50
LAPORAN KASUS RHINITIS ATROFI Disusun Oleh : Agatha Kartika (07120110045) Pembimbing : dr. Pulo Raja Soaloon Banjarnahor, Sp.THT KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN RUMAH SAKIT UMUM SILOAM

Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

xsxsxs

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

LAPORAN KASUS

RHINITIS ATROFI

Disusun Oleh :

Agatha Kartika (07120110045)

Pembimbing :

dr. Pulo Raja Soaloon Banjarnahor, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

RUMAH SAKIT UMUM SILOAM

PERIODE 26 JANUARI 2015 – 28 FEBRUARI 2015

DAFTAR ISI

Page 2: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

DAFTAR ISI.....................................................................................................................2

LAPORAN KASUS......................................................................................................4Identitas Pasien................................................................................................................4

Anamnesis..........................................................................................................................4

Keluhan Utama.................................................................................................................4

Keluhan Tambahan..........................................................................................................4

Riwayat Penyakit Sekarang.............................................................................................5

Riwayat Penyakit Dahulu................................................................................................6

Riwayat Penyakit Keluarga.............................................................................................6

Riwayat Alergi...................................................................................................................6

Riwayat Operasi................................................................................................................6

Riwayat Transfusi Darah.................................................................................................7

Riwayat Kebiasaan...........................................................................................................7

Riwayat Ekonomi, Lingkungan dan Sosial....................................................................7

Anamnesis Sistem / Review of System.....................................................................7

Pemeriksaan Fisik...........................................................................................................8

Pemeriksaan Penunjang yang Dilakukan.............................................................13

Resume..............................................................................................................................14

Diagnosis...........................................................................................................................15

Diagnosis Kerja...............................................................................................................15

Diagnosis Banding...........................................................................................................16

Pemeriksaan Penunjang / Anjuran Lainnya.......................................................20

Penatalaksanaan............................................................................................................23

Prognosis…………………………………………………………………...……………24

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................25Rhinitis atrofi..................................................................................................................25

Definition.........................................................................................................................25

Synonyms.........................................................................................................................25

History..............................................................................................................................25

Etiology............................................................................................................................26

Predisposing Factors.......................................................................................................26

Pathophysiology..............................................................................................................27

2

Page 3: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

Epidemiology...................................................................................................................27

Classification...................................................................................................................28

Clinical Features.............................................................................................................28

Management:...................................................................................................................31

Conclusion.......................................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................35

3

Page 4: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. U

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 10 Juni 1956

Usia : 58 tahun

Status : Sudah Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Kp. Cibunar Kompa RT 002 / RW 001

Kel. Cibunar / Kec. Parung Panjang

Tangerang 16360

No. Rekam Medis : RSUS 00-63-12-06

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien langsung dan juga alloanamnesis

terhadap anak pasien, pada Selasa, 27 Januari 2015 pukul 10.30 di Poliklinik THT Rumah

Sakit Umum Siloam (RSUS).

Keluhan Utama :

Hidung tersumbat yang semakin memburuk sejak 8 hari sebelum datang ke rumah sakit.

Keluhan Tambahan :

Tidak bisa mencium aroma bau

Hidung meler

Sering tercium bau busuk dari hidung yang dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan hidung tersumbat (mampet) yang semakin

memburuk sejak 8 hari sebelum datang ke rumah sakit. Hidung tersumbat sebenarnya

4

Page 5: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

sudah dirasakan sejak lama (sekitar 3 tahun yang lalu), yang dialami setiap jangka waktu

tertentu dan hilang timbul. Hidung tersumbat awalnya dirasakan pada 1 lubang hidung,

namun sekarang menjadi dirasakan pada kedua lubang hidung. Hidung tersumbat

dirasakan sepanjang hari secara terus menerus (pagi, siang, dan sore) dan dirasakan setiap

hari. Dalam 1 minggu terakhir ini, hidung tersumbat yang dirasakannya semakin parah.

Tidak ada faktor yang mencetuskan, memperberat ataupun memperingan keluhan hidung

tersumbat yang dialami oleh pasien ini.

Hidung meler juga dialami oleh pasien sejak 12 hari sebelum datang ke rumah

sakit. Cairan / ingus yang keluar dari hidung konsistensinya kental, berwarna putih agak

kehijauan, dan tidak ada darah. Volume ingus setiap keluar sekitar ½ sendok teh. Tidak

ada faktor yang memperberat ataupun memperingan gejala hidung meler yang dialami

pasien.

Orang-orang di sekitar tempat tinggal pasien seperti (anak-anak, cucu, dan

tetangganya) sering merasakan bau busuk yang berasal dari dalam hidung pasien, sejak 1

bulan sebelum pasien datang ke rumah sakit. Namun, pasien sendiri tidak mampu

mencium / merasakan bau yang berasal dari dalam hidungnya.

Gangguan penciuman sudah dialami pasien sejak 4 bulan yang lalu. Pasien

menjadi lebih sulit dalam mencium dan membedakan aroma / bau yang ada di sekitarnya.

Semakin hari, gangguan penciumannya semakin bertambah parah dari sebelumnya.

Sebelum berobat ke dokter, pasien tidak meminum obat apapun untuk mengurangi

gejala-gejala yang dialaminya tersebut. Pasien juga mengaku tidak pernah berkonsultasi ke

dokter mengenai keluhan-keluhan yang terdapat dalam hidungnya tersebut. Ia hanya

berobat ke dokter untuk mengkontrol penyakit Diabetes Mellitusnya saja.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus dan juga hipertensi sejak 12

tahun yang lalu, yaitu tepatnya pada tahun 2003. Penyakit tersebut didiagnosis oleh dokter

di sebuah rumah sakit di Tangerang berdasarkan hasil kadar gula darah puasa pasien (≥

126 mg/dl), kadar gula darah sewaktu (≥ 200 mg/dl) dan juga tekanan darahnya (170/120

mmHg). Sampai saat ini, pasien rutin meminum obat yang diberikan oleh dokter secara

teratur, yaitu obat Metformin untuk DM nya dan Nifedipine untuk hipertensinya. Pasien

5

Page 6: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

juga selalu mengkontrol kadar gula darah dan tekanan darahnya ke dokter setiap 3 bulan

sekali. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain seperti asma, jantung, ginjal, kanker,

dan yang lainnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Ayah pasien juga memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus yang tidak

terkontrol dan sudah meninggal sejak 10 tahun yang lalu akibat komplikasi dari penyakit

Diabetes Mellitus yang dideritanya. Ibu pasien tidak memiliki riwayat penyakit apapun,

namun sudah meninggal sejak 8 tahun yang lalu karena usia yang sudah menua.

Suami pasien (berusia 60 tahun) sehat-sehat saja dan tidak memiliki riwayat

penyakit apapun. Begitu juga dengan tiga orang anaknya (berusia 35, 40 dan 45 tahun)

tidak memiliki penyakit apapun dan sehat-sehat saja.

Riwayat Alergi :

Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, obat maupun benda-benda

tertentu.

Riwayat Operasi :

Pada 2 tahun yang lalu yaitu tahun 2013, pasien pernah dioperasi katarak pada

kedua matanya di sebuah rumah sakit di Tangerang. Lama perawatan pasca operasi yaitu 2

hari. Saat ini, kedua matanya sudah membaik.

Riwayat Transfusi Darah :

Pasien tidak pernah menjadi pendonor darah maupun resipien / penerima donor darah.

Riwayat Kebiasaan :

Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, mengkonsumsi minuman beralkohol,

maupun NAPZA. Namun, memang sejak dulu pasien mengaku sering mengkonsumsi

makanan manis (seperti kue, buah-buahan yang diberi gula terlalu banyak) dan makanan

6

Page 7: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

asin yang berlebihan. Tetapi, sejak didiagnosis menderita Diabetes Mellitus dan hipertensi,

pasien sudah mengurangi kebiasaan makan tersebut.

Riwayat Ekonomi, Lingkungan dan Sosial :

Pasien termasuk dalam keluarga dengan tingkat ekonomi yang cukup mampu.

Pasien tinggal berdua dengan suaminya. Walaupun pasien dan suaminya sudah pensiun,

namun pasien memiliki 3 orang anak yang sudah mapan dan cukup membiayai kehidupan

pasien dan suaminya sehari-hari.

Namun, pasien tinggal di sebuah rumah yang terletak di sebelah tempat

pembakaran / pengasapan kotoran sapi. Dahulu sebelum pensiun (sekitar 3-10 tahun yang

lalu), pasien merupakan seorang pedagang warung yang berjualan di depan rumahnya

tersebut, sehingga setiap hari, pasien selalu terpapar dengan polusi asap pembakaran

kotoran sapi di sebelah rumahnya tersebut.

Di sekitar tempat tinggal pasien, ada beberapa tetangga pasien yang mengalami

gejala seperti yang dialami oleh pasien seperti hidung tersumbat, hidung meler yang

kronik, namun mereka juga sudah berobat ke dokter. Suami pasien tidak memiliki gejala

yang sama seperti yang dialami oleh pasien. Begitu juga dengan anak-anak dan cucu

pasien juga tidak memiliki gejala yang sama seperti pasien.

Anamnesis Sistem / Review of System

• Sistem Serebrospinal : sakit kepala (-), pusing (-), demam (-), gelisah (-), penurunan

kesadaran (-), lumpuh (-), kejang (-), mata kunang (-), lemas (-).

• Sistem Kardiovaskular : nyeri dada (-), sesak nafas (-), mengi (-), sianosis (-), jantung

berdebar (-).

• Sistem Respiratoris : hidung tersumbat (+/+), hidung meler (+/+), anosmia (+/+),

bau busuk dari hidung (+/+), suara bindeng (-), batuk (-), pilek (-), sakit tenggorokan

(-), bersin (-), sesak nafas (-).

• Sistem Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), konstipasi (-), nyeri perut (-),

perut membuncit (-), feses berlendir (-), feses berdarah (-).

• Sistem Urogenital : frekuensi buang air kecil normal, warna air kencing bening.

7

Page 8: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

• Sistem Muskuloskeletal : pegal linu (-), badan lemas (-), deformitas (-), nyeri otot (-),

bengkak (-), kaku sendi (-), memar (-).

• Sistem Integumentum : bintik merah (-), kulit kering (-), kulit pucat (-), sianotik (-),

kulit kemerahan (-).

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit ringan (masih bisa berjalan).

Kesadaran : Compos Mentis (GCS 15)

Tanda - tanda vital

o Nadi : 80 x / menit (regular, isi cukup)

o Tekanan darah : tidak diukur

o Laju pernafasan : tidak diukur

o Suhu tubuh (axilla) : tidak diukur

Pengukuran berat dan tinggi badan

o Berat badan : 50 kg

o Tinggi badan : 156 cm

o BMI (Body Mass Index) : 20.5 (normal)

Status Generalis

o Kepala

Rambut : persebaran rambut merata, botak (-), rontok (-), berminyak (-),

ketombe (-), rambut hitam, lurus, tebal.

Struktur tulang : tidak tampak deformitas.

o Wajah

Kulit : oedem (-), sianosis (-), ikterik (-), pucat (-).

Mata : pupil bulat (+/+), gerakan kedua bola mata baik, kedua sclera

putih, konjungtiva pucat (-/-), gerak kedua bola mata normal,

visual acuity kedua mata normal, reflex cahaya normal.

Alis : gundul (-/-).

8

Page 9: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

Hidung : kedua lubang hidung simetris, masih dalam 1 alignment,

septum lurus, polip (-/-), benda asing (-/-), sekret (+/+),

mukosa atrofi (+/+), mukosa hiperemis (-/-).

Telinga : lubang telinga normal, ketajaman pendengaran normal, sekret

(-/-), serumen (-/-), membran timpani intact, tidak ada nyeri

tekan tragus, tidak ada nyeri tekan mastoid.

Mulut : halitosis (-), mulut kering (-), lidah merah & bersih, karies (-),

gigi ompong (-), gusi berdarah (-), sariawan (-), faring

hiperemis (-).

Tenggorokan : tonsil T1-T1 tenang, uvula terletak di tengah, faring hiperemis

(-).

Bibir : cyanotic (-), sariawan (-), pecah-pecah (-), bibir kering (-).

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid, kaku

kuduk (-), massa (-), otot leher simetris kiri dan kanan, trakea

teraba di tengah.

o Thorax (Paru & Jantung)

Anterior

Inspeksi : pernafasan simetris saat statis dan dinamis, ictus cordis tidak

terlihat, bentuk dada normal, retraksi (-), deformitas (-), scar

(-), lesi (-).

Palpasi : pengembangan parunya sama pada kedua sisi, tactile vocal

fremitus yang dirasakan sama antara paru kanan dan kiri

Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru, batas paru hati pada ICS 5

dextra dari sonor ke pekak, batas paru lambung pada ICS 6

sinistra dari sonor ke timpani

Auskultasi : suara nafas vesicular, ronchii (-/-), wheezing (-/-), stridor (-/-),

gallop (-/-), murmur (-/-).

Posterior

Inspeksi : pernafasan simetris saat statis dan dinamis, tidak ada

deformitas, scar, lesion, rash.

9

Page 10: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

Palpasi : tactile vocal fremitus dirasakan sama antara paru kanan dan

kiri, lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-).

Perkusi : sonor pada seluruh bagian paru

Auskultasi : suara nafas vesicular, ronchii (-/-), wheezing (-/-), stridor (-/-),

gallop (-/-), murmur (-/-).

o Abdomen

Inspeksi : cembung, distensi (-), scar (-), dilatasi vena (-), striae (-), rash

(-), lesi (-).

Auskultasi : bising usus meningkat pada masing-masing kuadran (30 x /

menit), borgborigmi (-), metallic sound (-).

Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada palpasi ringan dan dalam, tidak ada

massa, tidak ada pembesaran hati, limfa dan ginjal.

Perkusi : timpani pada seluruh region abdomen, asites (-), peritonitis

lokalis (-), traube’s space timpani, shifting dullness (-).

o Genitalia : tidak diperiksa.

o Ekstremitas

Superior : Sianosis (-/-), akral hangat, edema (-/-), deformitas (-/-),

capillary refill time kurang dari 3 detik (normal).

Inferior : Sianosis (-/-), edema (-/-), deformitas (-/-).

Status Lokalis THT (Telinga, Hidung dan Tenggorokan)

a. Telinga

Kanan Kiri

Daun telinga Normotia Normotia

Preaurikular Fistula (-), nyeri ketuk (-) Fistula (-), nyeri ketuk (-)

Retroaurikular Nyeri tekan (-), sikatriks (-),

fistula (-), abses (-)

Nyeri tekan (-), sikatriks (-),

fistula (-), abses (-)

Liang telinga luar /

Canalis Auricular

Tidak penuh serumen Tidak penuh serumen

10

Page 11: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

Externa (dgn otoskop) :

Mukosa

Sekret / Discharge

Serumen

Benda asing

Jaringan granulasi

Spora / Hifa jamur

Benjolan

Laserasi

Hiperemis (-)

(-)

(+)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Hiperemis (-)

(-)

(+)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Membran timpani

(dengan otoskop) :

Intact, reflex cahaya (+) di

arah jam 4, Perforasi (-),

Retraksi (-)

Intact, Reflex cahaya (+) di

arah jam 8,

Perforasi (-), Retraksi (-)

Nyeri tekan tragus (-) (-)

Nyeri tarik telinga (-) (-)

b. Hidung

Kanan Kiri

Deformitas (-) (-)

Nyeri tekan :

Pangkal hidung

Pipi

Dahi

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Krepitasi (-) (-)

Vestibulum

(dengan rhinoskop dan endoskop)

Rambut (+)

Mukosa : atrofi (+),

hiperemis (-)

Sekret : (+) kental, putih

kehijauan

Massa (-)

Rambut (+)

Mukosa : atrofi (+),

hiperemis (-)

Sekret : (+) kental, putih

kehijauan

Massa (-)

Septum deviasi (-) (-)

11

Page 12: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

(dengan rhinoskop dan endoskop)

Dasar hidung

(dengan rhinoskop dan endoskop)

Sekret (+)

Krusta (+)

Sekret (+)

Krusta (+)

Konka inferior

(dengan rhinoskop dan endoskop)

Edema (-)

Hiperemis (-)

Edema (-)

Hiperemis (-)

Konka media

(dengan rhinoskop dan endoskop)

Sekret (+)

Edema (-)

Hiperemis (-)

Sekret (+)

Edema (-)

Hiperemis (-)

Meatus media Sekret (+) Sekret (+)

c. Tenggorokan

Arkus faring Simetris, massa (-)

Uvula palatina Ukuran dan bentuk normal, terletak di tengah.

Dinding faring Nodule / granule (-), Cobblestone appearance (-)

Mukosa faring Hiperemis (-), Massa (-), Pseudomembran (-), Granul (-)

Tonsilla palatina T1-T1, hiperemis (-/-), detritus (-/-)

Gigi geligi Lengkap, karies (-), tambalan (+), nyeri ketok (-)

KGB regional Tidak ada pembesaran KGB

Palatum durum Simetris, massa (-)

Palatum molle Simetris, massa (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DILAKUKAN

Pemeriksaan nasoendoskopi :

Pada pasien, dilakukan pemeriksaan nasoendoskopi hidung kiri, dan ditemukan

adanya :

12

Page 13: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

Krusta-krusta berwarna hijau kekuningan yang berbau busuk pada mukosa

hidung. Krusta-krusta tersebut merupakan tanda khas dari atrofi mukosa hidung

akibat dari infeksi mukosa hidung yang terus-menerus dan kronik.

Lendir / sekret yang kental, berwarna putih, agak kehijauan.

13

Page 14: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

Gambar : mukosa hidung kiri pasien yang telah diambil krustanya.

RESUME

Pasien datang dengan keluhan hidung tersumbat di kedua hidung yang semakin

memburuk sejak 8 hari sebelum datang ke rumah sakit. Hidung tersumbat sudah dialami

sejak lama (3 tahun yang lalu), dan dirasakan sepanjang hari secara terus-menerus. Tidak ada

faktor yang memperingan / memperberat. Pasien juga menjadi tidak bisa mencium aroma bau

di kedua hidung sejak 4 bulan lalu. Namun, orang-orang di sekitarnya sering mencium aroma

bau busuk dari lubang hidung pasien sejak 1 bulan sebelum pasien datang ke rumah sakit,

walaupun pasien sama sekali tidak bisa merasakannya. Dari hidung pasien juga sering meler

cairan / sekret yang agak kental berwarna putih kehijauan sejak 12 hari lalu. Pasien sama

sekali belum pernah berobat ke dokter untuk mengatasi gejala-gejala yang dialami pada

hidungnya. Ia hanya berkonsultasi ke dokter mengenai penyakit DM dan hipertensi yang

dimilikinya sejak 12 tahun yang lalu. Pasien tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi rokok,

alkohol dan NAPZA. Namun, pasien memang memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan

manis (kue dan gula) dan makanan yang terlalu asin. Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

Namun, pasien tinggal di sebuah rumah yang terletak di sebelah tempat pembakaran kotoran

sapi. Sebelum pensiun, pasien memang seorang pedagang warung yang berjualan di depan

rumahnya sehingga ia sering terpapar asap pembakaran kotoran sapi tersebut. Pemeriksaan

fisik telinga dalam batas normal. Namun pada rhinoskopi anterior dan endoskopi, ditemukan

mukosa hidung yang atrofi, terdapat sekret kental berwarna putih kehijauan dan terdapat

krusta-krusta berwarna hijau kekuningan yang berbau busuk. Pemeriksaan fisik tenggorokan

dalam batas normal. Pemeriksaan radiologi dan histopatologi tidak dilakukan.

14

Page 15: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja : RHINITIS ATROFI PRIMER - MODERATE.

Pengkajian :

Dari anamnesis, terdapat keluhan hidung tersumbat, hidung meler, tidak bisa

mencium bau (anosmia), namun sering tercium bau busuk dari kedua lubang

hidung pasien yang dirasakan oleh orang-orang di sekitar pasien. Gejala-gejala

tersebut merupakan ciri khas dari rhinitis atrofi. Apalagi, pasien memiliki riwayat

terpapar polusi udara kendaraan bermotor dan juga asap pembakaran kotoran sapi

dalam jangka waktu yang lama dan intensitas yang sering. Pasien juga memiliki

riwayat penyakit Diabetes Mellitus.

Dari nasoendoskopi, ditemukan mukosa hidung yang atrofi, terdapat sekret yang

kental berwarna putih kehijauan dan krusta-krusta kering berwarna hijau

kekuningan pada mukosa hidung pasien. Ukuran dari konka inferior dan konka

media pasien tidak membesar dan tidak menyumbat rongga hidung.

Walaupun rongga hidung pasien lebar dan tidak ada sumbatan, namun pasien

selalu merasa hidungnya tersumbat. Ini timbul akibat dari atrofi ujung saraf

sensoris trigeminal yang menyebabkan tidak ada lagi sensasi udara yang masuk

sehingga udara seakan-akan terasa tidak masuk. Ini disebut empty nose syndrome.

Selain itu, terdapat ketidaksensitifan ujung-ujung saraf olfaktori (saraf pembauan)

pada rongga atas hidung akibat dari atrofi mukosa hidung, sehingga pasien

mengalami gangguan penciuman (anosmia). Selain itu, pada mukosa hidung yang

atrofi, bila dilakukan pemeriksaan histopatologi, maka hasilnya sel goblet yang ada

di permukaan epitel hidung tidak akan ada lagi, sehingga tidak ada lagi yang dapat

menghasilkan mucin untuk melembabkan udara yang masuk saat inspirasi,

sehingga mukosa hidung pasien menjadi kering dan pasien merasa tidak ada udara

yang masuk ke dalam hidungnya, sehingga ia merasa seolah-olah hidungnya

tersumbat.

Bau busuk yang keluar dari hidung pasien (yang biasa disebut ozena) merupakan

tanda adanya infeksi oleh bakteri Klebsiella ozaenae.

Namun, bau busuk yang keluar dari hidung pasien tidak bisa dirasakan / dicium

oleh pasien sendiri, karena pasien mengalami gangguan penciuman, oleh karena itu

gejala ini disebut merciful anosmia. Ini merupakan tanda khas dari rhinitis atrofi.

15

Page 16: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

Rhinitis atrofi yang diderita pasien ini termasuk dalam kategori primer, karena

masih belum jelas penyebabnya. Mungkin atrofi dari mukosa hidung pasien ini

bisa disebabkan oleh :

Pengaruh hormonal (defisiensi estrogen yang dialami oleh pasien). Rhinitis

atrofi memang lebih banyak menyerang wanita dibandingkan pria, apalagi

pada wanita yang berusia tua dan sudah mengalami menopause. Pada

wanita yang sudah mengalami menopause, maka ia akan mengalami

defisiensi estrogen. Defisiensi estrogen diduga dapat menimbulkan atrofi

pada mukosa-mukosa rongga tubuh, seperti rongga hidung, rongga vagina,

dan lainnya.1 Pasien ini berusia 58 tahun dan sudah mengalami menopause

sejak 7 tahun yang lalu, sehingga kemungkinan besar rhinitis atrofi yang

dideritanya berasal dari defisiensi estrogen yang dialaminya.

Terpaparnya pasien dengan polusi asap pembakaran kotoran sapi selama

bertahun-tahun dengan intensitas yang sering. Diduga, asap pembakaran

kotoran hewan (sampah organik) mengandung gas beracun ammonia yang

dapat menimbulkan kerusakan (atrofi) dari mukosa hidung yang menghirup

gas beracun tersebut.2

Rhinitis atrofi yang diderita oleh pasien ini termasuk dalam grade yang moderate,

karena selain terdapat krusta, juga sudah terdapat anosmia (gangguan penciuman)

dan juga terdapat bau busuk yang keluar dari hidung pasien yang sering tercium

oleh orang-orang yang ada di sekitar pasien.

Diagnosis Banding :

1. Rhinitis Infeksi

Pengkajian :

Gejala pada pasien rhinitis infeksi mirip dengan rhinitis atrofi yaitu hidung

tersumbat dan hidung meler. Rhinitis infeksi biasanya disebabkan oleh virus

atau bakteri. Lendir pada pasien rhinitis infeksi juga bisa berwarna putih (bila

disebabkan oleh virus) ataupun hijau kental (bila disebabkan oleh bakteri).

Namun biasanya pada rhinitis infeksi bisa disertai dengan bersin-bersin, sakit

tenggorokan, dan batuk. Pada rhinitis infeksi juga biasanya tidak terdapat bau

busuk yang berasal dari lubang hidung pasien. Selain itu, rhinitis infeksi juga

biasanya gejalanya ringan, hanya sebentar (maksimal 1 minggu) dan dapat

16

Page 17: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

sembuh sendiri tanpa obat. Namun, pada pasien ini terdapat bau busuk yang

tercium dari kedua lubang hidung dan gejala yang muncul sudah bertahun-

tahun serta tidak sembuh sendiri. Selain itu, pada rhinoskopi anterior, mukosa

hidung pasien dengan rhinitis infeksi biasanya hiperemis, bisa terdapat edema,

dan tidak terdapat krusta. Namun pada mukosa hidung pasien ini terdapat

krusta-krusta yang kering, dan tidak ada hiperemis & edema pada mukosa

hidungnya. Oleh karena itulah, diagnosis rhinitis infeksi untuk pasien ini

kurang tepat.

2. Rhinitis Alergi

Pengkajian :

Gejala-gejala yang timbul karena rhinitis alergi juga bersifat kronik dan

berulang seperti rhinitis atrofi. Namun, gejala khas rhinitis alergi biasanya

berupa gatal-gatal pada hidung dan bersin-bersin, walaupun kadang terdapat

juga hidung tersumbat, hyposmia dan rhinorrhea seperti pada rhinitis atrofi.

Namun, lendir yang keluar pada pasien rhinitis alergi biasanya sangat encer

dan banyak. Selain itu, pasien rhinitis alergi juga memiliki riwayat alergi

terhadap debu, tungau, makanan (susu, telur, ikan, udang, kacang-kacangan,

coklat) dan juga obat-obatan seperti penisilin. Pada pasien dengan rhinitis

alergi juga biasanya ditemukan tanda-tanda seperti allergic shiner (bayangan

gelap di bagian bawah mata akibat stasis vena sekunder karena obstruksi

hidung), allergic salute (menggosok-gosok hidung yang gatal dengan

punggung tangan), dan allergic crease (garis melintang di sepertiga bawah

dorsum nasi). Sedangkan pada pasien ini, tidak terdapat riwayat alergi, tidak

terdapat tanda-tanda allergic shiner, allergic salute, dan allergic crease serta

tidak mengalami bersin-bersin serta gatal-gatal pada hidung, sehingga

diagnosis rhinitis alergi untuk pasien ini kurang tepat. Untuk lebih akurat,

dapat dilakukan pemeriksaan IgE dan eosinophil. Juga tes alergi (patch test /

prick test untuk menentukan apakah pasien memiliki alergi terhadap bahan-

bahan tertentu). Kemudian, bila terdapat peningkatan IgE dan eosinophil,

maka diagnosis rhinitis alergi lebih tepat.

17

Page 18: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

3. Rhinitis Vasomotor

Pengkajian :

Pasien dengan rhinitis vasomotor juga sama-sama tidak memiliki riwayat

alergi seperti pada pasien dengan rhinitis atrofi. Gejala khas rhinitis vasomotor

juga sama dengan rhinitis atrofi, yaitu hidung tersumbat dan hidung meler.

Namun, biasanya hidung tersumbat yang dialami oleh pasien dengan rhinitis

vasomotor biasanya bergantian kiri dan kanan, bergantung dari posisi pasien,

dan juga gejala hidung tersumbat akan lebih memburuk pada pagi hari saat

bangun tidur. Sedangkan, pada pasien ini hidung tersumbat dialami pada

kedua lubang hidung secara bersamaan dan tidak ada waktu tertentu yang

memperburuk gejalanya. Selain itu, pada rhinitis vasomotor juga biasanya

gejala yang muncul sering dicetuskan oleh rangsangan tertentu seperti asap /

rokok, bau yang menyengat, perubahan suhu dan kelembaban udara,

stress/emosi. Sedangkan, pada rhinitis atrofi gejala yang muncul tidak

dicetuskan oleh apapun, melainkan timbul sepanjang hari dan terus-menerus.

Pada rhinoskopi anterior dari pasien dengan rhinitis vasomotor biasanya

ditemukan edema mukosa hidung, konka yang berwarna merah gelap atau

pucat, dan permukaan konka yang licin atau berbenjol. Namun pada pasien ini

tidak terdapat itu semua, melainkan hanya terdapat krusta dan sedikit sekret

berwarna putih kehijauan. Oleh karena itulah, diagnosis rhinitis vasomotor

untuk pasien ini kurang tepat.

4. Rhinitis Medikamentosa / Drug-Induced Rhinitis

Pengkajian :

Pasien dengan rhinitis medikamentosa juga memiliki gejala yang sama dengan

rhinitis atrofi yaitu hidung tersumbat yang dialami secara terus-menerus dan

hidung meler. Namun perbedaannya, pasien dengan rhinitis medikamentosa

memiliki riwayat penggunaan obat-obatan dekongestan hidung (obat tetes

hidug atau semprot hidung) dalam jangka waktu yang lama ( > 1 minggu) dan

berlebihan. Sedangkan, pasien ini sama sekali tidak pernah menggunakan obat-

obatan dekongestan hidung seperti obat tetes hidung maupun semprot hidung,

sehingga diagnosis rhinitis medikamentosa kurang tepat untuk pasien ini.

Walaupun pasien ini mengkonsumsi obat-obatan untuk diabetes mellitus dan

18

Page 19: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

hipertensi yaitu Metformin dan Nifedipine, namun obat-obatan tersebut tidak

termasuk dalam daftar obat yang dapat menimbulkan drug induced rhinitis,

sehingga diagnosis drug induced rhinitis juga tersingkirkan.

5. Rhinitis et causa Polyp

Pengkajian :

Pada pasien dengan polip hidung juga dapat mengalami rhinitis dengan gejala

hidung tersumbat, hyposmia, dan hidung meler, sama seperti yang dialami oleh

pasien ini. Namun mekanisme hidung tersumbat yang dialami oleh pasien

dengan polip berbeda dengan pasien rhinitis atrofi. Pada pasien dengan rhinitis

akibat polip, pada rhinoskopi anterior dan endoskopi ditemukan massa bulat

berwarna putih keabuan yang menyumbat masuknya aliran udara ke dalam

hidung. Sedangkan, pada pasien ini, rongga hidungnya longgar, tidak ada

sumbatan, melainkan hanya terdapat kerusakan mukosa hidung (yang

mengakibatkan hilangnya sel goblet) dan krusta-krusta yang kering (akibat

kerusakan mukosa) sehingga ujung saraf olfaktori pun rusak dan pasien

menjadi merasa hidungnya tersumbat. Pasien dengan polip hidung juga

biasanya memiliki riwayat alergi dan riwayat penyakit atopi seperti asma,

rhinitis alergi. Kemudian, biasanya gejala pada pasien dengan polip bisa

disertai dengan gejala sinusitis seperti nyeri tekan pada wajah, wajah terasa

penuh akibat polip yang menyumbat aliran sinus. Namun, pada pasien ini tidak

ada tanda-tanda sinusitis dan tidak ada riwayat alergi dan riwayat penyakit

atopi, sehingga diagnosis rhinitis dengan polip pun tersingkirkan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG / ANJURAN LAINNYA

1. Pemeriksaan radiologi :

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan radiologi apapun, namun agar lebih kuat

dalam menegakkan diagnosis, sebaiknya dapat dilakukan pemeriksaan radiologi

seperti :

19

Page 20: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

X-Ray Hidung

Pada pasien rhinitis atrofi, biasanya pada X-Ray hidung akan ditemukan3 :

Lateral bowing dari nasal turbinate / concha hidung.

Hypoplasia dari sinus maxillary.

CT Scan Hidung

Pada pasien rhinitis atrofi, biasanya pada CT Scan hidung akan ditemukan3 :

Penebalan mukoperiosteal dari sinus paranasal.

Batas-batas osteomeatal complex yang menjadi tidak jelas.

Lateral bowing dari nasal turbinate / concha hidung.

Rongga hidung yang lebih lebar dengan erosi pada dinding lateral hidung.

Hypoplasia dari sinus maxillary.

Atrofi dari inferior turbinate dan middle turbinate.

Normalnya :

20

Page 21: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

2. Pemeriksaan Histopatologi :

Pada pasien ini, tidak dilakukan pengambilan / biopsy mukosa hidung dan juga

pemeriksaan histopatologinya. Namun, agar lebih akurat dalam mendiagnosis,

sebaiknya dapat dilakukan pengambilan biopsy dari mukosa hidung dan melakukan

pemeriksaan histopatologi. Biasanya, pada rhinitis atrofi, hasil biopsinya

menunjukkan adanya3 :

Perubahan mukosa hidung, yaitu yang normalnya berbentuk ciliated

pseudostratified columnar epithelium, berubah menjadi squamous epithelium

pada permukaan atas mukosa hidung.

Hilangnya / berkurangnya jumlah dan ukuran sel goblet pada epitel mukosa

hidung yang menghasilkan mucin.

Pelebaran pembuluh darah kapiler.

Normalnya :

21

Page 22: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

Histologi dari mukosa hidung yang normal : yang terdiri atas epitel berlapis gepeng

(stratified squamous epithelium) di bagian bawah dan epitel bertingkat lonjong bersilia

(ciliated pseudostratified columnar epithelium) dengan sel goblet di permukaan.5

3. Pemeriksaan Kultur Bakteri :

Sekret pada hidung pasien rhinitis atrofi dapat diambil dan dikultur untuk menentukan

apakah terdapat infeksi bakteri. Biasanya, pada penderita rhinitis atrofi, kultur

sekretnya menunjukkan adanya infeksi oleh bakteri Klebsiella ozaenae.

4. Pemeriksaan kadar Iron dalam darah :

Rhinitis atrofi bisa disebabkan oleh defisiensi iron dalam tubuh, sehingga dapat

dilakukan pemeriksaan serum ferritin, serum transferrin dan TIBC (Total Iron

Binding Capacity) untuk memastikan apakah pasien ini mengalami defisiensi iron.

5. Pemeriksaan Seroimunologik :

Rhinitis atrofi juga bisa disebabkan oleh penyakit autoimun, sehingga dapat dilakukan

pemeriksaan ANA (Antinuclear Antibody). Bila hasilnya positif, berarti terdapat

autoantibodi dalam tubuh pasien dan kemungkinan besar rhinitis atrofi yang dialami

oleh pasien ditimbulkan dari penyakit autoimun yang dimilikinya. Dapat juga

dilakukan pemeriksaan C3 dan C4. Bila hasilnya dibawah nilai normal, maka berarti

terdapat penyakit autoimun pada pasien.

6. Pemeriksaan kadar VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) :

Rhinitis atrofi juga bisa disebabkan oleh penyakit sifilis. Oleh karena itu, apabila pada

pasien memang terdapat gejala dan tanda sifilis (seperti ulcer pada bagian genitalia),

maka untuk lebih akurat, dapat dilakukan tes screening sifilis, yaitu tes kadar VDRL.

22

Page 23: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

Normalnya, hasilnya negative. Bila hasilnya positif, maka artinya terdapat antibody

terhadap sifilis.

PENATALAKSANAAN

1. Irigasi hidung :

Irigasi hidung berfungsi untuk membersihkan bagian hidung dari debu dan kotoran,

mencegah radang dan infeksi pada rongga hidung

Irigasi hidung dapat menggunakan ½ sendok teh garam (NaCl) yang dicampur

dengan 200 ml air hangat. Lalu, disemprotkan ke dalam hidung dengan

menggunakan spuit 10 ml, sebanyak 2 semprot.

Irigasi hidung dapat dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam sehari.

Pilihan lain selain NaCl bisa juga : Natrium bicarbonate ataupun Natrium diborate.

2. Antibiotik (Ciprofloxacin) :

Infeksi yang terdapat pada rhinitis atrofi biasanya ditimbulkan oleh bakteri

Klebsiella ozaenae. Bakteri ini paling sensitive terhadap antibiotik Ciprofloxacin.

Oleh karena itu, antibiotik inilah yang dipilih untuk pengobatan rhinitis atrofi.

Dosis Ciprofloxacin yang diberikan 2 x 500 mg, diberikan selama 5 hari sampai

tanda infeksi (lendir / hidung meler) mereda.

3. Mengambil krusta-krusta tersebut dengan forceps atau suction

4. Vitamin A, D atau Iron :

Pasien dengan defisiensi vitamin A, D atau iron juga dapat mengalami rhinitis

atrofi. Oleh karena itu, pasien dapat diberikan suplemen vitamin A, D atau iron. Di

samping itu, pasien juga sebaiknya meningkatkan konsumsi makanan bergizi yang

mengandung vitamin A, D dan juga iron, seperti wortel, sayur bayam, daging

merah dan susu.

5. Operasi :

Turbinoplasty : memindahkan mukosa yang baik dipindahkan ke mukosa yang

rusak.

23

Page 24: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia

Quo ad sanationam : dubia

FIFE

Feeling : Pasien merasa tidak nyaman dengan penyakit yang dideritanya.

Idea : Pasien kurang mengerti tentang penyakit yang sedang dideritanya.

Function : Penciuman pasien sangat terganggu dan pasien juga menjadi sulit bernafas

karena hidungnya terasa mampet.

Expectation : Pasien ingin segera sembuh dari sakitnya dan berharap penyakitnya

tidak kambuh lagi.

TINJAUAN PUSTAKA

RHINITIS ATROFI

DEFINITION

Atrophic rhinitis is defined as a chronic nasal disease characterised by progressive atrophy of

the nasal mucosa along with the underlying bones of turbinates. There is also associated

24

Page 25: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

presence of viscid secretion which rapidly dries up forming foul smelling crusts. This fetid

odor is also known as ozaena. The nasal cavity is also abnormally patent. The patient is

fortunately unaware of the stench emitting from the nose as this disorder is associated with

merciful anosmia. This disease is rather rare in developed countries, but are rather common in

developing countries. Now a days it is more common as a sequelae of medical interventions.

Overzealous turbinate surgery has been implicated as a probable iatrogenic cause.

SYNONYMS

The following are the various terminologies used to indicate the same condition:

1. Rhinitis sicca

2. Dry rhinitis

3. Ozena

4. Open nose syndrome

5. Empty nose syndrome

HISTORY

It was Spenser Watson of London who first coined the term Ozena to describe this condition.

He was the first to describe clinical features of this disease. He classified this disease into

mild, moderate and severe varieties. Mild variety of atrophic rhinitis according to Watson is

characterized by heavy crusting. These crusts can easily be removed by nasal douching.

Moderate variety features anosmia and stench emanating from the nasal cavity. Severe

variety is invariably caused by syphilis. Bone destruction and cosmetic deformities of nose is

rather common in this variety. In 1876 Dr Bernhard Fraenkel first described the classic triad

of symptoms which was virtually diagnostic of this disorder. This triad is still known as

Fraenkel’s triad in his honor include: Fetor, Crusting and Atrophy of nasal structures. Frank

Bosworth in 1881 noted that “Breath from these patients were not only unpleasant but

virtually unbearable. The sufferer perse was mercifully unaware because of the presence of

anosmia.”

25

Page 26: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

ETIOLOGY

The etiology of this problem still remains obscure. Numerous pathogens have been associated

with this condition, the most important of them are:

1. Coccobacillus

2. Bacillus mucosus

3. Coccobacillus foetidus ozaenae

4. Diptheroid bacilli

5. Klebsiella ozaenae.

These organisms despite being isolated from the nose of diseased patients have not

categorically been proved as the cause for the same.

PREDISPOSING FACTORS

1. Chronic sinusitis, considered atrophic rhinitis to be infective in nature. He reported

atrophic rhinitis in 7 children of a family after a child with atrophic rhinitis spent a night

in their house. Common organism isolated from nasal cavities of these children was

Klebsiella ozenae

2. Excessive surgical destruction of the nasal mucosa and turbiantes

3. Nutritional deficiencies: Bernat in 1965 demonstrated that 50% of patients with atrophic

Rhinitis benefited with iron therapy. Hansen demonstrated symptomatic improvement in

majority of this patients with atrophic rhinitis when treated with vitamin A.

4. Syphilis.

5. Endocrine imbalances (decreased estrogen).

6. Heredity: This was first reported by Barton and Sibert (Autosomal dominent pattern of

inheritance identified).

7. Autoimmune disease. If total ANA, anti-DNA and RNP were positive, indicating the

presence of an autoimmune process.

8. Developmental: Hagrass reported shortened Antero Posterior nasal lengths and poor

maxillary antral pneumatization in patients with atrophic rhinitis.

26

Page 27: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

9. Vascular: Excess sympathetic activity was observed in these patients by Ruskin

PATHOPHYSIOLOGY

The exact pathophysiologic mechanism is still unknown in atrophic rhinitis. However,

as supported by the literature, exposure to flour dust and smoke may have facilitated

colonization of the nasal mucosa by Klebsiella ozaenae in our patient and an autoimmune

process leading to atrophic rhinitis with iron deficiency was initiated.1

EPIDEMIOLOGY

Atrophic rhinitis is still a common disease in developing countries, whereas it is

unusual in US and other developed countries. The disease appears to be endemic in

subtropical and temperate regions like South Asia, Africa, Eastern Europe and the

Mediterranean, and the patients are usually poor and live in unhygienic conditions. There is a

slight female predominance to. The patient in the present study was a woman living in poor

conditions. Mickiewicz et al. found atrophic rhinitis in workers exposed to phosphorite and

apatite dusts.1

Age of onset:

Usually atrophic rhinitis commences at puberty.

Sex predilection:

Females are more commonly affected than males

CLASSIFICATION

Primary atrophic rhinitis: This classic form of atrophic rhinitis is supposed to arise de

novo. Primary atrophic rhinitis occurs in a previously healthy nose. This is in facta

diagnosis of exclusion. This type of atrophic rhinitis is common in China, India and

Middle East. In almost all these patients Klebsiella ozenae has been isolated.

Secondary atrophic rhinitis: This is the most common form of atrophic rhinitis seen

in developed countries. In this type the predisposing cause is clearly evident.

Secondary atrophic rhinitis occurs most commonly as a late postoperative

27

Page 28: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

complication following excessive surgical destruction of the nasal mucous membrane.

Common causes of secondary atrophic rhinitis include:

Surgical procedures involving nose and paranasal sinuses – They include

turbinectomies, sinus surgeries, maxillectomy etc.

Irradiation

Trauma

Granulomatous diseases: Include Sarcoidosis, Leprosy and Rhinoscleroma

Infections: This includes tuberculosis and syphilis

CLINICAL FEATURES

The presenting symptoms are commonly nasal obstruction and epistaxis.

Anosmia i.e. merciful may be present making the patient unaware of the smell emanating

from the nose. These patients may also have pharyngitis sicca. Choking attacks may also be

seen due to slippage of detached crusts from the nasopharynx into the oropharynx. These

patients also appear to be dejected and depressed psychologically.

Clinical examination of these patients show that their nasal cavities filled with

foul smelling greenish, yellow or black crusts, the nasal cavity appear to be enormously

roomy. When these crusts are removed bleeding starts to occur.

Nasal obstruction present in the roomy nasal cavity’s of atrophy rhinitis patient,

because the nasal cavity is filled with sensory nerve endings (trigeminal nerve) close to the

nasal valve area. These receptors sense the flow of air through this area thus giving a sense of

freeness in the nasal cavity. These nerve endings are destroyed in patients with atrophic

rhinitis thus depriving the patient of this sensation. In the absence of these sensation the nose

feels blocked.

28

Page 29: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

Radiologic features of atrophic rhinitis:

Radiologic features are similar for both types of atrophic rhinitis.

1. Plain x-rays : show lateral bowing of nasal walls, thin or absent turbinates and

hypoplastic maxillary sinuses.

2. CT scan findings:

Mucoperiosteal thickening of paranasal sinuses

Loss of definition of osteomeatal complex due to resorption of ethmoidal bulla and

uncinate process

Hypoplastic maxillary sinuses

Enlargement of nasal cavity with erosion of the lateral nasal wall.

29

Page 30: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

Histopathological features:

1. Metaplasia of ciliated columnar nasal epithelium into squamous epithelium.3

2. There is a decrease in the number and size of compound alveolar glands.3

3. Dilated capillaries are also seen.3

4. Chronic nonspecific inflammation with lymphocytes and plasma cells.1

5. Absence of columnar and goblet cells.1

Pathologically atrophic rhinitis has been divided into two types:

Type I: is characterised by the presence of endarteritis and periarteritis of the terminal

arterioles. This could be caused by chronic infections. These patients benefit from the

vasodilator effects of oestrogen therapy.

Type II: is characterised by vasodilatation of the capillaries, these patients may

worsen with estrogen therapy. The endothelial cells lining the dilated capillaries have

been demonstrated to contain more cytoplasm than those of normal capillaries and

they also showed a positive reaction for alkaline phosphatase suggesting the presence

of active bone resorption. It has also been demonstrated that a majority of patients

with atrophic rhinitis belong to type I category.

MANAGEMENT:

Conservative:

Nasal douching – The patient must be asked to douche the nose atleast twice a day

with a solution prepared with:

Sodium bicarbonate – 28.4 g

Sodium diborate – 28.4 g

Sodium chloride – 56.7 g

mixed in 280 ml of luke warm water.

30

Page 31: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

The crusts may be removed by forceps or suction. 25% glucose in glycerin drops can

be applied to the nose thus inhibiting the growth of proteolytic organism.

In patients with histological type I atrophic rhinitis oestradiol in arachis oil 10,000

units/ml can be used as nasal drops.

Kemecetine antiozaena solution – is prepared with chloramphenicol 90mg, oestradiol

dipropionate 0.64mg, vitamin D2 900 IU and propylene glycol in 1 ml of saline.

Potassium iodide can be prescribed orally to the patient in an attempt to increase the

nasal secretion.

Systemic use of placental extracts have been attempted with varying degrees of

success.

Antibiotic (Ciprofloxacin) that is sensitive for Klebsiella ozaenae.

Surgical management:

Submucous injections of paraffin, and operations aimed at displacing the lateral nasal

wall medially. This surgical procedure is known as Lautenslauger’s operation.

Recently teflon strips, and autogenous cartilages have been inserted along the floor

and lateral nasal wall after elevation of flaps.

Wilson’s operation – Submucosal injection of 50% Teflon in glycerin paste.

Repeated stellate ganglion blocks have also been employed with some success

Young’s operation – This surgery aims at closure of one or both nasal cavities by

plastic surgery. Young’s method is to raise folds of skin inside the nostril and suturing

these folds together thus closing the nasal cavities. After a period of 6 to 9 months

when these flaps are opened up, the mucosa of the nasal cavities have found to be

healed. This can be verified by postnasal examination before revision surgery is

performed. Modifications of this procedure has been suggested (modified Young’s

operation) where a 3 mm hole is left while closing the flaps in the nasal vestibule.

This enables the patient to breath through the nasal cavities. It is better if these

surgical procedures are done in a staged manner, while waiting for one nose to heal

before attempting on the other side.3

The Method of Young’s operation6 :

31

Page 32: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

32

2. Infiltration of Xylocaine epinephrine for hydro edema at

medial nasal wall.

3. Infiltration of Xylocaine with epinephrine for hydro edema at lateral nasal wall.

4. Incision at lateral nasal wall.

5. Creation of lateral skin flap.

6. Creation of medial skin flap.

1. Wide roomy nasal cavity.

7. Creation of medial mucosal flap.

8. Creation of lateral mucosal flap.

Page 33: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

33

9. Suturing of Mucosal flap

10. Placement of thin polythene tube to maintain 3 mm hole

11. The skin flaps are sutured together

12. Securing of polythene tube in the vestibule

13. Complete suturing of skin flap

14. Ointment placed over the sutures

15. No alteration in the shape of the nose

16. No alteration in the shape of the nose

Page 34: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

There is no satisfactory treatment for atrophic rhinitis. The mainstays of conservative

treatment are the removal of crusts from the nose and the use of antibiotics. Ciprofloxacin

therapy, endoscopic removal of the crusts and long-term nasal irrigation hopefully could be

successful enough in the management of atrophic rhinitis patient.1

CONCLUSION

Atrophic rhinitis is an uncommon disorder in many parts of the world. This has led to

controversies in regards to every portion of the disease, from etiology to management.

Current understanding suggests that this is a single condition which may arise either

primarily from yet unconfirmed factors, or results secondarily from insult to the nasal

cavities. The treatment of this condition often involves multiple treatment modalities; and can

be local, systemic, or surgical. Since cases are rare, no formal recommendations for treatment

exist, and care must be tailored to the needs or desires of the patient. In cases of doubt,

however, it is useful to remember the course of the disease process. Atrophic rhinitis has been

noted to resolve or lessen dramatically, typically during the fifth decade of life. When

considering the timing or consequence of therapies, this should always be tempered with the

understanding that the patient is likely to undergo resolution or improvement with a tincture

of time.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Yucel A, Aktepe O, Derekoy FS. Atrophic rhinitis : A case report. Turk J Med Sci. 2003 July 28; 33:405-407.

2. Hamilton TD, Roe JM, Hayes CM, Jones P, Pearson GR, et al. Contributory and exacerbating roles of gaseous ammonia and organic dust in the etiology of atrophic rhinitis. Clin Diagn Lab Immunol. 1999 March 6; 2:199-203.

3. Thiagarajan B. Atrophic rhinitis : A review. ENT Scholar. 2012 March 3; 20:1-6.

34

Page 35: Laporan Kasus Rhinitis Atrofi

4. Cowan A. Atrophic rhinitis. Grand Rounds Presentation. 2005 March 2; 5:1-7.

5. Tambayong J, Suryadinata N, Ulaan RA. Buku Praktikum Histologi: Sediaan Fotografik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999.

6. Sinha V, Chhaya VA, Barot DA, Patel P, Patil S, Parmar V, et al. Modified Young’s Operation for the Treatment of Atrophic Rhinitis. World Articles in Ear, Nose, Throat. 2010. http://www.waent.org/archives/2010/Vol3-2/20100910-atrophic-rhinitis/atrophic-rhinitis-manuscript.htm. Accessed February 15, 2015.

35