Kortikosteroid Dan Efek

Embed Size (px)

Citation preview

Kortikosteroid dan efek sampingnyaPenggunaan dan mekanisme kerja kortikosteroid Kortikosteroid adalah hormon yang disintesis di korteks adrenal, berasal dari kolesterol dengan struktur utama siklopentanoperhidrofenantren dan hasil akhir berupa aldosteron dan kortisol (21 atom C). Selain kortikosteroid juga dihasilkan androgen lemah (19 atom C). Istilah kortikosteroid sendiri sebenarnya mengacu baik kepada glukokortikoid dan mineralokortikoid, namun dalam penggunaan sehari-hari lebih banyak mengacu kepada glukokortikoid saja. Kortikosteroid bekerja dengan cara mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid. Kortikosteroid memiliki dua efek utama, yaitu dalam metabolisme dan inflamasi. Kortikosteroid berfungsi dalam proses glukoneogenesis di hati, lipolisis dan mobilisasi asam amino (sebagai substrat untuk glukoneogenesis) serta menghambat/inhibisi ambilan glukosa di otot dan jaringan adiposa. Sedangkan untuk efek antiinflamatiknya, efek tersebut terjadi melalui penekanan pembentukan berbagai mediator inflamasi (fosfolipase A, cyclooxigenase, degranulasi sel mast), menghambat fungsi makrofag, dan bekerja dalam keadaan inflamasi akut maupun kronik. Penggunaan kortikosteroid dapat dibagi sebagai terapi substitusi hormon maupun terapi non endokrin. Untuk terapi substitusi hormon, kortikosteroid diberikan kepada penderita insuffisiensi adrenal, sedangkan untuk terapi non-endokrin antara lain untuk pengobatan arthritis, asthma bronkial, alergik, penyakit kulit (dermatitis), shock anafilaktik, penyempurnaan fungsi paru pada fetus dll. Efek samping kortikosteroid Kortikosteroid jarang menimbulkan efek samping jika hanya digunakan dalam waktu singkat dan non-sistemik. Namun apabila digunakan untuk jangka waktu yang lama dapat menimbulkan beragam efek samping. Ada dua penyebab timbulnya efek samping pada penggunaan kortikosteroid. Efek samping dapat timbul karena penghentian pemberian secara tiba-tiba atau pemberian terus menerus terutama dengan dosis besar. Efek samping yang dapat timbul antara lain: Insufisiensi adrenal akut/krisis adrenal

Pemberian kortikosteroid jangka lama (>2 minggu) yang dihentikan secara mendadak dapat menimbulkan insufisiensi adrenal akut (krisis adrenal). Insufisensi adrenal akut sebaiknya dibedakan dari Addison disease, di mana pada Addison disease terjadi destruksi adrenokorteks oleh bermacam penyebab (mis.autoimun, granulomatosa, keganasan dll). Insufisiensi adrenal akut terjadi akibat penekanan sumbu hipothalamushipofisis-adrenal oleh kortikosteroid eksogen, sehingga kelenjar adrenal kurang memproduksi kortikosteroid endogen. Pada saat kortikosteroid eksogen dihentikan, terjadilah kekurangan kortikosteroid (endogen). Dapat terjadi kehilangan ion Na+ dan shock, terkait aktivitas mineralokortikoid yang ikut berkurang. Gejala yang timbul antara lain gangguan saluran cerna, dehidrasi, rasa lemah, hipotensi, demam, mialgia, dan arthralgia. Hal ini diatasi dengan pemberian hidrokortison, disertai asupan air, Na+, Cl-, dan glukosa secepatnya. Untuk menghindari insufisiensi adrenal maka penghentian penggunaan kortikosteroid harus secara perlahan /bertahap. Habitus Cushing

Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu lama menyebabkan kondisi hiperkortisme sehingga menimbulkan gambaran habitus Cushing. Kortikosteroid yang berlebihan akan memicu katabolisme lemak sehingga terjadi redistribusi lemak di bagian tertentu tubuh. Gejala yang timbul antara lain moon face, buffalo hump, penumpukan lemak supraklavikular, ekstremitas kurus, striae, acne dan hirsutism. Moon face dan buffalo hump disebabkan redistribusi/akumulasi lemak di wajah dan punggung. Striae (parut kulit berwarna merah muda) muncul akibat peregangan kulit (stretching) di daerah perut yang disebabkan oleh akumulasi lemak subkutan. Hiperglikemia dan glikosuria

Karena kortikosteroid (glukokortikoid) berperan dalam memetabolisme glukosa yaitu melalui peningkatan glukoneogenesis dan aktivitas enzim glukosa-6-pospat, maka akan timbul gejala berupa peninggian kadar glukosa dalam darah sehingga terjadi hiperglikemia dan glikosuria. Dapat juga terjadi resistensi insulin dan gangguan toleransi glukosa, sehingga menyebabkan diabetes steroid (steroid-induced diabetes). Penurunan absorpsi kalsium intesinal

Penelitian menunjukkan bahwa betametason serta prednison menyebabkan penurunan absorpsi kalsium di intestinal dalam jumlah signifikan. Hal ini dapat membuat keseimbangan kalsium yang negatif. Keseimbangan nitrogen negatif

Kortikosteroid juga menyebabkan mobilisasi asam amino dari jaringan ekstrahepatik, yang digunakan sebagai substrat untuk glukoneogenesis. Hal ini menyebabkan tingginya kadar asam amino dalam plasma, peningkatan pembentukan urea, dan keseimbangan nitrogen negatif.

-

Mudah terkena infeksi

Kortikosteroid selain memiliki efek metabolik juga memiliki efek antiinflamatik. Efek antiinflamatik ini terjadi melalui mekanisme salah satunya penekanan aktifitas fosfolipase sehingga mencegah pembentukan prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan leukotrien. Penekanan sistem imun ini bermanfaat untuk menghentikan reaksi peradangan, namun dapat memudahkan pasien terkena infeksi. Oleh karena itu pada pemberian kortikosteroid sebagai antiinflamatik sebaiknya disertakan dengan pemberian antibiotik/antifungal untuk mencegah infeksi. Tukak peptik

Tukak peptik merupakan komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan dengan kortikosteroid. Sebab itu bila ada kecurigaan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan radiologi terhadap saluran cerna bagian atas sebelum obat diberikan. Pemberian dosis besar sebaiknya dilakukan pada waktu lambung berisi, dan di antara waktu makan diberikan antasida (bila perlu). Perforasi yang terjadi sewaktu terapi kortikosteroid dosis besar sangat berbahaya karena dapat berlangsung dengan gejala klinis minimal. Osteoporosis (steroid-induced osteoporosis)

Kortikosteroid dapat menurunkan kadar Ca2+ dalam darah dengan cara menghambat pembentukan osteoklast, namun dalam jangka waktu lama malah menghambat pembentukan tulang (sintesis protein di osteoblast) dan meningkatkan resorpsi sehingga memicu terjadinya osteoporosis. Selain itu juga menurunkan absorpsi Ca2+ dan PO43- dari intestinal dan meningkatkan ekskresinya melalui ginjal, sehingga secara tidak langsung akan mengaktifkan PTH yang menyebabkan resorpsi. Salah satu komplikasinya adalah fraktur vertebra akibat osteoporosis dan kompresi. Miopatik

Katabolisme protein akibat penggunaan kortikosteroid yang dapat menyebabkan berkurangnya massa otot, sehingga menimbulkan kelemahan dan miopatik. Miopatik biasanya terjadi pada otot proksimal lengan dan tungkai, bahu dan pelvis, dan pada pengobatan dengan dosis besar. Miopatik merupakan komplikasi berat dan obat harus segera dihentikan. Psikosis

Psikosis merupakan komplikasi berbahaya dan sering terjadi. Kemungkinan hal ini terjadi karena adanya gangguan keseimbangan elektrolit dalam otak, sehingga mempengaruhi kepekaan otak. Berbagai bentuk gangguan jiwa dapat muncul, antara lain: nervositas, insomnia, psikopatik, skizofrenik, kecenderungan bunuh diri. Gangguan jiwa akibat penggunaan hormon ini dapat hilang segera atau dalam beberapa bulan setelah obat dihentikan.

-

Hiperkoagubilitas darah

Hiperkoagulabilitas darah dengan kejadian tromboemboli telah ditemukan terutama pada pasien yang mempunyai penyakit yang memudahkan terjadinya trombosis intravaskular. Pengobatan kortikosteroid dosis besar pada pasien ini, harus disertai pemberian antikoagulan sebagai terapi profilaksis. Pertumbuhan terhambat

Pada anak-anak penggunaan kortikosteroid dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat. Mekanisme terjadinya melalui stimulasi somatostatin, yang menghambat growth hormone. Selain itu kortikosteroid menyebabkan kehilangan Ca2+ melalui ginjal, akibatnya terjadi sekresi PTH yang meningkatkan aktivitas osteoklast meresorpsi tulang. Kortikosteroid juga menghambat hormon-hormon gonad, yang pada akhirnya menyebabkan gangguan proses penulangan sehingga menghambat pertumbuhan. Peningkatan tekanan darah

Kortikosteroid dengan efek mineralokortikoidnya dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah/hipertensi. Yaitu efek retensi sodium yang mengakibatkan retensi air dan peninggian tekanan darah. Beberapa obat dengan efek mineralokortikoid kuat antara lain fludrokortison dan hidrokortison. Glaukoma (steroid-induced glaucoma)

Patofisiologi glaukoma akibat kortikosteroid belum diketahui dengan baik. Diduga terdapat defek berupa peningkatan akumulasi glikosaminoglikan atau peningkatan aktivitas respons protein trabecular-meshwork inducible glucocorticoid (TIGR) sehingga menyebabkan obstruksi cairan. Selain itu bukti lain mengisyaratkan terjadi perubahan sitoskeleton yang menghambat pinositosis aqueous humor atau menghambat pembersihan glikosaminoglikans dan menyebabkan akumulasi. Dan masih ada beberapa efek samping lain seperti katarak, peninggian kolesterol LDL, ginekomastia, akne, virilisasi, pembesaran prostat, sterilitas dll. Mekanisme terjadinya beragam efek samping ini masih ada yang belum diketahui dan sedang diteliti. Untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan tsb, diajukan minimal 6 prinsip terapi yang perlu diperhatikan sebelum obat digunakan: 1. Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial and error, dan harus dievaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit, 2. Suatu dosis tunggal kortiksteroid umumnya tidak berbahaya, 3. Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dosis sangat besar,

4. Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu/lebih hingga dosis melebihi dosis substitusi, insidens efek samping dan efek lethal potensial akan bertambah. Awasi dan sadari risio pengaruhnya terhadap metabolisme terutama bila gejala terkait muncul misalnya diabetes resistensi insulin, osteoporosis, lambatnya penyembuhan luka, 5. Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan terapi kausal melainkan hanya paliatif saja, 6. Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar, mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan mengancam jiwa. Secara ringka dapat dikatakan bahwa bila kortikosteroid akan digunakan untuk jangka panjang, harus diberikan dalam dosis minimal yang masih efektif melalui trial and error. Dosis awal harus kecil kemudian secara bertahap ditingkatkan, dan diturunkan secara bertahap pula. Untuk terapi yang bertujuan mengatasi keadaan yang mengancam, dosis awal haruslah cukup besar, dan bila dalam beberapa hari belum terlihat efeknya dosis dapat dilipatgandakan. Sedangkan untuk keadaan yang tidak mengancam jiwa, kortikosteroid dosis besar dapat diberikan untuk waktu singkat selama tidak ada kontraindikasi spesifik. Sebelum mengambil keputusan, dokter harus dapat mempertimbangkan antara bahaya pengobatan dan bahaya akibat penyakit itu sendiri.

Sindrom Cushing adalah sindrom yang disebabkan berbagai hal[1] seperti obesitas, impaired glucose tolerance, hipertensi, diabetes mellitus dan disfungsi gonadal yang berakibat pada berlebihnya rasio serum hormon kortisol. Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing, seorang ahli bedah yang pertama kali mengidentifikasikan penyakit ini pada tahun 1912. Penyakit ini timbul ketika kelenjar adrenal pada tubuh terlalu banyak memproduksi hormon kortisol, yang dikenal sebagai simtoma hiperkortisolisme. Hal ini dapat disebabkan oleh konsumsi obat yang mengandung kortikosteroid seperti medroksiprogesteron asetat[2][3] yang biasa digunakan untuk berbagai pengobatan penyakit akut, atau konsumsi bahan kontrasepsi yang mengandung estrogen seperti mestranol,[4] atau menjalani adrenalektomi[5] yang biasanya mengakibatkan terjadinya adenoma pada kelenjar hipofisis.[6] Simtoma ini juga dapat dipicu oleh ketidakseimbangan metabolisme yang dikenal sebagai simtoma hiperadrenokortisisme, yaitu berlebihnya sekresi hormon ACTH akibat stimulasi berlebih hormon CRH dan VP yang disekresi.[1] Gejala sindrom Cushing antara lain:

berat badan naik, terutama di sekitar perut dan punggung bagian atas; kelelahan yang berlebihan; otot terasa lemah, terutama pada daerah di sekitar bahu dan pinggul, gejala ini disebut miopati proksimal;[7]

muka membundar (moon face); edema (pembengkakan) kaki; tanda merah/pink pada kulit bagian paha, pantat, dan perut; depresi; periode menstruasi pada wanita yang tidak teratur;

TINJAUAN PUSTAKA SINDROM ADRENOGENITAL Sindrom adrenogenital adalah sekelompok penyakit yang jarang terjadi dan diakibatkan dari defisiensi salah satu dari beberapa enzim pada jalur sintetik kortisol yang diwariskan. Penurunan sekresi kortisol melalui mekanisme umpan balik, sekresi ACTH hipofisis, yang selanjutnya ,merangsang zona fasikulata dan retikularis untuk mengalami hiperplasia bilateral dan mensekresikan hormon prekursor dalam jumlah banyak. Efek klinis tergantung enzim yang mangalami defisiensi dan pada produk yang terakumulasi sebelum penghambatan yang diinduksi oleh defisiensi tersebut. 1. Defisiensi 21-hidroksilase lengkap adalah penyebab berat yang bermanifestasi berupa gagal sekresi kortisol dan aldosteron, kematian biasanya terjadi pada bayi. 2. Defisiensi 21-hidroksilase sebagian paling sering terjadi. Kadar 21-hidroksilase cukup untuk mempertahankan sekresi aldosteron normal di bawah stimulus reninangiotensin sehingga tidak terjadi kehilangan natrium. Kadar kortisol juga normal. Efek utamanya : hiperplasia adrenal, ACTH serum tinggi, peningkatan sekresi androgen menimbulkan pubertas prekoks, pada anak laki-laki tanpa perkembangan testis, pada anak perempuan mengalami hipertrofi klitoris, cepat tumbuh rambut kketiak dan pubis, payudara tetap mengecil, tidak menstruasi. 3. Defisiensi 11-hidroksilase jarang terjadi. Menyebabkan retensi natrium dan hipertensi. SINDROM CUSHING

Patologi 1. Adenoma adrenokortikal, sebagai benjolan noidul berbatas jelas yang berukuran kecil (D6cm), berbatas tidak jelas, sel besar, pleomorfik, difus, gambaran mitotik abnormal. 3. Penyakit cushing. Terjadi akibat peningkatan produksi ACTH yang berlebihan yang disebabkan oleh gangguan pada hipotalamus atau hipofisis. Kedua keleajar adrenal membesar menjadi hiperplasia adrenal bilateral. 4. ACTH ektopik, adalah ACTH oleh tumor maligna non-endokrin, seperti tumor paruparu, dan lain-lain. Gambaran klinis Kelebihan kortisol menyebabkan kelainan metabolik : 1. redistribusi lemak tubuh dari ekstermitas ke badan mengakibatkan wajah bundar (moon face) dan obesitas dengan ekstremitas kurus. 2. efek antagonistik kortisol terhadap aksi insulin menyebabkan diabetes melitus. 3. katabolisme protein meningkat, glukoneogenesis atas rangsangan kortisol

menyebabkan otot menjadi kurus, kulit menjadi tipis disertai striae, juga terjadi penurunan jumlah matriks tulang mengakibatkan osteoporosis. 4. kortisol memiliki kerja mineralokortikoid signifikan yang mengakibatkan retensi natrium dalam tubulus ginjal yang menghabiskan kalium dan hidrogen sehingga terjadi hipertensi dan alkalosis hipokalemik. 5. kortisol memiliki efek penghambat fungsi limfosit, makrofag, dan netrofil mengakibatkan rentan infeksi.

Diagnosis 1. uji kadar kortisol plasma > 5 g/dl pada sampel jam 8 pagi setelah pemberian deksametason pada tengah malam. 2. uji urine 24 jam dengan kadar kortisol bebas > 100 g/hari 3. supresi deksametason dosis rendah selama 2 hari, kegagalan menekan kortisol plasma hingga < 5 g/dl = sindrom cushing. Untuk mengetahui penyebab sindrom cushing dilakukan uji deksametason 2 hari dosis tinggi dan uji ACTH plasma. HIPERALDOSTERONISME PRIMER (S. CONN) Paling sering terjadi akibat adenoma adrenokorteks yang mensekresi aldosteron. Sulit dibedakan dari adenoma yang mensekresi kortisol kecuali dari ukurannya yang lebih kecil (D 5 g/dl dalam sampel jam 8 pagi sesudah pemberian 1 mg deksametason pada malam hari, dan (2) peningkatan kadar kortisol bebas urine 24 jam > 100 g/hari. Pada pasien yang positif pada uji skrining ini, diagnosis pasti peningkatan sekresi kortisol ditegakan bila terjadi kegagalan menekan kortisol plasma pada uji supresi deksametason dosis rendah selama 2 hari. Bila hiperkortisolisme ditegakan, penyebabnya dapat ditentukan dengan uji deksametason 2 hari dosis tinggi dan uji ACTH plasma dengan kriteria sebagai berikut : Penyebab Penyakit cushing Adenoma adrenal Karsinoma adrenal ACTH ektopik ACTH plasma Meningkat Rendah Rendah Sangat tinggi Supresi CT scan

deksametason Ya Adenoma hipofisis, hiper Tidak Tidak Tidak plasia adrenal bilateral Neoplasma adrenal Neoplasma adrenal, besar Hiperplasia adrenal bilateral, hipofisis normal, beberapa neoplasma ganas lain

Semua gejala/ manifestasi klinis sindrom cushing adalah karena kelebihan kortisol. Pada skenario tampak pasien hipertensi dan lemah. Hal ini terjadi karena kortisol memiliki kerja mineralokortikoid yang mengakibatkan retensi natrium di dalam tubulus distal ginjal (menyebabkan hipertensi), dan menghabiskan kalium dan hidrogen (menyebabkan alkalosis hipokalemi). Gejala hipokalemi meliputi lemah, lelah, paralisis, parestesia. Pasien juga obes, terjadi karena lemak tubuh mengalami distribusi ulang yang khas, dimana ekstermitas kurus dan penggembungan di tengah, menyebabkan moon face.

Kortisol menyebabkan katabolisme protein meningkat, akibatnya otot kurus, penipisan kulit, luka sulit sembuh, penurunan jumlah matriks tulang (menimbulkan osteoporosis). Karena kulit abdomen tipis teregang oleh peningkatan lemak mengakibatkan striae. Pada sindrom cushing akibat penyakit cushing dimana kadar ACTH naik, ACTH merangsang melanosit mengakibatkan hiperpigmentasi. ACTH yang naik juga ikut menaikan androgen, yang akan meningkatkan testosteron, pada wanita kenaikan ini dilaihat dengan munculnya banyak rambut di dada dan menghambat menstruasi, seperti pada pasien pada skenario di atas. Pengobatan dilakukan berdasar penyebabnya. Tumor adrenal harus diangkat, tetapi sisa kelenjar adrenal akan mengalami atrofi. Terapi substitusi kortikosteroid dibutuhkan selam berbulan-bulan dan dihentikan secara bertahap sampai fungsi adrenal normal. Tumor hipofisis harus diobati dengan radiasi eksternal, implantasi atau hipofisektomi. Pada sindrom Acth ektopik, terapi ditujukan pada tumor penyebab. Karena pada skenario masih menunggu hasil laboratorium dan CT scan belum bisa dilakukan, maka terapi belum dapat dilakukan. Terapi hanya sebatas simptomatis berupa pengobatan terhadap hipertensi, obesitas, kelemahan, dan osteoporosis. Pada skenario tampak pasien akhirnya mengalami hipotensi, dimungkinkan terjadi karena efek pengobatan. PENUTUP SIMPULAN 1. Berdasar gejala yang ada, diagnosis sementara penyakit pasien adalah sindrom cushing. 2. Sindrom cushing bisa diakibatkan oleh adenoma adrenal, karsinoma adrenal, penyakit cushing, dan ACTH ektopik.

3. pengobatan sementar untuk pasien sambil menunggu hasil pemeriksaan laboratorium dan CT scan adalah pengobatan terhadap hipertensi, obes, kelemahan, dan osteoporosis. SARAN Sebaiknya setiap ada gejala-gejala penyakit yang aneh, segera memerikasakan ke dokter agar keparahan dan komplikasi dapat dicegah.

Ggggggggggggggggggggggggggggggggg

ASKEP CUSHING SINDROMPENGERTIAN Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemeberian dosis farmakologik senyawasenyawa glukokortikoid. (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, Hal. 1088) ETIOLOGI Sindrom cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron? yang berlebihan, kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang mengeluarkan ACTH. Syindrom cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut penyakit cusing. (buku ajar ilmu bedah, R. Syamsuhidayat, hal 945) Sindrom cusing dapat diakibatkan? oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1091) PATOFISIOLOGI Telah dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing adalah peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih memahami manifestasi klinik sindrom chusing, kita perlu membahas akibat-akibat metabolik dari kelebihan glikokorikoid.

Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi empat jenis hormon: Glukokortikoid. Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol.? Mineralokortikoid. Mineralokortikoid yang fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron.? Androgen.? Estrogen? Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah ini: 1.Metabolisme protein dan karbohidrat. Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentk protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang. Secara klinis dapat ditemukan: Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskule menyebabkan mudah tibul luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Metabolisme karbohidrat dipengaruhi dengan meransang glukoneogenesis dan menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM. 2.Distribusi jaringan adiposa. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh Obesitas Wajah bulan (moon face) Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison) Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawag yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid. 3.Elektrolit efek minimal pada elektrolit serum. Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik. 4.Sistem kekebalan ada dua respon utama sistem kekebalan; yang pertama adalah pembentukan antibody humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.

Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusatpusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini: Proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten Produksi anti bodi Reaksi peradangan Menekan reaksi hipersensitifitas lambat. 5.Sekresi lambung sekeresi asam lambubung dapat ditingkatkan . sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak. 6.Fungsi otak perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat. 7.Eritropoesis Involusi jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis. Namun secara klinis efek farmakologis yang bermanfaat dari glukokortikoid adalah kemampuannya untuk menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid: Dapat menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas kapiler.? Menghambat pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis.? Efeknya pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan menekan reaksi? anafilaktik akut yang berlandaskan hipersensitivitas yang dperantarai anti bodi. Penekanan peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti? inflamasi yang merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi diri sebagai layaknya sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1090-1091) JENIS-JENIS SINDROM CUSHING Sindrom cushing dapat dibagi dalam 2 jenis: 1.Tergantung ACTH heperfungsi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oleh oleh Hervey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai penyakit cushing. 2.Tak tergantung ACTH adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu terdapat bukti-bukti histologi hiperplasia hipofisis kortikotrop, masih tidak jelas apakah kikroadenoma maupum hiperplasia timbal balik akibat gangguan pelepasan CRH (Cortikotropin Realising hormone) oleh neurohipotalamus. (Sylvia A. Price; Patofisiologi. hal 1091) MANIFESTASI KLINIK Manifestasi klinik yang sering ditemukan pada penyakit sydrom cushing antara lain obes itas sentral, gundukan lemak pada punggung, muka bulat (moon face), striae, berkurangnya massa otot dan kelemahan umum. Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan pada sindrom cushing seperti atripi/kelemahan otot ekstremitas, hirsutisme (kelebihan bulu pada wanita),

ammenorrhoe, impotensi, osteoporosis, atropi kulit, akne, udema., nyeri kepala, mudah memar dan gangguan penyembuhan luka. (Buku Ajar Ilmu Bedah, R. Syamsuhidayat, hal. 946) DIAGNOSIS Adanya sindrom cushing dapat ditentukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan jasmani yang telah dijelaskan. Diagnosis umunya ditegakkan berdasarkan kadar kortisol yang tinggi dalam plasma dan kemih. Ada juga tes-tes spesifik yang dipakai untuk menentukan adanya tidaknya irama sirkandian normal pelepasan kortisol dan mekanisme pengaturan umpan balik yang sensitif. Tidak adanya irama sirkandian dan berkurangnya atau berkurangnya kepekaan sistim pengaturan umpan balik merupakan ciri sindrom cushing. Pemeriksaan fisiologi dapat membantu membedakan chusing hipofisis dari cusing ektopik atau cushing kortek sdrenal primer. Pada sindrom cushing ektipik dan korteks adrenal, sekresi abnormal ACTH atau kortisol biasanya tidak berubah pada peransangan ataupun penekanan untuk menguji mekanisme kontrol umpan balik negatif yang normal. CT scan resolusi tinggi pada kelenjar hipofisis dapat menunjukkan daerah-daerah penurunan atau penigkatan densitas yang kosisten dengan mikrodema pada sekitar 30% dari penderita-penderita ini. MRI dengan koontras memberikan temuan positif pada ma yoritas penderita. CT scan kelenjar adrenal biasanya menujukkan pembesaran adrenal pada kasus sindrom cushing tergantung ACTH dan massa adrenal pada pasien dengan adenoma atai karsinoma adrenal. (Sylvia, A. Price; Patofisiologi; Hal 1092-1093) PENGOBATAN/ TERAPI Oengibatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung pada apakah sumber ACTH adalah hiposis atau ektopik. Beberapa pendekatan terapi dugunakan pada kasus dengan hipersekresi ACTH hipofisis. Jika dijumpai tumor hipofisis sebaiknya sdiusahakan reseksi tumor transfenoidal. Tetapi jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofise. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenalektomi total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik atau dengan kimia yang mampu mrnghambat atau merusal sel-sel korteks adrenal yang mensekresi kortisol. Pengobatan sindrom ACTH ektopik adalah dengan reseksi neoplasma yang mensekresi ACTH atau adrenalektomi atau supresi kimia fungsi adrenal seperti dianjurkan pada penderita sindrom cushing jenis tergantung ACTH hipofisis. (Silvia A. Price; Patofisiologi, Hal. 1093) PENGKAJIAN NEUROLOGIS Kelabilan alam perasaan depresi sampai mania.? MUSKULSKELETAL Bufallo hamp? Obesitas badan dengan ekstremitas kecil? Penumpukan lemak supra klapikular? Sakit pinggang? Kehilangan otot atau kehilangan massa otot? Osteoporosis?

KARDIOVASKULER Hipertensi? Hiper tensi cairan dengan pitting udema? GASTROINTESTINAL Polidipsia? Peningkatan berat badan? GINJALA Poliuri? METABOLISME Gangguan penyembuhan luka? Peningkatan kemudahan untuk terserang infeksi? Intoleransi karbohidrat? INTRGUMEN Moon face? Kulit tipis transparan? Peningkatan pigmrntasi? Mudah memar? SEKSUAL DAN REPRODUKSI Maskulinitas wanita? Gangguan menstruasi? Feminisasi pria? Impotensi? Penurunan libido? PEMERIKSAAN DIAGNISTIK LABORATORIUM Hiperglikemi? Alkalosis metabolik? Hipokalemia? Peningkatan ACTH plasma bila di test sepanjang hari? Peningkatan natrium serum dan plasma kortisol? Plasma kortisol tidak dapat sitekan dengan deksa metason? Hitung sel darah putih meningkat? Respon hiperaktif terhadap tes ransangan ACTH 8? jam Peningkatan kortisol urine24 jam dan 17-hidroksil kortokosteroid? Peningkatan respon tergadap? metapiron (Standar Perawatan Pasien; Susan Martin Tucker, hal, 342) DIAGNOSA KEPERAWATAN Berdasarkan semua darta pengkajian, diagnosa keperawatan utama syndrom cushing mencakup yang berikut ini: Risiko cedera dan infeksi berhubungan dengan kelemahan dan perubahan metabilisme protein serta respon inflamasi. Kurang perawatan diri; kelemahan perasaan mudah lelah, atropi otot dan perubahan pola tidur. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema, gangguan kesembuhan dan kulit

ya ng tipis serta rapuh. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik, gangguan fungsi seksual dan penurunan tingkat aktivitas Gangguan proses berpikir berhubungan dengan fluktuasi emosi, irritabilitas dan depresi. (Susanne C. Smeltzer; Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, hal. 1330) MASALAH KOLABORATIF KOMPLIKASI POTENSIAL Berdasarkan pada data, komplikasi potensial dapat mencakup: Krisis addison Efek yang merugiakan pada aktivitas korteks adrenal PERENCANAN DAN IMLEMENTASI TUJUAN: Tujuan utama mencakup penurunan resiko cedera dan infeksi, peningkatan kemampuan untuk melaksanakan kemampuan perawatan mandiri , perbaikan fungsi mental dan tidak adanya komplikasi. INTERVENSI KEPERAWATAN: Pemantauan dan penata laksanaan komplikasi potensial. Krisiss addison. Pasien sindrom cushing yang gejalanya ditangani dengan cara menghentikan pemberian pemeberian kortikoisteroid atau dengan adrenelektomi atau pengangkatan tumor hipofisis akan beresiko mengalami hipofungasi adrenal dan krisis addisonian. Jika fungsi hormon adrenal telah tersupressi oleh kadara drenal yang tinggi dalam darah, maka atropi korteks adrenal kemungkinan akan terjadi. Apabila kadar hormon tersebut menurun dengan cepat akibat pembedahan atau penghentian terapi kortikosdteroid yang tiba-tiba, manifestasi hipofungsi adrenal dan krisis addison dapat terjadi. Disamping itu, penderita cushin sindrom yang mengalami kejadian yang sangat menimbulkan strees seperti trauma atar operasi darurat beresiko mengalami krisis addisonian karena terdapatnya supressi jangka panjang korteks adrenal. Karena itu kondisi penderita harus dipantau dengan ketat untuk mendeteksi hipotensi , denyut nadi yang lemah dan cepat, ppucat kelemahan yang ekstrim. Pasien tersebut meungkin memerlukan pemberian infus cairan dan elektrolit serta terapi kortikosteroid. Pasien yang mengalami trauma atau memerlukan operasi darurat memerlukan kadar kortikosteroid tambahan sebelum, selama dan setelah terapi atau operasi. Jika terjadi krisis addisonian pasien harus mendapat pengobatan untuk mengatasi kolaps sirkulasi dan syok. Identifikasi faktor-faltor yang dapat menybebkan krisis tersebut harus diupayakan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Status cairan dan eletrolit dipantau dengan mengukut berat badan pasien setip hari. Karena meningkatnya resikountuk mengalami intoleransi glukosa dan hiperglikemia, maka pemantauan glukosa darah harus dinilai setiap kenaikan kadar glukosa darah harus dimulai detiap kenaikan dilaporkan kepada dokter sehingga terapi dapat diberikan jika diperlukan. Menurunkan risiko cedera dan infeksi

Lingkungan yang amanharus diciptakan untuk mencegah kecelakaan seperti terjatuh, fraktur dan berbagai cedera lain pada tulang serta jaringan lunak. Pasien yang sangat lemah mengkin memerlukan bantuan dan mobilisasi untuk mencegah jatuh dan membentur pada tepi perabot yang tajam. Pertemuan dengan pengunjung, staff atau pasie yang menderita infeksi haarus dihindari. Penilaina kondisi pasien harus sering dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi yang tidak jelas, mengingat efek anti inflamasi dari kort ikosteroid dapat menyamarkan tanda-tanda umum infeksi dan inflamasi. Makanan yang tinggi protein, kalsium dan vitamin D harus dianjurkan untuk memperkecil kemungkinan pelisutan otot dan osteoporosis. Rjukan kepada ahli diet dapat membantu pasien untuk memilih jenis-jenis makanan dan lalori. Persiapan mengahadapi praoperatif Pasien dipersiapkan untuk menjalani adrenalektomi, jika diperlukan, dan untuk perawatan pasca operasi, jika sindrom cushing merupakan kosekuensi dari tumor hipofisis, tindakan hipofisektomi transfenoidalis dapat dilakukan. Siabetes mellitus dan ulkus peptikum umumnya terjadi pada pasien sindrom cushing, dengan demikian pelaksanaannya harus mencakup pemantauan kadar glukosa darah serta pemeriksaan darah dalam feses, serta intervensi yang tepat. Menganjurkan istirahat dan aktivitas Kelemahan, perasaan mudah lelah dan pelisutan otot akan menyulitkan penderita sindrom cushing dalam melaksanakan aktivitas yang normal, aktivitas yang ringan harus dianjurkan untuk mencegah komplikasi akibat imobilisasi dan meningkatkan rasa percaya diri. Insomnia sering turut menimbulkan rasa cepat lelah yang dikeluhkan pasien. Waltu istirahat perlu direncanakan dan diatur intervalnya sepanjang hari. Lingkungan yang tenang dan rileks untuk istirahat tidur harus diupayakan. Meningkatkan perawatan kulit Penigkatan perawatan kulit yang cermat untuk menghindari trauma pada kulit pasien yang rapuh. Penggunaan plester perlu dihindari karena dapat menimbulkan irirtasi kulit dan luka pad kulit yang rapuh ketika plaster itu dilepas. Daerah tonjolan tulang dan kulitnya harus sering diperiksa dan pasien danjurkan serta dibantu untuk mengubah posisi dehingga kerusakan kulit dapat dicegah. Memperbaiki citra tubuh Jika penyebab sindrom cushing dapat ditangani dengan baik, perubahan fisik lain yang penting juga akan menghilang pada saatnya. Meskipun demikian, akan sangat memmbagtu apabila pasien diberi penjelasan tentang dampak yang ditimbulkan oleh perubahan tersebut terhadap konsep diri dan hubungannya dengan orang lain. Kenaikan berat badan dan edema yang terlihat pada sindrom cushing dapat dimodifikasi dengan diet rendah karbohidrat rendah natrium. Asupan protein yang tinggi dapat mengurangi sebagian gejala lain yang mengganggu. Memperbaiki proses pikir Penjelasan kepada pasien dan anggota keluarga mengenai penyabab ketidak stabilan emosi amat penting dalam membantu mereka untuk mengatasi fluktuasi emosi, irritabilitas serta depresi yang terjadi. Perilaku psikotik dapat dapat dijumpai pada beberapa pasien dan harus dileporkan. Pasien dan anggota keluarga perlu didorong utuk mengungkapkan perasaannya. (Susanne c. smeltzer, buku ajar keperawatan medikal

bedah Brunner Suddart, Hal1331) EVALUASI Hasil yang diharapkan: 1.menurunkan resiko cedera dan infeksi a.Bebas fraktur atau cedera jaringan lunak. b.Bebas daerah ekimosis. c.Tidak mengalami kenaikan suhu, kemerahan, rasa nyeri ataupun tanda-tanda lain infeksi serta inflamasi. 2.meningkatkan partisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri. a.Merencanakan aktivitas perawatan dan latihan untuk memungkinkan periode istirahat. b. Melaporkan perbaikan perasaan sehat. c.Bebas komplikasi mobilitas. 3.mencapai/mempertahankan integritas kulit. a.Memiliki kulit yang utuh tanpa ada bukti adanya luka atau infeksi. b.Menunjukkan bukti berkurangnya edema pada ekstremitas dan badan. c.Mengubah posisi dengan sering dan memeriksa bagian kukit yang menonjol setiap hari. 4.mencapai perbaikan citra tubuh. a.Mengutarakan perasaan tentang perubahan penampilan, fungsi seksual dan tingkat aktivitas. b.Mengungkapkan kesadaran bahwa perubahan fisil merupakan akibat dari pemberian kortikosteroid yang berlebihan. 5.memperlihatkan perbaikan fungsi mental. 6.tidak adanya komplikasi. a.Memperlihatkan tanda-tanda vital serta berat badan yang normal serta bebas dari gejala krisis sddisonian. b.Mengidentifikasi tanda-tanda dan gejala hipofungsi korteks adrenal yang harus dilaporkan dan menyatakan tindakan yang akan diambil pada keadaan salit serta stress berat c.Mengidentifikasi strategi untuk memperkecil komlikasi sindrom cusing. d.Mematuhi anjuran untuk pemeriksaan tindakan lanjut. (Susanne c. smeltzer, buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner Suddart, Hal1331) BERDASARKAN PENYIMPANGAN KDM DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI YANG DIRENCANAKAN 1.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan muskuloskeletal, integumen, dan seksual reproduksi intervensi: Pertahankan lingkungan kondusif untuk membicarakan proses perubahan citra tubuh Diskusikan perasaan yang berhubungan dengan perubahan yang dialami oleh pasien Kaji pasien dengan mengidentifikasi dan mengembangkan kekuatan personal serta mekanisme koping untuk mengatasi masalah perubahan fisik Berikan informasi tentang kemungkinan dapat pulihnya gejala pada perubahan fisik. Kaji cara berpakaian untuk meningkatkan higiene personal, tindakan pemotongan bulu, rambut, pakaian yang menarik Hargai keinginan pasien untuk privacy

Bersikap sensitif terhadap kebutuhan. Buat waktu luang untuk setiap shift untuk mendengarkan secara aktif dan dukungan emosi Konsulkan kepada ahli keperawatan jiwa. Hasil yang diharapkan/evaluasi Membicarakan perasaan tentang perubahan dalam penampilan Mengungkapkan pengetahuan bahwa gejala kekambuhan akan terjadi dengan pengobatan Melakukan higiene harian Meningkatkan penampilan melalui penggunaan kosmetik yang bijaksana dan pakaian yang sesuai. 2.Potensial terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan respon imun intervensi: Pantau suhu tubuh dan tanda dan atau gejala infeksi lainnya setiap 4 jam Intruksikan pasien berbalik, batuk dan nafas dalamsetiap 2 jam sementara tirah baring Hindari proses invsif yang tidak diperlukan (pemasangan kateter urine) Gunakan tekhinik sterilketika menangani semua lesi kulit, slang drain, atau sisi pungsi intara vena Lakukan pemeriksaan kultur pada luka atau sekresiyang mencurigakan Pertahan kan status nutrisi yang adekuat Hindari penempatan pasien dalam ruangan dengan orang lain yang secara potensial dapat menulari pasien. Hindari personil dengan ispa atau infeksi lain untuk memberikan perawartan pada klien, pantau pengunjung terhadap tanda infeksi dan batasi sesuai kebutuhan , atau ajarkan cara mencucitangan dan menggunakan masker sebelum berkunjung Hasil yang diharapkan Suhu tubuh dalam batas normal; tidak terdapat infeksi pada integumen, pernafasan, dan sistem ginjal. 3.Potensial untuk terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan mudah rusaksnya kapiler atau penipisan kulit intervensi: Kaji terhada kemerahan atau kerusakanan kulit setiap 8 jam, bila pasien menjalanai tirah baring kaji setiap 4 jam Berikatan perawatan kulit perawatan kulit pada titik tekanan setiap 4 jam sesuai kebutuhan Gunakakan minyak atau solluision untuk air mandi, bilas dan keringkan dengan baik Hindari penggunaan sabun yang keras dan handuk yang kasar Baringkan pasien pada matras atau tempat anti decubitus Bantu dan berikan dorongan pasien untuk mengubah posisi dengan sering, ajarkan dan bantu pasien saaat melakukan rentang gerak, ambulasi sesering mungkin, instruksikan klien untuk hindari duduk lebih dari 1 jam. Hasil yang diharapkan / rasional: Kulit tetap ututh tanpa bukti-bukti kemerahan. 4.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan muskuloskeletal karena peningkatan katabolisme protein

intervensi : Biarkan pasien sesuai keiinginannya, gunakan pagar tempat tidur dan trapez diatas kepala Selingi aktivitas dengan waktu istirahat untuk membantu peningkatan toleransi Kaji dan berikan bantuan untuk ambulasi (alat bantu jalan, tulang) sesuai kebutuhan Antisipasi kebutuhan akan bantuan dengan aktivitas sehari-hari, berpakaian, toileting, memberikan makanan,memebrikan barang-barang, yang dibutuhkan dalam jangkauan yang mudah untuk diraihuntuk mengurangi penggunaan energi Batasi aktivitas sampai tingkat toleransi pasien. Hentikan aktivitas pada saat pertama kali terlihat tanda intoleran, Takikardi, dyspnea, kelelahan. Beilan dorongan untuk meningkatkan aktivitas sesuai toleransi, tetapi mencaribantuan bila terjadi gejala intoleran. Hasil yang diharapkan/evaluasi: Meningkatkan keiikut sertaan dalam perawatan diri dan aktivitas sehari-hari. Melaporkan berkurangnya perasaan kelemahan/ keletihan. 5.Perubahan proses berfikir berhubungan dengan kelebihan sekresi kortisol intervensi: evaluasi metode koping yang lalu dan saat ini. Berikan dorongan untuk membicarakan tentang perasaan kehilangan kontrol. Diskusikan reaksi yang melewati batas terhadap peristiwa dan metode untuk koping selanjutnya. Jelaskan bahwa lonjatan alam perasaan tersebut dapat diatasi dengan pengobatan. Ajarkan dan bantu dalam melakukan teknik relaksasi. Beikan lingkungan yang tenang, stabil da n tanpa stress. Konsisten dengan waktu dan saat melaukuan aktivitas dan prosedur. Batasi pengunjung sesuai dengan kepentingan. Cegah situasi yang dapat menyebabkan kemarahan emosisonal. Rencanakan perawatan dengan pasien antisipasi kebutuhan. Orientsikan pasien pada lingkungan sesuai kebutuhan. Jelaskan prosedur dengan lambat dan jelas, ulangi bila perlu. Hasil yang diharapkan/evaluasi: Pasien sadar dan berorintasi Membicarakan perasaan dengan mudah. Mengenali respon yang tidak sesuai terhadap situasi dan mebicarakan rencana untuk menagani respon tersebut. 6.Kelebihan volume cairan sehubungan dengan sekresi kortisol yang berlebihan menyebakan retensi air dan natrium intervemsi: pantau terhadap nilai-nilai elektrolit setiap 4 jam sampai 8 jam dan laporkan temuan abnormal pada dokter. Pantau madukan dan haluaran setiap 4 jam Timbang berat badan pasien setiap hari. Pada waktu yang sama, laporkan prningkatan berat badan.

Hindari masukan cairan yang berlebihan bila pasien mengalami hipernatremia. Pantau EKG terhadap abnormalitas yang berhubungan dengan ketidak seimbangan elektrolit, biasanya hipernatremia dan hiper kalemia. Pantau tekanan darah , nadi dan bunyi nafas setiap 4 jam laporkan perubahan yang signifikan dari nilai dasar pasien. Kaji area edema dependen. Berikan perawatan kulituntuk erea yang mengalami edema, balikkan dan ubah posisi setiap 2 jam. Pertahankan diet tinggi protein, tinggi kalium, rendah natrium, mengurangi kalori. Hasil yang diharapkan/evaluasi: Tanda-tanda vital dan elektrolit dalam batas normal untuk pasien, masukan dan haluaran seimbang, berat badan stabil dan dalam batas normal bagi pasien, tidak ada bukti adanya edema. 7.Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit, pengobatan dan perawatan diri. Intervensi: Jelaskan konsep dasar tentang penyakit . Diskusikan alasan terjadinya perubahan fisik dan emosional. Diskusikan dan berikan informasi tertulis tentang diiet rendah natrium. Jelaskan pentingnya mempertahankan lingkungan yang aman dan keseimbagan aktivitas dan istirahat. Ajarkan nama obat-obatan , dosis, waktu dan cara pemberian, tujuan, efek samping dan efek toksik. Jelaskan pelunya menghindari obat yang dijual bebas tanpa mengkonsultadikan dengan dokter. Tekankan pentingnya melakukan perawatan rawat jalan berkelanjutan. Hasil yang diharapkan/evaluasi: Pasien orang terdekat mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, perinsip perawatan dirumah dan perawatan tindak lanjut, dan rencanakan terapi radiasi atau operasi.