35
MAKALAH KAJIAN KEBAHASAAN BAHASA GAUL SEBAGAI TUTUR BAHASA REMAJA DISUSUN OLEH : ERA BUDI WALUYO 091644047 UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN 1

Makalah Bahasa Gaul

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH KAJIAN KEBAHASAAN

BAHASA GAUL SEBAGAI TUTUR

BAHASA REMAJA

DISUSUN OLEH :

ERA BUDI WALUYO

091644047

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

2009

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akhir-akhir ini, banyak orang tua yang mengeluhkan tutur bahasa anak-anaknya

yang amburadul, sulit dimengerti dan semakin jauh dari sopan santun. Memang bahasa

anak muda zaman sekarang cenderung lebih “arogan” jika di bandingkan dengan zaman

dulu, tapi itulah yang namanya perubahan. Arus teknologi dan pengetahuan kini sudah

semakin maju, begitu juga cara berpikir anak-anak muda zaman sekarang juga semakin

“melaju” cepat.

Bahasa gaul penuh rahasia. Hanya remaja yg bisa mengkomunikasikan secara

aktif. Hal ini di sebabkan bahasa remaja hasil campur aduk berbagai bahasa dengan

berbagai perubahan. Dalam kacamata psikologi, remaja merupakan masa tumbuh adoles

cence (tumbuh menjadi dewasa). Dilapangan,sistem tidak memihak remaja. Guru-guru

kita mewasiatkan penggunaan bahasa yg baik dan benar. Celakanya, banyak guru yang

menjejali konsep ejaan yang disempurnakan(EYD) dalam berkomunikasi. Hasilnya

penggunaan bahasa terkesan kaku dan formal. Akhirnya para remaja mencoba keluar

dari kekakuan bahasa ini, yaitu dengan menggunakan bahasa gaul.

Mengingat semakin berkembangnya arus komunikasi, maka siswa telah

mengesahkan pemakaian bahasa gaul di setiap situasi dan tidak memperhatikan keadaan

dengan siapa dan dimana mereka menggunakan bahasa tersebut. Kalau hal itu sampai

dibiarkan terus terjadi, maka sikap kesopanan berbahasa sebagai bentuk kesopanan

terhadap orang yang lebih tua sudah terabaikan.

Bahasa gaul bukan hanya milik anak kota, anak desapun fasih melafalkanya.

Berarti bahasa gaul merupakan gejala sosial dan fenomenal. Karya seni tulis seperti

puisi, naskah drama, dan novel pun banyak yang berbahasa gaul. Jangkauan bahasa gaul

semakin luas dengan bertebaranya produk tren budaya pop-film dan musik. Begitulah

bahasa remaja, berkembang seiring dinamisasi zaman. Terus bergerak seiring jalanya

peradaban.

Bahasa gaul remaja sebagai variasi bahasa mempunyai karakteristik tersendiri

yang membedakan tutur remaja dengan tutur bahasa yang lain. Karakteristik bahasa

gaul remaja tampak pada pilihan kosakata, ungkapan, pola, dan strukturnya.

2

Remaja sebagai kelompok sosial tertentu yang ada di dalam masyarakat

menggunakan bahasa gaul tidak hanya ketika berkomunikasi dengan anggota

kelompoknya, tetapi juga dengan kelompok generasi tua. Selain itu, bahasa gaul rermaja

memiliki keunikan-keunikan yang bersifat kreatif dan memiliki nilai sosial tersendiri.

Oleh karena itu, makalah kami yang berjudul “Bahasa Gaul Sebagai Tutur Bahasa

Remaja” sangat menarik untuk disimak.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:

1). Bagaimana perkembangan bahasa gaul sebagai tutur bahasa remaja di Indonesia saat

ini?

2). Bagaimana sejarah pemakaian bahasa gaul sebagai tutur bahasa remaja di Indonesia?

3). Bagaimana ciri-ciri bahasa gaul sebagai tutur bahasa remaja di Indonesia?

4). Bagaimana bahasa gaul sebagai tutur bahasa remaja menjadi solidaritas kaum muda

di Indonesia?

5). Bagaimana distribusi geografis bahasa gaul sebagai tutur bahasa remaja di

Indonesia?

1.3 Tujuan

Secara umum, tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memeriksa

pemakaian bahasa gaul sebagai tutur bahasa remaja. Secara khusus, tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini adalah:

1). Mendiskripsikan perkembangan bahasa gaul sebagai tutur bahasa remaja di

Indonesia saat ini.

2). Mendiskripsikan sejarah pemakaian bahasa gaul sebagai tutur bahasa remaja di

Indonesia.

3). Mendiskripsikan ciri-ciri bahasa gaul sebagai tutur bahasa remaja di Indonesia.

3

4). Mendiskripsikan bahasa gaul sebagai tutur bahasa remaja dapat menjadi pengikat

solidaritas kaum muda di Indonesia.

5). Mendiskripsikan distribusi geografis bahasa gaul sebagai tutur bahasa remaja di

Indonesia?

1.4 Manfaat

Secara operasional, manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah manfaat

teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoristis yang diharapkan adalah memperkaya

kajian sosiolinguistik khususnya tentang variasai bahasa, serta dapat menghasilkan

deskripsi mengenai bahasa gaul sebagai bahasa remaja.

Manfaat praktis yang dapat diharapkan dari makalah ini adalah bagi guru

khususnya yaitu untuk bahan pengajaran. bagi pembaca, makalah ini dapat menambah

pemahaman berbagai bahasa di dalam masyarakat, dan bagi penulis, makalah ini dapat

digunakan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah kajian kebahasaan.

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Bahasa

Menurut Chaer (dalam Massofa, 2009) bahasa adalah suatu sistem lanuang

berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja

sama, berkornunikasi, dan mengindenfikasi diri. Menurut pendapat di atas rnaka dapat

disimpulkan bahwa bahasa adalah berupa bunyi yang digunakan oleh rnasyarakat untuk

berkornunikasi.

Keraf (dalam Massofa, 2009) mengatakan bahwa bahasa mencakup dua bidang,

yaitu bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap berupa arus bunyi dan yang mempunyai

makna. Bahasa sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat terdiri atas dua

bagian utama yaitu bentuk (arus ujaran) dan makna (isi). Menurut pendapat tersebut

dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap yang

merupakan alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa bentuk dan makna.

2.2 Fungsi Bahasa dalam Masyarakat

Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam hidup manusia. Manusia

sudah menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi antarsesamanya sejak berabad-

abad silam. Bahasa hadir sejalan dengan sejarah sosial komunitas-komunitas

masyarakat atau bangsa. Pemahaman bahasa sebagai fungsi sosial menjadi hal pokok

manusia untuk mengadakan interaksi sosial dengan sesamanya.

Bahasa bersifat arbitrer. Oleh karena itu, bahasa sangat terkait dengan budaya

dan sosial ekonomi suatu masyarakat penggunanya. Hal ini memungkinkan adanya

diferensiasi kosakata antara satu daerah dengan daerah yang lain.

Perkembangan bahasa tergantung pada pemakainya. Bahasa terikat secara sosial,

dikontruksi, dan direkonstruksi dalam kondisi sosial tertentu daripada tertata menurut

hukum yang diatur secara ilmiah dan universal. Oleh karena itu, bahasa dapat dikatakan

sebagai keinginan sosial (Kompas.com: 2006).

Disamping fungsi sosial, bahasa tidak terlepas dari perkembangan budaya

manusia. Bahasa berkembang sejalan dengan perkembangan budaya manusia. Bahasa

5

dalam suatu masa tertentu mewadahi apa yang terjadi di dalam masyarakat. Sehingga,

bahasa dapat disebut sebagai cermin zamannya.

Sumarsono dan Paini Partana (dalam Grafura, 2006) menyatakan bahwa bahasa

sebagai produk sosial atau produk budaya. Bahasa tidak dapat dipisahkan dengan

kebudayaan manusia. Sebagai produk sosial atau budaya, bahasa berfungsi sebagai

wadah aspirasi sosial, kegiatan dan perilaku masyarakat, dan sebagai wadah

penyingkapan budaya termasuk teknologi yang diciptakan oleh masyarakat pemakai

bahasa itu.

Keraf (dalam Grafura, 2006) yang menyatakan bahwa bahasa apabila ditinjau

dari dasar dan motif pertumbuhannya, bahasa berfungsi sebagai (1) alat untuk

menyatakan ekspresi diri, (2) alat komunikasi, (3) alat untuk mengadakan integrasi dan

adaptasi sosial, dan (4) alat untuk mengadakan kontrol sosial.

Bahasa sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri dipergunakan untuk

mengkespresikan segala sesuatu yang tersirat di dalam pikiran dan perasaan penuturnya.

Ungkapan pikiran dan perasaan manusia dipengaruhi oleh dua hal yaitu oleh keadaan

pikiran dan perasaan itu sendiri. Ekspresi bahasa lisan dapat dilihat dari mimik,

lagu/intonasi, tekanan, dan lain-lain. Ekspresi bahasa tulis dapat dilihat dengan diksi,

pemakaian tanda baca, dan gaya bahasa. Ekspresi diri dari pembicaraan seseorang

memperlihatkan segala keinginannya, latar belakang pendidikannya, sosial, ekonomi.

Selain itu, pemilihan kata dan ekspresi khusus dapat menandai indentitas kelompok

dalam suatu masyarakat.

Menurut Pateda (dalam Grafura, 2006) bahwa bahasa merupakan saluran untuk

menyampaikan semua yang dirasakan, dipikirkan, dan diketahui seseorang kepada

orang lain. Bahasa juga memungkinkan manusia dapat bekerja sama dengan orang lain

dalam masyarakat. Hal tersebut berkaitan erat bahwa hakikat manusia sebagai makhluk

sosial memerlukan bahasa untuk memenuhi hasratnya.

Sebagai alat komunikasi, bahasa mempunyai fungsi sosial dan fungsi kultural.

Bahasa sebagai fungsi sosial adalah sebagai alat perhubungan antaranggota masyarakat.

Sedangkan sebagai aspek kultural, bahasa sebagai sarana pelestarian budaya dari satu

generasi ke generasi berikutnya. Hal ini meliputi segala aspek kehidupan manusia yang

tidak terlepas dari peranan kehidupan manusia yang tidak terlepas dari peranan bahasa

sebagai alat untuk memperlancar proses sosial manusia.

6

Bahasa berperan meliputi segala aspek kehidupan manusia. Termasuk salah satu

peran tersebut adalah untuk memperlancar proses sosial manusia. Hal ini sejalan dengan

pendapat Nababan (dalam Grafura, 2006) bahwa bahasa adalah bagian dari kebudayaan

dan bahasalah yang memungkinkan pengembangan kebudayaan sebagaimana kita kenal

sekarang.

Bahasa dapat pula berperan sebagai alat integrasi sosial sekaligus alat adaptasi

sosial, hal ini mengingat bahwa bangsa Indonesia memiliki bahasa yang majemuk.

Kemajemukan ini membutuhkan satu alat sebagai pemersatu keberseragaman tersebut.

Di sinilah fungsi bahasa sangat diperlukan sebagai alat integrasi sosial. Bahasa disebut

sebagai alat adaptasi sosial apabila seseorang berada di suatu tempat yang memiliki

perbedaan adat, tata krama, dan aturan-aturan dari tempatnya berasal. Proses adaptasi

ini akan berjalan baik apabila terdapat sebuah alat yang membuat satu sama lainnya

mengerti, alat tersebut disebut bahasa. Dari uraian ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa

bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia.

Salah satu butir sumpah pemuda adalah menjunjung tinggi bahasa persatuan,

bahasa Indonesia. Dengan dengan demikian bahasa dapat mengikat anggota-anggota

masyarakat pemakai bahasa menjadi masyarakat yang kuat, bersatu, dan maju.

2.3 Variasi Bahasa

Variasi atau ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi

sosiolinguistik. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi bukan hanya penuturnya

yang tidak homogen tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan

sangat beragam.

Chaer dan Agustina (dalam Massofa, 2009) mengatakan bahwa variasi bahasa

itu pertama-tama kita bedakan berdasarkan penutur dan penggunanya. Berdasarkan

penutur berarti, siapa yang mengunakan bahasa itu, dirnana tempat tinggalnya,

bagaimana kedudukan sosialnya dalam masyarakat, apa jenis kelaminnya, dan kapan

bahasa itu digunakan. Berdasarkan penggunanya berarti, bahasa itu digunakan untuk

apa, dalam bidang apa, apa jalur dan alatnya, dan bagaimana situasi keformalannya.

Adapun penjelasan variasi bahasa tersebut adalah sebagai berikut:

1. Variasi bahasa dari segi penutur

a. Variasi bahasa idiolek

7

Variasi bahasa idiolek adalah variasi bahasa yang bersifat perorangan. Menurut konsep

idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasa atau idioleknya masing-masing.

b. Variasi bahasa dialek

Variasi bahasa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya

relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Umpamanya, bahasa

Jawa dialek Bayumas, Pekalongan, Surabaya, dan lain sebagainya

c. Variasi bahasa kronolek atau dialek temporal

Bahasa kronolek atau dialek temporal adalah variasi bahasa yang digunakan oleh

sekelompok sosial pada masa tertentu. Umpamanya, variasi bahasa Indonesia pada masa

tahun tiga puluhan, variasi bahasa pada tahun lima puluhan, dan variasi bahasa pada

masa kini.

d. Variasi bahasa sosiolek

Variasi bahasa sosiolek adalah variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan,

dan kelas sosial para penuturnya. Variasi bahasa ini menyangkut semua masalah pribadi

para penuturnya, seperti usia, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat

kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan lain sebagainya.

2. Variasi bahasa berdasarkan kelas masyarakatnya

Misalnya, adanya perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh raja (keturunan

raja) dengan masyarakat biasa dalam bidang kosakata, seperti kata mati digunakan

untuk masyarakat biasa, sedangkan para raja menggunakan kata mangkat.

3. Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi

Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi para penutur adalah variasi bahasa

yang mempunyai kemiripan dengan variasi bahasa berdasarkan tingkat kebangsawanan

hanya saja tingkat ekonomi bukan mutlak sebagai warisan sebagaimana halnya dengan

tingkat kebangsawanan. Misalnya, seseorang yang mempunyai tingkat ekonomi yang

tinggi akan mempunyai variasi bahasa yang berbeda dengan orang yang mempunyai

tingkat ekonomi lemah. Berkaitan dengan variasi bahasa berdasarkan tingkat golongan,

status dan kelas sosial para penuturnya dikenal adanya variasi bahasa akrolek, basilek,

vulgal, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken (Chaer, dan Agustina dalam Massofa,

2009).

Adapun penjelasan tentang variasi bahasa tersebut adalah sebagai berikut:

a. akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi dari

variasi sosial lainya.

b. basilek adalah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi atau bahkan dipandang

rendah.

8

c. vulgal adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pada pemakai bahasa yang

kurang terpelajar atau dari kalangan yang tidak berpendidikan.

d. slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia

e. kolokial adalah variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari yang

cenderung menyingkat kata karena bukan merupakan bahasa tulis. Misalnya dok

(dokter), prof (profesor), let (letnan), dll.

f. jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara lerbatas oleh kelompok sosial

tertentu. misalnya, para tukang batu dan bangunan dengan istilah disiku, ditimbang, dll.

g. argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh profesi tertentu dan

bersifat rahasia. Misalnya, bahasa para pencuri dan tukang copet: daun dalam arti uang.

h. ken adalah variasi sosial yang bernada memelas, dibuat merengek-rengek penuh

dengan kepura-puraan. Misalnya, variasi bahasa para pengemis.

4. Variasi bahasa dari segi pemakaian

Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaian atau fungsinya disebut fungsiolek

atau register adalah variasi bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk

keperluan atau bidang apa. Misalnya bidang jurnalistik, militer, pertanian, perdagangan,

pendidikan, dan sebagainya. Variasi bahasa dari segi pemakaian ini yang paling tanpak

cirinya adalah dalam hal kosakata. Setiap bidang kegiatan biasanya mempunyai

kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain. Misalnya, bahasa dalam karya

sastra biasanya menekan penggunaan kata dari segi estetis sehingga dipilih dan

digunakanlah kosakata yang tepat.

Ragam bahasa jurnalistik juga mempunyai ciri tertentu, yakni bersifat

sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sederhana karena harus dipahami dengan mudah

komunikatif karena jurnalis harus menyampaikan berita secara tepat dan ringkas karena

keterbatasasan ruang (dalam media cetak), dan keterbatasan waktu (dalam media

elektronik). Intinya ragam bahasa yang dimaksud diatas, adalah ragam bahasa yang

menunjukan perbedaan ditinjau dari segi siapa yang menggunakan bahasa tersebut.

5. Variasi bahasa dari segi keformalan

Variasi bahasa berdasarkan tingkat keformalannya, Chaer (dalam Massofa,

2009) membagi variasi bahasa atas lima macam gaya, yaitu:

a. Gaya atau ragam beku (frozen);

Gaya atau ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan pada

situasi-situasi hikmat, misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah dimasjid, dan

sebagainya.

b. Gaya atau ragam resmi (formal);

9

Gaya atau ragam resmi adalah variasi bahasa yang biasa digunakan pada pidato

kenegaraan, rapat dinas, dan lain sebagainya.

c. Gaya atau ragam usaha (konsultatif);

Gaya atau ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim dalarn

pembicaraan biasa di sekolah, atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau

produksi.

d. Gaya atau ragam santai (casual);

Gaya bahasa ragam santai adalah ragam bahasa yang digunakan dalam situasi yang

tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu

istirahat dan sebagainya.

e. Gaya atau ragam akrab (intimate);

Gaya atau ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur

yang hubungannya sudah akrab antar anggota keluarga atau antar teman yang sudah

karib.

6. Variasi bahasa dari segi sarana

Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan.

Misalnya, telepon, telegraf, radio yang menunjukkan adanya perbedaan dari variasi

bahasa yang digunakan, salah satunya adalah ragam atau variasi bahasa lisan dan bahasa

tulis yang pada kenyataannya menunjukan struktur yang tidak sama.

10

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Bahasa Gaul

Terdapat dua situasi yang menggolongkan pemakaian bahasa di dalam

masyarakat, yaitu situasi resmi dan tidak resmi. Bahasa yang digunakan pada situasi

resmi menuntut penutur untuk menggunakan bahasa baku, bahasa formal. Penggunaan

bahasa resmi terutama disebabkan oleh keresmian suasana pembicaraan atau

komunikasi tulis yang menuntut adanya bahasa resmi. Contoh suasana pembicaraan

resmi adalah pidato, kuliah, rapat, ceramah umum, dan lain-lain. Dalam bahasa tulis

bahasa resmi banyak digunakan dalam surat dinas, perundang-undangan, dokumentasi

resmi, dan dan lain-lain.

Situasi tidak resmi akan memunculkan suasana penggunaan bahasa tidak resmi

juga. Kuantitas pemakian bahasa tidak resmi banyak tergantung pada tingkat keakraban

pelaku yang terlibat dalam komunikasi. Dalam situasi tidak resmi, penutur bahasa tidak

resmi mengesampingkan pemakaian bahasa baku atau formal. Kaidah dan aturan dalam

bahasa-bahasa baku tidak lagi menjadi perhatian. Prinsip yang dipakai dalam bahasa

tidak resmi adalah asal orang yang diajak bicara bisa mengerti. Situasi semacam ini

dapat terjadi pada situasi komunikasi remaja di sebuah mal, interaksi penjual dan

pembeli, dan lain-lain. Dari ragam bahasa tidak resmi tersebut, selanjutnya

memunculkan istilah yang disebut dengan istilah bahasa gaul.

Lubis Grafura (Grafura, 2009) mengkhawatirkan terkikisnya bahasa Indonesia

yang baik dan benar di tengah arus globalisasi. Kecenderungan masyarakat ataupun para

pelajar menggunakan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari semakin tinggi. Dan

yang lebih parah makin berkembangnya bahasa gaul yang mencampuradukkan bahasa

daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.

Saat ini bahasa gaul telah banyak terasimilasi dan menjadi umum. Bahasa gaul

sering digunakan sebagai bentuk percakapan sehari-hari dalam pergaulan di lingkungan

sosial bahkan dalam media-media populer serperti TV, radio, dunia perfilman nasional,

dan digunakan sebagai publikasi yang ditujukan untuk kalangan remaja oleh majalah-

majalah remaja populer.

11

Seperti halnya bahasa lain, bahasa gaul juga mengalami perkembangan.

Perkembangan tersebut dapat berupa penambahan dan pengurangan kosakata. Tidak

sedikit kata-kata yang akan menjadi kuno (usang) yang disebabkan oleh tren dan

perkembangan zaman. Maka dari itu, setiap generasi akan memiliki ciri tersendiri

sebagai identitas yang membedakan dari kelompok lain. Dalam hal ini, bahasalah

sebagai representatifnya.

Dari segi fungsinya, bahasa gaul memiliki persamaan antara slang, dan prokem.

Kosa kata bahasa remaja banyak diwarnai oleh bahasa prokem, bahasa gaul, dan istilah

yang pada tahun 1970-an banyak digunakan oleh para pemakai narkoba (narkotika,

obat-obatan dan zat adiktif). Hampir semua istilah yang digunakan bahasa rahasia di

antara mereka yang bertujuan untuk menghindari campur tangan orang lain. Bahasa

gaul remaja merupakan bentuk bahasa tidak resmi.

Oleh karenanya bahasa gaul remaja berkembang seiring dengan perkembangan

zaman, maka bahasa gaul dari masa ke masa berbeda. Tidak mengherankan apabila

bahasa gaul remaja digunakan dalam lingkungan dan kelompok sosial terbatas, yaitu

kelompok remaja. Hal ini berarti bahwa bahasa gaul hanya digunakan pada kelompok

sosial yang menciptakannya. Anggota di luar kelompok sosial tersebut sulit untuk

memahami makna bahasa tersebut.

3.2 Sejarah Pemakaian Bahasa Gaul

Bahasa gaul tidak hanya muncul belakangan ini saja, tetapi sudah muncul sejak

awal 1970-an. Waktu itu bahasa khas anak muda biasa disebut bahasa prokem atau

bahasa okem. Salah satu kosakata bahasa prokem yang masih sering dipakai sampai

sekarang adalah "bokap".

Bahasa prokem awalnya digunakan oleh para preman yang kehidupannya dekat

sekali dengan kekerasan, kejahatan, narkoba, dan minuman keras. Istilah-istilah baru

mereka ciptakan agar orang-orang di luar komunitas mereka tidak mengerti. Dengan

begitu, mereka tidak perlu lagi bersembunyi untuk membicarakan hal negatif yang

akan maupun yang telah mereka lakukan.

Karena begitu seringnya mereka menggunakan bahasa sandi mereka itu di

berbagai tempat, lama-lama orang awam pun mengerti yang mereka maksud. Akhirnya

mereka yang bukan preman pun ikut menggunakan bahasa ini dalam obrolan sehari-

12

hari sehingga bahasa prokem tidak lagi menjadi bahasa rahasia. Istilah dalam bahasa

prokem seperti mokal, mokat, atau bokin dan lain-lain.

Dalam bahasa prokem, kata dibentuk dengan menyisipkan "ok" di tengah kata

yang bagian akhirnya dibuang. Contoh: preman, dibuang "an"-nya dan disisipkan "ok"

di tengah, dan preman pun berubah menjadi prokem. Sepatu yang menjadi sepokat dan

duit jadi doku. Juga ada kata yang dibolak-balik seperti pusing menjadi suping.

(Wikipedia: 2005)

Pada tahun 1970-an, Dengan motif yang kurang lebih sama dengan para preman,

kaum waria juga menciptakan sendiri bahasa rahasia mereka. Sampai sekarang kita

masih sering mendengar istilah "bencong" untuk menyebut seorang banci. Pada

perkembangannya, konon para waria atau banci inilah yang paling rajin berkreasi

menciptakan istilah-istilah baru yang kemudian memperkaya khasanah perbendaharaan

bahasa gaul. Anak muda 1970-an memperkenalkan asoy untuk asyik dan ajojing untuk

berdisko. Pada masa itu, Teguh Esha, lewat novel Ali Topan Anak Jalanan (1972) dan

sekuelnya, Ali Topan: Detektif Partikelir (1973), mempopulerkan bahasa prokem yang

aslinya dari bahasa para preman (Tajudin, Tempo: 2007).

Pada 80-an bahasa gaul anak muda makin marak. Radio salah satu sumbernya.

Sandiwara radio Catatan Si Boy (Cabo) di Prambors banyak menyumbang istilah baru.

"Cabo harus bermain di kalimat karena radio hanya menjual suara," ujar Wanda

Tumanduk, salah satu penulis naskahnya dalam buku Tempat Anak Muda Mangkal.

Prambors juga mempopulerkan kata-kata lama bahasa Jawa seperti tembang untuk lagu,

dan anyar untuk baru, juga kawula dan wadyabala (Tajudin, Tempo: 2007).

Dekade berikutnya, bahasa komunitas banci masuk dalam bahasa pergaulan

anak muda secara umum. Debby Sahertian, bintang Lenong Rumpi, mengabadikan

bahasa itu dalam Kamus Bahasa Gaul. Dari sana sejumlah kata berubah arti, seperti

ember (memang), sutra (sudah), akika (aku), dan sebagainya. Kata-kata bahasa Inggris

juga makin marak disisipkan dalam percakapan sehari-hari.(Tajudin, Tempo: 2007)

Belakangan, kita sering menemukan pemakaian kata "secara" yang kurang tepat.

Tidak hanya dalam percakapan, kesalahkaprahan pemakaiannya juga bisa dijumpai

dalam sejumlah tulisan. Contohnya kalimat: "Secara kita tuh makhluk sosial, kita pun

dituntut untuk belajar bersosialisasi." Pemakaian kata "secara" di kalimat itu jelas salah,

dan bisa diganti dengan karena atau mengingat. Parahnya lagi, pemakaian kata itu

kadang juga tidak terdeteksi sebagai sebuah kesalahan. Dalam versi ini, kata "secara"

biasanya muncul sebagai kemubaziran. Misalnya: "Secara akar musik emo bermula dari

13

punk dan hardcore punk." harusnya kalimat itu bisa ditulis: "Akar musik emo adalah

punk dan hardcore punk," atau: "Musik emo berakar pada punk dan hardcore punk."

Contoh lain: "Padahal, secara jarak tempuh, rumah Anda yang lebih jauh dari rumah

sahabat Anda." Seharusnya kalimat itu bisa lebih singkat: "Padahal, rumah Anda yang

lebih jauh dari rumah sahabat Anda.”

Tentu saja, masih banyak kata yang populer dalam pergaulan kaum muda. Tidak

selamanya bahasa gaul memiliki pola khas seperti bahasa prokem, kadang malah

dicomot dari sumber yang susah dilacak. Misalnya, kata tajir untuk kata kaya. Tajir

sebenarnya berasal dari bahasa Arab yang berarti pedagang. Ada jayus yang berarti

kegagalan dalam melucu. Konon, itu dicomot dari nama seseorang yang sering gagal

melucu.

Kosakata bahasa gaul yang berkembang belakangan ini sering tidak beraturan

dan cenderung tidak terumuskan. Bahkan kita tidak dapat mempredeksi bahasa apakah

yang berikutnya akan menjadi bahasa gaul.

Bahasa gaul memiliki sejarah sebelum penggunaannya popular seperti sekarang

ini. Sebagai bahan teori, berikut adalah sejarah dari beberapa kata dalam bahasa gaul

tersebut:

1). Nih Yee...

Ucapan ini terkenal di tahun 1980-an, tepatnya November 1985. pertama kali

yang mengucapkan kata tersebut adalah seorang pelawak bernama Diran. Selanjutnya

dijadikan bahan lelucon oleh Euis Darliah dan popular hingga saat ini (Grafura, 2006).

2) Memble dan Kece

Kata memble dan kece merupakan kata-kata ciptaan khas Jaja Mihardja. Pada

tahun 1986, muncul sebuah film berjudul “Memble Tapi Kece” yang diperankan oleh

Jaja Mihardja ditemani oleh Dorce Gamalama (Grafura, 2006).

3) Booo....

Kata ini popular pada pertengahan awal 1990-an. Penutur pertama kata Boo…

adalah grup GSP yang beranggotakan Hennyta Tarigan dan Rina Gunawan. Kemudian

kata-kata dilanjutkan oleh Lenong Rumpi dan menjadi popular di lingkungan pergaulan

kalangan artis. Salah seorang artis bernama Titi DJ kemudian disebut sebagai artis yang

benar-benar mempopulerkan kata ini (Grafura, 2006).

4) Nek...

14

Setelah kata Boo... popular, tak lama kemudian muncul kata-kata Nek... yang

dipopulerkan anak-anak SMA di pertengahan 90-an. Kata Nek... pertama kali di

ucapkan oleh Budi Hartadi seorang remaja di kawasan kebayoran yang tinggal bersama

neneknya. Oleh karena itu, lelaki yang latah tersebut sering mengucapkan kata Nek...

(Grafura, 2006).

5) Jayus

Di akhir dekade 90-an dan di awal abad 21, ucapan jayus sangat popular. Kata

ini dapat berarti sebagai ‘lawakan yang tidak lucu’, atau ‘tingkah laku yang disengaca

untuk menarik perhatian, tetapi justru membosankan’. Kelompok yang pertama kali

mengucapkan kata ini adalah kelompok anak SMU yang bergaul di sekitar Kemang.

Asal mula kata ini dari Herman Setiabudhi. Dirinya dipanggil oleh teman-

temannya Jayus. Hal ini karena ayahnya bernama Jayus Kelana, seorang pelukis di

kawasan Blok M. Herman atau Jayus selalu melakukan hal-hal yang aneh-aneh dengan

maksud mencari perhatian, tetapi justru menjadikan bosan teman-temannya. Salah satu

temannya bernama Sonny Hassan atau Oni Acan sering memberi komentar jayus

kepada Herman. Ucapan Oni Acan inilah yang kemudian diikuti teman-temannya di

daerah Sajam, Kemang lalu kemudian merambat populer di lingkungan anak-anak SMU

sekitar (Urbanus, 2009).

6. Jaim

Ucapan jaim ini di populerkan oleh Bapak Drs. Sutoko Purwosasmito, seorang

pejabat di sebuah departemen, yang selalu mengucapkan kepada anak buahnya untuk

menjaga tingkah laku atau menjaga image (Urbanus, 2009).

7. Gitu Loh...

Kata Gitu Loh pertama kali diucapin oleh Gina Natasha seorang remaja SMP di

kawasan Kebayoran. Gina mempunyai seorang kakak bernama Ronny Baskara seorang

pekerja event organizer. Sedangkan Ronny punya teman kantor bernama Siska Utami.

Suatu hari Siska bertandang ke rumah Ronny. Ketika dia bertemu Gina, Siska bertanya

dimana kakaknya, lantas Gina menjawab di kamar, Gitu Loh. Esoknya si Siska di kantor

ikut-ikutan latah dia ngucapin kata Gitu Loh...di tiap akhir pembicaraan (Grafura,

2006).

8. Cupu

Sebutan ini lazim ditujukan untuk seseorang yang berpenampilan kuno, jadul

(jaman dulu). Dengan kata lain dianggap tidak  mencerminkan kekinian, misalnya

15

berkacamata tebal dan modelnya tidak trendy, kutu buku, kurang bergaul di kalangan

anak muda. Cupu sendiri merupakan kependekan dari kalimat “culun punya”. Culun

dapat berarti “lugu-lugu bego”, punya dapat berarti “benar-benar”, jika digabung

menjadi : benar-benar lugu/bego (Urbanus, 2009).

Selama ini bahasa anak muda cuma dianggap bahasa cakapan temporer yang

tidak baku dan harus ditulis miring. Bahasa itu dianggap seperti tren pakaian anak muda

yang terus berganti bersama musim atau sebagai satu bentuk pemberontakan dan

keisengan anak muda, atau cara mereka keluar dari kekakuan bahasa baku. Artinya

biarkan bahasa itu berkembang di koridor yang berbeda.

Bersikap seperti itu adalah pilihan gampang, tapi cenderung tidak mau repot.

Saya tidak sedang ingin mengatakan harus ada aturan yang melarang penggunaan

bahasa-bahasa itu, meski memang banyak yang menganggapnya sebagai perusak tata

bahasa Indonesia. Justru sebaliknya, kita sebenarnya memanfaatkan kedinamisan anak

muda dalam menciptakan bahasa itu sebagai salah satu sumber penambahan kata dan

perkembangan bahasa baku. Meski bahasa gaul memiliki dunianya sendiri, tidak ada

salahnya mengadopsi atau mengambil kata baru dari mereka, apalagi jika tidak dimiliki

bahasa baku. Dan ketika itu terjadi, kata-kata itu tak perlu ditulis miring atau diberi

tanda "Cak" (cakapan) dalam kamus.

Misalnya, jayus atau garing, karena agak susah mencari kata yang berarti gagal

melucu dalam bahasa baku. Meski garing berasal dari bahasa Jawa dan berarti kering,

tapi tetap saja arti "obrolannya kering," dan "obrolannya garing," tidak sama. Begitu

pula kata dugem yang tidak bisa diganti dengan kongko atau disko. Nuansanya lebih

luas.

Tentu saja tidak semua bisa diangkut. Harus ada seleksi ketat. Kata-kata yang

dibolak-balik sebaiknya tidak diambil. Juga kata-kata yang ada di bahasa baku tapi

dipakai untuk maksud yang menyimpang, seperti pemakaian "secara" yang amburadul

tadi.

3.3 Ciri-Ciri Bahasa Gaul

Ragam bahasa gaul memiliki ciri khusus, singkat, lincah dan kreatif. Kata-kata

yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang akan diperpendek

16

melalui proses morfologi atau menggantinya dengan kata yang lebih pendek seperti

permainan menjadi mainan, pekerjaan menjadi kerjaan.

Kalimat-kalimat yang digunakan kebanyakan berstruktur kalimat tunggal.

Bentuk-bentuk elip juga banyak digunakan untuk membuat susunan kalimat menjadi

lebih pendek sehingga seringkali dijumpai kalimat-kalimat yang tidak lengkap. Dengan

menggunakan struktur yang pendek, pengungkapan makna menjadi lebih cepat yang

sering membuat pendengar yang bukan penutur asli bahasa Indonesia mengalami

kesulitan untuk memahaminya (Grafura, 2006).

Ada banyak ragam bentukan bahasa gaul. Berikut ini penjelasan singkat

beberapa metode atau rumus dalam membentuk atau memodifikasi kata, anatara lain:

1. Tambahan sisipan ko.

Dalam bahasa prokem, kata dibentuk dengan menyisipkan "ok" di tengah kata

yang bagian akhirnya dibuang. Contoh: preman, dibuang "an"-nya dan disisipkan "ok"

di tengah, dan preman pun berubah menjadi prokem. Sepatu yang menjadi sepokat dan

duit jadi doku (Wikipedia: 2005).

Contoh lainnya:

Mati - mokat

Bini - bokin

Beli - bokel

Bisa - bokis

2. Kombinasi e + ong

Kata bencong itu bentukan dari kata banci yang disisipi bunyi e dan ditambah

akhiran ong. Huruf vokal pada suku kata pertama diganti dengan e. Huruf vokal pada

suku kata kedua diganti ong (Magnum, 2006).

Contoh lain:

Makan - mekong

Sakit - sekong

Laki - lekong

Lesbi - lesbong

Mana - menong

Ada juga waria yang kemudian mengganti tambahan ong dengan es sehingga bentukan

katanya

17

Banci - bences

Laki - lekes

3. Tambahan sisipan Pa/pi/pu/pe/po

Setiap kata dimodifikasi dengan penambahan pa/pi/pu/pe/po pada setiap suku

katanya. Maksudnya bila suku kata itu bervokal a, maka ditambahi pa, bila bervokal i

ditambahi pi, begitu seterusnya (Magnum, 2006).

Contoh:

Mati - ma (+pa) ti(+pi) - mapatipi

Cina - ci (+pi) na (+pa) - cipinapa

Gila - gi (+pi) la(+pa) - gipilapa

Tilang - ti (+pi) la(+pa)ng - tipilapang

4. Tambahan Sisipan in

Pernah dengar istilah lines? Lines itu artinya ’lesbi’. Rumusnya, setiap suku kata

pertama disisipi in. Kata les-bi disisipi -in jadi l(in)es b(in)I = linesbini. Biar gampang

sering disingkat jadi lines saja (Magnum, 2006).

Contoh lain:

Banci - b(in)an-c(in)i - binancini

Mandi - M(in)an-d(in)i -- Minandini

Toko - t(in)o-k(in)o - tinokino

Homo - h(in)o-m(in)o – hinomino

Contoh-contoh di atas bisa dibilang pembentukan kata yang beraturan. Ada juga

bentukan kata yang tidak beraturan, jadi tidak bisa dibuat rumusnya. Misalnya kata

cabut yang kemudian jadi bacut. Artinya pergi atau berangkat. Bisa juga diartikan lari

atau kabur bila diucapkan dengan intonasi tinggi dan panjang (Cabuuut…!). Susah kan,

menghubung-hubungkan kata pergi, berangkat, lari, atau kabur dengan kata cabut.

Istilah dalam bahasa gaul sekarang ini cenderung ke arah yang tidak beraturan

itu atau dengan menyingkat kata. Misalnya kalau kita mendengar ada orang yang bilang

"macan tutul di Gedung MPR, pamer paha di jalan tol" tentu itu bukan menunjukkan

arti sebenarnya. tidak ada macan tutul di MPR dan tidak ada cewek-cewek pakai rok

mini di jalan tol. Tapi maksud dari kalimat tersebut: "macet total di depan Gedung MPR

dan padat merayap tanpa harapan di jalan tol".

18

3.4 Bahasa Gaul Sebagai Solidaritas Kaum Muda

Terlepas merusak bahasa baku atau tidak, istilah dan kosakata baru (bahasa gaul)

semakin memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Para pengguna Bahasa Indonesia

harus mampu membedakan antara yang baku dan yang berkembang (bahasa gaul). Kita

semua tahu bahwa bahasa Indonesia telah memiliki format yang baik dan benar. Namun

tidak bisa dipungkiri, akibat perubahan jaman yang begitu cepat melesat, munculah

istilah-istilah baru. Entah siapa yang menciptakan dan mempopulerkan, tiba-tiba saja

kita sering diperdengarkan oleh kosakata-kosakata yang tidak pernah kita dengar

sebelumnya.

Kalangan orang tua seringkali merasa prihatin terhadap fenomena bahasa gaul,

mereka menganggap jaman sekarang semakin anak bergaul, efek buruknya anak

berpotensi lebih menyerap kata kata yang tidak pantas dan sopan.

Dari sekian banyaknya kosakata bahasa gaul sejak awalnya dulu, sejalan dengan

perubahan jaman dan generasi, bahasa gaul pun juga ikut mengalami perubahan sesuai

dengan selera generasinya.

Beberapa contoh bahasa gaul :

Garink : tidak lucu

Jablay : jarang dibelai

Pasutri : pasukan suami takut istri

Cimut : ciuman maut

Kemek : makan

Hasem : ingin merokok

Skull : sekolah

Kull : kuliah

Meneketehe : mana aku tahu

Kemsi : Kemek siang (makan siang)

Parno : Paranoid

Sherina : Serius na

Marsyanda : Masa oloh serius na

Tp : tebar pesona

Gaptek : gagap teknologi

Neting : Negatif Thinking

Doror : Double eror

Tajir : Orkay (orang kaya)

Bapuk : jelek/buluk

Caur : hancur

Gazebo : Gak zelas bo..(tidak jelas)

Nembak : menyatakan cinta

Jadian : pacaran

Tase : bermesraan

Tababmerematahua : (udah yang palng jelek!)

AA Gym GTL : agak agak gimana gitu loh!

Bokis : bohong

Jorki : Joker (jorok)

Pewe : Posisi (Wu)enak

Songong : belagu

Pecun : perek culun

SMS :  suka sama suka

Sodokur :  sodara (saudara)

Titi kamal : hati-hati kalau malam

Balon : bakal calon

bekibolang : belok kiri boleh

19

jadul : jaman dulu

Ciamik : bagus

Cingcay lah : lumayan lah

Jarpul : jarang pulang

SMP : sehabis makan pulang

Capcus : cabut (pulang/pergi)

Makaci : terimakasih

brondong : lebih muda

brownis :  brondong manis

cemat : cewek matre

cemen : gak ada nyali (takut)

CDMA : cape deh males ah

Ember : iya (benar/setuju)

Macacci : masa sih

Menyimak asal muasal bahasa gaul, ada sebuah penafsiran bahwa dalam dunia

muda berlaku simbol-simbol yang “simple”, mudah diucapkan, akrab ditelinga, dan

spontan. Jika ada sebuah kata yang dianggap baru dan tepat untuk menggambarkan

suatu keadaan maka dengan cepat akan segera diadopsi. Bisa jadi ucapan-ucapan

tersebut berawal dari ”celetukan” spontan saja, namun karena dianggap memenuhi

unsur-unsur tersebut diatas, maka segera akan menjadi populer. Bisa juga berasal dari

singkatan dari beberapa kata (Urbanus, 2009).

Biasanya bahasa gaul akan mengalami masa “pasang-surut”, tiap generasi

memiliki selera dan dinamikanya sendiri, tidak perlu dipersoalkan secara serius sebagai

sebuah ancaman rusaknya tatanan bahasa, karena hanya bersifat sementara, datang dan

pergi dan selalu akan begitu. Bahasa gaul hanya digunakan sebagai bahasa komunitas

kaum muda yang mencoba membangun solidaritas dan bertahan ditengah-tengah jaman

yang semakin cepat berlar (Urbanus, 2009).

3.5 Bahasa Gaul di Kalangan Pelajar

Remaja khususnya para pelajar dan mahasiswa dituntut menggunakan bahasa

Indonesia yang baik dalam berbicara dengan orang lain agar bahasa persatuan tersebut

dapat berkembang, karena ada kecenderungan kini banyak pelajar dan mahasiswa

menggunakan bahasa gaul.

Dosen Program Studi Bahasa Indonesia dan Sastra Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumut, Drs M Isman, MHum di Medan, Rabu,

28 oktober 2009, mengatakan, kebanyakan remaja maupun mahasiswa kurang

menerapkan penggunaan bahasa Indonesia yang baku sesuai dengan kaidahnya karena

tidak dibiasakan dalam kehidupan sehari-harinya.

"Sebagian mahasiswa memang lebih banyak menggunakan bahasa gaul karena

pembendaharaan katanya lebih gampang untuk digunakan, tapi apabila penggunaan

20

bahasa Indonesia dibiasakan dan ada kemauan pasti bisa," kata Drs M Isman, MHum

(Kompas.com: 2009).

"Guru atau dosen terkadang jarang menegur siswanya apabila mereka salah ketika

mengucapkannya sehingga banyak siswa tidak merasa bersalah. Maka sebagai pengajar

perlu banyak melatih agar mereka terbiasa menggunakannya dalam proses belajar di

kelas," ujarnya. (Kompas.com:2009)

Kurangnya mahasiswa menggunakan bahasa Indonesia yang baik disebabkan

faktor kebiasaan dan kurangnya kesadaran untuk menggunakan bahasa tersebut.Meski

tidak disukai oleh remaja, penggunaan bahasa Indonesia harus dipaksa agar mereka

menggunakan bahasa yang baku. Upaya memotivasi pelajar dan mahasiswa agar

menguasai bahasa Indonesia dilakukan dengan cara belajar dan terus berlatih. Pada saat

mereka berlatih didepan kelas akan diberikan penghargaan dalam bentuk pujian supaya

mereka lebih serius lagi. Sebenarnya tanggungjawab di dalam pengajaran tidak hanya

dibebankan kepada guru atau dosen bahasa Indonesia saja, tetapi juga guru dan dosen

lainnya ikut serta dalam mengembangkan bahasa tersebut agar para siswa menyadari

bahwa hal itu cukup penting.

"Selama ini proses pengajaran hanya dilakukan dalam bentuk teori saja dan prakteknya

kurang sehingga sebagian mahasiswa tidak dapat menggunakannya sesuai dengan

tempatnya," kata M. Isman (Kompas.com:2009).

Agar mahasiswa dapat menguasai penggunaan kata-kata bahasa Indonesia yang

baik, seharusnya proses pengajarannya bukan hanya sebagai formalitas saja tetapi perlu

ditekankan bagaimana peserta didik terampil menggunakannya.

3.6 Distribusi Geografis Bahasa Gaul

Bahasa gaul umumnya digunakan di lingkungan perkotaan. Terdapat cukup

banyak variasi dan perbedaan dari bahasa gaul bergantung pada kota tempat seseorang

tinggal, utamanya dipengaruhi oleh bahasa daerah yang berbeda dari etnis-etnis yang

menjadi penduduk mayoritas dalam kota tersebut. Sebagai contoh, di Bandung, Jawa

Barat, perbendaharaan kata dalam bahasa gaulnya banyak mengandung kosakata-

kosakata yang berasal dari bahasa sunda (Grafura, 2006).

BAB IV

PENUTUP

21

4.1 Simpulan

Dari uraian pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:

1. Bahasa gaul telah banyak terasimilasi dan menjadi umum. Bahasa gaul sering

digunakan sebagai bentuk percakapan sehari-hari dalam pergaulan di lingkungan

sosial bahkan dalam media-media popular.

2. Bahasa gaul sudah muncul sejak awal 1970-an yaitu bahasa prokem. Pada tahun

yang sama kaum waria juga menciptakan bahasa mereka sendiri. Kemudian, bahasa

komunitas banci masuk dalam bahasa pergaulan anak muda secara umum. Kata-kata

bahasa Inggris juga makin marak disisipkan dalam percakapan sehari-hari.

3. Bahasa gaul memiliki ciri khusus, singkat, lincah dan kreatif. Kata-kata yang

digunakan cenderung pendek, kata yang agak panjang akan diperpendek melalui

proses morfologi. Kalimat-kalimatnya berstruktur kalimat tunggal. Bentuk-bentuk

elip banyak digunakan untuk membuat susunan kalimat menjadi lebih pendek

sehingga seringkali dijumpai kalimat-kalimat yang tidak lengkap.

4. Bahasa gaul mengalami masa “pasang-surut”, tiap generasi memiliki selera dan

dinamikanya sendiri. Bahasa gaul tidak akan merusak tatanan bahasa, karena hanya

bersifat sementara. Bahasa gaul hanya digunakan sebagai bahasa komunitas kaum

muda untuk membangun solidaritas.

5. Kebanyakan pelajar maupun mahasiswa kurang menerapkan penggunaan bahasa

Indonesia yang baku sesuai dengan kaidahnya karena tidak dibiasakan dalam

kehidupan sehari-harinya. Sebagian pelajar dan mahasiswa lebih banyak

menggunakan bahasa gaul karena pembendaharaan katanya lebih gampang untuk

digunakan.

6. Bahasa gaul umumnya digunakan di lingkungan perkotaan. Terdapat cukup banyak

variasi dan perbedaan dari bahasa gaul bergantung pada kota tempat seseorang

tinggal dan bahasa daerah yang berbeda dari etnis-etnis yang menjadi penduduk

mayoritas dalam kota tersebut.

4.2 Saran

Dari simpulan yang disebutkan di atas, penulis dapat memberikan beberapa

saran anatara lain:

1. Semua pihak tidak perlu khawatir tentang fenomena bahasa gaul karena bahasa gaul

tidak akan menjadi ancaman yang dapat merusak tatanan bahasa Indonesia yang

baku.

22

2. Para remaja khususnya pelajar maupun mahasiswa harus membiasakan menerapkan

penggunaan bahasa Indonesia yang baku sesuai dengan kaidahnya dalam kehidupan

sehari-harinya.

3. Dalam forum-forum resmi hendaknya masyarakat khususnya para remaja tetap

menggunakan tatanan bahasa Indonesia yang baku.

4. Media-media cetak maupun elektronik harus tetap menggunakan tatanan bahasa

Indonesia yang baku dalam menyajikan informasi kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

23

_______ . 2005. Bahasa Prokem Indonesia. Wikipedia Indonesia, (online).

(http://id.wikipedia.org diunduh Desember 2009)

______ . 2006. Remaja dab Mahasiswa Banyak Gunakan Bahasa Gaul. Kompas.com,

(online). (http://m.kompas.com. Diunduh Desember 2009)

Grafura, Lubis. 2006. Bahasa Gaul Remaja Indonesia. Cerpen Lubis Grafura, (online).

(http://lubisgrafura.wordpress.com diunduh Desember 2009)

Magnum. 2006. Bahasa Gaul Gitu Looh…. . Indoforum, (online).

(http//www.indoforum.org. diunduh Desember 2009)

Massofa. 2009. Penggunaan Ragam Bahasa Gaul di Kalangan Remaja di Taman Oval

Markoni Kota Tarakan. Cari Ilmu Online Borneo, (online).

(http://massofa.wordpress.com. Diunduh Desember 2009)

Tajudin, Qaris. 2007. Secara Gue Gaul Gitu Loh!. Kompas, (online).

(http://groups.yahoo.com. Diunduh Desember 2009)

Urbanus, Doddy. 2009. Bahasa Gaul dan Solidaritas Kaum Muda. Bahasa Kita, (online).

(http://doddyurbanus.blog.plasa.com diunduh Desember 2009)

24