46
BAB 1 PENDAHULUAN Epilepsi tidak jarang ditemui di dalam masyarakat terutama indonesia, dimana didapatkan prevalensi sebanyak 5- 10% dan insidensi 0,5%. Maka dapat di perkirakan bahwa di indonesia yang berpenduduk 200 juta sedikitnya terdapat 1-2 juta orang penyandang epilepsi. Epilepsi ditandai dengan aktivitas berlebihan yang tidak terkendali dari sebagian atau seluruh system saraf pusat. Epilepsi adalah suatu pelepasan aktivitas listrik neuron otak secara periodik dan berlebih yang mengakibatkan hilangnya kesadaran, timbulnya gerakan involuntar, fenomena sensorik abnormal, peningkatan aktivitas autonom, dan beberapa gejala psikis. Sindrom epilepsi adalah kumpulan gejala dari epilepsi yang mencakup etiologi, anatomi, faktor presipitasi, usia awitan, berat dan kronisitas, bahkan kadang-kadang prognosis. Kejang tonik adalah kekakuan kontraktur pada otot-otot, termasuk otot pernafasan. Kejang klonik berupa gemetar yang bersifat lebih lama. Jika keduanya muncul secara bersamaan maka disebut kejang tonik klonik (kejang Grand Mal). Perlunya pemahaman yang tepat mengenai penyakit epilepsi ini, terutama epilepsi grandmal sangatlah penting. Hal ini berguna untuk penanganan apabila kasus epilepsi ini ditemui. 1

laporan kasus epilepsi stase syaraf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kasus

Citation preview

Page 1: laporan kasus epilepsi stase syaraf

BAB 1

PENDAHULUAN

Epilepsi tidak jarang ditemui di dalam masyarakat terutama indonesia, dimana

didapatkan prevalensi sebanyak 5-10% dan insidensi 0,5%. Maka dapat di perkirakan

bahwa di indonesia yang berpenduduk 200 juta sedikitnya terdapat 1-2 juta orang

penyandang epilepsi.

Epilepsi ditandai dengan aktivitas berlebihan yang tidak terkendali dari sebagian

atau seluruh system saraf pusat. Epilepsi adalah suatu pelepasan aktivitas listrik neuron

otak secara periodik dan berlebih yang mengakibatkan hilangnya kesadaran, timbulnya

gerakan involuntar, fenomena sensorik abnormal, peningkatan aktivitas autonom, dan

beberapa gejala psikis.

Sindrom epilepsi adalah kumpulan gejala dari epilepsi yang mencakup etiologi,

anatomi, faktor presipitasi, usia awitan, berat dan kronisitas, bahkan kadang-kadang

prognosis. Kejang tonik adalah kekakuan kontraktur pada otot-otot, termasuk otot

pernafasan. Kejang klonik berupa gemetar yang bersifat lebih lama. Jika keduanya muncul

secara bersamaan maka disebut kejang tonik klonik (kejang Grand Mal). Perlunya

pemahaman yang tepat mengenai penyakit epilepsi ini, terutama epilepsi grandmal

sangatlah penting. Hal ini berguna untuk penanganan apabila kasus epilepsi ini ditemui.

1

Page 2: laporan kasus epilepsi stase syaraf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI 1,3

Definisi fisiologi epilepsi masih belum berubah dari yang diberikan oleh

Hughlings Jackson pada abad ke-19 yaitu epilepsi adalah istilah untuk cetusan

listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktu-waktu, mendadak dan

sangat cepat.

Secara klinis, epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan

berbagai macam etiologi, yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang

berkala, akibat lepas muatan listrik neuron-neuron serebral secara eksesif.

2. ETIOLOGI 1,4

Berikut ini adalah daftar penyebab/faktor resiko epilepsi:

a. Idiopatik: tidak terdapat lesi structural di otak atau deficit neurologis.

Diperkirakan mempunyai predisposisi genetic dan umumnya berhubungan

dengan usia.

b. Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui.

Termasuk di sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi

mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus.

c. Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada

otak, misalnya; cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak

ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), metabolic,

kelainan neurodegeneratif.

3. KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIS 1,4,8

A. Menurut Commision of Clasification and Terminology of the Internasional

League Against Epilepsy, 1981 untuk tipe serangan epilepsi:

1) Serangan Parsial

a. Serangan Parsial Sederhana dengan :

2

Page 3: laporan kasus epilepsi stase syaraf

a) Manifestasi Motorik

Kejang ini menyebabkan perubahan pada aktivitas otot. Sebagai

contoh, seseorang mungkin mengalami gerakan abnormal seperti jari

tangan menghentak atau kekakuan pada sebagian tubuh. Gerakan ini

mungkin akan meluas atau tetap pada satu sisi tubuh (berlawanan

dengan area otak yang terganggu) atau meluas pada kedua sisi. Contoh

yang lain adalah kelemahan dimana dapat berpengaruh pada saat

berbicara. Penderita mungkin bisa atau tidak menyadari gerakan ini.

b) Manifestasi Sensorik

Kejang ini menyebabkan perubahan perasaan. Orang dengan kejang

sensori mungkin mencium atau merasakan sesuatu yang sebenarnya

tidak ada disitu, mendengar bunyi berdetak, bordering atau suara

seseorang ketika suara yang sebenarnya tidak ada, atau merasakan

sensasi seperti ditusuk jarum atau mati rasa (kebas). Kejang mungkin

terasa sangat menyakitkan pada beberapa pasien. Mereka akan merasa

seperti berputar. Mereka juga mungkin mengalami ilusi. Untuk

singkatnya mereka mungkin percaya bahwa mobil yang sedang diparkir

bergerak pergi atau suara seseorang seperti teredam ketika seharusnya

terdengar jelas.

c) Manifestasi Autonomic

Kejang ini menyebabkan perubahan pada bagian system saraf yang

secara otomatis mengendalikan fungsi tubuh. Kejang ini biasanya

meliputi perasaan asing atau tidak nyaman pada perut, dada dan kepala,

perubahan pada denyut jantung dan pernafasan, berkeringat.

d) Manifestasi Psikis

Kejang ini merubah cara berpikir seseorang, perasaan dan

pengalaman akan sesuatu. Mereka mungkin bermasalah dengan

memori, kata yang terbalik saat berbicara, ketidakmampuan untuk

menemukan kata yang tepat atau bermasalah dalam memahami

percakapan atau tulisan. Mereka mungkin dengan tiba-tiba merasa

3

Page 4: laporan kasus epilepsi stase syaraf

takut, depresi atau bahagia dengan alasan yang tidak jelas. Beberapa

pasien mungkin merasa seperti mereka berada diluar tubuhnya atau

merasa dejavu (pernah mengalami sebelumnya).

b. Serangan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran) dengan :

a) Gambaran parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran: kesadaran

mula-mula baik kemudian baru menurun

b) Dengan penurunan kesadaran sejak serangan, kesadaran menurun sejak

permulaan serangan

c. Serangan parsial yang berkembang menjadi serangan umum (tonik, klonik,

tonik-klonik)

2) Serangan Umum

a. Tonic-clonic convulsion = grand mal

Kejang ini dimulai dengan suara jeritan yang tidak wajar. Kemudian

penderita akan jatuh dan setiap otot terlihat lebih aktif. Giginya

mencengkeram. Penderita terlihat pucat, dan dalam waktu singkat akan

berubah kebiruan. Sesaat setelah dia jatuh, tangan dan badan bagian atas

akan mulai menghentak sedangkan kakinya menjadi lebih atau kurang

kaku. Ini adalah bagian terlama dari kejang ini. Pada akhirnya kejangnya

berhenti dan dia jatuh kedalam tidur yang dalam.

Umumnya kejang tonik klonik terjadi selama 1-3 menit. Kejang yang

berakhir lebih dari 30 menit atau tiga kali kejang tanpa periode jeda yang

normal mengindikasikan kondisi yang berbahaya disebut juga sebagai status

epileptikus. Kejang ini disebut juga sebagai grand mall. Seperti namanya

kejang ini merupakan gabungan dari kejang tonik dan kejang klonik. Fase

tonik datang pertama ditandai dengan semua otot menjadi kaku. Udara

secara paksa dikeluarkan dari pita suara yang menyebabkan tangisan atau

erangan. Orang tersebut akan kehilangan kesadaran dan jatuh kelantai.

Lidah dan pipi bagian dalam mungkin tergigit. Jadi ludah yang bercampur

darah mungkin keluar dari mulut. Wajah orang tersebut mungkin akan

berubah jadi kebiruan. Setelah fase tonik akan terjadi fase klonik. Tangan

dan kaki biasanya akan mulai menghentak dengan cepat dan berirama,

4

Page 5: laporan kasus epilepsi stase syaraf

gerakan menekuk dan relaksasi pada siku, pangkal paha dan lutut. Setelah

beberapa menit gerakan menghentak akan melambat dan berhenti. Isi

kandung kemih dan perut terkadang ikut keluar saat tubuh relaksasi.

Kesadaran kembali perlahan dan orang tersebut mungkin mengantuk,

bingung, atau depresi. Penderita yang mengalami kejang ini dapat anak-

anak maupun orang dewasa.

b. Abscense attacks = petit mal

Jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau

awal remaja. Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak

(absence) dalam beberapa detik (sekitar 5-10 detik) dimana motorik terhenti

dan penderita diam tanpa reaksi. Seragan ini biasanya timbul pada anak-

anak atau awal remaja. Penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-

kedip, dengan kepala terkulai kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan

sering tidak disadari Pada waktu kesadaran hilang, tonus otot skeletal tidak

hilang sehingga penderita tidak jatuh. Pasca serangan, penderita akan sadar

kembali dan biasanya lupa akan peristiwa yang baru dialaminya. Pada

pemeriksaan EEG akan menunjukan gambaran yang khas yakni “spike

wave” yang berfrekuensi 3 siklus per detik yang bangkit secara menyeluruh.

c. Myoclonic seizure

Bangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involuntar

sekelompok otot skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya

berlangsung sejenak. Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi

dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya

cepat.

d. Atonic seizure

Jarang terjadi pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot dan jatuh tiba-tiba.

e. Klonik seizure

Kejang dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan

fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal

5

Page 6: laporan kasus epilepsi stase syaraf

berlangsung 1– 3 detik, terlokalisasi , tidak disertai gangguan kesadaran dan

biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan

oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan

atau oleh ensepalopati metabolik.

f. Tonik seizure

Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum

dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau

ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.

3) Serangan tidak tergolongkan

Termasuk golongan ini adalah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola

mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang, menggigil,

atau pernapasan yang mendadak berhenti sementara.

B. Menurut ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi

1) Berkaitan dengan letak fokus

a. Idiopatik (primer)

a) Epilepsi benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik

benigna)

b) Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital

c) Epilepsi primer saat membaca

b. Simtomatik (sekunder)

a) Lobus temporalis

b) Lobus frontalis

c) Lobus parietalis

d) Lobus oksipitalis

e) Epilepsi parsial kontinua yang kronis progresif pada anak-anak

(Kojenikow’s Syndrome)

f) Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan

(kurang tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsi,

stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)

c. Kriptogenik

6

Page 7: laporan kasus epilepsi stase syaraf

2) Epilepsi Umum

a. Idiopatik (primer)

a) Kejang neonatus familial benigna

b) Kejang neonatus benigna

c) Kejang epilepsi mioklonik pada bayi

d) Epilepsi absans pada anak

e) Epilepsi absans pada remaja

f) Epilepsi mioklonik pada remaja

g) Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga

h) Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak

b. Kriptogenik atau simtomatik

a) Sindroma West (spasmus infantil dan hipsaritmia)

b) Sindroma Lennox Gastaut

c) Epilepsi mioklonik astatik

d) Epilepsi absans mioklonik

c. Simtomatik

a) Etiologi non spesifik

Ensefalopati mioklonik dini

Ensefalopati pada infantile dini dengan dengan burst suppression

Epilepsi simtomatis umum lainnya yang tidak termasuk di atas

b) Etiologi / sindrom spesifik

Malformasi serebral

Gangguan metabolisme

3) Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum

a. Serangan umum dan fokal

a) Serangan neonatal

b) Epilepsi mioklonik berat pada bayi

c) Sindroma Taissinare

d) Sindroma Landau Kleffner

b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

7

Page 8: laporan kasus epilepsi stase syaraf

4) Epilepsi berkaitan dengan situasi (sindrom khusus)

a) Kejang demam

b) Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali isolated

c) Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut, atau

toksis, alkohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi nonketotik.

d) Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesfik (epilepsi refrektorik).

4. PATOFISIOLOGI 2,3,4

Ada dua mekanisme yang dapat menjelaskan suatu neuron epileptogenik,

yaitu eksitabilitas abnormal dari jaringan saraf sebagai akibat dari gangguan

depolarisasi dan repolarisasi serta sinkronisasi abnormal dari jaringan saraf.

Penjalaran impuls yang menyimpang dari biasanya akan menyebabkan kekacauan

sekelompok neuron sehingga dapat timbul serangan epilepsi.

Eksitabilitas dari neuron dipengaruhi oleh :

a. Membran sel dan lingkungan mikro dari neuron.

Keduanya berperan dalam menjaga beda potensial elektris neuron melalui

permeabilitas selektif dan pompa ion. Kadar Kalium (K) adalah lebih tinggi

pada intraneuronal daripada ekstraneuronal. Sebaliknya kadar Natrium (Na)

adalah lebih tinggi pada ekstraneuronal daripada intraneuronal. Dengan

demikian maka bagian dalam dari sel itu muatannya adalah negatif 5070mV

bila dibandingkan dengan bagian luar. Keadaan demikian hanyalah dapat

dipertahankan selama pompa Na, K dan ATPase bekerja dengan baik.

Pompa Na adalah suatu mekanisme, yang menggunakan ATP sebagai

sumber energi, untuk mengeluarkan ion Na keluar dari dalam sel setelah proses

depolarisasi. Maka dari itu apabila terjadi suatu keadaan kekurangan ATP akan

berakibat Pompa Na tidak mampu lagi untuk mengeluarkan Na dari dalam sel

setelah proses depolarisasi. Sehingga kadar Na di dalam sel akan menjadi lebih

tinggi dari semula. Dengan demikian maka keadaan di dalam sel itu tidaklah

pulih menjadi negatif 5070 mV tetapi menjadi misalnya hanya negatif 20 mV.

Keadaan tersebut akan mengakibatkan proses depolarisasi semakin mudah,

sehingga suatu rangsangan ringan yang dahulu tidak menimbulkan depolarisasi

kini dapat menimbulkan proses lepas muatan.

8

Page 9: laporan kasus epilepsi stase syaraf

b. Proses-proses intraseluler.

Dikendalikan secara genetik. Proses-proses itu meliputi pembentukan

struktur sel, metabolisme energi, reseptor-reseptor, pelepasan transmiter, dan

saluran ion. Mekanisme sebenarnya berhubungan dengan komposisi ionik

terutama ion Ca2+. Ion Ca2+ berpengaruh dalam hal:

a) Sebagai mediator perubahan protein membran untuk memacu pelepasan

transmiter dan pembukaan saluran ion.

b) Aktivasi enzim yang mempengaruhi tempat-tempat reseptor sehingga

mempengaruhi sensitivitas neuron tersebut.

Perubahan–perubahan dalam eksitabilitas ini dapat dihasilkan dengan

mempengaruhi gen-gen yang bertanggung jawab terhadap influks ion Ca2+.

c. Ciri struktural neuron

Dua regio utama pada otak yang berhubungan dengan epilepsi adalah

neokorteks dan hipokampus. Pada neokorteks, sinaps eksitatorik dibentuk

terutama pada duri dendrit (dendriric spines) dan tangkai dendrit (dendritic

shaft). Sedangkan sinaps inhibitorik lebih jelas terdapat pada soma atau pangkal

dendrit. Perubahan morfologi neuron, baik secara spontan maupun sebagai

respon terhadap trauma dapat meningkatkan eksitabilitas dengan peningkatan

jumlah sinaps eksitatorik yang bermakna atau penurunan jumlah sinaps

inhibitorik.

Lesi pada badan sel atau batang neuron akan menyebabkan degenerasi dari

ujung terminal akson, dan sebuah ujung terminal baru akan muncul untuk

berhubungan dengan membran postsinaptik yang kosong, yang selanjutnya

meningkatkan potensial eksitatorik dari neuron. Ion Kalsium yang muncul

terutama pada dendrit menyebabkan depolarisasi yang diperpanjang, yang

dapat memacu meningkatnya ion Na di dalam neuron. Sehingga waktu

hiperpolarisasi pun menjadi lebih panjang. Letupan ini dipercaya berperan

dalam periode depolarisasi paroksimal dan hiperpolarisasi dalam eksperimental

fokus epileptik.

9

Page 10: laporan kasus epilepsi stase syaraf

d. Hubungan interneuron

Transmisi neurokimia di antara neuron dapat mempengaruhi eksitabilitas

neuron. Langkah ini menghasilkan pelepasan neurotransmiter ke celah sinaps

dan membran postsinaps, menghasilkan potensial postsinaptik yang eksitatorik

dan inhibitorik. Neurotransmiter eksitatorik yang utama dalam sistem saraf

pusat adalah asam amino glutamat dan aspartat. Sedangkan neurotransmiter

inhibitorik yang utama adalah gama amino butiric acid (GABA) dan glisin.

Neurotransmiter bekerja dengan mempengaruhi reseptor spesifik yang ada di

membran postsinaps.

Beberapa penyelidikan mengungkapkan bahwa neurotransmiter asetilkolin

merupakan hal yang merendahkan potensial membran postsinaptik dalam hal

terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu. Apabila sudah cukup

asetilkolin tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik neuron-

neuron kortikal dipermudah. Penimbunan asetilkolin setempat harus mencapai

suatu konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga

lepas muatan dapat terjadi. Mungkin karena harus menunggu waktu hingga

mencapai konsentrasi tersebutlah maka fenomena lepas muatan listrik epileptik

terjadi secara berkala. Inilah ciri manifestasi epilepsi yaitu timbulnya serangan

secara berkala tetapi tidak teratur.

Pada epilepsi tipe grand mal mekanisme hilangnya kesadaran dapat dijelaskan

sebagai adanya pelepasan muatan listrik pada nuclei intralaminares talami, yang

dikenal juga sebagai inti centercephalic. Inti tersebut merupakan terminal dari

lintasan asendens aspesifik atau lintasan asendens ekstralemniskal. Input dari

korteks serebri melalui lintasan tersebut menentukan derajat kesadaran. Bilamana

sama sekali tidak ada input, maka timbulah koma. Pada grand mal terjadilah lepas

muatan listrik dari inti intralaminar talamik secara berlebihan. Perangsangan

talamokortikal yang berlebihan ini menghasilkan kejang otot seluruh tubuh

(konvulsi umum) sekaligus menghalangi neuron-neuron pembina kesadaran

menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang.

10

Page 11: laporan kasus epilepsi stase syaraf

5. DIAGNOSIS 7,8,9,10

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis

dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara

kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah

dapat ditegakkan

1) Anamnesis

Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan

kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi

vaskuler dan obat-obatan tertentu . Anamnesis (auto dan aloanamnesis),

meliputi:

a. Gejala sebelum, selama dan paska serangan

b. Faktor pencetus

c. Frekuensi serangan

d. Pola / bentuk serangan

e. Lama serangan

f. Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

g. Usia saat serangan terjadinya pertama

h. Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya

i. Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan

j. Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya

k. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2) Pemeriksaan Fisik Umum Dan Neurologis

Pemeriksaan fisik umum untuk mencari tanda-tanda gangguan yang

berkaitan dengan epilepsi, misalnya:

- Trauma kepala

- Tanda-tanda infeksi

- Kelainan congenital

- Kecanduan alcohol atau napza

- Kelainan pada kulit (neurofakomatosis)

- Tanda-tanda keganasan.

11

Page 12: laporan kasus epilepsi stase syaraf

Pemeriksaan neurologis untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal

atau difus yang dapat berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam

beberapa menit setelah bangkitan, maka akan tampak pascabangkitan terutama

tanda fokal yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti:

- Paresis Todd

- Gangguan kesadaran pascaiktal

- Afasia pascaiktal

3) Pemeriksaan Penunjang

a. Elektro ensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan

merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk

rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG

menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan

adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya

kelainan genetik atau metabolik.

Rekaman EEG dikatakan abnormal.

Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama

di kedua hemisfer otak.

Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat

dibanding seharusnya misal gelombang delta.

Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak

normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak,

paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara

paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran

EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai

gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG

nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi

mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku/

tajam/lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak

(sinkron).

12

Page 13: laporan kasus epilepsi stase syaraf

b. Rekaman video EEG

Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita

yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis

dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan

hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan

untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal

ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui

secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan

lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada

persiapan operasi.

c. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan

untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan

dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak

lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan

kiri.

d. Pemeriksaan laboratorium

a) Pemeriksaan hematologis

Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, leukosit dan hitung jenis,

hematokrit, trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium,

kalsium, magnesium), kadar gula darah sewaktu, fungsi hati

(SGOT/SGPT), ureum, kreatinin dan albumin.

Awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam

menyingkirkan diagnosis banding dan pemilihan OAE

Dua bulan setelah pemberian OAE untuk mendeteksi efek

samping OAE

Rutin diulang setiap tahun sekali untuk memonitor efek

samping OAE, atau bila timbul gejala klinis akibat efek

samping OAE.

13

Page 14: laporan kasus epilepsi stase syaraf

b) Pemeriksaan kadar OAE

Pemeriksaan ini idealnya untuk melihat kadar OAE dalam plasma saat

bangkitan belum terkontrol, meskipun sudah mencapai dosis terapi

maksimal atau untuk memonitor kepatuhan pasien.

e. Gold standar :

a) EEG iktal dengan subdural atau depth EEG

b) Longterm video EEG monitoring

6. DIAGNOSIS BANDING3,4,8,9,10

a. Kejadian paroksismal

Diagnosis banding untuk kejadian yang bersifat paroksismal meliputi sinkrop,

migren, TIA (TransientIschaemic Attack),paralisis periodik,gangguan

gastrointestinal, gangguan gerak dan breath holding spells. Diagnosis ini

bersifat mendasar.

b. Epilepsi parsial sederhana

Diagnosis ini meliputi TIA, migren, hiperventilasi, tics, mioklonus, dan

spasmus hemifasialis. TIA dapat muncul dengan gejala sensorik yang

dibedakan dengan epilepsi parsial sederhana. Keduanya paroksimal, bangkitan

dapat berupa kehilangan pandangan sejenak, dan mengalami penderita lanjut

usia.

c. Epilepsi parsial kompleks

Diagnosis banding ini berkaitan dengan tingkat kehilangan kesadaran, mulai

dari drop attacks sampai dengan pola prilaku yang rumit.secara umum

diagnosis ini meliputi sinkrop, migren, gangguan tidur, bangkitan non

epileptik, narkolepsi, gangguan metabolik dan transient global amnesia.

7. PENATALAKSANAAN5,6,8,9,10

a. Non Farmakologi

a) Amati faktor pemicu

b) Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya: stress, konsumsi kopi atau

alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.

14

Page 15: laporan kasus epilepsi stase syaraf

b. Farmakologi

Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni OAE mulai diberikan bila

diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimal dua kali bangkitan dalam

setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan pengobatan dan

kemungkinan efek sampingnya. Terapi dimulai dengan monoterapi. Pemberian

obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif

tercapai atau timbul efek samping, kadar obat dalam plasma ditentukan bila

bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.

Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat

mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai

kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.

Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat

diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi

a) Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)

b) Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+, Ca2+, K+,

dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter.

Syarat umum untuk menghentikan OAE :

Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya

setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan

Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula,

setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan

Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu

OAE yang bukan utama

15

Page 16: laporan kasus epilepsi stase syaraf

Tabel 1: pemilihan obat anti epilepsi (OAE) berdasarkan jenis bangkitan:

Jenis bangkitan

OAE lini pertama

OAE lini kedua

OAE yang dipertimbang

kan

OAE yang dihindari

Tonik Sodium ValproateLamotrigine

Clobazam LevetiracetamTopiramate

PhenobarbitalPhenytoin

CarbamazepineOxcarbazepine

Atonik Sodium ValproateLamotrigine

Clobazam LevetiracetamTopiramate

PhenobarbitalPhenytoinAcetazolamide

CarbamazepineOxcarbazepinePhenytoin

Fokal Dengan / Tanpa Umum Sekunder

CarbamazepineOxcarbazepineSodium ValproateTopiramateLamotrigine

ClobazamGabapentin LevetiracetamPhenytoinTiagabine

ClonazepamPhenobarbitalAcetazolamide

Tonik Klonik

CarbamazepinePhenobarbitalPhenytoinValproate

ClobazamLevetiracetamOxcarbazepineLamotrigineTopiramate

ClonazepamAcetazolamide

Absance Sodium ValproateLamotrigine

ClobazamTopiramate

CarbamazepineGabapentinOxcarbazepine

Mioklonik Sodium ValproateTopiramate

ClobazamTopiramateLevetiracetamLamotriginePiracetam

Carbamazepi neGabapentinOxcarbazepine

Tabel 2: Mekanisme kerja OAE

Obat Mekanisme kerjaKarbamazepin Blok sodium channel konduktan pada neuro, bekerja juga pada

reseptor NMDA, asetilkolinFenitoine Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan kloridaFenobarbital Meningkatkan aktivitas reseptor GABA, menurunkan konduktan

natrium, kalsium, kaliumValproate Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang

konduktan kalsiumGabapentine Modulasi kalsium channelLamotrigine Blok konduktan natriumTopiramate Blok sodium channel, meningkatkan refluks GABA

16

Page 17: laporan kasus epilepsi stase syaraf

Anti konvulsan utama :

a. Fenobarbital : dosis 2-4 mg/kgBB/hari

b. Phenitoin : 5-8 mg/kgBB/hari

c. Karbamasepin : 20 mg/kgBB/hari

d. Valproate : 30-80 mg/kgBB/hari

Gambar 1: Efek samping OAE

Pemberian OAE pada Wanita Hamil

Semua wanita yang menderita epilepsi dan termasuk golongan mampu hamil harus

diberi nasehat (terutama sebelum konsepsi) bahwa insidensi malformasi pada bayi

yang ibunya menderita epilepsi dan diobati dengan OAE lebih tinggi 2-3 kali lipat dari

pada bayi yang ibunya tidak memiliki epilepsi.

Dari OAE yang termasuk golongan first line (fenitoin, karbamazepin, valproat dan

phenobarbital) belum diketahui pasti mana yang paling bersifat tetratogenik. Apabila

pemberian OAT tak dapat dihindari, maka obat pilihan pertama disesuaikan dengan

jenis serangan dan dipilih yang kadar serum paling rendah dan berikan secara

17

Page 18: laporan kasus epilepsi stase syaraf

monoterapi. Diet sebelum konsepsi dan selama organogenesis harus dilengkapi

dengan asam folat yang cukup. Petunjuk pemberian OAE selama hamil :

Gunakanlah obat pilihan pertama yang sesuai dengan jenis dan sindrom

epilepsi.

Laksanakan prinsip monoterapi dengan dosis dan kadar serum paling

rendah dan efektif untuk melindungi terhadap serangan tonik klonik.

Hindari penggunaan valproat atau karbamazepin apabila ada riwayat

keluarga defek neurl-tube.

Hindari politerapi khususnya kombinasi dengan valproat, karbamazepin dan

fenobarbital.

Pantaulah kadar OAE dalam serum secara teratur dan apabila mungkin

periksalah kadar OAE bebas atau tak terikat.

Teruskanlah pemberian tambahan folat setiap harinya, dan pastikanlah

bahwa kadar folat dalam serum dan eritrosit dalam batas normal selama

periode orgogenesis pada trimester pertama.

Apabila diberikan valproat hindarilah kadar dalam serum yang tinggi.

Bagilah obat 3-4 kali pemberian setiap harinya.

8. KOMPLIKASI6,7,8,10

Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress

emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti:

1. Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah

2. Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya

gangguan pada hippocampus, anomia ( ketidakmampuan untuk

mengulang kata atau nama benda)

3. Kepribadian keras : agresif dan defensive

Komplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi:

a. Aspirasi atau muntah

b. Fraktur vertebra atau dislokasi bahu

c. Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit

18

Page 19: laporan kasus epilepsi stase syaraf

d. Status epileptikus (SE)

Status epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang terus

menerus, berulang tanpa kembalinya kesadaran diantara kejang selama lebih

dari 30 menit. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap tipe kejang tetapi

yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus mungkin

menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mungkin fatal.

Dikenal dua tipe SE yaitu SE konvusif (terdapat bangkitan motorik) dan SE

non-konfusif (tidak terdapat bangkitan motorik).

1.Status Epileptikus Konvulsif

Status epileptikus konvulsif adalah bangkitan dengan durasi lebih

dari 5 menit, atau bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya

kesadaran diantara bangkitan.

2.Status Epileptikus Nonkonvulsif

Status epileptikus nonkonvulsif adalah sejumlah kondisi saat

aktivitas bangkitan elektrografik memanjang (EEG status) dan

memberikan gejala klinis nonmotorik termasuk perubahan perilaku atau “

awareness”.

9. PROGNOSIS 6,7,9

Ketika pasien telah bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini mungkin

untuk menghentikan pengobatan anti kejang, tergantung pada umur pasien dan tipe

epilepsy yang diderita. Hampir seperempat pasien yang bebas kejang selama tiga

tahun akan tetap bebas kejang setelah menghentikan pengobatan yang dilakukan

dengan mengurangi dosis secara bertahap. Lebih dari setengah pasien anak-anak

dengan epilepsy dapat menghentikan pengobatan tanpa perkembangan pada kejang.

19

Page 20: laporan kasus epilepsi stase syaraf

BAB III

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. M

Umur : 16 Tahun

Alamat : Penyesawan

Pekerjaan : Siswi

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Tanggal konsultasi : 30 November 2015

B. ANAMNESIS : autoanamnesis

I. Keluhan Utama:

Kejang

II. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengalami kejang 1 minggu yang lalu, kejang terjadi sekali dalam

semalam, kejang berlangsung <1 menit. Kejang seluruh tubuh dan mata pasien

mendelik keatas. saat kejang pasien terjatuh kelantai, setelah itu sadar kembali.

Pasien langsung dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Pekanbaru dan diberi obat. Setelah

meminum obat pasien sudah tidak ada mengalami kejang lagi. Pasien juga

mengalami demam. Pasien menyangkal adanya mual, muntah ataupun nyeri

kepala.

III. Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien pertama kali mengalami kejang sejak usia 3 tahun namun saat itu pasien

tidak berobat ke rumah sakit hanya berobat ke dukun atau pengobatan tradisional.

Kejang muncul tanpa demam atau peningkatan suhu. Pasien terus mengalami

kejang hingga sekarang. Kejang muncul apabila pasien kelelahan. Setiap kejang

pasien tidak pernah memeriksakan atau mengobati keluhannya ke rumah sakit dan

pasien tidak mengkonsumsi obat epilepsi hanya mendapat pengobatan dari dukun

atau pengobatan tradisional.

Pasien juga menyangkal adanya cedera kepala sebelumnya.

20

Page 21: laporan kasus epilepsi stase syaraf

IV. Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mempunyai riwayat kejang atau keluhan

serupa

V. Riwayat Pribadi dan Sosial:

Pasien adalah seorang pelajar

C. PEMERIKSAAN FISIK

I. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Komposmentis

GCS : E4M6V5

Tinggi badan : -

Berat badan : -

Tanda Vital

- Tekanan darah : 100/70 mmHg

- Frekuensi nadi : 84 x/menit, reguler.

- Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit

- Suhu : 36,5 oC

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Kelenjar Getah Bening

- Leher : Tidak ada pembesaran

- Aksila : Tidak ada pembesaran

- Inguinal : Tidak ada pembesaran

Kepala

Mata : Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, refleks pupil +/+

Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-).

Mulut : Bibir kering (-).

Telinga : kelainan kongenital (-), keluar cairan dari telinga (-)

Leher : spasme otot-otot leher (-), spasme otot bahu (-), nyeri (-)

KGB : tidak ada pembesaran KGB

21

Page 22: laporan kasus epilepsi stase syaraf

Thoraks

a. Paru-paru

Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, bentuk dada normal.

Palpasi : Gerak dinding dada simetris

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.

Auskultasi : vesikuler +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-

b. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midclavicularis sinistra.

Perkusi :

- Batas jantung kanan: SIC IV linea parasternalis dekstra.

- Batas jantung kiri : SIC V 1 jari lateral linea midclavicula sinistra.

Auskultasi : Bunyi jantung I & II reguler, gallop (-), Murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Bentuk perut datar, distensi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal.

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), tidak ada pembesaran hepar dan lien

Perkusi : Timpani.

Korpus Vertebra

inspeksi : tidak tampak kelainan

palpasi : tidak teraba kelainan

II. Status Neurologis

A. Tanda Rangsang Selaput Otak:

Kaku Kuduk : Negatif

Brudzinski I : Negatif

Brudzinski II : Negatif

Kernig Sign : Negatif

Lasegue sign : Negatif

22

Page 23: laporan kasus epilepsi stase syaraf

B. Tanda Peningkatan Tekanan intrakranial:

Pupil : Isokor

Refleks cahaya : +/+

C. Pemeriksaan Saraf Kranial:

N.I (N. Olfactorius)

Penciuman Kanan Kiri

Subyektif Positif Positif

Obyektif dengan bahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.II (N. Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri

Tajam penglihatan Normal Normal

Lapang pandang Normal Normal

Melihat warna Normal Normal

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.III (N. Okulomotorius)

Kanan Kiri

Bola mata Normal Normal

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Gerakan bulbus Normal Normal

Strabismus Tidak ada Tidak ada

Nistagmus Tidak ada Tidak ada

Ekso/Endophtalmus Tidak ada Tidak ada

Pupil :

Bentuk

Refleks cahaya

Rrefleks akomodasi

Refleks konvergensi

Normal

Positif

Normal

Normal

Normal

Positif

Normal

Normal

23

Page 24: laporan kasus epilepsi stase syaraf

N. IV (N. Trochlearis)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawah Normal Normal

Sikap bulbus Normal Normal

Diplopia Tidak ada Tidak ada

N. V (N. Trigeminus)

Kanan Kiri

Motorik :

Membuka mulut

Menggerakkan rahang

Menggigit

Mengunyah

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Sensorik :

Divisi Optalmika

Refleks kornea

Sensibilitas

Divisi Maksila

Refleks masseter

Sensibilitas

Divisi Mandibula

Sensibilitas

Normal

Normal

Normal

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Normal

Normal

Normal

Tidak dinilai

Tidak dinilai

N. VI (N. Abduscen)

Kanan Kiri

Gerakan mata lateral Normal Normal

Sikap bulbus Normal Normal

Diplopia Tidak ada Tidak ada

N. VII (N. Facialis)

24

Page 25: laporan kasus epilepsi stase syaraf

Kanan Kiri

Raut wajah Simetris Simetris

Sekresi air mata Normal Normal

Fisura palpebral Tidak dinilai Tidak dinilai

Menggerakkan dahi Normal Normal

Menutup mata Normal Normal

Mencibir/bersiul Normal Normal

Memperlihatkan gigi Normal Normal

Sensasi lidah 2/3 depan Normal Normal

N. VIII (N. Vestibulocochlearis)

Kanan Kiri

Suara berbisik Normal Normal

Detik arloji Normal Normal

Rinne test Tidak dinilai Tidak dinilai

Scwabach test Tidak dinilai Tidak dinilai

Webber test :

Memanjang

Memendek

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Nistagmus :

Pendular

Vertikal

Siklikal

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Hiperakusis Tidak ada tidak ada

N. IX (N. Glossopharingeus)

Kanan Kiri

Sensasi lidah 1/3 belakang Normal Normal

Refleks muntah/Gag reflek Normal Normal

N. X (N. Vagus)

25

Page 26: laporan kasus epilepsi stase syaraf

Kanan Kiri

Arkus faring Normal Normal

Uvula Normal Normal

Menelan Normal Normal

Artikulasi Normal Normal

Suara Normal Normal

Nadi 84 x/menit 84 x/menit

N. XI (N. Assesorius)

Kanan Kiri

Menoleh ke kanan Normal Normal

Menoleh ke kiri Normal Normal

Mengangkat bahu ke kanan Normal Normal

Mengangkat bahu ke kiri Normal Normal

N. XII (N. Hipoglossus)

Kanan Kiri

Kedudukan lidah di dalam Normal Normal

Kedudukan lidah dijulurkan Normal Normal

Tremor Tidak ada Tidak ada

Fasikulasi Tidak ada Tidak ada

Atrofi Tidak ada Tidak ada

26

Page 27: laporan kasus epilepsi stase syaraf

D. Pemeriksaan Keseimbangan dan koordinasi

Keseimbangan Koordinasi

Cara berjalan Normal Tes jari - hidung Normal

Romberg test Normal Tes jari - jari Normal

Stepping tes Normal Tes tumit lutut Normal

Tandem Walking tes Normal Disgrafia Tidak ada

Ataksia Tidak ada Supinasi – pronasi Normal

Rebound phenomen Tidak ada

E. Pemeriksaan Fungsi Motorik

A. Berdiri dan Berjalan Kanan Kiri

Gerakan spontan Normal Normal

Tremor Tidak ada Tidak ada

Atetosis Tidak ada Tidak ada

Mioklonik Tidak ada Tidak ada

Khorea Tidak ada Tidak ada

Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Normal Normal Normal Normal

Kekuatan Normal Normal Normal Normal

Trofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi

Tonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus

F. Pemeriksaan SensibilitasSensibilitas taktil Normal

Sensibilitas nyeri Normal

Sensibilitas termis Normal

Sensibilitas kortikal Tidak dinilai

Stereognosis Tidak dinilai

Pengenalan 2 titik Normal

27

Page 28: laporan kasus epilepsi stase syaraf

Pengenalan rabaan Normal

G. Sistem RefleksRefleks Fisiologis Kanan Kiri

Kornea Normal Normal

Berbangkis Tidak dinilai Tidak dinilai

Laring Normal Normal

Masseter Normal Normal

Dinding perut

Atas Normal Normal

Bawah Normal Normal

Tengah Normal Normal

Biseps +2 +2

Triseps +2 +2

APR +2 +2

KPR +2 +2

Bulbokavernosus Tidak dinilai Tidak dinilai

Kremaster Tidak dinilai

Sfingter Tidak dinilai

Refleks Patologis Kanan Kiri

Lengan

Hoffman-Tromner Negatif Negatif

Tungkai

Babinski Negatif Negatif

Chaddoks Negatif Negatif

Oppenheim Negatif Negatif

Gordon Negatif Negatif

28

Page 29: laporan kasus epilepsi stase syaraf

Schaeffer Negatif Negatif

Klonus kaki Negatif Negatif

3. Fungsi Otonom Miksi : Normal Defekasi : Normal Sekresi keringat : Normal

4. Fungsi LuhurKesadaran Tanda Demensia

Reaksi bicara Normal Reflek glabella Tidak ada

Fungsi intelek Normal Reflek snout Tidak ada

Reaksi emosi Normal Reflek menghisap Tidak ada

Reflek memegang Tidak ada

Refleks palmomental Tidak ada

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Rencana pemeriksaan tambahan :

EEG

E. MASALAH

Diagnosis

Diagnosis Klinis : Epilepsi serangan umum

Diagnosis Topik : kortek serebri

Diagnosis Etiologi : kriptogenik

Diagnosis Sekunder : kelelahan dan tidak minum obat epilepsi

F. PEMECAHAN MASALAH

Terapi

- Fenitoin 100 mg 3x1

- Anemolat 1 mg 1x1

- Paracetamol 3 x 1

29

Page 30: laporan kasus epilepsi stase syaraf

Nonfarmakologi

- Rutin minum obat antiepilepsi setiap hari jangan sampai putus selama 2 tahun.

- Hindari pasien dari benda-benda tajam dan berbahaya, terutama pada saat terjadi

serangan.

- Bila terjadi kejang longgarkan pakaian pasien seperti ikat pinggang, dan lain-lain.

- Awasi jalan nafas pasien pada saat serangan, dengan cara memiringkan pasien agar

tidak terjadi aspirasi.

- Menjauhi faktor pencetus.

30

Page 31: laporan kasus epilepsi stase syaraf

BAB IV

PEMBAHASAN

Telah dilaporkan kasus seorang pasien perempuan usia 16 tahun yang datang

ke poli syaraf RSUD Bangkinang pada tanggal 30 November 2015 untuk kontrol

kejang. Pasien mengalami kejang 1 minggu yang lalu, kejang terjadi sekali dalam

semalam, kejang berlangsung <1 menit. Ketika kejang pasien terjatuh lalu sadar

kembali. Kejang terjadi karena pasien kelelahan, kejang seluruh tubuh dan mata

pasien mendelik keatas. Pasien langsung dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Pekanbaru

dan diberi obat. Setelah meminum obat pasien sudah tidak ada mengalami kejang

lagi. Pasien juga mengalami demam. Pasien menyangkal adanya mual, muntah

ataupun nyeri kepala. Dari gejala tersebut pasien mengarah pada epilepsi serangan

umum dimana pasien mengalami kejang pada seluruh tubuhnya serta mata

mendelik ke atas.

Pasien juga mengatakan memgalami kejang sejak usia 3 tahun dan kejang

muncul tanpa demam. Saat itu pasien tidak berobat ke rumah sakit dan tidak

mengkonsumsi obat rutin untuk epilepsi. Kejang terus berlanjut hingga saat ini. Hal

ini mendukung diagnosis epilepsi karena adanya riwayat kejang yang terjadi cukup

sering dan ini terus berlanjut hingga sekarang karena pasien tidak mendapatkan

pengobatan rutin epilepsi sehingga kejang sering timbul kembali.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tidak ada rangsang meningeal, peningkatan

tekanan intrakranial maupun kelainan pada nervus kranialisnya. Pada pasien

direncanakan pemeriksaan EEG. Hal ini dilakukan sesuai dengan teori bahwa

pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi terutama dengan

epilepsi berulang dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering

dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Pemeriksaan neuroimaging

bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG.

Penatalaksanaan farmakologis yang diberikan pada pasien ini adalah Fenitoin

100 mg 3x1 untuk antikonvulsan yang efektif dalam mengatasi epilepsi.

Mekanisme kerja utamanya pada korteks motoris yaitu menghambat penyebaran

aktivitas kejang. Karena efek samping fenitoin dapat menyebabkan anemia maka

diberi Asam Folat 1 mg 1x1 yang dapat membantu pembentukan hemoglobin

31

Page 32: laporan kasus epilepsi stase syaraf

selain itu membantu membangun jaringan otot, saraf, peningkatan jumlah sel dan

gangguan mental dan emosional.

Edukasi juga diberikan kepada pasien dan keluarga sebagai suatu bentuk

penatalaksaanaan non farmakologis seperti hindari pasien dari benda-benda tajam

dan berbahaya, terutama pada saat terjadi serangan, bila terjadi kejang longgarkan

pakaian pasien seperti ikat pinggang, dan lain-lain, awasi jalan nafas pasien pada

saat serangan, dengan cara memiringkan pasien agar tidak terjadi aspirasi. Selain

itu pasien juga sebaiknya menghindari faktor pencetus epilepsi seperti kebisingan,

kurang tidur, stress, kelelahan, alkohol, dan lain-lain.

32

Page 33: laporan kasus epilepsi stase syaraf

DAFTAR PUSTAKA

1. Priguna Sidharta M D Phd. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, Dian Rakyat

2. Sylvia A Price, Lorraine M Wilson . Patofisiologi, Edisi 6, EGC

3. Mardjono M, Sidharta P, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2009

4. Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes Neurologi. Jakarta : Erlangga

5. Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. 6th ed. Jakarta: Appleton and

Lange.

6. Mansjoer, A., 2009, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2, Penerbit

Aesculapius : Jakarta

7. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University Press. 2005

8. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia

(PERDOSSI). Pedoman Tatalaksana Epilepsi. PERDOSSI, 2012

9. Kusuma, W, 2007. Diagnosia Epilepsi. Jurnal ilmiah kedokteran, volume 1, nomor

1.

10. Stefan, H, 2003. Differential diagnosis of epileptic seizures and non epileptic

attacks.

33