Luka Tumpul Dan Tajam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

forensik

Citation preview

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Trauma Tumpul Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah:1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam. Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka seperti:1. Abrasi 2. Laserasi 3. Kontusi/ruptur 4. Fraktur 5. Kompresi6. Perdarahan2.1.1. AbrasiAbrasi adalah pengelupasan kulit. Abrasi dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis saja yang terkena. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis, pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya.Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu terjadinya luka sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lalu, lebih dari beberapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas.

Gambar 2.1 Abrasi2.1.2. LaserasiSuatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu dan ujung dari pipa. Permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut. Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya, tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan tersebut. Daya kekenyalan jaringan menyebabkan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan swallow tails. Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur lain. Perkiraan saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan. Pembagiannya adalah sangat segera, segera, beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan dengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.

Gambar 2.2 Luka LaserasiLaserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan. Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperti pada organ jantung, aorta, hati, dan limpa. Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat.

2.1.3. Kontusio 2.1.3.1. Kontusio SuperfisialKata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standar pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.Pada mayat, waktu antara terjadinya luka memar, kematian, dan pemeriksaan menentukan juga karakteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering adalah golongan Clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan subkutan. Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel sel lemak. Cairan lemak kemudian memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak bersama aliran darah sehingga dapat menyebabkan emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada mayat dengan kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai, sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan dilegalkan.

Gambar 2.3 Kontusio

2.1.3.2. Kontusio pada Organ dan Jaringan DalamSemua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian.Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan kematian. Kontusio pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah. Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada daerah yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh.

2.1.3.3. Kontusio OtakHampir seluruh kontusio otak superfisial hanya mengenai daerah abu-abu. Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian superfisial atau daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar, edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan kematian total. Penyembuhan kontusio tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi.Yang harus dipertimbangkan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma seperti pada kulit kepala, kranium, dan otak.Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau botol bir, hasilnya dapat berupa abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium dapat patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena maka disebut coup. Hal ini terjadi saat kepala relatif tidak bergerak. Situasi lain seperti kepala yang bergerak mengenai benda yang padat dan diam harus dipertimbangkan. Kontusio yang terjadi bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi yang berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup.Pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma karena foto dari semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai dengan demontrasi yang ada. Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan seperti kepala yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada akan tercampur.Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau besar. Perdarahan kecil dinamakan ball hemorrhages sesuai dengan bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke. Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain yang menyebabkan perdarahan. Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya adalah ganglia basal, pons, dan serebelum. Perdarahan tersebut berhubungan dengan malformasi arteri vena. Biasanya mengenai orang yang lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi.Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi eksternal yang dapat ditemui adalah foam cone. Foam cone adalah busa berwarna putih atau merah muda pada mulut dan hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat tenggelam, overdosis, dan penyakit jantung yang didahului dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan adanya trauma kepala.2.1.4. FrakturFraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana dan komplit atau terbuka. Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan. Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui ada tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X seperti fluoroskopi dan foto polos. Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa adanya fraktur. Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak) dan arah kekerasan. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari penampang makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan, sebagian telah sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus. Secara mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah penyembuhan. Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi. Daerah fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya. Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub periosteum terjadi, dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan pasien syok sampai meninggal. Syok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang dialaminya. Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala pada emboli lemak di serebral dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres pernafasan, dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulang atau lemak merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur.Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat hematom ekstradural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak, dapat merusak otak tersebut sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga kematian.

Gambar 2.4 Fraktur2.1.5. KompresiKompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal maupun sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematian akibat tidak terjadi pertukaran udara. 2.1.6. PerdarahanPerdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Jika arteri besar yang terpotong, akan terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri. Apabila luka pada arteri besar berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena.Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alkohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan oleh perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan.Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural atau ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri.2.1.6.1. Perdarahan Epidural Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam tengkorak, umumnya arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan yang cepat. Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan ruang epidural menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor, dan akhirnya koma. Kematian akan terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala sampai munculnya gejala-gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai lucid interval.

2.1.6.2. Perdarahan SubduralPerdarahan ini timbul apabila terjadi bridging vein yang pecah dan darah berkumpul di ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka lucid interval juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan perdarahan subdural yang fatal. Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel pada dura. Sering kali, pembuluh darah besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri. Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma, meskipun dapat tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada orang-orang dengan gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu alkohol kronik, meskipun tidak menyebabkan perdarahan yang besar dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan subdural akibat trauma, dapat timbul perdarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang normal. Akan tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan darah, dapat bersifat fatal.Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perluasan dari perdarahan di tempat lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari substansi otak melewati piamater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid dan mencapai ruang subdural.

2.1.6.3. Perdarahan SubarakhnoidPenyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan trauma. Penyebabnya antara lain:1. Nontraumatik:a. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otakb. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid2. Traumatik:a. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan perdarahan subarakhnoidb. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang menyebabkan robeknya arteri vertebralisc. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang diakibatkan gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala.Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat menyebabkan ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan akhirnya menimbulkan disfungsi yang serius atau bahkan kematian.Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak. Tekanan dan goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak ditemukan faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk, perdarahan ini dapat menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada kepala.Tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher jarang sekali mengakibatkan fraktur pada prosesus lateralis salah satu tulang servikal superior. Karena arteri vertebralis melewati bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas meningkat dan perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa kasus, kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan nontraumatik yang mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma.Tipe perdarahan subarakhnoid traumatik yang akan dibicarakan merupakan tipe perdarahan yang masif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke sisi lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar yang terdapat di dasar otak. Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak ditemukan adanya aneurisma. Penyebab terjadinya perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian bawah otak, serta tidak terdapat aneurisma.2.1.7. Pola Trauma Luka TumpulTerdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat dikenali, yang mengarah kepada kepentingan medikolegal. Contohnya :1. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat terjadi kecelakaan. Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi fragmen-fagmen kecil. Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan laserasi yang berbentuk segiempat atau sudut.2. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya mendapatkan fraktur tulang panjang kaki. Hal ini disebut bumper fractures. Adanya fraktur tersebut yang disertai luka lainnya, pada tubuh yang ditemukan di pinggir jalan, memperlihatkan bahwa korban adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh kendaraan bermotor dan dapat diketahui tinggi bumpernya. 3. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola luka pada dan di bawah area hat band dan biasanya terbatas pada satu sisi wajah. Dengan adanya pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai penyebab, bukan karena dipukul.4. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pada pukulan kepalan tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar, namun menimbulkan edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi geligi. Pola trauma banyak macamnya dan kadangkala sukar dikenali karena pemeriksa cenderung memeriksa area per area dan gagal mengenali polanya. Foto korban dari depan maupun belakang cukup berguna untuk menentukan pola trauma.

2.2. Trauma TajamLuka tajam adalah luka yang diakibatkan oleh benda tajam. Luka akibat benda tajam pada umumnya mudah dibedakan dari luka yang disebabkan oleh benda tumpul dan dari luka akibat tembakan senjata api. Pada kematian akibat benda tajam pada umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri tetapi tetap harus dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan.

2.2.1. Luka insisiLuka insisi disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam seperti pisau atau silet. Karena gerakan dari benda tajam tersebut, luka biasanya panjang, bukan dalam. Panjang dan kedalaman luka dipengaruhi oleh gerakan benda tajam, kekuatannya, ketajaman, dan keadaan jaringan yang terkena. Karakteristik luka ini yang membedakan dengan laserasi adalah tepinya yang rata.

Gambar 2.5 Luka Insisi2.2.2. Luka tusukLuka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau korban yang terjatuh di atas benda tajam. Karakteristik pisau : bila pisau yang digunakan bermata satu, maka salah satu sudut akan tajam, sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau bermata dua, maka kedua sudutnya tajam.Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata. Jaringan elastis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai dengan bentuk senjata. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut, maka lukanya akan lebar dan pendek. Sedangkan bila tusukan terjadi paralel dengan garis tersebut, luka yang terjadi sempit dan panjang.Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan : Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan yang lebih dalam maupun pada organ. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut, sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit seperti ekor. Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan dengan lebar senjata yang digunakan. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang digunakan. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler dan besar. Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio minimal pada luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan. Panjang saluran luka dapat mengindikasikan panjang minimum dari senjata yang digunakan. Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan pada saat autopsi. Posisi membungkuk, berputar, dan mengangkat tangan lebih pendek panjang saluran lukanya dibandingkan apa yang didapatkan pada saat autopsi. Manipulasi tubuh untuk memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak mungkin mengingat berat dan adanya kaku mayat. Poin lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari beberapa anggota tubuh pada saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya ragu-ragu untuk menentukan jenis senjata yang digunakan. Pisau yang ditusukkan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan mengenai tulang rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik senjata paling baik dilihat melalui trauma pada tulang. Biasanya senjata yang tidak begitu kuat dapat rusak atau patah pada ujungnya yang akan tertancap pada tulang, sehingga dapat dicocokkan, ujung pisau yang tertancap pada tulang dengan pasangannya.

Gambar 2.6 Luka Tusuk2.2.3. Luka BacokLuka bacok dihasilkan dari gerakkan merobek atau membacok dengan menggunakan instrumen yang sedikit tajam dan relatif berat seperti kapak, kapak kecil, atau parang. Terkadang bayonet dan pisau besar juga digunakan untuk tujuan ini. Luka alami yang disebabkan oleh senjata jenis tersebut bervariasi tergantung pada ketajaman dan berat senjata. Makin tajam instrumen, makin tajam pula tepi luka. Pada instrumen pembacok yang diarahkan pada kepala, sudut besatan bilah terkadang dapat dinilai dari bentuk patahan tulang tengkorak. Sisi pipih bilah bisa meninggalkan cekungan pada salah satu sisi patahan, sementara sisi yang lain dapat tajam atau menipis. Berat senjata penting untuk menilai kemampuannya memotong hingga tulang di bawah luka yang dibuatnya. Ketebalan tulang tengkorak dapat dikalahkan dengan menggunakan instrumen yang lebih berat. Pernah dilaporkan bahwa parang dapat membuat seluruh gigi lepas. Kerusakan tulang yang hebat tidak pernah disebabkan oleh pisau biasa. Juga perlu dicatat kemungkinan dilakukannya pemelintiran setelah terjadi bacokan dan dalam upaya melepaskan senjata. Gerakan tersebut, jika dilakukan dengan tekanan, dapat mengakibatkan pergeseran tulang, umumnya didekat luka bacok.

2.2.4. Efek Luka Tajam Perdarahan Disfungsi karena kerusakan saraf di ekstremitas Mengenai organ-organ dalam Intrumen teramat kecil yang menyebabkan luka tipe tusuk dapat menyebabkan luka kecil yang dengan keelastisan dari jaringan normal dapat kembali tertutup setelah intrumen dicabut, dan tidak ada darah yang keluar setelahnya. Pemecah es, awls, dan hatpins diakui dapat menyebabkan luka jenis tersebut. Terpotongnya arteri besar dan jantung oleh karena luka tusuk menyebabkan perdarahan lebih lambat dibandingkan kerusakan yang sama yang disebabkan luka tembak.

2.2.5. Pemeriksaan PakaianPemeriksaan pakaian korban penusukan dapat memberi perkiraan ciri-ciri senjata yang digunakan. Pemeriksaan tersebut menjadi sangat penting nilainya apabila luka tusuk diperlebar oleh dokter bedah untuk tujuan menilai luka secara lebih akurat untuk kepentingan medikolegal. Pemeriksaan ini juga penting untuk menilai apakah senjata benar-benar menembus pakaian hingga ke lapisan dibawahnya. Beberapa individu yang menggunakan senjata tajam untuk bunuh diri dapat membuka sedikit bagian pakaiannya sehingga tidak akan ditemukan robekan tembus pada pakaian. Tidak adanya kerusakan pada pakaian yang dipakai oleh korban, padahal luka terdapat pada area yang tertutupi pakaian, dapat menunjukkan bahwa kematian disebabkan masalah internal.

2.2.6. Tipe Luka TajamTanda percobaan adalah insisi dangkal, luka tusuk atau luka bacok yang dibuat sebelum luka yang fatal oleh individu yang berencana bunuh diri. Luka percobaan tersebut seringkali terletak paralel dan terletak dekat dengan luka dalam di daerah pergelangan tangan atau leher. Bentuk lainnya antara lain luka tusuk dangkal didekat luka tusuk dalam dan mematikan. Meskipun jarang sekali dilaporkan, luka bacok superfisial di kepala dapat terjadi sebelum ayunan yang keras dan menyebabkan kehilangan kesadaran dan/atau kematian.Luka perlawanan dapat ditemukan di jari-jari, tangan, dan lengan bawah (jarang ditempat lain) dari korban sebagaimana ia berusaha melindungi dirinya dari ayunan senjata, contohnya dengan menggenggam bilah dari instrumen tajam.Jelas bahwa tanda percobaan merupakan ciri khas bunuh diri dan tanda perlawanan menunjukkan pembunuhan. Boleh saja berpikir bahwa luka lecet dapat ditemukan, umumnya pada leher atau sekitar leher, disebabkan oleh penyerang pada kasus pembunuhan. Interpretasi dari tanda perlawanan dan percobaan yang tampak sebaiknya disimpulkan setelah pemeriksaan yang lengkap dan seksama.

2.3. Aspek MedikolegalKitab Undang-undang Hukum Pidana Bab XX (Tentang Penganiayaan)Pasal 351 (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah;(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun;(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun;(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan;Pasal 352(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau dengan paling banyak tiga ratus rupiah.Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau yang menjadi bawahannya.Pasal 353 (1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.(3) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana paling lama sembilan tahun.Pasal 354(1)Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.(2)Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.Pasal 355(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.Pasal 356Pidana yang ditentukan dalam pasal 351,353,354,355 dapat ditambah dengan sepertiga:1. Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau anaknya;2. Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah;3. Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.BAB IX Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 90Luka berat berarti:= Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;= Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian;= Kehilangan salah satu panca indera;= Mendapat cacat berat (verminking);= Menderita sakit lumpuh;= Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;= Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.4

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mun'im Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara. Hal 85-129.Anonim. 2010. http://www.freewebs.com/patofisiologi-luka/index.htm, 11 Mei 2013Apivatthakakul T, et al. 2012. Infection. https://www2.aofoundation.org/wps/portal/surgerymobile?showPage=redfix&bone=Tibia&segment=Shaft&classification=42-Special%20considerations&treatment=&method=Special%20considerations&implantstype=Complications&approach=&redfix_url=1341319024234, 11 Mei 2013Arif Budiyanto. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : FKUI. Hal 37-54.Davis DH. 2013. Medicina. http://mirror-us-ga1.gallery.hd.org/_c/medicine/_more2005/_more08/wound-open-abrasion-graze-scrape-injury-on-foot-and-ankle-healing-week-2-view-closeup-JV.jpg.html?sessionVar=spider&sessionVarLocale=es, 11 Mei 2013Departement of Emergency Medicine. 2003. http://www.med.uottawa.ca/procedures/wc/e_treatment.htm, 11 Mei 2013Forensicmed. 2012. Epigastric stab wound. http://www.forensicmed.co.uk/wounds/sharp-force-trauma/stab-wounds/, 11 Mei 2013Hariadi Apuranto. 2010. Luka tumpul. www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/.../LUKA%20TUMPUL.pdf, 10 Mei 2013Hariadi Apuranto. 2010. Luka tajam. www.fk.uwks.ac.id/elib/.../LUKA%20AKIBAT%20BENDA%20TAJAM.pdf, 10 Mei 2013Lowell D, et al. 2009. Transdermal continuous oxygen therapy as an adjunct for treatment of recalcitrant and painful wound. http://faoj.org/2009/09/01/transdermal-continuous-oxygen-therapy-as-an-adjunct-for-treatment-of-recalcitrant-and-painful-wounds/, 11 Mei 2013Penggalih Mahardika Herlambang. 2010. Mekanisme Biomolekuler Luka Memar. http://sibermedik.files.wordpress.com/2008/10/biomol-memar_rev.pdf, 11 Mei 2013RAEMS. 2007. Soft tissue emergencies. http://www.raems.com/softtissueemergencies.htm, 11 Mei 2013Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004. Luka. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGCSofwan Dahlan. 2003. Pembuatan Visum Et Repertum. Semarang : Badan Penerbit Universitas DiponegoroSofwan Dahlan. 2004. Traumatologi. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Hal 67-91.Turner Ralph. 2009. Forensik science. http://www.Portalkriminal.Com/Index, 11 Mei 2013Wales J. 2010. Visum et Repertum. Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Visum_Et_Repertum, 11 Mei 2013

23