73
Kompilasi Makalah Sejarah Kompilasi Makalah Sejarah Kompilasi Makalah Sejarah Kompilasi Makalah Sejarah Penyusun: alif fikri

Kompilasi Makalah Sejarah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kompilasi Makalah Sejarah

Kompilasi Makalah SejarahKompilasi Makalah SejarahKompilasi Makalah SejarahKompilasi Makalah Sejarah

Penyusun:

alif fikri

Page 2: Kompilasi Makalah Sejarah

2

Judul : Kompilasi Makalah Sejarah Penyusun : alif fikri Penyusunan : 21 Desember 2009

Perhatian:Perhatian:Perhatian:Perhatian: EEEE----book ini bertujuan untuk kepentingan penyebaran ilmu dan da’wah semata, bukan untuk diperjualbelikan atau book ini bertujuan untuk kepentingan penyebaran ilmu dan da’wah semata, bukan untuk diperjualbelikan atau book ini bertujuan untuk kepentingan penyebaran ilmu dan da’wah semata, bukan untuk diperjualbelikan atau book ini bertujuan untuk kepentingan penyebaran ilmu dan da’wah semata, bukan untuk diperjualbelikan atau

tujuan komersial lainnyatujuan komersial lainnyatujuan komersial lainnyatujuan komersial lainnya.

ل ا����م� � ��� هـ1431 ���م 4

Page 3: Kompilasi Makalah Sejarah

3

Daftar IsiDaftar IsiDaftar IsiDaftar Isi

1. Syaikh Ahmad Surkati alSyaikh Ahmad Surkati alSyaikh Ahmad Surkati alSyaikh Ahmad Surkati al----AnsharAnsharAnsharAnshariiii……………………………………………………………………………………………...4 PP alPP alPP alPP al----Irsyad alIrsyad alIrsyad alIrsyad al----IslamiyyahIslamiyyahIslamiyyahIslamiyyah

2. Tentang Sejarah IslamTentang Sejarah IslamTentang Sejarah IslamTentang Sejarah Islam……………………………………………………………………………………………………………..9

Abdul Hayyie al Kattani, LcAbdul Hayyie al Kattani, LcAbdul Hayyie al Kattani, LcAbdul Hayyie al Kattani, Lc 3. Rasulullah SAW daRasulullah SAW daRasulullah SAW daRasulullah SAW dan Nabi Palsun Nabi Palsun Nabi Palsun Nabi Palsu……………………………………………………………………………………………..14

Ahmad RofiqiAhmad RofiqiAhmad RofiqiAhmad Rofiqi 4. Ibnu Malik: Biografi Linguis Arab dari SpanyolIbnu Malik: Biografi Linguis Arab dari SpanyolIbnu Malik: Biografi Linguis Arab dari SpanyolIbnu Malik: Biografi Linguis Arab dari Spanyol………………………………………………………………………..18

Bahauddin AmyasiBahauddin AmyasiBahauddin AmyasiBahauddin Amyasi 5. Mengenang Pak NatsirMengenang Pak NatsirMengenang Pak NatsirMengenang Pak Natsir…………………………………………….……………………………………………………………..22

Dato' Dr. Siddiq FadzilDato' Dr. Siddiq FadzilDato' Dr. Siddiq FadzilDato' Dr. Siddiq Fadzil 6. HarHarHarHarga Sejarahga Sejarahga Sejarahga Sejarah…………………………………………………………………………………………………………………….....26

KH. Hasan Abdullah SahalKH. Hasan Abdullah SahalKH. Hasan Abdullah SahalKH. Hasan Abdullah Sahal 7. Shalawat Atas Nabi SAWShalawat Atas Nabi SAWShalawat Atas Nabi SAWShalawat Atas Nabi SAW………………………………………………………………………………………………………..29

KH. Rahmat 'AbdullahKH. Rahmat 'AbdullahKH. Rahmat 'AbdullahKH. Rahmat 'Abdullah 8. "Kabinet" Tengah Hutan"Kabinet" Tengah Hutan"Kabinet" Tengah Hutan"Kabinet" Tengah Hutan…………………………………………………………………………………………………………32

MS Dt. Tan KabaMS Dt. Tan KabaMS Dt. Tan KabaMS Dt. Tan Kabasaransaransaransaran 9. Imam Muslim: Ulama dengan 300.000 Hadits di KepalanyaImam Muslim: Ulama dengan 300.000 Hadits di KepalanyaImam Muslim: Ulama dengan 300.000 Hadits di KepalanyaImam Muslim: Ulama dengan 300.000 Hadits di Kepalanya…………………………………………………..36

Prof. Dr. Ali Mustafa YaqubProf. Dr. Ali Mustafa YaqubProf. Dr. Ali Mustafa YaqubProf. Dr. Ali Mustafa Yaqub 10. HAMKA Menggerakkan InfakHAMKA Menggerakkan InfakHAMKA Menggerakkan InfakHAMKA Menggerakkan Infak………………………………………………………………………………………………….41

Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc & Fuad Nashar, S.SosProf. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc & Fuad Nashar, S.SosProf. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc & Fuad Nashar, S.SosProf. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc & Fuad Nashar, S.Sos 11. Yusuf Qardhawi: FaYusuf Qardhawi: FaYusuf Qardhawi: FaYusuf Qardhawi: Faqih dan Da'i Abad Iniqih dan Da'i Abad Iniqih dan Da'i Abad Iniqih dan Da'i Abad Ini…………………………………………………………………………………45

Yendri Junaidi, LcYendri Junaidi, LcYendri Junaidi, LcYendri Junaidi, Lc 12. Bahtera Nabi NuhBahtera Nabi NuhBahtera Nabi NuhBahtera Nabi Nuh…………………………………………………………………………………………………………………..61

Ulis Tofa, LcUlis Tofa, LcUlis Tofa, LcUlis Tofa, Lc 13. Khadijah Mengajarkan Cinta Kepada KitaKhadijah Mengajarkan Cinta Kepada KitaKhadijah Mengajarkan Cinta Kepada KitaKhadijah Mengajarkan Cinta Kepada Kita………………………………………………………………………………66

Ulis Tofa, LcUlis Tofa, LcUlis Tofa, LcUlis Tofa, Lc 14. Sejarah IndonesiSejarah IndonesiSejarah IndonesiSejarah Indonesia Dekat dengan Palestinaa Dekat dengan Palestinaa Dekat dengan Palestinaa Dekat dengan Palestina…………………………………………………………………………….71

Ulis Tofa, LcUlis Tofa, LcUlis Tofa, LcUlis Tofa, Lc

Page 4: Kompilasi Makalah Sejarah

4

Syaikh Ahmad Surkati alSyaikh Ahmad Surkati alSyaikh Ahmad Surkati alSyaikh Ahmad Surkati al----AnshariAnshariAnshariAnshari (Pendiri Al(Pendiri Al(Pendiri Al(Pendiri Al----Irsyad AlIrsyad AlIrsyad AlIrsyad Al----Islamiyyah)Islamiyyah)Islamiyyah)Islamiyyah)

Syaikh Ahmad Surkati adalah tokoh utama berdirinya Jam'iyat al-Islah

wa Al-Irsyad al-Arabiyah (kemudian berubah menjadi Jam'iyat al-Islah

wal Irsyad al-Islamiyyah) , atau disingkat dengan nama Al-Irsyad.

Banyak ahli sejarah mengakui perannya yang besar dalam

pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia, namun sayang namanya

tak banyak disebut dalam wacana sejarah pergulatan pemikiran Islam

di Indonesia.

Sejarawan Deliar Noer menyatakan Ahmad Surkati "memainkan peran

penting" sebagai mufti.¹ Sedang sejarawan Belanda G.F. Pijper menyebut dia "seorang pembaharu

Islam di Indonesia." Pijper juga menyebut Al-Irsyad sebagai gerakan pembaharuan yang punya

kesamaan dengan gerakan reformasi di Mesir, sebagaimana dilakukan Muhammad Abduh dan

Rashid Ridha lewat Jam'iyat al-Islah wal Irsyad (Perhimpunan bagi Reformasi dan Pimpinan).²

Sejarawan Abubakar Aceh menyebut Syeikh Ahmad Surkati sebagai pelopor gerakan salaf di Jawa.³

Howard M. Federspiel menyebut Syaikh Ahmad Surkati sebagai "penasehat awal pemikiran Islam

fundamental di Indonesia". Dan pendiri Persatuan Islam (Persis), Haji Zamzam dan Muhammad

Yunus, oleh Federspiel disebut sebagi sahabat karib Syaikh Ahmad Surkati.

Pengakuan terhadap ketokohan Syaikh Ahmad Surkati juga datang dari seorang tokoh Persis, A.

Hassan. Menurut A. Hassan juga menyebut, pendiri Muhammadiyah H. Ahmad Dahlan dan pendiri

Persis Haji Zamzam juga murid-murid Ahmad Surkati.

Menurut A. HassanMenurut A. HassanMenurut A. HassanMenurut A. Hassan

"Mereka itu tidak menerima pelajaran dengan teratur, namun Al-Ustadz Ahmad Surkati inilah yang

membuka pikirannya sehingga berani membuang prinsip-prinsip yang lama, dan menjadi

pemimpin-pemimpin organisasi yang bergerak berdasarkan Al-Kitab dan Al-Sunnah."

Pujian terhadap Ahmad Surkati juga datang dari ayah Hamka, H. Abdul Karim Amrullah. Kisahnya,

di tahun 1944 Hamka bertanya kepada ayahnya tentang seseorang yang dipandang sebagai ulama

besar di Jawa. Ayahnya menjawab, "Hanya Syaikh Ahmad Surkati." Hamka bertanya kembali,

"Tentang apanya?"

"Dialah yang teguh pendirian. Walaupun kedua belah matanya telah buta, masih tetap

Page 5: Kompilasi Makalah Sejarah

5

mempertahankan agama dan menyatakannya dengan terus terang, terutama terhadap pemerintah

Jepang. Ilmunya amat dalam, pahamnya amat luas dan hati sangat tawadhu!"

Dalam bukunya yang berjudul Ayahku: Riwayat Hidup Dr. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan

Kaum Agama di Sumatera, Hamka juga menulis hubungan khusus antara ayahnya dengan Syaikh

Ahmad Surkati. "Setelah pindah ke tanah Jawa, sangatlah rapat hubungannya dengan almarhum

Syaikh Ahmad Surkati, pendiri Al-Irsyad yang masyhur itu. Pertemuan beliau yang pertama dengan

Syaikh itu di Pekalongan pada 1925. Ketika itu Syaikh masih sehat dan matanya belum rusak…"

Syaikh Ahmad Surkati lahir di Desa Udfu, Jazirah Arqu, Dongula (Sudan), 1292 H atau 1875 M.

Ayahnya bernama Muhammad dan diyakini masih punya hubungan keturunan dari Jabir bin

Abdullah al-Anshari, Sahabat Rasulullah saw. dari golongan Anshar.

Syaikh Ahmad Surkati lahir dari keluarga terpelajar dalam ilmu agama Islam. Ayahnya, Muhammad

Surkati, adalah lulusan Universitas Al-Azhar, Mesir. Syaikh Ahmad dikenal cerdas sedari kecil.

Dalam usia muda, ia sudah hafal Al-Qur'an.

Setamat pendidikan dasar di Mesjid Al-Qaulid, Ahmad Surkati dikirim oleh ayahnya belajar di

Ma'had Sharqi Nawi, sebuah pesantren besar di Sudan waktu itu. Ia kembali lulus memuaskan, dan

ayahnya ingin ia bisa melanjutkan ke Uniersitas Al-Azhar di Mesir. Namun pemerintahan Al-Mahdi

yang berkuasa di Sudan waktu itu, melarang warganya meninggalkan Sudan. Putus keinginan

Ahmad muda untuk mengikuti jejak ayahnya, menjadi sarjana Al-Azhar.

Namun suatu waktu, Ahmad Surkati bisa juga lolos dari Sudan dan berangkat ke Madinah dan

Mekkah, untuk belajar agama. Tepatnya, setelah ayah beliau wafat pada 1896 M. Di Mekkah, ia

sempat memperoleh gelar AlAlAlAl----AllaamahAllaamahAllaamahAllaamah yang prestisius waktu itu, dari Majelis Ulama Mekkah, pada

1326 H. Syaikh Ahmad lantas mendirikan sekolah sendiri di Mekkah, dan mengajar tetap di Masjidil

Haram.

Meski berada di Mekkah, ia rutin berhubungan dengan ulama-ulama Al-Azhar lewat surat menyurat.

Hingga suatu waktu datang utusan dari Jami'at Kheir (Indonesia) untuk mencari guru, ulama Al-

Azhar langsung menunjuk ke Syaikh Ahmad. Dan beliaupun pergi ke Indonesia bersama dua kawan

karibnya, Syaikh Muhammad Abdulhamid al-Sudani dan Syaikh Muhammad Thayyib al-Maghribi.

Di negeri barunya ini, Syaikh Ahmad menyebarkan ide-ide baru dalam lingkungan masyarakat Islam

Indonesia. Syaikh Ahmad Surkati diangkat sebagai Penilik sekolah-sekolah yang dibuka Jami'at

Kheir di Jakarta dan Bogor.

Berkat kepemimpinan dan bimbingannya, dalam waktu satu tahun sekolah-sekolah tersebut maju

pesat. Namun Syaikh Ahmad Surkati hanya bertahan tiga tahun di Jami'at Kheir, karena perbedaan

Page 6: Kompilasi Makalah Sejarah

6

paham yang cukup prinsipil dengan para penguasa Jami'at Kheir, yang umumnya keturunan Arab

sayyid (alawiyin).

Sekalipun Jami'at Kheir tergolong organisasi yang memiliki cara dan fasilitas modern, namun

pandangan keagamaannya, khususnya yang menyangkut persamaan derajat, belum terserap baik.

Ini nampak setelah para pemuka Jami'at Kheir dengan kerasnya menentang fatwa Syaikh Ahmad

Surkati tentang kafaah (persamaan derajat).

Karena tak disukai lagi, Syaikh Ahmad memutuskan mundur dari Jami'at Kheir, pada 6 September

1914 (15 Syawwal 1332 H). Dan dihari itu juga Syaikh Ahmad bersama beberapa sahabatnya dari

golongan non-Alawi mendirikan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah, serta organisasi untuk

menaunginya: Jam'iyat al-Islah wal-Irsyad al-Arabiyah (kemudian berganti nama Jam'iyat al-Islah

wal-Irsyad Al-Islamiyyah).

Karya Tulis Syaikh Ahmad SurkatiKarya Tulis Syaikh Ahmad SurkatiKarya Tulis Syaikh Ahmad SurkatiKarya Tulis Syaikh Ahmad Surkati

Selain mengajar di sekolah formal, di Indonesia Syaikh Ahmad Surkati juga rajin membuat karya

tulis . Antaranya yang penting adalah:

1. Surat al-Jawab (1915):

Risalah ini merupakan jawaban Ahmad Surkati terhadap permintaan pemimpin surat kabar Suluh

India, H.O.S. Tjokroaminoto, sehubungan dengan makin luasnya pembicaraan tentang kafa'ah.

2. Risalah Tawjih al-Qur'an ila Adab al-Qur'an (1917):

Karyanya ini lebih menajamkan isi yang terkandung dalam Surat al-Jawab. Intinya antara lain:

kedekatan seseorang pada Muhammad sebagai Rasulullah bukan didasarkan atas keturunan,

namun atas dasar ketekunan dan kesungguhan dalam mengikuti jejak dan dakwahnya.

3. Al-Dhakhirah al-Islamiyah (1923):

Ini majalah bulanan yang dikelola Syaikh Ahmad Surkati bersama saudaranya, Muhammad Nur al-

Anshari. Melalui majalah ini Syaikh Ahmad Surkati membongkar praktek-praktek beragama yang

keliru, menulis tentang Islam yang cocok untuk segala bangsa dan di segala waktu, dan persatuan

ummat.

4. Al-Masa'il al-Thalats (1925):

Yang berisi pandangan Syaikh Ahmad tentang ijtihad dan taqlid, sunnah dan bid'ah serta tentang

ziarah kubur dan tawassul.

5. Al-Wasiyyat al-Amiriyyah (1918)

Page 7: Kompilasi Makalah Sejarah

7

6. Zedeleer Uit Den Qor'an (1932)

7. Al-Khawatir al-Hisan (1941)

Beberapa buku di atas sudah diterjemahkan ke Bahasa

Melayu (Indonesia).

G.F. Pijper menulis: "Sebagai seorang Muslim yang baik, dia menjauhkan diri dari para pejabat

pemerintah. Tentu saja dia bukanlah tipe seorang sahabat pemerintah Kolonial…." Pijper adalah

penasehat Pemerintah Hindia Belanda menjelang dan sampai masuknya Jepang ke Indonesia.

Menurut pengakuannya, ia kenal baik dengan Syaikh Ahmad, bahkan ia sempat tiga tahun belajar

Ilmu Tafsir dan Ilmu Fiqih pada Syaikh Ahmad.

Banyak pemuka Islam yang selain merupakan sahabat erat Syaikh Ahmad, juga sempat menimba

ilmu darinya. Antara lain A. Hassan, salah satu tokoh Persatuan Islam (Persis). Juga KH. Mas

Mansyur dan H. Fachruddin (pemuka Muhammadiyah) , KH. Abdul Halim, pemuka Persyarikatan

'Ulama yang kemudian menjadi PUI (Persatuan Umat Islam).

A. Hassan-lah yang memperkenalkan Syaikh Ahmad Surkati pada Bung Karno, ketika Bung Karno

berada dalam pembuangan di Ende, lewat brosur-brosur dan buku-buku yang ditulis Syaikh Ahmad.

Presiden pertama RI ini ketika bebas dari Ende, sering bertandang ke rumah Syaikh Ahmad.

Syaikh Ahmad juga menjadi "guru spritual" Jong Islamieten Bond (JIB), di mana para aktifisnya

seperti Muhammad Natsir (mantan perdana Menteri), Kasman Singodimedjo, dkk. Sering belajar

pada beliau.

Ahmad Surkati tutup usia pada hari Kamis, 6 September 1943, jam 10.00 pagi, di kediaman beliau

Jalan Gang Solan (sekarang Jl. KH. Hasyim Asy'ari no. 25) Jakarta, tepat 29 tahun setelah beliau

mendirikan Al-Irsyad. Jenazahnya diantar ke Pekuburan Karet dengan cara sederhana dan tidak ada

tanda apa-apa di atas tanah kuburannya. Ini sesuai amanat beliau sendiri sebelum meninggal.

Di antara orang-orang dan para muridnya yang melayat, sebagian besar telah menjadi tokoh

masyarakat dan pejuang bangsa. Diantaranya Bung Karno, yang pernah menyatakan: "Almarhum Almarhum Almarhum Almarhum

telah ikut mempercepat lahirnya gerakan kemerdekaan bangsa Indonesiatelah ikut mempercepat lahirnya gerakan kemerdekaan bangsa Indonesiatelah ikut mempercepat lahirnya gerakan kemerdekaan bangsa Indonesiatelah ikut mempercepat lahirnya gerakan kemerdekaan bangsa Indonesia."

Sumber: PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah

FootnoteFootnoteFootnoteFootnote

Page 8: Kompilasi Makalah Sejarah

8

1. Deliar Noer, The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900 - 1942, Oxford

2. University Press, Singapore, 1973, hal. 59 dan 63.

3. G.F. Pijper, Beberapa Studi tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900 - 1950, terj. Oleh Prof. Dr.

Tudjimah dan Drs. Yessy Dagusdin, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984, hal. 120 dan 114.

4. Abubakar Aceh, Salaf, Permata, Jakarta, 1970, hal. 27

5. Howard M. Federspiel, Persatuan Islam: Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia, Cornell

University, Ithaca, 1970, hal.12

6. Umar Sulaiman Naji, Tarjamat Al-Hayat al-Ustadz Ahmad al-Surkati al-Ansari al-Sudani,

Manuskrip, hal.29

Page 9: Kompilasi Makalah Sejarah

9

Tentang Sejarah IslamTentang Sejarah IslamTentang Sejarah IslamTentang Sejarah Islam

Oleh:

Abdul Hayyie al Kattani, LcAbdul Hayyie al Kattani, LcAbdul Hayyie al Kattani, LcAbdul Hayyie al Kattani, Lc

(Dewan Asaatid Pesantren Virtual)

Jika disebut sejarah, yang sering terlintas dalam benak kita adalah tentang catatan-catatan tahun

terjadinya berbagai peristiwa, yang harus dihapal, terutama pada saat ujian tiba. Bagi sebagian

orang, ini amat membosankan.

Dalam bahasa Arab, untuk menunjukkan sejarah, sering digunakan terma tarikh dan qishah dan

untuk biografi sering dengan mengunakan terma sirah. Al Quran lebih banyak menggunakan terma

qishah untuk menunjukkan sejarah, dengan pengertian sebagai ekplanasi terhadap peristiwa

sejarah yang dihadapi oleh para Rasul(1). Dalam bahasa Indonesia, sejarah sebagai istilah diangkat

dari terma bahasa Arab 'syajaratun' yang berarti pohon. Kata ini memberikan gambaran

pendekatan ilmu sejarah yang lebih analogis; karena memberikan gambaran pertumbuhan

peradaban manusia dengan "pohon", yang tumbuh dari biji yang kecil menjadi pohon yang rindang

dan berkesinambungan(2). Dalam ayat-ayat Al Quran: 2:35; 7:10,22; 14: 24,26; 17:60; 20: 120; 23:

20; 24: 35; 28: 30; 31:27; 37: 62,64,146; 44: 43 dapat ditarik kesimpulan, pengertian syajarah

berkaitan erat dengan "perubahan" (change). Perubahan yang bermakna "gerak" (movement)

menuju bumi untuk menerima dan menjalankan fungsinya sebagai khalifah (QS. 2:35; 7:19, 22).

Juga merupakan gambaran keberhasilan yang dicapai oleh Musa a.s., yang digambarkan dengan

pohon yang tinggi dan tumbuh di tempat yang tinggi (QS. 28: 30). Sebaliknya, ia juga memberikan

gambaran kegagalan Nabi Yunus a.s. yang dilukiskan sebagai "pohon labu" yang rendah dan lemah

(QS. 37: 146). Bagi yang mencoba menciptakan sejarah dengan menjauhkan dirinya dari petunjuk

Allah, hasilnya menumbuhkan "pohon pahit" (syajaratuz zaqqum) (QS. 37:62, 64 dan 44: 43).

Petunjuk Allah pun diibaratkan pula sebagai "pelita kaca yang bercahaya seperti mutiara" dan

dinyalakan dengan bahan bakar min syajaratin mubarakah (QS. 24: 35)(3).

Setiap pelaku sejarah hakikatnya tidak mengetahui hasil perubahan yang direncanakannya(4).

Maka setiap orang tidak dapat memastikan "masa depannya". Masa depan adalah gudang

ketidakpastian. Hanya fakta-fakta sejarah yang dapat diketahui; dan kita hanya dapat mempunyai

pengetahuan positif tentang masa lampau. Sedangkan masa depan adalah ladang ketidakpastian,

juga merupakan bagian atas mana kita mempunyai sedikit kekuasaan.

Kemampuan untuk membentuk masa depan sendiri dimiliki oleh semua individu dan masyarakat.

Ketidakmampuan kita untuk mengetahui fakta-fakta masa depan atau masa depan-masa depan

diimbangi oleh kemampuan kita memberi masukan bagi pembentukan fakta-fakta ini(5).

Page 10: Kompilasi Makalah Sejarah

10

Oleh karena itu, Al Quran memerintahkan manusia untuk menyiapkan masa depannya dengan

mempelajari sejarah yang telah dilaluinya(6). Dalam penuturan kembali kisah umat-umat terdahulu,

Al Quran berkali-kali mengingatkan bahwa dalam kisah-kisah tersebut terkandung ibrah--pelajaran

yang dapat dipetik oleh umat Islam(7). Pelajaran atau mau'izhah yang terdapat dalam Al Quran

adalah "hukum sejarah" yang terpolakan dalam 25 peristiwa kerasulan. Dari peristiwa kerasulaan

tersebut disimpulkan lagi menjadi 5 persitiwa sejarah kerasulan. Kelima peristiwa sejarah ini

dialami oleh Nabi Nuh a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., Nabi Isa a.s, dan terakhir adalah Nabi

Muhammad Saw. Umat Islam dituntut untuk "menangkap pesan-pesan sejarah yang terumuskan

dalam peristiwa Ulul Azmi tersebut", sehingga umat Islam tidak saja mengetahui "guna sejarah"

tetapi sekaligus "akan mampu memanfaatkannya" sesuai dengan fungsinya masing-masing(8).

Ketika ada seseorang yang berkata history is bunk--sejarah adalah omong kosong, Soekarno segera

berkomentar: "Seorang penulis berkata, "mempelajari sejarah adalah omong kosong". "History is

bunk", katanya. Penulis ini tidak benar. Sejarah adalah berguna sekali. Dari mempelajari sejarah

orang bisa menemukan hukum-hukum yang menguasai kehidupan manusia. Salah satu hukum itu

ialah: Bahwa tidak ada bangsa bisa menjadi besar 'zonder' kerja. Terbukti dalam sejarah segala

zaman, bahwa kebesaran bangsa-bangsa dan kemakmuran tidak pernah jatuh gratis dari langit.

Kebesaran bangsa dan kemakmuran selalu "kristalisasi" keringat. Ini adalah hukum, yang kita

temukan dari mempelajari sejarah. Bangsa Indonesia, tariklah moral dari hukum ini!"(9).

Esensi sejarah adalah perubahan. Dan tugas hidup manusia di bumi adalah "menciptakan

perubahan sejarah" (khalifah). Perubahan sejarah yang akan terjadi merupakan pengulangan dari

peristiwa yang telah terumuskan dalam Al Quran, yang terpolakan dalam 25 peristiwa sejarah

kerasulan. Peristiwa yang pernah terjadi bukanlah merupakan masa lalu yang mati, melainkan

sebagai peristiwa yang tetap hidup di masa kini(10).

Dari uraian di atas, kita dapat menangkap dengan jelas urgensi sejarah bagi pembangunan kembali

peradaban umat Islam. Namun, problem yang dihadapi kemudian adalah, ketika umat Islam

menatap kembali sejarahnya yang telah lalu, ada beberapa kendala yang menghalangi pandangan

tersebut. Sehingga tidak dihasilkan suatu pandangan yang benar-benar jernih. Oleh karena itu,

Muhammad Quthb menyarankan untuk menulis ulang sejarah umat Islam. Ada beberapa hal,

menurut Muhammad Quthb, yang mengharuskan umat Islam untuk menyusun kembali sejarahnya.

Antara lain adalah:

a. Kitab-kitab sejarah umat Islam, yang ditulis oleh ulama-

ulama terdahulu, merupakan sebuah kompilasi sejarah yang

demikian besar. Namun, ia hanya cocok untuk para periset,

tidak untuk orang awam, yang ingin mendapatkan

kesimpulan yang cepat. Sehingga kitab-kitab tersebut tidak

Page 11: Kompilasi Makalah Sejarah

11

menarik untuk dibaca oleh khalayak ramai. Hal itu terjadi karena para ulama tersebut amat

memegang amanah ilmiah. Sehingga mereka menulis semua yang mereka ketahui dan mereka

dengar dalam kitab sejarah mereka. Meskipun isinya adalah pengulangan atau saling bertentangan

satu sama lain, atau malah sesuatu yang jauh kemungkinan terjadi. Bagi mereka, amanah ilmiah

adalah dengan menulis semua yang mereka tahu dan mereka dengar(11). Dalam mukaddimah

kitab tarikhnya, Thabari berkata: "Jika ada suatu catatan sejarah yang tertulis dalam kitab kami ini,

yang dipungkiri oleh pembaca atau tidak sedap didengar, karena jauh sekali dari kebenaran dan

tidak bermakna sama sekali, maka perlu diketahui, itu semua bukan karena kesengajaan kami,

namun datang dari orang-orang yang menyampaikan berita itu kepada kami. Sedangkan kami

hanya menyampaikannya sesuai dengan apa yang kami terima"(12).

b. Jika kita membaca buku-buku sejarah yang ditulis pada masa modern ini, baik oleh orientalis

maupun murid atau orang-orang yang terpengaruh oleh mereka, kita dapati bentuk maupun

penyajian buku tersebut menarik. Enak dibaca dan dapat memberikan pemahaman yang cepat

kepada pembacanya. Namun, banyak dari buku-buku tersebut ditulis tidak dengan semangat

amanah ilmiah, atau memang ditujukan untuk suatu tujuan tertentu. Sehingga banyak terjadi

pemutarbalikkan fakta atau penarikan kesimpulan yang gegabah. Contohnya adalah: Will Durant,

ketika mendapati suatu catatan sejarah yang mengatakan: "Zubair mempunyai seribu orang hamba

sahaya yang membayarkan kharaj mereka kepadanya setiap hari, namun semua uang itu tidak satu

dirhampun yang masuk ke rumahnya, karena semuanya habis ia sedekahkan". Ia merubahnya

menjadi: "Zubair mempunyai rumah di berbagai kota, ia juga mempunyai seribu ekor kuda dan

sepuluh ribuh hamba sahaya". Di sini, sosok Zubair yang zuhud diubah oleh penulis menjadi sebuah

sosok yang glamour dan penuh kemewahan(13). Dan banyak contoh-contoh lainnya, sehingga bagi

pembaca yang tidak teliti, akan terperangkap oleh sikap membenci atau mencela umat Islam

terdahulu.

c. Penulisan sejarah dewasa ini, banyak didominasi oleh penekanan pada sisi politik. Dan

mengesampingkan sisi lainnya yang demikian banyak. Seperti akidah, pemikiran, peradaban,

ilmiah, sosial dan seterusnya. Padahal, sejarah politik Islam, adalah sisi yang paling buruk dari sisi

lainnya. Yang dituntut dari para sejarahwan Islam adalah, tidak hanya memusatkan diri pada

sejarah pergulatan politik umat Islam, juga hendaknya menampilkan sisi lain yang demikian

banyak. Sehingga tercipta sejarah yang seimbang. Pengajaran sejarah Islam dengan tekanan pada

sisi politik beserta segala tipu muslihatnya, seperti pembunuhan, penipuan, meracun musuh,

pembasmian musuh-musuh politik dan tindakan-tindakan kotor lainnya, adalah sebuah konsep

yang diterapkan oleh Dunlop, yang ditunjuk oleh Lord Cromer sebagai konsultan ahli kementerian

pendidikan Mesir. Setelah memberikan pengajaran seperti itu tentang sejarah Islam, kepada anak

didik, mereka melanjutkan dengan mengajarkan sejarah Eropa yang digambarkan dengan

berkilauan, berperadaban, maju dan seterusnya. Sehingga tertanamkan dalam jiwa anak didik,

bahwa Islam yang hakiki telah lenyap setelah masa Khulafa Rasyidin yang empat, setelah itu, yang

terjadi adalah kekotoran dan kekejian yang harus dihindari, dan tidak ada sesuatupun yang pantas

Page 12: Kompilasi Makalah Sejarah

12

untuk dibanggakan atau diketengahkan kepada umat manusia. Kemudian tertanamkan pula

bahwa sejarah yang pantas untuk dikagumi dan cintai dengan sungguh-sungguh adalah sejarah

Eropa!(14).

d. Dalam mengkaji sejarah Islam, kita sering mengembalikan segala sesuatu kepada faktor-faktor

politik, peperangan, ekonomi dan sebagainya. Sehingga, seakan-akan agama ini hanyalah sebuah

budaya yang sama dengan budaya yang lain. Tidak mempunyai kaitan dengan hukum-hukum

(sunnah-sunnah) Allah Swt. Ini pula yang tampak dalam tulisan Michel H. Hart ketika meletakkan

Nabi Muhammad Saw. di urutan teratas dari seratus tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah.

Betul ia meletakkan Nabi Muhammad Saw. di urutan teratas, namun dalam penulisan dan alasan-

alasan penempatannya, ia tidak mengkaitkan pribadi Nabi Muhammad Saw. dengan kedudukannya

sebagai seorang utusan Allah Swt.

e. Dalam mengkaji sejarah umat Islam, kita sering melupakaan hubungan antara karakteristik

umat ini, yang telah dianugerahkan Allah Swt. dengan kondisi kemanusiaan dengan segala

aspeknya. Umat Islam, bukanlah hanya sekedar sebuah fenomena sejarah yang kebetulan timbul

ke permukaan. Namun, ia adalah umat tauhid yang besar, yang dipilih Allah Swt. Sebagai saksi atas

seluruh manusia. Allah Swt. befirman: "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat

Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar

Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. Al Baqarah: 143). Demikian juga,

kita sering melupakan pengaruh yang dihasilkan oleh umat Islam terhadap kemanusiaan sepanjang

sejarah(15).

Padahal, seperti diakui oleh banyak ilmuan Barat yang fair, ilmuan Islamlah yang telah

mengantarkan bangsa Barat menuju kemodernannya saat ini. Tentang Roger Bacon, bapak

kebangkitan ilmu pengetahuan (renaissance) Barat, Robert Briffault berkata: "Roger Bacon belajar

bahasa Arab dan ilmu Arab dan ilmu-ilmu kearaban di Universitas Oxford dari bekas dosen-dosen

Arab di Andalusia. Roger Bacon dan siapapun orang yang datang setelahnya tidak mempunyai hak

untuk mengaku sebagai orang yang menemukan metode eksprimentalisme. Roger bacon hanyalah

seorang duta dari duta-duta ilmu pengetahuan dan metodologi umat Islam kepada orang-orang

Kristen Eropa"(16).

Dari konsideran-konsideran di atas, dapat dikatakan, usaha untuk menatap sejarah Islam dengan

penekanan pada sisi peradaban dan ilmu pengetahuan adalah amat terpuji. Dan usaha seperti itu

harus terus digalakkan dalam skala yang lebih luas dan dengan perhatiannya yang lebih intens.

Karena dari sanalah, nantinya, diharapkan umat Islam menemukan kembali --seperti dikatakan

oleh Syed Ameer Ali(17) dan sering dikutip oleh Soekarno-- api Islam yang sebenarnya.

Page 13: Kompilasi Makalah Sejarah

13

CatatanCatatanCatatanCatatan

1. Lihat, misalnya: QS. 12: 111

2. Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, Bandung, Mizan,

cet. 1, 1995, hal. 20

3. Sca. Hal. 22-23.

4. Lihat: QS. 31: 34

5. Lihat: Ziauddin Sardar, Islamic Futures: The Shape of Ideas to Come, Mansell Publishing Limited, London,

1985. Edisi bahasa Indonesia: hal. 1-2.

6. QS. 59: 18

7. Lihat, misalnya: QS. 12: 111

8. Scn.2, hal. 24-26

9. Diucapkan oleh Presiden Soerkarno pada Hari Ulang Tahun Proklamasi RI VI. Lihat Di Bawah Bendera

Revolusi, Vol. II.

10. QS.2: 154

11. Muhammad Quthb, Kaifa naktubu at-tarikh al Islami, Dar Syuruq, Kairo, cet. 1, 1992, hal. 11-12.

12. Lihat: Tarikh Thabary, vol. 1, hal. 8, tahqiq, Muhamad Abul Fadl Ibrahim, cet. IV, Darul Ma'arif, Mesir.

13. Scn. 11. Hal. 15

14. Sca. Hal. 16-18

15. Sca. Hal. 24-26

16. Seperti dikutip oleh Sayyid Quthb, dalam Al Islam Wa Musykilat al Hadlarah, Kairo, Dar Syuruq, cet. 12,

Hal.37

17. Dan menjadi judul bukunya: The Spirit of Islam

Page 14: Kompilasi Makalah Sejarah

14

Opini - Republika

Jumat, 29 Februari 2008

Rasulullah SAW dan Nabi Palsu Rasulullah SAW dan Nabi Palsu Rasulullah SAW dan Nabi Palsu Rasulullah SAW dan Nabi Palsu

Oleh:

Ahmad RofiqiAhmad RofiqiAhmad RofiqiAhmad Rofiqi

(Mahasiswa Pasca-Sarjana Program PPI Universitas Ibn Khaldun, Bogor)

Dominasi peradaban Barat telah menyebabkan banyak cendekiawan berusaha mengubah ajaran-

ajaran Islam agar sesuai dengan konsep HAM sekuler Barat. Salah satu konsep Islam yang

mendapat serangan adalah konsep tentang murtad (orang yang keluar dari agama Islam).

Sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, manusia dijamin haknya untuk memeluk

agama apa saja, termasuk keluar masuk suatu agama. Bagi mereka, agama dianggap seperti baju.

Kapan saja boleh ditukar-tukar. Salah satu cara yang dilakukan para cendekiawan adalah berusaha

”mengubah sejarah dengan menulis bahwa seolah-olah Nabi Muhammad SAW berdiam diri

terhadap tindakan kemurtadan. Bahkan, perang melawan kaum murtad yang dilakukan oleh Abu

Bakar ash-Shiddiq ra dikatakan sebagai perang melawan pemberontak yang semata-mata bermotif

politik, bukan perang atas dasar agama.

Sebuah buku sejarah Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Dr Muhammad Husein Haekal,

misalnya, juga menulis nabi palsu yang muncul pada masa Rasulullah SAW tidaklah terlalu

memengaruhi beliau untuk melakukan tindakan militer. ''Itulah sebabnya tatkala ada tiga orang

yang mendakwakan diri sebagai nabi, oleh Muhammad tidak banyak dihiraukan. (Haekal, Sejarah

Hidup Muhammad (terjemahan) , 1990:559).

Di Indonesia, disertasi, tesis, skripsi, dan buku-buku yang mendukung 'hak murtad' sangat banyak.

Salah satu trik mereka mengungkap sejarah dengan keliru.

Kisah Dua UtusanKisah Dua UtusanKisah Dua UtusanKisah Dua Utusan

Dalam kitabnya Al Sunan (Kitab Al Jihad, Bab Ar Rusul hadits no, 2.380) Abu Daud meriwayatkan

sebuah hadits dari Abdullah bin Mas'ud. Ketika menerima dua utusan nabi palsu, Musailamah al-

Kazzab, Rasulullah SAW bertanya kepada mereka: ''Apa yang kalian katakan (tentang

Musailamah)? Mereka menjawab, ''Kami menerima pengakuannya (sebagai nabi)''. Rasulullah SAW

Page 15: Kompilasi Makalah Sejarah

15

berkata: ''Kalau bukan karena utusan tidak boleh dibunuh, sungguh aku akan memenggal leher

kalian berdua''.

Lafadz ini diceritakan juga oleh Ahmad (hadits no 15.420), Al Hakim (2: 155 no 2.632). Ahmad

(hadits no 15.420) melaporkan melalui Abdullah bin Mas'ud dengan lafadz la-qataltu-kumaa, (aku

pasti membunuh kalian berdua). Versi hadits ini diceritakan kembali oleh kitab-kitab sejarah, seperti

Al Thabari (Tarikh Al Thabari, Juz 3 Bab Masir Khalid bin Walid) dan Ibnu Katsir (Al Bidayah wa Al

Nihayah, Dar Ihya' Al Turats Al Arabi, tt, Juz 6, hal: 5).

Riwayat ini menampilkan ketegasan Rasulullah terhadap orang yang mengakui kenabian

Musailamah. Tetapi, karena Rasulullah SAW memegang etika diplomatik yang tinggi, beliau

membiarkan begitu saja kedua utusan nabi palsu itu.

Abu Daud (hadits no 2.381), Al Nasa'i (Al Sunan Al Kubra, 2: 205) dan Al Darimi (Kitab Al Siyar,

hadits no 2.391) menceritakan kesaksian Haritsah bin Al Mudharib dan Ibn Mu'ayyiz yang

mendapati sekelompok orang dipimpin Ibn Nuwahah di sebuah masjid perkampungan Bani

Hanifah, ternyata masih beriman pada Musailamah. Setelah kejadian ini dilaporkan pada Ibn

Mas'ud, beliau berkata pada Ibn Nuwahah (tokoh kelompok tersebut), ''Aku mendengar Rasulullah

SAW dulu bersabda: ''Kalau engkau bukan utusan, pasti aku akan penggal kamu. Nah, sekarang ini

engkau bukanlah seorang utusan.''

Maka Ibn Mas'ud menyuruh Quradhah bin Kaab untuk memenggal leher Ibn Nuwahah. Ibn Mas'ud

berkata, ''Siapa yang ingin melihat Ibn Nuwahah mati, maka lihatlah ia di pasar.'' Masjid mereka

pun akhirnya turut dirobohkan.

Mengapa Rasulullah SAW tidak memerangi Musailamah? Ibn Khaldun menjelaskan masalah ini

bahwa ''Sepulangnya Nabi SAW dari Haji Wada', beliau kemudian jatuh sakit. Tersebarlah berita

sakit tersebut sehingga muncullah Al Aswad Al Anasi di Yaman, Musailamah di Yamamah dan

Thulaihah bin Khuwailid dari Bani Asad, mereka semua mengaku nabi.

Rasulullah SAW segera memerintahkan untuk memerangi mereka melalui edaran surat dan utusan-

utusan kepada para gubernurnya di daerah-daerah dengan bantuan orang-orang yang masih setia

dalam keislamannya. Rasulullah SAW menyuruh mereka

semua bersungguh-sungguh dalam jihad memerangi para

nabi palsu itu sehingga Al Aswad dapat ditangkap sebelum

beliau wafat.

Rasulullah menyerukan orang-orang Islam di penjuru Arab

yang dekat dengan wilayah para pendusta itu, menyuruh

Page 16: Kompilasi Makalah Sejarah

16

mereka jihad (melawan kelompok murtad).'' (Abdurrahman Ibnu Khaldun, Tarikh Ibn Khaldun, Dar

Al Kutub Al Ilmiyah: Beirut, Lebanon, cetakan 1, tahun 1992, hal 474-475).

Tindakan Abu BakarTindakan Abu BakarTindakan Abu BakarTindakan Abu Bakar

Pada masa Abu Bakar kekisruhan negara sumbernya ada dua. Yang pertama orang yang menolak

membayar zakat. Kedua adalah para nabi palsu.

Dalam Al Bidayah wa Al Nihayah Imam Ibn Katsir menulis judul Fasal Peperangan Abu Bakar

Melawan Orang-orang Murtad dan Penolak Zakat (cetakan 1 terbitan Dar Al Kutub Al Ilmiyah, Beirut,

Lebanon: 2001, jilid 6 hal 307). Abu Bakar sampai membentuk sebelas ekspedisi militer untuk

menumpas gerakan tersebut (Al Daulah Al Umawiyah, Muhammad Al Khudhari, Mansyurat Kulliyah

Dakwah Islamiyah, Tripoli, Libya: tt. hal 177-178)

Semula Umar bin Khatab ra mencoba membujuk Abu Bakar agar tidak memerangi penolak zakat.

Kata Abu Bakar, ''Demi Allah, jika mereka berani menolak menyerahkan seutas tali yang dulunya

mereka berikan pada Rasulullah SAW, aku pasti akan memerangi mereka karena penolakan ini.''

(Dikeluarkan oleh Ahmad 1: 11, 19, 35, 2: 35, 4: 8, Al Bukhari hadits no 1.561, Muslim Kitab Al

Iman hadits no 82, 83 Juz 1 hal 52.)

Pada riwayat lain disebutkan bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq yang dikenal sangat lembut

perangainya menyatakan: ''Rasulullah SAW telah wafat dan wahyu sudah tidak turun lagi! Demi

Allah aku akan memerangi mereka selama masih memegang pedang di tanganku meski mereka

tidak mau menyerahkan seutas tali!'' (Tarikh Al Khulafa', Al Suyuthi, Fasal fii maa Waqa'a fii

Khilafati Abi Bakar Al Shiddiq ra).

Ungkapan Abu Bakar 'dan wahyu sudah tidak turun lagi' menunjukkan ketegasannya terhadap

persoalan nabi palsu. Dari Handzalah bin Ali Al Laitsi ia berkata, ''Abu Bakar memerintahkan Khalid

bin Al Walid memerangi orang-orang dengan sebab lima rukun Islam. Siapa saja yang menolak

salah satunya hendaknya ia diperangi.'' (Adz Dzahabi, Tarikh Al Islam, Kitab Sanah Ihda 'Asyr Bab

Khabar Al Riddah).

Terkait dengan perang melawan kelompok murtad itu, Ibnu Mas'ud berkata, ''Setelah Rasulullah

SAW wafat, kami hampir saja binasa kalau saja Allah tidak menganugerahi kami kepemimpinan

Abu Bakar.'' (Tarikh Al Dzahabi, Juz 2, Kitab Sanah Ihda 'Asyr, bab Akhbar al Riddah). Juga

dikatakan: ''Demi Allah, aku melihat Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk melakukan

perang dan baru aku tahu, inilah keputusan yang benar.'' (Al Bukhari hadits no 1.561).

Page 17: Kompilasi Makalah Sejarah

17

Islam memandang masalah agama (ad-Dinul Islam) sebagai hal yang prinsip karena menyangkut

urusan dunia dan akhirat. Agama tak hanya laksana baju, boleh dipakai dan ditanggalkan kapan

saja.

Rasulullah SAW dan Abu Bakar bersikap tegas terhadap setiap penyelewengan agama. Jadi, sangat

tidak benar umat Islam, apalagi para ulamanya, hanya berdiam diri terhadap segala bentuk

kesesatan dan kemurtadan. Oleh sebab itu, sesuai dengan fungsinya, tindakan MUI yang

menetapkan ajaran sejumlah nabi palsu sebagai ajaran sesat adalah tindakan yang sangat tepat.

Tentu saja tindakan berikutnya adalah menjadi tanggung jawab penguasa (umara).

IkhtisarIkhtisarIkhtisarIkhtisar

- Disertasi, tesis, skripsi, dan buku-buku yang mendukung hak murtad sangat banyak.

- Nabi mencontohkan memerangi musuh Allah dengan cara yang halus, tetapi tegas.

Page 18: Kompilasi Makalah Sejarah

18

Ibnu Malik: Biografi Linguis Arab dari SpanyolIbnu Malik: Biografi Linguis Arab dari SpanyolIbnu Malik: Biografi Linguis Arab dari SpanyolIbnu Malik: Biografi Linguis Arab dari Spanyol

Oleh:

Bahauddin AmyaBahauddin AmyaBahauddin AmyaBahauddin Amyasisisisi

Ibnu Malik, nama lengkapnya adalah Muhammad Jamaluddin ibn Abdillah ibn Malik al-Thay, lahir

pada tahun 600 H di Jayyan. Daerah ini sebuah kota kecil di bawah kekuasaan Andalusia (Spanyol).

Pada saat itu, penduduk negeri ini sangat cinta kepada ilmu, dan mereka berpacu dalam

menempuh pendidikan, bahkan berpacu pula dalam karang-mengarang buku-buku ilmiah. Pada

masa kecil, Ibn Malik menuntut ilmu di daerahnya, terutama belajar pada Syaikh Al-Syalaubini (w.

645 H). Setelah menginjak dewasa, ia berangkat ke Timur untuk menunaikan ibadah haji, dan

diteruskan menempuh ilmu di Damaskus. Di sana ia belajar ilmu dari beberapa ulama setempat,

antara lain Al-Sakhawi (w. 643 H). Dari sana berangkat lagi ke Aleppo, dan belajar ilmu kepada

Syaikh Ibn Ya’isy al-Halaby (w. 643 H).

Di kawasan dua kota ini nama Ibn Malik mulai dikenal dan dikagumi oleh para ilmuan, karena

cerdas dan pemikirannya jernih. Ia banyak menampilkan teori-teori nahwiyah yang

menggambarkan teori-teori mazhab Andalusia, yang jarang diketahui oleh orang-orang Syiria waktu

itu. Teori nahwiyah semacam ini, banyak diikuti oleh murid-muridnya, seperti imam Al-Nawawi, Ibn

al-Athar, Al-Mizzi, Al-Dzahabi, Al-Shairafi, dan Qadli al-Qudlat Ibn Jama’ah. Untuk menguatkan

teorinya, sarjana besar kelahiran Eropa ini, senantiasa mengambil saksi (syahid) dari teks-teks Al-

Qur’an. Kalau tidak didapatkan, ia menyajikan teks Al-Hadits. Kalau tidak didapatkan lagi, ia

mengambil saksi dari sya’ir-sya’ir sastrawan Arab kenamaan. Semua pemikiran yang diproses

melalui paradigma ini dituangkan dalam kitab-kitab karangannya, baik berbentuk nazhom (syair

puitis) atau berbentuk natsar (prosa). Pada umumnya, karangan tokoh ini lebih baik dan lebih indah

dari pada tokoh-tokoh pendahulunya.

Di antara ulama, ada yang menghimpun semua tulisannya, ternyata tulisan itu lebih banyak

berbentuk nazham. Demikian tulisan Al-Sayuthi dalam kitabnya, Bughyat al-Wu’at. Di antara

karangannya adalah Nazhom al-Kafiyah al-Syafiyah yang terdiri dari 2757 bait. Kitab ini menyajikan

semua informasi tentang Ilmu Nahwu dan Shorof yang diikuti dengan komentar (syarah). Kemudian

kitab ini diringkas menjadi seribu bait, yang kini terkenal dengan nama Alfiyah ibn Malik. Kitab ini

bisa disebut Al-Khulashah (ringkasan) karena isinya mengutip inti uraian dari Al-Kafiyah, dan bisa

juga disebut Alfiyah (ribuan) karena bait syairnya terdiri dari seribu baris. Kitab ini terdiri dari

delapan puluh (80) bab, dan setiap bab diisi oleh beberapa bait.

Bab yang terpendek diisi oleh dua bait seperti Bab al-Ikhtishash dan bab yang terpanjang adalah

Jama’ Taktsir karena diisi empat puluh dua bait. Dalam muqaddimahnya, kitab puisi yang memakai

Bahar Rojaz ini disusun dengan maksud (1) menghimpun semua permasalahan nahwiyah dan

Page 19: Kompilasi Makalah Sejarah

19

shorof yang dianggap penting. (2) menerangkan hal-hal

yang rumit dengan bahasa yang singkat, tetapi sanggup

menghimpun kaidah yang berbeda-beda, atau dengan

sebuah contoh yang bisa menggambarkan satu

persyaratan yang diperlukan oleh kaidah itu. (3)

membangkitkan perasaan senang bagi orang yang ingin

mempelajari isinya. Semua itu terbukti, sehingga kitab ini

lebih baik dari pada Kitab Alfiyah karya Ibn Mu’thi. Meskipun begitu, penulisnya tetap menghargai

Ibnu Mu’thi karena tokoh ini membuka kreativitas dan lebih senior. Dalam Islam, semua junior

harus menghargai seniornya, paling tidak karena dia lebih sepuh, dan menampilkan kreatifitas.

Kitab Khulashoh yang telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa di dunia ini, memiliki posisi

yang penting dalam perkembangan Ilmu Nahwu. Berkat kitab ini dan kitab aslinya, nama Ibn Malik

menjadi popular, dan pendapatnya banyak dikutip oleh para ulama, termasuk ulama yang

mengembangkan ilmu di Timur. Al-Radli, seorang cendekiawan besar ketika menyusun Syarah Al-

Kafiyah karya Ibn Hajib, banyaklah mengutip dan mempopulerkan pendapat Ibn Malik. Dengan kata

lain, perkembangan nahwu setelah ambruknya beberapa akademisi Abbasiyah di Baghdad, dan

merosotnya para ilmuan Daulat Fathimiyah di Mesir, maka para pelajar pada umumnya mengikuti

pemikiran Ibnu Malik. Sebelum kerajaan besar di Andalusia runtuh, pelajaran nahwu pada awalnya,

tidak banyak diminati oleh masyarakat. Tetapi setelah lama, pelajaran ini menjadi kebutuhan dan

dinamislah gerakan karang-mengarang kitab tentang ilmu yang menarik bagi kaum santri ini. Di

sana beredarlah banyak karangan yang beda-beda, dari karangan yang paling singkat sampai

karangan yang terurai lebar. Maksud penulisnya ingin menyebarkan ilmu ini, kepada masyarakat,

dan dapat diambil manfaat oleh kaum pelajar. Dari sekian banyak itu, muncullah Ibn Malik, Ibn

Hisyam, dan al-Sayuthi. Karangan mereka tentang kitab-kitab nahwu banyak menampilkan metoda

baru dan banyak menyajikan terobosan baru, yang memperkaya khazanah keilmuan. Mereka tetap

menampilkan khazanah keilmuan baru, meskipun banyak pula teori-teori lama yang masih dipakai.

Dengan kata lain, mereka menampilkan gagasan dan kreatifitas yang baru, seolah-olah hidup

mereka disiapkan untuk menjadi penerus Imam Sibawaih (Penggagas munculnya Nahwu dan

Shorof, red.). Atas dasar itu, Alfiyah Ibn Malik adalah kitab yang amat banyak dibantu oleh ulama-

ulama lain dengan menulis syarah (ulasan) dan hasyiyah (catatan pinggir) terhadap syarah itu.

Dalam kitab Kasyf al-Zhunun, para ulama penulis Syarah Alfiyah berjumlah lebih dari empat puluh

orang. Mereka ada yang menulis dengan panjang lebar, ada yang menulis dengan singkat

(mukhtashar) , dan ada pula ulama yang tulisannya belum selesai. Di sela-sela itu muncullah

beberapa kreasi baru dari beberapa ulama yang memberikan catatan pinggir (hasyiyah) terhadap

kitab-kitab syarah. Syarah Alfiyah yang ditulis pertama adalah buah pena putera Ibn Malik sendiri,

Muhammad Badruddin (w.686 H). Syarah ini banyak mengkritik pemikiran nahwiyah yang diuraikan

oleh ayahnya, seperti kritik tentang uraian maf’ul mutlaq, tanazu’ dan sifat mutasyabihat.

Kritikannya itu aneh tapi putra ini yakin bahwa tulisan ayahnya perlu ditata ulang. Atas dasar itu,

Page 20: Kompilasi Makalah Sejarah

20

Badruddin mengarang bait Alfiyah tandingan dan mengambil syahid dari ayat al-Qur’an. Di situ

tampak rasional juga, tetapi hampir semua ilmuan tahu bahwa tidak semua teks al-Qur’an bisa

disesuaikan dengan teori-teori nahwiyah yang sudah dianggap baku oleh ulama. Kritikus yang pada

masa mudanya bertempat di Ba’labak ini, sangat rasional dan cukup beralasan, hanya saja ia

banyak mendukung teori-teori nahwiyah yang syadz. Karena itu, penulis-penulis Syarah Alfiyah yang

muncul berikutnya, seperti Ibn Hisyam, Ibn Aqil, dan Al-Asymuni, banyak meralat alur pemikiran

putra Ibn Malik tadi. Meskipun begitu, Syarah Badrudin ini cukup menarik, sehingga banyak juga

ulama besar yang menulis hasyiyah untuknya, seperti karya Ibn Jama’ah (w.819 H), Al-‘Ainy (w.855

H), Zakaria al-Anshariy (w.191 H), Al-Sayuthi (w.911 H), Ibn Qasim al-Abbadi (w.994 H), dan Qadli

Taqiyuddin ibn Abdulqadir al-Tamimiy (w.1005 H).

Di antara penulis-penulis syarah Alfiyah lainnya, yang bisa ditampilkan dalam tulisan ini, adalah Al-

Muradi, Ibn Hisyam, Ibn Aqil, dan Al-Asymuni.

Al-Muradi (w. 749 H) menulis dua kitab syarah untuk kitab Tashil al-Fawaid dan Nazham Alfiyah,

keduanya karya Ibn Malik. Meskipun syarah ini tidak popular di Indonesia, tetapi pendapat-

pendapatny a banyak dikutip oleh ulama lain. Antara lain Al-Damaminy (w. 827 H) seorang

sastrawan besar ketika menulis syarah Tashil al-Fawaid menjadikan karya Al-Muradi itu sebagai

kitab rujukan. Begitu pula Al-Asymuni ketika menyusun Syarah Alfiyah dan Ibn Hisyam ketika

menyusun Al-Mughni banyak mengutip pemikiran al-Muradi yang muridnya Abu Hayyan itu.

Ibn Hisyam (w.761 H) adalah ahli nahwu raksasa yang karya-karyanya banyak dikagumi oleh ulama

berikutnya. Di antara karya itu Syarah Alfiyah yang bernama Audlah al-Masalik yang terkenal

dengan sebutan Audlah. Dalam kitab ini ia banyak menyempurnakan definisi suatu istilah yang

konsepnya telah disusun oleh Ibn Malik, seperti definisi tentang tamyiz. Ia juga banyak menertibkan

kaidah-kaidah yang antara satu sama lain bertemu, seperti kaidah-kaidah dalam Bab Tashrif. Tentu

saja, ia tidak hanya terpaku oleh Mazhab Andalusia, tetapi juga mengutip Mazhab Kufa, Bashrah

dan semacamnya. Kitab ini cukup menarik, sehingga banyak ulama besar yang menulis

hasyiyahnya. Antara lain Hasyiyah Al-Sayuthi, Hasyiyah ibn Jama’ah, Hasyiyah putra Ibn Hisyam

sendiri, Hasyiyah Al-Ainiy, Hasyiyah Al-Karkhi, Hasyiyah Al-Sa’di al-Maliki al-Makki, dan yang menarik

lagi adalah catatan kaki (ta’liq) bagi Kitab al-Taudlih yang disusun oleh Khalid ibn Abdullah al-Azhari

(w. 905 H).

Adapun Ibn Aqil (w. 769 H) adalah ulama kelahiran Aleppo dan pernah menjabat sebagai penghulu

besar di Mesir. Karya tulisnya banyak, tetapi yang terkenal adalah Syarah Alfiyah. Syarah ini sangat

sederhana dan mudah dicerna oleh orang-orang pemula yang ingin mempelajari Alfiyah ibn Malik .

Ia mampu menguraikan bait-bait Alfiyah secara metodologis, sehingga terungkaplah apa yang

dimaksudkan oleh Ibn Malik pada umumnya. Penulis berpendapat, bahwa kitab ini adalah Syarah

Alfiyah yang paling banyak beredar di pondok-pondok pesantren, dan banyak dibaca oleh kaum

santri di Indonesia. Terhadap syarah ini, ulama berikutnya tampil untuk menulis hasyiyahnya. Antara

Page 21: Kompilasi Makalah Sejarah

21

lain Hasyiyah Ibn al-Mayyit, Hasyiyah Athiyah al-Ajhuri, Hasyiyah al-Syuja’i, dan Hasyiyah al-

Khudlariy.

Syarah Alfiyah yang hebat lagi adalah Manhaj al-Salik karya Al-Asymuni (w. 929 H). Syarah ini

sangat kaya akan informasi, dan sumber kutipannya sangat bervariasi. Syarah ini dapat dinilai

sebagai kitab nahwu yang paling sempurna, karena memasukkan berbagai pendapat mazhab

dengan argumentasinya masing-masing. Dalam syarah ini, pendapat para penulis Syarah Alfiyah

sebelumnya banyak dikutip dan dianalisa. Antara lain mengulas pendapat putra Ibn Malik, Al-

Muradi, Ibn Aqil, Al-Sayuthi, dan Ibn Hisyam, bahkan dikutip pula komentar Ibn Malik sendiri yang

dituangkan dalam Syarah Al-Kafiyah, tetapi tidak dicantumkan dalam Alfiyah. Semua kutipan-

kutipan itu diletakkan pada posisi yang tepat dan disajikan secara sistematis, sehingga para

pembaca mudah menyelusuri suatu pendapat dari sumber aslinya.

Kitab ini memiliki banyak hasyiyah juga, antara lain: Hasyiyah Hasan ibn Ali al-Mudabbighi, Hasyiyah

Ahmad ibn Umar al-Asqathi, Hasyiyah al-Hifni, dan Hasyiyah al-Shabban. Dalam muqaddimah

hasyiyah yang disebut akhir ini, penulisnya mencantumkan ulasan, bahwa metodanya didasarkan

atas tiga unsur, yaitu (a) Karangannya akan merangkum semua pendapat ulama nahwu yang

mendahului penulis, yang terurai dalam kitab-kitab syarah al-Asymuni. (b) Karangannya akan

mengulas beberapa masalah yang sering menimbulkan salah paham bagi pembaca. (c) Menyajikan

komentar baru yang belum ditampilkan oleh penulis hasyiyah sebelumnya. Dengan demikian, kitab

ini bisa dinilai sebagai pelengkap catatan bagi orang yang ingin mempelajari teori-teori ilmu nahwu.

Page 22: Kompilasi Makalah Sejarah

22

Friday, 14 November 2008

Mengenang Pak NatsirMengenang Pak NatsirMengenang Pak NatsirMengenang Pak Natsir

Ditulis oleh:

Dato’ Dr. Siddiq FadzilDato’ Dr. Siddiq FadzilDato’ Dr. Siddiq FadzilDato’ Dr. Siddiq Fadzil

“Izinkan kami untuk menumpang berteduh di bawah

bimbingan beliau, izinkan kami untuk sama-sama memiliki

beliau, karena kami tidak memiliki orang sebesar itu di

Malaysia”. Itulah kata-kata yang saya ucapkan selaku Presiden

ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia) ketika berkunjung ke

DDII sekitar tahun 1980-an. Saya ucapkan demikian sebagai

satu apresiasi ikhlas dari kami yang mewakili gerakan Islam di

Malaysia. Karena sejak berdirinya ABIM tahun 1972 kami tidak

dapat melihat orang lain yang dapat kami tuakan sebagai

tokoh gerakan Islam di rantau ini.

Kami mengenali Pak Nasir sejak tahun 1975. Saya dan Anwar

Ibrahim telah berkunjung ke rumah beliau untuk bersilaturahmi. Kunjungan kami pada waktu itu

sebenarnya dalam rangka menemui tokoh-tokoh pergerakan Islam di Indonesia dan sudah tentu

terutama sekali Pak Natsir yang memiliki pengalaman luas dalam gerakan Islam. Ketika itu kami

mewakili MBM (Majlis Belia Malaysia) dan Anwar Ibrahim sebagai presidennya untuk satu

pertemuan dengan pimpinan KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia). Ketika kunjungan ke

rumah Pak Natsir itu kami sangat terkesan dengan kesederhanaan beliau. Sebagai mantan

Perdana Menteri kami menjangkakan akan berkunjung ke rumah yang besar. Rupa-rupanya beliau

adalah orang yang sangat sederhana. Beliau juga mempunyai perwatakan yang lemah lembut dan

ramah. Kami mendengar nasihat beliau dan bertukar fikiran tentang perkembangan gerakan Islam.

Pada masa itulah pertama kali kami mendengar daripada beliau istilah “the rising tide of Islam”

sebagai menggambarkan fenomena kebangkitan Islam yang sedang menyemarak ketika itu. Tidak

lama daripada kunjungan kami itulah Anwar Ibrahim ditangkap dan dipenjarakan karena terlibat

dalam memprakarsai sebuah demonstrasi.

Pertemuan kami selanjutnya adalah sewaktu kunjungan Pak Nasir ke Malaysia. ABIM menyambut

kedatangan beliau dengan besar hati. Ketika itu presiden ABIM sedang dalam penjara, maka Al-

marhum Fadhil Noor, pemangku Presiden ABIM telah mewakili Anwar Ibrahim menyambut

kedatangan beliau. Saya ingat pada waktu itu beliau memberikan nasehat atau wejangan yang

sangat berharga bagi kami yang sedang mencari arah untuk membawa gerakan Islam yang kami

pimpin di Malaysia. Nasehat beliau adalah agar gerakan Islam tidak melawan semua musuh

Page 23: Kompilasi Makalah Sejarah

23

sekaligus. Bagi kami yang sedang mempunyai semangat yang membara karena masih muda-muda

ketika itu kami anggap sebagai nasehat dari orang tua kepada anak-anaknya. Kami menerima

nasehat itu sebagai satu kebijaksanaan dalam perjuangan. Saya masih ingat ketika beliau

memberikan khutbah di masjid negara, beliau telah merespon terhadap teori domino yang

dikaitkan dengan kemaraan Soviet Union. Dengan sangat bijaksana beliau mengupas satu hadis

yang biasa kami dengar tetapi cara pembahasannya sangat luar biasa. Hadis tentang 7 golongan

yang dilindungi oleh Allah itu dibahas dengan cerdas sehingga menjadi panduan dalam

memperkuat ketahanan nasional. Maka beliau merumuskan perlu adanya 7 faktor, seperti yang

disebut di dalam hadith tersebut, supaya bangsa ini kuat menghadapi musuh-musuhnya, baik itu

komunis atau lainnya. Pada masa itulah kami melihat kekuatan Pak Natsir iaitu ketajaman

intelektual yang dimiliki beliau sehingga mampu mengupas sesuatu dengan begitu menakjubkan.

Beliau begitu mahir mengangkat sesuatu nas tepat dengan situasi yang dihadapi umat.

Dalam satu kesempatan lain, saya berkunjung ke DDII mewakili teman-teman dari Malaysia. Ketika

itu DDII sedang menganjurkan kursus untuk pelajar-pelajar Timur Tengah yang sedang bercuti.

Tujuannya adalah untuk memberi pendedahan terhadap pemikiran haraki. Yang memeranjatkan

kami ketika itu ialah Pak Natsir meminta kami memberikan ceramah kepada para peserta, padahal

kami ke sana untuk belajar dengan beliau. Di sinilah kami terkesan dengan kerendahan hati beliau

yang justeru sebenarnya menunjukkan kebesaran jiwa dan sikap terbuka beliau. Entah dengan

sebab apa dan atas tujuan apa dia mengatakan mungkin ada sesuatu yang bermanfaat yang anda

dapat sampaikan kepada mereka. Dengan rendah hati kami menyahut cabaran tersebut dan saya

telah membicarakan tentang peranan Islam dalam sejarah kepulauan Melayu, dengan menekankan

kesatuan sejarah dan tradisi keintelektualan, bagaimana Islam telah merubah rupa dan jiwa rantau

ini. Saya juga menekankan perlunya kita mewujudkan perpaduan umat Islam tanpa melihat batas-

batas geografis.

Terakhir saya bertemu dengan Pak Natsir ketika beliau terlantar di rumah sakit. Kebetulan waktu

itu ada pertemuan di Indonesia dan beliau sedang sakit tenat dan tidak mampu berkomunikasi lagi.

Selain sebagai seorang aktivis gerakan Islam, Pak Natsir juga seorang pemikir. Beliau memiliki

banyak ide-ide yang orisinal. Beliau telah membicarakan tentang konsep demokrasi Islam lama

sebelum orang lain membicarakannya di Nusantara. Demokrasi Islam, beliau tegaskan, sangat

berbeda dengan demokrasi Barat. Istilah yang beliau kemukakan pada waktu itu adalah teistik

demokrasi. Konsep yang beliau kemukakan walaupun baru dan terawal tetapi cukup berbobot dan

dapat dipertahankan secara ilmiah. Selain itu beliau juga saya lihat adalah tokoh Islam di

Nusantara yang pertama yang mengkritik sekularisme secara intelektual. Walaupun tidak sedalam

yang dilakukan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas tetapi beliau telah berjaya menggambarkan

kesesatan ideologi tersebut dan menyadarkan khalayak.

Page 24: Kompilasi Makalah Sejarah

24

Pak Nasir sering berpesan agar gerakan Islam sentiasa optimis. Beliau selalu memetik ayat

“wallazina jahadu fina lanahdiyannahum subulana” “Dan orang-orang yang berjihad untuk Kami,

benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami” (al-Ankabut: 69). Cara beliau

mengupas ayat ini sangat mengesankan. Janji Tuhan katanya pasti terlaksana. Tetapi kejayaan

gerakan Islam itu menuntut pengorbanan. Pertolongan hanya akan diberikan kepada orang yang

benar-benar telah berjihad di jalan-Nya. Dan Jalan yang Allah bukakan itu bukan satu tetapi banyak

jalan karena dalam ayat itu disebut subul bukan sabil. Beliau juga mengatakan bahwa kekuatan

gerakan Islam terletak pada golongan dhu’afa (lemah). Sebagaimana disebut dalam sebuah hadis

“sesungguhnya kamu ditolong kerana kaum dhu’afa kamu”. Golongan ini beliau sebut sebagai

golongan “nothing to lose” karena mereka tidak punya apa-apa untuk dikhuatirkan.

Pesan beliau juga agar umat Islam waspada terhadap usaha musuh-musuh Islam menjatuhkan

umat Islam. Beliau pernah berucap tentang perlunya umat Islam waspada terhadap fenomena

penguasaan orang-orang Kristen dalam kabinet Suharto pada tahun 80-an. Beliau telah

mengingatkan umat Islam terhadap ayat “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang

kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka” (al-Baqarah 120). Di sini tampak

penguasaan beliau dan kemampuan beliau dalam berhujah dengan al-Qur’an dan Hadith. Sehingga

apapun isu yang ditangani beliau akan merujuk kepada al-Qur’an dan Hadith.

Kami juga sangat terkesan dengan kata-kata hikmat yang selalu diungkapkan oleh beliau dalam

banyak ucapannya. Di antaranya adalah: “air jangan keruh, ikan biar tertangkap”. Ini

menggambarkan wisdom yang beliau miliki. Sedapat mungkin gerakan Islam bisa mengelakkan diri

daripada bentrokan dengan musuh. Dan berfikir dengan bijaksana bagaimana tujuan dapat dicapai

tanpa mengundang berlakunya kekerasan. Beliau juga sering berpesan: “yang mudah kita kerjakan

sekarang, yang susah kita kerjakan nanti, yang mustahil kita kerjakan esok”. Di sini tampak beliau

sangat optimistik, langsung tidak menolak sebarang kemungkinan. Baginya segalanya mungkin

dan tidak ada yang mustahil dikerjakan. Cuma bagaimana kita bisa memberi keutamaan terhadap

perkara-perkara yang lebih utama, kini pemikiran seperti ini lebih dikenali dengan istilah fiqh al-

awlawiyyat. Bagi saya inilah buah fikiran beliau yang orisinal.

Pak Natsir memberi kesan terhadap perjuangan ABIM, khususnya dalam menyusun strategi

dakwah. Buku-buku beliau seperti fiqh al-dakwah, capita selecta, kepada ABIM beliau

menasihatkan perlunya dilakukan “blood transfusion” terhadap gerakan Islam yang lain. Ketika itu

PAS sedang mengalami pukulan hebat akibat kekalahan yang teruk dalam pemilu. Maka ABIM

katanya harus memberikan bantuan agar dapat menyegarkan dan menguatkan gerakan Islam itu.

Karena katanya apapun perbedaan yang wujud antara ABIM dan PAS, kedua-duanya merupakan

gerakan Islam yang perlu saling menyokong dan membantu. ABIM dibawah pimpinan Anwar

Ibrahim telah menerima saranan ini dan mengarahkan Fadhil Noor untuk menyertai PAS yang

semenjak itu telah banyak melakukan pembaikan dan memperkasakan organisasi tersebut.

Bahkan di bawah kepimpinan Fadhil Noor PAS telah menjadi ketua pembangkang (pembangkang

Page 25: Kompilasi Makalah Sejarah

25

dalam bahasa Indonesia berarti oposisi - af), walaupun kejayaan PAS ini tidak dapat disaksikan oleh

Pak Natsir sendiri.

Sejak jalinan mesra yang kami bina dengan Pak Nasir, ABIM mempunyai hubungan istimewa

dengan DDII sehinggalah sekarang. Keakraban kami dengan pimpinan DDII tetap wujud setelah

ketiadaan Pak Natsir, baik dengan Pak Rashidi, Anwar Haryono, sehinggalah Bang Husein. Kami

umpama adik beradik dalam satu keluarga dakwah. Atas dasar ini, banyak persamaan wujud

antara ABIM dan DDII khususnya dari segi visi dan misi. Tidak syak lagi ABIM telah banyak

terhutang kepada kebesaran Pak Natsir.

Pak Natsir adalah tokoh yang besar yang menjadi kebanggaan Nusantara. Beliau adalah seorang

pemikir yang berpengaruh di rantau ini. Keperibadian dan keintelektualan beliau terserlah. Bangsa

ini harus berbangga karena memiliki anak bangsa sepertinya. Beliau tidak mempunyai latar

belakang agama seperti para ulama kita namun sesiapapun tidak akan meragui kemampuannya

dalam bidang agama. Di rantau Melayu, beliau telah melakukan eksperimen pemerintahan Islam

yang terawal pada abad ke-20. Siapapun kita, baik seorang ilmuwan, pejuang dakwah, politikus,

atau orang biasa, ketika berhadapan dengan beliau akan terpikat dan terpegun dengan kebesaran

beliau. Dan yang menariknya kebesaran beliau sebenarnya terletak pada kerendahan hati, sikap

terbuka, dan lemah lembutnya.

Page 26: Kompilasi Makalah Sejarah

26

04-06-2007 23:32

Harga SejarahHarga SejarahHarga SejarahHarga Sejarah

Oleh:

KH. Hasan Abdullah SahalKH. Hasan Abdullah SahalKH. Hasan Abdullah SahalKH. Hasan Abdullah Sahal

Anggota Dewan Pengawas Yayasan Pemeliharaan dan Perluasan Wakaf Pondok Modern (YPPWPM)

Darussalam Gontor

Perbedaan background sejarah pribadi, referensi bacaan fenomena romantika kehidupan, why dan

what for, paling besar pengaruhnya dalam membaca dan menulis sejarah. Maka tidak bisa derajat

tingkat pangkat dijadikan jaminan. Lihat betapa riwayat hadits, berita media, politik ambisi dan

ambisi politik belahan dunia barat timur dan utara selatan.

Kesatuan karunia rasa dan karsa pada suatu bangsa adalah aset mahal yang tidak boleh dengan

mudah-murah disingkirkan, diremehkan, seakan tak berharga karena kedatangan suatu yang baru

dengan hiasan-hiasan yang banyak kepalsuan dan penipuannya.

Perjalanan panjang beberapa fase pencarian, dihambat kultur lama/ penjajahan, naik turun nasib,

simpang siur peristiwa menyedihkan ditambah SDM yang amat lemah buah penjajahan menjadi

modal mental tersendiri bagi bangsa yang cerdas, kritis, militan, golongan paling dibenci dan

ditakuti penjajah dan kaki tangannya.

Keadaan semakin kuat tapi diuji terus. Keterbukaan, kepeloporan, tanpa niat lompat kanan dan kiri,

seperti komedi monyet. Begitulah seharusnya Kyai/ Pemimpin Ummat menghargai sejarah. Bukan

keagungan manusianya, tokohnya, sakral keturunannya, tapi nilai-nilai positif, ajaran-ajarannya,

untuk mewaspadai masuknya nilai-nilai penjajah dan menghapus segala bentuk penjajahan dalam

bidang apapun, melalui jalur manapun, serta iming-iming rayuan bagaimanapun, meskipun dibalut

rapi dengan bertebarannya bunga-bunga istilah ilmiah "mencengangkan" , berlabel "teruji,

disepakati" para ilmuan-ilmuan, etc etc. Itu mulut penjajah dan kiat penjajahan.

Kita sedang dijajah, bukan akan dijajah. Jalan pintas orang terjepit nasib "sakit, miskin, bodoh,

mundur lagi adalah mengaduh mengeluh minta petunjuk dari penjajah yang katanya "sehat, kaya,

pandai, maju". Tak mungkin pernah ada penjajah yang meproklamirkan diri sebagai penjajah.

"Penyelamat" bangsa.

Solusi dan pelarian dari posisi terjepit bukan lagi pola dan praktek kerja keras kesungguhan,

kejujuran, keikhlasan pengorbanan ala para pendahulu tapi jalan pintas mengemis petunjuk

kepada yang bernasib kaya, berkuasa, orang pintar, punya ilmu pertuyulan, jin dan sebagainya.

Page 27: Kompilasi Makalah Sejarah

27

Bangsa yang besar adalah yang percaya bahwa: HANYA ALLAH SWT MAHA BESAR, AKBAR.

Renungkan kebalikannya!

Indahnya cobaan kepahitan. Manisnya ujian kenaikan pangkat "Kinasih Allah" selalu khusus

dinikmati pemegang panas "bara" jamroh Amanat Risalah Tauhid, menghadapi masalah-masalah

yang tak ada hentinya.

Ada menteri takut di reshuffle, ada pejabat takut dipecat, ada konglomerat takut tersaingi dan

bangkrut, ada celebrity takut tak "dibooking" lagi, ada cendekiawan takut digaji minim, ada pak

ustadz takut tak diundang kenduri, ada kyai ditinggalkan santrinya... ah palsu!, ada pedagang takut

kehilangan langganan, ada penjual takut kesepian pembeli, ada majikan takut didemo karyawan,

ada petani pajak pupuk panen pas-pasan, ada kuasa hukum kehabisan perkara, ada legislatif takut

direcall..ada apa lagi yaaa....teruskan sendiri.

Sejarah sudah tidak berharga? Semua sudah pernah punya sejarah, semua bebas membuat

sejarah, tapi kebebasan membuat sejarah ada aturannya. Seperti bebasnya orang membuat jalan,

tetap ada aturannya, meskipun di tanah sendiri, meskipun sudah bersertifikat, apalagi membuat

parit comberan. Meskipun itu jalur KAUM ARISTOKRAAT.

Kasihan yang tak boleh maju karena dianggap sudra. Lebih kasihan lagi oknum-oknum

pembodohan mewariskan kasta di alam kemerdekaan mempertahankan feodalisme modern. Nabi

Adam akan marah dan menyesal, nabi Musa akan kecewa, nabi Isa akan merintih, nabi

Muhammad akan menangis. Bukan untuk ini kami diutus menjadi rasul-rasul Allah, bukan ini pula

risalah kami.

Berlomba menjadi penggembala semua, siapa yang digembala? Mengaku paling berhak, mengaku

paling tahu, mengaku paling mampu, mengaku paling layak, mengaku paling disuka, mengaku

paling…..apa lagi?

Menghargai sejarah bangsa sendiri dengan cara salah, menghargai sejarah bangsa lain dengan cara

salah pula. Tidak benar, tidak adil, tidak jujur pula. Hasilnya salah dan terjadilah kerusakan

menyikapi sejarah dan membuat sejarah berikutnya.

Sumber-sumber sejarah harus yang paling kuat, terpercaya

penjelasan dan penafsirannya, kemudian menyikapinya

dengan positif, produktif. seperti sejarah penjajahan,

sejarah perjuangan kemerdekaan, sejarah kemerdekaan,

membangun RI. Semua menulis..... ..untuk manfaat siapa?

Putus asa, alih profesi (hijrah) atau menonaktifkan

Page 28: Kompilasi Makalah Sejarah

28

potensinya. Itu adalah hak setiap orang sedangkan putus asa lari dari tanggungjawab apalagi

membunuh masa depan dengan kekosongan atau bunuh diri adalah kekerdilan dan sikap protes

terhadap takdir. Tidak menghasilkan apa-apa dan tidak menguntungkan siapa-siapa.

Semua bentuk keputusasaan tercela dari segala penjuru, sedang alih profesi bisa di kategorikan

hijrah. TERBUKA, BERANI, KRITIS, CERDAS atau BIYAYAAN (perilaku tanpa pertimbangan perasaan/

adab, jiwa sedikitpun)? Nah, zaman anak-anak bertambah terbuka, kritis dan berani terhadap

lingkungan, pembenahan diri orang tua akan perilaku kesehariannya amat besar pengaruhnya

terhadap kepatuhan, respek mereka kepada miliu termasuk orang tua. Nanti mereka akan

menyanyi di mana-mana setelah orang tuanya tidak ada, positif atau negatif, sesuai konteks

pembicaraannya kelak.

Dua sikap cuek dan peduli bila kurang, tidak seimbang akan menimbulkan penyakit masyarakat

keluarga dan pribadi. Kesinambungan yang harmonis dan teduh amat ideal sekali, tapi banyak

"awet" tinggal di rak-rak perpustakaan "teori"..... . Kesinambungan sejarah nilai-nilai lebih penting

daripada kesinambungan fisik, lembaga. Teladani proses kaderisasi Rasulullah SAW, suasana akan

indah, teduh, damai dan bermoral.

Mengapa tulisan sejarah tentang politik kekuasaan lebih menonjol? Mengapa sengitnya persaingan,

panasnya perebutan dan ketatnya perlombaan "adu tangkas" memperjuangkan popularitas

mendorong penulis meletakkan politik, juga pertahanan dan ekonomi sebagai yang paling tidak

boleh tidak dikedepankan? Agama, moral dan pendidikan menjadi sumber penyakit menurut

pemilik kekuasaan, karena bisa mengurangi kredibilitas kepemimpinan, kecakapan dan lebih dari

itu membuka "kedok" kelicikan penjajahannya. Maka tidak perlu heran bila generasi yang akan

datang berpola dan bergaya musang bertitel ilmiah, berseragam "bulu ayam", berwibawa

meyakinkan. Hasilnya, "mark up" laporan bohong-bohongan. JALAN PINTAS menuju.....

POPULARITAS KOSONG!

Page 29: Kompilasi Makalah Sejarah

29

Shalawat AShalawat AShalawat AShalawat Atas Nabi SAWtas Nabi SAWtas Nabi SAWtas Nabi SAW

Oleh:

KH. Rahmat 'AbdullahKH. Rahmat 'AbdullahKH. Rahmat 'AbdullahKH. Rahmat 'Abdullah

Apa yang Tuan pikirkan tentang seorang laki-laki berperangai amat

mulia, yang lahir dan dibesarkan di celah-celah kematian demi

kematian orang-orang yang amat mengasihinya? Lahir dari rahim

sejarah, ketika tak ada seorangpun mampu mengguratkan

kepribadian selain kepribadiannya sendiri.

Ia produk ta'dib Rabbani (didikan Tuhan) yang menantang mentari

dalam panasnya dan menggetarkan jutaan bibir dengan sebutan

namanya, saat muaddzin mengumandangkan adzan.

Di rumahnya tak dijumpai perabot mahal. Ia makan di lantai seperti budak, padahal raja-raja dunia

iri terhadap kekokohan struktur masyarakat dan kesetiaan pengikutnya. Tak seorang pembantunya

pun mengeluh pernah dipukul atau dikejutkan oleh pukulannya terhadap benda-benda di rumah.

Dalam kesibukannya ia masih bertandang ke rumah puteri dan menantu tercintanya, Fathimah Az-

Zahra dan Ali bin Abi Thalib.

Fathimah merasakan kasih sayangnya tanpa membuatnya menjadi manja dan hilang kemandirian.

Saat Bani Makhzum memintanya membatalkan eksekusi atas jenayah seorang perempuan

bangsawan, ia menegaskan: "Sesungguhnya yang membuat binasa orang-orang sebelum kamu

ialah, apabila seorang bangsawan mencuri kamu biarkan dia dan apabila yang mencuri itu rakyat

jelata mereka tegakkan hukum atasnya. Demi Allah, seandainya Fathimah anak Muhammad

mencuri, maka Muhammad tetap akan memotong tangannya."

Hari-harinya penuh kerja dan intaian bahaya. Tapi tak menghalanginya untuk -- lebih dari satu dua

kali -- berlomba jalan dengan Humaira, sebutan kesayangan yang ia berikan untuk Aisyah binti Abu

Bakar Ash-Shiddiq. Lambang kecintaan, paduan kecerdasan dan pesona diri dijalin dengan hormat

dan kasih kepada Ash-Shiddiq, sesuai dengan namanya "si Benar". Suatu kewajaran yang

menakjubkan ketika dalam sibuknya ia masih menyempatkan memerah susu domba atau

menambal pakaian yang koyak. Setiap kali para shahabat atau keluarganya memanggil ia

menjawab: "Labbaik".

Dialah yang terbaik dengan prestasi besar di luar rumah, namun tetap prima dalam status dan

kualitasnya sebagai "orang rumah".

Page 30: Kompilasi Makalah Sejarah

30

Di bawah pimpinannya, laki-laki menemukan jati dirinya sebagai laki-laki dan pada saat yang sama

perempuan mendapatkan kedudukan amat mulia.

"Sebaik-baik kamu ialah yang terbaik terhadap keluarganya dan akulah orang yang terbaik diantara

kamu terhadap keluargaku." "Tak akan memuliakan perempuan kecuali seorang mulia dan tak

akan menghina perempuan kecuali seorang hina," demikian pesannya.

Di sela 27 kali pertempuran yang digelutinya langsung (ghazwah) atau di panglimai shahabatnya

(sariyah) sebanyak 35 kali, ia masih sempat mengajar Al-Qur'an, sunnah, hukum, peradilan,

kepemimpinan, menerima delegasi asing, mendidik kerumahtanggaan bahkan hubungan yang

paling khusus dalam keluarga tanpa kehilangan adab dan wibawa. Padahal, masa antara dua

pertempuran itu tak lebih dari 1,7 bulan.

Setiap kisah yang dicatat dalam hari-harinya selalu bernilai sejarah. Suatu hari datanglah ke masjid

seorang Arab gunung yang belum mengerti adab di masjid. Tiba-tiba ia kencing di lantai masjid yang

berbahan pasir. Para shahabat sangat murka dan hampir saja memukulnya. Sabdanya kepada

mereka: "Jangan. Biarkan ia menyelesaikan hajatnya." Sang Badui terkagum. Ia mengangkat

tangannya, "Ya Allah, kasihilah aku dan Muhammad. Jangan kasihi seorangpun bersama kami."

Dengan senyum ditegurnya Badui tadi agar jangan mempersempit rahmat Allah.

Ia kerap bercengkerama dengan para shahabatnya, bergaul dekat, bermain dengan anak-anak,

bahkan memangku balita mereka di pangkuannya. Ia terima undangan mereka; yang merdeka,

budak laki-laki atau budak perempuan, serta kaum miskin. Ia jenguk rakyat yang sakit di ujung

Madinah. Ia terima permohonan maaf orang.

Ia selalu lebih dulu memulai salam dan menjabat tangan siapa yang menjumpainya dan tak pernah

menarik tangan itu sebelum shahabat tersebut yang menariknya. Tak pernah menjulurkan kaki di

tengah shahabatnya hingga menyempitkan ruang bagi mereka. Ia muliakan siapa yang datang,

kadang dengan membentangkan bajunya. Bahkan ia berikan alas duduknya dan dengan sungguh-

sungguh. Ia panggil mereka dengan nama yang paling mereka sukai. Ia beri mereka kuniyah

(sebutan bapak atau ibu si Fulan). Tak pernah ia memotong pembicaraan orang, kecuali sudah

berlebihan. Apabila seseorang mendekatinya saat ia shalat, ia cepat selesaikan shalatnya dan

segera bertanya apa yang diinginkan orang itu.

Pada suatu hari dalam perkemahan tempur ia berkata: "Seandainya ada seorang shalih mau

mengawalku malam ini." Dengan kesadaran dan cinta, beberapa shahabat mengawal kemahnya. Di

tengah malam terdengar suara gaduh yang mencurigakan. Para shahabat bergegas ke arah sumber

suara. Ternyata Ia telah ada di sana mendahului mereka, tegak di atas kuda tanpa pelana. "Tenang,

hanya angin gurun," hiburnya. Nyatalah bahwa keinginan ada pengawal itu bukan karena ketakutan

atau pemanjaan diri, tetapi pendidikan disiplin dan loyalitas.

Page 31: Kompilasi Makalah Sejarah

31

Ummul Mukminin Aisyah Ra. Berkata: "Rasulullah SAW wafat tanpa meninggalkan makanan

apapun yang dimakan makhluk hidup, selain setengah ikat gandum di penyimpananku. Saat ruhnya

dijemput, baju besinya masih digadaikan kepada seorang Yahudi untuk harga 30 gantang gandum."

Sungguh ia berangkat haji dengan kendaraan yang sangat sederhana dan pakaian tak lebih dari 4

dirham, seraya berkata, "Ya Allah, jadikanlah ini haji yang tak mengandung riya dan sum'ah." Pada

kemenangan besar saat Makkah ditaklukkan, dengan sejumlah besar pasukan muslimin, ia

menundukkan kepala, nyaris menyentuh punggung untanya sambil selalu mengulang-ulang tasbih,

tahmid dan istighfar. Ia tidak mabuk kemenangan.

Betapapun sulitnya mencari batas bentangan samudera kemuliaan ini, namun beberapa kalimat ini

membuat kita pantas menyesal tidak mencintainya atau tak menggerakkan bibir mengucapkan

shalawat atasnya: "Semua nabi mendapatkan hak untuk mengangkat doa yang takkan ditolak dan

aku menyimpannya untuk ummatku kelak di padang Mahsyar nanti."

Ketika masyarakat Thaif menolak dan menghinakannya, malaikat penjaga bukit menawarkan

untuk menghimpit mereka dengan bukit. Ia menolak, "Kalau tidak mereka, aku berharap keturunan

dari sulbi mereka kelak akan menerima da'wah ini, mengabdi kepada Allah saja dan tidak

menyekutukan- Nya dengan apapun."

Mungkin dua kata kunci ini menjadi gambaran kebesaran jiwanya. Pertama, Allah, Sumber

kekuatan yang Maha dahsyat, kepada-Nya ia begitu refleks menumpahkan semua keluhannya. Ini

membuatnya amat tabah menerima segala resiko perjuangan; kerabat yang menjauh, shahabat

yang membenci, dan khalayak yang mengusirnya dari negeri tercinta. Kedua, Ummati, hamparan

akal, nafsu dan perilaku yang menantang untuk dibongkar, dipasang, diperbaiki, ditingkatkan dan

diukirnya.

Ya, Ummati, tak cukupkah semua keutamaan ini menggetarkan hatimu dengan cinta,

menggerakkan tubuhmu dengan sunnah dan uswah serta mulutmu dengan ucapan shalawat? Allah

tidak mencukupkan pernyataan-Nya bahwa Ia dan para malaikat bershalawat atasnya (QS. 33:56 ),

justru Ia nyatakan dengan begitu "vulgar" perintah tersebut, "Wahai orang-orang yang beriman,

bershalawatlah atasnya dan bersalamlah dengan sebenar-benar salam."

Allahumma shalli 'alaihi wa'ala aalih!

Page 32: Kompilasi Makalah Sejarah

32

"Kabinet" Tengah Hutan"Kabinet" Tengah Hutan"Kabinet" Tengah Hutan"Kabinet" Tengah Hutan

Siapa pemimpin kita sekarang yang hidupnya sederhana, bersahaja dan bisa dengan mudah kita

temui seperti Natsir?

Oleh:

M.S Dt. Tan KabasaranM.S Dt. Tan KabasaranM.S Dt. Tan KabasaranM.S Dt. Tan Kabasaran *

Pertama kali bertemu, bukan saya yang mendatanginya. Tapi ia --

Mohammad Natsir, datang ke Bukittinggi di awal Januari 1950--

mengundang untuk bertatap-muka. Kala itu, umur saya baru berusia 22

tahun. M. Natsir, kala itu, ia baru saja menjadi Ketua Partai Masyumi.

Saya aktif di Masyumi sejak belia. Berkecimpung di markas GPII

(Gerakan Pemuda Islam Indonesia) mulai dari tukang sapu, pembawa

tang Natsir, hingga jadi Pengurus Wilayah GPII Sumatera Tengah.

Sekarang, umur saya sudah 83 tahun.

"Angku Malin, kata pak Natsir (saat itu saya belum bergelar Datuk), jangan jauh-jauh dari ranah

Minang. Saya minta Angku Malin tetap saja di kampung (Bukittinggi) . Angku Malin harus menjadi

tampatan (tujuan pertama) setiap pengurus Masyumi Pusat dan GPII Pusat yang datang ke ranah

Minang," ujarnya kala itu.

Amanah itu, tetap saya pegang. Tenah beranjak dari ranah Minang, kendati yang memberi

amanah sudah lama berpulang ke pangkuan Allah Azza Wajalla.

Saya sangat mendalami garis dasar perjuangan Masyumi, yakni mewujudkan Islam sebagai Dasar

Negara Indonesia. Sudah beratus kali saya baca ulang naskah pidato beliau di muka sidang

Konstituante yang bertajuk "Islam Sebagai Negara ". Dan karena itulah pertama kali saya jadi

tertarik terjun ke GPII dan kemudian Masyumi.

Teladan di Tengah HutanTeladan di Tengah HutanTeladan di Tengah HutanTeladan di Tengah Hutan

M Natsir yang saya kenal adalah seorang pemimpin yang ikhlas dan istiqamah di mana dan kapan

pun, bahkan di tengah hutan sekalipun. Sebagai pembawa tas, saya ikut keluar masuk hutan.

Suatu ketika di dalam hutan, saya menyaksikan beliau didatangi orang kampung yang

mengantarkan pucuk ubi, nangka dan segala macam sayuran. Jumlah orang kampung ingin

menemuinya tak terseleksi. Seseorang berpakaian kotor, berambut kusut-masai datang sambil

Page 33: Kompilasi Makalah Sejarah

33

mengendap-ngendap padanya. Tapi, orang kampung ini dilarang pulang sebelum makan

bersamanya. Bahkan, orang kampung –yang tak jelas ini— diberi tempat duduk 'istimewa’, di

sebelah kanan beliau. Sedangkan di sebelah kiri, duduk ummi dan anak-anak beliau.

Kebesaran Pak Natsir juga tampak ketika beliau berbincang-bincang dengan orang kampung itu.

Natsir mebicarakan spirit perjuangan, tapi tidak dengan bahasa 'tinggi'. Jadi, siapapun yang mau

datang tidak dibebani rasa takut. Lain dengan Pak Syaf (Syafruddin Prawiranegara) atau Pak Bur

(Burhanuddin Harahap).

Hampir dua tahun berada dalam rimba bersamanya, tak sekalipun ia minta dipapah atau ditandu.

Teladan ini menumbuhsuburkan benih kesetiaan di hati kami, dan para kadernya hingga di

pelosok kampung dan di pinggir hutan sekali pun. Kesetiaan para kadernya itu sangat kami rasakan

dan kami saksikan.

Rimbo (hutan) pertama yang kami huni adalah Rimbo Sitalang. Ini merupakan kawasan terujung

dari wilayah Lubukbasung Utara berbatasan dengan Palembayan, hanya satu jam sudah dekat

dengan lokasi tentara terlatih. Di sebuah dangau , di tengah rimba Sitalang itulah pak Natsir

diungsikan dari kejaran tentara Soekarno. Lebih delapan bulan beliau ada di sini. Tapi tidak pernah

tercium oleh tentara Soekarno. Masyarakat benar-benar berjuang menyelamatkan keberadaanya.

Sehingga tidak ada orang yang tahu lokasinya. Bila pun ada yang tahu, tapi masyarakat benar-benar

bisa menutup mulut. Begitulah kharisma Pak Natsir di hati ummat.

Natsir berada dalam persembunyian itu selama lebih 11 bulan dengan aman. Barulah keluar dari

hutan melalui Aia Kijang setelah Ketua Dewan Perjuangan PRRI, Ahmad Husein, mengumumkan

dihentikannya perlawanan, pada awal Juni 1961.

Perlawanan M Natsir —bahkan ada yang menyebut pemberontakan PRRI dan RPI—oleh RZ Leirissa,

dalam buku PRRI Permesta: Strategi Membangun Indonesia Tanpa Komunis, merupakan usaha

untuk menggalang kesatuan di antara berbagai kelompok dalam bangsa Indonesia yang menolak

konsepsi Presiden Soekarno dan pengaruh komunisme. Menurut Leirissa, PRRI sejak awal tak

berniat memberontak. Namun, setelah Soekarno mengeluarkan amnesty, membuat Natsir turun

gunung.

Kabinet Tengah Malam Kabinet Tengah Malam Kabinet Tengah Malam Kabinet Tengah Malam

Ada kenangan yang membuat saya tak pernah bisa tidur terkait dengan Pak Natsir. Saat itu

terdengar rencana kaum Kristen mendirikan Rumah Sakit Baptis di Bukittinggi. Allah SWT

berkehendak lain, rencana jangka panjang mereka dengan RS Baptis itu "bocor" keluar. Saya

berhasil mendapatkan anggaran dasar mereka melalui seorang kader. Bocoran itu lalu kami

sebarkan ke masyarakat sehingga setiap upaya Baptis membeli tanah, berhasil kami gagalkan.

Page 34: Kompilasi Makalah Sejarah

34

Kemudian kami "tabik pangana", perjuangan harus diarahkan bukan lagi pada pemilik tanah

karena "kijang lah lapeh ka rimbo", tetapi kepada "pemilik" kota ini yaitu pemerintah. Caranya

dengan mendesak DPRD bersidang dan mengeluarkan keputusan agar Walikota tidak memberi

izin pembangunan RS Baptis. Kegagalan ini membuat misi terselubung lewat Rumah Sakit menjadi

sedikit cerdas. Mereka berpindah-pindah memanfaatkan cara dengan membeli tanah masyarakat

di berbagai tempat.

“Perjuangan” akhirnya harus dirobah dengan cara lebih strategis. Yakni mendesak Ketua DPRD

Bukit Tinggi, kala itu, Munir Marzuki Datuk Sutan Maharajo, untuk menjelaskan masalah ini.

"Kami minta DPRD melaksanakan rapat pleno darurat dengan keputusan melarang Walikota

Bukittinggi memberikan izin bangunan kepada Baptis," ujar saya mewakili teman-teman.

Gayung bersambut, ketua DPRD terbakar semangatnya melaksanakan rapat darurat. Kader

Masyumi yang di parlemen --memang teruji kesetiaannya pada perjuangan umat-- mendadak

mengumpulkan anggota dewan, lalu membicarakan tuntutan kami yang mendesak

dilaksanakannya 'sidang istimewa' DPRD Bukittinggi dengan agenda tunggal melahirkan

keputusan melarang saudara Walikota mengeluarkan izin bangunan bagi RS Baptis.

Maka, singkat kata, dalam perdebatan yang cukup hangat di siang itu, akhirnya DPRD sepakat

menggelar Sidang Darurat. Bahkan tuntutan kami agar Sidang Darurat dilaksanakan dalam tempo

1x24 jam lagi, ternyata mereka penuhi. Walau saat itu puasa (Ramadhan). Besok malamnya,

DPRD Bukittinggi melaksanakan Sidang Darurat di kantornya, di sebelah Masjid Raya sekarang.

Inilah peristiwa pertama DPRD bersidang malam hari, dengan agenda tunggal yang terkait dengan

nasib umat. Sidang disaksikan umat Islam Bukittinggi yang datang berduyun-duyun. Menjelang

makan sahur Ketua DPRD tampil membacakan hasil Keputusan Sidang Darurat. Isinya, larangan

kepada Walikota Bukitinggi memberi izin mendirikan bangunan kepada Yayasan Baptis untuk

mendirikan Rumah Sakit. Keputusan DPRD disambut pekikan takbir oleh ribuan massa dan sujud

syukur kaum ibu. Sebagian basalah oleh air mata.

Awal Juli 1968, datanglah Pak Natsir dari Jakarta. Beliau diundang oleh Gubernur Sumbar, ketika

itu Pak Harun Zain dan Walikota Padang Akhirun Yahya. Ketika itu Pak Harun berpikir bagaimana

mengembalikan dan membangkitkan harga diri orang Minang yang merasa 'kalah' pasca PRRI.

Kedatangan pak Natsir juga membuat kami bercerita tentang kasus RS Baptis.

Sebelum balik ke Jakarta, Pak Natsir menitipkan pesan khusus di atas kertas koran ukuran

setengah folio. Belum ada kertas HVS seperti sekarang.

Page 35: Kompilasi Makalah Sejarah

35

”Perlu mengubah cara engku-engku sekalian dalam menghadapi lawan yang semakin hari semakin

kuat. Yaitu dengan membuat amal-amal yang bermafaat bagi umat. Umpanya, membuat Rumah

Sakit Islam di Bukittingi. Pikirkanlah ini, dan nanti kita persamakan," begitu pesan pentingnya.

Surat kecil itu saya serahkan ke Buya Datuk Palimokayo. Setelah pesan kecil itu menghasilkan

satu keputusan umat Islam Bukutittinggi yakni sepakat membentuk sebuah badan yang diberi

nama Lembaga Kesehatan Dakwah. Belakangan melahirkan keputusan dibangun Rumah Sakit

Islam di Bukitinggi. Untuk yang ini, M. Natsir bahkan mengirim tenaga ahli dari Jakarta. Tidak hanya

di Bukittinggi, surat M Natsir juga telah memprakarsai pembangunan RS Islam Yarsi di Padang,

Padang Panjang, Payakumbuh, Panti dan di Kapar Pasaman.

Tapi, siapa pemimpin kita sekarang –hatta, pemimpin partai-partai Islam— yang hidupnya

sederhana, bersahaja dan bisa dengan mudah kita temui? Siapa pula anggota dewan dan DPRD

kita yang bisa diajak rapat sampai tengah malam? Allahu a’lam?

Tan Kabasaran adalah Mantan Pengawal Pak Natsir di Hutan Sumatera Barat, tokoh Masyumi

Sumbar dan Senior Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia wilayah Sumatera Barat. Cerita ini sedang

dalam proses pembukuan

Page 36: Kompilasi Makalah Sejarah

36

Imam Muslim: Ulama dengan 300.000 Hadits diImam Muslim: Ulama dengan 300.000 Hadits diImam Muslim: Ulama dengan 300.000 Hadits diImam Muslim: Ulama dengan 300.000 Hadits di Kepalanya Kepalanya Kepalanya Kepalanya

Oleh:

Prof. Dr. Ali Mustafa YaqubProf. Dr. Ali Mustafa YaqubProf. Dr. Ali Mustafa YaqubProf. Dr. Ali Mustafa Yaqub

Pengasuh Pesantren Darus-Sunnah dan Imam Besar Masjid Istiqlal

Keharuman namanya tak akan pernah hilang sepanjang zaman. Dalam setiap ceramah, hampir

semua ustadz selalu mengutip karya-karyanya. Beliau adalah ulama kenamaan, terutama dalam

bidang dan ilmu hadits. Nama lengkap berikut silsilahnya adalah Imam Abu al-Husain Muslim bin

Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi al-Naisaburi. Lahir tahun 204 H/ 820 M atau menurut riwayat lain

206 H/ 822 M.

Beliau dinisbahkan kepada nenek moyangnya, Qusyair bin Ka'ab bin Rabiah bin Sha'sha'ah, suatu

keluarga bangsawan besar di wilayah Arab. Di samping (penisbahan) kepada Qusyair, beliau juga

dinisbahkan kepada Naisapur. Hal ini karena beliau putera kelahiran Naisapur, yakni kota kecil di

Iran bagian timur laut.

PengembaraanPengembaraanPengembaraanPengembaraan

Semenjak berusia kanak-kanak, Imam Muslim telah rajin menuntut ilmu. Di dukung kecerdasan

luar biasa, kekuatan ingatan, kemauan yang membaja, dan ketekunan yang mengagumkan, konon

ketika berusia 10 tahun, beliau telah hafal al-Qur'an seutuhnya serta ribuan hadits berikut

sanadnya. Sungguh prestasi yang teramat mengagumkan.

Seperti halnya Imam al-Bukhari, Imam Muslim juga mengadakan pengembaraan intelektual ke

berbagai negeri Islam, seperti Hijaz, Iraq, Syam, Mesir, Baghdad, dan lain-lain guna memburu hadits

dan berguru pada ulama-ulama kenamaan. Beliau telah mengunjungi hampir seluruh pusat

pengkajian hadits yang ada pada saat itu, bahkan terkadang dilakukannya berkali-kali, seperti ke

Baghdad. Semua ini merupakan bukti konkret bahwa perhatian Imam Muslim terhadap

peninggalan Nabi saw yang monumental ini sangat besar.

Pengembaraan perdananya dimulai ke Makkah pada tahun 220 H sekaligus menunaikan ibadah

haji. Kemudian pada tahun 230 H beliau melakukan pengembaraan intelektual yang secara spesifik

untuk kepentingan hadits. Sedang lawatannya yang terakhir terjadi pada tahun 259 H ke Baghdad

saat usianya mencapai 53 tahun. Dalam pengembaraannya itu, beliau tidak mengenal usia.

Semenjak usia yang relatif masih sangat muda sampai berusia senja, beliau tidak pernah berhenti

apalagi putus asa dalam pengembaraannya mengejar dan memburu Hadits Nabi saw.

Page 37: Kompilasi Makalah Sejarah

37

Guru dan MuridnyaGuru dan MuridnyaGuru dan MuridnyaGuru dan Muridnya

Dalam lawatan intelektualnya, Imam Muslim tercatat

banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan, tentunya

dalam rangka mencari hadits. Beliau berguru kepada Yahya

dan Ishak bin Rahawaih di Khurasan, Muhammad bin

Mahran dan Abu Ghassan di Ray, Ahmad bin Hanbal dan

Abdullah bin Maslamah di Iraq, Said bin Manshur dan Abu MasUab di Hijaz, Tamr bin Sawad dan

Harmalah bin Yahya di Mesir. Beliau juga belajar dari Usman dan Abu Bakar (keduanya putra Abu

Syaibah), Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil al-Jury, Zuhair bin Harb, Amr al-Naqid, Muhammad bin al-

Mutsanna, Muhammad bin Yasar, Harun bin Said al-UAili, Qutaibah bin Sa'id, dan yang tak boleh

terlupakan beliau juga berguru pada Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari.

Tidak sedikit para ulama yang meriwayatkan hadits dari Imam Muslim. Di antaranya terdapat

ulama-ulama besar yang sederajat dengannya, seperti Abu Hafidh al-Razi, Musa bin Harun, Ahmad

bin Salamah, Abu Bakar bin Khuzaimah, Yahya bin Said, Abu Tawwanah al-Ishfiroyini, dan Abu Isa

al-Tirmidzi. Selain ulama-ulama di atas, yang juga tercatat sebagai murid Imam Muslim antara lain;

Ahmad bin Mubarak al-Mustamli, Abu al-Abbas Muhammad bin Ishak bin al-Siraj. Di antara sekian

banyak muridnya itu, yang paling istimewa adalah Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan, seorang ahli

fiqih lagi zahid. Ia adalah perawat utama kitab Shahih Muslim.

Selain karya besar Imam Muslim yang sangat monumental, yaitu kitab Shahih Muslim, beliau juga

tercatat mempunyai buah karya lebih dari 20; antara lain: al-Ullal, al-Aqran, al-IntifaUbi Uhub al-Siba,

Kitab Man Laisa Lahu Illa Rawin Wahid, Aulad al-Shahabah, Al-Musnad al-Kabir, Al-Thabaqat

(Thabaqat al-Kubra), Kitab al-Mukhadramin, Al-JamiUal-Kabir, Kitab al-Tamyiz, Kitab al-Asma wa al-

Kuna, Kitab Su'alatihi Ahmad bin Hanbal, dan sebagainya.

Banyak ulama yang memandang Imam Muslim sebagai ulama hadits nomor dua setelah Imam al-

Bukhari. Hal yang tidak mengherankan, mengingat Imam Muslim merupakan murid Imam al-

Bukhari.

Al Khatib al-Baghdadi mengatakan, Muslim telah mengikuti jejak al-Bukhari, memperhatikan

ilmunya dan menempuh jalan yang dilaluinya. Pernyataan ini tidaklah berarti Imam Muslim

hanyalah figur yang hanya mampu bertaqlid pada al-Bukhari, sebab Imam Muslim mempunyai ciri

dan pandangan tersendiri dalam menyusun kitabnya. Beliau juga mempunyai metode baru yang

belum pernah diperkenalkan ulama sebelumnya.

Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama hadits maupun ulama

lainnya. Al-Khatib al-Baghdadi meriwayatkan dengan sanad lengkap dari Ahmad bin Salamah,

Page 38: Kompilasi Makalah Sejarah

38

katanya "Saya melihat Abu Zur'ah dan Abu Hatim senantiasa mengistimewakan dan mendahulukan

Muslim bin al-Hajjaj di bidang pengetahuan hadits sahih atas guru-guru mereka."

Ishaq bin Rahawaih pernah memuji Imam Muslim dengan perkataannya "Adakah orang yang

seperti Muslim?" Demikian pula Ibn Abi Hatim menyatakan "Muslim adalah seorang hafidh (ahli

hadis). Saya menulis hadits yang diterima dari dia di Ray." Selanjutnya Abu Quraisy al-Hafidh

menyatakan bahwa di dunia ini, orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat, salah

satunya adalah Muslim. Tentunya, yang dimaksud dengan pernyataan ini adalah ahli-ahli hadits

terkemuka yang hidup pada masa Abu Quraisy.

Dengan munculnya berbagai komentar dari para ulama terhadap kepakaran Imam Muslim dalam

disiplin ilmu Hadits ini, cukuplah kiranya menjadi bukti awal bahwa beliau memang figur yang

pantas mendapat sanjungan yang demikian, dan tentunya setelah al-Bukhari.

Karya MonumentalKarya MonumentalKarya MonumentalKarya Monumental

Sejarah mencatat bahwa Imam Muslim merupakan ulama kedua yang berhasil menyusun kitab al-

Jami' al-shahih yang di kemudian hari terkenal dengan sebutan Shahih Muslim. Kitab ini berisi

10.000 hadits yang disebutkan secara berulang-ulang (mukarrar) atau sebanyak 3.030 buah hadits

tanpa pengulangan. Hadits sejumlah itu disaring dengan sangat ketat dari 300.000 buah hadits

selama kurun waktu 15 tahun.

Berdasarkan kualitas keshahihannya, para ulama memasukkan karya Imam Muslim ini pada

peringkat kedua setelah karya monumental Imam al-Bukhari (Shahih al-Bukhari). Hal ini karena

syarat yang ditetapkan oleh Imam Muslim relatif lebih longgar daripada syarat yang ditetapkan

Imam al-Bukhari. Dalam persambungan sanad (ittisal al-sanad) antara yang meriwayatkan (rawi)

dengan yang menerimanya (marwi'anhu) atau antara murid dan guru menurut Imam Muslim hanya

cukup syarat mu'asharah (semasa), tidak harus terjadi liqa' (pertemuan) antara keduanya.

Sementara Imam Al-Bukhari mensyaratkan terjadinya liqa 'untuk menyatakan terjadinya

persambungan sanad.

Shahih Muslim merupakan hasil dari sebuah kehidupan yang penuh berkah. Pasalnya, ia dikerjakan

secara terus-menerus oleh penulisnya, baik ketika berada di suatu tempat, dalam perjalanan

pengembaraan, dalam situasi sulit maupun lapang, serta melalui proses pengumpulan,

penghafalan, penulisan, dan penyaringan yang ekstra ketat. Sehingga kitab ini sebagaimana kita

lihat, merupakan sebuah kitab shahih yang teramat baik dan sistematis. Oleh karena itu, tidak

heran rasanya jika Imam Muslim sangat menyanjung dan mengagungkan kitab monumentalnya.

Sebagai wujud kegembiraan atas karunia Allah yang diterimanya, beliau pernah bertutur "Apabila

penduduk bumi ini menulis hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-

Page 39: Kompilasi Makalah Sejarah

39

putar di sekitar kitab musnad ini." Maksud beliau adalah kitab Shahih Muslim itu.

Adapun ketelitian, kecermatan, dan kehati-hatian beliau terhadap hadits yang dituangkan dalam

kitab Shahih-nya itu dapat disimak dari penuturannya sebagai berikut:

"Aku tidak mencamtumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini melainkan dengan alasan. Aku juga

tiada menggugurkan sesuatu hadits dari kitabku ini melainkan dengan alasan pula."

SpesifikSpesifikSpesifikSpesifikasi Shahih Muslimasi Shahih Muslimasi Shahih Muslimasi Shahih Muslim

Secara eksplisit, Imam Muslim tidak menegaskan syarat-syarat tertentu yang diterapkan dalam

kitab Shahih-nya. Kendati demikian, para ulama telah menggali dan mengkaji syarat-syarat itu

melalui penelitian yang serius terhadap kitab itu. Penelitian dan pengkajian ini membuahkan

kesimpulan bahwa syarat-syarat yang diterapkan Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya adalah

antara lain:

Pertama, beliau tidak meriwayatkan hadits kecuali dari para periwayat yang adil, dlabith (kuat

hafalan), dan dapat dipertanggungjawabk an kejujurannya.

Kedua, beliau sama sekali tidak meriwayatkan hadits kecuali hadits-hadits musnad lengkap dengan

sanad-nya), muttashil (sanad-nya bersambung), dan marfu' (berasal dari Nabi saw). Keterangan

Imam Muslim dalam muqaddimah kitab Shahih-nya akan lebih memberikan gambaran yang cukup

jelas kepada kita mengenai syarat-syarat yang diterapkan Imam Muslim dalam karya besarnya.

Beliau mengklasifikasikan hadits menjadi tiga katagori: hadits-hadits yang diriwayatkan oleh rawi

adil dan kuat hafalan; hadits-hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang tidak diketahui keadaannya

(majhul al-hal) dan sedang-sedang saja kekuatan hafalan dan ingatannya; hadits-hadits yang

diriwayatkan oleh rawi yang lemah (hafalan dan ingatan) dan rawi yang haditsnya ditinggalkan

orang.

Untuk hadits kategori ketiga, Imam Muslim tidak meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya. Sementara

apabila Imam Muslim meriwayatkan hadits kategori pertama, beliau senantiasa menyertakan pula

hadits kategori kedua.

Sebagai buah karya yang monumental, kitab Shahih Muslim memiliki beberapa ciri khusus, di

antaranya; beliau menghimpun matan-matan hadits yang satu tema lengkap dengan sanad-nya

pada satu tempat (bab), tidak memisahkannya dalam tempat yang berbeda, serta tidak mengulang-

ulangnya, kecuali dalam kondisi yang mengharuskan, seperti untuk menambah faedah pada sanad

atau matan hadits.

Page 40: Kompilasi Makalah Sejarah

40

Ketelitian dan kecermatan dalam menyampaikan kata-kata selalu dipertahankannya secara

optimal, sehingga apabila seorang rawi berbeda dengan rawi lain dalam penggunaan redaksi yang

berbeda, padahal makna (substansi) dan tujuannya sama; yang satu meriwayatkan dengan suatu

redaksi dan rawi lain meriwayatkan dengan redaksi yang lain pula; maka dalam hal ini Imam

Muslim menjelaskannya. Selain itu, beliau berusaha menampilkan hadits-hadits musnad (hadits

yang sanad-nya Muttashil) dan marfu' (hadits yang dinisbahkan kepada Nabi saw). Karenanya,

beliau tidak memasukkan perkataan-perkataan sahabat dan tabiin.

Imam Muslim juga tidak banyak meriwayatkan hadits muallaq (hadits yang sanad-nya tidak ditulis

secara lengkap). Di dalam kitab Shahih-nya hanya memuat 12 Hadis muallaq yang kesemuanya

difungsikan sebagai mutabi' atau penguat, bukan sebagai hadits utama (inti).

Begitulah, akhirnya setelah mencapai usia 55 tahun, Imam Muslim menghembuskan nafas yang

terakhir pada Ahad sore, 25 Rajab 261 H. Jenazahnya dikebumikan di salah satu daerah di luar

Naisapur pada hari Senin. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun. Semoga Allah merahmati dan

meridhainya, serta menerima jerih payahnya dalam menyebarluaskan ilmu-ilmu keislaman. Amin.

Page 41: Kompilasi Makalah Sejarah

41

Opini - Republika

Rabu, 13 Februari 2008

HAMKA Menggerakkan Infak HAMKA Menggerakkan Infak HAMKA Menggerakkan Infak HAMKA Menggerakkan Infak

Oleh:

Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin M.Sc dan Fuad Nashar S.SosProf. Dr. KH. Didin Hafidhuddin M.Sc dan Fuad Nashar S.SosProf. Dr. KH. Didin Hafidhuddin M.Sc dan Fuad Nashar S.SosProf. Dr. KH. Didin Hafidhuddin M.Sc dan Fuad Nashar S.Sos

(Badan Amil Zakat Nasional)

Buya Prof. Dr. Hamka adalah seorang ulama pejuang, ulama panutan

umat, yang istiqamah menjalankan fungsi ulama waratsatul anbiya

(ulama pewaris nabi). Ulama dan pujangga besar Islam yang lahir di

Sungai Batang, Maninjau, Sumatra Barat, 16 Februari 1908, itu juga

seorang pemimpin Islam yang disegani.

Beliau ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama.

Seluruh kehidupan Buya Hamka tidak dapat dipisahkan dari dakwah

dan perjuangan yang ikhlas untuk kemajuan Islam, kemerdekaan bangsa, dan pembangunan umat

dalam dimensi yang luas.

Membicarakan peranan Buya Hamka dalam pengentasan kemiskinan dan memotivasi umat dalam

berinfak sekurangnya dapat ditelusuri dari perjuangan beliau di medan dakwah dan

kemasyarakatan serta dari buku-buku pembangun jiwa yang beliau tulis sejak dekade 1930-an. Di

bidang dakwah dan kemasyarakatan, sejak 1926 Buya Hamka aktif membina umat sebagai

pemimpin Muhammadiyah Cabang Padang Panjang yang waktu itu merupakan pusat

perkembangan Muhammadiyah di Sumatra Barat.

Muhammadiyah bukan saja dikenal sebagai gerakan pembaharuan Islam yang memandu umat

agar kembali kepada Alquran dan As-Sunnah serta meninggalkan kepercayaan dan amalan yang

tidak diajarkan dalam Alquran dan Sunah, tapi sekaligus menghidupkan dan menyuburkan amal

tolong-menolong di dalam masyarakat Islam.

Muhammadiyah menjadi perkumpulan Islam yang memelopori dakwah dan membangun

pendidikan umat secara mandiri, yakni tidak menerima bantuan subsidi dari pemerintah kolonial,

tapi sepenuhnya didukung oleh infak dan amal jariyah umat Islam sendiri. Dalam organisasi

Muhammadiyah terdapat majelis PKU yang dahulu singkatan dari Penolong Kesengsaraan Umum,

Majelis Ekonomi, serta Majelis Wakaf dan Kehartabendaan.

Page 42: Kompilasi Makalah Sejarah

42

Buya Hamka adalah penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah hingga wafatnya. Menarik disimak

dalam salah satu buku karya Hamka yang legendaris sampai sekarang, yaitu Tasawuf Modern

(cetakan pertama 1939), Hamka mengupas secara filosofis sikap manusia terhadap harta benda

dan tuntunan Islam agar manusia tidak jatuh diperbudak oleh harta.

Lebih jauh Hamka mengutip ahli hikmah yang menyatakan, ''Maa ahsanad diina wad dunya idzaj

tama'a, wa 'aqbahal kufra wal iflasa fir rajul''. Artinya, alangkah indahnya kalau berkumpul agama

dan dunia pada seseorang dan alangkah sengsaranya pula kalau berkumpul kekafiran dan

kemiskinan pada diri manusia.

Dalam buku Lembaga Hidup (cetakan pertama 1940), Buya Hamka mengupas hak perseorangan

dalam Islam, yaitu hak hidup, hak kemerdekaan diri, hak persamaan, hak politik, dan hak mencari

rezeki. Ketika mengupas hak mencari rezeki, Hamka memotivasi umat dengan menjelaskan

kedudukan dan peranan zakat sebagai wujud tanggung jawab terhadap sesama manusia.

Menurut Hamka, perbedaan nyata antara teori komunis dan Islam ialah dalam komunis harta

kepunyaan bersama, hasilnya untuk sendiri-sendiri. Dalam Islam, harta kepunyaan sendiri hasilnya

dinikmati bersama-sama.

Hamka menyatakan bahwa zakat adalah pengorbanan yang tidak boleh tidak untuk masyarakat.

Siapa yang bertambah tinggi jiwanya boleh ditambah dengan sedekah sunat berapa suka dan

sanggup sesuai dengan ayat Alquran, ''Barang siapa yang dapat membersihkan kebakhilan dirinya,

itulah orang yang beroleh keberuntungan. '' (QS Muhammad [47] ayat 38).

Perspektif pemikiran Hamka lebih jauh menyingkap korelasi zakat dengan kemajuan masyarakat

dalam Islam. Hamka dalam bukunya itu menjelaskan cita-cita yang paling tinggi di dalam

kehidupan masyarakat, yaitu bebas dari kemiskinan, bebas dari rasa takut. Itu merupakan tangga

untuk kemerdekaan dan jalan untuk kemajuan masyarakat (QS Quraisy [106] ayat 3-4).

Pada tahun 1950 terbit buku Buya Hamka berjudul Keadilan Sosial dalam Islam. Dalam buku

tersebut beliau antara lain mengetengahkan masalah zakat ditinjau dari sisi hukum maupun

praktiknya sebagai salah satu pilar dalam mewujudkan keadilan sosial dalam kehidupan umat

Islam. Pada masa itu buku-buku berbahasa Indonesia yang mengupas masalah zakat belum begitu

banyak.

Sementara itu, layak dicatat peranan dan amal Buya Hamka dalam gerakan pengentasan

kemiskinan dan memotivasi umat dalam berinfak, yaitu sewaktu Pemerintah Daerah Khusus Ibu

Kota Jakarta di bawah pimpinan Gubernur H Ali Sadikin tahun 1968 memelopori pembentukan

Badan Amil Zakat (disingkat BAZ, tahun 1973 diubah menjadi BAZIS). Buya Hamka adalah tokoh

Page 43: Kompilasi Makalah Sejarah

43

ulama yang mendukung langkah pembentukan Badan Amil Zakat tersebut, sebagai bagian dari

upaya pengentasan kemiskinan dan mewujudkan kemaslahatan umat.

Dukungan Buya Hamka dan beberapa tokoh ulama lainnya saat itu sangat besar artinya terhadap

pertumbuhan BAZIS. Umat Islam di Ibu Kota dan jamaah Masjid Agung Al-Azhar khususnya

mengenang Buya Hamka sebagai pemimpin, khatib, dan imam besar Masjid Agung Al-Azhar yang

pertama.

Beliaulah yang pertama kali menggerakkan kegiatan memakmurkan masjid ini. Buya Hamka

mengajak umat dan jamaah masjid untuk melengkapi sarana dan fasilitas masjid, termasuk

mengembangkan Yayasan Pesantren Islam (YPI Al-Azhar) dari dana infak, shadaqah, dan wakaf

umat Islam.

Buya Hamka adalah orang yang diminta pendapat, manakah yang akan dibangun lebih dahulu,

sekolah ataukah masjid, mengingat dana yang ada sangat terbatas. Saran Buya Hamka begitu

visioner. Bangunlah masjid lebih dahulu!

Menurut Hamka, sementara bangunan gedung sekolah dan lain-lain belum tercapai, dapatlah

melalui masjid dihimpun sumbangan umat untuk pembangunan pesantren sekolah secara

berangsur-angsur. Demikian diungkapkan almarhum KH Ghazali Syahlan, salah satu pendiri dan

panitia pembangunan masjid tahun 1951 dalam buku 70 Tahun Buya Hamka.

Dirindukan Dirindukan Dirindukan Dirindukan UmatUmatUmatUmat

Sosok kharismatik Buya Hamka yang wafat di Jakarta 24 Juli 1981 sampai sekarang masih kuat

melekat di mata hati umat. Generasi sekarang merindukan ulama teladan seperti Buya Hamka.

Sikap hidupnya yang sederhana dan jauh dari kecintaan terhadap harta benda, tutur dakwahnya

yang santun dan penuh kearifan, satu kata dan perilakunya, keluasan ilmu serta kekokohan

pendiriannya, menjadikan sosok Buya Hamka dipandang sebagai ulama sejati. Selain itu juga

karena semasa hidupnya beliau rajin berdakwah dan produktif menulis. Ketulusannya melayani

umat dari berbagai lapisan masyarakat menyebabkan sosok Buya Hamka dikenang sebagai 'dokter

rohani' yang nasihat-nasihatnya mampu mengobati penyakit masyarakat, seperti kemalasan,

kebodohan, kemiskinan, serta kerusakan akhlak dan moral.

Meski Buya Hamka sudah lama meninggalkan kita, jasa, pemikiran, dakwah, dan perjuangannya

dalam membangun kesadaran umat Islam dan cita-cita bangsa tetap dikenang dan menjadi

inspirasi bagi generasi berikutnya. Adalah kewajiban kita bersama untuk melanjutkan cita-cita dan

Page 44: Kompilasi Makalah Sejarah

44

perjuangan besar Buya Hamka dan kawan-kawan untuk meninggikan Kalimatullah di Tanah Air

tercinta ini.

IkhtisarIkhtisarIkhtisarIkhtisar

- Buya Hamka mampu menghidupkan gerakan Muhammadiyah.

- Muhammadiyah menjadi perkumpulan Islam yang memelopori dakwah dan membangun

pendidikan umat secara mandiri.

- Cita-citanya mengentaskan kemiskinan dan menyejahterakan umat harus terus diperjuangkan.

Page 45: Kompilasi Makalah Sejarah

45

Kajian Ilmiah – Perwakilan Cabang Istimewa Muhammadiyah Mesir

Yusuf Qardhawi: Faqih dan Da’Yusuf Qardhawi: Faqih dan Da’Yusuf Qardhawi: Faqih dan Da’Yusuf Qardhawi: Faqih dan Da’i Abad Inii Abad Inii Abad Inii Abad Ini

(Sebuah Biografi Pemikiran)(Sebuah Biografi Pemikiran)(Sebuah Biografi Pemikiran)(Sebuah Biografi Pemikiran)

Oleh:

Yendri Junaidi, LcYendri Junaidi, LcYendri Junaidi, LcYendri Junaidi, Lc

MuqaddimahMuqaddimahMuqaddimahMuqaddimah

Salah satu hal yang selalu dipegang oleh para ulama salaf dalam

menulis biografi seorang tokoh adalah bahwa biasanya tokoh yang

akan ditulis adalah mereka yang sudah wafat. Hal ini karena tokoh

yang masih hidup, tidak seorang pun yang bisa menjamin

bagaimana akhir kehidupannya. Barangkali hanya segelintir tokoh saja yang biografinya banyak

ditulis saat ia masih hidup.

Di antara yang sedikit itu adalah tokoh kita kali ini: Dr. Yusuf Qaradhawi. Sudah banyak buku yang

beredar mengupas biografi hidup, pemikiran, proyek peradaban dan pandangan-pandangannya

seputar permasalahan umat. Sehingga, ketika hendak menulis bigrafinya, kata-kata 'tokoh ini

Ghaniyyun 'An al-Ta'rîf' (tak perlu diperkenalkan lagi karena sudah sangat terkenal) tidak lagi

menjadi kalimat basa-basi, sebagaimana halnya yang kerap dilontarkan para moderator sebuah

seminar atau diskusi ketika memperkenalkan tokoh pembicara.

Dalam tulisan ini, kita tidak akan mengupas biografi Yusuf Qaradhawi secara rinci dari segala sisi.

Kita hanya akan memfokuskan pada dua sisi utama dari sosoknya, yaitu: Pertama, sepak

terjangnya dalam dunia dakwah dan; Kedua, konsep serta metode beliau dalam lapangan fiqih.

Barangkali dua sisi inilah yang paling menonjol dari sosok beliau, sehingga tidak berlebihan bila

sebagian ulama dan pemikir menjuluki Yusuf Qaradhawi sebagai Faqîh al-Du'ât wa Dâ'iyah al-

Fuqahâ (faqihnya para da’i dan da’inya para fuqaha').[1] Di akhir tulisan ini, kita akan menyinggung

pandangan-pandangan beliau tentang Tajdîd al-Dîn (pembaharuan agama). Namun, sebelum

mengupas sisi-sisi tersebut lebih jauh, alangkah baiknya jika kita paparkan secara singkat

lingkungan di mana beliau dilahirkan dan tumbuh dewasa, serta pilar-pilar yang banyak

mempengaruhi pribadi dan pemikiran-pemikiran nya, sebagaimana dalam sebuah ungkapan al-

Rajulu walîdu Bî’atihi (seorang tokoh adalah anak lingkungannya) .

Lingkungan Kelahiran QaradhawiLingkungan Kelahiran QaradhawiLingkungan Kelahiran QaradhawiLingkungan Kelahiran Qaradhawi

Page 46: Kompilasi Makalah Sejarah

46

Beliau bernama Abu Muhammad Yusuf bin Abdullah al-Qaradhawi. Dilahirkan pada 09 September

1926 di sebuah kampung bernama Shafth al-Turab, Propinsi Gharbiyah, Mesir. Beliau adalah

seorang anak tunggal. Sebelum berusia dua tahun, ayahnya sudah berpulang ke rahmatullâh,

sehingga ia diasuh oleh pamannya yang—bagi Qardhawi—lebih dari sekedar ayah kandung. Sebelum

genap berusia 10 tahun, beliau sudah hafal al-Qur’an dengan sempurna, serta menguasai hukum-

hukum tajwid dan qira’at.

Awalnya, sang paman ingin agar Qaradhawi remaja menjadi seorang pedagang atau tukang jahit

karena kondisi ekonomi sang paman yang cukup sulit apalagi beliau juga memiliki beban keluarga

dengan jumlah anak yang cukup banyak. Tetapi karena kecintaan pada ilmu dan berkat motivasi

seorang syekh yang kebetulan berjumpa dengan pamannya akhirnya Qaradhawi lebih memilih

untuk melanjutkan studi di Universitas Al-Azhar.

Pada tahun 1952, Yusuf Qaradhawi berhasil menyelesaikan program S1-nya dan meraih gelar

License (Lc) dari Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar; dan pada tahun 1954, ia juga meraih

gelar yang sama dari Fakultas Bahasa Arab, Universitas AL-Azhar. Kedua gelar akademisnya diraih

dengan predikat pertama di kedua fakultas tersebut. Pada tahun 1960, beliau menyelesaikan

pendidikan program S2-nya pada Fakultas Ushuluddin di Universitas yang sama. Sementara

program S3-nya diselesaikan pada tahun 1973 dalam studi hadits dengan judul disertas: Zakat dan

peranannya dalam mengatasi problematika sosial yang dengannya ia mendapatkan Yudisium

Summa Cum Laude.[2] Disertasi ini dicetak dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dengan

judul “Fiqh al-Zakât”. Sebagian ulama menganggap buku ini sebagai karya monumental yang paling

sempurna dalam masalah zakat serta peranannya dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial

dan ekonomi secara lebih sistematis, ilmiah dan komprehensif. Bahkan, Abul 'A'la Al-Maududi

berkomentar tentang buku ini: “Seandainya Qaradhawi tidak mengarang selain fiqih zakat ini, itu

sudah cukup menjadi kemuliaan besar baginya, apalagi beliau juga telah banyak menghasilkan

karya-karya berbobot dan sangat bernilai dalam berbagai bidang keilmuan.”[3]

Beliau tumbuh dan bekembang dalam lingkungan yang taat beragama. Banyak aliran tasawuf dan

thariqat yang berkembang di lingkungan tempat beliau tumbuh. Faktor ini tampaknya cukup

dominan dalam membentuk karakter pribadi Qaradhawi kecil, sehingga perhatian beliau pada

masalah-masalah pembersihan diri dan penyucian hati sangat besar. Apalagi sejak kecil, Qaradhawi

sudah mempelajari kitab Ihyâ' Ulûmiddîn karya besar Imam al-Ghazali. Buku ini secara khusus juga

banyak berperan dalam mewarnai corak pemikiran Yusuf Qaradhawi di masa-masa berikutnya.

TokohTokohTokohTokoh----Tokoh Yang Berpengaruh Besar Dalam Kehidupan Yusuf QaradhawiTokoh Yang Berpengaruh Besar Dalam Kehidupan Yusuf QaradhawiTokoh Yang Berpengaruh Besar Dalam Kehidupan Yusuf QaradhawiTokoh Yang Berpengaruh Besar Dalam Kehidupan Yusuf Qaradhawi

Secara umum, ada dua institusi besar yang sangat berpengaruh dalam membentuk dan mewarnai

kepribadian serta pemikiran Qaradhawi, yaitu: Pertama, Al-Azhar sebagai institusi pendidikan resmi

Page 47: Kompilasi Makalah Sejarah

47

dan pusat keilmuan Islam terbesar saat ini dan; kedua, gerakan Ikhwanul Muslimin sebagai sebuah

gerakan Islam terbesar di dunia yang mengakar di berbagai penjuru dunia dan telah melahirkan

tokoh-tokoh besar yang senantiasa dikenang karena pengorbanan dan perjuangan mereka dalam

menegakkan syariat Allah di muka bumi.

Di antara masyâyikh Al-Azhar yag sangat beliau kagumi adalah: Syekh Musthafa al-Maraghi, Syekh

Abdul Halim Mahmud, Syekh Mahmud Syaltout dan Syekh Muhammad Abdullah Darraz. Sementara

tokoh-tokoh Ikhwan yang banyak mewarnai pribadi beliau adalah Imam Hasan Al-Banna, Ustadz

Hasan Al-Hudhaibi dan Syekh Muhammad Al-Ghazali.[4] Namun, seperti yang beliau ungkapkan

dalam beberapa buku yang menulis tentang biografinya, pengaruh jamaah Ikhwanul Muslmin dan

para tokohnya lebih banyak mewarnai dan membentuk pribadi dan pemikirannya dibandingkan

institusi-institusi lainnya. Sehingga, tidak heran bila beliau rela dipenjara dan mengalami berbagai

siksaan saat bergabung dalam gerakan besar ini. Beberapa kali beliau keluar masuk penjara di

zaman rezim Jamal Abdul Naser dan Anwar Sadat bersama tokoh-tokoh Ikhwan lainnya.

Kiprah QaradhawiKiprah QaradhawiKiprah QaradhawiKiprah Qaradhawi DDDDalam Dunia Dakwahalam Dunia Dakwahalam Dunia Dakwahalam Dunia Dakwah

Kiprah Yusuf Qaradhawi dalam dunia dakwah sudah tampak sejak beliau masih remaja, terutama

pada era 70-an, saat maraknya gerakan yang menamakan dirinya dengan jama’ah takfîr. Mereka

mengkafirkan siapa saja yang tidak sesuai dengan paham yang mereka yakini sekalipun dalam

masalah-masalah furu' (cabang-cabang fiqih). Fenomena ghuluw (berlebih-lebihan) ini banyak

disorot Qaradhawi dalam ceramah dan khutbahnya. Ia selalu mengajak pada Islam yang wasath

(moderat), tengah-tengah antara arus ghuluw dan tafrîth (terlalu kurang dan menganggap enteng),

antara pihak-pihak yang ingin lepas dari tali-tali syariat yang sudah kokoh dan baku dengan klaim

untuk mengikuti perkembangan zaman dan pihak-pihak yang terlalu mengkultuskan turâts serta

tetap bersikukuh dengan fatwa dan pandangan-pandangan usang tanpa melihat zaman yang sudah

berubah.

Ruh tawassuth (moderat) inilah yang selalu didengungkan dan dipegang teguh oleh Qaradhawi

dalam berbagai kiprahnya di dunia dakwah dan fatwa. Sehingga, tidak heran bila sebagian ulama

dan pemikir mengganggapnya sebagai lokomotif arus moderat Islam (râ’id Yayyâr al-Wasathiyyah

al-Islâmiyyah). Ringkasnya, metode yang beliau usung dalam dakwahnya adalah tabsyîr (memberi

berita gembira) bukan tanfîr (membuat lari), sementara dalam lapangan syariat (fatwa) adalah

taysîr (memberi kemudahan) bukan ta’sîr (memberi kesulitan).

Dalam berdakwah, Qaradhawi senantiasa menggunakan gaya bahasa (uslûb) yang mudah

dimengerti oleh objek dakwahnya. Bahkan, tidak jarang beliau menggunakan pepatah-pepatah atau

kata-kata bijak yang berkembang di masyarakat (amtsâl sya'biyyah) untuk memahamkan dan

Page 48: Kompilasi Makalah Sejarah

48

mengakrabkan dakwah pada setiap pendengarnya, sehingga dakwah menjadi sesuatu yang

menarik, ditunggu-tunggu sekaligus juga menghibur.

Dakwah yang ditekuni Qaradhawi tidak hanya sebatas ceramah dan seminar-seminar, tapi lebih dari

itu ia telah menyebarkan dakwahnya dengan berbagai sarana dan media seperti buku, majalah dan

internet. Sehingga kaum Muslimin di seluruh dunia dapat mengakses fatwa dan pemikiran-

pemikiran nya melalui berbagai situs Islam seperti islamonline. net, qaradawi.net dan lain-lain.

Dakwahnya juga tidak hanya berkutat pada satu aspek permasalahan, tetapi menyentuh berbagai

sisi dan lini kehidupan yang berhubungan langsung dengan kemaslahatan umat. Dalam sisi

ekonomi dan sosial misalnya, Qaradhawi dipandang sebagai lokomotif utama gerakan boikot

(muqâtha'ah) produk-produk Israel , Amerika dan Inggris yang punya peran utama dalam

menyengsarakan dan menindas rakyat Palestina. Karena gencarnya propaganda yang beliau

lancarkan dengan gerakan boikot yang banyak merugikan perekonomian Israel itu, sampai-sampai

kepalanya pernah dihargai sekian puluh ribu dolar oleh Zionis Israel . Tapi semua itu tidak membuat

langkah beliau surut dalam perjuangan membebaskan rakyat Palestina dari kekejaman dan

pencaplokan kaum zionis.

Di sisi lain, Qaradhawi sangat giat mengkampanyekan upaya pendekatan pemahaman antara aliran

dan mazhab-mazhab yang tengah berkembang (taqrîb bainal madzâhib). Adalah sesuatu yang

sangat memprihatinkan beliau dan kaum Muslimin pada umumnya menyaksikan jama’ah-jama’ah

dan gerakan-gerakan Islam yang berkembang saat ini, saling menyalahkan dan kehilangan

semangat ta’âwun (kerja sama). Padahal, pada dasarnya mereka semua berjuang untuk tujuan

yang sama yaitu meninggikan kalimat Allah di muka bumi. Dengan demikian, tentu sudah

sewajarnya dan semestinya masing-masing gerakan dan mazhab yang ada lebih mencari titik-titik

persamaan daripada memperlebar jurang perbedaan yang akan berimplikasi negatif pada usaha

mencapai tujuan bersama di samping memang perbedaan cara pandang sesungguhnya adalah

sebuah sunnatullah yang mesti disikapi secara bijaksana dan diberdayakan menjadi energi

potensial yang positif bukan sebaliknya.

Meskipun untuk menyatukan umat yang besar ini dalam satu bendera dan gerakan adalah sesuatu

yang mustahil, karena sudah menjadi

sunnatullah bahwa perbedaan itu mesti ada,

akan tetapi upaya untuk mendekatkan

pemahaman dan target-target utama guna

menghindari gesekan-gesekan negatif yang

tidak diharapkan tentu masih terbuka lebar

dan mesti selalu diupayakan. Kaidah masyhur

yang selalu beliau dengungkan adalah

Nata'âwanu Fîmattafaqnâ wa Ya'dziru Ba'dhuna

Page 49: Kompilasi Makalah Sejarah

49

Ba'dhan fîmakhtalafnâ Fîhi (Kita saling bekerja sama dalam hal-hal yang kita sepakati dan kita

saling toleran dalam hal-hal yang masih dipersilisihkan) .

Bagi Yusuf Qaradhawi, dakwah bukanlah sebuah profesi untuk menghasilkan materi dan ketenaran,

namun ia adalah kewajiban setiap Muslim yang loyal pada agamanya. Oleh karena itu, tak ada kata

libur atau istirahat dalam kamus dakwah. Kapan dan di manapun, hari-hari seorang Muslim mesti

selalu berada dalam jalan dakwah. Dakwah harus dimaknai dalam arti yang luas, di mana seluruh

ucapan, perbuatan dan aktivitas seorang Muslim adalah dakwah ketika diniatkan untuk mencapai

ridha Allah. Gebrakan-gebrakan Qaradhawi adalah bukti nyata atas hal ini bahwa lapangan dakwah

itu sangat luas, mulai dari ceramah umum, konferensi, buku, majalah, intenet dan sebagainya.

Bahkan tidak hanya dalam tataran teori, dakwah mesti melangkah pada aplikasi dan kerja nyata

yang dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh umat.

Salah satu mimpi terbesar Qaradhawi yang ingin diwujudkannya adalah mendirikan sebuah

lembaga Islam Internasional untuk mengayomi generasi Islam yang berpotensi khususnya dalam

bidang akademis. Mimpi ini berangkat dari keprihatinan Qaradhawi melihat banyak generasi muda

Islam berpotensi yang tidak mampu melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi karena

tersandung faktor dana. Untuk mewujudkan mimipi ini, sebagian besar penghargaan yang ia

peroleh dalam berbagai bidang seperti penghargaan yang beliau peroleh dari Amîr Qatar atas jasa-

jasanya dalam fiqih Islam, telah dialokasikan bagi proyek besar ini. Jika gereja-gereja kristiani saja

—pikir Qardhawi— mempunyai banyak lembaga dan yayasan untuk mengayomi generasi mudanya

untuk menempuh tingkat pendidikan yang lebih tinggi, seharusnya umat Islam lebih wajib dan

berhak untuk berbuat lebih baik demi kejayaan Islam di masa kini dan akan datang.[5]

Konsep Fiqih Yusuf QaradhawiKonsep Fiqih Yusuf QaradhawiKonsep Fiqih Yusuf QaradhawiKonsep Fiqih Yusuf Qaradhawi

Menurut Qaradhawi, fiqih yang kita butuhkan saat ini tidak sebatas mengetahui hukum-hukum

syariat juz’iy yang diambil dari dalil-dalilnya yang tafshîliy (rinci). Akan tetapi, yang sangat kita

butuhkan adalah pemahaman yang mendalam dan komprehensif tentang sunnah (ketentuan-

ketentua n) yang telah Allah gariskan pada setiap jiwa, alam dan seluruh ciptaan-Nya. Fiqih

(pemahaman) dalam konteks inilah yang tidak dimiliki orang-orang musyrik sebagaimana

disebutkan dalam surat al-Anfal: 65 “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk

berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat

mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar di antaramu, niscaya

mereka akan dapat mengalahkan seribu orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang

tidak mengerti.”

Dalam ayat ini, al-Qur’an menafikan fiqih (pemahaman) kaum Musyrik terhadap sunnatullah

tentang falsafah menang dan kalah, ketika logika mereka mengatakan bahwa kemenangan selalu

Page 50: Kompilasi Makalah Sejarah

50

identik dengan jumlah dan kelengkapan senjata, sementara menurut al-Quran, faktor mendasar

untuk meraih kemenangan adalah keimanan.

Fiqih ini juga yang tidak dimiliki orang-orang munafik, seperti dapat difahami dari ayat 87 surat al-

Taubah: “Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak berperang, dan hati mereka telah

dikunci mati maka mereka tidak memahami.”

Fiqih yang tidak dimiliki orang-orang munafik disini adalah fiqih tentang keniscayaan jihad dan

mengerahkan segala daya upaya dalam menjaga agama, diri, kehormatan serta kekokohan

bangunan jamaah. Kesimpulannya, fiqih dalam terminologi al-Quran bukanlah fiqih dalam

pengertian sempit seperti yang banyak dipahami sebagian orang, melainkan yang dimaksud adalah

fiqih (memahami) ayat-ayat dan sunnatullah dalam kehidupan baik dalam skala individu maupun

masyarakat.

Berangkat dari pemahaman fiqih seperti ini, Qaradhawi telah melahirkan fiqih-fiqih baru yang

semakin memperkaya khazanah fiqih Islam kontemporer. Di antara fiqih-fiqih tersebut adalah:

1. Fiqh al-Maqâshid (memahami tujuan-tujuan syari’at)

2. Fiqh al-Awlawiyyât (memahami prioritas amal)

3. Fiqh al-Sunan (memahami sunnatullah di alam)

4. Fiqh al-Muwâzanah (memahami proporsional amal)

5. Fiqh al-Ikhtilâf (memahami perbedaan pendapat)

6. Fiqh al-Wâqi’ (memahami realitas)

7. Fiqh al-Daulah (fiqih ketatanegaraan)

8. Fiqh Al-Aqalliyyât (fiqih minoritas muslim)

Memang, substansi dan esensi dari fiqih-fiqih di atas sudah ada sejak masa para ulama

salafusshâleh, tapi masih dalam bentuk yang terpisah-pisah dan tercerai-berai. Qaradhawi telah

berjasa menghidupkan kembali fiqih-fiqih itu dan menghimpunnya dari berbagai referensi

kemudian menyajikannya dalam bentuk yang lebih tersusun dan tertata rapi serta mudah dipahami.

Jadi, lapangan dan jangkauan fiqih itu sangat luas. Karena fiqih pada hakikatnya adalah

pemahaman seorang faqîh tentang suatu objek permasalahan. Maka sangat mungkin akan lahir

Page 51: Kompilasi Makalah Sejarah

51

fiqih-fiqih baru di masa-masa akan datang, dengan syarat tidak keluar atau melenceng dari garis-

garis syariat yang sudah baku . Adalah hak setiap faqîh untuk memahami suatu permasalahan

berbeda dari pemahaman faqîh yang lain atau bahkan dengan para fuqaha’ terdahulu selama hal

itu dalam masalah-masalah furu'.

Qaradhawi bahkan mengajak para ahli dan spesialis setiap bidang keilmuan untuk melakukan

ijtihad di lapangannya masing-masing, sehingga akan lahirlah fiqih politik, fiqih sosial, fiqih

kedokteran dan sebagainya. Tentu saja dengan satu catatan penting bahwa hal itu tidak mendobrak

pilar-pilar utama syariat yang telah digariskan Al-Quran dan Sunnah secara baku .

Kita Butuh IjtihadKita Butuh IjtihadKita Butuh IjtihadKita Butuh Ijtihad

Karena kebutuhan kita pada fiqih-fiqih baru untuk menjawab tantangan perkembangan zaman

sangat mendesak, maka dengan sendirinya kita memerlukan ijtihad sebagai perangkat utama

untuk memproduk pemahaman-pemahaman baru dalam berbagai bidang kehidupan.

Ijtihad, dalam pandangan Qaradhawi adalah: “Reinterpretasi dan pengkajian ulang warisan fiqih

yang begitu kaya dengan berbagai mazhab dan pendapat-pendapat para tokohnya untuk memilih

pendapat yang paling kuat dan cocok dengan kondisi saat ini dalam rangka mewujudkan (tahqîq)

tujuan-tujuan syariat (maqâshid syariah) dan kemaslahatan umat. Ijtihad dilakukan dengan

memperhatikan kondisi kehidupan yang terus berkembang dan berubah-ubah serta kembali

merujuk pada sumber-sumber referensi utama berupa nash-nash yang sudah baku , lalu memahami

warisan fiqih yang kaya tersebut dalam kerangka tujuan-tujuan syariat secara umum (Maqâshid

‘Âmmah li al-Syarî’ah). Setelah memperhatikan semua itu, baru kemudian dilakukan ijtihad pada

masalah dan wacana-wacana baru yang tidak dikenal oleh para fuqaha’ terdahulu atau pada

masalah yang belum mereka tetapkan hukumnya secara pasti. Tujuan akhir dari proses ijtihad itu

adalah menghasilkan hukum yang relevan dengan setiap permasalahan yang muncul tanpa

mengabaikan dalil-dalil agama yang sudah baku .

Dalam upaya mengatasi problematika umat yang sangat kompleks ini kita —dalam pandangan

Qaradhawi- sangat membutuhkan sebuah ijtihad kolektif, di mana para ahli dalam berbagai disiplin

ilmu duduk satu meja membicarakan setiap permasalahan dan

wacana yang berkembang untuk mencari solusi yang lebih

komperehensif dan tepat sasaran. Tapi, Qaradhawi mengingatkan

agar tidak terjebak pada al-Tasâhul (bermudah-mudah dalam

berfatwa) ketika setiap orang —meski dengan tingkat keilmuan yang

tidak memadai— berani bicara masalah hukum terutama yang

berkaitan dengan hukum-hukum syari’at.

Page 52: Kompilasi Makalah Sejarah

52

Qaradhawi juga mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap fatwa-fatwa yang keluar dari

mereka yang tidak kompatibel. Ijtihad sesungguhnya adalah pekerjaan besar tapi juga berat yang

hanya disanggupi oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya. Tidak semua ulama yang punya

keahlian berijtihad sebagaimana juga tidak semua ijtihad yang sudah pasti benar. Namun bagi

mereka yang punya kemampuan untuk berijtihad dan memenuhi syarat-syaratnya dilarang untuk

bersikap taqlîd dan mengabaikan potensi yang dimilikinya.

Lapangan IjtihadLapangan IjtihadLapangan IjtihadLapangan Ijtihad

Ketika kita mengatakan bahwa lapangan dan jangkauan ijtihad itu sangat luas, tidak berarti bahwa

ia bisa merambah wilayah apa saja sekalipun ‘kawasan-kawasan terlarang’ (Manthiqah

Muharramah). Kebebasan berijtihad tetap mesti dikontrol dan diarahkan pada kawasan-kawasan

yang diizinkan syariat.

Ada dua wilayah yang menjadi ladang garapan ijtihad:

Pertama, wilayah yang tidak memiliki nash hukum yang sengaja dibiarkan kosong oleh Allah

SWT dan Rasul-Nya selaku pemegang otoritas mutlak pembuat syari’at. ‘Pengosongan’ ini semata-

mata karena rahmat-Nya pada manusia bukan karena lupa, agar hukum-hukum Islam tetap relevan

dengan perkembangan zaman. Ruang-ruang kosong yang dibiarkan al-syâri' itu hendaknya diisi oleh

para mujtahid dengan produk-produk hukum yang sejalan dengan tujuan-tujuan utama syariat

(Maqâshid ‘Âmmah) melalui perangkat-perangkat ijtihad yang ada seperti qiyâs, mashlahah

mursalah, istihsân dan sebagainya. Di sinilah peran utama bisa dimainkan oleh para mujtahid untuk

menjawab tantangan perkembangan zaman, karena alangkah banyaknya masalah-masalah baru

yang muncul di tengah-tengah masyarakat yang belum ada keterangan hukumnya dalam kitab-

kitab fiqih klasik dan sangat mendesak untuk segera dijawab.

Kedua, wilayah nash-nash zhanniyah, baik zhanniyah al-Tsubût (belum dapat dipastikan

keotentikannya) maupun zhanniyyah al-Dilâlah (memiliki penafsiran yang beragam). Sebagian besar

nash-nash hadits —menurut Qardhawi— masuk dalam kategori pertama, sementara sebagian besar

nash-nash al-Qur’an masuk dalam kategori kedua. Jadi, adanya nash tidak berarti menjadi

penghalang bagi proses ijtihad karena tidak semua nash yang qath’iy al-Tsubût (sudah pasti

keotentikannya) sebagaimana juga tidak semua nash Qath’iy al-Tsubût yang Qathiy al-Dilâlah (punya

satu penafsiran saja). Bahkan menurut Qaradhawi, hampir sembilan puluh persen dari nash-nash

yang ada sangat terbuka untuk lapangan ijtihad dan beda cara pandang atau penafsiran. Dalam

konteks inilah kita mengatakan bahwa lapangan ijtihad itu sesungguhnya sangat luas.

Dengan kesadaran bahwa lapangan dan daerah ijtihad yang dibolehkan syariat sangat luas,

maka menjadi sangat mengherankan bila masih ada pihak-pihak yang sengaja mengusik wilayah-

Page 53: Kompilasi Makalah Sejarah

53

wilayah terlarang yang sudah menjadi sesuatu yang baku (aksiomatik) dalam pandangan syari’at.

Padahal, mengusik wilayah terlarang itu tidak akan menghasilkan apa-apa bagi kemajuan dan

kemaslahatan umat, bahkan hanya akan menimbulkan keresahan dan keragu-raguan. Alangkah

indahnya bila seluruh potensi umat yang ada dikerahkan untuk menggarap wilayah-wilayah kosong

yang belum sempat dijamah oleh para ulama salafusshâleh untuk mencapai kemajuan dan

kemaslahatan bersama daripada mengusik-usik daerah terlarang yang sesungguhnya adalah

bagaikan rel-rel dan bingkai yang akan mengontrol, menyatukan dan membimbing langkah

bersama umat yang besar ini di bawah panji al-Quran dan Sunnah.

Berangkat dari hal ini juga, ada dua jenis ijtihad yang ditawarkan Qaradhawi yaitu Tarjîhî dan

Ibdâ'i. Yang dimaksud dengan ijtihad tarjîhi adalah memilih (menyeleksi) pendapat-pendapat yang

paling kuat dan paling cocok dengan kondisi umat saat ini dari sekian banyak pendapat yang

tersebar dalam warisan fiqih para ulama terdahulu. Seandainya dalam satu permasalahan, Ibnu

Qayyim —sebagai contoh— menyebutkan sembilan pendapat maka ijtihad yang kita perlukan adalah

memilih pendapat yang paling kuat dan paling sesuai dengan kondisi kita saat ini dari pendapat-

pendapat tersebut. Sementara yang dimaksud dengan ijtihad ibdâ'i adalah ijthad yang menyangkut

permasalahan- permasalahan baru yang berkembang di tengah-tengah masyarakat yang belum ada

keterangan hukumnya secara pasti dalam syariat.

Dalam melakukan ijtihad ada hal-hal yang mesti selalu diperhatikan oleh seorang mujtahid

seperti Fiqh Awlawiyyât (prioritas), Fiqh Muwâzanah (proporsional) , Fiqh Wâqi' (realitas) dan

sebagainya. Kemudian, mengingat ijtihad dan fatwa adalah produk akal manusia, maka sudah pasti

akan terjadi perbedaan pendapat antara para mujtahid. Perbedaan pendapat ini mesti disikapi

secara arif dan lapang dada, maka dibutuhkanlah apa yang disebut dengan fiqh ikhtilâf, sehingga

perbedaan pendapat benar-benar menjadi seperti yang diharapkan dalam sebuah atsar: "Perbedaan

pendapat di kalangan umatku adalah rahmat."

Konsep Qaradhawi dalam FatwaKonsep Qaradhawi dalam FatwaKonsep Qaradhawi dalam FatwaKonsep Qaradhawi dalam Fatwa

Dalam memberikan fatwa, Qaradhawi selalu konsisten pada konsep yang telah ia gariskan, di

antaranya:

Pertama, bebas dan lepas dari belenggu fanatisme dan taqlîd buta pada mazhab dan tokoh-tokoh

tertentu. Dalam mengeluarkan sebuah fatwa, Qaradhawi tidak mau terikat pada satu mazhab

tertentu, tapi ia akan ‘keliling’ pada setiap mazhab untuk menemukan pendapat yang paling kuat

dan paling sesuai untuk kondisi saat ini.

Dalam satu permasalahan misalnya, ia akan mengambil pendapat mazhab Syafi’i, tetapi dalam

permasalahan yang lain ia akan mengambil pendapat dari mazhab yang berbeda. Bahkan tak

Page 54: Kompilasi Makalah Sejarah

54

jarang dalam permasalahan yang sama Qaradhawi mengeluarkan

fatwa yang berbeda -malah saling kontradiktif- setelah menimbang

kondisi, daerah dan mulâbasât (hal-hal yang melingkupi objek fatwa

yang bersangkutan) seperti yang tampak dalam fatwa beliau tentang

bunga bank. Ia dikenal sangat getol mempertahankan fatwanya yang

menyatakan keharaman bunga bank. Tapi bagi kaum Muslimin

minoritas yang hidup di negara-negara kuffâr (baca: Barat) Qaradhawi menghalalkan interaksi

dengan bank-bank di negara yang bersangkutan yang masih menggunakan sistem ribawi setelah

melalui berbagai pertimbangan kemaslahatan muslim setempat.

Kedua, ia lebih mendahulukan ruh taysîr (memudahkan) daripada tasydîd (keras) apalagi ta'sîr

(menyulitkan) . Konsep ini berdasarkan dua alasan: Pertama, syari’at Islam memang dibangun di

atas pondasi kemudahan dan menjauhkan kesulitan dari para hamba sebagaimana yang

tergambar dalam firman Allah dalam surat Al-Maidah: 6, al-Baqarah: 185, al-Hajj: 78 dan

seterusnya. Juga dalam haditsnya Rasulullah SAW bersabda: "Mudahkanlah dan jangan persulit

serta berilah kabar gembira dan bukan kabar pertakut." Dalam hadits lain "Sesungguhnya kalian

diutus untuk memberi kemudahan bukan untuk memberi kesulitan." Imam Ats-Tsaury juga pernah

berkata: “Sesungguhnya hakikat ilmu itu adalah rukhshah (keringanan) yang diberikan seorang

‘alim, adapun sikap tasyaddud (terlalu keras atau ekstrim) maka semua orang pun bisa.”

Ketiga, tabiat zaman saat ini di mana sisi-sisi materialis sudah mengalahkan spritualis, egois

mengalahkan kebersamaan, kepentingan pribadi mengalahkan akhlak dan seterusnya. Di samping

itu, gerakan-gerakan kejahatan dan penghalang kebaikan tersebar di mana-mana sehingga orang

yang konsisten pada agamanya, ibarat seseorang yang menggenggam bara api. Di tambah lagi

dengan serangan-serangan yang dilancarkan antek-antek kekafiran yang berusaha mencabut Islam

hingga ke akar-akarnya.

Berdasarkan semua itu, Qaradhawi melihat sepantasnyalah para ahli fatwa menempuh metode

taysîr dan memberatkan sisi rukhshah (dispensasi) daripada 'azîmah (hukum awal yang ideal) untuk

mengokohkan umat pada ajaran agamanya. Ringkasnya, seandainya terdapat dua pendapat yang

sama-sama kuat dan seimbang dalam satu permasalahan, salah satunya lebih mudah sementara

yang lainnya lebih hati-hati (ahwath) maka Qaradhawi lebih memilih yang termudah sesuai dengan

sunnah Rasulullah SAW. yang bila dihadapkan pada dua pilihan maka ia akan memilih yang paling

mudah selama itu bukan dosa. Sementara yang ahwath ia ambil untuk dirinya sendiri atau untuk

mereka yang memiliki semangat yang kuat selama tidak membawa pada sikap ghuluw (berlebih-

lebihan) dalam agama.

Keempat, konsep lain yang selalu dipegang Qaradhawi dalam setiap fatwanya adalah

berinteraksi dengan umat menggunakan bahasa yang mudah mereka pahami dan menjauhi istilah-

istilah sulit serta kalimat-kalimat yang asing dan sulit dicerna. Berkenaan dengan hal ini —menurut

Qardhawi— ada beberapa hal yang mesti diperhatikan oleh para ahli fatwa:

Page 55: Kompilasi Makalah Sejarah

55

1. Berinteraksi dengan pikiran umat menggunakan logika bukan dengan membangkitkan

emosional mereka melalui propaganda-propagan da yang berlebihan. Karena mukjizat Islam

terbesar itu adalah mukjizat logika yang termanifestasi dalam ayat-ayat Al-Quran. Tidak ada agama

yang sangat menghargai logika dan ilmu seperti halnya agama Islam.

2. Menjauhi pemakaian ungkapan-ungkapan dan gaya bahasa yang sulit dimengerti oleh umat dan

tidak akrab di telinga mereka. Karena, tingkat pemahaman dan kecerdasan mereka berbeda-beda.

Akan lebih baik lagi bila seorang faqîh mampu memilih kalimat-kalimat yang tidak terlalu tinggi

sehingga sulit dipahami masyarakat awam dan tidak pula terlalu rendah sehingga akan

diremehkan oleh kalangan intelektual dan golongan terpelajar.

3. Menerangkan sebuah hukum disertai dengan hikmah dan ‘illat (sebab) dibaliknya. Ini juga

merupakan metode Al-Quran dan Sunnah dalam menetapkan sebuah hukum ( Surat al-Baqarah:

183 dan 222, al-‘Ankabut:45, al-Taubah:103 al-Hajj:28 dan lain-lain).

Di samping itu, menjamurnya pihak-pihak yang menebarkan keraguan pada Islam memaksa kita

untuk menjelaskan hukum pada umat disertai hikmah dan tujuan kenapa hukum itu muncul,

terutama dalam lapangan di luar ibadah ritual guna lebih meyakinkan umat pada hukum-hukum

agama mereka.

Kelima, Qaradhawi tidak mau menyibukkan diri dan umatnya kecuali dengan hal-hal yang berguna

dan dibutuhkan dalam realitas keseharian mereka. Oleh karena itu Qaradhawi enggan melayani

pertanyanan- pertanyaan yang dimaksudkan untuk berjidâl (debat) atau untuk ‘mencari muka’,

seperti pertanyaan-pertanya an tentang hal-hal ghaib yang tidak ada nash yang menerangkannya

dan tidak pula bermanfaat bagi kehidupan umat seperti pertanyaan: dengan bahasa apa mayat

akan ditanya oleh malaikat dalam kubur.

Keenam, memberikan penjelasan dan keterangan yang cukup bagi setiap fatwa yang

dikeluarkannya dan tidak cukup dengan jawaban “ini boleh dan ini tidak boleh” atau “ini halal dan

ini haram”. Karena seorang mufti pada hakikatnya tidak hanya seperti seorang pengajar tetapi ia

juga seorang pendidik, pembimbing dan dokter masyarakat.

Faqîh AlFaqîh AlFaqîh AlFaqîh Al----MaqashidMaqashidMaqashidMaqashid

Keistemewaan utama dalam ijtihad dan fatwa-fatwa Qaradhawi adalah pandangan dan

penguasaannya yang dalam terhadap maqâshid syarîat al-'ammah (tujuan-tujuan umum syariat).

Semua fiqih baru yang diusungnya lahir dari pandangannya yang tajam melihat maqâshid syarîat.

Ketika fatwa-fatwa Qaradhawi mempunyai ciri taysîr dan raf'ul Harj, hal itu dikarenakan taysîr dan

Page 56: Kompilasi Makalah Sejarah

56

raf'ul Harj merupakan tujuan utama dari syariat Islam. Sehingga tidak berlebihan bila dikatakan

bahwa seluruh produk fatwa dan ijtihad Qaradhawi adalah hasil dari pemahaman beliau terhadap

maqâshid syarîat.[6]

Maqâshid ‘ÂmmahMaqâshid ‘ÂmmahMaqâshid ‘ÂmmahMaqâshid ‘Âmmah Dalam Pandangan QaradhawiDalam Pandangan QaradhawiDalam Pandangan QaradhawiDalam Pandangan Qaradhawi

Menurut Qaradhawi, Maqâshid ‘Âmmah dalam syari’at Islam adalah seluruh hikmah dan tujuan-

tujuan umum yang untuk semua itu Allah telah membuat hukum-hukum, memfardhukan berbagai

kewajiban, menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram dan membuat batasan-batasan

hukum. Di antara maqâshid ‘ammah ini adalah: mewujudkan keadilan (al-Hadid: 25), menyediakan

kecukupan (al-Hasyr: 7), nilai-nilai moral dan sosial dalam Islam, persaudaraan, kemuliaan,

kebebasan dan sebagainya.

Puncak dari semua maqashid ammah itu adalah memelihara dan menjaga lima yang pokok (al-

Dharûriyat al-Khams), yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Urutan ini merupakan urutan

yang paling masyhur dalam kajian ushul fiqh sekalipun ada sebagian fuqaha’ seperti Imam al-Âmidi

yang mendahulukan keturunan dari akal.

Di samping lima hal pokok di atas, Qaradhawi juga sependapat dengan Al-Qarrâfi untuk menambah

satu materi lagi yaitu memelihara kehormatan, atau dalam ungkapan lain: menjaga nama baik.[7]

Untuk mengetahui maqâshid syarîat, menurut Qardhawi, mestilah dengan jalan meneliti hukum-

hukum syariat yang sangat beragam dan mengkaji nash-nash serta ‘illat-‘illatnya secara teliti.

Karena di antara maqâshid itu ada yang dapat diketahui dari nash-nash al-Quran dan Sunnah dan

ada yang mesti melalui penelitian dan pengkajian hukum-hukum furu’ syariat secara lebih

mendalam.

Karena urgennya pemahaman terhadap maqâshid ‘ammah ini maka Qaradhawi sependapat dengan

Imam Syâthibi yang mengatakan bahwa mengetahui maqâshid ‘ammah adalah sebuah syarat

utama yang mesti dimiliki seorang mufti. Dalam men-tarjîh maqâshid syariat ini, Qaradhawi

menempuh metode para fuqaha’ terdahulu yang menyusun maqâshid dan mashlahah ke dalam tiga

tingkatan: Dharûriyât (primer), Hâjiyyât (sekunder) dan Tahsîniyât (tertier). Berangkat dari

pemahaman dan konsistensinya pada maqâshid syarîat, Qaradhawi sering melancarkan kritik pada

aliran yang ia sebut dengan al-Zhâhiriyah al-Judad, yaitu orang-orang yang hanya melihat pada

tekstual nash semata dengan mengabaikan subtansinya. Sebagaimana ia juga sering mengkritik

orang-orang yang ia sebut dengan al-Mu'aththilah al-Judad yang terlalu berlebihan dalam klaim

maqâshid sehingga melabrak nash-nash hukum yang sudah baku .

Pandangan Qaradhawi Tentang Wacana Pandangan Qaradhawi Tentang Wacana Pandangan Qaradhawi Tentang Wacana Pandangan Qaradhawi Tentang Wacana Tajdid al-Din

Page 57: Kompilasi Makalah Sejarah

57

Menurut Qardhawi, sesungguhnya ijtihad adalah merupakan upaya

untuk melakukan sebuah proses tajdîd sebagaimana yang dijanjikan

Rasulullah SAW dalam sebuah sabdabya: "Sesunguhnya Allah akan

mengutus pada umat ini setiap penghujung seratus tahun orang yang

akan mentajdîd agamanya."

Tapi tajdîd yang dimaksudkan adalah pembaharuan pemahaman bukan menciptakan agama versi

baru. Maka, hakikat pembaharuan adalah memperbaharui agama dengan agama, mampu

menyodorkan Islam dengan bahasa kekinian dengan tetap memperhatikan maqâshid syarîat,

kondisi zaman dan umat secara keseluruhan.

Lapangan tajdîd boleh jadi berbeda dari abad ke abad, sebagaimana halnya tajdîd yang dilakukan

oleh Umar bin Abdul Aziz -pada abad pertama- adalah dalam bidang amal dan hukum. Sementara

tajdîd yang dilakukan Imam Syafi’i pada abad kedua lebih dititikberatkan pada bidang pemikiran

dan keilmuan. Jadi porsi bidang garapan tajdîd bisa saja berbeda dari masa ke masa selama berada

dalam lingkaran dan rel syariat.

Kunci dari proses tajdîd itu adalah kesadaran dan pemahaman. Sehingga yang dimaksudkan

dengan tajdîd itu sesungguhnya adalah mengartikulasikan kembali nilai-nilai mulia di masa

Rasulullah dan salafusshâleh untuk diterapkan di masa kini seraya tetap memperhatikan

perkembangan zaman. Tajdîd juga tidak mesti termanifestasi dalam seorang tokoh tapi ia bisa

berbentuk sebuah gerakan Islam, instisusi pendidikan dan sebagainya.

Menerapkan Metodologi Ijtihad Qaradhawi Dalam Tarjih MuhammadiyahMenerapkan Metodologi Ijtihad Qaradhawi Dalam Tarjih MuhammadiyahMenerapkan Metodologi Ijtihad Qaradhawi Dalam Tarjih MuhammadiyahMenerapkan Metodologi Ijtihad Qaradhawi Dalam Tarjih Muhammadiyah

Menurut hemat penulis, metodologi yang dipakai oleh Yusuf Qaradhawi dalam ijtihad dan fatwa-

fatwanya sangat cocok untuk diterapkan dalam majlis tarjih Muhammadiyah sebagai salah satu

ormas Islam terbesar di Indonesia .

Hal ini didasari beberapa alasan:

1. Adanya kesamaan karakter antara metodologi yang digunakan Qaradhawi dengan yang

digunakan oleh Majlis Tarjih Muhammadiyah. Kesamaan karakter itu tampak pada konsep at-taysîr

dan raf’ul harj yang selalu dipegang teguh oleh Qaradhawi dalam setiap fatwa-fatwanya.

Muhammadiyah sebagai ormas yang mempunyai massa yang sangat majemuk juga menganut

konsep ini dalam setiap fatwa-fatwa yang dikeluarkannya.

Page 58: Kompilasi Makalah Sejarah

58

2. Sikap Yusuf Qaradhawi yang sangat tasâmuh (toleran) dalam fatwa-fatwa yang dikeluarkannya

juga tak jauh beda dengan sikap toleran yang dimiliki Majlis Tarjih. Dr. Yusuf Qaradhawi tidak

menganggap fatwanya adalah harga mati untuk sebuah hukum. Tetapi ia sangat terbuka pada

setiap koreksi dan masukan-masukan dari ulama-ulama lain. Begitu pula dengan Majlis Tarjih, sejak

dibentuk pada tahun 1947 di Pekalongan selalu mengajak para ulama untuk memberikan bahan-

bahan masukan dan pertimbangan serta koreksi terhadap fatwa-fatwa yang dikeluarkannya.[8]

3. Pandangan Yusuf Qaradhawi yang sangat terbuka terhadap wacana-wacana baru yang

berkembang di tengah-tengah masyarakat serta kampanye-kampanye perubahannya juga selaras

dengan semangat Muhammadiyah yang memang mengusung semangat perubahan dan

pembaruan.

4. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat majemuk menghendaki pandangan yang lebih

integral dan komprehensif dalam mengeluarkan (istinbâth) sebuah hukum atau fatwa. Ini juga

menjadi ciri utama dari fatwa-fatwa Yusuf Qardhawi.

Berdasarkan beberapa alasan di atas, maka sangat tepat bila majlis tarjih Muhammadiyah juga

menggunakan metodologi dan konsep-konsep yang dipegang Qaradhawi dalam fatwa-fatwanya

sebagai bahan pertimbangan utama dalam setiap keputusan-keputusan hukumnya. Beberapa

metodologi yang dapat dikemukakan disini adalah sebagai berikut:

1. Lebih memberi perhatian pada ‘illat (sebab) dan maqâshid yang terkandung dalam sebuah

hukum meskipun sekilas terlihat kontradiktif dengan zhâhir nash. Metodologi ini juga yang

digunakan oleh para shahabat dan ulama salafusshâleh. Misalnya, ketika Umar bin Khattab

menghapuskan para muallaf dari daftar penerima zakat karena ‘illat keberhakan mereka untuk

menerima zakat (yaitu untuk membujuk mereka menerima Islam) sudah hilang, karena Islam

sudah kuat dan tidak lagi diperlukan men-ta’lîf (membujuk) hati orang-orang kafir agar masuk

Islam. Namun, bukan berarti bagian mereka dari zakat hilang untuk selama-lamanya. Hukum

tersebut akan kembali diterapkan bila ‘illatnya kembali ada (al-Hukm Yadûru Ma’al ‘illah Wujûdan

Wa ‘Adaman (Hukum beredar bersama ‘illat-nya; ada ‘illat ada hukum dan tidak ada ‘illat tidak ada

hukum)).

2. Lebih mengutamakan al-aysar (yang lebih mudah) daripada al-ahwath (lebih hati-hati) mengingat

kondisi zaman yang sudah jauh berubah dan menghendaki banyak kemudahan bagi setiap muslim

untuk mengokohkan umat pada ajaran agamanya. Oleh karena itu dalam banyak fatwanya

Qaradhawi memang dikenal lebih menitikberatkan sisi taysîr ini daripada al-ihtiyâth, misalnya

ketika beliau memfatwakan boleh melempar jumrah sebelum matahari tergelincir, boleh tidak

mabît di Mina dengan alasan-alasan tertentu (transportasi dan sebagainya) dan lain-lain.

Page 59: Kompilasi Makalah Sejarah

59

3. Tidak terikat dengan satu mazhab tertentu atau bahkan mengistinbath hukum di luar dari empat

mazhab yang ada selama tetap berada dalam koridor dhawâbith (ketentuan-ketentua n) ijtihad dan

tidak terjebak pada sikap al-talfîq (mengambil setiap yang mudah dan ringan dari setiap mazhab).

Karena ijtihad yang paling utama itu adalah yang berangkat dari pemahaman yang dalam tentang

maqâshid syarîat dan bukan dari dasar-asar ushul fiqih yang ada.

Artinya, kaidah-kaidah ushul fiqih yang telah disusun oleh para ulama pada hakikatnya hanyalah

alat dan sarana untuk sampai pada sebuah kongklusi hukum. Ketika seseorang -apalagi sebuah

lembaga- mampu untuk mengistinbath hukum langsung dari sumber utamanya (maqâshid syarîat)

tanpa mesti bergantung pada kaidah-kaidah ushul fiqih tentu akan lebih baik.

Secara umum, metodologi dan konsep yang digunakan Qaradhawi dalam ijtihad dan fatwa-

fatwanya adalah memberikan kemudahan, menimbang fiqh awlawiyat (prioritas), fiqh muwâzanah

(proporsional) , fiqh al-wâqi’ (realitas), tidak terikat pada satu mazhab saja tapi berusaha

mendalami semua mazhab untuk mencari hukum yang sesuai dengan kondisi masyarakat

setempat terutama seperti masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan lain-lain.

PenutupPenutupPenutupPenutup

Apa yang penulis kemukakan dalam tulisan sederhana ini tentu masih jauh dari sempurna. Tapi

cukuplah bagi penulis bahwa penulis telah berusaha untuk menyumbangkan sesuatu sesuai dengan

kapasitas dan potensi yang dimiliki. Tentu semua layak untuk diterima, ditolak dan dikritisi. Semoga

setiap usaha kita dalam rangka membumikan ajaran-ajaran Islam khususnya di Indonesia

memperoleh ridha dan pertolongan dari Allah SWT, Amîn. Wallâhu a’lam bishshawâb

Daftar ReferensiDaftar ReferensiDaftar ReferensiDaftar Referensi

Dr. Hasan Ali Daba, Al-Qaradhawi wa Dzâkirat al-Ayyâm, Maktabah Wahbah, Kairo, Cet I Th 1425 H /

2004 M

Dr. Yusuf Qardhawi, Ibnu al-Qaryah wa al-Kuttâb Malâmih Sîrah wa Masîrah, Dar al-Syuruq, Kairo, Cet

I Th 1423 H / 2003 M

(Kumpulan Makalah), Yusuf al-Qardhawi; Kalîmât fi Takrîmihi wa Buhûts fi Fikrihi wa Fiqhihi Muhdât

Ilaihi Bimunâsabah Bulûghihi al-Sab’în, Dar al-Salam, Kairo, Cet I Th 1424 H / 2004 M

Al-Mustasyar Abdullah ‘Aqil Sulaiman Al-‘Aqil, Min A’lâm al-Da’wah wa al-Harakah al-Islâmiyah al-

Mu’âshirah, Dar al-Tauzi’, Kairo, Cet II Th 1423H/ 2003M

Page 60: Kompilasi Makalah Sejarah

60

Dr. ‘Adnan Muhammad Umamah, At-Tajdîd fi al-Fikri al-Islamiy, Dar Ibnul Jauzi, Arab Saudi, Cet I Th

1424 H / 2004 M

Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, LP3ES, Jakarta , Cet VIII Th 1996

Catatan KakCatatan KakCatatan KakCatatan Kakiiii

[1] Kumpulan Makalah, Kalimât fi Takrîmihi wa Buhûts fi Fikrihi wa Fiqhihi Muhdât Ilaihi

Bimunâsabah Bulûghihi Al-Sab'in, Darus Salam, Kairo, Cet. I 2004 Juz I hal 371

[2] Dr. Yusuf Qardhawi, Ibnu al-Qaryah wa al-Kuttâb Malâmih Sirah wa Masîrah, Dar al-Syuruq, Kairo,

Cet. I 2003 hal 10

[3] Kumpulan Makalah, op.cit., hal 396

[4] Ibid, hal 20 dan 22

[5] Dr. Hasan Ali Daba, Al-Qaradhawi wa Dzâkirat Al-Ayyâm, Maktabah Wahbah, Kairo, Cet.I 2004

[6] Kumpulan Makalah, op.cit., hal. 111

[7] Ibid, hal 114

[8] Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, LP3ES, Jakarta , Cet. VIII 1996

Page 61: Kompilasi Makalah Sejarah

61

Bahtera Nabi NuhBahtera Nabi NuhBahtera Nabi NuhBahtera Nabi Nuh

Oleh:

Ulis Tofa, LcUlis Tofa, LcUlis Tofa, LcUlis Tofa, Lc

Agar misi dakwah ilallah berjalan dengan lancar dan kontinu, Allah swt. membekali para nabi dan

rasul dengan salah satu sifat asasi, yaitu sabar. Sabar dalam terus mengajak kebaikan, sabar

dalam menghadapi hinaan, tegar dalam menghadapi penentangan, sebagaimana mereka juga

dibekali dengan sifat bijaksana dan santun. Dengan demikian, tidak ada lagi hujjah atau udzur bagi

orang kafir dengan menyalahkan Allah swt. di yaumil akhir kelak setelah datangnya para nabi dan

rasul di tengah-tengah mereka.

Membuktikan KesabaranMembuktikan KesabaranMembuktikan KesabaranMembuktikan Kesabaran

Adalah Nabi Nuh alaihissalam, salah satu dari rasul yang memiliki sebutan ulul azmi, yang memiliki

ketegaran. Ia mendakwahi kaumnya selama sembilan ratus lima puluh tahun. Subhanallah, waktu

yang tidak sebentar. Ia sabar menghadapi celaan kaumnya, ia tegar menghadapi penentangan

mereka. Sisi lain, ia sangat menghendaki kebaikan dan keimanan kaumnya. Akan tetapi mereka

bukannya menerima seruan dakwah Nabi Nuh, justru kian hari mereka kian menolak dan

menentang.

Perihal penolakan kaumnya, Nabi Nuh alaihissalam mengadu kepada Allah swt. Ia merasa tidak

ada peluang kebaikan dan keimanan lagi dari kaumnya. Akhirnya Allah swt. memberitahu Nuh

bahwa kaumnya tidak akan ada yang mau beriman lagi.

“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu,

kecuali orang yang telah beriman (saja). Karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang

selalu mereka kerjakan.” (Huud: 36)

Ketika mengetahui bahwa Allah swt. telah memutuskan kalimat-Nya bahwa tidak akan ada yang

beriman seorang pun dari mereka setelah ini, Allah telah menutup kalbu mereka dan menguncinya

dengan gembok yang kuat, Nabi Nuh alaihissalam berkata, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan

seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan

mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan

melahirkan kecuali anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. (Nuh: 26-27)

Allah swt. mengabulkan pengaduan Nabi Nuh dan memerintahkannya untuk bersiap-siap

mengadakan penyelamatan bila tiba saatnya. “Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan

Page 62: Kompilasi Makalah Sejarah

62

petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim

itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (Huud: 37)

Melaksanakan Perintah Tanpa RaguMelaksanakan Perintah Tanpa RaguMelaksanakan Perintah Tanpa RaguMelaksanakan Perintah Tanpa Ragu

Nabi Nuh menjauh dari pusat kota untuk membuat bahtera. Ia mulai bekerja. Sampai di sini, ia pun

tidak luput dari celaan dan hinaan kaumnya.

Sebagian mereka mengatakan, “Wahai Nuh, kamu sebelum ini mengaku sebagai Nabi dan Rasul,

bagaimana sekarang kamu menjadi tukang kayu? Apakah kamu melepaskan kenabian? Ataukah

kamu lebih suka menjadi tukang kayu?”

Sebagian yang lain mengatakan, “Kamu membuat bahtera di tempat yang jauh dari sungai dan

laut? Apakah kamu mengharapkan banjir akan menjalankan bahteramu? Atau kamu paksa angin

akan membawanya terbang?”

Nabi Nuh tidak menggubris hinaan dan celaan mereka. Ia dengan santun melalui omong kosong

mereka, sambil berkata, “Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu

sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan

ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal.” (Huud: 38-39)

Nabi Nuh berkonsentrasi membuat bahtera. Ia menyusun kayu-kayu, menguatkan susunan-

susunannya, sampai akhirnya jadilah bahtera besar dan kokoh. Nabi Nuh menunggu keputusan

Allah swt. sampai akhirnya Allah swt mewahyukan kepadanya: “Jika sudah datang keputusan Kami,

telah tampak tanda-tanda ayat-ayat Kami, maka berlindunglah kamu di dalam bahtera, dan

bawalah orang yang beriman dari keluarga dan kaummu, dan bawalah setiap hewan dan tanaman

masing-masing sepasang.”

Tibalah putusan Allah swt., yaitu ketika pintu-pintu langit terbuka dengan mengguyurkan hujan yang

sangat deras, sedangkan bumi memancarkan sumber air yang sangat kencang, hingga

menyebabkan air bah meluap, meninggi dan terus meninggi. Nabi Nuh bergegas menuju

bahteranya dengan melaksanakan segala perintah Tuhannya, yaitu membawa manusia, hewan, dan

tanaman berpasangan.

Tawakkal kepada AllahTawakkal kepada AllahTawakkal kepada AllahTawakkal kepada Allah

Bahtera melaju dengan nama Allah swt., Dzat yang

menjalankan dan melepasnya. Kadang bahtera melaju

dengan tenang, kadang melaju dengan goncangan hebat.

Page 63: Kompilasi Makalah Sejarah

63

Tsunami menggulung setiap yang diterjangnya. Ombak menggunung mengubur orang-orang kafir.

Busa air bah bak kain kafan yang menyelimuti mereka. Mereka berjuang menyelamatkan diri dari

maut, padahal maut mengejar dan mengalahkan mereka. Mereka melawan ombak, justru ombak

menggilas mereka.

Nabi Nuh dan kaumnya tenang di atas bahtera, sampai akhirnya ia melihat putranya, Kan’an –

penentang Allah, membenci dan menjauh dari ayahnya– berusaha menyelamatkan diri dari

gulungan ombak yang dahsyat. Ia terlihat berusaha memegang tali agar selamat, atau menuju bukit

agar terhindar dari tsunami. Akan tetapi maut mengincar dirinya.

Melihat kejadian itu, Nabi Nuh sebagai seorang ayah merasa kasihan. Cinta dan kasih-sayang

seorang ayah bergolak. Nabi Nuh memanggil putranya dengan harapan panggilan itu sampai pada

kalbu, sehingga ia mau beriman. Atau sampai pada perasaan yang paling dalam sehingga ia mau

mendengar seruan ayahnya. “Wahai putraku, mau ke mana kamu? Kamu lari dari takdir Allah dan

keputusan-Nya menuju takdir dan keputusan-Nya yang lain. Kemari beriman, wahai putraku, kamu

akan bersatu lagi dengan keluargamu, dan kamu akan selamat dari tsunami ini.”

”Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh

memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke

kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (Huud: 42)

Seruan sang ayah rupanya tidak sampai pada lubuk hatinya, tidak sampai ke relung kalbunya. Ia

menyangka mampu menghindar dari keputusan Allah swt., ia mengira bisa selamat dari takdir-Nya.

Kan’an menjawab, ”Menjauhlah kamu dari saya, karena saya akan mencari perlindungan ke gunung

yang dapat menyelamatkanku dari air bah ini!”

Nabi Nuh menyeru dengan penuh kegalauan dan kekhawatiran, ”Wahai putraku, tidak ada yang

melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang. Dan gelombang

menjadi penghalang antara keduanya. Maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang

ditenggelamkan.” (Huud: 43)

Melihat putranya tenggelam di depan mata kepalanya, Nabi Nuh berujar dengan penuh kesedihan

dan duka cita: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji

Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya.” (Huud: 45)

Allah swt. menegur Nabi Nuh, “Wahai Nuh, ia bukan dari anggota keluargamu, ia juga bukan dari

keluarga besarmu. Ia telah menentang, ia telah nyata-nyata kufur, maka jangan kamu anggap ia

sebagai keluargamu, kecuali orang yang telah beriman kepadamu, mempercayai risalahmu,

Page 64: Kompilasi Makalah Sejarah

64

mengikuti dakwahmu. Itulah keluargamu yang Aku janjikan akan selamat dan mendapatkan

kemenangan. ”Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.”(Rum: 47)

Adapun orang-orang yang menentang risalahmu, mendustakan kalimat Tuhanmu, ia keluar dari

anggota keluargamu, jauh dari syafa’atmu, meskipun kalian ada hubungan darah atau nasab.

Allah berfirman: “Hai Nuh, Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan

diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu

memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat)nya. Sesungguhnya Aku

memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak

berpengetahuan.” (Huud: 46)

Mengakui Kesalahan dan Segera BertaubatMengakui Kesalahan dan Segera BertaubatMengakui Kesalahan dan Segera BertaubatMengakui Kesalahan dan Segera Bertaubat

Seketika itu Nabi Nuh paham bahwa perasaannya telah menjerumuskan kepada kesalahan.

Dorongan cinta telah menutupinya dari kebenaran. Ia lebih pantas menengadahkan tangan

bersyukur kepada Allah swt. yang telah menyelamatkan dirinya dan orang-orang beriman dari

tsunami, dan atas ditimpakannya kehancuran dan ditenggelamkannya orang-orang kafir. Nabi Nuh

kembali kepada Allah swt., memohon ampun atas kesalahan dirinya seraya berlindung akan murka-

Nya. Ia berkata: ”Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada

Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikat)nya. dan sekiranya Engkau tidak memberi

ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-

orang yang merugi.” (Huud: 47)

Ketika tsunami telah sampai puncaknya, dan orang-orang zalim telah tergilas olehnya, langit tidak

lagi menurunkan hujan, bumi tidak lagi memancarkan sumber air, dan bahtera pun selamat menepi

di Bukit Judi. Bukit Judi terletak di Armenia sebelah selatan, berbatasan dengan Mesopotamia.

“Dan difirmankan: Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah, dan air pun

disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan:

“Binasalah orang-orang yang zalim.” (Huud: 44).

Dikatakan kepada Nabi Nuh: “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan

dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada

(pula) umat-umat yang kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian

mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami.” (Huud: 48)

Sebagian NilaiSebagian NilaiSebagian NilaiSebagian Nilai----nilai dari Kisah di nilai dari Kisah di nilai dari Kisah di nilai dari Kisah di AtasAtasAtasAtas

Page 65: Kompilasi Makalah Sejarah

65

Pertama, bekal asasi penyeru dakwah ilallah swt. adalah sabar; sabar dalam terus mengajak

kebaikan, dan sabar atas penolakan objek dakwah. ”Siapakah yang lebih baik perkataannya

daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:

“Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?”. Dan tidaklah sama kebaikan dan

kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang

antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-

sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak

dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.”

(Fushshilat: 33-35)

Kedua, tidak lari dari medan dakwah, sehebat apapun penentangan yang dihadapi. Nabi Nuh

tidaklah memohon agar kaumnya dihancurkan, kecuali setelah Allah swt memberitahunya, bahwa

tidak ada yang akan beriman lagi di antara mereka.

Ketiga, melaksanakan perintah, tanpa komentar dan meninggalkan larangan tanpa kompromi.

Rasulullah saw bersabda, ”Tinggalkanlah apa yang aku larang, karena penyebab kaum sebelum

kalian hancur adalah karena mereka selalu mendebat dan menyalahi para nabi mereka. Jika aku

larang sesuatu bagimu, maka jauhilah. Dan jika aku perintahkan untukmu, maka kerjakanlah sesuai

dengan kesanggupanmu.” (HR. Bukhari, Kitab Shahih Bukhari, Jilid 22, Hal. 255).

Keempat, bahwa tugas seorang muslim adalah berdakwah, adapun hidayah adalah hak prerogatif

Allah swt saja. Sekalipun itu anak kita sendiri, kalau Allah swt tidak menentukan mendapat

hidayah, maka ia tidak akan beriman. Sebagaimana kisah paman Nabi Muhammad saw., Abu

Thalib yang meninggal dalam keadaan kafir.

Kelima, segera minta ampun dan beristighfar ketika melakukan kesalahan, sekecil apapun

kesalahan itu dan mengiringinya dengan mengerjakan kebaikan. Rasulullah saw bersabda, ”Dan

iringilah kesalahan dengan perbuatan kebaikan, agar kebaikan itu menghapusnya.” (Hadits Shahih

berdasarkan syarat Bukhari-Muslim, Kitab Mustadrak Imam Hakim, Jilid I, Hal. 174).

Page 66: Kompilasi Makalah Sejarah

66

Khadijah Mengajarkan Cinta Kepada KKhadijah Mengajarkan Cinta Kepada KKhadijah Mengajarkan Cinta Kepada KKhadijah Mengajarkan Cinta Kepada Kiiiitatatata

Oleh:

Ulis Tofa, LcUlis Tofa, LcUlis Tofa, LcUlis Tofa, Lc

dakwatuna.com dakwatuna.com dakwatuna.com dakwatuna.com ---- Diriwayatkan dalam sahih Bukhari dengan sanadnya, dari Ibnu Syihab dari Urwah

bin Az Zubair dari Aisyah, ummul mukminin menceritakan hadits tentang pemulaan turunnya

wahyu, yaitu ketika Malaikat Jibril turun menemui Muhammad di Gua Hira’ dan memintanya

membaca ” iqra’ ” tiga kali.

Tiga kali juga Muhammad saw. Menjawab “Maa ana biqari’ “, menegaskan bahwa beliau tidak bisa

membaca. Kata “maa” merupakan penafian atau pengingkaran bahwa memang beliau tidak

sanggup membaca sama sekali. Kemudian Jibril mendekapnya dengan kuat. Peristiwa tiba-tiba itu

membuat Muhammad saw. takut dan khawatir terhadap dirinya.

Muhammad saw. segera pulang menemui Khadijah binti Khuwailid ra seraya berkata, “Selimuti aku,

selimuti aku.” Dengan sigap Khadijah menyelimutinya, perlahan rasa takut mulai menghilang.

Setelah merasa tenang, Muhammad saw. menceritakan kejadian yang dialaminya. “Sungguh saya

takut terhadap diriku.” pungkas Muhammad saw.

“���� ��� : ���� ���� ����� ���� ��� ���� �� �� ! " ��� #$

%&� '(�)� *+, -./0� 123�� 4�/0� 5��.6� '7�/0�”

Dengan sigap dan mantap Khadijah menjawab, “Tidak, sekali-kali tidak, Demi Allah, Allah tidak

akan menghinakan engkau selamanya, karena engkau penyambung silaturahim, membantu yang

memerlukan, meringankan orang yang tidak berpunya, memuliakan tamu dan menolong untuk

kebenaran.”

****************

Yang menarik untuk disebut dari periwayatan ini adalah, bahwa Aisyah istri Rasulullah saw. sangat

cemburu dengan Khadijah, namun demikian, Aisyah secara amanah meriwayatkan kisah ini apa

adanya, tidak dikurangi sedikit pun. Subhanallah!

****************

Page 67: Kompilasi Makalah Sejarah

67

)�+�)� �:� ���� *+, ����(

“Maka Muhammad segera pulang menemui Khadijah di rumahnya”, mengisyaratkan bahwa

Muhammad saw. “betah” berkeluarga dengan Khadijah, bahkan beliau mengkhususkan curhat

kepadanya atas kejadian yang dialaminya. Padahal Khadijah ra tidak sendirian di rumahnya,

Khadijah bersama anak-anaknya -bukan anak Muhammad dari hasil pernikahan dengan Khadijah.

Seandainya Muhammad saw. tidak “betah” di rumah Khadijah, pasti beliau tidak akan pulang ke

rumah Khadijah di saat dirinya dihantui ketakutan seperti itu.

Muhammad saw. minta diselimuti, ketika rasa takut dalam dirinya lenyap dan rasa khawatir yang

menyelimuti jiwanya hilang, Muhammad saw. baru menceritakan apa yang terjadi.

****************

Rasa takut yang demikian hebat mampu menghalangi berpikir jernih dan menghambat berinisiatif

secara cepat dan tepat.

)<)� 5)= > :�?� 4�@A�� B0CD� E���� �2F���� G, 'FH �+�)

“Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, diapun

bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) kami tentang kaum Luth.” Huud:74

)E���� B:, 'FH I� J)+" �(

Penggunaan huruf ” fa’ ” dalam potongan hadits di atas menunjukkan kesigapan seorang istri,

“Maka Khadijah langsung menyelimutinya, sehingga

hilanglah rasa takut darinya.”

Muhammad saw. terkenal sebagai seorang yang selalu

menjaga kehormatan dan kepribadian dirinya, sehingga

tidak mungkin beliau meminta diselimuti, kalau bukan

karena kondisi yang menimpa dirinya sedemikian hebat.

Page 68: Kompilasi Makalah Sejarah

68

Namun, rasa takut dan khawatir yang dialami Muhammad saw. adalah hal yang wajar,

sebagaimana nabi-nabi sebelumnya juga demikian, “Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak

menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka.

Malaikat itu berkata: “Jangan kamu takut, Sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang

diutus kepada kaum Luth.” Huud:70

“Maka Musa merasa takut dalam hatinya.” Thaaha:67

“(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka

berkata: “Janganlah kamu takut”, dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan

(kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak). Adz Dzariat:28

Muhammad menceritakan kejadian yang dialaminya setelah beliau benar-benar merasakan

ketenangan. Muhammad memilih Khadijah sebagai tempat curhat beliau. Kenapa? Karena

Khadijah orang yang paling tahu tentang dirinya, orang yang paling dekat dengannya, Khadijah tahu,

bahwa apa yang diceritakan suaminya adalah benar.

Sekaligus Muhammad saw. juga paham bahwa istrinya mampu memberi jalan keluar dari peristiwa

yang hadapinya.

Khadijah seorang yang cerdas, mengetahu solusi jitu atas apa yang dialami suaminya, termasuk

perihal yang belum pernah terjadi sekalipun.

****************

Permulaan turunnya wahyu merupakan tahapan baru bagi kehidupan Muhammad saw. turunnya

wahyu dengan tiba-tiba menjadikan diri beliau berubah statusnya. Turunya permulaan wahyu ini

sebagai deklarasi tersambungnya kembali antara langit (risalah Ilahiyah) dengan bumi (tugas

penyampaian dan sikap optimisme hidup).

Tersambungnya kembali jalinan langit dan bumi, setelah sebelumnya terputus beberapa abad.

Inilah proses penguatan jiwa Muhammad saw. sebagai seorang manusia untuk menerima risalah

Ilahiyah.

****************

Karena itu, Muhammad saw. berkata, “Saya takut terhadap diriku sendiri” rasa takut terhadap apa

yang ia lihat dan didengar itu bagian dari tipu daya jin atau dukun, sebagaimana yang dipaparkan

dalam buku-buku sirah tentang ketakutan Muhammad saw. terhadap dirinya.

Page 69: Kompilasi Makalah Sejarah

69

Khadijah menjawab dengan mantap, karena dilatarbelakangi pengenalan panjangnya terhadap

pribadi Muhammad saw. sejak menjadi pedagang.

Pengenalan panjang Khadijah sebelum menikah dengan Muhammad, yaitu informasi di dapat dari

pembantunya yang bernama Maisaroh -seorang laki-laki- yang menemani Muhammad saw.

berdagang ke Syam, di mana Maisaroh melihat awan dengan mata kepala sendiri berjalan

menaungi Muhammad saw. di suasana terik matahari. Dalam riwayat lain dua malaikat menaungi

Muhammad saw. ke mana saja ia berjalan dari terik matahari.

Atau berteduhnya Muhammad saw. di bawah sebuah pohon. Seorang Rahib yang melihat kejadian

itu berkomentar, “Tidak ada orang yang berteduh di pohon ini kecuali ia adalah seorang nabi,

sebagaimana diterangkan dalam kitab asli kami.” Dan ketika diceritakan ciri-ciri Muhammad, maka

itu persis tertulis dalam kitab mereka.

Kisah ini ditulis di banyak buku sirah, seperti sirah Ibnu Ishaq, sirah Ibnu Hisyam, sirah As Suyuthi,

sirah As Suhaili dan lain-lain.

****************

Makanya, ketika Khadijah menjawab dengan mantap, “Tidak, sekali-kali tidak” adalah berdasarkan

data-data panjang yang ia ketahui sebelumnya. Jawaban yang juga tidak diduga Muhammad saw.

sendiri. Jawaban tegas, memancar dari aliran cintanya kepada suaminya. Kenapa tidak? Karena

Khadijah yakin bahwa beliau adalah utusan Allah swt. untuk umat ini.

Khadijah segera mencarikan informasi kepada tokoh agama, Waraqah bin Naufal, atau kepada

pendeta Buhaira tentang kejadian yang dialami Muhammad saw. Keduanya berkomentar, bahwa

Muhammad seorang nabi akhir zaman untuk umat ini.

****************

Proses nikahnya Khadijah dengan Muhammad pun unik, di mana Khadijah meminta salah seorang

wanita Quraisy untuk mempengaruhi Muhammad dengan menceritakan keistimewaan dan

kelebihan Khadijah. Di akhir lobi, wanita itu menawarkan kepada Muhammad, bahwa Khadijah

layak menjadi Istrinya, dan Muhammad cocok menjadi suaminya.

Dengan ditemani pamannya, Abu Thalib dan paman-paman yang lain, Muhammad saw. melamar

Khadijah. Sejarah sirah mencatat, bahwa Khadijah ketika itu sebagai seorang pebisnis ulung yang

sangat kaya raya.

****************

Page 70: Kompilasi Makalah Sejarah

70

Kisah lain yang menguatkan bahwa Muhammad saw. seorang Rasul adalah sebagaimana

diriwayatkan Imam Baihaqi dari Ibnu Ishaq, bahwa Khadijah bersanding dengan Muhamamd saw. di

dalam rumahnya. Khadijah berkata, “Apakah engkau melihat Malaikat Jibril? Muhammad

menjawab, “Ya”. Maka Khadijah masuk ke bilik kamarnya dan bersanding dengan Muhammad

seraya membuka tutup kepala dan cadar yang dipakainya. Khadijah kembali bertanya, “Apakah

engkau masih melihatnya? Tidak, jawab Muhamamd saw. Khadijah berkomentar, Ia bukanlah

setan, ia adalah malaikat wahai putra pamanku. Khadijah yakin dan bersaksi bahwa apa yang

dibawa Muhammad saw. adalah kebenaran.

Demikian, kita melihat sikap bijak ummul mukminin, Khadijah ra. Dirinya menjadi dewasa dan

matang bersamaan dengan kejadian-kejadian yang dialaminya. Khadijah menjadi mudah

menyelesaikan persoalan bersamaan dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya.

Khadijah tidak sekedar menggembirakan dan membela Muhammad saw. berdasarkan dugaan atau

kamuflase belaka. Akan tetapi Khadijah mempersembahkan pembelaan dan menyenangkan hati

suaminya karena berdasarkan data-data panjang yang ia hadapi selama ini.

Dengan sigap dan penuh cinta, Khadijah mendampingi suaminya menghadapi persoalan hidup.

Allahu a’lam.

Page 71: Kompilasi Makalah Sejarah

71

Sejarah Indonesia Dekat dengan PalestinaSejarah Indonesia Dekat dengan PalestinaSejarah Indonesia Dekat dengan PalestinaSejarah Indonesia Dekat dengan Palestina

Oleh:

Ulis Tofa, LcUlis Tofa, LcUlis Tofa, LcUlis Tofa, Lc

dakwatuna.com dakwatuna.com dakwatuna.com dakwatuna.com ---- Sejarah bangsa Indonesia wabil khusus sejarah umat muslimnya sangat dekat

dengan bangsa Palestina. Fakta sejarahnya ada sampai sekarang ini, adalah kota Kudus, Masjid Al

Aqsha, madzhab Imam Asy Syafi’i, pengakuan kemerdekaan dan penjajahan.

Apa hubungannya semua itu dengan Palestina?

Fakta pertama, Adalah Syaikh Ja’far Shadiq juru dakwah sekaligus panglima perang kerajaan

Demak, sebelum akhirnya beliau hijrah ke kota Tajug, kota sebelah utara Demak. Ja’far Shadiq

yang lebih terkenal dengan sebutan Sunan Kudus itu menamakan masjid yang dibangunnya pada

tahun 956 H atau 1530 M. dengan Masjidil Aqsha. Dalam prasasti pendirian masjid tertuliskan:

“Telah dibangun Masjidil Aqsha fil Quds” Maksud beliau adalah penamaan ini meniru apa yang ada

di Palestina, yaitu masjidil Aqsha di Kota Quds. Sehingga beliau merubah nama kota Tajung

menjadi kota Kudus.

Apakah Sunan Kudus pernah mengadakan pengembaraan ilmiyah ke Timur Tengah, terutama

Palestina? –ada referensi yang menulis demikian-, atau beliau hanya membaca sejarah Palestina

lewat referensi buku? Keduanya ini masih menjadi penelitian penulis. Yang jelas penamaan hal di

atas bukan tanpa maksud, bukan tanpa disengaja. Justru karena pengetahuan beliau terhadap

sejarah Palestina, sehingga dengan bangga beliau menjadikannya nama di negerinya.

Masjidil Aqsha dengan menaranya yang demikian tegar sampai sekarang yang berlokasi di tengah

kota Kudus ini menjadi kebanggaan umat muslim, tidak hanya di Indonesia bahkan di manca

negara. Menjadi tempat yang dikunjungi. Rahimahullah Syaikh Ja’far Shadiq.

Fakta kedua, adalah Imam Asy Syafi’i, salah satu imam mazhab besar yang empat, madzhabnya

dijadikan sebagai acuan sebagian besar umat muslim di Indonesia. Siapa Imam Asy Syafi’i? Beliau

adalah Muhmmad bin Idris Asy Syafi’i, lahir di kota Ghazzah atau Gaza, Palestina pada tahun 150 H

atau 767 M. beliau masih ada nasab dengan Nabi Muhamamd saw., ia termasuk dari Bani

Muththalib, saudara dari Bani Hasyim, kakek Rasulullah saw.

Fakta ketiga, Bahwa yang pertama kali menyuarakan kemerdekaan Indonesia adalah bangsa

Palestina. Gong dukungan untuk kemerdekaan Indonesia ini dimulai dari Palestina dan Mesir,

seperti dikutip dari buku “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” yang ditulis oleh Ketua

Panitia Pusat Perkumpulan kemerdekaan Indonesia , M. Zein Hassan, Lc. Buku ini diberi kata

Page 72: Kompilasi Makalah Sejarah

72

sambutan oleh Moh. Hatta (Proklamator & Wakil

Presiden pertama RI), M. Natsir (mantan Perdana

Menteri RI), Adam Malik (Menteri Luar Negeri RI

ketika buku ini diterbitkan), dan Jenderal (Besar) A.H.

Nasution.

M. Zein Hassan Lc. sebagai pelaku sejarah,

menyatakan dalam bukunya pada hal. 40,

menjelaskan tentang peran serta, opini dan dukungan

nyata Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia, di saat negara-negara lain belum berani untuk

memutuskan sikap. Dukungan Palestina ini diwakili oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini -mufti

besar Palestina- secara terbuka mengenai kemerdekaan Indonesia:

“.., pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan selamat’ mufti Besar

Palestina Amin Al-Husaini (beliau melarikan diri ke Jerman pada permulaan perang dunia kedua)

kepada Alam Islami, bertepatan ‘pengakuan Jepang’ atas kemerdekaan Indonesia . Berita yang

disiarkan radio tersebut dua hari berturut- turut, kami sebarluaskan, bahkan harian “Al-Ahram” yang

terkenal telitinya juga menyiarkan. ”Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dalam kapasitasnya sebagai

mufti Palestina juga berkenan menyambut kedatangan delegasi “Panitia Pusat Kemerdekaan

Indonesia” dan memberi dukungan penuh.”

Peristiwa bersejarah tersebut tidak banyak diketahui generasi sekarang, mungkin juga para pejabat

di negeri ini.

Bahkan dukungan ini telah dimulai setahun sebelum Sukarno-Hatta benar-benar memproklamirkan

kemerdekaan RI. Tersebutlah seorang Palestina yang sangat bersimpati terhadap perjuangan

Indonesia , Muhammad Ali Taher. Beliau adalah seorang saudagar kaya Palestina yang spontan

menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti dan berkata: “Terimalah

semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia ..”

Setelah seruan itu, maka negara daulat yang berani mengakui kedaulatan RI pertama kali adalah

Negara Mesir tahun 1949. Pengakuan resmi Mesir itu (yang disusul oleh negara-negara Timur

Tengah lainnya) menjadi modal besar bagi RI untuk secara sah diakui sebagai negara yang

merdeka dan berdaulat penuh. Pengakuan itu membuat RI berdiri sejajar dengan Belanda (juga

dengan negara-negara merdeka lainnya) dalam segala macam perundingan dan pembahasan

tentang Indonesia di lembaga internasional.

Fakta keempat. Adalah adanya kesamaan dijajah, bedanya kalau Indonesia sudah terlepas dari

penjajah, sedangkan Palestina sampai sekarang ini masih dijajah Zionis Israel.

Page 73: Kompilasi Makalah Sejarah

73

Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa akar masalah dari bangsa Palestina adalah penjajahan

Zionis Israel terhadap bumi Palestina, itulah yang diungkapkan oleh Menlu RI, Hasan Wirayuda

menanggapi agresi Israel ke Palestina akhir tahun 2008 yang lalu. Sehingga Indonesia sangat

peduli dengan kondisi Palestina, ini sebagai bukti pengejawantahan amanat konstitusi bangsa ini

“…bahwa kemerdekaan adalah hak suatu bangsa, oleh karena itu segela bentuk penjajahan harus

dihapuskan di atas muka bumi.”

Karenanya wajar jika rakyat Palestina bersama-sama pemerintahannya mengadakan perlawanan,

sebagaimana bangsa ini terdahulu, rakyat dan para pejuangnya melawan penjajah, mereka bangga

dengan pemimpinnya, bahkan kita pun memperingatinya setiap tahun sekali sebagai hari

pahlawan.

Demikian juga rakyat Palestina, mereka bangga dan mendukung penuh gerakan perlawanan

bangsanya menentang Zionis Israel.

Ini beberapa catatan fakta sejarah yang menguatkan hubungan Indonesia dan Palestina, sehingga

bangsa Indonesia akan terus peduli dengan Palestina, sampai Palestina merdeka, sampai masjidil

Aqsha yang sekarang masih di bawah cengkeraman Zionis Israel terbebaskan, sampai boklade atas

Gaza dicabut, sampai pintu-pintu perbatasan dibuka. Sampai Palestina menjadi negara berdaulat,

sejajar dengan bangsa lain. Allahu a’lam