21
Kondisi dan Distribusi Terumbu Karang pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta Conditions and Distribution of Coral Reefs in the Zoning of Kepulauan Seribu National Park, Special Capital City District of Jakarta Ibnu Faizal 1 , Prof.Dr.Ir.H. Dulmi’ad Iriana 2 1 Program Studi Ilmu Kelautan FPIK UNPAD 2 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan distribusi terumbu karang di tiap zona Taman Nasional Kepulauan Seribu berdasarkan persentase tutupan karang, keanekaragaman, keseragaman, serta dominasi karang di perairan tersebut. Penelitian dilakukan di 4 Stasiun yang berada pada tiap zonasi. Penelitian dilakukan pada Bulan September 2011, dengan pemantauan kondisi awal, pengambilan data, dan identifikasi dilakukan langsung di lapangan. Pengamatan tutupan karang dilakukan dengan metode transek garis (Line Intercept Transect/LIT) pada kedalaman 7 meter dengan garis transek sepanjang 25 meter dan dilakukan tiga kali pengulangan untuk tiap stasiun. Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi tutupan terumbu karang pada Stasiun 1 (Zona Inti) 33.71% yang mengalami penurunan sebesar 4.54% dibanding kondisi tahun 2009; Stasiun 2 (Zona Perlindungan) sebesar 26.71% yang mengalami penurunan sebesar 7.79%; Stasiun 3 (Zona Pemanfaatan Wisata) 56.52% yang juga mengalami penurunan sebesar 8.07%; dan Stasiun 4 (Zona Pemukiman) 63.17% yang mengalami kenaikan sebesar 0.19%. Distribusi karang di keempat zona yang berada di Taman Nasional Kepulauan Seribu merata, dengan nilai Indeks Dominansi, Keanekaragaman serta Keseragaman yang rendah. Kata Kunci: Kondisi, Zonasi, Terumbu Karang, Kepulauan Seribu. ABSTRACT This research has been done to find out the condition and distribution of coral reefs in the Kepulauan Seribu National Park based on each zone to know the percentage value of coral cover, diversity, similarity, and the dominance of corals in these waters. The study was conducted at four stations located in each zone in September 2011, with initial condition monitoring, data retrieval and identification performed by means of field data collection. Observations made with the line intercept transect (LIT) method at a depth of 7 meters by 25 meters long transect lines and using three repetitions of each station. The conditions of hard coral reefs covered in Station 1 (Core Zone) were 33.71%, declined 4.54% compared with percentage of two years before (2009); Station 2 (Protection Zone) were 26.71%, declined 7.79%; Station 3 (Utilization Zone) were 56.52%, which also declined 8.07%; and Station 4 (Settlement Zone) were 63.17%, which increased 0.19%. Distribution of corals in each zone located in the Kepulauan Seribu National Park was spread evenly, with the dominance index, diversity, and similarity is low. Keywords: Condition, Zoning, Coral Reef, Kepulauan Seribu.

Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kondisi Distribusi Terumbu Karang pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu

Citation preview

Page 1: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Kondisi dan Distribusi Terumbu Karang pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan

Seribu, Provinsi DKI Jakarta Conditions and Distribution of Coral Reefs in the Zoning of Kepulauan Seribu National Park,

Special Capital City District of Jakarta

Ibnu Faizal1, Prof.Dr.Ir.H. Dulmi’ad Iriana

2

1Program Studi Ilmu Kelautan FPIK UNPAD

2Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan distribusi terumbu karang di tiap

zona Taman Nasional Kepulauan Seribu berdasarkan persentase tutupan karang,

keanekaragaman, keseragaman, serta dominasi karang di perairan tersebut. Penelitian

dilakukan di 4 Stasiun yang berada pada tiap zonasi. Penelitian dilakukan pada Bulan

September 2011, dengan pemantauan kondisi awal, pengambilan data, dan identifikasi

dilakukan langsung di lapangan. Pengamatan tutupan karang dilakukan dengan metode

transek garis (Line Intercept Transect/LIT) pada kedalaman 7 meter dengan garis

transek sepanjang 25 meter dan dilakukan tiga kali pengulangan untuk tiap stasiun.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi tutupan terumbu karang pada Stasiun 1

(Zona Inti) 33.71% yang mengalami penurunan sebesar 4.54% dibanding kondisi tahun

2009; Stasiun 2 (Zona Perlindungan) sebesar 26.71% yang mengalami penurunan

sebesar 7.79%; Stasiun 3 (Zona Pemanfaatan Wisata) 56.52% yang juga mengalami

penurunan sebesar 8.07%; dan Stasiun 4 (Zona Pemukiman) 63.17% yang mengalami

kenaikan sebesar 0.19%. Distribusi karang di keempat zona yang berada di Taman

Nasional Kepulauan Seribu merata, dengan nilai Indeks Dominansi, Keanekaragaman

serta Keseragaman yang rendah.

Kata Kunci: Kondisi, Zonasi, Terumbu Karang, Kepulauan Seribu.

ABSTRACT

This research has been done to find out the condition and distribution of coral reefs in

the Kepulauan Seribu National Park based on each zone to know the percentage value

of coral cover, diversity, similarity, and the dominance of corals in these waters. The

study was conducted at four stations located in each zone in September 2011, with

initial condition monitoring, data retrieval and identification performed by means of

field data collection. Observations made with the line intercept transect (LIT) method at

a depth of 7 meters by 25 meters long transect lines and using three repetitions of each

station. The conditions of hard coral reefs covered in Station 1 (Core Zone) were

33.71%, declined 4.54% compared with percentage of two years before (2009); Station

2 (Protection Zone) were 26.71%, declined 7.79%; Station 3 (Utilization Zone) were

56.52%, which also declined 8.07%; and Station 4 (Settlement Zone) were 63.17%,

which increased 0.19%. Distribution of corals in each zone located in the Kepulauan

Seribu National Park was spread evenly, with the dominance index, diversity, and

similarity is low.

Keywords: Condition, Zoning, Coral Reef, Kepulauan Seribu.

Page 2: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

PENDAHULUAN

Perairan Indonesia yang luasnya

5,1 juta km2, termasuk zona ekonomi

eksklusif Indonesia ZEEI 2,7 juta Km2

memiliki keanekaragaman hayati yang

tinggi. Salah satu keanekaragaman hayati

Indonesia yaitu berasal dari ekosistem

terumbu karang. Wilayah Indonesia

mempunyai sekitar 18% terumbu karang

dunia, dengan keanekaragaman hayati

tertinggi di dunia. Jumlah jenis karang

batu di Indonesia tercatat sebanyak 590

jenis, yang di dominasi oleh karang dari

genus Acropora (91 jenis), Montipora (29

jenis) dan Porites (14 jenis)

(TERANGI,2007). Kondisi terumbu

karang saat ini telah mengalami kerusakan

dan penurunan yang disebabkan antara

lain oleh pengeboman ikan, pengambilan

ikan dengan menggunakan bahan beracun

serta pengambilan dan perdagangan

karang hias illegal. Berdasarkan hasil

penelitian Pusat Penelitian Oseanografi

(P2O) LIPI tahun 2002, dari 556 lokasi

yang tersebar di perairan Indonesia

kondisi terumbu karang 6,38 % dalam

kondisi sangat baik, 25,7% dalm kondisi

baik, 36,87% dalam kondisi sedang, dan

30,58% dalam kondisi rusak (Suharsono

dan Gianto, 2003 dalam BTNKpS, 2007).

Taman Nasional Kepulauan Seribu

merupakan salah satu wilayah dimana

terumbu karang banyak terdapat disana.

Taman Nasional Kepulauan Seribu

terletak pada posisi geografis 5°24' -

5°45' LS dan 106°25' - 106° 40' BT,

terbentang seluas 107.489 ha (SK.

Menteri Kehutanan Nomor : 6310/Kpts-

II/2002). Kepulauan Seribu merupakan

gugusan kepulauan yang terletak di

sebelah utara Jakarta, tepat berhadapan

dengan Teluk Jakarta. Kepulauan Seribu

terdiri dari pulau-pulau karang sebanyak

105 buah dengan total luas wilayah

daratan sebesar 8,7 km² (BTNKpS, 2007).

Terumbu karang yang ada saat ini

masih dapat dipertahankan dengan baik

apabila dilakukan pengelolaan secara

Page 3: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

profesional. Untuk meningkatkan

kembali produktifitas terumbu karang,

keanekaragaman biota yang ada dalam

ekosistem terumbu karang dapat menarik

perhatian berbagai wisatawan baik

wisatawan mancanegara maupun

wisatawan nusantara yang pada

akhirnya mendukung perkembangan

daerah dan peningkatan pendapatan dari

sektor wisata bahari. Dengan pengelolaan

yang baik maka produksi perikanan dapat

ditingkatkan..

Untuk menjaga kelestarian

ekosistem tersebut maka dibentuklah

Taman Nasional yang berfungsi salah

satunya sebagai bentuk perlindungan

terhadap Ekosistem Terumbu Karang.

Taman Nasional juga harus

mempertimbangkan faktor lain selain

ekologis yaitu faktor ekonomi serta sosial,

maka dengan itu dibuatlah Zonasi

menurut letak dan fungsinya. Pengelolaan

Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu

(BTNKpS) berdasarkan Keputusan

Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam Departemen Kehutanan

Nomor SK.05/IV-KK/2004 tanggal 27

Januari 2004 tentang Zonasi Pengelolaan

Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu,

membagi zonasi pengelolaan Taman

Nasional Laut Kepulauan Seribu menjadi

4 Zona : Zona Inti, Zona Perlindungan,

Zona Pemanfaatan Wisata dan Zona

Pemukiman. Zonasi di Taman Nasional

Kepuluan Seribu seperti Zona Inti, Zona

Perlindungan, Zona Pemanfaatan Wisata

serta Zona Pemukiman mencakup pulau-

pulau yang berada di Kepulauan Seribu

dimana tiap zona memiliki fungsi dan

manfaat yang berbeda dengan zona

lainnya. Faktor ekologi adalah faktor yang

paling penting harus mendapatkan

perhatian lebih, salah satunya Ekosistem

Terumbu Karang. Namun tiap zona

memiliki permasalahan ataupun tekanan

yang berbeda baik dari faktor alam

ataupun aktifitas manusia. Sebagai contoh

untuk zona inti yang tidak diperbolehkan

Page 4: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

adanya aktifitas manusia selain untuk

penelitian seringkali ditemukan

pelanggaran oleh nelayan yang

menangkap ikan dengan alat tangkap yang

dikhawatirkan dapat menganggu keutuhan

terumbu karang di daerah tersebut,

ataupun kondisi terumbu karang di daerah

pemukiman yang sudah rusak dikarenakan

eksploitasi berlebihan oleh masyarakat

sekitar. Perubahan kondisi dan distribusi

terumbu karang di zona-zona tersebut

dapat diketahui dengan melakukan

penelitian kondisi terumbu karang dilihat

berdasarkan persentase penutupan karang

dan distribusinya dilihat berdasarkan

sebaran jenis karang.

Kepulauan Seribu merupakan

gugusan kepulauan yang terletak di

sebelah utara Jakarta, tepat berhadapan

dengan Teluk Jakarta. Kepulauan Seribu

terdiri dari pulau-pulau karang sebanyak

105 buah dengan total luas wilayah

daratan sebesar 8,7 km². Terumbu karang

di Kepulauan Seribu memiliki nilai yang

penting bagi masyarakat Kepulauan

Seribu terutama sumber perikanan dan

bagi masyarakat lain yaitu sebagai tujuan

wisata (Wijayanti, 2008 dalam Setyawan

dkk,2011). Karang bercabang sangat

umum dijumpai dan bentuk pertumbuhan

tersebut merupakan penyusun utama

terumbu Kepulauan Seribu, yang

didukung oleh bentuk foliose (lembaran)

dan massif.

Zonasi di Kepulauan Seribu

diwakili oleh pulau-pulau yang tersebar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan

Yayasan Terumbu Karang Indonesia

(TERANGI) pada 2009 diperoleh hasil

kondisi terumbu karang dalam kondisi

sedang dimana persentase tutupan karang

keras di Kepulauan Seribu sebesar 34,27%

dengan persentase karang mati mencapai

16,06%. Kondisi tersebut salah satunya

disebabkan oleh fungsi zonasi yang belum

berjalan sesuai dengan fungsi dan

manfaatnya serta pemanfaatan yang tidak

ramah dan berlebih (Setyawan dkk.,

Page 5: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

2011). Gosong Sebaru Besar pada tahun

2009 yang termasuk dalam zona

perlindugnan memiliki persentase tutupan

karang keras 34,50%. Pulau Gosong

Rengat yang termasuk dalam zona inti

memiliki persentase tutupan karang keras

tertinggi dibandingkan pulau-pulau

lainnya yang berada dalam zona inti

sebesar 38,25% lebih rendah jika

dibandingkan dengan tutupan karang

keras Pulau Kotok Kecil (64,59%) dan

Pulau Harapan (62,98%) yang berada

dalam dalam zona pemanfataan wisata

dan pemukiman. Regulasi serta

pengawasan yang ketat dan efektif

terhadap suatu pulau atau zona dapat

meningkatkan persentase tutupan karang

keras di wilayah tersebut. Monitoring

secara berkala perlu dilakukan untuk

mengetahui apakah terjadi perubahan

kondisi terumbu karang di suatu pulau

atau zona pada Taman Nasional

Kepulauan Seribu.

Spesifikasi karang yang diinginkan

adalah persentase penutupan karang

berdasarkan lifeform (bentuk

pertumbuhan) (Lampiran1). Sebagai

upaya monitoring pemilihan lokasi untuk

kondisi dan distribusi terumbu karang

ditentukan berdasarkan melihat pulau

dengan persentase tutupan karang

tertinggi disetiap zonanya. Faktor – faktor

pembatas penyebaran terumbu karang

dengan pengamatan data fisik perairan

seperti arus, salinitas, suhu serta

kecerahan juga diamati sebagai faktor

pendukung pertumbuhan ekosistem

terumbu karang.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di Taman

Nasional Kepulauan Seribu terletak pada

posisi geografis 5°24'- 5°45'LS dan

106°25'- 106° 40'BT pada Bulan

September 2011. Pemilihan Lokasi

Pengambilan Data dilakukan di 4 Stasiun

yang berada di zona-zona Taman Nasional

Kepulauan Seribu (Inti, Perlindungan,

Page 6: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Pemanfaatan Pariwisata dan Pemukiman),

yaitu :

1. Stasiun 1 adalah Pulau Gosong

Rengat yang berada pada Zona Inti

dengan koordinat 05⁰ 27.935’ LS

dan 106⁰ 26.228’ BT.

2. Stasiun 2 adalah Gosong Sebaru

Besar yang berada pada Zona

Perlindungan dengan koordinat 05⁰

29.654’ LS dan 106⁰ 33.369’ BT.

3. Stasiun 3 adalah Pulau Kotok Kecil

yang berada pada Zona

Pemanfaatan Wisata dengan

koordinat 05⁰ 41.451’ LS dan 106⁰

31.769’ BT.

4. Stasiun 4 adalah Pulau Harapan

yang berada pada Zona Pemukiman

dengan koordinat 05⁰ 39.057’ LS

dan 106⁰ 34.980’ BT.

Pengamatan tutupan karang

dilaksanakan dengan menggunakan

metode line intercept transect (LIT).

Pengambilan data berdasarkan perubahan

bentuk karang dengan satuan sentimeter

sesuai lifeform. Garis ditarik 25 meter

sejajar dengan garis pantai mengikuti

kontur dasar perairan dengan kedalaman 7

meter dan dilakukan pengulangan

sebanyak 3 kali. Pemilihan satu

kedalaman (7 meter) dilakukan karena

kedalaman tersebut dapat mewakili untuk

perairan dangkal (3 meter) serta perairan

dalam disuatu perairan (10 meter).

Alat yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari alat untuk

pengambilan data terumbu karang dan alat

pengukur kualitas air, yaitu: GPS, Scuba

Set , roll meter, sabak dan pensil , buku

identifikasi karang, kamera Under Water,

perahu motor, thermometer , secchi disk,

flouting droudge , refraktometer.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Kualitas Perairan

Kondisi kualitas perairan pada

keempat stasiun penelitian memiliki nilai

yang tidak terlalu berbeda (Tabel 1). Suhu

perairan berkisar antara 28-29 °C, kondisi

suhu tersebut menurut Romimohtarto dan

Page 7: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Juwana (2007) merupakan suhu yang baik

untuk pertumbuhan karang yaitu berkisar

antara 22-29 oC. Kondisi ini tidak berbeda

jauh dengan kondisi suhu pada tahun 2009

dengan kisaran suhu antara 28,3-29,3 oC

(Setyawan dkk., 2011).

Tabel 1. Data Kualitas Perairan tiap

Stasiun Pengamatan

Keterangan:

Stasiun 1 : Pulau Gosong Rengat,

Stasiun 2 : Gosong Sebaru Besar,

Stasiun 3 : Pulau Kotok Kecil,

Stasiun 4 : Pulau Harapan.

Intensitas cahaya berhubungan

dengan kecerahan perairan, merupakan

faktor penting pertumbuhan terumbu

karang karena berkaitan dengan

fotosintesis zooxanthellae. Kecerahan

perairan pada stasiun-stasiun pengamatan

berkisar antara 3.85-5.6 m menunjukkan

adanya perubahan nilai kecerahan

dibandingkan dengan dua tahun

sebelumnya (Setyawan dkk., 2011) yaitu

berkisar antara 4.99-7.44 m. Hal ini

mengindikasikan adanya perubahan

kemampuan penetrasi cahaya matahari

yang dapat dipengaruhi oleh suspensi

dalam air (lumpur) akibat pengaruh

musim.

Kecepatan arus permukaan pada

tiap stasiun berkisar antara 0.09-0.26

m/detik dimana pada saat pengambilan

data berlangsung pada musim peralihan

dua dengan masih adanya pengaruh angin

musim timur. Kondisi kecepatan arus

permukaan jika dibandingkan tahun 2009

(Setyawan dkk., 2011) yang berkisar 0.04-

0.13 m/detik menunjukkan adanya

perbedaan walaupun tidak begitu besar.

Pengaruh musim terhadap kecepatan arus

permukaan dilihat dari kecepatan arus

pada stasiun 1 sebesar 0.26 m/detik

dimana titik pengambilan data berada

pada sisi timur pulau tersebut, berbeda

Parameter Stasiun Pengamatan

1 2 3 4

Suhu (°C)

28 29 28.5 29

Kecerahan

Perairan

(m)

3.85

(84%)

3.75

(75%)

5.6

(93%)

5.45

(97%)

Kedalaman

(m)

4.56 5 6 5.64

Arus

Permukaan

(m/detik)

0.26 0.17 0.10 0.09

Salinitas

(‰)

33 33.3 34 34

Page 8: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

dengan kecepatan arus permukaan di

stasiun 3 sebesar 0.10 m/detik karena titik

pengambilan data berada disebelah barat

sehingga terlindung dari pengaruh

gelombang. Untuk stasiun 2 dan 4

walaupun berada didekat dengan sisi

timur pulau, kecepatan arus permukaan

cenderung rendah, hal ini disebabkan titik-

titik pengambilan data di setiap stasiunnya

terlindung oleh gosong sehingga kondisi

arus cenderung tenang.

Salinitas perairan adalah parameter

terakhir yang diamati pada penelitian ini.

Pada dua tahun sebelumnya (Setyawan

dkk., 2011) tingkat salinitas berkisar

antara 29-31 ppt dan tingkat salinitas pada

saat penelitian didapatkan nilai berkisar

antara 33-35 ppt. Menurut Nybakken

(1992) tingkat salinitas ini menyerupai

wilayah perairan terumbu karang pada

umumnya. Walaupun terjadi sedikit

kenaikan tetapi kondisi salinitas masih

dalam kisaran salinitas optimum bagi

kehidupan karang yaitu antara 30-35 ppt

(Romimohtarto dan Juwana, 2007).

Persentase Tutupan Karang

Persentase tutupan karang pada

Stasiun 1 (Pulau Gosong Rengat/Zona

Inti) adalah 33.71% dengan tutupan

karang non-Acropora lebih besar

dibandingkan dengan persentase tutupan

karang Acropora. Persentase tutupan

karang Acropora 13.59% sedangkan

tutupan karang non- Acropora mencapai

20.12%.

Di Pulau Gosong Rengat didapatkan

10 lifeform karang keras, terdiri dari 4

jenis Acropora dan 6 jenis non-Acropora

yaitu Acropora Branching (ACB),

Acropora Digitate (ACD), Acropora

Encrusting (ACE), Acropora Submassive

(ACS), Coral Branching (CB), Coral

Encrusting (CE), Coral Foliose (CF),

Coral Massive (CM),Coral Mushroom

(CMR) dan Coral Submassive (CS)

(Gambar 1).

Page 9: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Gambar 1. Grafik Persentase Lifeform

Stasiun 1 (Zona Inti)

Di Stasiun ini persentase lifeform

karang keras tertinggi adalah Coral

Branching (CB) sebesar 7.87% sedangkan

untuk lifeform Acropora tertinggi adalah

Acropora Encrusting sebesar 6.64%.

Tingginya nilai persentase karang mati

yang tertutup alga atau Dead Coral Algae

(DCA) sebesar 23.28% dan juga

persentase Algae tertinggi juga

didapatkan dalam Stasiun ini sebesar

7.11% yaitu dari jenis Algae Asemblage

dan Makroalgae. Di Ekositem Terumbu

Karang Kepulauan Seribu terlihat ada

kaitan antara nilai tutupan karang keras

dengan nilai tutupan alga, daerah yang

memiliki tutupan karang rendah, nilai

tutupan alganya tinggi (Setyawan dkk.,

2011). Hal ini didukung dari besarnya

jumlah persentase Dead Coral Algae dan

dapat menjadi salah satu faktor penyebab

tutupan karang keras di stasiun ini

mengalami penurunan sebesar 4.54%

dimana tutupan karang keras pada tahun

2009 di lokasi ini sebesar 38.25%. Selain

itu persentase Rubble (RB) sebesar

18.36% mengindikasikan adanya

kerusakan karang baik oleh alam ataupun

pengrusakan oleh manusia dikarenakan

pulau ini terletak cukup jauh sehingga

aktivitas manusia yang tidak diizinkan di

dalam zona ini seperti penangkapan ikan

secara ilegal dapat terjadi karena

minimnya pengawasan.

Persentase tutupan karang pada

Stasiun 2 (Gosong Sebaru Besar/Zona

Perlindungan) adalah 26.71% dengan

tutupan karang non-Acropora lebih besar

dibandingkan dengan persentase tutupan

karang Acropora. Persentase tutupan

Page 10: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

karang Acropora 11.62% sedangkan

tutupan karang non- Acropora mencapai

15.09%. Di Gosong Sebaru Besar

didapatkan 10 lifeform karang keras,

terdiri dari 4 jenis Acropora dan 6 jenis

non-Acropora yaitu Acropora Branching

(ACB), Acropora Digitate (ACD),

Acropora Encrusting (ACE), Acropora

Submassive (ACS), Coral Branching

(CB), Coral Encrusting (CE), Coral

Foliose (CF), Coral Massive (CM),Coral

Mushroom (CMR) dan Coral Submassive

(CS) (Gambar 2).

Gambar 2. Grafik Persentase Lifeform

Stasiun 2 (Zona Perlindungan)

Persentase lifeform karang keras

tertinggi adalah Coral Massive (CM)

sebesar 8.91% , sedangkan persentase

lifeform karang cabang yaitu Acropora

Branching (ACB) dan Coral Branching

(CB) jumlahnya tidak besar yaitu 1.60%

dan 2.51%. Tingginya Dead Coral Algae

(DCA) sebesar 21.72% dan Rubble

(23.72%) mengidikasikan adanya

kerusakan karang pada stasiun ini, terlihat

juga nilai penurunan persentase karang

keras sebesar 7.79% dari kondisi karang

tahun 2009. Faktor kerusakan karena

aktivitas manusia salah satunya adalah

penurunan jangkar oleh nelayan ataupun

perahu lain. Hal ini ditunjang pada saat

pengambilan data di lokasi ini ditemui

perahu nelayan yang sedang beristirahat.

Nilai kategori Water (WA) sebesar

10.13% menggambarkan bahwa pada

stasiun ini banyak terdapat celah-celah

karena adanya koloni karang besar,

terbukti dengan tingginya persentase

liferform Coral Massive (CM) dilokasi ini

Page 11: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

sebesar 8.91%. Kategori Water (WA) ini

merujuk pada celah dengan kedalaman

lebih dari 50 cm dari transek (English et

al., 1997).

Persentase tutupan karang pada

Stasiun 3 (Pulau Kotok Kecil/Zona

Pemanfaatan Wisata) yang berada dalam

zona pemanfatan wisata adalah 56.52%

dengan tutupan karang non-Acropora

lebih besar dibandingkan dengan

persentase tutupan karang Acropora.

Persentase tutupan karang Acropora

23.79% sedangkan tutupan karang non-

Acropora mencapai 32.73%.

Di Pulau Kotok Kecil didapatkan 8

lifeform karang keras, terdiri dari 3 jenis

Acropora dan 5 jenis non-Acropora yaitu

Acropora Branching (ACB), Acropora

Encrusting (ACE), Acropora Submassive

(ACS), Coral Branching (CB), Coral

Foliose (CF), Coral Massive (CM), Coral

Mushroom (CMR) dan Coral Submassive

(CS) (Gambar 3).

Gambar 3. Grafik Persentase Lifeform

Stasiun 3 (Zona Pemanfaatan Wisata) Persentase kategori lifeform

karang keras tertinggi adalah Acropora

Branching (ACB) dengan nilai 14.93%,

karang jenis ini biasanya tumbuh pada

perairan jernih dan lokasi dimana terjadi

pecahan ombak. Bentuk koloni umumnya

bercabang dan tergolong jenis karang

yang cepat tumbuh, namun sangat rentan

terhadap sedimentasi dan aktivitas

penangkapan ikan (Johan, 2003). Lifeform

Acropora keseluruhan dalam stasiun ini

(Acropora Branching, Acropora

Encrusting, Acropora Submassive)

memiliki persentase tertinggi

dibandingkan stasiun lainnya dengan nilai

Page 12: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

persentase mencapai 23.79%. Kondisi

tutupan karang tergolong baik, Kepulauan

Seribu memiliki terumbu karang dengan

tipe rataan dengan tutupan antar jenis

yang rapat dalam bentuk substrat dasar

yang cenderung rata (Setyawan dkk.,

2011). Jumlah Dead Coral Algae (DCA)

yang mencapai 19.56% dan Rubble (RB)

sebesar 10.88% yang mengindikasikan

adanya kerusakan yang menyebabkan

penurunan persentase tutupan karang

keras sebanyak 8.07% dibanding data

awal tahun 2009 (Setyawan dkk., 2011).

Persentase tutupan karang pada

Stasiun 4 (Pulau Harapan/Zona

Pemukiman) adalah 63.17% dengan

tutupan karang non-Acropora lebih besar

dibandingkan dengan persentase tutupan

karang Acropora. Persentase tutupan

karang Acropora 20.79% sedangkan

tutupan karang non- Acropora mencapai

42.39%.

Di Pulau Harapan didapatkan 10

lifeform karang keras, terdiri dari 4 jenis

Acropora dan 6 jenis non-Acropora yaitu

Acropora Branching (ACB), Acropora

Digitate (ACD), Acropora Encrusting

(ACE), Acropora Submassive (ACS),

Coral Branching (CB), Coral Encrusting

(CE), Coral Foliose (CF), Coral Massive

(CM),Coral Mushroom (CMR) dan Coral

Submassive (CS) (Gambar 4).

\\

Gambar 4. Grafik Persentase Lifeform

Stasiun 4 (Zona Pemukiman)

Persentase Lifeform tertinggi dari

karang keras adalah Coral Foliose (CF)

sebesar 20%. Coral Foliose yang masuk

dalam genus Montipora tumbuh baik

karena stasiun ini memiliki kondisi arus

perairan yang tenang, dimana jenis

Page 13: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Foliose membutuhkan karakteristik

habitat yang terlindung (Assad, I.J. 1999).

Hal ini didukung dengan kecepatan arus

permukaan distasiun ini hanya sebesar

0.09 m/detik, paling rendah dibandingkan

3 stasiun lainnya (Tabel 2).

Karang keras bentuk pertumbuhan

bercabang (Branching) tumbuh baik di

perairan ini, terdiri dari Acropora

Branching (ACB) 7.95% dan Coral

Branching (CB) 11.51%. Bentuk

pertumbuhan bercabang di Kepulauan

Seribu didominasi oleh karang dari genus

Acropora dan Montipora (Suharsono,

2008). Kedua genus ini banyak diwakili

oleh lifeform seluruh Acropora, Coral

Foliose (CF) serta Coral Submassive

(CS). Kondisi Dead Coral Algae (DCA)

serta Rubble (RB) di stasiun pengamatan

ini menunjukkan yang terendah

dibandingkan dengan stasiun-stasiun

pengamatan lainnya dengan nilai masing-

masing sebesar 12.15% dan 9.85%.

Kondisi lokasi stasiun pengambilan data

yang tenang dan terlindung menyebabkan

kondisi tutupan karang di lokasi ini

tergolong baik dan meningkat 0.19% dari

data tahun 2009.

Indeks Kematian Karang

Nilai indeks kematian yang

didapatkan dari perhitungan data lapangan

tiap stasiun pengamatan didapatkan

perbedaan. Nilai indeks kematian terumbu

karang di keempat stasiun pengamatan

berkisar antara 0.161-0.587 (Gambar 5).

Gambar 5.Grafik Indeks Kematian

Karang Tiap Stasiun

Secara keseluruhan pada keempat

stasiun pengamatan menunjukkan adanya

nilai perubahan tetapi tidak terlalu berarti.

Indeks Keanekaragam (Shannon

Wiener), Keseragaman dan

Dominansi

Page 14: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Data pengamatan karang dari

keempat stasiun di Taman Nasional

Kepulauan Seribu diperoleh beberapa nilai

indeks ekologis terumbu karang yaitu

Indeks Keanekaragaman, Indeks

Keseragaman serta Indeks Dominansi

(Gambar 6). Nilai Indeks

Keanekaragaman yang didapat dari

perhitungan data lapangan memiliki nlai

perbedaan dari setiap stasiun pengamatan

dengan nilai berkisar antara 1.855-2.073.

Gambar 6. Grafik Nilai-Nilai Indeks

Ekologi Karang tiap Stasiun

Nilai Indeks Keanekaragaman

tertinggi terdapat pada Stasiun 1 yakni

sebesar 2.073 dan Nilai Indeks

Keanekaragaman terendah berada pada

Stasiun 2 sebesar 1.855 (Gambar 6).

Berdasarkan data Nilai Indeks

Keanekaragaman pada keempat stasiun

didapatkan nilai rata-rata sebesar 1.960.

Menurut Shannon Wiener Nilai Indeks

Keanekaragaman dibawah dua

dikategorikan bahwa kenaneka-

ragamannya rendah.

Nilai Indeks Keseragaman yang

didapatkan dari keempat stasiun

pengamatan memiliki nilai berkisar antara

0.362-0.658. Pada Stasiun 3 dan Stasiun 4

yang memiliki Nilai Indeks Keseragaman

0.658 dan 0.651 menggambarkan bahwa

keseragaman di lokasi tersebut tergolong

sedang dengan kondisi komunitas di

perairan tersebut labil. Sedangkan pada

Stasiun 1 dan 2 yang memiliki Nilai

Indeks Keseragaman 0.454 dan 0.362

menggambarkan bahwa kondisi

komunitas pada kondisi tertekan dengan

keseragaman yang rendah.

Nilai Indeks Dominansi yang

didapatkan dari keempat stasiun

pengamatan memiliki nilai berkisar antara

0.147-0.216. Berdasarkan kisaran indeks,

semua Nilai Indeks Kematian berada

Page 15: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

dibawah 0,5 dapat diartikan bahwa

dominansi suatu jenis (lifefrom) tidak

terjadi di keempat stasiun pengamatan

atau dengan kata lain dominansinya

rendah.

Kondisi Terumbu Karang

Gambar 7. Grafik Perbandingan

Tutupan Karang pada 4 Stasiun

Pengamatan

Berdasarkan perhitungan nilai

tutupan karang hidup yang didapatkan

dari keempat stasiun pengamatan di

Taman Nasional Kepulauan Seribu

didapatkan nilai berkisar antara 26.71%-

63.17% (Gambar 7). Nilai tutupan karang

hidup terendah terdapat pada stasiun 2

yaitu Gosong Sebaru Besar yang berada

dalam Zona Perlindungan dan nilai

tertinggi terdapat pada stasiun 4 yaitu

Pulau Harapan yang berada dalam Zona

Pemukiman. Menurut Saleh (2009)

kisaran nilai tersebut dapat dikategorikan

bahwa kondisi terumbu karang berada

dalam kondisi sedang sampai bagus.

Jenis Non-Acropora mendominasi

di seluruh stasiun pengamatan

dibandingkan dengan jenis Acropora.

Coral Massive yang termasuk dalam

kategori jenis Non-Acropora sebagai

contoh, memiliki adaptasi yang tinggi

terhadap lingkungan, mempunyai daya

kompetisi yang tinggi dan dengan harapan

hidup yang panjang (Suharsono,1996) dan

begitu pula dengan jenis Coral Foliose.

Kondisi itu yang membuat karang dari

jenis Non-Acropora lebih dapat bertahan

terhadap tekanan lingkungan, baik alam

ataupun manusia dibandingkan jenis

Acropora. Jenis Acropora menurut Johan

(2003) merupakan golongan karang

berbentuk cabang yang cepat tumbuh

namun rentan terhadap aktivitas manusia.

Page 16: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Kondisi karang yang mengalami

bleaching juga sangat jarang ditemukan di

stasiun-stasiun tempat pengambilan data

mengindikasikan bahwa tidak ada

perubahan suhu ataupun salinitas secara

drastis yang dapat mengakibatkan karang

mengalami pemutihan dilihat dari

perbandingan data salinitas pada tahun

2009 oleh Setyawan.,dkk (2011) dengan

data sekarang. Predator karang yaitu

Ancanthaster plancii (Bulu Seribu) juga

tidak ditemukan di stasiun-stasiun

pengambilan data dimana biasanya

predator ini berada pada jenis karang

Acropora Tabulate yang pada keempat

stasiun tidak ditemukan jenis karang

tersebut.

Secara umum, terjadi penurunan

tutupan karang pada setiap stasiun

dibandingkan dengan data dua tahun

sebelumnya (2009) berkisar antara -

0.19%-8.07%. Stasiun 4 yaitu Zona

Pemukiman merupakan satu-satu nya

stasiun pengamatan yang tutupan

karangnya mengalami peningkatan 0.19%.

Untuk perubahan terbesar dari data

sebelumnya adalah Pulau Kotok Kecil

yang berada dalam zona pemanfaatan

wisata (Stasiun 3) yang mengalami

penurunan persentase sebanyak 8.07%.

Jika melihat secara keseluruhan

dapat dikatakan bahwa ada

kecenderungan terjadi penurunan

persentase tutupan karang jika

dibandingkan dari dua tahun sebelumnya

walaupun relatif kecil. Namun, hal ini

tetap harus mendapat perhatian dari

semua pihak.

Pengelolaan

Kesadaran serta partisipasi

masyarakat merupakan faktor paling

penting, karena kerusakan terumbu karang

ada kaitannya dengan tekanan terhadap

ekosistem terumbu karang disamping

faktor alam itu sendiri. Monitoring serta

pengawasan secara berkala dan ketat

terhadap pulau-pulau secara keseluruhan

dibutuhkan agar fungsi zonasi dapat

Page 17: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

berjalan sesuai dengan fungsi dan

manfaatnya. Pengawasan di Zona Inti dan

Perlindungan harus diutamakan. Selain

itu, untuk meningkatkan kondisi terumbu

karang di pulau-pulau sehingga kembali

menjadi baik, dapat dilakukan dengan

pengadaan terumbu karang buatan yang

terbuat dari beton.

Recovery atau Rehabilitasi karang

di Zona Pemanfaatan Wisata dapat

dikorelasikan dengan kegiatan Eco-

Tourism yang berhubungan dengan usaha

rehabilitasi terumbu karang dengan

transplantasi karang salah satunya.

KESIMPULAN

1. Kondisi terumbu karang di keempat

zona yang berada di Taman Nasional

Kepulauan Seribu memiliki kriteria

sedang dan bagus dengan persentase

tutupan karang keras di Pulau Gosong

Rengat (Zona Inti) 33.71% yang

mengalami penurunan sebesar 4.54%,

Gosong Sebaru Besar (Zona

Perlindungan) 26.71% yang

mengalami penurunan sebesar 7.79%,

Pulau Kotok Kecil (Zona

Pemanfaatan Wisata) 56.52% yang

juga mengalami penurunan sebesar

8.07%, dan Pulau Harapan (Zona

Pemukiman) 63.17% yang

mengalami kenaikan sebesar 0.19%

dari persentase tutupan karang keras

tahun 2009.

2. Distribusi karang di keempat zona

yang berada di Taman Nasional

Kepulauan Seribu merata, dengan

nilai Indeks Dominansi,

Keanekaragaman serta Keseragaman

yang rendah.

SARAN

1. Menurunnya kondisi tutupan terumbu

karang keras dari dua tahun

sebelumnya, walaupun belum secara

berarti tetap harus menjadi perhatian

bersama baik bagi masyarakat,

wisatawan serta stakeholder terkait.

2. Pengawasan di Zona Inti dan

Perlindungan harus ditingkatkan

karena cenderung mengalami

kerusakan.

DAFTAR PUSTAKA

Asaad,I.J. 1999. Penutupan Karang Hidup

BerdasarkanBentuk Pertumbuhannya

di Kawasan Wisata Bahari Pulau

Page 18: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Nusa Penida, Bali. Sumber:

http://repositori.ipb.ac.id, 10 Oktober

2011.

Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu

(BTNkps), 2007. Jenis – jenis karang

hias hasil transplantasi yang

diperdagangkan di taman nasional

laut kepulauan seribu. Departemen

Kehutanan. Jakarta. 48 hlm.

Direktorat Konservasi dan Taman

Nasional Laut (DKTNL), 2006.

Pedoman Pelaksanaan Transplantasi

Karang. Departemen kelautan dan

perikanan. Jakarta.

Estradivari, E Setyawan, dan S.Yusri,

2009. Terumbu Karang Jakarta,

Pengamatan Jangka Panjang

Terumbu Karang Kepulauan Seribu

(2003-2007). Yayasan TERANGI.

Jakarta. 101 hlm.

Ferianita, M. F, 2007. Metode Sampling

Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.

Johan, O, 2003. Metode Survei Terumbu

Karang Indonesia. Dalam Makalah

Training Course : Karakteristik

Biologi Karang. Yayasan

TERANGI.

Kordi, K.M.G.H, 2010. Ekosistem

Terumbu Karang: Potensi, Fungsi

dan Pengelolaan. Jakarta. Rineka

Cipta. xvi+212 hlm.

Ludwig, J.A & J.F Reynolds, 1988.

Statistical Ecology: A Primer

Methods and Computing. John

Wiley & Sons, New York: xvii+337

hlm.

Nybakken, J. W, 1992. Biologi Laut:

Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. dari

Marine Biology: An Ecological

Approach, (diterjemahkan oleh

Eidman, M., Koesoebiono, D.G.

Bengen, M. Hutomo, & S.Sukardjo.

1992). PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta: xv+459 hlm

Page 19: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Romimohtarto, K dan Sri Juwana, 2007.

Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan

tentang Biota Laut. Djambatan,

Jakarta. 540 hlm.

Saleh, A, 2009. Teknik pengukuran dan

analisis kondisi ekosistem Terumbu

karang.

Setyawan, E., S. Yusri & S. Timotius

(ed.), 2011. Terumbu Karang Jakarta

: Pengamatan Jangka Panjang

Terumbu Karang Kepulauan Seribu

(2005-2009). Yayasan TERANGI.

Jakarta. vi+102 hlm.

Suharsono, 1996. Wisata Bahari Pulau

Belitung. P3O-LIPI. Jakarta. hlm 49-

55

_________, 2008. Jenis-Jenis Karang Di

Indonesia. LIPI. Jakarta. iv+372

hlm.

Page 20: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta

Gambar. Peta Kepulauan Seribu

(Sumber: TERANGI, 2011)

Page 21: Kondisi Dan Distribusi Terumbu Karang Pada Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta