93
30 LAPORAN MAGANG DI PT. TIGA PILAR SEJAHTERA (PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI MIE KERING) Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Ahli Madya Teknologi Hasil Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : WASIS ANJAR SARI H 3107004 PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

LAPORAN MAGANG - digilib.uns.ac.id... · Karya kecil ini penulis pesembahkan untuk : Bapak IbuQ, Ismanto-Wahyuni tercinta, adikQ Anggara, Dewata & Maulana ... Proses pengolahan mie

  • Upload
    ngoliem

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

30

LAPORAN MAGANG

DI PT. TIGA PILAR SEJAHTERA

(PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI MIE KERING)

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Mencapai Gelar Ahli Madya

Teknologi Hasil Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

WASIS ANJAR SARI

H 3107004

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

31

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN MAGANG

DI PT. TIGA PILAR SEJAHTERA

(PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI MIE KERING)

Yang Disiapkan dan Disusun Oleh:

WASIS ANJAR SARI

H 3107004

Telah dipertahankan dihadapan dosen penguji

Pada tanggal : Juni 2010

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Menyetujui,

Mengetahui,Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MSNIP. 19551217 198203 1 003

Pembimbing / Penguji I

Gusti Fauza, ST, MTNIP. 19760822 200801 2 008

Penguji II

Ir. Choirul Anam, MP, MTNIP. 19680212 200501 1 001

32

MOTTO

Janganlah menjadi kapas yang tertiup angin,,,,

(Penulis)

33

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kehidupan dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Magang ini.

Karya kecil ini penulis pesembahkan untuk :

Bapak IbuQ, Ismanto-Wahyuni tercinta, adikQ Anggara, Dewata & Maulana beserta segenap keluarga besar penulis yang selalu mendoakan dan

memberikan dukungan selama ini,,,

Mz Rifie sopirQ tersayank yang setia menemani, membantu, dan Selalu memberikan motivasi, makasih y mz,,,

Ibu Odza & Bp Anam, makasih atas bimbingan dan bantuannya,,,

Temen2Q satu Genk : Dewi, Asri, Narti, Linda, LulukMakasih friend’s bantuan dan kebersamaannya,,,

Semua Temen-temen D3 THP ’07

Dan Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan Magang ini.

34

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah

memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya yang berupa kesehatan,

lindungan, serta bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Laporan Magang ini dengan baik dan lancar.

Laporan Magang ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

mencapai gelar Ahli Madya Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dengan diselesaikannya Laporan Magang ini, penulis mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan

motivasi kepada penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir. Bambang Sigit Amanto, MSi selaku Ketua Program Diploma Tiga

Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3. Prof. Ir. Sri Handayani, Ms, PhD selaku pembimbing akademik mahasiswa

Diploma Tiga Teknologi Hasil Pertanian angkatan 2007.

4. Gusti Fauza, ST, MP selaku dosen pembimbing yang telah berkenan

membimbing penulis dalam menyusun laporan magang ini.

5. Ir. Choirul Anam, MP, MT selaku penguji ujian magang yang telah berkenan

menguji laporan magang dan memberi masukan dan saran.

6. Semua Dosen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberi ilmunya kepada kami.

7. Teman-teman Program Diploma III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2007 yang telah

banyak memberi dorongan, masukan, dan nasehatnya.

8. PT. Tiga Pilar Sejahtera yang telah bersedia sebagai tempat magang kami, dan

semua karyawan pada bagian proses yang telah banyak membantu.

35

9. Bapak dan Ibu, Mz Rifie, serta segenap keluarga yang tercinta yang telah

banyak membantu dalam hal materi maupun dalam hal dorongan.

10. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Namun demikian, penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan

Magang ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharap

saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk

penyempurnaan yang lebih lanjut. Semoga Laporan Magang ini dapat

memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya, dan dapat menambah

wawasan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juni 2010

Penulis

36

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. ii

MOTTO .................................................................................................. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. iv

KATA PENGANTAR............................................................................. v

DAFTAR ISI ........................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xi

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................. 1

B. Tujuan ............................................................................... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 3

A. Mie ................................................................................... 3

B. Mie Kering ...................................................................... 5

1. Pengertian ...................................................................... 5

2. Bahan Baku .................................................................... 6

3. Bahan Tambahan ........................................................... 14

4. Proses Produksi............................................................... 18

C. Pengendalian Mutu ............................................................ 22

D. Sanitasi ............................................................................. 26

BAB III. TATA PELAKSANAAN KEGIATAN ................................ 28

A. Pelaksana Kegiatan Magang .............................................. 28

B. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan kegiatan ......................... 28

C. Metode Pelaksanaan .......................................................... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................... 30

A. Keadaan Umum Perusahaan .............................................. 30

1. Jenis Produk................................................................. 30

2. Lokasi Perusahaan ....................................................... 30

3. Sejarah Perusahaan ...................................................... 31

37

4. Tujuan Didirikan Perusahaan ...................................... 32

5. Visi dan Misi Perusahaan ............................................ 33

B. Manajemen Perusahaan ..................................................... 33

1. Bentuk Hukum Perusahaan ......................................... 33

2. Struktur dan Sistem Organisasi .................................... 33

3. Tanggung Jawab Dan Wewenang ................................ 34

4. Ketenagakerjaan Dan Kesejahteraan Karyawan ........... 38

5. Sistem Manajemen Mutu ............................................. 41

6. Pemasaran Produk........................................................ 41

C. Penyediaan Bahan Baku dan Bahan Pembantu................... 42

1. Bahan Baku ................................................................. 42

2. Ketersediaan Bahan Baku ........................................... 43

3. Bahan Pembantu ......................................................... 43

4. Ketersediaan Bahan Pembantu .................................... 46

D. Mesin Dan Peralatan ......................................................... 47

E. Utilitas............................................................................... 49

1. Pengadaan Air.............................................................. 49

2. Pengadaan Listrik ........................................................ 50

3. Pengadaan Bahan Bakar............................................... 50

F. Proses Produksi ................................................................. 50

1. Tahapan Proses Produksi ............................................ 50

2. Kondisi Proses dan Neraca Bahan ............................. 57

G. Pengendalian Mutu (Quality Control) ............................... 59

1. Pengendalian Mutu Bahan Baku dan Pembantu ........... 59

2. Pengendalian Mutu Proses Produksi ............................ 66

3. Penggudangan.............................................................. 83

4. Pengendalian Mutu Produk Akhir ............................... 84

H. HACCP dan Penentuan Titik Kritis (CCP) ....................... 85

1. HACCP ...................................................................... 85

2. Penentuan Titik Kritis (CCP)....................................... 88

38

I. Sanitasi Industri ................................................................ 90

1. Sanitasi Bahan Dasar ................................................... 90

2. Sanitasi Lingkungan Produksi ...................................... 90

3. Sanitasi Ruang Produksi............................................... 91

4. Sanitasi Mesin dan Peralatan Ruang Produksi .............. 92

5. Sanitasi Pekerja............................................................ 92

6. Sanitasi Penanganan Limbah ....................................... 93

BAB V. Kesimpulan dan Saran ........................................................ 94

A. Kesimpulan ....................................................................... 94

B. Saran ................................................................................. 95

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

39

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi gizi mie kering per 100 gr bahan............................ 5

Tabel 2.2 Syarat mutu mie kering ........................................................... 6

Tabel 2.3 Komposisi gizi dari tepung terigu dan tepung pensubstitusi .... 7

Tabel 2.4 Standarisasi tepung terigu dalam bahan pangan ...................... 11

Tabel 2.5 Syarat mutu tepung tapioka ..................................................... 12

Tabel 2.6 Standart mutu air berdasarkan SNI-01-3553-1994 .................. 14

Tabel 2.7 Syarat mutu garam berdasarkan SII 0104-76-1992 ................. 15

Tabel 4.1 Pembagian Jam Kerja .............................................................. 39

Tabel 4.2 Waktu proses dan ketebalan lembaran pada proses sheeting ... 52

Tabel 4.3 Standar Penerimaan Tepung Terigu ........................................ 61

Tabel 4.4 Standar Penerimaan Tepung Tapioka....................................... 63

Tabel 4.5 Standar Penerimaan Tepung Gaplek ........................................ 64

Tabel 4.6 Standar Penerimaan Tepung Mocaf ........................................ 65

Tabel 4.7 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Mixing ......................... 67

Tabel 4.8 Standar Penilaian Hasil Mixing .............................................. 68

Tabel 4.9 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Sheeting ...................... 70

Tabel 4.10 Standar Penilaian Hasil Sheeting ........................................... 71

Tabel 4.11 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Forming-Cutting ........ 72

Tabel 4.12 Standar Penilaian Hasil Forming-Cutting .............................. 73

Tabel 4.13 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Steaming ................... 75

Tabel 4.14 Standar Penilaian Hasil Steaming ......................................... 75

Tabel 4.15 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Shapping-Folding ....... 77

Tabel 4.16 Standar Penilaian Hasil Shapping-Folding ............................ 78

Tabel 4.17 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Drying ....................... 79

Tabel 4.18 Standar Penilaian Hasil Drying-Cooling ............................... 81

Tabel 4.19 Analisa Potensi Bahaya, Pengendalian dan Pemeriksaan

pada Produksi Mie Kering ...................................................................... 86

Tabel 4.20 Analisa Potensi Bahaya, Pengendalian dan Pemeriksaan

Proses Pengolahan Mie Kering ............................................................... 87

40

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Pohon Keputusan Penentuan HACCP ................... 25

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Tiga Pilar Sejahtera ...................... 37

Gambar 4.2 Diagram Alir Kualitatif ....................................................... 57

Gambar 4.3 Diagram Alir Kuantitatif ..................................................... 58

41

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI MIE KERING DI PT. TIGA PILAR SEJAHTERA

ABSTRAK

Wasis Anjar Sari1

Gusti Faudza, ST, MT2 ; Ir. Choirul Anam, MP, MT3

Dalam suatu industri aspek pengendalian mutu merupakan program yang tidak terpisahkan, karena terkait dengan kepuasan konsumen. Kegiatan magang ini bermanfaat untuk menambah wawasan mahasiswa dalam dunia industri pada umumnya dan mengetahui pengendalian mutu produksi dalam pembuatan miekering di PT. Tiga Pilar Sejahtera, serta apakah mie kering yang diproduksi PT. Tiga Pilar Sejahtera sudah sesuai dengan SNI.

Pengumpulan data dalam kegiatan magang ini dilaksanakan dengan metode wawancara, observasi, studi pustaka dan turun langsung ke lapangan untuk melakukan pengamatan dan ikut serta dalam kegiatan yang berlangsung di pabrik.

Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi mie kering di PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah tepung terigu yang diperolah dari Semarang, Surabaya, Trenggalek dan Tulang Bawang Lampung. Dalam pendistribusian bahan baku menggunakan truk dengan kapasitas sekali datang 2-3 ton.

Proses pengolahan mie kering dimulai dari persiapan tepung dari gudang bahan baku, mixing kering selama 2 menit dan mixing basah selama 20 menit, masuk bak feeder kemudian masuk mesin DCM, Roll sheeting dan slitting dengan mesin roll pres dan slitter sampai di dapat tebal untaian mie ± 1 mm, steaming dengan mengunakan uap panas pada suhu 97-100oC selama 2-3 menit, drying dengan udara panas selama 1 jam dengan suhu 76-80oC, colling dilakukan untuk mendinginkan mie setelah keluar dari mesin drying, sehingga pada waktu pengemasan mie benar-benar kering dan dalam keadaan tidak panas.

Pengujian mutu mie kering dilakukan mulai dari awal proses hingga produk jadi. Pengendalian mutu mie kering pada gudang finish good dengan melakukan uji shelf life untuk mengetahui kondisi miedalam gudang penyimpanan dan masa simpan meliputi ; uji kadar air, uji fisik (tekstur, warna, ada tidaknya jamur dan kutu) dan uji tingkat masak (kekenyalan, kelengketan dan bulkiness).

Kata Kunci : Pengendalian Mutu, Produksi, Mie Kering

Keterangan : 1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta dengan nama Wasis Anjar Sari NIM H 31070042. Dosen Pembimbing 3. Dosen Penguji

42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mie adalah salah satu produk makanan alternatif pengganti nasi yang digemari

oleh berbagai kalangan masyarakat mulai dari masyarakat perkotaan sampai masyarakat

pedesaan. Hal ini disebabkan tidak hanya karena rasanya yang enak dan harganya relatif

murah, tetapi juga cara penyajiannya yang praktis. Selain itu, mie juga mempunyai berbagai

kandungan gizi yang cukup lengkap dan bermanfaat antara lain adalah sumber energi,

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan kalsium.

Pada umumnya, mie dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu mie kering dan mie

basah. Mie kering dibuat melalui proses pengukusan kemudian dikeringkan sedangkan mie

basah dibuat melalui proses pengukusan tanpa melalui tahap pengeringan, sehingga mie

basah memiliki kandungan air yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan mie kering.

Kadar air mie kering 8 - 10% sedangkan mie basah dapat mencapai 52% sehingga daya

simpan mie basah relatif singkat yakni 40 jam pada suhu kamar, sedangkan mie kering

karena bersifat kering maka mie ini mempunyai daya simpan relatif panjang yaitu bisa

mencapai 1 tahun dan mudah dalam penanganannya.

Dalam suatu industri, aspek pengendalian mutu merupakan suatu program yang

tidak terpisahkan. Industri berhubungan erat dengan pengendalian mutu, karena terkait

dengan kepuasan konsumen. Pengendalian mutu dalam suatu industri dilakukan mulai dari

penanganan bahan baku sampai ke penanganan produk akhir. Untuk menghasilkan produk

mie kering yang bermutu tinggi, hal yang paling berperan selain pengunaan bahan baku

yang berkualitas juga proses produksi harus dilakukan secara benar. Setiap tahapan proses

produksi diperlukan prosedur yang tepat, guna menghasilkan produk yang berkualitas dan

bermutu tinggi.

Salah satu industri pembuatan mie di daerah Surakarta adalah PT. Tiga Pilar

Sejahtera yang beralamatkan Jln. Raya Grompol - Jambangan Km 5,5 Masaran, Sragen,

Jawa Tengah. Pemilihan PT. Tiga Pilar Sejahtera sebagai tempat magang karena perusahaan

ini merupakan salah satu perusahaan yang sudah menerapkan sistem pengendalian mutu

(Quality Control) untuk mengontrol kualitas produk yang dihasilkan agar sesuai standart

yang telah ditetapkan. Selain itu perusahaan ini juga telah memiliki sertifikat ISO 9001-

2000, HACCP dan halal MUI. Disamping itu, PT. Tiga Pilar Sejahtera cukup terkenal

dengan salah satu produknya yaitu mie.

B. Tujuan

43

Tujuan dari pelaksanaan magang di PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui dan mempelajari bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan dalam

pembuatan mie kering di PT. Tiga Pilar Sejahtera.

2. Mengetahui dan memahami proses produksi mie kering di PT. Tiga Pilar Sejahtera.

3. Mengetahui dan memahami pengendalian mutu bahan baku dan bahan tambahan,

pengendalian mutu proses dan juga pengendalian mutu produk akhir pada mie kering di

PT. Tiga Pilar Sejahtera.

44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mie

Mie adalah salah satu bentuk makanan pokok yang cukup diminati oleh masyarakat

Indonesia sebagai contoh mie kering dan mie instant yang sering dikonsumsi oleh sebagian

besar masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di wilayah perkotaan, yang mempunyai

jadwal atau aktifitas yang padat. Mereka memilih mie kering dan mie instant karena dapat

dijadikan makanan alternatif pengganti nasi (Astawan, 2001).

Secara umum mie dapat digolongkan menjadi dua, mie kering dan mie basah. Pada

umumnya mie basah adalah mie yang mengalami proses perebusan dan kandungan airnya

cukup tinggi berkisar antara 52% sehingga cepat basi, jenis mie ini biasanya hanya tahan

sekitar ± 1 hari. Kategori kedua adalah mie kering adalah mie yang dikeringkan sampai

kadar airnya mencapai 8 - 10% sehingga memiliki daya simpan yang relative panjang

(Anonim1, 2010).

Berbagai jenis mie yang menggunakan terigu sebagai bahan baku telah dikenal

masyarakat. Selain mie instan, jenis mie yang dikenal cukup luas adalah mie segar (mie

mentah), mie basah, mie kering, dan mie telur. Meskipun tampak beragam, tahap awal

pembuatan mie ini serupa, yakni melalui tahap pengadukan, pencetakan lembaran

(sheeting), dan pemotongan (cutting). Berdasarkan komposisi bahan (ingredient), tingkat

atau cara pemasakan lanjutan dan tingkat pengeringannya, maka mie dapat dikategorikan

kedalam kelompok mie tertentu, yaitu:

a. Mie Segar

Mie Segar sering juga disebut mie mentah. Jenis ini biasanya tidak mengalami

proses tambahan setelah benang mie dipotong. Mie segar umumnya memiliki kadar air

sekitar 35%, yang oleh karenanya mie ini bersifat lebih mudah rusak. Namun jika

penyimpannya dilakukan dalam refrigerator, mie segar dapat bertahan hingga 50-60

jam dan menjadi gelap warnanya bila melebihi waktu simpan tersebut. Mie ini biasanya

dibuat dari terigu jenis keras (hard wheat), agar dapat ditangani dengan mudah dalam

keadaan basah.

b. Mie Basah

Mie Basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap

pemotongan. Kadar air mie basah dapat mencapai 52% dan karenanya daya simpannya

relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Di Cina, mie basah biasa dibuat dari terigu

jenis lunak dan ditambahkan Kan-sui (larutan alkali yang tersusun oleh garam natrium

dan kalium karbonat). Garam karbonat ini membuat adonan bersifat alkali yang

45

menghasilkan mie yang kuat dengan warna kuning yang cerah. Warna tersebut muncul

akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada keadaan alkali.

c. Mie Kering

Produk ini mengalami proses pemasakan lebih lanjut ketika benang mie telah

dipotong kemudian dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10% Pengeringannya

biasanya dilakukan melalui penjemuran (manual) ataupun dengan menggunakan mesin

pengering. Karena bersifat kering, daya simpannya juga relatif panjang dan mudah

penanganannya.

d. Mie Telur

Mie telur umumnya terdapat dalam keadaan kering ketika dipasarkan. Namun

demikian tidak tertutup kemungkinan memasarkan mie telur dalam keadaan basah.

Faktor komposisi bahan adalah faktor yang membedakan mie telur ini dengan mie

kering maupun mie basah. Dalam pembuatan mie telur biasanya ditambahkan telur

segar atau tepung telur pada saat pembuatan adonan.

e. Mie Instan

Mie instan seringkali disebut juga sebagai ramen atau ramyeon di luar negeri.

Mie ini dibuat dengan menambahkan beberapa proses setelah mie segar diperoleh pada

akhir tahap pemotongan. Tahap-tahap tambahan tersebut adalah pengukusan,

pembentukan (forming, per porsi), dan pengeringan. Mie instan dengan kadar air 5-8 %

biasanya dikemas bersama dengan bumbunya. Dalam keadaan seperti ini, mie instan

memiliki daya simpan yang lama (Bambang, 2010).

B. Mie Kering

1. Pengertian

Mie kering adalah mie segar yang telah dikeringkan hingga kadar airnya

mencapai 8 - 10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah

sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat kering maka mie ini mempunyai daya

simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya (Astawan, 2001).

Mie merupakan bahan pangan yang cukup potensial, selain harganya relatif

murah dan praktis mengolahnya, mie juga mempunyai kandungan gizi yang cukup

baik. Dalam 100 gr mie kering terkandung 338 Kal, protein 7.6 g, lemak 11.8 g,

karbohidrat 50.0 g, mineral 1.7 mg dan kalsium 49 mg. Kandungan gizi mie merupakan

bahan pangan rendah kalori sehingga cocok untuk orang yang sedang menjalani diet

rendah kalori (Anonim2, 2010). Adapun kandungan gizi mie kering dapat dilihat pada

tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi gizi mie kering per 100 gr bahan

Zat gizi Mie keringEnergi (kal) 337Protein (g) 7,9

46

Lemak (g) 11,8Karbohidrat (g) 50,0Kalsium (mg) 49Fosfor (mg) 47Besi (mg) 2,8

Vitamin A (SI) 0Vitamin B1 (mg) 0,01

Vitamin (mg) 0Air (g) 28,6

Sumber : Direktorat Gizi, Depkes (1992)

Mie mempunyai komposisi gizi yang cukup lengkap, dengan kandungan gizi

yang paling tinggi yaitu energi sebesar 337 kal dan karbohidrat sebesar 50 gr yang

berarti mie dapat digunakan sebagai sumber energi dan tenaga juga memberikan rasa

kenyang bila telah mengkonsumsinya. Selain itu kandungan kalsium dan fosfor

mempunyai peranan penting bagi tubuh untuk memperkuat tulang.

Mie kering adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu,

dengan penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan,

berbentuk khas mie. Syarat mutu mie kering dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Syarat mutu mie kering

(SNI 01-2974-1996).

2. Bahan Baku

47

Dalam proses pembuatan mie diperlukan sejumlah bahan utama dan bahan

tambahan. Masing - masing bahan memiliki peranan tertentu seperti memperbaiki

mutu, cita rasa, maupun warna. Kadar pencampuran berbagai bahan tambahan tersebut

sangat bervariasi disesuaikan dengan permintaan konsumen atau perhitungan

ekonomis, misalnya kalau harga tepung terigu terlalu tinggi maka penggunaan terigu

dapat dikurangi dan disubstitusi dengan tepung lainnya (Astawan, 1990).

Bahan utama dalam pembuatan mie adalah tepung terigu, tetapi pada

kenyataannya dalam pembuatan mie juga digunakan tepung pensubstitusi sebagai

pengganti tepung terigu, sehingga penggunaan tepung terigu bisa dikurangi. Tepung

pensubstitusi yang biasa ditambahkan adalah tepung tapioka, tepung singkong dan

tepung beras. Adapun komposisi gizi dari tepung terigu dan tepung pensubstitusi dalam

pembuatan mie menurut direktorat gizi, Departemen Kesehatan 1992 dapat dilihat pada

Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi gizi dari tepung terigu dan tepung pensubstitusi

Zat gizi Terigu Tapioka Tepung singkong

Tepung beras

Energi (kal) 365 362 363 364Protein (g) 8,9 0,5 1,1 7Lemak (g) 1,3 0,3 0,5 0,5Karbohidrat (g) 77,3 86,9 88,2 80Kalsium (mg) 16 0 84 5Fosfor (mg) 106 0 125 140Besi (mg) 1,2 0 1 0,8Vitamin B1 (mg) 0,12 0,12 0,04 0,12Air (g) 12 12 9,1 12

Sumber : Direktorat Gizi, Depkes (1992)

a. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu

diperoleh dari biji gandum (Triticum Vulgare) yang digiling. Tepung ini berfungsi

untuk membentuk struktur mie, sumber protein dan karbohidrat. Kandungan

protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mie adalah gluten.

Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup

tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses

produksi berlangsung. Bahan - bahan lain yang digunakan antara lain air, garam,

bahan pengembang, zat warna, bumbu dan telur (Anonim3, 2010).

Keistimewaan terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya

membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air, sifat elastis gluten pada

adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses

pencetakan dan pemasakan. Biasanya mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu

48

yang memiliki kadar protein 12 - 14%, kadar air 8 - 12%, kadar abu 0,25 - 0,60%

dan gluten basah 24 - 36%.

Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari biji

gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue, mie dan roti. Tepung

terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat komplek yang tidak larut

dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang

berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu.

Di pasaran banyak beredar jenis tepung terigu yang masing-masing memiliki

karakteristik dan fungsi berlainan:

1. Hard Wheat (Terigu Protein Tinggi).

Dipasaran lebih dikenal dengan merk terigu Cakra Kembar. Tepung ini

diperoleh dari gandum keras (hard wheat). Kandungan proteinnya 11-13%.

Tingginya protein terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur,

difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling.

Karakteristik ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk

bahan baku roti, mie dan pasta karena sifatnya elastis dan mudah

difermentasikan.

2. Medium Wheat (Terigu Protein Sedang).

Jenis terigu medium wheat mengandung 10%-11% protein. Sebagian

orang mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour atau tepung serba guna,

di pasaran lebih dikenal dengan merk tepung Segitiga Biru. Dibuat dari

campuran tepung terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya

diantara kedua jenis tepung tersebut. Tepung ini cocok untuk membuat adonan

fermentasi dengan tingkat pengembangan sedang, seperti donat, bakpau,

bapel, panada atau aneka cake dan muffin.

3. Soft Wheat (Terigu Protein Rendah)

Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8%

- 9%. Sifatnya, memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan

menghasilkan adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya

pengembangannya rendah. Cocok untuk membuat kue kering, biscuit, pastel

49

dan kue-kue yang tidak memerlukan proses fermentasi. Di pasaran tepung ini

lebih dikenal dengan nama terigu Cap Kunci (Anonim4, 2010).

Di dalam tepung terigu terdapat sejenis protein yang tidak larut di dalam

air yang disebut gluten, yang bersifat kenyal dan elastis. Pada mie, gluten

menentukan tingkat kekenyalan dan elastisitas mie. Kadar gluten membedakan

satu jenis tepung terigu dengan tepung lainnya. Pada umumnya, semakin tinggi

kadar protein maka kadar gluten yang dikandung suatu tepung terigu juga semakin

besar. Ketepatan penggunaan jenis tepung sangat penting dalam pembuatan suatu

jenis makanan. Tepung terigu berprotein 12%-14% ideal untuk pembuatan roti dan

mie, sedangkan 10,5%-11,5% biasa dipakai untuk cookies, pastry, pie dan donat.

Gorengan, cake, biscuit dan wafer dapat menggunakan terigu yang berprotein 8%-

9%.

Kualitas tepung terigu dipengaruhi oleh moisture (kadar air), ash (kadar

abu) dan beberapa parameter fisik lainnya, seperti water absortion, development

time, stability dan lain-lain. Moisture adalah jumlah kadar air pada tepung terigu

yang mempengaruhi kualitas tepung. Bila jumlah moisture melebihi standart

maksimum maka daya simpan tepung akan menurun dan membuatnya semakin

cepat rusak, berjamur dan bau apek. Ash adalah kadar abu (mineral) yang ada pada

tepung terigu yang mempengaruhi proses dan hasil akhir produk misalnya dari segi

warna produk (warna crumb pada roti, warna mie, dan sebagainya) dan tingkat

kestabilan adonan. Semakin tinggi kadar ash semakin buruk kualitas tepung dan

sebaliknya semakin rendah kadar ash semakin baik kualitas tepung. Hal ini tidak

berhubungan dengan jumlah dan kualitas protein (Anonim5, 2010).

Parameter fisik yang mempengaruhi kualitas tepung terigu antara lain

water absorbtion. Water absorbtion merupakan kemampuan tepung terigu

menyerap air. Kemampuan daya serap air tepung terigu berkurang bila kadar air

dalam tepung (moisture) terlalu tinggi atau tempat penyimpanan yang lembab.

Water absorbtion sangat bergantung dari produk yang akan dihasilkan, dalam

pembuatan roti umumnya diperlukan water absortion yang lebih tinggi dari pada

pembuatan mie dan biskuit. Kecepatan tepung terigu dalam pencapaian keadaan

develop (kalis) disebut developing time. Bila waktu pengadukan kurang disebut

under mixing berakibat adonan menjadi kurang elastis. Sedangkan bila kelebihan

pengadukan disebut over mixing berakibat merusak gluten, adonan akan menjadi

lembek.

Parameter yang lain adalah stability. Stability yaitu kemampuan tepung

terigu untuk menahan stabilitas adonan agar tetap sempurna meskipun telah

50

melewati waktu develop (kalis). Stabilitas tepung pada adonan dipengaruhi oleh

beberapa hal antara lain jumlah protein, kualitas protein dan zat additive /

tambahan (Anonim6, 2010).

Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan bahan pangan memiliki

beberapa persyaratan antara lain : kadar air maksimal 14,5%, kadar abu maksimal

0,6%, kandungan protein minimal 7,0% dan beberapa persyaratan lain bisa dilihat

pada Tabel 2.4 standarisasi tepung terigu dalam bahan pangan sesuai dengan

SNI 01-2974-1992.

Tabel 2.4 Standarisasi Tepung Terigu Dalam Bahan Pangan No Jenis uji Satuan Persyaratan1 Keadaan

Bentuk - Serbuk Bau - Normal (bebas dari bau asing)Rasa - Normal (bebas dari bau asing)Warna - Putih khas terigu

2 Benda asing - Tidak boleh ada3 Serangga - Tidak boleh ada4 Air %, b/b Maks 14,5%5 Abu %, b/b Maks 0,6%6 Protein %, b/b Min 7,0%7 Keasaman MgKOH/100g Maks 50/100g contoh 8 Besi (Fe) Mg/kg Min 509 Zeng (Zn) Mg/kg Min 3010 Vitamin B1

(Thiamin)Mg/kg Min 2,5

11 Vitamin B2 (Riboflavin)

Mg/kg Min 4

12 Asam folat Mg/kg Min 213 Cemaran logam

Timbal (Pb) Mg/kg Maks 1.10Raksa (Hg) Mg/kg Maks 0.05Tembaga (Cu) Mg/kg Maks 10

Sumber : SNI 01-2974-1992

Disamping tepung terigu dalam pembuatan mie juga digunakan tepung

pensubstitusi sebagai pengganti tepung terigu. Tepung pensubstitusi yang

digunakan antara lain :

Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari ekstraksi ubi kayu

melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati dan

pengeringan. Proporsi penggunaan terigu untuk industri pengolahan mie di

Indonesia relatif besar. Oleh sebab itu pemanfaatan tepung tapioka sebagai

pensubstitusi terigu dalam pembuatan mie diharapkan memberi keuntungan

yang cukup besar. Semakin banyak tapioka yang ditambahkan, semakin

51

menurun mutu mie yang dihasilkan tetapi semakin murah harga jualnya

(Anonim7, 2010).

Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak

kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Tepung tapioka yang digunakan dalam pembuatan mie kering hanya sebagai

alternatif substitusi terigu dengan jumlah komposisi yang kecil. Bila

dibandingkan dengan tepung pensubstitusi lain, tepung tapioka memiliki

komposisi gizi yang lebih baik sehingga dapat mengurangi kerusakan tepung

dan baik sebagai bahan bantu pewarna putih. Adapun syarat mutu tepung

tapioka berdasarkan SNI 01-2905-1992 dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Syarat mutu tepung tapioka

No Kriteria Mutu Satuan Persyaratan1 Warna Putih (khas tepung

tapioka)2 Bentuk Serbuk 3 Bau Normal 4 Benda asing Tidak ada 5 Kadar Air % 17,56 Kadar lemak dan kotoran

maksimum % 0,7

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional 1992

Kualitas tepung tapioka sangat ditentukan beberapa faktor antara lain:

Warna tepung : tepung tapioka yang baik berwarna putih

Kandungan air : tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga

kandungan airnya rendah.

Banyaknya serat dan kotoran : usahakan supaya banyaknya serat dan kayu

yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan

zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak.

Tingkat kekentalan : usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk ini

hindari penggunaan air yang berlebihan dalam proses produksi (Radiyanti

dan Agusto, 1990).

Tepung Gaplek

Tepung Gaplek dibuat dari singkong yang dikeringkan hingga

menjadi gaplek. Kualitas tepung gaplek sebagian besar ditentukan oleh

kualitas bahan baku gaplek. Untuk itu, dalam penyediaan bahan baku, benar-

benar dipilih bahan yang berkualitas baik. Dalam pembuatan tepung gaplek,

bahan baku yang telah dikumpulkan akan dipilih lagi sesuai dengan kualitas

tepung yang akan dibuat. Tepung gaplek dibuat dari gaplek kualitas terbaik,

52

dihaluskan dan melalui dua kali penyaringan sehingga selain menghasilkan

tepung gaplek kualitas terbaik juga sangat halus.

Tepung Mocaf

Mocaf adalah singkatan dari Modified Cassava Flour yang berarti

tepung singkong termodifikasi yang diproses menggunakan prinsip

memodifikasi sel singkong secara fermentasi, dimana mikrobia BAL (Bakteri

Asam Laktat) mendominasi selama fermentasi tepung singkong ini. Hal ini

akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan

berupa naiknya viskositas, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Sifat fisik

tepung itu hampir sama dengan tepung terigu dengan warna putih dan

menarik. Selain itu serat lebih tinggi, kadar gula lebih rendah dan lebih sehat

dibandingkan dengan gandum. Selama ini tepung singkong digunakan secara

terbatas untuk food ingredient, seperti substitusi terigu sebesar 5% pada mie

instan yang menghasilkan produk dengan mutu rendah, atau pada kue kering

(Anonim8, 2010).

b. Air

Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini

merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan air tersebut

sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan

pengeringan. Pengurangan air disamping bertujuan mengawetkan juga untuk

mengurangi besar dan berat bahan pangan sehingga memudahkan dan menghemat

pengepakan.

Pada pembuatan mie, air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten

dengan karbohidrat (akan mengembang) melarutkan garam dan membentuk sifat

kenyal gluten. Disamping itu air juga berfungsi untuk menghasilkan uap panas

dalam mesin boiler pada industri mie. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH

antara 6 - 9. Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan

sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.

Jumlah air yang ditambahkan pada umumnya sekitar 28 - 38% dari campuran

bahan yang akan digunakan. Jika lebih dari 38% adonan akan menjadi lengket dan

jika kurang dari 28% adonan akan menjadi rapuh (Winarno, 1984).

Menurut Buckle, K.A, (1985) standart mutu air antara lain bebas dari

colifrom, bebas dari cemaran polusi, bebas dari rasa dan bau. Hal ini dapat dicegah

dengan penanggulangan polusi air. Adapun standar mutu air yang lain berdasarkan

SNI-01-3553-1994 meliputi kriteria mutu bau, rasa, pH dan kekeruhan dapat

dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Standart mutu air berdasarkan SNI-01-3553-1994

53

NO Kriteria Mutu Persyaratan1 Bau Tidak berbau 2 Rasa Normal 3 pH 6,5 – 94 Kekeruhan Max 5 NTU

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional 1994

3. Bahan Tambahan

Menurut Astawan (1990) terdapat beberapa bahan tambahan dalam pembuatan

mie antara lain :

a. Garam

Garam merupakan bumbu utama dalam setiap masakan, yang berfungsi

sebagai penyedap rasa antara lain memberikan rasa asin, memberi efek rasa gurih

pada masakan dan sebagai penguat rasa. Di samping berfungsi sebagai penyedap

rasa, garam juga berfungsi sebagai sumber mineral bagi tubuh dan sebagai

pengawet makanan (Winneka dan Rinto, 2001).

Garam digunakan sebagai salah satu metode pengawetan pangan. Garam

akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar

tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan pembentuk spora paling

mudah terpengaruh walaupun dengan kadar garam yang rendah sekalipun (sampai

6%). Mikroorganisme pathogen termasuk Clostridium botulinum dapat dihambat

oleh konsentrasi garam 10-12 %. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari

bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme (Buckle, K.A, 1985).

Dalam pembuatan mie penambahan garam untuk memberi rasa,

memperkuat tekstur mie, serta untuk mengikat air. Selain itu, garam dapat

menghambat aktivitas enzim protease dan amylase sehingga pasta tidak bersifat

lengket dan tidak mengembang secara berlebihan. Kriteria mutu garam meliputi

warna, rasa, bau dan kandungan air dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Syarat mutu garam berdasarkan SII 0104-76-1992

No Kriteria mutu Persyaratan1 Warna Putih 2 Rasa Asin 3 Bau Tidak berbau 4 Air Max 5%

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional 1992

b. Pengenyal (CMC dan STTP)

CMC (Carboksi Metil Celulose) memiliki sifat higroskopis, mudah larut

dalam air dan membentuk larutan koloid. Sehingga dalam penggunaannya hanya

berkisar antara 0,5 - 1,0 % dari berat tepung terigu, tergantung dari jenis terigu.

54

Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie yang terlalu keras dan

daya rehidrasi mie menjadi berkurang.

Dalam mie, CMC berfungsi sebagai pengenyal. Bahan ini dapat

mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air dan

mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Penggunaannya sebesar 0,5 %

akan dapat meningkatkan kekenyalan dan keliatan, tidak lengket dan licin. CMC

juga berfungsi agar mie menjadi lebih elastis dan tidak mudah menjadi bubur

apabila mie dimasak. Sedangkan pada mie kering berfungsi sebagai pengikat

bahan-bahan lain dan memberikan tekstur mie yang halus setelah direbus

(Anonim9, 2010).

Selain CMC, bahan pengenyal lain yang dapat digunakan yaitu STPP

(Sodium Tri Poly Phosphat), karena sifatnya yang dapat mempengaruhi

terbentuknya gluten pada mie, sehingga sangat berpengaruh terhadap tekstur mie

yang dihasilkan, dimana tekstur mie akan menjadi lebih liat. Selain itu STPP juga

dapat mengikat air dan dapat menurunkan aktivitas air sehingga kerusakan karena

faktor mikroba dapat dicegah. Penggunaan bahan ini sebesar 0,25 % dari jumlah

adonan.

c. Soda Abu (Natrium Karbonat dan Kalium Karbonat)

Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat (NaCO3) dan kalium

karbonat (K2CO3) dengan perbandingan 1 : 1. Termasuk jenis garam basa, karena

berasal dari Soda kuat dan Asam lemah. Kegunaannya untuk industri garam meja

(garam halus), yg tidak memiliki rasa pahit dan Hidroskopis (mudah menyerap uap

air). Natrium bikarbonat larut dalam air (Anonim10, 2010).

Soda abu merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Soda

Abu adalah nama perdagangan, nama kimiawinya Natrium carbonat dengan rumus

molekul Na2CO3. Termasuk jenis garam basa.

Soda abu berfungsi untuk mempercepat peningkatan gluten, meningkatkan

elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur serta

meningkatkan sifat kenyal. Soda abu berfungsi sebagai pembantu pembentukan

gluten sehingga mie tidak keras tetapi kenyal.

d. WEP (Whole Egg Powder / tepung telur)

Menurut U.S. Standart of Identity, tepung kuning telur harus mengandung

padatan minimal 43%. Tepung kuning telur biasanya merupakan campuran dari

80% kuning telur dan 20% putih telur. Tepung kuning telur umumnya tidak 100%

terbuat dari kuning telur. Dalam proses pembuatan tepung kuning telur ini

biasanya di gunakan pengeringan semprot (spray dryer). Tepung kuning telur

55

banyak digunakan dalam pembuatan roti, kue lapis, donat, kue kering, mayonnaise,

mie telur, dan lain-lain (Anonim11, 2010).

Indonesia belum memiliki standar mutu untuk tepung telur. Menurut foot

and drug administration (FDA) Amerika Serikat, parameter-parameter mutu

tepung telur yang diutamakan adalah kadar air, kadar lemak, kadar protein, warna,

aroma, dan tidak adanya salmonella. Kadar gula yang di kehendaki maksimal 0,1

%. Hal ini karena gula dapat menyebabkan reaksi pencoklatan selama

penyimpanan (Buckle et all, 1985).

e. Zat Pewarna

Zat pewarna ditambahkan ke dalam makanan bertujuan untuk menarik

selera dan keinginan konsumen. Zat - zat pewarna alam yang sering digunakan

misal karoten, kunyit dan daun pandan. Dibandingkan dengan bahan pewarna

alami maka pewarna buatan mempunyai banyak kelebihan yaitu dalam hal aneka

ragam warnanya, keseragaman warna, kestabilan warna dan penyimpanannya lebih

mudah dan lebih tahan lama (Winarno dkk, 1980).

Fungsi zat pewarna adalah memberi warna khas mie, sehingga dapat

menarik selera dan keinginan konsumen. Pewarna makanan yang biasa digunakan

dalam pembuatan mie adalah pewarna kuning seperti tartrazine yellow. Dalam

pembuatan mie, pewarna biasanya dicampur dengan garam dan dilarutkan ke

dalam air yang akan digunakan untuk pembentukan adonan. Dengan cara ini maka

adonan terigu dapat dibuat sehomogen mungkin.

f. Natrium Benzoat

Benzoat (acidum benzoicum atau flores benzoes atau benzoic acid)

merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan dalam

makanan yang asam. Benzoat efektif pada pH 2,5 - 4,0, karena kelarutan garamnya

lebih besar, maka biasa digunakan dalam bentuk garam Na-benzoat. Dengan ciri-

ciri berbentuk serbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau, dan

pada pemanasan yang tinggi akan meleleh lalu terbakar.

Natrium benzoat merupakan zat tambahan yang digunakan sebagai anti

bakteri atau anti jamur untuk mengawetkan makanan. Natrium benzoat digunakan

sebagai bahan pengawet karena dapat mematikan mikrobia. Natrium benzoat

memiliki ambang batas penggunaan 600 mg/l (Anonim12, 2010).

4. Proses Produksi

Proses pembuatan mie melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah tahap

pencampuran. Dalam proses ini semua bahan di campur menjadi satu sampai terbentuk

adonan. Tahap berikutnya adalah adonan diuleni sampai terbentuk adonan yang kalis,

licin dan transparan. Setelah itu adonan dibentuk atau dipotong sesuai dengan jenis mie

56

yang akan di buat. Sedangkan menurut Astawan (1990) terdapat delapan tahapan yang

harus dilakukan untuk memproduksi mie kering yaitu :

1. Pengadukan

Tepung terigu, tepung tapioka dan bahan tambahan lainnya dicampur dan

diaduk dalam mixer selama 2 menit. Selanjutnya ditambah bahan larutan

pengembang dan larutan telur untuk jenis mie kering tertentu. Adonan ini

dicampur hingga matang yang dicirikan dengan struktur kompak, penampakan

mengkilat, halus, elastis, tidak lengket dan tidak mudah terberai, lunak serta

lembut.

Adonan yang baik dapat dibuat dengan memperhatikan jumlah air yang

ditambahkan, lama pengadukan dan suhu adonan. Air yang ditambahkan umumnya

berjumlah 28 - 38% dari berat tepung. Jika penambahan air lebih dari 38%, adonan

menjadi basah dan lengket. Bila penambahan air kurang dari 28%, adonan menjadi

keras, rapuh dan sulit dibentuk menjadi lembaran. Waktu total pengadukan yang

baik sekitar 15 - 25 menit. Pengadukan yang lebih dari 25 menit dapat

menyebabkan adonan menjadi rapuh, keras dan kering. Sedangkan pengadukan

yang kurang dari 15 menit menyebakan adonan menjadi lunak dan lengket.

2. Penekanan dan Rolling

Adonan yang telah matang dijatuhkan dari bak penampungan (feeder)

masuk ke mesin roll press yang akan mengubah adonan menjadi lempengan -

lempengan saat pengepresan. Gluten ditarik ke satu arah sehingga seratnya

menjadi sejajar. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya kehalusan dan

elastisitas mie.

Tujuan proses penekanan dan rolling adalah menghaluskan serat - serat

gluten dan membuat adonan menjadi lembaran. Serat yang halus dan searah akan

menghasilkan mie yang elastis, kenyal dan halus. Tujuan tersebut dicapai dengan

jalan melewatkan adonan berulang - ulang di antara dua rol logam, jarak antar rol

dapat diatur untuk mendapatkan ketebalan lembaran yang diinginkan.

3. Pencetakan

Lembaran yang tipis selanjutnya masuk ke mesin pencetak mie (slitter) yang

berfungsi mengubah lembaran mie menjadi untaian mie yang bergelombang.

Kerapatan gelombang mie dapat ditentukan dengan mengatur kecepatan net slitter,

waving conveyor dan net steam conveyor.

4. Steaming

57

Mie yang berada di atas net steam sekaligus dipanaskan (steaming) dengan

cara pemberian uap. Proses pemasukan uap panas dilakukan melalui pipa yang

berlubang di dalam box steam dengan arah perputaran uap dari bawah ke atas.

Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi pati dan koagulasi gluten.

Gelatinisasi dapat menyebabkan pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film)

yang dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mie.

Meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mie.

5. Pemotongan

Sebelum mie masuk mesin pemotong terlebih dahulu mie didinginkan

sementara dengan bantuan kipas angin. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan

sisa uap air yang masih menempel pada permukaan mie. selanjutnya, mie dipotong

oleh pisau pemotong mie yang berputar. Alat pemotong mie dilengkapi dengan

pacul atau penyodok yang berfungsi melipat mie menjadi dua lipatan.

Mie yang telah terlipat menjadi dua dimasukkan ke dalam alat distributor

sehingga mie masuk ke dalam cetakan – cetakan dan menuju ke mesin drying

(oven).

6. Pengovenan

Mie yang telah dicetak selanjutnya dimasukkan dalam oven untuk

mengeringkan mie secara sempurna (kadar air 8 - 10 %) menjadikan produk kering

dan renyah serta terbentuk lapisan protein. Faktor - faktor yang mempengaruhi

proses ini adalah suhu dan tekanan. Suhu yang digunakan sekitar 90 - 100oC.

Sumber energi pengeringan berupa panas uap hasil pengubahan uap panas dari

boiler yang berlangsung dalam radiator.

Oven yang dipakai terdiri dari 8 tingkat rantai cetakan berbentuk spiral.

Proses pemasukan uap panas dimulai dari tingkat rantai teratas, selanjutnya ke

tingkat yang paling rendah. Untuk meratakan panas, oven dilengkapi dengan

blower sehingga kualitas pengeringan mie akan lebih optimal dan dapat terhindar

dari terjadinya chas hardening pada mie kering yang dihasilkan.

7. Pendinginan

Setelah matang mie tersebut dialirkan melalui cooling box (alat pendingin)

proses pendinginan ini bertujuan untuk melepaskan sisa - sisa uap panas dari

produk dan membuat tekstur mie menjadi lebih keras. Jika sisa uap panas tersebut

tidak hilang, maka uap panas tersebut akan mengalami kondensasi pada saat

dikemas sehingga sangat memungkinkan untuk ditumbuhi jamur pada mie ketika

waktu penyimpanan maupun hingga pada saat sudah berada di tangan konsumen.

8. Pengemasan

58

Tahap akhir dari proses produksi mie kering adalah pengemasan produk mie

kering. Adapun tujuan dari proses pengemasan adalah untuk melindungi produk

dan memperpanjang umur simpan produk. Bahan pengemas yang digunakan harus

bersifat kedap air, udara dan bau. Kemasan primer (sekali pakai) yang biasa

digunakan adalah plastik Polypropylene (PP) atau Polietilene (PE). Dalam

penggunaanya, kemasan ini biasanya dilapisi dengan Oriented Polypropylene

(OPP) setelah dibungkus dengan kotak karton sebagai kemasan sekunder yang

mampu melindungi produk dari guncangan, tekanan, benda tajam, dan sinar

matahari sehingga kemasan lebih maksimal melindungi mie kering.

C. Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu adalah suatu kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar

mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi, sampai standar

pengiriman produk akhir ke kosumen, agar barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan

spesifikasi mutu yang direncanakan. Berbagai tingkat pengawasan standar mutu tersebut

harus ditentukan lebih dahulu sesuai dengan standar mutu yang direncanakan. Bertolok dari

standar mutu barang, dapat ditentukan hal-hal sebagai berikut:

1. Standar mutu bahan baku yang digunakan.

2. Standar mutu proses produksi (mesin dan tenaga kerja yang melaksanakan).

3. Standar mutu barang setengah jadi.

4. Standar mutu barang jadi.

5. Standar administrasi, pengepakan, pengiriman produk akhir tersebut sampai ke tangan

konsumen.

(Prawirosentono, 2002).

Industri sendiri berusaha untuk menjaga mutu produknya dengan sistem pengawasan

selama proses pengolahan berlangsung. Usaha industri mempertahankan mutu selama

proses pengolahan disebut pengendalian proses. Misal, cara pengolahan hasil pertanian

yang sangat menonjol dan mempengaruhi mutu ialah pengeringan. Pada umumnya cara

pengeringan secara penjemuran menghasilkan mutu yang lebih rendah daripada

pengeringan secara mekanis sehingga kelas mutu akan dapat diperkirakan dari cara

pengeringannya. Penjemuran umumnya menghasilkan mutu rendah, hal ini sebenarnya

karena selama penjemuran tidak ada pengendalian proses, cara penanganan produk yang

tidak teliti, dan mudah terkena pencemaran. Sedangkan pengeringan mekanis umumnya

disertai pengendalian proses, misalnya dalam hal pengaturan secara cermat pada suhu

pengeringan, tingkat kadar air hasil kering dan kecepatan pengeringan.

Semakin meningkatnya tuntutan konsumen akan keamanan makanan yang akan

mereka santap, maka perlu dilakukan upaya untuk mengidentifikasi dan menganalisis

59

HACCP dalam proses pengolahan makanan. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan dan

penindakan. Salah satu hal yang paling penting dilakukan dalam kaitan ini adalah

pendidikan keamanan pangan untuk konsumen guna meningkatkan kesadaran masyarakat.

Mereka harus tahu dan memahami bahwa penyakit karena pangan disebabkan oleh bahaya

fisik, bahaya kimia dan bahaya biologi.

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu

yang mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard (bahaya) akan timbul

pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya dapat dilakukan untuk

mengontrol bahaya-bahaya tersebut. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen

resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan

pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan

makanan yang aman bagi konsumen. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan

identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada

mengandalkan kepada pengujian produk akhir.

Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah

terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi

tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku

dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu

dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya

bahaya pada suatu produk pangan.

CCP atau titik-titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di dalam

proses dimana apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak

amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian ekonomi. CCP ini dideterminasikan

setelah tata alir proses yang sudah teridentifikasi potensi hazard pada setiap tahap produksi

dan tindakan pencegahannya.

CCP dapat diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan tentang proses produksi,

semua potensi bahaya dan signifikasi bahaya dari analisa bahaya serta tindakan pencegahan

yang ditetapkan. Namun demikian penetapan lokasi CCP hanya dengan keputusan dari

analisa signifikasi bahaya dapat menghasilkan CCP yang lebih banyak dari yang seharusnya

diperlukan. Sebaliknya juga sering terjadi negoisasi deviasi yang menyebabkan terlalu

sedikitnya CCP yang justru dapat membahayakan keamanan pangan.

Untuk membantu menemukan dimana seharusnya CCP yang benar, Codex

Alimentarius Commission GL/32 1998, telah memberikan pedoman berupa Diagram Pohon

Keputusan CCP (CCP Decision Tree). Diagram pohon keputusan adalah seri pertanyaan

logis yang menanyakan setiap bahaya. Jawaban dari setiap pertanyaan akan memfasilitasi

dan membawa tim HACCP secara logis memutuskan apakah CCP atau bukan. Diagram

Pohon Keputusan CCP dapat dilihat pada Gambar 2.1

60

Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman

sehingga proses produksi dapat dikelola dalam tingkat yang aman. Batas kritis ini harus

selalu tidak dilanggar untuk menjamin bahwa CCP secara efektif mengendalikan bahaya

mikrobiologis, kimia dan fisik. Batas kritis harus mudah diidentifikasi dan dijaga oleh

operator proses produksi, sehingga perlu diusahakan dalam bentuk batas-batas kritis fisik,

dan jika tidak memungkinkan baru mengarah pada kimia atau mikrobiologi.

Batas kritis fisik biasanya dikaitkan dengan toleransi untuk bahaya fisik atau benda

asing, atau kendali bahaya mikrobiologis dimana hidup atau matinya dikendalikan oleh

parameter fisik. Beberapa contoh batas kritis fisik adalah tidak adanya logam, ukuran

retensi ayakan, suhu, waktu, serta unsur-unsur uji organoleptik. Batas kritis kimia biasanya

dikaitkan dengan bahaya kimia. Sebagai contoh adalah kadar maksimum yang diterima

untuk mikotoksin, pH, aw, alergen, dan sebagainya. Batas kritis mikrobiologis biasanya

tidak digunakan karena membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memonitor.

61

Gambar 2.1 Diagram Pohon Keputusan Penentuan HACCPD. Sanitasi

Adakah Tindakan Pencegahan ?

Lakukan modifikasi tahapan dalam proses atau produk ?

Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai level yang

dapat diterima?

Apakah pencegah pada tahap ini perlu untuk keamanan pangan ?

Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang didefinisikan terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima atau

dapatkah ini meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat diterima ?

Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi bahaya yang teridentifikasi sampai level

yang dapat diterima ?

TidakYa

CCP

Bukan CCP Berhenti

P1.

P4.

P3.

P2.

Ya

Ya

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Tidak Bukan CCP Berhenti

Bukan CCP Berhenti

Tidak

62

Sanitasi pangan merupakan hal yang sangat penting dalam industri pengolahan hasil

makanan karena dapat mempengaruhi produk akhir yang dihasilkan. Sanitasi diperlukan

mulai dari bahan baku sampai produk akhir atau produk siap dikonsumsi sehingga

dihasilkan produk akhir yang terjaga keamanannya. Dalam industri pangan, sanitasi

meliputi kegiatan - kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan

produk makanan, pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan kesehatan

pekerja (Jenie, 1988).

Menurut Winarno dan Surono (2002), bangunan yang didirikan harus berdasarkan

persyaratan teknik dan higienis. Bagian-bagian bangunan yang berhubungan dengan sanitasi

adalah sebagai berikut :

1. Sanitasi Bangunan

a. Lantai

1)Lantai yang digunakan untuk pekerjaan yang sifatnya basah, seperti pada tempat

penerimaan dan pengolahan harus cukup kemiringannya, terbuat dari bahan

yang kedap air.

2)Permukaan lantai harus halus dan tidak kasar, berpori serta bergerigi, agar

mudah dibersihkan.

b. Dinding

1) Permukaan dinding bagian dalam yang sifatnya untuk pekerjaan basah harus

kedap air, permukaan halus, serta berwarna terang.

c. Langit-langit

1)Harus dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran dan meminimalkan

kondensasi serta mudah dibersihkan.

2)Ruang pengolahan harus mempunyai langit-langit yang tidak retak, tidak

bercelah, kedap air dan berwarna terang.

d. Ventilasi

1)Ventilasi harus cukup untuk mencegah panas yang berlebihan, kondensasi uap

dan debu serta untuk membuang udara terkontaminasi.

2. Sanitasi Proses Produksi

Sanitasi pangan dapat ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima dalam

tempat produksi, persiapan penyimpanan dan penyajian makanan. Prinsip dasar sanitasi

adalah membersihkan dengan menghilangkan mikrobia yang berasal dari sisa makanan

dan tanah yang mungkin dapat menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikrobia

(Winarno dan Surono, 2002).

3. Sanitasi Ruangan

Menurut Winarno dan Surono (2002), agar ruangan tetap bersih dan bebas dari

sumber mikroba beserta sporanya, dinding ruangan harus terbuat dari bahan yang bisa

63

dilap dan dipel dengan disinfektan. Pada pengaturan lantai, pertemuan lantai dengan

dinding harus melengkung dan kedap air. Langit-langit harus dirancang untuk

mencegah akumulasi kotoran dan meminimalkan kondensasi agar mudah dibersihkan.

4. Sanitasi Peralatan

Menurut Soekarto (1990) bahwa peralatan pengolahan, wadah atau peralatan

lain yang kontak langsung dengan makanan biasanya menjadi sumber pencemaran,

karenanya dipilih yang mudah dibersihkan dan terbuat dari bahan - bahan yang tahan

karat.

5. Kebersihan Karyawan

Kebersihan karyawan dapat mempengaruhi kwalitas produk yang dihasilkan.

Karyawan di suatu pabrik pengolahan yang terlibat langsung dalam proses pengolahan

merupakan kontaminasi bagi produk pangan, maka kebersihan karyawan harus selalu

diterapkan (Winarno dan Surono, 2002).

6. Penanganan Limbah

Limbah adalah segala sesuatu yang dihasilkan sebagai sampingan akibat proses

produksi dalam bentuk padatan, gas, bunyi, cairan dan radiasi yang tidak dapat

dimanfaatkan sebagai produk. Limbah sisa hasil pengolahan ada tiga bentuk yaitu

limbah padat, limbah cair, dan limbah gas (Jenie,1988).

64

BAB III

TATA PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Pelaksana Kegiatan Magang

Nama : Wasis Anjar Sari

NIM : H3107004

Prodi : DIII THP

Fakultas : Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

B. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan Magang

1. Tempat Magang

Magang Industri hasil pertanian dilaksanakan di PT. Tiga Pilar

Sejahtera Jln. Raya Grompol - Jambangan Km 5,5 Masaran, Sragen,

Jawa Tengah. Unit 1 Divisi Mie Kering.

2. Waktu Pelaksanaan

Magang Industri hasil pertanian dilaksanakan pada tanggal 1 Maret

sampai dengan 27 Maret 2010, hari Senin sampai Jumat mulai pukul

08.00 - 16.00 WIB dan hari Sabtu mulai jam 08.00 - 13.00 WIB.

C. Metode Pelaksanaan Magang

Pelaksanaan kegiatan magang mahasiswa yang dilaksanakan di PT. Tiga Pilar

Sejahtera ini menggunakan metode antara lain:

1. Pengumpulan data secara langsung

a. Wawancara

Wawancara langsung dengan pendamping praktek lapang di industri dan

karyawan yang berkaitan dengan masing-masing proses produksi.

b. Observasi

Mengadakan pengamatan langsung mengenai kondisi dan kegiatan yang

ada di lokasi magang, yang meliputi :

Observasi tentang penyediaan bahan baku dan pembantu.

Observasi pada setiap proses produksi dari bahan baku sampai produk jadi.

Observasi mengenai pengendalian mutu dari bahan baku, proses produksi

sampai produk akhir.

Observasi tentang pengolahan limbah.

65

2. Pengumpulan data secara tidak langsung

a. Studi Pustaka

Mencari dan mempelajari pustaka mengenai permasalahan-permasalahan

yang berkaitan dengan pelaksanaan magang mahasiswa dan mencari referensi dari

buku-buku maupun dari internet yang berhubungan dengan produk mie khususnya

mie kering.

b. Dokumentasi dan data-data

Mendokumentasikan dan mencatat data atau hasil-hasil yang ada pada

pelaksanaan magang mahasiswa.

3. Praktik dan aktivitas langsung

Pelaksanaan magang terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan proses yang

ada di PT. Tiga Pilar Sejahtera pada umumnya dan pengendalian mutu pada

khususnya.

66

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Perusahaan

1. Jenis Produk

Jenis produk yang diproduksi PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (PT. TPS Food)

adalah Mie kering dan Mie telor (unit 1), Mie instant dan Mie snack (unit 2), Bihun

jagung, Bihun Beras, Bihun instant (unit 3), Biscuit dan Wafer stick (unit 4), dan

Candy.

Adapun produk - produk dari mie kering dibagi menjadi 3 jenis, antara lain

yaitu:

a. Premium meliputi : MA2TLK, MSEO, A2T-95, MA2T 200, A2T 200 LK,

MDSBO, BOSSMI.

b. Grade A meliputi : MSLDO LK, A2T 50, MSCO, MACO-B, MAEE,

MADD, MSAO, MRSBD, MSEO, MASLCOS,

MASLDOS, MASBAOS, MASLEOB, MSSLDO,

MSDDD, MSPDD.

c. Garde B meliputi : MADH, MFDH, MABA-M, MPSCOK, MACO-X,

MSLCO, MLBG, MLBD, MASCO, MASDO.

2. Lokasi Perusahaan

PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk terletak tepatnya di Jln. Raya Grompol -

Jambangan Km 5,5 Masaran, Sragen, Jawa Tengah. Perusahaan ini terletak tidak jauh

dari jalur solo sragen sehingga memudahkan dalam distribusi bahan baku maupun

dalam pemasaran produk. Selain itu akses menuju perusahaan dapat dijangkau oleh

angkutan umum.

Bila ditinjau dari aspek alam, PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk ini berada di

daerah perbukitan dimana keadaan sekeliling pabrik ini tergolong sepi karena berupa

lahan yang luas dengan rumah - rumah penduduk disekitarnya. Walaupun letaknya 5,5

km dari jalan raya namun berbagai keuntungan dan pertimbangan untuk memilih

tempat ini sangat banyak, antara lain:

a. Tersedianya lahan yang luas.

b. Tersedia sumber air yang berkualitas dan mampu mencukupi proses

produksi dan sanitasi.

c. Tersedianya sumber listrik yang memadai.

d. Pajak bangunan yang lebih ringan karena letaknya di tengah desa.

67

e. Tersedianya sungai sebagai sarana pembuangan limbah yang telah

melalui proses pengolahan.

f. Mudah mendapatkan tenaga kerja dari penduduk sekitar.

3. Sejarah Perusahaan

PT Tiga Pilar Sejahtera merupakan perusahaan terpadu yang berpusat di Jl.

Grompol - Jambangan Km 5,5 Masaran Sragen. Perusahaan ini mulai berdiri pada

tahun 1959, ketika Tan Pie Sioe merintis sebuah usaha wiraswasta dengan nama

perusahaan Bihun Cap Cangak Ular yang berada di Sukoharjo, Jawa Tengah untuk

memproduksi bihun jagung. Berangkat dari keberhasilan usaha tersebut dan diiringi

tingginya permintaan akan produk makanan yang praktis. Pada tahun 1992 generasi ke

tiga dari keluaraga pendiri mendirikan sebuah perusahaan baru yaitu PT Tiga Pilar

Sejahtera yang dalam waktu singkat mampu meraih posisi sebagai pemimpin pasar di

Indonesia untuk mie kering dan bihun kering.

Pada tahun 1996 PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk membangun pabrik mie telor

(mie kering) di Karanganyar, Jawa Tengah sebagai antisipasi pasar yang terus

meningkat. Dengan reputasi sebagai produsen makanan yang bermutu, pada tahun 1999

PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, di tunjuk oleh International Relief and Development

(IRD) sebuah lembaga swadaya masyarakat dari Amerika yang bekerja sama dengan

Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) untuk berpartisipasi dalam penyediaan

mie telur yang bersubsidi untuk masyarakat kelas bawah. Dengan fase baru menjadi

perusahaan yang dikelola lebih profesional dengan karyawan yang mempunyai ikatan

persaudaraan dengan keluarga pendiri. Pada tahun 2000 PT Tiga Pilar Sejahtera Food

Tbk membangun industri makanan terpadu seluas 25 hektar di Sragen, Jawa Tengah.

Pada tahun 2001 PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk mulai memasuki bisnis

konsumer food products dengan membangun unit produksi mie instan yang produksi

dan pemasarannya mulai tahun 2002. Pada tahun 2002 PT Tiga Pilar Sejahtera Food

Tbk menerapkan sistem manajemen modern untuk mencapai peningkatan yang

berkelanjutan dalam produktivitas dan efisiensi. Pada tahun 2004 menambah jenis

produk baru yaitu biscuit. Kemudian pada tahun 2006 mengadakan ekspansi pabrik dari

Karanganyar ke Sragen. Selain itu PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk mendapatkan

sertifikat ISO 9001:2000 dari BISQA Assesment untuk pabrik mie kering.

TPS-Food selalu menekankan pentingnya produk yang berkualitas dan

memberikan nilai tambah kepada konsumen. Berbekal pengalaman yang panjang,

tradisi, serta loyalitas konsumen, TPS-Food berhasil meraih posisi sebagai produsen

mie kering dan bihun terdepan di pasar Indonesia. Komitmen TPS Food untuk

menghasilkan produk yang terbaik, diterima oleh pasar, dan berkualitas tinggi

dibuktikan dengan diperolehnya sertifikat ISO 9001 : 2000, HACCP, dan sertifikasi

68

Halal.

Standar produksi yang tinggi dan jaringan distribusi yang luas memperkuat PT. Tiga

Pilar Sejahtera Food Tbk sebagai salah satu pilihan konsumen.

4. Tujuan Didirikan Perusahaan

Tujuan didirikannya PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah memenuhi permintaan pasar

akan produk - produk makanan yang terus tumbuh dan mendapatkan keuntungan yang

sebesar - besarnya dengan menghasilkan produk yang terbaik, diterima oleh pasar, dan

berkualitas.

5. Visi dan Misi Perusahaan

a. Visi

Menjadi perusahaan makanan dan minuman lima besar di kawasan Asia Tenggara

selambat - lambatnya tahun 2020.

b. Misi

Menyajikan produk makanan dan minuman bermutu dengan citra merk yang kuat

dan harga lebih bersaing dibanding produk kompetitor.

Dengan senantiasa berlandaskan falsafah dan nilai – nilai perusahaan, PT. Tiga

Pilar Sejahtera Food Tbk mengabdi dalam membangun sebuah organisasi kelas

satu yang secara konsisten memberikan nilai tambah kepada konsumen, pelanggan,

pemegang saham, dan karyawan Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk.

B. Manajemen Perusahaan

1. Bentuk Hukum Perusahaan

Bentuk hukum perusahaan ini adalah Perseroan Terbatas (PT) yang bentuk

modalnya berupa saham. Saham perusahaan ini telah ditawarkan kepada masyarakat

sehingga sahamnya dapat dimiliki oleh masyarakat umum bersifat terbuka.

2. Struktur dan Sistem Organisasi

Struktur organisasi adalah mekanisme formal untuk mengelola organisasi yang

menunjukan kerangka dan pola hubungan antar fungsi dan, bagian, posisi dan orang

serta menjelaskan kedudukan, tugas, wewenang, dan tangung jawab yang berbeda

dalam spesifikasi kerja, standar, koordinasi, pengambilan keputusan dan besarnya

satuan kerja.

Dalam suatu perusahaan perlu adanya suatu struktur organisasi yang bertujuan

agar perusahaan atau organisasi yang bersangkutan tidak hanya mampu

mempertahankan eksistensinya, tetapi juga tangguh dalam penyesuaian dan perubahan

yang diperlukan, sehingga organisasi semakin meningkat efektifitas dan

produktifitasnya. Adapun struktur organisasi PT. Tiga Pilar Sejahtera dapat dilihat pada

Gambar 4.1

3. Tanggung Jawab dan Wewenang

69

PT. Tiga Pilar Sejahtera dipimpin oleh dewan komisaris yang membawahi

dewan direksi. Dewan direksi bertanggung jawab atas beberapa kepala divisi antara lain :

kadiv finansial, kadiv manufacturing, kadiv HRD dan kadiv marketing. Masing - masing

kadiv memiliki tugas dan tanggung jawab sendiri - sendiri. Dalam menjalankan tugasnya

Dewan direksi membawahi empat devisi yang saling terkait satu dengan yang lainnya

yaitu:

a. Devisi Finance dan Accounting

Devisi Finance dan Accounting membawahi departemen accounting, departemen

finance.

b. Devisi Manufacturing

Devisi manuafacturing membawahi departemen produksi, departemen logistik,

departemen QC / QA, departemen teknik, dan departemen R & D.

c. Devisi HRD (Human Resord and Development)

Devisi HRD membawahi departemen HRD, departemen produksi, dan departemen

security.

d. Devisi Sales dan Marketing

Devisi Sales dan Marketing membawahi departemen seles dan departemen

marketing.

Untuk menjalankan tugasnya, kepala divisi manufakturing membawahi beberapa

departemen antara lain : departemen produksi, departemen logistik, departemen PDQC,

departemen teknik dan departemen R & D. Masing - masing departemen dipimpin oleh

kepala departeman. Adapun tugas dan tanggung jawab masing - masing departemen

dari divisi manufacturing adalah sebagai berikut :

a. Kepala departemen produksi

Kepala departemen produksi bertugas merencanakan, mengkoordinasi

dan mengendalikan aktifitas produksi sesuai persyaratan (standart) yang telah

ditetapkan. Kepala departemen produksi ini membawahi empat bagian.

1)Production Planning and Inventory Control (PPIC)

Production Planning and Inventory Control bertugas sebagai perencana

jadwal produksi berdasarkan confirmed weekly order yang diterima dan

mengendalikan tingkat ketersediaan row material dan finish good sehingga

standart buffer stock terjaga.

2)Kepala seksi produksi

Kepala seksi produksi bertugas mengontrol pelaksanaan rencana

produksi serta pencapaiannya dan mencari solusi bila ada keterlambatan

jumlah produksi maupun waktu pencapaian.

3)Kepala regu produksi

70

Kepala regu produksi bertugas sebagai pelaksana rencana produksi

serta mencari solusi bila ada keterlambatan jumlah maupun waktu pencapaian.

4)Operator

Operator produksi bertugas melaksanakan proses produksi sesuai

dengan tanggung jawabnya.

b. Kepala departemen logistik

Departemen logistik memiliki tugas diantaranya adalah merencanakan,

mengendalikan dan mengkoordinasi kegiatan penggudangan mulai dari material,

barang setengah jadi dan hasil produk.

c. Kepala departemen QCQA (Quality Control dan Quality Assurance)

Departemen QCQA bertugas mengontrol pelaksanaan, pengembangan

produk (Product Development) dan pengukuran kualitas (Quality Control)

terhadap incoming quality control, proses quallity control, out going control sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan. Kepala departemen QCQA membawahi tiga

bagian antara lain :

1) Kepala seksi QC field

Kepala seksi QC field bertugas monitoring kualitas dan mencari solusi

bila terjadi penyimpangan. Kepala seksi QC field membawahi karu QC field

dan operator.

Karu QC field bertugas mengontrol pelaksanaan control kualitas pada

persiapan bahan, proses produksi sampai produk akhir, serta mencari

solusi bila terjadi penyimpangan.

Operator bertugas sebagai pelaksana Quality Control pada persiapan

bahan, proses produksi sampai produk akhir sesuai dengan tanggung

jawabnya.

2) Kepala seksi QC Row Material

Kepala seksi QC Row Material bertugas monitoring kualitas bahan

baku dan bahan pengemas serta mencari solusi bila terjadi penyimpangan.

Kepala seksi QC Row Material membawahi operator sebagai pelaksana

monitoring kualitas bahan baku dan bahan kemas.

3) Quality Assurance

Quality Assurance bertugas monitoring, pendokumentasiaan serta

jaminan mutu produk dan bahan, apakah sudah sesuai dengan standar yang

telah ditetapkan.

d. Kepala departemen teknik

71

Merencanakan, mengkoordinasi dan mengendalikan kegiatan perawatan

maupun perbaikan bagian teknik dalam mesin produksi dan sarana penunjang

produksi.

e. Kepala departemen R & D

Memonitor pelaksanaan pengembangan produk baru dan produk yang sudah

berjalan serta menjamin kesesuaian produk bila terjadi perubahan formula,

penggantian bahan dan pengembangan produk.

72

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Tiga Pilar Sejahtera

Dewan Direksi

K.Div. Manufacturing

K.Dep Sales

K.Dep. HRD

K.Div. HRDK.Div. Finansial K.Div. Marketing

K.Dep. Marketing

K.Dep. Pembelian

K.Dep. Finansial

K.Dep. Akunting

K.Dep. LP

K.Dep. Teknik

K.Dep. QCQA

K.Dep. Logistik

K.Dep. Produksi

K.Dep. R & D

K.Dep. security

K.Dep. Prod

K.Dep. GA

Kasie. Produksi

K.Ru Produksi

Operator

Dewan Komisaris

Kasie. QC Field

QAKasie. QC RM

Karu QC Field

Operator Operator

PPIC

4. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Karyawan

a. Ketenagakerjaan

1) Jumlah Tenaga kerja

Jumlah tenaga kerja suatu perusahaan mencerminkan seberapa besar

kemampuan produksi suatu perusahaan. Semakin besar jumlah tenaga kerja

semakin besar pula kemampuan produksi perusahaan tersebut. Jumlah pekerja

saat ini di PT. Tiga Pilar Sejahtera Jl. Raya Grompol - Jambangan Km 5,5

Desa Sepat, Masaran, Sragen sebanyak 1817 orang, yang terdiri dari laki - laki

717 orang dan wanita 1100 orang.

2) Jam Kerja

Jam kerja adalah jam pekerja melakukan pekerjaan, jam kerja biasa di

PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah selama 7 jam sehari dan 40 jam dalam

seminggu selama 6 hari kerja. Untuk para tenaga kerja dan karyawan bagian

QC field pembagian jam kerja sesuai dengan shift, yang dibagi menjadi 3 shift

yaitu shift I, II, dan III sedangkan untuk para karyawan kantor dan staf

pembagian jam kerja sesuai dengan day shift. Perusahaan akan

memberlakukan libur resmi di Indonesia sebagaimana setiap tahun ditetapkan

dan diumumkan oleh pemerintah dan hari - hari libur yang ditentukan oleh

perusahaan.

Apabila order pekerjaan yang dikerjakan oleh perusahaan terlalu sedikit

maka perusahaan dapat memberi perintah untuk masuk kerja secara bergantian

kepada pekerja. Apabila order pekerja yang dikerjakan oleh perusahaan terlalu

banyak sehingga perlu adanya penambahan kapasitas, perusahaan berhak

memerintahkan untuk kerja lembur. Adapun pembagian jam kerja di PT. Tiga

Pilar Sejahtera dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Pembagian Jam Kerja

Shift Hari Jam Kerja Istirahat

ISenin – Kamis 07.00 – 15.00 12.00 – 13.00Jumat 07.00 – 15.00 11.30 – 13.00Sabtu 07.00 – 12.00 –

IISenin – Jumat 15.00 – 23.00 18.00 – 19.00Sabtu 12.00 – 17.00 –

IIISenin – Jumat 23.00 – 07.00 03.00 – 04.00Sabtu 17.00 – 22.00 –

Day ShiftSenin – Kamis 08.00 – 16.00 12.00 – 13.00Jumat 08.00 – 16.00 11.30 – 13.00Sabtu 08.00 – 14.00 12.00 – 13.00

lxxiv

lxxiv

Jam kerja yang berlaku telah diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah

(PP) yang berlaku mengenai tenaga kerjaan. Khususnya pada hari Minggu

terdapat karyawan bagian teknik maintenance tidak libur karena melakukan

kegiatan sanitasi dan perawatan mesin yang dilakukan secara rutin. Dan pada

hari jumat bila ada pemadaman listrik maka proses produksi diliburkan dan

diganti hari Minggu untuk karyawan non kantor.

b. Kesejahteraan Karyawan

1) Peningkatan ketrampilan

Di dalam usaha meningkatkan ketrampilan pekerja untuk mencapai

produktivitas optimum, perusahaan akan memberikan pelatihan kerja yang

optimal sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Usaha - usaha pendidikan atau

pelatihan kerja, baik di dalam atau di luar negeri yang dilaksanakan oleh

perusahaan dilakukan secara sistematis dan berencana sesuai dengan

kebutuhan pekerja.

2) Fasilitas karyawan

Sebagai wujud kepedulian perusahaan terhadap karyawannya,

perusahaan memberikan tunjangan sosial dan kesejahteraan bagi karyawannya

berupa fasilitas - fasilitas yang dapat dipergunakan dengan sebaik - baiknya

oleh para karyawan. Adapun fasilitas yang diberikan antar lain : bus

karyawan, tunjangan keselamatan kerja, tunjangan kematian, bantuan terhadap

kelahiran, pernikahan, perawatan dan pengobatan, kantin, ibadah dan

prasarana ibadah, pakaian seragam, koperasi pekerja, pendidikan pelatihan,

dsb.

c. Hak dan Kewajiban Karyawan

Setiap pekerja PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk memiliki hak dan

kewajiban. Adapun hak dan kewajiban masing-masing karyawan adalah sebagai

berikut:

Hak karyawan di PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah sebagai berikut:

Mendapatkan gaji pokok dan berhak mendapatkan kenaikan gaji.

Mendapatkan tunjangan hari raya (THR) dan hari tua.

Mendapatkan bantuan duka cita.

Mendapatkan sebesar satu kali gaji satu bulan untuk karyawan yang cuti hamil

dan kelahiran.

Sedangkan kewajiban karyawan adalah sebagai berikut:

Melaksanakan dan tunduk pada perjanjian kerja yang disepakati.

Melaksanakan tugas pekerjaan yang diberikan sebaik- baiknya.

lxxv

lxxv

Memberitahukan kepada pihak yang berwenang dalam hal tidak dapat

melaksanakan tugas pekerjaannya .

Memelihara dan menjaga dengan sebaik-baiknya semua peralatan dan

perlengkapan kerja yang dipercayakan.

d. Perekrutan Karyawan

PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk mengadakan perekrutan karyawan tidak

dilakukan secara berkala. Hanya saat diperlukan tambahan tenaga pada bagian

tertentu, sesuai dengan kebijakan pemimpin perusahaan yaitu atas usulan bagian

Man Power Planing yang kemudian dilaksanakan seleksi oleh bagian HRD.

Tenaga kerja tersebut terbagi menjadi karyawan sendiri dan karyawan

TAKETAMA (karyawan tidak tetap yang berasal dari suatu badan yang

menyalurkan tenaga kerja yang sewaktu - waktu dibutuhkan oleh suatu industri

apabila kekurangan karyawan).

Syarat penerimaan tenaga kerja adalah pendidikan minimal SLTA atau

sederajat dan menandatangani ikatan kerja sebagai karyawan kontrak selama satu

tahun dengan 3 bulan pertama adalah sebagai masa training.

5. Sistem Manajemen Mutu

PT. Tiga Pilar Sejahtera memberikan jaminan bagi pelanggan bahwa perusahaan

mempunyai tanggung jawab tentang mutu dan mampu menyediakan produk dan jasa

yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Manajemen mutu yang diterapkan di PT. Tiga

Pilar Sejahtera sesuai dengan ISO 9001 : 2000 dan HACCP yaitu dengan melakukan

pencegahan untuk permasalahan yang timbul pada tiap tahap produksi mulai dari bahan

baku dan penggudangannya, proses produksi sampai finish good sehingga tidak

menghambat proses produksi. Tindakan pencegahan untuk permasalahan yang timbul

antara lain karena tindakan perbaikan yang hanya dilakukan jika terjadi masalah akan

mengakibatkan terhambatnya proses produksi. HACCP mendasarkan suatu sistem

jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard

(bahaya) akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya

dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut.

6. Pemasaran Produk

Pemasaran produk PT. Tiga Pilar Sejahtera dilakukan dengan cara tidak

langsung yaitu produk didistribusikan melalui distributor, oleh para distributor

dipasarkan ke pedagang, kemudian dari pedagang dijual kepada konsumen untuk

dikonsumsi.

Dalam melakukan distribusi produk PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

mempunyai lebih dari 60 multi distributor yang terbesar di area Sumatra, Jawa,

Madura, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Adapun area pendistribusian produk meliputi:

lxxvi

lxxvi

Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Luar Negeri (eksport)

seperti : Amerika Serikat dan Hongkong.

C. Penyediaan Bahan Baku dan Bahan Pembantu

1. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan pada pembuatan mie kering adalah tepung terigu

dan air. Tepung terigu yang digunakan antara lain : Naga Hijau dan Manildra.

a. Tepung Terigu

Tepung terigu yang digunakan PT. Tiga Pilar Sejahtera bermacam - macam

merk dengan kwalitas yang berbeda-beda sehingga dalam pemakaiannya

disesuaikan dengan stock yang ada dan kwalitas dari tepung tersebut. Untuk saat

ini PT. Tiga Pilar Sejahtera menggunakan tepung terigu jenis soft flour dengan

kandungan gluten 7 - 8,5 %.

b. Air

Air berfungsi untuk membuat larutan kanzui (Chemical) atau untuk

melarutkan obat yang merupakan campuran ingredient. Larutan kanzui kemudian

dicampur dengan tepung sehingga terbentuk adonan. Larutan kanzui yang

digunakan PT. Tiga Pilar Sejahtera menggunakan pH antara 10,5 - 11,5. Air juga

berfungsi mengikat protein membentuk gluten. Menurut F.G Winarno, 1984, air

yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6 - 9. Makin tinggi pH air maka mie

yang dihasilkan tidak mudah patah karena absorbsi air meningkat dengan

meningkatnya pH. Bila pH kurang dari 6 adonan akan menjadi lunak dan lengket,

sebab tidak adanya mineral yang memperkuat gluten, akibatnya absorpsi air akan

berkurang. pH lebih dari 9 tidak baik digunakan dalam pembuatan mie karena

penguatan gluten yang berlebihan mengakibatkan adonan menjadi keras. Standart

mutu air berdasarkan SNI-01-3553-1994 kriteria mutu untuk pH adalah 6,5 - 9.

Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air

minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Jumlah air yang

ditambahkan pada umumnya sekitar 28 - 38 % dari campuran bahan yang akan

digunakan. Jika lebih dari 38 %, adonan akan menjadi sangat lengket dan jika

kurang dari 28 % adonan akan menjadi rapuh sehingga sulit dicetak.

Standar mutu air yang digunakan untuk proses produksi mie PT. Tiga Pilar

Sejahtera sesuai dengan SNI 01-3553-1994 diperoleh dari sumber mata air dalam

tanah. Standar air menurut PT. Tiga Pilar Sejahtera dengan rasa tawar, warna

bening kenampakan jernih dan secara fisik tidak terdapat kotoran.

2. Ketersediaan Bahan Baku

lxxvii

lxxvii

Bahan baku yang digunakan PT. Tiga Pilar Sejahtera didatangkan dari daerah

Semarang dan ada juga bahan baku yang diimpor dari Australia, tergantung kualitas

bahan dan harga yang ditawarkan oleh supplier. Bila harga yang ditawarkan suplier

lokal lebih rendah dengan kualitas bahan yang sudah memenuhi standart maka bahan

didatangkan dari lokal. Tetapi bila bahan baku yang ditawarkan oleh suplier luar lebih

rendah dari pada lokal dengan kualitas yang sudah memenuhi standart maka bahan

baku diimport dari luar negeri. Untuk bahan baku tepung terigu Naga Hijau dipasok

dari PT. Sriboga Raturaya, Tanjung Emas Semarang, sedangkan tepung terigu Manildra

dipasok dari Australia.

Penanganan bahan baku yang datang dari suplier terlebih dahulu di cek untuk uji

apakah bahan baku yang datang memenuhi standar yang ditetapkan. Apabila bahan

tidak memenuhi standar maka bahan baku ditolak dan dikembalikan ke supplier. Bahan

baku yang memenuhi standar selanjutnya disimpan di dalam gudang bahan baku untuk

selanjutnya digunakan untuk produksi sesuai dengan jadwal produksi.

3. Bahan Pembantu

PT. Tiga Pilar Sejahtera menggunakan tepung substitusi dan bahan pembantu

dalam pembuatan mie kering meliputi :

a. Tepung substitusi

1) Tepung Tapioka

Tepung tapioka yang digunakan di PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah

jenis tapioka halus yang tidak mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu,

sehingga tidak merusak tekstur mie. Tepung tapioka yang digunakan hanya

sebagai alternatif substitusi tepung terigu. Penggunaan tapioka dalam

pembuatan mie akan berpengaruh terhadap kekenyalan dan tekstur mie,

karena pasta dan gel pati dari tapioka yang tidak dimodifikasi lebih terang.

Disamping itu kandungan amilosa dan amilopektin dari tapioka yang cukup

tinggi yaitu amilosa 18% dan amilopektin 82% akan sangat menentukan sifat

pati tersebut sebelum mengalami pemanasan.

2) Tepung Gaplek

Tepung gaplek yang digunakan PT. Tiga Pilar Sejahtera memiliki

tekstur yang agak kasar dan memiliki warna yang lebih gelap bila

dibandingkan dengan tepung tapioka, sehingga mi yang dihasilkan lebih keras

dan lebih cenderung ke warna kuning coklat bila dimasak. Sama seperti

dengan tepung tapioka, tepung gaplek berfungsi sebagai pensubstitusi tepung

terigu sehingga dapat mengurangi penggunaan tepung terigu yang akan

berpengaruh terhadap harga jual mie dipasaran.

3) Tepung Mocaf

lxxviii

lxxviii

Tepung mocaf berfungsi sebagai pensubstitusi tepung terigu selain

tepung tapioka dan tepung gaplek, sehingga kebutuhannyapun sedikit. PT Tiga

Pilar Sejahtera mendatangkan tepung mocaf hanya dari satu suplier dari

Trenggalek. Tepung mocaf yang digunakan oleh PT. Tiga Pilar Sejahtera

berwarna lebih putih dan halus bila dibandingkan dengan tepung gaplek.

Penambahan tepung mocaf dan tepung pensubstitusi lain dilakukan untuk

mendapatkan hasil mie yang lebih baik dengan harga jual yang terjangkau.

b. Bahan tambahan

Bahan tambahan (BTM) yang digunakan PT. Tiga Pilar Sejahtera antara lain

:

1) Garam

Garam berfungsi memberi rasa, memperkuat tekstur mie, serta untuk

mengikat air. Selain itu, garam dapat menghambat aktivitas enzim protease

dan amylase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang

secara berlebihan. Standar garam yang digunakan PT. Tiga Pilar sejahtera

dengan warna putih rasa asin dan kadar air maksimal 3 %.

2) CMC (Carboksi Metil Celulose)

Dalam pembutan mie, CMC berfungsi sebagai pengembang. Bahan ini

dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air dan

mempertahankan keempukan selama penyimpanan.

Jumlah bahan pengembang yang digunakan berkisar antara 0,5 - 1,0 %

dari berat tepung terigu, tergantung dari jenis terigu. Penggunaan yang

berlebihan akan menyebabkan tekstur mie yang terlalu keras dan daya

rehidrasi mie menjadi berkurang. Pada penerapannya, penambahan CMC PT.

Tiga Pilar Sejahtera sudah dalam bentuk paketan - paketan obat yang siap

untuk dicampur sesuai dengan formula, sehingga tidak bisa diketahui berapa

penggunaan CMC karena penimbangan obat dilakukan di tempat yang

berbeda yaitu di daerah Kebalen Solo.

3) Soda Abu (Natrium Karbonat dan Kalium Karbonat)

Soda Abu berfungsi untuk mempercepat peningkatan gluten,

meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur

serta meningkatkan sifat kenyal. Soda abu merupakan campuran dari natrium

karbonat dan kalium karbonat (perbandingan 1 : 1).

lxxix

lxxix

Sama dengan CMC dan bahan pengawet lainnya, penambahan soda abu

PT. Tiga Pilar Sejahtera tidak bisa diketahui berapa penggunaannya, karena

penimbangan dilakukan di tempat yang berbeda yaitu didaerah Kebalen Solo.

Soda abu dan bahan-bahan tambahan makanan lain yang digunakan PT. Tiga

Pilar Sejahtera sesuai dengan standar mutu bahan untuk industri pangan.

4) Zat Pewarna

Fungsi zat pewarna adalah memberi warna khas mie. Pewarna makanan

yang biasa digunakan adalah tartrazin, quinolin, dan PM blue. Menurut

Astawan 1990, penggunaan pewarna biasanya dicampur dengan garam dan

dilarutkan ke dalam air yang akan digunakan untuk pembentukan adonan.

Tetapi pada kenyataannya di PT. Tiga Pilar Sejahtera penambahan Tartrazine,

Quinolin, dan PM blue ke dalam larutan kansui tidak dicampur dengan garam

terlebih dahulu melainkan langsung di campurkan dengan larutan kansui

dalam tabung CM (Chemical).

4. Ketersediaan Bahan Pembantu

Bahan pembantu yang digunakan didatangkan dari para pemasok di berbagai

daerah. PT Tiga Pilar Sejahtera mendatangkan tepung tapioka (pati) dari PT. Sinar

Pematang Mulia, Lampung Indonesia. Khusus untuk tepung gaplek dan tepung mocaf

karena kebutuhannya yang sedikit cukup di datangkan dari satu suplayer di daerah

Trenggalek, Jawa Timur.

Untuk ingredient dalam larutan kanzui dilakukan penimbangan di tempat

tersendiri sebelum di bawa ke PT. Tiga Pilar Sejahtera yaitu di daerah Kebalen Solo,

kemudian dikirim ke PT. Tiga Pilar sudah dalam bentuk paketan-paketan ingredient,

dua kali dalam satu minggu paketan dikirim sesuai permintaan.

Ketersediaan bahan pembantu baik berupa tepung substitusi maupun obat

disesuaikan dengan stok bahan di gudang bahan baku maupun gudang obat dan jumlah

produksi yang akan dilakukan. Sehingga kemungkinan bahan pembantu tersebut

tercemar sangatlah kecil.

D. Mesin dan Peralatan yang digunakan

Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan mie kering antara

lain :

1. Mesin screw

Fungsi : Memindahkan atau mengalirkan berbagai komposisi tepung dari

hopper atau bak screw yang berada di gudang harian lantai dasar

ke mesin mixer di lantai atas.

Prinsip Kerja : Motor menggerakkan as yang dapat memutar baling-baling ulir

yang mendorong tepung menuju ke dalam bak mixer.

lxxx

lxxx

2. Mesin mixer

Fungsi : Mencampur semua tepung dengan kansui dalam batas waktu yang

ditentukan agar di dapat campuran yang homogen.

Prinsip kerja : Motor menggerakkan dua buah as yang berbaling-baling dengan

arah yang berlawanan, yang mengakibatkan terjadinya tekanan

antara bahan, dinding mixer dan baling-baling sehingga

terbentuk adonan yang homogen.

3. Tangki air alkali (CM)

Fungsi : Mencampur bahan - bahan kansui sehingga menjadi cairan

kansui (chemical).

Prinsip Kerja : Motor mengerakkan baling-baling mengaduk air dan bahan baku

tambahan sehingga menjadi campuran yang homogen.

4. Tabung feeder dan DCM (Dough Compound Machine)

Fungsi : Tabung feeder berfungsi menampung adonan dan sebagai alat

untuk mengalirkan adonan yang telah di mixing sebelum masuk

ke tabung DCM untuk di padatkan menjadi lembaran-lembaran

mie.

Prinsip Kerja : Motor menggerakkan baling-baling dalam tabung feeder

sehingga adonan bisa turun ke mesin DCM secara perlahan -

lahan, kemudian mesin DCM menggerakkan stick (pacul) ke atas

dan ke bawah seperti gerakan menekan - nekan sehingga adonan

menjadi padat.

5. Roll Press

Fungsi : Merubah lembaran adonan yang padat dan tebal menjadi

lembaran adonan yang lebih tipis sesuai dengan ukuran yang

ditentukan.

Prinsip kerja : Motor menggerakkan speed belt sehingga roll press continous

akan berputar dengan kecepatan semakin besar ke roll press

selanjutnya dan membentuk lembaran yang lebih tipis.

6. Roll Slitting (RC)

Fungsi : Memotong lembaran adonan menjadi untaian mie secara

memanjang dan bergelombang.

Prinsip kerja : Motor menggerakkan belt sehingga slitter akan memotong

lembaran adonan dan membentuknya menjadi untaian mie yang

memanjang dan bergelombang dengan diameter yang telah

ditetapkan.

7. Steam

lxxxi

lxxxi

Fungsi : Memasak mie secara kontinue dengan uap panas basah sehingga

mie akan menjadi masak (1/3) barang jadi.

Prinsip kerja : Uap air masuk melewati dua pipa kedalam box steamer dan

disemprotkan pada untaian mie.

8. Cutting & folding

Fungsi : Memotong untaian mie menjadi ukuran yang telah ditentukan dan

melipat menjadi dua bagian dimensional.

Prinsip kerja : Merupakan rangkaian dari beberapa penggerak yang digerakkan

oleh satu motor sehingga dapat menggerakkan as utama

shapping folding dan komponen as lainnya.

9. Driying

Fungsi : Mengeringkan mie dari steamer (basah) 1/3 barang jadi, menjadi

½ barang jadi dan sudah kering.

Prinsip kerja : Melalui angsang driyer yang bergerak 8 susunan naik turun, uap

masuk ke heater dan panas disebarkan oleh tiupan blower,

sehingga mie mencapai tingkat kering yang diinginkan.

10. Cooling

Fungsi : Mendinginkan mie ½ kering dan panas menjadi kering dan

dingin sesuai dengan toleransi suhu yang ditetapkan.

Prinsip kerja : Mie melewati cooling kemudian didinginkan dengan 6 kipas

angin sesuai standar yang telah ditentukan.

11. Packing

Fungsi : Mengemas mie yang telah keluar dari mesin cooling sehingga

mie dapat terjaga kualitasnya.

Prinsip kerja : Mie dimasukkan dalam mesin packing yang bekerja secara

otomatis dengan pengesetan suhu pengemas.

E. Utilitas

1. Pengadaan Air

Air yang digunakan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk berasal dari sumur

bor dalam (SBD) yang berada dalam kawasan pabrik itu sendiri. Penyediaan air sebagai

salah satu bahan baku pembuatan mie kering dari segi kualitas dan kuantitas telah

mencukupi kriteria produksi PT. Tiga Pilar Sejahtera. Air yang digunakan dalam proses

produksi telah memiliki daya uji tersendiri yang dilakukan oleh PT. Fuji Lestari. Proses

identifikasi ini dilakukan setiap satu bulan sekali yang dikontrol melalui adanya

kandungan mikroba, unsur kimia yang berbahaya maupun unsur kimia yang dibutuhkan

lxxxii

lxxxii

tubuh agar air yang digunakan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera dapat secara layak

digunakan dalam proses pembuatan mie kering.

2. Pengadaan Listrik

Sumber daya listrik yang digunakan berasal dari PLN dengan travo berkapasitas

2100 KVA. Sumber daya yang lain adalah 4 mesin genset berkapasitas total 2175

KVA, dengan 3 mesin diantaranya berkapasitas 625 KVA dan 1 mesin berkapasitas

300 KVA. Mesin genset berfungsi sebagai cadangan pengadaan listrik bila terjadi

emergenci (pemadaman listrik tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, hujan deras

dengan petir).

3. Pengadaan Bahan Bakar

Bahan bakar pada PT. Tiga Pilar Sejahtera dikelompokkan menjadi 3 bagian.

Bahan bakar berupa solar untuk mesin genset dan kendaraan, bahan bakar elpiji untuk

pengadaan uap dan gas di unit 2 karena kebutuhan uap di unit 2 lebih besar, serta bahan

bakar berupa batu bara untuk pengadaan uap di boiler.

F. Proses Produksi

1. Tahapan Proses Produksi

a. Penuangan bahan mentah dalam screw

Tahap awal pembuatan mie kering adalah penuangan berbagai campuran

tepung ke dalam bak hopper yang nantinya akan ditarik dengan menggunakan

mesin screw. Hal ini dilakukan untuk tujuan mempermudah para pekerja untuk

melakukan proses dan mesin screw yang telah dilengkapi dengan penyaringan,

sehingga dapat menghilangkan kotoran - kotoran dan benda asing yang tidak

diinginkan. Fungsi dari screw konveyor atau mesin screw adalah untuk

memindahkan tepung dari gudang raw material yang berada di lantai dasar ke

dalam mesin mixing yang terdapat di lantai atas.

b. Pencampuran (Mixing)

Sebelum dilakukan proses mixing tepung dengan substitusi lain, maka

dilakukan pembuatan larutan kansui. Larutan kansui adalah larutan yang terdiri

dari air, garam, pengenyal, dan pewarna dengan ukuran masing - masing yang

telah ditentukan.

Mixing adalah proses pencampuran dan pengadukan bahan baku dan bahan

tambahan, bahan baku dari mesin screw di mixer dalam bak mixing dengan larutan

kanzui yang ditampung dalan tangki alkali (VT) sesuai ukuran yang telah

ditetapkan. Mixer dilakukan sampai homogen dan cukup kadar airnya untuk

membentuk struktur gluten.

lxxxiii

lxxxiii

Proses mixing ini terbagi menjadi dua tahap yaitu mixing kering dan mixing

basah. Pertama mixing kering selama 2 menit, proses ini adalah pencampuran

tepung dari mesin screw agar bisa homogen. Mixing yang kedua adalah mixing

basah yaitu pencampuran bahan baku dengan larutan kanzui. Mixing basah dibagi

menjadi 2 berdasarkan kecepatannya, yang pertama fast mixing yang kemudian

dilanjutkan dengan slow mixing. Mixing basah ini dilakukan selama 20 menit.

Total waktu dari mixing adalah 22 menit. Setelah 22 menit mesin mati secara

otomatis kemudian dilakukan pengujian tehadap adonan sebelum adonan

diturunkan ke tabung feeder dan DCM.

Sebanyak 210 kg tepung terigu dan tepung pensubstitusi dimasukkan ke

dalam mixer dan dilakukan mixing kering dalam waktu 2 menit. Kemudian mulai

dilakukan penambahan larutan kasui sebanyak 78,5 liter (ukuran ini dapat berubah

- ubah sesuai kondisi yang terjadi saat itu) selama 20 menit sehingga terbentuk

adonan yang homogen. Dengan penambahan air sebanyak 37 % artinya telah

memenuhi standar yaitu penambahan air yang baik untuk adonan 28-38%,

karena jika air yang ditambahkan terlalu sedikit, maka adonan akan menjadi kaku

dan keras. Namun jika terlalu banyak maka adonan akan lembek sehingga sukar

untuk dicetak. Jumlah air yang digunakan harus sesuai dengan formula yang

ditetapkan karena semakin banyak air yang terpenetrasi hingga mendekati titik

maksimal kapasitas penyerapan air maka akan semakin baik kualitas adonan. Hal

tersebut akan membantu mempersiapkan proses gelatinisasi yang optimal pada

partikel pati.

c. Pembentukan Lembaran Adonan (Sheeting)

Tujuan dari proses ini adalah untuk membentuk struktur net gluten dengan

arah yang sama secara merata sehingga lembaran adonan menjadi lembut dan

elastis. Sehingga akan menghaluskan serat-serat gluten. Dalam roll press, serat-

serat gluten yang tidak beraturan segera ditarik memanjang dan searah dengan

tekanan dua roll press. Dalam mesin DCM yang berupa roll press, adonan akan

dipadatkan/dipress menjadi lembaran - lembaran dimana pada proses ini adonan

menjadi halus sesuai dengan ketebalan yang diinginkan.

Pada awalnya adonan keluar dari mesin DCM bersifat rapuh dan kasar,

namun dengan proses melalui 6 roll yang memiliki ketebalan berbeda-beda. Proses

roll sheeting adalah proses dimana adonan mie mulai dibentuk menjadi lembaran

mie melalui beberapa unit roller press sampai tercapai ketebalan standar yang

ditentukan (± 1 mm).

Tabel 4.2 Waktu proses dan ketebalan lembaran pada proses sheeting

lxxxiv

lxxxiv

Roll Waktu Ketebalan

I 30,70 detik 8,5 mm

II 19,62 detik 4,6 mm

III 9,78 detik 2,5 mm

IV 8,49 detik 1,7 mm

V 5,44 detik 1,5 mm

VI 4,22 detik 1,0 mm

Sumber : Unit 1 Mie Kering PT. TPS

Tekanan roller diatur sedemikian rupa sehingga mula-mula ringan

(ketebalan 8,5 mm) sampai kuat (ketebalan 1,0 mm). Ketebalan lembaran dapat

ditentukan dengan pengaturan handle (tuas), jika handle diputar berhadapan maka

ketebalan lembaran akan semakin kecil, begitu pula jika diputar berlawanan arah

maka ketebalan lembaran semakin besar. Pengoperasian alat ini harus sesuai

dengan jarak antara roll press yang satu dengan roll press yang lain artinya tingkat

ketegangan adonan tidak boleh terlalu kendor dan tidak boleh terlalu tegang

sehingga mie yang dihasilkan sesuai dengan standar.

d. Pembentukan Gelombang (Forming-Cutting)

Mie yang telah melewati tahap pembentukan lembaran-lembaran tersebut

kemudian melalui tahap slitter (forming-cutting) dimana akan mengubah

lembaran-lembaran mie tersebut akan menjadi untaian mie yang bergelombang.

Tahap selanjutnya mie dibuat membentuk gelombang, yang bukan hanya pemberi

struktur yang menarik bagi tekstur mie namun juga untuk mempercepat proses

pengukusan maupun pengeringan pada mie sehingga pembuatan mie lebih efisien.

Dengan membuat mie keriting, senar-senar mie dicegah agar tidak menjadi lengket

satu dengan yang lain. Khususnya bila nantinya pada proses pengukusan.

Selanjutnya mie melewati tahap slitting dimana mie akan membagi untaian mie

menjadi 4 bagian. Dimana ukuran untuk masing-masing jenis mie berbeda-beda.

Pembentukan gelombang untaian mie dilakukan dengan cara melewatkan

untaian mie sesudah slitter ke atas waving conveyor yang kecepatannya lebih

rendah dari slitter, sehingga untaian mie melengkung dan membentuk gelombang

yang rapat. Kerapatan gelombang mie dapat ditentukan dengan mengatur

kecepatan bed RC atau net steam conveyor. Pada saat untaian mie berpindah ke net

steam conveyor yang kecepatannya lebih tinggi dari pada waving conveyor maka

gelombang untaian mie menjadi lebih renggang. Lebar dan tebal untaian mie telah

ditentukan dan diperhitungkan dengan mengacu pada standart perusahaan dan jenis

mie yang akan dibuat. Untaian mie yang bergelombang kemudian masuk ke dalam

steam box.

e. Pengukusan (Steaming)

lxxxv

lxxxv

Steaming adalah proses pengukusan untaian mie secara kontinyu dengan

menggunakan steam (uap air panas). Steam yang ada dalam steam box

dihembuskan melalui pipa steam yang dihasilkan dari steam boiler.

Dalam perlakuan steaming (pengukusan) ini bertujuan untuk memasak mie

mentah menjadi mie setengah matang dengan sifat semi solid (setengah matang).

Mie mentah sebelum masuk kedalam steam box terlebih dahulu disemprot dengan

air dari sprayer yang berfungsi sebagai penambah kematangan sehingga mie yang

dihasilkan benar - benar masak. Pada proses ini terjadi gelatinisasi pati dan

koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan

menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Pada waktu sebelum dikukus, bersifat

lunak dan fleksibel, tetapi setelah dikukus menjadi keras dan kuat. Sehingga mie

menjadi kenyal dan matang.

Untaian mie yang bergelombang menuju ke steam box dengan berjalan

diatas conveyor yang berjalan. Dalam mesin steam box, mie mengalami perlakuan

panas yang berasal dari uap air yang bersuhu tinggi 97 - 100oC dengan tekanan 0,7

bar - 1,0 bar dan waktu yang diperlukan sebanyak kurang lebih 2 - 3 menit.

Mie yang keluar dar box steam masih mempunyai kadar air dan panas yang

masih tersisa, maka sepanjang konveyor menuju ke shapping - folding dipasang

sejumlah kipas angin yang berfungsi untuk membantu mempercepat proses

penirisan air yang terbawa dalam untaian mie. Karena apabila mie masih dalam

kondisi basah, maka akan menyulitkan pada proses drying. Selain itu juga

mempercepat proses pendinginan sehingga mempermudah para pekerja ketika

proses shapping - folding.

f. Pemotongan dan Pelipatan (Shapping - Folding)

Shapping atau pemotongan adalah suatu proses memotong lajur mie pada

ukuran tertentu. Sedangkan folding adalah melipat mie menjadi dua bagian

berbentuk kotak dan simetris, yang selanjutnya disebut dengan blok mie (noodle

block). Mie yang berbentuk blok akan memudahkan dalam penanganan

selanjutnya, termasuk pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian.

Proses ini bertujuan untuk menghasilkan produk mie yang sesuai standar

berat, bentuk, dan kondisi kemasan yang akan digunakan. Proses pemotongan ini

dilakukan setelah proses steaming dikarenakan sifat mie setelah proses pengukusan

mie bersifat semi solid sehingga dapat memudahkan untuk pemotongan karena

memiliki tingkat elastisitas yang tinggi.

Proses shapping-folding dengan prinsip pemotongan dan pelipatan mie hasil

steaming menjadi dua susun / lapisan mie dengan panjang, lebar, dan bobot sesuai

dengan standar yang telah ditentukan oleh PT TPS Food Tbk. Setelah itu, mie akan

lxxxvi

lxxxvi

digerakkan menuju dua distributor yang berbeda sehingga dapat memudahkan

untuk mengisi penuh konveyor yang akan masuk ke dalam tahap selanjutnya.

Untaian mie dari conveyor steam box melewati roller kecil melintang yang

lebih menonjol dibanding conveyor steam box yang berfungsi untuk melepaskan

atau mengelupaskan untaian mie dari conveyor steam box kemudian untaian mie

dipotong oleh mesin pemotong. Pemotong dilengkapi dengan sebuah roller

memanjang dengan pisau panjang (cutter). Setelah mengalami pemotongan, mie

dilipat menjadi dua lapis dengan bantuan cangkul (folder). Gerakan cangkulan

menekan potongan mie sehingga melipat simetris berbentuk kotak, yang disebut

noodle block atau blok mie. Selanjutnya blok mie menempati distributor conveyor

yang mengantarkan mie masuk ke proses pengeringan (driying).

g. Pengeringan (Driying)

Drying atau pengeringan adalah suatu proses mengeringkan mie yang telah

dipotong dan dilipat dengan uap panas yang dihasilkan oleh hitter dalam box

drying. Mie yang telah dipotong dan dilipat di atur dalam angsang kemudian

diangkut menuju drying.

Proses ini bertujuan mengurangi kadar air dengan standar maksimal 10 %.

Proses ini juga berfungsi untuk pemantapan pati tergelatinisasi dalam adonan

sehingga menjadi kaku, matang dan awet.

Pengeringan pada mesin drying ini menggunakan metode pemanasan uap

kering. Pada tahap ini terjadi transfer panas dan masa yang menyebabkan berbagai

perubahan yang sifatnya fisikawi yang ditandai dengan terjadinya perubahan

untaian mie menjadi mengembang.

Suhu yang digunakan sekali proses berbeda yaitu pada tahap awal suhu 76oC, tahap tengah 80 oC dan tahap akhir 76 oC dengan tekanan 5,3 bar. Hal ini

dilakukan untuk menghindari mie agar tidak terjadi case hardening. Mesin ini

menghembuskan uap kering dan dirancang dengan melewati 8 tingkat aliran yang

bertujuan agar mendapatkan mie yang mempunyai tingkat matang dan kering

sempurna (±1 jam). Uap panas yang dihasilkan oleh hitter dalam box driying

kemudian disebarkan ke seluruh box driying dengan bantuan blower sehingga

semua mie dalam box driying bisa kering merata.

h. Pendinginan (Cooling)

Mie yang telah melalui proses pengeringan masih bersifat panas. Agar

mendapat produk mie yang baik maka perlu dilakukan proses pendinginan. Proses

tersebut bertujuan membuat tekstur mie menjadi keras. Blok mie yang keluar dari

drying kemudian dikeringkan kembali dengan cooling box yang memiliki blower.

Mesin pendingin ini bekerja dengan menghembus udara dari blower kearah blok

lxxxvii

lxxxvii

mie panas yang berada diatas cooling conveyor. Proses pendinginan mie

berlangsung selama 63 detik sebelum dikemas dengan etiket. Pendinginan mie

mencapai suhu kurang lebih 30 - 32oC. Proses penurunan suhu blok mie yang

rendah sebelum dikemas membuat mie menjadi lebih tahan simpan dalam kemasan

etiket selama kurang lebih 8 bulan.

Apabila proses pendinginan tidak sempurna, uap air yang tersisa akan

mengembun dan menempel pada permukaan mie sehingga memicu tumbuhnya

jamur. Dengan mie yang ditumbuhi jamur atau mikroba akan menjadi rusak

sehingga umur simpan mie menjadi lebih pendek. Faktor - faktor yang

mempengaruhi proses pendinginan adalah: temperatur udara yang masuk,

temperatur udara yang masuk ke arah mie harus lebih rendah atau sama dengan

suhu kamar (<32oC), jumlah produk, dan kondisi gelombang mie.

2. Kondisi Proses dan Neraca Bahan

Tepung terigu Bahan tambahan Air alkali

lxxxviii

lxxxviii

Gambar 4.2 Diagram Alir Kualitatif

Uap air basah (steam)

Air

Adonan mie

Untaian mie

Forming & Cutting

Steaming T 97-100oC P = 1,0 bar, t = 2 - 3 menit

Air

Untaian mie basah

Shapping & Folding

Keping mie basah (blok mie)

Driying T = 76 – 80oCP = 5,3 bar, t = ± 1 Jam

Packing

Cooling T = < 32oC, t = 63 detik

Uap panaskering

Feeder & DCM

Sheeting

Lembaran adonan

Mixing 22 menit, mixing kering 2’ dan mixing basah 20’

2

8

3

4

5

6

7

1

Mie Kering

lxxxix

lxxxix

Gambar 4.3 Diagram Alir Kuantitatif

Tepung terigu 200 kg Bahan tambahan 65 kg Kansui 81,606 kgTotal 346,606 kg

Mixing 22 menitKA 30,8%

Air(- 5,861)

Adonan mie ± 336 kg

Untaian mie ± 339,494 kg

SheetingForming & Cutting

Steaming T 97-100oC P = 1,0 bar, t = 2 - 3 menit

Air(- 70,771 kg)

Untaian mie basah 333,633 kg

Shapping & Folding KA 30,1%

Keping mie basah 333,633 kg

Driying T = 76 – 80oCP = 5,3 bar, t = ± 1 jam

Cooling T = < 32oC, t = 63 detik

Uap panaskering

Sprayer (+ Air 3,494)

KA 31,8%

KA 8,9 %

Packing

Feeder & DCM

Mie Kering 262,862 kg

xc

xc

G. Pengendalian Mutu (Quality Control)

1. Pengendalian Mutu Bahan Baku dan Bahan Pembantu

a. Pengendalian mutu bahan baku

Dalam suatu proses produksi yang paling penting adalah penyediaan bahan

baku, tanpa bahan baku suatu proses produksi tidak akan berjalan, bahan baku juga

mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan, bila bahan baku yang

digunakan berkualitas baik maka produk yang dihasilkan juga memiliki kualitas

yang baik pula. Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan mie kering

adalah tepung. Tepung substitusi yang digunakan dalam pembuatan mie kering

antara lain : tepung tapioka, tepung gaplek dan tepung mocaf dengan standart

kualitas yang telah ditentukan oleh perusahaan.

b. Pengujian mutu bahan baku dan tepung pensubstitusi

1)Pengujian Tepung Terigu

Pengendalian mutu tepung terigu meliputi pengujian warna tepung,

warna lempengan, adanya kotoran/serangga, bau tepung, sifat dan kadar

gluten, dan kadar air. Adapun standar penerimaan tepung terigu dapat dilihat

pada Tabel 4.3.

a) Pengujian warna tepung

Siapkan congkongan dan kertas putih polos.

Ambil 100 gr sampel dengan congkongan.

Letakkan sampel pada kertas putih polos.

Amati warna secara visual.

b) Pengujian warna lempengan

Siapkan congkongan, timbangan, press roller, penggaris, box steamer

dan dryer.

Ambil 20 gr sampel tepung dengan congkongan.

Tambah 8 ml air.

Buat adonan dari sampel yang diambil hingga kalis (homogen).

Lewatkan adonan pada press roller hingga membentuk lempengan

berukuran 4 x 4 dan tebal 1,3 mm dengan tahapan sebagai berikut:

Pada roll ukuran no. 1 dilewatkan sampai homogen

Pada roll ukuran no. 2 dilewatkan 1 x

Pada roll ukuran no. 3 dilewatkan 1 x

Pada roll ukuran no. 4 dilewatkan 1 x

Pada roll ukuran no. 5 dilewatkan 1 x

Lewatkan lempengan pada box steamer dan dryer.

Amati warna lempengan.

xci

xci

c) Pengujian adanya kotoran dan serangga.

Siapkan congkongan dan ayakan 80 mesh.

Ambil 100 g sampel tepung.

Ayak sampel tepung dan amati ada tidaknya kotoran/serangga di

dalamnya.

d) Pengujian bau tepung

Siapkan congkongan.

Ambil sampel dengan congkongan.

Uji bau tepung secara sensoris.

e) Pengujian sifat dan kadar gluten

Siapkan congkongan, timbangan, saringan, gelas ukur dan gelas beker.

Ambil 50 gr sampel dengan congkongan.

Campur sampel dengan 25 ml air garam (NaCl 2 %).

Uleni adonan hingga kalis dan bentuk menjadi bulatan.

Rendam sampel dalam air dingin selama 20 menit.

Cuci sampel dengan air mengalir sampai bekas air cucian berwarna

bening / jernih.

Timbang sampel hasil pencucian sebagai berat gluten sampel.

Hitung kadar gluten dengan menggunakan rumus:

Wet gluten = berat gluten sampel

berat sampel terigu

Dry gluten = berat gluten sampel

1,515

standart minimal untuk dry gluten adalah 8 %.

f) Pengujian kadar air

Siapkan moisture analyzer, congkongan, dan timbangan.

Ambil 5 gr sampel dengan congkongan.

Siapkan moisture analyzer, hidupkan pada posisi nol.

Letakkan sampel pada cawan pengujian KA dan ratakan.

Atur suhu hingga mencapai 120ºC selama 15 menit.

Setelah 15 menit, moisture analyzer akan menunjukkan angka kadar air

sampel yang teruji.

Baca angka yang tertera pada moisture analyzer.

Tabel 4.3 Standar Penerimaan Tepung Terigu

No ParameterStandar Penerimaan

Diterima Ditolak1. Warna tepung 4 = putih krem cerah 1 = putih kecoklatan

x 100%

xcii

xcii

3 = putih krem kekuningan2 = putih krem pucat

2. Warna lempengan4 = krem cerah3 = krem kekuningan2 = krem pucat

1 = krem kecoklatan

3.Adanya

kotoran/serangga4 = tidak ada kotoran/ serangga

1 = ada kotoran/ serangga

4. Bau 4 = bau khas terigu1 = selain bau khas

terigu/apek

5. Kadar gluten4 = kadar gluten > 10,6 %3 = kadar gluten 9,6-10,5%2 = kadar gluten 8,0-9,5 %

1 = kadar gluten < 8,0 %

6. Sifat gluten

4 = kenyal dan elastis3 = agak kenyal, agak elastis3 = kurang kenyal, kurang

elastis

1 = tidak kenyal, tidak elastis

7. Kadar air 4 = kadar air < 14 % 1 = kadar air ≥14 %Sumber : Kontol Kualitas Tepung Terigu PT. TPS Food Tbk

2)Pengujian Tepung Tapioka

Pengendalian mutu tepung tapioka meliputi pengujian warna tepung,

adanya kotoran/serangga, bau tepung, kadar air, suhu gelatinisasi, serta warna

dan sifat gel. Untuk pengujian warna, adanya kotoran/serangga, bau, kadar air

dilakukan seperti pengujian pada tepung terigu. Adapun standar penerimaan

tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.4.

a) Pengujian warna tepung

b) Pengujian adanya kotoran dan serangga.

c) Pengujian bau tepung

d) Pengujian kadar air

e) Pengujian suhu gelatinisasi

Siapkan congkongan, alat gelas, panci, dan kompor.

Didihkan 500 ml air.

Ambil 50 gr sampel dengan congkongan.

Campur sampel dengan 60 ml air bersuhu kamar hingga homogen.

Tambahkan air panas pada sampel yang telah homogen hingga

terbentuk gel.

Amati suhu saat sampel mulai mengental dengan alat thermometer.

f) Pengujian warna dan sifat gel

Siapkan congkongan, alat gelas, panci, dan kompor.

Didihkan 500 ml air.

Ambil 50 gr sampel dengan congkongan.

Campur sampel dengan 60 ml air bersuhu kamar hingga homogen.

xciii

xciii

Tambahkan air panas pada sampel yang telah homogen hingga

terbentuk gel.

Amati warna dan sifat gel yang terbentuk secara sensoris.

Tabel 4.4 Standar Penerimaan Tepung Tapioka

No ParameterStandar Penerimaan

Diterima Ditolak

1. Warna tepung

4 = putih bersih3 = putih agak kuning2 = putih agak

kemerahan/coklat/kusam

1 = putih kemerahan

2.Adanya

kotoran/serangga4 = tidak ada kotoran/

serangga1 = ada kotoran/

serangga

3. Bau4 = bau khas tapioka, tidak

apek dan tidak bau asam1 = apek, bau asam

4. Kadar air 4 = kadar air 11 - 14 % 1 = kadar air >14 %

5. Suhu gelatinisasi4 = suhu gelatinisasi 58 - 78 oC

1 = suhu gelatinisasi > 78 oC

6. Warna gel

4 = putih susu dan mengkilap3 = putih agak kuning dan

megkilap2 = putih agak kemerahan

/coklat/kusam dan mengkilat

1 = putih kemerahan dan kotor

7. Sifat gel

4 = elastis, kenyal, dan tidak lengket

3 = agak elastis, agak kenyal, dan sedikit lengket

2 = sedikit elastis, sedikit kenyal, dan lengket

1 = lembek dan tidak elastis

Sumber : Kontol Kualitas Tepung Tapioka PT. TPS Food Tbk

3)Pengujian Tepung Gaplek

Pengendalian mutu tepung gaplek meliputi pengujian warna tepung,

warna lempengan, bau tepung, adanya kotoran/serangga, dan kadar air. Untuk

pengujian warna, bau, dan kadar air dilakukan seperti pengujian pada tepung

terigu. Adapun standar penerimaan tepung gaplek dapat dilihat pada Tabel 4.5.

a) Pengujian warna tepung

b) Pengujian warna lempengan

Siapkan congkongan dan timbangan.

Ambil 5 gr sampel dengan congkongan.

Campur sampel dengan 4 ml air, buat adonan hingga kalis (homogen).

Buat adonan yang telah kalis menjadi lempengan dengan ukuran 8 x 4

cm dan tebal 1,3 mm agar mempunyai tingkat terang atau kepadatan

yang sama.

xciv

xciv

Lewatkan lempengan pada box steamer dan dryer.

Amati warna lempengan.

c) Pengujian bau tepung

d) Pengujian adanya kotoran dan serangga.

Siapkan congkongan, timbangan, kertas putih polos dan ayakan 60

mesh.

Ayak sampel tepung dan amati ada tidaknya kotoran/ serangga di

dalamnya.

e) Pengujian kadar air

Tabel 4.5 Standar Penerimaan Tepung Gaplek

No ParameterStandar Penerimaan

Diterima Ditolak

1. Warna tepung4 = putih krem cerah3 = putih krem 2 = putih krem kecoklatan

1 = putih krem kelabu

2. Warna lempengan4 = kuning cerah3 = kuning agak kecoklatan

2 = kuning coklat tua 1 = coklat tua/ kelabu

3. Bau 4 = bau khas tepung gaplek1 = selain bau khas

tepung gaplek

4.Adanya kotoran/

serangga4 = tidak ada kotoran / serangga

1 = ada kotoran / serangga

5. Kadar air 4 = kadar air < 14 % 1 = kadar air ≥14 %Sumber : Kontol Kualitas Tepung Terigu PT. TPS Food Tbk

4)Pengujian Tepung Mocaf

Pengendalian mutu tepung mocaf meliputi pengujian

warna tepung, bau tepung, adanya kotoran/serangga, kadar air,

suhu gelatinisasi, serta warna dan sifat gel. Untuk pengujian

warna, bau, adanya kotoran/serangga, dan kadar air dilakukan

seperti pengujian pada tepung terigu. Untuk pengujian suhu

gelatinisasi, warna dan sifat gel dilakukan seperti pengujian pada

tepung tapioca. Adapun standar penerimaan tepung tapioka dapat

dilihat pada Tabel 4.6.

a) Pengujian warna

b) Pengujian bau tepung

c) Pengujian adanya kotoran dan serangga.

d) Pengujian kadar air

e) Pengujian suhu gelatinisasi

f) Pengujian warna dan sifat gel

Tabel 4.6 Standar Penerimaan Tepung Mocaf

xcv

xcv

No ParameterStandar Penerimaan

Diterima Ditolak

1. Warna tepung4 = putih krem3 = putih krem kuning

2 = putih krem kusam1 = putih kusam / kelabu

2. Bau 4 = bau khas mocaf 1 = apek, bau asam

3.Adanya kotoran /

serangga4 = tidak ada kotoran /

serangga1 = ada kotoran / serangga

4. Kadar air 4 = kadar air 10 - 14 % 1 = kadar air >14 %

5. Suhu gelatinisasi4 = suhu gelatinisasi 65 - 72 oC

1 = suhu gelatinisasi < 65oC

6. Warna gel4 = krem cerah3 = krem cerah agak kuning

2 = krem kusam1 = kusam / kelabu

7. Sifat gel4 = agak elastis, agak

kenyal, dan tidak lengket

1 = sedikit elastis, sedikit kenyal dan lengket

Sumber : Kontol Kualitas Tepung Mocaf PT. TPS Food Tbk

Pengujian untuk tepung terigu dan tepung pensubstitusi dilakukan setiap kali

tepung datang dari suplier. Apabila tepung tersebut sesuai dengan standart maka tepung

diterima, akan tetapi apabila tepung tidak sesuai dengan standart maka suplier tepung

langsung ditolak dan bagian QC memberikan memo kepada R&D, kemudian bagian

R&D bisa mengatur komposisi tepung yang harus digunakan agar adonan sesuai

dengan standart. Setelah dilakukan pengujian tepung terigu segera disimpan digudang

bahan baku sesuai dengan ketentuan SOP (Standart Operation Procedure) PT. Tiga

Pilar Sejahtera.

c. Pengendalian mutu bahan pembantu

Bahan pembantu yang digunakan di PT. Tiga Pilar Sejahtera meliputi

garam, CMC, soda abu dan zat pewarna. Kendali mutu untuk masing-masing

bahan dilakukan oleh suplier dan pihak PT. Tiga Pilar Sejahtera yang berada di

daerah Kebalen Solo sesuai dengan standar yang ditetapkan.

2. Pengendalian Mutu Proses Produksi

Pengendalian mutu proses pembuatan mie kering dilakukan pada akhir tahapan

setiap proses, meliputi:

a. Pengadukan dan Pencampuran (Mixing)

Mixing adalah proses pencampuran dan pengadukan bahan baku dan bahan

tambahan, bahan baku dari mesin screw di mixer dalam bak mixing dengan larutan

kanzui yang ditampung dalam tangki alkali (VT) sesuai ukuran yang telah

ditetapkan. Mixing dilakukan dua tahap yaitu mixing kering (pencampuran tepung)

dan mixing basah (pencampuran bahan baku dengan larutan kanzui).

1) Pengendalian mutu hasil mixing

Pengendalian mutu pada proses mixing dapat berupa pengecekan

komposisi dan pengujian warna, tingkat kering dan homogenitas. Pengecekan

warna dan homogenitas hanya secara visual saja. Pengujian untuk tingkat

xcvi

xcvi

kering dengan cara dikepal tetapi tidak dapat segera hancur bila ditekan lagi

(kalis), selain itu juga dengan mengukur kadar air dalam adonan. PT Tiga

Pilar Sejahtera mempunyai standar kualitas pada setiap prosesnya, adapun

Standart Quality Manual dapat dilihat pada Tabel 4.7

Kadar air adonan diukur dengan mengunakan alat moisture analist.

Kadar air standart adalah 28 sampai 32 %. Selama pembentukan adonan

terjadi reaksi - reaksi antara garam alkali dengan air yang menghasilkan CO2

yang menyebabkan adanya rongga antar granula pati sehingga adonan menjadi

lebih ringan dan lunak. Setelah kondisi adonan kalis maka dilanjutkan pada

tahapan roll sheeting dan slitting.

Waktu pencampuran yang baik adalah 15 - 25 menit. Dengan waktu

yang digunakan PT Tiga Pilar selama 22 menit, maka waktu tersebut telah

sesuai standar untuk pengadukan yang baik. Dimana jika pengadukan > 25

menit dapat menyebabkan adonan menjadi rapuh, keras dan kering, sedangkan

pengadukan yang < 15 menit menyebabkan adonan menjadi lunak dan

lengket. Suhu yang baik adalah 25 - 40oC. Pencampuran adonan dengan suhu

< 25oC menyebabkan adonan menjadi rapuh dan keras. Sebaliknya jika

pencampuran adonan menggunakan suhu > 40oC menyebabkan adonan

menjadi lengket dan keelastisan mie menjadi rendah.

Apabila pada tahap mixing, adonan yang dihasilkan tidak sesuai dengan

standart (lembek atau keras) maka adonan tersebut tidak diturunkan ke tabung

feeder untuk proses berikutnya, tetapi adonan tersebut diambil dan sedikit

demi sedikit ditambahkan pada proses mixing adonan mie berikutnya.

Tabel 4.7 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Mixing

No. Jenis Pemeriksaan Standar1. a. Warna Kuning cerah, rata, tidak ada bercak-bercak putih

b. Homogenitas Homogen, tidak ada bagian yang menggumpal, secara visual permukaan tidak belang-belang dan dapat dibuat lembaran

c. Tingkat kering Normal

2) Pengujian kualitas hasil mixing

Pengujian kualitas hasil mixing dilakukan dengan mencatat

komposisi dan kondisi operasional proses mixing yang meliputi ukuran VT,

waktu mixing kering, waktu mixing basah, dan total waktu mixing. Adapun

standar penilaian hasil mixing dapat dilihat pada Tabel 4.8

Pengambilan sampel dilakukan dua kali dalam 1 shift dengan

pengujian, antara lain:

a) Pengujian warna

xcvii

xcvii

Amati warna hasil mixing secara visual.

Amati rata tidaknya warna hasil mixing.

Amati ada tidaknya bercak - bercak putih.

b) Pengujian tingkat kering

Amati hasil mixing secara visual.

Jika tingkat kering tidak sesuai, pastikan dengan mengukur

kadar airnya.

c) Pengujian homogenitas

Amati homogenitas secara visual meliputi :

Ada tidaknya bagian yang menggumpal

Kondisi permukaan hasil mixing

Meratanya tingkat kering

d) Pengujian suhu adonan

Memasukkan thermometer pada adonan

Menunggu beberapa saat sampai alat tersebut memunculkan

angka yang menunjukkan suhu adonan mie

Tabel 4.8 Standar Penilaian Hasil Mixing

No ParameterStandar Penilaian

Standar Tidak Standar

1. Warna4 = kuning cerah, rata, dan tidak ada bercak -

bercak putih

1 = warna tidak cerah, tidak rata / belang, dan ada bercak - bercak putih

2. Tingkat kering 4 = normal 1 = tidak normal

3. Homogenitas

4 = homogen, tidak ada bagian yang menggumpal, secara visual permukaan tidak belang, dan dapat dibentuk lembaran

3 = kurang homogen, secara visual permukaannya belang, dan masih dapat dibentuk lembaran

2 = ada bagian yang hancur, tidak merata, ada bagian yang terlalu basah, ada bagian yang terlalu kering, secara visual ada bagian yang belang

1 = tidak homogen, tidak dapat dibentuk lembaran, hancur

4. Kadar air 4 = 28 – 32 % 1 = < 30 atau > 32 %5. Suhu 4 = 34 – 36 oC 1 = < 34 atau > 36 oC

Sumber : Inspeksi dan Pengujian Proses Produksi PT. TPS Food Tbk

b. Pembentukan Lembaran (Sheeting)

Proses roll sheeting adalah proses dimana adonan mie mulai dibentuk

menjadi lembaran mie melalui beberapa unit roller press sampai tercapai ketebalan

standar yang ditentukan (± 1 mm). Dalam roll press, serat-serat gluten yang tidak

beraturan segera ditarik memanjang dan searah dengan tekanan dua roll press.

Dalam mesin DCM yang berupa roll press, adonan akan dipadatkan/dipress

xcviii

xcviii

menjadi lembaran - lembaran dimana pada proses ini adonan menjadi halus sesuai

dengan ketebalan yang diinginkan.

1) Pengendalian mutu hasil sheeting

Pengendalian mutu pada proses sheeting dapat berupa penilaian warna,

kehalusan, tingkat kering dan pengukuran ketebalan mie. Pengecekan warna

hanya secara visual saja. Pengujian kehalusan dengan meraba lembaran hasil

sheeting. Sedangkan untuk pengujian untuk tingkat kering dengan cara

mengamati kondisi lembaran (ada tidaknya lembaran yang patah atau sobek)

dan tingkat kelengketannya. Penilaian pengukuran ketebalan lembaran adonan

setiap 2 jam dalam setiap shift sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. PT

Tiga Pilar Sejahtera mempunyai standar kualitas pada setiap prosesnya,

adapun Standart Quality Manual proses sheeting dapat dilihat pada Tabel 4.9

Ketebalan adonan pada saat roller ini akan mempengaruhi berat pada

produk akhir mie. Ketebalan lembaran dapat ditentukan dengan pengaturan

handle (tuas), jika handle diputar berhadapan maka ketebalan lembaran akan

semakin kecil, begitu pula jika diputar berlawanan arah maka ketebalan

lembaran semakin besar. Pengaturan ini tergantung berat mie yang diinginkan

dan kondisi adonan yang terjadi pada saat itu. Pengoperasian alat ini harus

sesuai dengan jarak antara roll press yang satu dengan roll press yang lain

artinya tingkat ketegangan adonan tidak boleh terlalu kendor dan tidak boleh

terlalu tegang sehingga mie yang dihasilkan sesuai dengan standar yang

diinginkan. Selain itu kondisi adonan tidak boleh menumpuk dan tidak boleh

berlubang karena akan mempegaruhi kualitas mie yang dihasilkan.

Dalam pengujian proses sheeting juga terdapat kondisi operasional

meliputi speed DCM, speed roll press, dan speed belt yang dapat diatur pada

control panel yang berada tidak jauh dari roll press sehingga pengendalian

kecepatan pada proses sheeting dapat berjalan dengan otomatis, selain itu juga

dilakukan pengawasan oleh operator roll press sehingga jika diperlukan

pengecilan maupun pembesaran ukuran ketebalan adonan dapat langsung

dilakukan.

Tabel 4.9 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Sheeting

No Jenis Pemeriksaan Standar1. a. Warna Krem tua dan rata

b. Tingkat kering Tidak patah, lembaran tidak sobek, dan ditangan tidak lengket

c. Tingkat kehalusan Ditangan terasa halus

2) Pengujian kualitas hasil sheeting

xcix

xcix

Pengujian kualitas hasil sheeting dilakukan dengan mencatat kondisi

operasional proses sheeting yang meliputi speed DCM, speed roll press, dan

speed belt yang tertera pada masing - masing control panel. Adapun standar

penilaian hasil sheeting dapat dilihat pada Tabel 4. 10

Pengujian kualitas hasil sheeting meliputi:

a. Pengujian warna

Amati warna hasil sheeting secara visual.

Amati rata tidaknya warna hasil sheeting.

b. Pengujian kehalusan

Raba lembaran hasil sheeting.

c. Pengujian tingkat kering

Ambil lembaran hasil sheeting.

Satukan kedua ujungnya.

Amati kondisi lembaran (ada tidaknya lembaran yang patah

atau sobek).

Amati tingkat kelengketannya.

Tabel 4.10 Standar Penilaian Hasil Sheeting

No ParameterStandar Penilaian

Standar Tidak Standar

1. Warna4 = krem tua, rata3 = kuning gading, rata2 = kuning keputihan, rata

1 = kuning kecoklatan, tidak rata

2. Kehalusan 4 = ditangan terasa halus, tidak

berpasir1 = kasar

3. Tingkat kering4 = tidak patah, lembaran tidak

sobek, ditangan tidak lengket

1 = patah, lembaran mudah sobek, ditangan terasa lengket

Sumber : Inspeksi dan Pengujian Proses Produksi PT. TPS Food Tbk

c. Pembentukan Gelombang (Forming-Cutting)

Mie yang telah melewati tahap sheeting tersebut kemudian melalui tahap

forming-cutting dimana akan mengubah lembaran-lembaran mie menjadi untaian

mie yang bergelombang.

1) Pengendalian mutu hasil forming-cutting

Pengendalian mutu proses forming-cutting yang dilakukan berupa

penilaian diameter puller, lebar per jalur dan kerapian gelombang. Pengujian

diameter puller dan lebar per jalur dengan menggunakan jangka sorong 8 kali

pengukuran sebanyak dua kali dalam satu shift oleh bagian QC field dan

pengujian kerapian gelombang dengan mengamati kerapian gelombang hasil

forming-cutting secara visual. Penilaian kerapatan gelombang mie, lebar

c

c

pilinan mie dan kecepatan konveyor dapat dilakukan dengan cara kesesuaian

terhadap mesin yang digunakan dalam pembuatan mie kering. Pengendalian

mutu tingkat kerapian gelombang mie dapat dilakukan dengan tidak

ditemukannya bentuk mie yang menyimpang dalam standart. Adapun Standart

Quality Manual proses forming-cutting dapat dilihat pada Tabel 4.11

Ukuran diameter puller ini sangat berpengaruh terhadap berat basah

maupun mie kering sehingga perlu dikendalikan agar sesuai standar berat

maupun dimensional mie. Akan tetapi untuk masing-masing proses pada

pembuatan mie kering terdapat operator yang bertugas mengoperasikan dan

mengontrol proses sehingga kemungkinan untuk ketebalan mie yang tidak

sesuai dengan standart dapat diminimalkan sehingga apabila pada tahap

cutting mie tidak sesuai dengan standar maka diameter puller pada roll press

akan diatur kembali dan mie yang sudah dalam bentuk untaian akan diambil

kemudian dicampur sedikit demi sedikit pada proses mixing.

Tabel 4.11 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Forming-Cutting

No. Jenis Pemeriksaan Standar1. a. Diameter puller Sesuai standar produk

b. Kerapian gelombang

Bagian pinggir mie tidak terurai-urai, gelombang rata dan dapat membentuk bagian-bagian yang teratur, naik turun gelombang rata, jarak antar gelombang sama

c. Lebar setiap jalur Sesuai standar produk

2) Pengujian kualitas hasil forming-cutting

Pengujian kualitas hasil sheeting meliputi:

a. Pengujian diameter puller

Siapkan jangka sorong

Ukur diameter puller dengan menggunakn jangka sorong

b. Pengujian lebar per jalur

Siapkan jangka sorong

Ukur lebar mie ditiap julurnya dengan menggunakan jangka

sorong

c. Pengujian kerapian gelombang

Amati kerapian gelombang secara visual.

Tabel 4.12 Standar Penilaian Hasil Forming-Cutting

No ParameterStandar Penilaian

Standar Tidak Standar

1.Diameter

puller4 = sesuai standar

1 = tidak sesuai standar

2.Lebar per

jalur4 = sesuai standar

1 = tidak sesuai standar

ci

ci

3.Kerapian

gelombang

4 = bagian pinggir mie tidak terurai, gelombang rata dan dapat membentuk bagian yang teratur, naik turun gelombang rata dan jarak antar gelombang sama

3 = bagian pinggir mie terurai, gelombang mie merata dan dapat membentuk bagian yang teratur, naik turun gelombang rata dan jarak antar gelombang sama

2 = bagian pinggir mie terurai, gelombang mie tidak merata, ada yang besar ada yang kecil dan jarak antar gelombang tidak sama

1 = bagian pinggir mie terurai, gelombang mie tidak rapi, acak dan jatuh

Sumber : Inspeksi dan Pengujian Proses Produksi PT. TPS Food Tbk

d. Pengukusan (Steaming)

Steaming adalah proses pengukusan untaian mie secara

kontinyu dengan menggunakan steam (uap panas). Steam yang ada

dalam steam box dihembuskan melalui pipa steam yang dihasilkan

dari steam boiler. Tujuan proses steaming adalah untuk memasak

mie mentah menjadi mie setengah matang dengan sifat semi solid

(setengah matang). Mi mentah sebelum masuk kedalam steam box

terlebih dahulu disemprot dengan air dari sprayer yang berfungsi

sebagai penambah kematangan.

1) Pengendalian mutu hasil steaming

Pengendalian mutu yang dilakukan pada proses tahap steaming ini

adalah pengendalian mutu kondisi operasional meliputi suhu yang digunakan,

waktu steaming, speed (kecepatan), tekanan yang digunakan, mutu steam,

serta warna, kematangan, dan kekenyalan mie dari hasil perlakuan steaming.

Penilaian suhu dan tekanan dapat dilakukan dengan penggunaan suhu

yang konstan 97 - 100º C dengan tekanan 0,7 - 1,0 bar oleh mesin yang

digunakan. Pengaturan speed steaming terdapat pada control panel. Penilaian

waktu yang digunakan dalam proses steaming dapat berupa pemberian sampel

lempengan adonan mie diatas mie yang siap disteam dan dilakukan pencatatan

waktu yang digunakan. Parameter waktu yang digukan dalam proses steaming

cii

cii

adalah 2 - 3 menit. Penilaian mutu steam dapat dilakukan dengan penggunaan

steam basah sebab dapat mempercepat proses pengukusan dan proses

gelatinisasi pati lebih sempurna yang dipengaruhi oleh penyerapan molekul

uap panas sehingga pematangan adonan mie lebih sempurna.

Faktor - faktor yang juga mempengaruhi mutu steam adalah mutu

uap yang berkaitan dengan banyaknya uap basah yang berada didalam box

steaming. Jumlah uap ini berkaitan dengan panas yang diterima oleh mie.

Proses steaming ini juga dapat menghambat proses pertumbuhan

mikroorganisme pada mie kering.

Pengujian warna hasil steaming dengan pengamatan secara visual

dan rata tidaknya warna hasil steaming, pada pengujian tingkat kematangan

dengan pengamatan secara visual yaitu memotong melintang sampel mie hasil

steaming. Sedangkan pengujian kekenyalan mie secara sensoris dengan

menekan sampel mie dengan menggunakan jari. Adapun Standart Quality

Manual proses forming-cutting dapat dilihat pada Tabel 4.13

Tabel 4.13 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Steaming

No. Jenis Pemeriksaan Standar1. a. Warna Warna kuning gading muda

b. Tingkat kematangan Tidak ada titik putih bila dipotong melintang

c. Kekenyalan Jika ditekan dengan jari tidak keras atau lembek, ada hambatan saat ditekan

2) Pengujian kualitas hasil steaming

Pengujian kualitas hasil steaming dilakukan dengan mencatat kondisi

operasional proses steaming yang meliputi suhu, tekanan, speed, dan waktu.

Pengujian kualitas hasil steaming meliputi:

a. Pengujian warna

Amati warna hasil steaming secara visual.

Amati rata tidaknya warna hasil steaming.

b. Pengujian kematangan

Amati tingkat kematangan mie secara visual.

Potong melintang sampel mie hasil steaming, amati ada tidaknya titik

putih.

c. Pengujian kekenyalan

Tekan sampel mie dengan menggunakan jari.

Amati kekenyalan mie secara sensoris

Tabel 4.14 Standar Penilaian Hasil Steaming

No Parameter Standar Penilaian

ciii

ciii

Standar Tidak Standar

1. Warna4 = kuning gading muda3 = kuning gading tua

2 = kuning kusam1 = kuning kecoklatan, kusam,

warna tidak rata atau belang

2. Kematangan4 = tidak ada titik putih bila

dipotong melintang1 = ada titik putih bila

dipotong melintang

3. Kekenyalan4 = jika ditekan dengan jari

tidak keras / lembek, ada hambatan saat ditekan

1 = jika ditekan dengan jari keras / lembek

Sumber : Inspeksi dan Pengujian Proses Produksi PT. TPS Food Tbk

e. Pemotongan dan Pelipatan (Shapping-Folding)

Proses shapping - folding dengan prinsip pemotongan dan pelipatan mie hasil

steaming menjadi dua susun / lapisan mie dengan panjang, lebar, dan bobot sesuai

dengan standar. Proses pemotongan ini dilakukan setelah proses steaming

dikarenakan sifat mie setelah proses pengukusan mie bersifat semi solid sehingga

dapat memudahkan untuk pemotongan karena memiliki tingkat elastisitas yang

tinggi.

1) Pengendalian mutu hasil shapping - folding

Pengendalian mutu pada mie hasil shapping - folding dilakukan untuk

menstabilkan kualitas produk dengan menilai kecepatan potongan mie, jumlah

potongan mie, kerapian tumpukan lipatan mie, berat mie, dimensional mie

(panjang, lebar, dan tebal) dan adanya cemaran mie.

Penilaian kecepatan potongan mie dilakukan dengan cara pengaturan

kecepatan pisau dan kecepatan koveyor yang digunakan. Dari penilaian

kecepatan pisau dapat digunakan sebagai penilaian berat mie dan panjang mie

yang dihasilkan. Jumlah potongan sesuai masing-masing jenis. Pengecekan

pada proses pemotongan dan pelipatan mie dilakukan setiap 2 jam dalam

setiap shift.

Penilaian kerapian tumpukan lipatan mie dapat dilakukan dengan

pengaturan kesuaian alat / pacul yang digunakan. Blok mie yang kurang rapi

akan segera dirapikan secara manual oleh operator bagian shapping-folding,

selain dirapikan sebelum masuk pada ruang driying blok mie ditimbang per

satu angsang untuk mengetahui berat basah mie. Penimbangan dilakukan

setiap satu adonan dalam feeder oleh para naker dan dilakukan setiap jam oleh

bagian QC field. Kendali mutu yang lain yang dilakukan adalah mengukur

kadar air mie dengan moisture analist.

Penilaian berat dapat dilakukan dengan penimbangan mie dengan

meletakkan mie beserta serok alumunium diatas timbangan. Sedangkan

civ

civ

pengukuran dimensional mie meliputi lebar dan tebal dengan menggunakan

jangka sorong sedangkan untuk panjang menggunakan penggaris.

Jika produk mie pada proses shapping-folding ini tidak sesuai dengan

standar misal berat basah kurang atau lebih dan dimensional mie yang tidak

sesuai standar maka QC field segera memberitahu pada operator steam

maupun operator roll press untuk segera membenahi / mengeset mesin agar

hasil mie sesuai standar. Adapun Standart Quality Manual proses shapping -

folding dapat dilihat pada Tabel 4.15

Tabel 4.15 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Shapping-Folding

No. Jenis Pemeriksaan Standar1. a. Berat basah Sesuai standar produk

b. Dimensional mie (pxlxt) Sesuai standar produkc. Kerapian lipatan Rapi, bentuk mie seragam, kedua bagian

ujung mie sejajar dan ratad. Jumlah potongan Jumlah potongan sesuai masing-masing

jenis

2) Pengujian kualitas hasil shapping-folding

a. Ambil 1 lempeng mie basah (jumlah tergantung produk) secara acak

setelah melewati proses shapping-folding menggunakan serok

alumunium.

b. Cek posisi jarum pada timbangan bila kondisi normal (jarum pada angka

nol) lakukan penimbangan dengan meletakkan mie beserta serok

alumunium diatas timbangan.

c. Ambil salah satu mie basah dan ukur dimensional mie basah dengan

menggunakan jangka sorong untuk mengukur lebar dan tebal sedangkan

untuk panjang menggunakan penggaris.

d. Lakukan pengecekan kerapian lipatan dan jumlah gelombang secara

visual pada sampel.

Tabel 4.16 Standar Penilaian Hasil Shapping-Folding

No ParameterStandar Penilaian

Standar Tidak Standar1. Berat basah 4 = sesuai standar 1 = tidak sesuai standar

2.Dimensional mie

basah 4 = sesuai standar 1 = tidak sesuai standar

cv

cv

3.Kerapian lipatan

dan jumlah gelombang

4 = rapi, bentuk mie seragam, kedua bagian ujung mie sejajar dan rata, jumlah gelombang sesuai dengan masing -masing jenis

3 = kedua ujung mie tidak sejajar, jumlah gelombang sesuai dengan masing-masing jenis sesuai dengan masing-masing jenis

2 = kedua ujung mie tidak sejajar, bentuk tidak rapi, ada bagian yang menyilang

1 = kedua ujung mie tidak sejajar, mie tidak terlipat, jumlah gelombang sesuai dengan masing -masing jenis

Sumber : Inspeksi dan Pengujian Proses Produksi PT. TPS Food Tbk

f. Pengeringan (Drying)

Drying atau pengeringan adalah suatu proses mengeringkan

mie yang telah dipotong dengan menghembuskan uap panas yang

dihasilkan oleh hitter dalam box drying. Proses ini bertujuan

mengurangi kadar air pada mie kering dengan standar maksimal 10

%.

1) Pengendalian mutu hasil drying

Pengendalian mutu pada mesin drying ini adalah dengan pengaturan

kondisi operasional seperti suhu, tekanan, waktu, kecepatan konveyor mie

pada saat pengeringan, kondisi gelombang mie, dan jumlah blower yang

digunakan dalam proses pengeringan berlangsung. Penilaian suhu yang

digunakan dalam proses pengeringan ini berupa penggunaan suhu awal 76 oC,

tahap tengah 80 oC dan tahap akhir 76 oC dengan tekanan 5,3 bar. Penilaian

waktu yang digunakan berupa penggunaan parameter waktu selama 45 menit -

1 jam. Sedangkan speed dapat diatur melalui control panel. Pengawasan

dilakukan oleh by pass.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ini dalah suhu (semakin

tinggi suhu maka pengeringan akan semakin cepat), kecepatan aliran udara

pengering (semakin cepat udara pengering, maka pengeringan akan semakin

cepat), kelembaban udara (semakin lembab udaranya maka pengeringannya

semakin lambat).

Untuk pengujian proses produksi meliputi penilaian tekstur, warna,

tingkat kering, dan diameter puller. Pengujian tekstur / kekokohan / kekuatan

dengan cara menekan sampel mie dan amati kekokohan dan mudah tidaknya

mie pecah. Pengujian warna dan tingkat kering dengan pengamatan mie secara

visual. Pengujian diameter puller dengan menggunakan jangka sorong.

cvi

cvi

Pengujian rasio berat basah / berat kering (BB / BK) dengan hasil

pembagian mie setelah proses shapping-folding dengan mie setelah proses

drying-cooling (BB / BK). Pengujian dimensional mie kering dengan

mengukur panjang mie dengan menggunakan penggaris, lebar dan tebal mie

dengan menggunakan jangka sorong. Adapun Standart Quality Manual proses

drying dapat dilihat pada Tabel 4.17

Tabel 4.17 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Drying

No. Jenis Pemeriksaan Standar1. a. Kekokohan / kekuatan Sangat kokoh, tidak mudah pecah

dan hancurb. Tingkat kering Sesuai standar produkc. Diameter puller Sesuai standar produkd. Berat kering Sesuai standar produke. Rasio berat basah / kering Sesuai standar produkf. Ukuran (p x l x t) Sesuai standar produk

2) Pengujian kualitas hasil drying-cooling

Pengujian kualitas hasil drying-cooling dilakukan dengan mencatat

kondisi operasional proses drying-cooling yang meliputi suhu, tekanan, dan

speed.

Pengujian dilakukan dengan pengambilan masing - masing 7 keping

sampel mie (dua kali dalam satu shift). Pengujian kualitas hasil drying-

cooling meliputi:

a. Pengujian tekstur / kekokohan / kekuatan

Remas / tekan sampel mie

Amati kekokohan dan mudah tidaknya mie pecah

b. Pengujian warna

Amati warna hasil drying-cooling secara visual.

c. Pengujian tingkat kering

Amati tingkat kering mie secara visual.

d. Pengujian diameter puller

Siapkan jangka sorong.

Ukur diameter puller dengan menggunakan jangka sorong.

Ambil sampel pada jam ke-2 dan jam ke-6 untuk dilakukan pengujian

berikut:

a. Pengujian rasio berat basah / berat kering (BB / BK).

Siapkan timbangan, pastikan timbangan tera (jarum penunjuk

angka nol).

cvii

cvii

Ambil 10 sampel mie kering yang sudah diberi tanda saat

pengujian mie basah.

Timbang sampel mie.

Hitung rasio dengan hasil pembagian mie setelah proses

shapping-folding dengan mie setelah proses drying-cooling (BB /

BK).

b. Pengujian dimensional mie kering

Siapkan penggaris dan jangka sorong.

Ambil 2 sampel mie kering.

Ukur panjang mie dengan menggunakan penggaris.

Ukur lebar dan tebal mie dengan menggunakan jangka sorong.

Tabel 4.18 Standar Penilaian Hasil Drying-Cooling

No ParameterStandar Penilaian

Standar Tidak Standar

1.Tekstur /

kekokohan / kekuatan

5 = sangat kokoh dan sangat kuat terhadap tekanan

4 = kokoh dan kuat terhadap tekanan, tidak mudah pecah

3 = agak kokoh, kurang kuat terhadap tekanan, sebagian ada yang pecah, terdengar bunyai krek saat ditekan.

2 = tidak kokoh, sebagian getas (terdengar bunyai krek saat ditekan)

1 = getas / mrepel, mudah pecah dengan sedikit tekanan

2. Warna

8 = kuning keputihan cerah7 = kuning keputihan kurang cerah6 = kuning keputihan kusam5 = kuning kusam4 = kuning kehijauan / kuning

kecoklatan cerah

3 = kuning kehijauan / kuning kecoklatan kurang cerah

2 = kuning kehijauan / kuning kecoklatan

1 = kuning hijau kuning coklat

3. Tingkat kering 4 = rata 1 = tidak rata

4.Diameter

puller4 = sesuai standar 1 = tidak sesuai standar

5. Rasio BB / BK 4 = sesuai standar 1 = tidak sesuai standar

6.Dimensional mie kering (p x l x t)

4 = sesuai standar 1 = tidak sesuai standar

Sumber : Inspeksi dan Pengujian Proses Produksi PT. TPS Food Tbk

g. Pendinginan (Cooling)

cviii

cviii

Pengendalian mutu proses pendinginan ini dilakukan dengan penilaian suhu

pendinginan, waktu yang digunakan dalam proses pendinginan, kondisi gelombang

mie dan struktur mesin pendinginan mie kering.

Penilaian suhu yang digunakan dalam proses pendinginan mengunakan suhu

kamar yang telah disesuaikan dengan kondisi atau struktur masin pendingin yang

tidak tertutup. Proses pendinginan mie dengan kipas angin yang kuat pada ban

berjalan selama 63 detik sebelum dikemas dengan etiket. Pendinginan mie

mencapai suhu kurang lebih 30 - 32oC.

Penilaian kondisi gelombang mie yang telah terjaga mulai dari proses

pembentukan gelombang mie kering. Sehingga pengendalian mutu pada tahap

pendinginan dilakukan secara uji inderawi melalui pengamatan setiap 2 jam dalam

setiap shift.

Faktor - faktor yang mempengaruhi proses pendinginan adalah:

Temperatur udara yang masuk

Temperatur udara yang masuk ke arah mie harus lebih rendah atau

sama dengan suhu kamar (<32oC). Karena apabila temperatur lebih tinggi

maka tidak akan mampu mendinginkan mie.

Jumlah produk

Semakin banyak jumlah produk yang harus didinginkan maka

semakin besar panas yang harus dibebaskan, sehingga udara segar bersih yang

harus dihembuskan juga semakin banyak.

Kondisi gelombang mie

Dengan semakin rapatnya gelombang mie, maka semakin sulit

membebaskan panas yang ada pada mie. Hal ini menyebabkan peningkatan

jumlah udara segar bersih yang dihembuskan atau peningkatan waktu

pendingin. Sehingga proses pendinginan menjadi tidak efisien dan

memerlukan banyak energi.

h. Pengemasan (Packing)

Pengendalian mutu dalam proses mie kering pada mesin packing plastik

adalah pengecekan suhu sealer, kerapatan kemasan dan terdapat kode kadaluarsa.

Penilaian suhu yang digunakan dalam mesin pengemas adalah penggunaan suhu

yang konstan dengan parameter long sealer 184º C sedangkan untuk end sealer

bersuhu 112º C.

Penilaian tingkat kerapatan pada pengemas plastik yang dihasilkan

dilakukan secara manual dengan uji tingkat kemudahan pembukaan kemasan

dengan tangan. Penilaian kode kadaluarsa dapat dilakuakan dengan pengecekan

cix

cix

tanggal, bulan, dan tahun. Proses pengecekan tersebut dilakukan di setiap 2 jam

dalam setiap shift.

Setelah dilakukan pengemasan primer, mie dilakukan pengemasan sekunder

dengan menggunakan kertas keras (kardus/karton). Setiap karton berisikan 20 pcs

mie kering. Kardus yang berisi mie kering kemudian menuju mesin lakban dan

keluar melalui konveyor. Pengendalian mutu pengemas sekunder dilakukan

monitoring kekuatan lakban yang digunakan. Penilaian kekuatan lakban dapat

dilakukan dengan ketidaksobekan lakban pada kardus setelah dilakukan

penumpukan 7 susun kardus mie yang telah berisi produk mie kering.

3. Penggudangan

Sistem pengudangan pada gudang finish good (FG) meliputi tiga konsep

penting, yaitu menerima, mengelola, dan mengeluarkan. Konsep yang pertama yaitu

menerima maksudnya adalah penerimaan dari produksi. Konsep yang kedua adalah

mengelola keberadaan finish good dalam gudang finish good. Hal ini dimaksudkan

untuk tetap menjaga dan mengelola FG dengan baik, sehingga kualitas tetap terjaga.

Pengelolaan pada waktu penggudangan meliputi jarak antar blok sekitar 30 - 50 cm,

jarak blok dengan dinding sekitar 30 - 50 cm, tinggi palet 15 cm dan tumpukan

maksimal untuk mie kering 6 tali atau 30 bungkus. Konsep yang terakhir adalah

mengeluarkan finish good dari gudang finish good, yaitu melakukan pengeluaran untuk

didistribusikan dengan pihak transporter. Pengeluaran finish good diatur dengan sistem

yang telah diatur dengan rapi dan teliti oleh bagian PPIC, yakni mengunakan sistem

FEFO (First Expired First Out).

4. Pengendalian Mutu Produk Akhir (Out Going Quality Control)

Produk akhir yang biasa disebut finish good (FG) harus dikendalikan mutunya

sejak keluar dari proses produksi. Pengecekan yang dilakukan perusahaan terhadap

produk akhir, meliputi : pengujian mutu barang jadi / PPA (dimensional per ball, berat

per pack, kerapian bentuk / isi / las, tinggi langsiran) serta pengujian kualitas masakan

(kekenyalan, elastisitas, kelengketan dan bulkiness).

Setiap proses produksi harus dilakukan pendokumentasian sampel produk

yang dihasilkan. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 4 bungkus setiap line per shift

per hari. Cara pengambilan sampel secara random. Pengendalian mutu untuk produk

akhir dilakukan dengan shelf life. Shelf life dilakukan tiap satu bulan untuk masing -

masing produk selama masa simpan, untuk mie kering masa simpan satu tahun. Shelf

life juga digunakan sebagai dokumen produk atau bahan pembuktian jika terjadi kasus

atau komplain dari distributor. Kasus yang biasa terjadi antara lain adalah : return

remuk, berkutu dan berjamur. Analisa yang dilakukan terhadap sampel shelf life adalah

cx

cx

: kadar air, fisik (tekstur, warna, ada tidaknya jamur dan kutu) dan kualitas masakan

(kekenyalan, elastisitas, kelengketan dan bulkiness).

Selain itu, pengendalian mutu produk akhir dilakukan sesuai dengan standart

quality manual PT. TPS. Persyaratan mutu produk akhir mie kering yang dilakukan,

meliputi kode produksi baik dikarton maupun dietiket. Pengendalian mutu pada produk

akhir pada karton berupa kebersihan karton, tidak robek, karton tidak basah atau peyok,

lakban benar-benar lengket, tertutup rapat, isi sesuai standart, etiket (kode produksi

benar dan jelas, mudah terbaca).

Contoh kode produksi dalam pengemas adalah:

a. Kode produksi; terdiri dari delapan digit angka dengan urutan:

dua angka terakhir tahun produksi, dua angka bulan produksi, dua angka tanggal

produksi, kode shift, kode line.

Contoh:

10 02 17 2 4

Kode line (line 4)

Kode shift (shift 2)

Kode tanggal (tanggal 17)

Kode bulan (bulan Februari)

Kode tahun (tahun 2010)

b. Kode kadaluarsa (expired date) berisi: tanggal, bulan (dalam teks), dan

tahun.

Contoh:

17 FEB 2011

Kode tahun (tahun 2011)

Kode bulan (bulan Februari)

Kode tanggal (tanggal 17)

H. HACCP dan Penentuan Titik Kritis (CCP) Mie Kering

1.HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

PT. Tiga Pilar Sejahtera memberikan jaminan bagi pelanggan bahwa perusahaan

mempunyai tanggung jawab tentang mutu dan mampu menyediakan produk dan jasa

yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Manajemen mutu yang diterapkan di PT. Tiga

Pilar Sejahtera sesuai dengan HACCP yaitu dengan melakukan pencegahan untuk

permasalahan yang timbul pada tiap tahap produksi sehingga tidak menghambat proses

produksi. Tindakan pencegahan untuk permasalahan yang timbul antara lain karena

cxi

cxi

tindakan perbaikan yang hanya dilakukan jika terjadi masalah akan mengakibatkan

terhambatnya proses produksi.

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem control

dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik

kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. Kunci utama HACCP adalah

antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada

tindakan pencegahan dari pada mengandalkan kepada pengujian produk akhir.

Analisa potensi bahaya, titik kritis, pengendalian dan pemeriksaan produksi mie

kering yaitu suatu tahap dimana potensi bahaya bisa dikurangi, dicegah atau

dihilangkan. Selain itu, berbagai tahapan bisa menimbulkan kontaminasi pada makanan

sehingga harus dikendalikan.

Tabel 4.19 Analisa Potensi Bahaya, Pengendalian dan Pemeriksaan pada Produksi Mie

Kering.

Tahapan Potensi Bahaya Pengendalian PemeriksaanPenerimaanBahan Baku

PenyimpananProduk

Penyimpanan Alat

- Bahaya fisik

- Benda asing

- Kontaminasi dari luar

- K

- Memilih pemasok/ supplier yang dipercaya.

- Memilih bahan baku yang mempunyai kualitas produk yang bermutu

- Pengecekan setelah bahan baku diterima, jika tidak sesuai standar maka bahan baku ditolak

- Kebersihan tempat penyimpanan

- Cara penyimpanan yang tepat

- Penerapan prinsip FIFO

- Memakai alat yang bersih

- Higienitas pekerja

- Lingkungan kerja yang bersih

Kondisi bahandan dilakukan pengujian kualitas oleh bagian QC

Kenampakandan pengujian shelf life oleh bagian QC

Kenampakan

cxii

cxii

ondisi fisik bahan baku berubah

- Kontaminasi dari lingkungan dan pekerja

- Kotoran sisa proses

Tabel 4.20 Analisa Potensi Bahaya, Pengendalian dan Pemeriksaan Proses Pengolahan

Mie Kering.

Tahapan Potensi Bahaya Pengendalian Pemeriksaan

cxiii

cxiii

Pencampuran tepung ke

hopper

Mixing

Sheeting

Forming-Cutting

Steaming

Shapping-Folding

Drying- Cooling

Packing

Fisika:- benang- debu- logamBiologi- kutu- seranggaFisika:- KA tinggi- Adonan lembek

Fisika:- Ketebalan

lembaran tidak sesuai standart

Fisika:- Diameter mie

tidak sesuai standart

- Mie terurai

Fisika:- Kadar air mie

terlalu tinggi

Fisika:- Olie Kimia- Pisau berkarat

Fisika:- Mie basah- Mie gosong

Fisika:- Staples - Tali rafia

- Dilakukan penyaringan tepung sebelum masuk pada proses mixing

- Pengaturan waktu, suhu, dan jumlah kansui yang ditambahkan

- Pengaturan kecepatan dan jarak antar dua buah logam

- Pengawasan pada proses sheeting

- Pengukuran diameter mie dan pengaturan kecepatan net steam

- Pengaturan suhu, waktu, dan tekanan steam

- Pengaturan sprayer

- Pengawasan pada distributor conveyor

- Penggunaan pisau yang tajam dan steril

- Pengaturan suhu, waktu, dan tekanan drying

- Penggunaan staples yang berkualitas baik

- Kenampakan

- Kenampakan

- Pengecekan kadar air

- Kenampakan

- Kenampakan

- Kenampakan

- Visual

- Kenampakan

- Visual

- Kenampakan

- Pengecekan kadar air

- Kenampakan

2.Penentuan Titik Kritis (CCP)

cxiv

cxiv

CCP atau titik-titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di dalam

proses dimana apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan

tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian ekonomi. CCP ini

dideterminasikan setelah tata alir proses yang sudah teridentifikasi potensi hazard pada

setiap tahap produksi dan tindakan pencegahannya.

Dalam penetapan titik kritis (CCP) dilakukan beberapa tahapan proses yaitu

pencampuran tepung ke dalam hopper screw, mixing (pengadukan), sheeting

(pembentukan lembaran), forming-cutting (pembetukan untaian mie), steaming

(pengukusan), shapping-folding (pemotongan dan pelipatan), drying-cooling

(pengeringan dan pendinginan), dan packing (pengemasan). Dengan mengetahui

bahaya potensialnya, baik itu secara fisika, kimia, maupun biologi, yang selanjutnya

menjawab pertanyaan - pertanyaan untuk mengetahui apakah produk mie kering

tersebut dapat terhindar oleh batasan penetapan titik kritis (CCP). Adapun Tabel

penetapan titik kritis terdapat pada lampiran.

Tahapan proses yang pertama adalah pencampuran tepung ke hopper screw.

Dengan bahaya potensialnya fisika yaitu benang, debu dan logam serta bahaya biologi

seperti kutu dan serangga pada tepung. Tahapan proses ini termasuk titik kritis (CCP)

karena tahap selanjutnya (mixing) tidak dapat mengeliminasi kemungkinan bahaya pada

batas yang dapat diterima.

Tahapan proses yang kedua adalah mixing atau pencampuran antara tepung

dengan air kansui. Dengan bahaya potensial fisika yaitu kadar air yang terlalu tinggi

akibat terlalu banyak kansui yang digunakan sehingga adonan menjadi lembek. Tahapan

ini termasuk CCP karena tahap selanjutnya (sheeting) tidak dapat mengeliminasi

kemungkinan bahaya pada batas yang dapat diterima.

Tahapan proses yang ketiga adalah sheeting atau pembentukan lembaran. Dengan

bahaya potensial fisika yaitu ketebalan lembaran yang teralu besar maupun kecil.

Tahapan ini bukan termasuk CCP karena karena sudah dapat ditanggulangi dengan cara

pengaturan ketebalan lembaran pada roll press berikutnya.

Tahapan proses yang keempat adalah forming-cutting atau pembetukan untaian

mie. Dengan bahaya potensial fisika yaitu diameter mie yang terlalu besar maupun kecil

dan mie terurai. Tahapan ini bukan termasuk CCP karena sudah dapat dicegah dengan

cara pengaturan ketebalan lembaran pada tahap sebelumnya (sheeting).

Tahapan proses yang kelima adalah steaming atau pengukusan. Dengan bahaya

potensial fisika yaitu kadar air mie yang terlalu tinggi akibat semprotan air pada sprayer

yang terlalu deras. Tahapan ini bukan termasuk CCP karena bahaya sudah dapat

dicegah pada tahapan selanjutnya (drying).

cxv

cxv

Tahapan proses yang keenam adalah shapping-folding atau pemotongan dan

pelipatan. Dengan bahaya potensial fisika yaitu mie yang terkena olie pada distributor

conveyor dan pisau yang berkarat. Tahapan ini termasuk CCP karena tahap selanjutnya

(drying) tidak dapat mengeliminasi kemungkinan bahaya pada batas yang dapat

diterima.

Tahapan proses yang ketujuh adalah drying-cooling atau pengeringan dan

pendinginan. Dengan bahaya potensial fisika yaitu mie basah maupun mie gosong.

Tahapan ini termasuk CCP karena tahap selanjutnya (packing) tidak dapat

mengeliminasi kemungkinan bahaya pada batas yang dapat diterima. Sehingga jika mie

kering masih dalam keadaan agak basah akan menyebabkan timbulnya jamur maupun

bau apek selama penyimpanan.

Tahapan proses yang kedelapan adalah packing atau pengemasan. Dengan bahaya

potensial fisika yaitu staples yang terikut saat pengemasan. Tahapan ini termasuk CCP

karena packing adalah tahapan terakhir dalam proses pengolahan mie kering sehingga

tidak ada tahap selanjutnya yang dapat mengeliminasi kemungkinan bahaya yang

muncul pada batas yang dapat diterima.

Dari tabel penetapan titik kritis yang berupa alur pertanyaan P1 sampai P4 dan

bahaya potensial yang di identifikasi, kita dapat mengetahui proses manakah yang

termasuk dalam titik kritis (CCP).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada lima tahapan proses yang termasuk dalam

penetapan titik kritis (CCP) antara lain yaitu pencampuran tepung dalam hopper screw,

mixing (pengadukan), shapping-folding (pemotongan dan pelipatan), drying

(pengeringan), dan packing (pengemasan).

I. Sanitasi Industri

1. Sanitasi Bahan Dasar

Bahan dasar untuk pembuatan mie kering adalah tepung terigu. Sanitasi bahan

dasar telah dilakukan oleh pihak supplier dan dilengkapi dengan COA (Certifikat Of

Analyst) pada saat pengiriman ke pabrik. Pihak Quality Control hanya melakukan cek

ulang terhadap data tepung terigu yang melengkapi. Ketika tepung terigu tiba di gudang

bahan baku (gudang row material) segera dilakukan pengujian kemudian disimpan

sesuai dengan ketentuan SOP (Standart Operation Procedure) PT. Tiga Pilar Sejahtera.

2. Sanitasi Lingkungan Produksi

Pembersihan secara rutin dilakukan untuk menjaga kebersihan lingkungan

produksi. Pelaksanaan sanitasi lingkungan produksi dilakukan sebanyak 2 kali sehari.

Pembersihan area tersebut meliputi lingkungan pabrik atau lokasi disekitar pabrik

termasuk taman.

cxvi

cxvi

Saluran pembuangan yang ada di ruang produksi dibersihkan sebelum dan

sesudah proses. Pembersihan saluran pembuangan juga dilakukan ketika kondisi kotor

pada saat proses produksi berlangsung.

Terdapat tempat khusus untuk parkir kendaraan bermotor dan mobil. Tempat

parkir terletak jauh dari ruang proses, sehingga memperkecil kemungkinan tercemarnya

bahaya makanan yang diolah akibat debu dan kotoran dari luar.

Permukaan ruas jalan di halaman sekitar pabrik di aspal seluruhnya sehingga

mempermudah dalam pembersihan lingkungan, disamping itu juga memperkecil

kemungkinan kontaminasi akibat debu dan tanah, serta becek pada musim hujan.

3. Sanitasi Ruang Produksi

Sanitasi ruang produksi secara umum meliputi atap, dinding, lantai, selokan,

penerangan dan ventilasi. Atap pabrik terbuat dari bahan alumunium yang bersifat

tahan lama dan tahan terhadap air. Atap dari bahan alumunium juga tahan terhadap

korosi sehingga tidak mudah bocor.

Pabrik PT. Tiga Pilar sejahtera mempunyai dinding dengan ketinggian lebih

kurang 7 meter dari permukaan lantai. Dinding dicat dengan warna putih, tujuan

pengecatan dengan warna tersebut agar pencahayaan dapat maksimal dan memudahkan

kontrol sanitasi. Permukaan dinding tesebut lurus, halus dan rata.

Persyaratan umum lantai bagunan pabrik harus kedap air, garam asam, basa dan

bahan kimia lainnya. Permukaan lantai harus halus dan rata tetapi tidak licin dan

mudah dibersihkan. Persyaratan tersebut untuk memudahkan sanitasi lantai pada ruang

produksi. Lantai pabrik PT. Tiga Pilar Sejahtera terbuat dari keramik warna putih

sehingga mudah dibersihkan dan pembersihan dilakukan secara rutin sehingga sanitasi

ruang produksi tetap terjaga.

Selokan dibuat tidak hanya di bagian pinggir dalam ruang produksi, tetapi juga

dibagian yang memerlukan pembuangan air secara cepat, misalnya dibawah alat atau

mesin produksi. Sistem pembuangan atau selokan sangat penting dalam sanitasi ruang

produksi. Selokan dalam ruang produksi berfungsi sebagai penyalur limbah cair

menuju Instalasi Penanganan Air Limbah (IPAL).

Pencahayaan ruang produksi yang utama berasal dari cahaya matahari.

pencahayaan matahari berlangsung pada siang hari dan cuaca yang cerah. Produksi

yang dilaksanakan pada malam hari atau cuaca mendung menggunkana pencahayaan

dari lampu neon dan mercury.

Ventilasi berguna sebagai sarana sirkulasi udara. Ventilasi harus menjamin

peredaran udara dengan baik. Sehingga dapat mengatur peredaran uap, gas, asap, bau,

debu dan panas yang dapat merugikan kesehatan karyawan.

4. Sanitasi Mesin dan Peralatan Produksi

cxvii

cxvii

Pembersihan mesin dan peralatan produksi secara total dilakukan oleh para

mekanik. Operator mesin dan peralatan dapat melakukan kegiatan sanitsi peralatan

pada hari minggu atau libur agar tidak mengganggu proses produksi. Sanitasi peralatan

dapat sekaligus sebagai kegiatan preventive maintenance mesin peralatan. Preventive

maintenance dilakukan untuk memeriksa kondisi mesin atau peralatan, sedangkan

pembersihan ringan pada peralatan misalnya : pembersihan box mixing setelah proses

mixing diakukan setiap hari oleh karyawan produksi.

5. Sanitasi Pekerja

Untuk mencegah kontaminasi yang disebabkan oleh pekerja, pabrik telah

menyediakan sarana-sarana berupa alat kelengkapan kerja, fasilitas kesehatan dan

fasilitas sanitasi lainnya. Sesuai dengan aturan K3 seperti pada Pasal 3 Ayat 1 UU No.

1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, perlengkapan kerja yang harus digunakan

oleh para pekerja antara lain hairnet-topi, masker hidung, clemek seragam, sarung

tangan dan sepatu khusus produksi.

Sanitasi karyawan terutama bagian produksi dan laboratorium sangat penting

karena berhubungan langsung dengan proses produksi. Setiap karyawan yang bekerja

di bagian proses produksi diwajibkan untuk mengunakan pakaian kerja khusus yang

dilengkapi dengan penutup kepala masker dan celemek, sepatu kerja dan jas lab.

Pakaian kerja khusus wajib digunakan tenaga kerja untuk melindungi tenaga kerja dari

kecelakaan saat melakukan pekerjaan dan sekaligus mencegah terjadinya pencemaran

bahan yang diolah melalui aktivitas tenaga kerja.

Penyediaan sarana pencuci tangan, spray alkohol merupakan cara untuk

mencegah kontaminan pada bahan tidak diperbolehkan menggunakan cincin, jam

tangan, aksesoris - aksesoris berbahan logam lainnya karena di PT Tiga Pilar Sejahtera

bergerak di bidang pangan sehingga tidak di perbolehkan adanya cemaran logam di

dalam produknya yang akan berdampak pada konsumen.

6. Sanitasi Penanganan Limbah

a. Limbah cair

Sebagian besar limbah di PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah limbah cair

organik. Penanganan air limbah dilakukan dengan cara sentralisasi semua limbah

dalam 1 unit IPAL. Namun untuk limbah cair pada proses produksi mie kering

tanpa penanganan lebih lanjut yaitu dengan langsung membuang limbah ke saluran

air yang berada tidak jauh dari IPAL. Karena pada proses produksi mie kering,

limbah yang dihasilkan hanya dari air yang digunakan dalam sanitasi dan tidak

menghasilkan limbah yang berbau ataupun limbah minyak hasil penggorengan

pada mie instan yang memerlukan penanganan lebih lanjut.

b. Limbah padat

cxviii

cxviii

Limbah padat PT. Tiga Pilar sejahtera berupa remukan mie yang jatuh

dalam proses maupun yang tercampur dalam limbah cair, plastik yang sudah

sobek, etiket yang sudah tidak terpakai dan ceceran tepung yang jatuh di gudang.

Remukan mie yang terjatuh pada saat proses, plastik yang sudah sobek, etiket yang

sudah tidak terpakai dan ceceran tepung yang jatuh termasuk dalam barang affal.

Penanganan barang affal PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah dengan menjual

barang affal tersebut ke PT. Sarana di daerah Palur Solo. Remukan mie dan

ceceran tepung biasanya digunakan sebagai pakan ternak, sedangkan plastik dan

etiket dijual pada pihak ketiga untuk didaur ulang. Untuk limbah padat sisa hasil

pembakaran batu bara yang berbentuk abu untuk sementara ini disediakan tempat

penampungan dibelakang pabrik.

c. Limbah Asap

Limbah asap di PT. Tiga Pilar Sejahtera meliputi asap sisa pembakaran dari

mesin boiler. Asap tersebut dialirkan melalui cerobong asap yang tinggi dan

dilengkapi filter, sehingga asap yang keluar dari cerobong asap langsung terbuang

ke udara bebas dan tidak mencemari lingkungan.

cxix

cxix

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

a. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan mie kering adalah tepung terigu dan air.

Sedangkan bahan pembantu yang digunakan antara lain tepung pensubstitusi : tepung

tapioka, tepung gaplek, tepung mocal dan larutan kansui : garam, CMC, soda abu,

pewarna.

b. Alat dan mesin yang digunakan dalam pembuatan mie kering antara lain: mesin screw,

mesin mixer, tangki air alkali (CM), tabung feeder dan DCM, roll press, roll slitting

(RC), steam, cutting & folding, driying, cooling, dan mesin packing.

c. Tahap pembuatan mie kering meliputi : penuangan bahan mentah dalam screw,

pencampuran (mixing), pembentukan lembaran adonan (sheeting), pembentukan

gelombang (forming-cutting), pengukusan (steaming), pemotongan dan pelipatan

(shapping-folding), pengeringan (driying), dan pendinginan (cooling).

d. Pengendalian mutu mie kering dilakukan pada tiap tahapan proses mulai dari persiapan

bahan baku, proses produksi, sampai ke produk akhir (finish good).

e. PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk memproduksi berbagai macam produk mie kering

dengan sistem pengendalian mutu sesuai dengan ISO 9001 : 2000 dan HACCP.

f. Tahapan proses yang termasuk dalam penetapan titik kritis (CCP) antara lain yaitu

pencampuran tepung dalam hopper screw, mixing (pengadukan), shapping-folding

(pemotongan dan pelipatan), drying (pengeringan), dan packing (pengemasan).

B. Saran

Dalam penanganan quality control pada proses produksi, sebaiknya QC field

segera menindaklanjuti apabila terjadi trouble pada setiap proses mie karena hal itu akan

sangat berpengaruh terhadap mie kering yang dihasilkan misalnya diameter puller yang

kurang, maka QC field segera memberitahukan pada operator roll untuk segera

memperbesar ketebalan lembaran sehingga mie hasil forming-cutting memiliki diameter

yang sesuai standar. Biasanya keteledoran terjadi pada QC field yang baru masa tahap

training sehingga perlu pengawasan yang lebih.

Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, telah

menentukan perlengkapan kerja yang harus digunakan oleh para pekerja antara lain masker,

hair-net, clemek, sarung tangan dan sepatu khusus produksi. Saat ini perlengkapan kerja

cxx

cxx

bagian produksi yang digunakan karyawan PT. Tiga pilar Sejahtera adalah hair-net, masker,

clemek dan sepatu khusus produksi, untuk sarung tangan belum digunakan oleh para

pekerja selama ini, padahal perlengkapan tersebut selain sebagai alat kelengkapan

keselamatan kerja juga digunakan untuk mencegah kontaminasi terhadap produk.

cxxi

cxxi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2010. Produk Mie. http://id.wikipedia.org/wiki/Mie (Diakses pada tanggal 27 Januari 2010 pukul 14.00 WIB).

Anonim2. 2010. Kandungan Gizi Mie Kering. www.google.com (Diakses pada tanggal 27 Januari 2010 pukul 14.00 WIB).

Anonim3. 2010. Tepung. http://id.wikipedia.org/wiki/tepung (Diakses pada tanggal 27 Januari 2010 pukul 14.30 WIB).

Anonim4. 2010. Tepung Gandum dan Tepung Terigu. http://id.wikipedia.org/wiki/Gandum(Diakses pada tanggal 27 Januari 2010 pukul 14.30 WIB).

Anonim5. 2010. Kualitas Tepung Terigu. http://www.mandirischool.net/index.php (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 16.30 WIB).

Anonim6. 2010. Parameter Kualitas Tepung Terigu . www.Bogasari.Flour.com (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 16.30 WIB).

Anonim7. 2010. Industri Pengolahan Tepung Tapioka. www.google.com. (Diakses pada tanggal31 Maret 2010 pukul 16.40 WIB).

Anonim8. 2010. Tepung Mocal. http://ptp2007.wordpress.com/2010/01/29/mocal-atau-mocaf/(Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 16.00 WIB).

Anonim9. 2010. Carboxymethyl Cellulose (CMC). http://www.tristarchemical.com. (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 17.00 WIB).

Anonim10. 2010. Pengaruh Soda Abu dalam Pembuatan Mie. http://www.tristarchemical.com. (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 17.00 WIB).

Anonim11. 2010. Manfaat Tepung Telur. http://www.kompas.com/kompas% (Diakses pada tangga 28 Maret 2010 pukul 11.00 WIB).

Anonim12. 2010. Fungsi Natriun Benzoat dalam Bahan Pangan. http://www.kompas.co.id/. (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 17.00 WIB).

Astawan, Made. 1990. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.

Astawan, Made. 2001. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.

Buckle, K.A.PA Eiwards, GH Fleet, M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.

Direktorat Gizi. Depkes. 1992.

cxxii

cxxii

Fardiaz, S. 1997. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titk Kritis. Pelatihan pengendalian mutu dan keamanan pangan bagi staff pengajar. Kerjasama pusat studi pangan dan gizi (CNFS) IPB dengan Dirjen Dikti. Bogor, 21 juli – 2 agustus 1997.

Haryanto, Bambang. 2010. Perkembangan Teknologi Pengolahan Mie. http://www.iptek.net.id/ind/pustaka_pangan/pdf/prosiding/poster/PTP18_Bambanghar-Pengolahan_mie_patpi.pdf (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 16.00 WIB).

Jennie, Betty Sri Laksmi. 1988. Sanitasi Dalam Industri Pangan. IPB Press. Bogor.

Prawirosentono, Suyadi. 2002. Manajemen Mutu Terpadu. PT Bumi Aksara. Jakarta.

SNI 01-2974-1992. Standarisasi Tepung Terigu dalam Bahan Pangan.http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/3347 (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 16.00 WIB).

SNI 01-2974-1996. SNI Mie Kering. http://foodnutrisys.com/SNI/SNI_Mie kering new.pdf.(Diakses pada tanggal 27 Januari 2010 pukul 14.30 WIB).

Soekarto, Soewarno T. 1990. Dasar - Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. IPB Press. Bogor.

Tri Radiyanti dan Agusto, W.M, 1990. Tepung Tapioka (Perbaikan). Subang: BPTTG Puslitbang Fisika Terapan - LIPI.

Winarno, dkk. 1980. Zat Pewarna Makanan. PT. Gramedia. Jakarta.

Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

Winarno, F. G dan Surono. 2002. Cara Pengolahan Pangan yang Baik. M Brio Press. Bogor.