12
1 SEMINAR NASIONAL, IPDN KAMPUS NUSA TENGGARA BARAT 2013 Mataram, 16 September 2013 “SISTEM PEMILUKADA BAGI BUPATI/WALIKOTA” H. JAMALUDDIN MALIK (Bupati Sumbawa) A. PENDAHULUAN Komitmen awal para pendiri Republik ini seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, adalah menciptakan bangunan politik demokrasi yang refresentatif dan pluralistis, sesuai dengan nilai “keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan”. Namun pemindahan kekuasaan pada waktu kemerdekaan tidak disertai oleh pembentukan pemerintahan demokratis yang kuat, mengakibatkan budaya politik berkembang pada sebuah lingkungan yang tidak menerapkan proses-proses demokrasi yang sejati, sehingga sangat sedikit modal politik yang diwariskan bagi kehidupan dewasa ini yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan membangun kerangka demokrasi bagi masa depan. Bergulirnya gerakan reformasi di Indonesia sejak tahun 1998 yang melahirkan percepatan ke arah demokratisasi dengan berlangsungnya pembukaan ruang politik yang luas bagi masyarakat sipil, pembebasan ruang gerak media, dan juga semangat positif untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah daerah yang lebih besar, serta semakin luasnya cakupan warga negara yang merasa dirinya sebagai mitra dan peserta aktif dalam tata pemerintahan di negeri ini. Gerakan tersebut telah menjadi gerbang pembuka kesempatan bagi berlangsungnya reformasi demokratis dengan kesadaran kolektif dan tekad bahwa perubahan mendasar ke arah yang lebih baik harus dilakukan pada seluruh sendi- sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk perubahan menyeluruh pada semua pranata politik, sosial dan ekonomi, serta perubahan pada basis hubungan antara rakyat dan negara. Salah satu wujud tuntutan reformasi yang saat ini telah memberikan perubahan yang sangat signifikan terhadap perkembangan demokrasi di daerah, adalah pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung, berdasarkan Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagaimana dilihat melalui penjabaran dari pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan

Makalah Bupati Sumbawa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah

Citation preview

Page 1: Makalah Bupati Sumbawa

1 SEMINAR NASIONAL, IPDN KAMPUS NUSA TENGGARA BARAT 2013 Mataram, 16 September 2013

“SISTEM PEMILUKADA BAGI BUPATI/WALIKOTA”

H. JAMALUDDIN MALIK

(Bupati Sumbawa)

A. PENDAHULUAN

Komitmen awal para pendiri Republik ini seperti tertuang dalam

Pembukaan UUD 1945, adalah menciptakan bangunan politik demokrasi yang

refresentatif dan pluralistis, sesuai dengan nilai “keadilan sosial, kesejahteraan

rakyat dan kemanusiaan”. Namun pemindahan kekuasaan pada waktu

kemerdekaan tidak disertai oleh pembentukan pemerintahan demokratis yang

kuat, mengakibatkan budaya politik berkembang pada sebuah lingkungan yang

tidak menerapkan proses-proses demokrasi yang sejati, sehingga sangat sedikit

modal politik yang diwariskan bagi kehidupan dewasa ini yang bisa dimanfaatkan

oleh masyarakat dan membangun kerangka demokrasi bagi masa depan.

Bergulirnya gerakan reformasi di Indonesia sejak tahun 1998 yang

melahirkan percepatan ke arah demokratisasi dengan berlangsungnya pembukaan

ruang politik yang luas bagi masyarakat sipil, pembebasan ruang gerak media, dan

juga semangat positif untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah daerah

yang lebih besar, serta semakin luasnya cakupan warga negara yang merasa

dirinya sebagai mitra dan peserta aktif dalam tata pemerintahan di negeri ini.

Gerakan tersebut telah menjadi gerbang pembuka kesempatan bagi

berlangsungnya reformasi demokratis dengan kesadaran kolektif dan tekad bahwa

perubahan mendasar ke arah yang lebih baik harus dilakukan pada seluruh sendi-

sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk perubahan menyeluruh pada

semua pranata politik, sosial dan ekonomi, serta perubahan pada basis hubungan

antara rakyat dan negara.

Salah satu wujud tuntutan reformasi yang saat ini telah memberikan

perubahan yang sangat signifikan terhadap perkembangan demokrasi di daerah,

adalah pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung,

berdasarkan Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagaimana

dilihat melalui penjabaran dari pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan

Page 2: Makalah Bupati Sumbawa

2 SEMINAR NASIONAL, IPDN KAMPUS NUSA TENGGARA BARAT 2013 Mataram, 16 September 2013

bahwa “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala

Pemerintahan Propinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis”. yang

sebelumnya pemilihan tersebut dilaksanakan secara tidak langsung yaitu melalui

wakil-wakil rakyat di DPRD (Sistem perwakilan).

Tidak dapat dipungkiri, bahwa setelah sekian lama orde reformasi berjalan,

demokratisasi yang telah mengalami lompatan kemajuan yang luar biasa tersebut,

dalam perkembangannya belum dibarengi oleh upaya pembangunan yang

signifikan agar demokrasi bisa tumbuh secara sehat dan konstruktif. Masyarakat

sipil terus tumbuh tetapi tidak disertai oleh kestabilan sosial. Kebebasan sebagai

simbol demokrasi menimbulkan euphoria kebebasan tanpa batas (etika) dalam

semua sektor kehidupan cenderung menjadi kabur. Dalam kancah politik, relasi

kekuasaan menjadi tidak profesional karena faktor-faktor nepotisme dan

transaksional. Penegakan hukum belum dapat dipastikan berjalan sesuai harapan,

padahal demokrasi tanpa penegakan hukum yang kuat akan menimbulkan

kekacauan dan merusak demokrasi itu sendiri (demokrasi dirusak dengan cara

demokrasi) 1*

. Fenomena tersebut juga mewarnai perjalanan proses pemilihan

kepala daerah (pemilukada) secara langsung yang masih banyak menunjukkan

kelemahan-kelemahan, meskipun sesungguhnya perubahan sistem tersebut

dilakukan atas semangat untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan sistem

sebelumnya.

Menyikapi kondisi tersebut, pembaharuan-pembaharuan pada seluruh aspek

terus berlangsung, termasuk aspek konstitusionalisme dan aturan hukum yang

memandang bahwa konstitusi yang disahkan pada suatu masa bisa jadi kehilangan

relevansinya pada masa yang lain, sehingga diperlukan pembaharuan termasuk

sifat-sifat konstitusional sistem politik untuk membangun kerangka kerja yang

stabil dan diimplementasikan melalui perundang-undangan yang menjamin sistem

tersebut dapat berjalan dengan benar serta menjadi tempat berakarnya praktek-

praktek demokratis. Demikian pula dengan peran masyarakat sipil yang kuat

menjadi prasyarat bagi demokrasi yang kuat, sehingga untuk membangun

pemerintahan yang demokratis, penting adanya jaminan akses yang

memungkinkan keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat dalam proses-proses

pembuatan keputusan. Semuanya itu merupakan pembelajaran politik yang sedang

1* Mahfud MD. Lingkungan Politik dan Reformasi Birokrasi di Indonesia Pasca 2014 .

Page 3: Makalah Bupati Sumbawa

3 SEMINAR NASIONAL, IPDN KAMPUS NUSA TENGGARA BARAT 2013 Mataram, 16 September 2013

berlangsung guna menemukan format demokrasi yang diharapkan dapat memiliki

multiplier effect positif di masa depan.

Untuk itu, melalui seminar yang bertema “pilihan kebijakan sistem

pemilihan umum kepala daerah”, maka bahasan makalah ini difokuskan pada

Sistem Pemilukada Bagi Bupati/Walikota, sebagai pokok - pokok pikiran

sekaligus harapan yang mungkin bermanfaat dalam mendesain sistem pemilukada

berkualitas yang dapat meminimalisir potensi konflik dan ekses negatif di daerah,

sehingga mampu melahirkan pimpinan daerah yang terpilih sesuai hati nurani dan

keinginan masyarakat daerah.

B. REFLEKSI PELAKSANAAN PEMILUKADA LANGSUNG BAGI

BUPATI/WALIKOTA

Tahun 2005 merupakan tonggak sejarah baru bagi sebagian besar

Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, dimana pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah dilakukan secara langsung oleh masyarakat. Banyak catatan penting

terkait keunggulan maupun kelemahan pelaksanaan pemilukada bagi

Bupati/Walikota yang bisa dibaca sejak diberlakukannya Pemilukada Langsung,

antara lain :

1. Keunggulan Pemilukada Langsung

Berdasarkan pengamatan kami di lapangan disertai dengan rujukan dari

berbaga sumber, sistem Pemilukada Langsung memiliki beberapa keunggulan.

Pertama, Pemilukada secara langsung memungkinkan proses yang lebih

partisipatif. Partisipasi jelas akan membuka akses dan kontrol masyarakat yang

lebih kuat sebagai aktor yang telibat dalam Pemilukada dalam arti partisipasi

secara langsung merupakan prakondisi untuk mewujudkan kedaulatan ditangan

rakyat dalam konteks politik dan pemerintahan. Selain itu, Pemilukada langsung

merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan Presiden dan

Wakil Presiden, DPR, DPD, bahkan Kepala Desa selama ini telah dilakukan

secara langsung.

Page 4: Makalah Bupati Sumbawa

4 SEMINAR NASIONAL, IPDN KAMPUS NUSA TENGGARA BARAT 2013 Mataram, 16 September 2013

Kedua, proses Pemilukada secara langsung memberikan ruang dan pilihan yang

terbuka bagi masyarakat untuk menentukan calon pemimpin yang memiliki

kapasitas, dan komitmen yang kuat serta legitimate dimata masyarakat sehingga

pemimpin yang baru tersebut dapat membuahkan keputusan-keputusan yang lebih

baik dengan dukungan dan kepercayaan dari masyarakat luas dan juga diharapkan

akan terjadinya rasa tanggung jawab secara timbal balik. Kepala daerah terpilih

nantinya lebih merasa mendapatkan dukungan dari masyarakat, sehingga

kebijakan-kebijakan tentu saja lebih berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan

rakyat. Pada saat yang sama, rakyat juga akan lebih mendukung kebijakan-

kebijakan kepala daerah sebab mereka telah berperan secara langsung dalam

pengangkatan kepala daerah. Pemilukada langsung sebagai sarana pembelajaran

demokrasi (politik) bagi rakyat. Ia menjadi media pembelajaran praktik

berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif

segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai

nuraninya.

Ketiga, mendekatkan elit politik dengan konstituen atau masyarakat. Diharapkan

dengan pemilihan seperti ini mayarakat akan lebih mengenal pemimpin mereka di

daerah sehingga akan memudahkan proses komunikasi politik di daerah.

Keempat, lebih terdesentralisasi. Berbeda dengan pemilihan kepala daerah

sebelumnya, pemilihan kepala daerah dilakukan pemerintah dengan cara

menunjuk atau menetapkan aktor politik untuk menempati jabatan politik di

daerah. Pemilukada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi

kepemimpinan nasional.

Kelima, Kepala daerah terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi yang sangat

kuat, sistem Pemilukada langsung lebih akuntabel karena adanya akuntabilitas

politik, check and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif dapat lebih

berjalan seimbang, kriteria calon kepala daerah dapat dinilai secara langsung oleh

rakyat yang akan memberikan suaranya, Pemilukada langsung sebagai wadah

pendidikan politik rakyat, kancah pelatihan dan pengembangan demokrasi.

Pemilukada langsung sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan, membangun

Page 5: Makalah Bupati Sumbawa

5 SEMINAR NASIONAL, IPDN KAMPUS NUSA TENGGARA BARAT 2013 Mataram, 16 September 2013

stabilitas poilitik dan mencegah separatisme, kesetaraan politik dan mencegah

konsentrasi di pusat.

Keenam, Pemilukada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945.

Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan

Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi,

kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No

32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan

Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dengan demikian, maka

sesuai semangatnya, Pemilukada langsung dapat menjadi sarana untuk

memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga

ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan

dalam Pemilukada langsung, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan

tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat akan dapat

diwujudkan.

2. Kelemahan Pemilukada Langsung

Dalam pemilukada langsung, beberapa kelemahan masih melekat pada

proses yang dilaksanakan selama ini, antara lain;

a. Daftar Pemilih tidak akurat

Permasalahan daftar pemilih yang tidak akurat dalam Pemilukada, sering

dijadikan oleh para pasangan calon yang kalah untuk melakukan gugatan.

b. Proses Pencalonan yang belum akuntabel

Permasalahan dalam pencalonan yang selama ini terjadi disebabkan oleh 2

(dua) hal yaitu konflik internal partai politik/gabungan partai politik dan

keberpihakan para anggota KPUD dalam menentukan pasangan calon yang

akan mengikuti Pemilukada. Faktor yang mempengaruhi ketidaknetralan

KPUD berdasarkan faktor kedekatan dan kekerabatan degan salah satu

pasangan. Selain itu, tidak adanya pengadilan yang mengkoreksi keputusan

KPUD sehingga sangat dipandang memiliki kekuasaan yang sangat dominan

dalam penyelenggara pemilikada. Permasalahan internal parpol dalam

Page 6: Makalah Bupati Sumbawa

6 SEMINAR NASIONAL, IPDN KAMPUS NUSA TENGGARA BARAT 2013 Mataram, 16 September 2013

menentukan pasangan calon membuat Pemilukada terhambat. Hal itu

disebabkan, adanya kepengurusan ganda, proses seleksi tidak transparan,

adanya intervensi pengurus pusat/provinsi, dan lain-lain.

d. Beban anggaran yang tinggi.

Biaya Pemilukada langsung sangat mahal, tidak hanya menjadi beban APBD

daerah yang bersangkutan, namun juga bagi kandidat (termasuk biaya untuk

diberikan kepada Partai-Partai pengusung);

e. Money politik

Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan

Pemilukada. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang

cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan

mudah.

f. Dana kampanye

Sumber dana pasangan sering tidak transparan. Hasil audit dana kampanye

baik perorangan atau perusahan sering tidak diumumkan ke publik. Hal itu

menimbulkan kecurigaan publik, bahwa dana kampanye pasangan berasal dari

dana korupsi atau sumbangan yang dikemudian hari pasangan tersebut, maka

pemberi sumbangan akan mendapat imbalan berupa jabatan atau proyek-

proyek pemerintah.

g. PNS tidak netral

Dalam berbagai kampanye masih ditemukan PNS yang memihak pasangan

tertentu, terutama incumbent. Dilain pihak calon incumbent memanfaatkan staf

Pemda untuk kepentingan kampanyenya.

h. Pelanggaraan kampanye

Pelanggaran kampanye dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk, salah satu

yang menjadi sorotan yaitu kampanye negatif/kampanye hitam, serta curi start.

Terlambatnya panitia pengawas (Panwas) oleh DPRD, sehinggat tidak dapat

mengawasi tahapan pemilukada secara keseluruhan. Berbagai penyimpangan

pada persiapan sering tidak dilanjuti, karena Panwas dibentuk menjelang masa

kampanye. Demikian pula dengan masa kampanye yang masih dipandang

singkat.

i. Intervensi DPRD

Page 7: Makalah Bupati Sumbawa

7 SEMINAR NASIONAL, IPDN KAMPUS NUSA TENGGARA BARAT 2013 Mataram, 16 September 2013

Pada umumnya terjadi apabila DPRD tidak setuju akan pasangan terpilih

dengan berbagai alasan. DPRD tidak mengirim berkas pemilihan kepada

Gubernur dan Kemendagri, hal itu menghambat pelantikan pasangan terpilih.

Hal itu pernah terjadi di Gorontalo dan Aceh. Peran DPRD dalam Pemilukada

juga dapat memicu konflik. Pemilukada memang sepenuhnya dilaksanakan

oleh KPU Daerah, tetapi pertanggungjawabannya harus disampaikan kepada

DPRD. Dalam hal ini, kerja KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah)

berpotensi diintervensi oleh partai politik yang mempunyai kekuatan di DPRD.

Sebab, sejalan dengan kewenangan yang besar dalam proses-proses politik

lokal, partai politik berpotensi mengintervensi fungsi KPUD, jika kerja KPUD

dianggap tidak menguntungkannya.

j. Muncul konflik horizontal.

Beberapa sumber konflik yang selama ini terjadi antara lain pada mobilisasi

politik atas nama agama, suku, daerah asal, kampanye negatif, premanisme

politik/pemaksaan kehendak, kecurangan dan manipulasi suara, serta

penafsiran aturan penyelenggaraan pemilukada yang beragam.

Selain sistem Pemilukada langsung, Pemilukada oleh anggota DPRD

pernah dilakukan ketika undang-undang pemerintahan daerah masih

menggunakan UU No. 22/1999. Model pemilihan ini relatif lebih hemat dan

efisien dari sisi biaya dibanding dengan sistem pemilihan langsung seperti

digunakan saat ini, namun kurang melibatkan partisipasi masyarakat secara luas

dalam menentukan pemimpinnya sehingga menjadi kurang demokratis

dibandingkan jika dipilih langsung. Selain itu, juga sangat terbuka kemungkinan

terjadinya praktik dagang sapi (money politics) oleh anggota DPRD dan oligarki

parlemen. Cara pemilihan melalui lembaga perwakilan sering berdampak dengan

munculnya bupati/walikota yang tidak sesuai dengan harapan rakyat.

Alasan para pihak yang mengusulkan agar mengembalikan Pemilukada

kepada anggota DPRD pada umumnya didasarkan pada 3 (tiga) pokok masalah

berikut.

Pertama, Pemilukada langsung dipandang tidak efisien dilihat dari sisi anggaran.

Kedua, Pemilukada langsung banyak memicu dan melahirkan konflik horizontal

Page 8: Makalah Bupati Sumbawa

8 SEMINAR NASIONAL, IPDN KAMPUS NUSA TENGGARA BARAT 2013 Mataram, 16 September 2013

dalam masyarakat, seringkali bahkan berkepanjangan. Sementara pada proses dan

hasilnya masih jauh dari ideal. Sebagian orang bahkan melihat, bahwa para kepala

daerah produk Pemilukada langsung tidak lebih baik dari para kepala daerah hasil

pemilihan oleh dewan. Ketiga, Pemilukada langsung banyak diwarnai praktik-

praktik tidak sehat seperti jual beli suara.2*

Memperhatikan refleksi pemilukada Bupati/Walikota dari tahun 2005

sampai saat ini yang menimbulkan pro dan kontra bahkan memunculkan apatisme

guna kelanjutannya bahkan muncul pula wacana agar dikembalikan lagi kepada

sistem pemilihan melalui DPRD. Disadari atau tidak pada hakekatnya

Pemilukada Bupati/Walikota secara langsung merupakan sistem yang lebih baik

daripada pemilihan secara tidak langsung dan merupakan jawaban atas tuntutan

aspirasi rakyat dan reformasi sistem pemilihan pemimpin pemerintahan daerah,

karena Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif dan bahkan Pemilihan Kepala Desa

selama ini dilakukan secara langsung dan harus dipertahankan sebagai sistem

pemilukada yang permanen sambil terus melakukan koreksi dan perbaikan dalam

penyelenggaraannya. Selain sebagai bentuk konkret perwujudan konstitusi UUD

1945 dan penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung

jawab yang dititik beratkan di Kabupaten/Kota, Pemilukada Bupati/Walikota

secara langsung merupakan sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat

untuk memilih pemimpin sesuai hati nurani, memperkuat ekonomi lokal dan

sebagai wahana kaderisasi kepemimpinan baik di tingkat lokal maupun nasional.

C. PENUTUP

Jika dihadapkan pada dua pilihan, apakah Pemilukada Bupati/Walikota

menggunakan langsung atau tidak langsung, maka dalam pandangan kami sistem

yang paling baik adalah Sistem Pemilukada langsung. Sistem pemilihan secara

langsung merupakan alternatif yang paling realistis guna mendekatkan aspirasi

demokrasi rakyat dengan kekuasaan pemerintah dan pada saat yang sama

memberikan basis legitimasi politik kepada pejabat eksekutif yang terpilih. Dalam

Pemilukada Langsung, demokrasi yang ada berarti terbukanya peluang bagi setiap

warga masyarakat untuk menduduki jabatan publik, juga berarti adanya 2*

Agus Sutisna (2010. Menimbang Ulang Pemilukada Langsung, diunduh dari politik.kompasiana.com/

-Tembolok (28 November 2010)

Page 9: Makalah Bupati Sumbawa

9 SEMINAR NASIONAL, IPDN KAMPUS NUSA TENGGARA BARAT 2013 Mataram, 16 September 2013

kesempatan bagi rakyat untuk menggunakan hak-hak politiknya secara langsung

dan kesempatan untuk menentukan pilihan dan ikut serta mengendalikan jalannya

pemerintahaan.

Dengan demikian adanya Pemilukada secara langsung ini, proses

demokratisasi ditingkat lokal sudah dapat diwujudkan sehingga dapat diperoleh

pemimpin yang sesuai dengan pilihan yang dapat diterima dan dikehendaki oleh

rakyat didaerahnya sehingga pemimpin rakyat tersebut dapat merealisasikan

kepentingan dan kehendak rakyatnya secara bertanggung jawab sesuai potensi

yang ada untuk mensejahterakan masyarakat daerahnya. Dilaksanakannya

Pemilukada secara langsung pastilah memiliki suatu tujuan, dimana untuk

menjalankan amanat atau berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 yakni untuk

melaksanakan kedaulatan rakyat.

Adanya kelemahan-kelemahan seperti yang selama ini dirasakan dalam

proses pemilukada langsung, antara lain pada akurasi daftar pemilih, akuntabilitas

proses pencalonan, proses kampanye, money politic, perhitungan suara, netralitas

PNS, keamanan, konflik dan penanganan sengketa, termasuk pendanaan,

penyelenggara, waktu penyelenggaraan, dan lain-lain tentu memerlukan

pembenahan. Untuk itu, beberapa rekomendasi yang mungkin dapat bermanfaat

dalam rangka menciptakan pemilukada yang lebih berkualitas di masa datang,

yaitu :

1. Peningkatan akurasi daftar pemilih.

Dari segi regulasi, pengaturan data pemilih yang ada dalam Pasal 70 ayat (1)

dan ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 sebetulnya sudah cukup memadai. Kunci

penyelesaian dari daftar pemilih yang kurang akurat adalah pelibatan RT/RW

secara resmi dan intensif baik dalam up dating data penduduk maupun

perbaikan data pemilih.

2. Peningkatan akuntabilitas proses pencalonan.

Dari segi regulasi, pengaturan tahapan pencalonan yang ada dalam Pasal 59

sampai dengan pasal 64 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 belum cukup

memadai. Untuk mengatasi kekurangan ini, ke depan pasangan calon perlu

diberi ruang untuk mengajukan keberatan ke pengadilan, jika dalam proses

Page 10: Makalah Bupati Sumbawa

10 SEMINAR NASIONAL, IPDN KAMPUS NUSA TENGGARA BARAT 2013 Mataram, 16 September 2013

pencalonan dirugikan KPUD. Selain itu, diperlukan pengaturan agar dalam

proses pencalonan dapat dilakukan melalui seleksi secara terbuka dan

akuntabel.

3. Masa kampanye yang lebih memadai.

Dari segi regulasi, pengaturan mengenai kampanye yang diatur dalam pasal

75 sampai dengan pasal 85 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 belum

memberi waktu yang cukup, yaitu hanya 14 (empat belas) hari, sehingga tidak

cukup bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi lengkap para calon.

Untuk itu perlu pengaturan masa kampanye yang cukup dan peningkatan

kualitas kampanye agar dapat mendidik pemilih untuk menilai para calon dari

sisi program.

4. Peningkatan akuntabilitas penghitungan dan rekapitulasi hasil

penghitungan suara.

Dari segi regulasi, pengaturan mengenai penghitungan dan rekapitulasi hasil

penghitungan suara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 96 s/d Pasal 101

UU No. 32 Tahun 2004 masih mengandung celah terjadi manipulasi pada

pembuatan berita acara dan sertifikat penghitungan suara yang tidak sama

dengan hasil penghitungan suara yang disaksikan oleh masyaakat, karena

tidak semua peserta Pemilukada menempatkan saksi di setiap TPS dan

keterbatasan jangkauan Panwaslu mengawasi penghitungan suara di setiap

TPS. Selain itu pengumuman hasil penghitungan suara yang dipasang di

setiap TPS hanya selama TPS ada (tidak lebih dari sehari), sehingga para

saksi peserta Pemilukada kesulitan untuk mengakses hasil penghitungan suara

di setiap TPS. Untuk itu perlu pengaturan yang memungkinkan adanya

kontrol dari masyarakat/para saksi calon untuk mengakses hasil penghitungan

suara di TPS maupun hasil rekapitulasi hasil penghitungan suara di setiap

tingkatan.

5. Peningkatan penyelenggara Pemilu yang adil dan netral

Page 11: Makalah Bupati Sumbawa

11 SEMINAR NASIONAL, IPDN KAMPUS NUSA TENGGARA BARAT 2013 Mataram, 16 September 2013

Keberpihakan penyelenggara pemilu kepada salah satu pasangan calon terjadi

karena kriteria dalam sistem seleksi para anggota penyelenggara pemilu baru

belum menjangkau sikap mental yang diperlukan bagi penyelenggara pemilu

yang antara lain harus netral, obyektif, mempunyai integritas tinggi,

kesukarelaan/keterpanggilan dalam tugas, dan tidak tidak mudah

mengeluarkan statement. Untuk itu dalam revisi UU perlu penambahan

kriteria sikap mental dimaksud dalam sistem seleksi anggota penyelenggara

pemilu.

9. Minimalisasi politisasi birokrasi oleh kepala daerah/wakil kepala daerah

incumbent dalam Pemilukada.

Dalam rangka menjaga kesetaraan (fairness) dan menjaga netralitas Pegawai

Negeri Sipil (PNS) dalam Pemilukada, kepala daerah/wakil kepala daerah

yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala

daerah harus aktif.

10. Pemilukada serentak.

Optimasi penggabungan Pemilukada di Indonesia yang paling optimal

berdasar kriteria kontinuitas jalannya pemerintahan daerah, kesiapan aparat

keamanan, dampak isu yang akan muncul terhadap dan efisiensi biaya.

12. Peninjauan sistem pemilihan wakil kepala daerah.

Pemilihan wakil kepala daerah dilakukan secara langsung berpasangan

dengan kepala daerah, pada banyak daerah telah menimbulkan hubungan

yang tidak sinergi dalam menjalankan tugas dan fungsi. Berkenaan dengan

tersebut perlu dilakukan perumusan ulang sistem pemilihan wakil kepala

daerah, agar tidak mengganggu penyelenggaraan pemerintahan daerah dan

dapat menempatkan wakil kepala daerah untuk perkuatan kepala daerah.

13. Hal-hal lain seperti pembiayaan pemilukada yang serentak (diharapkan dari

APBN), pembatasan dan audit dana kampanye kandidat, money politik,

konflik dan penanganan sengketa (diperlukan aturan main yang jelas), serta

upaya-upaya dalam peningkatan kapasitas penyelenggara pemilukada.

Page 12: Makalah Bupati Sumbawa

12 SEMINAR NASIONAL, IPDN KAMPUS NUSA TENGGARA BARAT 2013 Mataram, 16 September 2013

Akhirnya, semoga menjadi harapan kita semua bahwa pemilukada ke

depan haruslah pemilukada yang berkualitas. Ukuran kualitas dimaksud dapat

dicapai dengan sejumlah syarat, yakni tersedianya regulasi yang mampu

menjamin pemilukada berjalan secara demokratis serta proses pelaksanaan yang

demokratis pula. Dengan kata lain Pemilukada yang berkualitas tidak hanya

ditentukan oleh proses pelaksanaan pemilu, tetapi juga dipengaruhi oleh aturan

main dan penegakannya. Selain itu, untuk bisa berberkualitas juga memerlukan

pemilih yang rasional dan para calon kapabel serta akseptabel.

Mengacu pada tulisan Ramlan Surbakti3*

, maka setidaknya ada dua

parameter atau indikator proses penyelenggaraan pemilu yang demokratis.

Pertama, ketentuan yang mengatur setiap tahapan penyelenggaraaan pemilu

mengandung kepastian hukum (predictable procedures), yakni (1) tidak

mengandung kekosongan hukum, (2) antar ketentuan konsisten (tidak

kontradiktif), dan (3) tidak mengandung ketentuan yang multi tafsir. Kedua,

ketentuan yang mengatur setiap tahapan penyelenggaraaan pemilu dirumuskan

berdasarkan asas-asas pemilu yang demokratis (luber, jurdil, akuntabel, edukatif).

2* Ramelan Surbakti (2008). Ketidakpastian Hukum Dalam Pengaturan Tahapan Penyelenggaraan Pemilihan

Umum” dalam Ramlan Surbakti (et.all.) , Perekayasaan Sistem Pemilu, Jakarta, Kemitraan, 2008.