23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Kolumna vertebralis dibentuk oleh serangkaian 33 vertebra : 7 servikal 12 thorakal 5 lumbal

Lumbal Bab II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kk

Citation preview

Page 1: Lumbal Bab II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Kolumna vertebralis dibentuk oleh serangkaian 33 vertebra :

7 servikal

12 thorakal

5 lumbal

5 Sakral

Page 2: Lumbal Bab II

4 coccygeus

2.2 Definisi

Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan

struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf

dengan pola gangguan bersifat dermatomal.

Page 3: Lumbal Bab II

2.3 Etiologi

Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses kompresif,

proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya

proses patologis.

2.3.1 Proses Kompresif

Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :

a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus

b. Dislokasi traumatic

c. Fraktur kompresif

d. Skoliosis

e. Tumor medulla spinalis

f. Neoplasma tulang

g. Spondilosis

h. Spondilolistesis dan Spondilolisis, Stenosis spinal, Spondilitis tuberculosis, dan

Spondilosis servikal

2.3.2 Proses Inflamasi

Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :

a. Guillain–Barré syndrome

b. Herpes Zoster

2.3.3 Proses Degeneratif

Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah Diabetes

Mellitus.

2.4 Tipe-tipe Radikulopati

2.4.1 Radikulopati Lumbar

Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang

disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati lumbar sering

juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri punggung bawah ( low back

pain) sering didapatkan.

Page 4: Lumbal Bab II

2.4.2 Radikulopati Servikal

Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan “saraf terjepit” merupakan kompresi pada

satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radikulopati servikal seringnya

disebabkan oleh spondilosis servikal.

2.2.3 Radikulopati Torakal

Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf pada

punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok seperti pada daerah

lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih jarang menyebabkan sakit pada

spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi

herpes zoster.

2.5 Patofisiologi

Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis :

Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih sering terjadi

gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk menahan bagian atas

tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan lunaknya lebih besar dan kuat.

Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti pada masa

remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi atau ekstrasi diskus.

Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke posterior, medial, atau ke

lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan nukleus fibrosus.

Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radiks. Protusi

diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan riwayat trauma

sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif dapat terbentuk osteofit.

Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi

penebalan dari ligamentum flavum.

Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang vertebra

lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan membentuk “trefoil

axial shape”. Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses penuaan. Stenosis

kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia tua.

Page 5: Lumbal Bab II

Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami perubahan

degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.

A. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus

Herniated nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed

atau protruded disc, diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan nyeri

tungkai berulang. Herniasi nukleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu

waktu mengalami perubahan menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan

kalsifikasi. HNP kebanyakan terjadi diantara vertebra L5-S1, jarang terjadi pada L4-

L5, L3-L4, L2-L3, L1-L2, dan vertebra torakal. Frekuensi yang sering juga terjadi pada

vertebra C5-C6 dan C6-C7. Penyebabnya biasanya ialah trauma fleksi, tetapi pada

beberapa kasus bias juga tanpa adanya trauma.

Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi diskus intervertebralis, yang mana

meningkat sesuai dengan peningkatan umur, dapat mengenai daerah servikal dan

lumbal pada penderita yang sama.

Kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 20-64 tahun dan kejadian tersering ialah

pada usia 30-39 tahun. Setelah umur 40 tahun, frekuensinya menurun. Laki-laki

memiliki dua kali lipat kemungkinan untuk menderita HNP dibandingkan wanita.

Nukleus pulposus yang menonjol melalui annulus fibrosus yang robek biasanya

terjadi pada satu sisi dorsolateral atau sisi lainnya (terkadang pada bagian

dorsomedial) akan menyebabkan penekanan pada satu atau lebih radiks saraf.

B. Dislokasi Traumatik

Pada trauma yang menimbulkan dislokasi dari sendi faset vertebra akan

menimbulkan nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan

penyempitan foramen intervertebral, sehingga radiks dan jaringan yang berdekatan

mengalami iritasi dan kompresi di dalam kanalnya dengan gejala-gejala radikuler.

C. Fraktur Kompresif

Page 6: Lumbal Bab II

Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks atau

penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih

radiks saraf akan menimbulkan defisit neurologi.

D. Skoliosis

Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri

punggung. Keadaan ini sering berhubungan dengan lengkungan lumbal dan

torakolumbal. Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya proses degeneratif pada

sendi faset lengkungan itu sendiri.

E. Tumor Medulla Spinalis

Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda ekuina.

Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-sel ependim

yang terdapat pada konus medularis dan filum terminale. Tumor ini timbulnya

lambat, hanya sebagian kecil yang berasal dari konus, sebagian besarnya ialah

berasal dari filum terminale yang kemudian mengenai radiks saraf.

Selain ependioma, terdapat tumor primer intraspinal yang sering ditemukan yang

terdiri dari sel-sel Schwann atau disebut dengan schwannoma. Schwannoma

merupakan tumor ekstramedular intradural dan dapat muncul dari saraf spinal pada

setiap level. Tersering muncul dari radiks posterior dengan keluhan-keluhan nyeri

radikuler. Pertumbuhannya lambat sebelum diagnosis diketahui dengan benar.

F. Neoplasma Tulang

Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil

metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-paru, prostat, tiroid,

ginjal, lambung, dan uterus.

Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang

menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua berusia 40

tahun. Dapat menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama ialah nyeri

punggung.

Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat merupakan

tumor osteoblastik (metastasis dari kelenjar mammae) atau osteolitik yang dapat

Page 7: Lumbal Bab II

berasal dari kelenjar mammae, paru-paru, ginjal, dan tiroid. Tumor tersebut

menyebabkan destruksi tulang dengan akibat “wedge shape” atau kolaps pada

vertebra yang terkena, satu atau beberapa radiks akan ikut terlibat.

G. Spondilosis

Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila usia

bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang

terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah

dari annulus fibrosus. Annulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik

terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji.

Dengan penyempitan rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami

subluksasi dan menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan

oleh osteofit.

Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Disestesia tanpa nyeri dapat

timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot

dan gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral

dari korpus vertebra yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena

kompresi pada daerah lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa

sindrom kauda ekuina dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai,

serta hilangnya kontrol sfingter. Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik)

dapat terjadi dimana pasien mengeluh nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri atau

berjalan, dan akan menghilang bila berbaring.

H. Spondilolitesis dan Spondilolisis

Spondilolistesis adalah pergeseran ke arah depan dari satu korpus vertebra

terhadap korpus vertebra dibawahnya. Hal ini paling sering terjadi pada

spondilolisis, yaitu suatu kondisi dimana bagian posterior unit vertebra menjadi

terpisah, menyebabkan hilangnya kontinuitas antara prosesus artikularis superior

dan inferior. Spondilolistesis diduga disebabkan oleh fraktur arkus neural segera

setelah lahir, walaupun ini jarang simtomatis sampai dewasa; usia rata-rata pasien

yang mencari pengobatan adalah 35 tahun. Lokasi yang paling sering dari

Page 8: Lumbal Bab II

keterlibatan adalah L5, yang mengalami subluksasi terhadap sakrum. Yang lebih

jarang ialah terjadi akibat penyakit degeneratif tulang belakang, ini biasanya

meliputi L5 atau L4.

Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai pada usia yang

lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat oleh gerakan ekstensi.

Tetapi, nyeri dapat timbul mendadak bila ada cedera. Nyeri tungkai akibat kompresi

radiks saraf kurang sering ditemukan. Bila deformitas berat maka kauda ekuina

dapat terkena kompresi.

I. Stenosis Spinal

Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang mungkin

terjadi secara kongenital atau menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi

sendi faset, atau ligamen longitudinal posterior yang tebal atau mengeras, sehingga

menekan saraf yang mengandung beberapa radiks.

Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena

kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva skoliosis, dan lordotik.

Kebanyakan kasus merupakan idiopatik dan sering terjadi pada usia pertengahan

dan usia tua.

2.6 Manifestasi Klinik Radikulopati

Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut :

a. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra

hingga kearah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat

tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.

b. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.

c. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang

distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.

d. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.

e. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau

bahkan menghilang.

Page 9: Lumbal Bab II

Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada servikal,

torakal, atau lumbar). Nyeri radikular yang muncul akibat lesi iritaif di radiks posterior

tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.

Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai, dinamakan iskialgia,

karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan nervus iskiadikus dan lanjutannya ke

perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi, karena segmen ini lebih rigid

daripada segmen servikal maupun lumbar. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen

torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.

2.4.1 Manifestasi Klinis Radikulopati pada Daerah Lumbal

a. Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka yang menjalar hingga ke bokong, paha, betis, dan

kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava Maneuvers (seperti : batuk, bersin, atau

mengedan saat defekasi).

b. Pada rupture diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih

berat bila penderita sedang duduk atau akan berdiri.

Ketika duduk, penderita akan menjaga lututnya dalam

keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada

bokong yang berlawanan. Ketika akan berdiri, penderita

menopang dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan

tangannya di punggung, menekuk tungkai yang terkena

(Minor’s Sign). Nyeri mereda ketika pasien berbaring.

Umumnya penderita merasa nyaman dengan berbaring terlentang disertai fleksi sendi

coxae dan lutut, serta bahu disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal.

Pada tumor intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika

berbaring.

c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan

berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot punggung.

Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis torakal sebagai

kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang sakit, dan panggung

Page 10: Lumbal Bab II

akan bungkuk ke depan dan kearah yang sakit untung menghindari stretching pada

saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat, pasien akan menghindari ekstensi

sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada jari kaki (karena dorsofleksi kaki

menyebabkan stretching pada saraf, sehingga memperburuk nyeri). Pasien

membungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil dan semifleksi sendi lutut,

disebut Neri’s Sign.

d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan tampak

lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini merupakan bukti

keterlibatan radiks S1.

e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang nervus iskiadikus.

f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,

paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang terjadi.

g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang unilateral.

Tetapi, jika letak hernia agak besar dan sentral, dapat menyebabkan gejala pada kedua

sisi yang mungkin dapat disertai gangguan berkemih dan buang air besar.

Page 11: Lumbal Bab II
Page 12: Lumbal Bab II

2.7 Pemeriksaan Fisik Radikulopati Lumbar

1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)

Pemeriksaan dilakukan dengan cara :

a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.

b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan (fleksi) pada

persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi.

c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).

d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan

stretching nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).

e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih sebelum

timbul rasa sakit dan tahanan.

f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus sebelum

tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue positif (pada

radikulopati lumbal).

2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragard’s Sign, Sicard’s Sign, dan Spurling’s Sign)

Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge disertai

dengan dorsofleksi kaki (Bragard’s Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki (Sicard’s

Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial menjadi

meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan Sicard’s sign

disebut Spurling’s sign.

Page 13: Lumbal Bab II

Lasegue’s Sign (SLR’s Test)

a) Bragard’s sign b) Spurling’s sign

3 Tes Lasegue Silang atau O’Conell Test

Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes positif

bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih

besar untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).

4 Nerve Pressure Sign

Pemeriksaan dilakukan dengan cara :

a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri)

kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.

b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa poplitea

hingga pasien mengeluh adanya nyeri.

Page 14: Lumbal Bab II

c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau

sepanjang nervus iskiadikus.

5 Naffziger Tests

Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit. Tekanan harus

dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya. Kompresi vena

jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40

mmHg selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat mengakibatkan tekanan

intrakranial meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat

menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang

menekan radiks saraf. Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri

radikular pada radiks saraf yang bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan

berbaring atau berdiri.

2.6 Pemeriksaan Penunjang Radikulopati

Radiografi atau Foto Polos Roentgen

Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan structural.

MRI dan CT-Scan

MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan diskus

intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medulla spinalis dan radiks

saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan degenerative pada

diskus intervertebra. MRI memiliki keunggulan dibandingkan dengan CT-Scan, yaitu

adanya potongan sagital dan dapat memberikan gambaran hubungan diskus

intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga MRI merupakan prosedur skrining yang

ideal untuk menyingkirkan diagnose banding gangguan structural pada medulla spinalis

dan radiks saraf.

CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik, dan

memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun demikian,

Page 15: Lumbal Bab II

sensitivitas CT-Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila

dibandingkan dengan MRI.

Myelography

Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen osseus

vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan penetrasi pada

ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes preoperative dan

seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan.

Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)

NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk menentukan

keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal. Selain itu,

pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila

diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan

elektrofisiologis tidak dianjurkan.

Laboratorium

- Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase

alkali/asam, dan kalsium.

- Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.

2.7 Diagnosis Banding

1. Radikulopati Servikal

- Cedera Pleksus Brakhialis

- Rotator Cuff Injury

2. Radikulopati Lumbar

- Cedera Diskus Lumbosakral

- Cedera Diskus Torakik

Page 16: Lumbal Bab II

2.8 Penatalaksanaan

1. Terapi Non Farmakologi

a. Akut :

- Imobilisasi

- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas

- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)

- Pemijatan

- Traksi (tergantung kasus)

- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)

b. Kronik

- Terapi psikologis

- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)

- Latihan kondisi otot

- Rehabilitasi vokasional

- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas

2. Terapi Farmakologi

- NSAIDs

Contoh : Ibuprofen

Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara

menurunkan sintesis prostaglandin

Dosis dan penggunaan :

Dewasa : 300 – 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 – 800 mg IV

setiap 6 jam jika dibutuhkan

- Tricyclic Antidepressants

Contoh : Amitriptyline

Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau norepinefrin oleh

membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan konsentrasi sinaptik dalam SSP.

Berguna sebagai analgesik untuk nyeri kronis dan neuropatik tertentu.

Dosis dan penggunaan :

Page 17: Lumbal Bab II

Dewasa : 100 – 300 mg 1x1 hari pada malam hari

- Muscle Relaxants

Contoh : Cyclobenzaprine

Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral dan

menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic yang

mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun gamma.

Dosis :

Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)

- Analgesik

Contoh : Tramadol (Ultram)

Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah persepsi serta

respon terhadap nyeri, menghambat reuptake norepinefrin dan serotonin

Dosis :

Dewasa : 50 – 100 mg per oral setiap 4 – 6 jam (4x1 hari) jika diperlukan

- Antikonvulsan

Contoh : Gabapentin (Neurontin)

Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari penghambat

neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA), yang mana tidak

menimbulkan efek pada reseptor GABA.

Dosis :

Dewasa : Neurontin

Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari

Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)

Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)

3. Invasif Non Bedah

- Blok saraf dengan anestetik local

- Injeksi steroid (metilprednisolone) pada epidural untuk mengurangi pembengkakan

sehingga menurunkan kompresi radiks saraf