180
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA (Studi pada Pola Komunikasi Etnis Tionghoa dengan Pribumi di RW 06 Kelurahan Cipondoh Indah Kota Tangerang) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Wita Eka Sucita NIM: 1112051000126 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA (Studi pada Pola Komunikasi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36853/1/WITA EKA... · komunikator pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima

Embed Size (px)

Citation preview

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

(Studi pada Pola Komunikasi Etnis Tionghoa dengan Pribumi di RW 06

Kelurahan Cipondoh Indah Kota Tangerang)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos)

Oleh:

Wita Eka Sucita

NIM: 1112051000126

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

i

ABSTRAK

Nama : Wita Eka Sucita

NIM : 1112051000126

Komunikasi Antarbudaya (Studi pada Pola Komunikasi Etnis Tionghoa

dengan Pribumi di RW 06, Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang)

Etnis Tionghoa merupakan salah satu etnis yang hidup berdampingan

dengan warga pribumi yang ada di RW 06 Kelurahan Cipondoh Indah, Kota

Tangerang sejak bertahun-tahun yang lalu. Menyadari memiliki latar belakang

budaya yang berbeda, maka mereka berusaha untuk melakukan komunikasi

antarbudaya yang baik satu dengan yang lainnya agar terciptanya hubungan yang

harmonis diatara etnis Tionghoa dengan pribumi. Namun, ternyata masih ditemui

beberapa hambatan dalam komunikasi antarbudaya yang terjadi antara etnis

Tionghoa dengan pribumi di RW 06 Kelurahan Cipondoh Indah Kota Tangerang.

Berangkat dari latar belakang tersebut maka timbul pertanyaan bagaimana

proses komunikasi antarbudaya yang terjadi pada etnis Tionghoa dengan pribumi

di Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang, khususnya yang tinggal di RW

06? Faktor apa saja yang dapat menghambat dalam proses komunikasi

antarabudaya yang terjadi pada etnis Tionghoa dengan pribumi?

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dari Samovar dan

Porter yang secara umum menekankan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi bila

komunikator pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesan adalah

anggota suatu budaya lainnya.

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif

dengan pendekatan penelitian kualitatif, pengumpulan data melalui wawancara ke

beberapa narasumber yang dianggap tepat dalam memberikan informasi dan juga

dokumentasi, beberapa data yang bersifat teoritis didapat dari buku-buku,

dokumen yang berisi data formal, internet dan lain sebagainya yang bersangkutan

dengan penelitian, peneliti juga melakukan observasi dengan datang langsung ke

Kelurahan Cipondoh Indah tepatnya di RW 06.

Hubungan Komunikasi antarbudaya Etnis Tionghoa dengan pribumi di

RW 06, Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang sangat nampak dari berbagai

aspek kegiatan seperti ekonomi, pendidikan, keagamaan dan budaya, adapun

bahasa yang digunakan dalam hubungan komunikasi meliputi bahasa Indonesia,

daerah dan bahasa Cina (tergantung daerah masing-masing), sedangkan mengenai

prasangka dan stereotip yang terjadi hanya dalam skala yang kecil sehingga tidak

menimbulkan konflik universal antara etnis Tionghoa dengan pribumi.

Kata Kunci: Komunikasi Antarbudaya, Etnis Tionghoa, dan Pribumi

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil aalamiin, puji serta syukur tak lupa penulis

panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan nikmat Nya lah

sehingga penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan

skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya, serta para pengikutnya hingga

akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis

mengalami banyak kendala dan kesulitan sehingga rasa putus asa pun kerap kali

datang dan dirasakan. Namun berkat dukungan yang tiada henti serta bantuan dan

bimbingan yang di berikan kepada penulis dari berbagai pihak, menjadikan

penulis kembali bangkit dan bersemangat untuk menyelesaikan skripsi ini dan

akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.

Banyak pihak yang telah berjasa dalam penyelesaian skripsi ini, namun

karena keterbatasan kata dalam pengantar maka penulis tidak dapat menyebutkan

pihak tersebut satu persatu dan tanpa mengurangi rasa terima kasih, izinkan

penulis menyebutkan beberapa pihak untuk mewakili pihak-pihak yang berjasa

tersebut, antara lain:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan,

M.A, Wakil Dekan I dalam bidang akademik Suparto, M. Ed. Ph. D, Wakil

Dekan II dalam bidang administrasi Dr. Roudhonah, M.Ag, dan Wakil Dekan

III dalam bidang kemahasiswaan Dr. Suhaimi, M. Si.

2. Drs. Masran, M. A. Selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.

iii

3. Fita Fathurokmah, M. Si. Selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran

Islam.

4. Ade Masturi, M. A. Selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar dan berkenan

meluangkan waktunya untuk membimbing penulis serta memberikan ilmu-

ilmunya yang begitu berharga.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah

mendidik dan memberikan banyak ilmu yang bermanfaat untuk dunia dan

akhirat bagi penulis.

6. Segenap staf Tata Usaha, Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi dan Perpustakaan Utama yang telah memberikan pelayanan sangat

baik bagi penulis selama perkuliahan dan dalam penulisan skripsi ini.

7. Kedua orang tua tercinta, H. Taufik Sannyoto, M.Pd. dan Wiwin Herawati, S.

Pd. Atas setiap doanya yang tercurahkan siang dan malam, memberikan kasih

sayang serta perhatian tiada henti selama ini. Semoga Allah SWT selalu

melindungi dan memberikan kesehan bagi kalian berdua.

8. Muhammad Andrian yang selalu menemani dan membantu penulis dalam

segala hal, serta memberikan dukungan agar penulis tetap semangat dalam

berjuang, terima kasih atas waktunya selama ini.

9. Para Sahabat seperjuangan: Tiara, Puji, Syifa, Umu, Fatimah, Isnaini,

Depriska, Diah, Vika, Riska, Siti Nur Lela, dan Dewi yang selalu memberikan

dukungan luar biasa bagi penulis agar selalu tetap semangat demi

menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas waktu serta perhatian kalian

iv

semua selama ini dan mau menemani dalam suka maupun duka semoga kita

akan selalu menjadi sahabat terbaik.

10. Teman-teman KPI angkatan 2012 khususnya KPI D, KKN Gemmar, dan

Voice of Communication Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, terima

kasih atas pengalamannya selama ini sehingga kita dapat belajar bersama.

11. Seger Santoso, Rosdiana Gazali, Usmiaty dan semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis

sebutkan namanya satu persatu. Tanpa mengurangi rasa hormat penulis

ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya, semoga Allah SWT

membalas kebaikan kalian semua dengan limpahan rahmat Nya.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua kebaikan

pihak-pihak yang telah membantu. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 07 Juni 2017

Wita Eka Sucita

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................. i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iv

DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Fokus Penelitian ........................................................................... 5

C. Rumusan Masalah ........................................................................ 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 7

E. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 9

F. Metodologi Penelitian .................................................................. 10

G. Sistematika Penulisan .................................................................. 16

BAB II LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Komunikasi Antarbudaya ......................................... 19

B. Model Komunikasi Antarbudaya ................................................. 21

C. Pengertian Pola Komunikasi ........................................................ 23

D. Hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya ................................ 28

E. Teori Komunikasi Antarbudaya ................................................... 32

F. Pribumi dan Etnis Tionghoa di Indonesia .................................... 34

BAB III GAMBARAN UMUM KELURAHAN CIPONDOH INDAH

A. Keadaan Geografis ...................................................................... 39

B. Keadaan Demografis .................................................................... 41

C. Keragaman Etnis di Kelurahan Cipondoh Indah ......................... 48

BAB IV KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ETNIS TIONGHOA DAN

PRIBUMI

A. Pola Komunikasi Etnis Tionghoa dan Pribumi dalam Komunikasi

Antarbudaya di RW 06 Kelurahan Cipondoh Indah Kota Tangerang . 52

v

B. Hubungan Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kelurahan Cipondoh

Indah, Kota Tangerang dalam Bermasyarakat ............................. 66

C. Hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya ................................ 82

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 105

B. Saran ............................................................................................ 106

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 107

LAMPIRAN

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Angka Mobilitas Penduduk ............................................................. 41

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis .............................................. 42

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ............................... 43

Tabel 3.4 Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Umur ....................................... 43

Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama .......................................... 44

Tabel 3.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Lapangan Pekerjaan ..................... 45

Tabel 3.7 Keadaan Penduduk Berdasarkan Kondisi Pendidikan .................... 47

Tabel 4.1 Karakteristik Interaksi Komunikasi Antarkelompok ...................... 59

Tabel 4.2 Kata Serapan ................................................................................... 90

Tabel 4.3 Hambatan Komunikasi Antarbudaya .............................................. 91

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Komunikasi Antarbudaya ......................................................... 20

Gambar 2.2 Model Komunikasi Antarbudaya ............................................. 22

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kelurahan Cipondoh Indah ................................ 39

Gambar 4.1 Komunikasi Antarpribadi Secara Tatap Muka ......................... 54

Gambar 4.2 Kegiatan Rapat Warga di RW 06 Kelurahan Cipondoh Indah. 60

Gambar 4.3 Suasana di Toko Obat ............................................................... 64

Gambar 4.4 Komunikasi di Lingkungan Sekolah ........................................ 68

Gambar 4.5 Kegiatan Maulid Nabi .............................................................. 70

Gambar 4.6 Warga Pribumi Ikut Membantu Pengamanan Saat Perayaan Imlek

dan Pembagian Sembako pada Warga yang Kurang Mampu .. 71

Gambar 4.7 Suasana di Posbindu Anggrek .................................................. 75

Gambar 4.8 Kegiatan Posyandu di RW 06 ................................................... 77

Gambar 4.9 Iringan Barongsai dan Beksi pada saat Karnaval ..................... 80

Gambar 4.10 Kegiatan Wisata Ibu-ibu di RW 06 Kelurahan Cipondoh

Indah ......................................................................................... 94

Gambar 4.11 Acara Makan Bersama Bapak-bapak dan Remaja di RW 06

Kelurahan Cipondoh Indah ....................................................... 95

Gambar 4.12 Kegiatan Gotong-royong Membersihkan Lingkungan Tempat

Tinggal ...................................................................................... 99

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Etnis Tionghoa1 merupakan salah satu etnis di Indonesia yang

memiliki populasi yang sangat banyak, dengan persentase sekitar 4%-5%

dari seluruh jumlah penduduk Indonesia.2 Salah satunya kota yang menjadi

penyebaran dari etnis Tionghoa adalah Kota Tangerang.

Kota Tangerang memiliki jumlah etnis Tionghoa yang signifikan,

banyak dari mereka adalah campuran dari Tionghoa Benteng yang biasa

disebut Cina Benteng (Ciben).3 Kawasan yang menjadi tempat tinggal

komunitas Cina Benteng terletak disekitar Sungai Cisadane, Kawasan

Pasar Lama, Vihara Boen Tek Bio, dan Museum Benteng Heritage.

Walaupun Tangerang dikenal dengan Cina Benteng tetapi ada

beberapa kawasan pecinan yang warga etnis Tionghoanya bukan dari Cina

Benteng melainkan pendatang dari wilayah lain. Salah satunya kawasan

1 Menurut Melly G. Tan, istilah etnis Tionghoa mengacu pada sebuah kelompok orang

dengan elemen budaya yang dikenali sebagai atau dapat disebabkan oleh budaya Tionghoa.

Kelompok tersebut secara sosial, mengidentifikasikan diri dengan diidentifikasikan oleh kelompok

yang lainnya sebagai kelompok yang berbeda. Melly G. Tan, Etnis Tionghoa di Indonesia,

(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 25 2 Koran Yogya, Menemukan Sepenggal Sejarah Etnis Tionghoa di Kota Tangerang,

http://koranyogya.com/menemukan-sepenggal-sejarah-etnis-tionghoa-di-kota-tangerang/, diakses

pada Rabu, 31 Agustus 2016, pukul 23:08 WIB 3 Cina Benteng merupakan komunitas warga asal Tionghoa (Manchuria) yang sudah

berakulturasi dan berintegrasi dengan lingkungan dan kebudayaan masyarakat lokal (Betawi-

Sunda) yang sudah tinggal turun-menurun di Kota Tangerang. Meski demikian, warga Cina

Benteng masih melestarikan adat istiadat dari nenek moyang mereka. Kata benteng sendiri

merupakan asal kata dari nama lama Kota Tangerang yang pada saat itu terdapat sebuah benteng

Belanda di Kota Tangerang dipinggir sungai Cisadane. Orang dari Cina Benteng dikenal warna

kulitnya yang sedikit gelap dibandingkan warga keturunan Tionghoa lainnya. Iwan Santosa,

Peranakan Tionghoa di Nusantara, (Jakarta:Kompas Media Nusantara), h.17.

http://koranyogya.com/menemukan-sepenggal-sejarah-etnis-tionghoa-di-kota-tangerang/

2

pecinan yang ada di Poris lebih tepatnya berada di Kelurahan Cipondoh

Indah. Seperti yang di sampaikan oleh Seger (ketua RW 06 Kelurahan

Cipondoh Indah). Beliau mengatakan bahwa warga etnis Tionghoa yang

tinggal di RW 06, Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang, tidak

semuanya bagian dari komunitas Cina Benteng, hal tersebut disebabkan

karena sebagian dari mereka bukan berasal dari perkawinan campuran

dengan penduduk asli Kota Tangerang, melainkan mereka (etnis

Tionghoa) adalah perantauan yang datang dari beberapa wilayah di

Indonesia antara lain Kalimantan, Bangka, Medan, Jawa dan lain

sebagainya, yang memiliki tujuan mencari nafkah di Kota Tangerang dan

memperbaiki kehidupan mereka.4

Jika dilihat hanya sepintas maka kita akan menilai bahwa

kehidupan sehari-hari etnis Tionghoa dan pribumi5 yang tinggal di RW 06,

Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang berlangsung secara harmonis,

karena terlihat dari cara mereka saling menerima perbedaan budaya yang

ada diantara mereka, selain menerima mereka juga sangat menghornati

perbedaan yang ada diantara mereka. Meskipun demikian dalam hubungan

tidak seutuhnya dapat berlangsung secara lancar atau tidak menemui

kendala, dan nyatanya ketika penulis melakukan penelitian awal akan

4 Wawancara dengan Seger Santoso (Ketua RT 06, Kelurahan Cipondoh Indah), Tanggal

25 Agustus 2016 di Poris Indah Blok C/24 RT 001/06, pukul 20.00-20.36 5 Penduduk asli atau pribumi adalah setiap orang yang tinggal disuatu tempat, wilayah

atau negara dan menetap disana dengan status orisinal atau asli sebagai suku bangsadan bukan

pendatang dari negeri lainnya. Pribumi bersifat autochton (melekat pada suatu tempat), secara

lebih khusus istilah Pribumi ditunjukan pada setiap orang yang terlahir dari kedua orang tua yang

terlahir sama ditempat tersebut. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 1990), h.34

3

hubungan etnis Tionghoa dan pribumi ternyata penulis menemukan bahwa

hubungan antara etnis Tionghoa dengan pribumi di RW 06 kelurahan

Cipondoh Indah masih terjadi beberapa hambatan dalam berkomunikasi

antarbudaya, salah satunya adalah sikap stereotip.

Menurut Deddy Mulyana penstereotipan (stereotyping), adalah

sikap menggenarlisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informan yang

membentuk asumsi terhadap mereka berdasarkan keanggotaan mereka

dalam suatu kelompok. Stereotip bisa berkaitan dengan hal yang positif

dan negatif, selain itu stereotip bisa benar dan bisa juga salah, stereotip

juga bisa berhubungan dengan individu ataupun kelompok.6

Salah satu contoh sikap stereorip yang terjadi di kalangan warga

etnis non-Tionghoa (pribumi) adalah masih berkembangnya pandangan

yang tidak menguntungkan terhadap eksistensi warga etnis Tionghoa,

yaitu pribumi tidak saja menganggap orang Tionghoa sebagai bangsa lain,

tetapi banyak dari mereka juga percaya bahwa sebagai kelompok, orang

Tionghoa itu memiliki berbagai sifat negatif, misalnya orang Tionghoa itu

suka berkelompok-kelompok, mereka menjauhkan diri dari pergaulan

sosial dan lebih suka tinggal dikawasan tersendiri, dan mereka selalu

berpegang teguh pada kebudayaan negeri leluhur mereka.7

Dari definisi dan contoh diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

stereotip merupakan asumsi kita terhadap sebuah kelompok tertentu

6 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2008), h. 237 7 Charles A. Coppel, Tionghoa Indonesia dalam Krisis, (Jakarta: Penebar Swadaya,

1994), h. 26

4

berdasarkan pengalaman yang dialami dan kemudian memukul rata atau

meggenarlisasikan bahwa kelompok tersebut sama.

Hal yang serupapun masih sering terjadi di lingkungan Kelurahan

Cipondoh Indah khususnya di lingkungan RW 06. Penstreotipan yang

terjadi antara etnis Tionghoa dan pribumi yang ada di lingkungan RW 06,

Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang. Hal ini disebabkan karena

warga yang tinggal disana memiliki latar belakang budaya yang bebeda,

namun ternyata penulis juga menemukan hambatan-hambatan lain dalam

hubungan antarpribadi di lapangan.

Salah satu masalah yang terjadi seperti yang diungkapkan seorang

warga pribumi. Handi, menceritakan tentang ketidaksenangannya kepada

tetangganya yang beretnis Tionghoa dan memelihara anjing, karena

tetangganya tersebut tidak merawat dan menjaga anjingnya dengan benar,

salah satu contohnya adalah kelalaian tetangganya tidak merantai anjing

miliknya sehingga anjing tersebut sering mengejar orang lain dan binatang

peliharaannya tersebut sering sekali masuk di dalam rumah para

tetangganya yang lain, sehingga membuat susana kurang nyaman terutama

warga pribumi yang muslim karena mereka merasa keberatan jika anjing

tersebut suka masuk kerumah mereka. Ketika si pemilik anjing tersebut

ditegur, tetangganya itu bukan meminta maaf melainkan tidak terima dan

membela diri.8

8 Wawancara dengan Handi Sulyansah (Warga Pribumi yang Bertetangga dengan Etnis

Tionghoa), Tanggal 05 Oktober 2016 di MOR Poris Indah, pukul 17.40 18.25

5

Contoh di atas memperlihatkan sedikit bahwa hubungan

antarpribadi, yaitu pribumi dengan etnis Tionghoa masih ada yang kurang

harmonis, dari sini dapat dipahami bahwa komunikasi sangatlah penting

bagi sebuah hubungan karena dengan komunikasi yang baik dapat saling

memahami satu sama lain, karena setiap manusia mempunyai sifat dan

karakter yang berbeda-beda. Komunikasi yang buruk dapat menimbulkan

berbagai masalah, terutama kesalahpahaman.

Hubungan komunikasi yang terjalin antara etnis Tionghoa dengan

pribumi yang tinggal di RW 06, Kelurahan Cipondoh Indah, Kota

Tangerang mendorong peneliti untuk mengkaji lebih jauh bagaimana

proses komunikasi antarbudaya yang terjadi diantara etnis Tionghoa

dengan Pribumi yang ada disana dan bagaimana mereka menerapkan sikap

toleransi antarbudaya sehingga menciptakan keharmonisan dalam

bertetangga. Untuk itu peneliti akan melakukan penelitian dengan judul

Toleransi Antarbudaya (Studi pada Pola Komunikasi Etnis Tionghoa

dengan Pribumi di RW 06 Kelurahan Cipondoh Indah Kota Tangerang.

B. Fokus Penelitian

Dalam rancangan penelitian kualitatif, fokus kajian penelitian atau

pokok soal yang akan diteliti harus mengandung penjelasan mengenai

dimensi-dimensi apa yang menjadi pusat perhatian serta yang kelak akan

dibahas secara mendalam dan jelas.9

9 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2012), h.41

6

Melihat luasnya pembahasan yang berkaitan dengan permasalahan

yang akan penulis teliti, maka penulis memfokuskan penelitian agar lebih

jelas, terarah dan tidak meluas. Adapun fokus penelitiannya adalah pada

pola komunikasi dalam komunikasi antarbudaya yang terjadi antara etnis

Tionghoa dengan pribumi di RW 06 Kelurahan Cipondoh Indah Kota

Tangerang.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus pembatasan masalah diatas, maka rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses komunikasi antarbudaya yang terjadi pada etnis

Tionghoa dengan pribumi di Kelurahan Cipondoh Indah, Kota

Tangerang, khususnya yang tinggal di RW 06?

2. Faktor apa saja yang menghambat dalam proses komunikasi

antarabudaya yang terjadi pada etnis Tionghoa dengan pribumi?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pola komunikasi

antarbudaya yang terjadi antara etnis Tionghoa dan pribumi di RW 06,

Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menghambat proses

komunikasi antarbudaya antara etnis Tionghoa dan etnis pribumi di RW

06, Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang.

7

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Dalam melakukan penelitian ini merupakan suatu hal yang

bermanfaat bagi penulis karena penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang

didapat dibangku perkuliahan, dan dituangkan dalam suatu karya ilmiah.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada semua

kalangan yang terkait dan menambah khazanah kepustakaan tentang

komunikasi antarbudaya dan agama di Fakultas Dakwah dan Komunikasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Jurusan Komunikasi dan

Penyiaran Islam.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan pengembangan dan

sumbangsih keilmuan komunikasi dan dakwah bagi masyarakat umum,

lingkungan akademisi lain, dan pihak terkait dalam komunikasi dan

dakwah yakni sebagai salah satu upaya membentuk komunikasi yang

efektif dan secara intensitas antara etnis Tionghoa dan pribumi yang ada di

Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang. Dengan adanya penelitian ini

dapat ditemukan pola komunikasi yang efektif dalam upaya proses

berinteraksi dan berkomunikasi.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, penulis mengadakan tinjauan pustaka.

Dengan mengadakan studi pustaka ke Perpustakaan Utama UIN Jakarta,

Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta.

8

Penulis melakukan studi pustaka ini guna memastikan apakah ada

kesamaan judul atau tema penelitian yang penulis lakukan. Penulis

kemudian menemukan beberapa skripsi yaitu:

1. Skripsi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul Pola

Komunikasi Antar Umat Beragama (Studi Komunikasi Antarbudaya

Tionghoa dengan Muslim Pribumi di RW 04 Kelurahan Mekarsari

Tangerang) yang ditulis oleh Siti Asiyah, yang dimana peneliti ini

dilakukan untuk mengetahui proses komunikasi dalam alkuturasi,

asimilasi, dan enkulturasi. Perbedaan dalam penelitian ini adalah peneliti

ingin mengetahui bagaimana sikap toleransi dan terbentuknya hubungan

yang terjadi antara etnis Tionghoa dan pribumi yang meliputi pola

komunikasi antarpribadi, pola komunikasi antarkelompok, prasangka, dan

stereotip pada etnis Tionghoa dengan pribumi yang ada di wilayah RT 06,

Kelurahan Cipondoh Indah.

2. Skripsi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul

Alkuturasi Budaya Betawi Islam dengan Tionghoa (Studi Komunikasi

Antarbudaya pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan

Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah). Sehingga berbeda dengan

penelitian yang akan penulis teliti, yaitu tentang pola komunikasi yang

terjadi antara etnis Tionghoa dan etnis pribumi di RW 06 Kelurahan

Cipondoh Indah, Kota Tangerang.

3. Skripsi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul

Komunikasi Antarbudaya (Studi pada Pola Komunikasi Etnis Arab

9

dengan Masyarakat Pribumi di Kelurahan Empang Kota Bogor)

penelitian dilakukan untuk mengetahui proses terbentuknya pola

komunikasi dalam komunikasi antarbudaya yang terjadi antara etnis Arab

dengan masyarakat pribumi di Kelurahan Empang Kota Bogor. Tidak jauh

berbeda yang dilakukan penulis dalam hal ini namun yang menjadi

pembedanya adalah pada subjek penelitiannya yaitu etnis Tionghoa.

4. Skripsi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul

Komunikasi Intra dan Antarbudaya Masyarakat Muslim Kei di Kota

Tual hasil dari penelitian ini adalah berupaya mengetahui informasi

mengenai pribadi seorang muslim Kei dalam berkomunikasi intra dan

antarbudaya antar sesama masyarakat di Kota Tual sehingga mengetahui

manakah nilai yang paling menonjol antara nilai budaya dan nilai agama.

Sehingga penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan peneliti

ambil karena peneliti meneliti objek san subjek yang berbeda.

F. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif,

sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

analisis, metode ini menitik beratkan pada observasi dan suasana alamiah

(naturallistis setting), peneliti bertindak sebagai pengamat. Peneliti hanya

membuat kategori perilaku, mengamati gejala, dan mencatatnya dalam

buku observasinya. Dengan suasana alamiah dimaksudkan bahwa peneliti

terjun kelapangan. Peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi variabel,

10

dimana peneliti mengungkapkan fakta keadaan, fenomena, variabel dan

keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkannya dengan

apa adanya.10

2. Paradigma Penelitian

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma

konstruktivis. Menurut Dedy N. Hidayat paradigma konstruktivis secara

metodologi adalah menekankan pada empati dan interaksi dialektis antara

peneliti dengan responden untuk mengkonstruksi realitas yang diteliti

melalui metode-metode kualitatif seperti participant observation.11

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah warga yang beretnis Tionghoa

dan pribumi di RW 06, Kelurahan Cipondoh Indah. Adapun yang menjadi

objek penelitiannya adalah pola komunikasi dalam komunikasi

antarbudaya di RW 06, Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang.

4. Tempat Penelitian

Adapun tempat yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini

adalah di Kelurahan Cipondoh Indah, Kecamatan Cipondoh, Kota

Tangerang tepatnya di lingkungan RW 06.

10

Jalalludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi dilengkapi Contoh Statik,

(Bandung: Remaja Rosdakarya,2007), h.25 11

Indiawan Setyo Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi

Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013) h. 37

11

5. Jenis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian merupakan indikator dari dimensi

variabel. Jenis data dapat digolongkan kepada data primer dan data

sekunder, seperti dipaparkan berikut ini:12

a. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data

pertama dilokasi penelitian atau objek penelitian, secara teknis dalam

penelitian disebut responden. Jadi dalam penelitian ini data primer yang

didapat adalah hasil wawancara dan pengamatan langsung dari warga RW

06, Kelurahan Cipondoh Indah baik yang pribumi maupun yang beretnis

Tionghoa.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang berasal dari data primer yang telah

diolah lebih lanjut menjadi bentuk-bentuk seperti table, grafik, diagram,

gambar, dan sebagainya sehingga menjadi lebih informatif bagi pihak lain.

Data sekunder digunakan oleh peneliti untuk diproses lebih lanjut. Hasil

kajian penelitian yang terkait dengan penelitian baik berupa buku atau

jurnal.

6. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah secara umum yang terdiri atas objek atau

subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan

12

Ardial, Paradigma dan Model Penelitian Komunikasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014),

h.359-360

12

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.13

Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penduduk yang

tinggal di RW 06, Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah purposive sampling, yaitu teknik pengumpulan sampel secara

sengaja, sampel ditentukan oleh peneliti.14

Dimana dalam hal ini peneliti

akan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk

menjadi sumber data yang memiliki kebenaran dan pengetahuan. Selain itu

informan yang dipilih dapat menunjukan informasi lain, maka pemilihan

informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan

peneliti untuk mendapatkan data.

7. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Secara luas, pengertian observasi atau pengamatan adalah kegiatan

untuk melakukan pengukuran. Akan tetapi, observasi atau pengamatan

disini diartikan lebih sempit, yaitu pengamatan dengan menggunakan

indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-

pertanyaan.15

Berdasarkan keterlibatannya observasi dibagi menjadi dua

yaitu observasi peserta (participant observation)dan observasi nonpeserta

(nonparticipant observatition).16

13

Ardial, Paradigma dan Model Penelitian Komunikasi, h. 336 14

Ardial, Paradigmadan Model Penelitian Komunikasi, h. 347 15

Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang

Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h.69 16

Ardial, Paradigma dan Model Penelitian Komunikasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014),

h.370

13

Observasi partisipasi (participant observation) adalah

pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian

melalui pengamatan dan pengindraan.17

Berbeda dengan participant

observation, nonparticipant observatition dimana observer tidak dalam

kehidupan orang yang diobservasi, dan secara terpisah berkedudukan

sebagai pengamat. Dalam hal ini observer hanya bertindak sebagai

penonton saja tanpa harus ikut terjun langsung ke lapangan.18

Observasi atau pengamatan yang dilakukan penulis adalah dengan

melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian melalui

nonparticipant observatition. Dalam hal ini mengamati bagaimana proses

komunikasi antarbudaya yang terjadi pada etnis Tionghoa dan pribumi di

RW 06, Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang. Observasi telah

dilakuan oleh penulis dari 25 Agustus 2016 sampai 05 April 2017 .

b. Wawancara

Wawancara (interview) adalah pengumpulan data dengan

mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul

data) kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau

direkam dengan alat perekam (tape recorder).19

Wawancara dapat menggunakan beberapa alat bantu atau

perlengkapan wawancara seperti tape recorder, pulpen, pensil, blocknote,

17

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Politik, dan

Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2011), h.118 18

Bro_doe, Observasi, http://dodidnurianto.blogspot.com/2010/06/observasi.html?m=1,

diakses pada Kamis, 06 Oktober 2016, pukul 19:06 WIB 19

Irwan Soeharto, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang

Kesejahteraaan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2011), h.67-

68

http://dodidnurianto.blogspot.com/2010/06/observasi.html?m=1

14

karet penghapus, stopmap plastik, hardboard, surat tugas, surat ijin dan

daftar pertanyaan responden, bahkan peta lokasi juga amat membantu.20

Perlengkapan tersebut ada yang secara langsung bermanfaat dalam

wawancara, tetapi ada juga yang hanya berguna apabila dibutuhkan saja.

Selain dapat dilakukan secara langsung, wawancara juga dapat

dilakukan secara tidak langsung. Wawancara digunakan sebagai teknik

pengumpulan data, apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan

untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila

peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam

dan jumlah respondennya sedikit atau kecil.21

Dalam penelitian ini, peneliti telah melakukan wawancara dengan

Ketua RW 06, Ketua RT 07, tiga orang warga pribumi dan tiga orang etnis

Tionghoa.

c. Dokumentasi

Kajian dokumentasi merupakan sarana pembantu peneliti dalam

mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat,

pengumuman, iktisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan tertentu dalam

bahan-bahan tulisan lainnya.22

Metode pencarian data ini sangat bermanfaat karena dapat

dilakukan dengan tanpa menganggu objek atau suasana penelitian. Peneliti

20

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Politik, dan

Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2011), h.117 21

Ardial, Paradigmadan Model Penelitian Komunikasi, (Jakarta: BumiAksara, 2014), h.

372-373 22

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta:

GrahaIlmu, 2006), h.225

15

dengan mempelajari dokumen-dokumen tersebut dapat mengenali budaya

dan nilai-nilai yang dianut oleh objek yang diteliti.23

Berkaitan dengan data dokumentasi peneliti menggunakan buku

gambaran demografi dan monografi serta catatan kependudukan

masyarakat yang ada di Kelurahan Cipondoh Indah khususnya

dilingkungan warga RW 06, yang penulis peroleh dari arsip Kelurahan

Cipondoh Indah.

8. Pengolahan dan Analisis Data

a. Pengolahan Data

Data-data yang terkumpul dalam wawancara mendalam dan

dokumen-dokumen diklasifikasikan kedalam kategori-kategori tertentu.

Setelah itu data-data yang diperoleh kemudian dipelajari, jawaban-jawaban

hasil wawancara dianalisis dan dirumuskan untuk mendapatkan data yang

akurat.

b. Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk

yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan. Dalam menganalisa data,

peneliti mengolah data dari hasil observasi dan wawancara, data tersebut

disusun dan dikategorikan berdasarkan hasil wawancara, dokumen

maupun laporan, yang kemudian dideskripsikan kedalam bentuk bahasa

yang mudah dipahami. 24

23

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, h.225 24

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 1998), h.78

16

Analisis data dilakukan dengan cara sebagai berikut ini:

Tahap pertama adalah reduksi data, peneliti mencoba memilah

data yang relevan dengan komunikasi antarbudaya yang terjadi pada etnis

Tionghoa dan pribumi di RW 06 Kelurahan Cipondoh Indah, Kota

Tangerang.

Tahap kedua adalah penyajian data, setelah data mengenai

komunikasi antarbudaya pada etnis Tionghoa dan pribumi di RW 06

Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang. Maka data tersebut disusun

dan disajikan dalam bentuk narasi, visual, gambar, tabel, dan sebagainya.

Tahap ketiga adalah penyimpulan atas apa yang disajikan.

G. Sistematika Penulisan

Agar penelitian ini lebih sistematis sehingga tampak adanya

gambaran yang terarah, logis dan saling berhubungan antara satu bab dan

bab berikutnya, maka penelitian ini disusun kedalam lima bagian yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang kerangka dasar dengan memaparkan

latar belakang masalah, yaitu mengambarkan permasalahan yang terkait

dengan etnis Tionghoa dengan pribumi yang ada di Kelurahan Cipondoh

Indah, Kota Tangerang khususnya di RW 06, mengidentifikasi masalah

yang akan penulis kaji, membatasi ruang lingkup permasalahan sehingga

permasalahan yang dikaji dalam bentuk pernyataan-pernyataan, tujuan,

dan manfaat penelitian, metodologi, tinjauan pustaka dan yang terakhir

sistematika penulisan.

17

BAB II LANDASAN TEORITIS

Bab ini berisikan tentang komunikasi antarbudaya menjelaskan

definisi toleransi, dan definisi pola komunikasi yang didalammnya

menjelaskan bentuk-bentuk komunikasi serta menjelaskan komunikasi

antarbudaya yang efektif. Dalam bab ini juga menjelaskan tentang teori

pluralisme serta hambatan-hambatan dalam komunikasi antarbudaya, dan

yang terakhir dalam bab ini juga menjelaskan sedikit tentang keadaan

masyarakat etnis Tionghoa dan pribumi yang ada di Indonesia.

BAB III GAMBARAN UMUM

Bab ini berisi tentang gambaran umum geografis Kelurahan

Cipondoh Indah, keadaan demografis masyarakat, dan gambaran umum

etnis Tionghoa dan pribumi yang ada Kelurahan Cipondoh Indah, Kota

Tangerang khususnya di RW 06, serta menggambarkan keragaman etnis

yang ada di RW 06, Kelurahan Cipondoh Indah, Kota Tangerang.

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini akan memaparkan hasil penelitian yaitu toleransi

antarbudaya, yang didalamnya menjelaskan bagaimana cara komunikasi

antarpribadi dan antar kelompok yang terjadi pada etis Tionghoa dan

pribumi di RW 06, Kelurahan Cipondoh Indah Kota Tangerang, serta

faktor apa saja yang menghambat dan mendukung terjadinya sikap

toleransi antarbudaya.

18

BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran berkaitan dengan

komunikasi antarbudaya pada pola komunikasi antarpribadi dan kelompok

antar etnis Tionghoa dengan pribumi yang ada di RW 06, Kelurahan

Cipondoh Indah, Kota Tangerang.

19

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Komunikasi Antarbudya

Komunikasi dan kebudayaan bukan hanya sekedar dua kata, tetapi

dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Hubungan antara budaya dan komunikasi adalah hubungan timbal balik.

Budaya tidak dapat dipelajari tanpa mempelajari komunikasi dan juga

komunikasi tidak dapat dipahami tanpa memahami budaya yang

mendukungnya. Dengan kata lain bahwa komunikasi dan budaya

diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

Istilah antarbudaya (interculture) yang pertama kali diperkenalkan

oleh seorang antropolog yang bernama Edward T. Hall pada tahun 1959

dalam bukunya yang berjudul The Silent Language. Karya Hall tersebut

hanya menerangkan tentang keberadaan konsep-konsep unsur kebudayaan,

misalnya sistem ekonomi, religi, sistem pengetahuan sebagaimana

apaadanya.1

William B. Hart II mengatakan, studi komunikasi antarbudaya

dapat diartikan sebagai studi yang menekankan pada efek kebudayaaan

terhadap komunikasi.2

1Alo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2011), h. 1 2 Alo Liliweri, Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2013), h. 8

20

Ada banyak pengertian yang diberikan para ahli komunikasi dalam

menjelaskan komunikasi antarbudaya, diantaranya menurut Guo-Ming

Chen dan William J. Starosa, mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya

adalah proses negoisasi atau pertukaran sistem simbolik yang

membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan

fungsinya sebagai kelompok.3

Sedangkan Joseph A. Devito mengatakan bahwa komunikasi

antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang-orang yang memiliki

pekerjaan, nilai, atau cara berperilaku kultural yang berbeda.4

Gambar 2.1

Komunikasi Antarbudaya

Kebudayaan A Kebudayaan B

Pesan/ Media

Kebudayaan C

Sumber: Alo Liliweri ,Garta-Gatra Komunikasi Antarbudaya, h.13

Gambar diatas menunjukan bahwa komunikasi antarbudaya adalah

kegiatan komunikasi antarpribadi yang dilangsungkan diantara para

anggota kebudayaan yang berbeda kebudayaan.

Komunikasi merupakan suatu proses budaya. Artinya, komunikasi

yang ditujukan pada orang atau kelompok lain tak lain adalah sebuah

3 Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, h. 11

4 Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, (Tangerang Selatan: Karisma Publishing

Group, 2011), h. 535

21

pertukaran kebudayaan. Dalam proses tersebut terkandung unsur-unsur

kebudayaan, salah satunya adalah bahasa. Sedangkan bahasa adalah alat

komunikasi. Dengan demikian, komunikasi juga disebut proses budaya.5

Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan

dan komunikasi tidak dapat dipisahkan. Komunikasi antarbudaya

merupakan interaksi dari komunikasi antarpribadi dimana dalam proses

tersebut dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang

kebudayaan yang berbeda.

B. Model Komunikasi Antarbudaya

Model komunikasi antarbudaya menurut William B. Gudykunst

dan Young Yun Kim merupakan model komunikasi antara orang-orang

yang berasal dari budaya berlainan atau komunikasi dengan orang asing

(stranger).6

Gordon Wiseman dan Larry Barker mengemukakan bahwa model

komunikasi mempunyai tiga fungsi, yaitu: pertama, melukiskan proses

komunikasi; kedua, menunjukan hubungan visual; dan ketiga, membantu

dalam menemukan dan memperbaiki kemacetan komunikasi.7

5 Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h.

49 6 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h.169

7Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2008), h. 133

22

Gambar 2.2

Model Komunikasi Antarbudaya

Percakapan

Menerima

Sumber: Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, h.32

Berikut ini adalah keterangan Alo tentang model komunikasi

antarbudaya, gambar diatas menunjukan A dan B merupakn dua orang

yang berbeda latar belakang kebudayaan karena itu memiliki perbedaan

kepribadian dan presespsi mereka terhadap relasi antarpribadi. Ketika A

dengan B bercakap-cakap itulah yang disebut komunikasi antarbudaya

karena dua pihak menerima perbedaan diantara mereka sehingga

bermanfaat untuk menurunkan tingkat ketidakpastian dan kecemasan

dalam relasi antarpribadi. Menurutnya tingkat ketidakpastian kecemasan

dapat menjadi motivasi bagi strategi komunikasi yang bersifat akomodatif.

Strategi tersebut juga dihasilkan oleh karena terbentuknya sebuah

kebudayaan baru (C) yang secara psikologis menyenangkan kedua orang

itu. Hasilnya adalah komunikasi yang bersifat adaptif yakni A dan B saling

C

A B

Ketidak Pastian

Kecemasan

Strategi komunikasi

yang akomodatif

kebudayaa

kepribadia

Presepsi

terhadap

realasi

antarprib-

adi

kebudayaan

kepribadian

Presepsi

terhadap

relasi

antarpribadi

adaptif

efektif

23

menyesuaikan diri dan akibatnya menghasilkan komunikasi antarpribadi-

antarbudaya yang efektif.8

Menurut Alo Liliweri dalam proses komunikasi antarbudaya,

kebudayaan tidak hanya dilihat hanya sekedar adat istiadat namun

kebudayaan patut dipandang sebagai pertukaran presepsi tentang diri

sendiri dan orang lain yang menjadi sasaran komunikasi, presepsi dan

sikap terhadap suatu objek yang meliputi ruang, waktu, lingkungan, orang

atau relasi dengan orang lain. Semua hal tersebut merupakan sebuah

pemrosesan informasi melalui percakapan tentang suatu objek yang

terbentuk oleh sistem kognitif (pengetahuan) individu.9

C. Pengertian Pola Komunikasi

Pola komunikasi merupakan rangkaian dari dua kata yaitu pola dan

komunikasi. Keduanya memiliki keterkaitan makna sehingga saling

mendukung satu dengan yang lainnya.

Kata pola menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

sistem; cara kerja; bentuk (struktur) yang tetap.10

Pola dapat dikatakan

juga dengan model, yaitu cara untuk menunjukkan sebuah objek yang

mengandung kompleksitas proses didalamnya dan hubungan antara unsur-

unsur pendukungnya.11

8 Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar,2013), h. 33 9 Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, h.151

10 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1996), h.778 11

Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Gramedia Widiasavina, 2004), h.9

24

Sedangkan komunikasi adalah proses sosial dimana individu-

individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan

menginterprestasikan makna dalam lingkungan mereka.12

Dalam proses ini

terlihat bagaimana orang merespon satu sama lain dan menentukan

hubungan yang mereka miliki.

Istilah pola komunikasi disebut juga sebagai model dan memiliki

maksud yang sama, yaitu suatu sistem yang terdiri atas berbagai

komponen yang berhubungan satu sama lain.

Ada banyak pengertian yang diberikan para ahli dalam menjelaskan

pola komunikasi, diantaranya menurut Djamarah yang definisikan pola

komunikasi sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih

dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan

yang dimaksud dapat dipahami.13

Tubbs dan Moss mengatakan bahwa pola komunikasi atau

hubungan itu dapat dicirikan oleh komplementer ataupun sismetri. Dimana

dalam hubungan komplementer terdapat perilaku yang dominan dari satu

partisipan sehingga membuat partisipan yang lainnya menjadi tunduk.

Sedangkan dalam hubungan simetri dominasi bertemu dengan

kepatuhan.14

12

Richad West dan Lynn H. Turner (Penerjemah: Maria Natalia Damayanti Maer),

Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi (Introducing Communication Theory:

Analysis and Application), (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h. 5 13

Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga,

(Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2004), h.1 14

Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication: Prinsip-prinsip Dasar,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996), h.26

25

Dari semua definisi itu, dapat disimpulkan bahwa arti dari pola

komunikasi itu merupakan bentuk atau pola hubungan antara dua orang

atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang dikaitkan

oleh dua komponen, yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-

langkah pada suatu aktifitas dengan komponen-komponen yang

merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan komunikasi antar

manusia.

Ditinjau dari pola yang dilakukan, ada beberapa jenis yang dapat

dikemukakan. Joseph A. Devito membagi pola komunikasi menjadi empat,

yakni komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi

publik, dan komunikasi massa.15

1. Pola Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah

komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan

setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik

secara verbal ataupun nonverbal.16

Wiryanto mengatakan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan

komunikasi yang yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua

orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun kerumunan orang.17

Sedangkan menurut R. Wayne Pace bahwa komunikasi

antarpribadi adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang

15

Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h.

27-28 16

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2008), h.81 17

Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Gramedia, 2005), h.25

26

atau lebih secara tatap muka.18

Kebanyakan komunikasi interpersonal

berbentuk verbal disertai ungkapan-ungkapan nonverbal dan dilakukan

secara lisan.19

2. Pola Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok (group communication) berarti komunikasi

yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang

yang jumlahnya lebih dari dua orang.20

Alo Liliweri mengatakan bahwa

komunikasi kelompok merupakan komunikasi di antara sejumlah orang

(kalau kelompok kecil berjumlah 4-20 orang, dan kelompok besar 20-50

orang di dalam sebuah kelompok).21

Sedangkan komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi

yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana

angota-angotanya saling berinteraksi satu sama lain.22

Banyak kalangan menilai komunikasi kelompok kecil ini sebagai

tipe komunikasi antarpribadi karena pertama; anggota-anggotanya terlibat

dalam satu proses komunikasi yang berlangsung secara tatap muka.

Kedua; pembicara berlangsung secara terpotong-potong dimana semua

peserta bisa bicara dalam kedudukan yang sama, dengan kata lain tidak

ada pembicaraan tunggal yang mendominasi situasi. Dan ketiga; sumber

18

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2007), h. 32 19

Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal, (Yogyakarta:

Kanisius, 2003), h.85 20

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2007), h.75 21

Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: PT. LKis

Printing Cemerlang, 2009), h. 21 22

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2007), h. 33

27

dan penerima sulit diidentifikasi, dalam artian semua anggota bisa menjadi

sumber dan juga sebagai penerima.

Jadi dalam situasi kelompok kecil, seorang komunikator haruslah

memperhatikan umpan balik dari komunikan sehingga ia dapat segera

mengubah gaya komunikasinya. Oleh karena itu komunikasi kelompok

kecil bersifat tatap muka, maka tanggapan komunikan akan segera

diketahui.

3. Pola Komunikasi Publik

Komunikasi publik adalah komunikasi yang dilakukan oleh

seseorang kepada orang yang banyak atau khalayak dalam sebuah situasi

pertemuan seperti rapat, seminar, kampanye, ceramah, pidato dan lain

sebagainya.23

Dalam komunikasi publik ini mengutamakan pengalihan pesan

yang tersusun secara baik dalam bentuk tulisan maupun lisan, yang

dimulai dengan pembicaraan satu arah kemudian dibuka dialog antara

pembicara dengan audiens.24

4. Pola Komunikasi Massa

Komunikasi massa yaitu komunikasi dengan menggunakan media

massa, baik melalui media cetak maupun media elekrtronik. Pesan-pesan

yang disampaikan biasanya bersifat umum dan di sampaikan secara cepat,

serentak dan sekilas (khususnya di media elektronik). Biasanya

23

Poppy Ruliana, Komunikasi Organisasi Teori dan Studi Kasus, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2014), h. 13 24

Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: PT. LkiS

Cemerlang Printing, 2009), h.21-22

28

komunikasi massa juga didefinisikan sebagai suatu jenis komunikasi yang

ditunjukan kepada sejumlah audiens yang tersebar, heterogen, dan anonim

melalui media massa sehingga pesan yang sama dapat diterima secara

serentak dan sesaat.25

Menurut Zulkarnaen Nasution bahwa yang dimaksud dengan

komunikasi massa adalah suatu proses penyampaian informasi atau pesan-

pesan yang ditunjukan kepada khalayak massa dengan karakteristik

tertentu. Sedangkan media massa hanya salah satu komponen atau sarana

yang memungkinkan proses yang dimaksud. 26

D. Hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya

Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya, pasti akan

menghadapi hambatan atau masalah. Hambatan-hambatan yang sering

dijumpai dalam proses komunikasi antarbudaya adalah sebagai berikut:

1. Etnosentrisme

Nanda dan Warms mendefinisikan bahwa etnosentrisme

merupakan sebuah pandangan bahwa budaya seseorang lebih unggul

dibandingkan budaya orang lain. Standar kebudayaan dilihat dari kacamata

kebudayaan sendiri yang akan mengakibatkan pandangan bahwa

25

Poppy Ruliana, Komunikasi Organisasi Teori dan Studi Kasus, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2014), h. 13 26

Zulkarnaen Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, (Jakarta: Universitas Terbuka,

1993), h.5

29

kebudayaan orang lain itu tidak lebih unggul dari kebudayaan milik

sendiri.27

Konsep ini mewakili suatu pengertian bahwa setiap kelompok etnik

atau ras mempunyai semangat dan ideologi untuk menyatakan bahwa

kelompoknya lebih superrior daripada kelompok etnis atau ras yang lain.

Akibat ideologi ini maka setiap etnik atau ras akan memilki sikap

etnosentrisme atau rasisme yang tinggi.28

2. Stereotip

Stereotip adalah proses menempatkan orang-orang dan objek-objek

kedalam kategori-kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-

orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang dianggap

sesuai, ketimbang berdasarkan karakteristik individual mereka. 29

Menurut Deddy Mulyana, stereotip adalah menggeneralisasikan

orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi

terhadap mereka berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu

kelompok.30

Psikolog Abbate, Boca dan Bocchiaro memberikan pengertian yang

lebih formal stereotip merupakan susunan kognitif yang mengandung

pengetahuan, kepercayaan, dan harapan si penerima mengenai kelompok

27

Larry A. Samovar, Richard E. Porter, dan Edwin R. McDaniel (Penerjemah: Indri

Margaretha Sidabalok), Komunikasi Lintas Budaya (Communication Between Cultures), (Jakarta,

Salemba Humanika, 2010) h. 214 28

Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: PT. Lkis

Printing Cemerlang, 2009), h.14-15 29

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2008), h. 237 30

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h. 218

30

sosial manusia. Larry dan Edwin mengungkapankan alasan mengapa

stereotip itu begitu mudah menyebar, karena manusia memiliki kebutuhan

psikologis untuk mengkelompokan dan mengklarifikasi suatu hal.31

Dalam kegiatan komunikasi sehari-hari, stereotip adalah evaluasi

atau penilaian kita terhadap seseorang secara negatif, memiliki sifat-sifat

yang negatif hanya karena keanggotaan orang lain atau kelompok

tertentu.32

3. Prasangka

Prasangka adalah sikap yang tidak adil terhadap seseorang atau

suatu kelompok. Istilah prasangka (prejudice) berasal dari kata Latin

praejudicium, yang berarti preseden, atau penilaian berdasarkan keputusan

dan pengalaman terdahulu.33

Dengan kata lain prasangka adalah sikap

yang tidak adil terhadap seseorang atau suatu kelompok.

Seseorang yang memiliki prasangka akan mempunyai kepercayaan

yang pada awalnya dibangun dari fakta-fakta objektif yang berhubungan

dengan wahyu dan dengan kekuatan cenderung memutuskan cara, dimana

presepsi baru akan muncul. Dalam psikologi sosial, secara umum istilah

prasangka digunakan lebih khusus mengarah pada sikap dan kepercayaan

31

Larry A. Samovar, Richard E. Porter, dan Edwin R. McDaniel (Penerjemah: Indri

Margaretha Sidabalok), Komunikasi Lintas Budaya (Communication Between Cultures), (Jakarta,

Salemba Humanika, 2010) h. 203 32

Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: PT. Lkis

Printing Cemerlang, 2009), h.92 33

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2008), h. 243

31

yang menyediakan pemanfaatan objek-objek sikap dan kepercayaan pada

sebuah keuntungan atau kerugian. 34

Jarak sosial merupakan aspek lain dari prasangka sosial yang

menunjukan tingkat penerimaan seseorang terhadap orang lain dalam

hubungan yang terjadi diantara mereka. Jarak soial merupakan perasaan

untuk memisahkan seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat

penerimaan tertentu.35

Prejudice atau prasangka merupakan salah satu rintangan atau

hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang

mempunyai prasangka belum apa-apa sudah besikap curiga dan mentang

komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. Dalam prasangka,

emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar prasangka tanpa

menggunakan pikiran yang rasional. Prasangka bukan hanya dapat terjadi

terhadap suatu ras seperti yang sering kita dengar, melainkan juga terhadap

agama,pendirian politik, pendek kata suatu perangsang yang dalam

pengalaman pernah memberikan kesan yang tidak enak.36

4. Bahasa

Bahasa dapat dibayangkan sebagai kode, atau sistem simbol, yang

kita gunakan untuk membentuk pesan-pesan verbal. Sehingga bahasa

dapat didefinisikan sebagai sistem produktif yang dapat dialihkan dan

34

Nina W. Syam, Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu Komunikasi, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2012), h. 112 35

Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat

Multikultural, (Yogyakarta: PT. LkiS, 2005), h.213 36

Onong Uchjana Effendi, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2007), h.49

32

terdiri atas simbol-simbol yang cepat lenyap (rapidly fading), bermakna

bebas (arbitrary), serta pancaran secara kultural.37

Bahasa adalah suatu

bentuk dari ikatan sosial dan identifikasi. Perbedaan kebudayaan menurut

relativitas bahasa ditentukan oleh besarnya ukuran perbedaan bahasa.38

E. Teori Komunikasi Antarbudaya

Kesulitan berkomunikasi dengan orang lain khususnya yang

berbeda budaya, bukan hanya kesulitan memahami bahasa mereka yang

berbeda saja, melainkan juga sistem nilai dan bahasa non verbal yang

mereka gunakan. Keberhasilan komunikasi bergantung pada sejauh mana

seseorang memahami umpan balik dari orang lain. Komunikasi juga tidak

akan berhasil jika seseorang mengabaikan umpan balik nonverbal dari

orang.

Seperti yang disampaikan oleh samovar dan porter bahwa

komunikasi antar budaya (intercultural communication) terjadi apabila

sebuah pesan (messege) yang harus dimengerti, dihasilkan oleh anggota

dari budaya tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain.39

Selain memahami pengertian komunikasi antarbudaya, ada

beberapa asumsi dasar dari komunikasi antarbudaya:40

37

Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia, (Tangerang Selatan: Karisma Publishing

Group, 2011), h. 130 38

Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss (Penerjemah: Mohammad Yusuf Hamdan),

Teori Komunikasi (Theories of Human Communication), (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h.

490 39

Alo Liliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: PT. LkiS Printing Cemerlang, 2009), h.12

40 Samovar, Porter, McDaniel, Komunikasi Lintas Budaya (Edisi:7), (Jakarta:Salemba

Humanika), h.132

33

1. Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa

ada perbedaan persepsi antara komunikator dan komunikan.

2. Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi

antarpribadi.

3. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarbudaya.

4. Komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat

ketidakpastian.

5. Komunikasi berpusat pada kebudayaan.

6. Efektifitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya.

Samovar dan porter mengatakan, untuk mengkaji komunikasi

antarbudaya perlu dipahami hubungan antara kebudayaan dengan

komunikasi. Karena melalui pengaruh budayalah manusia belajar

berkomunikasi,dan memandang dunia mereka melalui kategori-kategori,

konsep-konsep, dan label-label yang dihasilkan kebudayaan. Kemiripan

budaya dalam presepsi memungkinkan pemberian makna yang mirip pula

terhadap suatu objek sosial atau peristiwa. Cara-cara manusia

berkomunikasi, keadaan berkomunikasi bahkan bahasa dan gaya bahasa

yang digunakan, perilaku-perilaku non verbal merupakan respon terhadap

fungsi budaya.41

Sarbaugh mengemukakan tiga prinsip penting dala komunikasi

antarbudaya. Pertama, suatu sistem sandi bersama yang tentu saja terdiri

dari dua aspek (verbal dan non verbal). Kedua, keperyaan dan perilaku

41

Alo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 160

34

yang berlainan diantara pihak-pihak yang berkomunikasi merupakan

landasan bagi asumsi-asumsi berbeda untuk memberikan respon. Ketiga,

tingkat mengetahui dan menerima kepercayaan dan perilaku orang lain.42

Seluruh proses komunikasi antarbudaya pada akhirnya

menggantunkan keberhasilan pada tingkat ketercapaian tujuan komunikasi,

yakni sejauh mana para partisipan memberikan makna yang sama atas

pesan yang dipertukarkan. Itulah yang dikatakan sebagai komunikasi

antarbudaya yang efektif atau sering pula disebut dengan efektivitas

komunikasi antarbudaya.

F. Pribumi dan Etnis Tionghoa di Indonesia

Pribumi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penghuni

asli yang berasal dari tempat yang bersangkutan.43

Sedangkan non pribumi

berarti bukan orang pribumi atau bukan orang yang berasal dari penduduk

asli suatu tempat. Selain itu istilah pribumi dan non pribumi di massa

kolonial Belanda cenderung diklasifikasikan berdasarkan warna kulit

mereka, dan juga dapat didefinisikan berdasarkan budaya dan agama.

Seperti orang yang berkulit putih dikatakan dari suku Eropa atau termasuk

orang dari suku Timur Asing (yaitu India, Arab dan Cina), sedangkan

orang yang berkulit gelap dikelompokan dalam suku pribumi yang

memiliki posisi sosial yang rendah.44

42

Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT. Gramedia,2005),

h.240 43

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Arti Kata Pribumi, http://kbbi.web.id/pribumi, diakses

pada Kamis, 26 Januari 2017 pukul 14:36 44

Ayu Sutarto, Yudha Triguna, Indriyanto, Sejarah Kebudayaan Indonesia: Sistem

Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h.224-226

http://kbbi.web.id/pribumi

35

Dalam masa kolonial Belanda, pada awal abad ke dua puluh

diperkenalkan pengelolaan sosio-ekonomi. Para penguasa kolonial

memperhalus suatu sistem klasifikasi rasial-legal di wilayah jajahannya,

ini dimaksudkan untuk menekan partisipasi pribumi dalam fasilitas

modernitas, golongan pribumi dan non pribumi muncul sebagai bentuk

diskriminasi dimana pemerintah Belanda membentuk lapisan sosial yang

paling tinggi, dibawah pemerintah Belanda ada yang disebut warga

merdeka yang meliputi para penganut agama Kristen, Mestizo, dan budak-

budak yang beragama Kristen, setelah itu ada lapisan yang terdiri dari

orang Cina, sedangkan penduduk Indonesia dikelompokan sebagai lapisan

terbawah karena sebagian besar adalah budak.45

Selain diskriminasi dalam perlakuan yang berbeda, kolonial

Belanda juga melakukan perpecahan antara pribumi dan non pribumi

dengan cara mengunggulkan keturunan Cina dan semua keturunan Timur

Asing seperti India dan Arab sebagai golongan menengah dan

mendominasi ekonomi masyarakat, terutama kepada masyarakat

menengah kebawah yang kebanyakan adalah warga pribumi. Secara

sistematis penjajah Belanda menyapu bersih kemampuan usaha orang

pribumi. Oleh karena itu posisi non pribumi dalam masyarakat kolonial

45

Donald K. Emmerson, Indonesia Beyond Soeharto: Negara, Ekonomi, Masyarakat, h.

22-23

36

menjadi kuat, terutama diperkuat karena semangat dan naluri bisnis para

Cina pendatang.46

Jauh sebelum kolonial Belanda, para imigran yang datang dari Cina

sebenarnya telah membaur dengan masyarakat pribumi. Benedict

Anderson kemudian berpendapat bahwa kebijakan Belanda lah yang

secara sengaja menciptakan minoritas Tionghoa di wilayah yang waktu

itu bernama Hindia Belanda. Kebijakan inilah yang secara historis

menanamkan benih-benih prasangka yang menjadi ketegangan antar etnis

Cina dan pribumi, sekaligus menciptakan ketionghoaan.47

Setelah merdeka, para pejuang kemerdekaan berusaha

menghapuskan diskriminasi tersebut. Para founding father48

bangsa

Indonesia menyadari bahwa selama adanya diskriminasi antar golongan

rakyat, maka persatuan negara ini menjadi rentan perpecahan. Dalam

sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato dan

menjelaskan dasar atas negara Indonesia merdeka, yang kemudian terkenal

sebagai pancasila. Menurut Kahin, tidak ada contoh dan sebuah prinsip

yang begitu tegas menjelaskan sebuah paduan antara pemikiran demokrasi

46

Moch. Saadun M, Pri dan Non Pri: Mencari Format Baru Pembauran, (Jakarta:

Pustaka Cidesindo, 1999), h.7 47

Chang- Yau Hoon, Identitas Tionghoa Pasca Soeharto: Budaya, Politik, dan Media,

(Jakarta: Yayasan Nabil dan Lp3ES, 2012), h.xxxiv 48

Founding father adalah julukan bagi 68 orang tokoh Indonesia yang memperjuangkan

kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah bangsa asing dan berperan dalam perumusan bentuk

atau format negara yang akan dikelola setelah kemerdekaan. Mereka berasal dari berbagai macam

latar belakang pendidikan, agama, daerah dan suku atau etnis yang ada di Indonesia. Berdasarkan

ideologi, visi dan perjalanansejarahnya, ada ahli yang mengelompokan mereka menjadi empat,

yaitu Soekarno, Hatta, Soepomo, dan Mohammad Yamin. Wikipedia, Bapak Bangsa Indonesia,

Http://id.m.wikipedia.org/wiki/Bapak_bangsa_Indonesia, diakses pada Kamis, 27 Januari 2017

pukul 00:24

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Bapak_bangsa_Indonesia

37

barat, modernisme Islam, marxisme dan gagasan-gagasan komunikalistik

dari tradisi demokrasi desa di Indonesia.49

Pada rezim orde baru berkuasa, etnis Tionghoa memperoleh hak-

hak istimewa untuk mengembangkan ekonomi Indonesia (termasuk untuk

memperkaya diri mereka sendiri), tetapi mereka juga mendapatkan

perlakuan yang tidak menyenangkan seperti dipinggirkan dan

didiskriminasikan dalam semua wilayah sosial: budaya, bahasa, politik,

hak masuk ke perguruan negeri, hak atas pelayanan publik dan hak untuk

menjadi pegawai negeri. Diskriminasi yang disengaja dan berkelanjutan

ini membuat etnis Tionghoa terus- menerus merasa sebagai orang asing

dan berada dalam posisi rentan untuk dimusuhi secara kelas dan etnis.

Akibatnya, pada bulan Mei 1998 kerusuhan anti-Tionghoa dalam skala

besar meledak dibeberapa kota di Indonesia. Sejumlah psikolog dari

Universitas Indonesia mengkaji pengalaman pasca trauma orang-orang

Tionghoa dan menyimpulkan bahwa mereka mengalami krisis identitas

sesudah kerusuhan itu terjadi.50

Dibawah pemerintahan Gus Dur, etnis Tionghoa kembali

memperoleh kebebasannya yang lebih besar untuk mengungkapkan

indentitas kultural dan religi mereka. Dalam Surat Keputusan Presiden

Nomor 6/2000 mencabut peraturan yang dianggap diskriminatif. Sewaktu

menerbitkan SK tersebut Gus Dur menjamin bahwa etnis Tionghoa berhak

49

Ayu Sutarto, Yudha Triguna, Indriyanto, Sejarah Kebudayaan Indonesia: Sistem Sosial,

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h.289 50

Chang- Yau Hoon, Identitas Tionghoa Pasca Soeharto: Budaya, Politik, dan Media,

(Jakarta: Yayasan Nabil dan Lp3ES, 2012), h. xxxi- xxxii

38

menjalankan tradisi budaya mereka, sama dengan hak yang telah dimiliki

kelompok-kelompok etnis lainnya.51

Kini di Indonesia, kewarganegaraan dan kesukuan hidup

berdampingan. Dengan jumlah penduduk menurut Badan Pusat Statistik

(BPS) pada tahun 2010 sebanyak 237.641.326 jiwa.52

Sebagian besar dari

200 juta jiwa lebih orang Indonesia juga mengidentifikasi dirinya dengan

salah satu dari kelompok etnis yang ada di Indonesia.53

Etnis Jawa (41,7 %) dan Sunda (15,41 %) merupakan dua

kelompok etnis besar di Indonesia. Sebagai perbandingannya, hanya 2

hingga 3 persen dari seluruh penduduk Indonesia adalah etnis Tionghoa

hal ini menjadikan mereka salah satu dari banyak etnis minoritas di

Indonesia.54

Keberadaan etnis Tionghoa ditengah kehidupan pribumi adalah

suatu kenyataan yang tidak dapat dihidari, karena hal tersebut telah

berlangsung selama bertahun-tahun. Keberedaan mereka secara langsung

maupun tidak langsung sangat mempengaruhi kehidupan sosial dan

ekonomi pribumi yang berada disekitar mereka.

51

Chang- Yau Hoon, Identitas Tionghoa Pasca Soeharto: Budaya, Politik, dan Media,

(Jakarta: Yayasan Nabil dan Lp3ES, 2012), h. 60-61 52

Badan Pusat Statistik, Jumlah dan Distribusi Penduduk, http://sp2010.bps.go.id,

diakses pada Rabu, 25 Januari 2017 pukul 21:42 53

Donald K. Emmerson, Indonesia Beyond Soeharto: Negara, Ekonomi, Masyarakat,

Transisi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), h.3-4 54

Chang- Yau Hoon, Identitas Tionghoa Pasca Soeharto: Budaya, Politik, dan Media,

(Jakarta: Yayasan Nabil dan Lp3ES, 2012), h.xxxiii

http://sp2010.bps.go.id/

39

BAB III

GAMBARAN UMUM KELURAHAN CIPONDOH INDAH

A. Keadaan Geografis

Kelurahan Cipondoh Indah adalah kelurahan yang berada di

Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Indonesia. Yang kini di

pimpin oleh H. Alex Saadon yang sebelumnya di pimpin oleh Riswan

Setyo Kardinto dengan luas daerah 1,39 km2 dengan kepadatan 9,251

jiwa/km2.1

Suhu udara antara 21-34C, dengan curah hujan berkisar antara

1.500-2.000 mm/tahun dengan jumlah dari hujan dan jumlah hari hujan

90 hari. Dalam konteks arahan pengembang wilayah kecamatan di Kota

Tangerang. Kecamatan Cipondoh diarahkan untuk fungsi perumahan

menengah kecil, perkantoran bisnis, komersial, pertokoan, perdagangan

dan jasa, industri kecil dan sedang, pertanian, pasar induk bahan pangan,

dan rekreasi.2

Kelurahan ini terdiri dari 10 RW dan 119 RT. Di kelurahan ini

terdapat perumahan Grand Poris, Poris Paradise dan Poris Indah.3

Kelurahan Cipondoh Indah terletak di sebelah Timur Kota Tangerang

1Kelurahan Cipondoh Indah, Laporan Regristrasi Penduduk Kelurahan Cipondoh Indah

Bulan Juni 2016 2Website Resmi Pemerintah Kota Tangerang, Kecamatan Cipondoh,

http://v2010.tangerangkota..go.id/mobile/detailberita/304/2030, diakses pada Rabu 14 September

16, pukul 01:15 33

Kelurahan Cipondoh Indah, Laporan Regristrasi Penduduk Kelurahan Cipondoh Indah

Bulan Juni 2016

http://v2010.tangerangkota..go.id/mobile/detailberita/304/2030

40

dengan luas wilayah 133 ha. Letak ketinggian dari permukaan laut sekitar

1 km dengan curah hujan rata-rata 2.000 mm.4

Wilayah Kelurahan Cipondoh Indah memiliki batas wilayah

sebagai berikut:

Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Porisgaga, Kecamatan

Batuceper

Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Ketapang, Kelurahan

Kenanga

Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Cipondoh

Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Cipondoh Makmur

Gambar 3.1

Peta Wilayah Kelurahan Cipondoh Indah

Sumber : Website Resmi Pemerintah Kota Tangerang,

(http://v2010.tangerangkota..go.id/mobile/detailberita/304/2030,

diakses pada 30 Agustus 2016, pukul 23:15)

Suasana yang menyenangkan dan terletak di lokasi yang strategis

dengan pusat pemerintahan Kota Tangerang karena hanya berjarak

4Kelurahan Cipondoh Indah, Laporan Regristrasi Penduduk Kelurahan Cipondoh Indah

Bulan Juni 2016

http://v2010.tangerangkota..go.id/mobile/detailberita/304/2030

41

sekitar 6,8 KM dan dapat ditempuh dengan waktu 20 menit saja. Selain

itu jaraknya tidak jauh dengan Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Disisi lain juga disebabkan oleh tersedianya fasilitas sarana umum yang

cukup memadai mulai dari fasilitas kesehatan, pendidikan, peribadatan,

dan lain-lain.

B. Keadaan Demografis

1. Kependudukan

Perkembangan penduduk yang cukup pesat di Kelurahan Cipondoh

Indah, hingga sekarang kelurahan ini dihuni oleh 7890 kk. Hal ini

disebabkan selain karena suasana yang menyenangkan karena adanya

keragaman budaya, serta lokasinya yang strategis. Selain itu sarana

umum yang disediakan cukup memadai, baik dari sarana kesehatan,

pendidikan, peribadatan, dan lain-lain.

Tabel 3.1

Angka Mobilitas Penduduk

Jumlah

Penduduk

Lahir Mati Pindah Datang

L P L P L P L P

23.880

orang

4 5 - - - - 5 5

Sumber : Laporan Registrasi Penduduk Kelurahan Cipondoh Indah

Bulan Juni 2016

Dari data kependudukan dibulan sebelumnya jumlah

penduduk yang tercatat adalah sebanyak 23.861 orang sedangkan bulan

ini jumlah penduduk berambah sebanyak 19 orang dengan keterangan 9

orang laki-laki dan 10 orang perempuan sehingga total keseluruhan

menjadi 23.880 orang.

42

Pada umumnya penduduk Kelurahan Cipondoh Indah adalah

Betawi, Sunda dan Jawa. Sehingga adat istiadat yang mendominasi

adalah adat Betawi, Sunda, dan Jawa meskipun sebagian dari mereka

keturunan etnis Tionghoa.

Berdasarkan latar belakang golongan etnis, di Kelurahan Cipondoh

Indah sekurang-kurangnya terdapat tiga suku etnis yaitu warga asli

(pribumi), warga keturunan dan warga negara asing. Adapun yang

menyangkut warga keturunan sedikitnya terdapat tiga suku etnis yang

ada disana, antara lain adalah Tionghoa, Arab dan India. Adapun

keadaan jumlah penduduk berdasarkan keberagaman golongan tersebut,

sebagai berikut:

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk Berdasarkan Perbedaan Etnis

Golongan Etnis Laki-laki Perempuan Jumlah

WNI Asli/ Pribumi 7.823 7.906 15.729 orang

WNI Keturunan 4.006 4.005 8.011 orang

WNA 140 orang

Jumlah 23.880 orang

`

Sumber : Laporan Registrasi Penduduk Kelurahan Cipondoh Indah Bulan

Juni 2016

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa penduduk Kelurahan

Cipondoh Indah mempunyai penduduk yang beragam etnis yakni

masyarakat pribumi, etnis ketutunan dan warga negara asing dan dari tiga

golongan etnis tersebut paling banyak didominasi oleh warga yang

memiliki status sebagai WNI. Berdasarkan gambaran tersebut

memungkinkan masyarakat Kelurahan Cipondoh Indah melakukan

43

interaksi serta komunikasi antarbudaya baik secara individu ataupun

kelompok dengan berbagai etnis yang ada.

Adapun jumlah penduduk pada akhir bulan ini berdasarkan data

yang peneliti peroleh dari Kantor Kelurahan Cipondoh Indah terhitung

sebanyak 23.880 orang, terdiri dari atas.

Tabel 3.3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki 11.922 orang

Perempuan 11.958 orang

Jumlah 23.880 orang

Sumber : Laporan Registrasi Penduduk Kelurahan Cipondoh Indah Bulan

Juni 2016

Penduduk Kelurahan Cipondoh Indah yang memiliki kartu tanda

penduduk (KTP) adalah sebanyak 13.894 orang dengan keterangan 6.913

orang laki-laki dan 6.981 orang perempuan. Padahal jumlah keseluruhan

penduduk yang wajib memiliki kartu tanda penduduk (KTP) sebanyak

18.874 orang, itu artinya sekitar 4.980 orang masih belum memiliki kartu

tanda penduduk (KTP).

Berdasarkan klasifikasi umur dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 3.4

Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Umur

Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

00-05 885 846 1.731 orang

06-10 1.056 1.099 2.155 orang

11-16 1.389 1.308 2.697 orang

17-20 769 817 1.586 orang

21-25 989 907 1.896 orang

44

26-30 870 953 1.823 orang

31-35 1.072 1.089 2.161 orang

36-40 1.048 1.155 2,203 orang

41-45 1.071 1.088 2.159 orang

46-50 846 871 1.717 orang

51-55 676 554 1.230 orang

56-60 554 451 1.005 orang

61-65 303 317 620 orang

66 Tahun

Keatas

394 503 897 orang

Jumlah 11.922 11.958 23.880 Orang

Sumber : Laporan Registrasi Penduduk Kelurahan Cipondoh Indah Bulan

Juni 2016

Dari tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa usia produktif

antara 20-40 tahun menduduki persentase sekitar 50%, kemudian anak-

anak dan remaja 30% dan sisanya orang tua sekitar 20%.

2. Agama dan Kepercayaan

Mayoritas penduduk Kelurahan Cipondoh Indah adalah beragama

Islam, karena banyaknya pribumi yang tinggal didaerah ini. Namun

demikian kerukunan antar umat beragama sudah berjalan dengan baik

sehingga kehidupan bermasyarakat antar pemeluk agama yang satu dengan

yang lainnya saling menghormati. Sarana peribadatan yang ada didominasi

oleh Gereja yaitu sebanyak 21 buah, Masjid 7 buah, Musholla 10 buah,

dan Vihara 3 buah. Untuk lebih jelas agama yang dianut oleh penduduk

yang ada di Kelurahan Cipondoh lihat tabel berikut:

Tabel 3.5

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

Agama Jumlah

Islam 10.586 orang

Kristen 8.277 orang

Hindu 83 orang

45

Budha 4.934 orang

Jumlah 23.880 orang

Sumber : Laporan Registrasi Penduduk Kelurahan Cipondoh Indah Bulan

Juni 2016

Agama atau kepercayaan masyarakat RW 06 sendiri banyak

didominasi oleh pemeluk agama Kristen mengingat bahwa memang

penduduk di RW 06 adalah warga yang beretnis Tionghoa, dibandingkan

dengan penduduk-penduduk yang ada di RW lainnya, yaitu dari 1.180 kk

hanya ada sekitar 180 kk yang beragama Islam dan sisanya beragama non

Islam.

3. Mata Pencaharian

Dari jumlah penduduk sebanyak 23.880 orang tersebut,

terdapat angkatan kerja sebanyak 6.336 orang dengan lapangan pekerjaan

sebagai berikut:

Tabel 3.6

Jumlah Penduduk Berdasarkan Lapangan Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Jumlah

Petani 50 orang

Pedagang 1.121 orang

Industri Rakyat 829 orang

Buruh 2.704 orang

Pegawai Pemerintah 152 orang

Pensiunan 35 orang

Pertukangan 86 orang

Penggangguran tidak

kentara

1.359 orang

Jumlah 6336 orang

Sumber : Laporan Registrasi Penduduk Kelurahan Cipondoh Indah Bulan

Juni 2016

46

Dari tabel diatas mayoritas penduduk memiliki mata pencaharian

sebagai buruh dengan jumlah 2.704 orang, hal tersebut dikarenakan

banyaknya lahan perindustrian yang ada di Kota Tangerang. Selain buruh

pekerjaan yang banyak dilakukan oleh penduduk disana adalah pedangan

dengan jumlah 1.121 orang dan penduduk yang menjadi pedagang di

dominasi dari etnis Tionghoa.

4. Pendidikan

Masyarakat Kelurahan Cipondoh Indah pada merupakan

masyarakat yang sadar akan pendidikan baik formal maupun non formal.

Di kelurahan ini pun sudah ada beberapa fasilitas pendidikan formal yaitu

5 buah Taman Kanak-kanak (TK), 6 buah Sekolah Dasar (SD), 7 buah

Sekolah Menengah Pertama (SMP), 4 buah Sekolah Menengah Atas

(SMA) atau sederajat. Sekolah-sekolah tersebut hampir semuanya sekolah

yang didirikan swasta, untuk sekolah negeri hanya ada satu yaitu SMP 18

Kota Tangerang. Untuk sekolah negeri tingkat SMA dan SD letaknya

cukup jauh dari Kelurahan Cipondoh Indah.

Di kelurahan ini juga terdapat 2 pondok pesantren, antara lain

Pondok Pesantren Al Wasatiyah dan Pondok Pesantren Tahfidz Daarul

Quran yang didirikan oleh Ustadz Yusuf Mansur di daerah Ketapang yang

letaknya tidak jauh dari RW 06. Selain mengajarkan tentang pemahaman

agama kepada para santri kadang masyarakat sekitar juga mengikuti

kegiatan pengajian yang diadakan oleh pengurus pondok pesantren.

47

Selain fasilitas pendidikan formal di Kelurahan Cipondoh Indah

juga terdapat beberapa fasilitas pendidikan non formal antara lain CST

Grand Poris, Kumon Grand Poris dan LEIT Poris Paradise. Fasilitas

pendidikan non formal ini juga banyak di isi oleh masyarakat sekitar,

karena para warga merasa pendidikan formal yang anak-anaknya dapat

masih dirasa kurang cukup, maka dari itu mereka membawa anak-anaknya

mengikuti pelajaran di lembaga kursus agar menambah pengetahuan dalam

pendidikan.

Untuk mengetahui tingkat pendidikan masyarakat di Kelurahan

Cipondoh Indah dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.7

Keadaan Penduduk Berdasarkan Kondisi Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah

Lulusan SD 840 orang

Lulusan SMP 925 orang

Lulusan SMA 2.519 orang

Lulusan Akademi/ D1-D3 1.242 orang

Lulusan S1-S3 559 orang

Jumlah 6.085 orang

Sumber : Laporan Registrasi Penduduk Kelurahan Cipondoh Indah Bulan

Juni 2016

Jika dilihat dari tabel diatas maka kesadaran akan pendidikan di

Kelurahan Cinpondoh Indah cukup tinggi terbukti, setidaknya ada 2.519

orang yang menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)

atau sederajat, kemudian lulusan Akademi ada 1.242 orang dan 559 orang

yang bersekolah hingga S1-S3.

48

C. Keragaman Etnis di Kelurahan Cipondoh Indah

Berdasarkan data kependudukan Kelurahan Cipondoh Indah tahun

2016, Kelurahan Cipondoh Indah telah dihuni oleh masyarakat dari

berbagai etnis. Tidak diketahui lagi etnis mana yang menginjakan kakinya

untuk pertama kali dan tinggal disana. Beberapa etnis yang tinggal di

wilayah Kelurahan Cipondoh Indah mayoritas adalah dari etnis Tionghoa

dan Pribumi. Dengan jumlah pribumi sebanyak 15.729 orang dan etnis

Tionghoa sebanyak 8.100 orang.5

Seger mengatakan bahwa etnis Tionghoa yang tinggal di Kelurahan

Cipondoh Indah datang dengan tujuan untuk bekerja dan tinggal didaerah

yang tidak jauh dari tempat dari tempat mereka beraktivitas, dan mereka

juga melihat peluang bisnis yang baik di wilayah tersebut