Upload
achmad-dody-prasetyo
View
997
Download
46
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH IMUN dan HEMATOLOGI
Liver Function Test (LFT) dan Renal Function Test (RFT)
Disusun oleh:
1. Geovani Anggasta L. (121.0041)
2. Hanny Horizoni (121.0043)
3. Hildan Aviano (121.0045)
4. Indah Susanti (121.0047)
5. Intan Ayu R. (121.0049)
6. Karina Nurlely Y.F (121.0051)
7. Lailatul Hidayah (121.0055)
8. Lusy Andi P. (1210057)
9. M. Rivky Y (121.0059)
10. Marlina Meiningrum (121.0061)
11. Maya Sari (121.0063)
12. Monica Handayani (121.0065)
13. Mustika Larasati P. (121.0067)
14. Neli Rosidawilda (121.0069)
15. Nia Dewi Syinta (121.0071)
16. Novita Fajriyah (121.0073)
17. Nurindah Rahmawaty (121.0075)
18. Prasdiana Heny P (121.0077)
19. Putri Rachmandina R. (121.0079)
PRODI S-1 Keperawatan
STIKES HANG TUAH SURABAYA
Tahun Ajaran 2013/2014
Kata Pengantar
Kami panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah tentang LFT
dan RFT ini tepat waktu dan sebaik-baiknya.
Makalah ini berisi tentang LFT dan RFT mencakup tema : Hepatosit dan
Enzim Predomain, Faktor penyebab kelainan hepar/ginjal, Eksresi Metabolit
Ginjal, Hepatorenal Syndrome. Serta pengertian, dan patofisiologinya.
Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dalam
pembuatan makalah selanjutnya.
Surabaya, 31 Oktober 2013
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya
cokelat, dan beratnya sekitar 1 ½ kg. Hat bisa diuji melalui LFT atau Liver
Function Test atau Uji Fungsi Hati adalh seperangkat tes darah yang mengukur
kadar enzim hati, protein, dan zat lainnya. Uji Fungsi Hati terdiri dari kadar
protein total dan albumin, bilirubin total dan bilirubin direk, serum glutamic
oxaloacetate transaminase (SGOT/AST) dan serum glutamic pyruvate
transaminase (SGPT/ALT), gamma glutamyl transferase (ɣ-GT), alkaline
phosphatase (ALP) dan cholinesterase (CHE).
Fungsi darai LFT ini adalah dapat menegtahui tentang penyakit yang dapat
berhubungan dengan hati. Seperti penyakit Hepatitis (hepatitis A, hepatitis B,
hepatitis C, hepatitis D, hepatitis E).
Ginjal adalah sistem penyaringan alami tubuh kita, melakukan banyak
fungsi penting. Fungsi ini termasuk menghilangkan bahan ampas sisa
metabolisme dari aliran darah, mengatur keseimbangan tingkat air dalam darah,
dan menahan pH cairan darah dalam tubuh. Ginjal juga bisa dilakukan uji, yaitu
RFT atau Renal Fuction Test atau Uji Fungsi Ginjal.
Uji Fungsi Ginjal ini bisa mengetahui tentang penyakit yang berhubungan
dengan ginjal, seperti gagal ginjal. Uji Fungsi Ginjal ini terdiri dari uji protein
atau albumin, uji konsentrasi ureum darah, dan uji konsentrasi.
Pemeriksaan kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter
penting untuk mengetahui fungsi ginjal. Pemeriksaan ini juga sangat membantu
kebijakan melakukan terapi pada penderita gangguan fungsi ginjal. Tinggi
rendahnya kadar kreatinin dalam darah digunakan sebagaiindikator penting dalam
menentukan apakah seorang dengan gangguanfungsi ginjal memerlukan tindakan.
3
Kreatinin mempunyai batasan normal yang sempit, nilai di atas batasan ini
menunjukkan semakin berkurangnya nilai ginjal secara pasti. Disamping itu
terdapat hubungan jelas antara bertambahnya nilai kreatinin dengan derajat
kerusakan ginjal, sehingga diketahui pada nilai berapa perlu dilakukan cuci darah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari LFT dan RFT?
2. Apa definisi dari Hepatosit dan Enzim Predomain?
3. Apa faktor penyebab kelainan hepar atau ginjal?
4. Bagaimna ekskresi metabolic ginjal?
5. Apa definisi dari Hepatorenal syndrome?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari LFT dan RFT
2. Mengetahui definisi Hepatosit dan Enzim Predomain
3. Mengetahui penyebab kelainan hepar atau ginjal
4. Mengetahui ekskresi metabolic ginjal
5. Mengetahui definisi dari Hepatorenal syndrome
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian dari LFT dan RFT
2. Mahasiswa mampu mengetahui definisi Hepatosit dan Enzim Predomain
3. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab kelainan hepar atau ginjal
4. Mahasiswa mampu mengetahui ekskresi metabolic ginjal
5. Mmahasiswa mampu mengetahui definisi dari Hepatorenal syndrome
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian LFT dan RFT
A. Liver Function Test (LFT)
Sebuah tes fungsi hati mungkin termasuk yang berikut:
1. Bilirubin
2. Albumin
3. Globulin
4. Alkali fosfatase
5. Alanine amino – transferase
Bilirubin adalah produk- oleh dari pergantian sel merah dan dikeluarkan
oleh hati . Jika hati rusak , bilirubin akan terakumulasi dalam tubuh kita
menyebabkan "penyakit kuning". Terlepas dari bilirubin , produk lain dari
hati adalah albumin. Albumin dapat membantu untuk mencerminkan fungsi
sintetis hati serta status gizi tubuh . Penurunan albumin akan terlihat pada
pasien dengan berbagai jenis penyakit hati , kekurangan gizi , atau setelah
operasi besar . Di sisi lain , sel-sel hati mengandung sejumlah besar enzim
termasuk alkaline fosfatase dan alanine amino-transferase . Enzim ini akan
bocor ke dalam darah jika sel-sel hati yang rusak . Jadi ketika pasien
menderita, misalnya hepatitis. enzim ini akan terdeteksi dalam darah.
LFT mewakili status kesehatan sel-sel hati. Fungsi hati yang abnormal
mungkin karena kelebihan alkohol, hati berlemak, hepatitis, obat atau faktor
lainnya. Orang yang mengkonsumsi alkohol secara teratur dan operator
hepatitis B harus memiliki pemeriksaan rutin pada fungsi hati mereka.
B. Renal Function Test (RFT)
Sebuah tes fungsi ginjal biasanya meliputi :
1. Sodium
5
2. Kalium
3. Urea
4. Kreatinin
Natrium dan kalium adalah elektrolit penting dalam tubuh kita. Mereka
harus disimpan dalam batas tertentu sehingga sel-sel kita dapat berfungsi
normal. Ginjal merupakan salah satu organ penting yang bertanggung jawab
untuk menjaga keseimbangan elektrolit. Sebuah natrium normal atau kadar
kalium mungkin mencerminkan masalah ginjal. Urea dan kreatinin adalah
limbah metabolisme tubuh dan mereka diekskresikan melalui ginjal . Setiap
kenaikan konsentrasi menandakan penurunan fungsi ginjal .
RFT menunjukkan fungsi penyaringan ginjal, terutama jika kadar
kreatinin yang meningkat. RFT juga menunjukkan keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam darah. Lebih penting lagi, orang yang menderita tekanan
darah tinggi dan diabetes harus secara teratur memeriksa fungsi ginjal
mereka.
1. Hepatosit dan Enzim Predomain
Hepatosit adalah sel parenkimal utama pada hati yang berperan
dalam banyak lintasan metabolisme, dengan bobot sekitar 80%
dari massa hati, dan inti sel baik tunggal maupun ganda. Hepatosit
juga merupakan sekumpulan sel khusus yang dapat menghasilkan
sel baru menggantikan sel yang sudah rusak. Pada penderita sirosis
hati, proses regenerasi menjadi terhambat karena hepatosit tidak
dapat bekerja penuh akibat tumbuhnya jaringan ikat pada bagian
yang seharusnya ditempati sel hati. Kegagalan proses regenerasi ini
tentu saja mengakibatkan hati tidak bisa menjalankan fungsi secara
normal. Jika ini terjadi maka proses metabolisme tubuh menjadi
tidak normal disebabkan oleh fungsi hati yang sangat kompleks.
Hati juga menghasilkan berbagai macam protein dan enzim
pencernaan. Hati juga memproduksi komponen koagulan,
6
menyimpan kelebihan glukosa di dalam darah dalam bentuk
glikogen.
Hepatosit sangat aktif mensintesis protein dan lipid untuk disekresi,
dan memiliki banyak retikulum endoplasma dan badan Golgi. Sejumlah
populasi hepatosit juga memiliki inti sel ganda, selain inti sel tunggal
seperti sel pada umumnya.
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai
katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi)
dalam suatu reaksi kimia organik Molekul awal yang disebut substrat
akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut
produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu
kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel
memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam
suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai
promoter.
Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat
untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia
organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga
percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi
aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama.
2. Faktor penyebab kelainan hepar/ginjal
a) Hepar/Liver
Hati (liver) merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia.
Di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita,
yaitu proses penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam
empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun
atau obat yang masuk dalam tubuh kita. Apabila fungsi hati
terganggu maka akan terjadi dampak yang kompleks pada
7
kesehatan tubuh. Berikut akan dipaparkan beberapa gangguan dan
kelainan pada hati.
Penyakit hati bisa disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya :
Kerusakan-kerusakan bawaan sejak lahir atau kelainan-
kelainan hati yang hadir pada kelahiran.
Kelainan-kelainan metabolisme atau kerusakan dalam
proses dasar tubuh.
Infeksi-infeksi virus atau bakteri, misalnya hepatitis
virus. Ditularkan melalui makanan & minuman yang
terkontaminasi, suntikan, tato, tusukan jarum yang
terkontaminasi, kegiatan seksual, dll.
Alkohol atau keracunan oleh racun. Karena alkohol
bersifat toksin bagi hati.
Obat-obat terentu yang merupakan racun bagi hati.
Kekurangan Gizi (nutrisi).
Trauma atau luka.
Ada beberapa penyakit yang bisa menyerang hati, antara lain :
1. Hepatitis
Adalah peradangan pada hati, dapat disebabkan karena minum
alkohol berlebihan dan penyalahgunaan obat-obatan atau terlalu banyak
dosis. Bisa juga terinfeksi virus hepatitis yang dapat menyebabkan
komplikasi pada organ hati.
Macam-macam hepatitis adalah :
Hepatitis A, timbul kerusakan berat pada jaringan organ hati
secara mendadak yang disebabkan karena virus Hepatitis A
yang ada di air kotor, kerang atau juga ternak.
8
Hepatitis B, timbulnya kerusakan pada jaringan organ hati
yang disebabkan oleh virus Hepatitis B yang umumnya
terdapat pada orang dewasa. Dan jika sistem kekebalan tubuh
kita menurun, virus ini dapat aktif dalam tubuh. Bisa menular
melalui kontak darah, keringat, dan air liur.
Hepatitis C, kerusakan organ hati karena terinfeksi Virus
Hepatitis C yang biasanya ditularkan secara langsung dari
satu orang ke orang lain lewat darah, jarum suntik, atau ibu
hamil pada janinnya.
Hepatits D, Hepatitis D Virus (HDV) atau virus delta adalah
virus yang unik, yang tidak lengkap dan untuk replikasi
memerlukan keberadaan virus Hepatitis B. Penularan melalui
hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala
penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala
yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif.
Hepatitis E, gejala mirip hepatitis A, demam, pegal linu,
lelah, hilang nafsu makan, dan sakit perut. Penyakit yang
akan sembuh sendiri (Self-Limited), kecuali bila terjadi pada
saat kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan.
Penularan melalui air yang terkontaminasi feses.
Hepatitis F, baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini
para pakar belum sepakat hepatitis F adalah penyakit
hepatitis yang terpisah.
Hepatitis G, gejala serupa Hepatitis C, seringkali infeksi
bersamaan dengan hepatitis B dan/atau C. Tidak
menyebabkan hepatitis fulminan ataupun hepatitis kronik.
Penularan melalui transfusi darah dan jarum suntik.
Gejala secara umum untuk hepatitis :
Lemah, letih, lesu dan nyeri otot.
Demam ringan.
9
Mual, kurang nafsu makan, dan tubuh menguning (mata dan kulit
menguning).
Kencing berwarna gelap, kotoran berwarna pucat, kadang-kadang
gejala sangat ringan seperti flu.
Warna kuning yang timbul pada mata, kulit, disertai demam, cepat
lelah dan pusing, juga bisa disertai pingsan.
2. Penyakit Kuning (Jaundice)
Gejala yang ditunjukkan pada penderita baik dewasa maupun anak-
anak dengan kulit dan mata yang kuning. Sakit kuning merupakan gejala
awal pada gangguan fungsi liver (hati), penyumbatan saluran empedu
atau disebabkan obat-obatan yang mengganggu fungsi hati, atau pada saat
adanya gangguan metabolisme bilirubin (substansi yang diproduksi
pecahan sel darah merah). Warna kuning yang timbul pada kulit dan mata
disebabkan karena meningkatnya kadar bilirubin dalam tubuh sehingga
mengganggu kerja organ liver.
3. Sirosis Hati (Pengerasan Organ Hati)
Penyakit hati kronik yang dianggap dalam dunia kedokteran penyakit
irreversible, ditandai dengan kerusakan pada jaringan hati. Namun masih
diusahakan perbaikan, untuk menunda proses kerusakan lebih lanjut.
Gejalanya:
Kembung, banyak angin di perut, nyeri pada daerah ulu hati.
Perut mengeras dan membesar.
Demam dan meriang, juga sulit untuk bergerak.
Penyebabnya :
Kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan dan minuman ber-alkohol.
Infeksi oleh virus dan bakteri.
Adanya sel tumor dan kanker, sehingga menghambat kerja organ
liver.
10
Penumpukan racun dalam tubuh yang berlebihan dan kurang istirahat.
4. Kanker Hati
Merupakan kelainan hati yang disebabkan oleh berkembangnya sel-
sel kanker pada jaringan hati. Kanker ini sebagai komplikasi akhir dari
hepatitis kronis karena virus Hepatitis B, C, dan Hemokromatis.
5. Perlemakan Hati
Merupakan kelainan hati akibat adanya penimbunan lemak yang
melebihi 5% dari berat hati, sehingga lemak ini membebani lebih dari
separuh jaringan hati. Perlemakan hati sering berpotensi menjadi
penyebab sirosis hati. Kelainan ini dapat dipicu oleh konsumsi alkohol
yang berlebih.
6. Kolestasis
Merupakan keadaan akibat terjadinya kegagalan hati dalam
memproduksi atau pengeluaran empedu. Kolestasis dapat menyebabkan
gagalnya penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, dan K oleh usus, juga
dapat menyebabkan terjadinya penumpukan asam empedu, bilirubin dan
kolesterol di hati.
7. Hemokromatosis
Merupakan kelainan metabolisme yang ditandai dengan adanya
pengendapan besi secara berlebihan dalam jaringan. Penyakit ini bersifat
genetik atau keturunan.
11
b) Ginjal
Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan zat sisa metabolisme dalam tubuh.
Jika ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik maka zat–zat tersebut akan
menumpuk dalam tubuh dan menimbulkan beberapa penyakit seperti berikut
ini:
1.Anuria
Anuria merupakan kegagalan ginjal dalam memproduksi urin. Anuria
diakibatkan oleh kurangnya tekanan untuk melakukan filtrasi darah dalam
ginjal. Anuria juga bisa muncul akibat radang di glomerulus, yakni organ
penyaring darah pada ginjal. Penyempitan arterial efferent oleh hormon
epinefrin dan radang menjadi penyebab utama terjadinya penyakit ini.
2. Glikosuria
Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya kandungan gula dalam urin.
Penyakit ini diakibatkan oleh rusaknya badan malpigi yang bertugas untuk
menyaring darah.
3.Albuminaria
Albumin merupaan protein yang bermanfaat bagi manusia karena
berfungsi untuk mencecgah agar cairan tidak terlalu banyak keluar dari
darah. Albuminaria merupakan kelainan ginjal yang diakibatkan oleh
naiknya tingkat permeabilitas membrane glomerulus. Permeabilitas bisa
naik karena adanya luka di membrane glomerulus akibat kenaikan darah,
iritasi pada sel-sel ginjal akibat eter, bakteri, logam berat, dan zat lainnya.
Penyakit ini bisa diketahui dengan adanya protein albumin pada urin.
Penyebab albuminuria di antaranya adalah kekurangan protein, penyakit
ginjal, dan penyakit hati.
12
4. Hematuria
Hematuria merupakan kondisi dimana urin mengandung sel-sel darah
merah. Hematuria juga bisa disebabkan iritasi atau radang pada sel-sel
ginjal.
5. Bilirubinaria
Penyakit ini memiliki ciri-ciri zat warna empedu atau bilirubin yang
berlebihan pada urin. Kondisi ini bisa diakibatkan adanya penguraian
hemoglobin yang berlebihan atau akibat disfungsi hati.
6. Nefritis Glomerulus
Nefritis glomerulus atau radang ginjal umumnya diakibatkan reaksi
alergi terhadap racun yang diproduksi bakteri Streptococcus yang bisa
menginfeksi bagian tubuh lainnya seperti tenggorokan. Penyakit ini
memungkinkan sel-sel darah merah dan protein tercampur dengan urin.
Nefritis glomerulus parah bisa menyebabkan gagal ginjal.
7. Pielonefritis
Pielonefritis merupakan radang atau infeksi pada ginjal. Kondisi ini
umumnya berawal dari bagian dalam ginjal (pelvis) yang menyebar ke
seluruh bagian ginjal. Penyakit ini bisa menyebabkan terjadinya gagal
ginjal.
8. Kistitis
Kistitis merupakan radang pada kantung kemih yang disebabkan
infeksi bakteri, luka mekanis, atau infeksi bakteri.
9. Nefrosis
13
Nefrosis adalah bocornya membrane glomerulus yang menyebabkan
sejumlah besar protein dalam darah berpindah ke dalam urin. Pindahnya
protein ini mengakibatkan air dan natrium menumpuk di tubuh sehingga
mengakibatkan pembengkakan pada bagian tubuh.
10. Polisistik
Polisistik merupakan kerusakan saluran ginjal yang menyebabkan
munculnya kista di sepanjang saluran ginjal. Selain itu, kondisi ini juga
menyebabkan bagian ginjal yang berfungsi menyaring darah akan rusak.
Kista yang makin membesar dapat memicu terjadinya gagal ginjal. Gagal
ginjal akibat Polisistik ini biasanya terjadi pada usia empat puluh tahun ke
atas.
11. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah kelainan pada ginjal karena adanya gula
(glukosa) dalam urine yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin.
Hal ini disebabkan karena proses perombakan glukosa menjadi glikogen
tergangguu sehingga glukosa darah meningkat. Ginjal tidak mampu
menyerap seluruh glukosa tersebut penyakit pada ginjal. Akibatnya,
glukosa dieksresikan bersama urine. Diabtes melitus harus dikelola dan
dikendalikan dengan baik agar penderitanya dapat merasa nyman dan
sehat, serta dapat menegah terjadinya komplikasi.
3. Eksresi Metabolit Ginjal
Eksresi adalah proses pengeluaran zat sisa metabolisme baik berupa
zat cair dan zat gas. Zat-zat sisa zat sisa itu berupa urine(ginjal),
keringat(kulit), empedu(hati), dan CO2(paru-paru). Zat-zat ini harus
dikeluarkan dari tubuh karena jika tidak dikeluarkan akan mengganggu
14
bahkan meracuni tubuh. Merupakan poses akhir dari pembentukan urine
sendiri. Berikut pembentukan urine:
Darah dari aorta >>> glomerulus(filtrasi) protein tetap berada di
pembuluh darah dan terbentuk urin primer yang mengandung air, garam,
asam amino, glukosa dan urea.
Tubulus kontortus proksimal(reabsorpsi) menyerap glukosa, garam, air,
dan asam amino. Terbentuk urin sekunder yang mengandung urea.
Tubulus kontortus distal(augmentasi) melepaskan zat-zat yang tidak
berguna atau berlebihan ke dalam urin dan terbentuk urin sebenarnya >>>
tubulus kolektivus >>> rongga ginjal >>> ureter >>> kandung kemih >>>
uretra >>> urine keluar tubuh.
Zat-zat yang terkandung dalam urin:
Air. Kurang lebih 95%.
Urea, asam urat, dan amonia dan merupakan sisa pembongkaran protein.
Empedu yang memberikan warna kuning pada urine.
Garam
Zat yang bersifat racun atau berlebihan lainnya.
15
Banyak sedikitnya urin yang dihasilkan dalam proses ekskresi dipengaruhi
oleh beberapa faktor berikut:
1. Hormon Anti Diuretik (ADH)
Faktor pertama yang mempengaruhi produksi air kencing (urin) adalah
hormon anti diuretik (ADH) yang dihasilkan oleh kelenjar oleh hipofisis
posterior. Jika tubuh menghasilkan banyak ADH maka penyerapan air pada
tubulus juga banyak, sehingga volume urin sedikit dan dalam kondisi pekat.
Sebaliknya, jika ADH berada dalam jumlah sedikit maka penyerapan air
juga sedikit sehingga ginjal menghasilkan urin dalam volume banyak dan
kondisinya encer. Jika kelenjar hipofisis tidak berfungsi sehingga tidak bisa
menghasilkan ADH, maka urin akan menjadi sangat encer. Kondisi demikian
dinamakan penyakit diabetes insipidus.
2. Jumlah air yang diminum
Semakin banyak volume air yang diminum, maka urin yang dihasilkan
juga semakin banyak. Disarankan agar setiap hari kita minum air putih
minuman 6 gelas. Konsumsi air putih bisa membersihkan racun-racun tubuh
yang masuk ke dalam ginjal dan memberi manfaat menjaga kelembaban pada
kulit.
3. Saraf ginjal
Rangsangan pada saraf ginjal akan mengakibatkan penyempitan duktus
eferen sehingga aliran darah ke glomerulus berkurang dan mengakibatkan
proses filtrasi kurang efektif. Kondisi demikian mengakibatkan volume urin
yang dihasilkan jumlahnya sedikit. Begitu juga sebaliknya.
4. Jumlah hormon insulin
Jika hormon insulin jumlahnya sedikit, misalnya pada penderita diabetes
melitus, maka kadar gula dalam darah akan dikeluarkan lewat tubulus distal.
Hal ini akan mengganggu proses penyerapan kembali air sehingga orang
tersebut akan lebih banyak mengeluarkan urin.
16
Proses produksi urin akan terganggu bila seseorang menderita salah satu
penyakit akibat kelainan fungsi ginjal. Penyakit kelainan ginjal yang sering
terjadi pada manusia antara lain: nefritis, diabetes melitus (kencing manis),
diabetes insipidus, albuminuria, dan batu ginjal. Semoga informasi kesehatan
ini bisa berguna untuk Anda.
Mekanisme Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :
Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua
Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang
berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya
menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks
miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat
atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Proses Miksi atau rangsangan berkemih :
1. Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor
yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah
cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi
reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi
relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan
akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
2. Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi
spinter interus dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis.
Kontraksi sfinger eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah
atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila
saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan
otak masih utuh.
17
3. Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi
inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan
retensi urine (kencing tertahan).
4. Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar
dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk
relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna.
5. Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter
masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan
dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah
Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena
membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan
menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.
Reflek Miksi
Pengisian kandung kemih dengan kecepatan 3 cm perdetik, bila tak
ada urin dalam kandung kemih maka tek intravesica, dan bila urin
terkumpul 100 ml tek intravesica 10 cm H2O, hingga volume 300ml tek
masih sama karena adaptasi dinding kandung kemih.
Jumlah air kemih 250 cc sdh cukup merangsang stress reseptor
dinding vesica urinaria refleks kontraksi relaksasi sfingter internus
relaksasi sfingter eksternus proses miksi
Kontrol volunter pada sfingter eksternus :
Berkontraksi mencegah/menghentikan miksi
Terganggunya sistem persyarafan mengakibatkan inkontinensia urine
yaitu kemih keluar tanpa disadari dan retensio urine yaitu kemih tertahan.
1. Ciri – ciri Urine Normal
Rata – rata dalam satu hari 1 – 2 liter, tapi berbeda – beda sesuai
dengan jumlah cairan yang masuk. Warnanya bening oranye pucat tanpa
18
endapan, baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan
pH rata – rata 6.
4. Hepatorenal Syndrome
Definisi
Sindrom hepatorenal merupakan suatu keadaan dimana terjadinya
gangguan fungsi ginjal pada pasien dengan sirosis hepatis lanjut atau gagal
hati fulminan, yang ditandai dengan menurunnya laju filtrasi ginjal tanpa
adanya penyebab yang lain.
Insiden
Sirosis hepatis merupakan penyabab utama SHR yang terjadi pada
stadium dekompensata, tetapi juga pernah dilaporkan pada gagal hati akut.
Insiden SHR pada penyakit gagal hati akut 20%-30%.5 Angka kematian
sekitar 70% tanpa transplantasi hati. Hanya sedikit penelitian yang
dipublikasi mengenai prevalensi SHR pada anak, meskipun hal ini masih
merupakan kematian yang signifikan pada periode paska transplantasi hati
Patofisiologi
SHR merupakan stadium lanjut dari dari sirosis hati. Patofisiologi
SHR sangat kompleks akan tetapi mekanisme yang mendasarinya belum
jelas dipahami. Penyakit ini diduga terjadinya akibat vasokonstriksi ginjal
yang berlangsung bersamaan dengan memburuknya penyakit hati.
19
Ada 4 jalur kemungkinan yang terlibat dalam patofisiologi SHR:
1. Vasodilatasi arteri perifer dengan sirkulasi hiperdinamik yang
disertai dengan vasokonsriksi ginjal.
Terjadinya gangguan fungsi hati dan hipertensi portal (gambar 1)
akibat dari meningkatnya tahanan aliran darah pada sirosis sehingga
aliran darah ke limpa bertambah, vasodilatasi limpa dimediasi oleh
produksi vasodilator yang poten yaitu nitrit oksida (NO). Peningkatan
produksi NO ini akan meningkatkan regangan pembuluh darah porta
(endothelial shear stress) .
20
Bertambahnya sirkulasi limpa mengakibatkan meningkatnya produksi
vasodilator ( sitokin dan mediator vasoaktif) yang menyebabkan
terjadinya vasodilatasi sistemik. Vasodilatasi sistemik menyebabkan
berkurangnya effective arterial volume (EAV) yang akan menimbulkan
berbagai mekanisme kompensasi seperti meningkatnya pelepasan renin
angiotensin-aldosteron sistem (RAAS), sistem saraf simpatis serta
meningkatnya anti diuretik hormon (ADH) yang akan menyebabkan
terjadinya sirkulasi hiperdinamik disertai dengan peningkatan cardiac
output (CO), penurunan tahanan sistemik, hipotensi dan vasokonstriksi
pada pembuluh darah ginjal.
Peningkatan sintesis vasodilator intrarenal seperti prostaglandin yang
dapat menyebabkan vasokonstriksi ginjal. Keadaan ini akan
menyebabkan menurunnya aliran darah pada ginjal, selanjutnya akan
menyebabkan retensi garam dan air sehingga terjadi asites dan udem.4-6
Infeksi bakteri merupakan faktor pencetus yang paling sering pada
SHR.Infeksi ini akan menghasilkan produksi vasoaktif sitokin dan faktor
lain yang akhirnya akan meningkatkan produksi NO sehingga
menyebabkan vasodilatasi sistemik.
2. Rangsangan sistem saraf simpatik di ginjal
Telah diketahui bahwa terjadi peningkatan sistem saraf simpatis pada
pasien dengan sirosis hepatis dapat menyebabkan vasokonstriksi ginjal
dan meningkatnya retensi natrium. Sistem renin angiotensin dan sistem
saraf simpatik adalah beberapa dari sistem utama yang mempunyai efek
vasokonstriksi pada sirkulasi ginjal yang berperan sebagai mediator
utama vasokonstriksi ginjal pada sindrom hepatorenal. Aktifitas dari
sistem vasokonstriksi ini meningkat pada penderita dengan sirosis dan
asites, terutama penderita dengan sindrom hepatorenal yang berkolerasi
terbalik dengan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Hal ini
telah diperlihatkan oleh beberapa peneliti yang menemukan peningkatan
sekresi katekolamin di pembuluh darah ginjal dan limpa.6,5
21
Kostreva dkk (1988) mengamati bahwa peningkatan tekanan
intrahepatik pada hewan coba dengan cara ligasi vena intrahepatik dapat
menyebabkan rangsangan saraf simpatis pada ginjal. Rangsangan ini
menyebabkan vasokonstriksi arteriol aferen ginjal sehingga menimbulkan
penurunan aliran darah ginjal dan GFR serta meningkatkan penyerapan
air dan natrium di tubulus. Penelitian lain menunjukkan bahwa
simpatektomi dapat meningkatkang lomerulous filtration rate (GFR) pada
5 pasien SHR.
3. Gangguan fungsi jantung yang mempengaruhi perfusi ginjal
Meningkatnya heart rate dan cardiac output merupakan tanda yang
khas pada sirkulasi hiperdinamik dan stadium lanjut dari penyakit hati.6
Pada tahap awal sirosis dan hipertensi portal ringan terjadi kompensasi
dengan peningkatan CO akibat resistensi vaskuler. Pada tahap lanjut dari
sirosis terjadi resistensi vaskular dimana jantung tidak sanggup
mengkompensasi lagi sehingga aliran darah sirkulasi berkurang.
Berkurangnya CO bersamaan dengan progresifitas sirosis inilah yang
akan menyebabkan berkurangnya aliran darah ginjal.4
Krag dkk (2010) meneliti 25 orang pasien sirosis dan asites yang
diamati selama 12 bulan dengan menilai CO dengan myocardial
perfusion imaging (MPI) yang dihubungkan dengan aliran darah ginjal
dan GFR. Kesimpulan yang diperoleh adalah terjadinya gagal ginjal pada
pasien sirosis berhubungan dengan rendahnya fungsi sistolik jantung.
Peranan Berbagai Sitokinin dan Madiator Vasoaktif Pada Sirkulasi Ginjal
Beberapa fakor yang berperan sebagai agen vasoaktif pada sirkulasi
sitemik dan sirkulasi renal adalah NO, TNF-α, endothelin, endotoksin,
glukagon dan prostaglandin sebagai vasodilatasi intra renal. Nitric oxide
sebagai agen sistemik saat ini telah menjadi perhatian luas para peneliti,
karena produksi NO meningkat pada pasien sirosis disebabkan meningkatnya
aktifitas regulasi endothelial NO synthase (eNOS) akibat regangan pada
pembuluh darah limpa dan sirkulasi sistemik.4
22
Nitrit oksida akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Banyak
penelitian yang telah dilakuakan mengenai peran NO sebagai meditor
vasodilatasi pembuluh darah. Saracyn (2008) meneliti pada tikus yang dibuat
gagal ginjal dengan menyuntikkan galactosamine (Ga1N), kemudian
diberikan inhibitor nitric oxide synthase (NOS) yaitu - N omega-nitro-L-
Arginine (L-NAME). Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah
inhibitor NOS dapat mencegah gangguan fungsi ginjal. Hal ini menunjukkan
bahwa NO memegang peranan penting pada patogenesis terjadinya SHR.
Faktor pencetus sindrom hepatorenal
Banyak faktor pencetus SHR, tujuh puluh sampai 100% pasien SHR
mempunyai lebih dari 1 faktor. Faktor tersebut antara lain adalah: infeksi
bakteri, large-volume paracentesis, perdarahan gastrointestinal. Pasien sirosis
dengan perdarahan gastrointestinal lebih sering terjadi.4 Faktor-faktor
pencetus pada SHR ini diperlihatkan pada (gambar 2).
23
Klasifikasi sindrom hepatorenal
Berdasarkan klinis SHR diklasifikasikan menjadi 2 tipe, yaitu:
1. SHR tipe 1
SHR tipe 1 ditandai oleh kegagalan ginjal yang progresif cepat. Ditandai
dengan peningkatan kreatinin serum 2 kali lipat ( kadar kreatinin >2,5 mg /dl)
dalam waktukurang dari dua minggu. Pasien dengan SHR tipe 1 biasanya sakit,
mungkin tekanan darah rendah, atau memerlukan terapi dengan obat-obatan
untuk meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (inotropic) atau obat lain
untuk menjaga tekanan darah ( vasopressors ). Terapi pilihan pada tipe ini
adalah transplantasi hati. Prognosis pasien ini tidak baik, dengan angka
kematian hampir 100% tanpa transplantasi hati.
2. SHR tipe II
SHR tipe II onset progresifitasnya lebih lambat. Kejadian lebih banyak
dibandingkan dengan tipe I serta lebih berespon terhadap transjugular
intrahepatik portosystemic stent stunting (TIPSS). Peningkatan ureum kreatinin
>133 μmol/L (1.5 mg/dL), kreatinin klearence<40 mL/min, sodium urin < 10
μmol/L. Terjadinya asites yang resisten terhadap pemberian diuretic. Kriteria
SHR berdasarkan konsensus international acites club.
SHRtipe 1 : Gagal ginjal progresif (<2 minggu), peningkatan
ureumkreatinin serum ≥ 2 kali lipat, (> 221 μmol/L0 atau penurunan clearance
creatinin 50% (< 20 mL/min)
SHR tipe 2 : Tidak terjadi gagal ginjal progresif. kreatinin serum > 132.6
μmol/L atau Creatinine clearance< 40 mL/min. Tidak disertai: syok, infeksi
bakteri, pengobatan dengan obat nefrotoksik, kehilangan cairan melalui
gastrointestinal atau ginjal. Tidak ada perbaikan penggunaan diuretic
Proteinuria < 0.5 gr/dl, pemeriksaan USG tidak ditemukan kelainan ginjal
24
DAFTAR PUSTAKA
“LFT dan RFT” (http://dianhusadazainalb.blogspot.com/p/lft-dan-rft.html)
diakses pada 30 Oktober 2013 pukul 9:45
“GANGGUAN & KELAINAN HATI MANUSIA” pdf. RAMADHANI
SARDIMAN, SMAN 3 PADANG.
“MACAM-MACAM PENYAKIT DAN KELAINAN GINJAL”
(http://doktersehat.com/macam-macam-penyakit-dan-kelainan-ginjal/)
diakses pada 30 Oktober 2013 pukul 10:22
“PENYAKIT PADA GINJAL” (http://caradietyangsehatdancepat.com/penyakit-
pada-ginjal/) diakses pada 30 oktober 2013 pukul 10:21
“GINJAL II (SEKRESI, EKSRESI DAN MIKSI)”
(http://fregularb.blogspot.com/2013/01/ginjal-ii-sekresi-eksresi-dan-
miksi.html) diakses pada 30 Oktober 2013 pukul 9:42
25