Upload
khairul-rizal
View
1.128
Download
36
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
Makalah Kesehatan Masyaarakat Veteriner
“Pengawasan KesMaVet Dalam Rantai Penyediaan Susu”
Disusun oleh : Kelompok 4
REVA GUSTRIANA 1202101010049
ANNISA RIZKA R 1202101010053
HARRYANTO ARLEN 1202101010056
KHAIRUL RIZAL 1202101010058
PUTRI AISYAH 1202101010060
KLINIK VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2014
DAFTAR ISI
LEMBARAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengenalan Tentang Susu ......................................................................................... 3
B. Syarat Susu Yang Baik ............................................................................................. 5
C. Kondisi, Masalah dan Arah Pengembangan Mutu dan Keamanan Susu Segar ....... 6
D. Pengembangan Sistem Mutu dan Keamanan Pangan Susu ...................................... 9
BAB III. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama berabad – abad susu telah dikenal sebagai bahan pangan yang dibutuhkan oleh
manusia, karena susu mengandung semua komponen bahan yang perlu dalam diet manusia.
Disamping itu susu yang diproduksi dengan cara-cara yang memenuhi persyaratan higienis,
merupakan bahan pangan yang sesuai bagi manusia, yaitu rasa yang dapat diterima, bersih
dan aman, mudah dicerna dan harga yang dapat dijangkau (Purwandini, 2012).
Air susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia karena kelezatan
dan komposisinya yang ideal selain air susu mengandung semua zat yang dibutuhkan oleh
tubuh, semua zat makanan yang terkandung didalam air susu dapat diserap oleh darah dan
dimanfaatkan oleh tubuh. Didalam kehidupan sehari-hari, tidak semua orang meminum air
susu yang belum diolah. Hal ini disebabkan karena tidak terbiasa mencium aroma susu segar
(mentah), atau sama sekali tidak suka air susu dan sebagian lagi karena menganggap harga air
susu mahal dibandingkan kebutuhan sehari-hari lainnya. Dengan adanya teknologi
pengolahan/pengawetan bahan makanan, maka hal tersebut dapat diatasi, sehingga air susu
beraroma enak dan disukai orang (Purwandini, 2012).
Air susu yang banyak menyebar dan dikenal dipasaran adalah air susu sapi.
Sebenarnya air susu kambing dan kerbau tidak kalah nilai gizinya dibandingkan dengan air
susu sapi. Hanya karena faktor kebiasaan dan ketersediaannya maka air susu sapi lebih
menonjol dipasaran. Penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan ternak perah lainnya
adalah sapi perah. Sapi perah sangat efisien dalam mengubah makanan ternak berupa
konsentrat dan hijauan menjadi susu yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Di negara-
negara maju, sapi perah dipelihara dalam populasi yang tertinggi, karena merupakan salah
satu sumber kekuatan ekonomi bangsa. Sapi perah menghasilkan susu dengan keseimbangan
nutrisi sempurna yang tidak dapat digantikan bahan makanan lain (Purwandini, 2012).
Dalam SK Dirjen Peternakan No. 17 Tahun 1983, dijelaskan definisi susu adalah susu
sapi yang meliputi susu segar, susu murni, susu pasteurisasi, dan susu sterilisasi. Susu segar
adalah susu murni yang tidak mengalami proses pemanasan. Susu murni adalah cairan yang
berasal dari ambing sapi sehat. Susu murni diperoleh dengan cara pemerahan yang benar,
tanpa mengurangi atau menambah sesuatu komponen atau bahan lain. Manusia mengonsumsi
susu sapi dimulai sejak ribuan tahun sebelum masehi, ketika manusia mulai mendomestikasi
ternak penghasil susu untuk dikonsumsi hasilnya. Daerah yang memiliki peradaban tinggi
seperti Mesopotamia, Mesir, India, dan Yunani diduga sebagai daerah asal manusia pertama
kali memelihara sapi perah. Hal tersebut ditunjukkan dari berbagai bukti berupa sisa-sisa
pahatan gambar sapi dan adanya kepercayaan masyarakat setempat yang menganggap sapi
sebagai ternak suci. Pada saat itu pula susu telah diolah menjadi berbagai produk seperti
mentega dan keju (Purwandini, 2012).
Pada zaman 9000 sebalum masehi susu sapi digunakan untuk makanan, persembahan,
korban, kosmetika dan obat di Amerika Serikat. Masyarakat India menghasilkan mentega
untuk keperluan pangan dan persembahan suci sejak 2000 tahun sebelum masehi, sedangkan
di Mesir, masyarakat telah memanfaatkan susu, keju dan mentega sejak 3000 tahun sebelum
Masehi (Blakely, J dan David, H.B., 1991). Ketersediaan susu di zaman modern ini
merupakan hasil perpaduan antara pengetahuan tentang susu yang telah berusia ribuan tahun
dengan aplikasi teknologi dan ilmu pengetahuan modern (Purwandini, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengawasan kesmavet dalam rantai penyediaan susu
C. Manfaat
1. Mengetahui pengawasan kesmavet dalam rantai penyediaan susu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengenalan Tentang Susu
Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar
susu mamalia. Susu adalah sumber gizi utama bagi bayi sebelum mereka dapat mencerna
makanan padat. Susu binatang (biasanya sapi) juga diolah menjadi berbagai produk
seperti mentega,yogurt, es krim, keju, susu kental manis, susu bubuk dan lain-lainnya untuk
konsumsi manusia (Wikipedia, 2014).
Dewasa ini, susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. Untuk umur produktif, susu
membantu pertumbuhan mereka. Sementara itu, untuk orang lanjut usia, susu membantu
menopang tulang agar tidak keropos. Susu secara alami mengandung nutrisi penting, seperti
bermacam-macam vitamin, protein, kalsium, magnesium, fosfor,dan zinc, pendapat lain
menambahkan bahwa susu mengandung mineral dan lemak. Oleh karena itu, setiap orang
dianjurkan minum susu. Sekarang banyak susu yang dikemas dalam bentuk yang unik.
Tujuan dari ini agar orang tertarik untuk membeli dan minum susu. Ada juga susu yang
berbentuk fermentasi (Wikipedia, 2014).
Pemasok susu terbesar di Indonesia berasal dari pulau Jawa, dari 95 koperasi susu di
pulau Jawa, 45 berada di Jawa Timur, 25 di Jawa Tengah dan 25 di Jawa Barat dengan
produksi 1-1,2 juta liter/hari. Jumlah ini akan bertambah seiring dengan kenaikan harga susu,
karena adanya kesadaran para peternak dan pengusaha untuk meningkatkan jumlah sapi
perah sebagai lahan bisnis yang menguntungkan. Sedangkan Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Bengkulu, Sulawesi Selatan, Riau, Lampung, Kalimantan Selatan, Bali, dan Gorontalo
merupakan beberapa daerah selain Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang dijadikan
daerah pengembangan sentra produksi susu. “Bahkan ada beberapa daerah seperti Kerinci
bekerjasama dengan Kanada dalam hal pengadaan sapi perah,” Kerinci bersedia membuka
lahan sekitar 5000 hektar untuk penanaman tanaman kentang, dengan kompensasi 2 ekor sapi
perah untuk setiap hektar lahan yang ditanami. Dalam hal ini, otonomi daerah diharapkan
memberikan pengaruh yang baik bagi peternak dalam mengambil keputusan yang tepat bagi
usaha ternaknya (Dirjen Peternakan, 2009). Pengembangan sentra produksi baru di luar Jawa,
diharapkan dapat meningkatkan populasi sapi perah di Indonesia. Pelaksanaan program yang
telah ditetapkan pemerintah secara konsisten, diperkirakan dapat meningkatkan produksi susu
domestik hingga 40% ditahun 2010, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan susu nasional
hingga 100% diperlukan populasi sapi sekitar 4 kali dari populasi yang ada sekarang
(377.772 ekor), yaitu sekitar 2 juta ekor sapi. Pengembangan sapi yang direncanakan tersebut
juga dirancang untuk dapat meningkatkan konsumsi susu 50 ml/hari/kapita atau sekitar 25%
dari konsumsi ideal 200 ml/hari/kapita mulai Tahun 2008 (Dirjen Peternakan, 2009).
Pada tahun 2010 populasi penduduk akan mencapai 240 juta (Pertumbuhan 1,49%
/tahun), 91,2 juta diantaranya adalah generasi muda usia wajib sekolah (<19tahun),
memerlukan susu idealnya 4,6 juta ton/tahun (konsumsi 1 gelas/hari). Sementara harga susu
di tingkat peternak pada saat ini telah mengalami peningkatkan dari harga Rp.1.450,-/l
menjadi Rp.1.600/l –Rp.1.900,-/l, bahkan di tingkat koperasi sudah mencapai harga
Rp.2.700/l, rata-rata Rp. 2.300,-/l. Perbedaan harga ini tergantung dari kualitas susu yang
dilihat dari kandungan TS (Total Solid) dan TPC ( Total Plate Count) / kandungan bakteri di
dalam susu segar. Sebagai contoh, saat ini di Jateng TS tertinggi yang telah dicapai peternak
kabupaten Semarang adalah 13,28 dan TPC antara 1,02 jt /ml sampai 5 juta /ml susu.
Menurut Dinas Peternakan Jateng, harga susu segar di Jawa Tengah lebih rendah jika
dibandingkan dengan harga susu segar di Jawa Timur dan Jawa Barat, (Jawa Timur dan Jawa
Barat harga susu segar rata-rata Rp.2.500,- Rp.3.500,- ). Salah satu penyebab rendahnya
harga susu di Jawa Tengah adalah kualitas susu yang masih rendah dan belum adanya IPS
(Industri Pengolah Susu) sendiri, sehingga untuk menuju ke IPS yang terletak di Jawa Barat/
Jawa Timur membutuhkan ongkos transportasi yang cukup mahal. Untuk meningkatkan mutu
dan keamanan susu segar dapat diupayakan melalui penerapan teknologi pascapanen dan
penetapan CCP (Critical Control Point) pada tahap pemerahan, penanganan, pengolahan,
pengemasan, penyimpanan dingin dan transportasi. Penerapan HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point) pada keseluruhan tahap proses produksi merupakan usaha perbaikan
manajemen penanganan susu segar, bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk pertanian
dan menjamin keamanan pangan (SNI, 2002).
B. Syarat Susu yang Baik
Saat masih berada di dalam kelenjar susu, susu dinyatakan steril. Namun, apabila
sudah terkena udara, susu sudah tidak bisa dijamin kesterilannya. Adapun syarat susu yang
baik meliputi banyak faktor, seperti warna, rasa, bau, berat jenis, kekentalan, titik beku, titik
didih, dan tingkat keasaman. Warna susu bergantung pada beberapa faktor seperti jenis ternak
dan pakannya. Warna susu normal biasanya berkisar dari putih kebiruan hingga kuning
keemasan. Warna putihnya merupakan hasil dispersi cahaya dari butiran-butiran lemak,
protein, dan mineral yang ada di dalam susu. Lemak dan beta karoten yang larut menciptakan
warna kuning, sedangkan apabila kandungan lemak dalam susu diambil, warna biru akan
muncul (Wikipedia, 2014).
Susu terasa sedikit manis dan asin (gurih) yang disebabkan adanya kandungan gula
laktosa dan garam mineral di dalam susu. Rasa susu sendiri mudah sekali berubah bila
terkena benda-benda tertentu, misalnya makanan ternak penghasil susu, kerja enzim dalam
tubuh ternak, bahkan wadah tempat menampung susu yang dihasilkan nantinya. Bau susu
umumnya sedap, namun juga sangat mudah berubah bila terkena faktor di atas. Berat jenis air
susu adalah 1,028 kg/L. Penetapan berat jenis susu harus dilakukan 3 jam setelah susu
diperah, sebab berat jenis ini dapat berubah, dipengaruhi oleh perubahan kondisi lemak susu
ataupun karena gas di dalam susu. Viskositas susu biasanya berkisar antara 1,5 sampai 2 cP,
yang dipengaruhi oleh bahan padat susu, lemak, serta temperatur susu (Wikipedia, 2014).
Titik beku susu di Indonesia adalah -0,520 °C, sedangkan titik didihnya adalah 100,16
°C. Titik didih dan titik beku ini akan mengalami perubahan apabila dilakukan pemalsuan
susu dengan penambahan air yang terlalu banyak karena titik didih dan titik beku air yang
berbeda. Susu segar mempunyai sifat amfoter, artinya dapat berada di antara sifat asam dan
sifat basa. Secara alami pH susu segar berkisar 6,5–6,7. Bila pH susu lebih rendah dari 6,5,
berarti terdapat kolostrum ataupun aktivitas bakteri (Wikipedia, 2014)
C. Kondisi, Masalah dan Arah Pengembangan Mutu dan Keamanan Susu Segar
1. Kondisi dan Masalah Susu Segar
Tujuan peningkatan mutu susu adalah mempertahankan kesegaran dan keutuhan, serta
mengurangi kerusakan susu melalui perlakuan dan teknologi yang bertitik tolak pada
penyebab kerusakan. Indikator yang digunakan adalah standar mutu pada proses produksi,
pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum (Agriculture
Canada, 1993). Menurut Buckle et al. (1987), kerusakan susu akibat aktivitas
mikroorganisme antara lain: (1) pengasaman dan penggumpalan karena fermentasi laktosa
menjadi asam laktat yang menyebabkan turunnya pH dan terjadinya penggumpalan kasein;
(2) berlendir seperti tali karena terjadinya pengentalan dan pembentukan lendir akibat
pengeluaran bahan seperti kapsul dan bergetah oleh beberapa jenis bakteri; dan (3)
penggumpalan susu yang timbul tanpa penurunan pH disebabkan oleh Bacillus cereus yang
menghasilkan enzim yang mencerna lapisan tipis fosfolipid di sekitar butir-butir itu menyatu
membentuk suatu gumpalan yang timbul ke permukaan susu (Handerson, 1981).
Susu mengandung bermacam-macam unsur dan zat makanan yang juga diperlukan
bagi pertumbuhan bakteri. Susu dalam ambing ternak yang sehat tak bebas hama dan
mungkin mengandung sampai 500 sel/ml. Jika ambing tersebut sakit maka jumlahnya dapat
meningkat lebih besar dari 20.000 sel/ml. Selain mikroorganisme yang biasanya ada dalam
susu dan ambing ada juga pencemaran yang ada dalam wadah saat pemerahan. Jenis-jenis
micrococcus dan Corybacterium sering terdapat dalam susu yang baru diperah. Pencemaran
juga timbul dari sapi, alat pemerahan yang kurang bersih dan tempat-tempat penyimpanan
(Sri Usmiati dan Abubakar, 2007). Setelah susu diperah, kandungan mikro organisme pada
susu merupakan fungsi dari umur susu yang menentukan tingkat perkembangan flora alam,
penanganan susu yang menentukan jenis mikroorganisme yang terbawa dan suhu
penyimpanan yang menentukan kecepatan perkembangbiakan semua jenis mikroorganisme.
Sebagian besar susu dihasilkan dari peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan
beberapa ekor sampai belasan ekor, dengan modal yang rendah mengakibatkan kandang,
peralatan pemerahan, ketersediaan air sangat terbatas mengakibatkan rendahnya mutu susu
yang dihasilkan terutama TPC tinggi sehingga test alkohol positif (Abubakar, 2009). Hal ini
yang memicu susu dibuang karena penolakan susu oleh IPS. Konsumsi susu segar paling
besar adalah IPS, sehingga persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh IPS harus yang di
sepakati antara peternak melalui koperasi dan IPS. Adanya sikap ”dengan cara sederhana
dan seadanya seperti yang dilakukan setiap hari saja susu yang dihasilkan dibeli oleh
koperasi (laku dijual)”, anggapan salah tersebut perlu diubah, diperbaiki dan disadarkan
kembali mengenai makna keamanan pangan yang akan berimbas terhadap peningkatan
pendapatan peternak (bonus harga atas mutu dan keamanan susu yang baik).
2. Arah Pengembangan Keamanan pangan dan Standar Mutu Susu
Dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan selain memperhatikan kuantitas,
kualitas susu perlu mendapat perhatian termasuk faktor keamanan produk yang bersangkutan,
antara lain bebas dari cemaran kimia, fisik dan mikrobiologis. Keamanan pangan susu adalah
interaksi antara status gizi, toksisitas mikrobiologis dan kimiawi yang saling berkaitan erat
dan saling mempengaruhi. Kualitas susu memperhatikan asas Aman, Sehat, Utuh dan Halal
(ASUH). Keamanan pangan susu ditentukan pada saat-saat panen, pemerahan susu,
pengolahan produk menjadi bahan pangan, serta ketika melalui rantai pemasaran. Suatu
konsep jaminan mutu yang khusus diterapkan untuk pangan dikenal dengan Hazard Analysis
Critical Control Points (HACCP) yaitu system pengawasan mutu industri pangan yang
menjamin keamanan pangan dan mengukur bahaya atau resiko yang mungkin timbul, serta
menetapkan pengawasan tertentu dalam usaha pengendalian mutu pada seluruh rantai
produksi pangan (BSN, 2002).
UU Pangan No.7 Th 1996 telah ditetapkan dan kemudian di jabarkan dalam PP No.
28 Th 2004. Tiga unsur penting yang digunakan dalam pembuatan UU tersebut adalah: 1)
pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, 2) pangan yang aman, bermutu, bergizi dan
beragam merupakan prasyarat utama untuk kesehatan, dan 3) pangan sebagai komoditas
dagang memerlukan sistem perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab. Kesadaran
terhadap mutu harus dimulai pada tahap sangat awal yaitu gagasan konsep produk setelah
persyaratan-persyaratan konsumen di definisikan (Suratmono, 2005).
Persyaratan mutu susu berdasarkan SNI dan Direktorat Jenderal Peternakan atas nilai TPC dan cemaran mikrobiologis patogen tertera pada Tabel 1.
Indikator mutu susu sapi segar terkait dengan: a) mutu fisik, yaitu warna,
penampakan, kesegaran, konsistensi dll, b) mutu kimia, yaitu kandungan gizi, aroma, rasa,
bebas cemaran logam berat; c) mutu biologi, yaitu bebas dari kontaminasi mikroba patogen
yang membahayakan kesehatan.
Tujuan peningkatan mutu susu adalah mempertahankan kesegaran dan keutuhan, serta
mengurangi kerusakan pada susu melalui perlakuan dan teknologi yang bertitik tolak pada
penyebab kerusakan. Indikator yang di gunakan adalah standar mutu pada proses produksi,
pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum (Agriculture
Canada, 1993). Jaminan mutu merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan agar fungsi
mutu dapat dilakukan dengan baik untuk membangun kepercayaan konsumen (Juran, 1989).
Jaminan mutu didasarkan pada aspek tangibles (hal-hal yang dapat dirasakan dan
diukur), reliability (keandalan), responsiveness (tanggap), assurancy (rasa aman dan percaya
diri) dan emphaty (keramah tamahan) (NACMF, 1992). Menurut Ishikawa (1990) jaminan
mutu merupakan suatu jaminan bahwa produk akan dibeli konsumen dengan penuh ke
percayaan dan digunakan terus menerus dalam jangka waktu yang lama dengan penuh
keyakinan dan kepuasan. Tiga langkah utama dalam peningkatan mutu yaitu, menetapkan
standar, menilai kesesuaian atau kinerja operasi (mengukur dan membandingkan dengan
standar) dan melakukan tindakan koreksi bila diperlukan.
D. Pengembangan Sistem Mutu dan Keamanan Pangan Susu
1. Sistem Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
Tuntutan dan kepedulian konsumen terhadap mutu dan keamanan pangan serta
kesehatan, mendorong terbitnya sistem HACCP. HACCP cukup penting dalam
mengantisipasi liberalisasi perdagangan, persaingan harga dan tuntutan kualitas yang semakin
disadari oleh masyarakat konsumen. Pada tahun 1993, Codex menetapkan HACCP sebagai a
food safety management tools (Stevenson and Bernard, 1995).
HACCP adalah suatu piranti untuk menilai suatu bahaya spesifik dan menetapkan
sistem pengendalian yang di fokuskan pada pencegahan daripada pengujian produk akhir.
HACCP pada industri persusuan adalah karena bahanbahan yang digunakan (baik bahan baku
maupun bahan penolong) selama proses produksi memiliki peluang terjadinya pencemaran
yang dapat membahayakan konsumen. Pencemaran ini dapat berupa pencemaran fisik (dari
pekerja, sapi dan
lingkungan misalnya logam, kaca, pasir, bulu/rambut), kimia (bahan tambahan, fungisida,
insektisida, pestisida, migrasi komponen plastik, logam beracun) maupun mikrobiologis
(bakteri, fungi, protozoa, cacing, ganggang).
Sistem HACCP sesuai dengan Codex terdiri dari tujuh prinsip, yaitu: (1)
mengidentifikasi semua hazard dan hazard analysis pada rantai pangan dan menentukan
tindakan pencegahan, (2) menetapkan Critical Control Point (CCP), (3) menetapkan kriteria
yang menunjukkan pengawasan pada CCP, (4) menetapkan prosedur untuk memonitor setiap
CCP, (5) menetapkan tindakan apabila criteria yang ditetapkan untuk mengawasi CCP tidak
sebagai mana mestinya, (6) verifikasi menggunakan informasi pendukung dan pengujian
untuk meyakinkan bahwa HACCP dapat dilaksanakan dan (7) menetapkan cara pencatatan
dan dokumentasi (Bauman, 1990).
Dalam proses produksi selalu ada tindak pengawasan dalam menjamin keamanan
pangan. Ada dua tipe titik tindak pengawasan yaitu tindak yang dapat menjamin keamanan
susu sapi segar (food safety) dan tindak yang hanya memperkecil kemungkinan bahaya yang
timbul akibat pencemaran pada susu sapi. Food safety yang disarankan para ahli adalah
secara konvensional yaitu Good Manufacturing Practices (GMP), Good Distribution
Practices (GDP), pengendalian higiene, dan pengujian produk akhir. Sedangkan titik tindak
untuk memperkecil bahaya yang timbul yaitu dengan sistem HACCP. HACCP bukan
merupakan jaminan keamanan pangan yang zero-risk, tetapi dirancang untuk meminimumkan
risiko bahaya keamanan pangan dan sebagai alat manajemen
2. Analisis CCP (Critical Control Point) Proses Produksi Susu
Penetapan CCP melalui tahap analisis bahaya, yaitu analisis risiko peluang kejadian
yang menentukan apakah prosedur tersebut memiliki bahaya signifikan atau tidak. Jenis
bahaya meliputi kimia, fisika dan biologis di dalam atau kondisi dari makanan dengan potensi
untuk menyebabkan dampak merugikan kesehatan. Kontaminasi kimia terjadi pada tahap
produksi, sampai produk akhir. Pengaruhnya terhadap konsumen berjangka panjang (akut),
misalnya bahan kimia yang dapat mencemari makanan: deterjen, pestisida, herbisida,
insektisida, nitrit, nitrat, migrasi komponen plastik, residu antibiotika, aditif kimia dan logam
berat beracun. Bahaya fisik, berasal dari gelas, logam, batu, ranting, kayu, hama, pasir,
rumput. Bahaya biologis disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme seperti: bakteri, fungi,
virus, parasit, protozoa, ganggang dan toksin.
Pada prinsipnya analisis CCP berkaitan dengan dua hal pokok yaitu: 1) bahan baku
yaitu sapi hidup dan susu sapi, dan 2) tahapan proses pemerahan, sehingga proses prapanen
dan pascapanen sejak pemerahan hingga pemasaran sangat menentukan mutu susu sapi.
Analisis penetapan CCP pada proses pemerahan susu sapi adalah sebagai berikut :
Bahan baku, Sapi perah dan susu sapi terkontaminasi benda-benda asing dari tanah, kotoran,
kuman patogen/virus dalam tubuh ternak sejak dibawa dari kandang, dan tempat pemerahan.
Air terkontaminasi kuman patogen dan pembusuk, terjadi saat pencucian ambing,
memandikan sapi dan tangan pekerja. Tindakan pengendaliannya: sapi harus bersih, kandang
harus higienis, tangan
pekerja harus bersih, pemerahan dilakukan secara benar, dan saniter, air pencuci harus bersih.
Proses pemerahan. Kontaminasi kuman patogen/virus, Penyebabnya: ambing kotor, tangan
pekerja kotor, pengeluaran susu kurang sempurna, menyebabkan masih ada sisa susu
tertinggal dan menyebabkan kontaminasi. Tindakan pengendaliannya: ambing harus bersih,
tangan pekerja harus bersih, dan dibersihkan dengan air panas untuk menghilangkan sisa
mikroba yang tertinggal. Peralatan pemerahan dan penyaringan susu: Fisik susu kotor dan
terkontaminasi benda asing seperti tanah, sisa pakan/rumput, rambut, bulu dan kuku operator.
Penyebabnya: alat pemerah dan penyaring kotor, wadah/ can kotor, tangan pekerja kotor.
Tindakan pencegahannya: semua peralatan pemerahan dan penyaringan harus bersih
termasuk tangan pekerja.
BAB III
PENUTUP
Untuk dapat memproduksi susu segar yang bermutu dan baik serta aman bagi
kesehatan, diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan system manajemen
lingkungan yang mantap. maka dipandang ada tiga unsur utama yang terlibat dalam
pengamanan/pengendaliannya yaitu:
1. Sistem pengendalian yang intensif berupa pengamanan dilakukan sejak praproduksi,
hingga pemasaran (preharvest food safety program). Dalam pelaksanaannya sistem
pengamanan ditempuh melalui cara pengamatan (surveilance), pemantauan
(monitoring) dan pemeriksaan (inspection) terhadap setiap mata rantai pengadaan
susu sapi.
2. Pengendalian infrastruktur, antara lain melalui perbaikan perangkat keras, misalnya
perbaikan/ renovasi kandang sapi,
3. Perangkat pendukung adalah UU Pangan, UU Perlindungan Konsumen, Surat
Keputusan Menteri Pertanian dan Dirjen Peternakan yang berkaitan erat dengan
produksi dan keamanan susu sapi. Direktorat Kesmavet telah mencanangkan program
keamanan pangan produk ternak dengan membangun Siskesmavet danSiskeswannas.
Beberapa program yang dapat diusulkan kepada pemerintah dalam pemecahan
masalah keamanan pangan produk ternak khususnya susu sapi segar ditinjau dari aspek
pascapanen: (1) pendidikan, penelitian, mengembangkan dan membina aplikasi ilmu dan
teknologi pascapanen susu sapi, (2) menjaga ketersediaan susu sapi, (3) melaksanakan
pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan susu sapi, (4) merencanakan dan
melaksanakan program pencegahan masalah persusuan, (5) membentuk sistem pengaturan
distribusi produk susu sapi yang efisien, (6) melaksanakan penyuluhan keamanan pangan
susu sapi, (7) menjalin kerjasama internasional di bidang: penelitian dan pengembangan
teknologi pascapanen, perdagangan, teknologi distribusi, teknologi pengelolaan pangan susu,
pencegahan dan penanggulangan masalah persusuan (Wiradarya, 2005).
Untuk itu perlu dilakukan penelitian dan pengembangan oleh Litbang maupun
perguruan Tinggi, secara terus menerus terhadap teknologi penanganan dan pengolahan
produk susu sapi. Hasil-hasil penelitian dan pengembangan teknologi pascapanen produk
ternak, khususnya penanganan dan pengolahan susu serta model sistem HACCP harus
didiseminasikan dan dilakukan promosi kepada stakeholder, pelaku bisnis dan lain-lain.
Teknik–teknik diseminasi yang dapat dilakukan berupa penerbitan jurnal, bulletin, leafleat,
petunjuk teknis, seminar, penyuluhan, gelar teknologi dan lain sebagainya.
Penanganan dan pengolahan terpadu pada susu khususnya pada industri pengolahan
susu cukup luas, tetapi faktor keamanan pangan dan masalah hieginis produk susu belum
terbina dengan baik sehingga perlu adanya reorientasi dan reaktualisasi penanganan
kesmavet. Untuk itu diperlukan teknologi penanganan dan pengolahan, sistem pengendalian
yang intensif berupa pengamanan sejak pra-produksi, hingga pemasaran (preharvest food
safety program), pengendalian infrastruktur dan penerapan UU Pangan, UU Perlindungan
Konsumen dan Sk Menteri tentang produksi dan keamanan susu.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar. 2012. TEKNOLOGI PENANGANAN DAN PENGOLAHAN SUSU SAPI.
(http://profabuscientist.blogspot.com/2012/01/normal-0-false-false-false-en-us-x- none.html )
diakses Senin, 10 Maret 2014 jam 09.45
Food Review. 2009. Strategi Nasional Meningkatkan Produksi Susu. Majalah bulanan Food
Review, July. http://www.food review.biz/prevew.php? view.id=122
GKSI Daerah Jawa Barat, 2000. Laporan Produksi dan Kualitas Susu Koperasi/KUD Jawa
Barat Bulan Januari s.d Desember 2000.
GKSI Daerah Jawa Timur, 2000. Laporan Produksi dan Kualitas Susu Koperasi/KUD Jawa
Timur Bulan Januari s.d Desember 2000.
Sirait, C.H. dan Abubakar. 1989. Perubahan kualitas susu pada jalur pemasaran di daerah
Jawa Tengah. Pros Sem Hasil Penelitian Pascapanen II. Bogor,18 Desember. Puslitbang
Peternakan
Wikipedia. 2014. Susu Jenis Produk Susu. (http://id.wikipedia.org/wiki
Susu#Jenis_produk_susu) diakses Minggu, 9 Maret 2014 jam 15.35