27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kesadaran akan keselamatan kerja dan beraktivitas di kehidupan sehari-hari yang rendah merupakan faktor utama terjadinya trauma maksilofasial yang be rak ibat sal ah sat unya pada terj adinya di skot inui tas jari ngan keras maksilofasial. Selain itu, salah satu faktor utama terjadinya diskontinuitas jaringan keras at au fra kt ur adal ah kecelakaa n kendaraan be rmot or . Real it a saat ini men unj ukk an beg itu besa rny a ang ka kec ela kaa n di neg eri kit a. Mas yar aka t memiliki kesadaran yang rendah dalam hal keselamatan berkendara, sehingga hal tersebut membuat resiko kecelakaan yang terjadi menjadi semakin tinggi. Fraktur akibat kecelakaan ser ing terja di pada bagi an tengah waj ah. Tulang na sal, orbit ozigo matiku s, front al, tempo ral, maksil a dan mandi bula merup akan tulan g- tulang pembentuk wajah, sehingga apabila terjadi fraktur pada daerah tersebut dapat mengakibatkan suatu kelainan pada bentuk wajah yang menyebabkan wajah terse but terganggu fungsi estet isn ya, juga dapat menyebabka n ter jadi nya gangguan pada proses mastikasi dan gangguan fonetik. Fraktur juga sering terjadi  pada daerah persendian (sutura) yang merupakan titik rawan terjadinya pemutusan  jaringan keras. Fraktur-fraktur yang terjadi akan mampu mengganggu fungsi tubuh, terutama jika fraktur yang terjadi sangat kompleks, maka dampak terburuk adalah kematian. Ol eh seba b it u, ma ha si swa Ke do kt er an Gi gi di ha rapk an ma mp u mema hami dengan ba ik tr auma ser ta fr aktur-f rakt ur yang terdapat pada den tomaks ilofasial sehing ga kelak aka n mampu mel aku kan perawatan dan diagnosa yang tepat. 1.2 Tuj uan Tujua n dari pembuat an laporan tutori al yang bertema “Frak tur dan Trauma Maksilofasial” ini, yaitu: 1

Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Skenario 6 Blok DMF I

Citation preview

Page 1: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 1/27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat kesadaran akan keselamatan kerja dan beraktivitas di kehidupan

sehari-hari yang rendah merupakan faktor utama terjadinya trauma maksilofasial

yang berakibat salah satunya pada terjadinya diskotinuitas jaringan keras

maksilofasial. Selain itu, salah satu faktor utama terjadinya diskontinuitas jaringan

keras atau fraktur adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Realita saat ini

menunjukkan begitu besarnya angka kecelakaan di negeri kita. Masyarakat

memiliki kesadaran yang rendah dalam hal keselamatan berkendara, sehingga hal

tersebut membuat resiko kecelakaan yang terjadi menjadi semakin tinggi. Fraktur 

akibat kecelakaan sering terjadi pada bagian tengah wajah. Tulang nasal,

orbitozigomatikus, frontal, temporal, maksila dan mandibula merupakan tulang-

tulang pembentuk wajah, sehingga apabila terjadi fraktur pada daerah tersebut

dapat mengakibatkan suatu kelainan pada bentuk wajah yang menyebabkan wajahtersebut terganggu fungsi estetisnya, juga dapat menyebabkan terjadinya

gangguan pada proses mastikasi dan gangguan fonetik. Fraktur juga sering terjadi

 pada daerah persendian (sutura) yang merupakan titik rawan terjadinya pemutusan

 jaringan keras. Fraktur-fraktur yang terjadi akan mampu mengganggu fungsi

tubuh, terutama jika fraktur yang terjadi sangat kompleks, maka dampak terburuk 

adalah kematian.

Oleh sebab itu, mahasiswa Kedokteran Gigi diharapkan mampu

memahami dengan baik trauma serta fraktur-fraktur yang terdapat pada

dentomaksilofasial sehingga kelak akan mampu melakukan perawatan dan

diagnosa yang tepat.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan tutorial yang bertema “Fraktur dan Trauma

Maksilofasial” ini, yaitu:

1

Page 2: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 2/27

1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan

etiologi dan faktor predisposisi fraktur dan trauma maksilofasial.

2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan

klasifikasi fraktur maksilofasial.

3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan

Pemeriksaan klinis dan penunjang fraktur maksilofasial.

1.3 Manfaat

Manfaat dari pembuatan laporan tutorial yang bertema “Fraktur dan Trauma

Maksilofasial” ini, yaitu:

1. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan etiologi dan

faktor predisposisi fraktur dan trauma maksilofasial.

2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan klasifikasi

fraktur maksilofasial.

3. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan menjelaskan Pemeriksaan

klinis dan penunjang fraktur maksilofasial.

2

Page 3: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 3/27

BAB II

PEMBAHASAN

STEP I

1. Hematom adalah pengumpulan darah pada daerah tertentu akibat trauma

karena dinding pembuluh darah rusak, berwarna biru keunguan, terasa

nyeri, dan ada pembengkakan.

2. Vulnus scisium adalah luka iris yang ditandai dengan tepi luka berupa

garis lurus.

3. Open bite adalah keadaan adanya ruangan oklusal/insisal dari gigi saat RA

dan RB dalam keadaan oklusi sentrik.

4. Krepitasi adalah sensasi berderak pada tulang rawan sendi saat membuka

diskus artikularis, saat melewati permukaan yang tidak rata, pada ujung

tulang yang mengalami fraktur, akibat kerusakan pada sendi, digunakan

untuk mendiagnosa adanya fraktur pada sendi/tulang rawan.

5. Fraktur dentoalveolar adalah kerusakan/putusnya kontinuitas yang terjadi

 pada tulang alveolar dan gigi yang berhubungan.

6. Fraktur segmental maksila sinistra adalah fraktur sebagian maksila sebelah

kiri berupa garis patah dan tidak berhubungan.

7. Maloklusi adalah bentuk hubungan RA dan RB oklusi tidak normal,

karena gigi RA dan RB terdapat kelainan.

8. Suspek fraktur infra orbita sinistra adalah dugaan sementara adanya

fraktur di daerah bawah mata bagian kiri.

STEP II

1. Apa saja etiologi dan faktor predisposisi fraktur dan trauma maksilofasial?

2. Apa saja klasifikasi fraktur dan trauma maksilofasial?

3. Bagaimana pemeriksaan klinis dan penunjang fraktur maksilofasial?

STEP III

3

Page 4: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 4/27

I. Etiologi Fraktur dan Trauma Maksilofasial

1. Etiologi

Faktor penyebab terjadinya fraktur maksilofasial dapat

digolongkan sebagai penyebab langsung dan penyebab tidak 

langsung.

• Langsung

Apabila gigi langsung terkena benda penyebab trauma.

• Tidak langsung

Misalnya, trauma pada mandibula yang mengakibatkan

trauma pada gigi insisivus atas.

2. Faktor Predisposisi

Faktor predispoisi dari trauma maksilo fasial dapat dibagi

menjadi dua, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik 

antara lain daya tahan untuk timbulnya fraktur, elastisitas,

kepadatan tulang, dan kapasitas absorpsi. Sedangkan faktor 

ekstrinsik tergantung pada tekanan, besar dari tekanan, waktu dan

arah tekanan.

Kelainan-kelainan atau penyakit tertentu dapat

menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat menyebabkan

fraktur spontan seperti saat mengunyah ataupun berbicara,

misalnya kista atau tumor jinak pada rahang, osteomyelitis,

osteopororsis, osteogenesis imperfekta, atrofi tulang, metabolic

bone disease. Selain itu post normal oklusi, overjet yang melebihi

4mm, anatomi gigi serta riwayat medis juga dapat mempengaruhi

tulang untuk mudah terjadi fraktur 

II. Klasifikasi Fraktur dan Trauma Maksilofasial

1. Fraktur Dentoalveolar 

4

Page 5: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 5/27

Injuri dento-alveolar terdiri dari fraktur, subluksasi atau

terlepasnya gigi-gigi (avulsi), dengan atau tanpa adanya hubungan

dengan fraktur yang terjadi di alveolus, dan mungkin terjadi

sebagai suatu kesatuan klinis atau bergabung dengan setiap bentuk 

fraktur lainnya.

Salah satu fraktur yang umum terjadi bersamaan dengan

terjadinya injuri wajah adalah kerusakan pada mahkota gigi, yang

menimbulkan fraktur dengan atau tanpa terbukanya saluran pulpa.

Klasifikasi Fraktur Dentoalveolar Menurut WHO:

1. Infraksi Mahkota

Fraktur sebagian atau pecahnya enamel tanpa kehilangan

substansi gigi lainnya.

2. Fraktur Mahkota

Fraktur yang mengenai enamel dan dentin tanpa mengenai

 pulpa.

3. Komplikasi Fraktur Mahkota

Fraktur mahkota yang tidak hanya mengenai enamel dan

dentin, namun juga pulpa.

4. Fraktur Mahkota-akar 

Fraktur yang mengenai enamel, dentin dan sementum namun

tidak mengenai pulpa.

5. Komplikasi Fraktur Mahkota-akar 

Fraktur yang melibatkan kerusakan enamel, dentin, sementum

dan pulpa.

6. Fraktur Akar 

5

Page 6: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 6/27

Fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa.

2. Fraktur Maksila

Klasifikasi fraktur maksilofasial yang keempat adalah

fraktur maksila, yang mana fraktur ini terbagi atas tiga jenis

fraktur, yakni; fraktur Le Fort I, Le Fort II, Le Fort III. Dari

 beberapa hasil penelitian sebelumnya, insidensi dari fraktur 

maksila ini masing-masing sebesar 9,2% dan 29,85%.

A. Fraktur Le Fort I

Fraktur Le Fort I dapat terjadi sebagai suatu kesatuan

tunggal atau bergabung dengan fraktur – fraktur Le Fort II dan

III.

6

Page 7: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 7/27

Pada Fraktur Le Fort I, garis frakturnya dalam jenis fraktur 

transverses rahang atas melalui lubang piriform di atas alveolar 

ridge, di atas lantai sinus maksilaris, dan meluas ke posterior 

yang melibatkan  pterygoid plate. Fraktur ini memungkinkan

maksila dan palatum durum bergerak secara terpisah dari

 bagian atas wajah sebagai sebuah blok yang terpisah tunggal.

Fraktur Le Fort I ini sering disebut sebagai fraktur 

transmaksilari.

B. Fraktur Le Fort II

Fraktur Le Fort II lebih jarang terjadi, dan mungkin secara

klinis mirip dengan fraktur hidung. Bila fraktur horizontal

 biasanya berkaitan dengan tipisnya dinding sinus, fraktur 

 piramidal melibatkan sutura-sutura. Sutura zigomatimaksilaris

dan nasofrontalis merupakan sutura yang sering terkena.

Seperti pada fraktur Le Fort I, bergeraknya lengkungrahang atas, bisa merupakan suatu keluhan atau ditemukan saat

 pemeriksaan. Derajat gerakan sering tidak lebih besar 

dibanding fraktur Le Fort I, seperti juga gangguan oklusinya

tidak separah pada Le Fort I.

C. Fraktur Le Fort III

Fraktur  craniofacial disjunction, merupakan cedera yang

 parah. Bagian tengah wajah benar-benar terpisah dari tempat

 perlekatannya yakni basis kranii. Fraktur ini biasanya disertai

dengan cedera kranioserebral, yang mana bagian yang terkena

trauma dan besarnya tekanan dari trauma yang bisa

mengakibatkan pemisahan tersebut, cukup kuat untuk 

mengakibatkan trauma intrakranial.

7

Page 8: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 8/27

3. Pola Fraktur 

A. Fraktur Unilateral

Hanya tunggal atau lebih dari satu fraktur pada satu sisi

mandibula. Seperti fraktur pada korpus mandibula unilateral

 paling sering terjadi.

B. Fraktur Bilateral

Sering terjadi dari satu kombinasi antara kecelakaan langsung

dan tidak langsung. Sering terjadi pada fraktur yang

menyangkut angulus dan bagian leher kondilar.

C. Fraktur Multipel

Seperti pada impak yang tepat mengenai titik tengah dagu yang

mengakibatkan fraktur pada simfisis dan kedua kondil.

Banks, Peter. 1992.  Fraktur pada Mandibula menurut Killey. Yogyakarta: UGM Press.

4. Fraktur Mandibula

Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan istilah:

8

Page 9: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 9/27

A. Simple atau Closed : merupakan fraktur yang tidak  

menimbulkan luka terbuka keluar baik melewati kulit, mukosa,

maupun membran periodontal.

B. Compound atau Open: merupakan fraktur yang disertai dengan

luka luar termasuk kulit, mukosa, maupun membran

 periodontal, yang berhubungan dengan patahnya tulang.

C. Comminuted : merupakan fraktur dimana tulang hancur menjadi

serpihan.

D. Greenstick : merupakan fraktur dimana salah satu korteks

tulang patah, satu sisi lainnya melengkung. Fraktur ini biasa

terjadi pada anak-anak.

E.  Pathologic: merupakan fraktur yang terjadi sebagai luka yang

cukup serius yang dikarenakan adanya penyakit tulang.

F.  Multiple: sebuah variasi dimana ada dua atau lebih garis fraktur  pada tulang yang sama tidak berhubungan satu sama lain.

 

A. Greenstick, B. Simple, C. Komminuted, D. Kompon (Hupp dkk, 2008)

III. Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan Penunjang Fraktur

Maksilofasial

Pemeriksaan klinis dari masing-masing fraktur maksilofasial dapat

dilakukan dalam dua pemeriksaan, yakni pemeriksaan ekstra oral dan

9

Page 10: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 10/27

intra oral. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiografis yang dapat

membantu dalam menegakkan diagnosa dari fraktur maksilofasial.

Tanda Klinis Fraktur 

1. Perubahan oklusi

Biasanya ditemukan tanda klinis pada pasien mengalami

maloklusi open bite yang disebabkan karena terganggunya

keseimbangan maksilofasial.

2. Pergerakan mandibula yang abnormal pada fraktur mandibula

Adanya fraktur pada beberapa bagian mandibula menyebabkan

adanya gerakan abnormal seperti gerakan lateral.

3. Perubahan kontur wajah

Wajah nampak asimetris dikarenakan terjadinya tulang yang

nampak lebih menonjol pada wajah disertai dengan pembengkakan.

4. Laserasi dan hematoma pada jaringan lunak sekitar tulang yang

fraktur 

Fraktur pada maksilofasial juga memberikan tanda klinis pada

 jaringan di sekitarnya, misalnya ditemukan laserasi atau luka

robek pada wajah, labial, atau jaringan lunak disekitarnya.

Adanya hematoma seperti kulit yang nampak berwarna biru

keunguan yang menunjukkan terjadinya cedera pembuluh

darah pada jaringan disekitar tulang yang fraktur.

5. Kesulitan atau ketidakmampuan membuka dan menutup mulut

 pada fraktur mandibula.

A. Fraktur Dentoalveolar 

10

Page 11: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 11/27

Pemeriksaan klinis pada fraktur dentoalveolar dilakukan

dalam dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral.

Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan

visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya

laserasi, edema dan ekimosisi pada daerah bibir. Sedangkan secara

 palpasi terdapat pecahan gigi pada jaringan bibir. Pada

 pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi

dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya laserasi pada

 permukaan lidah dan sulkus labial, avulsi dan subluksasi.

Sedangkan secara palpasi terdapat deformitas tulang, krepitus.

B. Fraktur Maksila

Fraktur maksila terbagi atas fraktur Le Fort I, Le Fort II dan

Le Fort III, dimana pemeriksaan klinis pada masing-masing fraktur 

Le Fort tersebut berbeda.

1.Le Fort I

Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort I dilakukan dalam

dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada

 pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan

visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya

edema pada bibir atas dan ekimosis. Sedangkan secara palpasi

terdapat bergeraknya lengkung rahang atas. Pada pemeriksaan

intra oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan

 palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya open bite

anterior. Sedangkan secara palpasi terdapat rasa nyeri.

2. Le Fort II

Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort II dilakukan dalam

dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada

 pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan

visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat pupil

11

Page 12: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 12/27

cenderung sama tinggi, ekimosis, dan edema periorbital.

Sedangkan secara palpasi terdapat tulang hidung bergerak 

 bersama dengan wajah tengah, mati rasa pada daerah kulit yang

dipersarafi oleh nervus infraorbitalis. Pada pemeriksaan intra

oral, pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi.

Secara visualisasi dapat terlihat adanya gangguan oklusi tetapi

tidak separah jika dibandingkan dengan fraktur Le Fort I.

Sedangkan secara palpasi terdapat bergeraknya lengkung

rahang atas.

3. Le Fort III

Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort III dilakukan

secara ekstra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan

dilakukan dengan visualisasi. Secara visualisasi dapat terlihat

 pembengkakan pada daerah kelopak mata, ekimosis periorbital

 bilateral. Usaha untuk melakukan tes mobilitas pada maksila

akan mengakibatkan pergeseran seluruh bagian atas wajah.

C. Fraktur Mandibula

Pemeriksaan klinis pada fraktur mandibula dilakukan dalam

dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada

 pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi

dan palpasi. Secara visualisasi terlihat adanya hematoma,

 pembengkakan pada bagian yang mengalami fraktur, perdarahan

 pada rongga mulut. Sedangkan secara palpasi terdapat  step

deformity. Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan

secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi terlihat adanya

gigi yang satu sama lain, gangguan oklusi yang ringan hingga

 berat, terputusnya kontinuitas dataran oklusal pada bagian yang

mengalami fraktur. Sedangkan secara palpasi terdapat nyeri tekan,

rasa tidak enak pada garis fraktur serta pergeseran.

12

Page 13: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 13/27

STEP IV

13

Etiologi

Utama Faktor  Predisposisi

Klinis

Pemeriksaan

Klasifikasi

Penunjang

Fraktur 

maksilofasial

Page 14: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 14/27

STEP V

Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan:

1. Etiologi fraktur dan trauma maksilofasial

2. Klasifikasi fraktur dan trauma maksilofasial

3. Pemeriksaan klinis dan penunjang fraktur dan trauma maksilofasial.

STEP VII

1. Etiologi Fraktur dan Trauma Maksilofasial

• Overjet > 3 mm, overjet yang melebihi dari 3 mm merupakan posisi

dimana insisial gigi insisiv rahang bawah berkontak dengan gigi

insisiv rahang atas pada bagian dekat dengan cervical. Cervical

terletak dekat dengan tulang alveolar, sehingga bila terkena trauma

yang terus menerus dapat mempermudah untuk terjadinya fraktur.

Selain itu juga karena pada cervical komposisi enamelnya lebih

sedikit, padahal enamel merupakan komponen yang paling kuat pada

gigi. Bila komposisi enamel sedikit, maka bagian tersebut lebih

rawan untuk terjadi fraktur jika diberi tekanan terus menerus.

• Adanya Penyakit Diabetes melitus Tipe 2 menyebabkan adanya

komplikasi yang salah satuya adalah kerapuhan tulang. Sehingga daya

tahan tulang terhadap tekanan menjadi rendah dan kemungkinan

terjadinya fraktur akan semakin tinggi (Lusi, 2012).

Fraktur yang terjadi pada mandibula dapat terjadi karena pencabutan

gigi impaksi dengan pembedahan yang tidak dilakukan secara hati-

hati dan dikeluarkan secara paksa (Dicky, 2008).

2. Klasifikasi Fraktur dan Trauma Maksilofasial

Klasifikasi fraktur maksilofasial dibagi menjadi beberapa bagian antara

lain:

14

Page 15: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 15/27

• Fraktur Vertikal

Separasi setengah bagian maksila yang melewati 1 atau 2 os nasal

dan bagian tipis dari proc. Palatina

• Fraktur dasar Orbita

a. Orbital Blow out Fracture

Fragmen fraktur dasar orbita berpindah tempat ke bawah

masuk ke dalam rongga antrum. Fraktur ini menyebabkandiplopia dan gangguan gerakan bola mata ke arah lateral atas.

 b. Orbital blow in Fracture

Fraktur ini jarang terjadi. Fragmen dasar orbita menekuk ke

dalam cavum occuli.

• Fraktur arkus Zigomaticus

Ditandai dengan adanya depresi sepanjang 2,5 cm. Terdapat 2

 jenis:

a. Tripe Fraktur: berbentuk huruf V.

 b. Fraktur Komunitif: bagian fraktur mengalami reposisi sendiri

karena tarikan fasia temporalis dan gerakan proc. Coronoideus.

Klasifikasi Trauma pada Jaringan Periodontal:

• Concussion

Trauma pada jaringan pendukung gigi tanpa disertai kehilangan

gigi.

• Subluxation

Trauma pada jaringan sekitar gigi disertai adanya kehilangan

 jaringan yang abnormal namun tidak ada peristiwa lepasnya gigi.

15

Page 16: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 16/27

• Intrusive Luxation (central dislocation)

Lepasnya gigi dari tulang alveolar disertai dengan fraktur pada

soket alveolar.

• Extrusive luxation (peripheral dislocation, Partial avulsion)

Lepasnya gigi sebagian diluar soket alveolar.

• Lateral luxation

Lepasnya gigi pada arah selain axial, biasanya disertai dengan

fraktur soket alveolar.

• Retained Root Fracture

Fraktur dengan retensi pada segmen akar namun kehilangan

segmen mahkota diluar soket alveolar.

Exarticulation (complete avulsion)

Lepasnya gigi secara keseluruhan dari alveolar soket

16

Page 17: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 17/27

Klasifikasi Fraktur Mandibula Berdasarkan Lokasi Anatomi: 

• Fraktur Dentoalveolar 

Fraktur yang terjadi pada tulang alveolar, gigi, dan juga melibatkan

 jaringan pendukung gigi, gingiva ataupun labial.

• Fraktur Symphisis

Fraktur pada regio insisivus mandibula yang memanjang dari

 prosessus alveolar ke batas inferior secara vertikal.

• Fraktur Body Mandibula

Fraktur yang muncul dari foramen mentale dan distal molar kedua

dan memanjang dari processus alveolar ke batas inferior 

mandibula.

• Fraktur Angel

17

Page 18: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 18/27

Fraktur yang terjadi pada sudut mandibula (angel). Fraktur ini

terjadi pada titik temu body dan ramus mandibula pada retromolar 

menuju inferior body mandibula dan posterior border ramus

mandibula.

• Fraktur Processus Condylus

Fraktur yang melibatkan condylus. Fraktur yang memanjang dari

sigmoid notch ke posterior border ramus mandibula sepanjang

aspek superior.

Klasifikasi Fraktur Berdasarkan Penyebab Terjadinya:

• Fraktur Spontan

Fraktur ini terjadi akibat tekanan dari dalam rongga mulut,

misalnya tekanan oklusi, tekanan dari tumpatan pada gigi karies,

tekanan karena menggigit benda keras, dan lain-lain.

• Fraktur Traumatik 

Fraktur ini terjadi akibat adanya trauma yang datang dari

ekstraoral, misalnya benturan, kecelakaan, dan lain-lain.

Klasifikasi Fraktur Mandibula Berdasarkan Pola Fraktur :

• Fraktur Unilateral

Fraktur Unilateral yaitu fraktur yang hanya terjadi pada satu sisi

mandibula.

• Fraktur Bilateral

Fraktur Bilateral yaitu fraktur yang terjadi pada dua sisi mandibula.

• Fraktur Multiple

18

Page 19: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 19/27

Fraktur Multiple yaitu variasi pada garis fraktur, dimana terdapat

dua atau lebih garis fraktur yang tidak saling berhubungan pada

satu sisi mandibula.

3. Pemeriksaan Klinis dan Penunjang Fraktur dan Trauma

Maksilofasial

Pemeriksaan Lokal pada fraktur 

Sebelum melakukan pemeriksaan klinis fraktur, secara berhati-hati

wajah harus dibersihkan perlahan-lahan dengan air hangat atau

menyekanya untuk menghilangkan bekas-bekas darah yang mengering,

kotoran dari jalan, dan sehingga memungkinkan evaluasi secara cermat.

Mulut juga harus diperiksa, setiap darah beku harus dibersihkan dengan

kain yang dipegang forsep yang tidak bergigi. Setelah dibersihkan dengan

 berhati-hati baru dimungkinkan mengevaluasi besar injuri secara cermat.

Bila pemeriksaan injuri secara hati-hati selesai lalu kranium serta servikal

spine dengan hati-hati diinspeksi dan dilakukan palpasi dengan halusuntuk melihat tanda-tanda injuri, kemudian fraktur diperiksa (Peter banks,

1992).

Pemeriksaan Klinis

Pendekatan awal terhadap pasien trauma oromaksilofasial akut

sedikit berbeda dengan cedera yang lain. Perhatian harus segera diarahkan

terhadap saluran pernapasan, adekuasi dari ventilasi, dan kontrol

 perdarahan eksternal. Sebelum melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,

gangguan saluran pernapasan dan perdarahan yang mengancam jiwa

 pasien harus ditangani terlebih dahulu. Kemudian baru dilakukan

 pemeriksaan tanda-tanda vital dan status neurologis (paling tidak 

mengenai tingkat kesadaran, yaitu orientasi terhadap waktu dan tempat).

Pembukaan mata merupakan alat pemeriksan yang berharga

untuk menentukan tingkat kesadaran dan dinilai berdasarkan kemampuan

19

Page 20: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 20/27

 pasien membuka matanya jika diberi stimuli tertentu, termasuk stimuli

yangmenyakitkan, apabila diperlukan. Durasi amnesia paska trauma

merupakan indikator yang baik untuk menunjukkan tingkat kerusakan

otak, bila ada (Pedersen, 1996).

Pasien yang mengalami cedera maksilofasial biasanya disertai

dengan tersumbatnya jalan pernapasan akibat perdarahan eksternal,

 perdarahan internal, atau benda asing. Pemeriksaan fisik baru dapat

dilakukan setelah pasien dalam kondisi stabil, perdarahan dan jalan

 pernapasan telah ditangani. Adapun pemeriksaan fisik tersebut meliputi

(Marciani dkk, 2009):

1. Pemeriksaan Kepala

Pemeriksaan ini meliputi seluruh kerangka kraniomaksilofasial

dan jaringan lunak disekitarnya. Pasien harus dibersihkan dari semua

darah dan benda asing secara hati-hati. Seluruh cedera yang mengenai

 jaringan lunak sebaiknya dicatat pada saat ini, begitu juga dengancedera yang mengenai tulang. Trauma pada jaringan lunak dapat

dikarakteristikan menjadi abrasi, kontusio, luka bakar,avulsi, dan

laserasi. Seluruh luka laserasi dan avulsi harus dicatat kedalaman dan

keterkaitannya dengan struktur vital, seperti saraf, glandula parotis dan

sebagainya(Marciani dkk, 2009).

Rangka kraniofasial terdiri dari pertautan dan penonjolan tulang,

maka pemeriksaannya harus meliputi ada atau tidaknya step atau jarak,

discontinuitas, pergeseran, dan hilangnya penonjolan. Harus dilakukan

 palpasi secara hati-hati terhadap cranium, sambungan daerah fronto-

orbital, naso orbital kompleks artikulasi zygomatik, dan mandibula

(Marciani dkk, 2009).

2. Pemeriksaan Wajah Bagian Tengah

20

Page 21: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 21/27

Evaluasi wajah bagian tengah dimulai dengan memperkirakan

adanyamobilitas dari maksila sebagai struktur maksila itu sendiri atau

hubungannya dengan zygoma atau tulang nasal. Untuk memeriksa

adanya mobilitas maksila,kepala pasien harus distabilisasikan dengan

cara menekan kening pasien cukup kuat dengan satu tangan. Dengan

ibu jari dan telunjuk tangan lainnya mencengkram maksila pada satu

sisi, dan digerakkan dengan tekanan yang stabil sehingga dapat

diperoleh kepastian ada atau tidaknya dapatkan mobilitas maksila (Hup

dkk, 2008).

Cara melakukan pemeriksaan manual atau digital adalah dengan

mempalpasi dimulai dari superior ke inferior. Lebih baik memeriksa

 pasien yangmengalami cedera fisik dari arah belakang apabila

memungkinkan. Pemeriksaan dimulaidari aspek medial dari cincin

supraorbital secara bilateral.Tulang nasal dan saluran nasofrontalis

dipalpasi secara bersamaan kanan dan kiri (bidigital). Palpasi

diteruskan ke arah lateral menyilang cincin supraorbital menuju suturazygomatiko frontalis. Jaringan lunak yang menutupinya digeser dan

sutura dipalpasi apakah terjadi kelainan atau tidak. Cincin infraorbital

dipalpasi dari medial ke lateral untuk mengevaluasi sutura zygomatik 

omaksilaris. Bagian-bagianyang mengalami nyeri tekan, dan baal juga

dicatat, karena halini menunjukkan adanya fraktur atau cedera pada

saraf. Arcus zygomatikus dipalpasi bilateral dan diamati apakah

terdapat tanda-tanda asimetri, dari aspek posterior atau superior.

Vestibulum nasi juga diperiksa karena bisa terjadi pergeseran septum,

dan adanya perdarahan atau cairan (Pedersen, 1996).

Pemeriksaan mata secara lengkap sebaiknya dilakukan terlebih

dahulu,karena trauma dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan.

Hampir 40% fraktur tengah wajah mengenai daerah mata. Pemeriksaan

yang akurat sulit dilakukan pada pasien yang mengalami cedera

neurologis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan

21

Page 22: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 22/27

hitungan jari, deteksi gerakan, atau penggunaan sinar (Marciani dkk,

2009).

Hematoma aurikuler telinga harus segera didiagnosa dan dilakukan

terapi. Mastoid harus diperiksa dari kemungkinan adanya ekimosis

yang disertai dengan hemotimpanum dan otorrhea, karena merupakan

indikasi terjadinya fraktur basistulang kranial. Adanya laserasi dari

daerah telinga bagian luar merupakan tanda waspada terhadap

kemungkinan cedera pada kondil mandibula (Marciani dkk, 2009).

Kerusakan dan pergerakan tulang hidung harus dicatat. Adanya

fraktur septum hidung dan hematoma dapat menyebabkan obstruksi

hidung. Hematoseptum hidung harus didiagnosa dan dievakuasi segera

untuk menghindari terjadinya nekrosis tulang rawan septum hidung

yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan bentuk hidung

(Marciani dkk, 2009).

Tiga saraf utama trigeminal harus diperiksa untuk kemungkinanterjadinya anestesi atau parestesi (Marciani dkk, 2009). Saraf kranialis

ketiga, empat, lima,enam dan tujuh dites untuk mengetahui apakah

terjadi palsi. Dapatkah pasien mengangkat alisnya dan meretraksi

sudut mulut? Apakah bola mata bisa bergerak bebas, dan apakah pupil

 bereaksi terhadap sinar dan berakomodasi? (Pedersen,1996).

3. Pemeriksaan Mandibula

Lokasi mandibula terhadap maksila dievaluasi apakah tetap digaris

tengah, terjadi pergeseran lateral, atau inferior? Pergerakan mandibula

 juga dievaluasidengan jalan memerintahkan pasien melakukan

gerakan-gerakan tertentu, dan apabila ada penyimpangan juga dicatat.

Kisaran gerak dievaluasi pada semua arah dan jarak interinsisal dicatat.

Apabila ada meatus akustikus eksternus penuh dengan darah dan

cairan, jari telunjuk dapat dimasukkan dengan telapak mengarah ke

22

Page 23: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 23/27

 bawah dan ke depan untuk melakukan palpasi endaural terhadapcaput

condilus pada saat istirahat dan bergerak. Pada fraktur subcondilus

tertentu, bisa dijumpai adanya nyeri tekan yang Amat sangat atau

caput mandibula tidak terdeteksi. Tepi inferior dan posterior 

mandibula dipalpasi mulai dari prosesus kondilaris sampai ke

simphisis mandibula. Sekali lagi nyeri tekan atau baal, dan kelainan

kontinuitas harus dicatat (Pedersen, 1996).

Fraktur mandibula dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi

anatomi, yaitu kondilar, ramus, angle, body, simphisis, alveolar, dan

daerah prossessuskoronoid (gambar 5). Selain itu fraktur mandibula

 juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe frakturnya, yaitu fraktur 

greenstick, simpel, kominuted, dan kompon (gambar 6).

 

Gambar 5.Distribusi anatomik dari fraktur mandibula (Hupp dkk, 2008).

4. Pemeriksaan Tenggorokan dan Rongga Mulut

Pertama kali yang dilihat secara intraoral adalah oklusi. Dapatkah

gigi dioklusikan seperti biasanya? Dataran oklusal dari maksila dan

mandibula diperiksa kontinuitasnya, dan adanya step deformitas.

Bagian yang gigi yang mengalami pergeseran karena trauma atau

alveoli yang kosong karena gigi avulsi, juga dicatat. Apabila pasien

menggunakan protesa, maka protesa tersebut harus dilepas dan

23

Page 24: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 24/27

diperiksa apakah ada rusak atau tidak. Jaringan lunak mulut diperiksa

dalam kaitannya dengan luka, kontusio, abrasi, ekimosis, dan

hematom. Lidah disisihkan, sementara itu dasar mulut dan orofaring

diperiksa, apakah terdapat serpihan-serpihan gigi, restorasi, dan beku

darah. Arcus zygomatikus dan basisnya dipalpasi bilateral. Maksila

harus dicoba degerakkan dengan memberikan tekanan pada prosesus

alveolaris sebelah anterior dengan tetap menahan kepala.

Akhirnyagigi-gigi dan prosesus alveolaris dipalpasi untuk mengetahui

nyeri tekan atau mobilitas (Pedersen, 1996).

Pemeriksaan ini meliputi evaluasi oklusi dan penghitungan gigi

yang hilang. Adanya gigi yang terhisap dan tertelan dapat dilihat

dengan melakukanradiografi pada dada dan perut. Gigi tiruan yang

lepas juga dapat menyebabkan tersumbatnya jalan pernapasan. Adanya

step dan pergeseran oklusi merupakan indikasi terjadinya fraktur 

dentoalveolar ataupun fraktur rahang. Gigitan terbuka lateral (open

 bite lateral) juga dapat mengindikasikan adanya fraktur mandibulaataugangguan TMJ. Sedangkan gigitan terbuka anterior (open bite anterior)

mengindikasikan adanya fraktur Le Fort (I, II, maupun III) (Marciani,

2009).

Pemeriksaan Penunjang

1. Fraktur Dentoalveolar 

Pemeriksaan fraktur dentoalveolar dilakukan dengan radiograf intra-

oral dan panoramik.

2. Fraktur Maksila

a. Le Fort I

Pemeriksaan fraktur Le Fort I dilakukan dengan foto rontgen

dengan proyeksi wajah anterolateral.

24

Page 25: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 25/27

 b. Le Fort II

Dilakukan dengan pemeriksaan foto rontgen proyeksi wajah

anterolateral, foto wajah polos, dan CT scan.

c. Le Fort III

Dilakukan dengan pemeriksaan foto rontgen proyeksi wajah

anterolateral, foto wajah polos, dan CT scan.

3. Fraktur Mandibula

Pada fraktur mandibula dilakukan pemeriksaan foto rontgen proyeksi

oklusal dan periapikal, panoramik fotografi (panorex) dan helical scan.

BAB III

KESIMPULAN

Trauma maksilofasial merupakan trauma fisik yang dapat melukai jaringan

keras dan lunak wajah. Penyebab dari trauma ini dibagi menjadi faktor utama dan

faktor predisposisi. Faktor utama digolongkan menjadi langsung dan tidak 

langsung. Sedangkan faktor predisposisi dibagi menjadi faktor intrinsik dan faktor 

ekstrinsik.

Trauma pada jaringan keras wajah dapat menyebabkan fraktur pada wajah,

diantaranya adalah fraktur mandibula, fraktur maksila, fraktur nasalis, dan fraktur 

orbita yang masing-masing mempunyai klasifikasi dan gambaran klinis yang

 berbeda. Dari gambaran klinis yang diperoleh dapat dilakukan pemeriksaan dan

 penanganan pada fraktur tersebut, diantaranya adalah pemeriksaan mobilitas,

visual, radiografis, dan CT-Scan.

25

Page 26: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 26/27

DAFTAR PUSTAKA

• Hupp JR, Ellis E, Tucker ME. Contemporary Oral and 

 Maxillofacial Surgery. Ed. Ke-5. Mosby Elsevier. St. Louis. 2008.

• Marciani RD, Carlson ER, Braun TW. Oral and Maxillofacial Surgery

Volume II. Ed. Ke-2. Saunders Elsevier. St. Louis. 2009.

• Pedersen GW. BukuAjar Praktis Bedah Mulut . Penerjemah: Purwanto dan

Basoeseno. EGC. Jakarta. 1996.

• Fauzi, Muchlis. 2010.  Insidensi Fraktur Maksilofasial Akibat Kecelakan

 Lalu Lintas pada Pengendara Sepeda Motor di RSUP H. Adam Malik 

 Medan. Universitas Sumatera Utara Pers

• Banks, Peter.  Fraktur pada Mandibula Menurut Killey.Yogyakarta: Press

UGM.1992.

26

Page 27: Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

7/15/2019 Laporan Tutorial Fraktur dan Trauma Maksilofasial

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-tutorial-fraktur-dan-trauma-maksilofasial 27/27

• Fonseca R. J. et all. Oral and Maxillofacial Trauma Third 

 Edition.Philadeplhia:W.B. Saunders Co.2005.

• Wati,Lusi.2012. Hubungan Penurunan tulang alveolar dan penipisa

tulang kortikal mandibula pada penderita periodontitis disertai Diabetes

 Mellitus tipe 2 menggunakan radiografi Cone Bean Computed Tomografi

3. IJAS vol. 2 no. 2

• Firmansyah,dicky dkk.  Fraktur Patologis Mandibula akibat komplikasi

odontektomi gigi molar 3 bawah.Journal of dentistry .2008.

27