139
SKRIPSI KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, PENGALAMAN DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJA PEMERIKSA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI JAKARTA BARAT Oleh: Zamal Firdaus NIM: 204082002339 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M

KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, …

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Microsoft Word - KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN, PENGALAMAN, DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJADAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJA PEMERIKSA
PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI JAKARTA BARAT
Oleh:
JAKARTA
DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJA PEMERIKSA
PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI JAKARTA BARAT
Oleh:
JAKARTA
DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN KINERJA PEMERIKSA
PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK DI JAKARTA BARAT
Skripsi
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
JAKARTA
Afif Sulfa, SE, Ak., M.Si
Hari ini Rabu Tanggal 29 Bulan April Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan
Ujian Komprehensif atas nama Zamal Firdaus NIM: 204082002339 dengan judul
Skripsi ”KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN,
PENGALAMAN, DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN
KINERJA PEMERIKSA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
(KPP) DI JAKARTA BARAT”. Memperhatikan penampilan mahasiswa
tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ketua
Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli
Hari ini Senin Tanggal 22 Bulan Juni Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan
Ujian Skripsi atas nama Zamal Firdaus NIM: 204082002339 dengan judul ”
KORELASI ANTARA PELATIHAN TEKNIS PERPAJAKAN,
PENGALAMAN, DAN MOTIVASI PEMERIKSA PAJAK DENGAN
KINERJA PEMERIKSA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
(KPP) DI JAKARTA BARAT”. Memperhatikan penampilan mahasiswa
tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Rahmawati, SE, MM
Penguji Ahli
Zamal Firdaus, Thesis Title "Correlation of Taxation Technical Training, Experiences, Motivation a Tax Auditor towards The works of Tax Auditor at
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in West Jakarta. Undergraduate Program (S-1) Tax Accountancy Major, Faculty of Economy and Social Sciences of Syarif
Hidayatullah Islamic State University Jakarta 2009.
The purpose of this research is to know how big Correlation of Taxation Technical Training (X1) , Experiences (X2), Motivation a Tax Auditor (X3) as an
independent variable towards The works of Tax Auditor at Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) in West Jakarta (Y) as a dependent variable.
The research has been done by mean of filling out questionnaires by tax employee
and to used to secondary data too. The responders are Tax Auditor at Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Taman Sari Satu, Taman Sari Dua, Tambora,
Kalideres, dan Cengkareng. The samples included are 50 responders. For
analyzing the data researcher used SPSS version 12.0.
The result of this research shows that the Correlation of Taxation Technical
Training, Experiences, Motivation a Tax Auditor towards The works of Tax
Auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in West Jakarta have a value
coefficients correlation 0,550 this means coefficients correlation between the Correlation of Taxation Technical Training, Experiences, Motivation a Tax
Auditor towards The works of Tax Auditor at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) in West Jakarta is significantly positive.
Keyword: Taxation Technical Training, Experience, works of Tax Auditor
ABSTRAK
Zamal Firdaus, Judul skripsi “Korelasi Antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak Pada
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat". Strata satu (S-1) jurusan Akuntansi Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar korelasi Antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan
Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat.
Variabel yang menjadi fokus penelitian adalah pelatihan teknis perpajakan (X1),
pengalaman (X2), dan motivasi (X3) sebagai variabel bebas dan kinerja Pemeriksa
Pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat (Y) sebagai variabel terikat.
Penelitian dilakukan melalui pengisian kuesioner oleh aparat pajak dan data
sekunder yang dapat mendukung penelitian. Responden penelitian adalah para
Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Taman Sari Satu,
Taman Sari Dua, Tambora, Kalideres, dan Cengkareng. Sampel diambil sebanyak
50 responden. Untuk metode analisis dan uji hipotesis menggunakan korelasi, lalu
perhitungannya menggunakan program SPSS versi 12.0.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa Korelasi Antara Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja
Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat memiliki nilai koefisien sebesar 0,550 yang berarti koefisien Korelasi Antara Pelatihan
Teknis Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat adalah kuat.
Kata kunci : Pelatihan Teknis Perpajakan, Pengalaman, Motivasi, Kinerja
Pemeriksa Pajak
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menjadikan ilmu sebagai sifat
kesempurnaan yang paling tinggi. Aku bersaksi tiada tuhan yang pantas disembah
selain Allah Yang maha Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya, yang telah memberi
keistimewaan kepada orang–orang yang dikehendaki dari para hamba-Nya dan
Aku bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah hamba dan utusan-Nya yang telah
Allah istimewakan dengan seluruh kesempurnaan ubudiyyah. Semoga rahmat
Allah SWT senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad
SAW, yang hatinya telah dipenuhi oleh Allah ta’ala dengan keagungan-Nya jalla
wa’alaa yang Maha Tinggi dan kepribadiannya selalu diliputi dengan keindahan-
Nya yang Maha Mulia, Mudah-mudahan rahmat Allah SWT juga terlimpahkan
kepada keluarganya dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti
jalannya, sehingga mereka mendapat kebaikan yang banyak. Amma ba’du.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan Jazakumullah Khairan
Katsir yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua yang terkasihi dan tersayangi (Ibu dan Ayah), keluarga tercinta
yang tidak pernah berhenti berdoa dan memberikan semangat.
2. Murabbi atas bimbingan dan kesabarannya
3. Bpk Dr. Yahya Hamja, MM, selaku dosen pembimbing I yang amat sangat
baik dalam memberikan pengarahan selama penulisan.
4. Bpk Afif Sulfa, SE, Ak., M.Si, selaku dosen pembimbing II yang amat
sangat baik dalam memberikan pengarahan selama penulisan.
5. Bpk. Prof. Dr. Abdul Hamid. MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Ilmu Sosial.
6. Bpk. Prof. Dr. Rodoni, selaku Pembantu Dekan Bagian Akademik
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.
7. Bpk Herni Ali HT, SE, MM, selaku Pembantu Dekan Bagian
Kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.
8. Bpk. Afif Sulfa, SE, Ak, M.Si, selaku Ketua Jurusan Akuntansi.
9. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
10. Bpk Suhendra, S.Ag, MM, selaku Ketua Program Studi Fakultas Ekonomi
dan Ilmu Sosial Non Reguler.
11. Ibu Rahmawati, SE, MM, selaku Sekretaris Program Studi FEIS Non
Reguler
12. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah memberikan
ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
13. Seluruh Karyawan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah
membantu dalam hal-hal kebaikan (Pak Sandy, Mas Heri, Mas Aziz, Bu
Ani, Kak Isma, Kak Yuli, Pak Sukmadi, Alfred, dan lain-lain)
14. Sahabat-sahabat di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) wa bil Khusus
Wajihah LDK, KAMMI, serta wasilah PIM yang telah memberikan
pelajaran bermanfaat. Semoga kita selalu terjalin Ukhuwah dan
silaturahim, bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan
menegakkan syari’at kehidupan sehingga dapat membangun Peradaban
Islam yang futuh. Keep Fight n’ Istiqomah on the way of Allah SWT.
15. Sahabat KKN/S, Akh Selamet, Heri P, Misbah, Ukhti Sumi from Fakultas
Dakwah dan Komunikasi (FDK), Mr.Robert, dkk. Sahabat Magang, Siti
Hawa K (Neng), Ellya R. Sahabat seperjuangan FEIS Non Reguler, Akh
Dadi, Nanda, Ukhti Fitriah Abdullah, Ukhti Febriyanti, Dika Mira Uncha
Sari, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Tetap
Semangat n’ Sukses - Arigato Gozaimasu.
16. Sahabat-sahabat angkatan 2004, baik akuntansi n’ manajemen reguler dan
Non Reguler. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untuk kita
semua.Amiin.
beserta staff dan Fungsional Pemeriksa KPP Pratama Jakarta Taman Sari
Satu.
18. Kepala Kantor, Bpk Iman Sutrijono sebagai Ka.Subag Umum beserta staff
dan Fungsional Pemeriksa KPP Pratama Jakarta Taman Sari Dua.
19. Kepala Kantor, Bpk Johanes Setiarso sebagai Ka.Subag Umum beserta
staff, Bpk Subardiyo dan Fungsional Pemeriksa KPP Pratama Jakarta
Tambora.
20. Kepala Kantor, Ka.Subag Umum beserta staff dan Ibu Mora Aryani
Siregar beserta Fungsional Pemeriksa KPP Pratama Jakarta Kalideres.
21. Kepala Kantor, Ka.Subag Umum beserta staff dan Bpk A.Yoga Bintoro,
S.Sos beserta Fungsional Pemeriksa KPP Pratama Jakarta Cengkareng.
22. Pihak-pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini.
Penulis sangat menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga
saran dan kritik demi penyempurnaan skripsi ini merupakan apresiasi bagi
penulis. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang dimiliki, penulis ingin
mempersembahkan skripsi ini bagi semua pihak (siapa pun) yang menaruh
perhatian bagi perkembangan penelitian di Indonesia dengan harapan semoga
seuntai kata dan kalimat yang tersusun dalam skripsi ini bermanfaat. Amiin.
Jakarta, Juni 2009
B. Pengalaman..............................................................................15
C. Motivasi....................................................................................16
D. Kinerja......................................................................................20
5. Ekonomi.............................................................................32
6. Efisiensi..............................................................................33
7. Efektifitas...........................................................................36
2. Pengertian Pemeriksaan Pajak...........................................38
6. Norma dan Pedoman Pemeriksaan....................................45
7. Tahap Pemeriksaan Pajak..................................................50
9. Prosedur Pemeriksaan Pajak..............................................58
1. Variabel Independen (X)....................................................69
2. Variabel Dependen (Y)......................................................71
1. Tempat dan waktu.............................................................74
2. Karakteristik Responden...................................................74
B. Penemuan dan Pembahasan.....................................................76
1. Hasil Try Out.....................................................................76
a. Identitas Responden....................................................77
A. Kesimpulan..............................................................................96
B. Implikasi..................................................................................96
C. Saran........................................................................................99
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................101
Tabel 3.2 Pedoman tingkat keeratan korelasi.................................................68
Tabel 3.3 Pengukuran Terhadap Pelatihan Perpajakan, Pengalaman, dan
Motivasi..........................................................................................71
Tabel 4.2 Data Identitas Responden Try Out………….…………………....77
Tabel 4.3 Hasil Try Out Validitas variable X1 (P_Teknis Perpajakan)…......78
Tabel 4.4 Hasil Try Out Reliabilitas variable X1 (P_Teknis Perpajakan)…..79
Tabel 4.5 Hasil Try Out Validitas variable X2 (Pengalaman)………………79
Tabel 4.6 Hasil Try Out Reliabilitas variable X2 (Pengalaman)…...……….80
Tabel 4.7 Hasil Try Out Validitas variable X3 (Motivasi)………………….80
Tabel 4.8 Hasil Try Out Reliabilitas variable X3 (Motivasi)……………….81
Tabel 4.9 Try Out Validitas variable Y (Kinerja Pemeriksa Pajak)...............82
Tabel 4.10 Try Out Reliabilitas variable Y (Kinerja Pemeriksa Pajak)...........83
Tabel 4.11 Data Identitas Responden..............................................................84
Tabel 4.13 Hasil Validitas variable X1 (P_Teknis Perpajakan)……………...86
Tabel 4.14 Hasil Reliabilitas variable X1 (Pelatihan Teknis Perpajakan)........87
Tabel 4.15 Hasil Uji Validitas variable X2 (Pengalaman)................................87
Tabel 4.16 Hasil Reliabilitas variable X2 (Pengalaman)..................................88
Tabel 4.17 Hasil Uji Validitas variable X3 (Motivasi)....................................89
Tabel 4.18 Hasil Reliabilitas variable X3 (Motivasi)......................................90
Tabel 4.19 Hasil Uji Validitas variable Y (Kinerja Pemeriksa Pajak)............90
Tabel 4.20 Hasil Reliabilitas variable Y (Kinerja Pemeriksa Pajak)..............91
Tabel 4.21 Korelasi Antar Variabel Pelatihan Teknis, Pengalaman, dan
Motivasi.........................................................................................92
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner.....................................................................................105
Lampiran 3 Output Validitas SPSS Data Try Out……………..…………….121
Lampiran 4 Output Validitas SPSS Riset.......................................................125
Lampiran 5 Uji Korelasi Pearson....................................................................130
Lampiran 7 Nilai r tabel..................................................................................132
Lampiran 8 Surat Keterangan Riset................................................................133
menjalankan fungsi pengawasan yang telah diamanatkan oleh UU Perpajakan
(Gunadi, 2005). Menurut Arens dan Loebbecke dalam bukunya Auditing
Pendekatan Terpadu yang diadaptasi oleh Amir Abadi Jusuf, menjelaskan
bahwa yang dimaksud Auditor Pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak yang
berada di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia, bertanggung
jawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan penegakan hukum
dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat pelaksanaan DJP di lapangan
adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang mempunyai auditor-auditor
khusus dalam Fungsional Pajak. Tanggung jawab Fungsional Pajak adalah
melakukan audit terhadap para Wajib Pajak tertentu untuk menilai apakah
telah memenuhi ketentuan perundangan perpajakan.
Tujuan utama setiap institusi pemungut pajak adalah tercapainya
penerimaan pajak yang optimal, yakni berimbangnya tingkat penerimaan
pajak aktual (actual revenue) dengan penerimaan pajak potensial. Dengan kata
lain, tidak ada selisih antara penerimaan aktual dengan penerimaan potensial,
atau sering disebut tax gap. Menurut James (2003) dalam Gunadi (2005)
besarnya tax gap ini mencerminkan tingkat kepatuhan membayar pajak (tax
compliance).
Menurut Simon James dkk (2003) dalam Gunadi (2005) pengertian
kepatuhan pajak (tax compliance) dalam hal ini diartikan bahwa Wajib Pajak
mempunyai kesediaan untuk mematuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang
berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama (obtrusive
investigation), peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sangsi baik hukum
maupun administrasi, dengan demikian, secara hipotesis bila semua Wajib
Pajak mentaati dan patuh terhadap aturan-aturan perpajakan yang berlaku,
maka selisih antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak
aktual menjadi 0. Oleh karena itu, dalam konsep yang sederhana,
meningkatnya tingkat kepatuhan pajak tercemin pada menyempitnya tax gap,
yakni selisih antara penerimaan pajak potensial dengan penerimaan pajak
aktual.
yang sudah populer dalam bidang-bidang perpajakan, yakni tax avoidance dan
tax evasion. Perbedaan dari kedua istilah ini secara konvensional terletak
pada aspek legalitasnya. Tax avoidance terkait dengan upaya-upaya Wajib
Pajak secara legal untuk mengurangi kewajiban pajaknya karena adanya
kelemahan-kelemahan sistem perpajakan atau tiadanya aturan yang mengatur
dalam ketentuan perpajakan (loop holes), sedangkan tax evasion terkait pada
upaya-upaya ilegal Wajib Pajak untuk menghindari kewajiban pajaknya
(Alm,(1999) dalam Gunadi (2005)).
penerapan sistem self assesment perpajakan di Indonesia yang bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Disamping itu, pemeriksaan pajak juga
merupakan sarana untuk meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan
keadilan bagi Wajib Pajak (Maharani, 2006).
Adanya kepercayaan kepada Wajib Pajak melalui penerapan self
assessment system ini akan berhasil apabila kondisi kepatuhan sukarela
(voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk. Kenyataan yang ada
di Indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih rendah,
dimana hal ini terlihat pada belum optimalnya penerimaan pajak (tax gap) dan
tax ratio Indonesia masih terendah di Kawasan ASEAN yaitu sebesar 11,6
untuk tahun 2005. Salah satu langkah yang tepat dilakukan oleh Direktorat
Jendral Pajak (DJP) untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak adalah
dengan meningkatkan pengawasan melalui pemeriksaan yang dapat berhasil
sesuai tujuan karena adanya peran Pemeriksa Pajak diharapkan dapat
menentukan efektivitas pemeriksaan itu sendiri, sehingga nantinya berdampak
dalam peningkatan kepatuhan Wajib Pajak. Oleh karena itu, pemeriksa yang
profesional menjadi tuntutan dalam setiap pemeriksaan.
Sistem self assesment membutuhkan kepatuhan sukarela dari wajib
pajak yang diwujudkan jika terpenuhi unsur kesadaran perpajakan dan unsur
tindakan penegakan hukum. Melihat kenyataan tingkat kesadaran perpajakan
masyarakat Wajib Pajak masih relatif rendah maka diperlukan adanya
tindakan penegakan hukum yang memadai dengan dilaksanakan melalui
tindakan pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak.
Untuk melaksanakan upaya penegakan hukum sebagai salah satu
melalui tindakan pemeriksaan pajak, maka mutlak diperlukan tenaga
Pemeriksa Pajak dalam kuantitas dan kualitas yang memadai di samping
diperlukan prosedur pemeriksaan, norma dan kaidah yang mengatur seseorang
Pemeriksa Pajak.
petugas yang terbatas, maka efisiensi kerja adalah suatu kebutuhan utama.
Dengan efisiensi kerja yang tinggi maka pelaksanaan tugas Pemeriksa Pajak
akan meningkat, yang pada akhirnya akan memberikan sumbangan yang tidak
kecil terhadap tercapainya tujuan Direktorat Jendral Pajak, khususnya di
dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (Djazoeli Sadhani, 1999).
Pelaksanaan pemeriksaan diatur dalam serangkaian peraturan
mengenai kebijakan pemeriksaan yang bertujuan untuk menjaga kualitas
pemeriksaan dan memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi Wajib
Pajak (Maharani, 2006). Hal ini diungkap dalam Peraturan Menteri Keuangan
202/ PMK.03/ 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana di Bidang Perpajakan pasal 6 ayat 2a yang menjelaskan syarat
Pemeriksa Pajak yaitu telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan teknis
yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai pemeriksa bukti permulaan
dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama.
Dari gambaran di atas, semakin nyata bahwa Pemeriksa Pajak (fiskus)
harus memiliki pelatihan teknis, pengalaman, dan motivasi dalam perpajakan
serta terciptanya efisiensi dan efektifitas dalam Pemeriksa Pajak. Sehingga
penerimaan pajak mencapai target yang diinginkan.
Salah satu objek penelitian ini adalah beberapa Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) di Jakarta, diharapkan dengan adanya penelitian ini berpengaruh
terhadap kinerja Pemeriksa Pajak, walaupun variabel pelatihan teknis
perpajakan, pengalaman, dan motivasi bukanlah satu-satunya faktor yang
mempengaruhi kinerja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti
seberapa besar variabel pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, dan motivasi
ini mempunyai korelasi dengan kinerja Pemeriksa Pajak di Kantor
Pelayananan Pajak (KPP) di Jakarta. Untuk itu penulis mencoba menelitinya
dalam bentuk skripsi yang berjudul: Korelasi Antara Pelatihan Teknis
Perpajakan, Pengalaman dan Motivasi Pemeriksa Pajak Dengan Kinerja
Pemeriksa Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat.
B. Perumusan Masalah
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada korelasi positif dan signifikan antara pelatihan teknis
perpajakan dengan kinerja Pemeriksa Pajak?
2. Apakah ada korelasi positif dan signifikan antara pengalaman dengan
kinerja Pemeriksa Pajak?
3. Apakah ada korelasi positif dan signifikan antara motivasi dengan kinerja
Pemeriksa Pajak?
4. Apakah secara bersama-sama ada korelasi positif dan signifikan antara
pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, dan motivasi dengan kinerja
Pemeriksa Pajak?
1. Tujuan Penelitian
tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar korelasi positif
dan signifikan antara pelatihan teknis perpajakan yang telah diikuti,
pengalaman, dan motivasi terhadap kinerja pemeriksa pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak di Jakarta Barat.
2. Kegunaan Penelitian
a. Ilmu Akuntansi
yang ada di Indonesia.
signifikan antara pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, dan
motivasi dengan kinerja Pemeriksa Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
Jakarta.
dan pengalaman sangat penting bagi tumbuhnya pemahaman terhadap
perencanaan audit pajak dalam efisiensi pemeriksaan.
d. Kantor Pelayanan Pajak
pajak yang lebih baik.
pengetahuan untuk pihak-pihak yang ingin memperdalam ilmu
perpajakan.
kepada pegawai-pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan bertujuan untuk
memberikan ataupun meningkatkan pengetahuan, pemahaman, serta
keterampilan khususnya mengenai masalah-masalah perpajakan. Pada
hakikatnya pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan berkaitan dengan
kemampuan penalarannya.
mengembangkan ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi kekuatan
manusia untuk tidak semata-mata tunduk kepada kodrat alam serta selalu
sadar dan aktif berupaya untuk menjadikan dirinya beradaptasi terhadap
sesuatu yang ada lingkungannya. Manusia adalah satu-satunya makhluk
yang mampu mengembangkan pengetahuan secara sistematis. Karena
pengetahuan manusia memikirkan hal-hal baru memanfaatkan sumber
daya, mengembangkan kebudayaan dan memberikan makna di dalam
kehidupannya. Dengan pengetahuan maka manusia mampu menguasai dan
mempengaruhi perilaku lain (Gordon, 1991:413 dalam Djazoeli Sadhani
(1999)).
(domain) yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor (Bloom, 1979: 7
dalam Djazoeli Sadhani (1999)). Sedangkan menurut Woolfok (1998:482)
dalam Djazoeli Sadhani (1999), ranah dapat dibagi ke dalam enam
kelompok yaitu: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4)
analisis, (5) sintesis, dan (6) penilaian.
Sementara itu mengenai definisi pajak, Soemitro (1982:13) dalam
Djazoeli Sadhani (1999) mengemukakan bahwa pajak merupakan
peralihan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan Undang-Undang
yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan imbalan
(tegenprestatie) yang secara langsung dapat ditunjukkan, yang digunakan
untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat
pendorong, penghambat, atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada
di luar bidang keuangan negara. Selanjutnya apabila dikaitkan dengan
kebijakan fiskal, dari segi mikro ekonomi pajak mengurangi income
individu, mengurangi daya beli, dan mengurangi kesejahteraan individu
serta mengubah pola hidup Wajib Pajak. Hasil pajak selanjutnya
digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang terdiri
dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Lebih lanjutnya Soemitro mengemukakan bahwa pajak mempunyai
tujuan untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara,
dengan maksud agar mempunyai dana untuk membiayai pengeluaran
negara. Dalam hal ini pajak dikatakan mempunyai fungsi budgeter. Di
samping itu pajak mempunyai fungsi mengatur (regulerend) yang berarti
bukan semata-mata untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam
kas negara tetapi juga digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Pajak juga mempunyai fungsi mengatur perekonomian negara termasuk
juga inflasi.
pemungutan pajak di suatu negara dapat diklasifikasikan sebagai pajak
pusat yaitu pajak-pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah
pusat dan pajak daerah yaitu pajak-pajak yang pemungutannya oleh
pemerintah daerah.
meliputi : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Bea Materai, Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB). Pemungutan pajak-pajak tersebut dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan sebagai pelaksana
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang 18 Tahun 2000, Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dan Undang-Undang Nomor
21 Tahun 1997 tentang Bea Perlolehan Hak atas Tanah dan Banguanan.
Di samping ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagaimana disebutkan di atas, dalam pelaksanaan peraturan perundang-
undangan perpajakan sering terdapat utang pajak yang tidak dilunasi oleh
Wajib Pajak sebagaimana mestinya, sehingga memerlukan tindakan
penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.
Pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Di sisi lain dengan
makin meningkatnya jumlah pembayar pajak dan pemahaman akan hak
dan kewajiban dalam melaksanakan kewajibannya maka dalam
pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak dapat
dihindarkan timbulnya sengketa pajak yang memerlukan penyelesaian
yang adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah dan sederhana.
Pelaksanaanya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997
tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
Sebagai pelaksana Undang-Undang, karyawan Direktorat Jenderal
Pajak khususnya Pemeriksa Pajak dituntut untuk memahami seluruh
Undang-Undang tersebut di atas beserta peraturan pelaksanaannya, juga
tentang Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak serta akuntansi.
2. Jenis Pelatihan Teknis Perpajakan
Menurut Chairuddin Syah Nasution (2002:61) Berbagai Jenis
pelatihan teknis perpajakan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak untuk para pegawainya antara lain sebagai berikut:
a. Diklat Penyesuaian Tugas (DPT) Dasar II Perpajakan
Merupakan pelatihan yang ditujukan bagi pegawai dengan latar
belakang pendidikan paling tinggi Sekolah Menengah Atas (SMA),
yang telah memenuhi masa kerja tertentu atau telah memperoleh gelar
kesarjanaan pada saat bekerja, untuk diangkat dalam sebuah jabatan
struktural.
Merupakan pendidikan dan pelatihan perpajakan yang khusus
diberikan bagi pegawai lulusan strata 1 dan 2 yang baru diterima
bekerja pada Direktorat Jenderal Pajak melalui kebijakan penarikan
pegawai baru. Setelah mengikuti DPT dasar III ini, barulah pegawai-
pegawai tersebut ditempatkan pada unit-unit kerja lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak. Sementara untuk pegawai lulusan Program
Diploma Perpajakan maupun Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
(STAN) telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan perpajakan pada
masa kuliah, sehingga saat lulus kuliah mereka dapat langsung
ditempatkan pada unit-unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak.
Merupakan pendidikan dan pelatihan perpajakan khusus yang
diberikan kepada pejabat-pejabat atau pegawai yang diangkat jabatan
fungsional pemeriksa pajak.
Merupakan pendidikan dan pelatihan teknis bagi pegawai
honorer (setinggi-tingginya lulusan SMA) untuk diangkat sebagai
pegawai tetap Direktorat Jenderal Pajak.
e. Diklat Teknis Pemeriksaan Lapangan
Merupakan pendidikan dan pelatihan teknis mengenai tata cara
melakukan pemeriksaan pajak atau pegawai struktural.
Dari berbagai pelatihan teknis perpajakan di atas, dapat dilihat
bahwa pelatihan tersebut diterapkan untuk seluruh pegawai dari seluruh
latar belakang pendidikan. Dengan demikian Direktorat Jenderal telah
mengusahakan semaksimal mungkin segala upaya untuk meningkatkan
pengetahuan serta keterampilan teknis perpajakan bagi pegawainya.
Selain itu ada hal yang perlu diperhatikan bagi pegawai pajak
terutama pemeriksa pajak adalah Kemampuan Numerik. Pada hakikatrnya
secara kemampuan (ability) manusia diciptakan tidak sama, ada yang
memiliki kemampuan tinggi ada yang memiliki kemampuan rendah.
Setiap manusia pasti mempunyai kekuatan dan kelemahan pada satu atau
berbagai bidang aktivitas tertentu. Sebagai makhluk yang mampu
mengelola lingkungan hidupnya maka kekuatan dan kelemahan manusia
pada masing-masing bidang dapat dioptimalisasikan dengan cara
menempatkan individu dengan kemampuan tertentu pada bidang kerja
yang tepat sesuai dengan kemampuannya itu.
Menurut Munandar (1992:17) dalam Djazoeli Sadhani (1999)
kemampuan merupakan suatu daya untuk melakukan suatu tindakan yang
merupakan hasil dari pembawaan atau latihan, karena itu kemampuan
berfungsi menunjukkan bahwa seseorang dapat atau tidak dapat
melakukan suatu aktivitas. Kemampuan bersama-sama dengan bakat
menentukan adalah faktor utama yang menentukan prestasi kerja
seseorang, sementara prestasi itu sendir antara lain ditentukan
intelejensinya.
yang menyusunnya yaitu (1) kemampuan numerik, (2) pemahaman verbal,
(3) kecepatan perseptual, (4) penalaran induktif, (5) penalaran deduktif, (6)
visualisasi ruang dan (7) memori (Robbins, 1990:86 dalam Djazoeli
Sadhani, 1999).
penelitian ini adalah upaya pengembangan SDM yang ditujukan bagi
pegawai Direktorat Jenderal Pajak, yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, pemahaman, serta keterampilan teknis di bidang perpajakan,
agar dapat menunjang pelaksanaan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
B. Pengalaman
diperoleh lewat keterlibatan atau berkaitan dengannya selama periode tertentu.
Secara umum, pengalaman menunjuk kepada mengetahui bagaimana atau
pengetahuan prosedural, daripada pengetahuan proposisional. Pengetahuan
yang berdasarkan pengalaman juga diketahui sebagai pengetahuan empirikal
atau pengetahuan posteriori. Seorang dengan cukup banyak pengalaman di
bidang tertentu dipanggil ahli (Wikipedia, 2007).
Pengalaman menunjukkan berapa lama seseorang telah berkarya dalam
menerapkan keahliannya di masyarakat. Disamping pendidikan dan pelatihan,
pengalamanlah yang memberikan gambaran nyata performance seseorang
dalam meniti karirnya. Pengalaman membentuk seseorang menjadi bijaksana
karena pengalaman yang diperolehnya baik pengalaman yang baik maupun
yang buruk, karena dia pernah merasakan bagaimana fatalnya melakukan
kesalahan, nikmatnya menemukan pemecahan masalah dan bagaimana
memenangkan argumentasi serta kebanggaan yang telah memperoleh rezeki
karena keahliannya tersebut (Bonner & Lewis, 1990; Farhan, 2004).
Oleh karena itu, Pemeriksa pajak yang mempunyai banyak
pengalaman dalam jabatannya lebih mudah memecahkan masalah yang
ditemukan, dibanding dengan yang sedikit pengalamannya.
C. Motivasi
adalah bagaimana membangkitkan motivasi pegawai untuk dapat bekerja
semaksimal mungkin. Dengan demikian suatu organisasi harus mampu untuk
memberikan dorongan positif kepada pegawainya yang akan memacu
motivasi pegawai yang bersangkutan untuk lebih berdaya guna dan
memaksimalkan kinerjanya secara keseluruhan.
Watne F. Cascio (1995) dalam Chairuddin Syah Nasution (2002) yang
mendefinisikannya sebagai: "a force that result from an individual's a desire
to satisfy there need (e.g. hunger, thirst and social approval)"
T. Hani Handoko (1995) dalam Chairuddin Syah Nasution (2002)
mendefinisikan motivasi sebagai: "keadaaan pribadi seseorang yang
mendorong keinginan motivasi untuk melakukan kegiatan tertentu guna
mencapai tujuan organisasi".
merupakan keinginan pribadi seseorang untuk melakukan suatu tindakan
berdasarkan suatu hal yang bersifat timbal balik. Maksudnya adalah seorang
akan termotivasi untuk melakukan suatu tindakan bila ada kebutuhan atau
kepuasan yang telah terpenuhi seluruhnya atau sebagian. Motivasi ini juga
sangat terkait dengan faktor internal yaitu faktor dari dalam diri seseorang itu
sendiri, dan faktor eksternal yaitu faktor yang berbeda di lingkungan
kehidupan atau pekerjaan seseorang.
dari keterkaitannya dengan masalah kepuasan kerja. Menurut Luthans (1995)
dalam Chairuddin Syah Nasution (2002) dalam "Organizational Behaviour"
ada lima hal yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:
1. Pembayaran, seperti gaji dan upah
2. Pekerjaan itu sendiri
Dengan demikian apabila salah satu faktor di atas tidak terpenuhi,
kemungkinan akan menimbulkan ketidakpuasan yang pada akhirnya akan
mengurangi motivasi pegawai yang bersangkutan.
Dari berbagai teori mengenai motivasi, Husein Umar (2001) dalam
Djazoeli Sadhani (1999) dalam "Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi"
membagi teori Motivasi dalam dua kelompok besar yaitu Teori Kepuasan
(Content Theory) dan Teori Proses (Process Theory).
1. Teori Motivasi Kepuasan
individu sehingga mereka mau melakukan aktivitasnya. Teori ini mencoba
mencari tahu tentang kebutuhan apa yang dapat memuaskan dan dapat
mendorong semangat kerja seseorang. Semakin tinggi standar kebutuhan
dan kepuasan yang diinginkan, maka semakin giat seseorang untuk
bekerja. Teori Kepuasan ini antara lain:
a. Teori Motivasi Klasik dari Taylor
Menurut teori ini, motivasi pekerja hanya untuk dapat memenuhi
kebutuhan dan kepuasan biologis saja, yaitu untuk dapat
mempertahankan kelangsungan hidup.
Menurut teori ini kebutuhan dan kepuasan pekerja identik dengan
kebutuhan biologis dan psikologis, yaitu berupa materil maupun non
materil. Maslow kemudian membagi dalam lima kelompok kebutuhan
yaitu kebutuhan faali (fisiologikal), rasa aman, sosial, harga diri, dan
aktualisasi diri.
Pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor
utama yaitu faktor pemeliharaan (gaji, kepastian pekerjaan, dll).Teori
Dua Faktor ini disebut juga dengan konsep Higiene, yang
mencangkup:
2. Teori Motivasi Proses
Teori ini berusaha agar setiap pegawai mau bekerja giat sesuai harapan.
Daya penggerak yang memotivasi semangat kerja terkandung dari harapan
yang akan diperolehnya. Jika harapan menjadi kenyataan, maka pegawai
cenderung akan meningkatkan kinerjanya. Yang termasuk dalam teori ini
antara lain:
merealisasikan harapan-harapannya dari pekerjaan tersebut.
b. Teori Keadilan
c. Teori Pengukuhan
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan
pemberian kompensasi.
kebutuhan hidup dan sosialnya akan terpenuhi. Dorongan atau rangsangan
tersebut dapat berupa penghasilan yang memuaskan, penempatan kerja
yang sesuai dengan keahlian keterampilan, dan pendidikan, lingkungan
kerja dan sebagainya.
hasil yang semaksimalnya mungkin dengan segala sumber daya yang ada.
Dengan demikian organisasi tersebut sedapat mungkin harus
meningkatkan kinerjanya terutama kinerja sumber daya manusia yang ada
guna mencapai sasaran dan tujuannya. Namun demikian keefektifan dan
keefisienan kinerja sumber daya manusia juga tergantung pada organisasi
itu sendiri, apakah menyerupai kejelasan misi, strategi dan tujuan. Bila
arah organisasi secara keseluruhan jelas maka akan dapat ditentukan
sejauh mana kinerja organisasi tersebut untuk mencapai tujuannya. Telah
disebutkan pula bahwa masalah kinerja ini juga sangat tergantung dari
masing-masing individu sumber daya manusia yang ada pada organisasi
tersebut.
dari August W.Smith (1982) yang menyatakan bahwa kinerja atau
performance adalah:
Kinerja mempunyai hubungan erat dengan produktivitas karena
merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai
tingkat produktivitas organisasi yang tinggi. Dengan demikian penilaian
atas kinerja merupakan hal yang sangat penting.
Dalam pengertian kinerja yang lain, menurut Ilyas (2002:7) dalam
Yulita Arfiana (2008:38) kinerja adalah hasil karya personil baik kuantitas
maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan
penampilan individu maupun kelompok kerja personil. Penampilan hasil
karya tidak terbatas kepada personil yang mengaku jabatan fungsional
maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di
dalam organisasi.
dalam Wicaksono (2002:25) bahwa individu yang berbeda akan
menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Hal ini disebabkan kinerja
individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable.
Individual variable adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu
yang bersangkutan, misalnya: kemampuan, kepentingan, dan kebutuhan-
kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang
bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi)
misalnya: pelaksanaan, supervisi, iklim organisasi, hubungan dengan
rekan kerja dan sistem pemberian imbalan atau kompensasi.
2. Standar Kinerja
dan Strauss (1947) dalam Chairuddin Syah Nasution (2002) menyatakan
bahwa:
mengadakan perbandingkan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang diharapkan, kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang telah
dipercayakan kepada seseorang. Standar tersebut dapat pula dijadikan
sebagai ukuran dalam mengadakan pertanggungajawaban terhadap apa
yang telah dilakukan".
standar kerja dalam organisasi yang dapat digunakan sebagai alat penilaian
terhadap kinerja pegawai.
tujuan penilaian kinerja secara umum adalah:
"Untuk memberikan feedback kepada pegawai dalam upaya memperbaiki tampilan organisasi, dan secara khusus dilakukan dalam kaitannya dengan
berbagai kebijakan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan, dan lain-lain".
Menurut Suparihanto (1987) dikutip oleh Wicaksono (2002:26)
dalam Yulita Arfiana (2008:39), standar kinerja adalah suatu alat ukur
terhadap suatu perbandingan antara apa yang diharapkan atau ditargetkan
dengan apa yang telah dilakukan sesuai dengan pekerjaan atau jabatan
yang telah dipercayakan oleh seseorang. Standar kinerja dapat pula
dijadikan sebagai alat pertanggung jawaban terhadap apa yang telah
dikerjakan atau yang telah dilakukan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10
tahun 1979 tentang Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)
Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti dikutip Suprihanto dalam Wicaksono
(2002:26) standar yang digunakan untuk mengukur kinerja seorang
Pegawai Negeri Sipil adalah:
kepada Pancasila. Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan
Pemerintah.
b. Prestasi kerja, adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang Pegawai
Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
c. Tanggung jawab, adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil
menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-
baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul resiko atas
keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.
d. Ketaatan, adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk
mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan
kedinasan yang berlaku, menaati perintah kedinasan yang diberikan
oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan tidak melanggar
larangan yang ditentukan.
e. Kejujuran, adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan
wewenang yang diberikan kepadanya.
bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu
tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa
menunggu perintah dari atasan.
maksimal untuk melaksanakan tugas pokok.
3. Aspek-Aspek Kinerja
aspek-aspek yang terdapat dalam kinerja meliputi:
a. Kecepatan
bagus, kemampuan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal dan
kemampuan mencari cara untuk menyelesaikan pekerjaan rutin dengan
lebih cepat. Kecepatan sangat penting bagi keunggulan bersaing
perusahaan atau organisasi.
pegawai dapat dilihat dari beberapa unsur seperti: pegawai bangga
terhadap pekerjaannya, pegawai melakukan pekerjaannya dengan
benar sejak awal dan pegawai mencari cara-cara untuk memperbaiki
kualitas pekerjaannya.
c. Pelayanan
pegawai mengindikasikan pemahaman mengenai pentingnya melayani
para pelanggan, pegawai menunjukkan keinginan untuk melayani
orang lain dengan baik, pegawai merespon pelanggan dengan tepat
waktu dan pegawai memberikan sesuatu lebih daripada yang diminta
oleh pelanggan.
d. Nilai
pembelian, penetapan sasaran, menyusun prioritas dan efektifitas kerja.
Paling tidak ada dua hal yang tercakup dalam aspek nilai, yaitu:
tindakan pegawai mengindikasikan pemahaman mengenai konsep nilai
dan nilai merupakan sesuatu yang dipertimbangkan oleh pegawai
dalam mengambil keputusan.
e. Keterampilan Interpersonal
pegawai menunjukkan perhatian kepada perasaan orang lain, pegawai
menggunakan bahasa yang memberi semangat kepada orang lain,
pegawai bersedia membantu orang lain dan pegawai merayakan
keberhasilan orang lain dengan tulus.
f. Mental untuk sukses
can do (yakin bahwa ia dapat melakukan apapun), pegawai mencari
cara untuk menambah pengetahuan-pengetahuannya, pegawai mencari
cara untuk memperbanyak pengalamannya dan pegawai realistis dalam
mengukur kemampuannya.
perubahan, pegawai mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas
lama, tindakan pegawai mengindikasikan sifat ingin tahu dan pegawai
memandang peran yang dilakukan sebagai peran yang berarti.
h. Kreativitas
dalam pemecahan masalah, kemampuan melihat hubungan antara
masalah-masalah yang kelihatannya tidak berkaitan, kemampuan
untuk membuat konsep abstrak dan mengembangkannya menjadi
konsep yang dapat diterapkan dan kemampuan menerapkan
kreativitasnya dalam pekerjaan sehari-hari.
logis dalam bahasa yang mudah dipahami, kemampuan menyatakan
ketidaksetujuan tanpa menciptakan konflik, menulis dengan
menggunakan kata-kata yang jelas dan tepat penggunaan bahasa yang
bernada optimis.
j. Inisiatif
membantu orang lain jika pekerjaannya telah selesai, ingin selalu
terlibat dalam proyek baru, selalu berusaha mengembangkan
keterampilannya di luar tempat kerja dan menjadi sumber gagasan
untuk perbaikan kerja.
k. Perencanaan organisasi
personal, bekerja berdasarkan jadwal tersebut dan selalu memutuskan
lebih dahulu pendekatan yang digunakan pada suatu tugas sebelum
memulainya.
akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah LAN & BPKP (2000) dalam
Putra Adi Syani (2008:22) disebutkan bahwa pengukuran kinerja
merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai
dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja
berperan sebagai alat komunikasi dan alat manajemen untuk memperbaiki
kinerja organisasi.
sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang
berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.
Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan
mengolah masukan menjadi keluaran atau penilaian dalam proses
penyusunan kebijakan/program/kegiatan yang dianggap penting dan
berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan (Bappeda Kabupaten
Sleman, 2003:155) dalam Putra Adi Syani (2008:22).
2. Maksud Pengukuran Kinerja
dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan
dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam
pemberian pelayanan publik.
daya dan pembuatan keputusan.
komunikasi kelembagaan (Mardiasmo, 2004:121)
3. Manfaat Pengukuran Kinerja
menilai kinerja manajemen
b. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan
c. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan
membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan
korektif untuk memperbaiki kinerja
sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati
e. Sebagai alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam rangka
memperbaiki kinerja organisasi
terpenuhi
h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif
(Mardiasmo, 2004:122)
Menurut Putra Adi Syani (2008:24) Pengukuran kinerja digunakan
sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam
rangka mewujudkan visi dan misi.
Pengukuran kinerja dilakukan dengan menggunakan indikator
kinerja kegiatan yang dilakukan dengan memanfaatkan data kinerja yang
diperoleh melalui data internal yang ditetapkan oleh instansi maupun data
eksternal yang berasal dari luar instansi.
Pengumpulan data kinerja dilakukan untuk memperoleh data yang
akurat, lengkap, tepat waktu, dan konsisten, yang berguna dalam
pengambilan keputusan. Pengumpulan data kinerja untuk indikator kinerja
kegiatan yang terdiri dari indikator-indikator masukan, keluaran dan hasil,
dilakukan secara terencana dan sistematis setiap tahun untuk mengukur
kehematan, efektivitas, efisiensi, dan kualitas pencapaian sasaran.
Sedangkan pengumpulan data kinerja untuk indikator manfaat dan dampak
dapat diukur pada akhir periode selesainya suatu program atau dalam
rangka mengukur pencapaian tujuan-tujuan instansi Pemerintah.
Pengukuran kinerja mencangkup kinerja kegiatan yang merupakan
tingkat pencapaian target (rencana tingkat capaian) dari masing-masing
kelompok indikator kinerja kegiatan dan tingkat pencapaian sasaran
instansi pemerintah yang merupakan tingkat pencapaian target (rencana
tingkat capaian) dan masing-masing indikator sasaran yang telah
ditetapkan dalam dokumen rencana kerja. Pengukuran tingkat pencapaian
sasaran didasarkan pada data hasil pengukuran kinerja kegiatan.
Pengukuran kinerja tersebut dilakukan dengan menggunakan formulir
Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK) dan Formulir Pengukuran
Pencapaian Sasaran (PPS).
dilakukan evaluasi terhadap pencapaian setiap indikator kinerja kegiatan
untuk memberikan penjelasan lebih lanjut tentang hal-hal yang
mendukung keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kegiatan.
Evaluasi bertujuan agar diketahui pencapaian realisasi, kemajuan dan
kendala yang dijumpai dalam rangka pencapaian misi, agar dapat dinilai
dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program.kegiatan dimasa yang
akan datang.
membandingkan antara output dengan input baik untuk rencana maupun
realisasinya. Evaluasi dilakukan pula pengukuran / penentuan tingkat
efektivitas yang menggambarkan tingkat kesesuaian antara tujuan dengan
hasil, manfaat, atau dampak. Evaluasi juga dilakukan terhadap setiap
perebedaan kinerja yang terjadi, baik terhadap penyebab terjadinya
kendala maupun strategis pemecahan masalah yang telah dan akan
dilaksanakan.
perbandingan-perbandingan antara lain:
a. Kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan.
b. Kinerja nyata dengan kinerja tahun-tahun sebelumnya.
c. Kinerja suatu instansi dengan kinerja instansi lain yang unggul di
bidangnya ataupun dengan kinerja sektor swasta.
d. Kinerja nyata dengan kinerja di negara-negara lain atau dengan standar
internasional (Bappeda Kabupaten Sleman, 2003:155) dalam Putra Adi
Syani (2008:26).
dewasa ini adalah ekonomi, efisiensi, efektivitas, transparansi dan
akuntabilitas publik. Tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat
mencangkup pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan value for money,
yaitu: ekonomis (hemat cermat), dalam pengadaan alokasi sumber daya,
efisiensi (berdaya guna) dalam penggunaan sumber daya dalam arti
penggunaanya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan (maximizing
benefits and minimizing costs) serta efektif (berhasil guna) dalam arti
mencapai tujuan dan sasaran (Mardiasmo, 2004:130).
5. Ekonomi
input). Dengan kata lain, ekonomi adalah praktik pembelian barang dan
jasa input dengan tingkat kualitas tertentu pada harga terbaik yang
dimungkinkan (spending less). Pengertian ekonomi (hemat/tepat guna)
sering disebut kehematan yang mencangkup juga pengelolaan secara hati-
hati atau cermat (prudency) dan tidak ada pemborosan. Suatu kegiatan
operasional dikatakan ekonomis bila dapat menghilangkan atau
mengurangi biaya yang tidak perlu. Dengan demikian, pada hakekatnya
ada pengertian yang serupa antara efisiensi dengan ekonomis, karena
kedua-duanya mengehendaki penghapusan atau penurunan biaya (cost
reduction). Terjadinya peningkatan biaya mestinya terkait dengan
peningkatan manfaat yang lebih besar (Mardiasmo, 2004:131).
Pengukuran efektivitas hanya memperhatikan keluaran yang
didapat, sedangkan pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan
masukan yang dipergunakan. Ekonomi merupakan ukuran relatif.
Pertanyaan sehubungan dengan pengukuran ekonomi adalah:
a. Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dianggarkan oleh
organisasi?
b. Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biya organisasi lain yang
sejenis yang dapat diperbandingkan?
secara optimal? (Mardiasmo, 2004:133).
perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang
digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan
efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan
penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya (spending
well).
Efisiensi adalah suatu cara melakukan proses dan mendapatkan hasil yang
diinginkan dengan jumlah input yang paling minimum. Selain itu
pernyataan lain oleh Mondy dan Premeaux (1993:20) dalam Djazoeli
Sadhani (1999) menjelaskan bahwa efisiensi adalah suatu cara untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik dari jumlah input yang paling
minimum, atau dengan kata lain, bagaimana memanfaatkan suatu
kapabilitas hasil produksi atau operasi yang diinginkan dengan
menggunakan energi, waktu, uang, material dan input lain yang minimum.
Terdapat beberapa konsep efisiensi kinerja diantaranya
dikemukakan oleh Mondy dan Premeaux (1993:20) dalam Djazoeli
Sadhani (1999)) yang menyatakan bahwa efisiensi adalah suatu cara untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik dari jumlah input yang paling
minimum, atau dengan kata lain, bagaimana memanfaatkan suatu
kapabilitas hasil produksi atau operasi yang diinginkan dengan
menggunakan energi, waktu, uang, material, dan input lain yang
minimum. Sementara itu Stoner dkk (1955:9) dalam Djazoeli Sadhani
(1999) mengemukakan bahwa efisiensi merupakan suatu kemampuan
untuk melakukan sesuatu dengan benar sebagai suatu konsep input-output.
Dengan demikian seorang pengelola dikatakan efisiensi jika mampu
mencapai suatu prestasi berupa output atau hasil dengan memanfaatkan
biaya seminimum mungkin. Efisiensi dikatakan meningkat apabila dengan
menggunankan input yang sama diperoleh output yang lebih besar atau
apabila output yang sama tetapi dengan menggunakan input yang lebih
kecil (Robbins, 1997:45 dalam Djazoeli Sadhani (1999)).
Indikator efisiensi menggambarkan hubungan antara masukan
sumber daya oleh suatu unit organisasi (misalnya: staff, upah, biaya,
administratif) dan keluaran yang dihasilkan. Indikator tersebut
menghasilkan informasi tentang konversi masukan menjadi keluaran
(yaitu: efisiensi dari proses internal) (Mardiasmo, 2004:132).
Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input semakin
besar output dibandingkan input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi
suatu organisasi.
Penyebut atau input sekunder seringkali diukur dalam bentuk
satuan mata uang. Pembilang atau output dapat diukur baik dalam jumlah
uang ataupun satuan fisik. (catatan: efisiensi seringkali juga dinyatakan
dalam bentuk input/output, dengan interprestasi yang sama dengan bentuk
output/input, contoh: biaya per unit) (Mardiasmo, 2004:133).
Dikaitkan dengan organisasi maka efisiensi dapat digunakan
sebagai salah satu alat ukur keberhasilan organisasi setara dengan tingkat
keuntungan, keefektifan, kemampuan mengembangkan dan memuaskan
karyawan (Harvey, 1982:18 dalam Djazoeli Sadhani (1999)). Dari uraian
tersebut terkandung pengertian hubungan antara efisiensi dengan proses
manajemen karena manajemen melalui keempat fungsinya yaitu
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian, pada
dasarnya merupakan upaya untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui
kegiatan sumber daya manusia dengan selalu melibatkan alokasi dan
pengendalian input seperti sumber daya uang, fisik, dan manusia.
Pada organisasi pemerintah pembahasan efisiensi kinerja umumnya
dipusatkan pada efisiensi pemakaian sumber daya input yang dapat
ditingkatkan secara optimal sekiranya penyediaan sumber pendukung
dapat dipertahankan bersamaan dengan upaya untuk terus meningkatkan
output. Sumber daya dan dana pemerintah bukan tak terbatas, maka
diperlukan pengaturan dalam penggunaannya. Suatu hal yang terjadi di
hampir semua negara khususnya di negara-negara yang sedang
berkembang.
pemerintahan mempunyai implikasi adanya pergeseran sikap dalam sikap
pandang yang semula mengacu pada kegiatan (activity oriented) menjadi
mengacu ke hasil (result oriented). Orientasi ke kegiatan ini berlaku
umum di kalangan pemerintahan sehingga mengakibatkan tidak begitu
dihiraukannya output, demikian pula tujuan serta komposisi output yang
dihasilkan menjadi samar-samar dan di luar garis pandang.
Pemeriksa Pajak dapat digolongkan sebagai white collar employee.
Menurut Lehrer (1983:2) dalam Djazoeli Sadhani (1999)) pekerja kerah
putih mempunyai peran yang besar di dalam organisasi, tetapi hanya
sedikit organisasi yang secara formal dan langsung melakukan
peningkatan efisiensi dan produktivitas mereka. Padahal memberikan
perhatian pada pekerja jenis ini akan berpengaruh pada efisiensi kinerja
dan produktivitas organisasi keseluruhan.
pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektivitas
merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang
harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses
kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely).
Indikator efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak
(outcome) dari keluaran (output) program dalam mencapai tujuan
program. Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap
pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif
proses kerja suatu organisasi (Mardiasmo, 2004:132).
Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi
mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan,
maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Hal terpenting
yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang
berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali
lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar daripada yang telah
dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau
kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Mardiasmo,
2004:134).
Berdasarkan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata
Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan, bahwa tujuan pemeriksaan pajak
adalah menetapkan jumlah pajak terutang. (Hanantha Bwoga, Yoseph Agus
BBN dan Tony Marsyahrul, 2005:7).
2. Pengertian Pemeriksaan Pajak
adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data
dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk
melaksanakan pemeriksaan pajak.
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun
pajak berakhir.
pembahasan yang dilakukan antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak atas
temuan selama pemeriksaan, dan hasil bahasan temuan tersebut baik yang
disetujui maupun yang tidak disetujui dituangkan dalam Berita Acara Hasil
Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak.
Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas
yang diselenggarakan oleh pemeriksa pajak mengenai prosedur pemeriksaan
yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang
dkumpulkan dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan
pemeriksaan. Laporan Pemeriksaan Pajak adalah laporan tentang hasil
pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas
serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.
Bukti permulaan adalah keadaan dan/atau bukti-bukti, baik berupa
keterangan, tulisan, perbuatan, atau benda-benda yang dapat memberikan
petunjuk bahwa suatu tindak pidana sedang atau telah terjadi yang dilakukan
oleh wajib pajak yang dapat menimbulkan kerugian pada Negara.
Pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan pajak untuk mendapatkan
bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang
perpajakan.
yang menjadi dasar dari Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Pemeriksaan
pajak adalah suatu kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak (DJP), dalam hal ini petugas pemeriksaan pajak (fiskus)
terhadap Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakannya berdasarkan
Undang-Undang pajak untuk berbagai tujuan.
3. Tujuan Pemeriksaan
mempunyai satu atau beberapa tujuan, misalnya untuk menguji kepatuhan
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Menurut UU
No. 16 / 2000, selain tujuan yang disebutkan di atas, pemeriksaan juga
mempunyai tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Secara eksplisit di dalam UU No. 16 /
2000 tidak dijelaskan tentang tujuan lain dari pemeriksaan tersebut. Tetapi
dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 545 /KMK.04/2000
tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, disebutkan
tujuan lain dari pemeriksaan adalah sebagai berikut:
Tujuan pemeriksaan adalah untuk:
pajak. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam hal:
1) Surat Pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak,
termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pajak,
3) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada
waktu yang telah ditetapkan,
oleh Direktur Jenderal Pajak,
Pemberitahuan tidak dipenuhi.
undangan perpajakan.
1) Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan
2) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
3) Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
4) Wajib Pajak mengajukan keberatan
5) Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto
7) Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil
8) Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai
9) Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
untuk tujuan lain selain angka 1 sampai angka 9.
4. Jenis Pemeriksaan Pajak
pertimbangan. Jenis-jenis pemeriksaan menurut Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor: SE-03/PJ.7/2001 tanggal 6 Juni 2001 tentang
Kebijaksanaan Pemeriksaan adalah sebagai berikut:
Jenis Pemeriksaan terdiri dari:
a. Pemeriksaan Rutin yaitu: pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubugan dengan pemenuhan
hak dan kewajiban perpajakannya, dilakukan atas:
1) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang
menyatakan Lebih Bayar,
2) SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang menyatakan
Rugi Tidak Lebih Bayar, 3) Data prioritas dan atau alat keterangan
b. Pemeriksaan Kriteria Seleksi yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak tertentu berdasarkan skor otomatis secara
komputerisasi c. Pemeriksaan Khusus yaitu pemeriksaan yang dilakukan
terutama terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya keterangan atau masalah yang berkaitan dengannya
dilaksanakan terhadap:
bidang perpajakan,
termasuk melalui Kotak Pos 5000,
3) Wajib Pajak tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur
Jenderal Pajak.
usaha dari Wajib Pajak Domisili
e. Pemeriksaan Tahun Berjalan yaitu pemeriksaan terhadap Wajib
Pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis
pajak tertentu atau seluruh jenis pajak (all taxes) dan untuk mengumpulkan data atau keterangan atas kewajiban pajak
lainnya. f. Pemeriksaan Bukti Permulaan yaitu pemeriksaan yang
dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
g. Pemeriksaan Lapangan yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat Wajib Pajak seperti kantor, pabrik, tempat usaha,
tempat tinggal atau tempat lain yang diduga ada kaitannya
dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak atau
tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
h. Pemeriksaan Kantor yaitu pemeriksaan yang dilakukan di
kantor Direktorat Jenderal Pajak.
dengan pertukaran data dan informasi dari para Wajib Pajak
terperiksa yang terdapat hubungan yang terintegrasi seperti
Wajib Pajak Domisili dengan Wajib Pajak Lokasi atau dari
Wajib Pajak-wajib pajak terperiksa yang ada hubungan usaha
dan finansial.
diterbitkan tahun 2003 adalah kebijakan yang bersifat komprehensif yang
mengatur seluruh prosedur pelaksanaan pemeriksaan oleh Unit Pelaksana
Pemeriksaan Pajak (UP3). Kebijakan yang komprehensif tersebut
diharapkan membuat pelaksanaan pemeriksaan menjadi lebih efektif dan
efisien, meningkatkan kinerja pemeriksaan, memberikan deterrent effect
terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan meningkatkan penerimaan Negara dari
sektor pajak. Peningkatan kualitas pemeriksaan merupakan merupakan
tujuan utama yang dicanangkan DJP untuk tahun 2003. Refleksi kualitas
pemeriksaan diukur dengan semakin tingginya tingkat kolektibilitas hasil
pemeriksaan (outcome).
dapat dibagi menjadi:
a. Pemeriksaan Lengkap
meliputi seluruh jenis pajak dan/atau tujuan lain baik tahun berjalan
dan/atau tahun sebelumnya dengan melakukan teknik pemeriksaan yang
lazim digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya, dan biasanya
dilakukan oleh Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan baik tingkat pusat,
Kantor Wilayah atau di tingkat Daerah.
b. Pemeriksaan Sederhana
Pemeriksaan Sederhana dapat dilakukan:
1) Di Lapangan, meliputi seluruh jenis pajak dan/atau tujuan lain baik
tahun berjalan atau tahun sebelumnya yang dilakukan dengan teknik,
bobot dan kedalaman yang sederhana.
2) Di Kantor, meliputi jenis pajak tertentu untuk tahun berjalan yang
dilakukan dengan teknik, bobot dan kedalaman yang sederhana.
Pemeriksaan sederhana kantor biasanya dilakukan oleh Kantor
Pelayanan Pajak (Hardi, 2003:15)
Menurut Suandy (2006:62) Ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari:
a. Pemeriksaan lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis
pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau
untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak.
b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun
berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor
Direktorat Jenderal Pajak.
lengkap atau pemeriksaan sederhana. Pemeriksaan kantor hanya dapat
dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana.
dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 bulan. Pemeriksaan
Esperanto lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu 1 bulan dan dapat
diperpanjang menjadi paling lama 2 bulan.
Pemeriksaan sederhana kantor dilaksanakan dalam jangka waktu 4
minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 minggu. Apabila
dalam pelaksanaan pemeriksaan kantor ditemukan indikasi adanya transaksi
yang mengandung unsur transfer pricing, maka lingkup pemeriksaan
ditingkatkan menjadi pemeriksaan lapangan.
unsur transfer pricing, yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam
serta memerlukan waktu yang lebih lama dilaksanakan dalam jangka waktu
paling lama 2 tahun. Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan paling lama 2
tahun ini tidak berlaku dalam hal pemeriksaan yang dilaksanakan berkenaan
dengan Surat Pemberitahuan yang menyatakan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak.
Menurut Suandy (2006:63) Pemeriksaan dilakukan dengan
berpedoman pada norma pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa
Pajak, pemeriksaan, dan Wajib Pajak. Norma pemeriksaan yang berkaitan
dengan Pemeriksa Pajak dalam rangka pemeriksaan lapangan adalah sebagai
berikut:
dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan pada waktu melakukan
pemeriksaan,
dilakukan pemeriksaan kepada wajib pajak,
c. Pemeriksa pajak wajib memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan
Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak,
d. Pemeriksa pajak wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa,
e. Pemeriksa pajak wajib membuat laporan pemeriksaan pajak,
f. Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib
Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara
Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib
Pajak,
g. Pemeriksa Pajak wajib memberi petunjuk kepada wajib pajak mengenai
penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya
mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan
pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan
pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan
dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku,
dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari wajib pajak paling lama
14 hari sejak selesainya pemeriksaan,
i. Pemeriksa pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak
berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh
wajib pajak dalam rangka pemeriksaan.
Norma pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksa pajak dalam
rangka pemeriksaan kantor adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksa pajak, dengan menggunakan surat panggilan yang
ditandatangani oleh Kepala Kantor yang bersangkutan, memanggil wajib
pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk
dalam rangka pemeriksaan,
kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa,
3) Pemeriksa pajak wajib membuat Laporan Pemeriksaan Pajak,
4) Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib
Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara
Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan,
5) Pemeriksa Pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai
penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya
mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan
pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan
pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan
dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku,
dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling
lama 7 hari sejak selesainya pemeriksaan,
7) Pemeriksa pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak
berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh
Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan.
Pelaksanaan pemeriksaan didasarkan pada pedoman pemeriksaan
pajak yang meliputi Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak, Pedoman
Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, dan Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak.
Pedoman Umum Pemeriksaan adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang:
a) Telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki
keterampilan sebagai pemeriksa pajak,
bersikap terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri dari
perbuatan tercela, dan
memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan sebenarnya
tentang Wajib Pajak.
mempunyai latar belakang pendidikan yang memadai baik secara teoritis
(minimal menguasai ilmu akuntansi, auditing, dan perpajakan) maupun
secara teknis pemeriksaan dan memiliki keterampilan dan pengetahuan
yang cukup. Oleh karena itu, Pemeriksa Pajak harus selalu mengikuti
perkembangan ilmu yang berkaitan dengan tugasnya dan senatiasa
meningkatkan keterampilannya sejajar dengan peningkatan kepedulian
Wajib Pajak terhadap kewajiban perpajakan.
2) Temuan hasil pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan
sebagai bahan untuk menyusun Laporan Pemeriksaan Pajak.
Pedoman pelaksanaan pemeriksaan adalah sebagai berikut:
1) Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik,
sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang
seksama,
harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, tanya
jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan,
3) Pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada
temuan yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
sebagai berikut:
1) Laporan pemeriksaan pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat
ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat kesimpulan
pemeriksa pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak
adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan
perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait.
2) Laporan pemeriksaan pajak yang berkaitan dengan pengungkapan
penyimpangan surat pemberitahuan harus memperhatikan Kertas Kerja
Pemeriksaan antara lain mengenai:
a) Berbagai faktor perbandingan
c) Sifat dari penyimpangan
e) Pengaruh penyimpangan
3) Laporan Pemeriksaan Pajak harus didukung oleh daftar yang lengkap
dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan.
7. Tahap Pemeriksaan Pajak
sesuai tujuan dan dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan,
diperlukan alur kegiatan yang sistematis. Tahap pemeriksaan secara umum
dibagi dalam tiga tahap yaitu persiapan pemeriksaan, pelaksanaan
pemeriksaan, dan pembuatan laporan.
a. Tahap persiapan pemeriksaan
pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan. Tujuan dari
pemeriksaan ini agar pemeriksa memperoleh gambaran umum mengenai
Wajib Pajak yang akan diperiksa, sehingga program pemeriksaan yang
disusun sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-
01/PJ.7.1990 tanggal 15 Nopember 1990 tentang Pedoman Pemeriksaan
Pajak, meliputi kegiatan sebagai berikut:
a) Mempelajari berkas Wajib Pajak/berkas data
Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran umum
mengenai kegiatan Wajib Pajak berupa; kegiatan usaha, kewajiban
perpajakan, organisasi dan administrasi perusahaan, struktur
permodalan, susunan Direksi, dan lain-lain.
b) Menganalisa SPT dam laporan keuangan Wajib Pajak
Tujuannya adalah untuk menentukan hal yang harus
diperhatikan pada waktu melakukan pemeriksaan dan menetukan
perkiraan yang diprioritaskan, dan atau dikembangkan
pemeriksaannya.
yang memerlukan perhatian khusus dan sebagai bahan untuk
menentukan ruang lingkup pemeriksaan yang akan dilakukan.
d) Melakukan pengenalan lokasi Wajib Pajak
Tujuannya adalah untuk mendapatkan kepastian mengenai
alamat Wajib Pajak, lokasi usaha, denah lokasi, kebiasaan lain yang
perlu diketahui, dan lain-lain.
Tujuannya adalah agar pemeriksa dapat menentukan luas dan
arah pemeriksaan secara tepat.
f) Menyusun program pemeriksaan
pemeriksaan yang akan dilakukan oleh pemeriksa dalam suatu
pemeriksaan. Sedangkan prosedur pemeriksaan merupakan langkah
pemeriksaan atau pengujian yang dilakukan terhadap objek yang
diperiksa. Program pemeriksaan disusun berdasarkan hasil
penelaahan yang diperoleh pada tahap persiapan pemeriksaan
sebelumnya, agar pemeriksaan dapat mencapai hasil yang optimal,
sebagai alat untuk mengawasi, membimbing, dan mengarahkan
pelaksanaan pemeriksaan, dan merupakan referensi untuk
pemeriksaan berikutnya.
Berdasarkan hasil penelaahan pada tahap pemeriksaan
sebelumnya, pemeriksa harus menentukan buku, catatan dan
dokumen yang akan dipinjam, sekaligus menyusun daftar pertanyaan
yang akan diajukan kepada Wajib Pajak sesuai dengan program
pemeriksaan yang telah disusun.
h) Menyediakan sarana pemeriksaan
sebelum pemeriksa melakukan pemeriksaan perlu dipersiapkan
sarana antara lain; Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa, Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak, Surat Pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak
kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Surat Pemberitahuan tentang
pemeriksaan pajak kepada Wajib Pajak, dan formulir lainnya.
b. Tahap pelaksanaan pemeriksaan
hendaknya segera memulai kegiatan pemeriksaannya dengan
berpedoman pada keputusan KMK Nomor: 545/KMK.04/2000, yaitu:
1) Memeriksa di tempat Wajib Pajak
Yang dimaksud memeriksa di tempat Wajib Pajak adalah
pemeriksaan yang dilakukan di Kantor atau di pabrik atau di tempat
usaha atau di tempat tinggal atau di tempat lain yang diduga ada
kaitannya dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak.
Tujuannya adalah untuk mengetahui dan mendapatkan
data/fakta mengenai kegiatan Wajib Pajak yang sebenarnya, untuk
mengetahui dan menilai sistem pengendalian intern, dan untuk
meyakinkan kebenaran/keberadaan secara fisik aktiva tetap yang
dilaporkan dan kepemilikannya.
sistem pengendalian intern sebagai dasar untuk menetukan dalamnya
pengujian yang dilakukan.
Berdasarkan fakta/data/informasi yang diperoleh pada waktu
pemeriksaan setempat dan setelah memperhatikan hasil penilaian
sistem pengendalian intern, pemeriksa menelaah dan menyusun
kembali program pemeriksaan yang dibuat pada tahap persiapan
pemeriksaan.
Tujuannya adalah untuk meyakinkan kebenaran angka yang
dicantumkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) dengan
membandingkannya terhadap angka yang ada dalam pembukuan dan
dokumen pendukungnya dan untuk menentukan apakah angka yang
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) telah sesuai dengan
ketentuan perundangan yang berlaku.
Tujuannya adalah untuk meneguhkan kebenaran data atau
informasi dari Wajib Pajak dengan bukti yang diperoleh dari pihak
ketiga.
diperiksa
dari hasil pemeriksaan yangtelah dilakukan.
7) Melakukan pembahasan akhir atas hasil pemeriksaan (closing
conference)
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (closing conference) adalah
pembahasan yang dilakukan antara pemeriksa pajak dan Wajib Pajak
atas temuan selama pemeriksaan, dan hasil bahasan temuan tersebut
baik yang disetujui dituangkan dalam berita acara hasil pemerikasaan
yang ditandatangani oleh pemeriksa pajak dan Wajib Pajak.
Selanjutnya dalam KMK yang sama dalam pasal 15,
beberapa poin diantaranya menyebutkan tentang hal yang harus
ditaati dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yaitu
sebagai berikut:
tentang Hasil Pemeriksaan berupa hal yang berbeda antara Surat
Pemberitahuan (SPT) dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi
oleh Wajib Pajak.
Pajak menyampaikan tanggapan secara tertulis.
c) Berdasarkan tanggapan tertulis dari Wajib Pajak, pemeriksa
pajak mengundang Wajib Pajak untuk menghadiri Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan.
didampingi oleh konsultasi pajak dan atau Akuntan Publik
e) Dalam pemeriksaan lapangan, Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan,
tanggapan oleh Wajib Pajak atas pemberitahuan hasil
pemeriksaan, dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
diselesaikan dalam jangka waktu paling lama tiga minggu.
f) Apabila Wajib Pajak tidak memberikan tanggapan dan atau tidak
menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) wajib dibuatkan Berita
Acara, dan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak
(STP) diterbitkan secara jabatan berdasarkan hasil pemeriksaan
yang disampaikan kepada Wajib Pajak.
Untuk poin (e), dalam petunjuk pelaksanaannya, proses
pemberitahuan hasil pemeriksaan sampai dengan persetujuan atau
penandatanganan Berita Acara Hasil Pemeriksaan harus diselesaikan
dalam jangka waktu paling lama tiga minggu untuk Pemeriksaan
Lapangan dan dua minggu untuk Pemeriksaan Sederhana Lapangan
terhitung sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima
Wajib Pajak.
pemeriksa.
Menurut Firdaus (2007:26) Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) adalah
laporan yang dibuat oleh pemeriksa pada akhir pelaksanaan pemeriksaan
yang merupakan ikhtisar dan penuangan semua hasil pelaksanaan tugas
pemeriksaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) menyajikan penilaian serta
pengujian atas ketaatan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
yang diperiksa, yang disarikan dari Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).
Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) digunakan sebagai dasar
penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP)
atau untuk tujuan lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundangan
perpajakan.
Agar pemeriksaan dapat dilakukan dengan tepat waktu yang telah
ditentukan serta efektif degnan laporan yang memadai, maka harus
dilaksanakan berdasarkan teknik dan metode seperti pemeriksaan pada
umumnya.
Auditing: Petunjuk Pemeriksaan Akuntan Publik:
Teknik pemeriksaan (Audit Technique) adalah cara mendapatkan
pembuktian dan dikenal dengan istilah memeriksa (to examine), menganalisis (to analyze), mengecek (to check), membandingkan,
konfirmasi, footing, menginspeksi (to infect), merekonsiliasi, testing, atau
sampling, menelusuri (to trace) dan memeriksa dokumen dasar (vouching).
Sejalan dengan hal tersebut baik teknik pemeriksaan merupakan
cara pembuktian data dari metode pemeriksaan. Teknik pemeriksaan dalam
pemeriksaan pajak dengan teknik pemeriksaan yang dilakukan akuntan
publik tidak terdapat pada pemeriksaan yang mendasar (Erly Suandy,
2002:237).
dilakukan dengan dua metode, yaitu:
a. Metode Langsung
angka dalam Surat Pemberitahuan (SPT), laporan keuangan, buku-buku,
catatan-catatan, dan dokumen pendukung sesuai dengan proses
pemeriksaan.
angka-angka dalam Surat Pemberitahuan (SPT) secara tidak langsung
melalui suatu pendekatan perhitungan tertentu mengenai penghasilan
dan biaya.
langsung atau sebagai pengganti dalam hal pemakaian metode langsung
atau tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan. Metode tidak langsung yang
biasa digunakan antara lain metode transaksi tunai, metode perbandingan
kekayaan bersih, metode satuan dan volume, metode pendekatan
produksi dan metode pendekatan laba kotor (Erly Suandy, 2002:242).
9. Prosedur Pemeriksaan Pajak
diperiksa.
1) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen
yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
Pajak, atau objek yang terutang pajak.
2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
3) Memberikan keterangan yang diperlukan.
4) Apabila dalam mengungkapkan hal-hal dalam angka (1) Wajib Pajak
terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban
itu tidak berlaku oleh suatu keperluan pemerksaan tersebut.
c. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau
ruangan tertentu, bila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban huruf b
diatas (Mardiasmo, 1997: 35-36).
penelitian, yaitu :
(Survei di Kantor Pemeriksaan Pajak Jakarta Khusus II, Jakarta)
b. Tujuan
pengetahuan dasar perpajakan, budaya organisasi, dan kemampuan
numerik terhadap efisiensi kerja Pemeriksa Pajak.
c. Metodelogi penelitian
kuisioner, pengujian dilakukan dengan validitas dan realibilitas dan
dianalisis dengan analisis korelasi sederhana, parsial dan korelasi
ganda kemudian diteruskan dengan analisis regresi linier sederhana
dan regresi ganda.
Jakarta sebanyak 90 responden dengan teknik acak sederhana.
e. Hasil penelitian
hubungan yang positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan
efisiensi kerja Pemeriksa Pajak. Ketiga, terdapat hubungan positif
antara kemampuan numerik dengan efisiensi kerja Pemeriksa Pajak.
Keempat, terdapat hubungan positif dan signifikan antara ketiga
variabel pengetahuan dasar, budaya organisasi, dan kemampuan
numerik dengan efisiensi Pemeriksa Pajak.
2. Chairuddin Syah Nasution (2002)
a. Judul
Perpajakan, Penempatan Kerja dan Motivasi Terhadap Kinerja
Pegawai Pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak .
b. Tujuan
perpajakan dan motivasi kerja terhadap kinerja Direktorat Jenderal
Pajak khususnya pada bagian Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak
yang merupakan unit kerja administrasi.
c. Metodelogi penelitian
Unbiased Estimator).
d. Sampel
berada di Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak.
e. Hasil penelitian
perpajakan, penempatan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja
pegawai pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak.
H. Kerangka Pemikiran
dituangkan dalam sebuah model penelitian sebagai berikut:
Gambar 2.1 Model Skema Penelitian
I. Hipotesis
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha1 : Terdapat korelasi positif dan signifikan antara pelatihan teknis
perpajakan dengan kinerja pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan
Pajak di Jakarta Barat.
kinerja pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta Barat.
Ha3 : Terdapat korelasi positif dan signifikan antara motivasi dengan kinerja
pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta Barat.
Pelatihan teknis
pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, motivasi dengan kinerja
pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta Barat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta
Barat. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta Barat memiliki 11 Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) yaitu KPP Madya Jakarta Barat, KPP Pratama Jakarta
Palmerah, KPP Jakarta Grogol Petamburan, KPP Jakarta Tamansari Satu, KPP
Jakarta Tamansari Dua, KPP Jakarta Tambora, KPP Jakarta Cengkareng, KPP
Jakarta Kebon Jeruk Satu, KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua, KPP
Pratama Jakarta Kalideres, KPP Pratama Jakarta Kembangan. Penelitian ini
ditujukan untuk mengetahui seberapa besar korelasi positif dan signifikan
antara pelatihan teknis perpajakan, pengalaman, motivasi dengan kinerja
pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta Barat. Objek
penelitian dalam skripsi ini adalah pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan
Pajak di Jakarta Barat.
B. Metode Penentuan Sampel
sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik
tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemeriksa pajak pada
Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta Barat.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode judgement sampling
atau purposive sampling dimana menurut Hamid (2007:29) adalah
pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi
semata. Teknik pemilihan sample ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui
informasi yang berkaitan tentang pemeriksaan pajak maka peneliti dapat
memilih pemeriksa pajak sebagai sample penelitian. Para pemeriksa pajak
merupakan subjek yang tepat untuk memberikan informasi berdasarkan
pertimbangan tertentu dibandingkan subyek dalam KPP yang bukan
pemeriksa pajak. Faktor kepraktisan (kecepatan waktu dan biaya yang murah)
merupakan pertimbangan pokok dalam metode pemilihan sampel secara tidak
acak ini.
lapangan (tidak melalui perantara), berup