33
LAPORAN AKHIR PENELITIAN PRIORITAS NASIONAL MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011 – 2025 (PENPRINAS MP3EI 2011-2025) FOKUS/KORIDOR BATUBARA/KALIMANTAN (KORIDOR TIGA) TOPIK KEGIATAN: ANALISIS DAYA DUKUNG LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI UNGGULAN (KASUS DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA) Dr. Ir. Ahmad Kurnain, M.Sc. Nasruddin, M.Sc. Doni Stiadi, M.Si. UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT DESEMBER, 2012 Fokus Kegiatan: Batubara

LAPORAN AKHIR PENELITIAN PRIORITAS NASIONAL …eprints.unlam.ac.id/2028/1/22_Laporan Akhir MP3EI_AhmadKurnain.pdf · laporan akhir penelitian prioritas nasional masterplan percepatan

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN AKHIR PENELITIAN PRIORITAS NASIONAL

MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011 – 2025

(PENPRINAS MP3EI 2011-2025)

FOKUS/KORIDOR BATUBARA/KALIMANTAN (KORIDOR TIGA)

TOPIK KEGIATAN:

ANALISIS DAYA DUKUNG LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI UNGGULAN

(KASUS DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA)

Dr. Ir. Ahmad Kurnain, M.Sc. Nasruddin, M.Sc. Doni Stiadi, M.Si.

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT DESEMBER, 2012

Fokus Kegiatan: Batubara

LEMBAR PENGESAHAN

1 Topik Kegiatan : Analisis Daya Dukung Lahan Pasca Tambang Batubara Untuk Pengembangan Kawasan Ekonomi Unggulan (Kasus di Kabupaten Kutai Kartanegara)

2 Fokus Kegiatan : Batubara 3 Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : Dr. Ir. Ahmad Kurnain, M.Sc. b. Jenis Kelamin : Laki-Laki c. NIP/NIK : 19630407 199103 1 006 d. NIDN : 00-0407-6306 e. Jabatan Struktural : - f. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala/Pembina IV-a g. Perguruan Tinggi : Universitas Lambung Mangkurat h. Fakultas/Jurusan : Pertanian/Tanah i. Pusat Penelitian : - j. Alamat : Jl. Jend. A. Yani Km.36 Kotak Pos 1028

Banjarbaru 70714 k. Telpon/Faks : 0511-4777540/4772254 l. Alamat Rumah : Jl. Tata Wana IV No. 10 RT.10 RW.02 Banjarbaru

Kalimantan Selatan m. Telpon/Faks : 0511-4772284/08152108126

3. Jangka Waktu Penelitian : 3 tahun (seluruhnya) Usulkan ini adalah usulan tahun ke-1 4. Pembiayaan

a. Jumlah yang disetujui Dikti tahun ke-1: Rp 117.500.000,- b. Jumlah yang diajukan ke Dikti tahun ke-2: Rp 200.000.000,- c. Jumlah yang diajukan ke Dikti tahun ke-3: Rp 200.000.000,-

Banjarmasin 17 Desember 2012

Mengetahui,

Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat

Ketua Peneliti

Dr. Ahmad Alim Bachri, SE., M.Si NIP. 19671231 199512 1 002

Dr. Ir. Ahmad Kurnain, M.Sc. NIP. 19630407 199103 1 006

ABSTRAK

Kutai Kartanegara merupakan Kabupaten di Kalimantan Timur dengan jumlah (IUP) terbanyak, sampai Tahun 2009 dan menduduki peringkat teratas se-Indonesia dengan 687 IUP dengan rata-rata satu desa 2 (dua) IUP dari 227 Desa. Aktivitas pertambangan batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara telah berdampak pada semakin tingginya konversi lahan yakni 5,2% lahan pertanian (sekitar 1.950 ha dari 36.845 ha) menjadi kawasan pertambangan batubara. Eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan (alih fungsi lahan) akan membawa dampak yang tidak baik pada wilayah secara ekologis seperti yang nampak pada akhir-akhir ini dimana wilayah Kutai Kartanegara diperhadapkan pada kondisi dinamika wilayah yang rentan pada degradasi ekologis, rawan pangan. Sumberdaya alam batubara disisi lain sebagai anugerah namun disisi lain eksploitasi sumberdaya alam yang tidak berbasis pada ekologis telah memunculkan masalah baru yakni ancaman pada rentannya lingkungan ekologis pasca operasi pertambangan.

Tujuan utama penelitian ini adalah mengkaji pengelolaan lahan pasca tambang batubara untuk mendukung pengembangan kawasan ekonomi unggulan wilayah di Kabupaten Kutai Kartanegara. Tujuan utama tersebut dirinci dalam 3 (tiga) tujuan khusus yakni (1) mengidentifikasi karakteristik pertambangan batubara, 2) mengidentifikasi karakteristik lahan untuk kajian kemampuan lahan pasca tambang batubara, 3) menganalisis daya dukung ekonomi wilayah menurut karakteristik pertambangan dan kemampuan lahan pasca tambang batubara

Hasil akhir dari penelitian ini adalah desain rekomendasi mengenai arahan pengembangan kawasan pasca tambang batubara dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan. Penelitian ini diharapkan mampu sebagai 1) sebagai acuan nasional dalam pengelolaan lahan pasca operasi pertambangan batubara khususnya di wilayah koridor Kalimantan, 2) sebagai acuan pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan pengelolaan lahan pertambangan batubara sistem terbuka, dan 3) sebagai acuan perusahaan pertambangan batubara dalam melaksanakan menyusun kebijakan pertambangan dari pra, proses hingga pasca tambang dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah yakni MasterPlan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Koridor Kalimantan. Kata Kunci: Daya Dukung Lahan, Pasca Tambang Batubara, Strategi Pengembangan

Kawasan, Ekonomi Unggulan wilayah

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Penelitian

Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang

pertumbuhan perekonomiannya sangat dipengaruhi oleh sektor pertambangan dan

penggalian minyak bumi, gas alam dan batubara. Total PDRB atas dasar harga berlaku

tahun 2010 mencapai Rp95,98 triliun; dan sektor pertambangan dan penggalian

menyumbang sebesar 84,36%, sedangkan sektor pertanian hanya menyumbang 6,25%

dan sisanya sektor-sektor lainnya.

Kutai Kartanegara merupakan salah satu kabupaten yang kaya sumber daya

alamnya. Potensi sumber daya alam yang sudah dikelola secara besar-besaran adalah

potensi pertambangan batubara. Banyak investor baik dari dalam negeri maupun dari

luar negeri terlibat dalam pengelolaan pertambangan batubara. Kutai Kartanegara

merupakan kabupaten di Kalimantan Timur dengan jumlah ijin usaha pertambangan (IUP)

terbanyak; sampai dengan tahun 2009, Kutai Kartanegara menduduki peringkat teratas

se Indonesia dengan 687 IUP dengan rata-rata 2 IUP per satu desa dari 227 desa.

Perkembangan produksi batubara terus berkembang dari tahun ke tahun; dari 7,37 juta

MT pada tahun 2002 dan 12,52 juta MT pada tahun 2007 menjadi 20,88 juta MT pada

tahun 2009 (BPS Kabupaten Kutai Kartanegara, 2010). Jumlah produksi batubara ini

pastinya akan menjadi lebih besar dari angka di atas, karena pada pelaporan tahun 2010

hanya 90 perusahaan dari 164 perusahaan pemegang IUP yang melaporkan produksi

batubaranya ke Dinas Pertambangan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Pesatnya investasi di bidang pertambangan batubara di Kabupaten Kutai

Kartanegara telah memberikan dampak perubahan perekonomian daerah dan

masyarakat. Keberadaan perusahaan pertambangan batubara telah mendorong dan

menggerakkan sendi-sendi perekonomian dan struktur sosial masyarakat yang berada di

sekitarnya. Perubahan ini dalam jangka panjang akan dapat menjadi masalah baru ketika

2

perusahaan pertambangan batubara telah mengakhiri kegiatan pertambangannya (mine

closure). Masyarakat akan dihadapkan pada persoalan untuk menyesuaikan struktur

ekonomi dan sosial dengan lingkungan bekas tambang. Penyesuaian struktur ekonomi

dan sosial memerlukan basis data untuk mendukung perumusan pengembangan

kawasan bekas tambang menjadi kawasan ekonomi baru. Atas dasar itulah kajian ini

diperlukan.

2. Tujuan Penelitian

1) Mengidentifikasi karakteristik pertambangan batubara di Kabupaten Kutai

Kartanegara.

2) Mengidentifikasi karakteristik lahan untuk kajian kemampuan lahan pasca tambang

batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara.

3) Menganalisis strategi pengembangan kawasan pasca tambang batubara menurut

karakteristik pertambangan, karakteristik lahan dan daya dukung ekonomi wilayah di

Kabupaten Kutai Kartanegara.

3. Keutamaan Penelitian

Keutamaan dilaksanakannya penelitian tentang daya dukung dan kemampuan

lahan pasca tambang batubara untuk mendukung ketahanan ekonomi wilayah didasarkan

pada pencapaian tujuan penelitian yang ingin dicapai yakni (1) teridentifikasinya

karakteristik pertambangan batubara meliputi tipe pertambangan, jenis kewenangan dan

pengelolaan lahan pasca pertambangan, dan lamanya lahan pasca tambang, selanjutnya

tujuan ke-2 akan diidentifikasi karakteristik lahan pasca tambang meliputi lereng, erosi,

kedalaman tanah, tekstur tanah, permeabilitas, drainase, kerikil/batuan, ancaman banjir

dan salinitas sebagai faktor pembatas kemampuan lahan yang dapat digunakan dalam

rangka penyusunan arahan pengembangan wilayah pasca tambang, selanjutnya hasil

analisis kemampuan lahan menurut karakteristik pertambangan dikaji mengenai daya

dukung lahan untuk ekonomi wilayah yang telah dikembangkan oleh Cloud (dalam

3

Soerjani, 2008; Muta,ali, 2012) meliputi variabel PDRB Total (Produk Domestik Regional

Bruto), penduduk, konsumsi penduduk per kapita (Rp). Hasil akhir dari penelitian ini

adalah desain rekomendasi mengenai arahan pengembangan kawasan pasca tambang

batubara dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan.

4. Manfaat Penelitian

1) Acuan nasional dalam pengelolaan lahan pasca tambang batubara khususnya di

wilayah koridor ekonomi Kalimantan.

2) Acuan daerah dalam penyusunan kebijakan pengelolaan lahan pertambangan

batubara secara terbuka.

3) Acuan perusahaan pertambangan batubara dalam penyusunan dan pelaksanaan

siklus operasi pertambangan sejalan dengan MP3EI-KE Kalimantan.

4

BAB II

STUDI PUSTAKA

1. Potensi Pertambangan Batubara di Kabupaten Kutai Kartanegara

Keberadaan potensi sumberdaya mineral Kabupaten Kutai Kartanegara sangat

dirasakan dalam pemanfaatannya sebagai sumber devisa negara di samping

sumberdaya alam lainnya. Secara geografis, Kutai Kartanegara memiliki sumberdaya

alam yang beraneka ragam baik yang terbarukan (renewable resourcer) maupun

sumberdaya alam yang tak terbarukan (non renewable resources) misalnya batubara dan

migas, sehingga dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan disegala

bidang kehidupan dituntut kearah yang demokratis termasuk hak mengelola sumberdaya

mineral (batubara) bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di daerah sejalan

dengan perlindungan hukum dan legitimasi yang wajar.

Dari data Direktorat Batubara Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral telah

mengidentifikasi cadangan batubara tertunjuk sebanyak 38.768 juta MT. Dari jumlah

tersebut, sekitar 11.484 juta MT merupakan cadangan terukur dan 27.284 juta MT

cadangan terindikasi, dan sekitar 5.362 juta MT yang diklasifikasikan sebagai cadangan

yang terekploitasi. Sumberdaya ini sebagian besar berada di Kalimantan yang

menyimpan deposit sebesar 61 % (21 .088 juta MT), di Sumatera 38 % (17.464 juta MT)

dan sisanya tersebar di wilayah lain sumber batubara (resources) sebanyak 57,8 milliar

ton. Dari jumlah itu Widodo (2005) melaporkan bahwa cadangan batubara terbesar hanya

tersebar di tiga provinsi di Indonesia yaitu Provinsi Sumatera Selatan (38 %}, Kalimantan

Timur (35 %), dan Kalimantan Selatan (26 %), (Widodo, 2005). Usaha pertambangan

batubara mempunyai prospek sebagai sektor andalan pengganti migas dalam

membangun perekonomian Kalimantan Timur di masa mendatang. Hal ini didasarkan

pada ketersecliaan sumberdaya batubara, prospek pemasaran, dan dukungan kebijakan

pemerintah daerah.

5

Kabupaten Kutai Kartanegara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan

Timur yang mempunyai potensi sumberdaya alam cukup besar termasuk batubara.

Besarnya sumberdaya alam yang dimiliki oleh Kutai Kartanegara, menjadikan Kabupaten

ini sebagai kabupaten terkaya di Indonesia. Terkait dengan sumberdaya alam berupa

batubara, Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki cadangan batubara yang cukup besar.

Hal tersebut ditunjukkan oleh perkembangan produksi batubara, dimana pada tahun 2002

produksinya mencapai 7,37 juta MT dan pada tahun 2006 produksinya meningkat dan

mencapai sekitar 13,21 juta MT dan pada tahun 2007 produksinya mencapai 69,22 juta

MT (Bappeda Kab. Kutai Kartanegara, 2008).

2. Metode dan Tahap Penambangan Batubara

2.1. Metode Penambangan Batubara

Kegiatan pertambangan batubara merupakan kegiatan eksploitasi sumberdaya alam

yang tidak dapat diperbaharui dan umumnya membutuhkan investasi yang besar

terutama untuk membangun fasilitas infrastruktur. Karakteristik yang penting dalam

pertambangan batubara ini adalah bahwa pasar dan harga sumberdaya batubara ini yang

sangat prospektif menyebabkan industri pertambangan batubara dioperasikan pada

tingkat resiko yang tinggi baik dari segi aspek fisik, perdagangan, sosial ekonomi maupun

aspek politik. Kegiatan penambangan batubara dapat dilakukan dengan menggunakan

dua metode yaitu (Sitorus, 2000):

1) Penambangan permukaan (surface / shallow mining), meliputi tambang terbuka,

penambangan dalam jalur dan penambangan hidrolik.

2) Penambangan dalam (subsurfarce / deep mining).

Kegiatan penambangan terbuka (open mining) dapat mengakibatkan gangguan

seperti:

1) Menimbulkan lubang besar pada tanah.

2) Penurunan muka tanah atau terbentuknya cekungan pada sisa bahan galian yang

dikembalikan ke dalam lubang galian.

6

3) Bahan galian tambang apabila di tumpuk atau disimpan pada stock fliling dapat

mengakibatkan bahaya longsor dan senyawa beracun dapat tercuci ke daerah hilir.

4) Mengganggu proses penanaman kembali reklamasi pada galian tambang yang

ditutupi kembali atau yang ditelantarkan terutama bila terdapat bahan beracun, kurang

bahan organiklhumus atau unsur hara telah tercuci.

Sistem penambangan batubara yang diterapkan oleh perusahaanperusahaan

yang beroperasi di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sistem tambang terbuka.

Penambangan batubara dengan sistem tambang terbuka dilakukan dengan membuat

jenjang (Bench) sehingga terbentuk lokasi penambangan yang sesuai dengan kebutuhan

penambangan. Metode penggalian dilakukan dengan cara membuat jenjang serta

membuang dan menimbun kembali lapisan penutup dengan cara back filling per blok

penambangan serta menyesuaikan kondisi penyebaran deposit sumberdaya

mineral, (Suhala et al., 1995).

2.2. Tahap Penambangan Terbuka Batubara

2.2.1. Perintisan (Pioneering)

Perintisan (Pioneering) adalah kegiatan persiapan yang mencakup pembuatan sarana

jalan angkut dan penanganan sarana air drainase (saluran). Dalam pembuatan jalan,

Iebar dan kemiringan jalan harus sesuai dengan yang direncanakan sehinggga

hambatan-hambatan dalam pengangkutan material mineral dapat diatasi dan tingkat

keamanan pengguna jalan lebih terjamin. Untuk pembuatan jalan dapat dilakukan dengan

menggunakan bulldozer.

2.2.2. Pembersihan Lahan (Land Clearing)

Pembabatan (Clearing) adalah kegiatan atau pekerjaan pembersihan daerah yang akan

ditambang dari semak-semak, pohon-pohon kecil dan tanah maupun bongkahan-

bongkahan yang menghalangi pekerjaan selanjutnya Peralatan yang sering digunakan

untuk kegiatan pembersihan tanah tambang adalah tenaga manusia seperti gergaji,

7

bulldozer, chainsaw, truk cungkil dan penggaruk (ripper). Kegiatan pembersihan lahan

tambang dari vegetasi penutup tanah dilakukan tanpa pembakaran (zero burning).

Vegetasi hasil pembersihan lahan dikumpulkan dan dirapikan bersama hasil tebangan

pepohonan pada tempat yang telah ditentukan dan diharapkan dapat menjadi sumber

bahan organik.

2.2.3. Penggalian dan Pemindahan Tanah Penutup (Overburden)

Lapisan tanah penutup merupakan lapisan tanah atau batuan yang berada diantara

lapisan tanah pucuk (top soil) dan lapisan batubara. Pengupasan tanah penutup

(Overburden) yang dilakukan pada lapisan tanah penutup biasanya dilakukan bersama-

sama dengan land clearing dan menggunakan bulldozer dan excavator kelas V?OO

sampai PC3000. Pekerjaan dimulai dari tempat yang lebih tinggi (puncak bukit) dan tanah

penutup didorong ke bawah kearah tempat yang lebih rendah sehingga alat dapat bekerja

dengan bantuan gaya gravitasi. Dalam penggalian lapisan penutup juga dapat digunakan

bahan peledak (blasting) apabila lapisan tanah penutup cukup keras dan tidak bias

dibongkar dengan alat mekanik lainnya.

2.2.4. Penggalian Batubara

Setelah kegiatan penimbunan lapisan tanah penutup (Overburden),selanjutnya dilakukan

penggalian batubara. Pekerjaan penggalian batubara ini menggunakan peralatan berupa

bulldozer 085 yang dilengkapi alat garu. Setelah batubara dibongkar, kemudian batubara

dikumpulkan dengan bulldozer yang memiliki blade. Batubara selanjutnya dimuat dengan

menggunakan excavator untuk dimasukkan kedalam alat angkut Dump Truck HD465

dengan kapasitas 50 ton untuk diangkut keinstalasi pengolahan batubara. Untuk menjaga

lokasi bukaan tambang batubara agar tetap kering maka di sekeliling dari lantai bukaan

tambang dibuatkan saluran/parit keliling dan sumur {sump) untuk menampung air tirisan

tambang dan ditampung di settling pond yang te/ah disediakan atau dapat memanfaatkan

lubang bekas bukaan tambang yang belum ditutup. Sedangkan untuk menghindari air run

8

off dari tanah penutup di atasnya, maka tiap jenjang dan lereng tanah penutup dibuat

saluran drainase.

2.2.5. Reklamasi dan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Batubara

Reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang batubara dilakukan setelah

penambangan dimulai pada pit tambang berikutnya. Kegiatan ini bertujuan untuk

memulihkan kondisi lahan sehingga mendekati kondisi awal sebefum penambangan

dilakukan. Setiadi (1999), mendefinisikan revegetasi sebagai suatu usaha manusia untuk

memulihkan lahan kritis di luar kawasan hutan dengan maksud agar lahan tersebut dapat

kembali berfungsi secara normal, sedangkan Parotta (1993) dalam Latifa (2000),

menyatakan bahwa reklamasi dengan spesies-spesies pohon dan tumbuhan bawah yang

terpilih dapat memberikan peranan penting dalam mereklamasi hutan tropika. Reklamasi

dengan jenis-jenis lokal dan eksotik yang telah beradaptasi dengan kondisi tempat

tumbuh yang terdegradasi dapat memulihkan kondisi tanah dengan menstabilkan tanah,

penambahan bahan-bahan organik dan produksi serasah yang dihasilkan sebagai mulsa

untuk memperbaiki keseimbangan sildus hara dalam tanah reklamasi. Selanjunya

Setiawan (1993) dalam Latifa (2000), mengemukakan syarat-syarat tanaman penghijauan

ataun reklamasi sebagai berikut:

1) Mempunyai fungsi penyelamatan tanah dan air dengan persyaratan tumbuh yang

sesuai dengan keadaan lokasi, baik iklim rnaupun tanahnya.

2) Mempunyai fungsi mereklamasi tanah.

3) Bemilai ekonomis dimasa yang akan datang dan disukai masyarakat.

4) Hasilnya dapat diperoleh dalam waktu yang tidak terlalu lama .

Kendala dalam melakukan aktivitas reklamasi lahan pasca penambangan adalah

kondisi tanah yang marginal bagi pertumbuhan tanaman. Kondisi ini secara langsung

akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Untuk mengatasi masalah tersebut maka

karakteristik fisik, kimia dan biologi tanah perlu diketahui.

9

3. Dampak Penambangan Batubara

3.1. Dampak Penambangan Batubara terhadap Lingkungan

Konsekuensi dari sebuah pembangunan akan dapat membawa dampak terhadap

lingkungan baik dampak positif maupun negatif. Semua manusia berkeinginan bahwa

adanya sebuah kegiatan (usaha) atau pembangunan akan dapat meningkatkan

kesejateraan masyarakat dan mengelolah dampak negatif dengan sebaik-baiknya

sehingga dapat dieliminir sehingga kehadiran usaha atau pembangunan tersebut dapat

berhasil guna bagi semua mahluk hidup (manusia, flora dan fauna, air, tanah dan

ekosistem lainnya).

Konsep dasar pengelolaan pertambangan bahan galian berharga dari lapisan

bumi hingga saat ini tidak banyak beruba, yang berubah hanyalah skala kegiatannya hal

ini juga terjadi di Kutai Kartanegara. Kondisi riil di lapangan menunjukkan bahwa

perkembangan teknologi mekanisasi pengelolaan pertambangan menyebabkan semakin

luas dan semakin dalam pencapaian lapisan bumi jauh di bawah permukaan tanah

sehingga membawa dampak terhadap pencemaran air permukaan dan air tanah.

Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks dan sangat

rum it, sarat risiko, merupakan kegiatan usaha jangka panjang, melibatkan teknologi

tinggi, padat modal, dan membutuhkan aturan regulasi yang dikeluarkan oleh beberapa

sektor. Selain itu, kegiatan pertambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar

sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak tahap awal sampai pasca

tambang. Seharusnya pada saat membuka tambang, sudah harus difahami bagaimana

menutup tambang yang menyesuaikan dengan tata guna lahan pasca tambang sehingga

proses rehabilitasi/reklamasi tambang bersifat progresif, sesuai rencana tata guna lahan

pasca tambang. Dasar rencana dan implementasi seperti ini, harus dilakukan di

menghentikannya karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan. Sebagai

contoh, pertambangan timbal pada era kerajaan Romawi masih memproduksi air asam

tambang 2000 tahun setelahnya. Air asam tambang baru terbentuk bertahun-tahun

kemudian sehingga perusahaan pertambangan yang tidak melakukan monitoring jangka

10

panjang bisa salah menganggap bahwa batuan limbahnya tidak menimbulkan air asam

tambang .Air asam tambang berpotensi mencemari air permukaan dan air tanah. Sekali

terkontaminasi terhadap air akan sulit melakukan tindakan penanganannya.

Zulkiflimansyah (2007) menambahkan bahwa terdapat dampak negatif lain selain

lubang tambang dan air asam tambang yang langsung timbul dari kegiatan

pertambangan seperti berkurangnya debit air sungai dan tanah, pencemaran air,

kerusakan hutan hingga erosi dan sedimentasi tanah, dimana dampak ini masih menjadi

masalah yang belum terpecahkan secara tuntas dalam kegiatan pertambangan di

Indonesia.

Studi yang dilakukan oleh Suhala et a/. (1995) misalnya, menjelaskan bahwa

penambangan batubara di Bukit Asam (Sumatera Selatan) dan Ombilin (Sumatera Barat)

selain berdampak positif terhadap pemenuhan kebutuhan sumber energi, juga

berdampak negatif terhadap lingkungan, yaitu terjadinya perubahan topografi karena

terbentuknya lubang-lubang besar bekas galian tambang, gangguan hidrologi, perubahan

aliran permukaan, penurunan mutu udara dengan meningkatnya debu di udara,

penurunan kesuburan tanah, berkurangnya keanekaragaman flora dan fauna serta

timbulnya masalah sosial di masyarakat sekitar lokasi penambangan.

3.2. Dampak Penambangan Batubara terhadap Sosial dan Ekonomi

Berbagai dampak potensial di sektor sosial dan ekonomi dapat terjadi akibat

adanya penambangan batubara di suatu wilayah, baik dampak positif maupun dampak

negatif. Berbagai dampak positif diantaranya tersedianya fasilitas sosial qan fasilitas

umum, kesempatan kerja karena adanya penerimaan tenaga kerja, meningkatnya tingkat

pendapatan masyarakat sekitar tambang,dan adanya kesempatan berusaha. Di samping

itu dapat pula terjadi dampak negatif diantaranya munculnya berbagai jenis penyakit

akibat menurunnya kualitas udara, meningkatnya kecelakaan lalu lintas, dan terjadinya

konflik sosial saat pembebasan lahan.

11

Melihat pertumbuhan produksi' batu bara dari tahun ke tahun yang semakin besar,

maka diperkirakan dalam jangka waktu 10 sampai 20 tahun ke depan deposit batubara ini

akan habis yang dapat berdampak negatif terhadap kondisi sosial dan ekonomi

masyarakat sekitar terutama masyarakat yang menggantungkan kehidupannya pada

kegiatan pertambangan, di mana mereka akan kehilangan mata pencaharian sebagai

akibat dari berhentinya beroperasi kegiatan pertambangan.

4. Karakteristik Lahan Pasca Tambang

Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan karakteristik tertentu yang

agak tetap atau pengulangan sifat-sifat dari biosfer secara vertikal di atas maupun di

bawah daerah termasuk atmosfer, tanah, geologi, geomorfologi, hidrologi, tumbuhan dan

binatang serta hasil, aktivitas manusia dimasa lampau maupun sekarang, perluasan dari

sifat-sifat ini berpengaruh terhadap penggunaan lahan masa kini dan yang akan datang

oleh manusia (FAO, 1976 dalam Suratman dan Dibyosaputra, 1995). Selanjutnya

Jamulya dan Sunarto (1995) juga menjelaskan bahwa lahan sebagai satu kesatuan dari

sejumlah sumberdaya alam yang tetap dan terbatas dapat mengalami kerusakan dan

atau penurunan produktivitas sumberdaya alam tersebut. Aktivitas penggunaan lahan

dengan tidak mengikuti kaidah-kaidah lingkungan dapat mengurangi produktivitas lahan

diantaranya adanya penambangan batubara dengan sistem terbuka yang akan

berdampak negatif pada lahan saat ini hingga lahan pasca pertambangan.

Lahan pasca tambang batubara, selalu terkait dengan bagaimana cara mineral

tersebut di tambang, hal tersebut tergantung letak deposit batubara yang tersedia dari

permukaan tanah. Menurut Arnold (2001) terdapat dua klasifikasi letak deposit mineral

batubara. Pertama, letak deposit batubara jauh dibawah permukaan tanah, sehingga cara

penambangannya biasa dikenal dengan sub-surface mining atau deep mining, atau

biasa disebut penambangan dalam. Untuk mendapatkan mineral batubara yang letaknya

jauh dari permukaan tanah, biasanya dilakukan dengan peralatan melalui terowongan.

12

Deposit batubara di Indonesia khususnya di Pulau Kalimantan, dalam

pelaksanaan eksploitasinya tidak dilakukan dengan cara deep mining melainkan shallow

mining. Oleh karena itu, dalam penelitian ini tidak dibahas lahan pasca tambang deep

mining. Lahan menurut Hardjowigeno (1995 dan 2007) adalah suatu lingkungan fisik yang

meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut

mempengaruhi potensi penggunaannya, termasuk didalamnya akibat kegiatan manusia

yang dilakukan sekarang maupun diwaktu yang lalu. Aktifitas eksploitasi penambangan

terbuka merupakan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi potensi penggunaan

lahan. Lahan pasca tambang batubara terbuka pada umumnya mengalami

perubahan karakteristik dari aslinya. Apabila tidak dikelola dengan baik akan menjadi

lahan kritis.

Ditinjau dari faktor penyebabnya lahan pasca tambang batubara yang termasuk

kategori lahan kritis secara fisik, kimia dan secara hidrologis, dapat diuraikan sebagai

berikut: (1)secara fisik, lahan telah mengalami kerusakan, ciri yang menonjol dan dapat

dilihat di lapangan, adalah kedalaman efektif tanah sangat dangkal. Terdapat berbagai

lapisan penghambat pertumbuhan tanaman seperti pasir, kerikil, lapisan sisa-sisa tailing

dan pada kondisi yang parah dapat pula terlihat lapisan cadas. Bentuk permukaan tanah

biasanya secara topografis sangat ekstrem, yaitu antara permukaan tanah yang

berkontur dengan nilai rendah dan berkontur dengan nilai tinggi pada jarak pendek

bedanya sangat menonjol, Dengan kata lain terdapat perbedaan kemiringan tanah

yang sangat mencolok pada jarak pendek. Secara kimia, lahan tidak dapat lagi

memberikan dukungan positif terhadap penyediaan unsur hara untuk pertumbuhan

tanaman. (2) Secara hidrologis, lahan pasca tambang tidak mampu lagi

mempertahankan fungsinya sebagai pengatur tata air. Hal ini terjadi karena

terganggunya kemampuan lahan untuk menahan, menyerap air dan menyimpan air,

karena tidak ada vegetasi atau tanaman penutup lahan (Sitorus, 2003).

13

5. Daya Dukung Ekonomi Wilayah

Muta’ali (2012) menjelaskan bahwa daya dukung wilayah (carrying capacity)

adalah daya tampung maksimum lingkungan untuk diberdayakan oleh manusia. Dengan

kata lain populasi yang dapat didukung secara tak terbatas oleh ekosistem tanpa

merusak ekosistem itu. Analisis daya dukung (carrying capacity ratio) merupakan suatu

alat perencanaan pembangunan yang memberikan gambaran hubungan antara

penduduk, penggunaan lahan dan lingkungan. Analisis daya dukung lingkungan dapat

memberikan informasi yang diperlukan dalam menilai tingkat kemampuan lahan dalam

mendukung segala aktifitas manusia yang ada di wilayah yang bersangkutan.

Daya dukung ekonomi wilayah telah dijelaskan oleh Cloud (dalam Soerjani, 2008;

Muta’ali, 2012) yang mengilustrasikan daya dukung lingkungan dengan memformulasikan

hubungan sumberdaya alam, jumlah penduduk dan kualitas hidup. Asumsi yang

dibangun adalah bahwa output sumberdaya alam secara ekonomi direpresentasikan

dalam PDB atau PDRB. Cuadra dan Bjorkland (2007) meneliti hubungan antara daya

dukung lahan dengan penilaian ekonomi dari tanaman pertanian di Nicaragua. Tiga

analisis yang berbeda digunakan yaitu (1) Estimasi cost and return economic

(CAR), (2) Ecological footprint (EF) (3) Emergy Analysis (EA) dalam penilaian viabilitas

ekonomi. Studi ini ditekankan pada daya dukung ekologis dan produksi tanaman tropika

yang berkelanjutan. Analisis dilakukan pada enam sistem produksi tanaman di

Nikaragua yaitu: kacang (Phaseolus vulgaris L.), tomat (Lycopersicum esculentum L.

Mill), kubis (Brassica oleraceae L.var.capitata), jagung (Zea mays L.), nanas (Ananas

comosus L. Merr.) dan kopi (Coffea arabica L.) Studi ini menunjukkan kubis dan tomat

merupakan tanaman yang paling menguntungkan, baik secara ekonomis maupun dari

emergy terms-nya, dan tanaman kopi paling sedikit menghasilkan keuntungan.

Penelitian lain mengenai status daya dukung lahan juga dilakukan oleh

Barus (2004) yang menghitung efek jarak pada kapasitas penyerapan tenaga kerja

dengan menggunakan SIG. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SIG dapat

memperlihatkan kapasitas indeks serapan tenaga kerja dan peta status serapan

14

tenaga kerja di Kecamatan Samarang Garut Jawa Barat. Peta ini dapat digunakan untuk

mengetahui secara tidak langsung situasi ekonomi dari wilayah tersebut. Lane (2009)

menyebutkan bahwa daya dukung alam dapat diukur dengan menggunakan parameter

sosial, parameter lingkungan dan, dan daya dukung berdasarkan sistem. Analisis daya

dukung yang menggunakan parameter sosial didasarkan pada model demografi atau

model ekonomi pada umumnya. Beberapa peneliti, seperti Wetzel dan Wetzel (1995)

dan Barbier dan Scoones (1993) memperluas parameter mereka yang mencakup

beberapa faktor lingkungan, tapi akhirnya perhitungan daya dukung tersebut dilihat

dari sudut pandang ekonomi.

Teori basis ekonomi didasarkan pada asumsi bahwa secara umum ekonomi suatu

wilayah dapat dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Teori

ini menyatakan bahwa sektor basis membangun dan memacu penguatan dan

pertumbuhan ekonomi lokal. Sektor basis kermudian diidentifikasi sebagai ”mesin”

ekonomi lokal dan disebut sebagai basis ekonomi dari suatu wilayah (Barkley dan

Bradshaw, 2002). Salah satu metode untuk mengetahui potensi ekonomi yang

merupakan basis dan bukan basis adalah analisis Location Quotient (LQ), yang

merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah

yang lebih luas dalam suatu wilayah. Kriteria penilaian yang digunakan dalam

penentuan ukuran keunggulan komparatif adalah jika nilai LQ lebih besar dari satu

(LQ>1) maka sektor tersebut merupakan sektor basis sedangkan bila nilainya lebih

kecil dari satu (LQ<1) berarti sektor yang dimaksud termasuk sektor non basis pada

perekonomian wilayah.

Di antara berbagai indikator ekonomi, indikator mengenai pendapatan

masyarakat di suatu wilayah merupakan indikator terpenting. Salah satu cara

mengukur pendapatan masyarakat di suatu wilayah adalah dengan menghitung

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan ukuran produktivitas wilayah

yang paling umum dan paling diterima secara luas sebagai standar ukuran pembangunan

dalam skala wilayah dan negara. PDRB merupakan total nilai barang dan jasa yang

15

dihasilkan di suatu wilayah yang telah dihilangkan unsur-unsur intermediate cost-nya.

Tidak ada suatu negara pun yang tidak melakukan pengukuran PDRB.

16

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kutai Kartanegara yang meliputi 18

kecamatan. Satuan penelitian ditetapkan berdasarkan beberapa kriteria:

1) Unit lahan yang dihasilkan dari overlay (tumpang-susun) peta fisiografi, jenis tanah,

kelerengan lahan dan penggunaan lahan eksisiting.

2) Unit masyarakat diambil secara stratified random sampling pada masyarakat di sekitar

pertambangan.

3) Unit pemangku kepentingan secara purposive sampling dalam rangka merumuskan

model pengembangan kawasan.

2. Peta Jalan Penelitian

3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian yakni kawasan pertambangan di Kabupaten Kutai Kartanegara

dengan proses regionalisasi untuk menghasilkan satuan tipologi kegiatan penambangan

batubara. Penyusunan tipologi kegiatan penambangan batubara dilaksanakan dengan uji

tabel silang antara satuan bentuklahan Kabupaten Kutai Kartanegara dan pengelola

kegiatan pertambangan batubara (badan usaha dan koperasi).

Tabel 1. Distribusi sampel penelitian menurut satuan tipologi lahan

Bentuklahan Pengelola Kecamatan Desa Jenis Pengelola

Pegunungan Badan Usaha Kembang Janggut Long Beleh Haloq Madani Citra Mandiri, PT

Perbukitan

lipatan

Badan Usaha Loa Kulu Jonggon Antam Resourcindo, PT

Koperasi Tenggarong Seberang Loa Ulung Koperasi Wanita Sekar Wangi

Perbukitan

rendah

Koperasi Kota Bangun Sukabumi Harapan Jaya, KUD

Badan Usaha Muara Wis Lebak Cilong Korina Jaya, PT

Dataran

aluvial

Koperasi Samboja Karya Jaya Sinar Surya Koperasi, KPEP

Badan Usaha Sebulu Tanjung Harapan Tanito Harum, PT

17

Teras sungai Badan Usaha Loa Janan Loa Duri Ulu Permata Hitam, CV

Teras marin Koperasi Anggana Sidomulyo Kutai Lama, Kop

Badan Usaha Anggana Kutai Lama Sinar Kumala Naga, PT

Delta Badan Usaha Muara Jawa Tamapole Dhiraksa Bhara, CV

4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian meliputi karakteristik pertambangan, karakteristik lahan dan

daya dukung ekonomi wilayah. Variabel karakteristik pertambangan meliputi: status lahan

pasca tambang, jenis kuasa pertambangan, tipe pertambangan, pengelolaan lahan pasca

pertambangan, umur lahan (lama lahan ditinggalkan). Perincian variabel penelitian

diuraikan berikut.

1) Pengukuran variabel karakteristik pertambangan

No Variabel Indikator Skala Data Sumber Data

1 Status lahan

pasca tambang

Jumlah dan luas (ha) dengan status

1. Milik perusahaan pertambangan

2. Milik masyarakat

3. Milik pemerintah daerah

rasio Survei dan

instansi

pertambangan

2 Jenis

kewenangan

pertambangan

Jumlah dan luas (ha) pada

1. Perjanjian Karya Perusahaan

Pertambangan Batubara

(PKP2B)

2. Kuasa Pertambangan (KP)

3. Koperasi

rasio Survei dan

instansi

pertambangan

3 Umur lahan (lama

lahan

ditinggalkan)

Jumlah dan luas (ha)

1. < 1 tahun

2. 1 – 5 tahun

3. 5 – 10 tahun

4. > 10 tahun

rasio Survei dan

instansi

pertambangan

18

2) Pengukuran variabel karakteristik lahan dan Air

No Variabel Indikator Skala Data Sumber Data

1 Topografi lahan Kelerengan lahan: kelas dan

luas

Elevasi lahan

Kelas lereng

Kelas elevasi

Bappeda

2 Ketersediaan air Curah hujan

Kadar lengas tanah

Permeabilitas

Tekstur tanah

Kadar bahan organik tanah

mm

%

cm/jam

kelas tekstur

%

Surver dan

analisis lab

3 Ketersediaan

hara dan energi

Kadar bahan organik tanah

pH tanah

kedalaman efektif (solum)

%

Skala pH

cm

Surver dan

analisis lab

4 Daya Sangga

Lahan

Erosivitas

Permeabilitas

Kadar bahan organik

Skala erosi

Cm/jam

%

Surver dan

analisis lab

3) Pengukuran variabel daya dukung ekonomi wilayah

No Variabel Indikator Skala Data Sumber Data

1 Penduduk 1. Jumlah penduduk menurut umur

2. Jumlah penduduk menurut

pekerjaan

3. Jumlah penduduk menurut

pendapatan

4. Jumlah penduduk menurut

pendidikan

rasio Bappeda,

PODES

2 Pendapatan

Daerah

1. PDRB

2. Sektor unggulan

rasio Bappeda

3 Status 1. Milik sendiri rasio PODES

19

kepemilikan lahan

masyarakat

2. Sewa

3. Bagi hasil

5. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder dari data primer dikumpulkan menggunakan kombinasi teknik-

teknik pengumpulan sebagai berikut:

1) Sampel penelitian menurut satuan tipologi kegiatan penambangan batubara

dihasilkan dari overlay (tumpangsusun) peta satuan bentuklahan dengan peta

kegiatan penambangan batubara. Data pada masing-masing unit lahan dilakukan

pengukuran secara langsung di lapangan dan uji analisa laboratorium untuk

mengetahui kemampuan dan kesesuaian lahan,

2) Unit sampel masyarakat dihasilkan dari instrumen berupa daftar pertanyaan

(kuesioner) digunakan untuk mengumpulkan data secara langsung dari responden

penelitian untuk menganalisa kondisi ekonomi rumah tangga di sekitar wilayah

operasi pertambangan.

3) Interview, berupa wawancara mendalam yang dilakukan secara langsung dengan

para responden dalam penelitian ini meliputi pemerintah daerah, LSM, PT, dan pelaku

bisnis.

4) Observasi atau pengamatan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengamati secara

langsung kondisi lapangan.

5) Data sekunder yang didapatkan dari instansi meliputi (BPS, Bappeda Dinas

Pertanian, serta instansi terkait lainnya.

6. Teknik Analisis Data

Metode análisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa

deskriptif kuantitatif dan kualitatif untuk menjawab tujuan penelitian yang diuraikan

berikut.

20

1) Karakteristik kegiatan penambangan batubara di análisis teknik perangkat lunak

GIS.

2) Karakteristik lahan dan air pasca pertambangan di análisis menggunakan

metode matching (perbandingan) yang telah dikembangkan oleh FAO untuk

mengukur potensi dan arahan pemanfaatan lahan.

3) Kondisi ekonomi regional dianalisis menggunakan teknik LQ (Location Question)

untuk mengetahui spesialisasi sektor basis wilayah sesuai potensi dan arahan

pemanfataan lahan wilayah.

21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Biofisik Lahan Bekas Tambang Batubara

1.1. Karakteristik Tubuh Tanah

Kerusakan tubuh tanah dapat terjadi pada saat pengupasan dan penimbunan

kembali tanah pucuk untuk proses reklamasi. Kerusakan terjadi diakibatkan tercampurnya

tubuh tanah (top soil dan sub soil) secara tidak teratur sehingga akan mengganggu

kesuburan fisik, kimia, dan biolagi tanah (Iskandar, 2010). Hal ini tentunya membuat

tanah sebagai media tumbuh tak dapat berfungsi dengan baik bagi tanaman nantinya dan

tanpa adanya vegetasi penutup akan membuatnya rentan terhadap erosi baik oleh hujan

maupun angin. Pattimahu (2004) menambahkan bahwa terkikisnya lapisan topsoil dan

serasah sebagai sumber karbon untuk menyokong kelangsungan hidup mikroba tanah

potensial, merupakan salah satu penyebab utama menurunnya populasi dan aktifitas

mikroba tanah yang berfungsi penting dalam penyediaan unsur-unsur hara dan secara

tidak langsung mempengaruhi kehidupan tanaman. Selain itu dengan mobilitas operasi

alat berat di atas tanah mengakibatkan terjadinya pemadatan tanah. Kondisi tanah yang

kompak karena pemadatan menyebabkan buruknya sistem drainase (water infiltration

dan percolation) dan peredaran udara (aerasi) yang secara langsung dapat membawa

dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar.

Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara sesuai dengan kondisi

iklimnya yang tergolong dalam tipe iklim tropika humida pada umumnya tergolong tanah

yang bereaksi asam dengan jenis tanah meliputi (1) podsolik (ultisol); (2) alluvial (entisol);

(3) gleisol (entisol); (4) organosol (histosol); (5) lithosol (entisol); (6) latosol (ultisol); (7)

andosol (incepsol); (8) regosol (entisol); (9) renzina (mollisol); dan mediteran (inceptisol).

Persebaran luas ordo tanah (menurut klasifikasi USDA) di Kabupaten Kutai Kartanegara

adalah Ultisols 31,6%, Entisols 27,9%, kompleks Ultisols, Inceptisols dan Entisols 27,7%,

22

dan Histosols 12,8% (Bappeda Kutai Kartanegara, 2008). Secara umum sifat fisik dan

kimia setiap ordo tanah tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Ordo tanah di Kutai Kartanegara beserta sifat fisik dan kimia tanahnya

Ordo Tanah Sifat

pH Solum (m) Tekstur Drainase

Histosols

Entisols

Kompleks Ultisols, Inceptisols dan Entisols

Ultisols

3 – 4

5 – 6

> 5,5

4 - 5

1 – 3

< 1

> 0,5

1 – 1,5

Saprik

Lum berpasir

Klei, lum berklei

Klei

Terhambat

Sedang

Baik

Baik, cepat

Sumber: Bappeda Kutai Kartanegara (2008) dan sidik lapangan

1.2. Kemampuan Tanah Menahan Air

Kemampuan tanah menahan air sangat rendah pada lahan bekas tambang

batubara karena lapisan tanah atas tidak mempunyai bahan humus, serasah, dan

tanaman kayu yang mempunyai akar masuk ke dalam tanah. Asdak (2002) berpendapat

hutan alam baik sebagai pengatur tata air yang pada waktu musim penghujan air banyak

ter-simpan pada lantai hutan dan melepaskan air ke sungai pada musim kemarau. Pada

lantai hutan, humus, akar pohon, dan serasah dapat meningkatkan kemampuan tanah

menahan air.

Penurunan kemampuan tanah menahan air menimbulkan dampak berbeda

terhadap kondisi lahan; dan dampaknya tergantung pada bentuk lahan (landform).

Kondisi kerawanan tanah longsor dan erosi sering terjadi pada kawasan dengan fisiografi

lahan pegunungan dan perbukitan, dan kelerengan lahan lebih dari 15%. Pada kegiatan

penambangan batubara, erosi diyakini banyak disebabkan oleh gaya yang berasal dari air

jatuh atau aliran air. Aliran air pada permukaan tanah membawa partikel-partikel tanah

yang telah diceraiberaikan; semakin cepat aliran pada permukaan tanah semakin banyak

pula partikel-partikel tanah yang bisa diceraiberaikan dan dibawa oleh aliran sehingga

terbentuk “riil” dan “gully” pada daerah datar. Potensi erosi di berbagai lokasi dipengaruhi

antara lain oleh 4 faktor yaitu : (1) karakteristik tanah; (2) vegetasi yang tumbuh; (3)

23

topografi setempat dan (4) iklim di lokasi tersebut. (Cooke dan Doornkamp, 1990).

Berdasarkan data Podes 2011 (BPS, 2011) dan pengamatan tapak lapangan tingkat

kerawanan tanah longsor tertinggi terjadi di kecamatan Kembang Janggut dan Loa Kulu,

diikuti Samboja, Tenggarong Seberang dan Loa Janan. Potensi kerawanan tanah

longsor dan erosi ini merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan lahan

untuk mendukung kegiatan penggunaan lahan untuk tujuan tertentu (Arsyad, 1989;

Notohadiprawiro, 1991; Tim Fakultas Geografi UGM, 1994).

Kondisi lahan lainnya sebagai akibat berkurangnya kemampuan tanah menahan

air adalah kerawanan banjir. Kerawanan banjir sering terjadi pada kawasan dengan

fisiografi lahan dataran aluvial, teras, dan delta; dan kelerengan lahan landai (tingkat

kelerengan < 15%). Berdasarkan data Podes 2011 (BPS, 2011) dan pengamatan tapak

lapangan, potensi kerawanan banjir ditemukan di kecamatan Kota Bangun, Kenohan,

Tenggarong Seberang, Samboja, Muara Badak, Loa Kulu, Loa Janan, Muara Wis dan

Sebulu. Potensi kerawanan banjir juga merupakan salah satu faktor yang menentukan

kemampuan lahan untuk mendukung kegiatan penggunaan lahan untuk tujuan tertentu

(Arsyad, 1989; Notohadiprawiro, 1991; Tim Fakultas Geografi UGM, 1994).

2. Karakteristik Sosial Ekonomi Lahan Bekas Tambang Batubara

2.1. Karakteristik Demografi Desa

Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kutai Kartanegara dari tahun ke tahun

cukup pesat. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2010 sebesar

3,92%. Kecamatan Kembang Janggut memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi

sebesar 8,33 persen, lalu Kecamatan Anggana sebesar 6,02%. Sedangkan yang

terendah di kecamatan Kenohan yaitu sebesar 0,43 %. Berdasarkan hasil ”Sensus

Penduduk 2010”, penduduk Kutai Kartanegara tahun 2010 adalah 626.286 jiwa,

sementara tahun 2011 (BPS, 2010) berjumlah 641.538 naik sebesar 15.252 jiwa (2,44%).

Berdasarkan data Podes tahun 2011 (BPS, 2011) jumlah KK 169.985 dengan

rasio KK berbasis pertanian (land based) berkisar antara 0,21 – 0,73 (rata-rata 0,52). Hal

24

ini menyiratkan bahwa sebagian besar penduduk bekerja di bidang berbasis lahan

(pertanian). Persebarannya menurut fisiografi lahan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rasio KK berbasis lahan menurut fisiografi lahan dan kecamatan di Kabupaten

Kutai Kartanegara

Fisiografi Lahan Rasio KK berbasis lahan Kecamatan

Pegunungan 0,68 Kembang Janggut

Perbukitan 0,29 – 0,56 Loa Kulu, Tenggarong Seberang, Loa

Janan, Muara Badak,

Perbukitan rendah 0,60 – 0,70 Kota Bangun, Muara Wis, Kenohan

Dataran aluvial 0,30 – 0,59 Samboja, Muara Jawa, Sebulu, Muara

Wis

Teras 0,29 – 0,73 Anggana, Loa Janan, Loa Kulu

Delta 0,21 – 0,30 Sanga-Sanga, Muara Jawa

2.2. Karakteristik Daya Dukung Ekonomi Wilayah

Daya dukung ekonomi wilayah dinilai dari ketersediaan fasilitas kegiatan

perekonomian penduduk seperti pasar dan koperasi, dan sumber penghasilan desa.

Ketersediaan pasar dan koperasi di Kabupaten Kutai Kartanegara masing-masing

mencapai 73 dan 30 buah. Sementara sumber penghasilan desa berasal dari pertanian

dengan kisaran rasio 0,20 – 1,00 (rata-rata 0,73), yang menyiratkan bahwa 73% desa-

desa di Kabupaten Kutai Kartanegara sumber penghasilannya dari kegiatan pertanian.

Persebaran daya dukung ekonomi wilayah menurut fisiografi lahan dan kecamatan

disajikan pada Tabel 3.

25

Tabel 3. Daya dukung ekonomi wilayah menurut fisiografi lahan

Fisiografi Lahan Pasar Sumber Penghasilan (rasio)

Pertanian Jasa dan Perdagangan

Pegunungan 11 1,00 0

Perbukitan 3 – 6 0,63 – 0,92 0 – 0,13

Perbukitan rendah 2 – 7 0,85 – 1,00 0 – 0,14

Dataran aluvial 5 – 8 0,38 – 0,86 0 – 0,50

Teras 1 – 5 0,63 – 0,95 0 – 0,13

Delta 1 - 5 0,20 – 0,38 0,20 – 0,50

3. Pembobotan Faktor Analisis Daya Dukung Lahan Bekas Tambang Batubara

Berdasarkan hasil analisis beberapa faktor yang berpotensi menentukan daya

dukung lahan bekas tambang di Kabupaten Kartanegara untuk pengembangan kawasan

ekonomi unggulan diperoleh beberapa faktor biofisik lahan yaitu: (1) kerawanan erosi, (2)

kerawanan banjir, dan (3) karakteristik tubuh tanah, yang terdiri dari: (a) drainase, (b)

solum, dan (c) pH. Sementara faktor sosial dan ekonomi terdiri dari: (1) pasar dan (2)

sumber penghasilan yang terdiri dari: (a) rasio pertanian dan (b) rasio jasa dan

perdagangan.

Hasil analisis menggunakan Expert Choice diperoleh pembobotan untuk kelompok

faktor biofisik lahan jika kawasan diarahkan untuk pengembangan sektor berbasis lahan

(pertanian), yaitu: (1) kerawanan erosi 33,7%, (2) kerawanan banjir 33,7%, (3) solum

16,7%, (4) drainase 10,5%, dan (5) pH 5,4%. Sementara pembobotan faktor sosial

ekonomi, adalah (1) pasar 54,2%, (2) rasio pertanian 38,2%, dan (3) rasio jasa dan

perdagangan 7,7%.

26

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

1.1. Faktor biofisik lahan menentukan daya dukung lahan bekas tambang untuk

pengembangan kawasan ekonomi unggulan, yaitu: (1) kerawanan erosi, (2)

kerawanan banjir, dan (3) karakteristik tubuh tanah, yang terdiri dari: (a) drainase, (b)

solum, dan (c) pH.

1.2. Faktor sosial dan ekonomi menentukan daya dukung lahan bekas tambang untuk

pengembangan kawasan ekonomi unggulan terdiri dari: (1) pasar dan (2) sumber

penghasilan yang terdiri dari: (a) rasio pertanian dan (b) rasio jasa dan perdagangan

2. Rekomendasi

2.1. Pada proses selanjutnya faktor biofisik lahan dan sosial ekonomi tersebut digunakan

untuk dinilai dan ditumpang susun (overlay) dengan komponen fisiografi lahan

sehingga dapat dirumuskan strategi pengembangan kawasan ekonomi berbasis

lahan pada lahan bekas tambang.

2.2. Jika diperlukan dapat dilakukan pembobotan secara khusus antara faktor biofisik dan

sosial ekonomi.

27

DAFTAR PUSTAKA

Alkadri. (Ed.). 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah: Sumber Daya Alam,Sumber Daya Manusia, Teknologi. Jakarta : BPPT

Arnold, B. H. 2001. The Evaluation of Reclamation Derelict Land and Ecosystems. Journal Land Rehabilitation and Restoration Ecology. 7(2):35-54, Massachusetts.USA.

Barus B, 2004. Penentuan Status Daya Dukung Lahan dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Pertanian Sayuran dengan Sistem Informasi Geografis, Studi Kasus Kecamatan Samarang, Garut, Jawa Barat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 No 2. Oktober 2004: 57-69.

Blakely EJ, Bradshaw TK. 2002. Planning Local Economic Development (Theory and Practice) Ed ke-3 . California: Sage Publications Inc.

Budhyono, Triekurnianto, Hary. 2009. Disain Sistem Penutupan Tambang Mineral Berkelanjutan (Studi kasus: Rencana Penutupan Tambang PT. Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua). Bogor: Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB.

Chung, K., Haddad, L. J. Ramakrishma, and F. Riely. 1997. Identifying the Food Insecure: The Application of Mixed Method Approaches in India. International Food Policy Research Institute, Washington, D.C.

Cooke, R. U and J. C. Doornkamp, 1990. Geomorphology in Environmental Management, Clarendon Press, Oxford

Cuadra M and Björklund J, 2007. Assesment of economic and ecological carrying capacity of agricultural crops in Nicaragua. Ecological Indicators Volume 7, Issue 1, January 2007, Pages 133-149.

FAO. 1998. Guidelines for National Food Insecurity and Vulnerability Information and Mapping Systems (FIVIMS): Background and Principles. Committee on World Food Security CFS: 98/5, 24 th Session, 2-5 June 1998. Food and Agriculture Organization, Rome.

Hardjowigeno dan Widiatmika, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Hardjowigeno, S 1985. Kalsifikasi Tanah, Survei Tanah, dan Evaluasi Kemampuan Lahan. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor

28

Hardjowigeno, S.1995. Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Pertanian, Daerah Rekreasi dan Bangunan. Bogor: LPM IPB dan BPN

Harun, M.Y. Darman, H dan Hidayat H. 2002. Aplikasi Teknologi Penambangan Batubara. PT. Tanito Harum Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Jakarta.

Hermansyah, Yudi. 1999. Karakteristik tanah bekas tambang di wilayah pertambangan Cikotok, Kabupaten Lebak Jawa Barat. Bogor: Skripsi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian, IPB Bogor.

Hons, F.M and Hossner, L.R. 1980. Soil Nitrogen Relationship in Soil Material Generated by the Surface Mining of Lignite Coal. Texas A&M University, College Station, Texas.

Jamulya dan Sunarto. 1995. Kemampuan Lahan. Pelatihan Evaluasi Sumberdaya Lahan Angkatan V Tanggal 1 Juli-31 Juli 1995. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Kuntjoro, Utama, Sri. 1984. Permintaan Bahan Pangan Penting di Indonesia. Bogor: Disertasi IPB Bogor

Kustiawan W., 1990. Some Consequences of Plantation Establishment Proceeding of Regional Seminar or Conservation for Development of Tropical Forest in Kalimantan, Indonesia-German Forestry Project in Mulawarman University, Samarinda.

Kustiawan, W. 2001. Perkembangan Vegetasi dan Kondisi Tanah serta Revegetasi pada Lahan Bekas Galian Tambang Batubara di Kalimantan Timur. Samarinda: Jurnal Ilmiah Kehutanan “Rimba Kalimantan” Vol 6 Universitas Mulawarman.

Kustiawan, W. dan M. Sutisna, 1994. Rehabilitasi Lahan Bekas Penambangan Batubara di Kalimantan Timur : Evaluasi Pertumbuhan Tanaman di Lahan Bekas Galian Batubara, Laporan Penelitian PSL. Puslit Unmul, Samarinda

Lorenzo, J.S., Griffith, J,J., de Souza, A.L. Reis, M.G.F. and de Vale, A.B. 1996. Ecology of a Brazilian Bauxite Mine Abandoned for Fifty Years. Proceedings The International Land Reclamation and Mine Drainage Conference and Third International Conference on The Abatement of Acidic Drainage I. Pitsburgh.

Maas, Azwar. 2006. Evaluasi Pasca Reklamasi Lahan Bekas Tambang Studi Kasus Di Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur. Disampaikan dalam Seminar Nasional PKRLT Fakultas Pertanian UGM, Sabtu 11 Feb 2006.

Morgan, R.P.C. 1986. Soil Erosion & Conservation. Produced by Logman Group (FE) Limited, Printed in Honkong.

Muchlis, Shobirin. 2008. Model Reklamasi Lahan Pasca Tambang Batubara Berbasis Agroforestri (Studi Kasus di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur). Bogor: Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB

29

Muta,ali, luthfi. 2012. Daya Dukung Lingkungan Untuk Perencanaan Pengembangan Wilayah. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi UGM

Muta,ali, luthfi. 2012. Kapita Selekta Pengembangan Wilayah. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi UGM

Notohadiprawiro,T.1999.Tanah dan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Nuripto, 1995. Analisis Vegetasi Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Sistem Terbuka di PT. Kitadin, Embalut, Kabupaten Kutai. Skripsi Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda

Padlie, 1997. Pengkajian Sifat-sifat Tanah pada Areal Bekas Penambangan Batubara Terbuka 1, 4 dan 6 Tahun, di PT. Multi Harapan Utama, Bukit Harapan, Kabupaten Kutai. Skripsi Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002. Ketahanan Pangan. Jakarta: Sekretaris Negara RI.

Qomariah. 2003. Dampak Kegiatan Pertambangan Batubara Tanpa Ijin (PETI) Terhadap Kualitas Sumberdaya Lahan dan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Tesis Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Crespent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Rustiadi, E., Saefulhakim, S. dan Panuju, D.R. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Sitorus S.R.P. 2003. Kualitas, Degradasi dan Rehabilitasi Tanah. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB

Soerianegara. 1978. Pengelolaan Sumberdaya Alam Bagian II. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana IPB

Suratman dan Dibyosaputro, Suprapto. 1995. Klasifikasi dan Evaluasi Medan. Pelatihan Evaluasi Sumberdaya Lahan Angkatan V Tanggal 1 Juli-31 Juli 1995. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Val, Cand Gil, A.1996. Methodology For Monitoring land Reclamation of Coal Mining Dumps. Proceeding and Third International Conference on The Abatement of Acidic Drainage, Pitsburgh.

PUSTAKA

Kustiawan W., 1990. Some Consequences of Plantation Establishment Proceeding of

Regional Seminar or Conservation for Development of Tropical Forest in Kalimantan,

Indonesia-German Forestry Project in Mulawarman University, Samarinda.

30

Kustiawan, W. dan M. Sutisna, 1994. Rehabilitasi Lahan Bekas Penambangan Batubara

di Kalimantan Timur : Evaluasi Pertumbuhan Tanaman di Lahan Bekas Galian Batubara,

Laporan Penelitian PSL. Puslit Unmul, Samarinda

Nuripto, 1995. Analisis Vegetasi Pada Lahan Bekas Tambang Batubara Sistem Terbuka

di PT. Kitadin, Embalut, Kabupaten Kutai. Skripsi Fakultas Kehutanan Unmul,

Samarinda

Padlie, 1997. Pengkajian Sifat-sifat Tanah pada Areal Bekas Penambangan Batubara

Terbuka 1, 4 dan 6 Tahun, di PT. Multi Harapan Utama, Bukit Harapan, Kabupaten Kutai.

Skripsi Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda

R. U. Cooke and J. C. Doornkamp, 1990. Geomorphology in Environmental Management,

Clarendon Press, Oxford

Sarwono Hardjowigeno, 1985. Kalsifikasi Tanah, Survei Tanah, dan Evaluasi

Kemampuan Lahan. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Stefanko, R, 1983. Coal Mining Technology Theory & Practice. Published by Society of

Mining Engineers of The American Institute of Mining, Metallurgical, and Petroleum

Engineers Inc New York, New York

Soerianegara, I. dan Indrawan, 1976. Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor, Bogor