3
KOLEKSI PILIHAN ¢ Detik-Detik Paling Menegangkan ¢ Mohammad Natsir dalam Sejarah Politik Indonesia ¢ Nasionalisme dan Revolusi Indonesia ¢ NKRI dari Masa ke Masa ¢ Pahlawan dalam Sejarah Dunia ¢ Sejarah Nusantara: The Malay Archipelago ¢ Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi K orupsi, lagi-lagi kata ini mampir ke dalam telinga kita. Namun, korupsi terus menjadi momok di kalangan masyarakat Indonesia. Entah sampai kapan korupsi masih akan berdiri gagah tanpa rasa malu di negara ini. Boleh kita berharap semoga kata korupsi bisa sejajar kedudukannya dengan Harimau Sumatera yang terancam punah. Mari melihat sejarah masa lalu di mana korupsi bermula di Indonesia. Carey dan Haryadi mencoba menilik sejarah lampau Indonesia yang mengantarkan kita pada fakta bawah korupsi ternyata memang bukan barang baru. Ia sudah ada bahkan sejak abad ke-18. Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro tahun 1825-1830 memiliki latar belakang korupsi sebagai pemicunya, meskipun penyebab ini tidak secara gamblang disebutkan dalam buku-buku pelajaran sejarah sekolah. “Agar perkara selesai, segalanya tergantung kehendak Raden Adipati Danurejo IV. Barang siapa yang menyerahkan sogok dan upeti paling banyak berupa uang atau barang atau khususnya perempuan cantik, dialah yang akan dibuat menang. Jika pihak yang kalah menolak menerima (vonis), maka perkara yang lebih berat akan ditimpakan pada mereka atau akan difitnah bahwa orang itu memelihara perampok (dan) saksi-saksi yang mahir merekayasa bukti akan dipanggil. Pada akhirnya, pihak yang telah (lebih dulu) menolak (vonis) akan dihukum atau diwajibkan membayar denda (Carey, 2012: 644, merujuk kepada Jayadiningrat, Schetsen over den Oorlog van Java, 1825-30” (Sketsa tentang Perang Jawa, 1825-1830) (1857), Naskah Bahasa Melayu ML97, Perpusnas, Jakarta). Melalui buku ini, penulis mengajak kita menyelami bagaimana korupsi mulai menjadi persoalan bangsa Indonesia. Bahwa korupsi bukan hal yang baru beberapa tahun belakangan hadir namun memiliki sejarah sama tuanya dengan perjalanan bangsa ini. Tidak hanya sejarah, buku ini juga membahas mengenai kompleksitas korupsi di Indonesia mulai dari zaman pemerintahan Daendels hingga masa reformasi. Betapa korupsi merupakan masalah yang dapat mengancam hidup berbangsa dan bernegara serta dapat meruntuhkan nilai-nilai bangsa. Hal yang menarik dari buku ini adalah penulis juga melakukan analisis korupsi yang dilihat melalui perspektif sejarah. Hasilnya ditemukan bahwa kompleksnya perlawanan terhadap korupsi juga dirasakan oleh negara-negara maju seperti Prancis, Belanda, dan Inggris pada abad ke-18. Inggris bahkan membutuhkan waktu hingga 150 tahun untuk menciptakan sistem yang dapat meminimalisir angka korupsi. Praktik korupsi yang terjadi di Inggris dan Hindia Belanda tersebut rupanya memiliki kemiripan dengan praktik korupsi yang terjadi di Indonesia kontemporer. PERPUSTAKAAN KPK LETTER NEWS Edisi 11 Vol.III | November 2017 Penulis: Peter Carey dan Suhardiyoto Haryadi Kolasi : 208 hlm, 19 cm Jarang orang menjadi baik hanya demi kebajikan, mereka menjadi baik karena keadaan mengharuskan. - Mahatma Gandhi - Korupsi dalam Sejarah Indonesia

LETTER - acch.kpk.go.id · Yogyakarta dan Malioboro, Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro, dan lain-lain. Peter Carey sendiri memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menggali data-data

  • Upload
    vukhanh

  • View
    232

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

KOLEKSI PILIHAN

¢ Detik-Detik Paling Menegangkan

¢ Mohammad Natsir dalam Sejarah

Politik Indonesia

¢ Nasionalisme dan Revolusi Indonesia

¢ NKRI dari Masa ke Masa

¢ Pahlawan dalam Sejarah Dunia

¢ Sejarah Nusantara: The Malay

Archipelago

¢ Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi

Korupsi, lagi-lagi kata ini mampir ke dalam telinga kita. Namun, korupsi terus

menjadi momok di kalangan masyarakat Indonesia. Entah sampai kapan

korupsi masih akan berdiri gagah tanpa rasa malu di negara ini. Boleh kita

berharap semoga kata korupsi bisa sejajar kedudukannya dengan Harimau Sumatera

yang terancam punah.

Mari melihat sejarah masa lalu di mana korupsi bermula di Indonesia. Carey dan

Haryadi mencoba menilik sejarah lampau Indonesia yang mengantarkan kita pada

fakta bawah korupsi ternyata memang bukan barang baru. Ia sudah ada bahkan sejak

abad ke-18. Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro tahun 1825-1830

memiliki latar belakang korupsi sebagai pemicunya, meskipun penyebab ini tidak

secara gamblang disebutkan dalam buku-buku pelajaran sejarah sekolah.

“Agar perkara selesai, segalanya tergantung kehendak Raden Adipati Danurejo

IV. Barang siapa yang menyerahkan sogok dan upeti paling banyak berupa uang atau

barang atau khususnya perempuan cantik, dialah yang akan dibuat menang. Jika

pihak yang kalah menolak menerima (vonis), maka perkara yang lebih berat akan

ditimpakan pada mereka atau akan difitnah bahwa orang itu memelihara perampok

(dan) saksi-saksi yang mahir merekayasa bukti akan dipanggil. Pada akhirnya, pihak

yang telah (lebih dulu) menolak (vonis) akan dihukum atau diwajibkan membayar

denda (Carey, 2012: 644, merujuk kepada Jayadiningrat,

“Schetsen over den Oorlog van Java, 1825-30”

(Sketsa tentang Perang Jawa, 1825-1830) (1857),

Naskah Bahasa Melayu ML97, Perpusnas,

Jakarta).

Melalui buku ini, penulis mengajak kita

menyelami bagaimana korupsi mulai

menjadi persoalan bangsa Indonesia.

Bahwa korupsi bukan hal yang baru

beberapa tahun belakangan hadir namun

memiliki sejarah sama tuanya dengan

perjalanan bangsa ini. Tidak hanya sejarah,

buku ini juga membahas mengenai kompleksitas

korupsi di Indonesia mulai dari zaman pemerintahan

Daendels hingga masa reformasi. Betapa korupsi merupakan

masalah yang dapat mengancam hidup berbangsa dan bernegara serta dapat

meruntuhkan nilai-nilai bangsa.

Hal yang menarik dari buku ini adalah penulis juga melakukan analisis korupsi

yang dilihat melalui perspektif sejarah. Hasilnya ditemukan bahwa kompleksnya

perlawanan terhadap korupsi juga dirasakan oleh negara-negara maju seperti Prancis,

Belanda, dan Inggris pada abad ke-18. Inggris bahkan membutuhkan waktu hingga

150 tahun untuk menciptakan sistem yang dapat meminimalisir angka korupsi.

Praktik korupsi yang terjadi di Inggris dan Hindia Belanda tersebut rupanya memiliki

kemiripan dengan praktik korupsi yang terjadi di Indonesia kontemporer.

PERPUSTAKAAN KPK

LETTERNEWS

Edisi 11 Vol.III | November 2017

Penulis: Peter Carey dan Suhardiyoto HaryadiKolasi : 208 hlm, 19 cm

Jarang orang menjadi

baik hanya demi

kebajikan, mereka

menjadi baik

karena keadaan

mengharuskan.

- Mahatma Gandhi -

Korupsi dalam Sejarah Indonesia

Selain melihat kompleksnya upaya melawan korupsi yang dialami oleh

negara-negara maju dan kesamaan pemberantasan korupsi yang dilakukan,

ditemukan pula sebuah fakta bahwa dalam memberantas korupsi

diperlukan adanya faktor keterpaksaan. Faktor keterpaksaan ini muncul

karena apabila korupsi tidak diberantas maka akan terjadi bahaya yang

besar dan tidak terbayangkan. Fakta ini ternyata juga dialami oleh

Hongkong, Singapura, dan Korea Selatan. Korupsi yang masih sulit

diberantas di Indonesia terjadi karena Indonesia merasa belum memiliki

faktor keterpaksaan tersebut. Kurangnya sense of crisis dan sense of

urgency dari berbagai elemen bangsa dalam menanggulangi korupsi.

Buku ini sangat pas dibaca terutama bagi anda pecinta sejarah. Peter

Carey dikenal sebagai penulis sejarah yang populer setelah sebelumnya Ia

menulis buku-buku sejarah seperti Kuasa Ramalan, Asal Usul Nama

Yogyakarta dan Malioboro, Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro, dan

lain-lain. Peter Carey sendiri memerlukan waktu bertahun-tahun untuk

menggali data-data terkait sosok Pangeran Diponegoro. Sehingga buku ini

juga menyuguhkan banyak data sejarah yang valid dan jarang diungkapkan.

Dilengkapi oleh ilustrasi dari peristiwa masa lampau dan bahasa yang

digunakan mudah untuk dipahami. Penulis tidak berusaha menggurui

bangsa Indonesia dalam menanggulangi korupsi, namun lebih kepada

mengajak setiap elemen masyarakat untuk “melek” terhadap efek korupsi

itu sendiri. Tanpa disadari, kita sebagai pembaca akan merasa tertampar

sekaligus merasa memiliki tanggung jawab terhadap keberlangsungan

bangsa Indonesia yang bebas dari jerat korupsi.

Meskipun memiliki banyak perbedaan, penulis juga memberikan

contoh bagaimana negara-negara Eropa dapat keluar dari jerat korupsi

yang sempat mengancam kedaulatan bangsa mereka. Maka, bukan

mustahil apabila Indonesia ingin mengadopsi cara-cara yang digunakan

Eropa dalam melakukan pemberantasan korupsi.

Halaman BelakangDapatkan Newsletter Perpustakaan

KPK edisi lainnya di Portal ACCH https://acch.kpk.go.id/id/perpustakaan/newsletter

Korupsi menjadi isu abadi, isu yang selalu

menghantui tanah air. Bahkan, sejak zaman

Diponegoro (1785-1855), masalah korupsi juga

menjadi pemicu utama Perang Jawa (1825-1830)

meskipun tak pernah sekalipun dibahas dalam buku-

buku sejarah di sekolah. Selama hampir 200 tahun

sejak Diponegoro menampar patih di hadapan para

kerabat sultan di Keraton Yogya, isu korupsi dan cara

menghadapinya tidak banyak mengalami perubahan.

Arus uang yang melimpah oleh kedatangan

penyewa tanah dari Eropa setelah Agustus 1816 di

Pulau Jawa—berbarengan dengan berakhirnya

kekuasaan Raffles (1811-1816) dan Hindia Timur

dikembalikan kepada Belanda—membuka jalan bagi

para pejabat pribumi bertindak korup. Cara-cara yang

dilakukan Danurejo IV di Yogya untuk cepat

memperkaya diri adalah contohnya. Tidak selesai

sampai di situ. Korupsi terjadi saat Indonesia tumbuh

menjadi bangsa, mengalami jatuh bangun, dan masih

ada sampai sekarang. Sungguh riwayat yang suram.

Buku in i membawa k i ta meni l ik kembal i

kompleksitas korupsi dengan mengurai budaya

korupsi di Indonesia dari zaman Daendels (1808-

1811) sampai masa Reformasi. Terlebih menarik,

buku ini juga memberi perbandingan sejarah aktivitas

korupsi dan cara pencegahannya di negeri-negeri

Eropa, terutama Inggris selama abad ke-18 ‘yang

panjang’ (1660-1830). Melalui buku ini, sejarawan

Peter Carey bersama mantan wartawan Suhardiyoto

Haryadi membuktikan betapa seriusnya persoalan

korupsi mengancam nasib hidup bangsa dan negara.

Sebab korupsi di berbagai negara mengakibatkan hal

yang sama. Semuanya sama-sama meruntuhkan

sendi-sendi bangsa.

Artikel Korupsi

Asset Recovery and Mutual Legal Assistance

Bribery

Fraud

Indeks

Persepsi

Korupsi

Pemberantasan

Korupsi

di Indonesia

Kasus Korupsi

Korupsi

dan Agama

Korupsi

di Wilayah

Lain

Korupsi Khusus

Money

LaunderingNovel

Korupsi Pendidikan Antikorupsi

Peradilan

Peraturan

Korupsi

Prosiding

Korupsi

Teori Korupsi

Whis

tleblo

wing

Direktori Subjek Korupsi Perpustakaan KPK

Kunjungi dan manfaatkan koleksi Perpustakaan KPK

untuk mencari referensi dan rekreasi!

Jangan heran apabila menaiki angkot di Kota

Bandung dan menemukan beberapa buku di kursi

belakang angkot tersebut. Ya, Bandung saat ini

tengah concern dengan literasi masyarakatnya. Melalui

“angkot pintar”, Bandung berusaha membangun budaya

baca masyarakat yang mulai turun. Saat ini rasio membaca

di Indonesia hanya 1 buku dalam 12 bulan, berbanding

terbalik dengan rasio membaca di Amerika Serikat yakni 1

bulan 12 buku.

Pemerintah Kota Bandung meluncurkan angkot pintar

ini pada tanggal 16 Desember 2016 di Taman Vanda, Jalan

Merdeka. Meskipun saat ini angkot pintar baru tersedia 15

buah dan tersebar di beberapa trayek seperti Margahayu-

Ledeng, Kalapa-Dago, Sederhana-Cimindi, dan Gedebage-

Stasiun Bandung, tidak menutup kemungkinan angkot

pintar akan terus bertambah. Angkot pintar hadir salah

satunya berkat inisiasi masyarakat dan terinspirasi dari

angkot jurusan Soreang-Leuwipanjang.

Kehadiran angkot pintar ini tidak hanya untuk

membangun budaya membaca tetapi juga mendorong

masyarakat untuk beralih menggunakan moda transportasi

umum dibanding pribadi. Tidak hanya untuk mengurangi

kemacetan melainkan juga memakmurkan pelaku usaha

angkot.

Angkot pintar merupakan gerakan partisipatif dimana

apabila masyarakat ingin berpartisipasi dapat ikut terlibat

dalam gerakan angkot pintar. Kepala Dinas Perhubungan

Kota Bandung pun membuka donasi kepada masyarakat

ingin menyumbangkan koleksi bukunya untuk diletakka di

angkot pintar. Buku-buku yang ada di angkot pintar

nantinya dapat diakses dengan bebas oleh para penumpang

tanpa harus membayar biaya sepeserpun.

Ke depannya diharapkan angkot pintar ini menjadi

gerakan angkot yang masif dan bermanfaat. Tidak hanya

akan dilengkapi buku bacaan, Kepala Dinas Perhubungan

Kota Bandung pun akan mengupayakan adanya wifi gratis

dan interior yang nyaman di dalam angkot-angkot di Kota

Bandung. Sehingga diharapkan masyarakat lebih nyaman

dan beralih menggunakan angkutan umum dibanding

pribadi untuk mencapai suatu tempat di Kota Bandung.

LITERASIINSPIRASI

Angkot Pintar Angkot Pintar Angkot Pintar

Frans Kaisiepo adalah seorang pahlawan asal Papua. Ia memiliki

peran penting dalam menjaga keutuhan NKRI dalam Pembebasan

Irian Barat. Kaisiepo merupakan anggota delegasi Irian Barat yang

menentang rencana pembentukan Negara Indonesia Timur. Ia pula

yang pertama kali mencetuskan nama Irian, kependekan dari Ikut

Republik Indonesia Anti Netherland. Karena vokalnya Kaisiepo dalam

menentang Belanda termasuk ketika dipilih sebagai anggota Delegasi

Belanda di Konferensi Meja Bundar, ia pun harus diasingkan. Ketika

Irian akhirnya resmi menjadi bagian dari Indonesa, Kaisiepo lalu

diangkat menjadi gubernur pertama Irian. Ia juga melaksanakan

Penentuan Pendapat Rakyat untuk memutuskan status Irian apakah

akan bersatu dengan Indonesia atau memilih merdeka. Saat ini, wajah

Frans Kaisiepo diabadikan dalam mata uang RI pecahan Rp 10.000,-.

Tahukah Anda ?

sumber: tribun jabar