43
Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus A. DEFINISI Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas : 1. Fraktur Collum Humerus 2. Fraktur Batang Humerus 3. Fraktur Suprakondiler Humerus 4. Fraktur Interkondiler Humerus B. ANATOMI Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang panjang dan terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di proksimal dan dengan radius ulna di distal. Humerus dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proksimal humeri, shaft humeri dan distal humeri. Proksimal humeri Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan dilapisi oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang berartikulasi dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah caput humeri serong mediosuperior dan sedikit posterior. Caput humeri dipisahkan dengan struktur di bawahnya oleh collum anatomicum. Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan tuberculum minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri ke distal sebagai crista tuberculi majoris.

Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LP

Citation preview

Page 1: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

Laporan Pendahuluan

Fraktur Humerus

A. DEFINISI

Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang

terbagi atas :

1. Fraktur Collum Humerus

2. Fraktur Batang Humerus

3. Fraktur Suprakondiler Humerus

4. Fraktur Interkondiler Humerus

B. ANATOMI

Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang panjang dan

terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di proksimal dan dengan radius

ulna di distal. Humerus dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proksimal humeri, shaft humeri

dan distal humeri.

Proksimal humeri

Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan dilapisi oleh

tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang berartikulasi dengan kavitas

glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah caput humeri serong mediosuperior dan sedikit

posterior. Caput humeri dipisahkan dengan struktur di bawahnya oleh collum anatomicum.

Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan tuberculum minor.

Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri ke distal sebagai crista tuberculi

majoris. Tuberculum minor mengarah ke anterior dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi

minoris. Di antara kedua tuberculum serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang

dilapisi tulang rawan dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis.

Shaft humeri

Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga. Permukaan shaft

humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies anterior lateralis dan facies posterior.

Pertemuan facies anterior medialis dengan facies posterior membentuk margo medialis. Margo

medialis ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris medialis.

Page 2: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

Pertemuan facies anterior lateralis dengan facies posterior membentuk margo lateralis. Margo

lateralis ini juga ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris lateralis.

Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan tuberositas deltoidea.

Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies posterior humeri didapatkan sulcus nervi

radialis (sulcus spiralis) yang berjalan superomedial ke inferolateral. Foramen nutricium

didapatkan dekat margo medialis dan merupakan lubang masuk ke canalis nutricium yang

mengarah ke distal.

Distal humeri

Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri. Margo medialis

yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis berakhir sebagai epicondilus

medialis. Demikian pula margo lateralis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris

lateralis berakhir sebagai epicondilus lateralis. Epicondilus medialis lebih menonjol

dibandingkan epicondilus lateralis serta di permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan

sulcus nervi ulnaris.

Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan untuk

artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu yang sedikit serong

terhadap sumbu panjang shaft humeri. Struktur ini disebut trochlea humeri di medial dan

capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri dilapisi oleh tulang rawan yang melingkar dari

permukaan anterior sampai permukaan posterior dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal

trochlea baik di permukaan anterior maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan

sehingga tulang menjadi sangat tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di

permukaan posterior disebut fossa olecrani.

Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi tulang rawan

setengah bulatan dan tidak mencapai permukaan posterior. Capitulum humeri berartikulasi

dengan radius. Di permukaan anterior capitulum humeri didapatkan fossa radialis.

Otot-otot yang berhubungan dengan pergerakan dari tulang humerus meliputi mm. biceps

brachii, coracobrachialis, brachialis dan triceps brachii. Selain itu humerus juga sebagai tempat

insersi mm. latissimus dorsi, deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, teres minor,

subscapularis dan tendon insersio mm. supraspinatus dan infraspinatus.

Page 3: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

M. Latissimus Dorsi

Otot ini besar dan berbentuk segitia. Batas posterior trigonum lumbale dibentuk oleh m.

latissimus dorsi. Bersama m. teres mayor, otot ini membentuk plica axillaris posterior, serta ikut

membentuk dinding posterior fossa axillaris. Otot ini berorigo pada processi spinosi vertebrae

thoracales VII – sacrales V dan crista iliaca. Dan berinsersi pada sulcus intertubercularis humeri.

Otot ini berfungsi untuk ekstensi, adduksi dan endorotasi pada artikulasi humeri.

M. Deltoideus

Otot yang tebal dan letaknya superficial ini berorigo di tepi anterior dan permukaan

superior sepertiga bagian lateral clavicula, tepi lateral permukaan superior acromion, serta tepi

inferior spina scapulae. Insersi pada tuberositas deltoidea humeri. Otot ini diinervasi oleh n.

axillaris. Otot ini berfungsi untuk abduksi artikulasi humeri, bagian anterior untuk fleksi dan

endorotasi artikulasi humeri, sedang bagian posterior untuk ekstensi dan eksorotasi artikulasi

humeri.

M. Supraspinatus

Bagian medial fossa supraspinatus merupakan origo otot ini dan insersinya di tuberculum

majus humeri. Otot ini mendapat inervasi dari n. suprascapularis. Otot ini berfungsi untuk

abduksi artikulasi humeri. Otot ini bersama mm. infraspinatus, teres minor et subscapularis

membentuk rotator cuff, yang berfungsi mempertahankan caput humeri tetap pada tempatnya

dan mencegahnya tertarik oleh m. deltoideus menuju acromion.

M. Infraspinatus

Mm. deltoideus et trapezius berada di superficial dari sebagian otot ini. Origonya di dua

pertiga bagian medial fossa infraspinatus dan permukaan inferior spina scapulae. Tendo

insersinya juga menyatu dengan capsul artikulasi humeri dan berinsersi pada tuberculum majus

humeri. Otot ini diinervasi oleh n. suprascapularis. Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi

humeri. Bagian superior untuk abduksi dan bagian inferior untuk adduksi artikulasi humeri.

M. Subscapularis

Otot ini membentuk dinding posterior fossa axillaris. Origonya di fossa subscapularis.

Tendo insersinya berjalan di anterior dan melekat pada capsula artikulasi humeri serta

tuberculum minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n. subscapularis. Otot ini berfungsi untuk

endorotasi artikulasi humeri.

Page 4: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

M. Teres Minor

Otot ini mungkin sulit dipisahkan dengan m. infraspinatus. Otot ini berorigo pada tepi

lateral fossa infraspinata dan tendo insersinya mula-mula melekat pada capsula articularis

humeri, kemudian melekat pada tuberculum minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris.

Otot ini berfungsi untuk eksorotasi artikulasi humeri.

M. Teres Mayor

Otot ini berorigo di facies dorsalis scapulae dekat angulus inferior. Berinsersi di labium

medial sulcus intertubercularis humeri di inferior dari tempat insersi m. subscapularis. Inervasi

otot ini berasal dari n. subscapularis. Bersama m. latissimus dorsi, otot ini berfungsi untuk

adduksi artikulasi.

M. Biceps Brachii

Otot yang berorigo di scapula ini, memiliki dua caput yaitu caput longum et brevis. Caput

brevis berorigo bersama dengan m. coracobrachialis di processus coracoideus. Sedang caput

longum berorigo di tuberositas supraglenoidalis. Ketika melalui sulcus intertubercularis humeri,

tendo origonya di fiksasi oleh ligamentum transversum humeri. Insersi otot ini pada tuberositas

radii. Sebagian tendo insersinya, sebagai lacertus fibrous, berinsersi di fascia antebrachii dan

ulna.

Fungsi caput longum m. biceps brachii untuk fleksi artikulasi humeri et cubiti, sedangkan caput

brevisnya untuk supinasi artikulasi radioulnaris.

M. Coracobrachialis

Otot ini berorigo di processus coracoideus. Otot ini ditembuw oleh n. musculocutaneus

dan insersi di sepertiga distal medial humeri. Otot ini berfungsi untuk fleksi dan adduksi

artikulasi humeri.

M. Brachialis

Otot ini berorigo di dua pertiga distal fascia anteromedial et anterolateral humeri dan

insersi pada capsula artikulasi cubiti, processus coronoideus et tuberositas ulna. Otot ini

berfungsi untuk fleksi artikulasi cubiti.

M. Triceps Brachii

Otot ini berada di regio brachii dorsalis. Otot ini memiliki tiga caput dan tersusun dalam

dua lapisan. Caput longum et lateralis menempati lapisan superficial, sedang caput medial

menempati lapisan profundus. Caput longumnya berorigo pada tuberositas infraglenoidalis.

Page 5: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

Dalam perjalanannya ke inferior, caput ini memisahkan hiatus axillaris medialis dari hiatus

axillaris lateralis. Origo lateral et medial dipisahkan oleh sulcus n. radialis humeri. Caput lateral

berorigo di facies posterior humeri di superior dari sulcus ini, sedang caput medial berorigo di

inferiornya. Insersinya di bagian posterior permukaan superior olecranon, fascia antebrachii dan

capsula articularis cubiti. Inervasi otot ini berasal dari n. radialis.

Fungsi dari caput longum m. triceps brachii untuk ekstensi dan adduksi artikulasi humeri,

sedangkan caput lateral et medial untuk ekstensi artikulasi cubiti.

Persarafan yang berjalan pada regio brachii adalah saraf axillaris, medianus dan ulnaris.

N. Axillaris (C5-C6)

Awalnya saraf ini berjalan sejajar dengan n. radialis. Setinggi inferior m. subscapularis

memisahkan diri dari n. radialis dan berada di lateralnya, kemudian berjalan ke posterior

bersama a. circumflexa humeri posterior melewati hiatus axillaris lateralis. Selanjutnya saraf ini

berjalan di inferior dari tepi inferior m. teres minor dan menginervasinya. Ketika mencapai sisi

posteromedial collum chirurgicum humeri, n axillaris member cabang n. cutaneus brachii

lateralis untuk menginervasi kulit di superficial m. deltoideus. Akhirnya melanjutkan diri ke

anterior sekeliling sisi lateral collum chirurgicum humeri untuk menginervasi m. deltoideus.

N. Musculocutaneus (C5-C7)

Merupakan cabang fasciculus lateralis pleksus brachialis. M. coracobrachialis ditembus

oleh saraf ini. N. musculocutaneus menginervasi otototot fleksor regio brachii (mm. biceps

brachii et brachialis), kulit sisi lateral region antebrachii dan arilkulasi cubiti. Selanjutnya saraf

ini muncul di lateral dari m. biceps brachii sebagai n. cutaneus antebrachii lateralis.

N. Medianus (C5-T1)

Di sisi anterolateral dari a. axillaris, saraf ini terbentuk dari pertemuan radiks lateralisnya

yang merupakan cabang fasciculus lateralis plexus brachialis dan radiks medialis, yang

merupakan cabang fasciculus medialis plexus brachialis. Selanjutnya berjalan bersama a.

axillaris dan lanjutannya, yaitu a. brachialis. Saraf ini menyilang di anterior a. brachialis untuk

berada di medial dari arteri ini di dalam fossa cubiti. N. medianus bersama a. brachialis berjalan

di permukaan anterior m. brachialis menuju fossa cubiti.

N. Radialis (C5-T1)

Cabang terbesar dari pleksus brachialis ini awalnya berjalan di posterior dari a. axillaris

dan di anterior dari m. subscapularis. Saraf ini menginervasi kulit di sisi posterior regio brachii,

Page 6: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

antebrachii et manus, otot-otot ekstensor region brachii et antebrachii, artikulasi cubiti dan

beberapa artikulasi di regio manus.

N. Ulnaris (C7-T1)

Saraf ini berjalan ke inferior di posteromedial dari a. brachialis, jadi sejajar dengan n.

medianus. Kira-kira di pertengahan region brachii, n. ulnaris menjauhi a. brachialis dan n.

medianus untuk berjalan ke poter oinferior menembus septum intermusculare medial bersama a.

collateralis ulnaris proksimal menuju sisi medial m. triceps brachii. Akhirnya berada di sisi

posterior epicondylus medialis humeri.

Vaskularisasi regio brachii dijelaskan pada bagian berikut:

Arteri brachialis merupakan lanjutan a. axillaris, dimulai dari tepi inferior m. teres mayor.

Arteri ini melanjutkan diri ke fossa cubiti dan di sini berakhir sebagai dua cabang terminal, yaitu

aa. Ulnaris et radialis. Cabang-cabangnya yang berada di regio ini adalah aa. Profunda brachii,

collaterales ulnares proksimal et distalis.

Arteri profunda brachii berjalan ke posterior bersama n. radialis. Di sini lateral regio

brachii arteri ini berakhir sebagai dua cabang terminalnya, yaitu a. collateralis radialis, yang

berjalan ke anterior bersama n. radialis dan a. collateralis media, yang menuju sisi posterior

epicondylus lateralis humeri.

Arteri collateralis ulnaris proksimalis berawal dipertengahan regio brachii dan berjalan

bersama n. ulnaris menuju sisi posterior epicondylus medialis humeri.

Arteri collateralis ulnaris distalis awalnya sedikit di superior dari artikulasi cubiti dan

berjalan di posterior dari n. medianus, kemudian cabang-cabangnya menuju sisi anterior dan

posterior epicondylus medialis humeri. Vena brachialis mengikuti arterinya dan kira-kira di dua

pertiga proksimal regio ini v. basilica berjalan superficial terhadap a. brachialis.

Page 7: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

Gambar 2.1.. (a) Anterior and (b) Posterior Humerus. (c) Humerus dengan tiga saraf

utama yaitu n. axillaris, n. radialis dan n. ulnaris.

Gambar 2.2. Anterior dan Posterior Humerus. Tempat insersi otot-otot berhubungan

dengan pergerakan humerus.

Page 8: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

C. ETIOLOGI

Umumnya fraktur yang terjadi, dapat disebabkan beberapa keadaan berikut:

1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak,

kontraksi otot ekstrim.

2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.

3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.

Penyebab Fraktur adalah :

1. Kekerasan langsung: Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik

terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis

patah melintang atau miring.

2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang

ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah

bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.

Kekuatan dapat berupa twisting, bending dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,

dan penarikan.

Kebanyakan fraktur shaft humerus terjadi akibat trauma langsung, meskipun fraktur

spiral sepertiga tengah dari shaft kadang-kadang dihasilkan dari aktifitas otot-otot yang kuat

seperti melempar bola. Pada fraktur humerus kontraksi otot, seperti otot-otot rotator cuff,

deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, latissimus dorsi, biceps, korakobrakialis dan triceps

akan mempengaruhi posisi fragmen patahan tulang yang mengakibatkan fraktur mengalami

angulasi maupun rotasi. Di bagian posterior tengah melintas nervus Radialis langsung melingkari

periostum diafisis humerus dari proksimal ke distal sehingga mudah terganggu akibat patah

tulang humerus bagian tengah.

D. PATOFISIOLOGI

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan

tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap

tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya

kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam

korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi

Page 9: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan

tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini

menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma

dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur penyembuhan tulang:

1. Faktor intrinsic

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan (fatigue

fracture), dan kepadatan atau kekerasan tulang.

2. Faktor ektrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,

waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

Jenis fraktur berdasarkan kekuatan yang mengenainya:

Kompresif: fraktur proksimal dan distal humerus

Bending: fraktur transversa shaft humerus

Torsional: fraktur spiral shaft humerus

Torsional dan bending: fraktur oblik, kadang diikuti dengan fragmen ”butterfly”.

E. KLASIFIKASI

Berikut klasifikasi fraktur diafisis humerus menurut Ortopaedics Trauma Association (OTA):

Tipe A: fraktur sederhana (simple fracture)

A1: spiral

A2: oblik (>30°)

A3: transversa (<30°)

Tipe B: fraktur baji (wedge fracture)

B1: spiral wedge

B2: bending wedge

B3: fragmented wedge

Tipe C: fraktur kompleks (complex fracture)

C1: Spiral

Page 10: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

C2: Segmental

C3: Ireguler (significant comminution)

Gambar 2.3. Tipe A = fraktur sederhana. A1 = fraktur spiral (.1 pada sepertiga proksimal, .2 pada sepertiga tengah, dan .3 pada sepertiga distal), A2 = fraktur oblik, A3 = fraktur transversa.

Gambar 2.4. Tipe B = fraktur baji (wedge fracture). B1 = fraktur baji spiral (spiral wedge

fracture), B2 = bending wedge fracture, A3 = fragmented wedge fracture.

Page 11: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

Gambar 2.5. Tipe C = complex fracture. C1 = fraktur spiral kompleks, C2 = fraktur

segmental kompleks, A3 = fraktur ireguler.

Berdasarkan arah pergeserannya, fraktur humerus dibagi menjadi;

1. Fraktur sepertiga proksimal humerus

Fraktur yang mengenai proksimal metafisis sampai insersi m. pectoralis mayor

diklasifikasikan sebagai fraktur leher humerus. Fraktur di atas insersi pectoralis mayor

menyebabkan fragmen proksimal abduksi dan eksorotasi rotator cuff serta distal fragmen

bergeser ke arah medial. Fraktur antara insersi m. pectoralis mayor dan deltoid umumnya

terlihat adduksi pada akhir distal dari proksimal fragmen dengan pergeseran lateral dan

proksimal dari distal fragmen.

2. Fraktur sepertiga tengah dan distal humerus

Jika fraktur terjadi di distal dari insersi deltoid pada sepertiga tengah korpus humerus,

pergeseran ke medial dari fragmen distal dan abduksi dari fragmen proksimal akan

terjadi.

Gambar 2.6. Lokasi fraktur dan arah pergeseran fragmen. (dari kiri ke kanan) Fraktur

diatas insersi pectoralis mayor, fraktur antara insersi pectoralis mayor dan deltoid, fraktur di

bawah insersi deltoid.

Page 12: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

Secara ringkas dapat penjelasan posisi fragmen fraktur dapat dilihat pada table 2.1

berikut:

Tabel 2.1. Tabel posisi fragmen fraktur.

Lokasi fraktur Fragmen proksimal Fragmen distal

Diatas insersipectoralis mayor

Abduksi, eksorotasi olehrotator cuff

Medial, proksimal olehdeltoideus dan pectoralismayor

Antara pectoralismayor dan tuberositasdeltoideus

Medial oleh pectoralis, teresmayor dan latissimus dorsi

Lateral, proksimal olehdeltoideus

Distal tuberositasdeltoideus

Abduksi oleh deltoideusMedial, proksimal olehbiceps dan triceps brachii

F. GAMBARAN KLINIS

1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang

dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat

di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang

tempat melengketnya obat.

Page 13: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat

fraktur.

4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.

Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan

perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau

beberapa hari setelah cedera.

6. Pada pemeriksaan harus diperhatikan keutuhan faal nervus radialis dan arteri brakialis.

Saat pemeriksaan apakah ia dapat melakukan dorsofleksi pergelangan tangan atau

ekstensi jari-jari tangan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin, hematokrit sering

rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan

lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah.

Radiologi

Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis fraktur (transversa,

spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat terbaca jelas). Radiografi humerus

AP dan lateral harus dilakukan. Sendi bahu dan siku harus terlihat dalam foto. Radiografi

humerus kontralateral dapat membantu pada perencanaan preoperative. Kemungkinan

fraktur patologis harus diingat. CT-scan, bone-scan dan MRI jarang diindikasikan,

kecuali pada kasus dengan kemungkinan fraktur patologis. Venogram/anterogram

menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang lebih

kompleks.

H. PENATALAKSANAAN

1. Konservatif

Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus dapat ditangani secara

tertutup karena toleransinya yang baik terhadap angulasi, pemendekan serta rotasi

fragmen patah tulang. Angulasi fragmen sampai 300 masih dapat ditoleransi, ditinjau dari

Page 14: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

segi fungsi dan kosmetik. Hanya pada patah tulang terbuka dan non-union perlu reposisi

terbuka diikuti dengan fiksasi interna.

Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi; beban pada lengan

dengan cast biasanya cukup untuk menarik fragmen ke garis tengah. Hanging cast

dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan siku fleksi 90° dan bagian lengan

bawah digantung dengan sling disekitar leher pasien. Cast (pembalut) dapat diganti

setelah 2-3 minggu dengan pembalut pendek (short cast) dari bahu hingga siku atau

functional polypropylene brace selama ± 6 minggu.

Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal. Latihan pendulum

pada bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi abduksi aktif ditunda hingga fraktur

mengalami union. Fraktur spiral mengalami union sekitar 6 minggu, variasi lainnya

sekitar 4-6 minggu. Sekali mengalami union, hanya sling (gendongan) yang dibutuhkan

hingga fraktur mengalami konsolidasi.

Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien harus

dirawat lama. Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus dilakukan operasi dan

pemasangan fiksasi interna yang kokoh.

Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif:

Hanging cast

Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus dengan

pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik. Penggunaan pada fraktur transversa

dan oblik pendek menunjukkan kontraindikasi relatif karena berpotensial terjadinya

gangguan dan komplikasi pada saat penyembuhan. Pasien harus mengangkat tangan

atau setengah diangkat sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk efektivitas.

Seringkali diganti dengan fuctional brace 1-2 minggu pasca trauma. Lebih dari 96%

telah dilaporkan mengalami union.

Coaptation splint

Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint memiliki

stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada hanging

arm cast. Lengan bawah digantung dengan collar dan cuff. Coaptation splint

diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft humerus dengan pemendekan minimal

dan untuk jenis fraktur oblik pendek dan transversa yang dapat bergeser dengan

Page 15: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

penggunaan hanging arm cast. Kerugian coaptation splint meliputi iritasi aksilla,

bulkiness dan berpotensial slippage. Splint seringkali diganti dengan fuctional brace

pada 1-2 minggu pasca trauma.

Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)

Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak dapat ditoleransi

dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan. Teknik ini diindikasikan

untuk pergeseran fraktur yang minimal atau fraktur yang tidak bergeser yang tidak

membutuhkan reduksi. Latihan pasif pendulum bahu dapat dilakukan dalam 1-2

minggu pasca trauma.

Shoulder spica cast

Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan abduksi dan

eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi kesulitan aplikasi cast, berat

cast dan bulkiness, iritasi kulit, ketidaknyamanan dan kesusahan memposisikan

ektremitas atas.

Functional bracing

Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan mempertahankan aligment

fraktur ketika melakukan pergerakan pada sendi yang berdekatan. Brace biasanya

dipasang selama 1-2 minggu pasca trauma setelah pasien diberikan hanging arm cast

atau coaptation splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi metode ini meliputi

cedera massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat dipercaya dan

ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas reduksi. Collar dan cuff

dapat digunakan untuk menopang lengan bawah; aplikasi sling dapat menghasilkan

angulasi varus (kearah midline).

2. Tindakan operatif

Pasien kadang-kadang mengeluh hanging cast tidak nyaman, membosankan dan

frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan hal ini kadang-kadang cukup

dianggap menyusahkan. Hal penting yang perlu diingat bahwa tingkat komplikasi setelah

internal fiksasi pada humerus tinggi dan sebagian besar fraktur humerus mengalami

union tanpa tindakan operatif.

Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan

pembedahan, diantaranya:

Page 16: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

Cedera multiple berat

Fraktur terbuka

Fraktur segmental

Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser

Fraktur patologis

Siku melayang (floating elbow) – pada fraktur lengan bawah (antebrachi) dan

humerus tidak stabil bersamaan

Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi

Non-union

Fiksasi dapat berhasil dengan;

1. Kompresi plate and screws

2. Interlocking intramedullary nail atau pin semifleksibel

3. External Fixation

Plating menjadikan reduksi dan fiksasi lebih baik dan memiliki

keuntungan tambahan bahwa tidak dapat mengganggu fungsi bahu dan siku. Biar

bagaimanapun, ini membutuhkan diseksi luas dan perlindungan pada saraf radialis.

Plating umumnya diindikasikan pada fraktur humerus dengan kanal medulla yang kecil,

fraktur proksimal dan distal shaft humerus, fraktur humerus dengan ekstensi

intraartikuler, fraktur yang memerlukan eksplorasi untuk evaluasi dan perawatan yang

berhubungan dengan lesi neurovaskuler, serta humerus non-union.

Interlocking intramedullary nail diindikasi pada fraktur segmental dimana

penempatan plate akan memerlukan diseksi jaringan lunak, fraktur humerus pada tulang

osteopenic, serta pada fraktur humrus patologis. Antegrade nailing terbentuk dari paku

pengunci yang kaku (rigid interlocking nail) yang dimasukkan kedalam rotator cuff

dibawah control (petunjuk) fluoroskopi. Pada cara ini, dibutuhkan diseksi minimal namun

memiliki kerugian, yaitu menyebabkan masalah pada rotator cuff pada beberapa kasus

yang berarti. Jika hal ini terjadi, atau apabila nail keluar dan fraktur belum mengalami

union, penggantian nailing dan bone grafting mungkin diperlukan; atau dapat diganti

dengan external fixator.

Page 17: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

Retrograde nailing dengan multiple flexible rods dapat menghindari masalah

tersebut, tapi penggunaannya lebih sulit, secara luas kurang aplikatif dan kurang aman

dalam mengontrol rotasi dari sisi yang fraktur.

External fixation mungkin merupakan pilihan terbaik pada fraktur terbuka dan

fraktur segmental energy tinggi. External fixation ini juga prosedur penyelamatan yang

paling berguna setelah intermedullary nailing gagal. Indikasi umumnya pada fraktur

humerus dengan non-union infeksi, defek atau kehilangan tulang, dengan luka bakar,

serta pada luka terbuka dengan cedera jaringan lunak yang luas.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi Awal

Cedera vaskuler

Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas, kerusakan arteri

brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan memperlihatkan tingkat cedera. Hal

ini merupakan kegawatdaruratan, yang memerlukan eksplorasi dan perbaikan

langsung ataupun cangkok (grafting) vaskuler. Pada keadan ini internal fixation

dianjurkan.

Cedera saraf

Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor

metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus, terutama fraktur

oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus. Pada cedera yang tertutup,

saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak diperlukan operasi segera.

Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur digerakkan dari

pergerakan pasif putaran penuh hingga mempertahankan (preserve) pergerakan sendi

sampai saraf pulih. Jika tidak ada tanda-tanda perbaikkan dalam 12 minggu, saraf

harus dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan saraf kadang tidak memuaskan, tetapi

fungsi dapat kembali dengan baik dengan pemindahan tendon.

Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian cacat setelah

dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa saraf sudah mengalami

robekan dan dibutuhkan operasi eksplorasi.

Infeksi

Page 18: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik. Osteitis tidak

mencegah fraktur mengalami union, namun union akan berjalan lambat dan kejadian

fraktur berulang meningkat. Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus,

jaringan lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotic harus

disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.

External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika intramedullary nail

sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail tidak perlu dilepas.

Komplikasi Lanjut

Delayed Union and Non-Union

Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan untuk

menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan (penggunaan

hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik yang sederhana mungkin dapat

menyelesaikan masalah, sejauh ada tanda-tanda pembentukkan kalus (callus) cukup

baik dengan penanganan tanpa operasi, tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu

tetap bergerak. Tingkat non-union dengan pengobatan konservatif pada fraktur energi

rendah kurang dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental dan fraktur terbuka lebih

cenderung mengalami baik delayed union dan non-union.

Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika fiksasi rigid dapat

dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah 10%.

Joint stiffness

Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan aktivitas lebih awal,

namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu nyeri disarankan) dapat membatasi

pergerakan bahu untuk beberapa minggu.

Tambahan, pada anak-anak, fraktur humerus jarang terjadi. Pada anak-anak di

bawah 3 tahun kemungkinan kekerasan pada anak perlu difikirkan. Fraktur dirawat

dengan bandage sederhana pada lengan hingga ke badan untuk 2-3 minggu. Pada

anak yang lebih tua memerlukan plaster splint pendek.

Page 19: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian

a.    Anamnesis. Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan .

Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini.

1)   Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,

nomor registrasi, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS) dan diagnose medis.

Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur humerus adalah nyeri yang bersifat menusuk.

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien, perawat dapat menggunakan

metode PQRST.

Provoking Incedent : Hal yang menjadi faktor presipitas nyeri adalah trauma pada lengan atas.

Quality Of Plain: Klien yang merasakan nyeri yang menusuk.

Region,  Radiation, Relief: Nyeri terjadi dilengan atas. Nyeri dapat redah dengan imobilitas atau

istirahat. Nyeri tidak dapat menjalar atau menyebar.

Severity (Scale) of Plain: secara subjektif, klien merasakan nyeri dengan skala 2-4 pada rentang

0-4.

Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau

siang hari.

2)   Riwayat penyakit sekarang. pengumpaln data dilakukan untuk menentukan penyebab fraktur yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Pengkajian yang di dapat adalah adanya riwayat trauma pada lengan. klien datang dengan lengan yang sakit tergantung tidak berdaya pada sis tubuh dan di sangga oleh lengan yang sehat.

3)   Riwayat penyakit dahulu. pada pengkajian ini, perawat dapat menemukan kemungkinan penyebab fraktur dan mendapat petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit- penyakit tertentu, seperti kanker tulang dan penyakit paget, menyebabkan fanktor patologis sehingga tulang sulit menyambung.

4)   Riwayat penyakit keluarga. penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.

5)   Riwayat penyakit psikososial spiritual. kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran klien dalam keluarga dan masyarakat , serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalamk masyarakat. Dalam tahap pengkajian, perawat juga perlu mengetahui pola-pola fungsi kesehatan sebagai berikut.

6)   Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien biasanya merasa takut  akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalanin penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, juga dilaksanakan pengkajian yang  meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat steroid

Page 20: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

yang dapat menganggu metabolisme kalsium, pengonsumsian alcohol yang dapat menganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olahgara atau tidak.

7)   Pola hubungan dan peran. Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.

8)   Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul pada klien fraktur adalah timbulnya ketakutan akan kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri.

9)   Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu, juga timbul nyeri akibat fraktur.

10)              Pola penanggulangan stes. Pada klien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditembuh klien dapat tidak efektif.

11)              Pola tata nilai dan keyakinan. klien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini dapat disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan gerak klien.

b.    Pemeriksaan Fisik. ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan umum (status general) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (local).

1)   Keadaan umum : keadaan baik dan buruknya klien. tanda – tanda yang perlu dicatat adalah sebagai berikut.

a)    Kesadaran klien : Apatis, spoor, koma, gelisa, compos mentis yang bergantung pada keadaan klien.

b)   Kesakitan, Keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat dan pada kasus frakltur biasanya akut.

c)    Tanda- tanda vital tidak normal karena ada ganguan local, baik fungsi maupun bentuk.2)   B1 (Breating). Pada pemeriksaan sistem pernapasan , didapatkan bahwa klien fraktur humerus

tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, didapatkan taktilfremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ditemukan suara napas tambahan.

3)   B2 ( Blood). Inspeksi tidak ada iktus jantung, pada palpasi : Nadi mengkat, iktus tidak teraba, Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.

4)   B3 ( Brain)a)    Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.      Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada sakit

kepala.      Leher : Tidak ada gangguan, yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflex menelan ada.       Wajah: Wajah  terlihat menahan sakit dan tidak ada perubahan fungsi dan bentuk, Wajah

simetris, tidak ada lesi dan   edema.      Mata: Tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi pendarahan).      Telinga: Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.      Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung.      Mulut dan Faring:Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut

tidak pucat.b)   Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku klien.

Biasanya tidak mengalami perubahan

Page 21: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

5)   B4 (Bladder). Kaji keadaan urine yang meliputiwarna, jumlah dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klien pada fraktur humerus tiidak mengalami kelainan pada sistem ini.

6)   B5 (Bowel) Inspeksi abdoen : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi : Turgor baik, tidak ada defans muscular dan hepar tidak terabah. Perkusi : Suara timpani, ada pantulan

gelombang cairan. Auskultasi : Peristaltik usus nomal  20 kali/menit. Inguinal – genitalia – anus : Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe.

a)    Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien dapat membantu menentukan penyebab masalah musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium dan protein. kurangnya paparan sinar matahari merupakan faktor predisposisi masalah musculoskeletal terutama pada lansia. Selain itu, obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

b)   Pola eliminasi. Klien fraktur humerus tidak mengalami gangguan pola eliminasi, tetapi perlu juga dikaji frekuensi, kosistensi, warna, dan bau feses pada pola eliminasi alvi. Pada pola eliminasi urine dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Pada kedua pola tersebut juga dikaji adanya kesulitan atau tidak.

7)   B6 (Bone). Adanya fraktur pada humerus akan menganggu secara lokal, baik fungsi motorik, sensorik, maupun peredaran darah.

a)    Look. Pada sistem integumenterdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat, bengkak, edema, dan nyeri tekan. Perhatikan adanya  pembengkakan yang tidak biasa (abnormal). Perhatikan adanya sindrom kompartemen pada lengan bagian distal fraktur humerus. Apabila terjadi fraktur terbuka, ada tanda-tanda trauma jaringan lunak sampai kerusakan intergritas kulit. Fraktur oblik, spiral, dan bergeser mengakibatkan pemendekan batang humerus. kaji adanya tanda-tanda cedera dan kemungkinan keterlibatan berkas neurovascular (saraf dan pembuluh darah) lengan, seperti bengkak/edema.Lumpuh pergelangan tangan merupakan petunjuk adanya cedera saraf radialis. Pengkajian neurovascular awal sangat penting untuk membedakan antara trauma akibat cedera dan komplikasi akibat penanganan. Klien tidak mampu menggerakan lengan dan kekuatan otot lengan menurun dalam melakukan pergerakan. Pada keadaan tertentu, klien fraktur humerus sering mengalami sindrom kompartemen pada fase awal setelah patah tulang. Perawat perlu mengkaji apakah ada pembengkakan pada lengan atas menganggu sirkulasi darah kebagian bawahnya. Otot, lemak, saraf, dan pembuluh darah terjebak dalam sindrom kompartemen sehingga memerlukan perhatian perawat secara serius agar organ di bawah lengan atas tidak menjadi nekrosis. Tanda khas sindrom kompartemen pada fraktur humerus adalah perfusi yang tidak baik pada bagian distal, seperti jari-jari tangan, lengan bawah pada sisi fraktur bengkak, adanya keluhan nyeri pada lengan, dan timbul bula yang banyak menyelimuti bagian bawah fraktur humerus.

b)   Feel. Kaji adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada daerah lengan atas.c)    Move. Setelah dilakukan pemeriksaan feel, pemeriksaan dilanjutkan dengan menggerakkan

ekstermitas, kemudian perawat mencatat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan rentang gerak ini perlu dilakukan agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan dimulai dari titik 0 (posisi netral), atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. Hasil pemeriksaan yang didapat adalah adanya gangguan/ keterbatasan gerak lengan dan bahu.Pada waktu akan

Page 22: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

palpasi, posisi klien diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). pada dasarnya, hal ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien.

8)   Pola aktivitas. Karena timbul nyeri, gerak menjadi terbatas. semua bentuk aktivitas klien menjadi berkurang dan klien memerlukan banyak bantuanorang lain. hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien, terutama pekerjaan klien karena beberapa pekerjaan berisiko terjadinya fraktur.

9)   Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur merasakan nyeri dan geraknya terbatas sehingga dapat menganggu pola dan kebutuhan tidur klien. selain itu, dilakukan pengkajian lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.

Page 23: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

2.      Diagnosa Keperawatan

a.    Nyeri akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf, cedera

neuromuscular, trauma jaringan, dan reflex spasme otot sekunder.

b.    Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang, nyeri

sekunder akibat pergerakan fragmen tulang.

c.    Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entrée luka operasi pada lengan

atas.

d.   Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan penurunan kekuatan

lengan atas.

e.    Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status ekonomi, dan

perubahan fungsi peran.

3.      Rencana Keperawatan

a.       Dx: Nyeri akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf, cedera

neuromuscular, trauma jaringan, dan reflex spasme otot sekunder.

Tujuan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi

Kriteria hasil: secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi,

mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah.

Skalanyeri 0-1 atau teratasi.

Intervensi:

1)   Kaji nyeri denganskala 0-4.

Rasional: nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri.

Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.

2)   Atur posisi imobilisasi pada lengan atas.

Rasional: imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi

unsure utama penyebab nyeri pada lengan atas.

3)   Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus.

Rasional: nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih, dan

berbaring lama.

4)   Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasife.

Page 24: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

Rasional: pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya efektif dalam

mengurangi nyeri.

5)   Ajarkan relaksasi: tenik untuk menurunkan ketegangan otot rangka yang dapat mengurangi

intensitas nyeri. Tingkatkan relaksasi masase.

Rasional:teknik ini akan melancarkan peredaran darah sehingga O2 padajaringan terpenuhi

dan nyeri berkurang.

6)   Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.

Rasional: mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke hal-hal yang menyenakan.

7)   Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman, misalnya

waktu tidur, belakang tubuh klien dipasang bantal kecil.

Rasional: istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga semua akan meningkatkan

kenyamanan.

8)   Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan hubungkan dengan berapa lama nyeri

akan berlangsung.

Rasional: pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri membantu mengurangi nyeri. Hal ini dapat

membantu meningkatkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

9)   Pantau keadaan pemasangan gips.

Rasional: gips harus tergantung (dibiarkan tergantung bebas tanpa disangga) karena berat gips

dapat digunakan sebagai traksi terus-menerus pada aksis panjang lengan. Klien dinasihati untuk

tidur dalam posisi tegak sehingga traksi dari berat gips dapat dipertahankan secara konstan.

10)    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic.

Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.

b.      Dx: Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang, nyeri

sekunder akibat pergerakan fragmen tulang.

Tujuan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.

Kriteria hasil: klien dapat ikut seta dalam program latihan, tidak mengalami kontraktur sendi,

kekuatan otot bertambah, dan klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

Intervensi:

1)   Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan. Kaji secara teratur fungsi

motorik.

Page 25: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

Rasional: mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

2)   Atur posisi imobilisasi pada lengan atas. Rasional :imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi

pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsure utama penyebab nyeri pada lengan atas.

3)   Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit.

Rasional: gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi

jantung dan pernapasan.

4)   Bantu klien melakukan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi.

Rasional: untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.

5)   Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk melatih fisik klien.

Rasional: kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dan tim

fisisoterapi.

c.       Dx: Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entrée luka operasi pada

lengan atas.

Tujuan: infeksi tidak terjadi selama perawatan.

Kriteria hasil: klien mengenal factor risiko, mengenal tindakan pencegahan/mengurangi factor

risiko infeksi, dan menunjukan/mendemonstrasikan teknik-teknik untuk meningkatkan

lingkungan yang aman.

Intervensi:

1)   Kaji dan monitor luka operasi setiap hari.

Rasional :mendeteksi secara dini gejala-gejala inflamasi yang mungkin timbul secara sekunder

akibat adanya luka pasca operasi.

2)   Lakukan perawatan luka secara steril.

Rasional: teknik perawatan luka secara steril dapat mengurangi kontaminasi kuman.

3)   Pantau/batasi kunjungan.

Rasional :mengurangi risiko kontak infeksi dari orang lain.

4)   Bantu perawatan diri dan keterbatasan aktivitas sesuai toleransi. Bantu program latihan.

5)   Rasional: menunjukan kemampuan secara umum, kekuatan otot, dan merangsang pengembalian

system imun.

6)   Berikan antibiotic sesuai indikasi.

Page 26: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

7)   Rasional: satu atau beberapa agens diberikan yang bergantung pada sifat pathogen dan infeksi

yang terjadi.

d.      Dx: Risiko cedera berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik

Tujuan: cedera tidak terjadi

Criteria hasil: klien mau berpartisipasi dalam mencegah cedera

Intervensi:

1)      Pertahankan imobilisasi pada lengan atas

R: meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan antara fragmen tulanng dan jaringan lunak

sekitarnya

2)      Bila klien menggunakan gips, pantau adanya penekanan setempat dan sirkkullasi perifer

R: Mendeteksi adanya sindrom kompartemen dan menilai secara dini adanya gangguan

sirkulasi pada bagian distal lengan atas

3)      Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut agar posisi tetap netral

R: mencegah perubahan posisi dengan tetap mempertahankan kenyamanan dan keamanan

4)      Evaluasi bebat terhadap resolusi edema

R: bila fase edema telah lewat kemungkinan bebat menjadi longgar dapat terjadi

5)      Evaluasi tanda/gejalah perluasan cedera jaringan (peradangan local/sistemik, seperti peningkatan

nyeri, edema, dan demam)

R: menilai perkembangan masalah klien

e.       Dx: Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan penurunan

kekuatan lengan atas.

Tujuan: perawatan diri klien dapat terpenuhi

Criteria Hasil: klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri,

mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, dan

mengidentifikasi individu yang dapat memmbantu

Intervensi:

1)      Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL.

R: memantau dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan untuk kebutuhan individual.

2)      Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.

Page 27: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

R: hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan menjaga harga diri klien karena klien dalam

keadaan cemas dan membutuhkan bantuan orang lain.

3)      Ajak klien untuk berpikir positif terhadap kelemahan yang dimilikinya. Berikan klien motivasi

dan izinkan ia melakukan tugas, kemudianb beri umpan balik positif atas uasaha yang telah

dilakukan.

R: klien memerlukan empati dan perawatan yang konsisten. Intervensi tersebut dapat

meningkatkan harga diri, memandirikan klien, dan menganjurkan klien untuk terus mencoba.

4)      Rencanakan tindakan untuk mengurangi pergerakan pada sisi lengan yang sakit, seperti

tempatkan makanan dan peralatan  dalam suatu tempat yang belawanan dengan sisi yang sakit.

R: klien akan lebih mudah mengambil peralatan yang diperlukan karena lebih dekat dengan

lengan yang sehat.

5)      Identifikasi kebiasaan BAB. Ajurkan minum dan tingkatkann latiahan.

R: meningkatkan latihan dapat mencegah konstipasi.

f.       Dx: Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status ekonomi,

dan perubahan fungsi peran.

Tujuan: Ansietas hilang atau berkurang.

Criteria hasil: klien mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang

mempengaruhi, dan menyatakan ansietasnya berkurang.

Intervensi:

1)      Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas. Dampingi klien dan lakukan tindakan bila klien

menunjukan perilaku merusak

R: reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa agitasi, marah dan gelisa.

2)      Hindari konfrontasi.

R: konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin

memperlambat penyembuhan.

3)      Mulai lakukan tindakan untuk mengurangi ansietas. Beri lingkungan yang tenang dan suasana

penuh istirahat.

R: mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

4)      Tingkatkan control sensasi klien.

Page 28: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

R: control sensasi klien (dalam mengurangi ketakutan) denga cara membberikan informasi

tentang keadaan klien, menekankann penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan

diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, serta memberikan

umpan balik yang positif.

5)      Orientasikan klien terhadap tahap-tahap prosedur operasi dan aktivitas yang diharapkan.

R: orientasi terhadap prosedur operasi dapat mengurangi ansietas.

6)      Beri kesempatan klen mengungkapkan ansietasnya

R: dapat menghilangkann ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

7)      Berikan privasi kepada klien dengan orang terdekat.

R: memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan ansietas, dan perillaku

adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien untuk melakukan aktivitas

pengalihan perhatian akan mengurangi perasaan terisolasi. 

4.      Evaluasi

Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah nyeri teratasi, terpenuhinya

pergerakan/mobilitas fisik, terhindar dari cedera, infeksi pascaoperasi, dan ansietas berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta. Hal 380-395.

Hermansyah, MD; Fraktur Shaft Humerus (.ppt) (online) 2009. (http://www.google.com//fraktur-shaft-humerus-hermansyah-MD.pdf.)

King Maurice; 1987; Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery Volume Two: Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235

Page 29: Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I, Penerbit Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; Surabaya

Anonymous. Fraktur Patah Tulang (online). 2009. (http://perawatpskiatri.blogspot.com/search/label).

Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2 .EGC : Jakarta.

Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya Medika: Jakarta.

Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius FKUI : Jakarta

Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43: Orthopedic; In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser Company : New York.

Bernard Bloch. 1996. Fraktur dan Dislokasi. Yayasan essentica Medica : Yogyakarta p. 1028-1030

Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper Limbs; In: Clinical Anatomy Eleventh Edition (e-book); Blackwell Publishing; Oxford University; p 169-170

Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture In: AZ of Emergency Radiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p 110-111.