji mengenai kesiapan dan strategi Indonesia dalam

    menghadapi MEA 2015 meliputi posisi kinerja ekonomi, keterbukaan ekonomi, daya

  • 5

    saing, dan kualitas SDM Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Selain

    itu juga akan dikaji kesiapan UMKM di Indonesia dalam menghadapi MEA 2015.

    METODE PENELITIAN

    Data yang digunakan adalah data sekunder, dimana data diperoleh dari

    dokumentasi yang diambil dari berbagai situs instansi tekait, buku, maupun artikel

    yang dipublikasikan yang berkaitan dengan masalah yang akan dikaji. Adapun

    penulisan artikel ini diawali dengan mengumpulkan data-data dan informasi yang

    terkait dengan masalah yang akan dikaji. Data-data dan informasi yang telah

    terkumpul kemudian dievaluasi guna memberikan keakuratan informasi dan

    analisis yang akan ditulis. Tahapan selanjutnya adalah menganalisis data-data dan

    informasi yang telah terkumpul.

    Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi data panel dan

    deskriptif. Analisis data panel digunakan untuk mengetahui pengaruh keterbukaan

    ekonomi yang direpresentasikan perdagangan internasional dan foreign direct

    investment (FDI) terhadap Gross Domestic Product (GDP) di negara ASEAN-5.

    Pemilihan ASEAN-5 dikarenakan lima negara yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia,

    Thailand dan Filipina merupakan pelopor terbentuknya ASEAN. Adapun analisis

    deskriptif digunakan untuk menunjang hasil regresi yang dilakukan serta mengenai

    kesiapan Indonesia menghadapi MEA 2015 dalam aspek daya saing, ketenagakerjaan dan

    UMKM.

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Perbandingan Kinerja Ekonomi Indonesia dengan Negara ASEAN lainnya

    Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi

    geo-politik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di

    Bangkok, 8 Agustus 1967 berdasarkan Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia,

    Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan

    pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negara-negara

    anggotanya, memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regionalnya, serta

    meningkatkan kesempatan untuk memmbahas perbedaan diantara anggotanya dengan

    damai.

  • 6

    ASEAN meliputi wilayah daratan seluas 4.46 juta km atau setara dengan 3% total

    luas daratan di Bumi, dan memiliki populasi yang mendekati angka 600 juta orang atau

    setara dengan 8.8% total populasi dunia. Luas wilayah laut ASEAN tiga kali lipat dari

    luas wilayah daratan. Pada tahun 2010, kombinasi nominal GDP ASEAN telah tumbuh

    hingga 1.8 Triliun Dolar AS. Jika ASEAN adalah sebuah entitas tunggal, maka ASEAN

    akan duduk sebagai ekonomi terbesar kesembilan setelah Amerika Serikat, Cina, Jepang,

    Jerman, Perancis, Brazil, Inggris, dan Italia.

    Berikut ini akan dibahas mengenai perbandingan kondisi ekonomi negara

    Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina yang merupakan negara-negara

    pemrakarsa terbentuknya ASEAN.

    Pertama, Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber daya alam yang

    besar di luar Jawa, termasuk minyak mentah, gas alam, timah, tembaga, dan emas.

    Indonesia pengekspor gas alam terbesar kedua di dunia, meski akhir-akhir ini ia telah

    mulai menjadi pengimpor bersih minyak mentah. Hasil pertanian yang utama termasuk

    yaitu beras, teh, kopi, rempah-rempah, dan karet.

    Kedua, Malaysia merupakan negara diberkati dengan sumber daya alam semisal

    sektor pertanian, kehutanan, dan pertambangan. Di sektor pertanian, Malaysia adalah

    salah satu pengekspor terbesar karet alam dan minyak sawit, yang bersama-sama dengan

    damar dan kayu gelondongan, kakao, lada, nenas, dan tembakau mendominasi

    pertumbuhan sektor itu. Minyak sawit juga merupakan pembangkit utama perdagangan

    internasional Malaysia.

    Timah dan minyak bumi adalah dua sumber daya mineral utama yang menjadi

    penyokong ekonomi utama Malaysia. Malaysia pernah menjadi penghasil timah terbesar

    di dunia hingga runtuhnya pasar timah di permulaan tahun 1980-an. Pada abad ke-19 dan

    ke-20, timah memainkan peran dominan di dalam ekonomi Malaysia. Pada 1972 minyak

    bumi dan gas alam mengambil alih timah sebagai komoditas utama sektor pemurnian

    mineral. Sementara itu, kontribusi timah semakin menurun. Penemuan minyak bumi dan

    gas alam di ladang minyak lepas pantai Sabah, Sarawak, dan Terengganu memiliki

    sumbangan penting bagi ekonomi Malaysia. Mineral lain menurut tingkat kepentingan

    dan keberartiannya adalah tembaga, bauksit, besi, dan batu bara bersama-sama dengan

    mineral industri seperti tanah liat, kaolin, silika, batu gamping, barit, fosfat, dan bebatuan

    dimensi seperti granit juga blok dan lempengan marmer. Sejumlah emas dengan kadar

    minimalis juga diproduksi.

  • 7

    Ketiga, Singapura memiliki ekonomi pasar yang sangat maju, yang secara historis

    berputar di sekitar perdagangan entrept. Bersama Hong Kong, Korea Selatan dan

    Taiwan, Singapura adalah satu dari Empat Macan Asia. Ekonomi Singapura termasuk di

    antara sepuluh negara paling terbuka, kompetitif dan inovatif di dunia. Dianggap sebagai

    negara paling ramah bisnis di dunia, Ratusan ribu ekspatriat asing bekerja di Singapura di

    berbagai perusahaan multinasional. Terdapat juga ratusan ribu pekerja manual asing.

    Keempat, Thailand. Setelah menikmati rata-rata pertumbuhan tertinggi di dunia

    dari tahun 1985 hingga 1995 - rata-rata 9% per tahun - tekanan spekulatif yang meningkat

    terhadap mata uang Thailand, Baht, pada tahun 1997 menyebabkan terjadinya krisis yang

    membuka kelemahan sektor keuangan dan memaksa pemerintah untuk mengambangkan

    Baht. Setelah sekian lama dipatok pada nilai 25 Baht untuk satu dolar AS, Baht mencapai

    titik terendahnya pada kisaran 56 Baht pada Januari 1998 dan ekonominya melemah

    sebesar 10,2% pada tahun yang sama. Krisis ini kemudian meluas ke krisis finansial Asia.

    Thailand memasuki babak pemulihan pada tahun 1999; ekonominya menguat 4,2%

    dan tumbuh 4,4% pada tahun 2000, kebanyakan merupakan hasil dari ekspor yang kuat -

    yang meningkat sekitar 20% pada tahun 2000. Pertumbuhan sempat diperlambat ekonomi

    dunia yang melunak pada tahun 2001, namun kembali menguat pada tahun-tahun

    berikutnya akibat dari pertumbuhan yang kuat di RRC dan beberapa program stimulan

    dalam negeri serta kebijakan yang ditempuh pemerintah.

    Kelima, Filipina terkenal dengan pertanian padi bukitnya, yang diperkenalkan kira-

    kira 2.000 tahun lalu oleh suku Batad. Padi-padi bukit tersebut terletak di lereng-lereng

    Gunung Ifugao dan berada di ketinggian 5.000 kaki dpl. Luasnya mencakup 4.000 mil

    serta diusahakan secara tradisional tanpa penggunaan pupuk. Ia dinyatakan sebagai

    Warisan Dunia oleh UNESCO (Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan

    Kebudayaan) pada tahun 1995.

    Perkembangan perekonomian negara merupakan salah satu indikator keberhasilan

    pemerintah. Untuk mengetahui kondisi perekonomian Indonesia dengan negara lainnya

    dapat dilihat dari seberapa besar jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

    Indikator hasil ekonomi pemerintah selain dilihat dari besarnya jumlah PDB, perlu juga

    dilihat dari distribusi sektoralnya. kondisi perekonomian Indonesia juga bisa dilihat dari

    kontribusi masing-masing sektor dan kelompok sektor ekonomi terhadap total PDB.

    Berikut ini gambaran kontribusi masing-masing sektor ekonomi yang ada di Indonesia

    dan negara ASEAN lainnya dalam dua tahun terakhir.

  • 8

    Gambar 1. Kontribusi Masing-Masing Sektor Terhadap PDB di Negara ASEAN-5

    Sumber: Asia Development Bank, 2012 (diolah)

    Kontribusi sektoral tersebut, secara tidak langsung menunjukkan bagaimana

    struktur perekonomian Indonesia. Berdasarkan kontribusi sektoral, menunjukkan bahwa

    sektor industri merupakan sektor yang memberikan kontribusi paling besar. Sektor

    tersebut memberikan kontribusi sebesar 24,79% terhadap total PDB Indonesia pada tahun

    2010 dan mengalami sedikit penurunan menjadi 24,28% pada tahun 2011. Dengan

    demikian seperempat dari PDB Indonesia di sumbang oleh sektor industri pengolahan.

    Secara keseluruhan sampai tahun 2011 peran rata-rata sektor primer sebesar 26,56%,

    sektor sekunder 35,52% dan sektor tertier 37,92%. Hal ini menunjukkan bahwa struktur

    perekonomian Indonesia didominasi oleh Sektor Tersier, akan tetapi kontibusi sektor

    tersier Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, Thailand

    dan Philipina. Indonesia unggul dibandingkan negara ASEAN-5 lainnya dalam hal

    kontribusi sektor primer yaitu pertanian dan pertambangan. Hal ini berarti Indonesia

    dalam hal pertanian dan pertambangan mampu mengungguli negara ASEAN lainnya.

    Jika melihat posisi pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN selama 10 tahun

    terakhir, maka sebenarnya posisi Indonesia masih unggul dibanding lainnya. Selama 10

    tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebesar 5,33% dan

  • 9

    berada di peringkat kedua setelah Singapura. Akan tetapi untuk tahun terakhir,

    pertumbuhan ekonomi Indonesia menempati posisi pertama jika dibandingkan dengan

    negara ASEAN lainnya. Hal ini berarti dalam kondisi krisis keuangan global, Kinerja

    ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan negara ASEAN-5 lainnya.

    Gambar 2. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN-5

    Selama 10 Tahun Terakhir

    Sumber: World Bank, 2012 (diolah)

    Perbandingan Keterbukaan Ekonomi Indonesia dengan Negara ASEAN lainnya

    Pembahasan kali ini yaitu membandingkan tingkat keterbukaan ekonomi Indonesia

    dengan negara ASEAN-5 lainnya. Variabel keterbukaan ekonomi suatu negara dapat

    dilihat dari nilai net ekspor maupun foreign direct investment (FDI). Jika diamati posisi

    ekspor Indonesia masih kalah dengan negara ASEAN-5 lainnya, bahkan Indonesia

    menempati posisi terendah. Hal ini berarti produk Indonesia masih belum mampu

    memanfaatkan era globalisasi dan tentu dalam menghadapi MEA 2015, Indonesia harus

    memantapkan strategi bersaing dengan negara-negara lainnya.

    5,33

    4,61

    5,98 4,46

    4,69 0,00

    2,00

    4,00

    6,00Indonesia

    Malaysia

    SingapuraThailand

    Philipina

    Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi (10 Tahun terakhir)

  • 10

    Gambar 3. Rata-rata Nilai Ekspor Negara ASEAN-5 Selama 10 tahun terakhir

    Sumber: World Bank, 2012 (diolah)

    Sedangkan posisi FDI Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan

    Singapura, Malaysia, Thailand. Hal ini tentu ada sisi positif dan negatifnya, nilai FDI

    yang rendah harus menjadi bahan instropeksi pemerintah Indonesia dalam kebijakan

    investasi. Nilai FDI yang rendah dibandingkan dengan Singapura, Malaysia dan Thailand

    mengindikasikan bahwa investor asing lebih menyukai menyalurkan dananya di tiga

    negara tersebut daripada ke Indonesia. Akan tetapi, rendahnya nilai FDI juga memberikan

    keuntungan Indonesia apabila negara lain bergejolak. Ketika negara asal investor

    bergejolak maka dapat menimbulkan fly capital, yang tentu akan menyebabkan

    ketidakstabilan perekonomian dalam negeri. Hal ini terbukti, dampak krisis keuangan

    global lebih signifikan terjadi di Singapura daripada Indonesia.

    Secara teori, variabel keterbukaan ekonomi yang direpresentasikan nilai

    perdagangan internasional dan FDI berpengaruh terhadap GDP suatu negara. Oleh kerana

    itu, untuk menguji Pengaruh Perdagangan Internasional dan Foreign Direct Investment

    (representasi keterbukaan ekonomi) terhadap Gross Domestic Product maka dilakukan

    Indonesia Malaysia Singapura Thailand Philipina

    110.715.421.634,65

    174.289.450.837,40

    317.882.210.505,17

    153.322.831.230,52

    51.253.926.036,38

    Rata-rata Nilai Ekspor (10 Tahun Terakhir)

  • 11

    analisis regresi data panel dengan pendekatan Fixed effect. Adapun model hasil analisis

    masing-masing negara dapat diinterpretasinya sebagai berikut :

    Tabel 2. Model Pengaruh Ekspor, FDI terhadap GDP

    di Negara ASEAN-5

    Negara Model

    Indonesia 1,874 + 0,311 ln X1 + 0,010 ln X2 + 0,530 ln Yt-1

    Malaysia 1,665 + 0,311 ln X1 + 0,010 ln X2 + 0,530 ln Yt-1

    Singapura 1,537 + 0,311 ln X1 + 0,010 ln X2 + 0,530 ln Yt-1

    Thailand 1,800 + 0,311 ln X1 + 0,010 ln X2 + 0,530 ln Yt-1

    Filipina 1,779 + 0,311 ln X1 + 0,010 ln X2 + 0,530 ln Yt-1

    Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui nilai 0 untuk Indonesia = 1,874 berarti GDP

    (Ln Y) sebesar 1,874% pada saat ekspor (Ln X1) dan FDI (Ln X2) sama dengan atau

    dianggap nol (konstan). Nilai 0 untuk Malaysia = 1,665 berarti GDP (Ln Y) sebesar

    1,665% pada saat ekspor (Ln X1) dan FDI (Ln X2) sama dengan atau dianggap nol

    (konstan). Nilai 0 untuk Singapura = 1,537 berarti GDP (Ln Y) sebesar 1,537% pada

    saat ekspor (Ln X1) dan FDI (Ln X2) sama dengan atau dianggap nol (konstan). Nilai 0

    untuk Thailand = 1,800 berarti GDP (Ln Y) sebesar 1,800% pada saat ekspor (Ln X1)

    dan FDI (Ln X2) sama dengan atau dianggap nol (konstan). Nilai 0 untuk Filipina =

    1,779 berarti GDP (Ln Y) sebesar 1,779% pada saat ekspor (Ln X1) dan FDI (Ln X2)

    sama dengan atau dianggap nol (konstan).

    Nilai 1 merupakan koefisien regresi variabel ekspor (Ln X1) untuk semua negara

    ASEAN-5 sebesar 0,311 berarti ada pengaruh positif antara ekspor terhadap GDP sebesar

    0,331%. Apabila ekspor (Ln X1) naik sebesar 1% maka GDP (Ln Y) juga akan

    mengalami kenaikan sebesar 0,331%. Sebaliknya apabila ekspor (Ln X1) turun sebesar

    1% maka GDP (Ln Y) juga akan turun sebesar 0,331%. Sedangkan nilai 2 merupakan

    koefisien regresi variabel FDI (Ln X2) untuk semua negara ASEAN-5 sebesar 0,010

    berarti ada pengaruh positif antara FDI terhadap GDP sebesar 0,010%. Apabila FDI (Ln

    X2) naik sebesar 1% maka GDP (Ln Y) juga akan mengalami kenaikan sebesar 0,010%.

    Sebaliknya apabila FDI (Ln X2) turun sebesar 1% maka GDP (Ln Y) juga akan turun

    sebesar 0,010%. Berdasarkan hasil regresi data panel tersebut dapat disimpulkan bahwa

  • 12

    ekspor (X1) dan FDI (X2) berpengaruh positif terhadap variabel terkait (GDP). Hal ini

    juga terbukti signifikan melalui uji t dan f.

    Berdasarkan Rumus uji F adalah sebagai berikut:F test =

    1/11/

    2

    2

    knR

    kR,

    nilai F hitung sebesar 465,89 Sedangkan F tabel ( = 0.05 ; db regresi = 3 : db residual =

    18) adalah sebesar 3,16. Karena F hitung > F tabel yaitu 465,89 > 3,16 maka analisis

    regresi adalah signifikan. Pengaruh ekspor (X1) dan FDI (X2) terhadap GDP (Y) adalah

    besar. Hal ini berarti H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa GDP dapat

    dipengaruhi secara signifikan oleh ekspor dan FDI.

    Sedangkan Uji t test digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel

    bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.

    Dapat juga dikatakan jika t hitung > t tabel atau -t hitung < -t tabel maka hasilnya

    signifikan dan berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Sedangkan jika t hitung < t tabel atau -t

    hitung > -t tabel maka hasilnya tidak signifikan dan berarti H0 diterima dan H1.

    t test antara ekspor (Ln X1) dengan GDP (Ln Y) menunjukkan t hitung = 6,549

    Sedangkan t tabel ( = 0,05 ; db residual = 18) adalah sebesar 2,101. Karena t hitung > t

    tabel yaitu 6,549 > 2,101 maka pengaruh ekspor (Ln X1) adalah signifikan pada tingkat

    kesalahan = 5%. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan

    bahwa GDP dapat dipengaruhi secara signifikan oleh ekspor.

    t test antara FDI (Ln X2) dengan GDP (Ln Y) menunjukkan t hitung = 3,387

    Sedangkan t tabel ( = 0,05 ; db residual = 18) adalah sebesar 2,101. Karena t hitung > t

    tabel yaitu 3,387 > 2,101 maka pengaruh FDI (Ln X1) adalah signifikan pada tingkat

    kesalahan = 5%. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan

    bahwa GDP dapat dipengaruhi secara signifikan oleh FDI.

    Berdasarkan hasil regresi didapatkan koefisien determinasi R2 sebesar 0,971

    Artinya bahwa 97,1 % variabel GDP akan dijelaskan oleh variabel bebasnya, yaitu ekspor

    dan FDI. Sedangkan sisanya sebesar 2,9% variabel GDP akan dijelaskan oleh variabel-

    variabel yang lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

    Uji berikutnya yaitu untuk menguji apakah Fixed Effect atau Random Effect yang

    lebih tepat digunakan dalam model digunakan uji Hausman. Adapun ketentuan uji

    Hausman yaitu apabila nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya maka model

    yang lebih tepat adalah model Fixed Effect sedangkan sebaliknya bila nilai statistik

    Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah Random Effect.

  • 13

    Dengan menggunakan alat bant program Eviews dapat diperoleh nilai Hausman

    sebesar -14,1251 sedangkan nilai kritis chi-squared dengan df sebesar 2 pada = 5%

    sebesar 5,9915. Dengan demikian berdasarkan uji Hausman model yang tepat untuk

    analisis adalah model Fixed Effect daripada model Random Effect.

    Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan sebelumnya dapat diketahui Besarnya

    pengaruh ekspor (X1), FDI (X2), terhadap GDP (Y) di negara ASEAN-5. Jika diamati,

    nilai constant masing-masing Negara yang berbeda menunjukkan karakteristik masing-

    masing Negara memiliki perbedaan. Nilai constant Negara Indonesia sebesar 1,874,

    Thailand sebesar 1,800, Filipina sebesar 1,779, Malaysia sebesar 1,665, dan Singapura

    sebesar 1,537. Hal ini mengindikasikan bahwa kontribusi variabel ekspor dan FDI

    terbesar terdapat di Negara Singapura, sedangkan yang terkecil di Negara Indonesia.

    Sebagai data penunjang mengenai hal tersebut, maka berikut disajikan data pangsa

    Ekspor dalam GDP di Negara ASEAN-5.

    Tabel 3. Perbandingan Nilai Constant dengan Pangsa Ekspor dalam

    GDP

    Negara Constant Pangsa Ekspor dalam

    GDP

    Indonesia 1,874 26,51%

    Malaysia 1,665 91,56%

    Singapura 1,537 208,95%

    Thailand 1,800 76,94%

    Filipina 1,779 31,02%

    Seberapa jauh peran perdagangan luar negeri terlihat dari rasio antara ekspor

    impor terhadap GDP. Berdasarkan tabel 4.13, dapat diketahui bahwa pangsa ekspor

    terbesar diantara negara ASEAN-5 yaitu Singapura sebesar 208,95%, kemudian diikuti

    Malaysia sebesar 91,56%, Thailand sebesar 76,94%, Filipina sebesar 31,94%, dan

    Indonesia sebesar 31,02%. Pangsa ekspor terhadap GDP dari masing-masing negara

    ASEAN-5 ini cukup tinggi, yang menunjukkan aktifnya kawasan ini dalam perdagangan

    internasional.

    Apabila dilakukan pemeringkatan keterbukaan ekonomi diantara negara ASEAN-

    5, maka yang paling terbuka yaitu negara Singapura disusul Malaysia, Thailand,

    Indonesia dan Filipina. Meskipun demikian, peringkat keterbukaan ekonomi jika

  • 14

    dibandingkan dengan keberhasilan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) selama 10 tahun

    terakhir sedikit terjadi perbedaan. Khususnya di Indonesia, meskipun secara peringkat

    keterbukaan ekonomi Indonesia menduduki peringkat 4 tetapi rata-rata pertumbuhan

    ekonomi selama 10 tahun terakhir pada peringkat 2 setelah Singapura. Hal ini disebabkan

    faktor domestik yang mampu menunjang pertumbuhan ekonomi di Indonesia, dalam arti

    lain tingkat ketergantungan di Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan negara

    ASEAN-5 lainnya. Secara lengkap mengenai peringkat negara ASEAN-5 dapat dilihat

    pada tabel 4.

    Tabel 4. Peringkat Keterbukaan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN-5

    Negara/Tahun

    Peringkat

    Ekspor FDI

    Rasio

    Perdagangan

    Internasional

    dalam GDP

    Keterbukaan

    Ekonomi

    Pertumbuhan

    Ekonomi

    Indonesia 4 4 5 4 2

    Malaysia 2 3 2 2 4

    Filipina 5 5 4 5 3

    Singapura 1 1 1 1 1

    Thailand 3 2 3 3 5

    Berdasarkan pada tabel 3 dan 4, Peran ekspor dan FDI di Negara Indonesia masih

    sedikit jika dibandingkan Negara ASEAN-5 lainnya. Oleh karena itu, khususnya Negara

    Indonesia harus mengoptimalkan peran dua variabel tersebut sebagai efek dari adanya

    globalisasi dan juga akan dilaksanakannya MEA pada tahun 2015. Hal ini tidak bisa lagi

    dihindari, tetapi harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

    Indonesia dikarenakan ekspor dan FDI terbukti secara signifikan mampu mempengaruhi

    GDP (PDB).

    Hasil penelitian ini mendukung temuan Nurkse dalam Salvatore (1997) yang

    menyatakan bahwa perdagangan internasional memang terbukti mampu berfungsi sebagai

    suatu mesin pertumbuhan (engine of growth) bagi negara-negara berkembang. Hasil ini

    juga mendukung pendapat Sukirno (2006) bahwa penanaman modal asing dapat

    memberikan sumbangan yang berharga bagi pembangunan ekonomi. Bagaimana

    variabel-variabel berpengaruh terhadap GDP di negara ASEAN-5 dapat terlihat pada

    gambar 4.

  • 15

    Gambar 4. Pengaruh Net Ekspor dan FDI terhadap GDP di ASEAN-5

    Sumber: Hasil analisis ekonometrika diolah

    Daya Saing Ekonomi Indonesia di Pentas ASEAN

    Berdasarkan laporan Global Competitiveness Report 2013-2014 yang dirilis oleh

    Forum Ekonomi Dunia (WEF), Daya saing Indonesia pada tahun 2013 naik ke posisi 38

    dari peringkat 50 tahun 2012. Laporan ini mengkaji daya saing dari 148 negara di dunia,

    berdasarkan tingkat produktivitas dan tingkat kesejahteraan di masing-masing negara.

    Hal ini tentu menjadi prestasi positif dari Indonesia setelah tiga tahun mengalami

    penurunan, Indonesia mampu melompat dan tercatat sebagai satu negara dengan kenaikan

    peringkat tertinggi untuk daya saingnya.

    Menurut WEF, kenaikan daya saing Indonesia dikarenakan mampu menyelesaikan

    masalah infrastruktur yang mencatat kenaikan 17 tingkat ke posisi 61 dunia. Indonesia

    mampu membangun infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, fasilitas air bersih sampai

    pembangkit listrik.

    Meskipun demikian, posisi Indonesia masih ada di bawah beberapa negara

    ASEAN, seperti Thailand di posisi 37, Brunai Darussalam posisi 26 dan Malaysia ke-24.

    Bahkan Singapura bertahan di posisi dua. Indonesia hanya lebih baik dari Filipina yang

    berada di urutan 59 dan Vietnam ke-70.

    Y

    X1

    X2

    0,311 *

    0,010 *

    Keterangan:

    Y = Gross Domestic Bruto

    X1 = Net Ekspor X2 = Foreign Direct Investment

    * = signifikan pada 5% R2 = 0,7421 atau 74,21%

    F-stat = 52,09

  • 16

    Tabel 5. Peringkat Daya Saing Negara ASEAN-5 Tahun 2013

    Indikator Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina

    Peringkat Keseluruhan 38 24 2 37 59

    Kinerja Makroekonomi 26 38 18 31 40

    Efisiensi Pemerintah 67 29 3 78 79

    Efisiensi Bisnis 37 20 17 40 49

    Kondisi Infrastruktur 61 29 2 47 96

    Sumber: World Economic Forum, 2013

    Berdasarkan laporan WEF dapat diketahui bahwa indikator makroekonomi,

    Indonesia berhasil mengungguli Malaysia, Thailand dan Filipina yaitu dengan peringkat

    26. Sedangkan indikator efisiensi pemerintah dan efisiensi bisnis, Indonesia mengungguli

    Thailand dan Filipina dengan peringkat 67 dan 37. Bahkan kondisi infrastuktur, Indonesia

    hanya mengungguli Filipina yaitu dengan peringkat 61.

    Kondisi infrastuktur Indonesia memang masih belum baik jika dibandingkan

    dengan negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Kualitas

    infrastuktur jalan raya maupun fasilitas penyebarangan selat/laut masih banyak yang

    harus diperbaiki. Kemacetan lalu lintas masih sering terjadi, bukan hanya di Jakarta

    melainkan di semua kota besar dan menengah Indonesia akibat minimnya pembangunan

    dan pengembangan infrastuktur jaringan jalan raya. Kondisi infrastuktur seperti ini dinilai

    belum memadai untuk menopang perkembangan ekonomi secara optimal.

    Kesiapan Ketenenagakerjaan Indonesia Menghadapi MEA

    Selama dua tahun ke depan, harapan pekerja Indonesia yang berkualitas

    seperti masih sebuah mimpi. Peningkatan jumlah angkatan kerja yang cukup pesat

    dari tahun ke tahun ternyata masih didominasi tenaga kerja yang berpendidikan

    sekolah dasar (SD) ke bawah.

    Pada 2012 terdata jumlah angkatan kerja tercatat 118,05 juta orang. Tahun

    2014 angkatan kerja diprediksi melejit menjadi 124,42 juta orang dan sekitar

    33,98 juta orang hanya berpendidikan SD ke bawah. Pada tahun 2013, Badan

    Pusat Statistik (BPS) mengumumkan jumlah angkatan kerja hingga Februari 2013

  • 17

    tercatat sebanyak 121,2 juta orang atau meningkat sekitar 780.000 orang

    dibandingkan Februari 2012 yang mencapai sebanyak 120,41 juta orang. Adapun

    jumlah pekerja dengan usia 15 tahun ke atas dilaporkan sebanyak 114,02 juta

    orang dan penganggur sekitar 7,17 juta orang.

    Berdasarkan data yang dipublikasikan BPS, terdapat empat sektor utama

    yang menjadi motor pembuka lapangan pekerjaan atau sektor yang paling

    dominan menyerap tenaga kerja, yakni sektor pertanian menyumbang sekitar

    39,96%, perdagangan tercatat 24,81%, jasa kemasyarakatan 17,53%, dan industri

    berkontribusi 14,78%. Sektor lainnya yang juga memberi kontribusi signifikan di

    antaranya sektor konstruksi 6,89%, diikuti sektor transportasi, pergudangan, dan

    komunikasi 5,23%, serta sektor keuangan sekitar 2,78%.

    Sektor pertanian yang mengakomodasi tenaga kerja paling banyak,

    berkorelasi langsung dengan tingkat pendidikan yang masih rendah. Lebih detail

    terungkap bahwa sepanjang periode Februari 2012 hingga Februari 2013, tenaga

    kerja yang terserap dengan status pendidikan SD ke bawah sebanyak 54,6 juta

    orang atau 47,90%, diikuti tingkat SMP sekitar 20,3 juta orang atau 17,8%.

    Sementara itu, angka pengangguran mengalami penurunan sebanyak

    440.000 orang atau sekitar 5,7% dari sebanyak 7,61 juta orang pada Februari 2012

    menjadi sebanyak 7,17 juta orang pada Februari 2013. Kualitas pekerja yang

    masih rendah tersebut sangat memprihatinkan bila dikaitkan dengan terealisasinya

    Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 mendatang, bahkan kualitas

    SDM Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya

    seperti Malaysia, Singapura dan Thailand.

    Tabel 5. Peringkat Sumber Daya Manusia Negara ASEAN-5 Tahun 2013

    Versi Indonesia Malaysia Singapura Thailand Filipina

    World Economic Forum

    (Human Capital)

    53 22 3 44 66

    UNDP

    (Indeks Pembangunan Manusia)

    121 64 18 103 114

    Sumber: World Economic Forum, 2013

  • 18

    Pada era MEA 2015, maka keluar-masuknya tenaga kerja antar negara

    ASEAN tidak terbendung lagi dan akan saling berkompetisi merebut lapangan

    kerja di tiap negara. Bagi tenaga kerja dari negara anggota yang memiliki

    kompetensi kerja yang lebih tinggi dari anggota lainnya tentunya akan memiliki

    kesempatan lebih luas untuk mendapatkan keuntungan ekonomi di dalam MEA.

    Hal inilah yang harus diwaspadai SDM Indonesia setahun ke depan. Pemerintah

    harus menyiapkan kebijakan peningkatan kualitas SDM agar mampu bersaing

    dengan negara ASEAN lainnya.

    Pembenahan kurikulum dunia pendidikan dengan dunia kerja harus juga

    dilakukan, hal ini dikarenakan seringkali link and match antara dunia pendidikan

    dan dunia kerja di Indonesia masih kurang. Bila hal ini terus dibiarkan, maka

    pengangguran intelektual akan menambah daftar kesulitan pemerintah mengatasi

    persoalan tenaga kerja yang semakin rumit.

    Kesiapan UMKM Indonesia Menghadapi MEA: Kasus Jawa Timur dan Bali

    Salah satu kebijakan MEA 2015 adalah bentuk pasar tunggal dan basis

    produksi regional, hal ini tentu menjadi peluang dan tantangan UMKM di

    Indonesia. Cakupan wilayah pemasaran memang terbukti mempengaruhi laba

    suatu perusahaan tidak terkecuali UMKM, akan tetapi jumlah UMKM yang

    mampu menembus pasar internasional masih dalam kategori rendah. Seperti

    halnya yang terjadi pada UMKM bidang pengolahan ikan di Provinsi Bali.

    Sebagian besar pasar UMKM bidang ini hanya untuk memenuhi pasar lokal atau

    wilayah kabupaten dan regional.

    Gambar 5. Cakupan Wilayah Pemasaran UMKM Bidang Pengolahan Ikan

    di Provinsi Bali

  • 19

    Seperti halnya provinsi Bali, provinsi Jawa Timur juga mengalami hal yang

    serupa. Berdasarkan peta tipologi jumlah UMKM Agroindustri yang melakukan

    ekspor, menunjukkan bahwa ada 23 daerah kabupaten/kota yang mempunyai

    tipologi Rendah. Daerah-daerah tersebut antara lain: Pacitan, Ponorogo,

    Trenggalek, Blitar, Kediri, Malang, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo,

    Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Sampang, Sumenep, Kota Blitar, Kota

    Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya, dan

    Kota Batu.

    Sedangkan daerah-daerah yang jumlah UMKM Agroindustri yang

    melakukan ekspor mempunyai tipologi Cukup Rendah ada 11 daerah, daerah-

    daerah tersebut antara lain: Tulungagung, Lumajang, Jember, Banyuwangi,

    Mojokerto, Jombang, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, dan Bangkalan.

    Sementara daerah-daerah jumlah UMKM Agroindustri yang melakukan

    ekspor mempunyai tipologi Tinggi yaitu Bondowoso, Kota Kediri, dan Kota

    Malang. Sedangkan sisanya atau daerah yang tergolong tipologi Sangat Tinggi,

    yaitu Pamekasan. Jumlah Perusahaan terbanyak terdapat pada Kabupaten

    Pamekasan yaitu sebanyak 81 Usaha dan yang terendah yaitu ada 5 (lima)

    Kabupaten tidak memiliki usaha Agroindustri yang melakukan Ekspor yaitu

    Kabupaten Magetan, Nganjuk, Trenggalek, Ponorogo dan Pacitan.

  • 20

    Gambar 6. Jumlah UMKM Agroindustri yang Melakukan Ekspor

    di Masing-Masing Kabupaten/Kota Jawa Timur

    Keterangan:

    1. Pacitan 11. Bondowoso 21. Ngawi 71. Kota Kediri 2. Ponorogo 12. Situbondo 22. Bojonegoro 72. Kota Blitar 3. Trenggalek 13. Probolinggo 23. Tuban 73. Kota Malang 4. Tulungagung 14. Pasuruan 24. Lamongan 74. Kota Probolinggo 5. Blitar 15. Sidoarjo 25. Gresik 75. Kota Pasuruan 6. Kediri 16. Mojokerto 26. Bangkalan 76. Kota Mojokerto 7. Malang 17. Jombang 27. Sampang 77. Kota Madiun 8. Lumajang 18. Nganjuk 28. Pamekasan 78. kota Surabaya 9. Jember 19. Madiun 29. Sumenep 79. Kota Batu 10. Banyuwangi 20. Magetan

    Berdasarkan pengamatan di lapang, selama ini kebanyakan UMKM

    terdapat kesalahan sistem manajemen sebagai berikut: Pertama, Laporan

    keuangan kurang sistematis. Banyak UMKM yang tidak menggunakan laporan

    Sangat Tinggi

    Tinggi

    Cukup Rendah

    Rendah

  • 21

    keuangan yang sistematis. Padahal laporan keuangan yang sistematis sangat

    membantu untuk mengevaluasi kinerja dan juga dibutuhkan untuk syarat dalam

    peminjaman bank. Kedua, Pemberdayaan tenaga kerja UMKM yang kurang.

    Masih banyak owner usaha kreatif tidak mau meluangkan waktunya untuk lebih

    memperhatikan serta melatih skill karyawannya. mereka hanya memperhatikan

    gaji pegawai tanpa ada pengembangan skill karyawan. Karena uang bukanlah

    sebagai pemicu utama pemberdayaan SDM.

    Ketiga, Penggunaan teknologi yang minim. Jika teknologi dikembangkan

    pada UMKM, tentu sangat membantu dalam pengoperasian produksi secara

    efisien dan meminimalkan jumlah human error. Selain itu, pemasaran juga dapat

    dilakukan melalui media internet. Keempat, Forward dan Backward lingkage yang

    lemah. Kebanyakan UMKM masih minim dalam Forward dan Backward

    lingkage. Hal ini membuat UMKM kurang berkembang karena kurang adanya

    keterikatan kedepan dan kebelakang terhadap bidang-bidang yang terkait.

    Kelima, Tidak berani improvisasi dalam marketing. Keberanian dalam

    improvisasi sangat dibutuhkan agar usaha tidak berada dalam posisi stagnan.

    Kebanyakan pengusaha UMKM berdalih begini saja cukup, hal ini yang akan

    mematikan kreativitas dan inovasi. Keenam, Kelemahan pengetahuan dalam

    menciptakan merek. Merek merupakan hal yang sangat penting untuk membuat

    persepsi yang baik terhadap produknya. Namun, hal ini masih kurang diperhatikan

    oleh pengusaha UMKM. Oleh karena itu, strategi pengembangan UMKM

    menghadapi MEA 2015 harus mengatasi permasalahan-permasalah tersebut. \

    Selain itu, di era globalisasi, UMKM juga harus mampu memanfaatkan

    kecanggihan teknologi, salah satunya yaitu dengan memanfaatkan internet.

    Internet akan memudahkan mereka melakukan promosi tanpa batas ruang, area,

    dan waktu. Dengan demikian UMKM dapat membuat website mengenai produk-

    produknya, agar memudahkan konsumen dalam mengenal produknya karena

    tersedianya katalog produk dan jasa yang ditawarkan, layanan terkait, kemudahan

    dalam transaksi.

    Pembuatan Website tentunya tidak semua usaha kreatif masyarakat desa

    mampu melakukan hal itu dikarenakan membebani cashflow dari UMKM sendiri.

  • 22

    Disinilah diperlukan peran dari pemerintah, khususnya pemerintah daerah untuk

    menyediakan fasilitas website yang khusus dibuat untuk produk dan jasa UMKM.

    Tentunya dengan fasilitas ketersediaan katalog produk atau jasa yang bisa di-

    update untuk waktu tertentu, tersedianya informasi mengenai tren pasar, dan

    transaksi bisnis serta pembayarannya.

    Dengan demikian diharapkan fasilitas ini bisa menjadi terobosan bagi

    UMKM di Indonesia. Paling tidak, usaha yang selama ini terbentur masalah

    pemasaran pada pasar lokal bisa memanfaatkan internet dalam meraih pasar yang

    lebih luas, bahkan pasar dunia sekalipun.

    SIMPULAN DAN SARAN

    Sebagai kesimpulan dalam penelitian ini bahwa secara parsial maupun simultan

    net ekspor dan foreign direct investment berpengaruh positif dan signifikan terhadap

    pembentukan gross domestic bruto di Negara ASEAN-5. Oleh karena itu, adanya bentuk

    integrasi ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara anggota ASEAN, merupakan salah

    satu kebijakan yang dapat meningkatkan GDP antar negara anggota. Hal ini dikarenakan

    integrasi ekonomi tentu akan terjadi liberalisasi dalam perdagangan barang dan jasa,

    investasi, dan mobilitas faktor produksi tenaga kerja yang berdampak pada kondisi

    ketenagakerjaan dan juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    Peran ekspor dan FDI di Negara Indonesia masih sedikit jika dibandingkan

    Negara ASEAN-5 lainnya. Oleh karena itu, khususnya Negara Indonesia harus

    mengoptimalkan peran dua variabel tersebut sebagai efek dari adanya globalisasi dan juga

    akan dilaksanakannya MEA pada tahun 2015. Selain itu, Indonesia juga harus

    membenahi infrastuktur, kualitas SDM dan kesiapan UMKM dalam menghadapi MEA

    2015.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ahmed, Abdullahi. D, E. Cheng dan G. Messinis. 2008. The Role of Exports, FDI and

    Imports in Development: New Evidence from Sub-Saharan African Countries.

    CSES Working Paper No. 39.

  • 23

    Apridar, 2007. Ekonomi Internasional, Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan

    dalam Aplikasinya. Jakarta: Unimal Press

    Aminian, Nathalie, K.C. Fung, H. Iizaka dan A.Siu. 2008. Foreign Direct Investment,

    Intraregional Trade and Production Sharing in East Asia. Macao Regional

    Knowledge Hub. Working Papers, No. 11, December 2008

    Athukorala, P.P.A. Wasantha. 2003. The Impact of Foreign Direct Investment for

    Economic Growth: A Case Study in Sri Lanka. Makalah disampaikan pada 9th

    International conference on Sri Lanka Studies, Matara, Sri Lanka tanggal 28

    30 November 2003.

    Bank Indonesia. 2008. Outlook Ekonomi Indonesia 2008 2012, Integrasi Ekonomi

    ASEAN dan Prospek Perekonomian Nasional.

    Basri, Faisal dan Haris M. 2010. Dasar-dasar Ekonomi Internasional. Jakarta: Kencana.

    Carceres, Antonio. 2009. Peranan Investasi Asing Langsung terhadap Pertumbuhan

    Ekonomi di Negara-Negara Asia Timur. http://www.laclolospalos.com. Diakses

    tanggal 20 November 2010.

    Faini, Ricardo. 2004. Trade Liberalization in a Globalizing World. Roma: Centro Studi

    Luca Dagliano

    Flexner, Nikolai. 2000. Foreign Direct Investment and Economic Growth in Bolivia,

    1990-1998. Bank Sentral Bolivia.

    Goldar, Bishwanath dan R. Banga. 2006. Impact of Trade Liberalization on Foreign

    Direct Investment in Indian Industries. Makalah disampaikan pada CESS Silver

    Jubilee Seminar on, Perspectives on Equitable Development: International

    Experience and What can India Learn? at CESS, Hyderabad, 7-9 Januari 2006.

  • 24

    Iqbal, M. Shahzad. 2010. Causality Relationship between Foreign Direct Investment,

    Trade and Economic Growth in Pakistan, dalam jurnal Asian Social Science

    Vol. 6, No. 9; September 2010: 82-89.

    Jawas, Musleh. 2008. Pengaruh Penanaman Modal Asing dan Ekspor Terhadap

    Pertumbuhan Ekonomi di Negara Negara Muslim: 2004-2005. Skripsi.

    Sarjana Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

    Kadin Indonesia. 2009. Butir-Butir Pemikiran Perdagangan Indonesia 2009 2014.

    Karimi, M.Sharif dan Z. Yusop. 2009. FDI and Economic Growth in Malaysia. Online

    at http://mpra.ub.uni-muenchen.de/14999/MPRA Paper No. 14999, posted 03.

    May 2009 / 17:54

    Krisharianto, Josef dan D. Hartono. 2007. Kajian Hubungan antara Pertumbuhan

    Ekonomi, Perdagangan Internasional dan Foreign Direct Investment. Fakultas

    Ekonomi-Universitas Indonesia.

    Kuncoro, M. (2003). Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. (2nd ed.).

    Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

    Lloyd, Peter dan P. Smith. 2004. Global Economic Challenges to ASEAN Integration

    and Competitiveness: A Prospective Look. REPSF Project 03/006a: Final

    Report.

    Makki, S.Shiva dan A. Somwaru. 2001. Impact of Foreign Direct Investment and Trade

    on Economic Growth. World Bank

    Mankiw, N. Gregory. 2007. Makroekonomi, Edisi Keenam (diterjemahkan oleh Fitria

    Liza). Jakarta: Erlangga.

    Salvatore, 1997. Ekonomi Internasional, Edisi Kelima (diterjemahkan oleh Haris

    Munandar). Jakarta: Erlangga.

  • 25

    Sarwedi. 2002. Investasi Asing Langsung di Indonesia dan Faktor yang

    Mempengaruhinya, dalam jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No. 1, Mei

    2002: 17 35.

    Schwab, Klaus (Editor). 2013. The Global Competitiveness Report 20132014. World

    Economic Forum.

    Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan (Edisi Kedua). Jakarta: Kencana.

    Tambunan, Tulus. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor Selatan:

    Ghalia Indonesia.

    Tambunan, Tulus. 2007. Daya Saing Indonesia dalam Menarik Investasi Asing.

    Makalah yang disampaikan dalam seminar Bank Indonesia tanggal 19

    Desember 2007.

    Thomsen, Stephen. 1999. Southeast Asia : the Role of Foreign Direct Investment

    Policies in Development. Directorate for Financial, Fiscal and Enterprise

    Affairs. OCDE OECD.

    Urata, Shujiro. 2002. Globalization and the Growth in Free Trade Agreements, dalam

    Asia-Pacific Review, Vol. 9, No. 1, 2002: 20-32.

    Widarjono, Agus. 2005. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis.

    Yogyakarta: Ekonisia.

    Worth, Thomas. 1997. Regional Trade Agreements and Foreign Direct Investment.

    Economic Research Service/USDA-Regional Trade Agreements and U.S.

    Agriculture/AER-771: 77-83.

    www.worldbank.org

  • 26