38
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PERCOBAAN V PENENTUAN PERSAAM LAJU NAMA : SRI WIDIASTUTI NIM : H31113506 KELOMPOK/REGU : IV (EMPAT)/VIII (DELAPAN) HARI/TGL.PERCOBAAN : RABU/22 APRIL 2015 ASISTEN : ERWIN WIYANTO

Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Praktikum Kimia Fisika

Citation preview

Page 1: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

LAPORAN PRAKTIKUMKIMIA FISIKA

PERCOBAAN VPENENTUAN PERSAAM LAJU

NAMA : SRI WIDIASTUTINIM : H31113506KELOMPOK/REGU : IV (EMPAT)/VIII (DELAPAN)HARI/TGL.PERCOBAAN : RABU/22 APRIL 2015ASISTEN : ERWIN WIYANTO

LABORATORIUM KIMIA FISIKAJURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN

2015

Page 2: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kinetika kimia mempelajari tentang proses yang berhubungan dengan

kecepatan laju suatu reaksi serta faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.

Kinetika diakui sebagai disiplin ilmu pada tahun 1880-an, sebuah pernyataan yang

mendasar dari teori kinetika kimia yaitu bahwa arah dan jumlah perubahan kimia

dikondisikan tidak hanya oleh afinitis tetapi oleh massa zat bereaksi, suhu,

tekanan dan diilustrasikan oleh hasil eksperimen. Suatu proses atau reaksi perlu

dikondisikan agar dapat memperoleh produk dalam waktu yang sesingkat

mungkin dan untuk memahami mengenai kinetika kimiaagar laju suatu reaksi

dapat dikendalikan sehingga lebih hemat dan efesien (Fatimah, 2013).

Perubahan konsentrasi suatu produk atau reaktan secara umum merupakan

subjek dalam kinetika kimia khususnya yang berkaitan dengan pengukuran dan

penafsiran tingkat reaksi kimia. Kinetika kimia berbeda dengan termodinamika

kimia yang berkaitan hanya dengan keadaan awal dari reaktan dan keadaan akhir

sistem ketika kesetimbangan tercapai. Secara historis kinetika kuantitatif pertama

dari reaksi kimia adalah eksperimen yang dilakuakan oleh Ludwig Wilhelmy pada

tahun 1850, dia mengikuti perubahan konsentrasi secara rinci sukrosa (gula tebu)

dalam larutan asam untuk memberikan glukosa dan fruktosadan mencatat bahwa

laju reaksi setiap saat mengikuti awal reaksi berbanding lurus dengan jumlah sisa

sukrosa yang tidak bereaksi pada saat itu (Fatimah, 2013). Pada percobaan ini

dilakukan hukum laju reaksi iodinasi aseton yang terkatalis asam serta mengamati

perubahan konsentrasi aseton dan katalis asam sulfat terhadap laju reaksi sehingga

dapat memahami pengaruh konsentrasi dan katalis terhadap laju reaksi dan dapat

menentukan persamaan laju reaksi.

Page 3: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari

metode penentuan hukum laju reaksi dengan menggunakan metoode kinetika

kimia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah:

1. Menentukan hukum laju reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang

terkatalis asam.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi iodinasi

aseton dalam larutan air yang terkatalis dengan asam.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan ini adalah penitaran larutan iodin dalam larutan asam

dengan larutan Na2S2O3 0,01 M hingga larutan berubah warna dari merah gelap

menjadi bening dengan pengambilan cuplikan dalam selang waktu tertentu

sehingga dapat ditentukan jumlah iodin yang tidak terikat oleh aseton yang

bereaksi dengan larutan Na2S2O3 0,01 M dengan menggunakan indikator amilum.

Kemudian konsentrasi zat penyusun cuplikan berdasarkan volume larutan

Na2S2O3 0,01 M yang digunakan untuk menentukan konstanta laju reaksi dan orde

reaksi.

Page 4: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Laju reaksi adalah perubahan konsentrasi per satuan waktu. Laju reaksi

didefinisikan sebagai perubahan pada setiap perubahan waktu. Secara metematis

laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan umu sebagai berikut

(Fatimah, 2013):

0 = ∑ vB B (1)

Dengan B adalah simbol kimia untuk suatu molekul, atom, ion atau radikal dan vB

adalah bilangan stoikiometri (positif untuk produk dan negativ untuk reaktan)

untuk spesis B. Bilangan stoikiometri harus memenuhi kondisi umum bahwa

jumlah atom sebelum dan sesudah reaksi harus sama dan muatan listrik total

sebelum dan sesudah reaksi harus sama. Derivatif digunakan karena pada setiap

perubahan waktu mengalami perubahan. Konsentrasi reaktan mengalami

penurunan terus menerus dengan kenaikan waktu sedangkan konsentrasi produk

mengalami kenaikan (Fatimah, 2013).

Laju kecepatan reaksi adalah perubahan konsentrasi atau produk dalam

suatu satuan waktu. Laju suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya

konsentrasi suatu pereaksi atau laju bertambahnya konsentasi suatu produk.

Konsentrasi biasanya dinyatakan dalam mol per liter, tetapi untuk fase gas satuan

tekanan atmosfer, mililiter merkurium atau pascal dapat digunakan sebagai ganti

konsentrasi. Satuan waktu dapat detik, menit, jam, hari bahkan tahun bergantung

pada reaksi cepat atau lambat (Levine, 2002)

Page 5: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

Konstanta laju reaksi adalah sebanding atau berbanding langsing dengan

laju reaksi. Besarnya konstanta laju reaksi tidak tergantung pada konsentrasi

reaktan akan tetapi tergantung pada temperatur sistem reaksi, konstanta laju reaksi

berdimensi dan tergantung pada orde reaksi. Berdasarkan satuan internasional

konsentrasi dinyatakan dalam mol/m-3 dan waktu dalam detik, secara umum untuk

menggambarkan konstanta laju reaksi adalah konsentrasi dengan satuan molar

(M atau mol/liter) dan waktu dalam satuan detik (Fatimah, 2013). Laju atau

konstanta laju yang dihitung dengan bantuan teori kompleks teraktivasi

didasarkan pada reaktan diubah menjadi suatu kompleks teraktivasi sebelum

diubah menjadi produk dan suatu kesetimbangan antara kompleks yang teraktivasi

dan reaktan (Dogra dan Dogra, 2008).

Orde reaksi menggambarkan bentuk matematik persamaan laju reaksi

sebagai fungsi konsentrasi reaktan dalam reaksi. Orde reaksi dihitung dari

pengolahan data, orde reaksi tidak selalu sama dengan koefisien stoikiometri

reaksi akan tetapi untuk reaksi kompleks tidak demikian (Fatimah, 2013).

Orde reaksi II laju berbanding langsung dengan kudrat konsentrasi dari

suatu reaktan dengan hasil kali konsentrasi yang meningkat sampai pangkat satu

atau dua dari reaktan. Sedangkan pada reaksi orde semu konsentarsi satu atau

lebih dari sutu reaktan bekerja sebagai katalis, karena konsentrasi dari jenis-jenis

ini hampir tetap sama dan dapat dianggap konstan maka orde reaksi akan

berkurang (Dogra dan Dogra, 2008).

Katalis asam dan basa dalam berbagai reaksi. Misalkan laju hilangnya

substansi sering disebut substrat dalam reaksi katalitik adalah urutan pertama di

Page 6: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

S: -d [S]/ dt = k [S]. Tingkat urutan pertama konstanta k untuk reaksi dalam

larutan penyangga yang merupakan fungsi linear dari H+, OH-, HA dan A-. HA

adalah asam lemah dalam buffer dan A- adalah basa konjugat (Silbey, dkk., 2005).

Konsentrasi reaktan mempengaruhi tingkat laju reaksi yang dapat

ditentukan dengan melakukan beberapa percobaan, konsentrasi reaktan yang

bervariasi secara sistematis dan temperatur tetap konstan. Atau percobaan tunggal

dapat dilakukan dengan konsentrasi yang ditentukan terus menerus sebagai fungsi

waktu (Moore, dkk., 2008).

Langkah pertama dalam analisis kinetika laju reaksi adalah dengan

pengetahuan mengenai stoikiometri dan mengidentifikasi setiap reaksi samping.

Data dasar kinetika kimia adalah konsentrasi reaktan dan produk pada selang

waktu tertentu saat reaksi telah dimulai. Dalam reaksi kimia suhu sangat

berpengaruh sehingga dalam percobaan konvensional suhu campuran reaksi harus

tetap konstan sepanjang perjalanan reaksi. Persyaratan tersebut mengharuskan

kondisi tertentu pada desain percobaan. Reaksi fase gas sering dilakukan dalam

wadah yang dilakukan di kontak dengan blok besar logam. Reaksi fasa cair

termasuk reaksi aliran sehingga harus dilakukan secara efisien melalui termostat

(Atkins dan Paula, 2006).

Jika suatu reaksi hanya melibatkan satu reaktan, hukum laju dapat dengan

mudah ditentukan dengan mengukur laju awal reaksi sebagai fungsi konsentrasi

reaktan. Contohnya jika laju menjadi dua kali lipat bila konsentrasi

dilipatgandakan, maka reaksinya adalah orde pertama dalam reaktan. Jika laju

menjadi empat kali lipat bila konsentrasi dilipatgandakan maka reaksinya adalah

orde dua dalam reaktan (Atkins dan Paula, 2006).

Page 7: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aseton, larutan iod

0,1 M, larutan Na2S2O3 0,01 M, larutan asam sulfat 1 M, larutan natrium asetat,

amilum 1 %, akuades, kertas tissu dan aluminium foil.

3.2 Alat Percobaan

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah labu ukur 250 mL,

erlenmeyer 250 mL, buret, statif, klem, gelas kimia, bulb, pipet volume, pipet

tetes, magnetic stirer, magnet barr, stopwatch dan botol semprot.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Prosedur A

Dibersihkan dan dikeringkan semua alat yang akan digunakan. Dipipet

sebanyak 25 mL aseton ke dalam labu ukur, ditambahkan 10 mL asam sulfat

kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda batas lalu dihomogenkan.

Larutan dalam labu ukur dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 mL dan

didiamkan hingga suhunya mencaapai suhu kamar, larutan diaduk dengan

magnetic stirer bersamaan dengan dimasukkannya 25 mL larutan iod dan

stopwatc dijalankan, kemudian larutan diambil sebanyak 25 mL yang berisi 5 mL

CH3COONa dan 1 mL amilum kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 M hingga

tak berwarna, kemudian cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 4 menit

samapi larutan menjadi bening.

Page 8: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

3.3.2 Prosedur B

Dibersihkan dan dikeringkan semua alat yang akan digunakan. Dipipet

sebanyak 25 mL aseton ke dalam labu ukur, ditambahkan 10 mL asam sulfat

kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda batas lalu dihomogenkan.

Larutan dalam labu ukur dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 mL dan

didiamkan hingga suhunya mencaapai suhu kamar, larutan diaduk dengan

magnetic stirer bersamaan dengan dimasukkannya 25 mL larutan iod dan

stopwatc dijalankan, kemudian larutan diambil sebanyak 25 mL yang berisi 5 mL

CH3COONa dan 1 mL amilum kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 M hingga

tak berwarna, kemudian cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 4 menit

samapi larutan menjadi bening.

3.3.3 Prosedur C

Dibersihkan dan dikeringkan semua alat yang akan digunakan. Dipipet

sebanyak 25 mL aseton ke dalam labu ukur, ditambahkan 10 mL asam sulfat

kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda batas lalu dihomogenkan.

Larutan dalam labu ukur dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 mL dan

didiamkan hingga suhunya mencaapai suhu kamar, larutan diaduk dengan

magnetic stirer bersamaan dengan dimasukkannya 25 mL larutan iod dan

stopwatc dijalankan, kemudian larutan diambil sebanyak 25 mL yang berisi 5 mL

CH3COONa dan 1 mL amilum kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 M hingga

tak berwarna, kemudian cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 4 menit

samapi larutan menjadi bening.

Page 9: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Percobaan Titrasi V Na2S2O3 (mL) Waktu (s)

A

1 19 240

2 12,5 480

3 5,9 720

4 0,6 960

B

1 20,2 240

2 14,8 480

3 10,1 720

4 5,4 960

5 1,6 1200

C

1 21,5 240

2 19 480

3 16,5 720

4 14,5 960

5 12 1200

6 5,5 1440

7 7,5 1680

8 4,5 1920

Page 10: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

4.2 Reaksi

4.2.1 Reaksi Iodinasi Aseton dalam Suasana Asam

CH3-CO-CH3 + H+ → CH3-C(OH)-CH3 + H2O

CH3-C(OH)-CH3 → CH3-C(OH)=CH2 + H+

CH3-C(OH)=CH2 + I2 → CH3-C(OH)(I)-CH2I

CH3-C(OH)(I)-CH2I → CH3-CO-CH2I + HI

4.2.2 Reaksi Titrasi I2 Oleh Na2S2O3

2Na2S2O3(aq) + I2(aq) 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)

4.3 Perhitungan

4.3.1 Perhitungan mmol I2

Mmol I2 ≈ 2 mmol Na2S2O3

Mmol Na2S2O3 = V Na2S2O3 x M Na2S2O3

mmol I2 = 12

x mmol Na2 S2O3

mmol I2 = 12

x V Na2S2 O3 x M Na2 S2O3

a. Untuk percobaan A

1. mmol I2 = 12

x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3

mmol I2 = 12

x 1 9 x 0,1

mmol I2 = 0,95

2. mmol I2 = 12

x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3

mmol I2 = 12

x 12,5 x 0,1

Page 11: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

mmol I2 = 0,625

3. mmol I2 = 12

x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3

mmol I2 = 12

x 5,9 x 0,1

mmol I2 = 0,295

4. mmol I2 = 12

x V Na2S2 O3 x M Na2S2 O3

mmol I2 = 12

x 0,6 x 0,1

mmol I2 = 0,03

b. Untuk percobaan B

1. mmol I2 = 12

x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3

mmol I2 = 12

x 20,2 x 0,1

mmol I2 = 1,01

2. mmol I2 = 12

x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3

mmol I2 = 12

x 1 4,8 x 0,1

mmol I2 = 0,74

3. mmol I2 = 12

x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3

mmol I2 = 12

x 10,1 x 0,1

mmol I2 = 0,505

4. mmol I2 = 12

x V Na2S2 O3 x M Na2S2 O3

Page 12: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

mmol I2 = 12

x 5 ,4 x 0,1

mmol I2 = 0,27

5. mmol I2 = 12

x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3

mmol I2 = 12

x 1,6 x 0,1

mmol I2 = 0,08

c. Untuk percobaan C

1. mmol I2 = 12

x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3

mmol I2 = 12

x 21,5 x 0,1

mmol I2 = 1,075

2. mmol I2 = 12

x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3

mmol I2 = 12

x 19 x 0,1

mmol I2 = 0,95

3. mmol I2 = 12

x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3

mmol I2 = 12

x 16,5 x 0,1

mmol I2 = 0,825

4. mmol I2 = 12

x V Na2S2 O3 x M Na2S2 O3

mmol I2 = 12

x 14,5 x 0,1

mmol I2 = 0,725

Page 13: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

5. mmol I2 = 12

x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3

mmol I2 = 12

x 12 x 0,1

mmol I2 = 0,6

6. mmol I2 = 12

x V Na2 S2O3 x M Na2S2 O3

mmol I2 = 12

x 5,5 x 0,1

mmol I2 = 0,275

7. mmol I2 = 12

x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3

mmol I2 = 12

x 7,5 x 0,1

mmol I2 = 0,375

8. mmol I2 = 12

x V Na2S2O3 x M Na2S2 O3

mmol I2 = 12

x 4,5 x 0,1

mmol I2 = 0,225

4.3.2 Perhitungan Konsentrasi I2

[I2 ]= mmol I2

V total

Vtotal =V C H3 COONa+V amilum+V cuplikan+V Na2S2 O3

a. Untuk percobaan A

1. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2 O3

= 5 + 1 + 25 + 19

= 50

Page 14: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

[I2 ]1 = mmol I2

V total

= 0,9550

= 0,019

2. V total = V C H3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2 O3

= 5 + 1 + 25 + 12,5

= 43,5

[I2 ]2 = mmol I2

V total

= 0,62543,5

= 0,0143

3. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2O3

= 5 + 1 + 25 + 5,9

= 36,9

[I2 ]3 = mmol I2

V total

= 0,29536, 9

= 0,0079

4. Vtotal = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2 O3

= 5 + 1 + 25 + 0,6

= 31,6

[I2 ]4 = mmol I2

Vtotal

= 0,0331, 6

Page 15: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

= 0,0009

b. Untuk percobaan B

1. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2 O3

= 5 + 1 + 25 + 20,2

= 51,2

[I2 ]1 = mmol I2

V total

= 1,015 1,2

= 0,0197

2. V total = V C H3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2 O3

= 5 + 1 + 25 + 14,8

= 45,8

[I2 ]2 = mmol I2

V total

= 0,7 44 5,8

= 0,0161

3. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2O3

= 5 + 1 + 25 + 10,1

= 41,1

[I2 ]3 = mmol I2

V total

= 0,50 541,1

= 0,0122

4. Vtotal = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2 O3

Page 16: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

= 5 + 1 + 25 + 5,4

= 36,4

[I2 ]4 = mmol I2

Vtotal

= 0,2736 ,4

= 0,0074

5. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2 O3

= 5 + 1 + 25 + 1,6

= 32,6

[I2 ]5 = mmol I2

V total

= 0,0 83 2,6

= 0,0024

c. Untuk percobaan C

1. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2 O3

= 5 + 1 + 25 + 21,5

= 52.5

[I2 ]1 = mmol I2

V total

= 1, 07552,5

= 0,0204

2. V total = V C H3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2 O3

= 5 + 1 + 25 + 19

= 50

Page 17: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

[I2 ]2 = mmol I2

V total

= 0,955 0

= 0,019

3. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2O3

= 5 + 1 + 25 + 16,5

= 47,5

[I2 ]3 = mmol I2

V total

= 0,8 254 7,5

= 0,0173

4. Vtotal = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2 O3

= 5 + 1 + 25 + 14,5

= 45,5

[I2 ]4 = mmol I2

Vtotal

= 0, 7254 5,5

= 0,0159

5. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2 O3

= 5 + 1 + 25 + 12

= 43

[I2 ]5 = mmol I2

V total

Page 18: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

= 0,643

= 0,0139

6. V total = V CH3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2O3

= 5 + 1 + 25 + 5,5

= 36,5

[I2 ]6 = mmol I2

V total

= 0, 27536,5

= 0,0075

7. V total = V C H3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2 O3

= 5 + 1 + 25 + 7,5

= 38,5

[I2 ]7 = mmol I2

V total

= 0,3 7 538 ,5

= 0,0097

8. V total = V CH3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2O3

= 5 + 1 + 25 + 4,5

= 35,5

[I2 ]8 = mmol I2

V total

= 0,2253 5,5

= 0,0063

Page 19: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

4.3.3 Penentuan Kecepatan Reaksi

V= -d [I2 ]dt

Vn = -[I2 ]n - [I2 ]ntn - t n

a. Untuk percobaan A

V1 = -[I2 ]2 - [ I2 ]1t2 - t 1

= -0,014 3 - 0,019 480 - 240

= 1,9583 × 10-5

V2 = -[I2 ]3 - [I2 ]2t3 - t 2

= -0,0 0 79 - 0,014 3720 - 480

= 2,6667 × 10-5

V3 = -[I2 ]4 - [I2 ]3t4 - t3

= -0,000 9 - 0,00 7 9 960 - 720

= 2,9167 × 10-5

b. Untuk percobaan B

V1 = -[I2 ]2 - [I2 ]1t2 - t1

= -0, 0161 - 0,01 97480 - 240

Page 20: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

= 1,5 × 10-5

V2 = -[I2 ]3 - [I2 ]2t3 - t 2

= -0,0 122 - 0,016 1720 - 480

= 1,625 × 10-5

V3 = -[I2 ]4 - [I2 ]3t4 - t3

= -0,00 74 - 0,0122960 - 720

= 2 x 10-5

V4 = -[I2 ]5 - [I2 ]4t 5- t4

= -0,00 24 - 0,00741200 - 960

= 2,0833 x 10-5

c. Untuk percobaan C

V1 = -[I2 ]2 - [I2 ]1t2 - t1

= -0,0 19 - 0,0204480 - 240

= 5,8333 x 10-6

V2 = -[I2 ]3 - [I2 ]2t3 - t 2

= -0,0 173 - 0,019720 - 480

= 7,0833 x 10-6

Page 21: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

V3 = -[I2 ]4 - [I2 ]3t4 - t3

= -0,0 159 - 0,0173960 - 720

= 5,8333 x 10-6

V4 = -[I2 ]5 - [I2 ]4t 5- t4

= -0,01 39 - 0,01591200 - 960

= 8,3333 × 10-6

V5 = -[I2 ]6 - [I2 ]5t6 - t 5

= -0,0 075 - 0,01391440 - 120 0

= 2,6667 x 10-5

V6 = -[I2 ]7 - [I2 ]6t7 - t6

= -0,00 97 - 0,00751680 - 1440

= 9,1667 x 10-6

V7 = -[I2 ]8 - [I2 ]7t8 - t7

= -0,0 063 - 0,00971920 - 1680

= 1,4167 x 10-5

4.4 Penentuan Konstanta Laju Reaksi

a. Untuk percobaan A

[I2] (M) Log [I2] V (m/s) Log V Log V Regresi

Page 22: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

0,0143 -1,8446 1,9583 × 10-5 -4,7081 -4,6620

0,0079 -2,1023 2,6667 × 10-5 -4,5740 -4,6321

0,0009 -3,0457 2,9167 × 10-5 -4,5351 -4,5227

-3.2 -3 -2.8 -2.6 -2.4 -2.2 -2 -1.8 -1.6

-4.7

-4.65

-4.6

-4.55

-4.5

-4.45

f(x) = − 0.11597338494323 x − 4.87591849718468R² = 0.999999990951612

log I2 Vs Log V Regresi

Log I2

Log

V R

egre

si

V = k [I2]z

log V = log k + z log [I2]

y = ax + b

slope = a = z = - 0,1160

log k = intercept

k = invers log -4,8759

k = 1,3308 x 10-5

sehingga persamaan laju: V = 1,3308 x 10-5 [I2]-0,1160

b. Untuk percobaan B

[I2] (M) Log [I2] V (m/s) Log V Log V Regresi

0,0161 -1,7932 1,5 × 10-5 -4,8239 -4,8024

Page 23: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

0,0122 -1,9136 1,625 × 10-5 -4,7891 -4,7821

0,0074 -2,1308 2 x 10-5 -4,6989 -4,7456

0,0024 -2,6198 2,0833 x 10-5 -4,6812 -4,6633

-2.7 -2.6 -2.5 -2.4 -2.3 -2.2 -2.1 -2 -1.9 -1.8 -1.7

-4.85

-4.8

-4.75

-4.7

-4.65

-4.6

-4.55

f(x) = − 0.168259561987543 x − 5.10410960488836R² = 0.999999884946246

Log V Regresi Vs I2

Log V Regresi

Linear (Log V Regresi)

Log I2

Log

V R

egre

si

V = k [I2]z

log V = log k + z log [I2]

y = ax + b

slope = a = z = - 0,1683

log k = intercept

k = invers log -5,1041

k = 7,8686 x 10-6

sehingga persamaan laju: V = 7,8686 x 10-6 [I2]-0,1683

Page 24: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

c. Untuk percobaan C

[I2] (M) Log [I2] V (m/s) Log V Log V Regresi

0,019 -1,7212 5,8333 x 10-6 -5,2341 -5,2338

0,0173 -1,7619 7,0833 x 10-6 -5,1498 -5,1941

0,0159 -1,7986 5,8333 x 10-6 -5,2341 -5,1583

0,0139 -1,8569 8,3333 × 10-6 -5,0792 -5,1014

0,0075 -2,1249 2,6667 x 10-5 -4,5740 -4,8399

0,0097 -2,0132 9,1667 x 10-6 -5,0378 -4,9489

0,0063 -2,2007 1,4167 x 10-5 -4,9336 -4,7659

-2.3 -2.2 -2.1 -2 -1.9 -1.8 -1.7 -1.6

-5.3

-5.2

-5.1

-5

-4.9

-4.8

-4.7

-4.6

-4.5

f(x) = − 0.975795369127391 x − 6.91335492969679R² = 0.999999993669244

Log V Regresi Vs Log I2

Log V RegresiLinear (Log V Regresi)

Log I2

Log

V R

egre

si

V = k [I2]z

log V = log k + z log [I2]

y = ax + b

slope = a = z = -0,9758

log k = intercept

k = invers log -6,9134

k = 1,2207 x 10-7

sehingga persamaan laju: V = 1,2207 x 10-7 [I2]-0,9758

Page 25: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

4.5 Pembahasan

Pada percobaan persamaan laju reaksi ini akan ditentukan hukum laju

reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang terkatalis asam. Percobaan ini

dimulai dengan mencampurkan aseton dengan larutan asam sulfat kemudian

mengecerkannya dengan akuades hingga volume 250 mL. Penambahan asam

sulfat pada aseton bertujuan agar reaksi ionisasi aseton berjalan lebih cepat.

Selanjutnya larutan tersebut diaduk dengan menggunakan magnetic strirrer agar

kedua larutan bercampur dengan baik kemudian larutan iodin dimasukkan ke

dalam larutan bersamaan dengan dinyalakannya stopwatch untuk mengukur waktu

reaksi. Larutan iodin yang digunakan adalah I2 dalam KI karena I2 tidak dapat

larut dalam air. Setelah larutan iodin dimasukkan, 25 mL larutan dipipet dan

dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi campuran 5 mL natrium asetat dan 1

mL amilum sebagai penentu laju reaksi pada 0 menit. Larutan kemudian dititrasi

dengan Na2S2O3 hingga larutan berubah warna menjadi bening. Penambahan

natrium asetat berfungsi untuk memastikan reaksi berjalan sempurna dan

penambahan amilum dapat mengikat iod menghasilkan suatu kompleks.

Dilakukan 3 kali percobaan penentuan persamaan laju reaksi yaitu

percobaan A dengan penambahan aseton sebanyak 25 mL, percobaan B dengan

penambahan aseton sebanyak 20 mL dan percobaan C dengan penambahan aseton

sebanyak 10 mL. Pengambilan cuplikan yang akan ditirasi dilakukan setiap selang

waktu 4 menit hingga larutan tidak berwarna yang menandakan reaksi iodinasi

aseton telah berjalan sempurna. Reaksi iodin dengan aseton tersebut diamati

dengan cara menentukan konsentrasi iodin sebagai fungsi waktu. Konsentrasi

iodin di dalam larutan akan terus berkurang sejalan dengan bertambahnya waktu.

Hal ini ditandai dengan berkurangnya volume natrium tiosulfat yang digunakan

untuk menitrasi cuplikan, hal ini disebabkan karena makin banyak iodin yang

Page 26: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

bereaksi dengan aseton maka semakin lama reaksi berlangsung. Konsentrasi iod

di dalam larutan dapat dihitung dengan mengetahui volume natrium tiosulfat yang

digunakan untuk titrasi cuplikan dengan menggunakan persamaan reaksi yang

terjadi. Konsentrasi iod yang diperoleh sebagai fungsi terhadap waktu digunakan

untuk menentukan konstanta laju reaksi dengan variabel tetapan laju (k) sehingga

orde reaksi dapat ditentukan.

Selain menentukan laju reaksi terhadap berkurangnya iod untuk

menentukan konstanta laju reaksi, pada percobaan ini juga ditentukan orde reaksi

terhadap berkurangnya aseton terhadap laju reaksi. Hal inilah yang diuraikan pada

percobaan B dan percobaan C. Pada percobaan B dan percobaan C pengerjaan

yang dilakukan hampir sama, namun pada percobaan B dan percobaan C volume

aseton yang digunakan lebih kecil dari yang digunakan sebelumnya. Dari hasil

praktikum didapatkan bahwa semakin sedikit volume aseton, semakin lama laju

reaksi terhadap berkurangnya iod karena iod yang diikat oleh aseton lebih sedikit

dibanding pada percobaan A.

Konstanta laju reaksi iodinasi aseton ditentukan dengan membuat kurva

log [I2] vs log V. Percobaan A memiliki persamaan laju reaksi V = 1,3308 x 10-5

[I2]-0,1160, percobaan B memiliki persamaan laju reaksi V = 7,8686 x 10-6 [I2]-0,1683

dan untuk percobaan C memiliki persamaan laju reaksi V = 1,2207 x 10-7 [I2]-0,9758

.

Page 27: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1. Konstanta laju reaksi iodinasi aseton ditentukan dengan membuat kurva log

[I2] vs log V. Percobaan A memiliki persamaan laju reaksi V = 1,3308 x 10-5

[I2]-0,1160, percobaan B memiliki persamaan laju reaksi V = 7,8686 x 10-6 [I2]-

0,1683 dan untuk percobaan C memiliki persamaan laju reaksi V = 1,2207 x 10-7

[I2]-0,9758.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi adalah konsentrasi reaktan

dan katalis. Kenaikan konsentrasi pereaksi meningkatkan laju reaksi

sedangkan katalis akan menurunkan energi aktifasi sehingga laju reaksi

semakin cepat.

5.2 Saran

Page 28: Laporan Praktikum Penentuan Persamaan Laju

Saran untuk laboratorium yaitu diharapkan agar kondisi alat dan bahan

lebih diperhatikan agar proses praktikum berjalan lancar.

Saran untuk percobaan yaitu agar pereaksi yang digunakan dalam

percobaan diperhatikan kondisinya agar mencegah kesalahan dalam praktikum

akibat kerusakan bahan serta pereaksi yang digunakan sebaiknya ditambah agar

pengetahuan praktikan bertambah dan kita dapat membandingkan hasil laju

reaksinya.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P., dan Paula, J. D., 2006, Atkins Physical Chemistry, Eighth Edition, Oxford University Press, Amerika.

Dogra, S.K., dan Dogra, S., 2008, Kimia Fisik Dan Soal-Soal, UI-Press.

Fatimah, I., 2013, Kinetika KimiaI, Edisi Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Levine, I.N., 2002, Phisical Chemistry, Fifth Edition, McGraw-Hill Americas, New York.

Moore, J.W., Stanitski, C.L., and Juurs, P.C., 2008, Chemistry The Molecular Science, Third Edition, Thomson Brooks/Cole, Canada.

Silbey, R.J., Alberty, R.A., and Bawendi, M.G., 2005, Physical Chemistry, Fourth Edition, Publication Service Inc, Hamilton.