55
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI III MODUL PENGINDERAAN Pembimbing: Dr. Tommy Harjatno, MS Disusun oleh: Kelompok 21 Frans Liwang, 0706259154 Hemastia Manuhara H, 0706260370 M. Rizqi Adhi P., 0706259356 Nadira Savrina R, 0706260521 Nia Amerina, 0706259545 Novita Sari, 0706259583 R. M. Ali Fadhly, 0706259684 Shabrina Rizky P, 0706259854 Yulius Leonard, 0706260023 1

Laporan Praktikum Fisiologi III

Embed Size (px)

DESCRIPTION

^^

Citation preview

Page 1: Laporan Praktikum Fisiologi III

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI III

MODUL PENGINDERAAN

Pembimbing:

Dr. Tommy Harjatno, MS

Disusun oleh: Kelompok 21

Frans Liwang, 0706259154

Hemastia Manuhara H, 0706260370

M. Rizqi Adhi P., 0706259356

Nadira Savrina R, 0706260521

Nia Amerina, 0706259545

Novita Sari, 0706259583

R. M. Ali Fadhly, 0706259684

Shabrina Rizky P, 0706259854

Yulius Leonard, 0706260023

Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJakarta, 2010

1

Page 2: Laporan Praktikum Fisiologi III

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas Laporan

Praktikum Fisiologi III dengan baik dan tepat waktu.

Dalam penyusunan laporan ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan

pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan

terima kasih kepada Bapak/Ibu staf pengajar di Departemen Fisiologi FKUI, khususnya dr.

Tommy Harjatno, MS selaku pembimbing kelompok 21. Terima kasih pula kami ucapkan

kepada teman-teman sejawat yang telah berbagi ilmunya dan terus memberi semangat kepada

kami.

Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi

perbaikan ke depannya.

Jakarta, 21 February 2010

TIM PENULIS

DAFTAR ISI

2

Page 3: Laporan Praktikum Fisiologi III

Halaman Judul .................................................................................................................. 1

Kata Pengantar ................................................................................................................. 2

Daftar Isi ............................................................................................................................ 3

Bab I Pendahuluan

A. Tujuan Percobaan Sikap dan Keseimbangan .......................................................... 5

B. Tujuan Percobaan Pendengaran .............................................................................. 5

C. Tujuan Percobaan Pengecapan ................................................................................ 6

Bab II Dasar Teori

A. Percobaan Sikap dan Keseimbangan ..................................................................... 7

B. Percobaan Pendengaran .........................................................................................11

C. Percobaan Pengecapan ...........................................................................................15

Bab III Metode Percobaan

A.1 Model Kanalis semisirkularis ......................................................................................18

A.2 Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis....................................................18

A.3 Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang normal terhadap Keseimbangan

Badan............................................................................................................................18

A.4 Percobaan Dengan Kursi Barany : Nistagmus .............................................................19

A.5 Percobaan Dengan Kursi Barany : Tes Penyimpangan Penunjukan ...........................19

A.6 Percobaan Dengan Kursi Barany :Tes Jatuh ................................................................20

A.7 Percobaan Dengan Kursi Barany : Sensasi ..................................................................20

B.1 Percobaan Dengan Audiometri ....................................................................................21

B.2 Percobaan Dengan Garputala : Cara Rinne ..................................................................22

B.3 Percobaan Dengan Garputala : Cara Weber.................................................................22

B.4 Percobaan Dengan Garputala : Schwabach .................................................................23

C.1 Pemeriksaan Indera Pengecapan ..................................................................................24

C.2 Pemeriksaan Ambang Pengecapan ..............................................................................25

Bab IV Hasil dan Pembahasan

A.1 Model Kanalis semisirkularis ......................................................................................27

A.2 Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis....................................................28

A.3 Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang normal terhadap Keseimbangan

3

Page 4: Laporan Praktikum Fisiologi III

Badan............................................................................................................................29

A.4 Percobaan Dengan Kursi Barany : Nistagmus .............................................................29

A.5 Percobaan Dengan Kursi Barany : Tes Penyimpangan Penunjukan ...........................30

A.6 Percobaan Dengan Kursi Barany :Tes Jatuh ................................................................30

A.7 Percobaan Dengan Kursi Barany : Sensasi ..................................................................31

B.1 Percobaan Dengan Audiometri ....................................................................................31

B.2 Percobaan Dengan Garputala : Cara Rinne ..................................................................33

B.3 Percobaan Dengan Garputala : Cara Weber.................................................................33

B.4 Percobaan Dengan Garputala : Schwabach .................................................................33

C.1 Pemeriksaan Indera Pengecapan ..................................................................................34

C.2 Pemeriksaan Ambang Pengecapan ..............................................................................35

Bab V Penutup...................................................................................................................37

Daftar Pustaka...................................................................................................................38

BAB I

PENDAHULUAN

4

Page 5: Laporan Praktikum Fisiologi III

A. Tujuan Percobaan Sikap dan Keseimbangan

Tujuan Instruksional Umum

1. Memahami peran mata dalam pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh.

2. Memahami peran alat vestibuler dalam pengaturan sikap dan keseimbangan tubuh.

Tujuan Perilaku Khusus

1.1. Menjelaskan peran mata dan kedudukan kepala dalam mempertahankan sikap dan

keseimbangan tubuh

1.2 Mendemonstrasikan peran mata dan kedudukan kepala dalam mempertahrankan sikap

dan keseimbangan tubuh

2.1 Menjelaskan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan tubuh

2.2 Mendemonstrasikan pengaruh aliran endolimf pada Krista ampularis dengan

menggunakan model kanalis semisirkularis

2.3 mendemonstrasikan pengaruh percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan tubuh

dengan menggunakan kursi Barany

B. Tujuan Percobaan Pendengaran

Tujuan Instruksional Umum

1. Memahami dasar-dasar 3 cara pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garpu tala

(penala).

2. Memahami dasar-dasar pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan menggunakan

audiometer.

Tujuan Perilaku Khusus

1.1 Menjelaskan perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran

1.2 Menjelaskan gangguan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran

1.3 Mendemonstrasikan perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran

dengan 3 cara pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala

1.4 Mendemonstrasikan gangguan hantaran udara dan hantaran tulang pada pendengaran

dengan 3 cara pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala

2.1 Menjelaskan dasar-dasar pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan audiometer

2.2 Menjelaskan arti fisiologis intensitas 0 dB pada audiometer

2.3 Mendemontrasikan cara pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan audiometer

2.4 Menjelaskan kesimpulan audiogram yang diperoleh

5

Page 6: Laporan Praktikum Fisiologi III

C. Tujuan Percobaan Pengecapan

Tujuan Instruksional Umum

Memahami dasar-dasar faal sensorik melalui faal pengecapan

Tujuan Perilaku Khusus

1. Mendemonstrasikan hukum Johannes Muller pada faal pengecapan

2. Mendemonstrasikan perbedaan ambang pengecapan untuk 4 modalitas pengecapan

3. Mendemonstrasikan kemampuan intensitas kecap untuk 1 modalitas pengecapan

BAB II

DASAR TEORI

6

Page 7: Laporan Praktikum Fisiologi III

A. Percobaan Sikap dan Keseimbangan

Aparatus Vestibuler

Aparatus vestibuler terletak di bagian

telinga dalam dan berfungsi dalam

sensasi keseimbangan serta koordinasi

gerakan kepala, mata, dan postural.

Aparatus ini terletak di dalam suatu

sistem yang terdiri atas tabung tulang

dan ruangan yang terletak di tulang

temporal yang disebut dengan labirin tulang. Di antara sistem ini terdapat tabung membran

dan ruangan yang disebut labirin membran. Labirin membran inilah yang merupakan bagian

fungsional dari aparatus vestibuler.

Labirin membran terdiri dari koklea (duktus koklearis), 3 kanalis semisirkular, dan 2

ruang besar, utrikulus dan sakulus. Koklea merupakan organ sensorik mayor untuk

pendengaran dan berperan sedikit dalam keseimbangan. Sedangkan ketiga kanalis

semisirkularis, utrikulus, dan sakulus merupakan bagian dari mekanisme keseimbangan.

Seperti koklea, semua komponen aparatus vestibuler mengandung endolimfe dan

dikelilingi oleh perilimfe. Juga seperti organ Corti, aparatus ini mengandung sel rambut yang

berespon terhadap deformasi mekanik akibat gerakan spesifik endolimfe. Reseptor vestibuler

juga dapat mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi seperti sel rambut auditorik

bergantung kepada arah gerakan cairan. Namun, tidak seperti sistem auditori kebanyakan

informasi yang diterima oleh aparatus vestibuler tidak mencapai level kesadaran.

Makula

Makula terletak di permukaan dalam setiap utrikulus dan sakulus. Makula utrikulus

terletak di bagian horizontal pada permukaan inferior utrikulus dan berperan penting dalam

penentuan orientasi kepala ketika kepala tegak. Sedangkan makula sakulus terletak di bagian

vetikal dan berperan dalam menentukan orientasi kepala ketika seseorang berbaring. Setiap

makula dilapisi oleh lapisan gelatinosa yang mengandung kristal kalsium karbonat yang

disebut statokonia. Makula juga mengandung ribuan sel rambut yang silianya terproyeksi

hingga lapisan gelatinosa. Basis dan bagian samping sel rambut ini bersinaps dengan ujung

sensorik saraf vestibular.

7

Page 8: Laporan Praktikum Fisiologi III

Kinosilia

Setiap sel rambut memiliki silium kecil yang

disebut dengan stereosilia dan satu silium besar yang

disebut kinosilium. Kinosilum selalu terletak di satu sisi

dan stereosilia di belakangnya berbaris menuju sisi

seberangnya dan semakin lama semakin pendek. Setiap

stereosilia berhubungan dengan stereosilia di dekatnya

melalui tautan filamen kecil antar stereosilia. Akibat

perlekatan ini, ketika stereocilia dan kinosilium membengkok ke arah kinosilium, tautan

filamen ini menarik stereocilia ke arah luar badan sel.

Hal tersebut membuka beberapa ratus kanal cairan di membran sel neuronal di sekitar

dasar stereocilia dan kanal-kanal ini mampu mengonduksi sejumlah besar ion positif. Oleh

sebab itu, ion positif masuk ke dalam sel dari cairan endolimfatik yang mengelilingi sel lalu

menyebabkan depolarisasi reseptor di membran. Sebaliknya, pembengkokan stereocilia ke

arah sebaliknya menurunkan regangan tautan lalu menutup kanal ion dan menyebabkan

hiperpolarisasi reseptor.

Dalam keadaan normal, serat saraf yang berasal dari sel rambut mentransmisikan

impuls dalam kisaran 100 per detik. Ketika stereocilia membengkok ke arah kinocilium,

kecepatan penghantaran impuls meningkat hingga beberapa ratus per detik. Oleh sebab itu,

saat orientasi kepala berubah sejumlah sinyal ditransmisikan ke otak untuk mengontrol

keseimbangan.

Kanalis semisirkularis

Ketiga kanalis semisirkularis pada setiap aparatus vestibuler (dikenal dengan nama

kanalis semisirkularis anterior, posterior, dan lateral/horizontal) mengalami pelebaran pada

setiap ujungnya yang dikenal dengan nama ampulla dan berisi cairan yang dikenal dengan

nama endolimfe. Aliran cairan ini dari duktus yang satu ke duktus yang lain melewati

ampullanya mengeksitasi organ sensorik di dalam ampulla.

Gambar berikut menunjukkan adanya sebuah krista kecil bernama krista ampularis pada

setiap ampula. Di bagian atas krista ini terdapat massa gelatinosa longgar yang disebut

dengan kupula. Ketika kepala mulai berotasi ke arah tertentu, momen inersia dari cairan di

satu atau lebih kanalis semisirkularis akan menyebabkan cairan tetap di tempat sementara

8

Page 9: Laporan Praktikum Fisiologi III

duktus berotasi seiring dengan gerakan kepala. Hal tersebut menyebabkan cairan mengalir

dari duktus

melalui

ampulla dan

membengkokkan kupula ke satu arah.

Terdapat sejumlah sel rambut di krista ampularis yang silianya terproyeksi ke dalam

kupula. Kinosilia dari sel rambut ini diorientasikan ke arah yang sama di dalam kupula dan

pembengkokan kupula ke arah yang sama menyebabkan depolarisasi sel rambut sementara

pembengkokan ke arah sebaliknya menyebabkan hiperpolarisasi. Kemudian dari sel rambut

sejumlah sinyal dikirim melalui saraf vestibuler ke sistem saraf pusat.

Peran Organ Otolit

Organ otolit menyediakan informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi

dan juga mendeteksi perubahan dalam gerakan lurus. Organ otolit diperankan oleh utrikulus

dan sakulus, berupa organ seperti kantung yang terletak di antara ruang tulang antara kanalis

semisirkularis dan koklea. Kristal kalsium karbonat yang terdapat di lapisan gelatinosa

membuat lapisan tersebut berat dan memiliki momen inersia lebih besar dibandingkan cairan

di sekelilingnya.

Ketika kita mengangkat kepala pada arah apapun selain vertikal, sel rambut akan

bengkok ke arah kepala karena ada gaya gravitasi yang menekan lapisan gelatinosa.

Pembengkokan ini akan menyebabkan depolarisasi atau hiperpolarisasi reseptor bergantung

pada arah gerakan kepala.

Sel rambut utrikulus juga dapat berubah apaila ada gerakan linear horizontal. Ketika

kita berjalan lurus ke depan, membran otolit yang berat pertama-tama akan bergerak ke

belakang endolimfe dan sel rambut karena inersianya yang besar. Sel rambut kemudian akan

membengkok ke arah yang berlawanan dengan gerakan kepala. Saat kita menjaga kecepatan

dan gaya jalan kita, lapisan gelatinosa akan segera akan bergerak seiring dengan laju kepala

sehingga sel rambut tidak lagi membengkok. Ketika kita berhenti berjalan, lapisan otolit tetap

bergerak ke depan untuk beberapa saat sehingga sel rambut terdorong ke depan. Sel rambut

9

Page 10: Laporan Praktikum Fisiologi III

di utrikulus hanya mendeteksi akselerasi dan deselerasi horizontal namun tidak memberi

informasi mengenai pergerakan di garis lurus pada kecepatan tetap.

Fungsi sakulu mirip dengan utrikulus kecuali responnya selektif pada mengangkat

kepala menjadi tegak dari posisi horizontal (misal bangun tidur) dan untuk akselerasi dan

deselerasi linear vertikal (misal melompat). Sinyal yang berasal dari komponen vestibuler

dibawa oleh saraf vestibulokoklear ke nuklei vestibuler, sebuah kumpulan badan sel nerunal

di batang otak, kemudian ke serebelum. Di serebelum informasi vestibuler diintegrasikan

dengan input dari permukaan kulit, mata, sendi, dan otot untuk: (1) menjaga keseimbangan

dan postur yang diinginkan , (2) mengontrol otot ekstraorbita supaya mata tetap terfiksasi di

tempat yang sama walaupun kepala berputar, dan (3) merasakan gerakan dan orientasi.1,4

B. Percobaan Pendengaran

Pendengaran

Mendengar adalah sebuah proses persepsi neural terhadap energi bunyi yang meliputi

dua aspek, yaitu identifikasi dan lokalisasi bunyi. Gelombang bunyi dihasilkan oleh adanya

getaran/ vibrasi pada udara yang menghasilkan daerah bertekanan tinggi dan rendah. Daerah

bertekanan tinggi disebabkan oleh kompresi molekul udara, sebaliknya daerah bertekanan

rendah disebabkan oleh perpencaran molekul udara. Segala sesuatu yang dapat menghasilkan

perubahan pola molekul udara seperti di atas disebut sebagai sumber bunyi.

Nada sebuah bunyi ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi

getaran, semakin tinggi pula nadanya. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang bunyi

dengan frekuensi antara 20 Hz hingga 20000 Hz.

Intensitas atau kebisingan sebuah bunyi ditentukan oleh amplitudo gelombang bunyi.

Semakin tinggi amplitude gelombang suara, semakin tinggi pula tingkat kebisingannya.

Warna nada/ timbre ditentukan oleh nada tambahannya (overtone). Garpu tala

mempunyai warna nada yang murni (tidak memiliki nada tambahan), namun sebagian besar

bunyi yang biasa kita dengar adalah bunyi yang memiliki nada tambahan yang beraneka

ragam. Itulah sebabnya bunyi piano dan gitar berbeda walaupun sedang memainkan nada

yang sama.

Telinga

10

Page 11: Laporan Praktikum Fisiologi III

Telinga adalah organ yang berperan dalam proses mendengar. Reseptor bunyi terletak di

telinga bagian dalam yang terisi dengan cairan. Untuk mencapai telinga bagian dalam,

gelombang bunyi harus melewati proses kehilangan energi bunyi saat gelombang bunyi

berpindah dari udara ke cairan. Proses inilah yang dikompensasi oleh telinga luar dan tengah.

Telinga luar terdiri dari pinna, meatus auditorius eksternal, dan membran timpani. Pinna

(daun telinga) mengumpulkan gelombang suara dan mengarahkannya ke meatus auditorius

eksternal. Masuknya gelombang bunyi ke liang telinga dijaga oleh rambut-rambut halus dan

juga serumen yang dihasilkan oleh kulit yang melapisi liang telinga untuk mencegah partikel

asing masuk dan merusak membran timpani.

Membran timpani merupakan pintu menuju telinga bagian tengah. Ketika gendang

telinga terkena gelombang bunyi, maka gendang telinga bergetar; daerah bertekanan tinggi

dari gelombang bunyi menyebabkan membran timpani mencekung ke dalam dan sebaliknya

daerah bertekanan rendah dari gelombang bunyi menyebabkan membran timpani

memcembung ke luar. Agar dapat bergerak bebas, tekanan udara di dalam dan di luar

membran timpani harus sama, dan hal ini diatur oleh adanya tuba eustasius yang

menghubungkan telinga bagian tengah dengan faring sehingga tekanan udara di telinga

bagian tengah dapat menyamai tekanan udara luar.

Telinga bagian tengah terdiri dari tulang-tulang pendengaran maleus, inkus, dan

stapes. Maleus melekat pada membran timpani sementara stapes melekat pada jendela oval

dari telinga bagian dalam. Telinga bagian tengah berfungsi menyampaikan getaran yang

dihasilkan oleh membran timpani ke telinga bagian dalam yang berisi cairan. Ketika

gelombang bunyi harus berpindah dari udara ke cairan, maka energi bunyinya akan

berkurang. Oleh karena itu, ketiga tulang pendengaran pada telinga bagian tengah berfungsi

mengamplifikasi gelombang bunyi sehingga mampu menghasilkan gelombang pada cairan

koklea. Fungsi tersebut dimungkinkan melalui dua cara:

Akibat luas permukaan membran timpani yang lebih besar dibanding jendela oval, maka

terjadi peningkatan tekanan ketika gelombang suara merambat dari membran timpani ke

jendela oval (tekanan = energi/luas permukaan).

Mekanisme pengungkit (lever action) oleh tulang-tulang pendengaran juga menghasilkan

keuntungan mekanik.

Kedua cara di atas menyebabkan amplifikasi/ penguatan gelombang bunyi hingga sebesar 20

kali lipat saat mencapai jendela oval, sehingga cukup kuat untuk menghasilkan gelombang

pada cairan koklea.

11

Page 12: Laporan Praktikum Fisiologi III

Koklea yang bentuknya seperti rumah

siput, terletak di dasar tulang temporal.

Ketika gulungan koklea dibuka, maka

dapat terlihat adanya tiga kompartemen

berisi cairan di dalam tabung koklea.

Kompartemen bagian tengah koklea

disebut dengan duktus koklearis atau skala

media yang terisi oleh endolimfe.

Sementara itu kompartemen bagian atas

disebut dengan skala vestibuli dan bagian bawah disebut dengan skala timpani. Kedua

kompartemen itu terisi dengan perilimfe. Duktus koklearis membentang sepanjang saluran

koklea namun tidak mencapai ujung buntunya, sehingga skala vestibuli dan skala timpani

mempunyai saluran penghubung yang disebut dengan helikotrema. Skala vestibuli dipisahkan

dengan telinga bagian tengah oleh jendela oval, sementara itu skala timpani dipisahkan

dengan telinga bagian tengah oleh jendela bundar. Duktus koklearis dipisahkan dengan skala

vestibuli oleh membran vestibularis dan dipisahkan dengan skala timpani oleh membran

basilar. Membran basilar sangat penting karena memuat organ Corti yang merupakan organ

indera pada pendengaran.

Organ Corti mengandung sel-sel rambut yang merupakan reseptor bunyi. Sekitar

16.000 sel rambut berderet di sepanjang membran basilar: satu lapis sel rambut dalam dan

tiga lapis sel rambut luar. Dari masing-masing sel rambut keluar sekitar 100 rambut yang

disebut stereosilia. Stereosilia ini akan bergerak ketika cairan koklea bergerak dan

mendorong sel rambut untuk menghasilkan sinyal neural.

Ketika tulang stapes menghantarkan getaran yang mendorong jendela oval, maka

timbul gelombang tekanan pada skala vestibuli. Karena cairan tidak dapat dimampatkan

(incompressible) maka tekanan ditiadakan melalui dua cara:

Pergeseran jendela bundar

Defleksi membran basilar

Penerimaan bunyi (fungsi pendengaran)

ditentukan oleh gerakan naik-turun membran

12

Page 13: Laporan Praktikum Fisiologi III

basilar akibat adanya gelombang tekanan yang melewati membran vestibuli dan mencapai

membran basilar.

Sel rambut dalam dan luar mempunyai fungsi yang berbeda. Sel rambut dalam

merubah energi mekanik dari bunyi menejadi impuls elektrik yang menyampaikan pesan

auditorik ke korteks serebri. Karena stereosilia berhubungan langsung dengan membran

tektorial yang kaku, maka ketika terdapat gelombang tekanan yang melewatinya, stereosilia

harus bergerak maju dan mundur sehingga menyebabkan membuka dan menutupnya kanal

ion pada sel rambut, sehingga terjadi depolarisasi dan hiperpolarisasi dari reseptor potensial

pada frekuensi yang sama dengan stimulus bunyi.

Sel rambut dalam berkomunikasi via sinaps kimiawi dengan ujung serat saraf aferen

yang membentuk saraf auditorik/ koklear. Ketika sel rambut dalam mengalami depolarisasi,

maka produksi neurotransmitter meningkat, menyebabkan peningkatan letupan saraf aferen.

Hal yang sebaliknya terjadi ketika sel rambut dalam mengalami hiperpolarisasi.

Sementara itu, sel rambut luar tidak mengirim sinyal neural ke otak. Sel rambut luar

meningkatkan respon sel rambut dalam terhadap stimulus melalui kemampuan khususnya

yang disebut dengan elektromotilitas.

Diskriminasi Nada

Diskriminasi nada tergantung pada bentuk dan sifat dari membran basilar yang sempit

dan kaku pada ujung yang berdekatan dengan jendela oval, dan lebar dan fleksibel pada

ujung yang berdekatan dengan helikotrema. Setiap frekuensi menghasilkan getaran pada

daerah spesifik di sepanjang membran. Nada berfrekuensi tinggi menghasilkan getaran

maksimal pada ujung membran yang berdekatan dengan jendela oval, sementara nada

berfrekuensi rendah menghasilkan getaran maksimal pada ujung membran yang berdekatan

dengan helikotrema.

Nada tambahan dalam berbagai frekuensi menyebabkan beberapa daerah pada

membran basilar bergetar sekaligus, namun tidak sekuat nada murni/ nada dasar, sehingga

sistem saraf pusat dapat membedakan warna nada (timbre) bunyi atau disebut dengan

diskriminasi warna nada.

Diskriminasi Kebisingan

Diskriminasi kebisingan/ intensitas tergantung pada amplitudo getaran. Bunyi yang

lebih keras/ bising menyebabkan getaran yang lebih hebat pada membran timpani sehingga

13

Page 14: Laporan Praktikum Fisiologi III

menyebabkan gerakan membran basilar dengan amplitudo yang lebih tinggi. Oleh karena itu,

bunyi yang sangat bising dapat menyebabkan vibrasi yang tidak terkontrol dari membran

basilar sehingga sel rambut dapat hilang secara permanen dan menyebabkan kehilangan

pendengaran parsial.

Korteks Auditorik

Setiap daerah pada membran basilar berhubungan dengan daerah spesifik pada

korteks auditorik, sehingga setiap daerah pada korteks auditorik hanya dapat dirangsang oleh

nada tertentu yang sesuai.

Saraf aferen yang mengangkut sinyal auditorik berjalan melalui batang otak dan

nukleus genikulatum medial di thalamus. Batang otak menggunakan input auditorik untuk

kewaspadaan dan nukleus genikulatum medial mensortir dan melanjutkan sinyal ke pusat

yang lebih tinggi. Sinyal auditorik dari masing-masing telingan ditransmisikan ke kedua

lobus temporal karena sebagian serat saraf bersilangan di batang otak.

Korteks auditorik primer berfungsi membedakan berbagai bunyi, sementara korteks auditorik

dengan orde yang lebih tinggi di sekitarnya mengintegrasikan bunyi-bunyi yang terpisah

menjadi pola yang koheren dan berarti.

Efek masking

Efek masking adalah menurunnya kemampuan seseorang untuk mendengar suara

akibat tertutup oleh suara lainnya. Contohnya mendengar suara kucing akan lebih sulit pada

saat kita berada di jalan raya dibandingkan dengan di ruangan audiovisual yang sepi.

Masking adalah selisih dari intensitas suara yang diperlukan untuk mendengar pada saat

adanya masker dengan saat tidak terdapat masker. Misalkan suara kucing sebesar 10dB

mampu didengar pada ruangan sepi, sementara itu diperlukan suara kucing sebesar 30dB agar

dapat terdengar pada jalan raya. Maka, efek masking adalah sebesar 20dB. Efek masking

terjadi akibat adanya masa refraktori atau istirahat dari reseptor pendengaran yang

terstimulasi oleh stimulus sebelumnya, sehingga tidak mampu mendengar suara dengan

intensitas yang sama besar.

Pemeriksaan Rinne, Weber, dan Scwabach

Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan dengan menggunakan penala. Terdapat 3

macam tes yang dapat dilakukan yaitu tes rinne, weber, dan scwabach. Tes rinne merupakan

14

Page 15: Laporan Praktikum Fisiologi III

pemeriksaan yang berperan dalam membandingkan konduksi tulang dengan konduksi udara

pada satu orang. Tes Weber berperan dalam menilai adanya lateralisasi dari satu orang

melalui konduksi tulang. Sementara itu tes scwabach membandingkan konduksi tulang dari

pemeriksa dengan orang yang diperiksa. Ketiga tes ini mampu menilai apakah terdapat

gangguan tuli konduktif atau gangguan tuli sensorineural pada seseorang.

C. Percobaan Pengecapan

Aspek Histologi Pengecapan

Masing-masing taste buds dibentuk oleh empat tipe sel, yaitu sel basal, sel tipe 1, sel

tipe 2, dan sel tipe 3. Sel tipe 1 dan tipe 2 merupakan sel sustentakuler, sedangkan sel tipe 3

merupakan sel reseptor gustatorik yang akan bersinaps dengan serabut saraf sensorik. Sel tipe

3 memiliki mikrovilus yang berproyeksi ke taste pores. Bagian leher dari sel sustentakuler

dan sel pengecap lainnya saling berhubungan dan dikelilingi oleh sel-sel epitel dengan tight

junction sehingga hanya sel reseptor gustatorik yang terpajan cairan dari rongga oral.

Setiap taste bud dipersarafi oleh 50 serabut saraf, dan masing-masing serabut saraf

menerima input dari rata-rata lima taste buds. Sel basal, berasal dari epitel sel yang

mengelilingi taste buds, dapat berdiferensiasi menjadi sel reseptor yang baru. Setiap reseptor

yang lama akan digantikan setiap 10 hari.

Pada manusia, taste buds terletak pada mukosa epiglotis, palatum, dan faring, serta

pada dinding papila fungiform dan papila vallata lidah. Masing-masing papila fungiform

memiliki lima taste buds, dan biasanya terletak di bagian atas papila. Papila vallata memiliki

seratus taste buds yang terletak sepanjang sisi papila. Papila filiformis, yang berada pada

dorsal lidah, tidak memiliki taste buds.

Jaras Pengecapan

Serabut saraf dari taste buds pada dua per tiga anterior lidah merupakan cabang korda

timpani nervus facialis, sedangkan sepertiga posterior sisanya dipersarafi nervus

glossofaringeal. Pada setiap sisinya, serabut saraf yang bermielin dengan sifat konduksi

lambat ini akan bersatu menjadi bagian gustatorik traktus solitarius di medula oblongata.

Selanjutnya, akson dari neuron tingkat dua akan naik ke ipsilateral medial lemnicus. Dari

talamus, akson dari neuron tingkat tiga melewati korona radiata untuk mencapai permukaan

korteks somatosensorik pada ispsilateral girus post-central. Selain itu, serabut ini juga

melewati bagian anterior dari insula. Area ini memediasi persepsi rasa dan diskriminasi rasa.

15

Page 16: Laporan Praktikum Fisiologi III

Reseptor Rasa dan Transduksi

Rasa asin dipicu oleh NaCl. Reseptor utamanya adalah ENaC. Layaknya ENaC di

seluruh tubuh, reseptor di oral ini diinhibisi oleh amilorida. Akan tetapi, inhibisi ini tidak

sempurna karena adanya reseptor asin tambahan pada taste buds. Na+ yang berikatan dengan

reseptor asin akan memicu depolarisasi dan pelepasan glutamat yang akan mendepolarisasi

neuron aferen sekelilingnya.

Rasa asam diperantarai oleh proton. EnaC turut memasukkan proton sehingga pada

akhirnya menyebabkan timbulnya rasa asam. Akan tetapi, HCN, nucleotide-gated cation

channel yang diaktifkan melalui mekanisme hiperpolarisasi, dan berbagai reseptor lainnya

juga terlibat.

Rasa umami terjadi karena aktivasi reseptor metabotropik glutamat, mGluR4, pada

taste buds, dan agonisnya pada makanan: purin 5-ribonukleotida, seperti IMP dan GMP.

Aktivasi reseptor ini hingga dapat memicu depolarisasi masih belum diketahui.

Rasa tawar diproduksi dari beberapa komponen yang tidak berkaitan. Kebanyakan zat

tersebut adalah racun, sehingga rasa pahit berfungsi sebagai tanda adanya bahaya.

Reseptornya adalah gustducin dan beberapa reseptor yang terkait protein G (famili T2R).

Gustducin menurunkan siklik nukleotida dan meningkatkan formasi DAG dan IP3 sehingga

terjadilah depolarisasi.

Ambang Rasa dan Intensitas Diskriminasi

Kemampuan manusia untuk membedakan berbagai intensitas rasa yang berbeda relatif

masih sederhana. Diperlukan perubahan konsentrasi zat yang dirasakan sekitar 30% sebelum

intensitas rasa lain dideteksi. Zat tersebut akan dilarutkan dalam mukus yang dihasilkan oleh

kelenjar Ebner yang berada disekeliling papila valata. Ambang konsentrasi zat pada taste

buds berbeda-beda untuk setiap jenis zat.

Zat Rasa Ambang Konsentrasi (µmol/L)

Asam hidroklorit Asam 100

Sodium klorida Asin 2000

Stychnine hydrochloride Pahit 1,6

Glukosa Manis 80000

Sukrosa Manis 10000

Sakarin Manis 23

16

Page 17: Laporan Praktikum Fisiologi III

Dalam beberapa kondisi, pengecapan juga mencakup elemen nyeri, seperti pada rasa

pedas. Selain itu, penciuman memiliki peran penting dalam sensasi rasa dari makan, dan

konsistensi (tekstur) serta temperatur makanan juga berkontribusi sewaktu menikmati

makanan.

BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Percobaan Sikap dan Keseimbangan

Alat yang digunakan :

1. Model-model kanalis semisirkularis

2. Tongkat atau statif yang panjang

3. Kursi Barany

A.1 Model Kanalis semisirkularis

17

Page 18: Laporan Praktikum Fisiologi III

Tata Kerja :

1. Pelajari pengaruh berbagai kedudukan kepala terhadap posisi setiap kanalis

semisirkularis

2. Pelajari pengaruh pemutaran terhadap aliran endolimfe dan perubahan posisi Krista

ampularis

A.2 Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis

Tata Kerja :

1. Suruhlah OP, dengan mata tertutup dan kepala ditundukan 30˚, berputar sambil

berpegangan pada tongkat atau statif, menurut arh jarum jam sebanyak 10 kali dalam

30 detik

2. Suruhlah OP berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan lurus ke depan

3. Perhatikan apa yang terjadi

4. Ulangi percobaan nomor 1-3 dengan berputar menurut arah yang berlawanan dengan

jarum jam

A.3 Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang normal terhadap ,

Keseimbangan Badan

Tata Kerja :

1. Suruhlah orang percobaan (OP) berjalan mengikuti suatu garis lurus dilantai dengan

mata terbuka dan kepala serta badan dalam sikap yang biasa. Perhatikan jalannya

dan tanyakan apakah ia mengalami kesulitan dalam mengikuti garis lurus tersebut

2. Ulangi percobaan nomor 1 dengan mata tertutup

3. Ulangi percobaan nomor 1 dan 2 dengan :

a. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri

b. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan

A.4 Percobaan Dengan Kursi Barany : Nistagmus

Tata Kerja :

1. Perintahka OP duduk tegak dikursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat

lengan kursi

2. Perintahkan OP memejamkan kedua matanya dan menundukan kepalanya 30˚ ke

depan

18

Page 19: Laporan Praktikum Fisiologi III

3. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan

4. Hentikan pemutaran kursi dengan tiba-tiba

5. Perintahkan OP untuk membuka mata dan melihat jauh ke depan

6. Perhatikan adanya nistagmus. Tetapkan arah komponen lambat dan komponen cepat

nistagmus tersebut

A.5 Percobaan Dengan Kursi Barany : Tes Penyimpangan Penunjukan

Tata Kerja :

1. Perintahkan OP duduk tegak dikursi Barany dan memejamkan kedua matanya

2. Pemeriksa berdiri tepat didepan kursi Barany sambil mengulurkan tangan kirinya ke

arah OP

3. Perintahkan OP meluruskan lengan tangannya ke depan sehingga dapat menyentuh

jari tangan pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya

4. Perintahkan OP mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan cepat

menurunkannya kembali sehingga menyentuh jari pemeriksa lagi (tindakan 1 s/d 4

merupakan persiapan untuk tes yang sesungguhnya, sebagai berikut :

5. Perintahkan OP dengan kedua tangannya memegang erat lengan kursi. OP

menundukan kepala 30˚ ke depan

6. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan

7. Segera setelah pemutaran, kursi dihentikan dengan tiba-tiba, dan suruh OP

menegakan kepalanya dan melakukan tes penyimpangan pertunjukan seperti telah

disebutkan diatas (langkah 1 s/d 4)

8. Perhatikan apakah terjadi penyimpangan penunjukan oleh OP. Bila terjadi

penyimpangan, tetapkanlah arah penyimpangannya. Teruskan tes tersebut sampai

OP tidak salah lagi menyentuh jari tangan pemeriksa

A.6 Tes Jatuh

Tata Kerja :

1. Perintahkan OP duduk di kursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat

lengan kursi. Tutup kedua matanya dengan sapu tangan dan bungkukkan badannya

ke depan sehingga posisi kepala membentuk sudut 120 dengan sumbu tegak

2. Putar kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan

19

Page 20: Laporan Praktikum Fisiologi III

3. Segera setelah pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba. Suruh OP menegakkan

kembali kepala dan badannya.

4. Perhatikan ke mana dia akan jatuh dan tanyakan kepada OP itu ke mana rasanya ia

akan jatuh

5. Ulangi tes jatuh ini, tiap kali pada OP lain dengan :

a. Memiringkan kepala ke arah bahu kanan sehingga kepala miring 90˚ terhadap

posisi normal

b. Menengadahkan kepala bagian belakang sehingga membuat sudut 60˚ terhadap

posisi normal

6. Hubungkan arah jatuh pada setiap percobaan dengan arah aliran endolimfe pada

kanalis semisirkularis yang terangsang

A.7 Percobaan Dengan Kursi Barany : Sensasi

Tata Kerja :

1. Gunakan OP yang lain. Perintahkan untuk duduk di kursi Barany dan tutuplah

kedua matanya dengan saputangan

2. Putar kursi tersebut ke kanan dengan kecepatan yang ber angsur-angsur bertambah

dan kemudian kurangi kecepatan putarannya secara berangsur-angsur pula sampai

berhenti

3. Tanyakan kepada OP arah perasaan berputar

a. sewaktu kecepatan putar masih bertambah

b. sewaktu kecepatan putar menetap

c. sewaktu kecepatan putar dikurangi

d. segera setelah kursi dihentikan

4. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang

dirasakan oleh OP

B. Percobaan Pendengaran

Alat yang diperlukan :

1. Audiometer merk AMPLAID 207, lengkap dengan fono-kepala dan formulir

2. Pelana berfrekuensi 512

3. Kapas untuk menyumbat telinga

20

Page 21: Laporan Praktikum Fisiologi III

B.1 Percobaan Dengan Audiometri

Tata Kerja :

1. Siapkanlah audiometer sbb:

- Tekan tombol utama (T1) ke posisi OFF

- Putar tombol frekuensi nada (T3) sehingga menunjuk frekuensi 125 Hz

- Putar tombol kekuatan nada (T4) sehingga menunjukan kekuatan pada -

10dB

2. Hubungkan audiometer dengan sumber listrik 220 V dan tekanlah T1 ke posisi ON

3. Suruh OP duduk membelakangi audiometer dan pasanglah fono-kepala sehingga

fono kabel merah pada telinga kanan

4. Berikan petunjuk pada OP untuk menekan tombol T2 pada saat mulai dan selama ia

mendengar bunyi pada salah satu telinganya, dan melepaskan tekanan pada tombol

tersebut pada saat tidak mendengar bunyi

5. Tunggulah 2 menit untuk ‘memanaskan’ alat

6. Arahkan tombol “REVERSE” ke atas untuk mengirim nada uji ke telinga OP

selama pemeriksaan

7. Putar tombol kekuatan nada T4 perlahan-lahan searah jarum jam sampai OP

menekan tombol T2 (lampu akan menyala)

8. Teruskan memutar tombol tersebut sebesar 10Db dan kemudian putar tombol T4

tersebut perlahan-lahan, berlawanan dengan arah jarum jam sampai OP melepaskan

tekanan pada tombol T2 (lampu akan mati). Catatlah angka dB pada saat lampu

mati

9. Ulangi tindakan butir 7 dan 8 dua kali lagi dan ambilah angka terkecil sebagai catat

dengar (“hearing loss”) OP pada frekuensi 125 Hz

10. Selama pemeriksaan ini berlangsung, sekali-sekali tekanlah tombol T8, pada saat OP

menekan tombolnya (T2), yaitu waktu lampu menyala. Hal ini untuk menguji

apakah OP benar-benar mendengar bunyi yang dikirimkan atau hanya pura-pura

mendengar.

11. Ukurklah catat dengar untuk telinga yang sama dengan cara yang sama pula untuk

ferkuensi 230, 500, 750, 1000, 2000, 3000, 8000, dan 12.000 Hz serta catatlah hasil

pengukuran pada formulir yang disediakan

12. Ulangi seluruh pemeriksaan untuk telinga kiri

21

Page 22: Laporan Praktikum Fisiologi III

13. Buatlah audiogram OP pada formulir yang telah disediakan dengan data yang

diperoleh dari pengukuran. Buat kesimpulan audiogram yang saudara peroleh

B.2 Percobaan Dengan Garputala : Cara Rinne

Tata Kerja :

1. Getarkan penala berfrekuensi 512 dengan cara memukulkan salah satu ujung jari

penala ke telapak tangan. Jangan sekali-sekali memukulkannya pada benda keras

2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga OP.

Tangan pemeriksa menyentuh jari-jari penala

3. Tanyakan kepada OP apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga

yang diperiksa. Bila mendengar, OP disuruh mengacungkan jari telunjuk. Begitu

tidak mendengar lagi, jari telunjuk diturunkan

4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat pelana dari prosesus mastoideus OP dan

kemudian ujung jari pelana ditempatkan sedekat-dekatnya ke depan liang telinga

OP. Tanyakan apakah OP mendengat dengungan itu

5. Catat hasil pemeriksaan Rinne

- Rinne positif (+) : Bila OP masih mendengar dengungan melalui

hantaran aerotimpanal

- Rinne negatif (-) : Bila OP mtidak lagi mendengar dengungan

melalui hantaran aerotimpanal

B.3 Percobaan Dengan Garputala : Cara Weber

Tata Kerja :

1. Getarkan penala yang berfrekuensi 512

2. Tekankan ujung tangkai penala pada dahi OP digaris median

3. Tanyakan kepada OP, apakah ia mendengar dengungan bunyi pelana sama kuat di

kedua telinganya atau terjadi lateralisasi?

4. Pada OP yang tidak mengalami lateralisasi, Saudara dapat mencoba menimbulkan

lateralisasi buatan dengan menutup salah satu daun telinga OP dengan kapas dan

mengulangi pemeriksaannya

B.4 Percobaan Dengan Garputala : Schwabach

Tata Kerja :

22

Page 23: Laporan Praktikum Fisiologi III

1. Getarkan penala berfrekuensi 512 seperti cara diatas

2. Tekankan ujung tangkai penala pada prosessus mastoideus salah satu telinga OP

3. Suruh OP mengacungkan jarinya pada saat dengungan bunyi menghilang

4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari prosessus

mastoideus OP ke prossesus mastoideus sendiri. Bila dengungan penala masih

dapat didengar oleh si pemeriksa, maka hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH

MEMENDEK (catatan : telinga pemeriksa dianggap normal)

5. Apabila dengungan penala yang telah dinyatakan berhenti oleh OP, juga tidaj

terdengar oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin SCHWABACH

NORMAL atau SCHWABACH MEMANJANG. Untuk memastikan dilakukan

pemeriksaan sbb :

Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke prosessus

mastoideus pemeriksa sampai tidak terdengar lagi dengungan

Kemudian, ujung tangkai penala segera ditekankan ke prosessus mastoideus OP

Bila dengungan masih dapat didengar oleh OP, hasil pemeriksaan ialah

SCHWABACH MEMANJANG

Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh pemeriksa, juga tidak dapat

didengar oleh OP maka hasilnya pemeriksaan ialah SCHWABACH NORMAL

C. Percobaan Pengecapan

Alat yang digunakan :

1. Larutan berbagai rasa:

a. manis : gula 2 sdt + air 240 mL

b. asam : cuka 10 mL + air 10 mL

c. asin : garam 2 sdt + air 240 mL

d. pahit : aspirin 2 butir + air 240 mL

2. Tabung ukur

3. Lidi kapas

4. Air

C.1 Pemeriksaan Indera Pengecapan

Tata Kerja :

Lakukan percobaan ini pada 2 orang percobaan (OP).

23

Page 24: Laporan Praktikum Fisiologi III

1. OP tidak boleh mengetahui larutan apa yang akan diletakkan pada lidahnya.

2. Buatlah kesepakatan dengan OP mengenai bahasa isyarat yang akan digunakan bila OP

dapat mengecap rasa pada lidi kapas (misalnya mengangkat tangan bila dapat

mengecap rasa), dan rasa apa yang ia kecap (misalnya mengangkat 1 jari untuk rasa

manis, 2 jari untuk rasa asam, 3 jari untuk rasa asin, 4 jari untuk rasa pahit). Selama

percobaan berlangsung, OP tidak diperkenankan berbicara atau menyentuhkan

lidahnya ke langit-langit mulut.

3. Celupkan sebuah lidi kapas ke larutan manis dan peras kelebihan larutan pada pinggir

gelas.

4. Suruh OP untuk menjulurkan lidahnya dan letakkan lidi kapas tersebut pada semua

area pengecapan di lidah (lihat Gambar).

5. Setelah setiap peletakan, tanyakan pada OP apakah ia dapat mengecap rasa dari larutan

tersebut, dan apa rasa yang ia kecap.

6. Catatlah hasilnya di diagram lidah pada form hasil yang telah disediakan.

7. Suruhlah OP berkumur dengan air.

8. Buang lidi kapas yang telah digunakan.

9. Ulangi langkah nomor 3-8 untuk larutan asam.

10. Ulangi langkah nomor 3-8 untuk larutan asin.

11. Ulangi langkah nomor 3-8 untuk larutan pahit.

Gambar. Area-area pengecapan pada lidah

C.2 Pemeriksaan Ambang Pengecapan

Tata Kerja :

Lakukan percobaan ini pada orang percobaan (OP) yang sama dengan percobaan pertama.

1. Berlawanan dengan percobaan pertama, OP harus mengetahui larutan apa yang akan

diletakkan pada lidahnya.

24

Page 25: Laporan Praktikum Fisiologi III

2. Buatlah kesepakatan dengan OP mengenai bahasa isyarat yang akan digunakan bila OP

dapat mengecap rasa pada lidi kapas (misalnya mengangkat tangan bila dapat mengecap

rasa). Selama percobaan berlangsung, OP tidak diperkenankan berbicara atau

menyentuhkan lidahnya ke langit-langit mulut.

3. Celupkan sebuah lidi kapas ke larutan manis dan peras kelebihan larutan pada pinggir

gelas.

4. Suruh OP untuk menjulurkan lidahnya dan letakkan lidi kapas tersebut pada area di lidah

yang mengecap rasa manis (gunakan diagram lidah hasil dari percobaan pertama tadi).

5. Tanyakan pada OP apakah ia dapat mengecap rasa dari larutan tersebut. Bila OP dapat

mengecap rasa tersebut, berilah tanda positif (+) di tabel ambang pengecapan pada form

hasil yang telah disediakan.

6. Suruhlah OP berkumur dengan air.

7. Buang lidi kapas yang telah digunakan.

8. Encerkan larutan manis tersebut dengan cara menuangkan 10 ml dari larutan ke gelas

bersih dan tambahkan air sebanyak 10 ml.

9. Ulangi langkah nomor 3-7 dengan larutan yang baru saja diencerkan.

10. Ulangi langkah nomor 8 dengan larutan yang sudah diencerkan.

11. Ulangi kembali langkah nomor 3-7.

12. Ulangi terus prosedur ini dengan larutan yang terus diencerkan (10 ml larutan baru + 10

ml air) hingga OP tidak depat mengecap rasa yang diletakkan di lidahnya. Berilah tanda

negatif (-) di tabel ambang pengecapan pada form hasil yang telah disediakan pada saat

OP tidak dapat lagi mengecap rasa tersebut. Catatan: larutan awal dianggap berkekuatan

100%. Setiap pengenceran akan menghasilkan larutan berkekuatan setengah dari

pengenceran sebelumnya. Maka, pengenceran pertama akan menghasilkan larutan

berkekuatan 50%, pengenceran kedua 25%, dst.

13. Ulangi seluruh tahap percobaan ini dengan tiga larutan rasa yang lain

25

Page 26: Laporan Praktikum Fisiologi III

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Percobaan Sikap dan Keseimbangan

Hasil Percobaan :

Percobaan Nama OP Kejadian

Percobaan sederhana untuk

Kanalis Semisirkularis

Yulius Leonard Berputar menurut arah jarum jam

deviasi berjalan ke arah kanan

Berputar menurut arah yang

berlawanan jarum jam deviasi

berjalan ke kiri

Pengaruh kedudukan kepala

dan mata yang normal

Nia Amerina Berjalan mengikuti garis lurus di

lantai dengan mata tertutup

26

Page 27: Laporan Praktikum Fisiologi III

terhadap keseimbangan

badan

jalannya miring ke kiri dan sulit

mengikuti garis lurus

Kepala dimiringkan dengan kuat

ke kiri jalannya miring ke

kanan dan sulit mengikuti garis

lurus

Kepala dimiringkan dengan kuat

ke kanan jalannya miring ke

kanan dan sulit mengikuti garis

lurus

Nistagmus R.M Ali Fadhly Nistagmus horizontal dengan

komponen cepat ke kiri dan

komponen lambat ke kanan

Tes Penyimpangan

Penunjukan

Frans Liwang Setelah berputar di kursi barany,

penyimpangan penunjukan ke arah

kanan

Tes Jatuh Shabrina Rizqy Percobaan menengadahkan kepala ke

belakang dan diputar ke kanan. Hasil

menunjukkan OP terasa akan jatuh

ke arah kanan, sehingga

mengkompensasi dengan

menjatuhkan tubuh ke arah kiri.

M. Rizqi Adhi P Percobaan kepala tunduk 120˚ ke

depan dan diputar ke kanan.

Hasil menunjukkan OP terasa akan

jatuh ke arah kiri, sehingga

mengkompensasi dengan

menjatuhkan tubuh ke arah kanan.

Yulius Leonard Percobaan kepala miring ke kanan

90˚, putar ke kanan.

Hasil percobaan menunjukkan

nistagmus vertikal, OP terasa akan

jatuh ke depan sehingga

27

Page 28: Laporan Praktikum Fisiologi III

mengkompensasinya dengan

menahan tubuh ke belakang.

Kesan (Sensasi) Novita Sari OP di putar ke kanan. Saat kecepatan

meningkat, OP merasa berputar ke

kanan, saat kecepatan dikurangi OP

mersa berputar ke ara\h kiri, saat

berhenti OP merasa berputar ke kiri,

dan saat menetap OP merasa tidah

tahu berputar kearah mana.

A.1 Model Kanalis semisirkularis

Analisis Percobaan:

Pada model kanalis semisirkularis dapat dilihat bahwa posisi kanalis semisirkularis

berada pada sumbu horizontal, berbeda dengan kedudukan kanalis semisirkularis sebenarnya.

Pada manusia, terdapat 3 kanalis semisirkularis. Kanalis semisirkularis anterior berada 30o

dari sumbu horizontal, kanalis semisirkularis posterior berada pada 120o atau 60o dari sumbu

horizontal, sementara itu kanalis semisirkularis superior berada pada 90 derajat dari sumbu

horizontal akan tetapi dengan posisi kanalis melengkung ke arah anterior posterior.

Pada saat model kanalis semisirkularis berputar searah jarum jam, cairan endolimfe di

dalam kanalis tersebut akan tertinggal, seakan-akan mengalir ke kiri. Akibatnya krista

ampularis pun akan terdorong ke kiri. Pada saat putaran dihentikan tiba-tiba, cairan endolimfe

akan berbalik arah ke kanan sehingga mendorong krista ampularis ke kanan. 1,5

A.2 Percobaan Sederhana Untuk Kanalis Semisirkularis

Analisis Percobaan:

Sikap dan keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh kanalis semisirkularis, kompensasi

mata, dan proprioseptif. Kanalis semisirkularis berperan dalam gerakan rotasi. Perputaran

searah jarum jam dengan mata tertutup dan kepala ditundukkan 30 akan mengacaukan kanalis

semisirkularis. Apabila berputar searah jarum jam (arah kanan), aliran endolimfe seolah-olah

ke kiri dan terjadi pemutaran endolimfe yang sama dengan pemutaran tubuh, lama kelamaan

tubuh tidak merasa diputar. Ketika berhenti, endolimfe akan bergerak ke arah kanan.

28

Page 29: Laporan Praktikum Fisiologi III

A.3 Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang normal terhadap Keseimbangan

Badan

Analisis Percobaan :

Apabila kepala dimiringkan terjadi perangsangan asimetris pada reseptor proprioseptif

di otot leher dan alat vestibular yang menyebabkan tonus yang asimetris pula pada otot-otot

ekstremitas. Dalam keadaan seperti diatas, mata yang terbuka berusaha untuk

mempertahankan sikap badan yang seimbang sebagai kompensasi. Apabila mata ditutup,

ketidakseimbangan ini akan tampak lebih jelas.

A.4 Percobaan Dengan Kursi Barany : Nistagmus

Analisis Percobaan :

Sewaktu rotasi dimulai, mata bergerak lambat dalam arah berlawanan dengan arah

rotasi, untuk mempertaankan fiksasi penglihatan sebagai refleks vestibulookular. Bila batas

geakan tercapai, mata dengan cepat berputar embali ke titik fiksasi bau lalu kembali bergerak

lambat ke arah lain. Komponen lambat dicetuskan impuls di labirin dan komponen cepat leh

batang otak. Bila mata digerakan secara horizontal, akan terjadi nistagmus horizontal. Arah

gerakan mata sesuai degan arah komponen cepat. Maka selama rotasi, bila mata berputar ke

kanan, maka kompnen ceat akan ke kanan. Namun nistagmus postrotasi, terjadi akibat

pergerakan kupula saat dihentikan perputaran memilkiarah berlawanan. Maka dari itu, saat

perputaran ke kanan dihentikan tiba-tiba akan timbul nistagmus dengan komponen cepar ke

arah kiri.

A.5 Percobaan Dengan Kursi Barany : Tes Penyimpangan Penunjukan

Analisis Percobaan :

Past pointing merupakan gerakan volunter abnormal untuk menyebtuh suatu benda

dengan jari tangan melampaui benda tersebut ke arah satu sisi atau sisi lainnya. Disebut juga

dismetria. Hal ini segera mencetuskan gerakan korektif yang mencolok, tetapi berlebihan ke

sisi lain. Akibatnya gerakan jari maju-mundur. Osilasi ini merupakan intention tremor pada

kelainan serebellum, dan akan uncul saat melakukan gerakan volunter. Pada saat kepala

digerakan, terjadi sensasi yang salah pada sistem keseimbangan. Setelah berputar ke kanan,

OP cenderung menunjuk ke kanan, namun untuk mengkoreksi, reaksi berlebihan sehingga

condong ke kiri, dan begitu seterusnya sampai mulai stabil setelah beberapa lama.

29

Page 30: Laporan Praktikum Fisiologi III

A.6 Percobaan Dengan Kursi Barany :Tes Jatuh

Analisis Percobaan :

a. Saat kepala tunduk ke depan 120˚ dan diputar ke kanan, membuat seakan-akan kanalis

semisirkularis posterior berada di sumbu tegak sehingga saat diputar ke kanan, endolimfe

dalam kanalis semisirkularis anterior ikut bergerak pada pemutaran maksimal. kanalis

semisirkularis posterior yang Saat mulai diputar diputar ke kanan, endolimfe dalam

kanalis semisirkularis posterior tertinggal sehingga kupula bergerak kearah berlawanan

dengan arah putar. Kemudian setelah lama berputar stabil, endolimfe bergerak mengikuti

arah putaran. Saat dihentikan, endolimfe dalam kupula tersebut masih ikut bergerak

sesuai arah gerak, sedangkan kanalis sudah berhenti berputar. Sehingga kupula bergerak

kearah yang berlawanan dengan arah gerak pertamanya tadi. Akibatnya OP masih

bergerak ke kanan dan merasa akan jatuh ke kanan. Otomatis tubuh bergerak

mengkompensasi hal tersebut dengan menjatuhkan diri/mencondongkan tubuh kearah

kiri.

b. Saat kepala dimiringkan ke kanan 90˚ dan tubuh diputar ke kanan, membuat seakan-akan

kanalis semisirkularis anterior berada di sembu tegak dan berputar saat diputar ke kanan

pada pemutaran maksimal. Saat mulai diputar diputar ke kanan, endolimfe dalam kanalis

semisirkularis anterior tertinggal sehingga kupula bergerak kearah berlawanan dengan

arah putar. Kemudian setelah lama berputar stabil, endolimfe bergerak mengikuti arah

putaran. Saat dihentikan, endolimfe dalam kupula tersebut masih ikut bergerak sesuai

arah gerak, sedangkan kanalis sudah berhenti berputar. Sehingga kupula bergerak kearah

yang berlawanan dengan arah gerak pertamanya tadi. Akibatnya OP merasa akan jatuh

depan sehingga menkompensasinya dengan menahan tubuh ke belakang.

A.7 Percobaan Dengan Kursi Barany : Sensasi

Analisis Percobaan :

Kepala tunduk 30˚ ke depan dan dipetar, menimbulkan efek pemutaran maksimal

pada kanalis semisirkularis horizontal.lateral. perinsipnya sama dengan dua diatas. Saat

kepala mulai digerakan, awalnya kupula sebagai sensrik keseimbangan bergerak ke arah

berlawanan. Namun lama berputar stabil kupula akan bergerak searah geakan putaran. Saat

kecepatan bertambah, pergerakan kupula tadi ikut searah gerakan putaran sehingga kesan

yang timbul adalah bergerak searah putaran. Saat kecepatan diturunkan atau dihentikan,

endolimfe mulai tertinggal dan kupula bergerak ke arah berlawanan seingga timbu sensasi

30

Page 31: Laporan Praktikum Fisiologi III

berputar ke arah berlawanan dengan arah putar. Saat kecepatan menetap, timbul koordinasi

sensorik keseimbangan yang tidak sama antara kanan dan kiri sehingga timbul kekacauan,

OP bingung bergerak ke arah mana.

B. Percobaan Pendengaran

Hasil Percobaan :

B.1 Percobaan Dengan Audiometri

Analisis Pendengaran

Pada percobaan audiometric OP diperdengarkan bunyi dengan frekuensi dan

amplitudo (dalam decibel) yang bervariasi. Hasil menunjukkan bahwa pada frekuensi yang

rendah (nada yang rendah) OP baru mendengar pada amplitudo yang lebih tinggi, sementara

itu apabila frekuensi ditinggikan, maka OP hanya memerlukan amplitudo yang lebih rendah

untuk dapat mendengar suara yang diberikan. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

31

Page 32: Laporan Praktikum Fisiologi III

Nada yang tinggi memiliki frekuensi yang tinggi. Suara yang memiliki frekuensi

tinggi akan menggetarkan gendang telinga lebih cepat yang pada akhirnya getaran tersebut

akan disampaikan pada membrane basilaris di dalam koklea. Pada koklea, terdapat daerah

membrane basilaris tertentu yang bergetar paling maksimal pada frekuensi tertentu pula.

Membran basilaris yang terletak di bagian basal paling sensitif terhadap frekuensi tinggi,

sementara itu pada bagian apeks paling sensitive terhadap frekuensi rendah. Berbeda dengan

frekuensi, amplitude menggambarkan intensitas dari bunyi. Pada suara yang memiliki

amplitude yang tinggi, maka getaran yang dihasilkan pada membrane timpani akan semakin

hebat dan getaran yang hebat tersebut akan disampaikan pada membrane basilaris yang sesuai

dengan frekuensi bunyi yang ada.

Dengan demikian, pada suara berfrekuensi rendah, gendang telinga akan bergetar

dengan frekuensi yang sama. Getaran ini perlu disampaikan pada daerah membrane basilaris

yang berada di apeks karena membrane basilaris di daerah tersebut adalah yang paling

sensitive terhadap frekuensi rendah. Untuk dapat mencapainya, diperlukan intensitas yang

relatif cukup kuat. Sementara itu pada suara yang memiliki frekuensi tinggi, getaran hanya

perlu disampaikan pada membrane basilaris yang terletak pada bagian basal, sehingga untuk

mencapainya hanya diperlukan intensitas suara yang relatif lebih rendah. Selain faktor daerah

dari membrane basilaris, terdapat juga faktor dari kualitas gendang telinga.

Pada orang yang memiliki gendang telinga yang intak dan tipis maka akan memiliki

ketajaman pendengaran yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang memiliki gendang

telinga tebal. Hal ini disebabkan oleh kualitas pergetaran yang dihasilkan oleh gendang

telinga. Pada orang tua, gendang telinga telah mengalami sclerosis sehingga lebih menebal.

Hal ini menyulitkan gendang telinga untuk bergetar terutama pada frekuensi yang tinggi,

sehingga timbul ketulian ringan pada frekuensi tinggi.

B.2,3,4 Percobaan Dengan Garputala : Cara Rinne, Cara Weber, Schwabach

Analisis Hasil Percobaan :

Pada OP dilakukan tes rinne, weber dan scwabach dengan hasil ketiganya adalah

normal. Tes rinne berperan dalam membandingkan konduksi tulang dan konduksi

udara(melalui proses ossikular) pada telinga orang yang sama. Rinne yang positif

menandakan bahwa OP memiliki konduksi udara yang lebih baik dibandingkan dengan

konduksi tulangnya. Hal ini disebabkan oleh proses ossikular yang dimiliki oleh sistem

32

Page 33: Laporan Praktikum Fisiologi III

pendengaran. Pada saat suara garputala diperdengarkan melalui udara, maka daun telinga

akan mengumpulkan suara dan menggetarkan gendang telinga.

Gendang telinga kemudian akan menggetarkan tulang maleus,inkus, stapes, dan

tingkap oval. Tingkap oval memiliki lubang yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan

gendang telinga. Hal ini mengakibatkan peningkatan getaran yang berlipat ganda. Kemudian,

terdapat pengaruh lever dari tulang males,inkus, dan stapes. Tulang-tulang pendengaran ini

juga berperan dalam meningkatkan getaran suara yang berasal dari gendang telinga. Pada

akhirnya, kedua mekanisme ini menghasilkan peningkatan hingga 20 kali lipat dan

menyebabkan konduksi udara, melalui proses ossikular, jauh lebih baik dibandingkan

konduksi tulang.

Tes weber berperan dalam menilai adanya suara yang terdengar lebih

kuat(lateralisasi) pada telinga seseorang. Lateralisasi dapat terjadi melalui 2 faktor, yaitu

apabila terjadi gangguan tuli konduktif atau gangguan tuli sensorineural. Pada orang yang

mengalami tuli konduktif, maka akan terjadi lateralisasi pada telinga yang sakit. Hal ini

didemonstrasikan dengan cara menutup salah satu liang telinga dari OP, sehingga seakan-

akan OP mengalami tuli konduktif. Hal ini berhubungan dengan efek masking, yaitu efek

penutupan suatu suara dengan suara lainnya.

Penutupan liang telinga menyebabkan hilangnya efek masking yang seharusnya

dimiliki oleh telinga yang bersangkutan, sehingga suara akan terdengar lebih keras pada

telinga yang ditutup. Sementara itu pada gangguan sensorineural, suara akan lebih jelas

terdengar pada telinga yang sehat karena telinga yang sakit akibat gangguan saraf tentunya

tidak dapat mendengar dengan baik.

Tes scwabach berperan dalam menilai konduksi tulang dari seseorang dibandingkan

dengan konduksi tulang dari pemeriksa, dengan catatan pemeriksa dianggap normal. Seperti

pada tes weber di atas, pada orang yang memiliki scwabach memanjang (konduksi tulang OP

lebih baik dibandingkan dengan pemeriksa) menandakan bahwa terjadi kehilangan efek

masking dari orang tersebut. Sebaliknya pada orang yang memiliki scwabach memendek,

maka hal ini menunjukkan bahwa konduksi tulang yang dimiliki lebih buruk dibandingkan

dengan pemeriksa.

C. Percobaan Pengecapan

C.1 Pemeriksaan Indera Pengecapan

Hasil Percobaan

33

Page 34: Laporan Praktikum Fisiologi III

Analisis Hasil Percobaan

Pada kedua OP, ditemukan bahwa area pengecapan rasa pada lidah adalah sama. Rasa

pahit berada di bagian belakang lidah, bagian manis berada di depan lidah, sedangkan rasa

asin dan asam di bagian samping lidah.

Pada manusia, terdapat lima rasa dasar: manis, asam, asin, pahit, dan umami. Masing-

masing ini diterima oleh reseptor gustatorik yang berada pada taste buds yang berhubungan

dengan serabut saraf aferen. Pada manusia, taste buds terletak pada mukosa epiglotis,

palatum, dan faring, serta pada dinding papila fungiform dan papila vallata lidah. Masing-

masing papila fungiform memiliki lima taste buds, dan biasanya terletak di bagian atas

papila.

Dahulu dianggap bahwa permukaan lidah memiliki area khusus untuk masing-masing

sensasi rasa ini, tetapi kini telah jelas bahwa semuanya disensasi dari seluruh bagi lidah. Oleh

sebab itu, sensasi rasa tersebut dapat dirasakan lebih dari satu area. Hanya saja, memang

terdapat area yang dominan untuk masing-masing rasa. Hal ini berhubungan dengan

persebaran taste buds pada lidah manusia.

C.2 Pemeriksaan Ambang Pengecapan

Hasil Percobaan

Kekuatan

Dilusi

Manis Asam Asin Pahit

OP 1 OP 2 OP 1 OP 2 OP 1 OP 2 OP 1 OP 2

Nama OP: Rizqi Nia Rizqi Nia Rizqi Nia Rizqi Nia

100% + + + + + + + +

50% + + + + + + + +

25% + + + + + + - -

12,5% + + + + + + - -

6,5% + + + + + - - -

3,125% - - - - - - - -

Analisis Hasil Percobaan

34

Page 35: Laporan Praktikum Fisiologi III

Berdasarkan percobaan di atas, ditemukan bahwa ambang rangsang rasa untuk

masing-masing OP hampir serupa. Hanya terdapat perbedaan ambang pada sensasi rasa asin.

Selain itu, ditemukan juga bahwa ambang konsentrasi untuk masing-masing rasa juga

berbeda-beda. Rasa manis dan asam memiliki ambang konsentrasi yang paling rendah,

sedangkan rasa pahit memiliki ambang konsentrasi yang paling tinggi.

Perbedaan ambang konsentrasi untuk sensasi asin pada kedua OP disebabkan karena

faktor subyektivitas individu. Faktor tersebut mencakup perbedaan jumlah taste buds hingga

perbedaan kemampuan persepsi dan sensasi rasa. Pada dasarnya, jumlah taste buds pada

manusia sangat bervariasi. Taste buds ini pun akan berganti oleh sel reseptor yang baru setiap

10 hari.

Kemampuan persepsi dan sensasi rasa sangat terlihat pada lansia karena adanya

degenerasi sel dan serabut saraf. Selain itu, ambang konsentrasi akan meningkat individu

yang terlalu sering makan makanan dengan rasa tertentu. Misalnya, orang yang suka makan

makanan asin memiliki ambang konsentrasi untuk rasa asin yang lebih tinggi dibandingkan

dengan orang yang jarang makan makanan asin.

Selain faktor individual di atas, pada dasarnya masing-masing rasa memiliki ambang

konsentrasi yang berbeda. Ambang konsentrasi zat pada taste buds berbeda-beda untuk setiap

jenis zat. Misalnya, rasa manis pada glukosa memiliki ambang yang tinggi (80000 µmol/L)

dibandingkan rasa asin NaCl (2000 µmol/L). Kemampuan untuk membedakan berbagai

intensitas rasa ini yang berbeda relatif masih sederhana pada manusia. Diperlukan perubahan

konsentrasi zat yang dirasakan sekitar 30% sebelum intensitas rasa lain dideteksi. Zat tersebut

akan dilarutkan dalam mukus yang dihasilkan oleh kelenjar Ebner yang berada disekeliling

papila valata.

35

Page 36: Laporan Praktikum Fisiologi III

BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

A. Percobaan Sikap dan Keseimbangan

Aparatus vestibuler terletak di bagian telinga dalam dan berfungsi dalam sensasi

keseimbangan serta koordinasi gerakan kepala, mata, dan postural. Aparatus ini terletak di

dalam suatu sistem yang terdiri atas tabung tulang dan ruangan yang terletak di tulang

temporal yang disebut dengan labirin tulang. Di antara sistem ini terdapat tabung membran

dan ruangan yang disebut labirin membran. Labirin membran inilah yang merupakan bagian

fungsional dari aparatus vestibuler.

Seperti koklea, semua komponen aparatus vestibuler mengandung endolimfe dan

dikelilingi oleh perilimfe. Juga seperti organ Corti, aparatus ini mengandung sel rambut yang

berespon terhadap deformasi mekanik akibat gerakan spesifik endolimfe. Reseptor vestibuler

juga dapat mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi seperti sel rambut auditorik

bergantung kepada arah gerakan cairan. Pada pemutaran Kursi Barany, terdapat pengaruh

36

Page 37: Laporan Praktikum Fisiologi III

percepatan sudut pada sikap dan keseimbangan tubuh. Pada percobaan kursi barany

didapatkan bahwa arah aliran endolimfe sesuai dengan arah sensasi tubuh jatuh dan

berlawanan dengan arah tubuh jatuh sebagai kompensasinya.

B. Percobaan Pendengaran

1. Untuk mendengar dengan baik, dibutuhkan kesesuaian antara frekuensi dengan

amplitudo. Pada frekuensi yangtinggi dibutuhkan amplitudo yang lebih rendah.

Sedangkan, untuk frekuensi yang rendah dibutuhkan amplitudo yang lebih tinggi.

2. Pada pemeriksaan dengan garputala yaitu : tes rinne, tes schwabach dan weber digunakan

untuk membuktikan adanya gangguan tuli konduktif atau sensorineural/perseptif.

C. Percobaan Pengecapan

1. Semua rasa dasar (manis, asam, asin, pahit, dan umami) disensasi dari seluruh bagi lidah.

Hanya saja terdapat area dominan untuk masing-masing rasa.

2. Ambang konsentrasi untuk suatu rasa dipengaruhi oleh faktor subjektif dan nilai ambang

konsentrasi zat pada taste buds yang berbeda untuk setiap jenis zat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 6 th ed. USA: Thomson Brooks/

Cole; 2007.

2. Guyton AC, Hall JE. Guyton and Hall’s textbook of medical physiology. 11 th ed.

Philadelphia ; 2006.

3. Vander et al. Human physiology : the mechanisms of body function. 8 th ed. NewYork :

McGraw-Hill Companies ; 2001.

4. Ganong WF. Review of medical physiology. 22nd ed. Singapore: McGraw-Hill; 2005.

5. Silverthorn DU. Human physiology: an integrated approach. 4th ed. San Fransisco:

Pearson International Edition; 2007.

37