Upload
raynaldo-pinem
View
162
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ytyewrewrr
LAPORAN HASIL DISKUSI
MODUL RESPIRASI
PEMICU 1
KELOMPOK DISKUSI 6
1. Syahrina Fakihun I11112002
2. Cindy Lidia I11112006
3. Dina Fitri Wijayanti I11112007
4. Jovi Pardomuan Siagian I11112008
5. Chandra I11112028
6. Andyani Pratiwi I11112031
7. Alvina Elsa Bidari I11112038
8. Ardi I11112040
9. Anis Komala I11112041
10. Raynaldo D. Pinem I11112044
11. Octa Tirandha I11111077
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Rita 20 tahun seorang mahasiswi kedokteran semester 1, mempunyai
kegemaran olahraga aerobik. Rita teratur mengikuti olahraga aerobik tiga kali
seminggu. Suatu hari Rita mengikuti seminar mengenai fisiologi olahraga dalam
seminar tersebut dikatakan “olahraga aerobik teratur dapat meningkatkan
kapasitas kerja (work capacity) seseorang” dan untuk mengetahui hal tersebut
dapat dilakukan pemeriksaan fungsi faal paru.
1.2 Klarifikasi dan Definisi
-
1.3 Kata Kunci
1. Fungsi paru
2. Olahraga aerobik
3. Kapasitas kerja
4. Fisiologi olahraga
1.4 Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan olahraga aerobik teratur terhadap faal paru-paru?
1.5 Analisis Masalah
1.6 Hipotesis
Olahraga aerobik teratur dapat meningkatkan VO2 maksimum.
1.7 Pertanyaan Diskusi
1. Apa definisi sistem respirasi?
2. Bagaimana struktur makroskopis sistem respirasi?
3. Bagaimana struktur mikroskopis sistem respirasi?
4. Apa yang dimaksud dengan volume dan kapasitas paru?
5. Apa saja faktor yang dapat meningkatkan kapasitas kerja paru?
6. Jelaskan mengenai mekanisme inspirasi dan ekspirasi!
7. Otot apa saja yang berperan pada saat inspirasi dan ekspirasi?
8. Apa yang dimaksud respirasi eksternal dan respirasi internal?
9. Bagaimana proses pertukaran gas pada sistem respirasi?
10. Bagaimana proses transport gas pada sistem respirasi?
11. Bagaimana mekanisme kontrol pernapasan?
12. Apa saja kontrol lokal untuk menyamakan aliran darah dan aliran udara?
13. Apa saja tekanan yang mempengaruhi mekanisme pernapasan?
14. Bagaimana sistem respirasi menjalankan fungsi pengaturan asam basa?
Perempuan, 20 tahun
Gemar olahraga aerobik teratur
Pertukaran gas
Mekanika pernapasan
Paru-paru
Struktur makroskopis
Struktur mikroskopis
Kontrol pernapasan
Transport gas
15. Bagaimana paru-paru dapat mempertahankan bentuk dan ukurannya?
16. Bagaimana mekanisme pertahanan sistem respirasi?
17. Bagaimana adaptasi paru yang terjadi pada saat olahraga?
18. Bagaimana cara mengukur fungsi faal paru?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi sistem respirasi
Respirasi adalah keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif
O2 dari atmosfir ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta
pemindahan pasif terus-menerus CO2 yang dihasilkan oleh metabolisme dari
jaringan ke atmosfer. Sistem pernapasan merupakan suatu sistem yang
berperan dalam homeostatis dengan mempertukarkan O2 dan CO2 antara
atmosfer dan darah.1
Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
dan membuang karbondioksida. Dalam menjalankan tujuan ini, fungsi
respirasi dibagi menjadi empat yaitu:2
a. Ventilasi paru, yaitu keluar masuknya udara antara atmosfer dan
alveoli paru.
b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah
c. Pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan
tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh.
d. Pengaturan ventilasi dan hal lain yang berhubungan dengan
pernapasan.
2.2 Struktur makroskopis sistem respirasi
Trachea adalah tabung yang dapat bergerak dengan panjang kurang lebih
13 cm dan berdiameter 2,5 cm. trachea memiliki dinding fibroelastis yang
berbentuk huruf U yang mempertahankan lumen trachea tetap terbuka. Ujung
posterior cartilago yang bebas dihubungkan oleh otot polos disebut otot
trachealis. Trachea berpangkal di leher, dibawah cartilage cricoidea larynx
setinggi corpus vertebrae cervicalis VI. Ujung bawah trachea terdapat di
dalam thorax setinggi angulus sterni membelah menjadi bronchus principalis
dexter dan bronchus principalis sinister. Bifurcatio trachea ini disebut carina.
Perbedaan bronchus principalis dexter dan sinister:
Bronchus principalis dexter Bronchus principalis sinister
Lebih lebar Lebih sempit
Lebih pendek Lebih panjang
Lebih vertical Lebih horizontal
Panjang 2,5 cm Panjang 5 cm
Sebelum masuk ke dalam hilum
pulmonis dexter
mempercabangkan bronchus
lobaris superior dexter
saat masuk ke hilum pulmonis
sinistra, bercabang menjadi
bronchus lobaris superior
sinister dan bronchus lobaris
inferior sinister
Saat masuk ke hilum, membelah
menjadi bronchus lobaris medius
dan bronchus lobaris inferior
dextra
Paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis dan terdapat
bebas di dalam cavitas pleuralis, hanya dilekatkan pada mediastinum oleh
radix pulmonis. Selama hidup paru kanan dan kiri lunak, berbentuk seperti
spons dan sangat elastis. Masing-masing paru terdiri dari:
a. Apex pulmonis, yang tumpul menonjol ke atas ke dalam leher 2,5 cm
di atas clavicula
b. Basis pulmonis, yang konkaf tempat terdapat diaphragm
c. Facies costalis, yang konveks disebabkan oleh dinding thorax yang
konkaf
d. Facies mediastinalis, yang konkaf yang merupakan cetakan
pericardium dan struktur mediastinum lainnya.
Di pertengahan facies mediastinalis terdapat hilum pulmonis, yaitu
cekungan tempat bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix
pulmonis masuk dan keluar dari paru.
Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura
obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dextri menjadi tiga lobus, yaitu
lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Pulmo sinister dibagi oleh
fissura oblique menjadi dua lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior.
Segmenta bronchopulmonalia merupakan unit paru secara anatomi, fungsi,
dan pembedahan. Setiap bronchus lobaris yang berjalan ke lobus paru
mempercabangkan bronchi segmentales. Setiap bronchus segmentalis masuk
ke unit paru disebur segmenta bronchopulmonalia. Setelah masuk segmenta
bronchopulmonaris, bronchus segmentalis segera membelah. Bronchi yang
paling kecil membelah dua menjadi bronchioli. Bronchioli kemudian
membelah menjadi bronchioli terminalis yang memiliki kantong-kantong
lembut pada dindingnya yang bernama bronchiolus respiratorius sebagai
tempat terjadinya pertukaran gas antara darah dan udara. Bronchioli
respiratorius berakhir dengan bercabang sebagai ductus alveolaris yang
menuju ke arah pembuluh-pembuluh berbentuk kantong dengan dinding yang
tipis disebut saccus alveolaris. Saccus alveolaris terdiri atas beberapa alveoli
yang terbuka ke satu ruangan.
Ciri utama segmenta bronchopulmonalia dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Merupakan subdivisi lobus paru
b. Berbentuk piramid dengan apex menghadap ke atas kea rah radix
pulmonis
c. Dikelilingi oleh jaringan ikat
d. Mempunyai satu bronchus segmentalis, satu arteri segmentalis,
pembuluh limfe, dan saraf otonom
e. Vena segmentalis terletak di dalam jaringan ikat di antara segmenta
bronchopulmonalia yang berdekatan.
f. Sebuah penyakit segmenta bronchopulmonalia dapat dibuang dengan
pembedahan karena segmenta bronchopulmonalia merupakan sebuah
unit struktural.
Segmenta bronchopulmonalia utama adalah sebagai berikut ini:
Pulmo dexter
Lobus superior (1) segmentum apicale
(2) segmentum posterius
(3) segmentum anterius
Lobus medius (4) segmentum laterale
(5) segmentum mediale
Lobus inferior (6) segmentum superius
(7) segmentum basale mediale
(8) segmentum basale
(9) segmentum basale laterale
(10) segmentum basale posterius
Pulmo sinister
Lobus superior (1) segmentum apicoposterius
(2) segmentum anterius
(3) segmentum lingulare superius
(4) segmentum lingulare inferius
(5) segmentum superius
Lobus inferior (6) segmentum basale mediale
(7) segmentum basale anterius
(8) segmentum basale laterale
(9) segmentum basale posterius
(10) postero-basal
Pleura dan paru terletak pada kedua sisi mediastinum di dalam cavitas
thoracis. Pleura terdiri dari dua bagian:
a. Lapisan parietalis, membatasi dinding thorax, meliputi permukaan
thoracal diaphragma dan permukaan lateral mediastinum, dan meluas
sampai ke pangkal leher untuk membatasi permukaan bawah membran
suprapleura pada apertura thoracis. Pleura parietalis peka terhadap
nyeri, suhu, raba, dan tekanan. Pleura parietalis terdiri dari:
i. Pleura parietalis pars costalis,membatasi permukaan dalam costae,
cartilagines costales, spatium intercostale, pinggir-pinggir corpus
vertebrae, dan permukaan belakang sternum.
ii. Pleura parietalis pars diaphragmatica, meliputi permukaan thoracal
diapragma
iii. Pleura parietalis pars mediastinalis, meliputi dan membentuk batas
lateral mediastinum.
b. Lapisan visceralis, yang meliputi seluruh permukaan luar paru, dan
meluas ke dalam fissura interlobaris. Pleura visceralis peka terhadap
tarikan tetapi tidak peka terhadap sensasi umum seperti nyeri dan raba.
Lapisan parietalis dan lapisan visceralis pleura dipisahkan satu dengan
yang lain oleh suatu ruangan sempit disebut cavitas pleuralis. Cavitas pleuralis
mengandung sedikit cairan pleura yang meliputi permukaan pleura sebagai
lapisan tipis dan memungkinkan kedua lapisan pleura bergerak satu dengan
yang lain dengan sedikit pergesekan.
2.3 Struktur mikroskopis sistem respirasi
a. Epitel Respirasi
Epitel respirasi merupakan epitel bertingkat silindris bersilia yang
mengandung banyak sel goblet. Epitel respirasi yang khas terdiri atas 5
jenis sel:3
1. Sel terbanyak, sel epitel silindris bersilia. Setiap selnya memiliki
lebih kurang 100 silia pada permukaan apikalnya.
2. Sel kedua terbanyak, sel goblet mukosa. Bagian apikal sel ini
mengandung droplet mukus yang terdiri atas glikoprotein.
3. Sel silindris selebihnya dikenal sebagai sel sikat(brush cells)
karena banyaknya mikrovili pada permukaan apikalnya. Sel sikat
memiliki ujung saraf aferen pada permukaan basalnya dan
dianggap sebagai sel reseptor sensorik.
4. Sel basal (pendek), yaitu sel bulat kecil yang terletak di atas lamina
basal namun tidak meluas sampai permukaan lumen epitel. Sel-sel
ini diduga merupakan sel induk generatif yang mengalami mitosis
dan kemudian berkembang menjadi jenis sel lain.
5. Jenis sel terakhir adalah sel granul kecil, yang mirip sel basal
kecuali bahwa sel ini memiliki banyak granul berdiameter 100-300
nm dengan bagian pusat yang padat.
b. Rongga Hidung
1. Vestibulum. Merupakan bagian paling anterior dan paling lebar di
rongga hidung. Kulit luar hidung memasuki nares (cuping hidung)
dan berlanjut ke dalam vestibulum. Di sekitar permukaan dalam
nares, terdapat banyak kelenjar sebasea dan kelenjar keringat,
selain rambut pendek tebal vibrisa, yang menahan dan menyaring
partikel-partikel besar dari udara inspirasi. Di dalam vestibulum,
epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih menjadi epitel
respirasi sebelum memasuki fosa nasalis.3
2. Fosa Nasalis (Kavum Nasi). Kedua kavum nasi dipisahkan oleh
septum nasi oseosa. Dari tiap dinding lateral, keluar 3 tonjolan
bertulang mirip rak yang dikenal sebagai konka. 3 konka tersebut
adalah konka superior, media, dan inferior, dengan konka media
dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi. Konka superior ditutupi
epitel olfaktorius khusus. Adanya konka berfungsi mempermudah
pengkondisian udara inspirasi dengan memperluas permukaan
epitel respirasi dan menimbulkan turbulensi aliran udara, sehingga
meningkatkan kontak antara aliran udara dengan lapisan mukosa.
Lapisan mukosa ini juga melembabkan udara yang masuk. Di
dalam lamina propria konka terdapat pleksus vena besar yang
dikenal sebagai badan pengembang (swell bodies). Setiap 20-30
menit, badan pengembang pada satu sisi fosa nasalis akan penuh
terisi darah sehingga mukosa konka membengkak dan mengurangi
aliran udara, kemudain sebagian besar udara diarahkan lewat fosa
nasalis lain. Interval penutupan periodic ini mengurangi aliran
udara sehingga epitel respirasi dapat pulih dari kekeringan. 3
3. Epitel Olfaktorius. Merupakan tempat terletaknya kemoreseptor
olfaktorius. Epitel ini terletak di atap rongga hidung. Pada manusia,
luasnya sekitar 10 cm2. Epitel ini merupakan epitel bertingkat
silindris yang terdiri atas 3 jenis sel: 3
i. Sel penyokong atau sel sustentakular, dia punya apeks
silindris yang lebar dan basis yang lebih sempit. Pada
permukaan bebasnya terdapat mikrovili, yang terendam
dalam selapis cairan. Kompleks tautan yang berkembang
baik mengikatr sel-sel ini pada sel-sel olfaktori di
sebelahnya. Sel-sel ini mengandung pigmen kuning muda
yang menimbulkan warna mukosa olfaktorius.
ii. Sel-sel basal berukuran kecil, bulat atau kerucut,
membentuk suatu lapisan pada basal epitel.
iii. Diantara sel-sel basal dan sel penyokong terdapat sel-sel
olfaktorius, yaitu neuron bipolar yang intinya terletak di
bawah inti sel penyokong. Apeksnya, yaitu dendrite
memiliki daerah meninggi dan melebar, tempat 6-8 silia
berasal. Silia ini sangat panjang, nonmotil, dan berespons
terhadap zat pembau dengan membangkitkan suatu
potensial reseptor. Lamina propria di epitel olfaktorius
memiliki kelenjar Bowman. Sekretnya menghasilkan suatu
medium cair di sekitar sel-sel olfaktorius yang mampu
membersihkan silia, yang memudahkan akses zat pembau
yang baru.
c. Sinus Paranasal
Sinus paranasalis dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan
mengandung sedikit sel goblet. Lamina proprianya mengandung sedikit
kelenjar kecil dan menyatu dengan periosteum dibawahnya. 3
d. Nasofaring
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi, pada bagian yang berkontak
dengan palatum molle. 3
e. Laring
Di dalam lamina propria laring terdapat sejumlah tulang rawan laring.
Tulang rawan yang lebih besar (tiroid, krikoid, dan kebanyakan aritenoid)
merupakan tulang rawan hialin, sementara tulang rawan yang lebih kecil
(epiglotis, kuneiformis, kornikulatum, dan ujung aritenoid) merupakan
tulang rawan elastis. 3
Epiglotis, yang terjulur keluar dari tepian laring ke dalam faring
memiliki permukaan lingual dan laringeal. Seluruh permukaan lingual dan
bagian apikal permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng.
Pada permukaan laringeal dekat basis epiglotis, epitelnya beralih menjadi
epitel respirasi dengan kelenjar campuran mukosa-serosa dibawahnya. 3
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk 2 pasang lipatan yang
meluas ke dalam lumen laring. Pasangan atas membentuk pita suara palsu
(plika vestibularis), yang ditutupi epitel respirasi. Pasangan lipatan bawah
membentuk pita suara sejati. Berkas-berkas besar serat elastin yang
berjalan paralel, yang membentuk ligamentum vokalis, berada dalam pita
suara, yang ditutupi oleh epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Pita suara
inilah yang menentukan merdu-tidaknya suara. 3
Sejajar dengan ligamen, terdapat berkas otot rangka, yaitu muskulus
vokalis yang mengatur ketegangan lipatan tersebut beserta ligamennya. 3
f. Trakea
Trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Di dalam lamina proprianya
terdapat 16-20 cincin tulang rawan hialin berbentuk C yang menjaga agar
lumen trakea tetap terbuka dan terdapat benyak kelenjar seromukosa yang
menghasilkan mukus yang lebih cair. Ujung terbuka dari cincin tulang
rawan ini terdapat di permukaan posterior trakea. Ligamen fibroelastis dan
berkas otot polos terikat pada periosteum dan menjembatani kedua ujung
bebas tulang rawan. Ligamen tersebut berfungsi mencegah distensi
berlebihan dari lumen, sementara otot polos berfungsi untuk pengaturan
lumen. 3
Tulang rawan hyalin berbentuk cincin C
g. Bronkus
Bronkus terbagi menjadi 2, yaitu bronkus primer yang memasuki hilus
paru bersama arteri, vena, dan pembuluh limfe yang dikelilingi jaringan
ikat padat menjadi akar paru, dan bronkus sekunder atau bronkus lobaris
yang memasok lobus paru. Setiap bronkus primer bercabang secara
dikotom (jadi dua) sebanyak 9-12 kali, dan masing-masing cabang makin
mengecil sehingga tercapai diameter sekitar 5 mm. Mukosa bronkus secara
struktural mirip dengan trakea, dengan tulang rawan bronkus yang
berbentuk lebih tidak teratur daripada tulang rawan trakea. Dengan
mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh
lempeng-lempeng tulang rawan hialin. Pada lamina propria bronkus
tampak adanya lapisan otot polos yang tersusun menyilang. Berkas otot
polos menjadi lebih jelas terlihat di dekat bagian respirasi. Oleh karena
terjadi pengerutan otot setelah kematian, penampilan mukosa bronkus
menjadi berlipat-lipat. Lamina propria banyak mengandung serat elastin
dan banyak memiliki kelenjar serosa dan mukosa, dengan saluran yang
bermuara ke lumen bronkus. Banyak limfosit yang berada di dalam lamina
propria dan di atas sel-sel epitel. Terdapat kelenjar getah bening yang
terutama banyak dijumpai di tempat percabangan bronkus. 3
h. Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan ataupun kelenjar dalam
mukosanya, hanya terdapat sel goblet pada epitel segmen awal. Pada
bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris
bersilia, yang makin memendek dan semakin sederhana sampai menjadi
epitel selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Epitel
bronkiolus terminalis juga memiliki sel Clara, yang tidak bersilia,
memiliki granul sekretori di apeksnya dan menyekresikan protein yang
melindungi lapisan bronkiolus terhadap polutan oksidatif dan inflamasi. 3
Bronkiolus memperlihatkan daerah-daerah spesifik yang dibentuk oleh
sekumpulan sel yang mengandung granula sekretoris dan menerima ujung
saraf kolinergik. Walau belum diketahui fungsinya, badan-badan ini
kemungkinan kemoreseptor yang bereaksi terhadap perubahan komposisi
dalam gas napas dan terlibat dalam proses pemulihan sel-sel epitel jalan
napas setelah mengalami cedera. 3
Lamina propria bronkiolus sebagian besar terdiri atas otot polos dan
serat elastin. Otot-otot bronki dan bronkioli berada di bawah kendali
nervus vagus dan susunan saraf simpatis. Stimulasi nervus vagus
mengurangi diameter struktur-struktur ini, stimulasi simpatis
menghasilkan efek kebalikannya, yaitu merelaksasikan otot polos. 3
i. Bronkiolus Respiratorius
Bronkiolus respiratorius merupakan peralihan antara bagian konduksi
dan bagian respirasi dari sistem pernapasan. Mukosa bronkiolus
respiratorius identik secara struktural dengan mukosa bronkiolus
terminalis selain dindingnya yang diselingi banyak alveolus tempat
terjadinya pertukaran gas. Bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel
kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel
bronkiolus menyatu dengan sel-sel alveolus gepeng. Otot polos dan
jaringan ikat elastis terdapat di bawah epitel bronkiolus respiratorius. 3
j. Duktus Alveolaris
Duktus alveolaris dan alveolus dilapisi oleh sel alveolus gepeng yang
sangat halus. Dalam lamina propria yang mengelilingi tepian alveolus
terdapat anyaman sel otot polos. Berkas otot polos mirip sfingter ini
tampak sebagai tombol diantara alveoli yang berdekatan. Otot polos tidak
dijumpai lagi pada ujung distal duktus alveolaris. Matriks serat-serat
elastin dan kolagen merupakan satu-satunya penunjunag duktus serta
alveolinya. 3
Duktus alveolaris bermuara ke dalam atrium, yang berhubungan
dengan sakus alveolaris. Dua atau lebih sakus alveolaris bersal dari setiap
atrium. Banyak serat elastin dan retikulin membentuk jalinan rumit
mengelilingi struktur-struktur ini. Serat elastin memungkinkan alveolus
mengembang sewaktu inspirasi dan berkontraksi secara pasif selama
ekspirasi. Serat retikulin berfungsi sebagai penunjang yang mencegah
perkembangan yang berlebihan dan pengrusakan kapiler halus dan septa
alveolar yang tipis. 3
k. Alveolus
Alveolus menyerupai kantung kecil yang terbuka pada satu sisi, mirip
sarang lebah. Dinding alveolus terletak di antara 2 alveolus yang
bersebelahan dan disebut sebagai septum interalveolar. Satu septum
interalveolar terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis, dengan kapiler,
fibroblas, serat elastin dan retikulin, matriks, dan sel jaringan ikat di antara
kedua lapisan tersebut. Kapiler dan jaringan ikat membentuk interstisium. 3
Udara dalam alveolus dalam alveolus dipisahkan darah kapiler oleh 3
unsur yang secara kolektif disebut sebagai sawar darah-udara, yaitu (1)
lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, (2) lamina basal yang
menyatu dari sel alveolus dan endotel, dan (3) sitoplasma sel endotel.
Membran basal dibentuk oleh penyatuan dua lamina basal yang diproduksi
oleh sel endotel dan sel epitel (alveolar) dinding alveolus. 3
Sel endotel kapiler sangat tipis dan sering dikacaukan dengan sel epitel
alveolus tipe I. Lapisan endotel kapiler bersifat kontinu dan tidak
bertingkap. Inti dan organelnya berkumpul di satu tempat. Sitoplasma
mengandung vesikel pinositotik. 3
Sel tipe I, atau sel alveolus gepeng, merupakan sel yang sangat tipis
yang melapisi permukaan alveolus. Sel tipe I menempati 97% dari
permukaan alveolus. Organel-organelnya berkumpul di sekitar inti,
sehingga sebagian besar sitoplasma bebas dari organel. Sitoplasma pada
bagian tipis mengandung vesikel pinositotik. Selain desmosom, sel ini
mempunyai taut kedap yang berfungsi mencegah perembesan cairan
jaringan ke dalam ruang udara alveolus. Fungsi sel ini adalah untuk
membentuk sawar dengan ketebalan minimal yang dapat dilalui gas
dengan mudah. 3
Sel tipe II, tersebar di antara sel-sel alveolus tipe I, menempati 3% dari
permukaan alveolus. Kedua jenis sel ini melekat dengan taut kedap(tight
junction) dan desmosom. Sel tipe II berbentuk bundar yang biasanya
berkelompok dengan jumlah 2 atau 3 di sepanjang permukaan alveolus di
tempat pertemuan dinding alveolus yang membentuk sudut. Sel ini
membelah dengan cara mitosis untuk mengganti populasinya sendiri dan
mengganti populasi sel tipe I. Sel tipe II memiliki sitoplasma bervesikel
khas atau berbusa. Vesikel ini disebabkan oleh adanya badan lamela,
mengandung lamela konsentris atau paralel yang dibatasi oleh suatu
membran. Badan lamela menghasilkan surfaktan paru. 3
Lapisan surfaktan terdiri atas suatu hipofase aqueous berprotein yang
ditutupi oleh selapis tipis fosfolipid monomolekular, yang terutama terdiri
atas fosfatidil dipalmitoil dan fosfatidilgliserol, dan mengandung beberapa
tipe protein. Fungsi utama surfaktan adalah mengurangi tegangan
permukaan sel-sel alveolus, sehingga diperlukan daya inspirasi yang lebih
sedikit untuk mengisi alveolus, sehingga beban kerja pernapasan
berkurang. Surfaktan juga mencegah alveolus kolaps saat ekspirasi. Dalam
masa fetus, surfaktan muncul pada minggu-minggu terakhir kehamilan
bersama dengan badan lamela dan sel tipe II. Lapisan surfaktan ini diganti
secara terus-menerus, lipoprotein dihilangkan oleh vesikel pinostotik di sel
epitel gepeng, makrofag, dan sel tipe II. Cairan pelapis alveolus juga
dibuang lewat aktivitas sila ke atas lewat jalan napas, bergabung dengan
mukus bronkus menjadi cairan bronkoalveolar yang membantu
pengeluaran partikel halus dan komponen berbahaya dari udara inspirasi. 3
l. Makrofag Paru
Hampir pada setiap sediaan paru-paru ditemukan fagosit bebas. Karena
mereka mengandung debu maka disebut sel debu. Pada beberapa penyakit
jantung sel-sel tersebut mengandung butir-butir hemosiderin hasil
fagositosis pigmen eritrosit. 3
m. Pori-pori Alveolar
Septum yang menghubungkan interalveolar mengandung pori-pori
berdiameter 10-15 alveoli yang bersebelahan. Pori-pori ini
menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi
kolateral udara bila bronkiolus tersumbat. Tapi kolateral ini seperti pedang
bermata ganda, infeksi bisa dengan mudah menyebar ke alveoli lain lewat
kolateral ini. 3
n. Pleura
Seperti juga jantung, paru-paru terdapat didalam sebuah kantong yang
berdinding rangkap, masing-masing disebut pleura visceralis dan pleura
parietalis. Kedua pleura ini berhubungan didaerah hilus. Sebelah dalam
dari tiap lapisan pleura, yaitu daerah diantara keduanya yang merupakan
rongga pleura dilapisi oleh mesotel. Rongga pleura berisi sedikit sekali
cairan pelumas, sehingga memudahkan pergeseran antar pleura sewaktu
bernapas. Pleura tersebut terdiri atas jaringan pengikat yang banyak
mengandung serabut kolagen, elastis, fibroblas dan makrofag. Di
dalamnya banyak terdapat anyaman kapiler darah dan pembuluh limfe. 3
2.4 Volume dan kapasitas paru
Gambar di atas menjelaskan volume paru, sebagai berikut.1,2
a. Volume tidal (VT) adalah volume udara yang diinspirasi atau
diekspirasi setiap kali bernapas normal; besarnya kira-kira 500 ml.
b. Volume cadangan inspirasi (IRV) adalah volume udara ekstra yang
dapat diinspirasi setelah dan diatas volume tidal normal bila dilakukan
inspirasi kuat dengan kontraksi maksimal dari diafragma, m.
intercostalis externi, dan otot inspirasi aksesori; biasanya mencapai
3000 ml.
c. Volume cadangan ekspirasi (ERV) adalah volume udara ekstra
maksimal yang dapat diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir
ekspirasi tidak normal; jumlah normalnya adalah sekitar 1100 ml.
d. Volume residu (RV) yaitu volume udara yang masih tetap berasa di
paru setelah ekspirasi paling kuat; volume ini besarnya kira-kira 1200
ml. volume residu tidak dapat diukur dengan spirometer karenan
volume udaranya tidak masuk maupun keluar dari paru.
Sedangkan untuk kapasitas paru dijabarkan menurut Guyton: 2
a. Kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal ditambah volume
cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara (kira-kira 3500 ml) yang
dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal
dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum.
b. Kapasitas residu fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi
ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam
paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300 ml).
c. Kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah
volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara
maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru secara
maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-
kira 4600 ml).
d. Kapasitas paru total adalah volume maksimum yang dapat
mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat
mungkin (kira-kira 5800 ml); jumlah ini sama dengan kapasitas vital
ditambah volume residu.
2.5 Faktor yang dapat meningkatkan kapasitas kerja paru
Satu-satunya predictor terbaik untuk mengetahui kapasitas kerja seseorang
adalah penentuan konsumsi oksigen maksimal atau VO2 maks, yaitu volume
maksimal oksigen yang dapat digunakan seseorang per menit untuk
mengoksidasi molekul-molekul nutrient untuk menghasilkan energi. 1
Faktor konsumsi O2 maks bergantung pada 3 sistem. Sistem pernapasan
esensial bagi ventilasi dan pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di
paru. Sistem sirkulasi dibutuhkan untuk menyalurkan O2 ke otot yang aktif.
Yang terakhir, otot harus memiliki enzim oksidatif agar dapat menggunakan
oksigen yang disediakan. 1
2.6 Mekanisme inspirasi dan ekspirasi
Mekanisme pengembangkempisan paru dilakukan dalam dua metode,
yaitu: 2
a. Gerakan diafragma. Ketika inspirasi, diafragma akan mengalami
kontraksi sehingga akan menarik permukaan bawah paru ke arah
bawah. Sebaliknya, saat ekspirasi diafragma akan mengalami relaksasi
sehingga paru akan kembali ke bentuk normalnya dan akibat tekanan
dari struktur abdomen maka udara akan keluar.
b. Depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil
diameter anteroposterior rongga dada. Ketika rangka iga dielevasikan,
maka tulang iga akan menjadi lebih maju sehingga sternum akan
bergerak menjauhi spinal dan membentuk jarak anteroposterior dada.
2.7 Otot yang berperan dalam inspirasi dan ekspirasi
Otot inspirasi utama merupakan otot yang berkontraksi untuk melakukan
inspirasi sewaktu bernapas tenang adalah diafragma dan otot interkostal
eksternal. 1
Diafragma merupakan suatu lembaran otot rangka yang membentuk lantai
rongga thoraks dan disarafi oleh saraf frenikus. Dalam keadaan melemas
diafragma berbentuk seperti kubah yang menonjol ke atas ke dalam rongga
thoraks, sedangkaan saat berkontraksi diafragma turun sehingga memperbesar
volume rongga thoraks dan menekan isi abdomen (dinding abdomen) ke
bawah dan ke depan. 75% perbesaran rongga thoraks sewaktu pernapasan
tenang dilakukan oleh kontraksi diafragma. 1
Selain diafragma, otot interkostal eksternal juga berperan dalam inspirasi.
Kontraksi otot ini memperbesar rongga thoraks dalam dimensi lateral dan
anteroposterior, mengangkat iga dan selanjutnya sternum ke atas dan ke
depan. Otot ini diaktifkan oleh saraf interkostal. 1
Pada inspirasi kuat terdapat otot inspirasi tambahan yang ikut
berkontraksi, yaitu: 1
a. M. sternocleidomastoideus
b. M. skalenus
Pada ekspirasi tenang, otot diafragma akan berelaksasi. Saat terjadi
ekspirasi paksa (aktif, saat olahraga), otot yang berperan penting adalah otot-
otot dinding abdomen. Saat otot ini berkontraksi, terjadi peningkatan tekanan
intraabdomen yang menimbulkan gaya ke atas pada diafragma, mendorongnya
semakin ke atas sehingga ukuran vertikal rongga thoraks semakin mengecil.
Selain itu, otot lain yang juga ikut berperan adalah otot interkostal internal. 1
2.8 Respirasi eksternal dan respirasi internal
Fungsi utama respirasi (pernapasan) adalah memperoleh O2 untuk
digunakan oleh sel tubuh dan untuk mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh
sel. Respirasi mencakup dua proses yang terpisah etapi berkaitan: respirasi
internal dan respirasi eksternal. 1
Respirasi internal atau respirasi sel merujuk kepada proses-proses
metabolik intrasel yang dilakukan di dalam mitokondria, yang menggunakan
O2 dan menghasilkan CO2 selagi mengambil molekul nutrien. 1
Yang terjadi pada respirasi internal: (1) oksigen akan berpindah dari
kapiler sistemik ke dalam jaringan (2) karbon dioksida akan berpindah dari
jaringan ke kapiler sistemik.4
PO2 di dalam jaringan adalah 40 mmHg dan PCO2 nya adalah 45 mmHg.
Sedangkan PO2 di kapiler adalah 100 mmHg dan PCO2 adalah 40 mmHg.
Coba perhatikan, PO2 di kapiler sistemik mengalami penurunan, itu
dikarenakan adanya proses ventilation coupling yang tidak sempurna di dalam
paru. Dengan adanya perbedaan tekanan parsial disini dan perbedaan
kelarutan, akan terjadi proses pertukaran gas sampai tercapai titik
kesetimbangan (equilibrium). Titik kesetimbangan ini akan tercapai ketika
tekanan di dalam kapiler sistemik masing-masing berubah menjadi PO2 = 40
mmHg dan PCO2 = 45 mmHg. 4
Respirasi eksternal merujuk kepada seluruh rangkaian kejadian dalam
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. 1
Pada saat respirasi eksternal yang terjadi adalah: (1) Oksigen berdifusi dari
alveolus ke kapiler pulmonal dan (2) Karbondioksida berdifusi dari Kapiler
pulmonal ke alveolus. Di atmosfer PO2 adalah 159 mmHg dan PCO2 adalah
0,3 mmHg serta PH2O adalah 0,3 mmHg. Setelah gas tersebut sampai di
alveolus maka tekanannya berubah, PO2 menjadi 105 mmHg dan PCO2
menjadi 40 mmHg serta PH2O menjadi 47 mmHg. Hal ini dapat terjadi karena
ada pengkondisian udara selama proses perjalan gas dari lingkungan sampai
ke alveolus. 4
Pada perpindahan O2 dari alveolus ke kapiler pulmonal. Perhatikan
gambar, tekanan oksigen intraalveolar adalah 105 mmHg, sedangkan di dalam
kapiler pulmonal adalah 40 mmHg. Dengan perbedaan tekanan ini maka
oksigen akan berdifusi dari alveolus ke kapiler pulmonal. Nantinya Oksigen
ini akan berhenti berdifusi, ketika sampai pada titik kesetimbangan
(equilibrium), yaitu sampai tekanan parsial oksigen di kapiler pulmonal sama
dengan di alveolus, yaitu 104 mmHg. 4
Sedangkan karbondioksida atau CO2 perpindahannya kebalikkan dari O2.
Perhatikan gambar, tekanan CO2 intrapulmonal adalah 40mmHg dan tekanan
CO2 di dalam kapiler pulmonal adalah 45 mmHg. Dari segi tekanan parsial,
maka CO2 akan berpindah dari kapiler pulmonal ke alveolus. Tetapi disini hal
yang lebih berperan itu adalah kelarutan CO2, jadi CO2 itu adalah zat yang
kelarutannya lebih besar daripada O2, sehingga walaupun dengan tekanan
parsial yang rendah CO2 tetap bisa berdifusi. Titik equilibriumnya dicapai
ketika tekanan parsial karbondioksida pada kapiler pulmonal berubah menjadi
40 mmHg (sama dengan tekanan CO2 di dalam alveolus). 4
Gambar: respirasi internal dan eksternal
2.9 Pertukaran gas pada sistem respirasi
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara udara alveolus dan darah di
arteri pulmonalis terjadi melalui difusi pasif yang dirangkum dalam dua
hukum gas, hukum Dalton dan hukum Henry. Hukum Dalton membantu
memahami bagaimana gas menyamakan tekanannya melalui difusi dan hukum
Henry membantu menjelaskan bagaimana kelarutan suatu gas mempengaruhi
difusi gas tersebut. 4
Menurut hukum Dalton, setiap gas di suatu campuran gas-gas memberikan
tekanannya sendiri layaknya jika tidak ada gas lain dalam campuran gas
tersebut.4 Tekanan yang diberikan suatu gas x pada suatu campuran gas adalah
tekanan parsial gas tersebut (Px).4 Tekanan total campuran gas tersebut dapat
dihitung dengan menjumlahkan semua tekanan parsial gas-gas yang ada pada
campuran tersebut. Udara di atmosfer merupakan campuran beberapa gas
seperti N2, O2, H2O dan CO2 serta gas-gas lain dalam jumlah yang sangat
kecil. 4 Tekanan atmosfer maka dapat dihitung seperti di bawah ini.
Tekanan parsial masing-masing gas dapat dihitung dengan mengalikan
tekanan total dengan persentase gas tersebut di dalam campuran gas. 4 Udara
di atmosfer terdiri atas 78,6% N2, 20,9% O2, 0,4% H2O. 0,04% CO2, dan
0,06% gas-gas lain. Tekanan parsial masing-masing gas di udara atmosfer
adalah sebagai berikut. 4
= 0,786 x 760 mmHg = 597,4 mmHg
= 0,209 x 760 mmHg = 158,8 mmHg
= 0,004 x 760 mmHg = 3,0 mmHg
= 0,0004 x 760 mmHg = 0,3 mmHg
= 0,0006 x 760 mmHg = 0,5 mmHg
760,0 mmHg
Tekanan parsial di atas mengatur pergerakan O2 dan CO2 antara paru dan
atmosfer, paru dan darah, serta antara darah dan sel-sel tubuh. Setiap gas
berdifusi melewati membran permeabel dari daerah dengan tekanan parsial
yang tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Semakin jauh perbedaan tekanan
parsial gas tersebut, semakin cepat pula difusi gas tersebut.
Jika dibandingkan dengan udara atmosfer, udara alveolus memiliki lebih
sedikit O2 (13,6%) dan lebih banyak CO2 (5,2%). Perbedaan ini disebabkan
oleh 2 hal. Pertama, pertukaran gas di alveolus akan meningkatkan CO2 dan
menurunkan O2 di udara alveolus. Kedua, udara yang dihirup akan
dilembabkan oleh mukosa saluran pernapasan. Pelembapan ini meningkatkan
H2O di udara tersebut, yang menyebabkan penurunan persentase relatif O2. Tortora Sebaliknya, udara yang dihembuskan memiliki lebih banyak O2 (16%)
dan lebih sedikit CO2 (4,5%) dibandingkan udara alveolus karena beberapa
partikel gas yang dihembuskan berasal dari anatomic dead space dan tidak
terlibat pada pertukaran gas. Udara yang dihembuskan adalah campuran udara
alveolus dan udara yang dihirup di anatomic dead space. 4
Hukum Henry menyatakan bahwa jumlah gas yang akan larut pada suatu
cairan berbanding lurus dengan tekanan parsial gas tersebut dan kelarutannya.
Lebih banyak CO2 yang larut dalam plasma dibandingkan O2 karena CO2 24
kali lebih larut dibandingkan O2. 4
Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan berlangsung
secara difusi pasif sederhana O2 dan CO2 menuruni gradien tekanan parsial.
Tidak terdapat mekanisme transpor aktif untuk gas-gas ini. Marilah kita lihat
apa yang dimaksud dengan gradien tekanan parsial dan bagaimana gradien
tersebut terbentuk. PO2 dan PCO2 alveolus relatif konstan, yaitu PO2 = 100
mmHg, dan PCO2 = 40 mmHg. 1
Darah yang masuk ke kapiler paru adalah darah vena sistemik yang
dipompa ke dalam paru melalui arteri-arteri paru. Darah ini, yang baru
kembali dari jaringan tubuh, relatif kekurangan O2 dengan PO2 40 mmHg, dan
relatif kaya CO2 dengan PO246 mmHg. Sewaktu mengalir melalui kapiler
paru, darah ini terpajan ke udara alveolus. Karena PO2 alveolus pada 100
mmHg adalah lebih tinggi daripada PO2 40 mmHg di darah yang masuk ke
paru, maka O2 berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari alveolus ke
dalam darah sampai tidak lagi terdapat gradien. Sewaktu meninggalkan
kapiler paru, darah memiliki PO2 sama dengan PO2 alveolus yaitu 100 mmHg. 1
Gradien tekanan parsial untuk CO2 memiliki arah berlawanan. Darah yang
masuk ke kapiler paru memiliki PCO2 46 mmHg, sementara PCO2 alveolus
hanya 40 mmHg. Karbon dioksida berdifusi dari darah ke dalam alveolus
sampai PCO2 darah seimbang dengan PCO2 alveolus. Karena itu, darah yang
meninggalkan kapiler paru memiliki PCO2 40 mmHg. Setelah meninggalkan
paru, darah yang kini memiliki PO2 100 mmHg dan PCO2 40 mmHg kembali
ke jantung, kemudian dipompa ke jaringan tubuh sebagai darah arteri
sistemik.1
Sel-sel secara terus-menerus mengonsumsi O2 dan menghasilkan CO2
melalui metabolisme oksidatif. PO2 sel rerata adalah sekitai 40 mmHg dan
PCO2 sekitar 46 mmHg, meskipun angka-angka ini sangar bervariasi,
bergantung pada tingkat aktivitas metabolik sel. Oksigen berpindah melalui
difusi mengikuti penurunan gradien tekanan parsialnya dari darah kapiler
sistemik (PO2 = 169 mmHg) ke dalam sel sekitar (PO2 = 40 mmHg) sampai
tercapai keseimbangan. Karena itu, PO2 darah vena yang meninggalkan
kapiler sistemik sama dengan PO2 jaringan yaitu rerata 40 mmHg. 1
Situasi yang terbalik dijumpai untuk CO2. Karbondioksida cepat berdifusi
keluar sel (PCO2 = 46 mmHg) ke dalam darah kapiler (PCO2 = 40 mmHg)
menuruni gradien tekanan parsial yang tercipta oleh produksi terus-menerus
CO2. Pemindahan CO2 berlanjut sampai PCO2 darah seimbang dengan PCO2
jaringan. Karena itu, darah yang meninggalkan kapiler sistemik memiliki
PCO2 rerata 46 mmHg. Darah vena sistemik ini, yang relatif rendah PO2-nya
(PO2 = 40 mmHg) dan relatif tinggi Pcor-nya (PCO2 = 46 mmHg), kembali ke
jantung dan kemudian dipompa ke paru seiring dengan berulangnya siklus. 1
2.10 Transport gas pada sistem respirasi
Oksigen dapat ditranspor dengan cara terlarut dalam plasma (1,5 %).
Secara kimia oksigen dapat terikat pada hemoglobin (98,5%). Oksigen juga
dapat dikonversi dalam bentuk molekul lain. 5
Karbondioksida dari jaringan tubuh dibawa ke paru atau sebaliknya
melalui 3 cara, yaitu larut dalam plasma sebesar 7%, bergabung dengan Hb
sebesar 23%, dan dikonversi menjadi ion bikarbonat (HCO3-) sebesar 70%.5
Di jaringan tubuh PCO2 tinggi dibandingkan di kapiler, sehingga CO2 bisa
berdifusi masuk ke eritrosit yang ada di kapiler. Di dalam eritrosit, CO2 ini
berikatan dengan Hb membentuk Carbaminohemoglobin (HbCO2) yang
sifatnya reversibel. Lebih khususnya lagi CO2 ini berikatan dengan protein
“globin” pada Hb (O2 berikatan dengan “heme”) dan Carbaminohemoglobin
ini hanya bisa terbentuk di daerah jaringan tubuh yang PCO2 nya tinggi. Hb
yang membawa CO2 ini terus berjalan dari jaringan ke paru; sampai di paru,
PCO2 nya akan rendah (dibandingkan kapiler), sehingga HbCO2 tadi akan
terurai lagi jadi Hb dan CO2, lalu CO2 akan berdifusi ke paru (alveolus). 5
PCO2 di jaringan yang tinggi membuat CO2 dari jaringan akan berdifusi ke
eritrosit yang ada kapiler, kemudian CO2 tadi akan bergabung dengan H2O
membentuk asam karbonat (H2CO3) dengan bantuan enzim carbonic
anhydrase yang ada di dalam eritrosit. Asam karbonat itu kemudian akan
berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3-, lalu H+ akan berikatan dengan Hb dan
akan terjadi pertukaran ion yaitu HCO3- berdifusi dari eritrosit ke plasma dan
Cl- plasma berdifusi ke dalam eritrosit. Ion bikarbonat dalam plasma ini
berperan sebagai buffer dalam mengontrol pH darah. Sampai di paru PCO2
akan rendah, hal ini membuat reaksi yang sebelumnya sudah terjadi akan
berbalik lagi ke asal. HCO3- akan bertukar tempat lagi dengan Cl- dan
kemudian HCO3 yang masuk lagi ke eritrosit ini bergabung lagi dengan H+
(yang suudah lepas dari Hb) membentuk asam karbonat. Berkat peran enzim
carbonic anhydrase, asam karbonat dipecah menjadi CO2 dan H2O. CO2 akan
berdifusi ke paru dan H2O tetap ada di dalam eritrosit. 5
2.11 Kontrol pernapasan
Irama pernafasan yang stabil akibat aktivitas persarafan pada otot-otot
pernafasan, atau dengan kata lain, pusat kontrol pernafasan bukan pada paru,
melainkan pada batang otak (berbeda dengan jantung). Pusat kontrol
pernafasan berada di medulla oblongata disebut medulla respiratory center.1,6
Pusat pernapasan terdiri dari beberapa kelompok neuron yang terletak di
medulla oblongata dan pons pada batang otak. Terdapat tiga kelompok utama
neuron, yaitu: 2
a. Kelompok pernapasan dorsal, terletak di bagian dorsal medulla yang
terutama menyebabkan inspirasi
b. Kelompok pernapasan ventral, terletak di ventrolateral medulla yang
terutama menyebabkan ekspirasi
c. Pusat pneumotaksik yang terletak di sebelah dorsal bagian superior
pons yang mengatur kecepatan dan kedalaman napas.
Sherwood dalam bukunya juga menyatakan bahwa komponen kontrol
saraf pada respirasi ada 3 komponen yaitu: 1
a. Faktor yang menghasilkan irama inspirasi/ekspirasi bergantian
b. Faktor yang mengatur besar ventilasi (kecepatan dan kedalaman
bernafas) untuk memenuhi kebutuhan tubuh
c. Faktor yang memodifikasi aktivitas pernafasan untuk tujuan lain
(mungkin bersifat volunter; contoh: berbicara, mungkin bersifat
involunter; contoh maneuver pernapasan yang berkaitan dengan batuk
atau bersin).
Berikut merupakan gambaran pusat control pernapasan di batang otak. 1
Pembentukan irama pernafasan sebelumnya diduga terdapat pada
Kelompok pernapasan dorsal. Ternyata, pembentukan irama pernafasan
dibentuk pada kompleks Pre-Bötzinger, sebuah regio pada bagian atas medulla
oblongata. Neuron-neuron pada bagian ini memperlihatkan aktivitas
pacemaker seperti nodus SA pada jantung. 1,6
Pusat kontrol respirasi pada pons, yaitu pusat pneumotaksis dan pusat
apneustik mempengaruhi pusat kontrol medulla sehingga kita bernafas dengan
halus. Pusat pneumotaksis mengirim impuls ke DRG untuk membatasi durasi
inspirasi karena pusat ini ke lebih dominan untuk menyebabkan proses
ekspirasi yang lama. Sedangkan pusat apneustik sebaliknya. Pusat apneustik
dominan untuk inspirasi. Apabila pusat ini terlalu dominan akan menyebabkan
inspirasi yang panjang diselingi oleh ekspirasi yang cepat dan dangkal. 1,6
Pada pusat kontrol ini, pusat pneumotaksis lebih dominan sehingga
inspirasi dibatasi dan diiringi dengan ekspirasi. Ketika volume tidal paru besar
(>1L) seperti pada olahraga, Refleks Hering-Breuer mencegah agar paru tidak
mengembang terlalu besar karena mendapatkan impuls dari reseptor peka
tekanan pada saluran nafas. Pusat kontrol respirasi juga menerima input
tentang pertukaran gas pada tubuh. Dua sinyal yang meningkatkan ventilasi
yaitu penurunan tekanan oksigen dan peningkatan tekanan karbon dioksida.
PO2 dimonitor melalui kemoreseptor pada aorta dan arteri karotis. 1,6
Efek penurunan PO2 pada kemoreseptor perifer. Penurunan PO2 tidak terlalu
berdampak pada peningkatan irama pernafasan, kecuali apabila PO2 turun
dibawah 60mmHg. Biasanya tekanan demikian hanya terjadi pada penyakit
paru yang berat atau penurunan PO2 atmosfer. Pada PO2 lebih dari 60mmHg,
persentase saturasi hemoglobin masih tinggi sehingga peningkatan irama
pernafasan tidak diperlukan. Apabila kurang dari 60mmHg, saturasi
hemoglobin menurun sehingga menurunkan kerja pusat respirasi di otak.
Sehingga pada kemoreseptor perifer, PO2 kurang dari 60mmHg menyebabkan
peningkatan pernafasan. 1,6
Efek penurunan PO2 pada pusat respirasi. Kecuali di kemoreseptor perifer,
efek penurunan PO2 menyebabkan aktivitas pusat respirasi anjlok (fail)
sehingga dapat terjadi henti nafas. 1,6
Efek penurunan PCO2 pada kemoreseptor sentral. Tidak ada reseptor yang
secara khusus memonitor perubahan PCO2. Perubahan PCO2 ini dimonitor oleh
kemoreseptor sentral yang berada di medulla dekat dengan pusat pernafasan.
Kemoreseptor ini tidak peka terhadap PCO2 secara langsung, tetapi peka dengan
perubahan kadar ion hidrogen (akibat adanya karbon dioksida) pada cairan
ekstraselular di sekitar mereka. 1,6
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-
Otak memiliki sawar darah otak, sehingga CO2 dapat masuk ke dalam
BBB sedangkan H+ tidak. Sehingga adanya H+ pada ECF otak disebabkan
masuknya CO2 melewati BBB. Peningkatan kadar H+ pada ECF otak secara
langsung menstimulasi kemoreseptor sentral yag kemudian meningkatkan
ventilasi dengan menstimulasi pusat pernafasan melalui koneksi sinaps, begitu
juga sebaliknya. 1,6
Efek langsung peningkatan PCO2 pada pusat pernafasan. Kadar CO2 yang
tinggi pada otak menghambat (depress) seluruh bagian otak, termasuk pusat
respirasi, seperti halnya ketika kadar O2 rendah. PCO2 sekitar 70-80mmHg
memicu usaha untuk bernafas lebih keras untuk mengeluarkan sisa CO2.
Kadar CO2 lebih dari itu akan menghambat neuron-neuron pernafasan. 1,6
Efek Perubahan kadar ion H+. Perubahan pada kadar ion H+ tidak
mempunyai efek pada kemoreseptor sentral di otak karena tidak dapat
menembus BBB. Akan tetapi, kemoreseptor perifer (aortic dan carotid
bodies) sangat responsif terhadap perubahan konsentrasi ion H+ pada darah
arteri. Pada saat terjadi peningkatan ion H+ irama pernafasan meningkat, dan
begitu juga sebaliknya, apabila kadar ion H+ turun maka irama pernafasan
turun. 1,6
2.12 Kontrol lokal untuk menyamakan aliran darah dan aliran
udara
Otot polos bronkus sangat sensitif terhadap perubahan kadar CO2 lokal.
Jika alveolus menerima aliran udara yang sangat sedikit dibandingkan dengan
aliran darah, kadar CO2 di alveolus dan jaringan sekitarnya akan meningkat
karena aliran darah memberikan lebih banyak CO2 daripada yang
dihembuskan keluar oleh aliran udara.1 Peningkatan kadar CO2 ini akan
mempromosikan relaksasi otot polos di bronkus. Resistansi saluran
pernapasan akan menurun sehingga aliran udara akan meningkat. Pada kondisi
ini, pembuluh darah akan mendeteksi kadar O2 yang rendah akibat aliran udara
dari atmosfer yang inadekuat. Hal ini akan memicu vasokonstriksi arteriol-
arteriol di paru untuk menurunkan aliran darah sehingga aliran darah di
arteriol dan aliran udara di saluran pernapasan akan sama. 1
Gambar: Kontrol lokal untuk menyesuaikan ventilasi dan perfusi pada daerah
paru dengan aliran udara yang kecil dan aliran darah yang besar1
Sebaliknya, penurunan kadar CO2 pada alveolus yang menerima aliran
udara yang lebih banyak dibandingkan aliran darah akan menyebabkan
peningkatan kontraktilitas otot polos saluran pernapasan. Hal ini akan
menyebabkan konstriksi saluran pernapasan dan menurunkan aliran udara.
Besarnya aliran udara juga akan meningkatkan kadar O2 lokal. Peningkatan ini
akan dideteksi oleh pembuluh darah lokal dan menyebabkan vasodilatasi
untuk meningkatkan aliran darah dan menyamakannya dengan aliran udara
yang besar.
Gambar: Kontrol lokal untuk menyesuaikan ventilasi dan perfusi pada daerah
paru dengan aliran udara yang besar dan aliran darah yang kecil1
2.13 Tekanan yang mempengaruhi mekanisme pernapasan
a. Tekanan atmosfer (barometrik)
Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda di
permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut tekanan ini sama
dengan 760 mmHg (Gambar 13-7). Tekanan atmosfer berkurang seiring
dengan penambahan ketinggian di atas permukaan laut karena
lapisanlapisan udara di atas permukaan bumi juga semakin menipis. Pada
setiap ketinggian terjadi perubahan minor tekanan atmosfer karena
perubahan kondisi cuaca (yaitu, tekanan barometrik naik atau turun). 1
b. Tekanan intra-alveolus (tekanan intraparu)
Merupakan tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan
dengan atmosfer melalui saluran napas penghantar, udara cepat mengalir
menuruni gradien tekanannya setiap tekanan intra-alveolus berbeda dari
tekanan atmosfer; udara rerus mengalir sampai kedua tekanan seimbang
(ekuilibrium). 1
Dalam keadaan pita suara terbuka dan tidak ada udara yang keluar
masuk paru, tekanan di seluruh saluran respiratori sama dengan tekanan
atmosfer, yaitu dianggap merupakan nilai dasar tekanan di dalam saluran
napas. Nilai tekanan ini adalah 0 cmH2O. Agar udara dapat masuk ke
dalam alveolus pada saat inspirasi, tekanan alveolar harus sedikit lebih
rendah daripada tekanan atmosfer. Pada saat inspirasi normal, tekanan
alveolar turun menjadi -1 cmH2O. Perubahan tekanan ini cukup untuk
menyebabkan masuknya udara ke dalam paru sebanyak 0,5 liter dalam
waktu 2 detik (waktu yang dibutuhkan untuk melakukan inspirasi pada
pernapasan normal). Pada saat ekspirasi, terjadi perubahan sebaliknya.
Tekanan alveolar meningkat menjadi +1 cmH2O dan menyebabkan
keluarnya 0,5 liter udara paru selama 2-3 detik ekspirasi. Jelas di sini,
dalam keadaan normal, memerlukan waktu yang lebih lama untuk
mengeluarkan sejumlah udara dari paru dibandingkan dengan
memasukkan udara ke dalam paru dalam jumlah yang sama. Hal ini terjadi
akibat perbedaan diameter jalan napas, yaitu diameter jalan napas lebih
besar pada saat inspirasi daripada ekspirasi.7
c. Tekanan intrapleura
Merupakan tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini, yang juga
dikenal sebagai tekanan intrathorafts, adalah tekanan yang ditimbulkan di
Iuar paru di dalam rongga thoraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih
rendah daripada tekanan atmosfer, rerata 756 mmHg saat istirahat. Seperti
tekanan darah yang dicatat dengan menggunakan tekanan atmosfer sebagai
titik referensi (yaitu, tekanan darah sistolik 120 mmHg adalah 120 mmHg
lebih besar daripada tekanan atmosfer 750 mmHg atau, dalam kenyataan,
880 mmHg), 755 mmHg kadang-kadang disebut sebagai tekanan -4
mmHg. Namun, sebenarnya tidak ada tekanan negatif absolut. Tekanan -4
mmHg menjadi negatif karena dibandingkan dengan tekanan atmosfer
normal sebesar 760 mmHg.1
Tekanan pleura pada awal inspirasi adalah tekanan sub-atmosfer
sebesar kira-kira -5 cmH2O. Angka ini adalah nilai yang dibutuhkan untuk
menjaga agar paru tetap terbuka pada keadaan istirahat. Kemudian, pada
inspirasi normal, terangkatnya tulang-tulang rusuk juga akan
meningkatkan tekanan negatif menjadi sebesar kira-kira 7,5 cmH2O.
Perubahan tekanan pleura dari -5 menjadi -7,5 cmH2O ini menyebabkan
peningkatan volume paru sebesar 0,5 liter. Pada saat ekspirasi, terjadi
peristiwa yang sebaliknya.7
2.14 Fungsi pengaturan asam basa sistem respirasi
Sistem respirasi berperan dalam pengaturan asam basa dengan cara
mempertahankan PCO2 35-45 mmHg. Gangguan respirasi akut yang meliputi
perubahan PCO2 dapat menyebabkan asidosis dan alkalosis respiratorik.
Selanjutnya, jika terjadi gangguan metabolic yang menyebabkan asidosis dan
alkalosis, maka akan terjadi kompensasi respiratorik. Sebagai contoh,
seseorang dengan asidosis metabolic mengalami pernapasan Kussmaul agar
CO2 yang bersifat asam dapat dieliminasi dengan cepat. Oleh karena itu, pH
darah tetap berada dalam rentang normal, yaitu 7,35-7,45.8,9
Peningkatan konsentrasi CO2 di cairan tubuh akan meningkatan
konsentrasi H+ dan menurunkan pH. Reaksi yang melibatkan CO2 dan asam
basa tubuh dapat diilustrasikan sebagai berikut.4
CO2 + H2O ⇆ H2CO3 ⇆ H+ + HCO3-
Perubahan laju dan kedalaman pernapasan dapat mengubah pH cairan
tubuh dalam waktu beberapa menit. Dengan peningkatan pernapasan, lebih
banyak CO2 yang dihembuskan. Jika kadar CO2 menurun, reaksi akan bergeser
ke arah kiri, konsentrasi H+ menurun dan pH darah meningkat. Jika pernapasan
lebih lambat dari biasanya, lebih sedikit CO2 yang dihembuskan. Jika
konsentrasi CO2 meningkat, reaksi akan bergeser ke arah kanan diikuti dengan
peningkatan konsentrasi H+ dan penurunan pH darah.
pH cairan tubuh saling berinteraksi dengan laju dan kedalaman pernapasan
melalui feedback negatif. Saat keasaman darah meningkat, penurunan pH
dideteksi oleh kemoreseptor sentral di medulla oblongata dan kemoreseptor
perifer di badan aorta dan carotid.4 Kedua reseptor akan menstimulasi daerah
inspiratorik di medulla oblongata. Hasilnya, diafragma dan otot-otot
respiratorik lain akan berkontraksi lebih keras dan lebih sering agar CO2 dapat
dikeluarkan. Sebaliknya, jika pH darah meningkat, pusat respirasi akan
dihambat yang menyebabkan laju dan kedalaman pernapasan menurun.4
2.15 Cara paru-paru mempertahankan bentuk dan ukurannya
Jaringan paru banyak mengandung serat elastin. Serat-serat ini tidak saja
memiliki sifat elastik tetapi juga membentuk jaringan yang memperkuat
perilaku elastiknya sendiri seperti benang dalam kain elastik. Selama siklus
pernapasan paru bergantian mengembang dan mengempis. Sifat yang
menyebabkan paru berprilaku seperti balon adalah karna adanya 2 konsep
dasar yaitu Compleiance atau upaya yang dibutuhkan untuk meregangkan atau
mengembangkan paru sementara itu ada recoil elastik yang menunjukan pada
seberapa mudahnya paru untuk kembali ke bentuk semulanya setelah
diregangkan. Kedua hal tersebut juga sangat terpengaruhi oleh jaringan ikat
elastik pada paru dan tegangan permukaan alveolus.1
2.16 Mekanisme pertahanan sistem respirasi
Mekanisme pertahanan utama dari saluran napas adalah epitel permukaan
yang cukup istimewa yaitu epitel respiratorius atau epitel bertingkat (berlapis
semu) silindris bersilia dan bersel goblet. Epitel ini terdiri dari lima macam jenis
sel yaitu:10
a. Sel silindris bersilia: sel terbanyak (1 sel mengandung 300 silia)
terdapat badan basal dan mitokondria (di bawah silia) untuk menyediakan
ATP dalam membantu pergerakan silia.
b. Sel goblet mukosa: bagian apikal mengandung droplet mukus yang terdiri
dari glikoprotein.
c. Sel sikat (brush cells): banyak mikrovili pada apikalnya. Terdapat ujung
saraf aferen pada permukaan basal (reseptor sensorik).
d. Sel basal (pendek): sel bulat kecil terletak di atas lamina basal dan tidak
meluas sampai lumen epitel.
e. Sel granul kecil: mirip sel basal tetapi mempunyai banyak granul dengan
bagian pusat yang padat.
Lamina propria dibawah dari epitel ini banyak mengandung pembuluh
darah yang berguna untuk menghangatkan udara masuk serta dibantu dengan
silia yang membersihkan udara dari partikel asing dan kelenjar serosa dan
mukosa yang melembabkan udara masuk.10
Pertahanan sistem respirasi dibentuk oleh beberapa komponen, yaitu:11
a. Arsitektur saluran nafas; bentuk, struktur, dan kaliber saluran nafas
yang berbeda-beda merupakan saringan mekanik terhadap udara yang
dihirup, mulai dari hidung, nasofaring, laring, serta percabangan
trakeobronkial. Iritasi mekanik atau kimiawi merangsang reseptor
disaluran nafas, sehingga terjadi bronkokonstriksi serta bersin atau
batuk yang mampu mengurangi penetrasi debu dan gas toksik kedalam
saluran nafas.
b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran nafas, yang mampu
menangkap partikel debu dan mengeluarkannya.
c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di paru yang
berperan terhadap partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di
saluran nafas.
Lapis mukus yang berpindah-pindah menangkap partikel debu dan
membawanya ke faring, tempat mereka akan ditelan. Fungsi mukosa tidak
terbatas pada sekresi dan transpor mukus. Sel-sel plasma dalam lamina propria
menghasilkan IgA yang terikat pada unsur sekresi pada perukaan basal sel-sel
kelenjar submukosa dan ditranspor bersama hasil sekresinya ke permukaan
hidung. Albumin serum, IgA, IgE, dan IgG yang berdifusi dari kapiler
bertingkap sekitar kelenjar submukosa juga sampai pada permukaan epitel,
tempatnya memberi perlindungan setempat terhadap infeksi baktei. Pada
orang yang menderita flu atau rinitis alergika (demam jerami), maka IgE
bergabung dengan sel mast, menyebabkan dibebaskannya histamin dan
mediator lain, yang berakibat peningkatan sekresi hidung dan edema
submukos.11
Makrofag alveolar merupakan fagosit utama dari paru. Mereka bukan
bagian dari dinding alveol, namun sel bebas yang bermigrasi di atas
permukaan lumen. Disini ia terpapar langsung pada debu dan bakteri yang
lolos dari lembaran mukus dalam bagian proksimal jalan napas. Fungsinya
untuk memfagosit bakteri atau benda asing lainnya. Memiliki lisosim yang
mengandung enzim hidrolitik.11
2.17 Adaptasi paru pada olahraga
Seiring dengan peningkatan curah jantung aliran darah ke paru, yang biasa
disebut perfusi pulmonal, juga meningkat. Laju difusi O2 dari udara alveolus
ke darah juga meningkat karena kapiler-kapiler pulmonal mendapat asupan
darah yang maksimal. Otot-otot yang berkontraksi akan menggunakan O2 dan
memroduksi CO2 dalam jumlah besar.4 Saat berolahraga, penggunaan O2 dan
ventilasi pulmonal meningkat drastis. Pada olahraga sedang, peningkatan
ventilasi ini lebih disebabkan oleh pernapasan yang semakin dalam. Seiring
dengan meningkatnya intensitas aktivitas, frekuensi pernapasan juga
meningkat.4
Di awal olahraga, ventilasi pulmonal meningkat secara cepat diikuti
dengan peningkatan gradual. Peningkatan ventilasi yang cepat di awal
olahraga ini dikarenakan perubahan neural yang mengirimkan impuls ke
daerah inspiratorik di medulla oblongata. Perubahan-perubahan neural ini
meliputi (1) antisipasi aktivitas, yang menstimulasi sistem limbik; (2) impuls
sensorik dari proprioseptor di otot, tendon, dan sendi; dan (3) impuls motorik
dari korteks motorik primer (gyrus precentralis). Peningkatan ventilasi yang
gradual disebabkan oleh perubahan kimiawi di aliran darah yaitu (1)
penurunan akibat peningkatan konsumsi O2; (2) peningkatan
akibat peningkatan produksi CO2 oleh serat-serat otot yang berkontraksi;
dan (3) peningkatan suhu akibat pelepasan panas dari penggunaan O2.4
Dalam adaptasi ini, dikenal juga sebutan hutang oksigen yang merupakan
jumlah tambahan oksigen yang diperlukan otot selama masa pemulihan
sesudah melakukan olahraga muscular yang berat. Sesudah suatu periode
olahraga muscular yang berat, jumlah oksigen yang dikonsumsi mengalami
kenaikan yang sangat besar. Oksigen yang diperlukan melebihi jumlah yang
tersedia dalam otot. Oksigen dalam jumlah yang banyak ini bukan hanya
diperlukan bag aktivitas otot tetapi juga bagi pemulihan sejumlah proses
metabolic seperti:
1. Pembentukan kembali glukosa dari asam laktat yang terkumpul selama
berolahraga
2. Sintesis kembali ATP dan keratin fosfat
3. Pemulihan jumlah oksigen yang berdisosiasi dari hemoglobin dan
mioglobin.
Jadi, untuk fenomena ‘reversal’ tersebut di atas harus disediakan sejumlah
tambahan oksigen di dalam tubuh. Hutang oksigen ini sekitar enam kali lipat
lebih banyak daripada jumlah oksigen yang terpakai dalam kondisi resting.
VO2 max adalah jumlah oksigen yang dikonsumsi pada metabolisme
aerobik yang maksimal. VO2 max merupakan produk maksimal curah jantung
dan jumlah maksimal oksigen yang dikonsumsi oleh otot.
Pada seorang pria normal yang sehat dan aktif terdapat VO2 max sebesar
35-40 mL/kg berat badan/menit. Pada wanita, besarnya VO2 max ini adalah
30-35 mL/kg berat badan/menit. Selama berolahraga akan terjadi peningkatan
VO2 max sebesar 50%.
2.18 Pengukuran fungsi faal paru
Uji fungsi paru atau dapat disebut juga lung function test digunakan untuk
mengevaluasi kemampuan paru dan menangani pasien penyakit paru. Uji
fungsi paru juga dapat digunakan untuk menentukan adanya gangguan dan
derajat gangguan fungsi paru. Uji ini dibagi menjadi 3 uji yaitu:5
a. Uji spirometri
Spirometri paling sering digunakan untuk menilai fungsi paru.
Sebagian besar pasien dapat dengan mudah melakukan spirometri setelah
dilatih oleh pelatih atau tenaga kesehatan lain yang tepat. Uji ini dapat
dilaksanakan di berbagai tempat baik ruang praktek dokter, ruang gawat
darurat atau ruang perawatan. Spirometri dapat digunakan untuk diagnosis
dan memantau gejala pernapasan dan penyakit, persiapan operasi,
penelitian epidemiologi serta penelitian lain.12
Indikasi dilakukannya uji spirometri adalah sebagai berikut:5
1. Pemeriksaan kesehatan berkala
2. Penyakit paru obstruktif
3. Penyakit paru restriktif
4. Pada perokok
5. Mengevaluasi disability
6. Evaluasi pra bedah
7. Penyakit paru pekerja
8. Mengevaluasi respon saluran pernafasan terhadap bronkodilator
dan kortikosteroid
Parameter spirometri:
1. Kapasitas vital
2. Volume ekspiratori paksa
3. Volume ekspiratori paksa pada detik pertama
b. Analisis gas darah
Analisis gas darah digunakan untuk menilai pertukaran gas di paru
(mengevaluasi status O2 dan CO2 dalam darah arteri) dan mengukur
keasaman darah dan kadar bikarbonat.
Komponen pada analisis gas darah:5
1. pH
2. PaCO2
3. PaO2
4. SaO2
5. HCO3-
c. Uji kapasitas difusi
Penilaian kapasitas difusi dapat menggunakan pemeriksaan DLCO (diff
using capacity of the lung for carbon monoxide). DLCO diukur untuk menilai
interaksi permukaan alveolar, perfusi kapiler alveolar, bagian dari celah antara
alveolar-kapiler, volume kapiler, konsentrasi Hb, reaksi Hb dengan CO.
DLCO merupakan rasio antara ambilan CO dalam mililiter per menit dibagi
rata-rata tekanan alveolar CO dalam mmHg. Cara yang paling banyak
digunakan adalah single-breath breath-holding technique yaitu subjek diminta
menghirup sejumlah volume udara yang terdiri dari 10% helium, 0,3% CO,
21% oksigen dan sisanya adalah nitrogen. Setelah menghirup pasien kemudian
menahan napas selama 10 detik. Perhitungan DLCO merupakan hasil single-
breath pasien yang dapat digunakan untuk memperkirakan kapasitas paru total
dikalikan laju ambilan CO selama 10 detik menahan napas. Anemia dapat
menurunkan DLCO. Penyakit interstitial pulmonary fibrosis (IPF) dan
penyakit interstitial lung disease (ILD) lain dapat menghasilkan DLCO
abnormal. Penurunan DLCO tidak hanya menunjukkan penyakit restriksi
tetapi dapat ditemukan pada emfisema.5
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Olahraga aerobik teratur dapat meningkatkan VO2 maksimum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lauralee, Sherwood. Fisiologi Manusia: Sistem Pernapasan. Edisi 6.
Jakarta: EGC; 2011.
2. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.
3. Junqueira LC, Carneiro J. Basic Histology: Text & Atlas. 11th ed. New
York: McGraw-Hill; 2007
4. Tortora GJ & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th
edition. John Wiley & Sons, Inc; 2009.
5. Djojodibrot D. Respiralogi. Jakarta: EGC; 2009.
6. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteram. Jakarta: EGC; 2003.
7. Boediman, MW. Anantomi dan Fisiologi Sistem Respiratorik dalam Buku
Ajar Respirologi. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2008.
8. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran Dasar: Asam,
Basa, Penyangga. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2000.
9. Sedono R. Respiratory System and Acid Base. ICU Department of
Anesthesiology RSCM. Diakses 21 Juni 2011. Pk. 20.00.
10.Mescher AL. Histologi Dasar Junquiera, Teks & Atlas. Ed 12. Jakarta:
Penerbit buku Kedokteran EGC; 2009.
11.Fawcett DW. Buku Ajar Histologi. Edisi 12. Jakarta: EGC; 2002.
12.Lung function test [Internet]. 2011 [disitasi 2011 Jun 20]. Disitasi dari:
http://www.webmd.com/lung/lung-function-tests?page=2. Diakses June
20th 2011.