22
Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat Pendahuluan Infeksi pada sistem syaraf pusat dan pada jaringan disekitarnya merupakan kondisi yang mengancam jiwa. prognosis tergantung pada identifikasi tempat dan jenis pathogen yang menyebabkan terjadinya inflamasi sehingga bisa diberikan pengobatan anti biotic yang efektif secepat mungkin. Olehkarena analisis LCS, biopsy, dan analisis laboratorium merupakan Gold standard untuk mengidentifikasi pathogen penyebab meningitis, neuroimaging merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk menggambarkan letak lesi pada otak dan medulla spinalis. gambaran pola lesi menentukan diagnosis yang tepat dan menentukan tatalaksana terapi selanjutnya. khususnya, neuroimaging memiliki peran yang sangat penting pada penyakit-penyakit oportunistik, bukan hanya untuk penegakan diagnosis, namun juga untuk memantau respon terapi. makalah ini membahas penemuan terkini dalam bidang neuroimaging pada infeksi system saraf pusat seperti meningoensefalitis bacterial, ventrikulitis dan infeksi medulla spinalis, baik oleh virus maupun penyakit oportunistik pada system saraf pusat. Meningitis Pada keadaan yang diduga meningitis bakterialis dengan penurunan kesadaran, pemeriksaan CT-Scan cranium direkomendasikan sebelum lumbal punksi untuk menghindari herniasi otak akibat 1

Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

Pendahuluan

Infeksi pada sistem syaraf pusat dan pada jaringan disekitarnya merupakan kondisi yang

mengancam jiwa. prognosis tergantung pada identifikasi tempat dan jenis pathogen yang

menyebabkan terjadinya inflamasi sehingga bisa diberikan pengobatan anti biotic yang efektif

secepat mungkin. Olehkarena analisis LCS, biopsy, dan analisis laboratorium merupakan Gold

standard untuk mengidentifikasi pathogen penyebab meningitis, neuroimaging merupakan

pemeriksaan yang sangat penting untuk menggambarkan letak lesi pada otak dan medulla

spinalis. gambaran pola lesi menentukan diagnosis yang tepat dan menentukan tatalaksana terapi

selanjutnya. khususnya, neuroimaging memiliki peran yang sangat penting pada penyakit-

penyakit oportunistik, bukan hanya untuk penegakan diagnosis, namun juga untuk memantau

respon terapi. makalah ini membahas penemuan terkini dalam bidang neuroimaging pada infeksi

system saraf pusat seperti meningoensefalitis bacterial, ventrikulitis dan infeksi medulla spinalis,

baik oleh virus maupun penyakit oportunistik pada system saraf pusat.

Meningitis

Pada keadaan yang diduga meningitis bakterialis dengan penurunan kesadaran,

pemeriksaan CT-Scan cranium direkomendasikan sebelum lumbal punksi untuk menghindari

herniasi otak akibat edema serebri. Bagaimanapun, pengobatan antibiotik empiris harus

dilakukan sebelum CT-Scan dan lumbal punksi dilaksanakan. pada meningitis fase akut,

Pemeriksaan CT-Scan biasanya norma. Lesi pada parenkim tidak mudah terlihat pada gambaran

CT-Scan, kecuali pada iskemik yang disebankan oleh vaskulitis sekunder yang merupakan

komplikasi pada lebih dari 20% kasus (Gambar 1). CT-Scan penting dan cukup untuk

mengetahui kelainan pada basis cranii yang mungkin sebagai penyebab dan menentukan

penanganan yang cepat dan konsultasi bedah jika diperlukan. Sumber infeksi yang potensial

diantaranya adalah fraktur sinus paranasal dan os petrosa maupun infeksi telinga bagian dalam

dan mastoitis. CT venografi merupakan pemeriksaan yang sangat baik untuk mendiagnosa

komplikasi thrombosis sinus sagitalis dan transversa, yang mengharuskan pemberian terapi

antikoagulan heparin intra vena, pada stadium lanjut, persistennya tanda-tanda rangsangan

meningeal dipikirkan sebagai indikasi untuk CT-Scan untuk menyingkirkan kemungkinan

1

Page 2: Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

diserapnya hidrosefalus. Jika drainase ventrikuler diperlukan, pemeriksaan CT-Scan diperlukan

untuk menentukan waktu operasi berikutnya. pada beberapa kasus, efusi subdural sering

ditemukan yang biasanya sembuh dengans endirinya tanpa pengobatan. gambaran parenkim

yang abnormal sebanding lurus dengan gejala neurologis dan akan memperburuk prognosis nya.

Gambar 1: CT-Scan seorang pasien dengan meningitis tuberculosis menunjukkan

perubahan inflamasi perivaskuler dan infark temporer yang disebabkan oleh vaskulitis

Magnetic Resonance Imaging (MRI) bukan merupakan pemeriksaan rutin pada kasus

meningitis bakterialis tanpa komplikasi. pemeriksaan MRI akan membantu memberikan

gambaran yang lebih jelas pada parenkim otak. Terkadang, perbaikan setelah pemberian

godalinum (gd)-DTPA pada pemeriksaan MRI bukan hanya pada jaringan otak dan meedula

spinalis, namun juga pada LCS, seperti yang pernah dilaporkan pada kasus meningitis spirosetal.

penelitian terbaru menunjukkan bahwa pemeriksaan MRI sangat berguna pada kasus meningitis

tuberculosis. Karena visibilitas gambaran meningen pada T1-weighted lebih bagus terlihat,maka

pada meningitis tuberculosis sangat dianjurkan untuk diperiksa dengan cara ini. hal ini sangat

penting untuk memulai pengobatan tuberculosis tersebut karena angka morbiditas dan

mortilitasnya masih sangat tinggi. penelitian terbaru mengatakan bahwa dengan terapi adjuvan

2

Page 3: Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

deksametason pada kasus meningitis tuberculosis dewasa mampu menurunkan morbidtas, namun

tidak mampu mencegah hendaya.

Pada kasus komplikasi berupa kejang dan disertai dengan gejala-gejala fokal, MRI lebih

baik jika dibandingkan dengan CT-Scan dalam menggambarkan lesi parenkim pada kasus

meningoensefalitis atau komplikasi vaskulitis akibat rentetan FLAIR (Fluid Attenuated Inversion

Recovery). Pada penyakit Lyme, multifocal nonenhancing patchy lesions dapat dilihat pada T2

W1. bersamaan dengan dugaan pada riwayat penyakit dan kelainan patologis LCS, pemberian

ceftriaxone intravena harus segera dilakukan selama 21 hari. informasi tambahan bisa dilakukan

pada pemeriksaan Diffusion Weighted Imaging (DWI). lesi inflamasi akut, termasuk ensefalitis,

cerebritis dan tuberculosis akan terlihat gambaran hiperintens. Neurocystecerosis akan terlihat

hipointens pada DWI. diagnosis Neurocystecerosis bisa ditegakkan dengan neuroimaging.

operasi pembukaan jaringan otak dan biopsy stereotaxic tidak diperlukan. lesi yang timbul akan

menghilang dengan pemberian praziquantel atau mebendazol. Gambaran toxoplasmosis

bervariasi pada pemeriksaan DWI. Pengobatan harus segera dilakukan, dan respon etradap

pemberian dilakukan dengan pemeriksaan ulang setelah 4 minggu.

Beberapa pathogen berpredileksi pada lekukan batang otak, dan akan Nampak pada

pemeriksaan MRI. khususnya, pada pasdien rhombensefalitis akibat Listeria monositogen, perlu

pemberiana ntibiotik yang sesuai termasuk ampisilin. Neurobrecellosis menunjukkan gambaran

yang bervariasi, mulai dari normal hingga inflamasi non spesifik SSP dan nervus, atau

komplikasi vaskuler. pengobatan penyakit ini berupa terapi empiris.

Komplikasi vascular harus di pikirkan pada pasien dengan perburukan kondisi, walaupun

telah diterapi. Pada kasus ini, pemeriksaan DWI lebih sensitive jika dibandingkan dengan MRI

standar dalam menentukan defisit yang minimal pada korteks, atau infakr pada substansia alba

yang dalam akibat vaskulitis sepsis. Magnetic Resonsnce Angiography (MRA) mampu

menyingkirkan atau menegakkan diagnosis vaskulitis yang akan membantu klinisi memutuskan

pemberian steroid dosis tinggi. penelitian terbaru menyatakan bahwa pemberian steroid dosis

tinggi sebelum pemberian antibiotik mampu memberikan hasil yang lebih baik, tanpa

meningkatkan efek perdarahan saluran cerna.

Ventrikulitis piogenik merupakan kasus yang jarang ditemukan namun sangat berakibat

fatal sehingga perlu penegakan diagnosis dan terapi yang cepat. Neuroimaging merupakan satu-

3

Page 4: Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

satunya alat yang dipercaya untuk menegakkan penyakit yang mengancam jiwa ini. MRI FLAIR

lebih sensitif dengan menggambarkan periventrikuler, kelainan ependimal dan pada beberapa

kasus juga pada pial atau kelainan dura-arachnoid. Debris yang ireguler pada intraventikuler

merupakan gambaran yang spesifik. MRI diperlukan untuk mengetahui ruptur intraventrikuler

akibat abses piogenik. terapi antibiotik intravena dosis tinggi harus diberikan selama beberapa

minggu.Pada kasus yang etrjadi perburukan kondisi pasien walaupun telah diberikan terapi

antibiotic intravena dosis tinggi, tindakan Ommaya harus dilakukan.

Empiema subdural dan epidural

Empiema bakterial ekstra axial paling baik jika menggunakan MRI. CT-Scan sering

menimbulkan keraguan pada lokasi lesi yang sebenarnya. gambaran cairan pus ini dapat terklihat

lebih cembung atau terlihat intrahemisfer. gambaran ini akan terlihat relative lebih hiperintens

daripada LCS dan lebih hipointens dari substansia alba pada pemeriksaan T1W1 dan relative

lebih hiperintens dari LCS dan substansia nigra pada pemeriksaan T2W1 yang dapat

membedakan dengan efusi steril dan hematoma kronik. berbeda dengan empiema subdural,

epidural empiema menunjukkan pinggiran yang hipointens antara duramater dan parenkim otak.

inflamasi sering menyebabkan kelainan berupa edema, mass effect dan hiperintens korteks yang

revesibel. DWI dapat digunakan untuk mengkonfirmasi bahwa kumpulan cairan ekstra axial

tersebut adalah empiema. empiema subdural biasanya menunjukkan gambaran yang lebih intens,

sedangkan epidural empiema menunjukkan gambaran yang kurang intens atau gambaran yang

bervariasi. tindakan bedah saraf merupakan terapi pilihan pada kasus ini.

Abses piogenik

Diagnosis abses piogenik merupakan hal sulit ditentukan. terdsapat dilema oelh para

klinisi untuk mendiagnosis dan memberikan terapi pada temuan lesi ring-enhancing tunggal pada

pemeriksaan CT-Scan, dimana hal tersebut harus dibedakan dengan tumor nekrosis

(glioblastoma), atau suatu metastasis (Gambar 2). pemeriksaan Gd-enhancing MRI sangat

membantu dalam mengidentivikasi lesi kecil multiple yang merupakan tanda-tanda suatu

metastasis. Jika terdapat lesi tunggal pada temuan MRI, biopsy stereotaksik merupakan langkah

selanjutnya yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Karena pada abses harus segera

dilakukan aspirasi dan pada tumor nekrosis harus dilakukan biopsi, informasi lebih lanjut untuk

4

Page 5: Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

Gambar. 2 Axial post-gadolinium T11WI showing ring-enhancing lesion with mass effect in a patient with pyogenic brain abscess

mengoptimalkan perencanaaan bedah stereotaksik harus dilakukan. pemeriksaan DWI telah

diusulkan sebagai metode pilihan. dalam beberapa penelitian, hamper semua abses piogenik

menunjukkan gambaran yang khas yaitu hiperintens pada pemeriksaan DWI dan penurunan

Apparent Diffusion Coefficient (ADC), menunjukkan pengurangan resapan abses yang berbeda

dengan lesi nonpiogenik yang menunjukkan gambaran hipointens atau gambaran yang

bervariasi. Hanya chordoma dan epidermoid menunjukkan peningkatan intensitas pada

pemeriksaan DWI. Beberapa peeneliti menyatakan bahwa pemeriksaan ADC saja tidak boleh

diandalkan karena sering terjadi overlapping diagnosis. Meskupun metode tersebut sangat

membantu, namun tidak bisa memecahkan dilemma diagnosis atau meniadakan pemeriksaan

biopsi. pada kasus yang belum begitu jelas, informasi tambahan dapat diperoleh dengan

pemeriksaan Proton Magnetic Resonance Spectroscopy (PMRS). Pemeriksaan ini bukan lah hal

yang rutin dilakukan, namun beberapapeneliti telah menemukan hal yang menjanjikan dalam hal

penegakan diagnosis pada pemeriksaan ini. Adanya asam amino laktat sitosol dengan atau tanpa

suksinat, asetat, alanin dan glisisn, dapat dianggap sebagai penanda abses, dan laktat serta kolin

sebagai penanda non abses. penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi hal tersebut.

5

Page 6: Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

Meskipun beberapa peneliti telah melaporkan temuan dalam hal membedakan abses aerobic,

anaerobic maupun abses steril, hal tersebut harus dipikirkan dengan sangat matang. kontribusi

teknik ini dan PET untuk membedakan infeksi dan tumor lebih lanjut dibahas dalam artikel lain,

yang membahas PMRS dan dengan pencitraan tumor otak.

Toxoplasmosis

Toxoplasmosis merupakan infeksi oportunistik yang paling sering pada pasien

imunosupresi. Infeksi prenatal dapat menyebabkan peningkatan risiko bangkitan kejang,

sehingga makin meningkatkan penggunaan neuroimaging. infeksi pada pasien dengan sindrom

defisiensi imun dapatan AIDS) atau setelah transplantasi sumsum tulang menyebabkan lesi 

yang biasanya ganda, dengan adanya tambahan gambaran cincin atau padat. MRI memberikan

gambatan yang sangat jelas pada keadaan ini yang terkadang juga menunjukkan adanya

perdarahan. Dalam kasus dengan gambaran lesi yang khas, terapi dengan pyrimethamin 50-100

mg / hari dan sulfadiazin 4 g / hari harus dimulai segera. Dalam kasus alergi sulfa, pasien dapat

memakai klindamisin 600 mg q.id sebagai terapi alternative. . Tidak jarang,

neuroimaging menunjukkan lesi toxoplasma dengan dirtandai dengan efek massa dan edema

perifocal. Dalam kasus ini, dalam 7 hari pertama deksametason 4 mg qid harus diberikan sebagai

terapi tambahan. Jika dalam perkembangan lebih lanjut terjadi edema, maka perlu tambahan

terapi osmodiuretik. Pada sekitar 80% pasien, perbaikan radiologis dapat dilihat pada sekitar 1

minggu yang mana hal ini akan mendukung diagnosis. Jika lesi menetap atau makin

progresif, diagnosis harus dipertimbangkan kembali dan terapi harus dievaluasi. Sayangnya,

dalam kasus-kasus imunosupresi berat, gambaran pada MRI sepenuhnya atipikal, sehingga

menyesatkan bagi dokter dan ahli radiologi. Terutama pada varian ensefalitis fulminan, lesi yang

tampak pada pemeriksaan T2W1 adalah luas dan sama sekali tanpa adanya peningkatan

intensitas gambara. Dalam kasus ini, terapi antitoxoplasma  harus dimulai sampai diagnosis

telah dipastikan lebih lanjut. Juga dalam kasus toksoplasma atipikal soliter besar, menunjukkan

peningkatan intensitas yang ditandai dengan lesi menyerupai limfoma. Dalam kasus ini klinisi

harus mencari sarana diagnostik lain,  sementara pasien dirawat sebagai kasus toksoplasmosis.

Infeksi Medula Spinalis

6

Page 7: Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

Penegakan diagnosis ingeksi medulla spinalis dengan menggunakan foto polos sangat

sulit dilakukan karena kurangnya spesifisitasnya. hanya gambaran erosi tulang dan fraktur

vertebra yang mampu dilihat. oleh karena itu, hanya diferensial diagnosti dari mielopati

kompresi dan atau fraktur vertebra yang bisa ditegakkan.

Meskipun CT tulang belakang memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terutama jika

menggunakan kontras dan dapat menunjukkan spondilitis, itu tidak cukup untuk deteksi dini

discitis atau abses epidural. Dalam kasus bakteri dan spondilitis TB, CT-Scan menunjukkan

peningkatan erosi dan kerusakan badan vertebra dan dengan menggunakan kontras ditandai

dengan enhancement ruang disk dan gambaran inflamasi dalam daerah paravertebral . Diagnosis

abses epidural tulang belakang hanya bisa dilakukan dengan menggunakan CT-Scan. CT

myelografi setidaknya dapat menunjukkan daerah kompresi, meskipun masih belum bisa

menegtahui etiologi pastinya. Singkatnya, pemeriksaan ini hanya direkomendasikan dalam

keadaan darurat dan tidak tersedianya MRI.

Semenjak ditemukan MRI, pemeriksaan kedokteran nuklir tidak lagi diterapkan secara

rutin. MRI merupakan metode pilihan dalam kasus kecurigaan spondylodiscitis. T1- Weighted

menunjukkan hilangnya vertebralis tubuh, penghancuran margin kortikal dan gangguan

kontinuitas kortikal. T2-Weighted menunjukkan intensitas yang tinggi pada tulang yang terkena

dan struktur disk. Aplikasi dari gadolinium adalah wajib dan memfasilitasi diagnosis. Kontras

perangkat tambahan dapat dilihat sebagai tanda awal di fase akut dimana perubahan pada

T1/T2WI sangat minimal. Patogen yang paling umum adalah Staphylococcus aureus, tapi lain

bakteri termasuk kasus langka Brucellar spondilitis telah dilaporkan. Beberapa fitur telah

diidentifikasi muncul membantu dalam diferensiasi TB dari spondilitis piogenik. Berkenaan dgn

penyakit spondilitis TB lebih sering menunjukkan gambaran paraspinal abnormal, abses yang

minimal, subligamentous menyebar ke tiga atau lebih badan vertebral dan keterlibatan sebagian

besar badan vertebra toraks. Hal ini penting untuk diingat pada kasus langka yaitu osteomielitis

yang disebabkan oleh jamur, terutama karena aspergillus dan jarang kriptokokus dapat

menunjukkan temuan yang sama MRI sebagai spondylitis bakteri. Mucormycosis Spinal telah

dilaporkan pada beberapa pasien dirawat karena leukemia.

Pengobatan umumnya dilakukan secara konservatif dengan antibiotik setelah CT-Scan

dilakukan dan telah dilakukan aspirasi untuk dan drainase perkutan. Jika perbaikan radiologis

7

Page 8: Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

dilihat dalam 2 minggu, terapi konservatif sudah cukup. Hanya ketidakstabilan dan abses

intraspinal membutuhkan intervensi bedah saraf. MRI sangat penting untuk memantau tindak

lanjut program di bawah pengobatan. Bahkan setelah respon klinis dan dalam tanpa peradangan

sistemik, peningkatan gadolinium dapat bertahan selama berbulan-bulan.

Abses spinal epidural membutuhkan kewaspadaan yang tinggi oleh para klinis . Terutama

pada pasien setelah injeksi paravertebral, scanning awal harus dipertimbangkan bila ada rasa

sakit punggung local yang makin hebat, sedimentasi tinggi tingkat, dan leukositosis. MRI

menggambarkan abses epidural sebagai gambaran massa hyperintense dan disertai dengan

peningkatan intensitas pada T1WE-Gd. Gambar pada MRI di aksial dan sagital berguna dalam

perencanaan pra operasi. Terapi dengan bedah dekompresi dan drainase diperlukan dalam kasus-

kasus dengan kompresi struktur saraf. Kasus tanpa kompresi spinal dan tanpa abses tapi dengan

tanda-tanda neurologis parah dapat menjadi meragukan diag nostik. Dalam kasus-kasus iskemia

saraf tulang belakang karena trombosis dari pembuluh leptomeningeal atau kompresi arteri

tulang belakang harus dicurigai sebagai mekanisme yang mendasari.sehingga, neuroimaging

digunakan untuk menjelaskan etiologi dan mencegah tindakan bedah yang tidak perlu sebagai

intervensi terapeutik.

Keterlibatan Medula Spinalis dan Meningen

Foto polos dan CT- tidak membantu. Hanya MRI yang dapat menunjukkan gambaran

inflamasi pada medulla spinalis. Dalam infeksi akibat bakteri, inflamasi di medulla spinalis

sebagian besar disebabkan oleh perubahan sekunder dalam abses intraspinal. MRI menunjukkan

peningkatan intensitas yang berbanding lurus dengan peradangan dan edema pada T2WI. Pada

saat ini, infeksi spirochetal umumnya disebabkan akibat Penyakit LymeBorrelia burgdorferi. 

Mielitis dapat menjadi komplikasi yang sering pada infeksi virus. Dalam banyak kasus,

virus tetap dapat teridentifikasi. Pada kasus Herpesviridae seperti Varicella zoster virus,

cytomegalovirus, dan Epstein-Barr virus (EBV) sering digambarkan pada pasien-pasien dengan

immunocompromised. Karena seringnya kasus-kasus tersebut dengan ascending paraparesis,

diferensiasi dari inflammatory polyradiculitis sangat penting segera ditentukannya terapi dengan

obat antivirus atau steroid dosis tinggi versus imunoglobulin intravena (IVIG). MRI

menunjukkan tingginya perubahan sinyal pada medula spinalis dengan variabel edema dan

8

Page 9: Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

peningkatan Gd juga di lumbosacral roots pada infeksi EBV. Coxsackie dan virus ECHO dapat

menyebabkan myelitis transversal. Baru laporan terbaru adanya komplikasi ke tulang belakang

yang disebabkan infeksi WNV. MRI perubahan termasuk kelainan parenkimmedla spinalis dan

cauda equine enhancement. Pada tahap awal infeksi HIV, mielitis yang terjadi dapat menyerupai

autoimmune-mediated myelitis. Dalam tahap selanjutnya, gambaran khas MRI memungkinkan

cepatnya diagnosis melalui saluran yang pucat dan vacuolar myelopathy menunjukkan lesi

intramedullary, kadang ditandai dengan tampilan kistik, terkadang peningkatan Gd dapat

ditemui. Pengobatan dengan steroid biasanya tidak bermanfaat dalam kasus ini. Sebaliknya,

dalam kasus tropical spastic paraparesis pada HTLV-2 myelopathy gambaran MRI tampak

normal dan jarang sekali menunjukkan atrofi.

Viral Meningoencephalitis

Herpes simplex virus (HSV) merupakan penyebab paling umum encephalitis oeh virus.

Namun, baru-baru ini diamatinya epidemi the West Nile Virus, baru diakui virus seperti Nipah

virus dan sebelumnya virus-virus yang menyerang ketahanan tubuh manusia seperti Human

Herpes Virus 6 atau 7 (HHV 6, HHV 7) atau enterovirus 71 dengan infeksi SSP, perlu diingat

bahwa pada ensefalitis akut adanya penyebab lain selain HSV. Pada pasien dewasa dengan

imunokompeten, HHV 6 dapat menyebabkan ensefalitis kronis (Gambar. 3). Pada pasien

immunocompromised agen penyebab yang mungkin lebih luas.

Deteksi DNA HSV pada SSP dengan PCR merupakan pemeriksaan andalan untuk

diagnosis ensefalitis HSV, walaupun hasil tes laboratorium mungkin negatif palsu atau

munculnya yang terlambat. Jadi, hasil pencitraan penelitian penting untuk memutuskan apakah

pengobatan antivirus harus dimulai pada pasien dengan suspecten HSV diduga encephalitis. 

MRI Kranial unggul dibanding CT untuk deteksi awal tanda-tanda necrotizing encephalitis yang

dapat muncul pada 48 jam pertama pada T2-weighted (T2WI) atau flair images.

9

Page 10: Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

Gambar. 3 Axial FLAIR images of a patient with chronic HHV 6 encephalitis showing patchy signal hyperintensities in white matter and cortex

Pada bayi dan neonatus, DWI terlihat lebih sensitif dibandingkan T2WI atau flair imaging

dalam pendeteksian awal edem sitotoksik kortikal. Baru-baru ini, penemuan tersebut dapat

dikonfirmasikan terhadap pasien dewasa.Menariknya, dengan melakukan MRI ulang pada studi

yang sama menunjukkan bahwa kelainan difusimenghilang dalam waktu 14 hari setelah onset

gejala muncul, sedangkan hyperintensities pada T2WI bertahan. studi lebih lanjut diperlukan

untuk melihat apakah resolusi dari perubahan-perubahan pada DWI berhubungan dengan

pengobatan dengan zat-zat antivirus dan apakah persistennya dari perubahan ini mencerminkan

kerusakan kortikal dan hasil yang lebih buruk pada pasien dengan ensefalitis HSV.

Nipah virus merupakan paramyxovirus baru yang erat kaitannya dengan Hendra virus

(mobillivirus pada kuda) yang baru-baru ini terbukti menyebabkan ensefalitis akut yang berat.

Fitur radiologi biasanya terdiri dari beberapa lesi kecil hyperintense sampai white matter pada

T2WI. T2WI juga dapat menunjukkan lesi transient hyperintense punctuate di batang otak dan

korteks. Menariknya, T2WI pada individu seropositif asimtomatik dapat menunjukkan lesi kecil

hyperintense serupa dengan yang ditemukan pada pasien ensefalitis menunjukkan bahwa adanya

varian subklinis ringan pada ensefalitis Nipah virus.

10

Page 11: Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

Enterovirus 71 (EV71), suatu enterovirus dari famili Picornaviridae, dapat menyebabkan

seperti polio-like brainstem encephalitis dan acute flaccid paralysis. MRI dari EV71 ensefalitis

biasanya menunjukkan lesi hyperintense pada T2WI terletak di dalam brainstem dan dentate

nukleus dari cerebellum. Pada beberapa pasien, lesi dapat diperluas hingga saraf tulang belakang,

talamus, dan putamen. Pada beberapa pasien, DWI mampu menunjukkan perubahan

hyperintense dalam posterior medula tanpa kelainan otak lainnya pada T1WI atau T2WI pada

hari pertama dari kerusakan neurologis, perlu digarisbawahi bahwa keunggulan DWI dalam

deteksi dini infeksi SSP dibandingkan dengan hasil dari T2WI ataupun dengan kontras yang

ditingkatkan pada T1WI.

Japanese encephalitis (JE) menyerang sekitar 50.000 orang per tahun, di antaranya

sekitar 10.000 akan mati. Seperti infeksi SSP lainnya, MRI cranial lebih sensitif dibandingkan

CT dalam mendeteksi JE yang berhubungandengan kelainan otak. Fitur yang khas pada MRI

terdiri dari lesi mixed intensiy maupun hypointense pada T1WI dan lesi hyperintense atau mixed

intensity pada T2WI terutama di thalami, tetapi juga di ganglia basalis, branstem, cerebellum,

dan area kortikal. Sebuah temuan baru yang dipublikasikan yang menemukan bahwa CT cranial

yang tidak normal di sekitar 38%, sedangkan MRI menunjukkan perubahan patologis 90,6 -

95,5%. Kelainan thalamus pada T2WI ditemukan pada 87,5% baik pada anak-anak dan orang

dewasa, 40,6-54,2% di ganglia basalis, 28,1-45,8% di midbrain dan 21,9-25% di area kortikal.

The West Nile virus (WNV) telah menyebabkan wabah ensefalitis di Eropa Selatan,

Rusia, dan Amerika, dengan wabah besar ensefalitis terakhir pada tahun 2002. Klinis,

laboratorium, dan fitur neuroimaging digambarkan dalam sebuah studi baru-baru ini yang

mengevaluasi WNV seropositif pasien. 5 pasien dengan meningitis, 8 dengan ensefalitis dan 3

dengan polio-like acute flaccid paralysis. Hanya dua dari delapan pasien encephalitic pada

T2WI dan DWI menunjukkan fokus lesi hyperintense di ganglia basalis, thalamus dan pons,

sedangkan CT tetap normal pada semua pasien. Pada pasien acute flaccid paralysis, pada MRI

menunjukkan peningkatan dari cauda eqina dan kumpulan akar saraf. Pada beberapa pasien,

virus menyerang substantia nigra seperti yang ditunjukkan dengan hyperintensities pada T2WI

region tersebut. Serupa dengan HSV dan EV71 ensefalitis, DWI tampaknya lebih sensitif dalam

mendeteksi kelainan terutama pada fase awal infeksi WNV pada otak.

Murray Valley Encephalitis (MVE) termasuk JE antigenik yang kompleks dan

merupakan endemik di Australia dan Papua Nugini. MRI menunjukkan kelainan yang sangat

11

Page 12: Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

mirip dengan JE. Seperti baru-baru ini melaporkan, T2WI menunjukkan perubahan hyperintense

dalam thalamus, red nucleus, substantia nigra, dan cervical spinal cord. Dengan demikian,

kesamaan dalam tampilan MRI dari Japanese Encephalitis, West Nile Encephaliti, dan Murray

Valley Encephalitis Nil Barat ensefalitis, dan Murray Valley Encephalitis tidak memberikan

perbedaan dari infeksi SSP yang hanya dilihat dari fitur imagingnya saja.

Acute measles virus encephalitis dan subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), Infeksi

pada SSP dengan measles virus (MV) dapat menyebabkan 1) acute postinfectious encephalitis,

2) acute progressive encephalitis, dan 3) SSPE. Data tentang temuan pencitraan dalam acute

measles encephalitis jarang. T2WI dapat menunjukkan adanya edema kortikal dan lesi yang

simetris bilateral hyperintense dalam putamen dan nucleus caudatus serta dalam centrum

semiovale. Kadang-kadang pada pasien juga ditemukan lesi bilateral thalamus dan kelainan

sinyal dalam corpus callosum. Nilai DWI dalam deteksi dini acute measles encephalitis belum

dievaluasi. Dengan penambahan Kontras dapat memunculkan di daerah kortikal dan

leptomeninges pada beberapa pasien. SSPE adalah penyakit progresif SSP yang jarang, biasanya

terjadi pada masa kanak-kanak dan awal remaja tetapi juga dapat muncul pada dewasa tua.

Perbedaan dalam tampilan pada tahap awal dan tahap akhir SSPE pada MRI tidak didefinisikan

dengan baik. Sebuah studi baru-baru ini dibandingkan MR spektroskopi dan MRI konvensional

pada anak-anak dengan tahap awal dan anak-anak dengan tahap akhir SSPE. MRI Konvensional

tidak menunjukkan kelainan dalam tahap awal SSPE, tetapi diungkapkan meluasnya perubahan

periventricular hyperintense pada T2WI di SSPE tahap akhir. Sebaliknya, MR spektroskopi

menunjukkan peningkatan rasiokolin/kreatinin di bagian frontal dan parieto-oksipital white

matter pada semua pasien peradangan juga dalam tahap awal SSPE. Rasio N-acetylasparate /

creatine normal pada tahap awal mungkin mencerminkan tidak adanya kerusakan saraf, yang

dapat terdeteksi dalam tahap akhir SSPE.

Infeksi Jamur

Infeksi jamur SSP pada umumnya sangat jarang. Kecuali pada penderita

diabetes yang sudah menahun, paling sering ditemui pada keadaan immunocompromised

seperti pasien dengan AIDS atau setelah transplantasi organ. Karena kurangnya respon inflamasi,

temuan neuroradiological sering tidak spesifik. Meskipun hampir semua jamur dapat

menyebabkan ensefalitis, meningoencephalitis kriptokokus paling sering ditemui, diikuti oleh

12

Page 13: Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

aspergillosis dan yang lebih jarang lagi candidasis. candidasis Cerebral biasanya didahului oleh

infeksi kandida yang sistemik dan sering berhubungan dengan penggunaan kateter. Pada pasien

imunokompeten, dapat nyata sebagai lesi yang padat atau seperti abses dengan diferensial

diagnosis abses piogenik. Pasien dengan imunosupresif, temuan neuroradiological sering sulit

diinterpretasikan. MRI menunjukkan punctuate atau tanda hyperintensities yang merata pada

T2WI, peningkatan gadolinium sering tak tampak. Temuan ini saja tidak memungkinkan

diagnosis spesifik, sehingga keputusan pengobatan harus didasarkan pada parameter klinis dan

temuan CSF.

Pada meningoencephalitis kriptokokus, peningkatan diffuse meningeal dan juga

ventriculitis dapat dilihat pada MRI. Temuan khas berupa lesi punctuate multiple, sering di

ganglia basalis. Hal ini merupakan karakteristik lesi cystic karena invasi kriptokokus di ruang

Virchow-Robin. Ini lah yang dikatakan les ”soap bubble lessins” dan memungkinkan diagnosis

sementara untuk pengobatan antijamur secepatnya. Pada pasien nonimmunodeficient atau pasien

dengan AIDS di bawah pengobatan antiretroviral yang sangat aktif, yang mengembangkan

immune reconsituation syndrome lesi dapat meluas menjadi cincin yang meningkat. Bahkan

dengan perawatan intensif (amfoterisin B dan 5-flucytosine), hasil sering jelek dan kematian

setinggi 70%. Pada pasien dengan AIDS jarang, dan lebih sering pada pasien yang memiliki

transplantasi sumsum tulang (Bone Marrow Transplantation), aspergillus adalah agen untuk

infeksi SSP oportunistik. Kematin tinggi pada pasien tersebut, dan diagnosis dini adalah wajib

jika ingin bertahan hidup. Laboratorium tidak selalu pastikan diagnosis infeksi jamur sehingga

neuroimaging yang penting dalam menetapkan diagnosis. Temuan CT mungkin nonspesifik dan

diagnosis infeksi jamur sering dibuat secara retrospektif di otopsi. Tampilan aspergillus pada

infeksi SSP sangat bervariasi. penggunaan MRI, beberapa pola cerebral aspergillosis telah

dilaporkan: lesi edematous, lesi hemoragik,lesi solid disebut sebagai aspergilloma atau " tumoral

form" abscess-like ring-ike lesions (Gambar. 4), dan infarction-like lesions. Dural enhancement

biasanya dilihat pada lesi terinfeksi yang berdekatan dengan sinus paranasal.

13

Page 14: Makalah Infeksi Sistem Saraf Pusat

Gambar. 4 Coronal T1WI after gadolinium enhancement. Patient after bone marrow transplantation with aspergillus encephalitis. Ring-enhancing lesion with perifocal edema and mass effect compressing the lateral ventricle.

Pada MRI, lesi dapat menunjukkan area isointense atau intensitas sinyal yang rendah pada

T2WI, yang dihubungkan dengan jamur hypercontaining yang mengandung unsur paramagnetik

seperti mangan, besi, dan magnesium, tetapi bisa juga berkaitan dengan kerusakan produk darah.

kortikal dan subkortikal infark dengan atau tanpa perdarahan merupakan temuan umum pada

infeksi aspergillus yang dijelaskan oleh infiltrasi jamur pada dinding pembuluh darah dan

thrombosis. Pengakuan dari tampilan pol radiologi pada pasien dengan aspergillosis otak sangat

membantu dalam menegakan diagnosis dini. Pasien dengan AIDS dan setelah BMT, yang

mengalami immunoincompetent, sering tidak menunjukkan peningkatan atau edema perifocal.

14