36
BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar belakang Setiap tahunnya diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal di seluruh dunia dimana 57% diantaranya merupakan kematian fetal atau intrauterine fetal death (IUFD). Sekitar 98% dari kematian perinatal ini terjadi di negara yang berkembang. 1,2 . Kematian janin dapat terjadi antepartum atau intrapartum dan merupakan komplikasi yang paling berbahaya dalam kehamilan. Insiden kematian janin ini bervariasi diantara negara. Hingga saat ini, IUFD masih menjadi masalah utama dalam praktek obstretrik. 3,4,5 WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) adalah kematian pada fetus dengan berat lahir 500 gram atau lebih. 3 Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian janin atau fetal death dibagi menjadi Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, Intermediate Fetal Death, kematian janin yang berlangsung antara usia kehamilan 20-28 minggu dan Late Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28 minggu. 1

Laporan Kasus Iufd ISI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

iufd

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar belakang

Setiap tahunnya diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal di seluruh

dunia dimana 57% diantaranya merupakan kematian fetal atau intrauterine fetal

death (IUFD). Sekitar 98% dari kematian perinatal ini terjadi di negara yang

berkembang. 1,2. Kematian janin dapat terjadi antepartum atau intrapartum dan

merupakan komplikasi yang paling berbahaya dalam kehamilan. Insiden kematian

janin ini bervariasi diantara negara. Hingga saat ini, IUFD masih menjadi masalah

utama dalam praktek obstretrik. 3,4,5

WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist

menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) adalah kematian pada fetus

dengan berat lahir 500 gram atau lebih. 3 Menurut United States National Center

for Health Statistic, kematian janin atau fetal death dibagi menjadi Early Fetal

Death, kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu,

Intermediate Fetal Death, kematian janin yang berlangsung antara usia kehamilan

20-28 minggu dan Late Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia

lebih dari 28 minggu.

Angka kematian janin termasuk dalam angka kematian perinatal yang

digunakan sebagai ukuran dalam menilai kualitas pengawasan antenatal. Angka

kematian perinatal di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum ada

survei yang menyeluruh. Angka yang ada ialah angka kematian perinatal dari

rumah sakit besar yang pada umumnya merupakan referral hospital, sehingga

belum dapat menggambarkan angka kematian perinatal secara keseluruhan.

Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal,

maternal, plasenta maupun iatrogenik dengan 25 – 35 % kasus tidak diketahui

penyebabnya. Untuk dapat menentukan penyebab pasti harus dilakukan

pemeriksaan autopsi. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang dapat menegakkan diagnosis kematian janin intra uterin.

1

Penatalaksanaan kematian janin intra uterin ialah melakukan terminasi

kehamilan yang dapat dilakukan melalui penanganan ekspektatif dan penanganan

aktif. Ada beberapa metode terminasi kehamilan pada kematian janin intra uterin,

yaitu dengan induksi persalinan pervaginam dan persalinan perabdominam

(Sectio Caesaria ).

Dalam laporan kasus ini akan dibahas lebih lanjut mengenai IUFD dari

faktor risiko, etiologi hingga upaya penatalaksanaannya.

II. 2 Tujuan

1. Tujuan umum

Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya IUFD serta mengetahui

penatalaksanaan gejala dan keluhan yang timbul pada wanita dengan

IUFD

2. Tujuan Khusus

a. Menjelaskan tentang IUFD pada kasus

b. Mengetahui terapi pada pasien dengan keluhan dan gejala IUFD

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Definisi

Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International

Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah

kematian fetal atau janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu. 2. WHO dan

American College of Obstetricians and Gynecologist (menyatakan Intra Uterine

Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500

gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau

lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin,

gawat janin atau infeksi

II. 2 Etiologi

Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin

dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal atau kelainan patologik plasenta.

Faktor Maternal :

Post term (>42 minggu), diabetes melitus tidak terkontrol, seistemik lupus

erimatosus, infeksi, hipertensi, preeklampsia, eklampsia,

hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, ruptura uteri,

antifosfolippid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.

Faktor Fetal :

Hamil kembar, hamil tubuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan

genetik, infeksi

Faktor plasental :

Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa

Sedangkan faktor risiko terjadinya kematian janin intra uterine meningkat

pada usia ibu > 40 tahun, pada ibu infertil, riwayat bayi dengan berat

badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma uretikum), kegemukan, ayah

berusia lanjut.

3

II.3 Klasifikasi

Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian

janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:

1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu

penuh (early fetal death)

2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal

death)

3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal

death)

4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga

golongan di atas.

Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-

perubahan sebagai berikut :

1. Rigor mortis (tegang mati)

Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.

2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) :

kulit kemerahan ‘setengah matang’

3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) :

Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi

kemudian menjadi merah dan mulai mengelupas.

4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan

serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai

air ketuban menjadi merah coklat.

.

4

5. Maserasi grade III (durasi >8 hari)

Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi.

Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar

dan terdapat oedem dibawah kulit.

II. 4 Manifestasi klinis & Diagnosis

1) Anamnesis :

Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.

Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil

Penurunan berat badan

2) Pemeriksaan Fisik :

Tinggi fundus uteri menurun, atau lebih rendah dari usia kehamilan

Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat terlihat pada

ibu yang kurus

Tidak teraba gerakan-gerakan janin

Berat badan ibu menurun

Dengan Doppler tidak dapat didengar adanya bunyi jantung janin.

3) Pemeriksaan penunjang:

a. USG

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasound,

dimana tidak tampak adanya gerakan jantung janin

b. Foto radiologik

– Tampak Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda

Spalding) yaitu tumpang tindih (overlapping) secara

ireguler tulang tengkorak, yang terjadi akibat likuefaksi

massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa yang

membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 5 hari

5

setelah kematian. Namun ciri-ciri yang sama dapat

ditemukan pada kehamilan ekstrauterin dengan janin hidup.

Spalding’s sign.

– Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda

Naujokes)

– Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)

– Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda

Robert)

– Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.

Digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan adanya

kelainan dari system skelet

Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin,

pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif

untuk mencari penyebab kematian janin termasuk analisis kromosom,

kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi kehamilan selanjutnya

Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham

dan Hollier (1997)1:

1. Deskripsi bayi

malformasi

bercak/ noda

warna kulit – pucat, pletorik

derajat maserasi

6

2. Tali pusat

prolaps

pembengkakan - leher, lengan, kaki

hematoma atau striktur

jumlah pembuluh darah

panjang tali pusat

3. Cairan Amnion

warna – mekoneum, darah

konsistensi

volume

4. Plasenta

berat plasenta

bekuan darah dan perlengketan

malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius

edema – perubahan hidropik

5. Membran amnion

bercak/noda

ketebalan

Tabel . Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFD

Gejala dan Tanda

yang Selalu Ada

Gejala dan Tanda

yang Kadang-

Kadang Ada

Kemungkinan

Diagnosis

Gerakan janin berkurang

atau hilang, nyeri perut

hilang timbul atau

menetap, perdarahan

pervaginam sesudah

hamil 22 minggu

Syok, uterus

tegang/kaku, gawat janin

atau DJJ tidak terdengar

Solusio Plasenta

7

Gerakan janin dan DJJ

tidak ada, perdarahan,

nyeri perut hebat

Syok, perut kembung/

cairan bebas intra

abdominal, kontur uterus

abnormal, abdomen

nyeri, bagian-bagian

janin teraba, denyut nadi

ibu cepat

Ruptur Uteri

Gerakan janin/DJJ hilang Tanda-tanda kehamilan

berhenti, TFU

berkurang, pembesaran

uterus berkurang

IUFD

II.5 Komplikasi 1

Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga,

apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila

terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin

lebih dari 2 minggu.

II. 6 Penantalaksanaan 1,2,4

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat

janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya

sehingga tidak diobati. 6

1. USG merupakan sarana penunjang diagnostik pasti untuk memastikan

kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda

kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan

ketuban berkurang.

2. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien

selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan

besar dapat lahir pervaginam.

3. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,

perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

8

4. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan

hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi

tanpa komplikasi

5. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan

penanganan aktif.

6. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu

a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin

atau prostaglandin.

b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan

prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan

amniotomi karena berisiko infeksi

c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir

7. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan

serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang

sesudah 6 jam

b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis

menjadi 50 mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg

setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis.

8. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

9. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,

waspada koagulopati

10. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan

melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

11. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi

plasenta dan infeksi .

9

SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD1

Kasus refrakter atau kasus Partus Spontan

dimana terminasi kehamilan dalam 2 minggu

diindikasikan (80%)

Psikologis

Infeksi

Penurunan kadar fibrinogen

Retensi janin lebih dari 2 minggu

Rawat di RS, Induksi persalinan

Servik matang Servik belum matang

Infus Oksitosin Misoprostol

Gagal gagal

Oksitosin diulang dengan Ditambah dengan infus Oksitosin

Ditambah Prostaglandin/vaginam

10

II.6.1 METODE-METODE TERMINASI

1. Terminasi dilakukan dengan induksi, yaitu :

Infus Oksitosin

Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi

pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml

larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat

diberikan dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal,

pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus

dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan

kecepatan 30 tetes per menit.

Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan

menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi harus

dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu

yang sama.

Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan

resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang

setelah pemberian prostaglandin per vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan

sekunder harus disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi

persalinan.

Misoprostol

Pemberian misoprostol per vaginam di daerah forniks posterior sangat efektif

untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang. Pada kematian janin

24-28 minggu dapat digunakan, misoprostol secara vaginal (50-100 μg tiap 4-6

jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan diatas 28 minggu dosis misoprostol

25 μg pervaginam / 6jam Langkah induksi ini dapat ditambah dengan pemberian

oksitosin.

2. Operasi Sectio Caesaria (SC)

Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus

yang dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang.

11

II.7. Pencegahan 1,2,3

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati

aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan

janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya

solusio plasenta. Pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion) pencegahan

dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.

Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care

yang baik. Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman

beralkohol atau penggunaan obat-obatan.

Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-

stress test fetal elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin

sebelum terjadi kematian dan terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila

terjadi gawat janin.

12

BAB III

KASUS

III.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. F

Umur : 25 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Kliwonan, RT/RW 02/07, Desa Jogomulyo,

Tempuran

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Suku : Jawa

Asuransi : Jampersal

Tgl Masuk RS : 3 Oktober 2012 (pukul 19.45 WIB)

III.2 ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan tanggal 3 Oktober 2012 (pukul 19.45 WIB)

A. Keluhan Utama : G3P1A0

Janin tidak bergerak sejak 3 hari yang lalu (1 Oktober 2012)

B. Keluhan tambahan :

Darah (-), cairan (-), kenceng-kenceng (-)

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

13

Pasien datang ke IGD RST dr Soedjono Magelang dengan keluhan

utama janin tidak bergerak sejak 3 hari SMRS. Sebelumnya pasien

tidak pernah merasakan hal tersebut. Tidak terdapat kenceng-kenceng

darah, cairan yang keluar dari jalan lahir,Pasien melakukan ANC di

Puskesmas > 5x selama kehamilan, tidak teratur tiap bulannya.

Pasien tidak mengalami trauma dalam kehamilannya, pasien juga

tidak ada riwayat demam tinggi dan alergi selama hamil, riwayat

keputihan disangkal, Riwayat minum obat-obatan lama juga disangkal.

D. Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi, DM, alergi dan asma disangkal oleh pasien

E. Riwayat Penyakit Keluarga :

Hipertensi, DM, alergi dan asma disangkal oleh pasien.

F. Riwayat Menstruasi :

Menarche : 17 tahun

Siklus : 28 hari

Lama haid : 7 hari

Banyak : 2-3x ganti pembalut

Dismenorrhea : (-)

HPHT : 4 / 03 / 2012

HPL : 11 / 12 / 2012

G. Riwayat Perkawinan :

Menikah satu kali, usia perkawinan 5 tahun, status masih menikah

H. Riwayat Persalinan :

1. Keguguran

2. Laki-laki, usia 1 tahun, spontan, bidan, 3100 gr

3. Hamil ini

I. Riwayat KB : tidak memakai KB

14

J. Riwayat Operasi : Pasien belum pernah operasi sebelumnya

K. Riwayat ANC :

Kontrol ke puskesmas >5x selama kehamilan, tidak rutin. Hamil saat

ini mual (-), muntah (-), perdarahan (-), riwayat trauma (-), riwayat

infeksi (-)

L. Kebiasaan Hidup :

Merokok (-), Alkohol (-), minum obat & jamu (-)

III.3 PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

TB : 150cm BB : 54kg

Tanda Vital : TD : 120 / 80 mmHg

N : 100 x / menit

RR : 18 x / menit

Suhu : 36,5 º C

Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok

Mata : Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

edema palpebra -/-

THT : Sekret telinga -/-, sekret hidung -/-, tonsil tidak

hiperemis, T1 – T1

Leher : KGB tidak membesar, tiroid tidak teraba membesar.

15

Thorax :

Mammae : Simetris, membesar, areola mammae

hiperpigmentasi

Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronki - / -, wheezing - / -

Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Lihat status obstetri

Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

B. STATUS OBSTETRIK

Inspeksi : Perut tampak buncit, letak, striae gravidarum (+),

linea nigra (+), luka bekas SC (-)

Palpasi :

Leopold I : TFU 24 cm, teraba satu bagian besar,bulat, keras,

kepala

Leopold II : Kanan : teraba bagian kecil janin

Kiri : teraba bagian keras melebar seperti papan

Leopold III : Teraba satu bagian besar, lunak, bokong

Leopold IV : belum masuk PAP

His : (-)

Auskultasi : DJJ (-)

Kesan : TFU 24 cm tidak sesuai dengan hamil 30 minggu,

presentasi bokong, pu-ki, DJJ (-), Janin intrauterine,

tunggal, mati.

16

ANOGENITAL

o Inspeksi :

vulva : hematome (-), oedema (-), hiperemis (-)

Uretra : hematome (-), oedema (-)

o Vaginal Touche :

Portio tebal-lunak, pembukaan (-), KK (+), STLD (-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :

Hematologi tanggal 04-10-12

Pemeriksaaan Hasil Range

Hb 11,9g/dL 11.0-15.0

Ht 31,1 % 36.0-48.0

Eritrosit 3.61 3.50-5.50

MCV 86.4 80.0-99.0

MCH 32.9 26.0-32.0

MCHC 38.2 32.0-36.0

Trombosit 362.000/ uL 150.000-390.000

Leukosit 14,2 ribu/uL 4.0-10.0

USG

Tampak janin tunggal, intra uterin, presenatasi bokong, gerakan janin

(-), BPD sesuai umur kehamilan 27 minggu, IUFD

17

III.4 DIAGNOSIS

IUFD dengan presbo pada multigravida hamil preterm

III.5 DIAGNOSIS BANDING

Solusio Plasenta, Ruptur Uteri

III. 6 PENATALAKSANAAN

Observasi Tanda-tanda

Observasi tanda-tanda inpartu

Induksi cytotex ½ tab pervaginam

III. 7 PROGNOSIS

Ibu : Dubia ad Bonam

Janin : malam

Follow up

Tgl S O A P

4/10/12

Pkl

06.00

WIB

Mules (+), nyeri perut bagian bawah

Ku / Kes : Sakit Ringan / CM

St. Generalis :

T : 110 / 70 mmHg

N : 80 x/mnt

S : 36,4

P : 24 x/mnt

St. Obstetri :

DJJ : (-)

His : (+)

IUFD pada multigravida hamil preterm dengan presbo

- Observasi TTV

- Observasi kemajuan persalinan

- Pro partus

Pervaginam

18

Tanggal 04-10-12 pkl 10.15 WIB telah lahir spontan, mati, jenis kelamin laki-laki,

BB : 1300gr, Pb : 40cm, maserasi derajat 2, plasenta lahir spontan, perdarahan

kurang lebih 100cc, perineum utuh

Tgl S O A P

5/10/2012

Pkl

06.00

WIB

Nyeri perut bagian bawah (+)

perdarahan pervaginam

Ku / kes : TSS / CM

St. Generalis :

T : 100 / 70

N : 72 x/mnt

S : 36,2 °C

P : 22 x/mnt

St. Puerperalis :

Abdo:

Perut tampak datar, TFU 2 JBP, NT (-) Tympani,

Perdarahan pervaginam (+)

P3A1

Post partus pervaginam dengan IUFD

Observasi TTV

Pengawasan post partum

Tgl 5-10-12 pkl 09.00 dilakukan tindakan kuretase

Laporan tindakan kuretase :

Desinfeksi

Stadium Narkose

Posisi pasien Litotomi

Dilakukan kuretase

Hasil :

o Jaringan sisa plasenta kurang lebih 25 cc

o Perdarahan 25 cc

Operasi selesai

KU pasien baik

19

Instruksi post operasi :

Observasi KU+TTV

Amoxcicilin 3 x 500mg

Metilergo 3x1 tab

Asam mefenamat 3x500mg

Tanggal S O A P

5/1/2012

16.00

Keluhan (-) Ku / kes : TSR / CM

St. Generalis :

T : 130/90

N : 84 x/mnt

S : 36,2 °C

P : 22 x/mnt

St. Puerperalis :

Abdo:

Perut tampak datar,

TFU 2 JBP, NT (-)

P3A1

Post partus

pervaginam

dengan IUFD,

post kuretase

Amoxcicilin

3 x 500mg

Metilergo

3x1 tab

Asam

mefenamat

3x500mg

Pasien boleh

pulang

20

BAB IV

ANALISIS KASUS

Pada kasus ini wanita, 25 tahun dengan diagnosa kematian janin intra

uterin. Dalam kasus ini, diagnosis Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang

disesuaikan dengan literatur.

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien dengan G3P2A1 lahir hidup 2.

Hamil 30 minggu datang ke IGD RST dr Soedjono Magelang dengan keluhan

utama janin tidak bergerak sejak 3 hari SMRS. Sebelumnya pasien tidak pernah

merasakan hal tersebut. Tidak terdapat kenceng-kenceng darah, cairan yang keluar

dari jalan lahir, Pasien melakukan ANC di Puskesmas > 5x selama kehamilan,

tidak teratur tiap bulannya.

Pasien tidak mengalami trauma dalam kehamilannya, pasien juga tidak ada

riwayat demam tinggi dan alergi selama hamil, riwayat keputihan disangkal,

Riwayat minum obat-obatan lama juga disangkal.

Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, inspeksi menjelaskan

tanda- tanda kehamilan pada pasien ini tidak sesuai dengan masa kehamilan.

Ukuran tinggi fundus uteri yang berkurang dari usia kehamilan ditemukan. Pada

palpasi, gerak janin (-), dan pada auskultasi dengan pemeriksaan Doppler tidak

terdengar bunyi jantung janin, hal ini turut membuktikan adanya kematian janin

intra uterin. Pada pemeriksaan laboratorium, hanya didapatkan pemeriksaan darah

rutin dalam batas normal pada wanita dengan kehamilan. Seharusnya dilakukan

pemeriksaan darah yang lebih lengkap yaitu fibrinogen untuk mengetahui ada

tidaknya permasalahan pada faktor pembekuan darah dari faktor janin terhadap

maternal. Pada pemeriksaan USG, ditemukan Janin Tunggal, Intra uterine, letak

presentasi bokong, DJJ (-). Didapatkan kesan janin IUFD disertai dengan

deskripsi yang menjadi dasar diagnosis IUFD, seperti tidak adanya gerakan janin

dan DJJ ( - ), sehingga dapat ditegakkan diagnosis IUFD dengan pasti.

Penyebab IUFD bisa karena faktor maternal, fetal dan plasental.

Berdasarkan anamnesis, pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi

dalam kehamilannya ini. Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum

21

alkohol, merokok, dan minum obat- obatan lama. Namun melihat usia ibu 48

tahun, dapat merupakan faktor ibu yang terlalu tua saat kehamilan.

Faktor fetal belum dapat kita singkirkan karena sebaiknya dilakukan

pemeriksaan autopsi apakah terdapat kelainan kongenital mayor pada janin.

Pasien tidak memiliki binatang peliharaan, makan daging setengah matang, yang

menurut literatur dapat menyebabkan infeksi toksoplasmosis pada janin.

Inkompatibilitas Rhesus juga sangat kecil kemungkinannya mengingat pasien dan

suaminya dari suku yang sama.

Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur, yaitu dilakukan

dengan penanganan aktif. Terminasi kehamilan segera pada pasien ini dipilih

melalui induksi persalinan pervaginam dengan mempertimbangkan kehamilan

dan mengurangi gangguan psikologis pada ibu dan keluarganya. Penanganan

secara aktif pada pasien ini juga sudah sesuai dengan prosedur yang seharusnya.

Pada kasus ini dilakukan terminasi kehamilan, induksi persalinan dilakukan

dengan pemebrian cytotex (misoprostol) ½ tab pervaginam karena serviks belum

matang.

Tindakan kuretase dilakukan karena terdapat perdarahan pervaginam post

partum yang disebabkan karena adanya retensi sisa plasenta. Setelah kuretase

pasien diberikan amoxcicilin 500 mg 3x1 tab untuk mengatasi infeksi dimana

amoxcicilin nti bakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid. efektif terhadap

sebagian bakteri gram-positif dan beberapa gram-negatif yang patogen.

Bakteri patogen yang sensitif terhadap amoksisilina adalah Staphylococci,

Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H. influenzae, E. coli

dan P. mirabilis. Diberikan juga metil ergometrin 3x1 tab untuk Pencegahan dan

pengobatan perdarahan. Dan juga diberikan Asam Mefenamat 500mg 3x 1 tab

untuk mengurangi rasa nyeri diamana mekanisme kerja asam mefenanmat adalah

dengan menghambat enzim COX.

Komplikasi IUFD lebih dari 6 minggu akan mengakibatkan gangguan

pembekuan darah, infeksi dan berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa

ibu

22

Edukasi pada pasien ini ialah memberikan dukungan psikologis agar

pasien tidak terganggu akibat kematian janin yang dialaminya saat ini, dan

menyarankan kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan yang besar

untuk ibu.

23

BAB V

PENUTUP

V.1 KESIMPULAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kematian janin intra uterin (IUFD)

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Ante Natal Care yang teratur dan

efektif sangat dibutuhkan untuk mengetahui kesejahteraan janin untuk

mendeteksi penurunan kesejahteraan janin dan komplikasi pada ibu dapat

dihindari.

Penatalaksanaan IUFD dibagi menjadi penanganan ekspektatif dan aktif.

Penanganan aktif lebih baik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut pada

ibu dan mengurangi gangguan psikologis keluarga, terutama ibu.

Dukungan moril / psikologis dari pihak dokter dan keluarga sangat

berperan penting pada kasus IUFD.

Pada kasus ini, kemungkinan penyebab IUFD ialah faktor maternal atau

fetal . Namun, penyebab pasti hanya dapat ditegakkan bila pada bayi yang

dilahirkan dilakukan autopsi.

V.2 SARAN

Pemeriksaan Laboratorium TORCH dan Antifosfolipid yang merupakan

faktor resiko IUFD sebaiknya sebelum kehamilan.

Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan Ante Natal

Care secara teratur di RS atau Bidan.

Pemeriksaan USG selama kehamilan, untuk mendeteksi dini adanya

kelainan pada kehamilannya dan untuk pemantauan kesejahteraan janin.

Penyuluhan pada para ibu dengan kehamilan untuk dapat melakukan

pemantauan kesejahteraan janinnya sendiri dengan cara yang sederhana,

24

misalnya menghitung gerakan janin dengan cara Cardif count, sehingga

bila terjadi penurunan kesejahteraan janin dapat di deteksi dini.

Pada kasus kematian janin intra uterin dapat ditentukan sebab kematian

dengan pemeriksaan autopsi, dengan syarat persetujuan dari pihak

keluarga.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi IV,cetakan lima. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 357-8,

732-35.

2. Cunningham, FG. Williams Obstetrics 21 st Edition. McGraw Hill.USA.

1073-1078, 1390-94, 1475-77

3. De Cherney, Alan. Nathan,Lauren. Current. Obstetry & Gynecology.LANGE.

Diagnosis and Treatment. Page 173-4, 201

4. Scott, James. Disaia, Philip. Hammond, B. charles, Danforth Buku Saku

Obstetri dan Ginekologi. Cetakan pertama, Jakarta ; Widya Medika, 2002.

5. Ultrasonography in Obstetry and Gynecology. Fifth Edition. Saunders

Elsevier. Page 747.

6. Pemantauan Janin. Handaya,Bambang, Prof. Gulardi.1999. Diakses dari :

http://www.geocities.com.

26