42
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wakaf dan zakat dalam perspektif Islam dapat dijadikan salah satu sarana untuk pemberdayaan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat luas. Sekarang, masih banyak kendala untuk pengembangan wakaf ke depan. Salah satunya adalah pemahaman sempit tentang wakaf dan zakat . Wakaf dan zakat sering dipahami sebagai entitas ibadah khusus (maḥḍah) semata. Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan wakaf dan zakat produktif menjadi sangat strategis. Disamping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf dan zakat juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial) dan kesejahteraan umat. Untuk meningkatkan kemanfaatan benda wakaf, tidak bisa tidak, pengelolaannya harus dijalankan dengan melakukan kegiatan ekonomi. Karena wakaf merupakan bagian dari Syari'ah Islamiyah, maka kegiatan ekonomi dalam pengelolaan benda wakaf tidak 1

Lembaga Amil Zakat Dan Wakaf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

po[op

Citation preview

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangWakaf dan zakat dalam perspektif Islam dapat dijadikan salah satu sarana untuk pemberdayaan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat luas. Sekarang, masih banyak kendala untuk pengembangan wakaf ke depan. Salah satunya adalah pemahaman sempit tentang wakaf dan zakat . Wakaf dan zakat sering dipahami sebagai entitas ibadah khusus (maah) semata. Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan wakaf dan zakat produktif menjadi sangat strategis. Disamping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf dan zakat juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial) dan kesejahteraan umat. Untuk meningkatkan kemanfaatan benda wakaf, tidak bisa tidak, pengelolaannya harus dijalankan dengan melakukan kegiatan ekonomi. Karena wakaf merupakan bagian dari Syari'ah Islamiyah, maka kegiatan ekonomi dalam pengelolaan benda wakaf tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam wakaf itu sendiri dan prinsip-prinsip dalam ekonomi Syari'ah. Dari pernyataan ini memunculkan pertanyaan bagaimana modelmodel pengelolaan benda wakaf dan zakat produktif dan bagaimana teknis pengelolaannya atau penerapanya. Jika seluruh potensi itu dikembangkan secara seksama, dirangkai dengan potensi aqidah Islamiyah (tauhid), tentu akan diperoleh hasil yang optimal. Pada saat yang sama, jika kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah Islamiyah kaum muslimin juga makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan ekonomi akan makin dapat dipersempit.Zakat adalah suatu rukun Islam yang wajib di penuhi oleh setiap muslim. Zakat memiliki hikmah yang di kategorikan dalam dua dimensi: dimensi vertical dan dimensi horizontal. Dalam kerangka ini, zakat menjadi perwujudan ibadah kepada Allah sekaligus sebagai perwujudan dari rasa kepedulian social (ibadah sosial). Bisa dikatakan seseorang yang menunaikan zakat dapat mempererat hubungannya dengan Allah dan hubungan kepada sesama manusia. Dengan demikian pengabdian sosial dan pengabdian kepada Allah SWT adalah inti dari ibadah zakat.

B. Rumusan Masalah1. Pengertian Zakat2. Pemanfaatan Hasil Zakat 3. Pengertian Wakaf4. Pemanfaatan Wakaf Uang5. Badan Pengelolaan Amil Zakat dan Wakaf

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian ZakatDilihat dari segi bahasa, kata zakat berasal dari kata zaka (bentuk masdar), yang mempunyai arti : berkah, tumbuh, Bersih, suci dan baik.[footnoteRef:2] [2: Asnaini. 2008. Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar hlm. 23]

Adapun zakat menurut syara, berarti hak yang wajib (dikeluarkan dari) harta. Mazhab Maliki mendefinisikannya dengan mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas kuantitas yang wajib zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiqq)-nya. Dengan catatan, kepemilikian itu penuh dan mencapai hawl (setahun) bukan barang tambang dan bukan pertanian.[footnoteRef:3] [3: Wahbah Al-Zuhayly. 2005. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. Bandung : Remaja Rosdakarya. hlm: 83]

Firman Allah swt.(An-Nisa : 77)

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka : "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat !" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata : "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami ? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi ?" Katakanlah : "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun (At-Taubah : 103)[footnoteRef:4] [4: Sulaiman Rasyid. 2007. Fiqih Islam. Bandung : Sinar Baru. hlm : 194]

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sabda Rasulullah saw: : , , , , ( )Artinya : Islam itu di dirikan atas lima dasar yaitu : bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan_Nya, mengerjakan shalat mengeluarkan zakat, mengerjakan haji, dan berpuasa dibulan Ramadhan.[footnoteRef:5] [5: Ibid.]

B. Pemanfaatan Hasil Zakat Menurut Pasal 16 Undang Undang Pengelolaan Zakat adalah sebagai berikut :1. Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama.2. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.3. Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.Zakat bisa dimanfaatkan dan disalurkan bagi orang-orang yang berhak menerimanya. Adapun orang yang berhak menerima zakat berdasarkan firman Allah diatas adalah :1. FakirFakir dalam persoalan zakat ialah orang yang tidak mempunyai barang yang berharga, kekayaan dan usaha sehingga dia sangat perlu ditolong.[footnoteRef:6] [6: Wahbah Ali Zuhayly : Op. cit. hlm. 125]

2. MiskinSedangkan pengertian miskin ialah orang yang mempunyai barang yang berharga atau pekerjaan yang dapat ditutup sebagian hartanya akan tetapi tidak mencukup kebutuhannya, dan tidak ada orang yang menanggungnya3. Amil zakatAmil zakat ialah, orang yang ditugaskan oleh imam atau kepala pemerintahan atau wakilnya, buat mengumpulkan zakat.[footnoteRef:7] [7: Ibid]

4. MuallafYaitu golongan yang diusahakan merangkul dan menarik serta mengukuhkan hati orang yang baru masuk Islam disebabkan belum mantapnya keimanan mereka atau buat menolak bencana yang mungkin mereka lakukan terhadap kaum muslimin.5. RiqabRiqab artinya mukatab yang memiliki pengertian budak belian yang diberi kebebasan usaha mengumpulkan kekayaan agar dapat menebus dirinya untuk merdeka.6. GhariminGharim adalah orang-orang yang mempunyai hutang yang dipergunakan untuk perbuatan yang bukan maksiat7. SabilillahJumhur Uama berpendapat bahwa yang dimaksud Fisabilillah ialah berperang, dan memperoleh bagian sabililah ini adalah tentara sukarelawan yang tidak mendapat gaji dari pemerintah, meskipun mereka orang kaya.8. Ibnu SabilIbnu sabil menurut jumhur ulama adalah kiasan untuk musafir, yaitu orang-orang yang melintas dari satu daerah kedaerah lain.[footnoteRef:8] [8: http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/uu_zakat/uu_zakat_babIV.htm]

Adapun manfaat zakat diantaranya:1. Sebagai sarana menghindari kesenjangan sosial yang mungkin dapat terjadi antara kaum aghniya dan dhuafa.2. Sebagi sarana pembersihan harta dan juga ketamakan.3. Sebagi pengmbangan potensi umat.4. Dukungan moral bagi mualaf.5. Sebgai sarana pemberantas penyakit iri hati bagi mereka yang tidak punya.6. Zakat menjadi salah satu unsur penting dalam social distribution .7. Sabagai sarana menyucikan diri dari perbuatan dosa.8. Sebagai sarana dimensi sosial dan ekonomi yang penting dalam Islam sebagai ibadah maaliyah.[footnoteRef:9] [9: Wahbah Al-Zuhayly. 2005:111]

C. Pengertian Wakaf Wakaf dalam bahasa arab : , jamak: , awqf adalah perbuatan yang dilakukan wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk menyerahkan sebagian atau untuk keseluruhan harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan masyarakat untuk selama-lamanya[footnoteRef:10] [10: Ibid ]

Wakaf dalam pengertian syara secara umum, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal (tahbisul ashli), lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Dalam Undang-Undang no 41 Thn 2004 pasal 1 wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah. Benda yang menurut hukum Menurut Imam Abu Hanifah Wakaf adalah menahan suatu, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Menurut Imam Malik Berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan kepada pemilik wakif.Menurut Imam SyafiI dan Ahmad bin Hambal Wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan, wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan.D. Pemanfaatan Wakaf Uang Dalam literature sejarah islam, badan yang mengurusi wakaf adalah baitul maal. Namun seiring dengan berkembangnya zaman yang semakin modern, diperlukan pola kelembagan khusus yang menggurusi sector wakaf. Di Indonesia, secara praktis penanganan wakaf di-handle oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI diharapkan dapat menyelenggarakan administrasi pengelolaan wakaf nasional secara tepat dan benar. Untuk dapat melakukan tugasnya dengan baik, BWI memerlukan SDM yang tepat dan handal yang benar-benar mempunyai kemampuan dan kemauan dalam pemberdayaan wakaf, berdidikasi tinggi dan memiliki komitmen dalam , memahami wakaf, dan permasalahan yang berhubungan dengan wakaf. Dalam hal pengelolaan wakaf, perlu ada standar pengelolaan yang yang dibakukan agar dana yang dkumpulkan dapat duberdayakan secara maksimal. Dalam hal ini peran perbankan atau Lembaga keuangan Syariah sangat di perlukan. LKS dapat berperan sebagi nazhir yang mengumpulkan, meyalurkan dan mengelola dana wakaf. Untuk mendukung keberhasilan pengembangan aspek produktif dari dana wakaf tunai, perlu diarahkan model pengelolaan dana tersebut kepada sector usaha yang produktif dengan lembaga usaha yang memiliki reputasi yang baik. Seperti menjalin kerjasama (networking) dengan perusahan modal ventura. Kerjasama ini juga dimaksudkan untuk mengaplikasikan model pembiayaan mudharabah maupun musyarakah. Wakaf merupakan salah satu ibadah yang bercorak sosial-ekonomi yang cukup penting dalam Islam di samping zakat, infaq dan sadaqah (ZIS). Cukup banyak ayat al-Quran dan Hadis Rasul yang menjelaskan signifikansi fungsi wakaf baik dalam konteks hablum min Allah terlebih lagi dalam kontekshablum min al-nas. Wakaf umat Islam saat ini yang kebanyakannya dalam bentuk tanah dan bangunan belum sepenuhnya produktif. Tanah-tanah wakaf hanya digunakan untuk kuburan, madrasah, dan tempat-tempat ibadah. Akibatnya wakaf belum dapat memberi nilai tambah ekonomis. Alih-alih untuk pemberdayaan, untuk pemeliharaan tanah wakaf itu sendiri, para nazir wakaf kesulitan. Untuk itulah beberapa tahun belakangan ini mulai digalakkan kembali apa yang disebut dengan wakaf produktif.Penyebutan wakaf produktif mengandung arti suatu upaya transformasi dari pengelolaan wakaf yang alami menjadi pengelolaan wakaf yang professional untuk meningkatkan atau menambah manfaat wakaf. Dengan kata lainwakaf produktifadalah proses pengelolaan benda wakaf untuk menghasilkan barang atau jasa yang maksimum dengan modal yang minimum. Dalam bukunya Wakaf Produktif, Jaih Mubarak, jika yang dimaksudkan dari istilah wakaf produktif adalah meningkatkan nilai tambah, maka istilah yang paling tepat adalahwakaf operatif. Kata operatif dalam ilmu manajemen mengandung arti aktifitas yang mentransformasikaninputmenjadioutputyang bermanfaat berupa barang dan jasa. Sedangkan kata produktif hanya mentransformasikan input menjadi output yang bermanfaat berupa barang saja[footnoteRef:11] [11: Jaih Mubarak: 2008:16]

Terlepas apapun namanya, wakaf produktif ataupun wakaf operatif, intinya adalah bagaimana kita (khususnya para nazir) mengelola harta (tanah) wakaf sehingga mampu memberi nilai tambah terhadap manfaat yang dihasilkannya. Sampai di sini, kita perlu memiliki nazir-nazir wakaf yang memiliki mental entrepreneurship. Jadi tidak sebatas mental dai seoarang nazhir saja. .Untuk menjadikan harta wakaf, khususnya tanah wakaf maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Pertama, Nazhir wakaf harus memiliki data yang lengkap tentang potensi tanah wakaf yang dikelolanya. Hal ini penting karena dalam rangka memproduktifkan tanah wakaf penting diperhatikan lokasi tanah wakaf itu sendiri. Perlakukan dan keputusan bisnis yang akan diambil tentu berbeda antara tanah pedesaan, tanah perkotaan dengan tanah tepi pantai. Dengan kata lain, lokasi tanah akan menentukan jenis usaha yang akan dikembangkan.Sekedar untuk memberikan gambaran kepada kita jenis usaha yang sangat bergantung Untuk tanah persawahan, usaha yang menarik dikembangkan adalah pertanian dan tambak ikan atau udang. Untuk tanah perkebunan, usaha yang dapat dikembangkan adalah perkebunan tanaman keras dan home industri. Tanah yang berbentuk padang rumput atau perladangan, jenis usaha yang ditumbuhkembangkan misalnya tanaman palawija dan real estate. Bagi tanah rawa, usaha yang dapat dilakukan adalah perikanan dan tanaman sayur-sayuran. Sedangkan tanah perbukitan usaha yang cocok dilakukan adalah tempat parawisata, tempat pelatihanout bonddan penyulingan air.Untuk daerah perkotaan misalnya, tanah-tanah wakaf dapat dipilah menjadi tanah yang berlokasi di pinggir jalan protocol. Untuk jenis tanah seperti ini usaha yang tepat dilakukan adalah menyiapkan perkantoran, pusat-pusat perbelanjaan, apartemen, hotel, penginapan dan gedung pertemuan. Bagi tanah yang berlokasi di pinggir jalan raya usaha-usaha yang dapat dikembangkan adalah membuat rumah sakit, rumah makan, apotik, pom bensin, sarana pendidikan. Sedangkan tanah yang berada di dekat perumahan usaha-usaha bisnis yang dilakukan adalah membuat klinik, outlet, warung, usaha catering dan wartel atau warnet.Kedua,setelah memperhatikan lokasi tanah dan jenis usaha yang tepat untuk dikembangkan, langkah selanjutnya adalah mempersiapkan perencanaan bisnisnya dalam bentuk proposal bisnis. Di dalam proposal itulah nazhir menjelaskan analisis bisnisnya, yang memuat prospek bisnis, peluang dan tantangan yang ada dan cara mengatasinya. Di dalam proposal itu juga dijelaskancashflowuang masuk dan keluar serta keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh. Tidak kalah pentingnya di dalamnya juga harus dijelaskan pemanfaatan keuntungan tersebut. misalnya, untuk bea siswa, modal usaha, dan kebajikan-kebajikan lainnya. Dengan kata lain, di dalam proposal bisnis harus dapat dipastikan bahwa bisnis yang akan dijalankan benar-benar menguntungkan dan bermanfaat bagi umatKetiga, langkah selanjutnya menyiapkan modal. Dalam berbagai kesempatan sosialisasi wakaf produktif, masalah yang sering dipertanyakan peserta adalah berkaitan dengan modal. Modal ini pulalah yang kerap dijadikan alasan mengapa tanah wakaf sulit untuk diproduktifkan. Sesungguhnya modal pengembangan wakaf poduktif dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, mencari investor yang bersedia membiayai proyek usaha yang ingin dijalankan. Skim yang dipilih dapat saja dalam bentukmudharabah(sahib al mal dengan mudharib) ataupunskim musyarakah (kerjasama para pihak). Kedua, melakukan komunikasi dan interaksi bisnis dengan lembaga perbankan syariah. Skim yang dipakai dapat saja musyarakah ataupun mudharabah. Yang menjadi persoalan di sini biasanya adalah ketika lembaga perbankan meminta jaminan. Tentu saja perbankan tidak mau jika yang dijadikan jaminan adalah harta wakaf atau tanah wakaf. sampai di sini, agaknya satu-satunya alasan perbankan syariah bersedia bekerja sama jika jenis usaha yang dikembangkan benar-benar menjanjikan keuntungan.Ketiga,modal juga dapat diperoleh melalui wakaf uang. Hanya saja untuk jenis yang ketiga ini, membutuhkan waktu yang panjangSebabnya adalah, jika kita ingin memanfaatkan bagi hasil dari wakaf uang, maka jumlah uang yang diwakafkan itu sangat besar sehingga bagi hasil yang diterima juga akan besar. Uang wakaf itu sendiri tidak dapat digunakan sebagai alat beli (tukar). Jadi yang dimanfaatkan adalah bagi hasil dari wakaf uang itu sendiri.Keempat,pelaksanaan wakaf produktif itu sendiri. Sebaik apapun gagasan tentang pengembangan harta wakaf, jika tidak diikuti dengan keinginan kuat untuk mewujudkannya, semuanya menjadi sia-sia. Sosialisasi wakaf produktif yang selama ini sering dilakukan oleh kementerian agama tidak membawa hasil karena para peserta tidak menterjemahkan apa yang diperolehnya di dalam sosialisasi tersebut dalam bentuk kerja-kerja nyata. Akhirnya sosialisasi tinggal sosialisasi. Oleh sebab itu, keinginan yang kuat untuk memproduktifkan harta wakaf harus menjadi kesadaran batin setiap nazhir.Sejatinya, wakaf produktif tidak lagi sekedar menjadi wacana dikalangan masyarakat muslim. Wakaf produktif harus menjadi bagian dari program ummat ini dalam rangka memberdayakan sesamanya. Para nazhir harus menyadari tugasnya bukan sekedar menjaga harta wakaf tetapi lebih dari itu adalah memberdayakannya sehingga memiliki nilai tambah yang tak terhingga. Semoga[footnoteRef:12] [12: http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=118240:perencanaan-dan-pengelolaan-wakaf-produktif&catid=33&Itemid=98]

E. Badan Pengelolaan Amil Zakat dan Wakaf Pendayagunaan yang tepat akan mewujudkan fungsi utama dari pelaksanaan zakat itu sendiri yang dapat dilihat dan dirasakan baik oleh yang memberinya maupun yang menerimanya. Penggunaan zakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan aspek terpenting bagi pencapain tujuan dari zakat tersebut. Oleh karenanya diperlukan suatu lembaga atau badan yamg profesional di dalam mengelola dan mendayagunakan dana zakat agar berguna bagi kehidupan masyarakat yang membutuhkan.Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat Bab III pasal 6 dan pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri atas dua kelompok institusi, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ dibentuk oleh pemerintah sedangkan LAZ dibentuk oleh masarakat. Hal ini sesuai perintah Allah bahwasannya perlu dengan adanya suatu lembaga yang mengelola dana zakat, dalam surat at taubah ayat 103 yang artinya:Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan (dari kekikiran dan cinta berlebihan kepada harta) dan menyucikan (menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati) mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.Arti ayat di atas menjelaskan bahwa zakat itu diambil dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahiq). Dalam khazanah hukum Islam, yang bertugas mengambil dan yang menjemput zakat adalah para petugas zakat (amil). Menurut Imam Qurthubi, amil adalah orang-orang yang ditugaskan untuk mengambil, menuliskan, menghitung, dan mencatat atas harta zakat yang diambil dari para muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.Amil zakat adalah profesi yang mulia. Karena profesi mulianya itu, Allah SWT mencantumkan namanya di dalam Al Quran. Kemuliaan amil bukan sekedar untuk mengelola amanah orang beriman, namun amil juga menjadi media tercapainya keharmonisan antara si kaya (muzakki) dengan si miskin (mustahik) dengan menjadi mediator bagi sirkulasi zakat dari muzakki kepada mustahik. Harta yang dimiliki, pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Allah-lah yang kemudian melimpahkan amanah kepada para pemilik harta, agar dari harta itu dikeluarkan zakatnya.Di sinilah sikap amanah dipupuk, sebab seorang muslim dituntut menyampaikan amanah kepada ahlinya. Sikap amanah, tidak hanya tumbuh dalam diri orang yang berzakat, tetapi juga pada para petugas atau amil zakat. Yakni dalam membagi dan menyalurkan seluruh harta zakat kepada yang berhak. Fungsi amil tersebut akan lebih efektif apabila:1. Kondisi muzakki faham dan sadar akan kewajiban dan kedudukan zakat dalam islam, untuk itu diperlukan adanya penyuluhan secara terus menerus kepada masyarakat khususnya para muzakki.2. Para amil zakat yang bekerja dalam lembaga amil zakat faham benar mengenai zakat, infaq maupun shadaqah. Untuk itu diperlukan para ulama yang kompeten yang mengawasi lembaga tersebut.3. Lembaga tersebut dipercaya oleh masyarakat terutama oleh para muzakki, untuk itu seyogyanya lembaga tersebut berstatus formal dan para amil yang bekerja dalam lembaga tersebut memilki kepribadian yang utuh.4. Lembaga tersebut memiliki data secara lengkap mengenai siapa saja yang termasuk golongan muzakki dan siapa yang termasuk golongan orang yang berhak menerima zakat . Menurut pasal 1 Ayat (2) Keputusan Menteri Agama No 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No 38 tahun 1999, yang dimaksud dengan Lembaga Amil Zakat adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak dibidang dawah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai ketentuan agama (pasal 8 UU No. 38 tahun 1999).Lembaga Amil Zakat (LAZ) mempunyai otoritas dalam menghimpun, mendistribusikan, dan memanfaatkan zakat untuk khalayak umum berdasarkan syariah. Tidak semua orang berhak mengelolanya dan tidak semua orang dapat menikmatinya. Untuk mengelola dan mengembangkan zakat itu kita harus memiliki potensi kepemimpinan yang berwibawa, dan berpengaruh. Lembaga amil zakat harus mempunyai perencanan yang terpadu dalam rangka mengentaskan kemiskinan secara sistematis.Yang patut disyukuri oleh kita saat ini adalah masih banyaknya orang-orang yang peduli terhadap derita yang dialami oleh lingkungan sekitar kita. Saking besarnya kepedulian itu, maka munculnya lembaga amil zakat di beberapa daerah, di masjid-masjid, bahkan di lembaga pemerintah/swasta bagaikan cendawan yang tumbuh di musim hujan. Pengumpulan harta zakat dari tahun ketahun semakin bertambah seiring dengan pertambahan jumlah lembaga zakat yang berdiri untuk menjadi pengelola harta zakat, meskipun masih jauh dari potensiyang seharusnya bias terkumpul. Di satu sisi, hal ini patut diapresiasi. Berarti negeri ini telah membantah kalau nilai sosial masyarakatnya telah luntur dan hilang kepedulian. Namun di sisi lain, menjamurnya lembaga amil zakat bisa menimbulkan tidak efisiennya pengelolaan dan penyaluran dana zakat, infak dan shadaqah. Oleh karena itu, pentingnya fungsi koordinatif, konsultatif, dan informatif dalam penghimpunan dan penyaluran dana harus dilakukan oleh badan yang diakui oleh seluruh Lembaga Amil Zakat dan otoritas negara. Undang-undang No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat mengatur fungsi ini melalui BAZ (Badan Amil zakat) yang ada di tiap-tiap tingkatan wilayah .Keuntungan-keuntungan apabila zakat dipungut oleh Lembaga Amil Zakat , yaitu :a. Para wajib zakat lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya dan fakir miskin lebihterjamin haknya.b. Perasaan fakir miskin lebih dapat terjaga.c. Pembagian zakat akan menjadi lebih tertib.d. Zakat yang diperuntukkan bagi kepentingan umum seperti sabillilah misalnya dapat disalurkan dengan baik karena pemerintah lebih mengetahui sasaran pemanfaatannya . Sebuah lembaga amil zakat harus mempunyai sifat yaitu:1. Independen, artinya lembaga ini tidak mempunyai ketergantungan terhadap orang-orang tertentu atau lembag lain. Sehingga akan lebih leluasa dalam memberikan pertanggungjawaban kepada muzakki.2. Netral, lembaga ini didominasi oleh masyarakat sehingga dalam menjalankan kegiatannya tidak boleh hanya mementingkan golongan tertentu saja.3. Tidak berpolitik praktis, harus dapat dipastikan bahwa lembaga ini tidak terjebak dalam kegiatannya politik praktis serta tidak dapat digunakan untuk kepentingan partai politik tertentu.4. Tidak diskriminasi, dalam menyalurkan dana zakat lembaga tidak boleh mendasarkan pada perbedaan suku dan golongan. Tetapi selalu menggunakan parameter yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara syariah.5. Legalitas dan struktur organisasi, bentuk badan hokum lembaga amil zakat harus sesuai dengan yayasan yang terdaftar pada akta notaris di pengadilan negeri. Untuk struktur organisasi harus dibuat sebaik mungkin sehingga kinerja lembaga amil zakat dapat efektif dan efesien. Suatu lembaga amil zakat harus mempunyai sistem pengelolaan yang baik. Sedangkan unsur-unsur yang harus diperhatikan adalaha. memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas.b. Manajemen terbuka.c. Mempunyai rencana kerja yang jelas.d. Memilki komite penyaluran.e. Memiliki system akutansi dan manajemen keuangan.f. Perbaikan secara terus-menerus. Umumnya zakat yang diberikan kepada mustahiq merupakan dana konsumtif, yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ini kurang begitu membantu mereka untuk jangka panjang, karena uang atau barang kebutuhan sehari-hari yang telah diberikan akan segera habis dan meraka akan kembali hidup dalam keadaan fakir atau miskin. Banyak sekali pendapat bahwa zakat yang disalurkan kepada dua golongan ini dapat bersifat produktif, yaitu untuk menambah atau sebagai modal usaha mereka. Hal yang salah tidak sesuai dengan syariat Islam yang bisa terjadi ketika dan zakat tersebut didayagunakan untuk usaha produktif adalah1. Dana zakat yang terkumpul tidak langsung diberikan kepada mustahiq melainkan berupa pinjaman untuk bantuan modal usaha dan disimpan untuk penanganan bencana sehingga berakibat menumpuknya dana zakat di badan amil zakat2. Hak mustahiq untuk mendapatkan zakat menjadi sangat sulit, mereka harus mengajukan proposal terlebih dahulu untuk mendapatkan bagiannya.Hal inilah yang sangat dikhawatirkan dimana lembaga amil zakat menafikan hak-hak mustahiq sebagaimana diungkapkan oleh wakil ketua lembaga bahtsul masail PBNU KH Arwani Faishal menekankan pentingnya penyaluran zakat secara langsung kepada para mustahiq atau pihak-pihak yang berhak menerima zakat, terutama kalangan fakir miskin. Jangan sampai isu pendayagunaan zakat justru menafikan hak mustahiq zakat itu sendiri (dalam rapat dengar pendapat tentang RUU Pengelolaan zkat dengan komisi VIII DPR di gedung DPR RI senayan, Jakarta tanggal 21 april 2010). Terdapat filosofi yang berbunyi berikan kailnya, bukan ikannya, tentu saja pemberian zakat produktif sangat bagus untuk kehidupan ekonomi jangka panjang mustahiq asalkan dijalankan sesuai syariat dan ditangani oleh lembaga amil zakat yang berkompeten juga dalam menangani usaha produktif yang akan dijalankan. Namun harus diperhatikan pula kebutuhan konsumtif mustahiq saat ini. Jika suatu hari mustahiq sangat membutuhkan ikan tetapi diberikan kail, maka akan terjadi kelaparan. Jika dia tetap tidak mendapatkan makanan untuk dikonsumsi, maka bisa jadi dia akan mati kelaparan. Yang terbaik adalah memberikan kepada mustahiq ikannya hari ini dan berikan kailnya untuk kehidupan ekonominya besok.Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat diatur dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 581/1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan Zakat Pasal 28 dan Pasal 29. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut :a. Hasil pendataan dan penelitian mustahiq ashnaf yaitu: fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, ghorim, sabilillah dan ibnu sabil.b. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.c. Mendahulukan mustahiq dalam wilayahnya masing-masing. Hasil pengumpulan zakat yang dapat didayagunakan untuk usaha yang produktif harus memenuhi persyaratan sebagai berikut sebelum digunakan untuk hibah pemberdayaan :1. Apabila pendayagunaan zakat untuk delapan ashnaf telah terpenuhi dan ternyata terdapat kelebihan.2. Terdapat usaha-usah nyata yang berpeluang menguntungkan.3. Mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan. Setelah memenuhi persyaratan tersebut, pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif harus melalui prosedur sebagai berikut1. Melaksanakan studi kelayakan.2. Menetapkan jenis usaha produktif.3. Melakukan bimbingan dan penyuluhan.4. Melakukan pemantaun, pengendalian, dan pengawasn.5. Mengadakan evaluasi.6. Memberi laporan . Bahtsul masail diniyyah maulidiyyah atau pembahasan masalah keagamaan dalam muktamar NU yang ke-28 di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta pada 25-28 november 1989 memberikan arahan bahwa dua hal yaitu zakat dengan metode konsumtif dan zakat dengan metode produktif diperbolehkan asalkan dengan maksud untuk meningkatkan kehidupan para mustahiq zakat. Namun, ada persyaratan penting bahwa para calaon mustahiq sebelumnya harus mengetahui bahwa harta zakat yang sedianya meraka terima akan disalurkan secara produktif atau didayagunakan dan memberi izin atas penyaluran zakat dengan cara seperti itu. Pengambilan dalil yaitu dari majmu ala syarhil muadzdzab, juz VI, hal. 178. bahwa tidak boleh bagi petugas menarik zakat dan imam/penguasa untuk mengelola harta-harta zakat yang mereka peroleh kecuali para calon penerima zakat telah setuju atau memberikan kuasa atas pengelolaan zakat itu untuk mereka. Para ulama sangat berhati-hati kalau harta zakat itu tidak benarbenar diketahui dan sampai pada mustahiqnya. Dengan kata lain, para mustahiq zakat harus tentukan terlebih dahulu dan kemudian ada kesepakatan antara pengelola zakat dengan mereka, baru kemudain zakat bisa disalurkan secara produktif atau didayagunakan untuk kepentingan mustahiqnya.\ Karena amil zakat adalah penghubung antara muzakki dan mustahiq maka tanggung jawab lembaga amil zakat adalah menjadi motor dalam penyadaran umat atas penting dan perlunya berzakat. Hal ini tidaklah berlebihan, karena sebenarnya idealnya penyadaran umat ini menjadi tugas negara melalui ketetapan hukum negara (jika sistem pemerintahannya mengadopsi sistem pemerintahan Islam yang mewajibkan bagi masyarakatnya untuk berzakat), namun hal itu tidak dilakukan di Indonesia karena Indonesia bukanlah negara Islam yang bisa memaksa bahkan memerangi bagi mereka yang membangkang karena tidak mau membayar zakat. Oleh karena itu jika otoritas negara tidak dalam posisi untuk melakukannya, maka para amil dan dai yang memahami pentingnya berzakat bagi pemberdayaan umat, harus menjadi motor penggerak dalam penyadaran ini. Hal ini bisa kita lihat pada beberapa lembaga amil zakat yang ada di Indonesia dalam mempromosikan zakat, infaq dan shadaqah. Dalam sosialisasinya, para amil bukan sekedar mengingatkan akan kewajiban berzakat sebagai suatu ketetapan syariat yang harus dipatuhi, namun juga banyak kebaikankebaikan bagi mereka yang mengeluarkan zakat, infak dan shadaqah dan orang yang menerimanya. Sosialisasi zakat seharusnya bukan hanya pada saat bulan ramadhan seperti ini, karena pemahaman yang mungkin masyarakat tangkap adalah bisa jadi hanya zakat fitrah-lah yang wajib dikeluarkan. Yang tidak kalah pentingnya lembaga amil zakat mempunyai semangat melayani secara profesional. Bayangkan bila seorang amil dapat bekerja secara sangat profesional. Yang akan muncul setelah itu adalah timbulnya kepercayaan terhadap lembaga amil zakat. Kepercayaan yang tinggi terhadap lembaga yang dikelola secara profesional pada gilirannya akan membuat gairah tersendiri dalam menyalurkan zakat bagi para muzakki. Efek jangka panjangnya adalah kemampuan menghimpun potensi zakat umat Islam yang luar biasa besar itu. Selanjutnya, bila zakat berhasil dikumpulkan dengan baik, dan berhasil dikelola dengan penuh amanah, maka persoalan klasik umat yang selama ini tak kunjung selesai, yakni hubungan harmonis si kaya dan si miskin akan dapat dijawab dengan baik. Saat ini, bayangan itu semakin mendekati kenyataan. Namun, sekali lagi, harapan luhur itu tak akan terjadi bila amil tidak memiliki profesionalisme.

BAB IIIPENUTUPA. Kesimpulan Zakat adalah hak tertentu yang diwajibkan Allah terhadap harta kaum muslimin yang di peruntukkan bagi fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah dan untuk mendekatkan diri kepada Nya serta membersihkan diri dari hartanya. Sedangkan, pajak menurut para ahli keuangan ialah : kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa dapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran pengeluaran umum disatu pihak dan untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi.Zakat dan pajak meski keduanya sama-sama merupakan kewajiban dalam bidang harta, namun keduanya mempunyai falsafah yang khusus dan keduanya berbeda sifat dan asasnya, berbeda sumbernya, sasarannya, begian serta kadarnya, disamping itu berbeda pula mengenai prinsip tujuan dan jaminannya.

B. SaranPenulis telah berusaha maksimal dengan kemampuan yang ia punya, tentu masih banyak kekurangan yang tanpa sengaja, untuk itu penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan selanjutnya.

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur hanya untuk Allah SWT. Yang telah memberikan taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam senantiasa dicurahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan segenap keluarganya serta orang-orang yang meneruskan risalahnya sampai akhir zaman.Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kebaikan makalah ini sangat diharapkan dari para pembaca. Akhir kata, semoga karya tulis sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bengkulu, 2015

Penulis

iDAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiBAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang1 B. Rumusan Masalah2C. Tujuan 2BAB II PEMBAHASANA. Pengertian Zakat3B. Pemanfaatan Hasil Zakat 5C. Pengertian Wakaf7D. Pemanfaatan Wakaf Uang8 E. Badan Pengelolaan Amil Zakat dan Wakaf14BAB III PENUTUPA. Kesimpulan16B. Saran 16DAFTAR PUSTAKAiii

iiMAKALAHBANK DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAHBadan Pengelolaan Amal Dan Zakat

Disusun Oleh : Endang Pujio HastutiExsi Wijaya

EKONOMI ISLAM SYARIAH DAN EKONOMI ISLAMINTSITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU 2015

DAFTAR PUSTAKA

Asnaini. 2008. Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wahbah Al-Zuhayly. 2005. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sulaiman Rasyid. 2007. Fiqih Islam. Bandung : Sinar Baru.

Didid Hafidudhin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/uu_zakat/uu_zakat_babIV.htm,

MAKALAHBANK DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAHBadan Pengelolaan Amil Zakat dan Wakaf

DISUSUN OLEH :Reren Dwi SintaSiti RomlahWahyudi Akbar

Dosen Khairiyah El-WarDah, M.Ag

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAMFAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAMINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERIIAIN (BENGKULU)201ii4

27