Makalah - Cerai (Implikasinya Bagi Individu Dan Sosial)

  • Upload
    vatonie

  • View
    867

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

CERAI(Implikasinya Bagi Individu Dan Sosial)Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Dosen Pengampu : Ahmad Arifin, M.Ag

Disusun Oleh : Faisal Riza Rosyida Nur Alif. S Euis Nur Laela

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH IAIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2002

Pendahuluan Perkawinan adalah hal yang membahagiakan bagi setiap insan yang menghendakinya, satu jenjang kehidupan yang membuahkan rentetan tanggung jawab (bagi pelakunya). Tetapi dalam perkawinan tidak menutup kemungkinan adanya perselisihan, pertengkaran, antara suami istri. Ada kalanya suatu permasalahan dapat diselesaikan dengan baik dan ada kalanya pertengkaran tidak dapat diselesaikan dengan baik dan solusi terbaik dalam masalah tertentu- adalah perceraian. Perceraian menyebabkan beberapa konsekuensi yang harus diemban oleh pelakunya. Segala hal yang dalam pernikahan dibolehkan menjadi haram karena adanya perceraian. Belum lagi dengan adanya masalah pembagian harta, pengasuhan anak, dan lain sebagainya. Oleh karena berbagai efek dari perceraian tersebut, maka Islam menganggap bahwa perceraian adalah hal halal yang dibenci (makruh). Berdasarkan pandangan sekilas diatas, maka makalah ini akan membahas seputar masalah perceraian dari pengertian, hukum, macam-macamnya, sebab, hak dan kewajiban suami istri pasca cerai, dan implikasinya terhadap individu (pelaku cerai) dan sosial positif dan negatif-. Banyak tulisan-tulisan yang membahas tentang perceraian dan makalah ini mencoba memperkaya wawasan tentang perceraian. Jelas makalah ini tidak luput dari kekurangan, baik dari segi penulisan maupun pembahasan. Pengertian Cerai Secara etimologi perceraian berarti melepaskan ikatan dari sesuatu yang menghalangi 1 .

Artinya: Talak menurut bahasa ialah melepaskan ikatan dan membiarkan lepas. Oleh karena itu dikatakan unta yang lepas artinya unta yang dibiarkan 2 . Cerai secara terminologi berarti menghilangkan ikatan pernikahan atau mengurangi lepasnya ikatan dengan menggunakan kata-kata tertentu 3 .

Menurut syaikh Qutub talak secara syara adalah melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami istri 4 .

1

Anwar, Kasihan, Keagungan Dan Keindahan Syariat Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1999,

Hlm 103

2 3

Taqiyuddin, Aliman, Widayatul Akhyar Juz II, Hlm 52 Al-Jaziri, Abdurrahman, Al-Fiqh ala Madzahibil Arbaah, Juz IV, Mesir, 1969, hlm 278 4 Nur Jamani, Fiqh Munakahat, Bina Utara, Semarang, hlm 135

Apabila suami yang melepaskan ikatan perkawinan maka perceraian itu disebut Talak, dan apabila istri yang melepaskan ikatan perkawinan maka disebut Khulu. Dan apabila perceraian diputuskan oleh pengadilan maka disebut Fasakh. Macam-Macam Talak Ditinjau dari segi wakttu dijatuhkannya talak, maka talak dibagi menjadi tiga macam sebagai berikut: a. Talak sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah. Perceraian dikatakan talak sunni bila memenuhi empat syarat: 1. Istri yang ditalak sudah pernah dikumpuli. 2. Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak. 3. Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci. 4. Suami tidak pernah dikumpuli istri selama dalam masa suci dalam mana talak itu dijatuhkan. b. Talak BidI, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunnah. Yang termasuk talak BidI: 1. Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haidh. 2. Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah dikumpuli oleh suami. c. Talak Sunni Wal BidI, yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak Sunni maupun talak BidI. 1. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah dikumpuli. 2. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haidh/telah lepas haidh. 3. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil. Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaittu: a. Talak Sahih, yaitu talak yang diucapkan dengan jelas sehingga ucapan tersebut tidak dapat diartikan lain. Contoh: aku talak engkau atau aku ceraikan engkau. b. Talak Inayah, yaitu ucapan talak yang tidak jelas atau melalui sindiran. Contoh: pulanglah kamu. Ditinjau dari segi ada atau tidaknya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri maka talak dibagi meenjadi dua macam, yaitu: a. Talak RajI, yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang pernah dikumpuli bukan karena memperoleh ganti harta dari istri, talak yang pertama kali dijatuhkan atau yang kedua kalinya.

b. Talak Bain, yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami terhadap bekas istrinya, unttuk mengembalikan bekas istri kedalam ikatan perkawinan dengan bekas suami harus melalui akad nikah baru lengkap dengan rukun dan syaratnya. Talak bain ada dua macam: 1. Talak Bain Sughra, yaitu talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam masa iddah. 2. Talak Bain Qubra, yaitu talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahi kembali kecuali bekas istrinya telah menikah dengan orang lain. Ditinjau dari cara suami menyampaikan talak terhadap istrinnya, talak ada beberapa macam: a. Talak dengan ucapan. b. Talak dengan tulisan. c. Talak dengan isyarat. d. Talak dengan putusan. Ditinjau dari masa berlakunya talak dapat berlaku seketika, artinya tidak bergantung pada waktu atau keadaan tertentu. Hukum Talak Berdasarkan bentuk-bentuk peristiwa talak yang tersebut diatas, maka talak dapat dibedakan ketetapan hukumnya yang dinamakan hukum talak: a. Talak wajib, yaitu wajib hukumnya melakukan talak kalau konflik antara suami istri terus menerus terjadi dan tidak dapat dipertemukan lagi baik oleh keluarga maupun oleh Pengadilan Agama. b. Talak haram, yaitu haram hukumnya bagi seorang suami yang menjatuhkan talak kepada istri tanpa sebab yang sah. c. Talak mubah, yaitu menceraikan istri tidak dianjurkan, tidak diwajibkan, atau tidak diharamkan asalkan sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak menimbulkan akibat buruk bagi para pihak setelah terjadi perceraian itu. d. Talak sunnah, yaitu sunnah hukumya menceraikan istri kalau ia tidak mau merubah kebiasaan buruknya semasa belum kawin atau tidak mau menjaga harga diri sebagai seorang istri. e. Talak haram ringan, yaitu seorang suami yang menjatuhkan talak kepada istri dalam keadaan menstruasi yang sebelumnya tidak pernah digauli. Kewajiban Setelah Perceraian Setelah proses perceeraian selesai, tidak otomatis maka hak dan kewajiban antara masing-massing mantan suami istri tersebut menjadi hilang. Ada beberapa hak

dan kewajiban yang masih harus dilakukan oleh keduanya walaupun telah bercerai. Hal ini berdasarkan ketentuan yang tertulis dalam Al-quran dan sunnah yang mana Al-Quran dan sunnah lebih banyak keadaan istri (bagaimana para aktifis gender?). Diantara hak dan kewajiban bagi mantan suami setelah bercerai adalah memberikan nafkah sandang dan pangan bagi mantan istrinya selama dalam iddah. Jadi bagi istri yang belum dicampuri tidak punya hak untuk memperoleh nafkah tersebut karena ia juga tidak punya masa iddah. Hal ini hanya berlaku bagi istri yang telah dicampuri dan hanya menyesuaikan dengan keadaan istri tersebut. Bila istri sedang hamil maka memberi nafkah sampai ia melahirkan (sesuai dengan masa iddahnya), jika istri tersebut sedang suci maka selama tiga kali suci tiga kali masa menstruasi- (sesuai dengan masa iddahnya). Implikasi Bagi Individu Dan Sosial Positif Dan Negatif Perkawinan adalah keadaan yang menyenangkan dimana dua insan membangun mahligai rumah tangga demi melanjutkan keturunannya. Kehidupan yang baru bagi orang yang baru melakukan perkawinan tentunya akan menemui berbagai masalah yang harus dihadapi dan diatasi bersama. Sifat atau karakter masing-masing (suami atau istri) harus dapat disesuaikan demi kelancaran perjalanan rumah tangga. Benturan dari berbagai masalah yang tak kunjung habis tentunya tidak semua dapat diatasi bersama, bahkan tak jarang suami ataupun istri memaksakan kehendaknya (egois) sehingga timbullah masalah-masalah baru yang berujung pada penyelesaian akhir yaitu cerai. Islam pada dasarnya membenci adanya "cerai" karena itu berarti manusia tidak dapat berdamai dan hidup rukun. Akan tetapi dalam kehidupan manusia selalu saja menemukan masalah-masalah yang terkadang manusianya tidak dapat atau tidak mampu memyelesaikan masalah tersebut. Islam memaknai cerai sebagai jalan terbaik bagi kedua pasangan suami istri ketika memang tidak ada jalan lain, jika terdapat jalan yang lebih atau dipandang lebih layak dari cerai maka hendaklah cerai itu dicegah. Hal ini dikemukakan karena mengingat banyaknya kekhawatiran yang dirasakan oleh si pelaku cerai dan keadan masyarakat disekitarnya. Kasus perceraian yang sering kita dengar dari TV (dalam hal ini artis-artis), mendengar berita itu saja kita sudah beranggapan "yang tidak-tidak", mengingat status janda atau pun duda sangatlah rawan akan pembicaraan orang-orang. Beban psikologis juga dirasakan pada anak-anak mereka (apabila si pelaku cerai mempunyai anak) karena tidak menutup kemungkina ia akan kehilangan kasih sayang, diejek teman-temannya dan itu akan lebih mungkin akan menjerumuskan diri si anak pada hal-hal yang menyesatkan.

Kesimpulan Tidak layak sebenarnya bagi kami untuk menyimpulkan poin-poin penting dalam makalah ini karena kesimpulan atau untuk menyimpulkan adalah hak kita semua. Tetapi paling tidak ini dapat memberikan kontribusi penting bagi pemikiran kita. Berdasarkan tulisan yang termuat pada makalah ini, ada beberapa hal yang dapat dijadikan acuan bagi kita dalam membahas ataupun melakukan perceraian. Yang pertama Islam pada dasarnya sangat membenci perceraian. Alasan itu bukan hanya sekedar kata-kata tetapi lebih dari itu terkandung hikmah yang mendalam bagi kita semua dan lebih khusus bagi orang yang telah menikah. Yang kedua, bagi suami pasca cerai hendaklah tetap memperhatikan mantan istrinya (tanggung jawab terhadap mantan istri ) yang ketiga adalah tetap menjaga kaidah syar'iyah dalam melaksanakan perceraian.