93
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C BLOK 19 Disusun oleh : Kelompok A10 Zana Almira 04011281320007 Adif Syarifalim 04011281320011 Nur Haniyyah 04011381320021 Haidar Adif Balma 04011381320033 Nadya Aviodita 04011381320035 Ratu Rizki Ana 04011381320047 Dedi Yanto Husada 04011181320017 Felicia Linardi 04011181320041 Muhammad Mardian S 04011181320059 Eko Roharto Harahap 04011181320063 Abdiaman Putra Dawolo 04011181320075 Nilam Siti Rahmah 04011181320083 M Alex Januarsyah 04011181320109 Tutor: dr. Tia Sabrina PENDIDIKAN DOKTER UMUM

LAPORAN 19C

Embed Size (px)

DESCRIPTION

miastenia gravis

Citation preview

Page 1: LAPORAN 19C

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO C BLOK 19

Disusun oleh : Kelompok A10

Zana Almira 04011281320007

Adif Syarifalim 04011281320011

Nur Haniyyah 04011381320021

Haidar Adif Balma 04011381320033

Nadya Aviodita 04011381320035

Ratu Rizki Ana 04011381320047

Dedi Yanto Husada 04011181320017

Felicia Linardi 04011181320041

Muhammad Mardian S 04011181320059

Eko Roharto Harahap 04011181320063

Abdiaman Putra Dawolo 04011181320075

Nilam Siti Rahmah 04011181320083

M Alex Januarsyah 04011181320109

Tutor: dr. Tia Sabrina

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015

Page 2: LAPORAN 19C

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan ini berhasil kami selesaikan. Laporan ini

kami susun untuk memenuhi tugas Laporan Tutorial.

Dalam penyusunan laporan ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi, namun

kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan laporan ini tidak lain berkat bantuan

dari dr. Tia Sabrina selaku Tutor kami yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran

dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan dorongan dalam rangka penyelesaian

penyusunan laporan ini. Untuk itu kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya .

Kami sadar laporan yang kami buat ini masih banyak kekurangan-kekurangan, baik

pada teknik penyusunan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki

sangatlah terbatas. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak

sangat kami harapkan untuk memperbaiki laporan ini. Akhir kata, semoga laporan ini dapat

bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Palembang, 11 september 2015

Penyusun

2

Page 3: LAPORAN 19C

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................. 2Daftar Isi ........................................................................................................................... 3Petugas Kelompok............................................................................................................. 4

I. Skenario........................................................................................................ 5II. Klarifikasi Istilah ......................................................................................... 6

III. Identifikasi Masalah .................................................................................... 6IV. Analisis Masalah .......................................................................................... 7V. Hipotesis ....................................................................................................... 14

VI. Sintesis ..........................................................................................23VII. Kerangka Konsep.......................................................................................... 61

VIII. Kesimpulan ................................................................................................... 61Daftar Pustaka................................................................................................................... 62

3

Page 4: LAPORAN 19C

TUTORIAL BLOK 19

Petugas Kelompok

Moderator : Adif Syarifalim

Sekretaris : Zana Almira

Anggota : Muhammad Mardian Safitrah

Eko Roharto Harahap

Nur Haniyyah

Haidar Adif Balma

Nadya Aviodita

Ratu Rizki Ana

Dedi Yanto Husada

Felicia Linardi

Abdiaman Putra Dawolo

Nilam Siti Rahmah

M Alex Januarsyah

4

Page 5: LAPORAN 19C

I. SKENARIO C

Nn. Sinta (20 tahun), seorang mahasiswi berobat ke puskesmas dengan keluhan

utama kelopak mata sulit dibuka yang dialami sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan ini

dirasakan secara perlahan – lahan makin hari bertambah berat. Ketika bangun

tidur penderita merasa segar dan tidak ada keluhan, namun ketika sedang sibuk

beraktivitas, penderita merasa matanya berat dibuka, lama kelamaan seluruh

anggota gerak juga ikut terasa berat. Setelah beristirahat agak lam kondisi

penderita merasa baik kembali. Kondisi seperti ini hampir dirasakan setiap

harinya. Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya, tidak ada dalam keluarga

yang memderita penyakit sejenis.

Pemeriksaan fisik umum :

Kesadaran : compos mentis, TD : 120/80 mmHg, N : 80x/menit, RR : 20x/ menit,

S: 37°C

Pemeriksaan fisik khusus:

Kepala : ptosis bilateral pada kedua kelopak mata

Thorax : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Pemeriksaan fisik neurologi didapat:

Motorik : kekuatan 5 pada keempat ekstremitas, refleks fisiologis menurun

Refleks patologis : babinski (-), chaddock (-)

Sensoris : tidak ada kelainan

5

Page 6: LAPORAN 19C

II. KLASIFIKASI ISTILAH

NO. ISTILAH ARTI

1. Kelopak mata Palpebra, lipatan tipis kulit, otot dan jaringan fibrosa

yang berfungsi melindungi struktur mata yang rentan

2. Ptosis bilateral Turunnya kelopak mata atas akibat kelumpuhan pada

kedua mata

3. Babinski Tindakan refleks jari-jari kaki

4. Chaddock Memberikan rangsangan dengan cara menggores

bagian lateral maleolus lateralis

III. IDENTIFIKASI MASALAH

No. Masalah Concert

1. Nn. Sinta (20 tahun), seorang mahasiswi berobat ke

puskesmas dengan keluhan utama kelopak mata sulit

dibuka yang dialami sejak 6 bulan yang lalu.

V

2. Keluhan ini dirasakan secara perlahan – lahan makin hari

bertambah berat. Dan kondisi seperti ini hampir dirasakan

setiap harinya.

3. Ketika bangun tidur penderita merasa segar dan tidak ada

keluhan, namun ketika sedang sibuk beraktivitas,

penderita merasa matanya berat dibuka, lama kelamaan

seluruh anggota gerak juga ikut terasa berat. Setelah

beristirahat agak lam kondisi penderita merasa baik

kembali.

4. Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya, tidak ada

dalam keluarga yang memderita penyakit sejenis.

5. Pemeriksaan fisik

Kesadaran : compos mentis, TD : 120/80 mmHg,

N : 80x/menit, RR : 20x/ menit, S: 37°C

6. Pemeriksaan fisik khusus

Kepala : ptosis bilateral pada kedua kelopak mata

Thorax : dalam batas normal

6

Page 7: LAPORAN 19C

Abdomen : dalam batas normal

7. Pemeriksaan fisik neurologi

Motorik : kekuatan 5 pada keempat ekstremitas, refleks

fisiologis menurun Refleks patologis : babinski (-),

chaddock (-)

Sensoris : tidak ada kelainan

IV. ANALISIS MASALAH

1. Nn. Sinta (20 tahun), seorang mahasiswi berobat ke puskesmas dengan

keluhan utama kelopak mata sulit dibuka yang dialami sejak 6 bulan yang lalu.

a. Apa hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus?

Jawab :

- Dapat terjadi pada bberbagai usia, biasanya lebih sering pada usia 20-

50 tahun

- Rasio perbandingan wanita : pria ( 6 : 4 )

Pada wanita penyakit ini tampak pada usia lebih muda, yaitu sekitar

usia 28 tahun, sedangkan pada pria usia 42 tahun.

- Seorang mahasiswa biasanya banyak kegiatan yang dapat

menyebabkan timbulnya kelelahan otot

b. Apa saja organ yang terlibat dan anatominya?

Jawab :

Organ yang terlibat : kelainan terjadi sambungan neuromuskular, jadi

melibatkan gangguan pada jaras motorik yang berakhir pada otot skeletal.

Anatomi jaras motorik

- Jaras mulai dari cortex motorik cerebri sampai efektor (otot, kelenjar)

- Jaras menyilang di medulla oblongata

- Dibagi dua:

UMN (upper motor neuron) jaras mulai cortex motorik cerebri

sampai cornu anterior medulla spinalis

LMN lower motor neuron) jaras mulai cornu anterior medulla

spinalis sampai efektor.

7

Page 8: LAPORAN 19C

Anatomi Neuromuscular Junction

Sebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan

tentang anatomi dan fungsi normal dari neuromuscular junction

sangatlah penting. Tiap-tiap serat saraf secara normal bercabang

beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa ratus serat otot

rangka. Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang disebut

neuromuscular junction atau sambungan neuromuscular. Bagian

terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang

disebut terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang

terdapat di sepanjang serat saraf. Membran presinaptik (membran

saraf), membran post sinaptik (membran otot), dan celah sinaps

merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction.

c. Apa penyebab dan mekanisme kelopak mata sulit dibuka sejak 6 bulan

yang lalu?

Jawab :

Kelopak mata sulit dibuka (ptosis) diakibatkan adanya kelumpuhan pada

muskulus levator palpebral yang dipersarafi oleh nervus occulomotorius.

Ptosis yang merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus

okulomotorius, sering menjadi keluhan utama penderita miastenia gravis.

Walupun pada miastenia gravis otot levator palpebra jelas lumpuh, namun

ada kalanya otot-otot okular masih bergerak normal. Tetapi pada tahap

lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis

miastenia gravis. Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi, diikuti dengan

kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala.

d. Bagaimana mekkanisme membuka kelopak mata?

Jawab :

Mekanisme utama yang terjadi dalam proses buka tutup kelopak mata

adalah relaksasi m. orbikularis okuli dan kontraksi m. levator palpebra dan

dipertahankan oleh m. tarsalis (Muller muscle). Banyak sekali ilmuan

mengemukakan teori mengenai mekanisme refleks kedip seperti adanya

8

Page 9: LAPORAN 19C

pacemaker atau pusat kedip yang diregulasi globus palidus atau adanya

hubungan dengan sirkuit dopamin di hipotalamus. Pada penelitian Taylor

(1999) telah dibuktikan adanya hubungan langsung antara jumlah dopamin

di korteks dengan mengedip spontan dimana pemberian agonis dopamin

D1 menunjukkan peningkatan aktivitas mengedip sedangkan

penghambatannya menyebabkan penurunan refleks kedip mata.

Refleks kedip mata dapat disebabkan oleh hampir semua stimulus

perifer, namun dua refleks fungsional yang signifikan adalah

(Encyclopedia Britannica, 2007):

1. Stimulasi terhadap nervus trigeminus di kornea, palpebra dan

konjungtiva yang disebut refleks kedip sensoris atau refleks kornea.

Refleks ini berlangsung cepat yaitu 0,1 detik.

2. Stimulus yang berupa cahaya yang menyilaukan yang disebut refleks

kedip optikus. Refleks ini lebih lambat dibandingkan refleks kornea.

e. Apa saja kemungkinan penyakit yang menyebabkan kelopak mata sulit di

buka?

Jawab :

- Kongenital

1. Unilateral : kegagalan perkembangan – innervasi abnormal otot

levator palpebra. Bila cukup berat dapat menyebabkan ambliopia dan

harus segera ditangani dengan pembedahan. Dapat menyertai Marcus

Gunn syndrome (kelainan nervus III dan nervus V), dimana kontraksi

m.levator palpebra terjadi bila rahang membuka ke samping pada sisi

yang berlawanan.

2. Bilateral : infantile myastenia gravis atau anak dari ibu yang

menderita MG.

3. Ptosis yang menyertai Sturge Weber, von Recklinghausen syndrome

dan alkohol fetal syndrome.

- Didapat (acquired)

1. Terkait dengan penyakit muskular, kelainan neurologis, faktor

mekanik. Pada beberapa kasus memerlukan penanganan secepatnya.

2. Myastenia Gravis

3. Botulinism

9

Page 10: LAPORAN 19C

4. Paralysis n. III akibat trauma, tumor, degenerative CNS disease, lesi

vaskular.

5. Distrofi miotonik.

6. Tumor, trauma, jaringan sikatrik pada palpebra.

7. Horner syndrom (ptosis, miosis dan dishidrosis ipsilateral).

2. Keluhan ini dirasakan secara perlahan – lahan makin hari bertambah berat.

Dan kondisi seperti ini hampir dirasakan setiap harinya.

a. Mengapa keluhan ini dirasakan secara perlahan dan makin hari makin

berat?

Jawab :

miastenia gravis diduga merupakan gangguan otoimun yang merusak

fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan

neuromuskular.Keadaan ini sering bermanifestasi sebagai penyakit yang

berkembang progresif lambat.Tetapi penyakit ini dapat tetap terlokalisir

pada sekelompok otot tertentu saja.

Gangguan tersebut kemungkinan dipicu oleh infeksi, operasi, atau

penggunaan obat-obatan tertentu, seperti nifedipine atau verapamil

(digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi), quinine (digunakan

untuk mengobati malaria), dan procainamide (digunakan untuk mengobati

kelainan ritme jantung).

b. Apa saja faktor yang memperberat keluhan pada kasus?

Jawab :

Miastenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan yang

berfluktuasi pada otot rangka dan kelemahan ini akan meningkat apabila

sedang beraktivitas. Penderita akan merasa ototnya sangat lemah pada

siang hari dan kelemahan ini akan berkurang apabila penderita beristirahat.

10

Page 11: LAPORAN 19C

3. Ketika bangun tidur penderita merasa segar dan tidak ada keluhan, namun

ketika sedang sibuk beraktivitas, penderita merasa matanya berat dibuka, lama

kelamaan seluruh anggota gerak juga ikut terasa berat. Setelah beristirahat

agak lam kondisi penderita merasa baik kembali.

a. Mengapa saat bangun tidur penderita merasa segar dan tidak ada keluhan

sedangkan saat beraktivitas keluhan baru timbul?

Jawab :

Pada saat tidur, aktivitas otot skeletal sangat rendah, sehingga potensial

aksi yang melibatkan aktivitas asetilkolin pada sambungan neuromuskular

hanya sedikit. Namun, ketika mulai beraktivitas, banyak sekali potensial

aksi yang dicetuskan yang terjadi pada sambungan neuromuskular yang

tidak dapat secara maksimal diteruskan ke otot tujuan, sehingga keluhan

akan muncul.

b. Mengapa lama kelamaan seluruh anggota gerak ikut merasa berat?

Jawab :

Pada miastenia gravis, terdapat antibodi yang menghancurkan tempat

neurotransmitter menempel pada otot (reseptor). Sehingga dengan

demikian, neurotransmitter yang dikeluarkan tidak dapat menempel

seluruhnya pada sel otot dan menyebabkan kelemahan dari otot ditandai

dengan adanya kelemahan dan kelelahan. Kelemahan otot terjadi seiring

dengan penggunaan otot secara berulang, dan semakin berat dirasakan di

akhir hari. Kelompok otot-otot yang melemah pada penyakit miastenis

gravis memiliki pola yang khas. Pada awal terjadinya miastenia gravis,

otot kelopak mata dan gerakan bola mata terserang lebih dahulu kemudian

diikuti kelumpuhan otot-otot wajah, anggota gerak hingga yang terberat

otot-otot pernafasan. Sehingga pada kasus ini seluruh anggota gerak

semakin berat dialami oleh Nn Sinta akibat penggunaan otot secara

berulang.

11

Page 12: LAPORAN 19C

c. Mengapa keluhannya pertama kali timbul ke kelopak mata dan lama

kelamaan ke seluruh anggota gerak?

Jawab:

Karenapadakasus MG, otot yang pertama kali mengalami kelemahan

adalah otot-otot kecil seperti kelopak mata karena memiliki motor unit

yang kecil, selain itu otot kelopak mata selalu berkontraksi saat berkedip

kecuali ketika tidur.

d. Mengapa penderita merasa baik kembali setelah beristirahat?

Jawab :

Pada keadaan istirahat dan tidur, tidak ada rangsangan yang timbul

sehingga produksi asetilkolin berjumlah banyak tersimpan dalam vesikel.

Dan pada saat memulai aktivitas (rangsangan aksi awal), asetilkolin yang

berikatan dengan reseptornya masih dalam kadar yang cukup banyak

sehingga mampu menimbulkan depolarisasi membran dalam jumlah

cukup. Namun, lama-kelamaan keadaan ini tidak akan terkompensasi

dengan semakin lamanya aktivitas yang dicetuskan karena terkait pada

jumlah reseptor Ach yang semakin sedikit dan Ach yang banyak

dihidrolisis.

4. Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya, tidak ada dalam keluarga yang

memderita penyakit sejenis.

a. Apa hubungan keluarga dengan kasus?

Jawab :

Secara epidemiologi, riwayat keluarga jarang ditemukan.

b. Apakah penyakit ini dapat kambuh?

Jawab :

karena miastenia gravis merupak penyakit autoimun maka penyakit ini

dapt kambuh. Untuk mencegahnya dapat diberikan Terapi imunosupresif

dan imunomodulasi yang dikombainasikan dengan pemberian antibiotik

dan penunjang ventilasi, mapu menghambat terjadinya mortalitas dan

menurunkan morbiditas pada penderita miastenia gravis. Pengobatan ini

12

Page 13: LAPORAN 19C

dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot

secara cepat dan terpai yang memiliki onset lebih lambat tetapi memiliki

efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.

5. Pemeriksaan fisik

Kesadaran : compos mentis, TD : 120/80 mmHg, N : 80x/menit, RR : 20x/

menit, S: 37°C

a. Interpretasi dan mekanisme abnormal?

Jawab :

Nn. shinta Interpretasi

Kesadaran Compos mentis Normal

Tekanan darah 120/80 mmHg Normal

Nadi 80x/menit Normal

Respiratory rate 20x/menit Normal

Suhu 37°C Normal

6. Pemeriksaan fisik khusus

Kepala : ptosis bilateral pada kedua kelopak mata

Thorax : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

a. Interpretasi dan mekanisme abnormal?

Jawab :

Hasil pemeriksaan Interpretasi Mekanisme abnormalKepala : ptosis bilateral pada kedua kelopak mata

Tidak normal Proses autoimun antara anti-Ach dan reseptor asetilkolin pada neuron possinaptik rangsangan dari presinaptik tidak diteruskan maksimal ke neuron possinaptik potensial aksi yang tercetus tidak seluruhnya mencapai threshold rangsang tidak diteruskan ke otot tujuan pada mata, otot levator palpebra tidak berkontraksi maksimal

13

Page 14: LAPORAN 19C

turunnya kelopak mata atau ptosisThorax : dalam batas normal

Normal -

Abdomen : dalam batas normal

Normal -

7. Pemeriksaan fisik neurologi

Motorik : kekuatan 5 pada keempat ekstremitas, refleks fisiologis menurun

Refleks patologis : babinski (-), chaddock (-)

Sensoris : tidak ada kelainan

a. Interpretasi dan mekanisme abnormal?

Jawab :

Motorik :

- Kekuatan 5 pada keempat ekstremitas: normal, tidak ada kelumpuhan.

- Refleks Fisiologis menurun

- Refleks Patologis: Babinski (-), Chaddock (-) : normal, tidak ada lesi di

UMN (traktus kortikospinal).

Sensoris : Tidak ada kelainan: normal, tidak ada kelainan pada fungsi saraf

(sensoris).

V. HIPOTESIS

Nn. Shinta 20 tahun menderita Miastenia gravis

Template

a. Cara mendiagnosis

Jawab :

Diagnosis miastenia gravis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang khas. Menurut Ngurah (1991) untuk penegakan

diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:

1. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama

kelamaan akan terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi

kurang terang. Penderita menjadi anartris dan afonis.

14

Page 15: LAPORAN 19C

2. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus.

Lama-kelamaan akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau

atau tampak ada ptosis, maka penderita disuruh beristirahat. Kemudian

tampak bahwa suaranyaakan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak

lagi.

Untuk memastikan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan beberapa tes

antara lain:

- Uji Tensilon (edrophonium chloride)

Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila

tidak terdapat reaksimaka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon

secara intravena. Segera setelah tensilondisuntikkankita harus

memperhatikan otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak

matayang memperlihatkan adanya ptosis. Bila kelemahan itu benar

disebabkan oleh miasteniagravis, maka ptosis itu akan segera lenyap.

Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan

sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat singkat.

- Uji Prostigmin (neostigmin)

Pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin methylsulfat

secara intramuskular (bilaperlu, diberikan pula atropin ¼ atau ½ mg).

Bila kelemahan itu benar disebabkan olehmiastenia gravis maka

gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismus atau kelemahan lain

tidak lama kemudian akan lenyap.

- Uji Kinin

Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian

diberikan 3 tablet lagi(masing-masing 200 mg per tablet). Untuk uji

ini, sebaiknya disiapkan juga injeksiprostigmin, agar gejala-gejala

miastenik tidak bertambah berat.Bila kelemahan itu benardisebabkan

oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-

lain akan bertambah berat.

15

Page 16: LAPORAN 19C

b. Diagnosis banding

Jawab :

Botulism

Compressive lesions of cranial nerves

Congenital myasthenic syndromes

Depression

Drug-induced myasthenialike syndrome - This may be related to D-

penicillamine, antibiotics (ciprofloxacin, erythromycin, ampicillin,

polymyxins, or aminoglycosides), antispasmodic drugs (trihexyphenidyl),

beta-adrenergic receptor blocking agents (propranolol, timolol), or

cardiac drugs (procainamide, verapamil, quinidine)

Kearns-Sayre syndrome

Mitochondrial cytopathies

Mitochondrial myopathies, with or without external ophthalmoplegia

Neurasthenia

Oculopharyngeal muscular dystrophy

c. Pemeriksaan penunjang

Jawab :

- Endrofonium (Tensilon) test, yaitu tes dengan pemberian obat

antikolinesterase kerja singkat yang menghasilkan perbaiakn segera pada

kelemahan otot bila diberikan secara intravena.

- Tes prostigmin, Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin

sulfas disuntikkan intramuskular atau subkutan. Tes dianggap positif

apabila gejala-gejala menghilang dan tenaga membaik.

- Uji Kinin, merupakan uji dimana diberikan 3 tablet kinina masing-masing

200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3 tablet lagi (masing-masing 200 mg per

tablet). Pada miastenia gravis, gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain

akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi

prostigmin, agar gejala-gejala miastenik tidak bertambah berat.

- EMG (Elektromiografi), alat tes uji dengan mempelajari aktivitas listrik

yang timbul pada otot sewaktu istirahat dan sewaktu kontraksi. Pada

penderita miastenia gravis terlihat penurunan progresif amplitudo potensial

aksi otot ketika pasien melakukan kontraksi volunter berulang.

16

Page 17: LAPORAN 19C

- Pemeriksaan serum untuk antibodi reseptor asetilkolin, merupakan uji

yang sangat baik karena bersifat spesifik terdapat pada 80% pasien

miastenia gravis. Uji yang positif bersifat diagnostik untuk penyakit

miastenia gravis. Dan titer antibodi yang tinggi tidak berhubungan dengan

beratnya penyakit. (Chandrasoma dan Taylor, 2005)

- Antibodi anti-reseptor asetilkolin

Antibodi ini spesifik untuk miastenia gravis, dengan demikian sangat

berguna untuk menegakkan diagnosis. Titer antibodi ini meninggi pada

90% penderita miastenia gravis golongan IIA dan IIB, dan 70% penderita

golongan I. Titer antibodi ini umumnya berkolerasi dengan beratnya

penyakit.

- Antibodi anti-otot skelet (anti-striated muscle antibodi)

Antibodi ini ditemukan pada lebih dari 90% penderita dengan timoma dan

lebih kurang 30% penderita miastenia gravis. Penderita yang dalam

serumnya tidak ada antibodi ini dan juga tidak ada antibodi anti-reseptor

asetilkolin, maka kemungkinan adanya timoma adlah sangat kecil.

- Chest X-ray, Foto dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu

dikerjakan, untuk melihat apakah ada timoma. Bila perlu dapat dilakukan

pemeriksaan dengan sken tomografik.

d. Diagnosis kerja ( anatomis, klinis, neurologi)

Jawab :

Miastenia gravis

e. Definisi

Jawab :

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu

kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara

terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas,.Penyakit ini

timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada

neuromuscular junction. Dimana bila penderita beristirahat, maka tidak lama

kemudian kekuatan otot akan pulih kembali.

f. Epidemiologi

Jawab :

17

Page 18: LAPORAN 19C

Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui. Angka kejadiannya

20 dalam 100.000 populasi.Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada

umurdiatas 50 tahun.Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan

pria dan dapat terjadi pada berbagai usia. Pada wanita, penyakit ini tampak

pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria,

penyakit ini sering terjadi pada usia 60 tahun.

g. Etiologi

Jawab :

Penyeybab dan mekanisme yang pasti mendasari belum diketahui sepenuhnya,

penurunan jumlah reseptor asetilkolin (AchR) pada penyakit ini di duga di

sebabkan oleh proses autoimun.

h. Faktor resiko

Jawab :

1. Infeksi (virus)

2. Pembedahan

3. Stress

4. Perubahan hormonal

5.  Alkohol

6.  Tumor mediastinum

7. Obat-obatan

i. Patofisiologi

Jawab :

Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu.

Abnormalitas dalam penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate motorik

dan bukan pada membran presinaps. Membran postsinaptiknya rusak akibat

reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak antara membran presinaps

dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam

perjalanannya ke arah motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase.

Selain itu jumlah asetilkolin yang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan

membran postsinaps motor end plate menjadi lebih kecil. Karena dua faktor

tersebut maka kontraksi otot tidak dapat berlangsung lama.

18

Page 19: LAPORAN 19C

Kelainan kelenjar timus terjadi pada miastenia gravis. Meskipun secara

radiologis kelainan belum jelas terlihat karena terlalu kecil, tetapi secara

histologik kelenjar timus pada kebanyakan pasien menunjukkan adanya

kelainan. Wanita muda cenderung menderita hiperplasia timus, sedangkan pria

yang lebih tua dengan neoplasma timus. Elektromiografi menunjukkan

penurunan amplitudo potensial unit motorik apabila otot dipergunakan terus-

menerus

j. Pathogenesis

Jawab :

Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada

patofisiologi miastenia gravis. Observasi klinik yang mendukung hal ini

mencakup timbulnya kelainan autoimun yang terkait dengan pasien yang

menderita miastenia gravis, misalnya autoimun tiroiditis, sistemik lupus

eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain.

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh

suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan

secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas.Penyakit

ini timbul karena adanya gangguan dari synaptictransmission atau pada

neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi

neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang

(volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan

umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi

oleh fungsi saraf cranial. Miastenia gravis merupakan sindroma klinis

akibat kegagalan transmisi neuromuskuler yang disebabkan oleh

hambatan dan destruksi reseptor asetilkolin oleh autoantibodi.Sehingga

dalam hal ini, miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yang spesifik

organ.Antibodi reseptor asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir

semua pasien.Antibodi ini merupakan antibodi IgG dan dapat melewati

plasenta pada kehamilan.

Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan

neuromuskular, maka membran akson terminal presinaps mengalami

depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps.

Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor

19

Page 20: LAPORAN 19C

asetilkolin pada membran postsinaps.Penggabungan ini menimbulkan

perubahan permeabilitas terhadap natrium dan kalium secara tiba-tiba

menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeng

akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi

dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan

disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian reaksi

yang mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi melewati

hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan oleh enzim

asetilkolinesterase.

Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu.

Abnormalitas dalam penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate motorik

dan bukan pada membran presinaps.Membran postsinaptiknya rusak akibat

reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak antara membran presinaps

dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam

perjalanannya ke arah motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase.

Selain itu jumlah asetilkolin yang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan

membran postsinaps motor end plate menjadi lebih kecil. Karena dua faktor

tersebut maka kontraksi otot tidak dapat berlangsung lama.

Pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam

berbagai subklas yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung melawan

area imunogenik utama pada subunit alfa. Subunit alfa juga merupakan

binding site dari asetilkolin. Ikatan antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor

asetilkolin akan mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular melalui

beberapa cara, antara lain : ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap antibodi

anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada

neuromuscular junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada

membran post sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan yang dapat

digunakan untuk insersi reseptor-reseptor asetilkolin yang baru disintesis.

k. Gejala klinis

Jawab :

20

Page 21: LAPORAN 19C

Kelemahan otot dengan sifat karakteristik bertambah berat setelah

beraktivitas dan berkurang atau menghilang setelah beristirahat, siang hari

lebih berat dari pagi.

Kelemahan otot ekstraokular (ptosis)

Kelemahan otot messeter > mulut penderita sukar untuk di tutup

Kelemahan otot faring, lidah, pallatum molle, dan laring menyebabkan

sukar menelan dan beribicara

Paresis dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau

Bila penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya.

Kelemahan otot semakin lama semakin memburuk

Kelemahan menyebar muai dari otot okular, otot wajah, otot leher, hingga

ke otot-otot ekstremitas.

l. Terapi

Jawab :

Secara garis besar, pengobatan MG berdasarkan 3 prinsip :

Mempengaruhi transmisi neuromuskuler

Mempengaruhi proses imunologik

Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot

Terapi jangka pendek untuk intervensi keadaan akut :

Neostigmin bromide (prostigmin) 15mg per tab, biasa diberikan 3x1 tab

Neostigmin methylsulfat (prostigmin) 0,5mg/amp. (im/iv)

Pyrisdostigmin bromide (mestinon) 60mg/tab

Antikolinesterase

Plasma exchange

Intravenous immunoglobulin (IVIG)

Intravena metilprednisolone (IVMp)

Jangka panjang

Kortikosteroid

21

Page 22: LAPORAN 19C

Azathiophrine : 2-3 mg/kg bb/ hari

Cyclosporine : 5 mg/kg bb/ hari

Cyclosphamide

thymectomy

m. Pencegahan

Jawab :

Seperti pada penyakit autoimun lainnya, tidak ada yang dapat dilakukan untuk

mencegah terjadinya myasthenia gravis, karena bukan disebabkan oleh sesuatu

yang bisa kita hindari.

n. Komplikasi

Jawab :

- Respiratory failure

- Disfagia

- Komplikasi sekunder akibat pengobatan / penggunaan steroid jangka

panjang:

o Osteoporosis, katarak, hiperglikemia, hipertensi

o Gastritis, ulkus peptikum

o Pneumocystis carinii

o. Prognosis

Jawab :

Sangat bervariasi, dapat terjadi remisi total hingga kematian. Dengan penanganan yang

baik dan terpadu, penderita miastenia gravis memiliki tingkat kesembuhan yang tinggi.

Perlu diingat bahwa miastenia gravis tidak dapat disembuhkan secarasempurna.

Namun, tanda dan gejala yang ditimbulkan dapat dihilangkan /dikurangi. 80 %

pasien pada akhirnya menjad MG general. Pada pasien dengan penyakit yang

terbatas pada otot oculer, inhibitor kolinesterase, kortikostroid dosis rendah

atau terapi non medis (contoh : kruk kelopak mata) mungkin cukup untuk

mengontrol gejala. Banyak pasien dengan MG general menikmati kehidupan

normal dan produktif ketika diterapi adekuat. Akan tetapi, kualitas hidup

mungnkin memburuk sebagai akibat keduanya, terbatasnya efikasi dan efek

22

Page 23: LAPORAN 19C

samping obat yang tersedia. Pasien dengan underlying thymoma sering

memiliki rangkaian penyakit yang lebih agresif.

p. SKDI

Jawab :

3B

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau

mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.

Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

VI. SINTESIS

1. ANATOMI

a. Kelopak mata

Kelopak mata berada di depan bola mata, berfungsi seperti jendela untuk melindungi mata dari trauma maupun sinar yang terlalu kuat. Selain itu juga berfungsi dalam sistem penyaluran air mata.

Tiap kelopok mata dibagi oleh sulcus horizotalis (fornix) menjadi bagian orbital dan tarsal. Serta dibagi pula bagian superior dan inferior. Kedua kelopak mata bertemu di sudut medial dan lateral membentuk kantus medialis dan lateralis, kantus medialis lebih tinggi ±2mm dibandingkan kantus lateralis. Arpetura/fisura palpebra adalah jarak antara palpebra superior dan inferior.

Struktur

Tiap palpebra terdiri dari lapisan (dari luar ke dalam) :

23

Page 24: LAPORAN 19C

1. Kulit : elastis, halus, dan paling tipis pada tubuh2. Jaringan subkutaneus areolar : sangat longgar/elastis dan tidak

mengandung lemak, mudah membesar saat ada udim atau darah3. Lapisan otot bergaris. Terdiri dari otot orbicularis oculli yang

dipersarafi n.facialis dan pada palpebra superior terdapat otot levator palpebra superior yang dipersarafi n.occulomotorius

4. Jaringan submuskular areolar : jaringan longgar, banyak terdapat pembuluh darah dan saraf.

5. Jaringan fibrosa6. Jaringan otot polos : terdapat otot palpebra Muller, dipersarafi sistem

saraf simpatis7. Konjunctiva

Gambar Struktur kelopak mata (Palpebra superior)

Kelenjar pada Palpebra

1. Kelenjar Meibomian2. Kelenjar Zeis3. Kelenjar Moll4. Kelenjar Aksesorius Lakrimalis dari Wolfring

Persarafan Palpebra

Motorik :- N.Facialis M.Orbicularis occuli

24

Page 25: LAPORAN 19C

- N.Oculomotorius M. Levator Palpebra Superior Sensoris :

- N.Trigeminus (V1)

b. Nervus cranialisKlasifikasi fungsional dari saraf kranialis lebih rumit, karena beberapa dari saraf tersebut berhubungan dengan organ sensorik khusus yang sangat tinggi, dan melayani fungsi seperti penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecapan. Saraf-saraf kranialis lainnya adalah brankiomerik (V, VI, IX, X dan XI), dan serat eferennya mempersarafi otot yang berasal dari arkus brankialis.

Tipe serat-serat di bawah ini, ditemukan pada saraf kranialis:1. serat aferen somatic (mengirim rasa nyeri, suhu, raba, tekanan, dan

propioseptif melalui reseptor pada kulit, sendi, tendon, dan lain-lain)2. serat otonom (visceral) aferen, mengirim impuls (nyeri) dari visera3. a) serat somatic aferen special, mengirim impuls dari reseptor special

(mata, telinga)b) serat visceral aferen special, mengirim impuls pengecapan dan penciuman.

4. Serat somatic eferen umum, mempersarafi otot-otot skelet (III, IV, VI, XII)

5. Serat eferen visceral, mempersarafi otot polos, otot jantung, dan kelenjar parasimpatik seperti juga simpatik.

6. Serat eferen brankiomerik special, mempersarafi otot-otot yang berasal dari arkus brankialis (V untuk otot-otot dari arkus pertama, VII untuk otot-otot dari arkus kedua, IX untuk otot-otot dari arkus ketiga, X dan XI untuk otot-otot dari arkus keempat dan selanjutnya)

Sistem Olfaktorius (I)

Dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius, sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum

25

Page 26: LAPORAN 19C

nasal; fila olfaktoria; bulbus olfaktorius; traktus olfaktorius; korteks pada lobus temporal unkus dan area subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis.

Mukosa olfaktorius menutupi daerah seluas kurang lebih 2 cm2 pada atap tiap kavum nasi dan meluas kea rah konka nasalis superior dan septum nasi. Sel sensorik kecil dan sel-sel penunjuanganya, tersebar pada epitel olfaktori khusus kelas tinggi. Kelenjar Bowman juga terletak di sini, menghasilkan cairan serosa, yang juga disebut mucus olfaktoeius, dan bahan aromatic mungkin menjadi larutan. Sel-sel sensorik merupakan neuron bipolar. Prosesus perifernya berakhir pada permukaan epitel dalam bentuk rambut-rambut olfaktorius pendek. Prosesus sentralis lebih halus. Beratus-ratus prosesus sentralis bergabung membentuk fasikulus yang tidak bermielin, yaitu filum olfaktorius. Pada setiap sisi lebih kurang terdapat 20 filum; yang berjalan melalui foramen dalam lempeng kribiformis tulang etmoidalis dan ber hubungan dengan bulbus olfaktorius. Filum tersebut adalah pendahulu dari saraf olfaktorius, dan dipercaya mempunyai kecepatan konduksi yang paling lambat dari semua saraf.

Bulbus olfaktorius adalah bagian yang menonjol dari otak. Merupakan tempat dari sinaps atau dendrit sel mitral yang rumit, sel tufted dan sel granular. Jadi, sel olfaktorius bipolar adalah neuron pertama dalam sistem penciuman, sel mitral dan sel tufted dari bulbus olfaktorius mewakili neuron kedua. Akson dari neuron-neuron ini membangun traktus olfaktorius, yang pada tiap sisi terletak dari girus rekti di atas sulkus olfaktorius. Di depan subtansi anterior yang berlubang-lubang, dimana pembuluh darah korpus striatum keluar dan masuk, traktus olfaktorius membentuk trigonum olfaktorius, dan setiap traktus memecah ke dalam stria medial dan lateral. Serat stria lateral berlanjut di atas limen insula (sambungan korteks orbital dan insula) ke giri semilunaris dan ambient ke dalam amigdala. Di sini, neuron ketiga dimulai, yang meluas ke bagian anterior girus parahipokampus, mewakili area Brodmann 28. Daerah ini merupakan region kortikal dari lapangan proyeksi dan daerah asosiasi dari sistem olfaktorius.

Akson stria medialis bersambung dengan daerah di bawah rostrum korpus kalosum dan dengan area septalis di depan komisura anterior. Ini merupakan komisura paleokorteks, yang menghubungkan kedua daerah olfaktorius dan membawa serat yang berkomunikasi dengan sistem limbic. Juga menghubungkan giri temporalis medialis dan sebagian giri temporalis inferior dari hemisfer tersebut. Sistem olfaktorius adalah satu-satunya sistem saensorik di mana impuls mencapai korteks tanpa dihubungkan lebih dahulu ketalamus. Interkoneksi sentralnya kompleks dan beberapa tidak sepenuhnya dimengerti.

Bau yang mencetuskan nafsu makan, menginduksi reflex salvias, sedangkan bau yang amis mencetuskan mual, dan muntah. Reaksi ini berhubungan dengan emosi. Penciuman dapat menyenangkan atau menjijikan. Serat utama yang berhubungan dengan daerah otonom adalah berkas otak depan medial dan stria medularis thalamus.

Berkas otak depan medial terdiri dari serat-serat yang muncul dari region olfaktorius basalis, region periamigdaloid dan nucleus septalis. Pada perjalanannya melalui hipotalamus, beberapa serat berakhir pada nucleus hipotalamik. Kebanyakan serat berlanjut ke dalam batang otak dan

26

Page 27: LAPORAN 19C

berhubungan dengan daerah otonom pada formasio retikularis dan dengan nucleus salivatorius dan nucleus dorsalis saraf vagus.

Stria talamikus medialis bersinaps dalam nucleus habenularis. Traktus habenulopedunkularis berlanjut dari nucleus nucleus ini ke nucleus inpendukularis dank e nucleus tegmentalis, kemudian jauh ke bawah, ke pusat otonom formasio retikularis batang otak.

Sistem Optik (II, III, IV, VI)

- Jaras PenglihatanRetina merupakan reseptor dari impuls penglihatan. Retina

mewakili ke depan dari otak dan secara penting terdiri dari tiga lapisan neuron.

Traktus serat yang berjalan naik dari mata ke kiasma disebut saraf optikus. Setelah saraf tiba pada kiasma, separuh dari seratnya yang berasal dari separuh sisi nasal retina, menyeberang melalui kiasma ke sisi yang berlawanan. Separuh lainnya, yang berasal dari separuh sisi temporal retina, terus berjalan ipsilateral. Di belakang kiasma, semua bergabung dengan serat yang menyeberang dari mata kontralateral dan membentuk traktus optikus. Setiap traktus berakhir pada korpus genikulata lateralnya. Pada saraf optikus, traktus dan juga pada radiasio optika, yang berasal dari neuron baru dalam korpus genikulatum lateral, serat-serat tersusun dalam urutan retinotopik yang sempurna, yang juga ditemukan pada korteks penglihatan atau korteks kalkarina.

- Pergerakan Mata (III, IV, VI)Otot-otot dari setiap mata, dipersarafi oleh saraf okulomotorius (III), troklearis (IV) dan abdusens (VI). Nucleus dari tiga pasang saraf ini, terletak pada masing-masing sisi garis tengah dari tegmentum otak tengah dan pons bagian bawah, dekat akuaduktus dan ventrikel keempat.Saraf Okulomotorius (III)

Nucleus saraf okulomotoris terletak sebagian di depan subtansia grisea periakuaduktal dan sebagian lagi di dalam subtansia grisea. Nucleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superios, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Pada setiap nucleus, neuron bertanggung jawab untuk setiap otot, membentuk kolumna.

Beberapa akson dari motor neuron bertanggung jawab untuk otot-otot eksterna yang menyeberang pada tingkay nucleus. Bersama dengan akson yang tidak menyeberang dan serat parasimpatik, akson ini berayun di sekeliling dan melalui nucleus rubra pada perjalanan ke dinding lateral bawah dari fosa interpedunkularis, di mana semuanya bergabung dan muncul sebagai saraf okulomotorius. Kedua saraf berjalan di antara arteri serebri posterior dan arteri serebelaris superior. Pada perjalanannya ke orbita, kedua saraf pertama-tama berjalan melalui spasium subarakanoid dari sisterna basalis dan kemudian melalui spasium subdural. Di mana masing-masing serat menyeberangi ligamentum sfenopetrosal sebelum memasuki sinus kavernosus, dan menjadi rentan terhadap tekanan yang disebabkan oleh herniasi unkus. Setelah melewati sinus, saraf memasuki orbita melalui fisura orbita

27

Page 28: LAPORAN 19C

superior. Kemudian, serat parasimpatik meninggalkan saraf dan bergabung dengan ganglion siliar, di mana serat preganglionik dihubungkan ke serat postganglionic pendek yang mempersarafi otot-otot mata interna.

Setelah memasuki orbita, serat somatic saraf okulomorius terbagi menjadi dua cabanga, cabang atas atau dorsal berlanjut ke levator palpebra superior dan otot rektus superior. Cabang bawah atau ventral mempersarafi rektus medial dan inferior dan otot oblikus inferior.Saraf Troklearis (IV)

Nucleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan subtansia grisea periakuaduktal, dan segera berada di bawah nucleus saraf okulomotoris. Radiks interna membentuk lingkaran di sekeliling bagian lateral subtansia grisea sentralis dan meyilang dibelakang akuaduktus di dalam velum medularis superior, membran tipis yang membentuk lektum ventrikel keempat rostralis. Setelah menyeberang, saraf tersebut meninggalkan otak tengah di bawah kolikulus inferior. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Dalam perjalanan ventralnya ke sinus kavernosus, saraf-saraf tersebut pertama-tama melewati fisura pontosereberalis rostralis dan kemudian berlanjut di bawah tepi tentorium ke sinus kavernosus, dan dari sana ke dalam orbita disertai oleh saraf okulomotorius.

Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior, untuk menggerakkan mata ke bawah, ke dalam, dan abduksi dalam derajat kecil. Paralisis otot ini menyebabkan deviasi mata yang sakit ke atas dan sedikit ke dalam kea rah mata yang sehat. Deviasi ini terutama terlihat jika mata yang terlibat melihat ke bawah dan ke dalam, pada arah mata normal.Saraf Abdusens (VI)

Nucleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medulla oblongata, dan segera terletak di bawah lantai ventrikel keempat. Krus interna saraf fasialis (VII) berjalan di antara nucleus saraf VI dan ventrikel keempat. Serat radiks dari abdusens, berlanjut melalui basis pons di setiap sisi garis tengah, dan muncul sebagai saraf dari sambungan pontomedular tepat di atas pyramid.

Dari sini, kedua saraf berjalan ke atas melalui spasium subaraknoid pada masing-masing sisi arteri basilaris. Kemudian berjalan melalui spasium subdural di depan klivus, melubangi dura, dan bergabung dengan dua saraf motorik dalam sinus kavernosus. Di sini saraf-saraf tersebut berhubungan erat dengan cabang pertama dan kedua saraf trigeminus dan dengan arteri karotis interna, yang juga berjalan melalui sinus kavernosus. Saraf-saraf tersebut juga tidak berjalan jauh dari bagian lateral sinus sphenoid dan sinus etmoidalis.

Saraf Trigeminus (V)

Saraf trigeminus bersifat campuran: bagian mayornya membawa serat sensorik dari wajah, dan bagian yang lebih kecil membawa serat motorik untuk otot-otot pengunyah. Bagian sensorik berasal dari ganglion

28

Page 29: LAPORAN 19C

trigeminalis yang berkaitan dengan ganglion spinalis dan mengandung sel-sel ganglion pseudounipolar. Akson-akson perifer dari sel-sel ini berhubungan dengan reseptor untuk raba, diskriminasi, tekanan, nyeri, dan suhu. Prosesus sentral memasuki pons dan berakhir dalam nucleus sensorik utama (raba, diskriminasi) dan nucleus spinalis (nyeri, suhu) dari saraf. Satu aspek dari nucleus traktus mesensefalik trigeminus menunjukkan gambaran khusus dari saraf. Neuron dari nucleus ini berhubungan dengan neuron ganglion spinalis. Jadi, nucleus dapat dianggap sebagai ganglion yang dikatakan berpindah tempat ke dalam batang otak. Akson-akson dari sel-selnya berhubungan dengan reseptor perifer dalam gelendong otot dari otot pengunyah dan dengan reseptor yang berespons terhadap tekanan.

Tiga nucleus meliputi daerah yang luas, yang berjalan dari medulla spinalis bagian servikalis ke atas ke otak tengah.

Ganglion Gasseri berhenti pada sulkus yang dangkal dari apeks rostral tulang petrosa, di luar bagian lateral dari sinus cavernous. Akson perifer dari neuron ganglionik membentuk tiga bagian mayor:

a. Saraf oftalmikus, yang berjalan melewati fisura orbita superiorb. Saraf maksilaris, yang menuju ke foramen rotundumc. Saraf mandibularis, yang berlanjut melalui foramen ovale

Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit dahi dan wajah, mukosa mulut, hidung, dan sinus; gigi maksilar dan mandibular; dan daerah luas dari dura dalam fosa kranii anterior dan tengah. Untuk telinga, saraf ke-5 hanya melaporkan dari bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius menerima persarafan sensorik dari saraf intermediate, glosofaringeus dan vagus. Saraf mandibularis, di antara impuls-impuls lain, membawa impuls propioseptif dari otot-otot pengunyah dan dari atap mulut untuk mengendalikan kekuatan menggigit.

Di dalam pons, serat saraf membawa rasa nyeri dan suhu, berlanjut kea rah kaudal sebagai trakus trigeminus spinal. Traktus ini berakhir pada nucleus spinalis dari saraf, yang berlanjut ke bawah sejauh medulla spinalis atas. Di sini traktus menggambarkan perpanjangan cranial dari zona Lissauer dan substansia gelatinosa kornu posterior, yang menerima rasa nyeri dari segmen servikal paling atas.

Bagian kaudal dari nucleus spinalis memperlihatkan beberapa pola somatotopik. Bagian yang terendah menerima serat rasa nyeri dari saraf oftalmikus. Lebih cranial,tiba serat dari saraf maksilaris, saraf ini diikuti oleh serat dari saraf mandibularis. Serat saraf VII (saraf intermediet) dan IX serta X mengirimkan impuls nyeri dari telinga, sepertiga posterior lidah, faring, dan laring, bergabung dengan traktus spinalis dari saraf trigeminus. Segmen tengah dan segmen cranial dari nucleus spinalis barangkali menerima serat aferen yang mengirimkan impuls tekanan dan raba. Dianggap bahwa segmen tengah menerima serat rasa nyeri yang berasal dari pulpa gigi. Fungsi dari daerah nucleus ini memerlukan penjelasan lebih lanjut.

Serat neuron kedua dari nucleus spinalis menyebar sewaktu menyeberang ke sisi yang berlawanan, di mana neuron berlanjut melalui tegmentum pons ke thalamus, bersama-sama dengan traktus spinotalamikus lateral. Serat berakhir dalam nucleus posteromedial ventralis dari thalamus.

29

Page 30: LAPORAN 19C

Nucleus sensorik utama dari saraf V mengisi daerah sirkumskripta tegmentum dorsolateral dari pons. Nucleus ini menerima impuls aferen dari rasa raba, diskriminasi, dan tekanan, yang pada medulla spinalis, dikirim oleh funikuli posterior. Serat neuron kedua dalam nucleus ini juga menyeberang ke sisi lain dari nucleus posteromedial ventral dari thalamus.

Neuron ketiga dari jaras trigeminalis terletak pada thalamus, mengirimkan akson-aksonnya melalui ekstremitas posterior dari kapsula interna ke sepertiga bawah girus postsentralis.

Bagian motorik atau bagian minor dari saraf trigeminus mempunyai nucleus di dalam tegmentum pontin, terletak di sebelah medial dari nucleus sensorik utama. Saraf motorik meninggalkan tengkorak bersama dengan saraf mandibularis. Saraf motorik ini mempersarafi otot masseter, pterigoideus temporalis, lateralis, dan medialis, milohioideus, digastrikus anterior dan otot tensor veli palatine.

Saraf Fasialis atau Intermediat (VII)

Saraf fasialis yang sebenarnyaNucleus motorik terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum

pontin bawah dekat medulla oblongata. Sewaktu masih di tegmentum pons, akson dari neuron pertama-tama berjalan ke arah sudut pontosereberal, di mana akson ini muncul pada sambungan pontomedular tepat di depan saraf kranialis VIII. Krus dari saraf fasialis memberikan kolikulus fasialis pada lantai ventrikel keempat tepat di atas striae medular horizontal. Saraf intermediate muncul di antara saraf fasialis dan akustikus, dan ketiganya semua (fasiatis, intermediate, dan vestibulokoklearis) berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna. Di dalam kanalis, saraf fasialis dan intermediate berpisah dari saraf kranialis VIII dan terus ke lateral dalam kranalis fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum.

Di sini kanalis fasialis membuat belokan tajam ke arah kaudal. Karena saraf fasialis mengikuti kanalis, maka saraf fasialis juga ikut berbelok, yang disebut sebagai krus eksterna atau krus luar dari saraf fasialis. Pada ujung akhir fasialis, saraf fasialis meninggalkan cranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi glandula paroitis. Otot-otot yang dipersarafi oleh saraf VII, melayani ekspresi fasial dan berasal dari arkus brankialis kedua. Otot-otot orbikularis oris dan okuli, buksinator, oksipital, frontal, stapedius, stilohioideus, digastrikus posterior dan plastima, termasuk dalam kelompok ini.

Nucleus motorik dari saraf fasialis merupakan bagian dari beberapa arkus reflex. Reflex kornea sebelumnya telah disebutkan. Impuls optic juga tiba pada nucleus dari kolikulus superior melalui traktus tektobulbaris, menyebabkan penutupan kelopak mata jika terdapat cahaya yang cukup terang (reflex berkedip). Impuls akustik mencapai nucleus melalui nucleus dorsalis badan trapezoid. Tergantung pada intensitas suara, arkus reflex ini menghasilkan relaksasi atau tegangan otot stapedius.

30

Page 31: LAPORAN 19C

Persarafan supranuklear dari otot-otot dahi, terletak pada kedua hemisfer serebri, sedangkan otot wajah sisanya mendapat persarafan hanya dari girus presentralis kontralateral. Akibatnya, gangguan unilateral dari traktus kortikonuklear oleh suatu lesi, seperti misalnya infark, membiarkan persarafan otot frontalis tetap utuh. Tetapi jika sebuah lesi melibatkan nucleus atau saraf perifer, semua otot fasial ipsilateral mengalami kelumpuhan.

Sistem Auditorius (VIII)

Sistem auditorius terdiri dari telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Yang akan dibicarakan sekarang, terbatas pada telinga dalam, yang terdiri dari koklea, mengandung organ korti, dan saraf akustikus atau koklearis dan hubungannya di dalam sistem saraf pusat.

Gelombang suara yang masuk dari telinga luarm dirubah menjadi gerakan mekanis oleh osikel auditorius dari telinga tengah, dan pada gilirannya diubah menjadi gelombang tekanan dari perilimfe, pada waktu stapes menggetarkan fenestra ovalis. Gelombang tekanan dari perilimfe menggetarkan dua setengah putara koklea melalui skala vestibule ke helikotrema, dan kemudian berjalan turun melalui skala timpani ke fenestra rotundum. Gelombang tekanan ini menghasilkan getaran pada membrane basilar, menyebabkan stimulasi sel rambut dari organ korti. Gelombang ini adalah reseptor sensorik khusus yang mampu mengubah gelombang mekanis menjadi potensial aksi elektris.

Ganglion spiralis terletak dalam kanalis spiraslis dari organ Korti. Cabang perifer sel bipolar dari ganglion ini berhubungan dengan sel sensorik di dalam organ Korti. Akson sentral dari ganglion ini membentuk saraf koklearis, yang bergabung dengan saraf vestibularis pada perjalanannya melalui meatus akustikus interna ke arah sudut pontoserebelaris. Di sana, kedua saraf tersebut memasuki batang otak tepat di belakang pendukel sereberal inferior. Beberapa serat saraf koklearis, berakhir pada nucleus koklearis ventralis dan lainnya pada nucleus koklearis dirsalis. Neuron kedua menghantarkan impuls melalui jaras yang berbeda dan dengan beberapa interupsi di sentral dari kolikulus inferior dan korpus genikulatum medial.

Akson yang berasal dari nucleus koklearis ventral menyeberang garis tengah sebagai serat ‘trapezoid’. Beberapa serat tersebut pada titik ini menghantarkan impuls ke neuron dari nucleus korpus trapezoid; yang lainnya menghantarkan impuls ke neuron dalam nucleus olivarius superior, dalam nucleus lemniskus lateralis atau dalam formasio retikularis. Kemudian impuls akustik berjalan melalui lemniskus lateral ke rostral ke kolikulus inferior, dan beberapa dari impuls ini kemungkinan berjalan langsung ke korpus genikulatum medial.

Akson dari nucleus koklearis dorsal berjalan di dorsal dari pedunkel sereberalis inferior ke sisi yang berlawanan, sebagian sebagai stria medulares, sebagian melalui formasio retikularis. Akhirnya, mereka bergabung dengan serat yang datang dari nucleus koklearis ventral dalam lemnikus lateralis dan menyertainya ke kolikulus inferior.

Satu kelompok dari serat-serat ini berjalan ipsilaterall oleh karena itu gangguan pada satu lemnikus lateralis tidak menyebabkan tuli unilateral.

31

Page 32: LAPORAN 19C

Lebih mungkin terjadi penurunan daya pendengaran pada telinga sisi yang lain dan beberapa kegagalan dalam mengenal arah datangnya suara.

Dimulai pada kolikulus inferior, neuron baru berhubungan dengan korpus genikulatum medial dari thalamus. Dari sini, impuls akustik berjalan melalui radiasio akustik melalui ekstremitas posterior ventral dari kapsula interna ke lapangan kortikal primer dalam konvulasi tranversal temporal Heschl.

Pada pejalanannya dari organ korti ke korteks, serat jaras auditorius melewati empat sampai enam stasiun penyambung. Pada titik ini serat memberikan kolateral yang merupakan bagian dari arkus reflex. Beberapa kolateral berhubungan dengan serebelum. Yang lainnya berjalan sepanjang berkas longitudinalis medialis ke nucleus otot mata dan merupakan sarana dalamgerakan mata konjugat ke arah suara. Ada juga serat lain yang berjalan melalui kolikulus superior dan inferior ke nucleus pretektalis dan melalui traktus tektobularis ke nucleus berbagai saraf kranialis dan sel-sel motorik kornu anterior dalam medulla spinalis bagian servikal. Hubungan yang disebut terakhir, bertanggung jawab untuk menolehkan kepala ke arah atau menjauh dari sumber kepala. Impuls kolateral ke dalam sistem aktivasi asenden formasio retikularis melayani kesadaran. Beberapa impuls berjalan turun melalui lemnikus lateralis ke neuron interkalasi yang mempunyai pengaruh regulator, pada tegangan membrane basilar. Dianggap bahwa neuron ini memungkinkan telinga untuk memusatkan perhatian pada frekuensi suara tertentu secara simultan menghambat frekuensi yang berdekatan.

Sistem Vestibular atau Keseimbangan (VIII)

Untuk mempertahankan keseimbangan dibutuhkan tiga sistem: sistem vestibular, sistem propiosepsi dari otot dan sendi dan sistem optikal.

Organ reseptor mempertahankan keseimbangan tubuh dan terletak dalam utrikulus, sakulus dan dalam ampula kanalis semisirkularis. Pada kedua utrikuli dan sakuli, organ reseptor adalah maculae staticae. Macula dari utrikulus mengisi lantai utrikulus, sejajar dengan basis cranium. Macula sakulus mengisi dinding medial dari sakulus dalam posisi vertical. Sel rambut dari masing-masing macula tertanam dalam membrane gelatinosa yang berisi otolit dan dikelilingi oleh sel-sel penunjang. Reseptor ini mengirim impuls static secara sentral dan memberikan informasi tentang posisi dari kepala dalam ruangan; impuls ini juga mempengaruhi tonus otot.

Tiga kanalis semisirkularis dihubungkan dengan utrikulus. Setiap ujung yang melebar atau ampula mengandung suatu reseptor yang disebut Krista. Sel rambut dari setiap Krista ampularis tertanam dalam materi gelatinosa yang membentuk kupula tinggi, yang tidak mengandung otolit. Sel rambut dari Krista sensitive terhadap pergerakan endolimfe di dalam kanalis semisirkularis. Semua itu adalah reseptor kinetic. Impuls yang dihasilkan oleh reseptor dalam labirin merupakan stimuli pada arkus reflex yang mengatur otot-otot mata, leher, dan tubuh sedemikian rupa sehingga keseimbangan dapat dipertahankan tanpa tergantung posisi atau gerakan kepala.

32

Page 33: LAPORAN 19C

Ganglion vestibularis terletak dalam meatus akustikus interna dan mengandung sel bipolar. Semua serat perifernya berhubungan dengan reseptor dalam apparatus vestibularis, dan serat-serat sentralnya membentuk saraf vestibularis. Bersama dengan saraf kklearis, saraf vestibularis berjalan melewati meatus akustikus interna ke arah sudut pontosereberalis, dimana saraf vestibular memasuki batang otak pada sambungan pontomedular dalam pejalanannya ke nucleus vestibularis dekat lantai ventrikel keempat.

Serat saraf vestibularis terbagi sebelum berakhir pada kelompok sel nucleus vestibularis, dari sini neuron kedua berlanjut. Pola anatomi yang tepat dari serat aferen dan eferen dalam nucleus ini belum jelas secara sepenuhnya.

Beberapa serat dari saraf vestibularis mengirimkan impuls secara langsung melalui traktus jukstarestiformis, yang terletak dekat pedunkel serebelaris inferior dan berjalan ke lobus flokulonodular dari serebelum. Stimuli eferen dari nucleus fastigialis Russel kembali ke nucleus vestibularis, dan melalui saraf vestibularis ke sel rambut dari labirin menggunakan pengaruh regulator, terutama inhibisi.

Arkiserebelum juga menerima serat sekunder dari nucleus vestibularis superior, medial dan inferior. Arkiserebelum mengembalikan stimuli eferen secara langsung ke kompleks nucleus vestibularis dan ke neuron motorik spinalis melalui hubungan serebeloretikularis dan retikulospinalis. Dalam nucleus vestibularis lateral, berasal traktus vestibulospinalis lateral yang penting. Traktus ini berjalan turun ipsilateral dalam funikulus anterior ke motoneuron spinalis gama dan alfa, sejauh segmen sakralis. Traktus ini mempunyai pengaruh yang mempermudah reflex ekstensor dan menjaga tonus otot cukup tinggi pada seluruh tubuh untuk mempertahankan keseimbangan.

Serat nucleus vestibularis medial bergabung dengan fasikulus longitudinalis medialis pada masing-masing sisi, berhubungan dengan sel-sel motorik dari kornu anterior segmen servikalis, dan berjalan turun sebagai traktus vestibulospinalis medial ke dalam bagian rostral medulla spinalis bagian torakalis. Serat-serat ini terletak dekat sulkus medianus anterior dari medulla spinalis bagian torakalis. Serat-serat ini membentuk fasikulus sulkomarginalis, yang berjalan turun dan berakhir dalam bagian rostral medulla spinalis bagian torakalis. Serat-serat ini mempengaruhi tonus otot leher, sesuai dengan berbagai posisi dari kepala, dan mungkin juga merupakan bagian dari arkus reflex yang membantu mempertahankan keseimbangan dengan memulai gerakan kompensasi dari lengan.

Bersama dengan bagian flokulonodular dari serebelum, nucleus vestibularis membentuk kompleks yang sangat penting untuk keseimbangan dan tonus otot-otot skeletal. Ada sistem tambahan yang melayani keseimbangan, spinoserebelaris dan serebroserebelaris.

Semua nucleus vestibularis, dihubungkan dengan nucleus saraf motorik ocular oleh fasikulus longitudinalis medialis. Beberapa serat terlihat berhubungan dengan nucleus interstisial cajal dan nucleus Darkschewitsch dann berlanjut ke thalamus.

33

Page 34: LAPORAN 19C

Sistem Vagus (VII Intermediat, IX, X, Kranial XI)

Saraf Glosofaringeus (IX)Saraf glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan cranium melalui foramen jugularis. Pada foramen tersebut, saraf IX mempunyai dua ganglion, ganglion intrakranialis superior dan ganglion intrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stiloglosal, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal saraf berlanjut ke basis lidah dan mensarafi mukosa faring, tonsik dan sepertiga posterior lidah.

Saraf ini mempunyai cabang-cabang sebagai berikut:a. Saraf timpanikus, berasal dari ganglion ekstrakranialis inferior,

melewati telinga tengah dan pleksus timpanikus (Jacobson), berlanjut melalui saraf petrosus minor dan ganglion otikum ke glandula parotis. Merupakan saraf sensorik untuk telinga tengah dan tuba eustakius

b. Cabang stilofaringeal, mensarafi otot stilofaringealc. Cabang faringeal, bersama dengan cabang saraf vagus membentuk

pleskus faringeal. Semua mempersarafi otot-otot serat lintang dari faring.

d. Cabang sinus karotikus, semua menyertai arteri karotis interna ke sinus karotikus dan ke glomus karotikum

e. Cabang lingualis, semua mengambil impuls pengecapan dari sepertiga posterior lidah.

Saraf Vagus (X)Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion, ganglion superior atau

jugularis dan ganglion inferior atau nodosum. Keduanya terletak pada daerah foramen jugularis.

Saraf vagus mewakili arkus brankialis ke empat dan selanjutnya. Kaudal dari ganglion inferior, saraf ini berjalan turun sepanjang arteri karotis interna dan arteri karotis komunis dan tiba di mediastinum melalui aperture torakalis superior. Saraf kanan berjalan di atas arteri subklavia dan yang kiri berjalan di atas arkus aortikus dan di belakang radiks paru. Dari titik tersebut kedua saraf sangat dekat dengan esophagus, serat saraf kanan melekat pada sisi posterior dan serat saraf kiri melekat ke sisi anterior esophagus. Cabang terminal berjalan dengan esophagus ke dalam rongga abdomen melalui hiatus esophagus diafragmatik.

Saraf Asesorius (XI)Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranalis. Radiks kranali adalah akson dari neuron dalam nucleus ambiguous yang terletak dekat dengan neuron dari saraf vagus.

Nucleus AmbiguusNucleus ambiguous terdiri dari motoneuron saraf glosofaringeus, vagus dan asesorius cranial. Nucleus ini menerima impuls supranuklear dari

34

Page 35: LAPORAN 19C

kedua hemisfer serebri melalui traktus kortikonuklear. Oleh karena itu, gangguan unilateral dari serat sentral tidak memberikan gangguan fungsi yang nyata. Akson dari nucleus, menyertai saraf glosofaringeus, vagus dan asesorius kranialis dan mempersarafi otot palatum mole, otot faring, laring dan otot lurik bagianrostral esophagus. Nukeus ambiguous menerima impuls aferen dari nucleus spinal trigeminus dan dari nucleus traktus solitaries. Nukleus ini merupakan bagian dari arkus reflex yang berasal dari mukosa traktus respiratorius dan digestivus, dan mencetuskan batuk dan muntah.Saraf asesorius SpinalisBagian spinal dari saraf asesorius berasal dari kolumna sel kornu anterior ventrolateral. Akson pertama-tama berjalan naik dalam funikulus lateral untuk satu sampai dua segmen sebelum meninggalkan medulla spinalis di lateral dan dorsal dari ligamentum dentatum. Beberapa radiks yang terletak di antara segmen anterior dan radiks posterior bergabung untuk membentuk batang bersama. Di rostral, batang berjalan melalui foramen magnum ke dalam cranium dan bersatu dengan bagian kranialis dari saraf; saraf kemudian meninggalkan cranium melalui foramen jugularis. Saraf asesorius cranial menjadi bagian dari saraf vagus, dansaraf asesorius spinalis sekarang disebut sebagai ramus eksternus. Cabang eksterna ini berjalan turun pada leher dan memberikan persarafan motorik ke otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

Saraf Hipoglosus (XII)

Nucleus saraf hipoglosus terletak pada medulla oblongata bawah pada setiap sisi garis tengah dan dekat lantai ventrikel keempat, dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Setiap nucleus terbuat dari beberapa kelompok motoneuron, dan setiap kelompok mempersarafi otot lidahnya masing-masing. Sesuai dengan perkembangan, neuron identik denganmotoneuron pada kornu anterior spinalis. Hipoglosus adalah saraf eferen somatic. Aksonnya berjalan di ventral ke arah sulkus lateral anterior di antara olive inferior dan pyramid. Di sana akson menuju permukaan dalam berkas tipis multiple yang segera bersatu untuk membentuk saraf. Saraf meninggalkan cranium melalui kanalisnya sendiri, yaitu kanalis hipoglosi, di atas tepi lateral foramen magnum. Di dalam leher, saraf berjalan di antara arteri karotis interna disertai oleh serat tiga segmen atas. Serat-serat ini tidak bersatu dengan saraf hipoglosus, tetapi segera berpisah dan mempersarafi otot tulang hioideus.

Saraf hipoglosus mempersarafi otot lidah: stiloglosus, hioglosus dan genioglosus. Persarafan volunteer berjalan melalui traktus kortikonuklear yang datang dari korteks presentralis, menyertai traktus kortikospinalis pada perjalanannya melalui kapsula interna.

Nucleus hipoglosus menerima impuls terutama dari traktus kortikonuklearis kontra-lateral. Sebagai tambahan, serat aferen dari formasio retikularis, nucleus nucleus traktus tektospinalis, dan dari arkus reflex yang melayani menelan, mengunyah, mengisap dan menjilat.

c. Medula spinalis

35

Page 36: LAPORAN 19C

Medula spinalis adalah bagian dari susunan saraf pusat yang seluruhnya terletak dalam kanalis vertebralis, dikelilingi oleh tiga lapis selaput pembungkus yang disebut meningen. Lapisan-lapisan dan struktur yang mengelilingi medula spinalis dari luar ke dalam antara lain:

1. dinding kanalis vertebralis (terdiri atas vertebrae dan ligamen)2. lapisan jaringan lemak (ekstradura) yang mengandung anyaman

pembuluhpembuluh darah vena3. duramater4. arachnoid5. ruangan subaraknoid (cavitas subarachnoidealis) yang berisi liquor

cerebrospinalis6. piamater, yang kaya dengan pembuluh-pembuluh darah dan yang

langsung membungkus permukaan sebelah luar medula spinalis

Lapisan meningen terdiri atas pachymeninx (duramater) dan leptomeninx (arachnoid dan piamater). Pada masa kehidupan intrauterin usia 3 bulan, panjang medula spinalis sama dengan panjang kanalis vertebralis, sedang dalam masamasa berikutnya kanalis vertebralis tumbuh lebih cepat dibandingkan medula spinalis sehingga ujung kaudal medula spinalis berangsur-angsur terletak pada tingkat yang lebih tinggi. Pada saat lahir, ujung kaudal medula spinalis terletak setinggi tepi kaudal corpus vertebrae lumbalis II. Pada usia dewasa, ujung kaudal medula spinalis umumnya terletak setinggi tepi kranial corpus vertebrae lumbalis II atau setinggi discus intervertebralis antara corpus vertebrae lumbalis I dan II. Terdapat banyak jalur saraf (tractus) di dalam medula spinalis. Jalur saraf tersebut dapat dilihat pada gambar di berikut.

36

Page 37: LAPORAN 19C

Gambar 1. Berbagaijalursarafdalammedulaspinalis

Medula Spinalis merupakan kelanjutan dari otak dimulai setinggi foramen occipitalis magnum melanjutkan ke bawah di dalam canalis spinalis dan beakhir pada conus medullaris setinggi V.Lumbalis I. Kemudian hanya berupa serabutserabut saraf yang disebut caudal aquina. Medulla spinalis ini mempunyai bentuk seperti tabung silindris dan didalamnya terdapat lubang atau canalis centralis. Bagian tepi atau cortex mengandung serat-serat saraf (white matter) dan bagian tengahnya berwarna gelap (grey matter) yang mengandung sel-sel body dan bentuknya seperti kupu-kupu. Dari medulla spinalis ini keluar masuk serabut saraf sebanyak 31 pasang yang melalui foramen intervertebralis. Sebagaimana otak medulla spinalis juga dilapisi oleh selaput meningen dan mengandung cairan otak.

Pada medula spinalis terdapat rute utama pada setiap ketiga columna alba. Pada tractus asendens terdiri atas tiga tractus yaitu: 1. Tractus spinothalamicus anterior atau ventralis

Meneruskan impuls taktil dan tekanan dari medula ke thalamus. Serabutnya dimulai pada collumna posterior substantia grisea dari sisi berseberangan dan melintas diatas commisura alba anterior sebelum naik pada columna alba anterior.

2. Tractus spinothalamicus lateralisMembawa impuls sakit dan temperatur ke thalamus. Serabutnya bergabung pada medulla dengan serabut dari tractus spinothalamicus anterior untuk membentuk lemnicus spinalis. Serabut keluar dari sel yang terletak pada cornu posterior subatantia grisea sisi seberangannya dan terutama berjalan naik pada columna lateralis.

3. Tractus spinothalamicus anterior posterior atau ventralis dorsalis Meneruskan informasi ke cerebellum yang dapat membantu koordinasi otot (aktivitas sinergik) dan tonus otot juga sentuhan dan tekanan. Serabutserabut saraf mulai keluar pada cornu posterius dari sisi yang sama dan berjalan menuju columna alba lateralis.

37

Page 38: LAPORAN 19C

Tractus desendens terdiri atas: 1. Tractus corticospinalis atau cerebrospinalis anterior atau ventralis atau

disebut juga tractus pyramidalis direkTersusun atas serabut-serabut yang berjalan turun melalui otak dari korteks serebri. Medula terletak didekat fissura antero-media dan berhubungan dengan kontrol voluntaris dari otot skeletal. Traktus menjadi lebih kecil ketika berjalan naik dan hampir hilang pada regio thoracis media karena pada ketinggian ini sebagian besar serabut pembentuknya sudah menyeberang ke sisi berlawanan untuk berakhir dengan cara membentuk sinaps di sekitar cornu anterior dari neuron motoris inferior. Beberapa serabut yang masih tersisa akan berakhir pada columna anterior substantia grisea pada sisi chorda yang sama.

2. Tractus lateralis atau tractus pyramidalis transverseMengandung sejumlah besar serabut untuk mengontrol gerak otot volunter. Serabutnya keluar pada cortex motoris dan melintang diatas atau bergabung dengan traktus sisi seberangnya pada medula.

3. Tractus vestibulospinalisJuga berjalan turun pada columna anterior substantia alba. Tractus ini mempunyai hubungan dengan fungsi keseimbangan dan postur. Serabut saraf mulai keluar pada medulla di sisi yang sama dari gabungan sel-sel yang disebut nucleus vestibularis.

4. Tractusrubrospinalis Terletak tepat di depan tractus corticospinalis lateralis, serabutnya dimulai pada mesenchepalon dan berjalan turun untuk berakhir di sekitar sel-sel cornu anterius. Berhubungan dengan kontrol aksi otot dan merupakan bagian utama dari sistem extrapyramidal.

Tractus motoris dan sensoris merupakan tractus yang paling penting di dalam otak dan medulla spinalis dan mempunyai hubungan yang erat untuk gerakan motoris voluntaris, sensasi rasa sakit, temperatur dan sentuhan dari organorgan indera pada kulit dan impuls propioseptif dari otot dan sendi.

Tractus corticospinalis atau pyramidalis atau motoris berasal dari cortex motoriius precentralis, serabutnya berjalan turun melalui capsula interna pada genu dan duapertiga anterior limbus posterior.

Tractus cortico ventralis mengendalikan neuron-neuron motorik yang melayani otot-otot pada truncus termasuk mm.intercostalis dan abdominalis. Semua neuron yang menyalurkan impul-impuls motorik ke nuclei motorii di dalam batang otak dan medulla spinalis dapat disebut sebagai neuron motor atas (upper motor neuron). Impuls-impuls motorik ini dapat disalurkan melalui jalurjalur saraf yang termasuk dalam susunan pyramidal dan susunan ekstrapyramidal oleh karena itu dalam area yang luas sel-sel neuron yang membentuk jalur desendens pyramidal (tractus corticobulbaris dan corticospinalis) dan ekstrapyramidal (tractus reticulospinalis dan rubrospinalis) dapat disebut sebagai neuron motor atas sedangkan neuron-neuron motorik di dalam nuclei motorii di dalam batang otak dan medulla spinalis dapat disebut neuron motor bawah (lower motor neuron).

38

Page 39: LAPORAN 19C

2. FISIOLOGI NMJRegio antara motor neuron dan sel otot disebut neuromuscular junction (gambar 1). Membran sel neuron dan serat otot dipisahkan oleh celah sempit (20-nm), belahan sinap. Pada saat depolarisasi potensial aksi saraf terminal, terjadi influks ion-ion kalsium melalui gerbang saluran kalsium bervoltasi ke sitoplasma saraf yang menyebabkan vesikel di membran terminal dan mengeluarkan asetilkolin (Acethylcholine). Molekul acethylcholine berdifusi sepanjang belahan sinap untuk berikatan dengan reseptor nikotinik kolinergik pada membran otot, di motor end-plate. Setiap neuromuscular junction berisi 5 juta reseptor, tapi hanya diperlukan 500,000 reseptor untuk kontraksi normal otot.

The neuromuscular junction. V, transmitter vesicle; M, mitochondrion;

Acethylcholine, acetylcholine; AcethylcholineE, acetylcholinesterase; JF, junctional folds.

Struktur reseptor acethylcholine bervariasi di setiap jaringan dan perkembangannya juga berbeda. Setiap reseptor acethylcholine pada neuromuskular junction normalnya mempunyai 5 subunit protein, 2 subunit α dan subunit tunggal β, δ, dan ε. Hanya sub unit α identik yang bisa mengikat molekul acethylcholine. Bila kedua tempat pengikat diduduki acethylcholine, terjadi perubahan cepat pada subunit (1milisekon) membuka saluran ion pada inti reseptor (gambar 2). Saluran ini tidak akan terbuka jika acethylcholine hanya menduduki satu tempat.

39

Page 40: LAPORAN 19C

A: struktur reseptor Acethylcholine. Note 2 subunit yang sama berikatan dengan Acethylcholine dan center channel. B: berikatannya Acethylcholine

dengan reseptor pada mucle end-plate menyebaban terbukanya saluran (channel) dan ion flux.

Kation keluar melalui saluran acethylcholine yang terbuka (sodium dan kalsium masuk; potasium keluar), menghasilkan end-plate potential. Jika reseptor-reseptor telah cukup diduduki oleh acethylcholine, end-plate potential akan cukup kuat mendepolarisasi membran perijunctional. Saluran-saluran sodium pada bagian ini akan terbuka bila ambang batas voltase terlewati, berlawanan dengan reseptor-reseptor end-plate yang terbuka jika ada acethylcholine (gambar 3). Area perijunctional pada membran otot mempunyai densitas yang lebih tinggi terhadap saluran-saluran sodium dibandingkan bagian-bagian lainnya. Resultan potensial aksi menyebar sepanjang membran otot dan sistem T-tubule yang membuka saluran-saluran sodium dan melepaskan kalsium dari sarkoplasma retikulum. Kalsium intraselular ini membuat actin dan myosin berinteraksi, yang membuat kontraksi otot. Jumlah acethylcholine yang biasanya terlepas dan jumlah reseptor-reseptor yang selanjutnya teraktivasi secara normal melebihi kebutuhan minimum untuk memulai suatu potensial aksi.

Acethylcholine segera dihidrolisis ke dalam bentuk asetat dan kolin oleh enzim spesifik acetylcholinesterase. Enzim ini (disebut juga specific cholinesterase atau true cholinesterase) tertanam pada membran motor end-plate dan segera mendekati reseptor-reseptor acethylcholine. Akhirnya reseptor saluran ion menutup, menyebabkan repolarisasi end-plate. Ketika potensial aksi berhenti, saluran-saluran sodium pada membran otot juga tertutup. Kalsium memisahkan diri ke sarkoplasmik retikulum, dan sel otot relaks.

40

Page 41: LAPORAN 19C

Skema saluran sodium.saluran sodium adalah protein transmembran yang mempunyai 2 gerbang fungsional.Ion sodium hanya lewat bila kedua gerbang

terbuka.pembukaan gerbang bawah inaktivasi adalah tergantung waktu, dimana gerbang atas adalah tergantung voltase. Saluran ini mengalami tiga bagian

fungsiaonal. Pada saat istirahat gerbang bawah terbuka tapi gerbang atas tertutup (A). jika membrane otot mencapai ambang batas depolarisasi, gerbang atas

terbuka dan sodium bisa lewat (B). sesaat sterlah gerbang atas terbuka gerbang bawah yang tergantung waktu tertutup (C). ketika membrane kembali repolarisasi

ke voltase istirahat gerbang atas tertutup dan gerbang bawah terbuka (A).

Anatomi dan Fisiologi NMJ

Tiap-tiap serat saraf secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa ratus serat otot rangka. Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang disebut neuromuscular junction atau sambungan neuromuscular. Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang serat saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction.

41

Page 42: LAPORAN 19C

Gambar 1. Anatomi suatu Neuromuscular Junction

Fisiologi dan Biokimia Neuromuscular Junction

Celah sinaps merupakan jarak antara membran presinaptik dan membran post sinaptik. Lebarnya berkisar antara 20-30 nanometer dan terisi oleh suatu lamina basalis, yang merupakan lapisan tipis dengan serat retikular seperti busa yang dapat dilalui oleh cairan ekstraselular secara difusi.

Terminal presinaptik mengandung vesikel yang didalamnya berisi asetilkolin (ACh). Asetilkolin disintesis dalam sitoplasma bagian terminal namun dengan cepat diabsorpsi ke dalam sejumlah vesikel sinaps yang kecil, yang dalam keadaan normal terdapat di bagian terminal suatu lempeng akhir motorik (motor end plate).

Bila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular junction, kira-kira 125 kantong asetilkolin dilepaskan dari terminal masuk ke dalam celah sinaps. Bila potensial aksi menyebar ke seluruh terminal, maka akan terjadi difusi dari ion-ion kalsium ke bagian dalam terminal. Ion-ion kalsium ini kemudian diduga mempunyai pengaruh tarikan terhadap vesikel asetilkolin. Beberapa vesikel akan bersatu ke membran saraf dan mengeluarkan asetilkolinnya ke dalam celah sinaps. Asetilkolin yang dilepaskan berdifusi sepanjang sinaps dan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChRs) pada membran post sinaptik.

Secara biokimiawi keseluruhan proses pada neuromuscular junction dianggap berlangsung dalam 6 tahap, yaitu:

1. Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal saraf denganmenggunakan enzim kolin asetiltransferase yang mengkatalisasi reaksi berikut ini:

Asetil-KoA + Kolin → Asetilkolin + KoA

2. Asetilkolin kemudian disatukan ke dalam partikel kecil terikat-membranyang disebut vesikel sinap dan disimpan di dalam vesikel ini.

42

Page 43: LAPORAN 19C

3. Pelepasan asetilkolin dari vesikel ke dalam celah sinaps merupakan tahapberikutnya. Peristiwa ini terjadi melalui eksositosis yang melibatkan fusi vesikel dengan membran presinaptik. Dalam keadaan istirahat, kuanta tunggal (sekitar 10.000 molekul transmitter yang mungkin sesuai dengan isi satu vesikel sinaps) akan dilepaskan secara spontan sehingga menghasilkan potensial endplate miniature yang kecil. Kalau sebuah akhir saraf mengalami depolarisasi akibat transmisi sebuah impuls saraf, proses ini akan membuka saluran Ca2+ yang sensitive terhadap voltase listrik sehingga memungkinkan aliran masuk Ca2+ dari ruang sinaps ke terminal saraf. Ion Ca2+ ini memerankan peranan yang esensial dalam eksositosis yang melepaskan asitilkolin (isi kurang lebih 125 vesikel) ke dalam rongga sinaps.

4. Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celahsinaps ke dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan bagian yang menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor asetilkolin (AChR) dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan terminal saraf. Kalau 2 molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka reseptor ini akan mengalami perubahan bentuk dengan membuka saluran dalam reseptor yang memungkinkan aliran kation melintasi membran. Masuknya ion Na+ akan menimbulkan depolarisasi membran otot sehingga terbentuk potensial end plate. Keadaan ini selanjutnya akan menimbulkan depolarisasi membran otot di dekatnya dan terjadi potensial aksi yang ditransmisikan disepanjang serabut saraf sehingga timbul kontraksi otot.

5. Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisisoleh enzim asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut:

Asetilkolin + H2O → Asetat + Kolin

Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina basalis rongga sinaps

6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transportaktif di mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin.

Setiap reseptor asetilkolin merupakan kompleks protein besar dengan saluran yang akan segera terbuka setelah melekatnya asetilkolin. Kompleks ini terdiri dari 5 protein subunit, yatiu 2 protein alfa, dan masing-masing satu protein beta, delta, dan gamma. Melekatnya asetilkolin memungkinkan natrium dapat bergerak secara mudah melewati saluran tersebut, sehingga akan terjadi depolarisasi parsial dari membran post sinaptik. Peristiwa ini akan menyebabkan suatu perubahan potensial setempat pada membran serat otot yang disebut excitatory postsynaptic potential (potensial lempeng akhir). Apabila pembukaan gerbang natrium telah mencukupi, maka akan terjadi suatu potensial aksi pada membran otot yang selanjutnya menyebabkan kontraksi otot.

Beberapa sifat dari reseptor asetilkolin di neuromuscular junction adalah sebagai berikut:

43

Page 44: LAPORAN 19C

Merupakan reseptor nikotinik (nikotin adalah agonis terhadap reseptor) Merupakan glikoprotein bermembran dengan berat molekul sekitar 275

kDa. Dua molekul asetilkolin harus berikatan untuk membuka saluran ion, yang

memungkinkan aliran baik Na+ maupun K+. Autoantibody terhadap reseptor termasuk penyebab miastenia grafis.

Gambar 2. Fisiologi Neuromuscular Junction

3. MIASTENIA GRAVISDefinisi

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas.Bila penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembali. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular junction.

EpidemiologiMiastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat

terjadi pada berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50 tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 6 : 4. Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 42 tahun.

Patofisiologi

Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan autoimun yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain.Sehingga mekanisme imunogenik memegang

44

Page 45: LAPORAN 19C

peranan yang sangat penting pada patofisiologi miastenia gravis. Hal inilah yang memegang peranan penting pada melemahnya otot penderita dengan miatenia gravis.Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada serum penderita miastenia gravis secara langsung melawan konstituen pada otot.Tidak diragukan lagi, bahwa antibodipada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi terhadap asetilkolin reseptor (anti-AChRs), telah dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita acquired myasthenia gravis generalisata.

Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai “penyakit terkait sel B”, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin.Peranan sel T pada patogenesis miastenia gravis mulai semakin menonjol.Walaupun mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum sepenuhnya dapat dimengerti.Timus merupakan organ sentral terhadap imunitas yang terkait dengan sel T, dimana abnormalitas pada timus seperti hiperplasia timus atau timoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien dengan gejala miastenik. Subunit alfa juga merupakan binding site dari asetilkolin.Sehingga pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung melawan area imunogenik utama pada subunit alfa.Ikatan antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain : ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin padaneuromuscular junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada membran post sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor asetilkolin yang baru disintesis.

Gejala Klinis

Miastenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan yang berfluktuasi pada otot rangka dan kelemahan ini akan meningkat apabila sedang beraktivitas. Penderita akan merasa ototnya sangat lemah pada siang hari dan kelemahan ini akan berkurang apabila penderita beristirahat4. Gejala klinis miastenia gravis antara lain :

Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosisPtosis yang merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus okulomotorius, seing menjadi keluhan utama penderita miastenia gravis. Walupun pada miastenia gravis otot levator palpebra jelas lumpuh, namun ada kalanya otot-otot okular masih bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis7. Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi, diikuti dengan kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala4.

45

Page 46: LAPORAN 19C

Gambar 3. Penderita Miastenia Gravis yang mengalami kelemahan otot esktraokular

(ptosis).

Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan tersebut akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas4.

Sewaktu-waktu dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut penderita sukar untuk ditutup. Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum molle, dan laring sehingga timbullah kesukaran menelan dan berbicara. Paresis dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau. Selain itu bila penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya.

Klasifikasi miastenia gravis

Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Klas IAdanya kelemahan otot-otot okular, kelemahan pada saat menutup mata, dan kekuatan otot-otot lain normal.

b. Klas IITerdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.

c. Klas IIaMempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan.

d. Klas IibMempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.

e. Klas IIITerdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang.

f. Klas IIIaMempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan.

g. Klas IIIb

46

Page 47: LAPORAN 19C

Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.

h. Klas IVOtot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat.

i. Klas IvaSecara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan.

j. Klas IvbMempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.

k. Klas VPenderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak menurun. Miastenia gravis juga dapat dikelompokkan secara lebih sederhana seperti dibawah ini :

Miastenia gravis dengan ptosis atau diplopia ringan. Miastenia gravis dengan ptosis, diplopi, dan kelemahan otot-otot untuk

untuk mengunyah, menelan, dan berbicara. Otot-otot anggota tubuhpun dapat ikut menjadi lemah. Pernapasan tidak terganggu.

Miastenia Gravis yang berlangsung secara cepat dengan kelemahan otot-otot okulobulbar. Pernapasan tidak terganggu. Penderita dapat meninggal dunia.

Penegakan Diagnosis Miastenia Gravis

Pemeriksaan fisik yang cermat harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis suatu miastenia gravis. Kelemahan otot dapat muncul dalam berbagai derajat yang berbeda, biasanya menghinggapi bagian proksimal dari tubuh serta simetris di kedua anggota gerak kanan dan kiri. Refleks tendon biasanya masih ada dalam batas normal4.

Miastenia gravis biasanya selalu disertai dengan adanya kelemahan pada otot wajah. Kelemahan otot wajah bilateral akan menyebabkan timbulnya a mask-like face dengan adanya ptosis dan senyum yang horizontal4.

Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan miastenia gravis. Pada pemeriksaan fisik, terdapat kelemahan otot-otot palatum, yang menyebabkan suara penderita seperti berada di hidung (nasal twang to the voice) serta regurgitasi makanan terutama yang bersifat cair ke

47

Page 48: LAPORAN 19C

hidung penderita. Selain itu, penderita miastenia gravis akan mengalami kesulitan dalam mengunyah serta menelan makanan, sehingga dapat terjadi aspirasi cairan yang menyebabbkan penderita batuk dan tersedak saat minum. Kelemahan otot-otot rahang pada miastenia gravis menyebakan penderita sulit untuk menutup mulutnya, sehingga dagu penderita harus terus ditopang dengan tangan. Otot-otot leher juga mengalami kelemahan, sehingga terjadi gangguan pada saat fleksi serta ekstensi dari leher4.

Otot-otot anggota tubuh tertentu mengalami kelemahan lebih sering dibandingkan otot-otot anggota tubuh yang lain, dimana otot-otot anggota tubuh atas lebih sering mengalami kelemahan dibandingkan otot-otot anggota tubuh bawah. Deltoid serta fungsi ekstensi dari otot-otot pergelangan tangan serta jari-jari tangan sering kali mengalami kelemahan. Otot trisep lebih sering terpengaruh dibandingkan otot bisep. Pada ekstremitas bawah, sering kali terjadi kelemahan saat melakukan fleksi panggul, serta melakukan dorsofleksi jari-jari kaki dibandingkan dengan melakukan plantarfleksi jari-jari kaki4.

Kelemahan otot-otot pernapasan dapat dapat menyebabkan gagal napas akut, dimana hal ini merupakan suatu keadaan gawat darurat dan tindakan intubasi cepat sangat diperlukan. Kelemahan otot-otot interkostal serta diafragma dapat menyebabkan retensi karbondioksida sehingga akan berakibat terjadinya hipoventilasi. Kelemahan otot-otot faring dapat menyebabkan kolapsnya saluran napas atas, pengawasan yang ketat terhadap fungsi respirasi pada pasien miastenia gravis fase akut sangat diperlukan4.

Biasanya kelemahan otot-otot ekstraokular terjadi secara asimetris. Kelemahan sering kali mempengaruhi lebih dari satu otot ekstraokular, dan tidak hanya terbatas pada otot yang diinervasi oleh satu nervus cranialis. Hal ini merupakan tanda yang sangat penting untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis. Kelemahan pada muskulus rektus lateralis dan medialis akan menyebabkan terjadinya suatu pseudointernuclear ophthalmoplegia, yang ditandai dengan terbatasnya kemampuan adduksi salah satu mata yang disertai nistagmus pada mata yang melakukan abduksi4.

Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut3 :

1. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lamakelamaan akan terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang. Penderita menjadi anartris dan afonis.

2. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus. Lama kelamaan akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak ada ptosis, maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi.

48

Page 49: LAPORAN 19C

Untuk memastikan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan beberapa tes antara lain3 :

1. Uji Tensilon (edrophonium chloride)Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena. Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uiji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat singkat.

2. Uji Prostigmin (neostigmin)Pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin merhylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ¼ atau ½ mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.

3. Uji KininDiberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3 tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik tidak bertambah berat.

Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis Pasti

Pemeriksaan Laboratorium

Anti-asetilkolin reseptor antibodi

Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien. 80% dari penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi false positive anti-AChR antibody4.Rata-rata titer antibody pada pemeriksaan anti-asetilkolin reseptor antibody, yang dilakukan oleh Tidall, di sampaikan pada tabel berikut

Tabel 1. Prevalensi dan Titer Anti-AChR Ab pada Pasien Miastenia Gravis

Osserman Class Mean antibody Titer Percent PositiveR 0.79 24I 2.17 55IIA

49.8 80

IIB

57.9 100

49

Page 50: LAPORAN 19C

III 78.5 100IV 205.3 89

Klasifikasi : R = remission, I = ocular only, IIA = mild generalized, IIB = moderate generalized, III = acute severe, IV = chronic severe4

Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada penderita miastenia gravis dalam kondisi yang parah, walaupun titer tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksikan derajat penyakit miastenia gravis.

Antistriated muscle (anti-SM) antibody

Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam usia kurang dari 40 tahun. Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat menunjukkan hasil positif.

Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies.

Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab.

Antistriational antibodies

Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya antibody yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot jantung penderita. Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR). Antibody ini selalu dikaitkan dengan pasien thymoma dengan miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya thymoma pada pasien muda dengan miastenia gravis.

Imaging4

Chest x-ray (foto roentgen thorak)

Dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior mediastinum.

Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma ukuran kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan untuk mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia tua.

MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.

50

Page 51: LAPORAN 19C

Penatalaksanaan

Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang pasti, tetapi miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling dapat diobati. Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada psien dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin.

Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombainasikan dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mapu menghambat terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miastenia gravis. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat dan terpai yang memiliki onset lebih lambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.

Terapi Jangka Pendek untuk Intervensi Keadaan Akut

Plasma Exchange (PE)2

Jumlah pasien yang mendapat tindakan berupa hospitalisasi dan intubasi dalam waktu yang lama serta trakeostomi, dapat diminimalisasikan karena efek dramatis dari PE. Dasar terapi dengan PE adalah pemindahan anti-asetilkolin secara efektif. Respon dari terapi ini adalah menurunnya titer antibodi.

PE paling efektif digunakan pada situasi dimana terapi jangka pendek yang menguntungkan menjadi prioritas. Terapi ini digunakan pada pasien yang akan memasuki atau sedang mengalami masa krisis. PE dapat memaksimalkan tenaga pasien yang akan menjalani thymektomi atau pasien yang kesulitan menjalani periode postoperative.

Belum ada regimen standar untuk terapi ini, tetapi banyak pusat kesehatan yang mengganti sekitar satu volume plasma tiap kali terapi untuk 5 atau 6 kali terapi setiap hari. Albumin (5%) dengan larutan salin yang disuplementasikan dengan kalsium dan natrium dapat digunakan untuk replacement. Efek PE akan muncul pada 24 jam pertama dan dapat bertahan hingga lebih dari 10 minggu.

Efek samping utama dari terapi PE adalah terjadinya pergeseran cairan selama pertukaran berlangsung. Terjadi retensi kalsium, magnesium, dan natrium yang dpat menimbulkan terjadinya hipotensi. Trombositopenia dan perubahan pada berbagai faktor pembekuan darah dapat terjadi pada terapi PE

51

Page 52: LAPORAN 19C

berulang. Tetapi hal itu bukan merupakan suatu keadaan yang dapat dihubungkan dengan terjadinya perdarahan, dan pemberian fresh-frozen plasma tidak diperlukan.

Intravenous Immunoglobulin (IVIG)Produk tertentu dimana 99% merupakan IgG adalah complement-

activating aggregates yang relatif aman untuk diberikan secara intravena. Mekanisme kerja dari IVIG belum diketahui secara pasti, tetapi IVIG diperkirakan mampu memodulasi respon imun. Reduksi dari titer antibody tidak dapat dibuktikan secara klinis, karena pada sebagian besar pasien tidak terdapat penurunan dari titer antibodi. Efek dari terapi dengan IVIG dapat muncul sekitar 3-4 hari setelah memulai terapi.

IVIG diindikasikan pada pasien yang juga menggunakan terapi PE, karena kedua terapi ini memiliki onset yang cepat dengan durasi yang hanya beberapa minggu. Tetapi berdasarkan pengalaman dan beberapa data, tidak terdapat respon yang sama antara terapi PE dengan IVIG, sehingga banyak pusat kesehatan yang tidak menggunakan IVIG sebagai terapi awal untuk pasien dalam kondisi krisis.

Dosis standar IVIG adalah 400 mg/kgbb/hari pada 5 hari pertama, dilanjutkan 1 gram/kgbb/hari selama 2 hari. IVIG dilaporkan memiliki keuntungan klinis berupa penurunan level anti-asetilkolin reseptor yang dimulai sejak 10 hingga 15 hari sejak dilakukan pemasangan infus.

Efek samping dari terapi dengan menggunakan IVIG adalah nyeri kepala yang hebat, serta rasa mual selama pemasangan infus, sehingga tetesan infus menjadi lebih lambat. Flulike symdrome seperti demam, menggigil, mual, muntah, sakit kepala, dan malaise dapat terjadi pada 24 jam pertama.

Intravenous Methylprednisolone (IVMp)IVMp diberikan dengan dosis 2 gram dalam waktu 12 jam. Bila tidak

ada respon, maka pemberian dapat diulangi 5 hari kemudian. Jika respon masih juga tidak ada, maka pemberian dapat diulangi 5 hari kemudian. Sekitar 10 dari 15 pasien menunjukkan respon terhadap IVMp pada terapi kedua, sedangkan 2 pasien lainnya menunjukkan respon pada terapi ketiga. Efek maksimal tercapai dalam waktu sekitar 1 minggu setelah terapi. Penggunaan IVMp pada keadaan krisisakan dipertimbangkan apabila terpai lain gagal atau tidak dapat digunakan.

Pengobatan Farmakologi Jangka Panjang

KortikosteroidKortikosteroid adalah terapi yang paling lama digunakan dan paling

murah untuk pengobatan miastenia gravis. Respon terhadap pengobatan kortikosteroid mulai tampak dalam waktu 2-3 minggu setelah inisiasi terapi. Durasi kerja kortikosteroid dapat berlangsung hingga 18 bulan, dengan rata-rata selama 3 bulan.

Kortikosteroid memiliki efek yang kompleks terhadap sistem imun dan efek terapi yang pasti terhadap miastenia gravis masih belum diketahui. Koortikosteroid diperkirakan memiliki efek pada aktivasi sel T helper dan pada fase proliferasi dari sel B. Sel t serta antigen-presenting cell yang teraktivasi diperkirakan memiliki peran yang menguntungkan dalam memposisikan kortikosteroid di tempat kelainan imun pada miastenia gravis.

52

Page 53: LAPORAN 19C

Pasien yang berespon terhadap kortikosteroid akan mengalami penurunan dari titer antibodinya.

Kortikosteroid diindikasikan pada penderita dengan gejala klinis yang sangat menggangu, yang tidak dapat di kontrol dengan antikolinesterase. Dosis maksimal penggunaan kortikosteroid adalah 60 mg/hari kemudian dilakukan tapering pada pemberiannya. Pada penggunaan dengan dosis diatas 30 mg setiap harinya, aka timbul efek samping berupa osteoporosis, diabetes, dan komplikasi obesitas serta hipertensi.

AzathioprineAzathioprine biasanya digunakan pada pasien miastenia gravis yang

secara relatif terkontrol tetapi menggunakan kortikosteroid dengan dosis tinggi. Azathioprine dapat dikonversi menjadi merkaptopurin, suatu analog dari purin yang memiliki efek terhadap penghambatan sintesis nukleotida pada DNA dan RNA.

Azathioprine diberikan secara oral dengan dosis pemeliharaan 2-3 mg/kgbb/hari. Pasien diberikan dosis awal sebesar 25-50 mg/hari hingga dosis optimafl tercapai. Azathioprine merupakan obat yang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan secara umum memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya.

Respon Azathioprine sangant lambat, dengan respon maksimal didapatkan dalam 12-36 bulan. Kekambuhan dilaporkan terjadi pada sekitar 50% kasus, kecuali penggunaannya juga dikombinasikan dengan obat imunomodulasi yang lain.

CyclosporineCyclosporine berpengaruh pada produksi dan pelepasan interleukin-2

dari sel T-helper. Supresi terhadap aktivasi sel T-helper, menimbulkan efek pada produksi antibodi. Dosis awal pemberian Cyclosporine sekitar 5 mg/kgbb/hari terbagi dalam dua atau tiga dosis. Respon terhadap Cyclosporine lebih cepat dibandingkan azathioprine. Cyclosporine dapat menimbulkan efek samping berupa nefrotoksisitas dan hipertensi.

Cyclophosphamide (CPM)CPM adalah suatu alkilating agent yang berefek pada proliferasi sel B,

dan secara tidak langsung dapat menekan sintesis imunoglobulin. Secara teori CPM memiliki efek langsung terhadap produksi antibodi dibandingkan obat lainnya.

Thymectomy (Surgical Care)

Thymectomy telah digunakan untuk mengobati pasien dengan miastenia gravis sejak tahun 1940 dan untuk pengobatan thymoma denga atau tanpa miastenia gravis sejak awal tahun 1900. Telah banyak dilakukan penelitian tentang hubungan antara kelenjar timus dengan kejadian miastenia gravis. Germinal center hiperplasia timus dianggap sebagai penyebab yang mungkin bertanggungjawab terhadap kejadian miastenia gravis. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa terdapat faktor lain sehingga timus kemungkinan berpengaruh terhadap perkembangan dan inisiasi imunologi pada miastenia gravis.

53

Page 54: LAPORAN 19C

Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainya perbaikan signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus dikonsumsi pasien, serta idealnya adalah kesembuhan yang permanen dari pasien.Banyak ahli saraf memiliki pengalaman meyakinkan bahwa thymektomi memiliki peranan yang penting untuk terapi miastenia gravis, walaupun kentungannya bervariasi, sulit untuk dijelaskan dan masih tidak dapat dibuktikan oleh standar yang seksama. Secara umum, kebanyakan pasien mulai mengalami perbaikan dalam waktu satu tahun setelah thymektomi dan tidak sedikit yang menunjukkan remisi yang permanen (tidak ada lagi kelemahan serta obat-obatan). Beberapa ahli percaya besarnya angka remisi setelah pembedahan adalah antara 20-40% tergantung dari jenis thymektomi yang dilakukan. Ahli lainnya percaya bahwa remisi yang tergantung dari semakin banyaknya prosedur ekstensif adalah antara 40-60% lima hingga sepuluh tahu setelah pembedahan.

Gambar 4. Kelenjar Thymus

4. REFLEKS NEUROLOGIS

Pemeriksaan Neurologi1. Fungsi CerebralKeadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma Scala (GCS) :• Refleks membuka mata (E)4 : Membuka secara spontan3 : Membuka dengan rangsangan suara2 : Membuka dengan rangsangan nyeri1 : Tidak ada respon• Refleks verbal (V)5 : Orientasi baik4 : Kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan.3 : Kata-kata baik tapi kalimat tidak baik2 : Kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang1 : Tidak keluar suara• Refleks motorik (M)6 : Melakukan perintah dengan benar

54

Page 55: LAPORAN 19C

5 : Mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukaan perintah dengan benar4 : Dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi3 : Hanya dapat melakukan fleksi2 : Hanya dapat melakukan ekstensi1 : Tidak ada gerakanCara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = Compos mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1)Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 – X – 6. Atau bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 – 5 – X.GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.

Derajat kesadaran :Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasiSomnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlenan lagi. Gelisah atau tenang.Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh mnghindri tusukan)Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus

Kualitas kesadaran :Compos mentis : bereaksi secara adekuatAbstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktuDelerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan fikirannya.Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa2. Fungsi nervus cranialisCara pemeriksaan nervus cranialis :

N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :Pasiem memejamkan mata, disuruh membedakaan bau yang dirasakaan (kopi, tembakau, alkohol,dll)

N.II : Optikus (Tajam penglihatan):dengan snelen card, funduscope, dan periksa lapang pandang

N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata):Tes putaran bola mata, menggerkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.

N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):sama seperti N.III

N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip): menggerakan rahang ke semua sisi, psien

55

Page 56: LAPORAN 19C

memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas

N.VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) :sama sperti N.III

N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak mataa dengan tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam

N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) :test Webber dan Rinne

N.IX : Glosofaringeus (sensasi rsa 1/3 posterio lidah ):membedakan rasaa mani dan asam ( gula dan garam)

N.X : Vagus (refleks muntah dan menelan) :menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah/air, disuruh mengucap “ah…!”

N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus)palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien meutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.

N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah):pasien suruh menjulurkan lidah dan menggrakan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi.

3. Fungsi motorika. OtotUkuran : atropi / hipertropiTonus : kekejangan, kekakuan, kelemahanKekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.Derajat kekuatan motorik :5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas4 : Ada gerakan tapi tidak penuh3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitas bumi2 : Ada kemampuan bergerak tapi tidak dapat melawan gravitasi bumi.1 : Hanya ada kontraksi0 : tidak ada kontraksi sama sekalib. Gait (keseimbangan) : dengan Romberg’s test

4. Fungsi sensorikTest : Nyeri, Suhu,Raba halus, Gerak,Getar, Sikap,Tekan, Refered pain.

56

Page 57: LAPORAN 19C

REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGISReflex adalah suatu respons involunter terhadap sebuah stimulus.

Secara sederhana lengkung reflexs terdiri dari organ reseptor, neuron aferen, neuron efektor dan organ efektor. Sebagai contoh ialah reflexs patella. Pada otot terdapat serabut intrafusal sebagai organ reseptor yang dapat menerima sensor berupa regangan otot, lalu neuron aferen akan berjalan menuju medula spinalis melalui ganglion posterior medulla spinalis. Akson neuron aferen tersebut akan langsung bersinaps dengan lower motor neuron untuk meneruskan impuls dan mengkontraksikan otot melalui serabut ekstrafusal agar tidak terjadi overstretching otot. Namun begitu lengkung reflexs tidak hanya menerima respon peregangan saja, sebagai contoh respon sensorik kulit, aponeurosis, tulang, fasia, dll. Gerakan reflextorik dapat dilakukan oleh semua otot seran lintang.

Reflex yang muncul pada orang normal disebut sebagai reflexs fisiologis. Kerusakan pada sistem syaraf dapat menimbulkan reflexs yang seharusnya tidak terjadi atau reflexs patologis. Keadaan inilah yang dapat dimanfaatkan praktisi agar dapat mengetahui ada atau tidaknya kelainan sistem syaraf dari reflexs.

Pemeriksaan reflex fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak, gangguan trofi otot anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom.

Interpretasi pemeriksaan reflexs fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya tapi juga tingkatannya. Adapun kriteria penilaian hasil pemeriksaan reflexs fisiologis adalah sebagai berikut:Tendon Reflex Grading ScaleGrade    Description0             Absent+/1+       Hypoactive++/2+     ”Normal”+++/3+  Hyperactive without clonus++++/4+               Hyperactive with clonus

Suatu reflexs dikatakan meningkat bila daerah perangsangan meluas dan respon gerak reflextorik meningkat dari keadaan normal. Rangsangan yang diberikan harus cepat dan langsung, kerasnya rangsangan tidak boleh melebihi batas sehingga justru melukai pasien. Sifat reaksi setelah perangsangan tergantung tounus otot sehingga otot yang diperiksa sebaiknya dalam keadaan sedikit kontraksi, dan bila hendak dibandingkan dengan sisi kontralateralnya maka posisi keduanya harus simetris.

Secara umum. Ada 3 unsur yang berperan dalam reflexs yaitu jaras aferen, bussur sentral dan jaras eferen. Perubahan ketiga komponen tersebut akan mengakibatkan perubahan dalam kualitas maupun kuantitas dari reflexs. Integritas dari arcus reflex akan terganggu jika terdapat malfungsi dari organ reseptor, nercus sensorik, ganglion radiks postreior, gray matter medula spinal, radik anterior, motor end plate, atau organ efektor. Pengetahuan tentang reflex dapat digunakan untuk menentukan jenis kerusakan yang terjadi pada sistem persyarafan.

57

Page 58: LAPORAN 19C

Ada beberapa pembagian tentang reflex:

1. Brainstem reflexPittsburgh Brain Stem ScoreCara ini dapat digunakan unuk menilai reflex brainstem pada pasien koma.No           Rrainstem Reflex              Positive     Negative1              Reflex bulu mata (kedua sisi)       2              12              Reflex kornea (kedua sisi)             2              13              Doll’s eyes movement (kedua sisi)           2              14              Reaksi pupil terhadap cahaya (kanan)     2              15              Reaksi pupil terhadap cahaya (kiri)            2              16              Reflex muntah atau batuk            2              1Interpretasi :Nilai minimum ( 6 )Nilai Maximum ( 12; semakin tinggi semakin baik)

2. Superficial reflex/skin reflexa. Reflex dinding perut:

Stimulus : Goresan dinding perut daerah, epigatrik, supraumbilical, infra umbilical dari lateral ke medial.

Respon : kontraksi dinding perut Aferent : n. intercostals T 5-7 epigastrik , n,intercostals T 7-9 supra

umbilical, n.intercostals T 9-11 umbilical, n.intercostals T 11-L1 infra umbilical, n.iliohypogastricus, n.ilioinguinalis,

Eferent : idemb. Reflex Cremaster

Stimulus : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah Respon : elevasi testis ipsilateral Afferent : n.ilioinguinalis (L 1-2) Efferent : n. genitofemoralis

Reflex Fisiologis1. Penentuan lokasi pengetukan yaitu tendon periosteum dan kulit2. Anggota gerak yang akan dites harus dalam keadaan santai.3. Dibandingkan dengan sisi lainnya dalam posisi yang simetris

Reflexs Fisiologis Ekstremitas Atas1. Reflexs Bisep

Pasien duduk di lantaiLengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi, lengan diletakkan di atas lengan pemeriksa

Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku

Afferent : n.musculucutaneus (C 5-6); Efferent : idem2. Reflexs Trisep

Pasien duduk dengan rileksLengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksaPukullah tendo trisep melalui fosa olekrani

58

Page 59: LAPORAN 19C

Stimulus : ketukan pada tendon otot triceps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi .Respon : ekstensi lengan bawah disendi siku .

Afferent : n.radialis (C6-7-8); Efferent : idem3. Reflesk Brakhioradialis

Posisi Pasien sama dengan pemeriksaan reflexs bisepPukullah tendo brakhioradialis pada radius distal dengan palu reflexs

Respon: muncul terakan menyentak pada lengan4. Reflexs Periosteum radialis

Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit dipronasikanKetuk periosteum ujung distal os. Radialis

Respon: fleksi lengan bawah dan supinasi lengan5. Reflexs Periosteum ulnaris

Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap tangan antara supinasi dan pronasiKetukan pada periosteum os. Ulnaris

Respon: pronasi tangan

Reflexs Fisiologis Ekstremitas Bawah1. Reflexs Patela

Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntaiRaba daerah kanan-kiri tendo untuk menentukan daerah yang tepatTangan pemeriksa memegang paha pasienKetuk tendo patela dengan palu reflexs menggunakan tangan yang lain

Respon: pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep, ekstensi tungkai bawahStimulus : ketukan pada tendon patella

Respon : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.quadriceps femorisAfferent : n.femoralis (L 2-3-4)Efferent :idem

2. Reflexs Kremaster Ujung tumpul palu reflexs digoreskan pada paha bagian medial Respon: elevasi testis ipsilateral

3. Reflesk Plantar Telapak kaki pasien digores dengan ujung tumpul palu reflexs Respon: plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki

4. Reflexs Gluteal Bokong pasien digores dengan ujung tumpul palu reflexs Respon: kontraksi otot gluteus ipsilateral

5. Reflexs Anal Eksterna Kulit perianal digores dengan ujung tumpul palu reflexs Respon: kontraksi otot sfingter ani eksterna

Refleks Patologis

59

Page 60: LAPORAN 19C

Refleks hoffmann tromerTangan pasein ditumpu oleh tangan pemeriksa. Kemudian ujung jari

tangan pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung jari tengah tangan penderita. Reflex positif jika terjadi fleksi jari yang lain dan adduksi ibu jari

RaspingGores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa diantara ibujari

dan telunjuk penderita. Maka timbul genggaman dari jari penderita, menjepit jari pemeriksa. Jika reflex ini ada maka penderita dapat membebaskan jari pemeriksa. Normal masih terdapat pada anak kecil. Jika positif pada dewasa maka kemungkinan terdapat lesi di area premotorik cortex

Reflex palmomentalGarukan pada telapak tangan pasien menyebabkan kontraksi muskulus

mentali ipsilateral. Reflex patologis ini timbul akibat kerusakan lesi UMN di atas inti saraf VII kontralateral

Reflex snoutingKetukan hammer pada tendo insertio m. Orbicularis oris maka akan

menimbulkan reflex menyusu. Menggaruk bibir dengan tongue spatel akan timbul reflex menyusu. Normal pada bayi, jika positif pada dewasa akan menandakan lesi UMN bilateral

Mayer reflexFleksikan jari manis di sendi metacarpophalangeal, secara halus

normal akan timbul adduksi dan aposisi dari ibu jari. Absennya respon ini menandakan lesi di tractus pyramidalis

Reflex babinskiLakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui

sisi lateral. Orang normal akan memberikan resopn fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka. Normal pada bayi masih ada.

Reflex oppenheimLakukan goresan pada sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke

bawah, dengan kedua jari telunjuk dan tengah. Jika positif maka akan timbul reflex seperti babinski

Reflex gordonLakukan goresan/memencet otot gastrocnemius, jika positif maka akan

timbul reflex seperti babinski

Reflex schaeferLakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka akan timbul

refflek seperti babinski

Reflex caddock

60

Page 61: LAPORAN 19C

Lakukan goresan sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki, dari tumit ke depan. Jika positif maka akan timbul reflex seperti babinski.

Reflex rossolimoPukulkan hammer reflex pada dorsal kaki pada tulang cuboid. Reflex

akan terjadi fleksi jari-jari kaki.

Reflex mendel-bacctrerewPukulan telapak kaki bagian depan akan memberikan respon fleksi jari-jari kaki

VII. KERANGKA KONSEP

VIII. KESIMPULAN

Nn. Shinta 20 tahun menderita miastenia gravis class II

61

Nn. Shinta (20 tahun) mahasiswi

Proses autoimun : terbentuknya anti-Ach

Kerusakan reseptor Ach pada motor end plate

Kelemahan otot

- Okular- Orofaring- Pernafasan- ekstremitas

Kekurangan relatif Ach di NMJ

Miastenia Gravis

Page 62: LAPORAN 19C

DAFTAR PUSTAKA

Engel, A. G. MD. Myasthenia Gravis and Myasthenic Syndromes. Ann Neurol 16:

Page: 519-534. 1984.

Lewis, R.A, Selwa J.F, Lisak, R.P. Myasthenia Gravis: Immunological Mechanisms

and Immunotherapy. Ann Neurol. 37(S1):S51-S62. 1995.

Ngoerah, I. G. N. G, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press.

Page: 301-305. 1991.

Howard, J. F. Myasthenia Gravis, a Summary. Available at :

http://www.ninds.nih.gov/disorders/myasthenia_gravis/

detail_myasthenia_gravis.htm. Accessed : March 22, 2008.

James F.H. Epidemilogy and Pathophysiology. Dalam Jr.M.D,penyunting.

Myasthenia Gravis A Manual For Health Care Provider. Edisi

ke1.Amerika,2008;8- 14.

Price, S.A., Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi Volume 2. Edisi 6. Editor: Hartanto, H.,

et al. EGC, Jakarta, Indonesia.

Keesey, John. C dan Sonshine, Rena. A Practical Guide to Myasthenia

Gravis( www.myasthenia.org ,  2001)

Drachman DB. Myasthenia gravis and other diseases of the meuromuscular junction.

In: Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo

Harrison’s principle of internal medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill;

2012. p.3480-7.

Pascuzzi RM. Medications and myasthenia gravis. Myasthenia Gravis Foundation of

America. 2007.

62