Makalah Pad Stress

Embed Size (px)

Citation preview

TUGAS

FARMAKOTERAPI II

PERIPHERAL ARTERIAL DISEASE (PAD)

oleh KELOMPOK 5 Anggota JEFRI EFRANDA (0911012019) ANDRI KURNIAWAN H.(0911012020) SUARY MAHARDHIKA (0911012022) WINDA RIZAL (0911012023) YOFFI TRIANI (0911012024)

JURUSAN FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS 2012

PERIPHERAL ARTERIAL DISEASE (PAD)

Ketika jantung berdenyut, ia memompa darah melalui sistim dari pembuluh-pembuluh darah yang disebut sistim peredaran darah. Pembuluh-pembuluh adalah tabung-tabung yang elastis yang membawa darah ke setiap bagian tubuh. Arteri-arteri membawa darah keluar dari jantung sementara vena-vena membalikannya ke jantung. Penyakit vaskular termasuk segala kondisi yang mempengaruhi sistim peredaran darah anda. Ini mencakup dari penyakitpenyakit arteri-arteri, vena-vena dan pembuluh-pembuluh limfa anda sampai ke kekacauankekacauan darah yang mempengaruhi sirkulasi. Berikut adalah kondisi-kondisi yang masuk kategori penyakit vaskular. Penyakit Arteri Peripheral Seperti pembuluh-pembuluh darah jantung (arteri-arteri koroner), arteri-arteri peripheral anda (pembuluh-pembuluh darah diluar jantung anda) juga mungkin mengembangkan atherosclerosis, pembentukan dari endapan-endapan lemak dan kolesterol, yang disebut plaque, pada bagian dalam dinding-dinding. Melalui waktu, pembentukan menyempitkan arteri. Akhirnya arteri yang menyempit menyebabkan lebih sedikit darah yang mengalir dan kondisi yang disebut "iskemia" dapat terjadi. Iskemia adalah aliran darah yang tidak cukup ke jaringan tubuh. Sumbatan pada arteri-arteri koroner dapat menyebabkan gejala-gejala nyeri dada (angina) atau serangan jantung. Sumbatan pada arteri-arteri carotid (arteri-arteri yang mensuplai otak) dapat menjurus pada transient ischemic attack (TIA) atau stroke. Sumbatan pada kaki-kaki dapat menjurus pada nyeri kaki atau kejang-kejang dengan aktivitas (kondisi yang disebut claudication), perubahan-perubahan pada warna kulit, luka-luka atau borok-borok dan perasaan letih pada kaki-kaki. Kehilangan total sirkulasi dapat menjurus pada gangrene dan kehilangan anggota tubuh. Sumbatan pada arteri-arteri renal (arteri-arteri yang mensuplai ginjal-ginjal) dapat menyebabkan penyakit arteri renal (stenosis). Gejala-gejala termasukhipertensi (tekanan darah tinggi) yang tidak terkontrol, gagal jantung dan fungsi ginjal yang abnormal.

Penyakit arteri perifer atau peripheral arterial disease (PAD) merupakan suatu kumpulan kelainan yang ditandai oleh penyempitan atau oklusi arteri yang dapat menyebabkan penurunan perfusi jaringan ke ekstremitas. Pasien yang menderita PAD dapat asimtomatik namun jika penyakit ini bertambah parah, penderita umumnya mengalami morbiditas yang bermakna serta penurunan kualitas hidup sebagai akibat dari oklusi arteri

perifer seperti klaudikasio intermiten serta gejala critical limb ischemia (CLI) yang ditandai dengan nyeri pada ekstremitas pada saat istirahat, ulserasi iskemik ataupun gangren. Pasien diabetes yang menderita PAD memiliki resiko tinggi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular. Oleh karena jumlah penderita diabetes mellitus (DM) sangat banyak (120-140 juta orang) di seluruh dunia dan adanya kenyataan bahwa pasien diabetes memiliki risiko yang tinggi untuk menderita PAD maka implikasi dari masalah ini menjadi sangat besar. Penyakit arteri perifer seringkali tidak terdiagnosis karena gejalanya tidak khas. Hanya kurang dari 50 persen pasien yang menunjukkan gejala. Aliran darah manusia seharusnya ibarat jalan tol tanpa hambatan. Ketika terjadi masalah pada arteri, maka akan ada potensi gangguan pada tubuh yang divaskularisasinya, termasuk juga di bagian perifer. Definisi penyakit arteri perifer sendiri, seperti yang dikeluarkan American Heart Association 2005 adalah semua penyakit yang mencakup sindrom arteri non koroner yang disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsi arteri yang mengaliri otak, organ viseral, dan keempat ekstremitas. Dan aterosklerosis, menjadi penyebab terbanyak terjadinya penyakit oklusi arteri pada mereka yang berusia di atas 40 tahun. Pada beberapa penderita penyakit tertentu seperti diabetes, prevalensi penyakit aterosklerosis perifer meningkat. Beberapa pusat penelitian di Indonesia mendapatkan angka kematian ulkus atau gangren diabetes berkisar antara 17 hingga 32 persen sedangkan laju amputasi antara berkisar antara 15 hingga 30 persen. Nasib pasien pasca amputasi juga tidak menggembirakan. Dalam satu tahun pasca amputasi 14,8 persen pasien meninggal, dan meningkat menjadi 37 persen dalam pengamatan selama dua tahun. Dengan data yang menyeramkan' tersebut, diagnosis sejak dini dan penatalaksaan penyakit arteri perifer yang tepat menjadi hal yang amat penting, tak terkecuali pada penderita diabetes. Topik itu pula yang diangkat Dr. Dono Antono, SpPD-KKV pada acara Simposium Pendekatan Holistik Kardiovaskular VII yang berlangsung di Jakarta Juli lalu. Klasifikasi Fontaine membagi penyakit arteri perifer berdasarkan derajat dan gejalanya. Derajat I untuk gejala asimptomatik, derajat IIA untuk klaudikasio intermiten, derajat IIb jika pasien tak ada nyeri, namun terjadi klaudikasio jika berjalan lebih dari 200 meter, derajat III jika terjadi nyeri istirahat, dan derajat IV jika telah terjadi nekrosis atau gangrene. Klaudikasio pada daerah betis timbul pada pasien dengan penyakit pada pmbuluh darah daerah femoral dan poplitea. "Insiden tertinggi penyakit arteri obstruktif sering terjadi pada tungkai bawah, bahkan seringkali menjadi berat dan timbul iskemia kritis tungkai bawah," ujar Dono. Gejala klinisnya, nyeri pada saat istirahat dan dingin pada kaki yang sering muncul pada malam hari saat tidur dan membaik setelah posisi diubah. Namun, lanjut Dono, jika iskemi berat nyeri dapat menetap walaupun sedang

istirahat. Kira-kira 25 persen kasus iskemia akut disebabkan oleh emboli yang biasanya sumbernya dapat diketahui. Paradoksial emboli merupakan salah satu penyebab yang tidak dapat terlihat dengan cara angiografi karena lesi ulseratif yang kecil atau karena defek septum atrial. Penyebab terbanyak kedua penyakit arteri iskemi akut adalah thrombus. Pemeriksaan fisis yang terpenting pada penyakit arteri perifer adalah penurunan atau hilangnya perabaan nadi pada distal obstruksi, terdengar bruit pada daerah yang menyempit, dan atrofi otot. Jika lebih berat dapat terjadi bulu rontok, kuku menebal, kulit menjadi licin, dan mengkilap, pucat atau sianosis, dan suhu kulit menurun. Kemudian dapat terjadi gangrene dan ulkus. Jika tungkai diangkat dan dilipat, pada daerah betis dan telapak kaki akan menjadi pucat.

Terapi Terapi yang dilakukan untuk penyakit arteri perifer terdiri dari terapi suportif, farmakologis, intervensi non operasi, dan operasi. Terapi suportif meliputi perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab misalnya dengan memberi krim dan memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas yang terbuat dari bahan sintetis yang berventilasi. Selanjutnya, pengobatan terhadap semua faktor yang dapat menyebabkan aterosklerosis harus diberikan. Latihan fisik atau exercise, menurut Dono, juga merupakan pengobatan yang paling efektif. Hal tersebut telah dibuktikan pada lebih dari 20 penelitian. Latihan fisik meningkatkan jarak tempuh sampai terjadinya gejala klaudikasi. "Latihan fisik yang dilakukan berupa jalan kaki kira-kira selama 30 sampai 45 menit atau sampai terasa hampir mendekat nyeri maksimal selama 6 hingga 12 bulan," katanya. Hal ini disebabkan karena peningkatan aliran darah kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, respon inflamasi,

metabolisme mukuloskeletal, dan oksigenasi jaringan lebih baik dengan perbaikan viskositas darah. Sedangkan terapi farmakologi, dapat diberikan aspirin, klopidogrel, pentoksifillin, cilostazol, dan tiklopidin. Obat-obat tersebut telah diuji dalam penelitian dapat meningkatkan jarak berjalan dan mengurangi penyempitan. Selain itu, berbagai faktor risiko harus dikelola seperti menghilangkan kebiasaan merokok, mengatasi diabetes mellitus, hiperlipidemi, hipertensi, dan hiperhomosisteinemia. Terapi intervensi pada kasus kaki diabetik harus segera dilakukan atas indikasi adanya penyakit arteri perifer yang berat dengan keluhan disertai ulkus yang tak kunjung sembuh, atau pada keadaan critical limb ischemia .Pemilihan terapi revaskularisasi operasi atau endosvaskular tergantung dari hasil gambaran angiografi. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain luas atau panjangnya lesi dan derajat beratnya lesi stenosis, oklusi total atau tidak, dan lokasinya di proksimal atau distal. Di samping itu, dipertimbangkan juga adanya komorbid yang menyertai seperti penyakit jantung dan paru, diabetes mellitus, dan gangguan fungsi ginjal. Dengan kemajuan teknologi, terapi intervensi endovascular meningkat ke arah keberhasilan teknis yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Penggunaan stent endosvaskular mulai aorta, iliaka, sampai femoralis telah banyak dilaporkan sejak lama. Penelitian Grant dan Dimitris melaporkan penggunaan drug eluting stent sirolimus untuk kasus chronic limb ischemia pada arteri infra poplitea telah berhasil digunakan dengan angka restenosis yang rendah. .

Penyakit arteri perifer (Peripheral artery disease/PAD) adalah kondisi jantung yang mirip dengan penyakit arteri koroner dan penyakit arteri karotid. Pada PAD, penumpukan lemak terjadi di lapisan dalam dinding arteri. Penumpukan ini menghalangi aliran sirkulasi darah, utamanya pada arteri yang menuju ke ginjal, lambung, tangan, kaki, dan telapak kaki. Pada tahap awal, gejala umum seperti kram atau kelelahan di kaki dan pantat dapat terjadi ketika beraktivitas. Kram tersebut akan mereda ketika penderita berdiri diam. Ini disebut dengan "klaudikasi intermiten". Mereka yang memiliki PAD sering memiliki penumpukan lemak di arteri-arteri jantung dan otak. Karena hal ini, kebanyakan orang yang menderita PAD memiliki kecenderungan tinggi untuk meninggal akibat serangan jantung dan stroke. Ada dua tipe kelainan sirkulasi: - Penyakit vaskular perifer fungsional tidak memiliki penyebab organik. Penyakit ini tidak melibatkan cacat pada struktur pembuluh darah. Biasanya

berupa efek singkat "spasm/kejang" yang dapat timbul dan menghilang. Penyakit Raynaud (Raynaud's disease) adalah contohnya. Penyakit ini dapat dipicu oleh temperatur yang dingin, stres emosional, bekerja dengan mesin yang bergetar atau juga merokok. - Penyakit vaskular perifer organik disebabkan oleh perubahan struktural di pembuluh darah, seperti inflamasi dan kerusakan jaringan Penyakit arteri perifer adalah contohnya. Penyakit ini disebabkan oleh penumpukan lemak di arteri yang menghalangi aliran normal darah.

Teknik yang digunakan untuk mendiagnosa PAD termasuk didalamnya adalah pemeriksaan riwayat medis, pemeriksaan fisik, ultrasound, Xray angiografi dapencitraan resonansi magnetik angiografi (MRA). Kebanyakan penderita PAD dapat dirawat dengan perubahan gaya hidup, pengobatan atau dengan keduanya. Perubahan gaya hidup untuk mengurangi risiko dengan cara berhenti merokok, kontrol diabetes dan tekanan darah. Menjadi aktif secara fisik, konsumsi makanan rendah lemak dan diet rendah kolesterol. PAD kemungkinan memerlukan perawatan obat-obatan juga. Obat-obatan termasuk di dalamnya adalah pengobatan untuk membantu meningkatkan ketahanan berjalan, yaitu obat penurun kolesterol (statin) dan obat antiplatelet. PAD merupakan suatu penyakit pada pembuluh darah arteri akibat terbentuknya plak ateroskelorosis. Plak ini terbentuk akibat dari fat, cholesterol, calkcium, fibrosus tissue. Umumnya terjadi pada arteri kaki, tapi dapat juga terjadi pada arteri yang memnbawa darah dari jantung ke kepala, lengan, ginjal, serta perut PAD yang menyerang tungkai kaki disebut juga dengan Klaudikasio Intermiten Klaudikasio Intermiten ( KI ) berarti nyeri tungkai yang cukup hebat timbul saat aktivitas sehingga pasien harus berhenti berjalan dan rasa nyeri hilang dengan istirahat. Nyeri dapat berulang pada latihan/jalan dengan intensitas atau jarak tertentu.

PAD yang menyerang tungkai kaki disebut juga dengan Klaudikasio Intermiten Klaudikasio Intermiten ( KI ) berarti nyeri tungkai yan cukup hebat timbul saat aktivitas sehingga pasien harus berhenti berjalan dan rasa nyeri hilang dengan istirahat. Nyeri dapat berulang pada latihan/jalan dengan intensitas atau jarak tertentu. Proses aterosklerosis

Initiation Progression Complication Plak aterosklerotik

Epidemiologi 27 juta orang di Eropa dan Amerika Utara menderita PAD ( 16% of population 55 years or older). Pasien PAD 6 x lebih beresiko menderita penyakit jantung

Pemeriksaan pemeriksaan sistim vaskuler yang terdiri dari pemeriksaan semua nadi utama yang dapat diraba dari luar ( karotis, radial, brachial, axillar, aorta abdominalis, femoral, popliteal dorsalis pedis dan tibialis posterior. Pemeriksaaan hematologi dan biokimi sistim koagulasi, panel lipid, fungsi ginjal Pemeriksaan vaskuler- non imaging : ABI ( Angkel Brachial Indeks ) SLP ( Segmental Limb Systolic Pressure ) ; Magnetic Resonance Angiogram Untuk menentukan area pembuluh darah yg tersumbat PVR ( Pulse Volume Recording ) ; Treadmill Test ( Functional Testing )., kemampuan fungsional secara objektif.

Klasifikasi kualitatif iskemik tungkai kronis Stadium Simptom

---------------------------------------------------I Tanpa gejala

---------------------------------------------------II Intermittent claudication

---------------------------------------------------II a Jalan > 200 m tanpa nyeri

---------------------------------------------------II b Jalan < 200 m tanpa nyeri

---------------------------------------------------III Nyeri saat istirahat / malam

---------------------------------------------------IV Kerusakan Jaringan

--------------------------------------------------GEJALA KLINIK Gejala yang tampak 10 % rasa nyeri pada kaki, nadi lemah, perubahan temperatur, bulu kaki rontok. Gejala yang tidak tampak 90 % hanya bisa diketahui dari ABI I IIa IIb III IV Derajat gejala : Asimtomatik Klaudikasio Tak ada nyeri, klaudikasio Nyeri istirahat Nekrosis, gangren.

jika &

jalan

>

intermiten 200 m. nocturnal.

Faktor-faktor risiko & pencetus: 1. umur (> 40 th) 2. gender (pria > wanita ) 3. merokok

4. minum kopi 5. konsumsi alkohol 6. hiperkolesterolnemia/hiperlipidemia 7. hipertensi 8. diabetes melitus

DIAGNOSA 1. Medical and family hostoris (risk factor, simptom, diet, medicin take, histori family cardiovaskular) 2. Uji pisik: lemah atau tidak adanya pulse pada kaki 3. ABI (Ankle Brachial Index) Membandingkan tek darah di kaki dan tangan 4. Doppler ultrasound : mengukur aliran darah ke vena dan arteri dengan sound wave 5. Magnetic Resonance Angiogram (MRA) use magnetik dan Radio wave to make picture inside our blood vessel. 6. Arteriogram: to find exact location of block arteri 7. Blood test: to check PAD risk faktor ex DM

TERAPI 1. 2. 3. 4. Perubahan pola hidup Terapi suportif Terapi intervensi (pembedahan) Terapi farmakologis

PERUBAHAN POLA HIDUP 1. 2. 3. 4. 5. 6. Berhenti merokok menurunkan berat badan pada penderita obesitas (diet & olahraga). Menurunkan tekanan darah Menurunkan kadar kolesterol dalam darah (LDL < 126mg/dl) Menurunkan kadar gula darah jika berisiko diabetes (GDP 80-120 mg/dl) Olahraga teratur (jalan kaki 30-45 menit)

TERAPI SUPORTIF Meliputi : Perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan memberikan krem pelembab. Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas dan dari bahan sintetis yang berventilasi. Hindari penggunaan bebat elastik karena mengurangi aliran darah ke kulit. Latihan fisik (exersise) berupa jalan kaki kira-kira selama 30 sampai 45 menit atau sampai terasa hampir mendekat nyeri maksimal selama 6 12 bulan. TERAPI INTERVENSI Angioplasti Tujuannya untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit, atau membuka sumbatan dengan cara mendorong plak ke dinding arteri. Operasi by-pass Bila keluhan semakin memburukdan sumbatan arteri tidak dapat diatasi dengan angioplasti dianjurkan untuk di operasi by pass. Bagi yang sudah menjalani terapi ini biasanya bebas dari gejala dan tidak mengalami komplikasi apapun sesudahnya.

TERAPI FARMAKOLOGIS Dapat diberikan aspirin, clopidogrel, pentoxifilline, cilostazol, dan ticlopidine. Obat-obat tersebut dalam penelitian dapat memperbaiki jarak berjalan dan mengurangi penyempitan.

ASETOSAL/ASPIRIN Nama generik : Asetosal Nama dagang di Indonesia : Restor (Prima Adimulia Sejati), Ascardia (Pharos), Procardin (Medikon Prima), Trombo Aspilet (Medifarma), Aspimec (Mecosin), Cardio Aspirin (Bayer). Indikasi : Terapi antiagregasi platelet (trombosit) pada kondisi patologis dimana hiperaktivasi atau aktivasi trombosit mungkin menjadi faktor penentu dalam proses terbentuknya trombus. Kontraindikasi : Tukak peptik atau dispepsia, hemofilia dan gangguan perdarahan lain, asma, anak dibawah 12 tahun dan yang menyusui (sindrom reye), polip nasal. Bentuk sediaan : Tablet 80 mg dan 100 mg, tablet salut enterik 80 mg dan 100 mg. Dosis dan aturan pakai : 75- 300 mg sehari untuk pencegahan sekunder penyakit serebrovaskuler atau kardiovaskuler trombotik. Asetosal 150-300 mg sehari digunakan untuk mengurangi kematian setelah infark miokard. Asetosal dosis rendah (misal 75 atau 100 mg sehari) juga diberikan setelah pembedahan bypass (Anonim, 2000). Stroke akut : 160-325 mg/hari dimulai dalam 48 jam (pada pasien yang tidak mengalami trombolisis dan tidak menerima antikoagulan sistemik). Pencegahan stroke : 30-325 mg/hari (dosis dinaikkan sampai 1300 mg/hari terbagi dalam 2-4 dosis (2-4 x sehari) yang telah digunakan dalam percobaan klinis) (Lacy, et al, 2006) Efek samping : Bronkospasme; perdarahan saluran cerna (kadang-kadang parah), juga perdarahan lain (misal subkonjugtiva). Resiko khusus : Gangguan hati dan ginjal.

CLOPIDOGREL Nama generik : Clopidogrel Nama dagang di Indonesia : Plavix (Sanofi Aventis) Indikasi : Mengurangi terjadinya aterosklerotik (infark miokard, stroke dan kematian vaskular) pada pasien dengan aterosklerosis yang disebabkan oleh stroke sebelumnya, infark miokard atau penyakit arteri perifer. Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap clopidogrel, perdarahan patologi aktif (seperti ulkus peptik aktif, perdarahan intrakranial), gangguan koagulasi.

Bentuk sediaan : Tablet salut selaput 75 mg Dosis dan aturan pakai : 75 mg 1 x sehari dapat diberikan tanpa makanan. Efek samping : Perdarahan gastrointestinal, purpura, memar, hematoma, anemia, epistaksis, hematuria, perdarahan okular, perdarahan intra kranial, nyeri perut, dispepsia, gastritis dan konstipasi, ruam, pruritus. Resiko khusus : Pasien yang mungkin mengalami peningkatan resiko perdarahan akibat, pembedahan atau kondisi patologik lain. Pasien dengan penyakit liver parah. Pasien sedang diberikan terapi NSAID. Hentikan terapi 1 minggu sebelum operasi. Kehamilan.

PENTOKSIFILIN Nama generik : Pentoksifilin Nama dagang di Indonesia : Erypent (Sunthi Sepuri), Erytal (Medikon Prima), Lentrin (Metiska Farma), Platof (Sanbe), Tarontal (Bernofarm), Trental (Hoest Marion Roussel Indonesia), Trentox (Dexa Medica), Trenxy (Ikapharmindo) Indikasi : Klaudikasi intermiten akibat oklusi arteri perifer kronis Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap pentoksifilin, xantin (cafein, teofilin), perdarahan serebral dan atau retina. Bentuk sediaan : Tablet salut enterik 100 mg, tablet lepas lambat 400 mg, kabtab salut gula 400 mg, cairan injeksi 20 mg/ml Dosis dan aturan pakai : 400 mg 2-3 x sehari setelah makan; jika dalam 1-2 minggu tidak ada perbaikan sebaiknya dihentikan; jika terjadi efek samping saluran cerna atau sistem saraf pusat berkembang sebaiknya dosis dikurangi menjadi 400 mg 1-2 x sehari Efek samping : lazim terjadi mual dan dispepsia; kurang lazim kembung, anoreksia, muntah; pusing, sakit kepala, muka merah; kadang-kadang insomnia, mengantuk,cemas, bingung Resiko khusus : Hipotensi, laktasi, penyakit jantung koroner berat, pasien yang alergi terhadap turunan xantin; mungkin mengurangi aras fibrinogen plasma; pada pasien yang juga menerima obat antihipertensi sebaiknya tekanan darahnya dipantau; pasien yang menerima terapi antikoagulan atau yang beresiko terjadi perdarahan; pasien lanjut usia dimulai dengan dosis rendah dan pantau fungsi ginjalnya; pasien dengan penurunan fungsi ginjal dan hepar.

CILOSTAZOL Nama generik : Cilostazol Nama dagang di Indonesia : Pletaal (Otsuka), Stazol (Bernofarm), Naletal (Guardian Pharmatama), Qital (Ethica), Aggravan (Ferron), Agrezol

(Meprofarm), Citaz (Kalbe Farma). Indikasi : Terapi gejala iskemik, misalnya ulserasi, nyeri dan rasa dingin pada ekstremitas pada oklusi arteri kronik, pencegahan infark serebral rekuren. Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap cilostazol, perdarahan, gagal jantung kongestif, hamil dan laktasi Bentuk sediaan : Tablet 50 mg dan 100 mg Dosis dan aturan pakai : Dewasa : Oral : 100 mg 2 x sehari diminum 1,5 jam sebelum atau 2 jam setelah makan pagi dan makan malam, dosis seharusnya dikurangi menjadi 50 mg 2 x sehari selama terapi bersamaan dengan inhibitor CYP3A4 atau CYP2C19. Cilostazol paling baik dikonsumsi 30 menit sebelum atau 2 jam setelah makan. Efek samping : Ruam, palpitasi, takikardi, muka merah dan panas, sakit kepala, pusing; sakit perut, mual muntah, anoreksia, diare, pendarahan subkutan; peningkatan SGPT, SGOT, A-1P dan LDH; berkeringat dan edema. Resiko khusus : Menstruasi, kecenderungan untuk terjadi perdarahan, diastesis hemoragik, gangguan hati atau ginjal berat, pasien dalam terapi antikoagulan, antitrombotik atau antiplatelet, prostaglandin E1 atau derivatnya.

TIKLOPIDIN Nama generik : Tiklopidin Nama dagang di Indonesia : Cartrilet (Fahreinheit), Klobitor (Varia Sekata), Nufaclapide (Nufarindo), Piclodin (Pharos), Ticard (Sanbe Farma), Ticuring (Lapi), Agulan (Darya Varia) Indikasi : Inhibitor agregasi platelet yang mengurangi resiko dari stroke trombotik pada pasien stroke atau prekursor stroke, mengurangi resiko trombogenik pada pasien intoleransi aspirin. Kontraindikasi : Hipersentivitas terhadap tiklopidin, disfungsi liver parah, diastesis hemopati dan hemoragik, lesi organik dengan kemungkinan perdarahan, stroke hemoragik akut, alergi kulit, leukopenia, trombopenia atau agranulositosis. Bentuk sediaan : Tablet 250 mg, tablet salut selaput 250 mg Dosis dan aturan pakai : Pencegahan stroke : 250 mg 2 x sehari pada waktu makan. Efek samping : Gangguan gastrointestinal, urtikaria, ruam kulit, eritema, agranulositosis, trombopenia, aplasia medulla, ikterus kolestatik atau tanpa kenikan transaminase. Resiko khusus : Pasien dengan resiko perdarahan akibat trauma; pembedahan atau kondisi patologik; hamil; laktasi; jangan digunakan bersama dengan aspirin, antikoagulan, kortikosteroid.

TABLE 221. Pharmacotherapy Options for Patients with PAD