Makalah Peran Negara Dalam Pembangunan Konteks Dunia Ketiga

Embed Size (px)

Citation preview

PERAN NEGARA DALAM PEMBANGUNAN KONTEKS DUNIA KETIGA D I S U S U N Oleh : Unit III PGSD Kelompok III 1. 2. 3. 4. Alirmansah Elisa Lisdayani Nailin Navicai

Dosen Pembimbing; Ruslan, S.Pd, M.Ed

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNVIERSITAS SERAMBI MEKKAH BANDA ACEH 2012

KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan panulisan makalah ini yang berjudul Peran Negara Dalam Pembangunan Konteks Dunia Ketiga. Selawat beriringkan salam juga tidak lupa kami sampaikan kepada Nabi kita Muhammad SAW, karena dengan berkat kegigihan dan kesabaran beliaulah kita dapat menuntut ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ruslan, S.Pd, M.Ed Selaku Dosen Pembimbing, yang telah bersedia meluangkan sedikit waktu untuk membimbing dan membantu kami dalam proses penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan maupun isi yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga kami dapat berkarya dengan lebih baik di masa yang akan datang. Akhirnya dengan satu harapan dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi rekan-rekan pembaca umumnya. Amiin Yarabbal alamin.

Banda Aceh, 14 April 2012

Penulis

i

DAFTAR ISI

Halaman : Kata Pengantar ................................................................................................... Daftar Isi ............................................................................................................. Bab I Pendahuluan 1 2 2 i ii

A. Latar Belakang ................................................................................... B. Tujuan ................................................................................................ C. Manfaat .............................................................................................. Bab II Pembahasan

A. Teori Pembangunan Dunia Ketiga .................................................... 1. Teori Mendernisasi : Pembangunan sebagai masalah intenal ....... 2. Teori Ketergantungan .................................................................... B. Perspektif Negera Dunia Ketiga 1. Histori ............................................................................................ 2. Kultural .......................................................................................... 3. Politik ............................................................................................

3 4 5

8 8 9

C. Peran Negara Dalam Pembangunan Negara Dunia Ketiga ............... 11 1. Pembangunan Negara Dunia Ketiga, Skenario Negara Maju ....... 14 2. Sikap dan Peran Kaum Intelektula di Negara Dunia Ketiga ......... 15 Bab III Penutup A. Kesimpulan ........................................................................................ 24 B. Saran .................................................................................................. 25 Daftar Giosari ..................................................................................................... 26 Daftar Pustaka .................................................................................................... 27

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia ketiga merupakan sebutan untuk negara yang sedang berkembang. Pembangunan yang terjadi di negara dunia ketiga pada umumnya bertujuan untuk mengatasi keterbelakangan dari berbagai bidang terutama bidang ekonomi, karena pembangunan di negara dunia ketiga itu sendiri khususnya Indonesia adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan. Kedua hal tersebut salah satunya dipengarusi oleh pendapatan yang kurang sehingga menyebabkan banyaknya rakyat miskin di negara kita. Proses globalisasi telah memarginalkan peran negara bangsa dalam proses pembangunan yang pada akhirnya melahirkan pergeseran dalam paradigma pembangunan. Paradigma pertama, negara memegang peran utama dalam proses pembangunan, bahwa negara sebagai perencana dari adanya proses pembangunan. Berbeda dengan paradigma kedua, yang menyebutkan bahwa negara tidak dianggap sebagai pemeran utama dalam proses pembangunan, negara tidak ikut campur tangan dalam pasar karena hanya akan mendistorsi pasar dan membuat ekonomi tidak berjalan efektif dan efisien. Perubahan dari model state led development, dari model negara menguasai pembangunan dan ekonomi ke model pasar yang menguasai pembangunan. Perubahan tersebut berarti bahwa kini negara sudah tidak berkuasa lagi sebagai pelaku pembangunan, semuanya sudah dikuasai oleh pasar bebas. Perubahan peran negara disini sangat disayangkan, lalu untuk apa kita mempunyai pemerintah yang mengelola negara jika yang berkuasa adalah mereka yang mempunyai andil dalam pasar bebas. Bahkan kini negara bukan menjadi pelindung bagi masyarakatnya, bukan fasilitator bagi masyarakatnya.Barang publik kini menjadi barang privat, negara telah memprivatisasi kekayaannya yang merupakan perjuangan sang proklamator kita, bagaimana beliau memperjuangkan kemerdekaan negara ini dari tangan penjajah.Dan pada akhirnya kini peran negara sudah berkurang.

1

B. Tujuan Mengetahui pengertian dari dunia ketiga itu sendiri Mahasiswa mengetahui konteks pembangunan dunia ketiga Mengatahui peran Negara didunia dalam membangun dunia ketiga Mengenal perubahan-perubahan terhadap pembangunan dunia kegita

C. Manfaat Mahasiswa sudah mengerti pengertian dari negara dunia ketiga Mahasiswa sudah mengetahui perubahan-perubahan yang akan dilakukan pada pembangunan negara dunia ketiga Mahasiswa sudah pengetahui peran negara maju terhadap pembangunan negera dunia ketiga

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Teori Pembangunan Dunia Ketiga Teori Pembangunan Dunia Ketiga adalah teori-teori pembangunan yang berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh negara-negara miskin atau negara yang sedang berkembang dalam dunia yang didominasi oleh kekuatan ekonomi, ilmu pengetahuan dan kekuatan militer negara-negara adikuasa atau negara industri maju. Persoalan-persoalan yang dimaksud yakni bagaimana mempertahankan hidup atau meletakkan dasar-dasar ekonominya agar dapat bersaing di pasar internasional. Untuk mengukur pembangunan atau pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari:

Kekayaan rata-rata yakni produktifitas masyarakat atau produktifitas negara tersebut melalui produk nasional bruto dan produk domestic bruto.

Pemerataan: tidak saja kekayaan atau produktifitas bangsa yang dilihat, tetapi juga pemerataan kekayaan dimana tidak terjadi ketimpangan yang besar antara pendapatan golongan termiskin, menengah dan golongan terkaya. Bangsa yang berhasil dalam pembangunan adalah bangsa yang tinggi produktifitasnya serta penduduknya relatif makmur dan sejahtera secara merata.

Kualitas kehidupan dengan tolok ukur PQLI (Physical Quality of Life Index) yakni: rata-rata harapan hidup sesudah umur satu tahun, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-rata presentasi buta dan melek huruf.

Kerusakan lingkungan. Kejadian sosial dan kesinambungan.

3

1. Teori Modernisasi: Pembangunan sebagai masalah internal. Teori ini menjelaskan bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor internal atau faktor-faktor yang terdapat di dalam negara yang bersangkutan. Ada banyak variasi dan teori yang tergabung dalam kelompok teori ini antara lain adalah:

Teori yang menekankan bahwa pembangunan hanya merupakan masalah penyediaan modal dan investasi. Teori ini biasanya dikembangkan oleh para ekonom. Pelopor teori antara lain Roy Harrod dan Evsay Domar yang secara terpisah berkarya namun menghasilkan kesimpulan sama yakni: pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi.

Teori yang menekankan aspek psikologi individu. Tokohnya adalah McClelaw dengan konsepnya The Need For Achievment dengan symbol n. ach, yakni kebutuhan atau dorongan berprestasi, dimana mendorong proses pembangunan berarti membentuk manusia wiraswasta dengan n.ach yang tinggi. Cara pembentukanya melalui pendidikan individu ketika seseorang masih kanak-kanak di lingkungan keluarga.

Teori yang menekankan nilai-nilai budaya mempersoalkan masalah manusia yang dibentuk oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya, khususnya nilai-nilai agama. Satu masalah pembangunan bagi Max Weber (tokoh teori ini) adalah tentang peranan agaman sebagai faktor penyebab munculnya kapitalisme di Eropa barat dan Amerika Serikat. Bagi Weber penyebab utama dari semua itu adalah etika protestan yang dikembangkan oleh Calvin.

Teori yang menekankan adanya lembaga-lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan sebelum lepas landas dimulai. Bagi W.W Rostow, pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus dari masyarakat terbelakang ke masyarakat niaga. Tahap-tahapanya adalah sbb: 1) Masarakat tradisional=belum banyak menguasai ilmu pengetahuan.

4

2) Pra-kondisi untuk lepas landas= masyarakat tradisional terus bergerak walaupun sangat lambat dan pada suatu titik akan mencapai posisi prakondisi untuk lepas landas. 3) Lepas landas : ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi. 4) Jaman konsumsi massal yang tinggi. Pada titik ini pembangunan merupakan proses berkesinambungan yang bisa menopang kemajuan secara terus-menerus.

Teori yang menekankan lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan. Tokohnya Bert E Hoselitz yang membahas faktorfaktor non-ekonomi yang ditinggalkan oleh W.W Rostow. Hoselitz menekankan lembaga-lembaga kongkrit. Baginya, lembaga-lembaga politik dan sosial ini diperlukan untuk menghimpun modal yang besar, serta memasok tenaga teknis, tenaga swasta dan tenaga teknologi.

Teori ini menekankan lingkungan material. Dalam hal ini lingkungan pekerjaan sebagai salah satu cara terbaik untuk membentuk manusia modern yang bisa membangun. Tokohnya adalah Alex Inkeler dan David H. Smith.

2. Teori ketergantungan. Teori ini pada mulanya adalah teori struktural yang menelaah jawaban yang diberikan oleh teori modernisasi. Teori struktural berpendapat bahwa kemiskinan yang terjadi di negara dunia ketiga yang mengkhusukan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang eksploitatif dimana yang kuat mengeksploitasi yang lemah. Teori ini berpangkal pada filsafat materialisme yang dikembangkan Karl Marx. Salah satu kelompok teori yang tergolong teori struktiral ini adalah teori ketergantungan yang lahir dari 2 induk, yakni seorang ahli pemikiran liberal Raul Prebiesch dan teori-teori Marx tentang imperialisme dan kolonialisme serta seorang pemikir marxis yang merevisi pandangan marxis tentang cara produksi Asia yaitu, Paul Baran.

5

Raul Prebisch : industri substitusi import. Menurutnya negara-negara terbelakang harus melakukan industrialisasi yang dimulai dari industri substitusi impor.

Perdebatan tentang imperialisme dan kolonialisme. Hal ini muncul untuk menjawab pertanyaan tentang alasan apa bangsa-bangsa Eropa melakukan ekspansi dan menguasai negara-negara lain secara politisi dan ekonomis. Ada tiga teori: 1) Teori God:adanya misi menyebarkan agama. 2) Teori Glory:kehausan akan kekuasaan dan kebesaran. 3) Teori Gospel:motivasi demi keuntungan ekonomi.

Paul Baran: sentuhan yang mematikan dan kretinisme. Baginya perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran beda dengan kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara pinggiran, system kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme yang membuat orang tetap kerdil.

Ada 2 tokoh yang membahas dan menjabarkan pemikirannya sebagai kelanjutan dari tokoh-tokoh di atas, yakni:

Andre Guner Frank : pembangunan keterbelakangan. Bagi Frank keterbelakangan hanya dapat diatasi dengan revolusi, yakni revolusi yang melahirkan sistem sosialis.

Theotonia De Santos : Membantah Frank. Menurutnya ada 3 bentuk ketergantungan, yakni : 1) Ketergantungan Kolonial: hubungan antar penjajah dan penduduk setempat bersifat eksploitatif. 2) Ketergantungan Finansial- Industri: pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi dalam bentuk kekuasaan financial-industri. 3) Ketergantungan Teknologis-Industrial: penguasaan terhadap surplus industri dilakukan melalui monopoli teknologi industri.

Ada 6 inti pembahasan teori ketergantungan:

Pendekatan

keseluruhan

melalui

pendekatan

kasus.

Gejala ketergantungan dianalisis dengan pendekatan keseluruhan yang

6

memberi tekanan pada sisitem dunia. Ketergantungan adalah akibat proses kapitalisme global, dimana negara pinggiran hanya sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika dan mekanisme kapitalis dunia menjadi perhatian pendekatan ini.

Pakar eksternal melawan internal.Para pengikut teori ketergantungan tidak sependapat dalam penekanan terhadap dua faktor ini, ada yang beranggapan bahwa faktor eksternal lebih ditekankan, seperti Frank Des Santos. Sebaliknya ada yang menekan factor internal yang mempengaruhi/ menyebabkan ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto.

Analisis ekonomi melawan analisi sosiopolitik Raul Plebiech memulainya dengan memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang ditawarkanya juga bersifat ekonomi. AG Frank seorang ekonom, dalam analisisnya memakai disiplin ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan politik. Dengan demikian teori ketergantungan dimulai sebagai masalah ekonomi kemudian berkembang menjadi analisis sosial politik dimana analisis ekonomi hanya merupakan bagian dan pendekatan yang multi dan interdisipliner analisis sosiopolitik menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan peran pemerintah di negara pinggiran.

Kontradiksi sektoral/regional melawan kontradiksi kelas.

Salah satu kelompok penganut ketergantungan sangat menekankan analisis tentang hubungan negara-negara pusat dengan pinggiran ini merupakan analisis yang memakai kontradiksi regional. Tokohnya adalah AG Frank. Sedangkan kelompok lainya menekankan analisis klas, seperti Cardoso.

Keterbelakangan melawan pembangunan.

Teori ketergantungan sering disamakan dengan teori tentang keterbelakangan dunia ketiga. Seperti dinyatakan oleh Frank. Para pemikir teori ketergantungan yang lain seperti Dos Santos, Cardoso, Evans menyatakan bahwa ketergantungan dan pembangunan bisa berjalan seiring. Yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat dan keterbatasan dari pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan.

Voluntarisme melawan determinisme

7

Penganut marxis klasik melihat perkembangan sejarah sebagai suatu yang deterministic. Masyarakat akan berkembang sesuai tahapan dari feodalisme ke kapitalisme dan akan kepada sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti Frank kemudian mengubahnya melalui teori ketergantungan. Menurutnya kapitalisme negara-negara pusat berbeda dengan kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme negara pinggiran adalah keterbelakangan karena itu perlu di ubah menjadi negara sosialis melalui sebuah revolusi. Dalam hal ini Frank adalah penganut teori voluntaristik. B. Perspektif Negara Dunia Ketiga 1. Histori Hampir semua negara di Asia dan Afrika pernah dijajah oleh kekuatan kolonial Eropa Barat, bukan hanya Inggris dan Perancis, tetapi juga Belgia, Belanda, Jerman, Portugal dan Spanyol. Selanjutnya, struktur perekonomian, pendidikan dan lembaga-lembaga soaial yang ada di negara-negara jajahan tersebut biasanya dibentuk oleh bekas negara penjajahnya. Tentu saja pertimbangan utamanya adalah kepentingan si penjajah sendiri bukannya negara berkembang yang terjajah. Sebagai akibatnya, struktur warisan kolonial biasanya tidak sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan khas dari negara berkembang itu sendiri. Banyak contoh kasus yang menunjukkan jika penjajahan yang dilakukan sekian puluh yang lalu oleh negara-negara barat masih saja meninggalkan bekasbekas yang menyulitkan banyak negara berkembang dalam upaya mereka untuk memusatkan perhatian pada pembangunan. 2. Kultural Kebudayaan sebagai bentuk manifestasi dari kemampuan manusia dalam berpikir dan bertindak memunculkan konstruksi peradaban manusia itu sendiri. Peradaban dan kebudayaan itu sendiri kemudian seperti pabrik besar pencetak generasi selanjutnya yang kurang lebih memiliki karakteristik seperti generasi sebelumnya. Tidak terlepas dari perspektif pertama, maka kemudian kebudayaan dan peradaban inti negara dunia ketiga yang pernah tercerabut akibat adanya penjajahan menimbulkan disorientasi arah dan kebingungan. Pertama, hal ini 8

dikibatkan pola pikir materiil yang hinggap di masyarakat dunia ketiga akibat proses penjajahan. Perlu ditekankan bahwa seluruh proses penjajahan yang terjadi pada negara dunia ketiga semuanya memang berkaitan dengan kepentingan penjajah dalam hal materiil (bahan mentah dan budak). Sehingga maksud keberadaan masyarakat dunia ketiga saat itu diset untuk memenuhi kebutuhan negara penjajah. Kemudian kemampuan berpikir dan bertindak masyarakat pun diarahkan menuju maksud tersebut. Bahkan pengekangan terhadap perkembangan pemikiran pun timbul sebagai bentuk pengekalan proses penjajahan. Proses penjajahan itu akhirnya menghilangkan jati diri negara dunia ketiga. Sehingga sampai saat ini negara dunia ketiga masih disibukkan oleh permasalah kultural yang membatasi mereka untuk berkembang. 3. Politik Dalam menguraikan pembangunan sebagai proses sistematis tidak dapat dilepaskan dari kebijakan-kebijakan pemerintah negara dunia ketiga. Hendaknya politik ini tidak diartikan sesempit kalimat diatas, namun politik ini hendaknya diartikan secara luas sebagai manifestasi-manifestasi keinginan masyarakat negara dunia ketiga yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk struktural beserta perangkat perilakunya guna mencapai pembangunan yang diharapkan. Pada saat ini di negara dunia ketiga manifestasi-manifestasi keinginan tersebut tidak selaras dengan bentuk-bentuk struktural dan perangkat perilakunya. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh dua perspektif diatas. Sehingga ketiga perspektif ini saling mempengaruhi satu sama lain. Sekarang hal yang paling mempengaruhi dalam konteks pembangunan adalah masalah seberapa kuat keinginan negara dunia ketiga untuk maju dan berkembang. Tanpa mengesampingkan faktor luar yang dapat mempengaruhi perkembangan negara dunia ketiga, mereka harus menyadari bagaimana dunia ini bekerja dan mengoptimalkan kapabilitasnya dalam mengambil kesempatan untuk maju dan berkembang. Sehingga masyarakat dunia ketiga tidak larut dalam kondisi menyalahkan histori ataupun negara-negara maju.

9

Untuk mengetahui bagaimana dunia ini bekerja, maka kita dapat menganalisis dengan menggunakan pendekatan teori pembangunan berdasarkan bidang ekonomi. Ada beberapa teori pembangunan yang dikembangkan, namun secara garis dapat kita bagi menjadi 3 yaitu teori siklus, teori ketergantungan, dan teori pasar. Teori siklus menjelaskan bahwa perkembangan suatu negara memang merupakan urutan tahap-tahap perkembangan. Jadi jika suatu negara ingin maju dan berkembang maka ada tahap-tahap tertentu yang harus mereka lewati, dan sebagai dasar penyusunan tahap-tahap ini adalah proses yang telah dilalui oleh negara-negara maju. Kemudian teori ketergantungan menjelaskan bahwa perkembangan suatu negara dunia ketiga sangat tergantung kepada pola negaranegara maju baik yang telah dilakukan ataupun yang akan dilakukan. Teori ini muncul sebagai bentuk ketidakpuasan atas dominasi dan perkembangan negaranegara maju yang bertolak belakang dengan penurunan kualitas hidup negaranegara dunia ketiga. Teori ketiga menjelaskan bahwa mekanisme pasar dapat ikut serta mempercepat proses pembangunan, hal ini dikarenakan adanya percepatan pertumbuhan aktivitas ekonomi yang disertai dengan peningkatan pendapatan, perbaikan produktivitas dan pemerataan pembangunan. Teori ketiga ini merupakan teori yang saat ini banyak dikembangkan oleh negara-negara maju. Pemahaman yang benar atas ketiganya sangat penting sebagai dasar pijakan konsep pemikiran kita dalam menstrukturkan bagaimana dunia ini bekerja. Beberapa konsep dasar yang penting adalah: manusia itu tidak pernah lepas dari kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan, kemudian manusia itu pada dasarnya berbeda, selanjutnya manusia itu tidak pernah puas (bisa kita lihat satusatunya konsep yang bertentangan dengan hal-hal tersebut adalah agama). Oleh karena itu ketiga teori tersebut bisa kita katakan benar dalam satu hal, namun salah dalam hal lain. Sebagai contoh teori pasar, dalam hal ini banyak negara dunia ketiga yang telah membuka gerbang pasar, investasi dan liberalisasi namun kondisi keterpurukan tetap sulit untuk diubah karena ternyata mekanisme pasar yang ada tidak terlalu menguntungkan negara tersebut malahan menguntungkan negara maju. Kemudian teori kedua sulit dijelaskan secara ilmiah karena memang lebih berdasarkan kepada ideologi dan pemikiran kontraposisi negara dunia

10

ketiga. Sedangkan untuk teori pertama, lupa untuk memperhatikan perbedaan karakteristik tiap-tiap negara karena perkembangan bersifat unik. Namun jika ketiga dirangkum dalam satu kesimpulan maka kita akan melihat sebuah pendekatan holistik atas mekanisme dunia saat ini. C. Peran Negara Dalam Pembangunan Dunia Ketiga Negara-negara yang sedang melakukan pembangunan ini menentukan tujuan-tujuan nasional yang ambisius: peningkatan pendapatan perkapita, mempermudah pertumbuhan ekonomi mandiri secara berkesinambungan, dan memajukan kemakmuran rakyat secara bersama-sama. Kebijakan negara dalam hal keuangan sebenarnya di tunjukkan untuk menyelesaikan masalah inflasi, yang sebagian besar negara berkembang menjadi penyakit kronis. Setidaknya ada tiga alasan yang mendasari campur tangan pemerintah dalam pembangunan, yakni: kegagalan pasar, memobilisasi sumber dan dalam rangka alokasi sumber-sumber tersebut dan argumentasi atittude/sikap atau psikologis. Negaralah satu-satunya lembaga yang mempunyai kekuasaan otoritatif untuk mengalokasikan sumber-sumber bantuan langka yang berguna untuk pembangunan. Tanpa campur tangan negara, besar kemunkinan akan mendorong terjadinya misalokasi sumber-sumber tersebut, dan ini akan membuat program pembangunan tidak berjalan efektif. Bagaimanapun negara tetap menjadi aktor penting dalam proses pembangunan. Negaralah sebagai pelaku otoritatif yang dapat dipercaya untuk menjamin berlakunya pasar secara efektif. Negara merupakan satu-satunya institusi yang dapat berfungsi untuk menangkal krisi ekonomi yang dihadapi oleh negara dengan membatasi distorsi pasar dana meniadakan ketidakstabilan yang melekat dalam sistem ekonomi pasar. Peran negara dapat dikatakan sebagai capitalist development state yang berperan dalam menjaga agar kebebasan pasar dan tingkat integrasi ekonomi nasional dengan ekonomi internasional bersifat relatif, disesuaikan dengan situasi, kondisi dan tempat tertentu. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara bangsa di dunia era globalisasi

11

sekarang ini akan sangat ditentukan oleh kemampuan negara tersebut di dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan tersebut. Peranan negara dalam pembangunan di era globalisasi ini semakin redup. Dahulu jika pembangunan berkiblat pada state led development, maka dewasa ini menjadi market driven development. Inilah yang disampaikan oleh kaum neoliberalis. Bahkan pembangunan di negara-negara berkembang menyisakan banyak masalah. Mulai dari kesenjangan antara si kaya dan si miskin, ketergantungan akan bantuan dari luar negeri. Sampai menumpuknya itang negara-negara dunia ketiga. Negara berkembang yang bermunculan pascaperang dunia II, memulai pembangunan segera setelah mereka merdeka dan berdaulat. Salah satunya pembangunan ekonomi. Mereka pun memiliki tujuan-tujuan yang ambisisus : peneingkatan pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi , dan memajukan kesejahteraan rakyat. Berbagai macam cara dilakukan sesuai dengan kondisi masing-masing negara. Namun terdapat dua tipe pada saat itu, yaitu inward looking policy dan outward looking policy. Inward looking policy adalah kebijakan ekonomi yang melakukan industrialisasi dan subtitusi barang-barang impor, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sedangkan outward looking policy yaitu mengusahakan produksi dalam negeri agar dapat diekspor dan dapat menjadi komoditi yang bersaing di pasar internasional. Uniknya kebanyakan negara penganut outward looking policy lebih manju ketimbang negara penganut inward looking policy. Menurut Kamal Mathur peranan negara dalam pembangunan dapat dirinci dalam tiga perkara. Pertama dalam hal investasi. Pemerintah mengeluarkan bermacam kebijakan agar dapat menarik sebanyak mungkin investor supaya masuk ke dalam negeri. Misalnya, jaminan investasi asing akan aman, bebas pembayarn bagi keuntungan investor, dan infrastuktur yang memadai. Kedua, bidang perdagangan. Misalnya kebijakan bea ekspor murah, bea impor yang tinggi, dan perlindungan terhadap produk dalam negeri. Dan terakhir dalam hal keuangan, seperti penangan masalah inflasi.

12

Setidaknya ada tiga alasan untuk mendukung peranan negara dalam hal pembangunan. Pertama sebagai media penanganan kegagalan pasar. Pasar bisa saja gagal dalam menentukan harga-arga factor produksi, sehingga pemerintah harus turut campur dalam hal ini. Kedua, memobilisasi sumber dan dalam rangka alokasi sumber-sumber daya tersebut. Negara berkembang memiliki masalah kelangkaan sumber daya, dan untuk menyelesaikannya, pemerintah harus dapat mengalokasikan sumber daya yang terbatas. Terakhir yaitu tentang argumentasi sikap atau attitude psikologis. Pada dekade 1970-an, peran negara dirasa makin vital. Menurut kaum Keynesian, negara perlu melakukan intervensi dalam pembangunan ekonomi. Salah satunya lewat sistem kapitalisme negara. Misalnya nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, pada masa ini negara mendapat dukungan penuh untuk turut campur dalam pembangunan ekonomi. Negara makin diakui peranannya di masa ini. Hal ini untuk mencegah adanya pasar yang monopoli atau oligopoly. Selain itu untuk menghindari Darwinisme Ekonomi, yaitu yang kuat akan semakin kuat, dan yang lemah akan semakin lemah, konteksnya dalam hal permodalan. Kemudian negara dapat berperan sebagai capital development state yang menjaga agar kebebasan pasar dan tingkat integrasi ekonomi nasional dengan ekonomi internasional bersifat relatif, sesuai situasi dan kondisi di negara tersebut. Hal ini membutuhkan prisnsip entrepreneurial bureaucracy, yaitu suatu sistem yang berorientasi mencari keuntungan, mengekploitasi perubahan dan menjadikannya peluang. Dalam bahasa sederhana ini berarti penggantian sistem birokrasi dengan sistem wirausaha, yaitu menciptakan organisai-organisasi dan sistem yang terbiasa dalam memperbaharui, secara berkala memperbaiki kualitasnya tanpa ada dorongan dari luar

13

1. Pembangunan Negara Dunia Ketiga, Skenario Negara Maju? Berbicara mengenai modernisasi di dunia ke 3, maka hal ini tidak lepas dari campur tangan dari negara-negara maju. Namun, apa yang dilakukan negara maju dalam upaya memodernkan negara dunia ke 3 ini nampaknya memang dimuati berbagai kepentingan yang pada akhirnya juga menguntungkan mereka sendiri. Artinya disini negara maju sengaja membuat alur sejarah dunia sehingga negara dunia ketiga tetap tergantung pada negara maju dan diperlakukan sedemikian rupa menjadi tetap terbelakang. Modernisasi di dunia ketiga ini tidak lepas pula kaitannya dengan munculnya industrialisasi. Apa yang terjadi di Indonesia khususnya, semua kebijakan politik, ekonomi tidak dibentuk berdasarkan karakteristik negara tapi berdasarkan keinginan, dalam hal ini adalah keinginan negara maju. Dengan alasan industrialisasi dan menciptakan lapangan kerja, maka negara maju membuka perusahaan di negara dunia ketiga. Apa yang dilakukan tersebut adalah salah satu bentuk ekspansi negara maju terhadap negara dunia ketiga. Negara maju mengekspansi negara berkembang dengan memindahkan produksinya di negara berkembang dengan alasan buruh murah dan bahan baku mudah didapat. Negara maju juga mempertimbangkan hal lain mengapa proses produksi dilakukan di negara berkembang, Mereka sadar bahwa industri mereka ternyata memnimbulkan dampak lingkungan yang tinggi, oleh karenanya industri berat dialihkan ke negara-negara miskin, dengan alasan tidak ingin polusi industri terjadi di negaranya. Mereka memiliki slogan Not in My Backyard Pembagian kerja Internasional juga semakin memarjinalkan negara berkembang. Pembagian kerja internasional menurut Paul Prebish menyatakan bahwa negara maju adalah negara yang kaya akan teknologi dan hanya memiliki sedikit SDA, oleh karenanya tugasnya adalah mengontrol dan mengembangkan teknologi serta menghasilkan barang-barang Industri sedangkan negara

berkembang adalah negara yang kaya akan SDA sehingga tugasnya adalah menjadi tempat produksi dan memproduksi hasil-hasil pertanian. Solusi dari permasalahan ini adalah memberikan kebebasan bagi negaranegara pinggiran untuk mengembangkan dirinya dengan melihat konteks budaya

14

dan kesejarahannya sendiri. Dalam bidang Industri dapat diawali dengan subtitusi impor. Barang-barang industri yang sebelumnya diimport, harus mulai diproduksi dalam negeri. Menurut Andre Gunder Frank dalam bukunya Sosiologi Pembangunan dan Keterbelakangan Sosiologi menyatakan bahwa negara-negara maju mengekspor partikularisme ke negara terbelakang yakni partikularisme yang dibungkus dengan dengan slogan-slogan universalitas seperti kemerdekaan, demokrasi, keadilan, kepentingan bersama, liberalisme ekonomi melalui perdagangan bebas, liberalisme politik melalui pemiilhan yang bebas, liberalisme sosial melalui mobilitas sosial yang bebas serta liberalisme kultural melalui kebebasan lalu lintas ide-ide. Dari berbagai macam munculnya panji-panji universal dari Amerika dan negara maju lainnya sebenarnya tidak lain adalah alat untuk menutupi kepentingan-kepentingan prive dan partikularis negara maju yang tidak sedap untuk dipandang. Oleh karenanya, sudah sewajarnya mulai dari detik ini kita selalau waspada terhadap pembangunan di negara kita. Jangan sampai pembangunan di negara kita ini hanyalah skenario dari negara maju untuk menguras seluruh potensi ekonomi kita. Jangan sampai juga sisi-sisi kemanusiaan di kesampingkan dalam pembagunan, sehingga manusia di negara kita hanya dijadikan alat yang hanya bisa bekerja layaknya mesin, bekerja terus menurus tanpa dan berada dalam posisi lemah/tidak memiliki daya tawar (bargaining power). 2. Sikap Dan Peran Kaum Intelektual Di Dunia Ketiga Dunia Ketiga adalah belahan umat manusia yang setelah Perang Dunia II bersama dengan negerinya terbebas dari penjajahan Barat. Dengan Barat dimaksudkan juga Jepun. Penjajahan Barat diawali oleh pemburuan akan rempahrempah Nusantara, terutama Maluku, dikembangkan melalui pengacak-acakan (kacau-bilau) seluruh dunia non-Barat, untuk dapat membawa segala yang berharga ke dunia Barat. Yang teracak-acak bukan saja mengalami perkosaan pelembagaan budaya, Iebih dari itu adalah pemiskinan yang sistematis. Pada pihak Iain Barat semakin membengkak dengan kemajuan, kekuasaan, keilmuan

15

dan teknologi dengan bangsa-bangsa jajahan sebagai Iandasan percobaan. Doktrin-doktrin yang membenarkan penjajahan dilahirkan di Barat yang semua merugikan pihak bangsa-bangsa yang dijajah. Kita menyaksikan Iahir dan berkembangnya imperium (empayar) dunia: Portugis dan Spanyol yang dibangun di atas perampasan emas dan perak, Inggeris yang dibangun di atas monopoli tekstil dan candu serta perbudakan (perhambaan), dan Belanda yang dibangun di atas monopoli rempah-rempah. Sebahagian terbesar umat manusia telah dijajah oleh Barat, yang dalam jumlah nisbah jauh lebih kecil, namun bagaimanapun pokok utama yang menyebabkan nasib buruk bangsa-bangsa jajahan itu adalah ketidakmampuan budaya menghadapi ekspansi kegiatan dagang Barat. Dalam hal ini, dikecualikan Portugis dan Spanyol. Tapi pada keseluruhannya, terjadi sebagaimana dikatakan oleh Chiang Kai-shek, bahwa: tidak ada sesuatu bangsa bisa dijajah oleh bangsa Iain tanpa bantuan bangsa itu sendiri. Produk (Kesan) penjajahan atas Dunia Keti secara budaya adalah: mentalitas bangsa jajahan yang belum tentu dapat hilang setelah tiga generasi bangsa itu hidup dalam alam kemerdekaan politik, kerana mentalitas bangsa yang dikalahkan berabad akan melahirkan kebudayaan bangsa kalah demi survivalnya sebagai bangsa kalah. Tragedi pada Dunia Ketiga dengan kemerdekaan nasionalnya masingmasing terletak pada tidak atau kurang disedarinya kenyataan bahwa mereka masih hidup dan bernafas dengan kebudayaan bangsa kalah, dan mentalitasnya. Produk jajahan atas Dunia Ketiga secara budaya pada pihak penjajah adalah: Demokrasi Parlementer, Hak-hak Asasi, yang dua-duanya memberi jaminan pada setiap individu untuk tumbuh menjadi kuat untuk dan atas namanya sendiri. Sedang pengalaman penjajahan berabad membentuk mentalitas sebagai bangsa unggul dan penakluk, yang juga tidak mudah hapus dalam tiga generasi, setelah bangsa-bangsa itu kehilangan jajahannya. Apabila Dunia Ketiga dalam upayanya mengembalikan harga diri banyak berlindung pada apa yang mereka namai kebudayaan asli dan banyak kala tidak mengindahkan sumber sosial historisnya, malah tidak jarang menjualnya untuk

16

pariwisata (pelancungan),dan bukan tanpa kebanggaan nasional kebudayaan asli yang terbukti secara sistem dan organisasi telah dikalahkan berabad. Pada Dunia Barat dengan mentalitasnya sebagai bangsa unggul dan penakluk sampai dengan tahun delapan puluhan abad ini masih juga memproduksikan pandangannya yang menganggap Dunia Ketiga sebagai keanehan hanya kerana tidak sama dengan dirinya, hanya kerana perbedaan standar (taraf) yang sulit mereka sedari, dan kerana standar satu-satunya yang mereka kenal adalah miliknya. Contoh terakhir misalnya buku C.J .Koch The Year of Living Dangerously (terbitan Sphere Books United, London, 1981). Malah suatu gejala biasa bila Barzat tidak mau mengerti bahwa semua keterbelakangan (kemunduran) di Dunia Ketiga tidak Iain daripada ulah (tindakan) dunia Barat itu sendiri. Penjajahan atas dunia non-Barat diawali oleh perlumbaan mendapatkan rempah-rempah Nusantara, terutama Maluku. Entah kerana kebetulan, entah kerana rancangan sejarah, secara teori, Nusantara pula yang mengawali putusnya penjajahan internasional sebagai tempat di mana mata rantai imperialisme dunia paling Iemah dengan Iahirnya Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Beberapa hari setelah itu menyusul Vietnam. Sekali mata rantai putus, kejatuhan mata rantai-mata rantai yang lain. Dari Indonesia ke daratan Asia merambat ke Africa, kemudian ke benua Amerika Latin. Semua itu terjadi kerana faktor keberhasilan dari Indonesia dan Vietnam sebagai percubaan sejarah. Imperium Inggeris, yang kepayahan keluar dari Perang Dunia II dan mendapat pengalaman yang tidak menyenangkan di Indonesia, melepaskan dadanya dengan jalan damai untuk tidak menjadi payah Iagi. Sebaliknya Indonesia, yang kerana rempah-rempahnya membikin sebahagian terbesar umat manusia dijajah Barat, menyedari tugas sejarahnya dengan mengadakan Afro-Asian Conference di Bandung pada April 1955. Soekarno, seorang yang bukan saja menguasal, bahkan memahami sejarah bangsanya, bukan sekadar tahu tentang materi (isi) dan metode keilmuan sejarah, malah memahami filsafat sejarah dengan pidato anti-imperialismenya Let A New Asia and Africa Be Born telah mengangkatnya menjadi Bapak Dunia Ketiga. Orang suka atau

17

tidak suka, mengakui atau tidak. Dengan Afro-Asian Conference, kekuasaan dan imbangan dunia berubah, bergerak kerana Iahirnya Dunia Ketiga. Menyebut Dunia Ketiga bererti juga menghadapi dunia Barat dengan sejarah penjajahannya sebagai guru musuh atau sahabat. Menyebut Dunia Ketiga tanpa konteks tersebut, adalah menempatkan sebahagian terbesar umat manusia dengan negerinya sebagai persoalan fiktif. Dunia Ketiga tak lain dari anak tak sah imperialisme Barat. Bapak tidak sah dan anak tidak sah, yang dalam pergaulan internasional tidak bisa berpisahan satu sama Iain mempunyai posisi internasional yang berbeza, pertempuhan dan paran (destinasi) yang berbeza pula dalam jangka waktu tertentu yang dibutuhkan (diperlukan) oleh Dunia Ketiga dalam mendapatkan bentuknya masing-masing. Dan dalam jangka waktu tertentu itu, sekarang kita hidup, maka kerana itu juga dapat menyaksikan sendiri sikap Dunia Ketiga terhadap Barat dan sikap Barat terhadap Dunia Ketiga. Sikap dunia Barat dapat kita ikuti dari penerbitan-penerbitannya tentang Dunia Ketiga, dengan catatan, bahwa sikap itu belum sikap umum Barat, baru sikap satu golongan yang merasa maju, dan mencuba membbrkan kekurangankekurangan Dunia Ketiga kerana belum sampai pada standar yang dimiliki Barat, dan nota bene (perhatikan) tidak Iain dari warisan penjajahan Barat sendiri, di samping memperkenalkan produk Dunia Ketiga yang patut diperkenalkan kepada Barat sebagai bukti produktifnya pengaruh Barat. Belakangan ini muncul rumusan baru tentang Utara-Selatan untuk tidak menyebutkan kata-kata menyakitkan: kaya-miskin. Sebelum yang terakhir ini, Dunia Ketiga diberi nama manis: negeri/negara yang sedang berkembang (membangun). Semua itu untuk menghindari persoalan nurani antara bekas jajahan dan bekas penjajah. Namanama yang Ientur (Iunak) dan dilenturkan ini tak Iain dari suatu persetujuan tak terucapkan bahwa Dunia Ketiga berterima kasih pada bantuan yang

menguntungkan dari Barat, sebaliknya Barat dengan bantuannya pada Dunia Ketiga mendapat keuntungan Iebih besar Iagi. Di sini kita sekarang berada.

18

Kaum Intelektual Apa yang dimaksudkan dengan kaum intelektual bagi saya kurang jelas apakah menurut pengertian kamus ataukah menurut pendapat bebas dari setiap orang yang mempunyai kepentingan dengan kata tersebut. Apakah sarjana termasuk intelektual? Apakah setiap orang di antara kita intelektual atau tidak? Apakah kata intelektual itu satu atribut (sifat) dari sebahagian kecil nasion yang merasa diri berpikir Iebih daripada bagian selebihnya? Kata Sahibul Hikayat yang dimaksudkan dengan kaum intelektual adalah kaum yang menempatkan nalar (pertimbangan akal) sebagai kemampuan pertama yang diutamakan, yang melihat tujuan akhir upaya manusia dalam memahami kebenarannya dengan penalarannya. Stop, Sampai di situ. Pada akhir Perang Dunia II, ada yang menggugat: bila sampai di situ saja faal (perbuatan) kaum intelektual ertinya penalarannya belum sampai pada suatu tanggungjawab terhadap diri sendiri dan lingkungannya, terutama pada umat manusia. Kemudian orang menamai kaum intelektual hanya sebagai sport, tanpa keterlibatan diri dengan penalarannya sendiri sebagai: intelektual blanko (kosong). Sehubungan dengan topik yang dikemukakan oleh Senat Mahasiswa FISUI jelas bukan intelektual blanko yang dimaksudkannya, tetapi yang merupakan bagian integral dengan nasionnya sendiri, bagian bernalar nasionnya yang bukan hanya mendapatkan input dari nasionnya juga memberikan output padanya. Tetapi dalam kehidupan Dunia Ketiga pada umumnya dan di Indonesia khususnya, di mana semua mulai diawali, dibangun dan dikembangkan seirama dengan keperluan nasional faal kaum intelektual bukan sekedar mesin yang menari antara in- dan out-put. Pada mereka dituntut kejelian (keelokan) kepiawaiannya untuk dapat melihat peran dari perkembangan nasional, yang bererti juga kemampuan untuk melihat hari depan. Dan hari depan hanya dapat digalang dengan perhitungan dan amal hari ini. Penalarannya menggunakan reflektor yang tertuju ke depan, bukan tertuju ke belakang sebagai mana dalam kebudayaan purba, kebudayaan animis, dinamis dan pemujaan leluhur, kebudayaan kuburan.

19

Sebaliknya, kaum intelektual bukan sekedar bagian dari nasionnya. Iapun nurani nasionnya, kerana bukan saja dalam dirinya terdapat gudang ilmu dan pengetahuan, terutama pengalaman nasionnya, juga ia dengan isi gudangnya dapat memilih yang baik dan yang terbaik untuk dikembangkan, memiliki dasar dan alasan paling kuat untuk menjadi resolut (tegas) dalam memutuskannya atau tidak. Hinduisme telah membagi masyarakat dalam kasta-kasta, yang

relevansinya masih terasa. Kaum intelektual berada dalam kasta Brahmin. Hanya bezanya kaum Brahmin moden menempati kedudukan sebagai jambatan pada hari depan. Saya cenderung menempatkan kaum intelektual Indonesia dan Dunia Ketiga dalam pengertian ini. Sikap dan Peran Bicara tentang sikap adalah bicara tentang tempat berdiri, bicara tentang tempat berdiri adalah juga bicara tentang jarak yang telah ditempuh. Tempat berdiri pada giliranya hanyalah bagian dan medan yang tak terbatas. Dari tempat berdiri orang menghadapi jarak yang masih harus ditempuh. Sikap adalah faktor dalam yang akan menentukan bagaimana jarak di depan akan ditempuh. Akan dalam kamus politik diucapkan : bagaimana sebaiknya, kerana itu soal operasional. Berdasarkan materi (bahan) yang telah dikedepankan, sikap yang sepatutnya diambil : 1) meninggalkan sama sekali budaya kuburan dan mengambil penalaran sebagai satu-satunya jalan membina hari depan, dan dengan demikian secara aktif membangun budaya nasional yang moden. 2) tetap kritis terhadap potensi pengaruh buday suku yang kalah dan mengajak kalah. 3) berlatih berani untuk mendapatkan keberanian intelektual kerana tanpa keberanian intelektual, kaum sudah lumpuh sebelum memutuskaben. Sejalan dengan lahirnya bangsa Indonesia hanya kerana keberanian revolusioner, maka tradisi keberanian revolusioner juga merupakan unsur menentukan dalam kehidupan kaum intelektual Indonesia.

20

4) sebagai intelektual Indonesia, tempatnya adalah pertama-tama sebagai manusia Indonesia, sebagaimana budaya Indonesia. Manusia budaya Indonesia berada dalam jajaran Dunia Ketiga, sedang Dunia Ketiga ada kerana diperhadapkan dengan Barat. Kaum intelektual Indonesia yang terIepas dari hubungan dengan Dunia Ketiga dan terlepas dari perhadapannya dengan Barat sebagai produk sejarah akan kehilangan sebagian dari kemampuan penalarannya yang objektif, kerana mereka tanpa sedarnya akan terlepas dari ikatan sejarah, ikatan pengalamannya sendiri. 5) Barat menjadi bongkak kuasa, bongkak kemajuan dan bongkak kemakmuran sehingga menjadi seperti sekarang ini dengan produk terbaiknya dalam bentuk demokrasi parlimenter dan hak asasi adalah atas biaya seluruh Dunia Ketiga, termasuk Indonesia. 6) Maka dari pengalaman sejarah ini, kita punya hak menuntut dari Barat pertanggung jawaban moral dengan konsekuensinya yang wajar dan manusiawi. Kaum intelektual Indonesia kerananya diajak pertanggungan jawaban historis. 7) Atas dasar ini, Barat sudah sepatutnya melepaskan pandangan menaragadingnya yang menganggap haknya bahwa Dunia Ketiga harus menjadi pengikutnya. Sebaiknya Barat merobohkan menara-gadingnya dan menggantinya dengan pengertian yang lebih manusiawi dalam membantu Dunia Ketiga untuk menjadi dirinya sendiri. Dengan robohnya menara gading itu pula, bisa diharapkan Barat melepaskan pandangan. Baratnya dan standar Baratnya dalam menilai Dunia Ketiga dengan

perkembangannya. 8) Kaum intelektual Indonesia dalam berlatih memperkuat keberanian intelektual dan keberanian moral juga dituntut untuk selalu membikin perhitungan dengan masa lalunya sebagai bangsa, belajar untuk menghadapi Barat bukan sebagai superior, tetapi sebagai lembaga yang dalam beberapa abad belakangan ini menerima piutang paksa dari Dunia Ketiga. Kaum intelektual Indonesia, sebagai manusia budaya Indonesia

21

sudah sepatutnya mempunyai keberanian intelektual dan keberanian moral terhadap Barat untuk menuntut dari Barat segala yang terbaik dan berguna, teknologi dan sains, bukan sebagai hadiah kemanusiaan seperti halnya dengan Van Deventer dengan politik etiknya, tetapi semata-mata kerana dengan kebudayaan purbanya, dengan budaya sukunya yang kalah dan dikalahkan, dengan budaya Indonesia yang baru seumur jagung, terutama juga dengan budaya Barat. 9) Praktiknya, terus-menerus yang menjamin Iahirnya kedibyaan (genialitas) sehingga keintelektualan bukan tinggal jadi atribut sosial, tapi faaliah, fungsional, dan membiknnya patut jadi penalaran dan nurani nasion. 10) Akibat dari sikap yang diambil terhadap Barat membikin kaum intelektual Indonesia tidak bisa lain pada menata kembali dan mengorganisasi secara sedar perasaan pikirannya dalam membangun lebih lanjut budaya Indonesia dalam segala aspeknya justru di sini peran yang menentukan kaum intelektual Indonesia. 11) Kekuatan peradaban barat yang mampu berkembang dan bertahan berabad dalam sejarah umat manusia sudah sepatutnya dipelajari secara kritis. Pemberiannya pada umat manusia tak terhingga banyaknya. Sebaliknya kerasakan yang diakibatkannya pada Dunia Ketiga juga tak terhingga banyaknya. Kita tahu bahwa kekuatannya terletak pada kekuatannya individu Barat, sedang pada gilirannya individu Barat diasuh oleh demekrasinya dan diayomi (dibantu) oleh hak-hak asasinya, yaitu individu yang oleh Chairil Anwar dinyanyikannya sebagai aku... yang dari kumpulannya terbuang, kerana menolak pembebekan (sifat mengekor). Dari pelajaran Barat, Indonesia juga bisa kuat dengan individu manusia Indonesia yang kuat, sehingga dalam konteks pembicaraan kita menjadilah aku... yang dengan kumpulannya berpadu, yang untuk itu telah disediakan pegangan dan medan oleh Pancasila. 12) Terhadap Dunia Ketiga sebagai jajaran sendiri, sebagai seperasaian (mempunyai nasib sama) dalam sejarah, sebagai rakan seiring dalam memecahkan masalah-masalah yang diwariskan oleh kesamaan historis,

22

menanggalkan sikap tak acuhan yang terkunci, sedang pandangan bahwa diri lebih maju dari yang lain adalah suatu kemewahan. Kesepakatan antara Dunia Ketiga akan mempercepatkan lahirnya kesatuan bahasa. Pengalaman berabad dalam praktik devide et impera (pecah dan perintah) Barat bukan tidak menjadi watak peradaban dalam menghadapi dunia non-Barat. Kerana itu semangat Dunia Ketiga, atau yang pernah juga disebut semangat Asia-Afrika, kemudian menjadi semangat Asia-AfrikaAmerika Latin, bukan semestinya menjadi semakin pudar untuk kerugian Dunia Ketiga. Sukarno telah melampaui masanya waktu ia - bukan sekedar gagasan mencuba mewujudkan Ganefo dan Conefo, tetapi dalam situasi dunia sekarang ini dengan masalah Timur-Barat, Utara-Selatan, Dunia Ketiga-dunia selebihnya yang semakin akut dengan semakin mengecilnya dunia kita, keseiaan Dunia Ketiga jelas merupakan kebutuhan. Sekalipun, ya, sekalipun, perkembangan Dunia Ketiga dalam dasawarsa terakhir memerlukan batasan dan rumusan baru. 13) Peran kaum intelektual Indonesia sudah jelas. Gagasan perjuangan untuk melahirkan bangsa Indonesia diawali oleh mereka dengan kesadaran akan komitmennya dengan bangsanya, dengan kejelian dan kopiawaiannya tentang perang bangsanya. Gagasan dan praktik terus-menerus melahirkan Indonesia merdeka. Dengan praktik intelektual keintelektualan menjadi kuat, dengan praktik otot (tenaga), otot menjadi kuat. Seindah-indah gagasan yang tidak dicuba-wujudkan oleh otot dan dengan otot akan berubah menjadi roh-roh yang gentayangan (berkeliaran) - roh jahat yang menjadikan orang jadi munafik. 14) Kaum intelektual, sebagai nalar dan nurani nasion, adalah berkasta Brahmin dalam pengertian moden. Dan moden selalu senyawa dengan demokratis, dengan, demikian kehilangan kedudukannya dari hierarki Hindu. Faal bernolar, berpikir dengan inteleknya secara alami, tidak beza dari fungsi-fungsi kasta Iain dalam masyarakatnya, yakni melakukan proses bio-kimia.

23

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Negara memegang peran utama dalam proses pembangunan. Negara melakukan perencanaan dan menjadi aktor utama dalam proses pembangunan yang tengah dilakukan dan sekaligus elite yang duduk dalam kekuasaan pemerintah yang otoriter menjadi aktor utama di negara-negara Dunia Ketiga. Negara tidak lagi dianggap sebagai pemegang peran kunci dalam proses pembangunan. Malahan, beberapa pendukung paradigma ini mengatakan bahwa kegagalan pembangunan dibanyak negara sedang berkembang karena terlalu banyak campur tangan negara dalam pembangunan. Pembangunan hanya menyisakan ketimpangan pendapatan di banyak negara. Kensenjangan yang terjadi antara si kaya dan si miskin semakin lebar di negara-negara sedang berkembang, sementara di sisi yang lain kesenjagan antara negara-negara kaya dengan negara miskin pun semakin lebar. Pembangunan yang dilakukan selama puluhan tahun hanya semakin membuat negara-negara Dunia Ketiga tergantung pada negara-negara Dunia Pertama. Pembangunan yang seharusnya mendorong kemandirian, tetapi pada kenyataannya hanya menyisakan ketergantungan hubungan asimetris yang semakin parah. Akibatnya, meskipun pembangunan sudah dilakukan puluhan tahun, negara-negara tersebut belum beranjak dari kategori negara sedang berkembang dan negara kurang berkembang (kecuali beberapa negara di Asia Timur) menjadi negara maju. Penyebab kegagalan pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga adalah akibat rezim yang korup di negara-negara tersebut. Akibatnya sumber-sumber langka yang seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan menjadi tidak efektif. Negara-negara Dunia Ketiga gagal karena memang negara-negara tersebut mengalami kendala struktural. Masing-masing negara berkembang pada dasarnya mengambil jalan yang berbeda-beda dalam strategi pembangunan mereka. Beberapa negara mengambil jalan sosialis dengan menekankan pemerataan

24

sebelum akhirnya mengejar pertumbuhan. Sementara negara-negara lain mengambil jalur berbeda dengan mengejar pertumbuhan terlebih dahulu baru pemerataan. Beberapa negara berkembang yang mengejar pertumbuhan ekonomi (seperti Indonesia) lebih menenkankan pada strategi subtitusi impor, baru kemudian mengembangkan industri berorientasi ekspor. Negara menjadi salah satu aktor dominan dalam pembangunan ekonomi.

B. Saran Hendaknya negara-negara maju senantiasa membantu perkembanganperkemangan pada negara dunia ketiga apakah itu dari sektor pembangunan, perokonomian dan sektor-sektor lainnya.

25

DAFTAR GLOSARI

PQLI

: (Physical Quality of Life Index)

26

REFERENSI

http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/2147878-negara-danpembangunan-dalam-konteks/#ixzz1sD5fSf97 http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/03/negara-dan-pembangunan-dalamkonteks-negara-dunia-ketiga/ http://sites.google.com/site/pramoedyasite/home/works-in-bahasaindonesia/sikap-dan-peran-kaum-intelektual-di-dunia-ketiga http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/2147878-negara-danpembangunan-dalam-konteks/ http://www.jelajahbudaya.com/opini/modernisasi-di-negara-dunia-ke-3.html

27