Upload
zulfi-rahman
View
69
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH KIMIA PEMISAHAN
PENENTUAN KADAR GLUKOSA DAN FRUKTOSA PADA
MADU RANDU DAN MADU KELENGKENG DENGAN
METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
OLEH :
YULIA AGUSTINA (J1B109008)
ZULFIKURRAHMAN (J1B109047)
PROGRAM STUDI S-1 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan tulisan ini yang berjudul
Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa Pada Madu Randu dan Madu Kelengkeng
dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing yaitu Ibu
Radna Nurmasari, S.Si, M.Si. karena dengan bantuan beliau maka makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
teman-teman yang telah mendukung dalam penulisan makalah ini karena telah
memberikan wadah untuk penulis mencoba mengembangkan ilmu serta
mengeksplor pengetahuan mengenai “Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa
Pada Madu Randu dan Madu Kelengkeng dengan Metode Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi”.
Penulis mengharapkan makalah ini dapat memberi manfaat yang besar
hingga nanti kita akan tertarik untuk lebih mengeksplor dan menelaah lebih dalam
lagi pengetahuan mengenai Kromatografi Cair Kinerja Tinggi hingga akhirnya
dapat diaplikasikan untuk kesejahteraan masyarakat dunia.
Banjarbaru, Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................... 2
1.4 Metode Penulisan .................................................................... 2
BAB II ISI
2.1 Madu ....................................................................................... 4
2.2 Glukosa dan Fruktosa pada Madu ........................................... 5
2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ............................ 7
2.4 Pemisahan Senyawa dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 9
2.4.1 Pemisahan Glukosa dan Fruktosa dari Madu Randu dan Madu
Kelengkeng dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ...... 10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................. 17
3.2 Saran ........................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak ribuan tahun yang lalu sampai sekarang ini, madu telah
dikenal sebagai salah satu bahan makanan atau minuman alami yang
mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan kesehatan. Madu
merupakan produk alam yang dihasilkan oleh lebah untuk dikonsumsi,
karena mengandung bahan gizi yang sangat essensial. Madu bukan
hanya merupakan bahan pemanis, atau penyedap makanan, tetapi sering
pula digunakan untuk obat-obatan. Madu dapat digunakan untuk
menghilangkan rasa lelah dan letih, dan dapat pula digunakan untuk
menghaluskan kulit, serta pertumbuhan rambut (Purbaya, 2002).
Madu yang baik harus dapat memenuhi ketentuan yang ditetapkan
oleh Standar Industri Indonesia (SII) tahun 1977 dan 1985. Kadar yang
sesuai dengan standar SII hanya mungkin terdapat pada madu murni,
yaitu madu yang belum diberi campuran dengan bahan-bahan lain. Di
pasaran dalam negeri, jaminan akan keaslian dan mutu madu masih
belum ada, oleh karenanya kecurigaan akan kepalsuan madu selalu ada
(Anonim1, 2010).
Komposisi gula pereduksi seperti glukosa dan fruktosa pada madu
kemungkinan dapat mempengaruhi khasiat madu terutama dalam proses
pengobatan. Untuk menganalisis kadar masing-masing dari gula pereduksi
penyusun madu dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Metode ini mempunyai beberapa keuntungan
antara lain dapat digunakan pada senyawa dengan bobot molekul besar dan
dapat dipakai untuk senyawa yang tidak tahan panas (Ratnayani, 2008).
Penentuan kadar glukosa dan fruktosa dengan kromatografi ini
juga harus mempertimbangkan berbagai hal antara lain pemilihan
detektor, kolom, pemilihan eluen, laju alir eluen serta suhu kolom. Ini
disebabkan karena hal-hal tersebut dapat mempengaruhi resolusi dari tiap-
tiap komponen. Bila dua puncak kromatogram dari dua komponen
terpisah sempurna maka dikatakan resolusi dua komponen tersebut
sempurna. Pemisahan masing-masing komponen dengan menggunakan alat
KCKT harus dilakukan pada kondisi optimum. Pemisahan yang baik
adalah bila kromatogram masing-masing komponen tidak saling tumpang
tindih (Ratnayani, 2008).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dipandang perlu
dilakukan penelitian untuk menentukan kadar glukosa dan fruktosa dalam
madu dari jenis bunga yang berbeda dengan metode KCKT. Sehingga
kadar glukosa dan fruktosa dari kedua jenis madu tersebut dapat
dibandingkan (Ratnayani, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan ini adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan madu ?
2. Apa yang dimaksud glukosa dan fruktosa serta bagaimana kandungannya
dalam madu ?
3. Bagaimana prinsip kerja kromatografi cair kinerja tinggi ?
4. Bagaimana cara pemisahan glukosa dan fruktosa dari madu dengan
metode kromatografi cair kinerja tinggi ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dan menjelaskan pengertian madu.
2. Mengetahui dan menjelaskan pengertian dari glukosa dan fruktosa serta
kandungannya dalam madu.
3. Mengetahui dan menjelaskan prinsip kerja kromatografi cair kinerja
tinggi.
4. Mengetahui dan menjelaskan bagaimana cara pemisahan glukosa dan
fruktosa dari madu dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah
dengan menggunakan metode internet dan metode pustaka. Metode internet
dilakukan dengan mencari berbagai literatur pada alamat website dan metode
pustaka dilakukan dengan menjadikan mencari literatur berupa jurnal
penunjang yang memang sesuai dan dapat dipercaya validitasnya. Jurnal yang
menjadi acuan utama dalam peulisan makalah ini adalah jurnal yang berjudul
“Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa Pada Madu Randu dan Madu
Kelengkeng dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi” ISSN 1907-
9850 oleh Ratnayani dari Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit
Jimbaran.
BAB II
ISI
2.1 Madu
Madu adalah cairan kental dan berasa manis yang dihasilkan oleh lebah
dan serangga lainnya dari nektar bunga. Rasa manis madu disebapkan oleh
unsur monosakarida fruktosa dan glukosa, dan memiliki rasa manis yang
hampir sama dengan gula bahkan lebih manis daripada gula. Kebanyakan
mikroorganisme tidak bisa berkembang di dalam madu karena rendahnya
aktivitas air pada madu. Hal inilah yang menyebabkan madu dapat bertahan
lama di lingkungan (Anonim1, 2010).
Zat-zat yang terkandung dalam madu sangatlah kompleks dan kini telah
diketahui tidak kurang dari 181 macam zat yang terkandung dalam madu.
Dari jumlah tersebut karbohidrat merupakan komponen terbesar yang
terkandung dalam madu, yaitu berkisar lebih dari 75%. Jenis karbohidrat
yang paling dominan adalah fruktosa sekitar 38,5% dan glukosa sekitar
31,0%. Karbohidrat madu yang lainnya termasuk maltosa, sukrosa, dan
karbohidrat kompleks lainnya juga terkandung dalam madu namun dengan
jumlah yang kecil. Seperti semua pemanis bergizi yang lain, madu sebagian
besar mengandung gula dan hanya mengandung sedikit jumlah vitamin,
mineral dan sejumlah kecil dari beberapa senyawa dianggap berfungsi
sebagai antioksidan seperti chrysin, pinobanksin, vitamin C, katalase, dan
pinocembrin. Komposisi umum dari madu dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Kandungan Madu Secara Umum
Senyawa Kadar %
Fruktosa 38,2
Glukosa 31,3
Maltosa 7,1
Sukrosa 1,3
Air 17,2
Lain-lain 4,8
(Anonim2, 2011).
Kualitas madu ditentukan oleh beberapa hal diantaranya waktu
pemanenan madu, kadar air, warna madu, rasa dan aroma madu. Standar
mutu madu salah satunya didasarkan pada kandungan gula pereduksi
(glukosa dan fruktosa) total yaitu minimal 60%. Sedangkan, jenis gula
pereduksi yang terdapat pada madu tidak hanya glukosa dan fruktosa,
tetapi juga terdapat maltosa dan dekstrin. Sementara itu proses produksi
madu oleh lebah itu sendiri merupakan proses yang kompleks, sehingga
kemungkinan besar terjadi perbedaan kadar dan komposisi gula
pereduksi di antara berbagai jenis madu yang beredar di masyarakat
(Ratnayani, 2008).
Di Indonesia, untuk kualitas madu sudah ditentukan berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 01-3545-1994 seperti yang
tercantum pada Tabel 2. Dimana standar tersebut merupakan kriteria dari
mutu madu yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN)
dan merupakan hasil revisi dari SNI tentang syarat mutu madu tahun 1992.
Tabel 2. Syarat Mutu Madu
(Anonim2, 2011).
2.2 Glukosa dan Fruktosa pada Madu
Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena
mempunyai sifat dapat memutar cahaya bidangterpolarisasi kearah kanan. Di
alam, glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah. Dalam alam
glukosa dihasilkan dari reaksi antara karbohidrat dan air dengan bantuan sinar
matahari dan klorofil dalam daun. Proses ini disebut fotosintesis dan glukosa
yang terbentuk terus digunakan utnuk pembentukan amilum dan selulosa
(Ratnayani, 2008).
Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena
mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi kearah kanan. Dalam
alam glukosa dihasilkan dari reaksi antara karbon dioksida dan air dengan
bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun. Proses ini disebut fotosintesis
dan glukosa yang terbentuk terus digunakan untuk pembentukan amilum atau
selulosa (Ratnayani, 2008).
Gambar 1. Struktur Glukosa
Glukosa pada madu berguna untuk memperlancar kerja jantung
dan dapat meringankan gangguan penyakit hati (lever). Glukosa dapat
diubah menjadi glikogen yang sangat berguna untuk membantu kerja
hati dalam menyaring racun-racun dari zat yang sering merugikan tubuh.
Selain itu, glukosa merupakan sumber energi untuk seluruh sistem
jaringan otot (Anonim1, 2010).
Madu selain glukosa juga mengandung fruktosa. Fruktosa adalah
suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri
dan karenanya disebut levulosa. Pada umumnya monosakarida dan disakarida
mempunyai rasa manis. Fruktosa mempunyai rasa lebih manis daripada
glukosa, juga lebih manis daripada gula tebu dan sukrosa. Fruktosa berikatan
dengan glukosa membentuk sukrosa, yaitu gula yang biasa digunakan sehari-
hari sebagai pemanis, dan berasal dari tebu dan atau bit (Ratnayani, 2008).
Gambar 2. Struktur Fruktosa
Fruktosa pada madu disimpan sebagai cadangan dalam hati untuk
digunakan bila tubuh membutuhkan dan juga untuk mengurangi
kerusakan hati. Fruktosa dapat dikonsumsi oleh para penderita diabetes
karena transportasi fruktosa ke sel-sel tubuh tidak membutuhkan insulin,
sehingga tidak mempengaruhi keluarnya insulin. Di samping itu,
kelebihan fruktosa adalah memiliki kemanisan 2,5 kali dari glukosa
(Anonim1, 2010).
2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi dan
detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair
menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang
tinggi.metode ini dikenal dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi adalah suatu metode kromatografi yang
mampu memisahkan makro molekul, senyawa-senyawa ionik, produk alam
yang lebih, senyawa polimerik dan kelompok-kelompok polifungsional yang
memiliki berat molekul tinggi dengan cara penyairan berfraksi, penyerapan
atau penukaran ion. Menggunakan fase yang interaktif dan fase diam padat
atau cair yang aktif (Dira, 1995).
Prinsip kerja HPLC adalah sebagai berikut : dengan bantuan pompa
fasa gerak, cair dialirkan melalui kolom ke detektor. Cuplikan dimasukkan ke
dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom terjadi
pemisahan komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan
interaksi antara solut terhadap fasa diam. Solut yang kurang kuat interaksinya
dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih dulu. Sebaliknya, solut yang
kuat berinteraksi dengan fasa diam maka solut tersebut akan keluar kolom
dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram.
Seperti pada kromatografi gas, jumlah peak menyatakan konsentrasi
komponen dalam campuran. Komputer dapat digunakan untuk mengontrol
kerja sistem HPLC dan mengumpulkan serta mengolah data hasil pengukuran
HPLC (Dira, 1995).
Instrumentasi Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi dapat dilihat pada
gambar berikut :
Gambar 3. Komponen Alat Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi
1. Pompa
Pompa dalam HPLC dapat dianalogikan dengan jantung pada manusia
yang berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak cair melalui kolom yang
berisi serbuk halus. Dikenal tiga jenis pompa yang masing-masing
memiliki kenutungan dan kekurangannya yaitu pompa reciprocating,
displacement dan pneumatic.
2. Unit Sistem Penyuntikan atau Penginjeksian Sampel
Kadang kala, faktor ketidaktepatan pengukuran HPLC terletak pada
keterulangan pemasukan cuplikan ke dalam peking kolom. Masalahnya,
kebanyakan memasukan cuplikan ke dalam kolom dapat menyebabkan
band broadening. Oleh karena itu, cuplikan yang dimasukkan harus sekecil
mungkin, beberapa puluh mikroliter. Selain itu, perlu diusahakan tekanan
tidak menurun ketika memasukkan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak.
3. Kolom
Kolom HPLC biasanya terbuat dari stainless steel walaupun ada juga yang
terbuat dari gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi fas diam, tempat
terjadinya pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya.
4. Detektor
Berbagai detektor untuk HPLC telah tersedia, walaupun demikian detector
harus memenuhi persyaratan berikut, cukup sensitif, stabilitas dan
keterulangan tinggi, respon linear terhadap solute, waktu respon pendek
sehingga tidak bergantung kecepatan alir, realibilitas tinggi dan mudah
digunakan dan tidak merusak cuplikan. Detektor HPLC dikelompokan ke
dalam tiga jenis yaitu :
a. Detektor umum memberi respon terhadap fasa gerak yang dimodulasi
dengan adanaya solute.
b. Detektor sepesifik memberi respon terhadap beberapa sifat solut yang
tidak dimiliki oleh fasa gerak.
c. Detektor berdasarkan absorpsi UV merupakan detektor HPLC yang
paling banyak di pakai. Detektor elektrokimia paling banyak dipakai
terutama dalam HPLC penukar ion.
(Isnawati, 2010).
2.4 Pemisahan Senyawa dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Untuk memisahkan suatu senyawa dari suatu zat tertentu dapat
dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT). Metode ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat
digunakan pada senyawa dengan bobot molekul besar dan dapat dipakai
untuk senyawa yang tidak tahan panas. Pemisahan dengan kromatografi
ini juga harus mempertimbangkan berbagai hal antara lain pemilihan
detektor, kolom, pemilihan eluen, laju alir eluen serta suhu kolom. Ini
disebabkan karena hal-hal tersebut dapat mempengaruhi resolusi dari tiap-
tiap komponen (Ratnayani, 2008).
2.4.1 Pemisahan Glukosa dan Fruktosa dari Madu Randu dan Madu
Kelengkeng dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Glukosa dan fruktosa dapat dipisahkan dari madu dengan metode
KCKT. Berdasarkan hasil penelitian Ratnayani (2008) tentang “Penentuan
Kadar Glukosa dan Fruktosa Pada Madu Randu dan Madu Kelengkeng
dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi” maka dapat dijelaskan
cara pemisahan glukosa dan fruktosa dari madu sebagai berikut :
a. Metode kerja
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain : air deionisasi,
larutan standar glukosa 5 % dan larutan standar fruktosa 5 %.
Sampel madu randu dan madu kelengkeng yang telah
memenuhi standar SII dari merk yang sama. Tiap jenis madu
digunakan dua buah sampel dan tiap sampel dilakukan
pengukuran sebanyak dua kali.
Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
Seperangkat alat KCKT (buatan ICI Instruments) yang
dilengkapi dengan detektor indeks bias (Shodex RI SE-61) serta
integrator merek Shimadzu CR6A Chromatopac; labu ukur 20
mL, 25 mL, 50 mL, pipet volume 1,0 mL, 2,5 mL, 5 mL, 10 mL, 25
mL, 2,5 mL, alat sentrifugasi, kertas saring 0,45 µm.
Cara Kerja
Larutan standar glukosa dan fruktosa dibuat dengan
konsentrasi masing-masing 5% b/v. Adapun cara pembuatannya
adalah sebagai berikut :
a. Masing-masing senyawa (glukosa dan fruktosa) ditimbang
sebanyak 1 g.
b. Senyawa-senyawa tersebut dimasukkan kedalam labu ukur 20
mL, kemudian ditambah aquades sampai tanda batas (kadar
glukosa dan fruktosa masing-masing 5 % b/v). Dari konsentrasi
tersebut dapat dibuat campuran dengan konsentrasi masing-
masing 1 % ; 0,5 % ; 0,25 % ; dan 0,125 % .
c. Masing-masing campuran glukosa dan fruktosa tersebut
disaring dengan kertas saring 0,45 µm.
b. Penentuan Kondisi KCKT untuk Pemisahan Glukosa dan
Fruktosa
Kondisi analisis untuk penentuan kandungan glukosa dan
fruktosa pada sampel madu adalah pada kondisi pemisahan yang
terbaik. Kondisi tersebut tercapai jika hasil kromatogram masing-
masing komponen tidak tumpang tindih satu dengan yang lain.
Kromatogram yang tidak tumpang tindih tersebut salah satunya
dapat dicapai dengan mengatur suhu kolom dan laju alir dari
eluen. Kondisi pemisahan dapat ditentukan pada saat pengukuran
larutan standar, di mana eluen yang digunakan adalah air
deionisasi pada kolom metacarb 87C dan dideteksi dengan
menggunakan detektor indeks bias.
c. Pembuatan Kurva Standar
Larutan standar glukosa dan fruktosa 0,125 % diinjeksikan
sebanyak 20 µL dengan menggunakan auto syringe injector. Biarkan
sampai semua komponen keluar dan terpisah dari kolom. Waktu
retensi untuk masing-masing komponen (glukosa dan fruktosa)
dicatat. Langkah tersebut diulangi dengan menginjeksikan 20 µL
larutan standar glukosa dan fruktosa 0,25 % kemudian dengan
larutan standar 0,5 % dan 1 %. Plot hubungan antara konsentrasi
larutan standar dengan luas puncak dari masing-masing komponen.
Hubungan antara konsentrasi dengan luas puncak dapat dibuat
persamaan regresi liniernya yaitu y = a + bx, dimana :
d. Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa (Analisis Sampel)
Masing-masing madu dipipet 0,5 mL dan diencerkan sampai
volumenya tepat 50 mL kemudian disentrifugasi selama 30 menit.
Sampel tersebut disaring dengan kertas saring 0,45 µ m. Sampel
diinjeksikan sebanyak 20 µ L pada alat kromatografi dan sistem
dibuat dengan kondisi pemisahan terbaik, semua komponen
dibiarkan terpisah. Hasil yang diperoleh dilakukan uji kualitatif dan
uji kuantitatif.
e. Perhitungan Kadar Glukosa dan Fruktosa
Kromatogram yang dihasilkan berupa puncak-puncak untuk
setiap senyawa yang dianalisis. Luas area diukur secara otomatis
oleh alat pengolah data. Uji kualitatif untuk komponen glukosa dan
fruktosa dalam sampel dilakukan dengan mencocokkan waktu
retensi dari masing-masing puncak pada kromatogram sampel
dengan waktu retensi senyawa standar. Untuk uji kuantitatif, luas
area komponen-komponen yang dianalisis diplot ke dalam
persamaan regresi linier.
f. Hasil Analisis
Penelitian ini telah melibatkan pengamatan sifat kromatografi
senyawa-senyawa standar secara individual yaitu glukosa dan
fruktosa, yang dilanjutkan dengan pemisahan senyawa-senyawa
standar tersebut dalam campurannya dengan menggunakan metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi-kondisi pemisahan
diperoleh dari pengukuran senyawa-senyawa glukosa dan fruktosa
tersebut kemudian diaplikasikan untuk penentuan kadar senyawa
tersebut pada sampel madu randu dan madu kelengkeng.
Eluen yang digunakan adalah air deionisasi, di samping
murah juga tidak beracun. Air deionisasi memiliki sifat kepolaran
yang sesuai dengan karbohidrat dan ternyata dengan eluen tersebut
pemisahan glukosa dan fruktosa menghasilkan resolusi yang baik.
Penelitian ini menggunakan detektor indeks bias karena detektor
tersebut sesuai untuk pemisahan komponen-komponen karbohidrat.
Kromatografi Campuran Senyawa Standar Untuk kromatografi
campuran senyawa standar, dipilih beberapa kondisi yang
diharapkan dapat menghasilkan pemisahan glukosa dan fruktosa
dengan resolusi yang baik. Kromatogram-kromatogram sampel madu
mempunyai pola yang sederhana. Pada kondisi kromatografi yang
digunakan, senyawa standar glukosa dan fruktosa keluar sebagai
puncak dengan waktu retensi masing-masing 6,212 menit dan 7,793
menit.
Berdasarkan pola kromatogram sampel yang dianalisis, terlihat
bahwa pemisahan glukosa dan fruktosa dalam sampel madu dapat
dilakukan dengan baik. Pada kromatogram juga terlihat adanya
komponen-komponen lain yang kemungkinan merupakan sakarida-
sakarida lain yang juga menyusun madu seperti sukrosa, maltosa,
laktosa dan karbohidrat lainnya. Namun keberadaan komponen lain
tersebut tidak menganggu identifikasi komponen utamaBerikut adalah
data hasil yang diperoleh :
Tabel 3. Hubungan antara laju alir dan waktu retensi dari masing-
masing komponen
Tabel 4. Hubungan antara laju alir, suhu dan waktu retensi dari
campuran senyawa standar (glukosa dan fruktosa)
Tabel 3 menunjukkan bahwa glukosa muncul sebagai puncak
pada waktu retensi yang lebih cepat daripada fruktosa. Hal ini
disebabkan karena adanya interaksi yang lebih kuat antara fruktosa
(yang mengandung gugus keton) dengan fase diam daripada
interaksi antara glukosa (yang mengandung gugus aldehid) dengan
fase diam. Semakin mirip sifat kepolaran antara senyawa yang
dipisahkan dengan fase diam, maka interaksinya akan semakin
kuat, sehingga waktu retensi dari senyawa tersebut akan semakin
lama.
Sedangkan pada tabel 4 menunjukkan bahwa jika laju alir
dipercepat atau suhu kolom ditingkatkan, maka komponen akan
keluar sebagai puncak pada waktu retensi yang lebih pendek.
Sedangkan jika laju alir diperlambat atau suhu kolom diturunkan,
maka komponen akan keluar sebagai puncak pada waktu retensi
yang lebih lama.
Tabel 5. Data luas area dari kromatogram campuran glukosa dan
fruktosa pada berbagai konsentrasi
Dari persamaan regresi linier diatas, maka dapat dibuat kurva
standar glukosa dan fruktosa yang disajikan pada Gambar 3 dan
Gambar 4 :
Gambar 3. Kurva standar glukosa
Gambar 4. Kurva standar fruktosa
Hasil perhitungan konsentrasi glukosa dan fruktosa dalam
sampel madu dapat dilihat pada tabel 6 berikut :
Tabel 6. Kadar glukosa dan fruktosa dalam sampel madu
Hasil pada Tabel 5 terlihat bahwa pada semua sampel
madu, kadar fruktosa lebih tinggi daripada glukosa. Jika dilihat
dari nilai rata-rata kadar glukosa, maka kadar glukosa pada madu
kelengkeng lebih tinggi daripada madu randu. Sedangkan nilai rata-
rata kadar fruktosa pada madu randu lebih tinggi daripada kadar
fruktosa pada madu kelengkeng. Ini berarti bahwa madu randu
memiliki rasa yang lebih manis daripada madu kelengkeng karena
fruktosa memiliki kemanisan 2,5 kali dari glukosa.
Pada ketentuan SII ditetapkan bahwa kadar gula pereduksi
(glukosa dan fruktosa) total minimal 60 %. Tabel 6 menunjukkan
bahwa sampel madu yang dianalisis telah memenuhi ketentuan SII,
dimana kadar gula pereduksi total pada madu randu sebesar 68,12
% dan pada madu kelengkeng sebesar 68,12 .
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Madu adalah cairan kental dan berasa manis yang dihasilkan oleh lebah
dan serangga lainnya dari nektar bunga
2. Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa sedangkan
Fruktosa adalah suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya
terpolarisasi ke kiri.
3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi adalah suatu metode kromatografi yang
mampu memisahkan makro molekul, senyawa-senyawa ionik, produk
alam yang lebih, senyawa polimerik dan kelompok-kelompok
polifungsional yang memiliki berat molekul tinggi dengan cara penyairan
berfraksi, penyerapan atau penukaran ion.
4. Glukosa dan fruktosa dapat dipisahkan dari madu dengan metode KCKT.
Dimana berdasarkan penelitian Ratnayani (2008), kadar gula pereduksi
total pada madu randu sebesar 68,12 % dan pada madu kelengkeng
sebesar 68,12 .
3.2 Saran
Masih banyak kandungan madu yang memiliki manfaat positif bagi
tubuh. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kandungan
madu agar dapat diketahui seberapa besar manfaat madu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2010. Kandungan dan Manfaat Madu Lebah.
http://borneotribune.com/citizen-jurnalism/kandungan-dan-manfaat-madu-
lebah.html
diakses tanggal 15 Mei 2012.
Anonim2. 2011. Pengertian, Jenis, Kandungan dan Manfaat Madu.
http://www.prasko.com/2011/08/pengertian-jenis-kandungan-dan-
manfaat.html
diakses tanggal 15 Mei 2012.
Dira S.I.M., 1995. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Beberapa Senyawa
Mono dan Disakarida Serta Penerapannya Untuk Analis Madu dan
Bahan Jenis Lainnya. Tesis. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Isnawati, R., 2010. Prinsip Dasar HPLC.
http://yi2ncokiyute.blogspot.com/2010/12/blog-post.html
diakses tanggal 15 Mei 2012.
Ratnayani, K., N.M.A. Dwi, I.G.A. Gitadewi. 2008. Penentuan Kadar Glukosa
Dan Fruktosa Pada Madu Randu Dan Madu Kelengkeng Dengan Metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Jurnal Kimia 77-86 ISSN 1907-9850.
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.