71
TESIS PEMBERIAN RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN (rhEPO) DAPAT MENCEGAH PENINGKATAN SUNBURN CELLS PADA EPIDERMIS MENCIT JANTAN YANG TERPAPAR SINAR ULTRAVIOLET B KRISTIAN SANJAYA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2 0 11

kristian sanjaya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: kristian sanjaya

TESIS

PEMBERIAN RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN (rhEPO) DAPAT MENCEGAH

PENINGKATAN SUNBURN CELLS PADA EPIDERMIS MENCIT JANTAN YANG TERPAPAR SINAR

ULTRAVIOLET B

KRISTIAN SANJAYA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2 0 11

Page 2: kristian sanjaya

TESIS

PEMBERIAN RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN (rhEPO) DAPAT MENCEGAH

PENINGKATAN SUNBURN CELLS PADA EPIDERMIS MENCIT JANTAN YANG TERPAPAR SINAR

ULTRAVIOLET B

KRISTIAN SANJAYA NIM 0890761014

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2 0 11

Page 3: kristian sanjaya

PEMBERIAN RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN (rhEPO) DAPAT MENCEGAH

PENINGKATAN SUNBURN CELLS PADA EPIDERMIS MENCIT JANTAN YANG TERPAPAR SINAR

ULTRAVIOLET B

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

KRISTIAN SANJAYA NIM 0890761014

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2 0 11

Page 4: kristian sanjaya

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 21 JUNI 2011

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof. dr. I. Gusti Made Aman, Sp FK

NIP 194612131971001 NIP 194606191976021001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof. Dr. dr. A.A. Raka Suwedi, Sp.S(K)

NIP 194612131971001 NIP 19590215985102001

Page 5: kristian sanjaya

TESIS INI TELAH DIUJI PADA

TANGGAL 14 JULI 2011

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

No.: 1125/UN14.4/HK/2011

Tanggal, 22 Juni 2011

Ketua: Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS

Anggota:

1. Prof. dr. I. Gusti Made Aman, Sp FK

2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp. And

3. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D

4. dr. A.A.A.N Susraini, Sp.PA

Page 6: kristian sanjaya

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha

Esa atas karuniaNya tesis ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini

perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS, pembimbing I yang dengan penuh

perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama

penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima

kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof. dr. I. Gusti Made Aman,

Sp FK, pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan

bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Suwedi, Sp.S(K) atas

kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program

Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini,

penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila,

Sp.And, FAACS, Ketua Program Studi Anti-Aging Medicine. Ungkapan terima kasih

penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr. dr. J. Alex

Pangkahila, MSc, Sp. And, Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D, dr. A.A.A.N

Susraini, Sp.PA, yang telah memberi masukan, saran, sanggahan, dan koreksi

sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus disertai

penghargaan kepada seluruh dosen yang telah membimbing penulis. Juga penulis

mengucapkan terima kasih kepada Ibu dan Ayah yang telah mengasuh dan

membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logic, dan suasana

demokratis sehingga tersipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada para staf administrasi Program

Page 7: kristian sanjaya

Pascasarjana Universitas Udayana, Laboratorium Biokimia dan Histologi Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, serta semua pihak yang telah membantu

tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmatnya kepada semua

pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada

penulis sekeluarga.

Page 8: kristian sanjaya

ABSTRAK

PEMBERIAN RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN (rhEPO) DAPAT MENCEGAH PENINGKATAN SUNBURN CELLS PADA

EPIDERMIS MENCIT JANTAN YANG TERPAPAR SINAR ULTRAVIOLET B

Sinar matahari mengandung ultraviolet yang dapat merusak kulit (photodamaged skin), dan bila kerusakan berakumulasi maka menjadi photoaging skin. Sinar ultraviolet terdiri dari UVA, UVB, dan UVC. Sinar UVB dapat langsung merusak DNA dan akhirnya terjadi apoptosis. Sinar UVB mengakibatkan apoptosis keratinosit epidermis yang disebut dengan sunburn cell. Beberapa growth factors berperan sebagai penghambat kerusakan kulit. Hormon eritropoietin telah dibuktikan dalam berbagai studi mempunyai peran sebagai sitoproteksi dan penghambat apoptosis berbagai jaringan, tetapi pengaruhnya pada kulit khususnya epidermis masih belum diketahui. Berdasarkan masalah tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bahwa hormon eritropoietin dapat mencegah peningkatan sunburn cell pada epidermis kulit yang dipapar sinar UVB. Rancangan penelitian ini adalah eksperimental pretest-posttest control group design. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Mencit (Mus musculus) jantan galur Balbc yang sesuai dengan kriteria eligibilitas sebanyak 24 ekor, dipapar sinar UVB (280-360 nm, dengan puncak 306 nm), 16 mJ/cm2, pada jarak 30 cm selama 90 detik setiap hari selama 3 hari berturut-turut, lalu secara randomisasi sederhana dipilih 8 ekor mencit yang dikorbankan untuk dibuat sediaan histologi kulit pewarnaan hematoxylin-eosin, dan selanjutnya dihitung jumlah sunburn cells sebagai data pretest. Enam belas ekor mencit dipilih secara randomisasi sederhana dan dimasukkan dalam kelompok kontrol, yang mendapat injeksi subkutan aquadest 0,1 ml, dan perlakuan, yang mendapat injeksi subkutan rhEPO 100 IU/kg BB 0,1 ml. Injeksi diberikan 4 kali dengan interval 3 hari dan sinar UVB diberikan setiap hari. Pada akhir perlakuan semua mencit dikorbankan untuk dibuat sediaan histologi kulit dan dihitung sunburn cells sebagai data posttest. Data dinyatakan sebagai rerata ± standar deviasi. Data dianalisis dengan uji t memakai program SPSS 17.0 for Windows dan bermakna bila p < 0,05. Rerata jumlah sunburn cells pretest 25,00 ± 4,85 ; posttest kontrol 50,83 ± 6,70 ; dan posttest perlakuan 31,5 ± 9,39 . Jumlah sunburn cells kelompok perlakuan lebih sedikit daripada kontrol dan berbeda bermakna (p=0,002). Jumlah sunburn cells kontrol meningkat bermakna (p=0,0001), sedangkan kelompok perlakuan meningkat tidak bermakna (p=0,189). Sinar UVB mengakibatkan apoptosis keratinosit melalui jalur intrinsik. Manifestasi kulit berupa kulit kering dan eritema, serta secara histologis tampak sunburn cells. Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) terbukti dapat mencegah peningkatan sunburn cells. Kemungkinan jalur mekanisme

Page 9: kristian sanjaya

antiapoptosis rhEPO adalah peningkatan NO, penghambatan caspase, atau peningkatan protein antiapoptosis. Jadi dapat disimpulkan rhEPO menghambat apoptosis keratinosit epidermis kulit yang terpapar sinar UVB. rhEPO diharapkan dapat menjadi pilihan terapi dalam anti-aging medicine untuk kasus photodamaged skin dan photoaging skin. Namun masih diperlukan kajian lebih mendalam tentang mekanisme antiapoptosis rhEPO pada kulit, dosis optimal, dan efek samping terapi. Kata kunci: ultraviolet B, recombinant human erythropoietin, sunburn cell

Page 10: kristian sanjaya

ABSTRACT

RECOMBINANT HUMAN ERYTHROPOIETIN (rhEPO) DECREASE SUNBURN CELLS OF ULTRAVIOLET B-INDUCED MALE MICE

EPIDERMIS

Ultraviolet of sunlight can cause photodamaged skin and its accumulation will become photoaging skin. Ultraviolet light consists of UVA, UVB, and UVC. UVB light directly damages DNA and causes apoptosis. UVB causes epidermal keratinocyte apoptosis which is called sunburn cell. Some of growth factors have role as skin damage inhibitor. Some studies have proved that erythropoietin hormone has role as cytoprotection and apoptosis inhibitor for several tissues, but its action to skin especially on epidermis is still unknown. This study finding that erythropoietin hormone aimed to prevent the increase of sunburn cell on epidermis that is induced by UVB. The study design was experimental pretest-posttest control group design. The study was done in Biochemistry and Histology Laboratory of Medical Faculty of Airlangga University Surabaya. Twenty four male mice strain Balbc were included and exposed to UVB (280-360 nm, peak 306 nm), 16 mJ/cm2, at 30 cm distance for 90 seconds for 3 consecutive days, eight mice were chosen by simple randomization and were sacrificed for hematoxylin-eosin skin histology preparat and then the amount of sunburn cells was counted as pretest data. Sixteen mice were chosen randomly and alocated as control group, those were injected 0.1 ml subcutaneous aquadest, and treatment group, those were injected 0,1 ml subcutaneous rhEPO 100 IU/kg body weight. Injection was given 4 times with 3 days interval and UVB everyday. All mice were sacrified on the end treatment and they were made skin histology preparat as posttest sunburn cells data. Data were performed as mean ± standard deviation. Statistical analysis used t test by SPSS 17.0 for Windows with significant value p<0.05. The mean of pretest sunburn cells 25,00 ± 4,85 ; control posttest 50,83 ± 6,70 ; dan treatment posttest 31,5 ± 9,39 . The amount of sunburn cells of treatment group was lower than control with significant difference (p=0,002). The amount of control sunburn cells significantly increased (p=0,0001), whereas treatment group unsignificantly increased (p=0,189). UVB cause keratinocyte apoptosis via intrinsic pathway. The skin manifestations were dry skin and erythematous, and histologic examination show sunburn cells. Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) prevent the increase the amount of sunburn cells. The possibilities mechanism of rhEPO antiapoptosis are NO production, caspase inhibition, or antiapoptosis protein increasing. It can be concluded rhEPO inhibits UVB-induced epidermal keratinocyte apoptosis. rhEPO can be a choice of therapy in anti-aging medicine for photodamaged and photoaging skin. It was needed further studies about rhEPO antiapoptosis mechanism to skin, optimal dose, and side effect of therapy. Keywords: ultraviolet B, recombinant human erythropoietin, sunburn cell

Page 11: kristian sanjaya

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM .................................................................................................... i

PRASYARAT GELAR .............................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ........................................................................... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................................... v

ABSTRAK ................................................................................................................ vii

ABSTRACT .............................................................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiv

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 5

1.4 Manfaat penelitian ............................................................................................. 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................... 6

2.1 Penuaan (Aging) dan Anti Penuaan (Anti Aging) ............................................... 6

2.2 Sinar Ultraviolet .................................................................................................. 8

2.3 Apoptosis ........................................................................................................ 10

2.4 Epidermis ........................................................................................................ 13

2.4.1 Struktur epidermis ........................................................................................... 13

Page 12: kristian sanjaya

2.4.2 Keratinosit .............................................................................................. 14

2.4.3 Sunburn cell ...................................................................................................... 15

2.5 Photodamaged dan photoaging skin ..................................................................... 16

2.6 Eritropoietin ........................................................................................................ 17

2.6.1 Struktur dan fungsi eritropoietin ..................................................................... 17

2.6.2 Reseptor eritropoietin ...................................................................................... 18

2.6.3 Recombinant human erythropoietin (rhEPO) ................................................... 20

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ........................................................................................................ 23

3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................................. 23

3.2 Konsep ........................................................................................................ 24

3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................................................ 25

BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................... 26

4.1 Rancangan Penelitian ......................................................................................... 26

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 27

4.2.1 Lokasi penelitian ............................................................................................. 27

4.2.2 Waktu penelitian ............................................................................................. 27

4.3 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. 27

4.4 Penentuan Sumber Data .................................................................................... 27

4.4.1 Populasi ........................................................................................................ 27

4.4.2 Sampel ............. ............................................................................................ 28

4.4.3 Teknik pengambilan sampel ........................................................................... 28

4.4.4 Besar sampel .................................................................................................... 28

4.4.5 Kriteria eligibilitas............................................................................................ 29

4.4.5.1 Kriteria inklusi ............................................................................................... 29

Page 13: kristian sanjaya

4.4.5.2 Kriteria eksklusi .............................................................................................. 30

4.4.5.3 Kriteria drop out .............................................................................................. 30

4.5 Variabel Penelitian .............................................................................................. 30

4.5.1 Jenis variabel .................................................................................................... 30

4.5.2 Definisi operasional variabel ............................................................................ 30

4.6 Bahan Penelitian.................................................................................................. 31

4.7 Instrumen Penelitian ........................................................................................... 32

4.8 Prosedur Penelitian ............................................................................................. 33

4.9 Analisis Data ........................................................................................................ 35

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................. 38

5.1 Data Kelompok Kontrol dan Perlakuan ............................................................. 38

5.1 Perbandingan Data Kelompok Kontrol dan Perlakuan ..................................... 39

BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................................... 40

6.1 Apoptosis Keratinosit oleh Sinar UVB ............................................................... 40

6.2 Recombinant human erytrhopoetin(rhEPO) sebagai Inhibitor Apoptosis ..... 41

6.3 Kegunaan dalam anti aging medicine ........................................................... 43

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 44

7.1 Simpulan ......................................................................................................... 44

7.2 Saran ....... ........................................................................................................ 44

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 45

LAMPIRAN ......... ..................................................................................................... 49

Page 14: kristian sanjaya

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perbandingan morfologi apoptosis dan nekrosis ............................... 11

Tabel 5.1 Rerata jumlah sunburn cells kelompok kontrol dan perlakuan .......... 38

Tabel 5.2 Perbandingan pretest kelompok kontrol dan perlakuan ..................... 39

Tabel 5.3 Perbandingan posttest kelompok kontrol dan perlakuan .................... 39

Page 15: kristian sanjaya

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Sel apoptotik ................................................................................ 12

Gambar 2.2 Mekanisme apoptosis ................................................................... 13

Gambar 2.3 Diagram struktur kulit .................................................................. 14

Gambar 2.4 Sinyal transduksi eritropoietin....................................................... 19

Gambar 3.1 Kerangka konsep ......................................................................... 24

Gambar 4.1 Skema rancangan penelitian ......................................................... 26

Gambar 4.2 Alur penelitian ............................................................................. 37

Gambar 5.1 Rerata pretest-posttest kelompok kontrol dan perlakuan ............... 38

Page 16: kristian sanjaya

DAFTAR SINGKATAN

DNA = Deoxy ribonucleic acid

eNOS = Endothelial nitric oxide synthase

EPO = Eritropoietin

iNOS = Inducible nitric oxide synthase

JAK = Janus-tyrosine kinase

MAPK = Mitogen-activated protein kinase

mRNA = Massenger ribo nucleic acid

NADPH = Nicotinamide adenine dinucleotide phosphate

NO = Nitric oxide

NOS = Nitric oxide synthase

PI3K = Phosphatydilinositol-3kinase

rhEPO = Recombinant human erythropoietin

STAT = Signal transducer and activator of transcription

UV = Ultraviolet

UVA = Ultraviolet A

UVB = Ultraviolet B

UVC = Ultraviolet C

VEGF = Vascular endothelial growth factor

Page 17: kristian sanjaya

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan paradigma antiaging medicine, penuaan dapat dideteksi lebih

dini, dicegah, diobati dan diperbaiki ke keadaan sebelumnya. Dengan konsep

antiaging medicine ini, setiap orang dapat tetap hidup sehat dan berada dalam kualitas

hidup yang optimal meskipun dengan pertambahan usia. Proses penuaan dapat

diperlambat, ditunda atau dihambat dan usia harapan hidup akan meningkat disertai

kesehatan dan kebugaran tubuh serta kualitas hidup yang baik.

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses

penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit dan berakhir dengan kematian. Di

antaranya adalah faktor radikal bebas, hormon yang berkurang, genetik, gaya hidup

tidak sehat, polusi lingkungan dan stres (Pangkahila, 2007). Salah satu faktor

lingkungan yang mengakibatkan penuaan adalah sinar matahari, yang dampaknya

mudah dikenali dalam bentuk penuaan kulit.

Sinar matahari mempunyai dampak positif dan negatif bagi kehidupan

manusia. Paparan sinar matahari secara terus-menerus dalam jangka lama membuat

kulit seperti terbakar. Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang bisa

merusak kulit (photodamaged skin). Akumulasi kerusakan kulit akibat sinar

ultraviolet menghasilkan photoaging skin sehingga mempercepat penuaan khususnya

Page 18: kristian sanjaya

kulit. Saat ini orang berupaya mengatasi masalah kerusakan kulit akibat sinar

ultraviolet sehingga photoaging skin dapat dicegah (Fisher, 2002).

Radiasi sinar ultraviolet (UV) berperan dalam proses penuaan. Sinar UV

terdiri dari UVA, UVB, dan UVC. Sinar UVA memicu terbentuknya senyawa radikal

bebas, berupa superoksida, radikal hidroksil, atau hidrogen peroksida. Senyawa

radikal bebas berikatan dengan DNA, protein, maupun lipid sehingga mengubah

struktur dan fungsi sel. Perubahan ini mengakibatkan kerusakan dan kematian sel.

Sinar UVB langsung merusak DNA. Sinar UVC tidak bisa sampai di permukaan

bumi meskipun efek destruktifnya lebih kuat daripada UVA dan UVB (Dröge, 2002).

Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan paparan sinar ultraviolet B. Kulit

adalah organ yang terpapar radiasi sinar UV. Penuaan kulit akibat sinar UV

menjadi masalah utama orang di tempat tropis. Photodamaged skin dapat

mengarah pada penuaan kulit (photoaging). Paparan sinar UV pada epidermis

mengakibatkan apoptosis (kematian sel terprogram) keratinosit.

Paparan kronis sinar UV menjadi salah satu faktor penuaan prematur dan

penyakit degeneratif kulit. Photoaging adalah proses akumulatif paparan sinar UV.

Kerusakan sel-sel kulit berupa inflamasi, apoptosis (kematian sel terprogram),

ataupun mutasi yang mengarah pada neoplasma. Apoptosis keratinosit dan sel

Langerhans terjadi akibat paparan sinar UV (Pradhan et al., 2008). Keratinosit yang

mengalami apoptosis disebut sunburn cell, yang dapat diamati dengan mikroskop

cahaya. Sunburn cell tampak berupa sel dengan inti sel terkondensasi dan sitoplasma

eosinofilik (Raj et al., 2006). Paparan sinar UVB menginduksi apoptosis keratinosit

Page 19: kristian sanjaya

aktivasi molekul proapoptotik caspase-3 (Mildner et al., 2002). Sinar UVB

mengakibatkan kematian sel melalui efeknya pada mutasi gen. Sinar UVB

menginduksi mutasi gen p53 sehingga terjadi karsinogenesis (Kranen et al., 1995).

Beberapa studi terakhir melaporkan peran growth factors dalam menghambat

kerusakan kulit (Raj et al., 2006). Eritropoietin (EPO) adalah salah satu growth factor

yang mempunyai efek noneritropoietik dalam menghambat kerusakan berbagai

jaringan selain efek eritropoietik. EPO menghambat apoptosis sel. Namun pengaruh

EPO dalam menghambat apoptosis keratinosit epidermis kulit akibat sinar UVB

masih belum diketahui. Eritropoietin (EPO) adalah hormon glikoprotein yang

menginduksi eritropoiesis dengan memicu proliferasi dan diferensiasi sel progenitor

eritroid sehingga terbentuk eritrosit baru. Beberapa studi terakhir melaporkan tentang

efek noneritropoietik EPO pada berbagai jaringan dan sel, seperti sistem

kardiovaskuler, saraf, dan ginjal. EPO memiliki peran perlindungan terhadap iskemia

jaringan. Perlindungan jaringan terjadi melalui mekanisme langsung dan tidak

langsung. Mekanisme langsung terjadi melalui aktivasi berbagai reaksi biokimia yang

mempunyai sifat antiapoptosis, antioksidatif, dan antiinflamasi terhadap hipoksia /

anoksia. Mekanisme tidak langsung terjadi melalui potensi angiogenik EPO sehingga

terjadi perbaikan suplai oksigen pada jaringan iskemik (Paschos et al., 2008). EPO

memiliki peran protektif terhadap kerusakan dan kematian sel serta perbaikan

jaringan. EPO meningkatkan ekspresi endothelial nitric oxide synthase (eNOS) dan

produksi nitric oxide (NO). Efek antiapoptosis NO adalah dengan mengurangi stress

oksidatif melalui penghambatan NADPH oxidase, modulasi ekspresi gen protektif

Page 20: kristian sanjaya

yaitu heat shock protein 70 (HSP 70) dan Bcl-2, dan penghambatan aktivasi caspase-

3/caspase-8 melalui S-nitrosylation (Burger et al., 2006). Peran EPO sebagai

antiapoptosis dibuktikan dengan studi oleh Sharples et al. (2004) bahwa EPO

mencegah aktivasi caspase-3, -8, -9 dan mengurangi sel yang apoptosis. EPO

mengurangi fragmentasi DNA dan mencegah aktivasi caspase-3 dengan

meningkatkan protein antiapoptosis yaitu Bcl-XL dan XIAP.

Studi tentang peran recombinant human EPO (rhEPO) pada kulit melaporkan

bahwa rhEPO mempercepat penyembuhan luka kulit mencit diabetes. Angiogenesis

dapat mempercepat penyembuhan luka melalui peningkatan suplai darah.

Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) menstimulasi angiogenesis melalui

induksi vascular endothelial growth factor (VEGF) dan proliferasi endotel vaskuler

(Galeano et al., 2004). rhEPO mempercepat pembentukan jaringan granulasi sehingga

mempercepat penyembuhan luka. Ikatan EPO dan reseptor EPO mempunyai

hubungan dengan kadar inducible nitric oxide synthase (iNOS) di jaringan granulasi.

Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) mempunyai efek pada perbaikan kulit

melalui NO (Haroon et al., 2003). Peran rhEPO sebagai penghambat kerusakan

epidermis kulit akibat sinar UV membutuhkan pembuktian lebih lanjut. Penelitian ini

dirancang dengan menggunakan hewan coba mencit yang dipapar sinar UVB sebagai

model photodamaged skin dan diberikan recombinant human EPO (rhEPO).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

Page 21: kristian sanjaya

Apakah pemberian recombinant human erythropoietin (rhEPO) dapat

mencegah peningkatan sunburn cells pada epidermis mencit jantan yang terpapar

sinar ultraviolet B ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bahwa pemberian recombinant human erythropoietin

(rhEPO) dapat mencegah peningkatan sunburn cells pada epidermis mencit jantan

yang terpapar sinar ultraviolet B.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat ilmiah:

Memberikan pengetahuan tentang efek pemberian hormon eritropoietin pada

kerusakan dan penuaan kulit.

Manfaat aplikasi:

Memberikan informasi tentang pilihan terapi pada kasus photodamaged skin

dan penuaan kulit dengan hormon eritropoietin.

Page 22: kristian sanjaya

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penuaan (Aging) dan Anti Penuaan (Anti Aging)

Setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh tidak

dapat berkembang lagi. Sebaliknya terjadi penurunan akibat proses penuaan. Pada

umumnya menjadi tua dianggap hal yang lumrah sehingga semua masalah yang

muncul dianggap memang seharusnya dialami. Padahal terdapat banyak faktor yang

berpengaruh terhadap proses penuaan. Faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi faktor

internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, hormon

yang berkurang, dan genetik. Faktor eksternal yang utama adalah pola hidup yang

tidak sehat, polusi lingkungan dan stres. Faktor-faktor ini dapat dicegah, diperlambat

bahkan mungkin dihambat sehingga kualitas hidup dapat dipertahankan. Lebih jauh

lagi usia harapan hidup dapat lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik

(Pangkahila, 2007).

Usia harapan hidup yang lebih panjang disertai kualitas hidup yang optimal

inilah konsep baru dari ilmu kedokteran anti penuaan atau Anti Aging Medicine

(AAM). AAM ini didefinisikan sebagai bagian ilmu kedokteran yang didasarkan

pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk

melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan semula

berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang

bertujuaan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dengan definisi AAM

Page 23: kristian sanjaya

tersebut, tampak bahwa terdapat paradigma yang baru. Yakni di antaranya manusia

bukanlah orang terhukum yang terperangkap dalam takdir genetik dan penuaan dapat

dianggap sama dengan penyakit yang dapat dicegah, diobati bahkan dikembalikan ke

keadaan semula (Pangkahila, 2007).

Dengan mengingat faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses penuaan,

dapatlah ditentukan faktor mana yang perlu dihindari atau diatasi sehingga proses

penuaan dapat dicegah atau dihambat. Bermodalkan kesadaran tentang pentingnya

menjaga kesehatan dan menghindari berbagai faktor penyebab proses penuaan

dilengkapi dengan pengobatan, masyarakat memiliki kesempatan untuk hidup lebih

sehat dan berusia lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat proses penuaan

antara lain adalah menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan pola hidup sehat

meliputi berolahraga teratur, makanan sehat dan cukup, atasi stres; jangan merasa

sehat dan normal hanya karena tidak ada keluhan serius; melakukan pemeriksaan

kesehatan berkala yang diperlukan dan disesuaikan dengan kondisi; menggunakan

obat dan suplemen yang diperlukan sesuai petunjuk ahli untuk mengembalikan fungsi

berbagai organ tubuh yang menurun. Namun, terdapat pula hambatan atau kesulitan

melakukan upaya menghambat proses penuaan, antara lain karena lingkungan tidak

sehat, pengetahuan rendah dan budaya yang tidak benar (Pangkahila, 2007).

Page 24: kristian sanjaya

2.2 Sinar Ultraviolet

Sinar ultraviolet adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang

lebih pendek dari cahaya tampak tetapi lebih panjang dari sinar X, dengan rentang

10-400 nm, energy 3-124 eV. Sinar UV ditemukan pada sinar matahari. Radiasi UV

dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu: Pertama, UVC dengan panjang gelombang

yang terpendek, yaitu 100-290 nm. Tidak ada panjang gelombang yang lebih pendek

dari 290 nm yang mencapai permukaan bumi, terutama disebabkan oleh filtrasi oleh

lapisan ozone. Kedua, UVB (290-320 nm) yang mencapai pemukaan bumi dan

bertanggung jawab terhadap atas sebagian besar terjadinya fotobiologi pada kulit.

Ketiga, UVA (320-400 nm) yang mampu melewati kaca jendela dan dibagi menjadi

UVA1 (340-400 nm) dan UVA2 (320-340 nm). Menipisnya lapisan stratosfer dari

ozone mengakibatkan semakin banyak jumlah radiasi UVB yang mencapai

permukaan bumi yang selanjutnya menimbulkan efek langsung terhadap kesehatan

manusia. Paparan ultraviolet ini memegang peranan penting terhadap terjadinya

penuaan dini kulit (Rigel et al., 2004).

Sinar UVC merusak DNA lebih berat daripada UVB, meskipun lebih

potensial daripada UVB namun UVC banyak diserap atmosfer dan tidak mencapai

permukaan bumi. Sinar UVB merusak sel melalui efek langsung kerusakan DNA dan

induksi apoptosis. Sinar UVB memicu multimerisasi Fas death receptors, yang

memicu pengaktifan caspase-8. Sinar UVB pada keratinosit menstimulasi fosforilasi

dan stabilisasi p38 mitogen-activated protein kinase (MAPK), yang terjadi dalam 2

jam paparan UVB, dan memulai aktivasi caspase. Peroksidasi lipid dan produksi

Page 25: kristian sanjaya

radikal oksidatif terjadi setelah paparan UVB. Sinar UVA mempunyai potensi lebih

rendah dalam merusak sel. Sinar UVA mengakibatkan pembentukan radikal oksidatif.

Stres oksidatif ini yang merusak sel (Raj et al., 2006).

Paparan sinar UVA dengan berbagai dosis mengakibatkan peningkatan

jumlah sunburn cells sesuai dengan peningkatan dosis. Kelompok kontrol dengan

UVA 0,43-1,25 J/cm2 terdapat peningkatan jumlah sunburn cells dan mencapai

puncak dengan 35 sunburn cells /cm epidermis pada 1,25 J/cm2. Pada 1,75 J/cm2

jumlah sunburn cells berkurang dan pada 2,5-5 J/cm2 terjadi nekrosis (Garmyn et al.,

1989). Paparan lampu UV dengan panjang gelombang >295 nm pada mencit tanpa

bulu dan dengan bulu selama 30, 60, 90, dan 120 detik mengakibatkan eritema pada

paparan selama 90 detik. Eritema pada mencit tanpa bulu lebih tampak jelas

dibandingkan mencit dengan bulu (Fox dan Lewis, 1979). Studi tentang paparan

UVB (290-330 nm) dengan keluaran energi 0,7 mW/cm2, jarak 30 cm, kekuatan

radiasi 8, 16, 24, 32 mJ/cm2; pada keratinosit in vitro, melaporkan bahwa apoptosis

keratinosit terjadi pada radiasi 16 mJ/cm2. Apoptosis terjadi melalui induksi aktivitas

caspase-3. Pemberian hepatocyte growth factor/scatter factor dapat menghambat

apoptosis ini (Mildner et al., 2002).

Lampu UV dengan emisi UVB (280-320 nm, 75-80% energi total) dan UVA

(320-375 nm, 20-25% energi total), 30 mJ/cm2, pada mencit tanpa bulu

mengakibatkan eritema, apoptosis, dan pembentukan sunburn cells. Radiasi 30

mJ/cm2 adalah rentang paparan UV normal pada manusia. Dosis UV 40 mJ/cm2 pada

manusia menghasilkan efek eritema (Lu et al., 2000). Lampu UV (270-440 nm)

Page 26: kristian sanjaya

dengan emisi dominan 312 nm menghasilkan penetrasi kulit lebih dalam daripada UV

gelombang pendek (254 nm). Paparan lampu UV (UVA 315-400nm dan UVB 280-

315 nm), 2,2 J/m2/detik pada jarak 20 cm, pada mencit menghasilkan efek

tumorigenik lebih besar daripada UV gelombang pendek (254 nm), 1,2 J/m2/detik,

pada jarak 50 cm (Kodama et al., 1984). Delapan lampu UV (UVB 280-320 nm, 75-

80% energi total dan UVA 320-375 nm, 20-25% energi total), dengan radiasi UVB

180 mJ/cm2, pada jarak 43,2 cm, selama 130-160 detik setiap hari sampai 10 hari,

dapat menginduksi tumor kulit mencit (Wang et al., 1992).

2.3 Apoptosis

Apoptosis adalah kematian sel terprogram. Apoptosis terjadi dalam kondisi

fisiologis dan patologis. Apoptosis fisiologis terjadi selama proses perkembangan

dan penuaan, serta sebagai mekanisme homeostasis populasi sel. Apoptosis juga

berguna sebagai mekanisme pertahanan seperti pada reaksi imun atau kerusakan sel

oleh penyakit atau bahan toksik dan berbahaya (Elmore, 2007).

Perubahan morfologi sel apoptotik dapat diamati dengan mikroskop cahaya

atau mikroskop elektron. Dengan mikroskop cahaya, sel tampak mengkerut dan

piknosis. Piknosis adalah kondensasi kromatin dan ini menjadi karakteristik

apoptosis. Ukuran sel mengecil, sitoplasma tampak padat, dan organel-organel

tampak berkumpul dan padat. Dengan pemeriksaan histologi pewarnaan hematoxylin

eosin, sel apoptotik tampak tampak sebagai massa bundar atau oval, sitoplasma

eosinofilik gelap, dan fragmen kromatin inti berwarna ungu gelap. Tampak

Page 27: kristian sanjaya

penonjolan sitoplasma yang disebut badan apoptotik, dengan membran sel yang utuh

(Gambar 2.2). Proses pembentukan badan apoptotik yang diikuti karyorrhexis disebut

budding. Selanjutnya sel apoptotik difagositosis oleh makrofag. Selama proses

apoptosis tidak ada reaksi inflamasi karena sel apoptotik tidak melepaskan isi sel ke

ruang interstisial, segera difagositosis, dan sel fagosit (makrofag) tidak menghasilkan

sitokin inflamasi (Elmore, 2007).

Kematian sel dapat terjadi melalui proses nekrosis selain apoptosis. Oncosis

adalah proses menuju nekrosis dengan manifestasi karyolisis dan cell swelling.

Nekrosis adalah proses pasif dan tidak terkendali yang melibatkan seluruh bagian sel.

Nekrosis menghasilkan reaksi inflamasi sedangkan apoptosis tanpa reaksi inflamasi

(Elmore, 2007).

Tabel 2.1 Perbandingan morfologi apoptosis dan nekrosis (Elmore, 2007) Apoptosis Nekrosis

Sel tunggal atau kelompok kecil sel Banyak sel dan menyebar Sel mengkerut (shrinkage) dan konvolusi

Sel membengkak (swelling)

Piknosis dan karyorrhexis Karyolisis, piknosis, dan karyorrhexis Membran sel utuh Membran sel pecah Sitoplasma berada di badan apoptotik Sitoplasma tersebar keluar sel Tanpa inflamasi Dengan inflamasi

Page 28: kristian sanjaya

Gambar 2.1 Sel apoptotik (Elmore, 2007)

Apoptosis adalah proses yang ireversibel. Ketika caspase sudah teraktivasi,

sel mengalami kematian dan difagositosis. Mekanisme apoptosis melalui jalur

ekstrinsik (jalur reseptor kematian = death receptor pathway) dan jalur intrinsik (jalur

mitokondria = mitochondrial pathway). Jalur ekstrinsik dan intrinsik mempunyai

ujung yang sama yaitu jalur eksekusi. Jalur eksekusi berupa pengaktivan caspase 3

(Elmore, 2007).

Caspase adalah proenzim yang berada dalam kondisi inaktif, yang menjadi

aktif selama proses apoptosis. Caspase utama yang telah diidentifikasi yaitu inisiator

(caspase-2, -8, -9, -10), efektor atau eksekutor (caspase-3, -6, -7), dan inflamator

(caspase-1, -4, -5). Caspase memiliki aktivitas proteolitik yang dapat memecah

protein (Elmore, 2007).

Page 29: kristian sanjaya

Gambar 2.2 Mekanisme apoptosis (Kumar et al., 2005)

Pengaturan dan pengendalian apoptosis dilakukan oleh protein keluarga Bcl.

Protein-protein keluarga Bcl bersifat proapoptotik dan antipoptotik. Kelompok

proapoptotik terdiri dari Bcl-10, Bax, Bak, Bid, Bad, Bim, Bik, dan B1k. Kelompok

antiapoptotik terdiri dari Bcl-2, Bcl-x, Bcl-XL, Bcl-XS, Bcl-w, BAG (Elmore, 2007).

2.4 Epidermis

2.4.1 Struktur epidermis

Kulit terdiri dari 3 lapisan berturut-turut dari luar ke dalam yaitu epidermis,

dermis, dan hipodermis (subkutan). Epidermis terdiri dari 5 lapisan berturut-turut dari

luar ke dalam yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum spinosum, stratum

Page 30: kristian sanjaya

granulosum, dan stratum basalis. Epidermis adalah struktur yang dinamis dimana

95% tersusun oleh keratinosit yang terdiferensiasi. Sel-sel lain pada epidermis yaitu

melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel. Melanosit adalah sel penghasil melanin,

yaitu pigmen kulit. Sel Langerhans memiliki fungsi imunologis dan sel Merkel

berperan pada persepsi sensoris (Edmondson et al., 2003).

Gambar 2.3 Diagram struktur kulit (Edmondson et al., 2003)

2.4.2 Keratinosit

Keratinosit berperan dalam pertumbuhan epidermis. Keratinosit mengalami

proses diferensiasi dimulai dari basal menuju permukaan kulit. Proses ini pada

manusia membutuhkan waktu 2-4 minggu. Diferensiasi di basal melibatkan cross-talk

antara sel dermis dan epidermis melalui growth factors. Pada lapisan basal terdapat 3

jenis keratinosit, yaitu sel punca (stem cells), transit-amplifying cells, dan postmitotic

differentiating cells. Sel punca adalah sumber keratinosit dengan potensi proliferasi

tinggi. Sel punca menjadi transit-amplifying cells, yang selanjutnya menjadi

Page 31: kristian sanjaya

postmitotic differentiating cells. Proliferasi keratinosit hanya ditemukan di stratum

basalis (Edmondson et al., 2003).

Keratinosit mengalami apoptosis sebagai akibat akumulasi mutasi atau

kerusakan genetis karena radiasi sinar UV atau kerusakan oksidatif. Sinar UVB (290-

320 nm) dengan dosis 200-700 J/m2 menginduksi apoptosis pada periode 24-48 jam,

melalui proses depolarisasi mitokondria, pelepasan sitokrom c, dan aktivasi berbagai

caspase (caspase-3, -8, -9). UVB memicu multimerisasi reseptor kematian Fas (Fas

death receptor), sehingga mengaktivasi caspase-8 dan pemecahan Bid. Apoptosis

keratinosit oleh sinar UV melibatkan membrane-based signaling dan kerusakan DNA

(Raj et al., 2006).

2.4.3 Sunburn cell

Sunburn cell adalah keratinosit yang mengalami apoptosis. Sunburn cell bisa

diamati dengan mikroskop cahaya menggunakan pewarnaan rutin hematoxylin-eosin.

Sunburn cell tampak berupa nukleus terkondensasi atau tanpa nukleus (absen) dan

sitoplasma eosinofilik. Paparan akut UVB mengakibatkan keratinosit mengalami

diskeratotik scattered sehingga menjadi sunburn cells (Raj et al., 2006).

Pembentukan sunburn cells bergantung pada dosis dan panjang gelombang sinar UV.

Sinar UVC (254 nm) dan UVB (290-320 nm) menginduksi pembentukan sunburn

cells, sedangkan UVA (320-400 nm) sendiri memiliki efek minimal atau hampir tidak

ada (Garmyn et al., 1989).

Page 32: kristian sanjaya

2.5 Photodamaged dan photoaging skin

Sinar UV dari matahari merusak kulit manusia (photodamaged skin) dan

mengakibatkan penuaan dini kulit (photoaging). Proses penuaan ini adalah akumulasi

paparan matahari dan lebih sering terjadi pada individu dengan warna lebih terang.

Radiasi sinar UV mempengaruhi proses seluler dan perubahan molekul, seperti

reseptor permukaan sel, jalur transduksi sinyal protein kinase, faktor transkripsi, dan

enzim-enzim yang berfungsi dalam sintesis dan degradasi protein dermis. Radiasi

sinar UV menghasilkan spesies oksigen reaktif yang bereaksi dengan komponen sel

yaitu DNA, protein, dan lipid. Modifikasi komponen sel mengganggu fungsi sel

sehingga mengarah pada kematian sel (Fisher et al., 2002).

Paparan sinar UV menstimulasi pembentukan hidrogen peroksida (H2O2),

senyawa radikal bebas yang menghasilkan kerusakan sel lebih sedikit bila

dibandingkan superoksida. Studi pada kulit manusia dan keratinosit menunjukkan

bahwa radiasi UV dalam waktu 15 menit meningkatkan H2O2, dan berlanjut

terakumulasi sampai 60 menit setelah paparan UV. Hidrogen peroksida dapat

berubah menjadi spesies oksigen reaktif jenis lain yaitu radikal hidroksil dan oksigen

tunggal. Keratinosit mengekpresikan NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide

phosphate) oksidase, enzim yang menghasilkan H2O2, akibat paparan UV. Aktivitas

NADPH oksidase meningkat 2 kali dalam 20 menit paparan sinar UV (Fisher et al.,

2002).

Page 33: kristian sanjaya

2.6 Eritropoietin

2.6.1 Struktur dan fungsi eritropoietin

Eritropoietin (EPO) adalah hormon glikoprotein; 30,4kDa; yang dihasilkan

sebagai respons terhadap hipoksia. Sekitar setengah berat molekul EPO terdiri dari

karbohidrat. EPO mengandung rantai glikosilasi termasuk 3 N-linked dan 1 O-linked

rantai samping oligosakarida asidik. Posisi glikosilasi N-linked terjadi pada residu

aspartil 24, 38, dan 83, sedangkan glikosilasi O-linked pada Serine126. Tiga rantai N-

glycan EPO manusia mengandung struktur tetra-antennary dengan atau tanpa unit

pengulangan N-acetyllactosamine. Rantai gula O-linked tersusun dari Gal-Ga1NAc

dan asam sialik. Produksi dan sekresi EPO matur juga bergantung pada integritas

rantai N-linked dan O-linked. Gen EPO terletak di kromosom 7, sebagai single copy

regio 5,4 kb genom DNA, dan mengkode rantai polipeptida dengan 193 asam amino.

Selama produksi dan sekresi EPO, terjadi pemecahan 27 asam amino hydrophobic

secretory leader pada ujung amino, sehingga dihasilkan peptida 166 asam amino.

Arginin ujung karboksi pada posisi 166 dihilangkan pada EPO matur dan

recombinant human EPO (rhEPO) sehingga menjadi 165 asam amino yang berada di

sirkulasi. Rantai glikosilasi sangat penting untuk fungsi biologis EPO dan dapat

melindungi EPO dari degradasi oleh radikal bebas (Maiese et al., 2008).

Eritropoietin adalah sitokin yang dapat berfungsi endokrin, parakrin, atau

otokrin. Eritropoietin pada orang dewasa dihasilkan 90% di ginjal, oleh sel intersisial

peritubuler, termasuk jenis fibroblas tipe II, yang terletak dekat basis tubulus

proksimal di bagian dalam korteks ginjal dan bagian luar medula ginjal. Eritropoietin

Page 34: kristian sanjaya

juga dihasilkan 10% di hati, oleh hepatosit dan sel Kupffer. Eritropoietin pada fetus

dihasilkan terutama oleh hati, dan segera sesudah lahir beralih oleh ginjal. Fungsi

utama eritropoietin adalah mengaktivasi eritropoiesis. Eritropoietin menstimulasi sel

progenitor eritroid menjadi eritrosit dan mengaktivasi diferensiasinya. mRNA

eritropoietin meningkat mencapai maksimum sesudah terinduksi 4 - 8 jam dari

kondisi hipoksia (Fandrey, 2004).

Beberapa penelitian melaporkan fungsi eritropoietin selain untuk eritropoiesis.

Eritropoietin berperan dalam sitoproteksi ( Paschos et al., 2008 ). Reseptor

eritropoietin ditemukan juga di ginjal, otak, retina, jantung, paru, otot polos, dan

testis. Pengaruh eritropoietin pada ginjal bersifat parakrin. Eritropoietin dapat bersifat

renoprotective, dengan menghambat iskemia ginjal akut. Eritropoietin bersifat

cardioprotective, dengan mengurangi ukuran infark dan memicu pembentukan

pembuluh darah ketika terjadi iskemia jantung. Eritropoietin bersifat neuroprotective,

baik di sistem saraf pusat maupun saraf tepi (Schirer, 2007).

2.6.2 Reseptor eritropoietin

Reseptor EPO selain di sel progenitor eritroid juga ditemukan di jantung,

vaskuler, saraf, testis, uterus, ginjal, otot, dan kulit, Reseptor EPO adalah protein

yang terdiri dari domain ekstraseluler, transmembran, dan intraseluler. Ikatan EPO

dengan reseptor EPO menginduksi fosforilasi pada tyrosine domain intraseluler.

Proses ini mengawali intracellular signaling cascade yang mengatur ekspresi gen

untuk cell survival, proliferasi, dan diferensiasi (Lapin, 2003; Smith et al., 2003).

Page 35: kristian sanjaya

Reseptor EPO mengaktifkan Janus-tyrosine kinase 2 (Jak2) melalui fosforilasi.

Aktivasi Jak2 mengakibatkan aktivasi protein signal transducer and activator of

transcription (STAT). STAT bergerak ke nucleus dan berikatan dengan area

promoter DNA spesifik untuk memulai transkripsi gen. Jalur ini diperlukan untuk

efek sitoproteksi EPO selama stres oksidatif. Aktivasi STAT dapat melindungi sel

dari proses apoptosis. Jak2 juga mengaktivasi Phosphatydilinositol-3 Kinase (PI3K)

sehingga menghambat apoptosis (Smith et al., 2003; Maiese et al., 2008).

Gambar 2.4 Sinyal transduksi eritropoietin (Smith et al., 2003)

Page 36: kristian sanjaya

2.6.3 Recombinant human erythropoietin (rhEPO)

Recombinant human EPO telah digunakan bertahun-tahun sebagai terapi

untuk anemia dengan berbagai penyebab. Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO)

juga mampu mengurangi kebutuhan transfusi selama pembedahan. rhEPO diberikan

secara intravena (Weiss, 2003). Pemberian rhEPO secara subkutan juga

menunjukkan efektivitas yang sama dibandingkan secara intravena, dan telah menjadi

pedoman di Eropa dan Amerika Serikat. Dosis rhEPO yang digunakan adalah 150

IU/kg BB sebanyak 2-3 kali per minggu. Pemberian rhEPO 2 kali atau 3 kali per

minggu menunjukkan efikasi dan toleransi yang baik dibandingkan 1 kali per

minggu. Meskipun terapi rhEPO dosis tinggi menunjukkan manfaat dan aman tetapi

untuk penggunaan jangka panjang sebaiknya dengan dosis rendah untuk mencegah

efek samping rhEPO (Weiss, 2001).

Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) meningkatkan jumlah eritrosit,

trombosit, leukosit, kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan mean arterial pressure

(MAP). rhEPO mempunyai risiko peningkatan viskositas darah, hipertensi, dan

kondisi hiperkoagulasi. rhEPO berpotensi meningkatkan thrombosis dengan

meningkatkan pembentukan thrombin, faktor von Willebrand, Ca2+ uptake dan

penyimpanan Ca2+ dalam trombosit, menurunkan protein C dan S, mengurangi waktu

perdarahan sebelum efek perbaikan anemia. Recombinant human erytrhopoetin

(rhEPO) meningkatkan jumlah trombosit 10-20%. Pemberian rhEPO 100 U/kg BB

atau 500 U/kg BB pada pria dewasa sehat dapat mengaktivasi endotel vaskuler,

melalui peningkatan prosentase P-selectin dan CD-36 positive platelet, serta soluble

Page 37: kristian sanjaya

E-selectin. Peningkatan soluble E-selectin bergantung dosis rhEPO, dimana

peningkatan >100% pada kelompok rhEPO 500 U/kg BB (Smith et al., 2003).

Pemberian rhEPO 1000 U/kg BB subkutan 2 kali/minggu selama 14 hari pada mencit

meningkatkan jumlah eritrosit, lekosit, trombosit, hematokrit, hemoglobin, serta

enzim superoxide dismutase sitosol (SOD1) aorta (d’Usio et al., 2010).

Hipertensi timbul atau bertambah berat pada 20-30% penderita penyakit

ginjal yang diterapi rhEPO. Peningkatan tekanan darah pada penderita dialysis

tampak 2 minggu sampai 4 bulan sesudah terapi rhEPO. Penderita hipotensi

mengalami peningkatan tekanan darah 10% sesudah memulai terapi rhEPO.

Hipertensi terjadi kemungkinan karena peningkatan viskositas darah, reaktivitas

vaskuler, pelepasan katekolamin, aktivasi sistem renin-angiotensin (Smith et al.,

2003).

Beberapa studi membuktikan efek rhEPO pada kulit. Dosis rhEPO 400 U/kg

dalam 100 μl sc mempercepat penyembuhan luka pada kulit mencit dengan genetik

diabetes. rhEPO meningkatkan VEGF dan ekspresi CD31, yang menunjukkan

mekanisme angiogenesis pada penyembuhan luka (Galeano et al., 2004). Studi

tentang efek rhEPO intraperitoneal selama 12 hari pada penyembuhan luka

menunjukkan bahwa rhEPO dengan dosis rendah berulang, 400 U/kg BB/hari, atau

dosis tinggi tunggal, 5000 U/ kg BB, mempercepat epitelialisasi luka dan

menginduksi maturasi jaringan mikrovaskuler baru. Pemberian rhEPO dengan dosis

tinggi berulang, 5000 U/kg BB/hari, justru menghambat proses penyembuhan luka

sebab jumlah eritrosit berlebihan dan malfungsi reologi (Sorg et al., 2009). Pemberian

Page 38: kristian sanjaya

rhEPO 600 U/ml dan 3000 U/ml secara topikal selama 12 hari meningkatkan densitas

mikrovaskuler, vascular endothelial growth factor (VEGF), hydroxyproline, dan

mengurangi apoptosis melalui peningkatan Bcl-XL pada proses penyembuhan luka

(Hamed et al., 2010). rhEPO 150 IU/kg BB subkutan pada penderita sklerosis

sistemik dengan ulkus kulit, 3 kali/minggu selama 2 minggu pertama, 2 kali/minggu

selama 2 minggu kedua, dan 1 kali/minggu selama 2 minggu ketiga, mempercepat

penyembuhan luka dan memperbaiki kualitas hidup (Ferri et al., 2007).

Page 39: kristian sanjaya

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Sinar UVB merusak sel melalui efek langsung kerusakan DNA dan

mengakibatkan apoptosis keratinosit. Proses apoptosis berlangsung melalui

depolarisasi mitokondria, pelepasan sitokrom c, dan pengaktifan caspase. Sinar UVB

memicu pengaktivan caspase-8. Sinar UVB juga memicu pembentukan lipid

peroksida dan radikal bebas.

Keratinosit sebagai penyusun epidermis mengalami kerusakan dan kematian

akibat paparan sinar UVB, yang tampak sebagai sunburn cell yaitu keratinosit

mengkerut dan piknosis. Sunburn cells tampak sebagai massa bundar atau oval,

sitoplasma eosinofilik gelap, dan fragmen kromatin inti berwarna ungu gelap.

Akumulasi kerusakan dan kematian keratinosit mengakibatkan photodamaged skin,

dan bila berlangsung terus-menerus menjadi photoaging skin. Penghambatan

apoptosis keratinosit dapat mencegah photodamaged skin dan pada akhirnya dapat

mencegah photoaging skin.

Hormon eritropoietin (EPO) adalah hormon glikoprotein yang mempunyai

fungsi eritropoietik dan noneritropoietik. Fungsi eritropoietik bermanfaat untuk

pembentukan eritrosit, sedangkan fungsi noneritropoietik bermanfaat untuk

antiapoptosis dan sitoproteksi. Reseptor EPO (EPO-R) terdapat di berbagai sel.

Page 40: kristian sanjaya

Recombinant human erytrhopoetin (rhEPO) adalah bentuk rekombinan hormon

EPO, yang dapat berikatan dengan reseptor EPO yang berada di membran sel.

Ikatan rhEPO dan EPO-R menghasilkan sinyal transduksi yang dapat meningkatkan

ekspresi gen NOS sehingga produksi NO meningkat. NO adalah mediator yang

berperan pada fungsi sel. NO dapat menghambat apoptosis (program kematian sel)

melalui penghambatan protein proapoptotik (Bax, Bak, Bid, caspase) dan atau

peningkatan antiapoptotik (Bcl-2, Bcl-XL).

3.2 Konsep

Sunburn cell ↓

Photodamaged skin ↓

Gambar 3.1 Kerangka konsep

Faktor internal: Genetik

Sinar UVB

= Aktivasi = Inhibisi

Epidermis mencit

rhEPO

Keratinocyte apoptosis- induced UVB (pada mencit)

Page 41: kristian sanjaya

3.3 Hipotesis Penelitian

Pemberian recombinant human erythropoietin (rhEPO) dapat mencegah

peningkatan sunburn cells pada epidermis mencit jantan yang dipapar sinar

ultraviolet B.

Page 42: kristian sanjaya

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental pretest-

posttest control group design (Pocock, 2008).

P0 R O1 O2

P S Kelompok P1

O3 O4

Gambar 4.1 Skema rancangan penelitian

Keterangan:

P = Populasi

S = Sampel

R = Randomisasi

O1 = Pemeriksaan pretest pada kelompok kontrol

O2 = Pemeriksaan posttest pada kelompok kontrol

O3 = Pemeriksaan pretest pada kelompok perlakuan

O4 = Pemeriksaan posttest pada kelompok perlakuan

P0 = tanpa perlakuan

P1 = dengan perlakuan

Page 43: kristian sanjaya

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia. Pembuatan slide preparat

histologi di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Surabaya.

4.2.2 Waktu penelitian

Penelitian dilakukan selama 4 minggu. Adaptasi mencit dilakukan selama 3

hari. Perlakuan mencit dilakukan selama 15 hari. Pembuatan sediaan dan pembacaan

histologi selama 1 minggu.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang anti aging medicine, khususnya

menyangkut kulit

4.4 Penentuan Sumber Data

4.4.1 Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah mencit (Mus musculus).

Page 44: kristian sanjaya

4.4.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan yang

memenuhi kriteria eligibilitas.

4.4.3 Teknik pengambilan sampel

Jumlah kelompok yang digunakan sebanyak 2 kelompok, yaitu kontrol dan

perlakuan. Sampel yang memenuhi kriteria eligibilitas dipilih secara randomisasi

sederhana untuk dimasukkan dalam kelompok kontrol dan perlakuan.

4.4.4 Besar sampel

Rumus estimasi besar sampel Pocock (Pocock, 2008) untuk continuous

response variable:

2 σ2 n = f(α, β)

( μ2- μ1)2

Keterangan:

n = jumlah subyek tiap kelompok

α = type I error = 0,05

β = type II error = 0,20

f(α, β) = 7,9

σ = simpangan baku sunburn cells kontrol = 4 (Garmyn, 1989)

μ1= jumlah sunburn cells rerata kontrol = 35 (Garmyn, 1989)

μ2 = jumlah sunburn cells yang menghasilkan perbedaan klinis

yang diinginkan = 28

Page 45: kristian sanjaya

2 x 42 n = 7,9 = 5,1592

( 28 - 35 )2

Untuk mengantisipasi drop out, dilakukan koreksi besar sampel dengan rumus:

n’ = n / (1-f)

f = perkiraan proporsi drop out = 0,3

n’ = 5,1592 / (1- 0,3) = 7,3703

Besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 6 mencit tiap kelompok. Jadi

penelitian ini menggunakan besar sampel 8 mencit tiap kelompok untuk antisipasi

drop out.

4.4.5 Kriteria eligibilitas

4.4.5.1 Kriteria inklusi

1. Mencit (Mus musculus) jantan dewasa galur Balbc.

2. Umur 6 bulan, karena mencit umur 6 bulan memiliki persamaan dengan

manusia usia dewasa muda dan dianggap belum mengalami proses penuaan

intrinsik (Bhattacharyya, 2004).

3. Berat 25 gram.

4. Kondisi sehat, yang ditandai dengan tidak ada kerontokan bulu, tidak ada

keradangan dan atau pus pada mata, telinga, badan, dan ekor.

4.4.5.2 Kriteria eksklusi

Mencit tidak mau makan sebelum penelitian.

Page 46: kristian sanjaya

4.4.5.3 Kriteria drop out

Mati selama penelitian.

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Jenis variabel

1. Variabel bebas adalah rhEPO.

2. Variabel tergantung adalah jumlah sunburn cells pada epidermis.

3. Variabel kendali adalah jenis kelamin, umur, diet, kondisi kandang, sinar UVB.

4.5.2 Definisi operasional variabel

1. Recombinant human erythropoietin (rhEPO) adalah hormon eritropoietin

rekombinan manusia (Hemapo®, Kalbe Farma, Indonesia) dengan dosis 100 IU/kg

BB (International Unit / kg berat badan), yang disuntikkan secara subkutan pada

punggung mencit, 1 kali injeksi tiap 3 hari, selama 12 hari.

2. Sunburn cells adalah keratinosit yang memiliki karakteristik nukleus yang

terkondensasi (piknotik) atau tanpa nukleus dan sitoplasma eusinofilik, dengan

pewarnaan hematoxylin-eosin pada sediaan histologi epidermis kulit mencit

(Garmyn, 1989).

3. Jumlah sunburn cells adalah jumlah sunburn cells yang dihitung dari 100

keratinosit yang tampak pada lapang pandang mikroskop, pada sediaan histologi

epidermis kulit mencit dengan mikroskop cahaya binokuler (Olympus®)

Page 47: kristian sanjaya

pembesaran 400x, dimana pengamatan dan penghitungan dengan menggeser

preparat dari kiri ke kanan. Jumlah sunburn cells dinyatakan dalam angka, yaitu

jumlah sunburn cells / 100 keratinosit.

4. Jenis kelamin adalah jenis kelamin jantan mencit.

5. Umur adalah umur mencit 6 bulan sejak kelahiran.

6. Diet adalah makanan dan minuman standar mencit (Lampiran 6) yang diberikan

secara ad libitum.

7. Kondisi kandang adalah kondisi kandang mencit dengan siklus 12 jam terang dan

12 jam gelap, suhu 25±2°C, kelembaban 50±10%.

8. Sinar ultraviolet B (UVB) adalah sinar UVB (280-360 nm, dengan puncak 306 nm)

(Sankyo Denki®, Jepang), 16 mJ/cm2, pada jarak 30 cm selama 90 detik setiap hari

selama 15 hari (Mildner, 2002).

4.6 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah:

1. Mencit (Mus musculus) jantan galur Balbc

2. rhEPO sediaan vial (injeksi), 3000 IU/1 ml

3. Buffer formalin 10%

4. Xylol

5. Paraffin

6. Hematoxylin-eosin

7. Ether

Page 48: kristian sanjaya

8. Diet mencit

9. Aquadest

10. Etanol 70% , 90%, 96% , absolut

11. Campuran 50% etanol dan 50% xylene

12. Xylene 100%

13. Campuran 50% xylene dan 50% paraffin

14. Parafin 100%

15. Albumin telur

4.7 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah:

1. Lampu UVB (Sankyo Denki®, Jepang)

2. Kandang mencit

3. Termometer

4. Hygrometer

5. Syringe 1 ml

6. Jarum 30G

7. Pisau scalpel

8. Mikroskop cahaya (Olympus®, Jepang)

9. Slide preparat

10. Kamera (Canon Digital IXUS, Jepang)

11. Microtome

Page 49: kristian sanjaya

4.8 Prosedur Penelitian

1. Mencit yang sesuai dengan kriteria eligibilitas ditempatkan di kandang untuk

adaptasi selama 3 hari, dan makanan serta minuman standar diberikan ad libitum.

Pemeliharaan mencit dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga Surabaya.

2. Mencit dipilih secara randomisasi sederhana pada hari ke-4 sebanyak 16 mencit

tiap kelompok.

3. Mencit dipapar sinar UVB (280-360 nm, dengan puncak 306 nm), 16 mJ/cm2, pada

jarak 30 cm selama 90 detik setiap hari selama 3 hari berturut-turut. Mata dan

telinga mencit ditutup setiap kali paparan sinar UVB untuk perlindungan.

4. Mencit dipilih secara randomisasi sederhana pada hari ke-4 paparan sinar UVB

sebanyak 16 mencit (8 mencit tiap kelompok). Mencit dikorbankan dengan

anestesi ether, dengan cara meneteskan ether pada kapas, lalu kapas tersebut

ditempatkan pada mulut dan hidung mencit dalam ruang kaca yang tertutup dan

transparan. Dilakukan pengambilan jaringan kulit dari punggung dengan ukuran

20 mm x 10 mm. Pembuatan sediaan histologi kulit dilakukan di Laboratorium

Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, lalu dihitung

jumlah sunburn cells sebagai data pretest kelompok kontrol dan perlakuan.

5. Mencit kelompok kontrol mendapat sinar UVB dan injeksi aquadest (placebo)

dosis 4 ml/kg BB sebanyak 0,1 ml secara subkutan pada punggung, dengan

syringe 1 ml dan jarum 30G. Mencit kelompok perlakuan mendapat sinar UVB

Page 50: kristian sanjaya

dan injeksi rhEPO dosis 100 IU/kg BB sebanyak 0,1 ml secara subkutan pada

punggung. Sediaan rhEPO (3000 IU / 1 ml) diencerkan dengan 120 ml aquadest

sehingga diperoleh kadar 2,5 IU / 0,1 ml. Injeksi aquadest dan rhEPO diberikan 4

kali dengan interval 3 hari. Sinar UVB diberikan setiap hari. Perlakuan dilakukan

selama 12 hari.

6. Dua puluh empat jam sesudah perlakuan mencit dikorbankan dengan anestesi

ether, dengan cara meneteskan ether pada kapas, lalu ditempatkan pada mulut dan

hidung mencit dalam ruang kaca yang tertutup dan transparan. Dilakukan

pengambilan sampel kulit ukuran 20 mm x 10 mm dari bagian tengah punggung

mencit. Pembuatan sediaan histologi kulit dilakukan di Laboratorium Histologi

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, lalu dihitung jumlah

sunburn cells sebagai data posttest.

7. Jumlah sunburn cells ditentukan dengan penghitungan jumlah sunburn cells per

100 keratinosit menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 400x dimana

pengamatan dan penghitungan dengan menggeser preparat dari kiri ke kanan..

8. Pembuatan sediaan histologi kulit melalui tahap fiksasi, dehidrasi, clearing,

infiltrasi (embedding), pemotongan (sectioning), penutupan (mounting) dan

pewarnaan (staining). Sampel kulit difiksasi dengan buffer formalin 10% selama

24 jam. Dehidrasi jaringan dengan Etanol 70% , 90%, 96% dan absolute dalam 3

kali proses selama 2 jam untuk tiap proses dehidrasi. Proses clearing

menggunakan xylene, diawali dengan penggunaan campuran 50% etanol dan 50%

xylene selama 1 jam, lalu dilanjutkan dengan 100% xylene selama 1 jam. Proses

Page 51: kristian sanjaya

infiltrasi (embedding) diawali dengan menggunakan campuran 50% xylene dan

50% paraffin selama 30 menit, lalu dilanjutkan 100% paraffin sebanyak 2 kali

proses yaitu proses pertama selama 2 jam dan proses kedua selama 3 jam, dengan

pemanasan 58-60°C. Sesudah menjadi paraffin block, diiris dengan microtome

setebal 0,3mm, irisan ditempelkan ke microscope slide, lalu ditutup dengan

albumin telur, dan dibiarkan kering selama 1 malam. Pewarnaan diawali dengan

meletakkan slide dalam xylene selama 20 menit, slide direhidrasi dengan aquadest,

diletakkan dalam hematoxylin selama 3-5 menit, lalu diletakkan dalam etanol 70%

selama 2-5 menit, lalu diletakkan dalam eosin selama 2-5 menit, didehidrasi dan

dibersihkan dengan xylene, ditutup dengan slide cover, dan dibiarkan kering

(Bancroft dan Gamble, 2002).

4.9 Analisis Data

1. Analisis deskriptif

Data jumlah sunburn cells dinyatakan dengan rerata ± standar deviasi.

2. Uji normalitas

Uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk sebab n < 50. Hasil p > 0,05,

maka data berdistribusi normal.

3. Uji homogenitas

Uji homogenitas dengan uji Levene, hasil p > 0,05, maka data homogen.

4. Uji komparasi

Page 52: kristian sanjaya

Data berdistribusi normal dan homogen sehingga dalam penelitian ini

menggunakan:

Uji t bebas untuk komparasi jumlah sunburn cells kelompok kontrol dan perlakuan.

Uji t berpasangan untuk komparasi data pretest dan posttest jumlah sunburn cells.

Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17.0 for Windows dengan

nilai signifikan p < 0,05.

Page 53: kristian sanjaya

Mencit sesuai kriteria eligibilitas

Adaptasi 24 mencit selama 3 hari

Randomisasi sederhana

Kelompok kontrol Kelompok perlakuan 16 mencit 16 mencit

Paparan sinar UVB (280-360 nm, dengan puncak 306 nm), 16 mJ/cm2, pada jarak

30 cm selama 90 detik setiap hari selama 3 hari berturut-turut

Randomisasi sederhana

8 mencit dari tiap kelompok (total 16 mencit) dikorbankan, dianestesi ether, dibuat sediaan histologi kulit, dan dihitung jumlah sunburn cells (pretest)

Kelompok kontrol Kelompok perlakuan 8 mencit 8 mencit Sinar UVB Sinar UVB

Injeksi aquadest 0,1 ml, Injeksi rhEPO 100 IU/kg BB, 0,1 ml subkutan (2,5 IU / 0,1 ml), subkutan

Injeksi diberikan sebanyak 4x, interval 3 hari, selama 12 hari Sinar UVB diberikan setiap hari

Mencit dikorbankan 24 jam sesudah perlakuan, dengan anestesi ether, dibuat sediaan histologi kulit, dihitung jumlah sunburn cells (posttest)

Analisis data

Gambar 4.2 Alur penelitian

Page 54: kristian sanjaya

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Data Kelompok Kontrol dan Perlakuan

Tabel 5.1 Rerata jumlah sunburn cells kelompok kontrol dan perlakuan

Pemeriksaan Rerata jumlah sunburn cells

Kontrol Perlakuan

Pretest 25,00 ± 4,85 24,83 ± 5,15

Posttest 50,83 ± 6,70 31,50 ± 9,39

Berdasarkan uji Shapiro-Wilk (lampiran 1), data berdistribusi normal (p>0,05)

dan berdasarkan uji Levene (Lampiran 2), didapatkan data bersifat homogen (p>0,05)

sehingga dilanjutkan dengan uji statistik parametrik yaitu uji t.

Gambar 5.1 Rerata pretest-posttest kelompok kontrol dan perlakuan

5.2 Perbandingan Data Kelompok Kontrol dan Perlakuan

25,00 ± 4,85

50,83 ± 6,70

24,83 ± 5,15

31,50 ± 9,39

Page 55: kristian sanjaya

Perbandingan data pretest antara kelompok kontrol dan perlakuan

menunjukkan tidak berbeda bermakna (p=0,955). Sinar UVB yang dipaparkan pada

kelompok kontrol dan perlakuan menghasilkan efek yang sama. Jumlah sunburn cells

tidak berbeda bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan. Kondisi awal dapat

dianggap sama antara kelompok kontrol dan perlakuan.

Tabel 5.2 Perbandingan pretest kelompok kontrol dan perlakuan

Kelompok Pretest P

Kontrol 25,00 ± 4,85 0,955

Perlakuan 24,83 ± 5,15

Perbandingan data posttest antara kelompok kontrol dan perlakuan

menunjukkan perbedaan bermakna (p = 0,002) (lampiran 3). Jumlah sunburn cells

kelompok perlakuan lebih sedikit daripada kelompok kontrol. Perlakuan dengan

rhEPO memberikan efek penurunan jumlah sunburn cells.

Tabel 5.3 Perbandingan posttest kelompok kontrol dan perlakuan

Kelompok Posttest p

Kontrol 50,83 ± 6,70 0,002

Perlakuan 31,50 ± 9,39

Page 56: kristian sanjaya

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Apoptosis Keratinosit oleh Sinar UVB

Sinar UVB mempunyai dampak kerusakan langsung pada DNA keratinosit,

yaitu mutasi dengan terbentuknya dimer timin. Perubahan susunan basa nitrogen

mengakibatkan kecacatan sel sehingga memicu proses apoptosis. Sinar UVB

mengaktivkan apoptosis melalui jalur intrinsik. Sinar UVB mengaktivkan caspase-3,

yang selanjutnya menghasilkan kondensasi kromatin dan fragmentasi inti sel. Kulit

menjadi eritema akibat paparan sinar UVB (Raj et al., 2006).

Mencit pada kelompok kontrol (aquadest) dengan paparan sinar UVB

mempunyai manifestasi kulit kering dan eritema. Dua ekor mencit kelompok kontrol

mati pada hari ke-12 dan 16 paparan sinar UVB. Penyebab kematian mencit ini

kemungkinan adalah kerusakan kulit yang luas dan efek sistemik paparan UVB. Sinar

UVB meningkatkan produksi mediator inflamasi yaitu prostaglandin E2, interleukin-1

(IL-1), IL-6, tumor necrosis factor-α (TNF-α). Efek mediator inflamasi ini

mengakibatkan kerusakan sistemik (Boonstra et al., 2000).

Pemeriksaan histologi kulit kelompok kontrol menunjukkan bahwa paparan

sinar UVB menghasilkan kerusakan kulit yang bermakna dimana jumlah sunburn

cells meningkat bermakna pada pemeriksaan posttest dibandingkan pretest.

Pemeriksaan histologi kulit kelompok perlakuan tidak menunjukkan peningkatan

Page 57: kristian sanjaya

Jumlah sunburn cells pada pemeriksaan posttest dibandingkan pretest. Mencit

kelompok perlakuan mempunyai manifestasi kulit kering dan eritema minimal serta

semua mencit tetap hidup sampai akhir perlakuan.

6.2 rhEPO sebagai Inhibitor Apoptosis

Perbandingan jumlah posttest sunburn cells kelompok kontrol dan perlakuan

menunjukkan perbedaan bermakna. Jumlah sunburn cells kelompok perlakuan lebih

sedikit daripada kelompok kontrol. Pemberian rhEPO pada kelompok perlakuan

dapat mengurangi jumlah sunburn cells.

Penelitian ini mempunyai hasil yang sama dengan beberapa penelitian

sebelumnya tentang peran rhEPO sebagai inhibitor apoptosis. EPO dapat

menghambat apoptosis miokardium dan mengurangi luas infark jantung melalui

mekanisme peningkatan ekspresi endothelial nitric oxide synthase (eNOS) dan

produksi nitric oxide (NO) (Burger et al., 2006). Pemberian rhEPO menghambat

apoptosis sel-sel mesotel peritoneal pada proses peritoneal dyalisis. Recombinant

human erythropoietin (rhEPO) menghambat aktivasi caspase-3 dan fragmentasi DNA

(Vorobiov et al., 2008). Recombinant human erythropoietin (rhEPO) menghambat

apoptosis epitel alveolar dan epitel bronkial manusia pada penelitian in vitro

(MacRedmond et al., 2009). EPO menginduksi angiogenesis dan menghambat

apoptosis pada iskemia otot rangka tungkai (Joshi et al., 2010).EPO dapat

menghambat kerusakan oksidatif dan sitokin proinflamasi. EPO menghambat

Page 58: kristian sanjaya

interleukin (IL)-1β, IL-6, tumor necrosis factor-α and transforming growth factor-β1,

sehingga proses apoptosis dapat dihambat (Li et al., 2006).

Recombinant human erythropoietin (rhEPO) berikatan dengan reseptor EPO

yang ada di kulit. Ikatan ini mengaktivkan proses fosforilasi Jak2. Jak2 mengaktivkan

STAT, dimana STAT yang aktiv akan bergerak ke nukleus untuk memicu proses

transkripsi gen-gen yang dibutuhkan untuk proteksi sel dan inhibisi apoptosis (Smith

dkk., 2003). Recombinant human erythropoietin (rhEPO) juga dapat menghambat

apoptosis melalui peningkatan protein antiapoptosis yaitu Bcl-XL (Hamed et al.,

2010).Ada berbagai jalur mekanisme antiapoptosis EPO, sehingga masih diperlukan

penelitian lebih mendalam tentang mekanisme ini khususnya peran EPO sebagai

antiapoptosis pada photodamaged skin akibat sinar UVB.

Berdasarkan hasil penelitian ini, rhEPO dapat menghambat apoptosis

epidermis yaitu menurunkan jumlah sunburn cells, namun masih diperlukan

penelitian lebih lanjut tentang pengaruh rhEPO terhadap dermis, berbagai sel kulit

yang lain, dan matriks ekstraseluler kulit. Pada penelitian ini dosis rhEPO 100 U/kg

dapat menghambat apoptosis, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut tentang

dosis optimal rhEPO sebagai inhibitor apoptosis kulit dan efek samping rhEPO yang

minimal, serta menggunakan subyek manusia.Pada penelitian ini tidak diperiksa

parameter-parameter efek samping rhEPO. Recombinant human erythropoietin

(rhEPO) dapat memberikan efek thrombosis atau tromboemboli akibat peningkatan

trombosit, peningkatan viskositas darah dan hipertensi akibat peningkatan eritrosit.

Page 59: kristian sanjaya

Recombinant human erythropoietin (rhEPO) diharapkan dapat menjadi terapi pilihan

dalam antiaging medicine terutama pada kasus photoaging skin.

6.3 Kegunaan dalam anti aging medicine

Paparan sinar matahari secara terus-menerus dalam jangka lama membuat

kulit seperti terbakar. Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang bisa

merusak kulit (photodamaged skin). Akumulasi kerusakan kulit akibat sinar

ultraviolet menghasilkan photoaging skin sehingga mempercepat penuaan khususnya

kulit. Saat ini orang berupaya mengatasi masalah kerusakan kulit akibat sinar

ultraviolet sehingga photoaging skin dapat dicegah (Fisher, 2002). Recombinant

human erythropoietin (rhEPO) dapat menurunkan jumlah suburn cells pada mencit

jantan yang terpapar sinar ultraviolet B. Recombinant human erythropoietin (rhEPO)

dapat mencegah terjadinya photodamage skin yang berarti juga dapat menghambat

photoaging skin, sehingga diharapkan rhEPO juga dapat memberikan manfaat yang

sama pada epidermis manusia, namun masih diperlukan kajian yang lebih mendalam

pada manusia mengenai dosis yang optimal dan efek samping penggunaannya sampai

benar-benar dapat dimanfaatkan dalam penghambatan photoaging skin.

Page 60: kristian sanjaya

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Recombinant human erythropoietin (rhEPO) mencegah peningkatan jumlah

sunburn cells.

7.2 Saran

1. Penelitian tentang rhEPO terhadap dermis, berbagai jenis sel kulit, dan matriks

ekstraseluler kulit

2. Penelitian tentang dosis optimal rhEPO dengan efek samping minimal untuk

photoaging skin.

3. Penelitian tentang jalur mekanisme rhEPO sebagai antiapoptosis.

Page 61: kristian sanjaya

DAFTAR PUSTAKA

Bancroft, J.D., Gamble, M. 2002. Theory and Practice of Histological Techniques. Churchill Livingstone

Bhattacharyya, T. K., Thomas, J. R. 2004. Histomorphologic Changes in Aging Skin.

Observation in the CBA Mouse Model. In: Archives of Facial Plastic Surgery, 6(1):21-25.

Boonstra, A., van Oudenaren, A., Barendregt, B., An, L., Leenen, P. J. M., Savelkoul,

H. F. J. 2000. UVB Irradiation Modulates Systemic Immune Responses by Affecting Cytokine Production of Antigen-Presenting Cells. International Immunology, 12(11):1531-1538.

Burger, D., Lei, M., Morphet, N.G., Lu, X., Xenocostas, A., Feng, Q. 2006.

Erythropoietin Protects Cardiomyocytes from Apoptosis via Up-regulation of Endothelial Nitric Oxide Synthase. Cardiovascular Research, 72:51-59.

d’Usio, L. V., Smith, L. A., Katusic, Z. S. 2010. Erythropoietin Increases Expression

and Function of Vascular Copper- and Zinc-Containing Superoxide Dismutase. Hypertension, 55:998-1004.

Dröge, W. 2002. Free Radical in the Physiological Control of Cell Function. Physiol Rev., 82:47-95.

Edmondson, S. R., Thumiger, S. P., Werther, G.A., Wraight, C. J. 2003. Epidermal Homeostasis: the Role of the Growth Hormone and Insulin-Like Growth Factor Systems. Endocr Rev, 24(6):737-764.

Elmore, S. 2007. Apoptosis: A Review of Programmed Cell Death. Toxicologic Pathology, 35:495-516.

Fandrey, J. 2004. Oxygen-Dependent and Tissue-Spesific Regulation of Erythropoietin Gene Expression. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 286(6):R977-988.

Ferri, C., Giuggioli, D., Sebastiani, M., Colaci, M. 2007. Treatment of Severe Scleroderma Skin Ulcer with Recombinant Human Erythropoietin. Clinical and Experimental Dermatology, 32(3):287-290.

Page 62: kristian sanjaya

Fisher, G. J., Kang, S., Varani, J., Csorgo, Z. B., Wan, Y., Datta, S., Voorhees, J. J. 2002. Mechanisms of Photoaging and Chronological Skin Aging. Arch Dermatol, 138:1462-1470.

Fox, P.K., Lewis, A.J. 1979. Production of Ultraviolet-Light Induced Skin Erythema in Hairless Rat: A Comparison with the Haired Rat in Screening for Anti-inflammatory Drugs. Laboratory Animal, 13:321-323.

Galeano, M., Altavilla, D., Cucinotta, D., Russo, G.T., Calò, M., Bitto, A., Marini,

H., Marini, R., Adamo, E.B., Seminara, P., Minutoli, L., Torre, V., Squadrito, F. 2004. Recombinant Human Erythropoietin Stimulates Angiogenesis and Wound Healing in the Genetically Diabetic Mouse. Diabetes, 53:2509-2517.

Garmyn, M., Sohrabvand, N., Roelandts, R. 1989. Modification of Sunburn Cell

Production in 8-MOP Sensitized Mouse Epidermis: A Method of Assessing UVA Sunscreen Efficacy. J Invest Dermatol, 92:642-645.

Hamed, S., Ullmann, Y., Masoud, M., Hellou, E, Khamaysi, Z., Teot, L. 2010.

Topical Erythropoietin Promotes Wound Repair in Diabetic Rats. Journal of Investigative Dermatology, 130:287-294.

Haroon, Z.A., Amin, K., Jiang, X., Arcasoy, M.O. 2003. A novel Role for

Erythropoietin During Fibrin-Induced Wound-Healing Response. Am J Pathol, 163:993-1000.

Joshi, D., Tsui, J., Ho, T. K., Selvakumar, S., Abraham, D. J., Baker, D. M. 2010. Review of the Role Erythropoietin in Critical Leg Ischemia. Angiology, 61(6):541-550.

Kodama, K., Ishikawa, T., Takayama, S. 1984. Dose Response, Wavelength Dependence, and Time Course of Ultraviolet Radiation-induced Unscheduled DNA Synthesis in Mouse Skin in Vivo. Cancer Res, 44:2150-2154.

Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N. 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 6th edition. Elsevier Saunders.

Lapin, T. 2003. The Cellular Biology of Erythropoietin Receptors. The Oncologist,

8(suppl 1):15-18. Li, Y., Takemura, G., Okada, H., Miyata, S., Maruyama, R., Li, L., Higuchi, M.,

Minatoguchi, S., Fujiwara, T., Fujiwara, H. 2006. Reduction of Inflammatory

Page 63: kristian sanjaya

Cytokine Expression and Oxidative Damage by Erythropoietin in Chronic Heart Failure. Cardiovascular Research, 71:684-694.

Lu, Y. P., Lou, Y. R., Li, X. H. 2000. Stimulatory Effect of Oral Administration of

Green tea or Caffeine on Ultraviolet Light-induced Increases in Epidermal Wild-type p53, p21, (WAF1/CIP1), and Apoptotic Sunburn Cells in SKH-1 Mice. Cancer Res, 60:4785-4791.

MacRedmond, R., Singhera, G.K., Dorscheid, D.R. 2009. Erythropoietin inhibits

Respiratory Epithelial Cell Apoptosis in A Model of Acute Lung Injury. ERJ, 33(6):1403-1414.

Maiese, K., Chong, Z. Z., Hou, J., Shang, Y.C. 2008. Erythropoietin and Oxidative

Stress. Curr Neurovasc Res, 5(2):125-142. Mildner, M., Eckhart, L., Lengauer, B., Tschachler, E. 2002. Hepatocyte Growth

Factor/Scatter Factor Inhibits UVB-induced Apoptosis of Human Keratinocytes but not of Keratinocyte-derived Cell Lines via Phosphatidylinositol 3-Kinase/AKT Pathway. Journal of Biological Chemistry, 277(16):14146-14152.

Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan Meningkatkan

Kualitas Hidup. Penerbit buku Kompas. Halaman 94-99. Paschos, N., Lykissas, M.G., Beris, A.E. 2008. The Role of Erythropoietin as An

Inhibitor of Tissue Ischemia. Int J Biol Sci, 4:161-165. Pocock, S. 2008. Clinical Trials: A Practical Approach. John Wiley & Sons. Pradhan, S., Kim, H.K., Thrash, C.J., Cox, M.A., Mantena, S.K., Wu, J.H., Athar, M.,

Katiyar, S.K., Elmets, C.A., Timares, L. 2008. A Critical Role for Proapoptotic Protein Bid in Ultraviolet-Induced Immune Suppression and Cutaneous Apoptosis. J Immunol, 181:3077-3088.

Raj, D., Brash, D.E., Grossman, D. 2006. Keratinocyte Apoptosis in Epidermal

Development and Disease. J Invest Dermatol, 126(2):243-257.

Rigel, D. S., Weiss, R. A., Lim, H. W., Dover, J. S. 2004. Photoaging. Canada: Marcel Dekker Inc. p. 34.

Page 64: kristian sanjaya

Schrier, R.W. 2007. Diseases of The Kidney and Urinary Tract. 8th edition. Volume III. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins. p.1894-1905, 2405-2423.

Sharples, E.J., Patel, N., Brown, P., Stewart, K., Philipe, H.M., Sheaff, M., Kieswich,

J., Allen, D., Harwood, S., Raftery, M., Thiemermann, C., Yaqoob, M.M. 2004. Erythropoietin Protects The Kidney Against The Injury and Dysfunction Caused by Ischemia-Reperfusion. J Am Soc Nephrol, 15:2115-2124.

Smith, K. J., Bleyer, A. J., Little, W. C., Sane, D. C. 2003. The Cardiovascular

Effects of Erythropoietin. Cardiovascular Research, 59:538-548. Sorg, H., Krueger, C., Schulz, T., Menger, M. D., Schmitz, F., Vollmar, B. 2009.

Effects of Erythropoietin in Skin Wound Healing are Dose Related. FASEB J, 23:3049-3058.

Vorobiov, M., Malki, M., Schnaider, A., Basok, A., Rogachev, B., Lewis, E.C.,

Chaimovitz, C., Zlotnik, M., Douvdevani, A. 2008. Erythropoietin Prevents Dyalisis Fluid-Induced Apoptosis of Mesothelial Cells. Perit Dial Int, 28(6):648-654.

Wang, Z. Y., Huang, M. T., Ferraro, T., et al. 1992. Inhibitory Effect of Green Tea in

the Drinking Water on Tumorigenesis by Ultraviolet Light and 12-o-tetradecanoylphorbol-13-acetate in the Skin of SKH-1 Mice. Cancer Res, 52:1162-1170.

Weiss, L. 2001. Flexible Dosing Schemes for Recombinant Human Erythropoietin-

Lession from Our Daily Practice. Nephrol Dial Transplant, 16(Suppl 7):15-19.

Weiss, M.J. 2003. New Insight Into Erythropoietin and Epoetin Alfa: Mechanisms of

Action, Target Tissues, and Clinical Applications. The Oncologist, 8(suppl 3):18-29.

Page 65: kristian sanjaya

LAMPIRAN 1

Jumlah sunburn cells (%) Pretest Posttest

Kelompok kontrol kelompok perlakuan kelompok kontrol kelompok perlakuan26.00 22.00 48.00 34.00 24.00 28.00 60.00 26.00 18.00 24.00 42.00 21.00 22.00 17.00 46.00 48.00 28.00 32.00 53.00 33.00 32.00 26.00 56.00 27.00

Page 66: kristian sanjaya

Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

pretest kontrol 6 18.00 32.00 25.0000 4.85798 pretest perlakuan 6 17.00 32.00 24.8333 5.15429 posttest kontrol 6 42.00 60.00 50.8333 6.70572

posttest perlakuan 6 21.00 48.00 31.5000 9.39681 Valid N (listwise) 6

Tests of Normality

kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

pretest kontrol .102 6 .200* 1.000 6 1.000

perlakuan .125 6 .200* .997 6 .999

posttest kontrol .164 6 .200* .977 6 .936 perlakuan .228 6 .200* .918 6 .493

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

LAMPIRAN 2 Data pretest kelompok kontrol dan perlakuan

Page 67: kristian sanjaya

Group Statistics kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

pretest kontrol 6 25.0000 4.85798 1.98326

perlakuan 6 24.8333 5.15429 2.10423

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference

pretest Equal variances

assumed

.010 .922 .058 10 .955 .16667 2.89156

Equal variances not

assumed .058 9.965 .955 .16667 2.89156

LAMPIRAN 3 Data posttest kontrol dan perlakuan

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

posttest kontrol 6 50.8333 6.70572 2.73760

perlakuan 6 31.5000 9.39681 3.83623

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

Page 68: kristian sanjaya

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference

posttest Equal variances

assumed

.261 .621 4.102 10 .002 19.33333

Equal variances

not assumed 4.102 9.044 .003 19.33333

LAMPIRAN 4 Data pretest-posttest kelompok kontrol dan perlakuan

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 pretest kontrol 25.0000 6 4.85798 1.98326

posttest kontrol 50.8333 6 6.70572 2.73760

Pair 2 pretest perlakuan 24.8333 6 5.15429 2.10423

posttest perlakuan 31.5000 6 9.39681 3.83623

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence Interval of the

Difference

Mean Std. Deviation Std. Error Mean Lower Upper

Pair 1 pretest kontrol - posttest

kontrol

-25.83333 5.07609 2.07230 -31.16036 -20.50631

Pair 2 pretest perlakuan - posttest

perlakuan

-6.66667 13.06395 5.33333 -20.37644 7.04310

LAMPIRAN 5 FOTO PENELITIAN

Page 69: kristian sanjaya

LAMPIRAN 6 FOTO MIKROSKOP

Recombinant human erythropoietin (Hemapo®, Kalbe Farma, Indonesia)

Pengambilan sampel kulit

Kulit kering dan eritema (Mencit hidup)

Kulit kering dan eritema(Mencit mati)

PRETEST KONTROL

PRETEST PERLAKUAN

Page 70: kristian sanjaya

POSTTEST KONTROL

POSTTEST PERLAKUAN

Keterangan: Sunburn cell (tanda panah)

Keterangan: Sunburn cell (tanda panah)

Page 71: kristian sanjaya

LAMPIRAN 7

MAKANAN STANDAR MENCIT ( CP593, PT. CHAROEN POKPHAND

INDONESIA)

BAHAN: jagung, dedak, tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung

daging dan tulang, pecahan gandum,

bungkil kacang tanah, canola, tepung daun, vitamin, kalsium, fosfat, trace

mineral.

ANALISA:

Kadar air 13%

Protein 13-15%

Lemak 3%

Serat 8%

Abu 6%

Kalsium 0,8%

Fosfor 0,6%