29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stress merupakan bagian dari kehidupan manusia baik dalam kondisi sehat maupun sakit. Stress adalah suatu respon tubuh terhadap lingkungan yang dapat memproteksi manusia dan juga merupakan bagian dari sistim pertahanan yang membuat manusia dapat bertahan hidup. Stress muncul ketika manusia menghadapi tantangan-tantangan yang penting, ketika dihadapkan terhadap ancaman atau ketika harus berusaha mengatasi harapan yang tidak realistis dari lingkungannya, ada tuntutan yang luar biasa sehingga mengancam keselamatan atau integritas seseorang. Individu dari semua usia dapat mengalami stress dan mencoba untuk mengatasinya. Ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stress menimbulkan ketidaknyamanan. 1

Lazarus Isi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lazarus Isi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Stress merupakan bagian dari kehidupan manusia baik dalam kondisi

sehat maupun sakit. Stress adalah suatu respon tubuh terhadap lingkungan

yang dapat memproteksi manusia dan juga merupakan bagian dari sistim

pertahanan yang membuat manusia dapat bertahan hidup. Stress muncul

ketika manusia menghadapi tantangan-tantangan yang penting, ketika

dihadapkan terhadap ancaman atau ketika harus berusaha mengatasi harapan

yang tidak realistis dari lingkungannya, ada tuntutan yang luar biasa sehingga

mengancam keselamatan atau integritas seseorang. Individu dari semua usia

dapat mengalami stress dan mencoba untuk mengatasinya. Ketegangan fisik

dan emosional yang menyertai stress menimbulkan ketidaknyamanan.

Tenaga kesehatan professional harus memiliki pengetahuan tentang

stress sehingga mereka dapat mengenalinya apabila terjadi pada klien dan

keluarga, serta mencegahnya secara efektif. Penting bagi perawat untuk

mengetahui tanda dan gejala stres, serta memahami tehnik manajemen stress

untuk membantu koping individu, sama baiknya dengan membuat intervensi

manajemen stress untuk klien dan keluarganya (Lazarus & Folkman, 1984).

Banyak individu yang menggunakan istilah stress dalam berbagai hal.

Pertama, stress merupakan pengalaman individu yang disembunyikan melalui

suatu rangsangan atau stressor. Stressor adalah dorongan yang mengganggu

1

Page 2: Lazarus Isi

yang ada di dalam berbagai sistem (Neuman dan Fawcett, 2002). Stress juga

merupakan bentuk penghargaan atau persepsi dari stressor. Penghargaan

(appraisal) adalah bagaimana individu menginterpretasikan dampak stressor

pada diri mereka, apa yang terjadi, dan apa yang mereka dapat lakukan pada

hal tersebut (Lazarus, 2007). Akhirnya, stress merupakan istilah umum yang

menghubungkan kebutuhan lingkungan dan persepdi individu terhadap

kebutuhan tersebut sebagai tantangan, ancaman atau pengrusakan (Varcarolis,

Carson, dan Shoemaker, 2006). Stress pada konteks ini ditujukan pada

konsekuensi dari stressor, begitu juga penghargaan seseorang terhadap

stressor.

Hal tersebut akan membuat seseorang menjadi termotivasi untuk

mengatasinya dan usaha tersebut dinamakan koping. Koping merupakan

proses dimana seorang mencoba mengatur perbedaan antara keinginan

(demand ) dengan pendapatan ( resources ). Koping akan membantu seseorang

untuk mengubah persepsi seseorang atas ketidaksesuaian tersebut, menolerir,

melepaskan diri atau menghindari stress. Stress diatasi dengan kognitif dan

behavior transaksi melaui lingkungan.Koping individu dapat efektif atau tidak

dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain dari individu itu sendiri , juga

dipengaruhi oleh faktor luar yaitu peran serta orang lain. Dalam hal ini

dibutuhkan peran serta seorang perawat untuk mengoptimalkan koping yang

dimiliki oleh pasien yang sedang dirawat.

2

Page 3: Lazarus Isi

B. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat:

1. Menjelaskan konsep-konsep dalam model Lazarus

2. Menganalisis dan mengevaluasi kelebihan dan kekurangan model/konsep

Lazarus

3. Menganalisis implikasi model Lazarus dalam keperawatan.

3

Page 4: Lazarus Isi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stress

Kata stress dapat diartikan berbeda untuk setiap individu. Sebagian

individu mendefenisikannya sebagai tekanan, desakan atau respon emosional.

Namun, Lazarus memandang bahwa stress merupakan hubungan antara

seseorang dengan lingkungan yang dinilai melampaui kemampuan atau

sumber daya seseorang dan membahayakan kesejahteraannya (Phycological

stress is a particular relationship between the person and the environment

that is appraised by the person as taxing or exceeding his or her resources

and endangering his or her well-being (Lazarus and Folkman, 1984, hal 19).

Defenisi stress dari stimulus terfokus pada kejadian di lingkungan

seperti misalnya bencana alam, kondisi berbahaya, penyakit, atau berhenti dari

kerja. Pendekatan definisi ini menyangkut asumsi bahwa situasi tersebut

memang sangat menekan tapi tidak memperhatikan perbedaan individual

dalam mengevaluasi kejadian. Sedangkan definisi stres dari respon mengacu

pada keadaan stres, reaksi seseorang terhadap stres, atau berada dalam

keadaan di bawah stres (Lazarus & Folkman, 1984). Definisi stres hanya

melihat dari stimulus yang dialami seseorang, memiliki keterbatasan karena

tidak memperhatikan adanya perbedaan individual yang mempengaruhi

asumsi mengenai stresor. Sedangkan jika stres didefinisikan dari respon, maka

tidak ada cara yang sistematis untuk mengenali mana yang akan jadi stresor

4

Page 5: Lazarus Isi

dan mana yang tidak. Untuk mengenalinya, perlu dilihat terlebih dahulu reaksi

yang terjadi. Selain itu, banyak respon dapat mengindikasikan stres psikologis

yang padahal sebenarnya bukan merupakan stres psikologis.

Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa respon tidak dapat secara

reliabel dinilai sebagai reaksi stres psikologis tanpa adanya referensi dari

stimulus (Lazarus & Folkman, 1984).

Seseorang mengalami stress sebagai konsekuensi dari kejadian dan

pengalaman hidup sehari-hari. Stress membantu individu untuk tetap waspada

terhadap lingkungan mereka. Selanjutnya, stress menghasilkan pertumbuhan

kepribadian dan memfasilitasi perkembangan (Aguilera, 1998). Bagaimana

individu bereaksi terhadap stress akan bergantung pada bagaimana mereka

memandang dan mengevaluasi dampak dari stressor, efeknya pada situasi dan

dukungan saat mengalami stress, dan mekanisme koping mereka. Ketika stress

mengganggu mekanisme koping seseorang, akan terjadi ketidakseimbangan

yang akhirnya menghasilkan krisis (Aguilera, 1998). Jika gejala stress yang

datang melampaui durasi stressor, maka individu dapat mengalami trauma

(Hyer dan Sohner, 2001).

Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stress juga dapat diartikan sebagai:

1. Stimulus, yaitu stress merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang

menimbulkan stress atau disebut juga dengan stressor.

2. Respon, yaitu stress merupakan suatu respon atau reaksi individu yang

muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stress. Respon

5

Page 6: Lazarus Isi

yang muncul dapat secara psikologis, seperti: takut, cemas, sulit

berkonsentrasi dan mudah tersinggung.

3. Proses, yaitu stress digambarkan sebagai suatu proses dimana individu

secara aktif dapat mempengaruhi dampak stress melalui strategi tingkah

laku, kognisi maupun afeksi.

Lazarus dan Cohen (dalam Evans, 1982) mengemukakan bahwa

terdapat tiga kelompok sumber stress, yaitu :

1. Fenomena catalismic, yaitu hal-hal atau kejadian-kejadian yang tiba-tiba,

khas, dan kejadian yang menyangkut banyak orang seperti bencana alam,

perang, banjir, dan sebagainya.

2. Kejadian-kejadian yang memerlukan penyesuaian atau coping seperti pada

fenomena catalismic meskipun berhubungan dengan orang yang lebih

sedikit seperti respon seseorang terhadap penyakit atau kematian.

3. Daily hassles, yaitu masalah yang sering dijumpai di dalam kehidupan

sehari-hari yang menyangkut ketidakpuasan kerja atau masalah-masalah

lingkungan seperti kesesakan atau kebisingan karena polusi (Prabowo,

Hendro, 1998).

B. Pandangan Terhadap Stres Psikologik

1. Konsep yang berfokus pada lingkungan

Stress sebagai stimulus dimana sumbernya adalah ketegangan. Ketegangan

bersumber dari rangkaian kegiatan atau peristiwa yang terjadi. Misalnya

ketika seorang pasien yang sedang dilakukan pemeriksaan maka dia akan

6

Page 7: Lazarus Isi

bertanya-tanya tentang alat yang digunakan, bagaimana caranya,

baiayanya. Kegiatan dialaminya tersebut akan direspon sebagai ancmaan

atau suatu yang membahayakan diri klien yang ahirnya menimbulkan

perasaan tegang yang disebut dengan stressor.

2. Pendekatan yang memperlakukan stress sebagai suatu respon terfokus

pada reaksi terhadap stress. Contohnya seseorang menggunakan kata stress

untuk menjelaskan ketegangan dirinya. Respon tersebut memiliki dua

komponen yaitu komponen psikologis yang melibatkan prilaku, pola pikir

dan emosi. Komponen yang kedua adalah respon fisiologis yang

meningkatkan rangsangan tubuh seperti jantung berdetak kuat. Respon

psikologis dan fisiologis disebut dengan strain.

3. Pendekatan yang mendeskripsikan stress sebagai suatu proses melibatkan

stressor dan strain, juga ditambah dengan hubungan antara seseorang

dengan lingkungan. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian

secara berkesinambungan yang disebut dengan transaksi antar seseorang

dengan lingkungannya. Transaksi mengarah pada kondisi stress secara

umum yang melibatkan proses pengkajian atau cognitive appraisal.

C. Penilaian Stress

1. Cognitif Apprasial

Merupakan suatu proses mental dimana ada dua faktor yang dinilai

yaitu apakah tuntutan tersebut mengancam nyawa dan apakah sumber

daya tersediauntuk memenuhi tuntutan tersebut. Kedua faktor tersebut

7

Page 8: Lazarus Isi

membuat dua macam penilaian yaitu primer dan sekunder. Penilaian

primer adalah proses penilaian pada waktu kita mendeteksi suatu keadaan

yang berpotensial menyebabkan stress sedangkan penilaian skunder adalah

penilaian terhadap kemampuan dalam diri kita untuk menanggulangi

stress.

2. Stress Apprisial

Penilaian terhadap kemampuan menanggulangi stress. Penilaianan

ini tergantung pada faktor personal( intelektual, motivasi dan personality)

dan faktor situasi.

Ada beberapa fator yang mempengaruhi stress affrisial yaitu :

a. High demands

Kejadian yang melibatkan tuntutan yang sangat tinggi dan mendesak

sehingga menyebakan ketidak nyamanan.

b. Life transition

Kehidupan yang memiliki perubahan dan membutuhkan tuntutan

kebutuhan yang baru.

c. Timing

Merupakan batas waktu dalam perencanaan. Bilakita sudah

merencanakan sesuatu yang besar dalam kehidupan kita dan timingnya

meleset akan menyebabkan stress.

d. Ambiquti

Ketidak jelasan akan situasi yang terjadi

8

Page 9: Lazarus Isi

e. Disirability

Kejadian yang terjadi diluar dugaan.

f. Controlability

Apakah seseorang mempunyai kemampuan mengubah atau

menghilangkan stresor

D. Tahapan Penilaian Stress

Menurut Lazarus (1991) dalam melakukan penilaian tersebut

terdapat dua tahap yang harus dilalui, yaitu :

1. Primary appraisal

Primary appraisal merupakan proses penentuan makna dari

suatu peristiwa yang dialami individu. Peristiwa tersebut dapat

dipersepsikan positif, netral, atau negatif oleh individu. Peristiwa yang

dinilai negatif kemudian dicari kemungkinan adanya harm, threat, atau

challenge. Harm adalah penilaian mengenai bahaya yang didapat dari

peristiwa yang terjadi. Threat adalah penilaian mengenai kemungkinan

buruk atau ancaman yang didapat dari peristiwa yang terjadi.

Challenge merupakan tantangan akan kesanggupan untuk mengatasi

dan mendapatkan keuntungan dari peristiwa yang terjadi (Lazarus

dalam Taylor, 1991). Pentingnya primary appraisal digambarkan

dalam suatu studi klasik mengenai stres oleh Speisman, Lazarus,

Mordkoff, dan Davidson (dalam Taylor, 1991). Studi ini menunjukkan

9

Page 10: Lazarus Isi

bahwa stres bergantung pada bagaimana seseorang menilai suatu

peristiwa.

Primary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu:

a. Goal relevance; yaitu penilaian yang mengacu pada tujuan yang

dimiliki seseorang, yaitu bagaimana hubungan peristiwa yang

terjadi dengan tujuan personalnya.

b. Goal congruence or incongruenc; yaitu penilaian yang mengacu

pada apakah hubungan antara peristiwa di lingkungan dan individu

tersebut konsisten dengan keinginan individu atau tidak, dan

apakah hal tersebut menghalangi atau memfasilitasi tujuan

personalnya. Jika hal tersebut menghalanginya, maka disebut

sebagai goal incongruence, dan sebaliknya jika hal tersebut

memfasilitasinya, maka disebut sebagai goal congruence.

c. Type of ego involvement; yaitu penilaian yang mengacu pada

berbagai macam aspek dari identitas ego atau komitmen seseorang.

2. Secondary appraisal

Secondary appraisal merupakan penilaian mengenai

kemampuan individu melakukan coping, beserta sumber daya yang

dimilikinya, dan apakah individu cukup mampu menghadapi harm,

threat, dan challenge dalam peristiwa yang terjadi.

Secondary appraisal memiliki tiga komponen, yaitu:

a. Blame and credit: penilaian mengenai siapa yang bertanggung

jawab atas situasi menekan yang terjadi atas diri individu.

10

Page 11: Lazarus Isi

b. Coping-potential: penilaian mengenai bagaimana individu dapat

mengatasi situasi menekan atau mengaktualisasi komitmen

pribadinya.

c. Future expectancy: penilaian mengenai apakah untuk alasan

tertentu individu mungkin berubah secara psikologis untuk menjadi

lebih baik atau buruk.

Pengalaman subjektif akan stres merupakan keseimbangan

antara primary dan secondary appraisal. Ketika harm dan threat yang

ada cukup besar, sedangkan kemampuan untuk melakukan coping

tidak memadai, stres yang besar akan dirasakan oleh individu.

Sebaliknya, ketika kemampuan coping besar, stres dapat

diminimalkan.

E. Mekanisme Koping

Koping adalah proses dimana seseorang mencoba mengatur

perbedaanantara keinginan ( demand ) dengan pendapatan ( resources ) yang

dinilai dalamsuatu keadaan yang penuh tekanan Koping dapat diarahkan

memperbaiki ataumenguasia masalah,, sehingga dapat membantu seseorang

mengubah persepsinyaatas ketidaksesuaian, menolerir dan menerima bahaya,

melepaskan diri atau menghindari situasi stress. Stress diatasi dengan kognitif

dan behavior transaksi melaui lingkkungan.

Koping merupakan suatu tindakan mengubah kognitif secara konstan

dan usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal dan eksternal yang

11

Page 12: Lazarus Isi

dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu. Koping

membutuhkan usaha yang diperoleh lewat proses belajar. Koping dipandang

sebagai usaha untuk menguasai situasi tertekan, namum bukan secara

keseluruhaan. Koping yang efektif adalah koping yang membantu seseorang

untuk menolerir dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan

tekananyang tidak dapat dikuasainya

F. Strategi Koping

1. Koping yang berfokus pada masalah

Usaha mengatasi stress dengan cara mengatur atau mengubah

masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan

terjadinya tekanan. Koping ini ditujukan untuk mengurangi demands dari

situasi yang penuh dengan stress.

Stategi problem focused coping :

a. Confrontatif Coping : mengubah keadaan yang dianggap menekan

dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi dan

pengambilan resiko.

b. Seeking Sosial support : usaha untuk mendapat kenyamanan emosional

dan bantuan informasi dari orang lain.

c. Planful problem Solving : usaha untuk mengubah keadaan yang

dianggap menekan dengan cara hati-hati, bertahap dan analitis.

12

Page 13: Lazarus Isi

2. Emotional Fokused Coping

Usah mengatasi stress dengan cara mengatur respon emosional

dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan

oleh sesuatuyang dianggap penuh tekanan. Emotional fokued koping

ditujukan untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi stress.

Strategi yang digunakan :

a. Self-control : Usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapai

situasi yang menekan.

b. Distancing : Usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan,

menghindari seolah-olah tidak terjadi permasalahan, menciptakan

pandangan yang positif.

c. Posittive reaprisial : Usaha mencari makna positif dari permasalahan

dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya bersipat religious.

d. Acepting responsibility : Usaha untuk menyadari tanggung jawab diri

sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba

menerimanya untuk untuk membuat semuanya menjadi lebih baik.

e. Escape/avoidance : usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari

dari situasi tersebut dan menghindarinya dengan beralih pada hal lain

seperti makan, minum, merokok dan obat-obatan. Individu cenderung

untuk menggunakan problem focused coping dalam menghadapi

masalah yang menurut mereka dapat dikontrol. Sebaliknya mereka

akan menggunakan emotional focused koping dalam menghadapi

masalah yang sulit untuk dikontrol.

13

Page 14: Lazarus Isi

G. Hasil Dari Koping

Koping yang efektif adalah koping yang membantu seseorang untuk

menerima situasi yang menekan, serta tidak merisaukan tekanan yang tidak

dapat dikuasianya.

14

Page 15: Lazarus Isi

BAB III

STUDI KASUS

A. Kasus

Tn B ( 50 tahun) dirawat di rumah sakit dengan keluhah batuk-batuk

lebih kurang 2 bulan, demam,, klien tidak selera makan, berat badan makin

menurun. Dokter mendiagnosa klien menderita TBC sehingga perlu dirawat di

Rumah Sakit. Klien adalah seorang kepala keluarga, memiliki seorang istri

dan tiga orang anak yang sudah bersekolah. Pekerjaan klien adalah seorang

buruh. Penghasilan dalam keluarga dibantu oleh sang istri dengan berjualan

kue. Klien adalah seorang yang rajin dan gigih dalam bekerja tetapi dalam

perawatan diri klien kurang dimana klien sering lupa makan dan istirahat yang

kurang. Keluarga klien adalah keluarga yang rukun dan memiliki keimanan

yang kuat. Setiap ada permasalahan maka sistim komunikasi yang ada dalam

keluarga adalah kompromi. Setelah dirawat di rumah sakit maka klien tidak

dapat bekerja. Klien merasa sedih, karena tidak dapat bekerja. Klien juga

merasa risau dengan biaya yang dibutuhkan pada perawatan di RS, karena

kondisi ekonomi keluarganya kurang memadai. Klien merasa dirinya telah

gagal sebagai kepala keluarga karena tidak mampu menafkahi keluarga. Klien

menjadi pendiam dan kurang kooperatif dengan perawat. Kondisi tersebut

menyebabkan keluhan batuk dan sesak semakin bertambah. Istri dan anak

klien secara rutin mengunjungi klien dan memberikan dorongan mental

kepada klien , hal tersebut menyebabkan timbulnya semangat klien. Klien

15

Page 16: Lazarus Isi

mencoba merenungkan kenapa cobaan tersebut menimpa dirinya. Dia berdoa

dan meminta kekuatan pada Tuhan sehingga klien menjadi tenang dan mampu

menjalani perawatan dengan baik. Klien mulai kooperatif dan mencoba

berdiskusi dengan perawat dan orang disekitarnya tentang kondisi

penyakitnya.

B. Pembahasan

Dari kasus diatas maka dapat dibahas sesuai dengan teori stress dan

koping menurut Lazarus

1. Stress bersumber karena penyakit TBC sehingga dirawat dan kekhawatiran

akan biaya sebagai respon. Akibatnya klien merasa tertekan dan sedih,

sereta menganggap dirinya tidak bermanfaat. Hal tersebut memperburuk

kondisi batuk dan penyakit klien.

2. Stress aprisial

Pada kasus diatas dapat dikaji bahwa ada beberapa faktor yang

menyebabkan klien merasa stress.

a. Demands: Dimana kondisi penyakit menuntut pasien harus dirawatdan

membutuhkan biaya sedangkan kondisi ekonomi, kurang,

pasienmerasa galau dan tertekan.

b. Life Transitions: terjadinya perubahan dalam diri pasien dimana

diayang seharusnya bekerja menjadi dirawat dan kondisi tersebut

membutuhkan banyak tuntutan biaya.

c. Timing: Pasien yang telah merencanakan pekerjaanya menjadi

terganggu dan tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya karena sakit.

16

Page 17: Lazarus Isi

d. Ambliquti

3. Penilaian Primary aprisial

Kondisi penyakit dianggap sebagai kegagalan dalam menjalankan

perannya sehingga tidak mampu membiaya keluarga dan kondisinya

menambah beban keluarga. Pasien merasa tertekan dan hal tersebut

memperburuk kondidi penyakitnya.

4. Secondary affrisial

Sumber daya yang dimiliki oleh pasien adalah keharmonisan dalam

keluarga dan keimanan yang kuat. Istri dan anak klien rajin berkunjung

dan memberi dorongan mental pada klien.

5. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang digunakan oleh pasien dalam menghadapi stress

adalah positive reaprasial dengan cara berdoa. Koping accepting

responsibility yaitu dengan mencoba menerima suatu permasalahan.

6. OutPut Koping

Pasien merasa tenang menjalani perawatan dirumah sakit.

17

Page 18: Lazarus Isi

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Stress merupakan hubungan antra individu dengan lingkungan yang

oleh individu membebani atau melebihi kekuatannya dan mengancam

kesehatannya. Stress dipengaruhi oleh cognitive stress, stress apprial dan

koping. Penilaian stress pada pasien dilakukan melalui tahap primary appraisal

dan secondary appraisal.

Koping adalah proses dimana seseorang mencoba mengatur perbedaan

antara keinginan ( demand ) dengan pendapatan ( resources ) yang dinilai

dalam suatu keadaan yang penuh tekanan, diarahkan memperbaiki atau

menguasia masalah. Koping yang dimiliki individu adalah berfokus pada

masalah dan berfokus pada emosi.

B. SARAN

1. Penerapan teori Lazarus pada penanganan klien stress harus tetap

dikembangkan dalam tatanan perawatan.

2. Teori stress dan adaptasi diaplikasikan pada praktek keperawatan baik di

puskesmas, keluarga, maupun rumah sakit.

18

Page 19: Lazarus Isi

3. Perawat harus memilliki pengetahuan yang baik tentang teori stress dan

adaptasi sehingga mampu memahi kondisi klien yang mengalami stress

dan membantu klien untuk mengembangkan koping efektif yang dimiliki

klien.

19

Page 20: Lazarus Isi

DAFTAR PUSTAKA

Ann Marriner Tomey & Martha Raile Alligood. (1998). Nursing Theorist and

Their Work. Mosby erathenurse.

Keliat, B.A, dan Helena P. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2.

Jakarta : EGC.

Lazarus, R & Folkman, S.(1984). Stress Appraisal and Coping. New York:

Springer.

Nasir, A. (2001). Dasar-dasar Keperawatan Jiwa. Edisi I. Jakarta: Salemba

20