livor mortis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

LIVOR MORTISI. PENDAHULUAN

Thanatologi adalah salah satu bagian dari ilmu kedokteran kehakiman yang mempelajari kematian serta perubahan-perubahan yang terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. (Thanato = sesuatu yang berkaitan dengan kematian, logy= mempelajari).1Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.2Tanda-tanda yang menunjukkan bahwa pada seseorang itu telah meninggal dunia adalah terhentinya denyut jantung, terhentinya pergerakan pernapasan, kulit tampak pucat, melemasnya otot-otot tubuh serta terhentinya aktivitas otak. Penentuan waktu kematian, atau interval antara saat kematian dan ketika tubuh ditemukan (interval postmortem), hanya dapat ditentukan dengan pasti apabila terdapat saksi mata yang menyaksikan kematian tersebut. Semakin lama waktu terjadinya kematian, semakin besar peluang terjadinya kesalahan dalam menentukan interval postmortem. Ada banyak faktor yang digunakan dalam menentukan kematian, antara lain livor mortis (lebam mayat), rigor mortis (kaku mayat), algor mortis (penurunan suhu tubuh), dekomposisi. 1,3

II. PERUBAHAN POST MORTEM

a. Lebam Mayat (Livor mortis)

Lebam mayat atau livor mortis ( post mortem hypostasis, suggilation), terjadi sebagai akibat pengumpulan darah dalam pembuluh-pembuluh darah kecil, kapiler dan venule, pada bagian tubuh yang terendah, yang disebabkan karena daya gravitasi, dan membentuk bercak warna merah ungu ( livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alat keras.1,2Lebam mayat akan tampak sekitar 30 menit setelah kematian somatik dan intensitas maksimal akan dicapai dalam waktu 8-12 jam post mortem dengan demikian penekanan pada daerah lebam mayat yang dilakukan setelah 8-12 jam tersebut, lebam mayat tidak akan menghilang.1

(Gambar 1. Livor Mortis Dikutip dari kepustakaan 3)

b. Kaku mayat (Rigor Mortis)

Kaku mayat (Rigor Mortis) adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekkan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan / relaksasi primer. Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot, baik otot lurik maupun otot polos. Dan bila terjadi pada otot anggota gerak, maka akan didapatkan suatu kekakuan yang mirip atau menyerupai papan.1Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam postmortem dan mencapai puncaknya setelah 10-12 jam post mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam, dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan tungkai.1

Gambar 2. Rigor mortis (Dikutip dari kepustakaan 3)

Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat:1. Cadaveric spasmCadaveric spasm adalah suatu keadaan dimana terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh otot terjadi pada saat kematian dan menetap tanpa melalui relaksasi primer. Cadaveric spasm dapat terjadi pada korban yang mengalami ketegangan jiwa, kepanikan atau menderita nyeri yang hebat menjelang kematiannya; otot-otot yang bersangkutan telah mengalami kerja fisik atau kontraksi sebelum korban meninggal dunia.1,2

2. Heat StiffeningHeat Stiffening adalah kekakuan yang terjadi akibat suhu tinggi, misalnya pada kasus kebakaran. Kekakuan otot ini terjadi akibat koagulasi protein otot oleh suhu yang tinggi. Pada heat stiffening, serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude).1,2

3. Cold StiffeningCold stiffening adalah kekakuan yang terjadi akibat suhu rendah, dapat terjadi bila tubuh korban diletakkan dalam freezer atau bila suhu di sekeliling rendah sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi.1,2

c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)Penurunan suhu mayat (algor mortis) akan terjadi setelah kematian dan berlanjut sampai tercapai suatu keadaan di mana suhu mayat sama dengan suhu lingkungan. Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lain yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi , dan konveksi.1,2

d. Dekomposisi (Pembusukan)Dekomposisi atau pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan tubuh yang terjadi dalam kondisi steril tanpa pengaruh bakteri.1,2Lingkungan merupakan penentu utama dari jenis dan tingkat pembusukan yang dialami oleh tubuh. Tubuh yang dikubur dalam tanah, terendam air, yang dibiarkan di bawah sinar matahari, atau yang ditempatkan di ruang bawah tanah yang dingin meskipun memiliki interval postmortem yang sama tetapi akan menimbulkan tanda-tanda yang terlihat berbeda.4

(Gambar 3. Dekomposisi Dikutip dari kepustakaan 3)

III. LIVOR MORTISa. DefinisiLivor mortis (lebam mayat/hipostasis post mortem) adalah warna ungu kemerahan pada bagian tubuh terendah akibat akumulasi darah di pembuluh darah kecil di bagian tubuh yang paling rendah akibat gravitasi. Lebam yang kebiruan kadang-kadang disalah artikan sebagai memar.5Pada lebam mayat, tergantung daerah tubuh yang menyokong berat badan tubuh misalnya bahu, punggung, bokong, betis, pada saat berbaring di atas permukaan yang keras akan tampak pucat yang terlihat kontras dengan warna lebam mayat disekitarnya akibat dari kompresi pembuluh darah di daerah ini yang mencegah akumulasi darah.5Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat terlentang, dapat kita lihat pada belakang kepala, daun telinga, ekstensor lengan, fleksor tungkai, ujung jari dibawah kuku, dan kadang-kadang di samping leher. Tidak ada lebam yang dapat kita lihat pada daerah skapula, gluteus dan bekas tempat dasi.6Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat tengkurap, dapat kita lihat pada dahi, pipi, dagu, bagian ventral tubuh, dan ekstensor tungkai. Lebam pada kulit mayat dengan posisi tergantung, dapat kita lihat pada ujung ekstremitas dan genitalia eksterna.6Lebam pada organ dalam mayat dengan posisi terlentang dapat kita temukan pada posterior otak besar, posterior otak kecil, dorsal paru-paru, dorsal hepar, dorsal ginjal, posterior dinding lambung, dan usus yang dibawah (dalam rongga panggul).6

b. PatofisiologiAdanya gravitasi bumi menyebabkan darah menempati bagian tubuh terbawah, intensitas dan luasnya berangsur-angsur bertambah sehingga akhirnya menetap, membentukwarna merah ungu ( livide ).2Pada tahap awal pembentukannya, livor mortis memiliki warna kemerahan yang dihasilkan dari jumlah eritrosit yang membawa hemoglobin yang teroksidasi. Meningkatnya interval postmortem, akan mengakibatkan perubahan warna menjadi lebih gelap. Warna normal livor mortis ialah biru keunguan. Warna biru keunguan ini akan berubah menjadi warna ungu akibat hasil pemisahan oksigen dari hemoglobin eritrosit postmortem dan konsumsi oksigen terus- menerus oleh sel-sel yang awalnya mempertahankan fungsi sistem kardiovaskuler ( misalnya sel-sel hati yang mempertahankan fungsi kardiovaskuler selama kira-kira 40 menit dan sel otot rangka antara 2 sampai 8 jam). Sehingga akan menghasilkan produk Deoxyhemoglobin yang akan mengubah warna biru keunguan menjadi warna ungu.7

c. InterpretasiAda 5 macam interpretasi livor mortis, yaitu: 61. Tanda pasti kematian.2. Menaksir saat kematian.3. Menaksir lama kematian.4. Menaksir penyebab kematian.5. Posisi mayat setelah terjadi lebam bukan pada saat mati.

d. Faktor yang MempengaruhiAda 3 faktor yang mempengaruhi livor mortis, yaitu :61. Volume darah yang beredar Banyak (CHF) : lebam cepat, luas Kurang (anemia) : lebam lama, terbatas2. Lamanya darah dalam keadaan cepat cair3. Warna lebam: Normal: merah ungu Keracunan gas CO : warna merah bata Keracunan Sianida : warna merah terang Keracunan anillin : warna coklat kebiruanWarna Livide (merah keunguan) terdapat pada bagian tubuh terbawah sesuai posisi korban saat mati, merupakan proses Hypostatik ( Terkumpulnya darah ) oleh karena adanya daya tarik bumi.6

e. Perbedaan lebam mayat dengan memarLivor mortis harus kita bedakan dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi darah). Warna merah darah akibat trauma akan menempati ruang tertentu dalam jaringan. Warna tersebut akan hilang jika irisan jaringan disiram dengan air.6Tabel perbedaan antara lebam mayat dengan luka memar :7Lebam MayatLuka Memar

LetakEpidermal, karena pelebaran pembuluh darah yang tampak sampai ke permukaan kulitSubepidermal, karena rupture pembuluh darah yang letaknya bisa superficial atau lebih dalam

Kultikula (kulit ari)Tidak rusakKulit ari rusak

LokasiTerdapat pada daerah yang luas, terutama luka pada bagian tubuh yang letaknya rendahTerdapat di sekitar bisa tampak dimana saja pada bagian tubuh dan tidak meluas

GambaranPada lebam mayat tidak ada elevasi dari kulitBiasanya membengkak karena resapan darah dan edema

Pinggiran JelasTidak jelas

WarnaWarnanya samaMemar yang lama warnanya bervariasi. Memar yang baru berwarna lebih tegas daripada warna lebam mayat disekitarnya

Pada pemotonganPada pemotongan, darah tampak dalam pembuluh, dan mudah dibersihkan. Jaringan subkutan tampak pucatMenunjukkan resepan darah ke jaringan sekitar, susah dibersihkan jaringan sekitar, susah dibersihkan jika hanya dengan air mengalir. Jaringan subkutan berwarna merah kehitaman

Dampak setelah penekananAkan hilang walaupun hanya diberi penekanan yang ringanWarnanya berubah sedikit saja jika diberi penekanan.

Gambar 4a. Seorang mayat laki-laki yang ditemukan di bawah tangga. Untuk mengetahui perbedaan antara lebam mayat dengan cedera bisa dilakukan insisi antara daerah tersebut. Lihat gambar dibawah ini. (Dikutip dari Kepustakaan 3)Gambar 4b. Sayatan tersebut memperlihatkan bahwa hanya terdapat jaringan lemak dan tidak ada darah. Hal ini menunjukkan bahwa gambar ini adalah suatu lebam mayat dan bukan karena cedera. (Dikutip dari Kepustakaan 3)f. Waktu / Lama Terjadinya LebamBercak mulai tampak oleh kita kira-kira 20-30 menit pasca kematian klinis. Makin lama bercak tersebut makin luas dan lengkap, akhirnya menetap kira-kira 8-12 jam pasca kematian klinis. Sebelum lebam mayat menetap, masih dapat hilang bila kita menekannya. Hal ini berlangsung kira-kira kurang dari 6-10 jam pasca kematian klinis. Juga lebam masih bisa berpindah sesuai perubahan posisi mayat yang terakhir. Lebam tidak bisa lagi kita hilangkan dengan penekanan jika lama kematian klinis sudah terjadi kira-kira lebih dari 6-10 jam. 6Menetapnya lebam mayat (tidak hilang waktu dihentikan) disebabkan: 6-Sel darah merah telah memenuhi pembuluh darah kapiler Pembuluh-pembuluh darah terjepit sehingga otot yang mengalami kaku mayat. Lemak dalam plasma juga telah membeku Adanya sistem bejana berhubungan antar pembuluh darah sehingga bila darah telah masuk ke pembuluh darah kecil, sulit keluar kembali ke pembuluh darah yang lebih lebarGambar 5a. Pria ini ditemukan tewas di tempat tidur. Pola dari lebam mayat menunjukkan pria ini telah dipindahkan setelah munculnya lebam mayat. Lihat foto selanjutnya. (Dikutip dari Kepustakaan 3)Gambar 5b. Pola lebam mayat menunjukkan bahwa sebelumnya wajah pria ini menempel pada tempat tidur. Cairan pada hidung cocok dengan daerah bernoda di tempat tidur. (Dikutip dari Kepustakaan 3)Gambar 5c. Pola lebam pada kaki menunjukkan bahwa pria ini dibaringkan ditempat tidur setelah kematian. (Dikutip dari Kepustakaan 3)Gambar 6. Lebam dibagian depan dan lengan menetap dan membungkuk menunjukkan bahwa orang ini diluruskan setelah ditemukan tubuhnya. (Dikutip dari Kepustakaan 3)

g. Perbedaan livor mortis pada berbagai kasus Kasus keracunan CO

Gambar 7. Keracunan CO memberikan gambaran lebam mayat yang berwarna kemerahan. Warna merah ini juga mucul pada keracunan cyanide dan suhu dingin. (Dikutip dari Kepustakaan 3) Kasus penggantungan

Gambar 8a. Pada kasus penggantungan, konsentrasi livor mortis bergantung pada ekstremitas. Lihat gambar selanjutnya (Dikutip dari Kepustakaan 3)

Gambar 8b. Tampak warna keunguan pada bagian belakang ekstremitas bawah. (Dikutip dari Kepustakaan 3)

KESIMPULANThanatologi adalah salah satu bagian dari ilmu kedokteran kehakiman yang mempelajari kematian serta perubahan-perubahan yang terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ada banyak faktor yang digunakan dalam menentukan kematian, antara lain livor mortis (lebam mayat), rigor mortis (kaku mayat), algor mortis (penurunan suhu tubuh), dan dekomposisi.Livor mortis (lebam mayat/ hipostasis post mortem) adalah warna ungu kemerahan pada bagian tubuh terendah akibat akumulasi darah di pembuluh darah kecil di bagian tubuh yang paling rendah akibat gravitasi. Adanya gravitasi bumi menyebabkan darah menempati bagian tubuh terbawah, intensitas dan luasnya berangsur-angsur bertambah sehingga akhirnya menetap, membentukwarna merah ungu ( livide ). Pada tahap awal pembentukannya, livor mortis memiliki warna kemerahan yang dihasilkan dari jumlah eritrosit yang membawa hemoglobin yang teroksidasi. Meningkatnya interval postmortem, akan mengakibatkan perubahan warna menjadi lebih gelap. Warna normal livor mortis ialah biru keunguan. Warna biru keunguan ini akan berubah menjadi warna ungu akibat hasil pemisahan oksigen dari hemoglobin eritrosit postmortem dan konsumsi oksigen terus-menerus oleh sel-sel yang awalnya mempertahankan fungsi sistem kardiovaskuler ( misalnya sel-sel hati yang mempertahankan fungsi kardiovaskuler selama kira-kira 40 menit dan sel otot rangka antara 2 sampai 8 jam).Sehingga akan menghasilkan produk Deoxyhemoglobin yang akan mengubah warna biru keunguan menjadi warna ungu. Bercak mulai tampak oleh kita kira-kira 20-30 menit pasca kematian klinis. Makin lama bercak tersebut makin luas dan lengkap, akhirnya menetap kira-kira 8-12 jam pasca kematian klinis. Livor mortis harus kita bedakan dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi darah). Warna merah darah akibat trauma akan menempati ruang tertentu dalam jaringan. Warna tersebut akan hilang jika irisan jaringan disiram dengan air.

DAFTAR PUSTAKA

1. Idris AM. Saat Kematian. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hal. 53-81.2. Budiyanto A, dkk. Tanatologi. Dalam : Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal.25-36.3. Dix, Jay. Color atlas of Forensic Pathology. New York : CRC Press Boca Raton London New York Washington, D.C. 2000. p8,102,1124. Dix J and Michael Graham. Time of Death, Decomposition and Identification. New York : CRC Press Boca Raton London New York Washington, D.C. 2000. P20.5. DiMaio VJ and DiMaio D. Forensic Pathology Second Edition. New York : CRC Press Boca Raton London New York Washington, D.C. 2001. p436. AlFatih M. Livor Mortis. Available from : www.klikindonesia.com Access in : February 4, 2013.7. Tsokos M. Forensic Pathology Reviews Volume 3. New Jersey : Humana Press Totowa New Jersey. 2005. P 191 8. USU. Tanatologi. Available from : https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:O18GZkppsrcJ:ocw.usu.ac.id/course/download/1110000120-gastrointestinal-system/gis156_slide_tanatologi.pdf+mekanisme+livor+mortis&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjh_l1tly5T9DfRxCyc9RNdKtMcz_WR6GGFMWgeTIvSh73D9fypol_wWkrH_Y4g8gozURdw7p5q1U1sjtxXGLWZPajikrFDskLDb3y_lA5Hnc4z4I_Zb61zGGH8_tsK65J1PtHY&sig=AHIEtbQqSka_hC1TyKNTR4DlvuQHh4O_Kg.Accsess in February 4, 2013.

7