Upload
patma-sary
View
208
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CIDERA KEPALA
DIRUANG PRABU KRESNA RSUD KOTA SEMARANG
Disusun oleh :
Sri Patma Sari
1001072
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2013
CIDERA KEPALA
A. Pengertian
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder
dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).
B. Etiologi
Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
1. oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal : kecelakaan,
dipukul dan terjatuh.
2. trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.
C. Manifestasi klinis
Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut
dengan cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu
dapat disembuhkan. Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting
diingat arti gangguan vegetatif yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa
sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng. Gangguan vegetatif tidak dilihat sebagai
tanda-tanda penyakit dan gambaran penyakit, namun keadaannya reversibilitas.
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat
(amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula sebelum
dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-tanda lemah
ingatan, cepat lelah, amat sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan EEG, tidak akan
menutupi diagnosis bila tidak ada kelainan EEG.
Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga
beraneka ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit. Catatan
kesimpulan mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma berjam-jam
atau seharian, apalagi kalau tidak menampakkan gejala penyakit gangguan
syaraff. Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah
syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam.
Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi
komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.
D. Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya karena terjatuh,
dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya
gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma ekstra kranial akan dapat
menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan
karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus –
menerus dapat menyebabkan hipoksia sehingga tekanan intra kranial akan
meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan meneyebabkan
robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa
terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan
terjadinya gangguan dalam mobilitas.
E. Klasifikasi
Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :
1. Cidera kepala terbuka
Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala duramater
disertai cidera jaringan otak karena impressi fractura berat. Akibatnya, dapat
menyebabkan infeksi di jaringan otak. Untuk pencegahan, perlu operasi
dengan segera menjauhkan pecahan tulang dan tindakan seterusnya secara
bertahap.
Fractura Basis Cranii
Fractura ini dapat terletak di depan, tengah, atau di belakang. Gejala
fractura di depan:
a. Rhino liquore disertai lesi di sinus-frontalis pada ethmoidal, spenoidal,
dan arachnoidal.
b. Pneunoencephalon, karena pada fractura basis cranii udara dari sinus
maksilaris masuk ke lapisan selaput otak encepalon.
c. Monokli haematoma, adalah haematoma pada biji mata, karena pada
orbita mata dan biji lensa mata memberi gejala pendarahan intracranialis
pula.
Fractura bagian tengah basis cranii antara lain memberi gejala khas
menetesnya cairan otak bercampur darah dari telinga: otoliquor, melalui tuba
eustachii. Gambaran rontgen sebagai tanda khas pada fractura basis cranii
selalu hanya memperlihatkan sebagian. Karena itu, dokter-dokter ahli
forensik selalu menerima kalau hanya ada satu tanda-tanda klinik.
Gejala-gejala klinis lain yang dapat dilihat pada fractura basis cranii antara
lain anosmia (I); gangguan penglihatan (II); gangguan gerakan-gerakan biji
mata (III,IV, V); gangguan rasa di wajah (VI); kelumpuhan facialis (VII);
serta ketulian bukan karena trauma octavus tetapi karena trauma pada
haemotympanon. Pada umumnya, N. VIII - XII jaringan saraf otak tidak akan
rusak pada fractura basis cranii. Kalau fractura disebut fractura impressio
maka terjadi dislocatio pada tulang-tulang sinus tengkorak kepala. Hal ini
harus selalu diperhatikan karena kemungkinan ini akibat contusio cerebri.
2. Cidera kepala tertutup
Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi keretakan-
keretakan. Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea fractura sedemikian
rupa sehingga menyebabkan luka pada daerah periferia a. meningia media,
yang menyebabkan perdarahan arteri. Haematoma dengan cepat membesar
dan gambaran klinik juga cepat merembet, sehingga tidak kurang dari 1 jam
terbentuk haematomaepiduralis. Penentuan diagnosis sangat berarti lucidum
intervalum (mengigat waktu yang jitu dan tepat). Jadi, pada epiduralis
haematoma, sebenarnya jaringan otak tidak rusak, hanya tertekan (depresi).
Dengan tindakan yang cepat dan tepat, mungkin pasien dapat ditolong. Paling
sering terdapat di daerah temporal, yaitu karena pecahnya pembulnh darah
kecil/perifer cabang-cabang a. meningia media akibat fractura tulang kepala
daerah itu (75% pada Fr. Capitis).
a. Epiduralis haematoma
Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin.
transversus. Foto rontgen kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting
adalah pengawasan terhadap pasien. Saat ini, diagnosis yang cepat dan
tepat ialah CT scan atau Angiografi. Kadangkala kita sangat terpaksa
melakukan "Burr hole Trepanasi", karena dicurigai akan terjadi epiduralis
haematoina. Dengan ini sekaligus bisa didiagnosis dan dekompresi, sebab
terapi untuk epiduralis haematoma adalah suatu kejadian yang gawat dan
harus segera ditangani.
b. Subduralis haematoma akut
Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana
pembuluh darah kecil sinus vena pecah atau terjadi perdarahan. Atau
jembatan vena bagian atas pada interval yang akibat tekanan lalu terjadi
perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak
sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter
dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya
tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial). Pada kejadian
akut haematoma, lucidum intervalum akan terasa setelah beberapa jam
sampai 1 atau 2 hari. Tanda-tanda neurologis-klinis di sini jarang memberi
gejala epileptiform pada perdarahan dasar duramater. Akut hematoma
subduralis pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa Fractura Cranii,
namun pembuluh darah arteri dan vena di corteks terluka. Pasien segera
pingsan/ koma. Jadi, di sini tidak ada "free interval time". Kadang-kadang
pembuluh darah besar seperti arteri dan sinus dapat juga terluka. Dalam
kasus ini sering dijumpai kombinasi dengan intracerebral haematoma
sehingga mortalitas subdural haematoma akut sangat tinggi (80%).
c. Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu
perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan
berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar
jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna “pelebaran pembuluh
darah”. Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit tetapi terjadi
gangguan ingatan karena timbulnya gangguan meningeal. Akut
Intracerebralis Haematoma terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah
korteks dan subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar
atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks.
Selaput otak menjadi pecah pula karena tekanan pada durameter bagian
bawah melebar sehingga terjadilah "subduralis haematoma", disertai
gejala kliniknya.
d. Contusio Cerebri
Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan
dengan tipe centralis - kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau
kelumpuhan syaraf-syaraf otak, gangguan bicara, yang tergantung pada
lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada kepala adalah bentuk
paling berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya
tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-
tanda gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang mulai
dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka
merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat
dikendalikan (decebracio rigiditas).
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla
oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
G. Pengobatan
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon
(bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per
jam selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila
preparat itu diberikan dalam waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden
hour). Pemberian nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0
mg/kg berat badan per jam selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan
neurologis pada penderita trauma saraf spinal akut.
Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis yang akurat,
dapat memperbaiki keadaan neurologis akibat efek inhibisi terjadinya reaksi
peroksidasi lipid. Dengan kata lain, metilprednisolon bekerja dengan cara:
1. Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi fosfolipid dan komponen
membran lain dari kerusakan.
2. Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.
3. Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.
4. Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.
5. Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun intraseluler.
6. Menghambat pelepasan asam arakhidonat.
H. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke
otak.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d peningkatan tekanan intra kranial.
3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan
intra kranial.
4. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik.
5. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine dan
elektrolit meningkat.
7. Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan
menelan.
8. Gangguan pola nafas b/ d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan
medula oblongata.
I. Intervensi
Diagnosa Tujuan Intervensi RasionalGangguan
perfusi jaringan
b/ d oedema
cerebri,
meningkatnya
aliran darah ke
Gangguan perfusi jaringan
tidak dapat diatasi setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x 24 jam
dengan KH :
- Mampu mempertahankan
- Pantau status neurologis
secara teratur.
Mengkaji adanya
kecenderungan pada
tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK
dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi,
otak. tingkat kesadaran
- Fungsi sensori dan motorik
membaik.
- Evaluasi kemampuan
membuka mata (spontan,
rangsang nyeri).
- Kaji respon motorik
terhadap perintah yang
sederhana.
- Pantau TTV dan catat
hasilnya.
perluasan dan
perkembangan kerusakan
SSP
Menentukan tingkat
kesadaran
Mengukur kesadaran
secara keseluruhan dan
kemampuan untuk
berespon pada rangsangan
eksternal.
Dikatakan sadar bila
pasien mampu meremas
atau melepas tangan
pemeriksa.
Peningkatan tekanan darah
sistemik yang diikuti
dengan penurunan tekanan
darah diastolik merupakan
tanda peningkatan TIK .
Peningkatan ritme dan
disritmia merupakan tanda
adanya depresi atau trauma
batang otak pada pasien
yang tidak mempunyai
kelainan jantung
sebelumnya.
Nafas yang tidak teratur
menunjukan adanya
- Anjurkan orang terdekat
untuk berbicara dengan
klien
- Kolaborasi pemberian
cairan sesuai indikasi
melalui IV dengan alat
kontrol
peningkatan TIK
Ungkapan keluarga yang
menyenangkan klien
tampak mempunyai efek
relaksasi pada beberapa
klien koma yang akan
menurunkan TIK
Pembatasan cairan
diperlukan untuk
menurunkan Oedema
cerebral: meminimalkan
fluktuasi aliran vaskuler,
tekanan darah (TD) dan
TIK
Gangguan rasa
nyaman nyeri b/
d peningkatan
tekanan intra
kranial.
Rasa nyeri berkurang setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
dengan KH :
- pasien mengatakan nyeri
berkurang.
- Pasien menunjukan skala
nyeri pada angka 3.
- Ekspresi wajah klien rileks.
- Teliti keluhan nyeri,
catat intensitasnya,
lokasinya dan lamanya.
- Catat kemungkinan
patofisiologi yang khas,
misalnya adanya infeksi,
trauma servikal.
- Berikan kompres dingin
pada kepala
Mengidentifikasi
karakteristik nyeri
merupakan faktor yang
penting untuk menentukan
terapi yang cocok serta
mengevaluasi keefektifan
dari terapi.
Pemahaman terhadap
penyakit yang
mendasarinya membantu
dalam memilih intervensi
yang sesuai.
Meningkatkan rasa
nyaman dengan
menurunkan vasodilatasi.
Perubahan
persepsi sensori
b/ d penurunan
kesadaran,
peningkatan
tekanan intra
kranial.
Fungsi persepsi sensori
kembali normal setelah
dilakukan perawatan selama 3x
24 jam dengan KH :
- mampu mengenali orang
dan lingkungan sekitar.
- Mengakui adanya
perubahan dalam
kemampuannya.
- Evaluasi secara teratur
perubahan orientasi,
kemampuan berbicara,
alam perasaan, sensori
dan proses pikir.
- Kaji kesadaran sensori
dengan sentuhan, panas/
dingin, benda tajam/
tumpul dan kesadaran
terhadap gerakan.
- Bicara dengan suara
yang lembut dan pelan.
Gunakan kalimat pendek
dan sederhana.
Pertahankan kontak
mata.
Fungsi cerebral bagian atas
biasanya terpengaruh lebih
dahulu oleh adanya
gangguan sirkulasi,
oksigenasi. Perubahan
persepsi sensori motorik
dan kognitif mungkin akan
berkembang dan menetap
dengan perbaikan respon
secara bertahap
Semua sistem sensori
dapat terpengaruh dengan
adanya perubahan yang
melibatkan peningkatan
atau penurunan sensitivitas
atau kehilangan sensasi
untuk menerima dan
berespon sesuai dengan
stimuli.
Pasien mungkin
mengalami keterbatasan
perhatian atau pemahaman
selama fase akut dan
penyembuhan. Dengan
tindakan ini akan
membantu pasien untuk
memunculkan komunikasi.
- Berikan lingkungan
tersetruktur rapi, nyaman
dan buat jadwal untuk
klien jika mungkin dan
tinjau kembali.
- Gunakan penerangan
siang atau malam.
- Kolaborasi pada ahli
fisioterapi, terapi
okupasi, terapi wicara
dan terapi kognitif.
Mengurangi kelelahan,
kejenuhan dan
memberikan kesempatan
untuk tidur REM
(ketidakadaan tidur REM
ini dapat meningkatkan
gangguan persepsi
sensori).
Memberikan perasaan
normal tentang perubahan
waktu dan pola tidur.
Pendekatan antar disiplin
ilmu dapat menciptakan
rencana panatalaksanaan
terintegrasi yang berfokus
pada masalah klien
Gangguan
mobilitas fisik
b/d spastisitas
kontraktur,
kerusakan saraf
motorik.
Pasien dapat melakukan
mobilitas fisik setelah
mendapat perawatan dengan
KH :
- tidak adanya kontraktur,
footdrop.
- Ada peningkatan kekuatan
dan fungsi bagian tubuh
yang sakit.
- Mampu
mendemonstrasikan
- Periksa kembali
kemampuan dan keadaan
secara fungsional pada
kerusakan yang terjadi.
- Pertahankan kesejajaran
tubuh secara fungsional,
seperti bokong, kaki,
tangan. Pantau selama
Mengidentifikasi
kerusakan secara
fungsional dan
mempengaruhi pilihan
intervensi yang akan
dilakukan.
Penggunaan sepatu tenis
hak tinggi dapat membantu
mencegah footdrop,
penggunaan bantal,
aktivitas yang
memungkinkan
dilakukannya
penempatan alat atau
tanda penekanan dari
alat tersebut.
- Berikan/ bantu untuk
latihan rentang gerak
- Bantu pasien dalam
program latihan dan
penggunaan alat
mobilisasi. Tingkatkan
aktivitas dan partisipasi
dalam merawat diri
sendiri sesuai
kemampuan.
gulungan alas tidur dan
bantal pasir dapat
membantu mencegah
terjadinya abnormal pada
bokong.
Mempertahankan mobilitas
dan fungsi sendi/ posisi
normal ekstrimitas dan
menurunkan terjadinya
vena statis.
Proses penyembuhan yang
lambat seringakli
menyertai trauma kepala
dan pemulihan fisik
merupakan bagian yang
sangat penting.
Keterlibatan pasien dalam
program latihan sangat
penting untuk
meningkatkan kerja sama
atau keberhasilan program.
Resiko tinggi
infeksi b/ d
jaringan trauma,
kerusakan kulit
kepala.
Tidak terjadi infeksi setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam
dengan KH :
- Bebas tanda- tanda infeksi
- Mencapai penyembuhan
luka tepat waktu
- Berikan perawatan
aseptik dan antiseptik,
pertahankan teknik cuci
tangan yang baik.
- Observasi daerah kulit
yang mengalami
kerusakan, daerah yang
Cara pertama untuk
menghindari nosokomial
infeksi.
Deteksi dini
perkembangan infeksi
memungkinkan untuk
terpasang alat invasi,
catat karakteristik
drainase dan adanya
inflamasi.
- Batasi pengunjung yang
dapat menularkan infeksi
atau cegah pengunjung
yang mengalami infeksi
saluran nafas atas.
- Kolaborasi pemberian
atibiotik sesuai indikasi.
melakukan tindakan
dengan segera dan
pencegahan terhadap
komplikasi selanjutnya.
Menurunkan pemajanan
terhadap pembawa kuman
infeksi.
Terapi profilaktik dapat
digunakan pada pasien
yang mengalami trauma,
kebocoran LCS atau
setelah dilakukan
pembedahan untuk
menurunkan resiko
terjadinya infeksi
nosokomial.
Gangguan
keseimbangan
cairan dan
elektrolit b/ d
haluaran urine
dan elektrolit
meningkat.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam
ganguan keseimbangan cairan
dan elektrolit dapat teratasi
dengan KH :
- Menunjukan membran
mukosa lembab, tanda vital
normal haluaran urine
adekuat dan bebas oedema.
- Kaji tanda klinis
dehidrasi atau kelebihan
cairan.
- Catat masukan dan
haluaran, hitung
keseimbangan cairan,
ukur berat jenis urine.
Deteksi dini dan intervensi
dapat mencegah
kekurangan / kelebihan
fluktuasi keseimbangan
cairan.
Kehilangan urinarius dapat
menunjukan terjadinya
dehidrasi dan berat jenis
urine adalah indikator
- Berikan air tambahan/
bilas selang sesuai
indikasi
- Kolaborasi pemeriksaan
lab. kalium/fosfor serum,
Ht dan albumin serum.
hidrasi dan fungsi renal.
Dengan formula kalori
lebih tinggi, tambahan air
diperlukan untuk
mencegah dehidrasi.
Hipokalimia/ fofatemia
dapat terjadi karena
perpindahan intraselluler
selama pemberian makan
awal dan menurunkan
fungsi jantung bila tidak
diatasi.
Gangguan
kebutuhan
nutrisi b/ d
kelemahan otot
untuk menguyah
dan menelan
Pasien tidak mengalami
gangguan nutrisi setelah
dilakukan perawatan selama 3
x 24 jam dengan KH :
- Tidak mengalami tanda-
tanda mal nutrisi dengan
nilai lab. Dalam rentang
normal.
- Peningkatan berat badan
sesuai tujuan.
- Kaji kemampuan pasien
untuk mengunyah dan
menelan, batuk dan
mengatasi sekresi.
- Auskultasi bising usus,
catat adanya penurunan/
hilangnya atau suara
hiperaktif.
- Jaga keamanan saat
Faktor ini menentukan
terhadap jenis makanan
sehingga pasien harus
terlindung dari aspirasi.
Fungsi bising usus pada
umumnya tetap baik pada
kasus cidera kepala. Jadi
bising usus membantu
dalam menentukan respon
untuk makan atau
berkembangnya
komplikasi seperti paralitik
ileus.
Menurunkan regurgitasi
memberikan makan pada
pasien, seperti
meninggikan kepala
selama makan atatu
selama pemberian
makan lewat NGT.
- Berikan makan dalam
porsi kecil dan sering
dengan teratur.
- Kaji feses, cairan
lambung, muntah darah.
- Kolaborasi dengan ahli
gizi.
dan terjadinya aspirasi.
Meningkatkan proses
pencernaan dan toleransi
pasien terhadap nutrisi
yang diberikan dan dapat
meningkatkan kerjasama
pasien saat makan.
Perdarahan subakut/ akut
dapat terjadi dan perlu
intervensi dan metode
alternatif pemberian
makan.
Metode yang efektif untuk
memberikan kebutuhan
kalori.
Gangguan pola
nafas b/ d
obstruksi
trakeobronkial,
neurovaskuler,
kerusakan
medula
oblongata.
Tidak terjadi gangguan pola
nafas setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama
2x 24 jam dengan KH :
- Memperlihatkan pola nafas
normal/ efektif, bebas
sianosis dengan GDA
dalam batas normal pasien.
- Pantau frekuensi, irama,
kedalaman pernafasan.
Catat ketidakteraturan
pernafasan.
Perubahan dapat
menunjukan komplikasi
pulmonal atau
menandakan lokasi/
luasnya keterlibatan otak.
Pernafasan lambat, periode
apneu dapat menendakan
perlunya ventilasi mekanis.
- Angkat kepala tempat
tidur sesuai aturan posisi
miring sesuai indikasi.
- Anjurkan pasien untuk
latihan nafas dalam yang
efektif jika pasien sadar.
- Auskultasi suara nafas.
Perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya
suara- suara tambahan
yang tidak normal.
(krekels, ronki dan
whiszing).
- Kolaborasi untuk
pemeriksaan AGD,
tekanan oksimetri.
- Berikan oksiegen sesuai
indikasi.
Untuk memudahkan
ekspansi paru dan
menjegah lidah jatuh yang
menyumbat jalan nafas.
Mencegah/ menurunkan
atelektasis.
Untuk mengidentifikasi
adanya masalah paru
seperti atelektasis, kongesti
atau obstruksi jalan nafas
yang membahayakan
oksigenasi serebral atau
menandakan adanya
infeksi paru (umumnya
merupakan komplikasi
pada cidera kepala).
Menentukan kecukupan
oksigen, keseimbangan
asam-basa dan kebutuhan
akan terapi.
Mencegah hipoksia, jika
pusat pernafasan tertekan.
Biasanya dengan
mnggunakan ventilator
mekanis