22
LAPORAN PENDAHULUAN TRAKEOSTOMI A. ANATOMI TRAKEA Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Panjang trakea pada orang dewasa 10-12 cm. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks dimana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di setelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hioid. Gambar 1. Anatomi trakea B. DEFINISI TRAKEOSTOMI Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas (Hadikawarta, Rusmarjono, Soepardi, 2004).

Lp Trakeostomi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lp Trakeostomi

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAKEOSTOMI

A. ANATOMI TRAKEA

Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Panjang

trakea pada orang dewasa 10-12 cm. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang

berbentuk cincin dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks dimana ia

membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher

berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis.

Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di setelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea

di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus

rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi

trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid

dan hioid.

Gambar 1. Anatomi trakea

B. DEFINISI TRAKEOSTOMI

Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior

trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan

memintas jalan nafas bagian atas (Hadikawarta, Rusmarjono, Soepardi, 2004).

Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang agar udara dapat

masuk ke paru-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas (Adams, 1997).

Trakeostomi merupakan tindakan operatif yang memiliki tujuan membuat jalan nafas baru

pada trakea dengan membuat sayatan atau insisi pada cincin trakea ke 2,3,4.

Trakeostomi merupakan suatu prosedur operasi yang bertujuan untuk membuat

suatu jalan nafas didalam trakea servikal. Perbedaan kata–kata yang dipergunakan dalam

membedakan “ostomy” dan “otomy” tidak begitu jelas dalam masalah ini, sebab lubang

yang diciptakan cukup bervariasi dalam ketetapan permanen atau tidaknya. Apabila

kanula telah ditempatkan, bukaan hasil pembedahan yang tidak dijahit dapat sembuh

Page 2: Lp Trakeostomi

dalam waktu satu minggu. Jika dilakukan dekanulasi (misalnya kanula trakeostomi

dilepaskan), lubang akan menutup dalam waktu yang kurang lebih sama. Sudut luka dari

trakea yang dibuka dapat dijahit pada kulit dengan beberapa jahitan yang dapat

diabsorbsi demi memfasilitasi kanulasi dan, jika diperlukan, pada rekanulasi; alternatifnya

stoma yang permanen dapat dibuat dengan jahitan melingkar (circumferential). Kata

trakeostomi dipergunakan, dengan kesepakatan, untuk semua jenis prosedur

pembedahan ini. Perkataan tersebut dianggap sebagai sinonim  dari trakeotomi.

C. FUNGSI TRAKEOSTOMI

Fungsi dari trakheostomi antara lain:

1. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan

yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan

regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang trakheostomi

cukup besar (paling sedikit pipa 7)

2. Proteksi terhadap aspirasi

3. Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada

pasien dengan gangguan pernafasan

4. Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan

5. Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus respiratorius

6. Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer oleh

tekanan negatif intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang normal.

D. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI TRAKEOSTOMI

Indikasi dari dilakukannya ttrakeostomi antara lain:

1. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas

2. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya pada

pasien dalam keadaan koma.

3. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).

4. Apabila terdapat benda asing di subglotis

5. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig), epiglotitis dan

lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa

6. Obstruksi laring yang disebabkan oleh:

Karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika, laryngitis

membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring

Karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan ganas, trauma

laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise Nerus Rekurens

Page 3: Lp Trakeostomi

Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna dan

interna, infeksi, tumor.

Cedera parah pada wajah dan leher

Setelah pembedahan wajah dan leher

7. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga mengakibatkan

resiko tinggi terjadinya aspirasi

8. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma kapitis berat,

Cerebro Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta selama dan sesudah operasi

laring

Gambar 2. Indikasi Tindakan Trakeostomi untuk Mengatasi Obstruksi Jalan Nafas

Sedangkan untuk kontraindikasi dari trakeostomi antara lain adalah adanya infeksi

pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol, seperti

hemofili.

E. KLASIFIKASI

1. Menurut Lama Pemasangan

a) Permanen (Tracheal Stoma Post Laryngectomy)

Tracheal cartilage diarahkan kepermukaan kulit, dilekatkan pada leher. Rigiditas

cartilage mempertahankan stoma tetap terbuka sehingga tidak diperlukan

tracheostomy tube (canule).

b) Sementara (Tracheal Stoma without Laryngectomy)

Trachea dan jalan nafas bagian atas masih intak tetapi terdapat obstruksi.

Digunakan tracheostomy tube (canule) terbuat dari metal atau Non metal (terutama

pada penderita yang sedang mendapat radiasi dan selama pelaksanaan MRI

Scanning).

2. Menurut Letak Insisi

a) Insisi Vertikal

Dilakukan pada keadaan darurat

Page 4: Lp Trakeostomi

b) Insisi Horisontal.

Dilakukan pada keadaan elektif.

3. Menurut Waktu Dilakukan Tindakan

a) Darurat

Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan

pembuatan lubang di antara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena

lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan

tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.

Menggunakan teknik insisi vertical.

b) Non-Darurat

Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi.

Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.

Menggunakan teknik insisi horizontal.

Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :

No.Waktu dilakukan

Tindakan

Lama

PenggunaanTeknik Insisi

1. Darurat Sementara Vertikal, dibuat di antara cincin trakea

1 dan 2 atau 2 dan 3.

2. Non-darurat Permanen Horizontal, dibuat di antara cincin

trakea 2 dan 3 sepanjang 4-5 cm.

F. JENIS TINDAKAN TRAKEOSTOMI

1. Surgical trakeostomi, yaitu tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di

dalam ruang operasi. Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang

4-5 cm.

2. Percutaneous trakeostomi, yaitu tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada

unit gawat darurat. Dilakukan pembuatan lubang di antara cincing trakea satu dan dua

atau dua dan tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya

akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi

juga jauh lebih kecil.

3. Mini trakeostomi, yaitu pada tipe ini dilakukan insisi pada pertengahan membran

krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan menggunakan kawat dan dilator

Page 5: Lp Trakeostomi

G. JENIS PIPA TRAKEOSTOMI

1. Cuffed Tubes; Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga

memperkecil risiko timbulnya aspirasi.

Gambar 3. Cuffed Tubes

Gambar 4. Mekanisme kerja cuffed tubes

2. Uncuffed Tubes; Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak

mempunyai risiko aspirasi.

Gambar 5. Uncuffed Tubes

3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam); Dua bagian trakeostomi ini dapat

dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat dibersihkan dan diganti

untuk mencegah terjadi obstruksi.

Page 6: Lp Trakeostomi

4. Silver Negus Tubes; Terdiri dari dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi

jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat

sendiri.

Gambar 6. Silver Negus Tubes

5. Fenestrated Tubes; Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah

posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya.

Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara

Gambar 7. Fenestrated Tubes

Ukuran pipa

Ukuran trakeostomi standar adalah 0 – 12 atau 24 – 44 French. Trakeostomi

umumnya dibuat dari plastik, namun dari perak juga ada. Tabung dari plastik mempunyai

lumen lebih besar dan lebih lunak dari yang besi. Tabung dari plastik melengkung lebih

baik kedalam trakea sehingga iritasi lebih sedikitdan lebih nyaman bagi klien.

H. TEKNIK TRAKEOSTOMI

Sebelum dilakukan pembedahan, maka alat-alat yang perlu dipersiapkan adalah

semprit yang berisi obat analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul,

sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea dengan

ukuran yang sesuai untuk pasien. Pasien atau keluarganya yang akan dilakukan tindakan

trakeostomi harus dijelaskan segala resiko tindakan trakeostomi termasuk kematian

selama prosedur tindakan.

Posisi pasien berbaring terlentang dengan bagian kaki lebih rendah 30° untuk

menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vena leher. Bahu diganjal dengan bantalan

kecil sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atalanto

oksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis

median dekat permukaan leher.

Page 7: Lp Trakeostomi

Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup

dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fossa

suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dari

bawah krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan

pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira

dua jari dari bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira

lima sentimeter. Dengan gunting panjang yang tumpul, kulit serta jaringan di bawahnya

dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak

trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila

lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah

ditemukan. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik ke lateral. Ismuth

tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak

mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem

ini dilepaskan ismuth tiroid diikat kedua tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan

dihentikan dan jika perlu diikat.

Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin

trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin trakea

ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian pasang kanul trakea dengan ukuran yang

sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan

kasa. Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit jangan terlalu

pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit

Page 8: Lp Trakeostomi

Gambar 8. Prosedur Trakeostomi

I. PERAWATAN PASCA TRAKEOSTOMI

Perawatan trakeostomi meliputi:

1. Pembersihan secret atau biasa disebut trakeobronkial toilet,

2. Perawatan luka pada trakeostomi

3. Perawatan anak kanul

4. Humidifikasi untuk menjaga kelembapan

Tujuan perawatan trakeostomi meliputi:

1. Untuk mencegah sumbatan pipa trakeostomi (pluging)

2. Untuk mencegah infeksi

3. Meningkatkan fungsi pernafasan (ventilasi dan oksigenasi)

4. Bronkial toilet yang efektif

5. Mencegah pipa tercabut

Page 9: Lp Trakeostomi

Segera setelah trakeostomi dilakukan :

1. Rontgen dada untuk menilai posisi tube dan melihat timbul atau tidaknya komplikasi

2. Antibiotik untuk menurunkan risiko timbulnya infeksi

3. Mengajari pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat pipa trakeostomi

Perawatan pasca trakeostomi sangatlah penting, karena sekret dapat menyumbat

dan menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea dan kanul harus sering diisap

ke luar, dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya dua kali sehari lalu segera

dimasukkan lagi ke dalam kanul luar. Bila kanul harus dipasang dalam jangka waktu

lama, maka kanul harus dibersihkan dua minggu sekali. Kain basah di bawah kanul harus

diganti untuk menghindari timbulnya dermatitis. Gunakan kompres hangat untuk

mengurangi rasa nyeri pada daerah insisi. Pasien dapat dirawat di ruang perawatan biasa

dan perawatan trakeostomi sangatlah penting.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Gambar 9. Prosedur perawatan tracheostomy tube

J. KOMPLIKASI TRAKEOSTOMI

Komplikasi dini yang sering terjadi adalah perdarahan, pneumotoraks terutama

pada anak-anak, hilangnya jalan nafas, penempatan kanul yang sulit, laserasi trakea,

ruptur balon, henti jantung sebagai rangsangan hipoksia terhadap respirasi dan paralisis

saraf rekuren.

Page 10: Lp Trakeostomi

Perdarahan terjadi bila hemostasis saat trakeostomi tidak sempurna serta disertaii

naiknya tekanan arteri secara mendadak setelah tindakan operasi dan peningkatan

tekanan vena karena batuk. Perdarahan diatasi dengan pemasangan kasa steril sekitar

kanul. Apabila tidak berhasil maka dilakukan ligasi dengan melepas kanul.

Emfisema subkutan terjadi di sekitar stoma tetapi bisa juga meluas ke daerah

muka dan dada, hal ini terjadi karena terlalu rapatnya jahitan luka insisi sehingga udara

yang terperangkap di dalamnya dapat masuk ke dalam jaringan subkutan pada saat

penderita batuk. Penanganannya dilakukan dengan multiple puncture dan longgarkan

semua jahitan untuk mencegah komplikasi lanjut seperti pneumotoraks dan

pneumomediastinum.

Sedangkan komplikasi pasca trakeostomi terdiri atas kematian pasien, perdarahan

lanjutan pada arteri inominata, disfagia, aspirasi, pneumotoraks, emfisema, infeksi stoma,

hilangnya jalan nafas, fistula trakeoesofagus dan stenosis trakea. Kematian pasien terjadi

akibat hilangnya stimulasi hipoksia dari respirasi. Pasien hipoksia berat yang dilakukan

tindakan trakeostomi, pada awalnya pasien akan bernafas lalu akan terjadu apnea. Hal ini

terjadi akibat deinervasi fisiologis dari kemoreseptor perifer yang dipicu dari peningkatan

tekanan oksigen tiba-tiba dari udara pernafasan

Secara sistematis, komplikasi dari trakeostomi antara lain:

No. Waktu Komplikasi

1. Intraoperatif

Haemorrhage (pendarahan).

Rasa panas pada jalan nafas

Cedera pada trakea dan laring

Cedera pada struktur trakeal

Emboli udara

Apnea

Henti jantung

Perforasi

Ruptur pleura viseralis

Sumbatan darah/secret

2. Postoperatif Emfisema subkutan

Pneumotoraks / pneumomediastinu

m

Tabung berpindah

Tabung tersumbat

Page 11: Lp Trakeostomi

Infeksi luka

Trakea nekrosis

Pendarahan sekunder

Masalah menelan

3. Jangka panjang

Obstruksi jalan nafas atas

Infeksi

Fistula trakeoesofagus

Stenosis trakea

Iskemia atau nekrosis trakea

Gambar 10. Komplikasi trakeostomi

A. Trakea tertekuk ke depan

B. Tukak dinding depan trakea karena ukuran kanul terlalu besar

C. Emfisema subkutis karena dislokasi kanul

D. Tukak karina karena kateter isap

E. Manset ditiup terlalu kuat sehingga menyebabkan penutupan kanul ( herniasi

akibat ditiup berlebihan )

F. Manset kanul terlepas di trakea

G. Nekrosis cincin trakea karena manset ditiup terlalu kuat

H. Cedera dinding belakang (hati – hati fistel trakeo-esofagus)

K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Page 12: Lp Trakeostomi

Pengumpulan data tergantung pada patofisiologi dan/atau alasan untuk dukungan

bantuan ventilasi (trakeostomi), misalnya trauma dada (pneumothorax, hemothorax).

1. Aktivitas/istirahat

Gejala : dispnea dengan istirahat ataupun aktivitas

2. Sirkulasi

Tanda : takikardia, frekuensi tak teratur, nadi apical berpindah oleh adanya

penyimpangan medaistinal. TD hiper/hipotensi

3. Makanan/cairan

Gejala : anorexia (mungkin karena bau sputum)

Tanda : pemasangan IV line,

4. Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri area luka trakeostomi, nyeri dada unilateral meningkat karena batuk atau

bernafas

Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah

5. Pernafasan

Gejala : kesulitan bernafas, batuk (mungkin gejala yang ada), riwayat trauma dada.

Tanda : peningkatan frekuensi nafas, kulit cyanosis, penggunaan ventilasi mekanik

(trakeostomi), secret pada selang trakeostomi

6. Hygiene

Tanda : kemerahan area luka trakeostomi

7. Interaksi social

Tanda : ketidakmampuan mempertahankan suara karena distress pernafasan,

keterbatasan mobilitas fisik.

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi sekunder

terhadap trakeostomi, obstruksi kanula dalam, atau perubahan posisi selang

trakeostomi.

2. Pola pernafasan tak efektif/ventilasi spontan, ketidakmampuan untuk meneruskan.

berhubungan dengan depresi pusat pernafasan, paralisis otot pernafasan

3. Resiko infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi berlebihan dan bypass

pertahanan pernafasan atas.

4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk

menghasilkan bicara sekunder terhadap trakeostomi.

M. INTERVENSI KEPERAWATAN

Page 13: Lp Trakeostomi

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi sekunder

terhadap trakeostomi, obstruksi kanula dalam, atau perubahan posisi selang

trakeostomi.

Tujuan : Tidak ada sekret pada jalan nafas

Kriteria hasil : Ronchi dan wheezing tidak terdengar

Intervensi Rasional

1. Mengauskultasi paru setiap 4 jam

2. Menganjurkan klien untuk tarik

nafas dalam dan batuk

3. Melakukan fisioterapi nafas jika

tidak ada kontraindikasi

4. Membersihkan trakheostomy tube

klien sesuai dengan kebutuhan.

Berdasarkan jumlah akumulasi secret

5. Melakukan suctioning bila perlu

6. Melakukan nebulizing

1. Jika ditemukan crackles dan

wheezing dapat mengintrepretasikan

adanya sekret pada jalan nafas

2. Pasien dapat mengeluarkan

sekret dengan tarik nafas dalam dan

batuk tanpa suctioning

3. Untuk membantu pasien

mengeluarkan sekret dengan batuk

4. Dengan membersihkan

trakheostomy, menghindari terjadinya

penumpukan sekret dan agar jalan

nafas bersih

5. Suctioning membersihkan jalan

nafas dari sekret

6. Nebulizer membantu untuk

mengencerkan secret sehingga lebih

mudah untuk dikeluarkan

2. Pola pernafasan tak efektif/ventilasi spontan, ketidakmampuan untuk meneruskan.

berhubungan dengan depresi pusat pernafasan, paralisis otot pernafasan

Tujuan : Pola pernapasan manjadi efektif

Kriteria hasil : RR dalam batas normal, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan

Intervensi Rasional

1. Selidiki etiologi gagal pernafasan

2. Observasi pola nafas. Catat

frekuensi, jarak antara pernafasan

spontan dan nafas ventilator

3. Tinggikan kepala tempat tidur atau

1. Penting untuk perawatan, contoh

keputusan tentang kemampuan

pasien yang akan datang dan

dukungan tepat ventilator

2. Pasien dengan ventilator dapat

mengalami hiperventilasi/

hipoventilasi

3. Peninggian kepala pasien atau turun

Page 14: Lp Trakeostomi

letakkan pada kursi ortopedik bila

memungkinkan

4. Periksa selang trakeostomi terhadap

obstruksi, misal terlipat

5. Alirkan selang sesuai indikasi, hindari

aliran ke pasien atau kembali ke

dalam wadah

6. Bantu pasien dalam control

pernafasan di samping tempat tidur

dan ventilasi manual kapanpun

diindikasikan

dari tempat tidur sementara masih

pada ventilator secara fisik dan

psikologik menguntungkan.

4. Lipatan selang mencegah pengiriman

volume adekuat dan meningkatkan

tekanan jalan nafas

5. Air mencegah distribusi gas dan

pencetus pertumbuhan bakteri

6. Melatih pasien nafas lambat, lebih

dalam, praktik nafas abdomen,

member posisi yang nyaman dan

penggunaan teknik relaksasi dapat

membantu memaksimalkan fungsi

pernafasan

3. Resiko infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi berlebihan dan bypass

pertahanan pernafasan atas.

Tujuan : Memperkecil adanya infeksi sehingga kemungkinan komplikasi tidak ada

Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi

Intervensi Rasional

1. Cuci tangan sebelum melakukan

prosedur

2. Monitor dan laporkan adanya tanda-

tanda infeksi, misalnya demam,

penurunan RR (Respiratory Rate),

dahak kental, peningkatan jumlah sel

darah merah

3. Jaga pemaparan trakheostomy

terhadap benda asing

4. Gunakan teknik steril dalam

melakukan perawatan trakheostomi

dan suctioning

5. Anjurkan untuk diet tinggi kalori tinggi

protein

1. Dengan tangan yang bersih saat

melakukan prosedur, memperkecil

kemungkinan terjadinya infeksi

2. Mengidentifikasi adanya infeksi

dan memperkecil komplikasi

3. Pemaparan terlalu sering pada

trakheostomy mengakibatkan

pneumonia

4. Agar mikroorganisme tidak dapat

masuk ke jalan nafas

5. Untuk meningkatkan sistem imun

Page 15: Lp Trakeostomi

4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk

menghasilkan bicara sekunder terhadap trakeostomi.

Tujuan : Klien mampu berkomunikasi

Kriteria hasil : Interaksi sosial klien berkembang

Intervensi Rasional

1. Beri kesempatan klien untuk

berkomunikasi

2. Amati gerak non verbal klien

3. Sediakan kertas dan bolpoin jika

pasien lemah tidak mampu berbicara

banyak

4. Ajarkan pada pasien yang terpasang

trakheostomi tentang cara menutup

lubang trakheostomi dengan jari yang

bersih atau tutup yang khusus jika

ingin berbicara

1. Memberikan klien untuk

mengungkapkan apa yang klien

butuhkan

2. Gerak non verbal mengintepretasikan

perasaan klien

3. Pasien bisa berkomunikasi dengan

menulis di kertas jika lemah

4. Menutup jalur masuknya udara

melalui trakheostomi maka pasien

dapat berbicara

DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan

Gangguan Sistem Pernapasan. 2008. Jakarta : Salemba Medika.

Doenges, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC

Gibson, I. (1983) Tracheostomy management. Nursing 2(18), pp538-540

Griggs, A. (1998) Tracheostomy: Suctioning and humidification. Nursing Standard Continuing

Education Reader pp18-23

Hooper, M. (1996) Nursing care of the patient with a tracheostomy. Nursing Standard 15(10),

pp 40-43