10
Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011 1 STATUS PEMANFAATAN DAN ASPEK BIOLOGI IKAN BANGGAI CARDINAL FISH (Pterapogon kauderni) DI KEPULAUAN BANGGAI Sri Turni Hartati dan Kamaluddin K Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan ABSTRAK Pemanfaatan ikan banggai cardinal fish (BCF) diperkirakan mulai pada tahun 1980-an, dengan masuknya penangkap/pedagang ikan hias terutama dari Bali, Jawa dan Sulawesi Utara ke perairan Pulau Tumbak, sebelum "rediscovery" ikan tersebut oleh Allen pada tahun 1994. Produksi relatif tinggi pada kisaran tahun 1999 – 2007, tertinggi pada tahun 2000-2001, mencapai 1.400.000 ekor per tahun. Namun, produksi menurun drastis pada tahun 2008 – 2010, berturut- turut 236.373 ekor, 330.426 ekor, dan sampai bulan November tahun 2010 tercatat 231.911 ekor. Menurunnya produksi tersebut mengakibatkan diberlakukannya kuota penangkapan 15.000 ekor/bulan, mulai bulan September 2010.Ukuran panjang ikan berkisar 2,0 – 6,4 cm dengan rata- rata 3,9 cm SL (panjang standar), berkisar 2,3 – 8,2 cm dengan rata-rata 4,5 cm FL (panjang cagak), dan berkisar 3,2 – 9,6 cm dengan rata-rata 6,1 cm TL (panjang total). Berat ikan banggai cardinal berkisar 0,3 – 11,6 gram dengan rata-rata 3,76 gram. Simulasi hubungan panjang berat menunjukkan adanya pola pertumbuhan yang bersifat allometrik negatif, dimana nilai b = 2,652 dengan korelasi R 2 = 0,910 yang berarti pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan beratnya. Fekunditas berkisar antara 25 – 74 butir dengan rata-rata 58 butir yang menyebar pada stadia TKG 2 sampai dengan TKG 4, telur yang dierami di dalam mulut (spent) berkisar 48 – 56 butir dengan jumlah rata-rata 52 butir. Kata kunci: status pemanfaatan, aspek biologi, banggai cardinal fish, Kepulauan Banggai PENDAHULUAN Banggai cardinal fish (BCF) merupakan jenis ikan hias tropis endemic yang hanya dapat ditemukan hidup secara alami di Kepulauan Banggai.Banggai Cardinal Fish dikenal masyarakat Banggai dengan nama lokal Bebeseng Tayung sedangkan nama umum dikenal sebagai ikan Capungan Banggai. Oleh karena distribusi BCF yang terbatas (endemic) dan habitat alamiah yang terbatas hanya pada perairan dangkal berkarang dan terisolasi dibeberapa pulau Kepulauan Banggai, menjadikan spesies ikan ini sangat rentan terhadap gangguan alamiah maupun faktor manusia. Sebagai contoh, ancaman yang disebabkan oleh manusia antara lain dilakukannya eksploitasi secara komersil pertama kali melalui pasar ikan hias internasional pada tahun 1995-1996. Pada tahun 2000 hingga tahun 2001 diperkiraan volume ikan BCF yang diperdagangkan mencapai 1.400.000 ekor ikan. Saat ini, pemerintah daerah, melalui dinas perikanan dan kelautan Kabupaten Banggai menetapkan kuota sebanyak 15.000 ekor BCF yang diperbolehkan ditangkap setiap tahunnya. Kuota ini didasarkan atas kesepakatan bersama antara pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, serta para pelaku bisnis dan masyarakat nelayan. Meskipun penetapan kuota tangkapan tersebut belum didasarkan pada hasil-hasil penelitian ilmiah, namun diharapkan pembatasan jumlah tangkapan dapat mengurangi laju eksploitasi ikan BCF yang semakin intensif. Oleh karena informasi yang relatif belum memadai mengenai tingkat upaya pemanfaatan ikan ini dan beberapa aspek biologinya, maka dianggap perlu untuk melakukan kegiatan penelitian mengenai aspek biologi dan upaya pemanfaatannya. KSI-14

KSI 14 - Sri Turni Hartati

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KSI 14 - Sri Turni Hartati

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 20111

STATUS PEMANFAATAN DAN ASPEK BIOLOGI IKAN BANGGAICARDINAL FISH (Pterapogon kauderni) DI KEPULAUAN BANGGAI

Sri Turni Hartati dan Kamaluddin KPusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan

ABSTRAK

Pemanfaatan ikan banggai cardinal fish (BCF) diperkirakan mulai pada tahun 1980-an,dengan masuknya penangkap/pedagang ikan hias terutama dari Bali, Jawa dan Sulawesi Utara keperairan Pulau Tumbak, sebelum "rediscovery" ikan tersebut oleh Allen pada tahun 1994.Produksi relatif tinggi pada kisaran tahun 1999 – 2007, tertinggi pada tahun 2000-2001, mencapai1.400.000 ekor per tahun. Namun, produksi menurun drastis pada tahun 2008 – 2010, berturut-turut 236.373 ekor, 330.426 ekor, dan sampai bulan November tahun 2010 tercatat 231.911 ekor.Menurunnya produksi tersebut mengakibatkan diberlakukannya kuota penangkapan 15.000ekor/bulan, mulai bulan September 2010.Ukuran panjang ikan berkisar 2,0 – 6,4 cm dengan rata-rata 3,9 cm SL (panjang standar), berkisar 2,3 – 8,2 cm dengan rata-rata 4,5 cm FL (panjangcagak), dan berkisar 3,2 – 9,6 cm dengan rata-rata 6,1 cm TL (panjang total). Berat ikan banggaicardinal berkisar 0,3 – 11,6 gram dengan rata-rata 3,76 gram. Simulasi hubungan panjang beratmenunjukkan adanya pola pertumbuhan yang bersifat allometrik negatif, dimana nilai b = 2,652dengan korelasi R2 = 0,910 yang berarti pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan denganpertumbuhan beratnya. Fekunditas berkisar antara 25 – 74 butir dengan rata-rata 58 butir yangmenyebar pada stadia TKG 2 sampai dengan TKG 4, telur yang dierami di dalam mulut (spent)berkisar 48 – 56 butir dengan jumlah rata-rata 52 butir.

Kata kunci: status pemanfaatan, aspek biologi, banggai cardinal fish, Kepulauan Banggai

PENDAHULUAN

Banggai cardinal fish (BCF) merupakan jenis ikan hias tropis endemic yanghanya dapat ditemukan hidup secara alami di Kepulauan Banggai.Banggai Cardinal Fishdikenal masyarakat Banggai dengan nama lokal Bebeseng Tayung sedangkan namaumum dikenal sebagai ikan Capungan Banggai. Oleh karena distribusi BCF yang terbatas(endemic) dan habitat alamiah yang terbatas hanya pada perairan dangkal berkarang danterisolasi dibeberapa pulau Kepulauan Banggai, menjadikan spesies ikan ini sangat rentanterhadap gangguan alamiah maupun faktor manusia. Sebagai contoh, ancaman yangdisebabkan oleh manusia antara lain dilakukannya eksploitasi secara komersil pertamakali melalui pasar ikan hias internasional pada tahun 1995-1996. Pada tahun 2000 hinggatahun 2001 diperkiraan volume ikan BCF yang diperdagangkan mencapai 1.400.000 ekorikan. Saat ini, pemerintah daerah, melalui dinas perikanan dan kelautan KabupatenBanggai menetapkan kuota sebanyak 15.000 ekor BCF yang diperbolehkan ditangkapsetiap tahunnya. Kuota ini didasarkan atas kesepakatan bersama antara pemerintahdaerah, lembaga swadaya masyarakat, serta para pelaku bisnis dan masyarakat nelayan.Meskipun penetapan kuota tangkapan tersebut belum didasarkan pada hasil-hasilpenelitian ilmiah, namun diharapkan pembatasan jumlah tangkapan dapat mengurangilaju eksploitasi ikan BCF yang semakin intensif. Oleh karena informasi yang relatifbelum memadai mengenai tingkat upaya pemanfaatan ikan ini dan beberapa aspekbiologinya, maka dianggap perlu untuk melakukan kegiatan penelitian mengenai aspekbiologi dan upaya pemanfaatannya.

KSI-14

Page 2: KSI 14 - Sri Turni Hartati

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 20112

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan pada bulan April dan Juni tahun 2011 dengan melakukanpengukuran beberapa aspek biologi ikan BCF antara lain pengukuran panjang dan bobotikan, pengamatan jenis kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG), sertapenghitungan jumlah telur (fekunditas). Beberapa bahan dan alat yang digunakan padapenelitian ini adalah ikan contoh Banggai Cardinal Fish (BCF) sebanyak 267 ekor ikanyang diambil pada empat lokasi yang berbeda.

Pengukuran panjang dan bobot ikan masing-masing dilakukan denganmenggunakan meteran ukur skala 0,1 cm dan timbangan digital dengan skala minimal 0,1gram. Sebanyak 267 ekor ikan sampel dibedah untuk diambil gonadnya dan ditentukanTingkat Kematangan Gonadnya melalui pengamatan visual. Penghitungan jumlah telurdilakukan dengan cara visual dengan bantuan pinset dan kaca pembesar mengingatukuran telur ikan BCF relatif berukuran lebih besar, sedangkan pengukuran diameter telurdilakukan menggunakan bantuan mikroskop di Laboratorium.

Lokasi penelitian meliputi empat desa yang diketahui terdapat habitat alami ikanBCF yakni Desa Bone Baru, Tinakin, Popisi, dan Monsongan. Data produksi (hasiltangkapan) diperoleh dari para pedagang pengumpul yang sekaligus bertugas sebagaienumerator di beberapa desa sentra penangkapan.

Gambar 1. Lokasi kegiatan penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi Tangkapan

Pemanfaatan ikan Banggai Cardinal (BCF) diperkirakan mulai pada tahun 1980-an, dengan masuknya penangkap/pedagang ikan hias terutama dari Bali, Jawa danSulawesi Utara ke perairan Pulau Tumbak. Menurut masyarakat di beberapa desa, antaralain di Tolokibit (Ndobe et al., 2005), perdagangan tersebut telah berlangsung sebelum"rediscovery" BCF oleh Allen pada tahun 1994. Desa yang pernah terlibat dalampenangkapan dan perdagangan ikan banggai cardinalfish sampai tahun 2001 berjumlah 12Desa (Lunn & Moreau, 2004).

Pengumpulan data dan informasi tentang kegiatan penangkapan ikan banggaicardinal di Kepulauan Banggai dilakukan oleh Lunn & Moreau tahun 2001 (Lunn &

Page 3: KSI 14 - Sri Turni Hartati

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 20113

Moreau, 2001; Lunn & Moreau, 2004), oleh Yayasan Palu Hijau pada tahun 2004 dan2006 (Ndobe et al., 2005; LP3L Talinti, 2006). Permasalahan BCF teridentifikasi, antaralain isu lingkungan, tingginya tingkat kematian pasca penangkapan, aturan-aturan yangtidak jelas, penegakan hukum yang lemah dan sosio-ekonomi.

Hasil tangkapan ikan banggai cardinal baru mulai tercatat tahun 1999, danbeberapa tahun diantaranya tidak tercatat. Produksi relatif tinggi pada kisaran tahun 2000– 2007, tertinggi pada tahun 2000-2001, mencapai 1.400.000 ekor per tahun. Sampaitahun 2007, hasil tangkapan nelayan dapat memenuhi permintaan pasar yang mencapai10.000 – 15.000 ekor per minggu. Memasuki tahun 2008 kelihatannya terjadi penurunanpopulasi, nelayan mulai sulit untuk memenuhi permintaan pasar atau konsumen. Produksimenurun drastis yaitu pada tahun 2008 – 2010, berturut-turut 236.373 ekor, 330.426 ekor,dan sampai bulan November tahun 2010 tercatat 231.911 ekor. Dengan menurunnyatangkapan tersebut, maka kesepakatan telah dibuat antara Dinas Kelautan dan Perikanan,BCF Center, dan pelaku usaha, diberlakukan kuota penangkapan sebanyak 5.000ekor/bulan, mulai bulan September 2010. Selain pemberlakuan kuota penangkapan,transaksi penjualan ikan banggai cardinal tidak diperbolehkan dilakukan pada setiapdaerah penangkapan semenjak 3 tahun terakhir. Untuk itu telah ditetapkan 3 Desa sebagaisentra produksi, yaitu Bone Baru, Teropot, dan Bone-Bone. Desa Bone Baru mempunyaiproduksi relatif tinggi dari ke-2 sentra produksi lainnya. Data tangkapan jugamemperlihatkan bahwa selama tahun 2008 – 2010 produksi ikan banggai cardinal terlihatberfluktuasi pada setiap bulannya. Berikut digambarkan hasil tangkapan (ekor) BCFyang ditangkap sepanjang tahun 2000 sampai dengan tahun 2010.

Gambar 2. Hasil tangkapan Banggai Cardinal Fish periode tahun 2000-2010

Page 4: KSI 14 - Sri Turni Hartati

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 20114

Berdasarkan grafik, diketahui bahwa hasil tangkapan selama periode tahun 2000sampai dengan 2010 cenderung mengalami tren penurunan dimana pada tahun 2010hanya diperoleh 231.911 ekor, menurun hampir 600% lebih rendah dibandingkan denganhasil tangkapan yang mencapai 1.400.000 ekor pada tahun 2001. Hal ini kemungkinandisebabkan oleh diberlakukannya kuota penangkapan yang hanya membolehkan 15.000ekor perbulannya sejak September 2010.

Gambar 3. Produksi (ekor) bulanan BCF periode tahun 2008 sampai dengan 2010

Fluktuasi bulanan nilai tangkapan digambarkan sebagaimana pada Gambar 3diatas.Produksi rata-rata bulanan cenderung menurun pada tahun 2010 dibandingkandengan tahun 2008 dan 2009. Produksi tangkapan terendah diperoleh pada bulanNovember tahun 2010 namun tertinggi pada bulan April 2010. Produksi bulanan terendahterjadi pada periode Juni sampai dengan Desember, sedangkan periode tertinggi terjadipada bulan Januari sampai dengan Mei.

Produksi yang didasarkan pada beberapa lokasi sentra penangkapan, Desa BoneBaru merupakan sentra produksi utama dengan nilai produksi hasil tangkapan pada tahun2010 mencapai 160.000 ekor, disusul oleh Desa Teropot dan Desa Bone Bone yang nilaiproduksi tangkapannya mencapai lebih dari 80.000 ekor pada tahun 2009. Produksitangkapan pada beberapa sentra penangkapan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010digambarkan pada Grafik Batang Gambar 4.

Nelayan penangkap ikan banggai cardinal sebagian besar adalah masyarakatsetempat yang umumnya berasal dari suku Bajo dan Banggai. Aktivitas penangkapandilakukan atas permintaandari kapal pembeli yang datang.

Page 5: KSI 14 - Sri Turni Hartati

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 20115

Gambar 4. Produksi tangkapan pada beberapa sentra penangkapan dari tahun 2008 -2010

Jenis ikan hias lainnya yang juga ditangkap adalah letter six (Paracanthurushepatus) dan Angel, yaitu yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Nelayan lokal padaumumnya hanya menangkap ikan banggai cardinal, dan penangkapan jenis ikanhias`lainnya dilakukan oleh kapal pendatang. Kondisi ini disebabkan nelayan lokal tidakmempunyai peralatan penangkapan (Lunn & Moreau, 2001 & 2004; Ndobe et al., 2004 &2005; LP3L Talinti, 2006).

Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan dalam melakukan kegiatanpenangkapan BCF adalah dengan menggunakan dua jenis alat tangkap utama. Salah satuadalah sejenis serok atau Bundre dengan diameter rata-rata 50 – 60 cm dan yang lainadalah sejenis pukat/jaring berukuran kecil dengan sayap dan kantung yang dibentukmenyerupai corong yang disebut cang. Jaring kedua alat tangkap tersebut terbuat darinylon monofilamen atau disebut juga dengan waring . Panjang kantong bundre sekitar 1meter, panjang seroknya 60 cm terbuat dari kayu, dan diameternya 50 cm. Panjang keduasayap cang berkisar 1,25 m, panjang kantong 75 cm dengan lebar 40 cm. Alat tersebutdilengkapi dengan pelampung dan pemberat yang terbuat dari timah (Gambar 5). Jaringyang dipakai berwarna hitam dan dapat dibeli di pulau Banggai. Kedua alat tangkap inimudah untuk menangkap ikan dalam jumlah yang banyak. Pada penangkapan denganmenggunakan jaring yang dibentuk menyerupai corong,ikan yang akan ditangkap dihalaumasuk kedalam corong, dan diangkat setelah jumlah ikan yang tertangkap dianggapcukup banyak. Penyortiran ikan dilakukan di atas ketika ikan sudah masuk jaringperangkap dan diangkat ke atas kapal. Alat tangkap yang digunakan mudah didapat diKepulauan Banggai. Karena sifat dari BCF tidak bergerak dengan cepat, membuatpenangkapan mudah dilakukan. Pada umumnya penangkapan BCF adalah sebagai matapencaharian alternatif. Sebagian besar nelayan di pulau-pulau di Kepulauan Banggaiadalah petani/berkebun. Sebagai penghasilan sampingan, nilai yang diperoleh daripenangkapan BCF mampu untuk mencukupi kebutuhan baik makan, kesehatan, dan

Page 6: KSI 14 - Sri Turni Hartati

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 20116

pendidikan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa peran usaha pemanfaatan BCFcukup penting bagi sosial-ekonomi masyarakat setempat.

Gambar 5. Bundre dan Cang sebagai alat tangkap ikan banggai

Pola pemanfaatan BCF pada saat ini cenderung menimbulkan dampak kerusakanlingkungan dan penurunan tingkat populasi. Tidak adanya aturan atau pengetahuanmengenai siklus hidup BCF menyebabkan nelayan penangkap tidak selalu melakukanpenyortiran untuk ukuran.Penangkapandiharapkanhanya dilakukan pada ikan berukuranmedium, yaitu antara 3 cm sampai dengan 4,5 cm. Juvenil ikan banggai cardinalmempunyai kemampuan bertahan hidup yang sangat kecil apabila ditangkap untukdiperdagangkan. Demikian juga penangkapan ikan jantan yang sedang mengeramitelurnya akan mengurangi proses perekrutan/pemulihan populasi yang hilang. Namunsebagian nelayan telah menyadari pentingnya untuk melakukan penangkapan dengan carayang menjaga stok sekaligus memenuhi permintaan pasar.

Sebaran Ukuran panjang dan Hubungan Panjang Bobot

Berdasarkan pengamatan bulan April 2011, ikan banggai cardinal hasil tangkapanbondre di lokasi P. Banggai secara keseluruhan diamati sebanyak 214 ekor, ukuranpanjang ikan berkisar 2,0 – 6,4 cm dengan rata-rata 3,9 cm SL (panjang standar), berkisar2,3 – 8,2 cm dengan rata-rata 4,5 cm FL (panjang cagak), dan berkisar 3,2 – 9,6 cmdengan rata-rata 6,1 cm TL (panjang total). Modus berada pada ukuran panjang 3,5 – 4,5cm mencapai 18,22% dari total ikan yang tertangkap. Dari 4 lokasi pengamatan yaitu diPopisi, Bone baru, Monsongan, dan Tinakin laut, panjang maksimal terdapat di Popisiyaitu mencapai 8,2 cm, sedangkan lokasi lain hanya mencapai 6,5 cm. Selain dari ukuranpanjang, ikan banggai cardinal di popisi banyak yang sudah spent (telur sudah dieramididalam mulut ikan jantan) sehingga layak apabila kawasan ini diusulkan sebagai zonakonservasi. Berat ikan banggai cardinal berkisar 0,3 – 11,6 gram dengan rata-rata 3,76gram. Simulasi hubungan panjang berat menunjukkan adanya pola pertumbuhan yangbersifat allometrik negatif, dimana nilai b = 2,652 dengan korelasi R2 = 0,910 yangberarti pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan beratnya(Gambar 6).

Page 7: KSI 14 - Sri Turni Hartati

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 20117

Gambar 6. Grafik sebaran ukuran panjang daan hubungan panjang berat ikan banggaicardinal di lokasi P.Banggai, April 2011

Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan banggai cardinal pada bulan April 2011terdiri dari stadia I sampai dengan spent didominasi oleh stadia I mencapai 35,5%,kemudian diikuti oleh stadia II mencapai 28,9%, stadia III sebesar 18,4% dan terusmenurun pada stadia IV dengan persentase yaitu 2,6%, namun pada stadia spentpersentase nya kembali naik yaitu mencapai 14,4% (Gambar 7).

Siklus reproduksi ikan banggai cardinal adalah pertama ikan dibuahi di dalamperut, apabila sudah mencapai TKG IV, telur tersebut dikeluarkan (spent) kemudiandimasukan kembali kedalam mulut untuk berkembangbiak, seperti ikan-ikan golonganapogonidae yang lain, ikan banggai cardinal memiliki pola berkembangbiak denganmenggunakan mulut (mouth breeders).

Gambar 7. Tingkat kematangan gonad ikan banggai cardinal

Fekunditas

Jumlah telur ikan banggai cardinal di dalam perut berkisar antara 25 – 74 butirdengan rata-rata 58 butir yang menyebar pada stadia TKG 2 sampai dengan TKG 4,kemudian telur yang dierami di dalam mulut (spent) berkisar 48 – 56 butir dengan rata-rata 52 butir (Gambar 8), kemudian telur tersebut berkembangbiak dengan berbagaitahapan diantaranya tahap telur, embrio, larva dan menjadi juvenil.

Page 8: KSI 14 - Sri Turni Hartati

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 20118

Gambar 8. Telur ikan banggai cardinal

Menurut Effendie (1997), fekunditas sering dihubungkan dengan panjang karenapenyusutannya relatif kecil dibandingkan dengan berat. Berdasarkan hasil analisishubungan fekunditas (F) dengan panjang tubuh (L) diperoleh persamaan sebagai berikut:F = 3.658L1.577 dengan nilai koefisien determinasi (R2) 0,496 (Gambar 9), artinya bahwapanjang dapat mempengaruhi fekunditas sebesar 49%, sedangkan 51% fekunditasdipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Nilai koefisien korelasi berdasarkan persamaantersebut adalah 0,70 artinya hubungan antara fekunditas dan panjang tubuh berbandinglurus atau dengan kata lain bahwa panjang tubuh ikan banggai cardinal mempengaruhifekunditasnya.

Gambar 9. Hubungan panjang dengan fekunditas ikan banggai cardinal

Jumlah juvenil ikan banggai cardinal yang dierami di dalam mulut rata-rataberjumlah 60 ekor/individu dengan panjang juvenil berkisar 0,7 – 1,0 cm FL dengan beratberkisar 0,1 – 0,2 gram. Setelah dikeluarkan, juvenil langsung mencari tempatperlindungan diantara duri bulu babi dari genus Diadema. Berdasarkan hasil penelitianVagelli & Volpedo (2004) jumlah telur yang dihasilkan sekitar 40-60 butir dan menurutMarini (1996 & 1999), jumlah larva yang berhasil dierami hingga terlepas sebagai rekrutjarang melebihi 20. Dapat dikatakan bahwa jumlah telur ikan banggai cardinaldibandingkan dengan ikan laut lainnya dikategorikan memiliki tingkat fekunditas yangrendah, sehingga tidak dapat di eksploitasi secara berlebihan

Rata-rata diameter telur ikan banggai cardinal di Banggai Kepulauan pada saatpengamatan tahun 2011 berkisar antara 0,4 – 4,0 mm dengan rata-rata 3,02 mm. Telurbanggai cardinal berdiameter sekitar 3 mm dan pada saat penetasan larva berukuran SL

Page 9: KSI 14 - Sri Turni Hartati

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 20119

(Standard Length, panjang baku) sekitar 6 mm. Kemudian saat dilepas sebagai ikanrekrut, larva tersebut berukuran SL sekitar 8mm, dan mencapai ukuran TL (Total Length,panjang total) sekitar 15 mm dua minggu kemudian (Vagelli, 2002).

KESIMPULAN

Produksi ikan banggai cardinal relatif tinggi pada kisaran tahun 2000 – 2007,tertinggi pada tahun 2001, mencapai 1.400.000 ekor per tahun. Namun, produksimenurun drastis pada tahun 2008 – 2010, berturut-turut 236.373 ekor, 330.426 ekor, dansampai bulan November tahun 2010 tercatat 231.911 ekor. Menurunnya produksi tersebutmengakibatkan diberlakukannya kuota penangkapan 15.000 ekor/bulan, mulai bulanSeptember 2010.Ukuran panjang ikan berkisar 2,0 – 6,4 cm dengan rata-rata 3,9 cm SL(panjang standar), berkisar 2,3 – 8,2 cm dengan rata-rata 4,5 cm FL (panjang cagak), danberkisar 3,2 – 9,6 cm dengan rata-rata 6,1 cm TL (panjang total). Berat ikan banggaicardinal berkisar 0,3 – 11,6 gram dengan rata-rata 3,76 gram. Simulasi hubungan panjangberat menunjukkan adanya pola pertumbuhan yang bersifat allometrik negatif, dimananilai b = 2,652 dengan korelasi R2 = 0,910 yang berarti pertumbuhan panjang lebih cepatdibandingkan dengan pertumbuhanberatnya. Jumlah telur ikan banggai cardinal diBanggai Kepulauan di dalam perut berkisar 25 – 74 butir dengan rata-rata 58 butir yangmenyebar pada stadia TKG 2 sampai dengan TKG 4, kemudian telur yang dierami didalam mulut (spent) berkisar 48 – 56 butir dengan rata-rata 52 butir.

Page 10: KSI 14 - Sri Turni Hartati

Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 201110

DAFTAR PUSTAKA

Effendie, I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.

Lunn, K. E. & A. M. Moreau. 2001. Conservation of Banggai Cardinalfish Population inSulawesi, Indonesia, An Integrated Research and Education Project. ZoologicalSociety of London, London UK.

Lunn, K. E. & A. M. Moreau. 2004. Unmonitored trade in Marine Ornamental Fishes;the case of Indonesia’s Banggai Cardialfish (Pterapogon kauderni). Coral Reefs.

LP3L Talinti. 2006. Pendataan habitat, populasi dan pemanfaatan ikan hias di PulauBanggai, Sulawesi Tengah sebagai dasar perencanaan pemanfaatan berkelanjutansecara ekologis dan ekonomis. Laporan Akhir pada Program Mitra Bahari (RCSulawesi Tengah). Palu, Indonesia.

Marini, F. C. 1999. Captive care and breeding of the banggai cardinal fish ”Pterapogonkauderni”. http://www.reefs.org/.

Marini, F. C. 1996. My notes and observation on raising and breeding the banggaicardinal. Volume 4 Issue 4, The Journal of MaquaCulture. http://www.breeders-registry.gen.ca.us

Ndobe, S., A. Moore & A. Supu. 2005. The Indonesian ornamental fish trade - casestudies and option for improving livelihood while promoting sustainability,banggai case study. Final Report to NACA.Yayasan Palu Hijau, Palu, Indonesia.

Vagelli, A. 2002. Notes on the biology, geographic distribution, and conservation statusof the Banggai Cardinalfish, Pterapogon kauderni Koumans 1933, withcomments on captive breeding tchniques. Aquarium Science November 2002: 84-88 pp.

Vagelli, A. & A.V. Volpedo. 2004. Reproductive ecology of Pterapogon kauderni, anendemic apogonid from Indonesia with direct development. EnvironmentalBiology of Fishes 70: 235-245 pp.

Wijaya, I. 2010. Analisis pemanfaatan ikan banggai cardinal (Pteropogon kauderni,KAUMANS 1933) Di Pulau Banggai, Sulawesi Tengah. Sekolah Pasca Sarjana,IPB. Bogor.